utama - Elsppat

advertisement
UTAMA
ASIA M IRACLE, INDONESIA YANG BAB AK BELUR
(Oleh : Zaenal Arifin)
Sela ma tiga dasawarsa negara-negara kawasan Asia Timur selalu mendapatkan pujian dari negara-negara maju dan
badan-badan internasional berkat berbagai kemajuan yang mereka raih melalui pembangunan dan industrialisasi. Krisis
ekonomi yang terjadi sejak paruh kedua 1997 dalam sekejap telah me merosotkan kawasan ini kembali ke masa-masa
silam dala m indikator-indikator pertumbuhan ekonomi dan pembangunannya. Indonesia merupakan negara yang
mengala mi krisis terberat. Ada sebuah permasalahan mendasar yang agaknya terabaikan dari gegap gempita derap
pe mbangunan itu.
Asia Miracle :
Pada tahun 1993, Bank Dunia menerbitkan sebuah
laporan y ang berjudul “The East Asian Miracle : Economic
Growth and Public Policy”. Laporan setebal 408 halaman
itu meny oroti kemajuan-kemajuan ekonomi y ang dicapai
di beberapa negara kawasan Asia Timur, y akni Hong
Kong, Indonesia, Jepang, Malaysia, Republik Korea,
Singapura, Taiwan, dan Thailand. Laporan tersebut
mencatat adanya beberapa f aktor yang dianggap menjadi
kunci keberhasilan Asia Timur dalam membangun
perekonomian mereka. Kedelapan negara tersebut
kemudian mendapat julukan sebagai the eight High
Performing Asian Econo mies (HPAE’s), sebagai sebuah
catatan sukses y ang pantas ditiru oleh negara-negara
lainny a.
Adapun f aktor-f aktor fundamental kunci keberhasilan itu
adalah : Pertama, dengan diterapkannya kebijaksanaankebijaksanaan pembangunan y ang memungkinkan laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi y ang menciptakan
tahap
kemakmuran
baru
dan
memungkinkan
dilakukanny a disitribusi pendapatan secara lebih merata.
Kedua, sementara itu kebijaksanaan-kebijaksanaan di
sektor publik memungkinkan untuk terjadiny a akumulasi
kapital secara cepat melalui perbankan y ang sehat
sehingga dapat mendorong terciptanya tabungan
domestik y ang besar. Ketiga, pemerintah di kawasan
tersebut juga dipuji berkat keberhasilannya menciptakan
secara cepat menciptakan angkatan tenaga kerja trampil
(skilled labor force) melalui program pendidikan dasar dan
menengah sehingga dapat memenuhi kebutuhan
industrialisasi. Indikator-indikator ekonomi menunjukkan,
bahwa pertumbuhan ekonomi Asia Timur memiliki
keterkaitan erat secara relatif dengan pertumbuhan
angkatan kerja terdidik serta peningkatan upah mereka.
Selanjutny a
pertumbuhan
ekonomi y ang tinggi
memungkinkan untuk melakukan akumulasi kapital dalam
pengembangan sumberday a manusia.
Selain itu kedelapan negara itu dianggap memiliki
kesamaan karakteristik dari segi perkembangan sektor
pertanian y ang dinamis, laju pertumbuhan ekspor, transisi
demograf i, angka investasi dan tabungan y ang tinggi, dan
inv estasi sumberdaya manusia y ang juga tinggi.
Sektor pertanian juga menjadi salah satu aspek penting.
Kebijaksanaan pertanian y ang diterapkan terbukti mampu
meningkatkan produktivitas sektor ini melalui penarikan
pajak y ang relatif rendah, pengendalian harga, serta
penerapan teknologi baru dan membuka peluang bagi
masuknya inv estasi asing ke lahan pertanian. Demikian
pula peran hukum dan peraturan y ang diterapkan
menciptakan iklim bisnis yang positif terhadap lingkungan.
Pertumbuhan ekonomi tinggi di kawasan Asia Timur
terjadi dalam tiga dekade (gelombang). Gelombang
pertama ialah
WACANA E DISI K HUSUS 1997-1998
pertumbuhan yang terjadi pada Jepang dan melalui pola
“angsa terbang” (flying geese) sukses Jepang itu diikuti
Empat Macan Asia (Four Tigers), y akni Hong Kong,
Republik Korea, Singapura dan Thailand. Gelombang
kedua terjadi terhadap negara-negara Indonesia,
Malay sia dan Thailand. Dan gelombang ketiga terjadi
terhadap Cina dan Vietnam.
