BAB II IKATAN REMAJA MASJID DAN AKHLAK REMAJA A. Ikatan

advertisement
BAB II
IKATAN REMAJA MASJID DAN AKHLAK REMAJA
A. Ikatan Remaja Masjid
1.
Pengertian Ikatan Remaja Masjid
Organisasi adalah merupakan kerja sama di antara beberapa orang
untuk mencapai suatu tujuan dengan mengadakan pembagian dan
peraturan kerja. Yang menjadi ikatan kerja sama dalam organisasi adalah
tercapainya tujuan secara efektif dan efisien. Dari definisi tersebut dapat
diambil pengertian, bahwa Remaja Masjid adalah merupakan wadah
kerja sama yang dilakukan oleh dua orang remaja muslim atau lebih yang
memiliki keterkaitan dengan Masjid untuk mencapai tujuan bersama.
Mengingat keterkaitannya yang erat dengan Masjid, maka peran
organisasi ini adalah memakmurkan Masjid.1
Ikatan Remaja Masjid adalah salah satu lembaga pendidikan
diniyah non formal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta
mewujudkan rahmat bagi alam semesta.
Dalam prakteknya, Ikatan Remaja Masjid merupakan tempat
pengajaran atau pendidikan agama Islam yang paling fleksibel dan tidak
terikat oleh waktu. Ikatan Remaja Masjid bersifat terbuka terhadap segala
usia, lapisan atau strata sosial, dan jenis kelamin.
1
Husin, Manajemen Ikatan Remaja Masjid, (Jakarta : Pustaka Media, 2002), hlm.14.
29
30
Waktu penyelenggarannya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore,
atau malam. Tempat pengajarannya pun bisa dilakukan dirumah, masjid,
mushalla, gedung, aula, halaman, dan sebagainya. Selain itu Ikatan
Remaja Masjid memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai lembaga
dakwah dan lembaga pendidikan non-formal. Fleksibelitas Ikatan Remaja
Masjid inilah yang menjadi kekuatan sehingga mampu bertahan dan
merupakan lembaga pendidikan Islam yang paling dekat dengan umat.
Ikatan Remaja Masjid juga merupakan wahana interaksi dan komunikasi
yang kuat antara masyarakat awam dengan para mualim, dan antara
sesame anggota tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu.
2.
Tujuan Ikatan Remaja Masjid
Mengenai hal yang menjadi tujuan Ikatan Remaja Masjid, mungkin
rumusnya bermacam-macam. Tuti Alawiyah merumuskan bahwa tujuan
Ikatan Remaja Masjid dari segi fungsi, yaitu :2
a.
Berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan Ikatan Remaja
Masjid adalah menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan
mendorong pengalaman ajaran agama.
b.
Berfungsi sebagai kontak social, maka tujuannya adalah
silaturahmi.
c.
Berfungsi mewujudkan minat social, maka tujuannya adalah
meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan
lingkungan anggotanya.
2
Sofyan Syafri Harahap, Manajemen Masjid , (Yogyakarta : Dana Bakti Prima Yasa,
1996), hlm.103.
31
3.
Manfaat Ikatan Remaja Masjid
Manfaat ikatan remaja masjid, antara lain:3
a. Pendidikan. Remaja masjid memegang peranan dalam penyebaran
budaya Islam . Melalui remaja masjid secara bertahap kita dapat
menanamkan
nilai-nilai
keimanan
dasar,
sehingga
dapat
membentengi generasi islam dalam pergaulannya. Sekarang ini
seakan tiada batas pergaulan para pemuda,karena itu dengan remaja
mesjid inilah kita bisa mengontrol dan mencegah pergaulan bebas
yang setiap saat memintai generasi islam.
b. Pembentukan jati diri. Dengan pembinaan remaja mesjid kita bisa
mengarahkan generasi muda islam untuk mengenal jati diri mereka
sebagai muslim.jika mereka sudah mengenal jati diri nya maka
mereka tidak akan terombang ambing dalam menentukan jalan hidup
mereka
c. Pengembangan potensi . Melalui remaja masjid kita bisa memotivasi
dan membantu generasi muda islam untuk menggali potensinya
mereka serta memotivasi mereka dengan mengadakan kegiatan kegiatan untuk menampilkan kreatifitas mereka.
