MODUL PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SEKSUALITAS MANUSIA 2015 Fakultas Program Studi MKCU PSIKOLOGI 1 Elearning 05 Kode MK Disusun Oleh MK900022 Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Abstract Kompetensi Bab ini membahas tentang pengertian seks dan seksualitas, seksualitas dalam alkitab, dimensi seksualitas, permasalahan seksualitas, seksualitas menurut ajaran moral gereja katolik dan permasalahannya. Mahasiswa dapat mengerti, memahami serta menghargai arti dan nilai seksualitas dalam kehidupannya dan dapat menerapkan sektualitas sesuai ajaran moral gereja Katolik. Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id MATERI BAB VII SEKSUALITAS MANUSIA A. PENDAHULUAN Sex merupakan hal yang dianggap tabu untuk diperbincangkan. Akan tetapi secara bertahap seiring dengan berjalannya waktu pengetahuan tentang sex dan pembicaraan mengenai masalah seksualitas dianggap sebagai hal yang penting dan perlu bagi perkembangan manusia. Pendapat masyarakat tentang seks mengalami perubahan dari masa ke masa. Rollo May menulis, “Masyarakat zaman Victoria mencari cinta tanpa harus terlibat dengan seks; sementara masyarakat modern mencari seks tanpa harus terlibat dengan cinta”. Dari pandangan masyarakat Puritan yang mengatakan seks sebagai sarana kejahatan bagi prokreasi, kita beralih pada pandangan populer Playboy yang mengangap seks sebagai sarana rekreasi. Kedua pandangan ekstrim tersebut tidak benar dan tidak menunjukan fungsi seks yg sesuai dengan maksud Tuhan. Pandangan negatif membuat pasangan yang telah menikah merasa bersalah saat berhubungan seks; sementara pandangan yang bebas membuat manusia menjadi seperti robot yang melihat seks dalam arti sempit dan hanya berfungsi untuk kepuasan. Dalam bab ini kita akan membahas pengertian seks dan seksualitas, dimensi seksualitas, seksualitas dalam pandangan gereja katolik. B. PENGERTIAN SEKS DAN SEKSUALITAS Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk perilaku yang beranekaragam. Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan-perasaan orang individu secara pribadi yang saling menghargai, memperhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi sebuah hubungan timbal balik antara kedua individu tersebut. Apakah sex dan seksualitas merupakan sesuatu yang sama? Kebanyakan orang memahami sexualitas sebatas istilah sex, pada hal antara sex dengan sexualitas merupakan hal yang berbeda. Menurut Zawid (1994), kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu: (a) aktivitas sexsual genital, dan (b) sebagai label jender (jenis kelamin). Sedangkan seksualitas 2015 2 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata. Menurut Steven (1999) Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Sedangkan menurut WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi. Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan dan berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas tidak sama dengan seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi personal, dan lingkungan. Fungsi biologis mengacu pada kemampuan individu untuk memberi dan menerima kenikmatan dan untuk bereproduksi. Identitas dan konsep diri seksual psikologis mengacu pada pemahaman dalam diri individu tentang seksualitas seperti citra diri, identifikasi sebagai pria atau wanita, dan pembelajaran peran-peran maskulin atau feminin. Nilai atau aturan sosio budaya membantu dalam membentuk individu berhubungan dengan dunia dan bagaimana mereka memilih berhubungan seksual dengan orang lain. (Bobak: 2004) Seksualitas memiliki mempunyai dua aspek yakni: 1. Seksualitas dalam arti sempit Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah sebagai berikut: a. Alat kelamin itu sendiri b. Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin c. Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan perempuan d. 2. Hubungan kelamin Seksualitas dalam arti luas. Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin antara lain: 2015 3 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id C. a) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dll b) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dll c) Perbedaan peran. (Mardiana: 2012) SEKSUALITAS DALAM ALKITAB Bagaimana seorang Kristen memahami seks dan seksualitas dan apa yang Alkitab katakan tentang seks dan seksualitas. Ada tujuh prinsip, Alkitab mengatakan apa tentang seks dan seksualitas. Prinsip 1: Alkitab mengatakan bahwa seksualitas manusia sebagai sesuatu yang baik. Allah bersabda dalam Kitab Kejadian: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka” (Kej 1:27) Setelah penciptaan sebelumnya dilakukan, Allah melihat bahwa “semuanya itu baik” (Kej 1:12,18,21,25), tapi setelah penciptaan manusia sebagai laki-laki dan perempuan, Allah melihat bahwa “segala yang dijadikanNya itu, sungguh amat baik” (Kej 1:31). Awal pengertian secara ilahi bahwa seksualitas manusia itu ‘sungguh amat baik’ menunjukan perbedaan seksual pria dan wanita sebagai bagian dari kebaikan dan kesempurnaan dari ciptaan Tuhan yang pertama. Perhatikan juga bahwa perbedaan jenis kelamin pria dan wanita berhubungan dengan kenyataan bahwa manusia diciptakan menurut peta Allah. Karena Kitab suci membedakan manusia dengan ciptaan yang lain, para ahli teologi berpendapat bahwa pengertian peta Allah mengaju pada kemampuan rasional, moral, dan spiritual yang Tuhan berikan kepada pria dan wanita. Namun demikian, masih ada cara lain bagi kita untuk memahami pengertian dari peta Allah, berdasarkan apa yang tertulis dalam Kej 1:27: “menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka.” Jadi kepriaan dan kewanitaan manusia 2015 4 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id mencerminkan peta Allah dalam pengertian bahwa pria dan wanita mempunyai kemampuan untuk memiliki kesatuan hubungan yang sama dengan kesatuan hubungan yang ada dalam konsep Trinitas. Tuhan dalam pengertian Alkitabiah bukanlah Sesuatu yang sendiri dalam singularitas abadi melainkan berada dalam hubungan tiga Oknum yang secara misterius disatukan sehingga kita menyembahnya sebagai satu Tuhan. Kesatuan yang misterius dalam konsep Trinitas ini dicerminkan melalui gambar ilahi dalam manusia, dalam dua jenis kelamin yang berbeda; pria dan wanita; yang juga secara misterius disatukan dalam perkawinan menjadi ‘satu daging’. Prinsip 2: Seksualitas manusia adalah satu proses dimana dua menjadi ‘satu daging’. Hubungan intim antara seorang pria dan wanita diekspresikan dalam Kej 2:24: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Istilah ‘satu daging’ mengacu pada penyatuan tubuh, jiwa, dan roh yang utuh diantara pasangan yang telah menikah. Penyatuan utuh ini dapat dialami khususnya melalui hubungan seksual yang merupakan tindakan dari pengekspresian cinta sejati, rasa hormat, dan komitmen. Istilah ‘menjadi satu daging’ menunjukan rencana Tuhan tentang seks dalam perkawinan. Hal ini menjelaskan bahwa Tuhan melihat seks sebagai media bagi suami istri untuk mencapai kesatuan. Harus diperhatikan bahwa pengandaian ‘satu daging’ tidak diterapkan untuk mengambarkan hubungan seorang anak dengan orang tuanya. Seorang laki-laki akan ‘meninggalkan’ orang tuanya untuk menjadi ‘satu daging’ dengan istrinya. Hubungan dengan istrinya berbeda dengan hubungan dengan orang tuanya karena hubungan dengan istri merupakan kesatuan baru yang diperoleh melalui penyatuan seksual. Menjadi ‘satu daging’ juga mengambarkan tujuan dari kegiatan seksual yang tidak hanya sebagai prokreasi (untuk memperoleh keturunan) tetapi juga psikologi (memenuhi kebutuhan emosional untuk mencapai satu hubungan kesatuan). Kesatuan menunjukan keinginan untuk mengetahui sisi paling khusus dari pasangan secara emosi, fisik dan intelektual. Ketika mereka saling memahami dengan cara yang paling khusus, mereka akan mengerti arti dari menjadi satu daging. Hubungan seksual tidak secara otomatis memberikan pengertian kesatuan. Lebih jauh lagi setiap pasangan harus memahami betul arti saling berbagi dalam hubungan suami-istri. 