Faktor-faktor Fundamental Kemajuan Asia Timur :
Seperti telah diuraikan di atas, ada tiga faktor
f undamental yang secara sistematis berpengaruh
terhadap kemajuan perekonomian Asia Timur, y akni :
1) Makro ekonomi y ang stabil.
2) Kebijaksanaan publik dan peran dunia pendidikan.
3) Kontribusi dari kemajuan tehnik.
Faktor Makroekonomi :
Telah menjadi doktrin umum bahwa pembangunan
ekonomi hanya dapat berhasil jika didukung oleh
instrumen-instrumen makro ekonomi y ang baik. Oleh
karena itu pengendalian inf lasi, anggaran belanja
pemerintah serta nilai tukar v aluta asing,
melalui
kebijaksanaan moneter dan f iskal selalu menjadi isu
penting. Sasaran berikutnya dari langkah-langkah itu ialah
laju pertumbuhan ekonomi y ang tinggi serta perluasan
kesempatan kerja.
TABEL 1 : ANGKA I NFLASI DAN GNP PERKAPITA DI HPAE’S
(rata-rata % per tahun)
Laju Inf lasi
Laju GNP/Kapita
1965-80
Indonesia
Republik Korea
HongKong
Jepang
Thailand
Singapura
Malay sia
35.5
18.4
8.1
7.7
6.2
5.1
4.9
1980-93
8.5
6.3
7.9
1.5
4.3
2.5
2.2
1965-1990
4.5
4.4
4.0
7.1
6.5
6.2
4.1
------------------------------------------------------------------------Sumber : World Development Report, Development
Indicators - 1995
Selama kurun 1965-1993, laju inf lasi rata-rata di kawasan
Asia Timur adalah 6%, sementara laju kenaikan GNP
perkapita dalam kurun 1965-1990 rata-rata adalah 5,3%,
sebuah angka yang dianggap mencerminkan ekonomi
y ang stabil. Sesuatu yang memang cukup luar biasa
(jarang terjadi) untuk bisa mensejajarkan inf lasi yang
rendah dengan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi. Lazimnya keduanya saling memiliki hubungan
positif. Dalam hal anggaran negara, Asia Timur berhasil
menekan def isit anggaran, terendah setelah negara maju
selama kurun 1960-1992 (Tabel 2). Demikian pula dalam
1
UTAMA
menciptakan stabilisasi nilai tukar riil (Tabel 3) y ang
memungkinkan untuk dapat mengendalikan defisit
transaksi berjalan. Kedua faktor, y akni def isit anggaran
y ang rendah dan stabilisasi nilai tukar riil merupakan dua
langkah penting stabilisasi makro ekonomi untuk bisa
mengendalikan laju inf lasi. Dilihat dari f aktor-faktor makro
ekonomi tersebut prestasi negara-negara Asia Timur itu
memang menakjubkan.
terny ata jumlah sekolah di Asia Timur ini jauh lebih
bany ak dibandingkan negara-negara lainnya y ang hampir
mirip.
Faktor Kemajuan Tehnik :
Kemajuan tehnik (technical progress) dalam sebuah
perekonomian diartikan dengan memproduksi lebih
bany ak output dari sejumlah input tertentu. Salah satu alat
pengukur y ang telah populer digunakan untuk melihat
kontribusi kemajuan tehnik terhadap pertumbuhan
ekonomi adalah Total Factor Productivity (TFP) atau
Faktor Produktiv itas Total. TFP menunjukkan tingkat
ef isiensi dan ef ektifitas
sistem
produksi untuk
menghasilkan output atas sejumlah inv estasi yang
ditanamkan. Sejak lama dipercayai kemajuan ekonomi
tidak ditentukan oleh teknologi semata.. TFP mencakup
ef ektifitas manajemen, sistem birokrasi dan regulasi,
perbankan, kesempatan berusaha, produktivitas buruh,
serta faktor-f aktor lainnya y ang berpengaruh terhadap
ef isiensi produksi. TFP mencerminkan tinggi rendahnya
kinerja dan day a tahan suatu perekonomian serta
menjadi indikator posisi tawar menawar (bargaining
position) suatu negara dalam perdagangan international.