3
Ibid., hlm. 112.
32
B. Akhlak Remaja
1.
Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari “khuluqun” yang
menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan
budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan gambaran sifap
batin manusia, akhlak merupakan gambaran bentuk lahir manusia, seperti
raut wajah dan body. Khuluq atau akhlaq adalah sesuatu yang telah
tercipta atau terbentuk melalui sebuah proses. Karena sudah terbentuk,
akhlak disebut juga dengan kebiasaan. Kebiasaan adalah tindakan yang
tidak lagi banyak memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Kebiasaan
adalah sebuah perbuatan yang muncul dengan mudah. Dalam bahasa
Yunani, pengertian ini dipakai kata ethicos atau ethos, artinya adab
kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan
perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika.4
Menurut Prof. Ahmad Amin akhlak adalah Etika (Akhlak) adalah
suatu ilmu yang menjelaskan arti baik buruk, menerangkan apa saja yang
seharusnya dilakukan oleh setiap manusia kepada manusia lainnya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan
manusia dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat.5
4
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna,
2005), hlm. 3-5.
5
Ali Abdul Halim Mahmud,Tarbiyah Khuluqiyah, (Solo: Isnani Pres, 2003), hlm. 37.
33
Menurut H.M Rosyidi akhlak adalah suatu pengetahuan yang
membicarakan tentang kebiasaan-kebiasaan pada manusia yakni budi
pekerti dan prinsip-prinsip yang mereka gunakan sebagai kebiasaan.6
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak
adalah adanya unsur perbuatan atau tindakan dan kebiasaan-kebiasaan
yang sudah menyatu dengan pribadi manusia baik buruk serta perbuatan
tersebut dilakukan dengan sadar. Akhlak mengandung empat unsur yaitu
(1) adanya tindakan baik atau buruk, (2) adanya kemampuan
melaksanakan, (3) adanya pengetahuan tentang perbuatan yang baik dan
yang buruk, dan (4) adanya kecenderungan jiwa terhadap salah satu
perbuatan yang baik atau yang buruk.7
2.
Macam-macam Akhlak
Syaikh Muhammad bin Ali As-Syarif Al-jurjani mengartikan
akhlak sebagai stabilitas sikap jiwa yang melahirkan tingkah laku dengan
mudah tanpa melalui proses berpikir. Secara garis besar, akhlak dibagi
menjadi dua macam yaitu:
a.
Akhlak yang terpuji (Akhlaqul Mahmudah), yaitu perbuatan baik
terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk lainnya
yang dapat membawa nilai-nilai positif bagi kemashlahatan umat,
seperti sabar, jujur, ikhlas, bersyukur, tawadhu (rendah hati),
husnudzdzon (berprasangka baik), optimis, suka menolong orang
lain, suka bekerja keras dan lain-lain.
6
7
Ali Abdul Halim Mahmud,Tarbiyah Khuluqiyah, (Solo: Isnani Pres, 2003), hlm. 37.
Nasrudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail Media Group, 2009) hlm. 32-33.
34
b.
Akhlak yang tercela (Al-Akhlaqul Madzmumah), yaitu perbuatan
burukterhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk
lainnya dan dapat membawa suasana negatif bagi kepentingan umat
manusia, seperti takabur (sombong), su’udzon (berprasangka buruk),
tamak, pesimis, dusta, kufur, berkhianat, malas dan lain-lain.8
3.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Akhlak Remaja
Menurut Bambang Samsul Arifin : faktor-faktor yang mempengaruhi
akhlak remaja bersumber dari faktor luar dan faktor luar seperti berikut
ini:9
a. Faktor Intern
1) Faktor Hereditas
Hereditas adalah totalitas sifat-sifat karakeristik yang
dibawa atau dipindahkan dari orang tua ke anak keturunannya.
Salah satu pewarisan orang tua kepada anaknya adalah pewarisan
yang bersifat tingkah laku baik terpuji maupun tercela. Dengan
demikian orang tua yang memiliki akhlak yang baik, maka
kemungkinan anak juga memiliki akhlak yang baik atau terpuji
begitu pula sebaliknya.
