peran jaringan sosial pada kampanye lingkungan di media sosial

advertisement
Ika Hariyani, Peran Jaringan Sosial pada Kampanye Lingkungan di Media Sosial: Kasus Kampanye ...
PERAN JARINGAN SOSIAL PADA KAMPANYE LINGKUNGAN DI MEDIA
SOSIAL: KASUS KAMPANYE MELAWAN ASAP
Ika Hariyani
Departemen Sosiologi Universitas Indonesia
[email protected]
Abstract
Campaigns nowadays are oftenly carried through social medias, including campaigns
concerning the environment. This paper views environmental campaign in social medias
could be effective if viewed from another side, that is social network. This study sees how
social network can improve the effectivity of environmental campaigns in social medias,
therefore it’s safe to say that this study brings an addition to previous studies related to
factors that influenced the effectivity of environmental campaigns that utilized social
medias as a channel of communication. The method used for this paper is qualitative
method, with case study on Melawan Asap (Fight the Haze) campaign initiated by BEM
UI (Executive Board of Students of University of Indonesia) in 2015 to form an alliance
consisting several organizations from inside and outside of the university. The result
shows that the involvement of networks in social media affects the effectivity of Fight
the Haze campaign. Also, the social relation between organizations that are united
under the alliance of Fight the Haze campaign are based on sentimental network.
Abstrak
Kampanye kian marak dilakukan dengan menggunakan media sosial, tidak terkecuali
kampanye lingkungan. Tulisan ini melihat kampanye lingkungan di media sosial
dapat efektif dari sisi lain yaitu dari jaringan sosial. Kajian ini melihat bagaimana
jaringan sosial berperan dalam membuat efektif kampanye lingkungan di media sosial,
sehingga dapat dikatakan bahwa kajian ini menambahkan penemuan dari kajiankajian sebelumnya yang berbicara mengenai faktor yang membuat efektif kampanye
lingkungan dengan menggunakan media sosial sebagai media komunikasinya. Metode
yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode kualitatif dengan studi kasus pada
kampanye melawan asap yang diinisiatori oleh BEM UI 2015 untuk membentuk
sebuah aliansi dengan menggandeng beberapa organisasi di UI dan juga dari luar
UI. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa keterlibatan peran jaringan di media sosial
mempengaruhi efektifitas kampanye melawan asap, serta hubungan sosial antar
organisasi yang tergabung dalam aliansi gerakan melawan asap terbentuk berdasarkan
jaringan perasaan/sentiment.
Keywords: Social Network, Environmental Campaign, Social Media
87
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 1. Juni 2016
PENDAHULUAN
Faktor-faktor mengenai keefektifan
kampanye lingkungan dengan memanfaatkan media sosial tidak terbatas pada halhal tersebut. Akan tetapi, menurut penulis
terdapat faktor lainnya yaitu justru faktor
yang datang dari peran jaringan sosial.Penulis
melihat bahwa jaringan sosial yang dimiliki
dapat berperan sebagai aktor penyebar
konten kampanye lingkungan yang sedang
dijalankan. Penulis berasumsi bahwa dengan
semakin tersebar luasnya kampanye tersebut
maka semakin banyak juga masyarakat yang
terpapar akan kampanye yang dilakukan,
dan memungkinkan semakin besarnya
kesempatan untuk membuat kampanye
tersebut efektif. Darsono (2011) juga
menyatakan bahwa jaringan kerjasama yang
terjalin antar organisasi yang terbentuk
dapat bersifat saling mendukung dan
melengkapi satu sama lain, terlebih ketika
terjadi koalisi antar organisasi jika terdapat
division of labour maka anggota koalisi dapat
saling membantu serta menjalankan fungsi
dan perannya sesuai dengan keahlian yang
mereka miliki.
Media sosial dianggap cukup efektif
untuk mendukung kampanye lingkungan
hidup (Syamsul, 2014). Di Indonesia sendiri
kampanye dengan menggunakan media
sosial telah banyak dilakukan seperti
halnya kampanye yang dilakukan oleh @
EHIndoneisa dan Earth Hour Solo.Kampanye
#PlastikTakAsik yang dilakukan oleh akun @
EHIndoneisa didukung oleh ribuan orang
relawan individu dan komunitas selain itu.
Aksi tersebut dilakukan serentak di 23 kota,
dari aksi tersebut membuat para relawan
semakin sadar akan dampak negatif akibat
sampah plastik yang selama ini digunakan
dan resikonya untuk generasi mendatang
(Antara News, 23 Februari 2014). Aksi
lainnya yang dilakukan oleh Earth Hour Solo
yaitu mematikan lampu selama 60 menit di
kota Solo. Aksi ini terbukti efektif ditandai
dengan semakin meningkatnya relawan yang
mendaftar untuk turut mengkampanyekan
gaya hidup ramah lingkungan. Setelah tahun
ke 2 aksi tersebut berjalan di Kota Solo, sudah
mencapai 300an relawan, dimana relawan ini
berperan sebagai pemberi contoh kampanye
gaya hidup ramah lingkungan kepada
masyarakat luas (Widorini, 2014). Lalu
sebenarnya hal apa yang membuat kampanye
lingkungan efektif dengan menggunakan
media sosial sebagai media komunikasinya?
Beberapa hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan faktor-faktor yang membuat
kampanye lingkungan dengan menggunakan
media sosial dapat efektifsalah satunya karena
adanya sosialisasi tambahan yang dilakukan
komunitas tersebut secara langsung. Jadi
selain memaksimalkan media online untuk
kampanye
lingkungannya,
komunitas
juga melakukan sosialisasi secara offline
(Widorini, 2014; Octavianti, 2014; Lailia,
2014).Selain itu, Loisa (2011) mengungkapkan
bahwa faktornya adalah karena adanya
administrator online yang menggerakkan
kampanye lewat media sosial tersebut bekerja
secara aktif.Sedangkan Kapriani dan Lubis
(2014) berpendapat bahwa faktor faktor yang
membuat kampanye di media sosial berjalan
dengan efektif karena keterlibatan followers
di media sosial.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif. Alasan pemilihan
metode kualitatif dalam artikel ini adalah studi
mengenai peran jaringan sosial memerlukan
penggalian data secara detail agar penulis
dapat memahami kasustersebut sehingga
dapat memberi arti pada data yang telah
didapatkan . Tipe Penelitian ini termasuk
dalam penelitian studi kasus.Penelitian studi
kasus adalah studi yang mengeksplorasi
suatu masalah dengan batasan terperinci,
memiliki pengambilan data yang mendalam,
menyertakan berbagai sumber informasi,
dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus
yang dipelajari berupa program, peristiwa,
aktivitas, atau individu (Sistarwanto, 2010).
Kasus yang dipilih penulis dalam artikel ini
adalah kampanye melawan asap.