Atau dalam istilah y ang lebih populer kini ialah f aktor
keterbukaan ekonomi. Salah satu proksi keterbukaan
ekonomi ialah seberapa jauh mata uang suatu negara
mencerminkan daya beli riel bila dibandungkan dengan
mata uang negara-negara lain. Sebagai contoh dengan
memasukkan f ormulasi TFP, dapat dihitung bahwa pada
tahun 1991 nilai riel Rupiah terhadap Dollar AS itu
sesungguhny a adalah Rp 5.000.
TABEL 2 : GOVERNMENT BUDGET D EFICIT
( % of GDP, 1960-1992)
South Asia
-6.0
Sub-Sahara Af rica
-5.1
Middle East
-5.0
Latin America
-3.8
East Asia
-1.8
Industrial Countries
-1.6
TABEL 3 : R ELAT IVELY STABLE R EAL EXCHANGE R AT E
(standard deviation of real exchange rate ov er 1960-1992)
Latin America
15.4
Sub-Sahara Af rica
14.8
South Asia
12.9
East Asia
9.4
Middle East
8.7
Industrial Countries
5.5
Faktor Pendidikan dan Sumberdaya Manusia :
Angkatan kerja trampil adalah juga bagian dari kapital dan
menjadi salah satu faktor penting dalam menciptakan laju
pertumbuhan ekonomi secara efektif. Cukup sulit untuk
menentukan v ariabel mana sajakah y ang berpengaruh
langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun dapat
disebut dalam banyak hal mutu pendidikan dasar yang
baik serta kesempatan sekolah bagi kaum perempuan
merupakan aspek penting dari akumulasi kapital
pengembangan sumberday a manusia.
Semakin tinggi angka TFP berarti kinerja dan posisi tawar
menawar perekonomian semakin baik. Dari data yang
ada diketemukan bahwa kemajuan tehnik di negara
HPAE’s kurang begitu bagus dibandingkan dengan
negara-negara industri maju seperti terlihat dalam Tabel
5, di mana
angka TFP dan porsi TFP terhadap
pertumbuhan output adalah 0,8 dan 11,9 untuk Asia
Timur sementara 1,0 dan 27,8 untuk negara industri maju.
Data y ang ada menunjukkan bahwa terjadiny a akumulasi
kapital untuk keperluan pengembangan sumberdaya
manusia memungkinkan pertumbuhan ekonomi Asia
Timur melaju dengan cepat. Data juga menunjukkan
TABEL 5 : C ONT RIBUT ION OF TECHNICAL PROGRESS T O ECONOMIC GR OWT H
Labor Output/ Total Factor
TFP Share in
Force Worker Productivity
Output Growth
Sub-Suhara Af rica
Middle East
Latin America
East Asia
South Asia
Industrial Countries
2.5
2.8
2.8
1.2
0.5
1.8
1.4
2.6
1.9
2.4
4.1
2.3
-0.7
-0.4
0.1
1.0
0.8
0.7
- 23.3
- 8.7
2.4
11.9
16.7
27.8
Note: All, except Total Factor Productiv ity (TFP) Share, are av erage percent growth per y ear, 1960-92. TFP Share is
av erage TFP growth per y ear as a percent of av erage total output growth per year. Output is calculated in national
prices.
period
TABEL 6 : ECONOMIC GROWTH IN INDONESIA SOURCES OF GROWTH
Growth of
Contribution of:
GDP per Capital
Education Total Factor
Worker
Productivity
1960-70
1.8
1970-80
5.0
1980-86
2.6
1986-92
3.9
1960-92
3.3
Source : World Bank 1995
WACANA E DISI K HUSUS 1997-1998
0.5
3.5
3.2
2.6
2.3
0.5
0.3
0.5
0.5
0.4
0.8
1.1
-1.1
0.8
0.5
2
UTAMA
Tabel 6 menunjukkan kontribusi dari kapital, pendidikan
dan TFP terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Selama
kurun 1960-1992 itu kapital masih merupakan f aktor
penentu terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi, yakni
sebesar 2,3 persen, sementara TFP hany a sebesar 0,5
persen. Angka TFP tertinggi dicapai pada periode 19701980 sebesar 1,1. Cukup mengejutkan, mengingat pada
periode itu terjadi Krisis Pertamina (1974) y ang
meny ebabkan beban bagi perekonomian. Penjelasanny a
adalah era bom miny ak y ang terjadi dalam kurun waktu
itu, y ang meny ebabkan tersedianny a dana y ang
memadahi untuk pembiay aan pembangunan cukup
ef ektif alokasiny a dalam mencipatakan laju pertumbuhan
ekonomi.