2) Tingkat Usia
Bahwa pada masa remaja ini sedang mengalami Strum und
drang atau strom and stress, yang berarti masa ketidak stabilan
perasaan dan emosi. Keadaan tersebut terefleksi kepada akhlak
8
9
hlm. 78
Nasir, Tinjauan Akhlak, (Surabaya: Al-Ikhlas, 2001), hlm. 14.
Arifin Bambang Samsul, Psikologi Agama, Cet 1,(Bandung: CV Pustaka Setia,2008),
35
atau moralnya. Jika keraguan atau kebimbangan berakhir dengan
tunduk kepada ketentuan yang ada, maka akhlak remaja tersebut
dapat dikatakan baik begitu pula sebaliknya.
3) Kepribadian
Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua
unsur yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan
antara kedua unsur inilah yang membentuk kepribadian dan
menyebabkan munculnya tipologi (lebih menekankan pada unsur
bawaan dan tidak dapat diubah) dan munculnya karakter (lebih
menekankan adanya pengaruh lingkungan dan dapat diubah).
Kepribadian yang berawal dari unsur bawaan sering disebut
juga sebagai identitas (jati diri) seseorang yang sedikit-banyak
menampilkan ciri-ciri pembeda dari individu lain dari luar dirinya.
Perbedaan dalam kepribadian inilah diperkirakan berpengaruh
terhadap perkembangan aspek-aspek lainnya termasuk jiwa agama
yang berpengaruh terhadap akhlak atau tingkah lakunya.
4) Kondisi Kejiwaan
Kondisi kejiwaan terkait dengan kepribadian sebagai faktor
intern. Menurut Bambang Syamsul Arifin, ada beberapa model
pendekatan yang mengungkapkan hubungan ini yaitu:
a) Model Psikodinamik (Sigmund Freud) yang menunjukkan
bahwa ganguan kejiawaan ditimbulkan oleh konflik yang
36
tertekan di alam ketidaksadaran manusia, dan konflik ini akan
menjadi sumber gejala kejiwaan yang abnormal.
b) Penekatan
biomedis,
fungsi
tubuh
yang
dominan
mempengaruhi kodisi seseorang, penyakit ataupun faktor
genetik atau kondisi sistem syaraf diperkirakan menjadi
sumber munculnya perilakku yang abnormal.
c) Pendekatan
ekstensial,
menekankan
pada
dominasi
pengalaman kekinian manusia. Dengan demikian sikap
manusia ditentukan oleh stimulan (rangsangan) lingkungan
yang dihadapinya saat itu. 10
Diantara sebab kegoncangan jiwa dan perasaan yang sering
terjadi pada masa remaja adalah pertentangan dan ketidakserasian
yang terdapat dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.11
10
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Cet 2(Jakarta: CV
Ruhama, 1995), hlm. 84.
11
Arifin Bambang Samsul, Psikolgi Agama, Cet 1 (Bandung: CV Pustaka Setia,2008),
hlm. 78.
37
b. Faktor Ekstern
1) Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak,
oleh karena itu kedudukan keluarga terutama orang tua dalam
membentuk akhlak atau moral anak sangatlah dominan. Jika orang
tua menujukkan sikap dan tingkah laku yang baik, anak akan
cenderug mengidentifikasikan sikap dan tingkah laku orang tuanya
itu pada dirinya. Begitu pula sebaliknya.
2) Lingkungan Institusional
Lingkungan institusional yang ikut mempengaruhi akhlak
atau moral remaja dapat berupa institusi formal seperti sekolah
ataupun yang nonformal seperti berbagai perkumpulan dan
organisasi.12
3) Lingkungan Masyarakat
Yang dimaksud lingkungan masyarakat di sini adalah
situasi atau kondisi yang berpengaruh terhadap perkembangan
fitrah beragama dan berakhlak. Dalam masyarakat, individu
(terutama anak-anak dan remaja) akan melakukan interaksi
sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat
lainnya. Hal ini diperlukan adanya lingkungan yang kondisif
12
Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Cet 10(Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 140
38
bagi perkembangan kesadaran beragama remaja sebagai dasar
untuk mewujudkan remaja yang berakhlak mulia.
4.