Teknik
yang
dilakukan
dalam
pengambilan data di lapangan adalah dengan
melakukan wawancara mendalam. Informan
yang menjadi sumber data utama dalam
88
Ika Hariyani, Peran Jaringan Sosial pada Kampanye Lingkungan di Media Sosial: Kasus Kampanye ...
penelitian ini adalah kepala Departemen
Lingkungan Hidup BEM UI 2015.Informan
tersebut dipilih berdasarkan penguasaan
dan keaktifan informan dalam aksi-aksi
lingkungan yang digawanginya dibawah
lembaga Badan Eksekutif Mahasiswa. Untuk
lebih memperkaya data, selanjutnya penulis
menggunakan teknik snowball. Dengan
teknik ini, penulis meminta rekomendasi
informan selanjutnya untuk dilakukan
wawancara terkait dengan informasi yang
diinginkan dan berdasarkan kriteriakriteria yang penulis tetapkan.Informan
ke-2 adalah salah satu staf Kastrat (kajian
dan aksi strategis) serta menjabat juga
sebagai koordinator Siaga (singa-singa
pergerakan) FISIP UI.Informan ke-3 adalah
PO (project officer) dari konser amal jingga
peduli Rijantan. Selain itu, penulis juga
melakukan observasi terhadap akun media
sosial departemen lingkungan hidup BEM
UI 2015 (@BEMUI_Gogreen) dan akun @
jinggapeduli (akun miliki BEM FISIP untuk
melakukan gerakan-gerakan) berkenaan
dengan kampanye melawan asap. Observasi
akun media sosial tersebut dilakukan dengan
menggunakan situs klear.com.Layanan klear.
com yang dahulunya bernama Twtrland
merupakan platform untuk menganalisis
profil pengguna twitter. Dari platform
tersebut penulis mendapatkan gambaran
aktivitas yang dilakukan akun twitter @
BEMUI_Gogreen berdasarkan postingan
per minggu, like dan retweet di setiap post,
sehingga hal ini dapat memudahkan penulis
terlebih saat penulis ingin mengakses
postingan @BEMUI_Gogreen yang telah
lampau.
menjadi tujuan dari tindakan sosial,
misalnya
pertemanan,
percintaan,
kekerabatan dan sejenisnya. Struktur
yang dibentuk oleh hubungan jaringan
sentiment ini cenderung lebih permanen.
Konsekuensinya adalah mekanisme yang
menjamin stabilitas struktur sosial yang
tercipta sehingga hubungan- hubungan
sosial ini dinilai semacam norma-norma
yang dapat membatasi tindakan sosial yang
cenderung mengganggu kepermanenan
struktur jaringan yang bersangkutan.
Terdapat sejumlah kompleks nilai-nilai
dan norma-norma yang ditegakkan atas
struktur hubungan guna memelihara
keberlangsungannya. Hubungan-hubungan sosial yang terwujud cenderung
menjadi hubungan yang dekat dan
menyatu. Hal ini yang menyebabkan
adanya saling kontrol yang relatif kuat
antar pelaku dalam jaringan sosial tipe ini,
sehingga memudahkan lahirnya nilai-nilai
dan norma-norma yang mengembangkan
kontinuitas yang relatif stabil terhadap
pola-pola jaringan. Akibatnya, jaringan
tipe ini menghasilkan suatu rasa
solidaritas, artinya para pelaku cenderung
mengurangi
kepentingan-kepentingan
pribadinya.
2) Jaringan kepentingan/interest, jaringan
ini terbentuk oleh hubungan-hubungan
yang bermakna pada tujuan-tujuan
tertentu atau khusus. Bila tujuan tersebut
spesifik dan konkrit (seperti memperoleh
pekerjaan, barang atau jasa), setelah
tujuan-tujuan tersebut tercapai maka
hubungan-hubungan ini biasanya tidak
berkelanjutan.Struktur yang muncul dari
tipe jaringan ini adalah sebentar dan
berubah-ubah.Tindakan dan interaksi
dievaluasi berdasarkan tujuan relasional.
Namun, bila tujuan tersebut tidak
sekonkrit dan spesifik atau tujuan- tujuan
hampir selalu berulang maka struktur
yang terbentuk adalah relatif stabil atau
permanen.
3) Jaringan kekuasaan/power, dalam tipe
jaringan ini konfigurasi-konfigurasi
saling keterhubungannya dibentuk secara
sengaja atau diatur. Jaringan kekuasaan
KERANGKA KONSEP
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan
konsep jaringan sosial. Menurut Van Poucke
(dalam Lukito 1995: 9-11), bila ditinjau dari
tujuan hubungan sosial yang membentuk
jaringan-jaringan sosial yang ada dalam
masyarakat, dapat dibedakan ke dalam 3 tipe
jaringan sosial, yaitu:
1) Jaringan
perasaan/sentimen,
yang
terbentuk dari hubungan-hubungan
sosial di mana hubungan sosial tersebut
89
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 1. Juni 2016
ini terbentuk bila pencapaian tujuan
-tujuan pelaku membutuhkan tindakan
kolektif, dan biasanya dibuat permanen
(misalnya organisasi formal-perusahaan,
pemerintahan dansejenisnya). Hubunganhubungan kekuasaan biasanya ditujukan
pada penciptaan kondisi-kondisi yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuantujuan jangka panjang atau umum.
Unit sosialnya bersifat artifisial yang
direncakan atau distrukturkan secara
sengaja oleh power.Tipe jaringan ini
harus mempunyai pusat kekuasaan/
power, yang secara terus menerus
mereview penampilan organisasi dan
mempolakan kembali strukturnya untuk
peningkatan efisiensinya.Dalam hal ini,
kontrol informal tidak memadai, karena
masalah yang ada jauh lebih kompleks
dibanding jaringan sosial yang terwujud
secara alamiah.Jaringan kekuasaan/
power ini membutuhkan distribusi
penghargaan dan sanksi yang terstruktur
secara formal guna menyokong timbulnya
kerelaan
denganperaturan-peraturan
dan perintah-perintah oleh pusat- pusat
kekuasaan/power mereka.
Terkait keefektifan kampanye dengan
menggunakan media sosial, pengukuran
efektivitas setiap kegiatan kehumasan baik
yang dilakukan secara offline maupun
online harus didasarkan pada tujuan yang
telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan suatu
kegiatan kehumasan hanya dikatakan
berhasil bila tujuan kegiatan tersebut
tercapai (Ardianto, 2001). Selain itu, penulis
juga menggunakan pengukuran efektivitas
kampanye di media sosial berdasarkan aspekaspek dari Solis (2011:326) sebagai berikut:
(1) Exposure, untuk mengetahui terpaan
(exposure) yang menunjukkan sejauh
mana perusahaan, merek atau organisasi
berhasil menciptakan eksposur isi dan pesan
melalui saluran media sosial. Pengukuran
dilakukan berdasarkan banyaknya audience
yang terpapar oleh konten kampanye yang
diciptakan. Pengukuran ini dapat dilihat
melalui jumlah hit atau visit pada website,
followers pada twitter, fans pada facebook,
ataupunpada video di Youtube dan pada
postingan di blog. (2) Engagement, pada aspek
ini mengukur lebih jauh mengenai seberapa
banyak tindakan yang diambil pada pesan
atau kampanye yang dibuat. Pengukuran
dapat dilihat dari jumlah link yang di klik,
like dan komentar di media sosial, serta
postingan blog yang di share ke media sosial.
(3) Influence, mengukur sejauh mana konten
media sosial organisasi mempengaruhi
persepsi dan sikap audience. Sejauh mana
konten yang kita kampanyekan dianggap
positif, netral atau justru negatif.Pada aspek
ini pengukurannya dapat dilihat melalui
berapa banyak audiens yang persepsinya
berhasil diubah berkat kampanye. (4)
Action, aspek yang diukur sudah mencapai
tataran perilaku, misal audience yang
merekomendasikan kampanye tersebut pada
audience lain.