2015 5 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Prinsip 3: Seks adalah memahami satu sama lain melalui cara yang paling intim. Hubungan seksual diantara pasangan yang telah menikah membuat mereka dapat saling memahami melalui cara yang paling khusus. Hal ini tidak dapat diperoleh dengan cara yang lain. Berhubungan seksual tidak hanya membiarkan pasangan kita melihat tubuh kita tapi juga kepribadian kita. Inilah sebabnya mengapa kitab suci sering menggambarkan hubungan seksual sebagai ‘memahami’, kata kerja yang sama digunakan dalam Ibrani yang mengacu pada memahami Tuhan. Adam tentu saja sudah mengenal Hawa sebelum mereka berhubungan seksual, namun ia mengenal Hawa lebih jauh lagi melalui cara yang paling khusus tersebut. Dwight H. Small mengemukakan, “pengungkapan rahasia diri melalui hubungan seksual merupakan pengungkapan diri yang paling tinggi dari semua tingkat dalam keberadaan satu pribadi. Ini adalah satu cara unik yang eklusif. Mereka saling mengenal seolah mereka tidak pernah mengenal orang lain. Pengetahuan yang unik ini merupakan satu rasa memiliki yang sejati… keadaan telanjang merupakan satu simbol bahwa tidak ada yang tersembunyi diantara pasangan suami istri.” Proses menuju hubungan seksual adalah satu proses pertumbuhan. Mulai dari sekedar mengenal, kemudian berkencan, bertunangan, menikah, dan berhubungan seksual, pasangan belajar mengenal satu sama lain. Hubungan seksual merupakan puncak dari proses pertumbuhan tersebut.Seperti yang dikemukakan oleh Elizabeth Achtemeier: “Kami merasa seolah kedalaman diri yang paling tersembunyi muncul kepermukaan dan terungkap sebagai satu ekspresi cinta kami yang murni”. Prinsip 4: Alkitab mengecam hubungan seks diluar nikah. Karena seks melambangkan hubungan antar pribadi yang paling intim dan mengekspresikan penyatuan ‘satu daging’ berdasarkan komitmen total, seks tidak boleh dilakukan dalam satu hubungan biasa yang hanya berlandaskan kesenangan. Penyatuan dalam hubungan semacam itu merupakan tindakan amoral. Hubungan seks diluar nikah adalah masalah yang serius karena membawa pengaruh yang lebih dalam dari dosa-dosa yang lain. Seperti yang rasul Paulus nyatakan :”Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi diluar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa 2015 6 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id terhadap dirinya sendiri” (I Kor 6:18). Sebagian orang berpendapat bahwa minuman beralkohol juga berpengaruh terhadap diri seseorang. Tetapi pengaruhnya tidak bersifat permanen seperti yang ditimbulkan oleh dosa seksual. Kebiasaan makan makanan yang dilarang dapat ditiadakan, barang yang dicuri dapat dikembalikan, kebohongan dapat diganti dengan kebenaran, namun perbuatan seksual tidak dapat dihapuskan begitu saja. Ini bukan berarti bahwa dosa seksual tidak bisa diampuni. Kitab suci mengatakan bahwa jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan ‘menyucikan kita dari segala kejahatan.’ (I Yoh 1:9) Ketika Daud bertobat karena telah melakukan perzinahan dan pembunuhan, Tuhan memaafkannya. (lihat Mazmur 32 dan 51) Prinsip 5: Seks tanpa komitmen membuat manusia sama seperti benda. Seks diluar nikah adalah seks tanpa komitmen. Hubungan semacam ini menghancurkan integritas seseorang dengan merendahkannya menjadi satu obyek yang digunakan untuk kepuasan pribadi. Seseorang yang merasa terhina setelah berhubungan seksual bisa saja menjadi trauma karena takut hanya akan dimamfaatkan atau justru menjadi tidak menghargai tubuhnya lagi sehingga melakukan hubungan seksual secara sangat bebas. Ia telah kehilangan kesempatan untuk mengunakan seks sebagai cara untuk mengekspresikan rasa cinta dan merusak pengertian seksualitas manusia yang sesungguhnya. Seks tidak dapat digunakan sebagai cara untuk bersenang-senang dengan seseorang sementara disaat yang sama digunakan untuk menunjukan cinta sejati dan komitmen dengan orang lain. Pandangan alkitab tentang kesatuan, keintiman, dan cinta sejati tidak ditunjukan melalui seks diluar nikah atau seks dengan lebih dari satu orang pasangan. Pasangan yang telah bertunangan mungkin mengatakan bahwa mereka mengekspresikan cinta yang sejati saat mereka melakukan hubungan seks sebelum mereka menikah. Dari sudut pandang Kristen, pasangan yang bertunangan harus saling menghormati dan melihat pertunangan sebagai persiapan menuju pernikahan, bukan sebagai pernikahan itu sendiri. Sampai janji pernikahan diucapkan, kemungkinan