Asia Timur sebagai Emerging Market :
Didorong oleh performance perekonomianny a dan juga
f aktor demograf i, kawasan Asia Timur (termasuk daratan
Cina) telah menjadi
pasar y ang menjanjikan atau
“emerging market”, di mana 75% perdagangan dunia
terjadi di antar negara kawasan ini, dan hany a
meny isakan 25% saja untuk kawasan lain.
Pada akhir April 1997 lalu, Komisi Perdagangan dan
Inv estasi AS menerbitkan sebuah laporan mengenai
situasi kawasan Asia Pasif ik dalam konteks kepentingan
inv estasi AS di kawasan ini. Laporan tersebut menyebut
kawasan Asia Pasif ik sebagai ‘the America’ s best
customer’ , dengan pembelian mencapai 30% dari
seluruh komoditi dagang AS, serta telah meny erap
inv estasi langsung AS ke kawasan ini sebesar $ 40
mily ar selama kurun 1991-1995. Sementara selama
dekade ini perekonomian Asia Pasifik diekspektasi akan
menghabiskan US$ 1,5 trilyun untuk pembangunan
inf rastruktur baru.
Laporan tersebut juga mengisyaratkan masih adany a
f aktor-faktor y ang menghambat perdagangan dan
inv estasi berupa masih diberlakukanny a hambatan tarif
dan non tarif,
semangat dan praktek-praktek antikompetisi baik di sektor swasta maupun sektor publik,
serta
lemahnya upay a untuk memberlakukan
perundangan anti monopoli. Beberapa rekomendasi
disampaikan agar pemerintah AS menekan kawasan ini
untuk melakukan pembenahan-pembenahan yang sesuai
dengan semagat pasar bebas (WTO). Salah satu
rekomendasi itu ialah meny angkut nilai tukar, yakni
perluny a pemerintah AS untuk menjamin tidak adany a
manipulasi dari negara-negara di kawasan tersebut
terhadap nilai tukar mereka untuk terbentukny a
keunggulan y ang kompetitif.
Sementara itu perekonomian Indonesia pada tahun 1991
dan 1995 mencatat beberapa hal menakjubkan. Y akni,
terjadiny a
perubahan kontribusi dua sektor utama (pertanian dan
industri) terhadap pendapatan nasional untuk kurun
waktu 1966-1991, masing-masing dari 8% (1966)
menjadi 22% (1991) untuk sektor industri. Sementara
terjadi penurunan untuk sektor pertanian dari 51% (1966)
menjadi 19% (1991). Pada tahun 1995, untuk pertama
kaliny a GDP per-kapita Indonesia menembus angka US
$ 1.000. Artiny a Indonesia tidak lagi masuk dalam
kategori negara miskin, tetapi sudah meningkat
derajatny a menjadi negara berpenghasilan menengah.
WACANA E DISI K HUSUS 1997-1998
Antiklimaks dari Sebuah Keajaiban :
Sebelum ini beberapa kali perekonomian kawasan Asia
Timur dihadapkan pada goncangan, seperti ketika terjadi
resesi ekonomi dunia (1980), di mana bany ak negaranegara berkembang pengekspor bahan mentah hancur
akibat mandegny a proses produksi di negara maju.
Kemudian munculnya krisis hutang dunia (1982) y ang
melanda sekujur Amerika Latin. Kawasan Asia Timur,
kecuali Filipina, berhasil lolos dari krisis ini.
Indonesia sendiri sepanjang sejarah negara orde baru
pernah mengalami dua kali krisis perekonomian, yakni
‘krisis Pertamina’ yang terbelit hutang (1974) dan
jatuhny a harga minyak (1986).
Pada bulan Juni 1997, dalam laporan tahunanny a Bank
Dunia mengeluarkan sebuah peringatan untuk Indonesia.
