BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resources-Based Theory Resources-Based Theory dipelopori oleh Penrose (1959) yang mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen, tidak homogen, dan jasa produkstif yang berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan. Dalam Resources-Based Theory, sumber daya dapat secara umum didefinisikan untuk memasukkan aset, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan untuk memahami dan menerapkan strategi mereka (Daft , 1983). Sumber daya harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut di bawah ini agar dapat memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan, yaitu : 1. Sumber daya yang unik secara fisik. 2. Sumber daya yang memerlukan waktu lama dan biaya yang besar untuk memperolehnya. 3. Sumber daya unik yang sulit dimiliki dan dimanfaatkan oleh pesaing. 4. Sumber daya yang memerlukan investasi modal yang besar untuk mendapatkannya serta membangun kapasitas produksi dalam skala ekonomis Melalui penjelasan tersebut menurut resources-based theory, intellectual capital memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber daya unik yang mampu 15 menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dapat menciptakan value added bagi perusahaan. Perusahaan menyadari bahwa penting untuk mengelola intellectual capital yang dimiliki. Apabila perusahaan dapat memaksimalkan sumber daya yang dimiliki, maka perusahaan tersebut akan memiliki suatu value added yang dapat memberikan suatu karateristik tersendiri. Oleh karena itu dengan adanya karateristik yang dimiliki, perusahaan mampu mencapai keunggulan kompetitif yang nantinya hanya dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Dan perusahaan pastinya akan mendapatkan nilai tambah yang berupa peningkatan kinerja perusahaan. 2.2 Kinerja Keuangan Perusahaan Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan dua dasar elemen, yaitu elemen keuangan maupun elemen non-keuangan. Pengukuran kinerja keuangan dapat menggunakan banyak metode pengukuran, di antaranya adalah market to book value (MtBV), return on assets (ROA), return on equity (ROE), employee productivity (EP), earnings per share (EPS), annual stock return (ASR) (Jogiyanto, 2008). Pada penelitian ini kinerja keuangan perusahaan diukur menggunakan return on assets (ROA), earnings per share (EPS) dan employee productivity (EP). Penggunaan rasio tersebut dalam penelitian ini dianggap telah mampu menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja intellectual capital nya. 16 2.2.1 Return on Asset (ROA) Return on assets (ROA) yaitu indikator kemampuan sebuah unit usaha untuk memperoleh laba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh unit usaha tersebut. ROA dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara laba setelah pajak dengan total aktiva (Net Income dibagi Total Assets). (Munawir, 2002). Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut (Munawir, 2002). 2.2.2 Earning Per Share (EPS) Menurut Tandelilin (2001: 241), “komponen penting pertama yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham atau yang lebih dikenal sebagai Earning Per Share (EPS)”. Bagi para investor, informasi earning per share merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna, karena dapat menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan (Tandelilin, 2001: 233). Oleh karena itu, informasi earning per share suatu perusahaan menunjukkan besarnya rupiah dari keuntungan perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan. 17 EPS = Laba Bersih Jumlah Saham yang Beredar Semakin besar nilai EPS menunjukkan perusahaan mampu memberikan laba yang lebih tinggi bagi investor. 2.2.3 Employee Productivity (EP) Bambang Kusriyanto (1993) memberikan pendapatnya bahwa produktivitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan (output) dan segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input). Employee productivity (EP) merupakan pengukuran untuk nilai tambah bersih per karyawan, yang merefleksikan produktivitas karyawan. EP merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai oleh perusahaan dengan jumlah tenaga kerja perusahaan. 2.3 Umur Perusahaan Umur perusahaan digunakan untuk mengukur pengaruh lamanya perusahaan beroperasi terhadap kinerja perusahaan. Umur perusahaan menunjukkan perusahaan tetap eksis, mampu bersaing dan memanfaatkan peluang bisnis dalam suatu perekonomian. Dengan mengetahui umur perusahaan, maka akan diketahui pula sejauh mana perusahaan tersebut dapat survive. Selama ini penelitian tentang intellectual capital yang menggunakan umur perusahaan hanya yang berhubungan dengan pengungkapan informasi intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan. Ulum (2009) menunjukkan bahwa umur perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan pengungkapan intellectual capital. 