pertunangan itu putus tetap ada. Jika pasangan itu telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, mereka telah melanggar komitmen. Dan bila dikemudian hari hubungan ini putus, akan meninggalkan bekas luka emosi 2015 7 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id yang permanen. Hubungan seksual yang sah hanya bisa dilakukan bila seorang pria dan wanita bersedia untuk menjadi satu tidak hanya secara fisik tetapi juga secara psikis dengan memikul tanggung jawab terhadap masing-masing pasangannya. Kecaman terkeras dari sudut pandang Kriten memang ditujukan kepada tindakan amoral seks diluar nikah. Kecaman tersebut jelas terdapat dalam Alkitab. Alkitab menolak menggunakan ‘istilah yang lebih lunak’. Contohnya seks pra-nikah dengan tekanan pada ‘pra’ dan bukan pada ‘nikah’. Perzinahan diartikan sebagai ‘seks diluar nikah’. Homoseksualitas digambarkan dengan istilah yang lebih lunak sebagai satu ‘variasi gay’ dan bukan disebut sebagai ‘penyimpangan’. Orang Kristen saat ini mulai mempertimbangkan satu alasan bahwa ‘cinta membuat seks diluar nikah sesuatu benar’. Jika seorang pria dan wanita jatuh cinta, mereka berhak mengekspresikan cinta mereka walaupun melalui hubungan seks diluar nikah. Beberapa pendapat mengatakan bahwa seks sebelum nikah membebaskan mereka dari tradisi kuno dan memberikan mereka satu kebebasan emosi. Kebenaran dalam hal ini adalah bahwa seks pranikah menimbulkan tekanan emosi karena mengartikan cinta sekedar hubungan fisik tanpa satu komitmen total diantara pasangan yang menikah. Prinsip 6: Seks merupakan sarana prokreasi dan relasi. Sampai awal abad ini, orang Kristen percaya bahwa fungsi utama seks adalah untuk prokreasi. Pertimbangan lain, seperti aspek kesatuan, relational, dan kesenangan, dianggap sebagai fungsi sampingan. Namun keadaan tersebut mulai berubah diabad 20. Dari sudut pandang Alkitab, kegiatan seksual dalam perkawinan merupakan sarana prokreasi dan relasi. Sebagai orang Kristen kita perlu menjaga keseimbangan antara kedua fungsi seks ini. Hubungan seks adalah kegiatan menyenangkan yang menimbulkan rasa saling memiliki dan menjadi satu sementara menciptakan satu kemungkinan untuk membawa satu kehidupan baru ke dalam dunia ini. Kita harus menyadari bahwa seks adalah anugerah ilahi yang hanya dapat dinikmati dalam perkawinan. Paulus menganjurkan pada suami-istri “Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap istrinya, demikian pula istri terhadap suaminya. Istri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi 2015 8 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id istrinya. Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak.” (I Kor 7:3-5; lihat juga Ibrani 13:4) Prinsip 7: Seks memampukan pria dan wanita untuk mencerminkan peta Allah dengan turut serta dalam kegiatan kreatif-Nya. Dalam Alkitab, seks tidak hanya berfungsi dalam proses penyatuan roh yang misterius tetapi juga menciptakan kemungkinan untuk membawa anak-anak lahir kedunia ini. “Beranak cuculah dan bertambah banyak”, perintah Tuhan dalam Kej 1:28. Tentu saja tidak semua pasangan dianugerahi anak. Usia tua, kemandulan, ataupun penyakit genetik adalah beberapa dari faktor yang menyebakan seseorang tidak mungkin mempunyai anak. Namun bagi sebagian besar pasangan yang menikah, mempunyai anak adalah hal yang wajar dalam kehidupan perkawinan. Hal ini tidak berarti bahwa setiap tindakan dari kesatuan seks harus mengacu pada konsep tersebut. “Kita tidak bermaksud memisahkan seks dari kemungkinan untuk mempunyai anak,” tulis David Phypers, “dan mereka yang melakukan hal itu dengan alasan-alasan pribadi, sesungguhnya tidak memahami tujuan Tuhan terhadap hidup mereka. Mereka mengambil resiko untuk tidak mengindahkan perkawinan mereka dan kegiatan seksual dalam perkawinan hanyalah demi kepuasan semata. Mereka tidak bersedia turut serta dalam satu proses kreatif untuk membawa kehidupan baru anak-anak mereka ke dalam dunia ini, membesarkan dan mendidik mereka hingga sampai pada kedewasaan.” Kita tidak akan menemukan jawaban yang gamblang dalam Alkitab. Kita telah melihat bahwa seks memiliki sarana prokreasi dan relasi. Kenyataan bahwa