Bank Dunia menilai bahwa Indonesia melakukan
kekeliruan dalam penggunaan inv estasi dan strategi
pertumbuhan ekonomi, serta akan mengalami ancaman
serius secara jangka panjang. Laporan ini cukup
mengejutkan, mengingat sebelumnya Bank Dunia begitu
bany ak memberikan pujian atas keberhasilan y ang
dicapai Indonesia, tetapi dalam waktu sekejap saja
berubah.
“Deregulasi telah kehilangan momentumny a, sementara
inf lasi tetap tinggi, kebijaksanaan-kebujaksanaan untuk
memotong tarif tidak dilaksanakan, dan sektor perbankan
sangat lemah”.
Namun demikian laporan tersebut masih meletakkan
keoptimisanny a terhadap masa depan perekonomian
Indonesia. Setelah tiga tahun kedepan, laju pertumbuhan
ekonomi akan mencapai 7,8% dan def isit transaksi
berjalan dapat ditekan hingga sebesar 4% dari total GNP.
Pada tanggal 8 Juli 1997, nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar AS mulai merangkak turun. Pada tanggal 14
Agsutus 1997 pemerintah melepas intervention band
(pita intervensi) terhadap kurs Dollar AS. Sejak saat itu
Rupiah pun mulai terjun bebas. Dalam kurun 4 bulan,
tepatny a 6 Oktober 1997 Rupiah telah terdepresiasi
sekitar 50 persen, menjadi Rp 3.845 terhadap Dollar AS.
Merosotny a nilai Rupiah terus terjadi hingga pemerintah
meminta bantuan IMF pada tanggal 8 Oktober 1997.
Namun agenda IMF itu tetap saja tak dapat menolong
bany ak nilai Rupiah.
GDP perkapita yang sempat tercatat U$ 1.200 pada
tahun 1997, anjlok tinggal U$ 300 pada Januari 1998,
atau kurang lebih sama dengan 20 tahun sebelumnya.
Modal di pasar modal juga anjlok dari U$ 118 mily ar
menjadi tinggal U$ 17 milyar, dari 286 perusahaan y ang
terdaf tar di pasar modal Jakarta, tinggal 22 perusahaan
y ang dianggap sehat.
Sisanya sudah bangkrut.
Perusahaan Indonesia yang nilainya lebih dari U$ 500
mily ar sebelum krisis jumlahny a 49 perusahaan,
sekarang tinggal 4 perusahaan. Def isit transaksi berjalan
mencapai US$ 7.5 milyar pada bulan September 1997,
hutang luar negeri mencapai US$ 140 mily ar, di mana
US$ 65-100 mily ar di antarany a adalah hutang swasta.
Angka DSR (Debt Serv ice Ratio) di atas 30 % (ambang
batas toleransi 25%).
3
UTAMA
Prof. Jeffrey
A. Winters, pakar ekonomi dari
Northwestern University, AS mengistilahkan gejala
tersebut sebagai ‘economic meltdown’ , ekonomi y ang
ambruk. Semua kegiatan perekonomian macet karena
harga-harga melambung tinggi, biaya-biay a meningkat,
inf lasi dan suku bunga tinggi, sementara pengangguran
juga meningkat dan kemiskinan meluas. Hutang menjadi
berlipat-lipat dan tidak mungkin dibay ar. Tidak ada
inv estasi, semua terhenti, stagnan. Kesemuanya itu
terjadi meny usul meny eruakny a berbagai kasus seperti
kredit macet dan perbankan y ang keropos, skandal
Busang, Mobnas, kebakaran hutan, dan y ang lainnya.
Dengan demikian persoalanny a tidak lagi persoalan
moneter atau ekonomi semata. Tetapi menjadi struktural
meny angkut semua aspek.