18 Alasan yang mendasari memasukkan umur perusahaan ini adalah bahwa semakin tua umur perusahaan, maka memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital akan menjadi lebih optimal dan dengan sendirinya dapat meningkatkan kinerja intellectual capital tersebut. Sehingga selain kinerja yang meningkat nilai reputasi perusahaan pun akan semakin tinggi pula. 2.4 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan mencerminkan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total aset perusahaan pada neraca akhir tahun (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Perusahaan besar dengan jumlah aset yang besar memiliki dana lebih banyak untuk diinvestasikan dalam intellectual capital. Ketersediaan dana dalam jumlah yang besar akan membuat pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital menjadi semakin optimal dan akan menghasilkan kinerja intellectual capital yang lebih tinggi. Aset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). 2.5 Intellectual Capital Intellectual capital pada umumnya didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari financial capitalnya. Hal ini berdasarkan observasi bahwa sejak akhir 1980-an, nilai pasar dari bisnis kebanyakan dan secara khusus adalah bisnis yang berdasarkan pengetahuan keuangan telah menjadi lebih besar dari nilai yang 19 dilaporkan dalam laporan keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh akuntan (Roslender dan Fincham, 2004). Stewart (1994) mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut: “The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth”. Pulic (2001) mendefinisikan intellectual capital sebagai seluruh karyawan, perusahaan dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Sedangkan menurut Heng (2006) mengartikan intellectual capital sebagai suatu aset pengetahuan di dalam perusahaan yang menjadi basis kompetisi inti perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing. Walaupun sampai sekarang belum ada definisi umum mengenai pengertian intellectual capital, kebanyakan definisi menangkap arti yang sama bahwa intellectual capital dianggap sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, customer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih (tambah) bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). 2.6 Pengukuran Intellectual Capital Ada banyak konsep pengukuran intellectual capital yang dikembangkan oleh para peneliti saat ini, jika ditelaah lebih jauh maka metode yang dikembangkan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu : pengukuran non monetary (non financial) dan pengukuran monetary (financial). Saat ini cukup banyak perusahaan yang menggunakan ukuran financial dalam 20 menilai kinerja perusahaan (Knight 1999). Sementara itu Thornburg (1994) mengutip pendapat Edvinsson menyatakan bahwa: “Non financial measures that help a company determine direction and predict success might include the number of costumers the company has, the number of ideas customer bring to the company and how they are developed, the number of software packages compared to the number of employees, how many people are tied into the internet system, how much networking is done between customers and employees, and similar measures that show the relationship between human, customer and structural capital.” Banyak peneliti luar negeri yang telah melakukan penelitian dalam pengukuran intellectual capital, baik secara literatur maupun penerapan langsung pada perusahaan. Diawali tahun 1992, Arthur Andersen melaksanakan riset terhadap penilaian aset tidak berwujud. Survey dilakukan pada sejumlah perusahaan di Inggris. Dari hasil survey tersebut Andersen memberikan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai aktiva tidak berwujud perusahaan (Partanen 1998), yaitu: 1. Market Based, yang meliputi nilai pasar yang dapat disamakan. 2. Economic Based, meliputi net cash flow/earnings, kontribusi brand, metode royalti. 3. Hybrid Based Model, meliputi pendekatan aset dan premium (PE). Menurut Luthy (2000) metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu: metode yang dilakukan dengan component by component evaluation dan metode pengukuran yang dilakukan dengan mengukur nilai intellectual assets dalam istilah keuangan pada 21 tingkatan organisasi tanpa mengacu pada komponen–komponen individual intellectual capital. 2.7 Metode VAICTM VAICTM merupakan metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk menyajikan informasi mengenai value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 1998). VA secara teknik merupakan penjumlahan retained profit, interest expense, salaries and wages, depreciation, dividend, minority share, dan tax untuk pemerintah. Oleh karena itu, VA didefinisikan sebagai peningkatan pada nilai bersih perusahaan dikarenakan kegiatan operasi perusahaan. Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) tersebut dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – Value Added Capital Employed), human capital (VAHU – Value Added Human Capital), dan structural capital (STVA – Structural Capital Value Added). VAICTM juga dikenal sebagai Value Creation Efficiency Analysis, dimana merupakan sebuah indikator yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi nilai yang dihasilkan dari perusahaan yang didapat dengan menggabungkan CEE 22 (Capital Employed Efficiency), HCE (Human Capital Efficiency), dan SCE (Structure Capital Efficiency) (Pulic, 1998). 