Menurut Dube dalam Lesmana (2012),
terdapat lima karakteristik dasar dari media
sosial. Karakteristik tersebut antara lain:
a. User-based : media sosial online dibangun
dan diarahkan oleh pengguna sendiri.
Tanpa pengguna media akan menjadi
ruang kosong diisi dengan forum kosong,
aplikasi dan chat room. Pengguna
mengisi media dengan percakapan dan
konten.Arah konten ditentukan oleh user
yang terlibat dalam diskusi.Inilah yang
membuat media sosial jauh lebih menarik
dan dinamis bagi pengguna internet.
b. Interactive : karakteristik lain dari media
sosial modern adalah kenyataan bahwa
mereka begitu interaktif. Ini berarti bahwa
media sosial bukan hanya kumpulan chat
room dan forum lagi.Mereka bisa berbagi
foto dan video melalui media sosial ini.
Media sosial ini dengan cepat menjadi
hobi karena lebih dari sekedar hiburan.
c. Community-driven : media sosial yang
dibangun dan berkembang dari konsepkonsep komunitas. Ini berarti bahwa sama
seperti komunitas atau kelompok sosial
di seluruh dunia yang didirikan pada
kenyataan bahwa anggota memegang
keyakinan atau hobi yang sama, dan
memiliki banyak kesamaan di antara
komunitas tersebut.
90
Ika Hariyani, Peran Jaringan Sosial pada Kampanye Lingkungan di Media Sosial: Kasus Kampanye ...
d. Relationships : Tidak seperti website,
media sosial berkembang pesat dengan
menitikberatkan pada relationship.
Hubungan yang lebih kuat terjadi dalam
jaringan. Bila kita melakukan post atau
update pada halaman tersebut, maka
penyebaran konten di seluruh jaringan
kontak dan sub- kontak jauh lebih besar
dari yang kita sadari.
e. Emotion over content : karakteristik
lain yang unik dari media sosial adalah
faktor emosional. Website dimasa lalu
difokuskan terutama pada penyediaan
informasi kepadapengunjung, sedangkan
media sosial membuat pengguna terlibat
secara emosional tentang konten yang
terdapat dalam media sosial.
membantu menanggulangi kasus ini, baik
secara vertikal yang hubungannya terkait
dengan pemerintah seperti melakukan
advokasi, maupun secara horizontal yang
berhubungan dengan membantu para korban
kabut asap seperti memberikan bantuan
berupa dana maupun barang-barang. Di UI
terdapat sekumpulan organisasi mahasiswa
dan aktivis lingkungan yang tergabung dalam
aliansi gerakan melawan asap. Aliansi ini
bermula dari kepedulian beberapa organisasi
mahasiswa seperti BEM UI, BEM FISIP
UI, BEM FIB UI, HIMAKRIM (himpunan
mahasiswa kriminologi) UI, SIAGA (singasinga pergerakan) FISIP UI, HIMAJA
(himpunan mahasiswa Jambi) UI, KEMAS
(keluarga mahasiswa sriwijaya) UI, dan juga
IMR (ikatan mahasiswa Riau) terhadap isu
asap. Awalnya masing-masing dari organisasi
mahasiswa tersebut berjalan sendiri-sendiri
untuk melancarkan aksi mereka. Namun,
akhirnya BEM UI tergerak untuk mewadahi
persatuan beberapa organisasi tersebut yang
dilatarbelakangi dengan kepedulian akan isu
yang sama. Pihak BEM UI percaya bahwasanya
ketika ingin mendapatkan impact yang besar
kita juga harus menciptakan kolaborasikolaborasi agar dapat mengoneksikan dotsdots yang ada.
Selain menyatukan beberapa organisasi
mahasiswa yang ada di UI dengan membentuk
aliansi, BEM UI juga mengajak beberapa
organisasi lingkungan seperti Greenpeace dan
WALHI untuk bergabung di aliansi tersebut.
BEM UI tentunya memiliki pertimbangan
tersendiri
dengan
mengajak
kedua
organisasi lingkungan ini, pertimbangan
tersebut yaitu selain memiliki kesamaan
fokus isu yang diangkat yaitu terkait asap,
kedua organisasi ini juga memiliki dedikasi
yang tinggi terhadap isu-isu lingkungan,
totalitas dalam menyebarkan kampanyekampanye lingkungan, dan nilai tambahnya
adalah pengikut di media sosial organisasi
lingkungan ini sudah cukup banyak sehingga
dapat membantu mengefektifkan kampanye
melawan asap dari aliansi gerakan melawan
asap.
Terdapat tiga ranah gerakan yang
disepakati dalam aliansi gerakan melawan
Kampanye Melawan Asap
Kabut asap yang melanda beberapa
wilayah Sumatera dan Kalimantan Indonesia
menjadi keprihatinan bersama. Per tanggal
11 September 2015 berdasarkan pantauan
satelit terra dan aqua terdapat 1.887 titik
panas yang diantaranya 575 di Sumatera dan
1.312 di Kalimantan (British Broadcasting
Corporation (BBC) Indonesia, 11 September
2015). Kabut asap ini diakibatkan dari
aktivitas illegal perusahaan-perusahaan yang
tidak bertanggung jawab dengan melakukan
pembakaran hutan dan pengeringan lahan
gambut guna merealisasikan kepentingan
mereka yaitu membuka lahan perkebunan
kelapa sawit dan kayu. Aktivitas ilegal ini
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
besar yang menghasilkan produk-produk
seperti tissue, kertas, margarin, mentega,
sampo, dan juga sabun yang notabene
kita gunakan sehari-hari. Kabut asap ini
menyerang ke beberapa daerah di Indonesia
seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan
juga Kalimantan. Dari kabut asap tersebut
membuat anak-anak tidak dapat sekolah,
aktivitas terhambat, terjangkitnya penyakit
pernafasan dan juga penyakit kulit.
Dengan semakin merajalelanya kabut
asap akibat pembakaran hutan membuat
beberapa organisasi kampus maupun
organisasi lingkungan tergerak untuk
91
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 1. Juni 2016
asap. Tiga ranah tersebut antara lain: (1)
Ranah Kampanye dan Edukasi. Organisasi
yang fokus pada ranah ini adalah BEM UI
yang diwakili dari Departemen Lingkungan
Hidup, Greenpeace, Himaja, Kemas dan
IMR. (2) Ranah Advokasi. Ranah ini lebih
berupa melakukan kajian dan diskusi publik.
Organisasi yang lebih fokus pada ranah ini
adalah BEM FIB UI, WALHI, dan HIMAKRIM
yang diwakili oleh WPC (We Prevent Crime).
(3) Ranah Donasi. Melakukan pengumpulan
dana dari mahasiswa se-UI dan juga
masyarakat umum. Organisasi yang lebih
fokus pada ranah ini adalah BEM FISIP UI,
dan SIAGAFISIP UI. Pembagian ke dalam
tiga ranah ini didasarkan pada aksi-aksi
yang sebelumnya telah mereka jalankan
oleh masing-masing organisasi sebelum
terbentuknya aliansi gerakan melawan asap.