Keajaiban Bonanza Minyak, Krisis Pertamina dan
Kapitalisme Kroni :
Keajaiban pertama kali yang pernah dialami negara orde
baru terjadi pada tahun 1974, y akni ketika dalam waktu
sekejap harga miny ak naik berlipat-lipat secara drastis,
y ang bisa diibaratkan Indonesia bagai negara y ang baru
menang lotre besar dan mendadak kay a. Masa ‘bonanza
miny ak’ (oil boom) y ang terjadi selama kurun 1974-1975
meny ebabkan kocek negara terisi penuh dan
memungkinkan pemerintah membiay ai proyek-proyek
pembangunan. Masa bonanza miny ak memberi banyak
peluang bagi Pertamina sebagai badan usaha y ang
memiliki monopoli terhadap segala penjualan hasil
miny ak. Kocek y ang tebal memungkinkan bagi Pertamina
mengembangkan say apnya. Dimulailah ekspansi besarbesaran di sektor jasa, membangun rumah sakit, hotel
dan berbagai proy ek lainnya. Dalam sekejap pula hutang
Pertamina menjadi berlipat-lipat mencapai US$ 10 mily ar
atau sama dengan 30% GDP Indonesia saat itu, sampai
akhirny a BUMN itu mengalami kekurangan likwiditas dan
collapse.
Akhirny a pemerintah mengambil alih semua hutang
Pertamina dan menghentikan pemasukan dana hasil
miny ak itu ke kas Pertamina, tetapi langsung disetorkan
ke kas Bank Indonesia. Dengan demikian usailah otoritas
Pertamina untuk mengelola uang hasil miny ak.
Sesuatu yang menarik dari krisis Pertamina ialah terjadi
di saat performance perekonomian secara makro
mengalami perkembangan y ang bagus. Bany ak
pengamat melihat krisis Pertamina merupakan sebuah
f enomena
dari
sisstem
kapitalisme
birokratik
(bureaucratic capitalism). Varian penting dari kapitalisme
birokratik adalah pengaruh dan peran para kerabat
keluarga atau relasi para birokrat dalam dunia bisnis
negara (Robison, 1990). Sehingga sebutan lain untuk
kapitalisme birokratik ialah kapitalisme kroni (cronies
capitalism).
Format umum dari kapitalisme birokratik atau kroni itu
ialah aliansi dari para teknokrat, birokrat dan kaum
pengusaha client y ang memegang mandat monopolisasi
bisnis bidang-bidang strategis, seperti sektor-sektor
publik (y ang menguasai hajat orang bany ak). Oleh
karena itu bentuk monopolisasi itu tidak hany a dilakukan
perusahaan-perusahaan negara (BUMN), tetapi juga oleh
pihak swasta, sesuai dengan watak kapital, y ang kuat
adalah y ang akan menerima bany ak keuntungan.
Dengan
dibantu
f ormulasi-f ormulasi
model
pembangunan, perhitungan secara manajerial pun
dibuat, dan bany ak tenaga prof esional serta teknologi
WACANA E DISI K HUSUS 1997-1998
canggih dipergunakan untuk mendukung bisnis ini. Di
atas kertas dan kesan umum y ang ditampilkan memang
cukup prospektif, sebuah masa depan y ang cukup
menjanjikan.
Namun ‘ekonomi rente’ (rent seeking ekonomy) y ang
menjadi bangun dasar sistem ini telah menjadi virus y ang
terus menggerogoti. Praktek-praktek kolusi, jual-beli
lisensi dan f asilitas sudah bukan hal tabu, bahkan
menjadi norma umum dalam kehidupan bisnis. Maka
sistem
ekonomi dengan corak produksi y ang
mengandalkan sumberday a alam dan upah murah, y ang
telah menciptakan kelas borjuasi baru dan kelas
menengah y ang semakin mapan itu pun mengalami
kemampatan. Distorsi-distorsi terus terakumulasi dan
ekonomi biaya tinggi tak dapat dikendalikan lagi.
Kesemuany a berujung pada kebangkrutan.
Jalan Keluar Bernama Reformasi :
Dalam menghadapi krisis ekonomi ada semacam
konv ensi di antara lembaga-lembaga internasional, yakni
pembagian tugas antara IMF dan Bank Dunia. Biasany a
IMF turun tangan dengan menawarkan paket-paket
stabilisasi untuk mendinginkan mesin ekonomi yang terus
memanas (overheated economy) melalui instrumeninstrumen f iskal dan moneter untuk mempengaruhi
permintaan agregat. Lalu kemudian baru datang Bank
Dunia y ang menawarkan paket-paket perubahan
struktural
(structural
adjustment)
dengan
missi
meningkatkan ef isiensi dan mendorong day a saing.
Demikian seperti y ang terjadi dalam kasus SIMICs
(Severely Indebted Middle Income Countries) di Amerika
Latin y ang terjerat hutang (1982).
