BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resources

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Resources-Based Theory
Resources-Based
Theory
dipelopori
oleh
Penrose
(1959)
yang
mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen, tidak
homogen, dan jasa produkstif yang berasal dari sumber daya perusahaan yang
memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan. Dalam Resources-Based
Theory, sumber daya dapat secara umum didefinisikan untuk memasukkan aset,
proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau pengetahuan yang
dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan untuk memahami dan
menerapkan strategi mereka (Daft , 1983).
Sumber daya harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut di bawah ini agar
dapat memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan, yaitu :
1. Sumber daya yang unik secara fisik.
2. Sumber daya yang memerlukan waktu lama dan biaya yang besar untuk
memperolehnya.
3. Sumber daya unik yang sulit dimiliki dan dimanfaatkan oleh pesaing.
4. Sumber daya yang memerlukan investasi modal yang besar untuk
mendapatkannya serta membangun kapasitas produksi dalam skala
ekonomis
Melalui penjelasan tersebut menurut resources-based theory, intellectual
capital memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber daya unik yang mampu
15
menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dapat menciptakan
value added bagi perusahaan. Perusahaan menyadari bahwa penting untuk
mengelola intellectual capital yang dimiliki. Apabila perusahaan dapat
memaksimalkan sumber daya yang dimiliki, maka perusahaan tersebut akan
memiliki suatu value added yang dapat memberikan suatu karateristik tersendiri.
Oleh karena itu dengan adanya karateristik yang dimiliki, perusahaan mampu
mencapai keunggulan kompetitif yang nantinya hanya dimiliki oleh perusahaan
itu sendiri. Dan perusahaan pastinya akan mendapatkan nilai tambah yang berupa
peningkatan kinerja perusahaan.
2.2
Kinerja Keuangan Perusahaan
Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan dua dasar elemen,
yaitu elemen keuangan maupun elemen non-keuangan. Pengukuran kinerja
keuangan dapat menggunakan banyak metode pengukuran, di antaranya adalah
market to book value (MtBV), return on assets (ROA), return on equity (ROE),
employee productivity (EP), earnings per share (EPS), annual stock return (ASR)
(Jogiyanto, 2008). Pada penelitian ini kinerja keuangan perusahaan diukur
menggunakan return on assets (ROA), earnings per share (EPS) dan employee
productivity (EP). Penggunaan rasio tersebut dalam penelitian ini dianggap telah
mampu menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja
intellectual capital nya.
16
2.2.1
Return on Asset (ROA)
Return on assets (ROA) yaitu indikator kemampuan sebuah unit usaha
untuk memperoleh laba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh unit usaha tersebut.
ROA dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara laba setelah pajak
dengan total aktiva (Net Income dibagi Total Assets). (Munawir, 2002). Rasio
ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan
dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki
perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap
aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik
profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba.
Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan
perusahaan tersebut (Munawir, 2002).
2.2.2
Earning Per Share (EPS)
Menurut Tandelilin (2001: 241), “komponen penting pertama yang harus
diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham atau yang
lebih dikenal sebagai Earning Per Share (EPS)”. Bagi para investor, informasi
earning per share merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan
berguna, karena dapat menggambarkan prospek earning perusahaan di masa
depan (Tandelilin, 2001: 233). Oleh karena itu, informasi earning per share suatu
perusahaan menunjukkan besarnya rupiah dari keuntungan perusahaan yang siap
dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan.
17
EPS =
Laba Bersih
Jumlah Saham yang Beredar
Semakin besar nilai EPS menunjukkan perusahaan mampu memberikan
laba yang lebih tinggi bagi investor.
2.2.3
Employee Productivity (EP)
Bambang
Kusriyanto
(1993)
memberikan
pendapatnya
bahwa
produktivitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan (output) dan
segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input). Employee
productivity (EP) merupakan pengukuran untuk nilai tambah bersih per karyawan,
yang merefleksikan produktivitas karyawan. EP merupakan perbandingan antara
hasil yang dicapai oleh perusahaan dengan jumlah tenaga kerja perusahaan.
2.3
Umur Perusahaan
Umur perusahaan digunakan untuk mengukur pengaruh lamanya
perusahaan
beroperasi
terhadap
kinerja
perusahaan.
Umur
perusahaan
menunjukkan perusahaan tetap eksis, mampu bersaing dan memanfaatkan peluang
bisnis dalam suatu perekonomian. Dengan mengetahui umur perusahaan, maka
akan diketahui pula sejauh mana perusahaan tersebut dapat survive.
Selama ini penelitian tentang intellectual capital yang menggunakan umur
perusahaan hanya yang berhubungan dengan pengungkapan informasi intellectual
capital dalam laporan tahunan perusahaan. Ulum (2009) menunjukkan bahwa
umur perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan pengungkapan
intellectual capital.