Dapat dikatakan bahwa aturan yang
terbentuk dalam aliansi gerakan melawan
asap bersifat cair. Hal ini terlihat ketika
masing-masing organisasi dalam melakukan
aksi mengalami tumpang tindih atau
mengalami perpotongan ranah antara ranah
satu dengan ranah lainnya. Misalnya saja aksi
yang dilakukan BEM UI, pada kesepakatan
di awal gerakan-gerakan yang dilakukan
BEM UI lebih terfokus untuk menggalakkan
kampanye-kampanye baik yang dilakukan
melalui media sosial (online) ataupun aksi
yang dilakukan secara langsung (offline).
Namun, pada kenyataannya BEM UI pun
melakukan kegiatan penjualan masker
kepada masyarakat umum yang mana hal ini
seharusnya dilakukan oleh organisasi di ranah
donasi, sehingga pihak BEM UI sebenarnya
bergerak di dua ranah sekaligus, yaitu pada
ranah kampanye dan juga ranah donasi.
Gerakan yang dilakukan BEM UI tersebut
dapat dikatakan tidak sesuai dengan aturan,
namun hal tersebut justru dianggap positif
bukan suatu hal yang menyimpang karena
dapat membantu kerja dari organisasi yang
bertanggungjawab pada ranah donasi.
Dalam tulisan ini, penulis hanya
melihat beberapa peran organisasi yang
dianggap memiliki peran yang kuat dalam
meningkatkan efektifitas kampanye pada
aliansi melawan asap di media sosial. Media
social menjadi penting untuk dilihat karena
sejalan dengan Lesmana (2012), bahwa di
zaman sekarang ini dengan memanfaatkan
media sosial dapat mengajak siapa saja
yang tertarik untuk berpartisipasi dengan
memberi kontribusi dan feedback secara
terbuka, memberi komentar serta membagi
informasi dalam waktu yang cepat dan tak
terbatas. Peran organisasi yang dibahas
dalam tulisan ini diantaranya peran BEM UI,
Greenpeace, dan BEM FISIP UI.Penentuan
terhadap ketiga organisasi yang berperan
kuat tersebut dipilih agar penulis dapat
melihat peran yang dilakukannya secara
lebih mendalam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran BEM UI dan Greenpeace
Berdasarkan kesepakatan terkait tiga
ranah dalam aliansi gerakan melawan asap,
BEM UI bertanggung jawab pada ranah
kampanye. BEM UI menyebarkan kampanye
melawan asap di media sosial (online) dan
juga melakukan aksi kampanye secara
langsung (offline). Namun dalam tulisan ini
yang menjadi fokus untuk dilihat lebih jauh
adalah kampanye yang dilakukan secara
online di media sosial. Kampanye yang
dilakukan secara online disebarluaskan
melalui kanal media sosial seperti twitter
dan line. Pemilihan media twitter dan line
didasarkan atas tren penggunaan media
sosial yang lebih sering digunakan oleh
mahasiswa UI, karena memang target
utama dari kampanye melawan asap adalah
mahasiswa UI.
Dalam melakukan kampanye melawan
asap di media sosial, BEM UI memiliki
beberapa strategi, seperti menggunakan
hashtag berupa #melawanasap. Hal ini
dilakukan agar semakin tersebarluasnya
kampanye melawan asap ke orang banyak.
Selain itu juga untuk mempermudah
mahasiswa UI ataupun masyarakat umum
dalam melakukan pencarian tentang
kampanye melawan asap dapat dengan hanya
mencari hashtag tersebutdi kolom pencarian.
Hal ini yang menjadi kelebihan dari media
sosial dimana pengguna tidak harus susah
92
Ika Hariyani, Peran Jaringan Sosial pada Kampanye Lingkungan di Media Sosial: Kasus Kampanye ...
payah dalam mencari postingan orang lain
dengan menelusurinya satu persatu, mereka
dapat dengan mudah menuliskan hashtag
tertentu dan dengan menunggu beberapa
detik akan muncul semua yang berkaitan
dengan hashtag tersebut. Menurut Dube
dalam Lesmana (2012) disebut dengan istilah
relationships dalam karakteristik media
sosial dimana orang lain dengan mudah
mencari post atau update dari akun orang
lain, dan seketika konten tersebar dengan
penggunaan hashtag tersebut. Terlebih
ketika hashtag yang diciptakan dapat
menjadi trending topic maka dengan mudah
seluruh jaringan kontak yang kita miliki
maupun yang tidak kita miliki di media
sosial akan terpapar konten kampanye yang
kita ciptakan sehingga berdampak pada lebih
besarnya netizen yang mengetahui kampanye
tersebut. Namun, kampanye melawan asap
ini belum bisa menembus daftar trending
topic di twitter.
Strategi lainnya adalah BEM UI
memiliki alur penyebaran kampanye di
media sosial. Alur kampanye ini dilakukan
secara bertahap, tahap awal BEM UI hanya
mengeluarkan kata-kata, gambar atau video
singkat yang hanya memberikan sedikit
informasi dari kampanye melawan asap, hal
ini dijadikan sebagai pemicu di media sosial
dengan tujuan untuk membangun kesadaran
para netizen. Kesadaran para netizen dapat
ditandai dengan respon yang diberikan pada
postingan pemicu tersebut. Setelah netizen
dianggap telah sadar bahwa BEM UI akan
melakukan suatu aksi tertentu, tahap
selanjutnya adalah memposting kampanye
melawan asap. Akun BEM UI pun menandai
(tag) beberapa akun BEM se-UI, dan juga akun
komunitas lingkungan seperti FKH (Forum
Komunitas Hijau) Depok agar kampanye
melawan asap semakin tersebar luas di media
sosial. Hal ini juga yang menjadi kelebihan
lainnya dengan memanfaatkan media sosial,
Dube dalam Lesmana (2012) menyebutnya
sebagai karakteristik interactive, dimana para
pengguna media sosial tersebut tidak hanya
melakukan chatting untuk membicarakan
suatu hal, bahkan mereka dapat berbagi foto
dan juga video tentang suatu keonten dalam
hal ini kampanye melawan asap di media
tersebut, dengan begitu dapat menarik minat
para netizen untuk ikut dalam aksi melawan
asap karena mereka tidak hanya melihat
berupa kata-kata tapi juga informasi dan
ajakan dalam bentuk gambar maupun video.
BEM UI juga tidak hanya melakukan
kampanye secara online di media sosial
namun juga melakukan kampanye secara
langsung. Kampanye ini dilakukan pada 21
September 2015 dengan titik aksi di Bundaran
Hotel Indonesia.Massa dimobilisasi oleh BEM
UI dari kampus UI menggunakan biskuning
UI, dengan titik keberangkatan di halte
FISIP UI. Agenda yang direncanakan tidak
hanya melakukan kampanye semata namun
juga melakukan penggalangan donasi dari
penjualan masker.