Pembentukan Akhlak
Menurut Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah identik denga tujuan utama pendidikan islam
adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu menjadi hamba
Allah, yaitu hamba yang dipercaya dan menyerahkan diri kepada-Nya
dengan memeluk Islam.
Menurut sebagian ahli akhlak tidak perlu dibentuk, karena
akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi
golongan ini bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia
sendiri, yaitu cenderung kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri
manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau instuisi yang selalu
cenderung kepada kebaikan.
Pada kenyataan dilapangan, usaha-usaha pembinaan akhlak
melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam
metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang
perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa
terbentuknya pribadi-pribadi Muslim yang berakhlak mulia, taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada orang tua, sayang kepada sesama
makhluk Allah. 13
13
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakteer Mulia, Cet 12 (Jakarta: Rajawali
Press,2013), hlm. 133-134.
39
Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama pada saat ini
kemajuan tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini misalnya oran akan dengan
mudah berkomunikasi dengan apapun yang ada didunia ini, yang baik
atau yang buruk, karena ada alat komunikasi. Peristiwa yang baik atau
yang buruk dapat mudah dilihat melalui pesawat televisi, internet,
feximile dan seterusnya. Film, buku-buku, tempat-tempat hiburan yang
menyuguhkan adegan maksiat juga banyak. Dengan demikin produk
oabat-obat terlarang, minuman kerar dan pola hidup matrealistik dan
hedonistik semakin menggejala. Semua ini jelas membutuhkan
pembinaan akhlak.
Dengan demikian, pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai
usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan
menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogam dengan
baik dan dilaksanakan dengan sunggguh-sungguh dan konsisten.
Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak
adalah hasil usaha dalam diri manusia, termasuk di dalamnya akal, nafsu
amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani dan instuisi dibina
secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.14
Adapun aspek-aspek yang mempengaruhi bentuk akhlak yaitu :15
a) Insting, yaitu suatu alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang
menyampaikan pada tujuan dengan berpikir terlebih dahulu ke arah
tujuan itu dan tiada dengan didahului latihan perbuatan itu.
b) Pola dasar bawaan (turunan), yaitu sifat-sifat bawaan manusia dari
sejak lahir.
14
15
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Cet 10 (Jakarta: Rajawali Pers,2011), hlm. 155-158.
Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), hlm. 82-103.
40
c) Lingkungan, yaitu suatu yang melingkungi tubuh yang hidup.
Manusia apabila tumbuh dalam lingkungan yang baik, terdiri dari
rumah yang teratur, sekolah yang maju dan kawan yang sopan,
mempunyai undang-undang yang adil dan beragama dengan agama
yang benar, tentu akan menjadi orang yang baik, begitu pula
sebaliknya.
5.
Pendidikan Akhlak
Menurut Prof. Dr. Abdullah Nashih Ulwan : Pendidikan Akhlak
(moral) adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan
perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak
sejak masa anak-anak sampai ia menjadi seorang mukallaf, pemuda yang
mengarungi lautan kehidupan.16
Pendidikan akhlak juga dapat diartikan usaha sungguh-sungguh
untuk mengubah akhlak buruk menjadi akhlak yang baik. Dapat diartikan
bahwa akhlak itu dinamis, tidak statis. Terus mengarah kepada kemajuan
dari yang tidak baik menjadi baik.17
Dalam hal pembentukan akhlak yang mulia Islam menetapkan
bahwa
pendidikan
akhlak
adalah
menanamkan
rasa
fadhilah
(keutamaan), membiasakan peserta didik dengan kesopanan-kesopanan
16
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Jilid I (Semarang :
CV Asyifa 1988), hlm. 174.
17
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2005) hlm. 274
41
yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang suci
seluruhnya ikhlas dan jujur.
Pada dasarnya untuk menanamkan nilai-nilai dalam Pendidikan
Agama Islam tidak hanya dilakukan di dalam sebuah lembaga formal
seperti sekolah, tetapi juga bisa dilakukan dalam lembaga non formal.