fungsi seks dalam perkawinan tidak hanya untuk meneruskan keturunan tetapi juga untuk mengekspresikan cinta dan komitmen, menunjukan adanya keterbatasan dalam fungsi seks sebagai sarana reproduksi. Dengan kata lain bahwa fungsi relasi merupakan fungsi yang lebih dinamis dibandingkan fungsi reproduksi. Hal ini memicu pertanyaan: apakah kita berhak campur tangan dalam proses reproduksi yang direncanakan Tuhan? Jawaban dari Gereja katolik Roma adalah Tidak!. Apa yang harus 2015 9 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dilakukan oleh umat katolik telah dijelaskan Paus Paulus VI dalam suratnya Humane Vitae (29 Juli 1968), yang mengakui moralitas kesatuan seksual antara suami dan istri, walaupun tidak memiliki anak. Dalam suratnya Paus tidak menyeujui penggunaan alat kontrasepsi buatan dan menganjurkan mengunakan cara alamiah ‘metode ritme’ untuk mengontrol kelahiran. Dalam metode ini hubungan seksual hanya boleh dilakukan pada saat istri dalam masa tidak subur. D. DIMENSI SEKSUALITAS Demensi seksualitas meliputi demensi sosiokultural, dimensi agama dan etik, dimensi psikologis dan dimensi biologis (Perry & Potter, 2005). Demensi seksualitas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Dimensi Sosiokultural Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara global menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadapi spectrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya termasuk cara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan siapa seseorang menikah dan siapa yang diizinkan untuk menikah. Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan norma sendiri yang memandu perilaku anggotanya. Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan menggarisbawahi perilaku seksual, termasuk, misalnya saja, bagaimana seseorang menemukan pasangan hidupnya, seberapa sering mereka melakukan hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka melakukan hubungan seks. 2. Dimensi Agama dan etik Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas 2015 1 0 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum sikap yang ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional tentang hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal. 3. Dimensi Psikologis Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang sesuai dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati perilaku orangtua. Orangtua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anakanaknya. Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orangtua mereka tunjukan kepada mereka tentang tubuh dan tindakan mereka. Orangtua memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda berdasarkan jender. 4. Dimensi Biologis Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan perbedaan seksual. Ketika hormone seks mulai mempengaruhi jaringan janin, genitalia membentuk karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi individu kembali saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan perkembangan karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami pembentukan spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan karakteristik seks sekunder. E. PERMASALAHAN SEKSUALITAS Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain: 1. 2015 1 1 Ketidaktahuan mengenai seks Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui tentang seks. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat. Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada anakanaknya sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan atau laki-laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi bersama keluarga atau juga teman-temannya. Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawabanjawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena itulah, orang tua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada usia 13 – 15 tahun pada pria dan 12 – 14 tahun pada wanita. Saat itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya. 2. Kelelahan Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan gairah seks. 3. 