Kampanye yang dilakukan BEM UI di
media sosial tentunya tidak lepas dari peran
Greenpeace Indonesia. Terdapat kesepatakan
bersama mengenai pembagian peran antara
BEM UI dan Greenpeace Indonesia dalam
melakukan kampanye ini. Greenpeace dalam
hal ini berperan sebagai pemberi informasi
secara langsung dari titik asap ke pihak
BEM UI. Pemberian informasi dari pihak
Greenpeace di titik asap dilakukan setiap
saat, apabila ada perkembangan terbaru di
lapangan, pihak Greenpeace langsung segera
mungkin mengabarkan perkembangan
tersebut ke pihak BEM UI. Lalu pihak BEM
UI bertanggungjawab dalam hal publikasi ke
media sosial, BEM UI bertugas mengemas
informasi yang telah didapatkan secara
aktual dari pihak Greenpeace di titik asap
dan memvisualisasikan informasi tersebut
di semua akun media sosial yang BEM UI
miliki.
Tidak terdapat norma yang secara
khusus mengatur kerjasama yang dilakukan
antara BEM UI dan Greenpeace Indonesia.
Sehingga kerjasama yang dilakukan hanya
berpegang pada nilai-nilai kesepakatan
bersama, seperti kesepakatan pembagian
tugas, kesepatan untuk berada dalam satu
aliansi yaitu aliansi gerakan melawan asap.
Dengan berpegang pada kesepatan yang ada
baik BEM UI maupun Greenpeace Indonesia
dapat menjaga attitude satu sama lain,
93
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 1. Juni 2016
seperti tidak membuat kecewa salah satu
pihak dalam hubungan kerjasama tersebut.
Jika merujuk pada Van Poucke, hubungan
sosial yang terjadi antara BEM UI dan
Greenpeace dapat dilihat sebagai jaringan
perasaan/sentiment,
karena
hubungan
sosial yang timbul adalah kepedulian yang
sama terhadap isu asap. Hubungan sosial
ini menjadi tujuan dari tindakan sosial yang
dilakukan secara bersama antara BEM UI dan
Greenpeace berupa menyebarkan kampanye
melawan asap di media sosial. Sebelum
tergabung dalam aliansi gerakan melawan
asap, telah terdapat hubungan sosial antara
Greenpeace dan BEM UI, seperti halnya
ketika BEM UI memperingati hari lingkungan
hidup, pihak Greenpeace memberikan
dukungannya seperti melakukan retweet
di media sosial. Pun sebaliknya BEM UI
memberikan dukungannya kepada pihak
Greenpeace dengan melakukan retweet pula
pada postingan Greenpeace.
Setelah menjadi bagian dari aliansi
gerakan melawan asap hubungan perasaan/
sentiment tersebut menjadi lebih dekat, hal
ini karena terdapat kepedulian yang sama dan
terjadi interaksi yang lebih sering tentang
aksi melawan asap. Interaksi yang lebih
sering ditandai dengan adanya kerjasama
antar aktor dengan pembagian tugasnya
masing-masing, hal ini sejalan dengan data
di lapangan, pihak Greenpeace memberikan
informasi aktual dari titik asap dan pihak
BEM UI menerima informasi tersebut, dari
proses demikian telah terjadi interaksi yang
intensif antara BEM UI dan Greenpeace,
sehingga dapat dikatakan hubungan
perasaan/sentiment antar aktor menjadi
semakin dalam.
Berdasarkan
pengamatan
selama
penelitian, hubungan yang telah terbina
antara BEM UI dan Greenpeace dapat
dilihat bahwa muatan sosial yang paling
kuat didasarkan pada hubungan “kegiatan
kepedulian lingkungan”. Karena hubungan
ini didasarkan pada minat atau kepedulian
terhadap
lingkungan,
ikatan
emosi
terkait dengan melawan asap mengikat
hubungan mereka sehingga menghasilkan
rasa solidaritas, dengan artian para aktor
(Greenpeace dan BEM UI) cenderung
mengurangi
kepentingan-kepentingan
pribadinya dan menjunjung kepentingan
bersama akan kampanye melawan asap.
Dengan bermuatan hubungan perasaan/
sentiment terhadap isu yang sama dari gerakan
melawan asap juga membuat satu sama lain
baik Greenpeace maupun BEM UI menjadi
total dalam menjalankan tugasnya masingmasing, bahkan sampai membuat salah
satu dari mereka terlihat kewalahan dalam
menjalankan tugasnya. Hal ini terlihat ketika
pihak Greenpeacesecara intensif memberikan
update informasi tentang kondisi asap
dari titik asap, sedangkan di sisi lain pihak
BEM UI sendiri merasa kewalahan untuk
menyajikan informasi- informasi tersebut
di media sosial karena BEM UI menganggap
kurangnya sumberdaya manusia yang BEM
UI miliki untuk menyajikan informasiinformasi yang diberikan sangat intensif
oleh Greenpeace. Sehingga hal ini disadari
menjadi salah satu kelemahan internal yang
BEM UI rasakan selama melakukan kerjasama
dengan Greenpeace di bawah aliansi gerakan
melawan asap.
Respon yang diberikan oleh netizen di
twitter berupa me- retweet pada kampanye
melawan asap yang disebarkan di akun @
BEMUI_GOgreen total hanya sebanyak
14 retweet selama melakukan kampanye
3 Bulan. Hal ini pun diakui oleh pihak
BEM UI sebagai kendala dalam melakukan
penyebaran kampanye di media sosial karena
perlahan twitter telah mulai ditinggalkan,
khususnyaoleh mahasiswa UI. Media sosial
yang sedang digandrungi oleh netizen
sekarang ini berdasarkan pada pihak divisi
humas BEM UI yaitu facebook dan juga
line.Namun, khususnya mahasiswa UI
sebenarnya lebih ke media line dibanding
facebook (wawancara dengan Fania dari
BEM UI, 8 Oktober 2015). Dengan melihat
pada followers dari akun BEM UI, dapat
dikatakan bahwa sebanyak 4.900an akun
yang terpapar dari kampanye melawan asap
di Line, respon yang diberikan di media Line
terhadap kampanye melawan asap dari akun
BEM UI, yang melakukan share sebanyak 130
akun sedangkan yang like kampanye tersebut
94
Ika Hariyani, Peran Jaringan Sosial pada Kampanye Lingkungan di Media Sosial: Kasus Kampanye ...
sebanyak 141 akun.
gerakan melawan asap, puncak gerakannya
yaitu pada konser amal jingga peduli Rijantan.
Selama konser berlangsung pihak panitia juga
mengedarkan kotak di takor (taman korea)
untuk mengumpulkan sumbangan yang lebih
banyak lagi.
Konser amal jingga peduli RIJANTAN
didanai oleh BEM FISIP dan SIAGA FISIP.
Dana tersebut disatukan oleh mereka, lalu
dijadikan sebagai dana awal untuk membuat
konser. Konser ini diadakan di Taman Korea
(Takor), yang dimulai dari pukul 19.00 WIB
sampai selesai. Konserini mempersembahkan
penampilan dari Inner Light, komunitas music
FISIP (KMF), Musisi Jalan “Eka”, Bengkel
Kreasi Seni Teknik, institute music jalanan,
dan terdapat sesi sharing antara BEM FISIP
UI, BEM UI, HIMAJA (himpunan mahasiswa
Jambi), dan IMR (ikatan mahasiswa Riau)
UI serta melakukan doa bersama dengan
organisasi keagamaan yaitu FSI (Forum
Studi Islam), PO (Persekutuan Oikumene)
dan KUKSA (Kesatuan Umat Katolik Sivitas
Akademika).