Paket stabilisasi dianggap mutlak dan mendesak untuk
meny elamatkan aset-aset perekonomian supay a tidak
turut hancur musnah. Ibaratny a missi utama paket
stabilisasi IMF ialah memasukkan aset-aset penting itu
ke dalam sekoci supaya tidak ikut tenggelam. Sejak Tim
IMF itu turun tangan rupanya terjadi proses yang cukup
alot dan tarik ulur. Mereka y ang merasa dirugikan
dengan langkah-langkah koreksi f iskal dan liberalisasi
perbankan y ang dibuat IMF itu pun berteriak dan
mencoba berkelit. Sementara situasi sudah semakin
kritis. Fenomena semacam ini hanya akan semakin
mebuat runy am dan kerumitan-kerumitan baru ketika
agenda peny esuaian struktural itu secara intens
dilakukan.
Sudah dapat diduga arah penyesuaian struktural itu ialah
WTO dan pasar bebas. Dengan demikian isi paket
peny esuaian struktural tersebut kurang lebih ialah
meliberalisasi
perekonomian
Indonesia
dan
menghilangkan distorsi pasar akibat dari intervensi
pemerintah (kapitalisme birokratis) untuk kemudian
mengarahkanny a dalam model kapitalisme korporat multi
nasional, y aitu memberikan peran lebih besar bagi
perusahaan-perusahaan multi nasional (MNC) sebagai
pemain utama di pasar global.
Efisiensi, Kunci Penting dalam Pasar Bebas :
Ef isiensi menjadi kunci penting dalam diskursus
pembangunan ekonomi modern serta dalam era pasar
bebas. Seperti diuraikan di atas TFP (Total Factor
Productivity) menjadi indikator penting dalam mengukur
ef isiensi dan produktivitas. Laju pertumbuhan ekonomi
tidak lagi ditentukan oleh akumulasi kapital semata, tetapi
4
UTAMA
oleh angka TFP. Di dalam TFP terkandung f aktor
manajemen, produktif itas tenaga kerja, serta f aktor
kemajuan tehnik lainnya. Oleh karena itu trend umum
dari dominasi MNC-MNC dalam perekonomian nasional
dan pasar global ialah terjadiny a PHK massal serta
relokasi teknologi yang akan merombak struktur pasar
dan corak produksi. MNC akan berpeluang mengakuisisi
(mengambil alih) aset-aset perusahaan nasional melalui
pencabutan peraturan y ang membatasi inv estasi asing
hany a sebesar 49%, UU Kepailitan serta swastanisasi
BUMN. Dengan demikian nantinya pemilik modal asing
memiliki peluang lebih besar masuk ke sektor-sektor
strategis (publik, menguasai hajat hidup orang bany ak),
seperti pertambangan, telekomunikasi, dan transportasi.
Perusahaan-perusahaan swasta nasional tetap memiliki
peranan penting dan menjadi mitra perusahaanperusahaan multinasional itu, tentunya y ang benar-benar
ef isien dan tangguh.
Namun sebuah kenyataan bahwa posisi kita sebagai
bangsa dalam percaturan dunia itu semakin lemah.
Meny itir perny ataan pengamat
ekonomi Sjahrir,
globalisasi menyebabkan arus dana, arus barang, arus
jasa, dan arus sumber day a manusia, berkembang serta
berputar begitu cepat. Kata kunci persaingan telah
menjadi mantera yang begitu sering diucapkan, namun
dalam keny ataanny a begitu dilupakan konsekuensikonsekuensi
logisny a. Dalam setiap perbandingan
internasional, kita mesti menerima bahwa posisi kita
makin lama semakin
merosot. Kemerosotan ini
mengandung bany ak faktor y ang telah dikenal luas oleh
kita semua. (Sjahrir, 1997)
Faktor Endogen - Eksogen dan Ajakan Reformasi :
Sebelum ini kesan tentang ekonomi Indonesia
merupakan sesuatu y ang tidak pernah terbantahkan,
serba bagus dan prospektif. Investasi terus meningkat,
pasar modal di serbu orang. Namun kesan itu agakny a
‘superf isial’. Semua digambarkan seolah-olah serba hot
dan hebat dan membuat semakin banyak orang
meny erbu. Jeffrey Winters menjuluki gejala tersebut
sebagai '
herd mentality'
, atau mentalitas berbondongbondong. Gambaran tentang sesuatu y ang seolah-olah
bagus itu membuat semua orang terkesiab dan
memperebutkanny a. Tetapi ketika melihat semua itu
kebohongan, bahwa ternyata ada monopoli, banyak
kredit macet, perbankan rapuh, sektor properti y ang
'
over-priced”, dan situasi politik tidak stabil, maka seperti
segerombolan hewan y ang sedang panik semua berlari
ke sana kemari tidak menentu (Winters 1997).