2015 1 2 Konflik Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik menjadi kendala hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan dapat mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak bercinta. Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk. Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks. 4. Kebosanan Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi berlebihan sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah hidup bersama bertahuntahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama untuk jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang datang ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru. F. SEKSUALITAS MENURUT MORAL GEREJA KATOLIK Dalam tradisi Kristen, keutuhan dan keagungan tubuh dijunjung tinggi dan seksualitas mendapat nilai pribadi. Namun sepanjang sejarah Gereja, pengakuan itu selalu juga dibayangi oleh prasangka-prasangka terhadap wanita, oleh penilaian yang meremehkan atau mengharamkan seks dan larangan-larangan yang menekan kenikmatan. Demikianlah Agustinus membela keluhuran seksualitas melawan bermacam pandangan agama yang menganggapnya rendah dan kurang manusiawi; sekaligus Agustinus mengingatkan, bahwa hubungan pria-wanita dan khususnya hubungan seksual selalu diancam oleh kedosaan. 2015 1 3 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kenikmatan dicurigainya, karena ia sangat mendukung cita-cita (filsafat Stoa) untuk menguasai naluri-naluri. Hubungan pria-wanita yang sejati adalah kesatuan rohani dan seksualitas hanya dibenarkan "demi keturunan". Dalam sejarah lebih lanjut, pandangan Agustinus mengenai seksualitas ini amat mewarnai moral Katolik. Hampir delapan abad kemudian, Tomas Aquino menekankan bahwa seksualitas (termasuk kenikmatan!) adalah kodrati, ciptaan Allah. Dalam perkembangan selanjutnya kenikmatan seksual umumnya dibenarkan, namun seksualitas sendiri makin diartikan dan diatur menurut alam-kodrat, dan makin ditekankan bahwa hubungan seksual itu ditujukan untuk memperoleh keturunan. Ajaran moral Katolik menarik kesimpulan bahwa setiap hubungan seksual harus terbuka untuk keturunan dan oleh sebab itu hubungan seksual hanya dapat dibenarkan dalam perkawinan yang sah. Dewasa ini, kebanyakan orang tidak lagi dapat menerima, bahwa seksualitas manusiawi hanya (ataupun pertama-tama) ditujukan pada keturunan. Konsili Vatikan II bicara mengenai "cinta-kasih (suami-istri) yang beraneka-ragam" (GS 48). Seksualitas amat bernilai untuk saling mengungkapkan kasih (bdk. GS 51). Pengertian yang baru dalam Gereja menjadi tantangan bagi moral Kristen: dapatkah ditemukan suatu gaya hidup bersama, yang di dalamnya hubungan seksual antar pria dan wanita dapat berkembang dalam kesetiaan satu sama lain? Dapatkah ditemukan suatu gaya hidup yang di dalamnya pria dan wanita berkembang dalam kemampuan mengasihi dan menyambut anak-anak yang lahir dengan pengharapan yang terbuka? Menurut ajaran moral Katolik, perbuatan sanggama mendapat tempatnya yang tepat dan wajar dalam perkawinan, sebab hanya dalam hubungan mantap dan pri-badi antara suami dan istri hubungan sanggama dapat menjadi ungkapan jujur bagi kasih dan penyerahan. Dan sebaliknya dalam per-kawinan, hubungan pribadi dikuatkan dan dikembangkan oleh perbuatan sanggama dalam kasih dan penyerahan. Hubungan intim dan pribadi adalah nilai utama dalam seksualitas dan dalam semua perbuatan seksual. Dan semua perbuatan seksual patut dinilai, pertama-tama, sejauh mana mengungkapkan kasih terhadap part-ner dan mengungkapkan serta meneguhkan kesatuan hati yang mantap. Karena dalam seksualitas diteruskan hidup manusia, ajar-an moral Gereja menegaskan juga supaya hubungan seksual harus terbuka bagi keturunan. Sebab di samping nilai pribadi dalam hu-bungan, seksualitas mengandung nilai sosial, karena merupakan daya pengikat perkawinan dan turut melangsungkan hidup. Dalam Katekesmus Gereja Katolik (KGK) 2360 Seksualitas diarahkan kepada cinta suami isteri antara pria dan wanita. Di dalam perkawinan keintiman badani suami dan isteri 2015 Pusat Bahan Ajar dan eLearning 1 Pendidikan Agama Katolik http://www.mercubuana.ac.id Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. 