Dana yang didapatkan dari konser
amal jingga peduli Rijantan, amplop yang
diselipkan di kelas, dan juga kotak yang
diedarkan di takor didapatkan total dana
sebesar lebih kurang 4 juta. Dana tersebut
diserahkan ke aliansi melawan asap untuk
nantinya disatukan dengan donasi-donasi
yang diberikan dari organisasi lain ataupun
masyarakat umum yang memberikan transfer
dana ke pihak aliansi gerakan melawan asap.
Kelemahan BEM FISIP dan SIAGA FISIP
berkenaan dengan dana ini adalah mereka
tidak mengetahui alur berjalannya dana
donasi yang telah didapatkan aliansi gerakan
melawan asap padahal BEM FISIP dan SIAGA
FISIP merupakan salah satu bagian dari aliansi
gerakan melawan asap di ranah yang ketiga
yaitu ranah donasi.
Terdapat tantangan yang dirasakan oleh
pihak BEM FISIP dan SIAGA FISIP dalam
menggalang dana untuk gerakan melawan
asap. Tantangannya yaitu terkait dengan
waktu, karena memang musibah ini perlu
bantuan dengan gerak yang cepat agar para
korban asap dapat terbantu dengan segera
sehingga hal ini menjadi tantangan untuk
Peran BEM FISIP dan Siaga FISIP UI
BEM FISIP UI menjadi salah satu anggota
dari aliansi melawan asap. Keikutsertaan
BEM FISIP UI dalam aliansi ini didasarkan
pada tujuan yang samaberkenaan dengan
kepeduliannya terhadap korban-korban asap
yang diakibatkan dari terbakarnya beberapa
titik hutan di wilayah Indonesia. BEM FISIP
UI sendiri dalam aksi melawan asap lebih
fokus pada ranah yang ketiga yaitu ranah
donasi. Hal ini dikarenakan divisi sosial
masyarakat (sosmas) yang mewakili BEM
FISIP UI pada aksi melawan asap. Namun,
saat melakukan penggalangan dana punBEM
FISIP UI tidak terlepas untuk menyelipkan
kampanye-kampanye tentang melawan asap
agar semakin banyak juga mahasiswa yang
terpapar dengan kampanye melawan asap.
Dalam melakukan aksi ini BEM FISIP UI
melakukan kerjasama dengan SIAGA FISIP
UI dalam menggalang dana dan melakukan
kampanye. Hal ini dikarenakan koordinator
SIAGA merupakan salah satu staf di BEM
FISIP UI serta isu melawan asap menjadi
kepedulian dari SIAGA FISIP juga.
Terdapat beberapa tahapan yang dilakukan
dalam melakukan penggalangan dana oleh
BEM FISIP UI dan SIAGA FISIP. Tahapan
tersebut antara lain: mula-mula mereka
memasang poster dan pamflet-pamflet
tentang kebakaran hutan, korban asap, yang
di pasang di seluruh koridor FISIP dan juga
di media sosial yang mereka miliki. Hal ini
bertujuan memberi penuansaan bahwa BEM
FISIP dan SIAGA FISIP akan melakukan suatu
gerakan, khususnya gerakan peduli terhadap
korban asap. Sehingga membuat mahasiswa
sadar dan ikut bergerak, baik memberikan
bantuan secara fisik ataupun memberikan
sumbangan secara materi dalam gerakan
melawan asap.
Tahap selanjutnya, mereka melancarkan
donasi dengan menyisipkan amplop di setiap
absen kelas dengan tujuan mendapatkan
dana dari semua mahasiswa FISIP tanpa
perlu mendatangi satu persatu kelas yang ada
di FISIP. Setelah menyebar amplop di setiap
kelas dan juga melakukan penuansaan dari
95
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 1. Juni 2016
BEM FISIP dan SIAGA FISIP untuk dapat
mempersiapkan acara dengan waktu yang
sangat sempit. Mereka mempersiapkan
konser tersebut hanya dengan waktu satu
minggu.Selain itu, perizinan juga menjadi
tantangan lainnya.Mengurus perizinan cukup
menghabiskan waktu yang tidak sebentar.
Karena walaupun BEM FISIP merupakan
bagian dari FISIP namun dalam hal
menggunakan fasilitas publik diperlakukan
sama dengan mahasiswa FISIP lainnya.
Jika dilihat dari tujuan hubungan
sosial yang terbentuk antara BEM FISIP UI
dengan aliansi gerakan melawan asap dapat
dikatakan bahwa terjadi interseksi hubungan
sosial yang bermuatan perasaan/sentiment
dan kepentingan. Di satu sisi kerjasama yang
terjalin antara BEM FISIP dengan aliansi
melawan asap tersebut berlandaskan pada
keinginan untuk bersatu dan bergerak
bersama dalam membantu korban asap
(minat atau kepedulian yang sama terhadap
lingkungan). Landasan tersebut menjadi
tujuan dari tindakan sosial mereka.
Hubungan- hubungan atau muatan sosial
yang dibina karena memiliki kepedulian yang
samaakan kondisi asap (lingkungan), dan
dalam hubungan sosial perasaan yang timbul
antara BEM FISIP dengan aliansi gerakan
melawan asap membuat ikatan emosi antara
satu dengan lainnya terbentuk. Ikatan
emosi (berkenaan dengan lingkungan) yang
mengikat hubungan menjadikan mereka
menjadi satu kesatuan.Hubungan jaringan
perasaan antara BEM FISIP dengan aliansi
melawan asapmembuat adanya mekanisme
kerja yang menjamin stabilitas hubungan
antara keduanya. Mekanisme kerja ini dapat
dilihat pada pembagian tanggungjawab atau
pembagian peran di masing-masing ranah
dalam aliansi gerakan melawan asap. Dari
adanya mekanisme kerja tersebut timbul
aturan-aturan yang membatasi tindakan
sosial masing-masing aktor, namun yang
penulis termukan di lapangan dalam
kerjasama antara BEM FISIP dengan aliansi
gerakan melawan asap aturan tersebut lebih
bersifat cair dan tidak ada aturan secara
tertulis yang mengatur tindakan sosial
masing-masing aktor.
Selain hubungan perasaan/sentiment
yang timbul dari tujuan hubungan sosial
yang terbentuk, di sisi lain terlihat hubungan
kepentingan yang juga timbul dari kerjasama
yang terjalin antara BEM FISIP dengan
aliansi melawan asap. Hubungan sosial yang
terjalin antara BEM FISIP dengan aliansi
melawan asap didasarkan pada tujuan
tertentu yang ingin dicapai oleh BEM FISIP.
Hal ini sejalan dengan apa yang penulis lihat
terhadap beberapa hal pada kerjasama yang
terjalin antara BEM FISIP dengan aliansi
melawan asap, hal pertama seperti bidang
dari pihak BEM FISIP yang terjun langsung
adalah bidang sosial masyarakat padahal
seharusnya bidang yang terlibat di aliansi
melawan asap adalah bidang yang benarbenar concern terhadap lingkungan, hal
ini terlihat kurang sesuai, sehingga terlihat
terdapat hubungan yang “seperlunya”, tidak
heran jika BEM FISIP tidak mengetahui
detail tentang dana donasi di aliansi melawan
asap, seperti alur berjalannya dana donasi
yang telah didapatkan oleh aliansi gerakan
melawan asap, dan hal-hal detail lainnya.