2.7.1 Value Added Capital Employed (VACA) VACA adalah indikator atau nilai tambah yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. VACA adalah perbandingan antara value added (VA) dengan model fisik yang bekerja (Capital Employed/CA). Capital employed ini menunjukkan hubungan harmonis yang dimiliki perusahaan dengan mitranya, baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, pelanggan yang loyal dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, serta hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar (Belkaoui, 2003). Dalam proses penciptaan nilai intelektual potensial yang direpresentasikan dalam biaya karyawan tidak dihitung sebagai biaya (input) (Tan et al., 2007). Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika satu unit CA menghasilkan return yang lebih besar pada sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut mampu memanfaatkan CA dengan lebih baik. Jadi pemanfaatan lebih CA adalah bagian dari intellectual capital perusahaan. Ketika membandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan. VACA menjadi sebuah indikator kemampuan intelektual perusahaan dalam memanfaatkan modal fisiknya (Tan et al,. 2007). 2.7.2 Value Added Human Capital (VAHU) 23 VAHU mengindikasikan seberapa besar value added (VA) yang diciptakan oleh setiap rupiah pengeluaran untuk pegawai (Tan et al., 2007). Stewart (1997) menjelaskan bahwa human capital adalah kemampuan karyawan untuk menciptakan produk yang dapat menjaring konsumen sehingga konsumen tidak akan berpaling pada pesaing. Human capital mempresentasikan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia dan menganggap manusia atau karyawan sebagai aset strategi perusahaan karena pengetahuan yang mereka miliki. VAHU dihitung dengan membagi value added yang diciptakan perusahaan dengan total salaries dan wages. Perhitungan ini mengasumsikan bahwa HC sebagai suatu investasi daripada sebagai expenses dan aakan diakui sebagai aset pada neraca (Pulic, 2000 dalam Saleh et al., 2008). Hubungan antara VA dan human capital (HC) mengindikasikan bahwa kemampuan HC adalah menciptakan nilai pada sebuah perusahaan. Pulic (1998) berpendapat bahwa biaya gaji dan upah merupakan indikator bagi HC. Ketika VAHU dibandingkan antar perusahaan, VAHU menjadi sebuah indikator kualitas sumber daya perusahaan. VAHU juga sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan nilai tambah untuk setiap rupiah yang dikeluarkan pada HC (Kuryanto dan Syafruddin, 2008). 2.7.3 Structural Capital Value Added (STVA) STVA menunjukkan kontribusi modal struktural (SC) dalam pembentukan nilai tambah. Salah satu bagian dari structural capital adalah membangun sistem seperti data base yang memungkinkan orang-orang dihubungkan dan belajar satu 24 sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena adanya kemudahan berbagi pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam organisasi. Penciptaan dari structural capital ini berhubungan dengan pengetahuan atau nilai dari seseorang yang tidak akan begitu saja hilang kalau yang bersangkutan meninggalkan perusahaan karena pengetahuannya telah dirangkum dalam data base, sehingga perusahaan tidak akan kehilangan nilainya. Dalam model yang dikembangkan Pulic ini, STVA dihitung dengan membagi structural capital (SC) dengan value added (VA). Dalam model Pulic SC diperoleh dari VA dikurangi dengan HC. STVA menunjukkan kontribusi modal struktural dalam penciptaan nilai semakin kecil kontribusi HC dalam penciptaan nilai maka akan semakin besar kontribusi SC (Tan et al., 2007). Pulic (1998) menyatakan terdapat hubungan proposi yang berkebalikan antara HC dan SC. 2.8 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. 1 Nama Peneliti Steven Firer (2002) Judul Variabel Hasil Penelitian Firm ownership Structure and Intellectual capital disclosure Independen : Intellectual Capital Disclosure (ICD) Dependen : Ownership diffusion, kepemilikan manajemen, kepemilikan pemerintah. Pelaporan intellectual capital cenderung lebih sedikit pada perusahaan yang kepemilikannya tidak menyebar. Perusahaan dengan kepemilikan manajemen yang tinggi lebih sedikit dalam melaporkan intellectual capital. 25 No. Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 2 Sonnier dan Carson, 2009 An Examination of The Impact of Firm Size and Age on Managerial Disclosure of Intellectual Capital by High-Tech Companies Independen: Ukuran dan umur perusahaan. Dependen : Level pengungkapan intellectual capital Faktor umur perusahaan memiliki hubungan timbal balik dengan pengungkapan intellectual capital yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Klasifikasi umur lebih banyak mengungkapkan intellectual capital dibandingkan dengan perusahaan yang berdasarkan klasifikasi ukuran. 3 Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008 Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan ; Suatu Analisi dengan Pendekatan Partial Least Squares Independen : Intellectual Capital Dependen : Kinerja keuangan (ROE, EPS, dan ASR) Secara statistik terbukti terdapat pengaruh intellectual capitalterhadap kinerja keuangan. Secara statistik terdapat pengaruh intellectual capital (VAIC) terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa depan 26 No. 4 5 Nama Peneliti Norman Mohd. Saleh, Mara Ridhuan Che Abdul Rahman, dan Mohamat Sabri Hasan (2008) Sri Layla Wahyu Istanti (2009) Judul Variabel Hasil Penelitian Pengaruh struktur kepemilikan keluarga, manajemen, pemerintah dan asing terhadap variasi kinerja intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di Bursa MESDAQ Malaysia Independen : Kepemilikan manajerial, keluarga, asing dan pemerintah. Dependen : VAICTM Kontrol : ROA, leverage, ukuran perusahaan. Kepemilikan keluarga memiliki pengaruh yang negatif yang signifikan pada kinerja intellectual capital. Sedangkan kepemilikan manajerial, pemerintah dan asing tidak memiliki pengaruh signifikan pada kinerja intellectual capital. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan sukarela modal intelektual Independen : Konsentrasi kepemilikan, leverage, komisaris independen, umur perusahaan, dan ukuran perusahaan. Dependen : Pengungkapan Modal Intelektual Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual, sedangkan konsentrasi kepemilikan , leverage, komisaris independen, dan umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual 27 No. 6 Nama Peneliti Judul Gelisha Dian Kharisma Putri (2011) Pengaruh struktur kepemilikan, umur perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap kinerja intellectual capital pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI Sumber : Data diolah (2014) Variabel Hasil Penelitian Independen : Struktur kepemilikan, umur perusahaan dan ukuran perusahaan. Dependen: Kinerja Intellectual Capital Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sedangkan kepemilikan asing dan ukuran perusahaan berpengaruh positif yang signifikan 2.9 Kerangka Konseptual Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dampak kinerja keuangan perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan terhadap kinerja intellectual capital. Intellectual capital saat ini semakin menjadi aspek penting di dalam keberlangsungan hidup perusahaan. Abidin (2000) menyatakan bahwa jika perusahaan-perusahaan mengacu pada perkembangan yang ada, yaitu manajemen yang berbasis pengetahuan, maka perusahaan-perusahaan di Indonesia akan dapat bersaing dengan menggunakan keuanggulan kompetitif yang diperoleh melalui inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan oleh intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini akan mendorong terciptanya produk-produk yang semakin favourable di mata konsumen. Stewart (1997) mengklasifikasikan 28 intellectual capital menjadi tiga bentuk dasar, yaitu modal manusia (human capital), modal struktural (structural capital) dan modal pelanggan (customer capital). Variabel penelitian yang digunakan adalah ukuran, umur dan kinerja keuangan perusahaan. Variabel independennya yaitu kinerja keuangan perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan. Sedangkan variabel dependennya adalah intellectual capital secara agregat (value added intellectual capital) atau VAIC. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan proksi return on assets (ROA), yaitu ukuran profitabilitas perusahaan, earning per shares (EPS) yaitu ukuran pendapatan per lembar saham employee productivity (EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam perusahaan. Intellectual capital diukur dengan model value added intellectual capital secara agregat (VAIC). Adapun komponen VAIC meliputi value added capital employee (VACA), yaitu kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan, value added human capital (VAHU), yaitu kalkulasi dari kemampuan SDM perusahaan, dan structural capital value added (STVA), yaitu kalkulasi untuk kemampuan organisasi dalam perusahaan. 2.9.1 Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Kinerja Intellectual Capital Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas menilai kinerja perusahaan. ROA menunjukan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola aset yang tersedia untuk mendapatkan net income. 29 Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut. 2.9.2 Pengaruh Earning Per Shares (EPS) terhadap Kinerja Intellectual Capital Earning per shares menunjukkan besarnya laba yang diperoleh investor dalam penanaman modalnya di suatu perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia. Semakin tinggi intellectual capital yang dimanfaatkan oleh perusahaan, maka semakin tinggi pula nilai EPS. Jika EPS suatu perusahaan semakin tinggi, investor akan bersedia menanamkan investasi pada perusahaan tersebut. (Pramestiningrum, 2013) 2.9.3 Pengaruh Employee Productivity (EP) terhadap Kinerja Intellectual Capital Employee productivity (EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam perusahaan. Peningkatan profitabilitas perusahaan juga dapat disebabkan oleh efektifitas kinerja para karyawan perusahaan. Semakin tinggi tingkat produktifitas para karyawan, akan semakin tinggi pula tingkat profit yang diperoleh perusahaan. Penggunaan rasio tersebut dalam penelitian ini dianggap telah mampu 30 menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja intellectual capital dalam perusahaan yaitu sumber daya manusia dan organisasi. Return on Assets (X1) Earning per Shares (X2) Kinerja Intellectual Capital (Y) Employee Productivity (X3) Umur Perusahaan (X4) Ukuran Perusahaan (X5) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.8.2 Hipotesis Berdasarkan kerangka konseptual maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu Return on Assets (ROA), Earning per Shares (EPS), Employee Productivity (EP), umur perusahaan, ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 31