4 menjadi tanda dan jaminan persekutuan rohani. Ikatan perkawinan antara orang-orang yang dibaptis, dikuduskan oleh Sakramen. KGK 2361 "Oleh karena itu seksualitas, yang bagi pria maupun wanita merupakan upaya untuk saling menyerahkan din melalui tindakan yang khas dan eksklusif bagi suami isteri, sama sekali tidak semata-mata bersifat biologis, tetapi menyangkut inti yang paling dalam dari pribadi manusia. Seksualitas hanya diwujudkan secara sungguh manusiawi, bila merupakan suatu unsur integral dalam cinta kasih, yaitu bila pria dan wanita saling menyerahkan diri sepenuhnya seumur hidup" (FC 11). KGK 2362 "Maka dari itu tindakan-tindakan, yang secara mesra dan murni menyatukan suami-isteri, harus dipandang luhur dan terhormat; bila dijalankan secara sungguh manusiawi, tindakan-tindakan itu menandakan serta memupuk penyerahan diri timbal-balik, cara mereka saling memperkaya dengan hati gembira dan rasa syukur" (GS 49,2). KGK 2363 Melalui persatuan suami isteri terlaksanalah tujuan ganda perkawinan: kesejahteraan suami isteri dan penyaluran kehidupan. Orang tidak dapat memisahkan kedua arti dan nilai perkawinan ini satu dari yang lain, tanpa merugikan kehidupan rohani pasangan suami isteri dan membahayakan kepentingan perkawinan dan masa depan keluarga. G. PENUTUP Seksualitas manusia adalah bagian dari ciptaan Tuhan yang indah. Tidak ada jejak dosa didalamnya. Namun, sama seperti anugerah Tuhan yang lain bagi manusia, seks juga digunakan oleh setan untuk menjauhkan manusia dari kehendak Tuhan. Seks berfungsi sebagai sarana untuk menyatukan dan memperoleh keturunan, dalam hubungan pria dan wanita untuk menjadi ‘satu daging’. Ketika hubungan itu rusak, baik oleh seks pra-nikah atau seks diluar nikah, kita telah melanggar hukum ketujuh. Kita telah berbuat dosa, dosa terhadap Allah dan dosa terhadap diri sendiri. 2015 1 5 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Tapi Alkitab tidak meninggalkan kita tanpa harapan. Alkitab memperkenalkan kita kepada kasih Allah yang bersedia mengampuni segala dosa, termasuk dosa seksual. Walaupun dosa seksual meninggalkan bekas dalam kesadaran kita dan dapat menyakiti orang lain, pertobatan yang sungguh-sungguh mampu membuka pintu maaf Allah. Tidak ada dosa yang sangat besar sehingga kasih Allah tidak dapat membawa penyembuhan dan perbaikan. Yang harus kita lakukan adalah meraih kasih itu, karena hanya kasih yang membuat kita menyadari potensi kita masing-masing yang telah diberikan oleh Pencipta kita. Kita juga harus menerapkan hal itu dalam kehidupan seksual kita. Pada saat orang-orang mulai memperbolehkan seks bebas, saat itulah menjadi peringatan bagi kita sebagai orang Kristen untuk kembali memperkuat komitmen kita tentang seks menurut pandangan Alkitab sebagai satu anugerah ilahi yang hanya boleh dilakukan dalam perkawinan. Sesuai ajaran moral Katolik bahwa setiap hubungan seksual harus terbuka untuk keturunan dan oleh sebab itu hubungan seksual hanya dapat dibenarkan dalam perkawinan yang sah. Seksualitas dipengaruhi oleh beberapa dimensi yakni dimensi sosiokultural, dimensi agama dan etik, dimensi psikologis, dan dimensi biologis. Ada banyak permasalahan seksualitas yang antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan mengenai seks, kelelahan, konflik, dan kebosanan. Daftar Pustaka 2015 1 6 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1. Al. Purwo Hadiwardoyo MSF, Dr., Moral dan Masalahnya, Kanisius, Yogyakarta, 1992. 2. Jacobus Tarigan, Pr, Religiositas Agama dan Gereja Katolik, PT Grasindo, Jakarta, 2007. 3. Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara, Katekismus Gereja Katolik, Nusa Indah, Arnoldus Ende, 2007. 4. Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi, KanisiusObor, Yogyakarta, 1996. 5. Richard M. Gula, S.S., Etika Pastoral, Kanisius, Kanisius, Jakarta, 2009. 6. http://inirizamala.blogspot.com/2013/05/konsep-seksualitas-manusia.html 7. http://esensiilahi.blogspot.com/2008/03/seks-dalam-pandangan-kristiani.html 8. ---------, Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 1991. 24 2014 2015 1 7 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2015 1 8 Pendidikan Agama Katolik Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id