Dalam jaringan kepentingan dikatakan bahwa
setelah tujuan tersebut tercapai biasanya
hubungan tersebut tidak berkelanjutan.
Hal ini terlihat dari hubungan
“seperlunya” yang timbul, artinya ketika
tanggungjawab aktor tersebut telah selesai
dalam hal ini BEM FISIP bertanggung jawab
melakukan pendonasian di FISIPmaka
dianggap tugas-tugas lain tidak perlu
diketahui oleh aktor tersebut. Padahal dalam
pembagian
ranahdiawal
pembentukan
aliansi, BEM FISIP merupakan salah satu
bagian dari aliansi gerakan melawan asap
yang bertanggungjawab di ranah yang
ketiga yaitu ranah donasi, yang seharusnya
bertanggungjawab terkait dana yang
didapatkan oleh aliansi melawan asap.
Ternyata setelah penulis telusuri,
penyebabnya adalah faktor historis. Dimana
antara BEM UI (yang notabene sebagai PIC
dari aliansi gerakan melawan asap) dan BEM
FISIP UI sering terjadi perbedaan pandangan
terhadap suatu gerakan. Karena hubungan
yang kurang harmonis tersebut sehingga
membuat BEM FISIP terkesan “seperlunya”
96
Ika Hariyani, Peran Jaringan Sosial pada Kampanye Lingkungan di Media Sosial: Kasus Kampanye ...
berkontribusi di aliansi gerakan melawan
asap.
Terdapat nilai-nilai yang ditegakkan
antara hubungan kerjasama BEM FISIP
UI dengan aliansi gerakan melawan asap,
nilai-nilai ini lebih kepada nilai- nilai yang
umumnya terjadi antar organisasi yang
melakukan suatu kerjasama seperti halnya
nilai kepercayaan, nilai profesionalitas,
tanggungjawab dan sebagainya. Nilai-nilai
inilah yang Poucke (dalam Lukito 1995)
katakan sebagai pengikat dalam memelihara
keberlangsungan hubungan. Dapatdilihat
pada bagan 2, jika digambarkan bentuk
hubungan antara BEM FISIP UI dan SIAGA
FISIP dengan aliansi melawan asap.
asap di akun twitternya. Sehingga media
Line justru menjadi media yang digunakan
oleh BEM FISIP untuk mempublikasi
kampanye melawan asap, meskipun mereka
juga tetap memposting kampanye melawan
asap di twitter. Memposting lewat media
twitter tetap dilakukan karena mereka
juga tidak menutup kemungkinan untuk
mempublikasikannya ke masyarakat luar
kampus UI sehingga mereka juga mengetahui
kegiatan-kegiatan yang sedang dijalankan
seperti kegiatan aksi melawan asap.
Seperti pernyataan Ali (pihak BEM
FISIP) berikut:
“Ada, jadi kalo misalnya secara internal
di FISIP atau si UI mungkin dampaknya
nggak terlalu ya untuk penggunaan
twitter. Tapi kan kita tetep publikasi
ke masyarakat yang lebih luas lagi,
dan pada kenyataannya masyarakat
diluar sana tetep masih menggunakan
Twitter ini. Kita tetep ada live tweet
kok, meskipun udah rada tertinggal,
kita tetep ada. Karena satu dua orang
kan tetep masih ada aja yang baca.
Sesimple orang re-tweet kan nggak jadi
masalah gitu.” (Ali, pihak BEM FISIP UI,
wawancara pada tanggal 4 Desember
2015).
Bagan 2. Bentuk hubungan antara BEM FISIP
UI dan Siaga FISIP terhadap aliansi melawan
asap
Tergabung dalam kerjasama di konser
amal Jingga Peduli RIJANTAN
(melakukan pendonasian dan kampanye)
BEM FISIP UI
ALIANSI
MELAWAN
ASAP
SIAGA FISIP UI
Dapat dikatakan bahwa aliansi gerakan
melawan asap ini mendapatkan dana
melebihi target awal, dimana awalnya aliansi
menargetkan (memiliki tujuan) untuk
mendapatkan donasi sebesar 10 juta namun
pada kenyataannya mereka mendapatkan 50
juta. Penulis melihat bahwa hasil total donasi
50 juta ini tidak semata-mata digalang dengan
caraonline atau menggunakan media sosial
saja,melainkan hasil gabungan dari donasi
atau sumbangan yang dikumpulkan dengan
cara pemungutan langsung (offline) karena
mereka juga melakukan kampanye dengan
cara offline seperti pada konser amal jingga
peduli rijantan dan juga aksi yang dilakukan
di Bundaran HI. Sehingga sulit dikatakan
bahwa donasi yang didapatkan karena peran
dari kolaborasi yang terjadi antar organisasi
yang tergabung dalam aliansi melawan asap
di media sosial.
Selain itu, penulis juga sulit untuk
Jika dikaitkan dengan menggunakan
4 Pengukuran dari Solis (2011:326), maka
dapat dikatakan audiens yang terpapar
saat konser jingga peduli RIJANTAN lebih
kurang sebanyak 200 orang. Sedangkan yang
terpapar dari kampanye-kampanye yang di
media sosial line lebih kurang 2.400an orang,
dan di media twitter 12.000an orang. Respon
dari pengguna media sosial di Line cukup
banyak, yang melakukan share sebanyak
129 akun, sedangkan yang melakukan like
sebanyak 93 akun.
Followers di media sosial twitter sangat
sedikit hanya 20 orang yang melakukan
retweet dan 2 orang yang memberikan like.
Penyebab dari sedikitnya followers yang
merespon kampanye di media sosial tersebut
samadengan penyebabyang dialami oleh BEM
UI dalam melakukan kampanye melawan
97
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 1. Juni 2016
mendapatkan data terkait dengan jumlah
angka donasi yang hanya didapatkan
melalui media sosial saja maupun jumlah
angka donasi yang semata-mata didapatkan
melalui pengumpulan dana secara langsung.
Hal ini dikarenakan tidak terdapat bagian
atau bidang tersendiri di aliansi melawan
asap yang khusus menangani hal tersebut,
sehingga semua donasi tersebut baik yang
dikumpulkan dengan cara online maupun
offlinedisatukan dalam satu rekening bersama
atas nama aliansi melawan asap. Rekening
aliansi ini dipegang oleh pihak BEM UI
karena memang BEM UI sebagai penanggung
jawab di aliansi melawan asap.
Jika mengacu pada Adianto (2011) dengan
mengacu pada target yang didapatkan, dapat
dikatakan bahwa kampanye melawan asap
ini terbilang efektif karena tujuan kegiatan
tersebut telah tercapai yaitu mendapatkan
donasi bahkan melampaui target awal.
Namun, jika dilihat dari peran dari beberapa
jaringan organisasi yang terlibat seperti
BEM FISIP dan SIAGA FISIP terhadap aliansi
gerakan melawan asap lebih menunjukkan
perandalam mengefektifkan kampanye ini dari
cara offline bukan dukungan di media online
khususnyadi media sosial. Sedangkan pihak
Greenpeace lebih berperan mengefektifkan
informasi-informasi yang diberikan ke pihak
BEM UI seperti memberikan informasi
terupdate dari titik asap langsung, dengan
begitu membuat informasi yang dimuat di
media sosial mempunyai tingkat kredibilitas
yang tinggi karena bersumber langsung dari
komunitas lingkungan (greenpeace) yang
telah memiliki jam terbang yang cukup lama
di lingkungan serta informasi yang didapatkan
langsung dari titik asap.
asap. Berdasarkan tujuan hubungan,
terbentuk jaringan perasaan/sentiment
antara BEM UI dan Greenpeace.