Sebagaimana yang diterangkan dalam undang-undang RI No 20 tahun
2003 pasal 26 ayat 1 dan 4. Pada ayat (1) dijelaskan bahwa pendidikan
non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan
atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. Dan pada ayat (4) menjelaskan bahwa satuan
pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majelis taklim,
serta satuan pendidikan yang sejenis.18
Dalam hal ini sesuai dengan penelitian yang peneliti kaji yaitu
pendidikan akhlak yang dilakukan di masjid maka sesuai pendapat
Muhammad
E. Ayyub fungsi masjid tidak hanya berperan sebagai
tempat ibadah, tetapi juga mempunyai fungsi yang lain yaitu sebagai
wadah beraneka kegiatan jamaah terutama sebagai tempat pembinaan
umat dalam rangka meningkatkan ketaqwaan, akhlak mulia, kecerdasan,
ketrampilan, dan kesejahteraan umat.19
18
Undang-undang RI No 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, hlm. 14.
Muhammad E. Ayyub, Manajemen Masjid: Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus,
(Jakarta: Gema Insani Press,2001), hlm. 10-11.
19
42
Dan salah satunya adalah pendidikan bagi remaja yang menjadi
anggota jamaah masjid yang materinya pendidikan agama Islam baik
melalui pengajian, diskusi, karya wisata dan lainnya. Masjid sebagai
pembinaan umat Islam mengandung pengertianbahwa pendidikan harus
dilakukan secara berkelanjutan dan meliputi bidang material dan
spiritual, sehingga terjelma profil umat Islam yang lengkap. Sesuai
dengan pertumbuhan fisik dan jiwa para remaja masjid, pendidikan itu
semestinya dapat membimbing dan memperkembangkan jiwa dan fisik
mereka.
Pendidikan akhlak yang merupakan bagian dari materi PAI adalah
sangat penting dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Akhlak merupakan mutiara hidup yang membedakan
mahluk manusia dengan makhluk hewan. Jika manusia tanpa akhlak,
maka akan hilanglah derajat kemanusiaannya sebagai mahluk Allah SWT
yang paling mulia diantara mahluk lain.
Karena akhlak merupakan fondasi (dasar) yang utama dalam
pembentukan pribadi manusia yang seutuhnya, maka pendidikan yang
mengarah terbentuknya pribadi yang berakhlak, merupakan hal yang
pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi kestabilan
kepribadian manusia secara keseluruhan.
43
6.
Tujuan Pendidikan Akhlak
Akhlak merupakan dimensi pendidikan Islam yang paling penting,
karena merupakan tujuan akhir dari tujuan pendidikan Islam itu sendiri,
yaitu terciptanya generasi muslim yang akhlakul karimah, maka jika kita
berbicara tentang tujuan pendidikan akhlak akan tidak jauh beda dengan
tujuan pendidikan Islam.
Omar Muhammad Al-Tommy Al-Sayaibani, berpendapat bahwa
tujuan pendidikan Islam didefinisikan sebagai usaha mengubah tingkah
laku
individu,
dalam
kehidupan
pribadinya
atau
kehidupan
kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses
kependidikan.20
Sedangkan menurut Prof. Hamka mengungkapkan bahwa yang
menjadi tujuan pendidikan dan pengajaran akhlak adalah ingin mencapai
setinggi-tinggi budi pekerti atau akhlak. Adapun ciri-ciri dari budi
tersebut yaitu adanya keseimbangan dalam jiwa manusia yang
merupakan pertengahan dari dua sifat yang saling berlawanan dan
keutamaan budi itulah tujuan akhirnya.21
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
akhlak yaitu menciptkan manusia sempurna yang berkualitas secara lahir
maupun batin, sehingga dapat mencapai derajat tertinggi sebagai
20
Omar Muhammad Al-Tommy Al-Sayaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan
Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), hlm. 399.
21
Djazuri, Pengantar Akhlak,dalam Chabib Thoha, Metodologi Pengajaran Agama
(Yogyakarta: Fakultas IAIN Walisongo Kerja Sama Dengan Pustaka Belajar, 1999), hlm. 135.
44
manusia, melaksanakan tanggung jawab manusia sebagai Khalifah Fil
Ard. Dan mencapai kebahagian di dunia dan akhirat. Dengan adanya
pendidikan akhlak juga memberikan sumbangan positif bagi ketentraman
dan keamanan masyarakat pada umumnya.
Download