Jika tempo hari ada y ang berteriak, “Paket IMF itu
liberalisme dan tidak sesuai dengan Pancasila”, itu ada
benarny a. Say angnya, teriakan itu ibarat bunyi pepatah
‘kacang lupa kulitny a’, kita sudah terlanjur selama tiga
puluh tahun lebih bercumbu intens dengan liberalisme itu
sendiri.
Sepertiny a kurang begitu disadari agenda
liberalisasi y ang dicanangkan bertahap pada 2003 dan
2020. Bahwa ada konsekwensi-konsekwensi y ang tidak
hany a merugikan bagi mereka yang lemah dan
membutuhkan jaminan perlindungan ala sosialisme,
tetapi juga merugikan mereka yang selama ini
diuntungkan dengan praktek bisnis kapitalisme kroni.
bebas dan liberalisasi perekonomian. Faktor kedua
bersif at endogen, y akni hasil proses produksi dari tiga
puluh tahun orde pembangunan y ang membawa
gambaran optimisitik dan telah melahirkan kelas borjuasi
baru, tetapi sekaligus mematikan kesadaran diri manusia
akan adany a dimensi penindasan dalam proses produksi.
Y ang tinggal adalah akal budi y ang instrumentalis, serba
mekanis dan manipulatif.
Perjalanan tiga puluh tahun adalah perjalanan panjang.
Sebuah perjalanan y ang mampu menciptakan tradisi
baru, y akni tradisi manusia yang mampu menguasai
tehnik-tehnik canggih, serba prakmatis, sekaligus tamak
dan pongah. Tradisi untuk membuat manipulasi dan
kebohongan, untuk menciptakan kesuksesan semu, di
mana jika orang tidak korupsi dan melakukan manipulasi
itu justru ditertawakan.
Dan di sinilah ajakan reformasi itu menemukan
esensiny a. Gerakan reformasi mesti didasari itikad
pembersihan diri, koreksi atas kekeliruan-kekeliruan
masa lalu. Gerakan reformasi sekaligus menjadi gerakan
pendidikan dan peny adaran massa untuk meninggalkan
watak tamak dan menindas y ang dibelenggu oleh materi,
untuk
selanjutnya
masuk
dalam
relung-relung
kerendahan hati dan martabat manusia. Oleh karena itu
kata reformasi tak bisa dilepaskan dengan demokratisasi,
y ang di dalamny a terkandung keterbukaan, kebebasan
berpendapat dan berserikat, kesamaan hak, jaminan
terhadap hukum dan tata peradilan yang baik, dan
sebagainy a. (my)
Referensi :
1. ------, The East Asian Miracle : Economic Growth and
Public Policy - A World Bank Policy Research Report,
World Bank 1993.
2. -----, World Bank Paper : Bureaucrats in Business What Works, What Doesn’ t, and Why, World Bank,
1997.
3. ----, REPORT O N U.S. TRADE A ND INVESTMENT
IN THE ASIA PACIFIC REGION, USIS Washington
File, 30 April 1997
4. Andrew Macintyre, Business and Politics in
Indonesia, ASAA - Allen & Unwin, 1991.
5. Hal Hill (edited), Indonesia’ s New Order - The
Dyna mics of Socio-Economic Transformation- Allen &
Unwin, 1994.
6. Kliping koran dan majalah :
Australian Finacial Review, 19 Juni 1997
Far Eastern Economic Review, 22 Januari 1998
Warta Ekonomi, Edisi 10 Juni 1996
dan berbagai penerbitan lainnya.
Krisis ekonomi y ang berkepanjangan ini mengandung
dua f aktor sebagai peny ebabnya. Y akni pertama f aktor
eksogen, adalah watak kapitalisme y ang akan selalu
ekspansif, yang ditandai dengan agenda perdagangan
WACANA E DISI K HUSUS 1997-1998
5
Download