Jaringan yang hubungannya didasarkan
pada
jaringan
perasaan/sentiment
dapat memberikan doronganyang lebih
untuk mengefektifkan kampanye karena
memiliki isu, passion serta tujuan yang
sama. Sedangkan bentuk hubungan yang
terjadi antara BEM FISIP UI dengan aliansi
melawan asap terbentuk jaringan interseksi
antara
hubungan
perasaan/sentiment
dengan hubungan kepentingan, dari tujuan
hubungan jaringan ini membuat hubungan
kerjasama dari kegiatan yang pernah
dijalankan tidak berkelanjutan setelah tujuan
kegiatan tersebut tercapai.
Beberapa organisasi yang berada dibawah
satu aliansi yang sama yaitu aliansi gerakan
melawan asap, sistem kerja dari masingmasing organisasi terlihat mengkotak-kotak.
Gerakan yang mereka lakukan dilaksanakan
secara masing- masing, kalaupun organisasi
lain membantu hanya bersifat sekadarnya.
Hal ini dapat terjadi karena adanya
kecenderungan bahwa kurang adanya
momen-momen bersama yang diciptakan
oleh aliansi melawan asap. Dari hal tersebut
membuat masing-masing organisasi kurang
terlihat solidaritasnya.
Belum berjalan dengan baiknya
kampanye lingkungan di media sosial lebih
disebabkan karena aktor yang membuat
kampanye di media sosial kurang memahami
target kampanyenyasehinggadapatdikatakan
“salah sasaran”, yang membuat kurangnya
respon aktif dari pengguna media sosial
yang dipakai tersebut. Dengan demikian
penulis kira perlu adanya pemetaan sasaran
objek yang akan dipaparkan dengan suatu
kampanye yang ingin disebarluaskan di media
sosial. Selain memberikan efisiensi kerja,
dampak lainnya juga dapat mengefektifkan
kegiatan yang akan dilaksanakan.
Kampanye dengan media social lebih
efektif, terlebih dengan bantuan orang lain.
Tetapi dapat dilihat bahwa ternyata kalau
untuk di media online- nyasendiri belum dapat
diketahui seberapa banyak peningkatan yang
terjadi dari kerjasama yang dilakukan dengan
SIMPULAN
Aliansi gerakan melawan asap yang
terbentuk atas dasar kepedulian terhadap
suatu hal yang sama, yaitu kepedulian
terhadap korban asap akibat pembakaran
hutanyang ilegal memiliki aturanyang bersifat
cair. Sehingga masing-masing dari organisasi
dapat mengeksplore kemampuannya dalam
memberikan kontribusi di aliansi melawan
98
Ika Hariyani, Peran Jaringan Sosial pada Kampanye Lingkungan di Media Sosial: Kasus Kampanye ...
DAFTAR PUSTAKA
jaringannya aliansi melawan asap. Akan tetapi
dapat kita lihat bahwa dengan jaringan ada
kelebihan lain yang diperoleholeh aliansi,
terutama pada tujuan hubungan jaringan
sentiment bahwasanya dengan kepedulian
yg samadapat menjadi pendorong untuk ikut
bersama-sama mengusung isu yang mereka
minati bersama.
Agusyanto, Ruddy. 2014. Jaringan Sosial
Dalam Organisasi (Edisi Revisi).
Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada.
Ardianto, Elvinaro. 2001. “Public Relations
on the Net: Sebuah Perspektif Baru
Humas” Mediator, Vol. 2 No.1
Darsono, Febryandi. 2011. “Koalisi Ornop
Pasca Orde Baru: Studi tentang Jaringan
Walhi dalam Kampanye Isu Hutan.”
MASYARAKAT:JurnalSosiologi, Vol. 16,
No. 1, Januari 2011.
Kapriani, Dea Rizki dan Lubis, Djuana P. 2014.
“Efektifitas Media Sosial untuk Gerakan
Sosial Pelestarian Lingkungan.” Jurnal
Sosiologi Pedesaan, Desember 2014:187200
Lailia, Anita Nur. 2014. “Gerakan Masyarakat
dalam Pelestarian Lingkungan Hidup
(studi tentang upaya menciptakan
kampung hijau di kelurahan gundih
surabaya).” Jurnal Politik Muda,
Agustus-Desember, 283-302
Lesmana, I Gusti Ngurah Aditya. 2012.
“Analisis Pengaruh Media Sosial
Twitter Terhadap Pembentukan Brand
Attachment (Studi: PT. XL.Axiata).”
Tesis Program Magister Manajemen
Fakultas Ekonomi. Diunduh pada 30
Desember 2015
Loisa, Riris. 2011. “Jejaring sosial, identitas
kolektif dan aksi politik. Faktor
facebook dalam revolusi Mesir.” Jurnal
komunikasi Universitas Tarumanegara.
Tahun III/01/2011. Diunduh pada 27
Agustus 2015
Lukito.Rijanto P. 1995. “Jaringan-Jaringan
Sosial dalam Organisasi PAM DKI
Jakarta: pelayanan air minum DKI
Jakarta dalam rangka ketahanan
nasional”. Tesis Kajian Ketahanan
Nasional Universitas Indonesia.
Maryati.”Ratusan warga berburu sampah
plastik di Jakarta.” Antara News
23 Februari 2014. <http://www.
a n t a ra n e w s. co m / b e r i t a / 4 2 0 5 2 4 /
99
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 1. Juni 2016
ratusan-warga-berburu- sampahplastik-di-jakarta>. Diakses pada 21
September 2015
Sujatmiko, Iwan Gardono. 2014. “Keterwakilan
Etnis di Politik Nasional: Kasus
Etnis Sunda di Republik Indonesia.”
MASYARAKAT:Jurnal Sosiologi, Vol. 19,
No. 1, Januari
Oktavianti, Meria. 2014. “Alur Pesan
Kampanye Gerakan Cikapundung
Bersih dalam Meningkatkan Kesadaran
Kebersihan
Lingkungan.”
Jurnal
Komunikasi Universitas Tarumanegara,
Tahun VI/02
Widorini, Wahyu Yuliastuti. 2014. “Strategi
Komunikasi Earth Hour dalam
Kampanye Gaya Hidup Ramah
Lingkungan”.eJurnal
Mahasiswa
Universitas Sebelas Maret. Diunduh
pada 24 Agustus 2015
Solis, Brian. 2011. Engage! The Complete
Guide for Brands and Businesses to
Build, Cultivate and Measure Success in
The New Web. John Wiley &Sons. New
Jersey.
William Lawrence Neuman, 2004. Social
Research Methods: Qualitative and
quantitative Approaches: Boston: Allyn
dan Bacon
Syamsul, Fakhyar Rusyid. 2014. “Iklan Layanan
Masyarakat Kampanye Lingkungan
Hidup “Ruang Terbuka Hijau”.Skripsi
Ilmu Komunikasi FISIP Universitas
Hasanuddin.
100
Download