18
Alasan yang mendasari memasukkan umur perusahaan ini adalah bahwa
semakin tua umur perusahaan, maka memiliki pengalaman yang lebih banyak
dalam pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital akan menjadi lebih
optimal dan dengan sendirinya dapat meningkatkan kinerja intellectual capital
tersebut. Sehingga selain kinerja yang meningkat nilai reputasi perusahaan pun
akan semakin tinggi pula.
2.4
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan mencerminkan besar kecilnya perusahaan yang tampak
dalam nilai total aset perusahaan pada neraca akhir tahun (Sujoko dan
Soebiantoro, 2007). Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran
suatu perusahaan. Perusahaan besar dengan jumlah aset yang besar memiliki dana
lebih banyak untuk diinvestasikan dalam intellectual capital. Ketersediaan dana
dalam jumlah yang besar akan membuat pengelolaan dan pemeliharaan
intellectual capital menjadi semakin optimal dan akan menghasilkan kinerja
intellectual capital yang lebih tinggi. Aset menunjukkan aktiva yang digunakan
untuk aktivitas operasional perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).
2.5
Intellectual Capital
Intellectual capital pada umumnya didefinisikan sebagai perbedaan antara
nilai pasar perusahaan dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari
financial capitalnya. Hal ini berdasarkan observasi bahwa sejak akhir 1980-an,
nilai pasar dari bisnis kebanyakan dan secara khusus adalah bisnis yang
berdasarkan pengetahuan keuangan telah menjadi lebih besar dari nilai yang
19
dilaporkan dalam laporan keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh
akuntan (Roslender dan Fincham, 2004).
Stewart (1994) mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut:
“The sum of everything everybody in your company knows that gives you a
competitive edge in the market place. It is intellectual material –
knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put
to use to create wealth”.
Pulic (2001) mendefinisikan intellectual capital sebagai seluruh karyawan,
perusahaan dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah bagi
perusahaan. Sedangkan menurut Heng (2006) mengartikan intellectual capital
sebagai suatu aset pengetahuan di dalam perusahaan yang menjadi basis kompetisi
inti perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing.
Walaupun sampai sekarang belum ada definisi umum mengenai pengertian
intellectual capital, kebanyakan definisi menangkap arti yang sama bahwa
intellectual capital dianggap sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga
elemen utama organisasi (human capital, structural capital, customer capital)
yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai
lebih (tambah) bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi
(Sawarjuwono dan Kadir, 2003).
2.6
Pengukuran Intellectual Capital
Ada banyak konsep pengukuran intellectual capital yang dikembangkan
oleh para peneliti saat ini, jika ditelaah lebih jauh maka metode yang
dikembangkan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu :
pengukuran non monetary (non financial) dan pengukuran monetary (financial).
Saat ini cukup banyak perusahaan yang menggunakan ukuran financial dalam
20
menilai kinerja perusahaan (Knight 1999). Sementara itu Thornburg (1994)
mengutip pendapat Edvinsson menyatakan bahwa:
“Non financial measures that help a company determine direction and
predict success might include the number of costumers the company has,
the number of ideas customer bring to the company and how they are
developed, the number of software packages compared to the number of
employees, how many people are tied into the internet system, how much
networking is done between customers and employees, and similar
measures that show the relationship between human, customer and
structural capital.”
Banyak peneliti luar negeri yang telah melakukan penelitian dalam
pengukuran intellectual capital, baik secara literatur maupun penerapan langsung
pada perusahaan. Diawali tahun 1992, Arthur Andersen melaksanakan riset
terhadap penilaian aset tidak berwujud. Survey dilakukan pada sejumlah
perusahaan di Inggris. Dari hasil survey tersebut Andersen memberikan beberapa
metode yang dapat digunakan untuk menilai aktiva tidak berwujud perusahaan
(Partanen 1998), yaitu:
1. Market Based, yang meliputi nilai pasar yang dapat disamakan.
2. Economic Based, meliputi net cash flow/earnings, kontribusi brand,
metode royalti.
3. Hybrid Based Model, meliputi pendekatan aset dan premium (PE).
Menurut Luthy (2000) metode pengukuran intellectual capital dapat
dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu: metode yang dilakukan
dengan component by component evaluation dan metode pengukuran yang
dilakukan dengan mengukur nilai intellectual assets dalam istilah keuangan pada
21
tingkatan organisasi tanpa mengacu pada komponen–komponen individual
intellectual capital.
2.7 Metode VAICTM
VAICTM merupakan metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998),
didesain untuk menyajikan informasi mengenai value creation efficiency dari aset
berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki
perusahaan.
Model
ini
dimulai
dengan
kemampuan
perusahaan
untuk
menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk
menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998). VA dihitung sebagai selisih antara
output dan input (Pulic, 1998). VA secara teknik merupakan penjumlahan
retained profit, interest expense, salaries and wages, depreciation, dividend,
minority share, dan tax untuk pemerintah. Oleh karena itu, VA didefinisikan
sebagai peningkatan pada nilai bersih perusahaan dikarenakan kegiatan operasi
perusahaan.
Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) tersebut
dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – Value
Added Capital Employed), human capital (VAHU – Value Added Human
Capital), dan structural capital (STVA – Structural Capital Value Added).
VAICTM juga dikenal sebagai Value Creation Efficiency Analysis, dimana
merupakan sebuah indikator yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi
nilai yang dihasilkan dari perusahaan yang didapat dengan menggabungkan CEE
22
(Capital Employed Efficiency), HCE (Human Capital Efficiency), dan SCE
(Structure Capital Efficiency) (Pulic, 1998).
2.7.1 Value Added Capital Employed (VACA)
VACA adalah indikator atau nilai tambah yang diciptakan oleh satu unit
dari physical capital. VACA adalah perbandingan antara value added (VA)
dengan model fisik yang bekerja (Capital Employed/CA). Capital employed ini
menunjukkan hubungan harmonis yang dimiliki perusahaan dengan mitranya,
baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, pelanggan yang loyal
dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, serta
hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar
(Belkaoui, 2003). Dalam proses penciptaan nilai intelektual potensial yang
direpresentasikan dalam biaya karyawan tidak dihitung sebagai biaya (input) (Tan
et al., 2007).
Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika satu unit CA menghasilkan
return yang lebih besar pada sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut
mampu memanfaatkan CA dengan lebih baik. Jadi pemanfaatan lebih CA adalah
bagian dari intellectual capital perusahaan. Ketika membandingkan lebih dari
sebuah kelompok perusahaan. VACA menjadi sebuah indikator kemampuan
intelektual perusahaan dalam memanfaatkan modal fisiknya (Tan et al,. 2007).
2.7.2 Value Added Human Capital (VAHU)
23
VAHU mengindikasikan seberapa besar value added (VA) yang
diciptakan oleh setiap rupiah pengeluaran untuk pegawai (Tan et al., 2007).
Stewart (1997) menjelaskan bahwa human capital adalah kemampuan karyawan
untuk menciptakan produk yang dapat menjaring konsumen sehingga konsumen
tidak akan berpaling pada pesaing. Human capital mempresentasikan kemampuan
perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia dan menganggap manusia atau
karyawan sebagai aset strategi perusahaan karena pengetahuan yang mereka
miliki. VAHU dihitung dengan membagi value added yang diciptakan perusahaan
dengan total salaries dan wages. Perhitungan ini mengasumsikan bahwa HC
sebagai suatu investasi daripada sebagai expenses dan aakan diakui sebagai aset
pada neraca (Pulic, 2000 dalam Saleh et al., 2008).
Hubungan antara VA dan human capital (HC) mengindikasikan bahwa
kemampuan HC adalah menciptakan nilai pada sebuah perusahaan. Pulic (1998)
berpendapat bahwa biaya gaji dan upah merupakan indikator bagi HC. Ketika
VAHU dibandingkan antar perusahaan, VAHU menjadi sebuah indikator kualitas
sumber daya perusahaan. VAHU juga sebagai kemampuan perusahaan
menghasilkan nilai tambah untuk setiap rupiah yang dikeluarkan pada HC
(Kuryanto dan Syafruddin, 2008).
2.7.3 Structural Capital Value Added (STVA)
STVA menunjukkan kontribusi modal struktural (SC) dalam pembentukan
nilai tambah. Salah satu bagian dari structural capital adalah membangun sistem
seperti data base yang memungkinkan orang-orang dihubungkan dan belajar satu
24
sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena adanya kemudahan berbagi
pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam organisasi. Penciptaan dari
structural capital ini berhubungan dengan pengetahuan atau nilai dari seseorang
yang tidak akan begitu saja hilang kalau
yang bersangkutan meninggalkan
perusahaan karena pengetahuannya telah dirangkum dalam data base, sehingga
perusahaan tidak akan kehilangan nilainya.
Dalam model yang dikembangkan Pulic ini, STVA dihitung dengan
membagi structural capital (SC) dengan value added (VA). Dalam model Pulic
SC diperoleh dari VA dikurangi dengan HC. STVA menunjukkan kontribusi
modal struktural dalam penciptaan nilai semakin kecil kontribusi HC dalam
penciptaan nilai maka akan semakin besar kontribusi SC (Tan et al., 2007). Pulic
(1998) menyatakan terdapat hubungan proposi yang berkebalikan antara HC dan
SC.
2.8 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No.
1
Nama
Peneliti
Steven
Firer
(2002)
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
Firm
ownership
Structure
and
Intellectual
capital
disclosure
Independen :
Intellectual
Capital
Disclosure
(ICD)
Dependen :
Ownership
diffusion,
kepemilikan
manajemen,
kepemilikan
pemerintah.
Pelaporan intellectual
capital cenderung lebih
sedikit pada perusahaan yang
kepemilikannya tidak
menyebar. Perusahaan
dengan kepemilikan
manajemen yang tinggi lebih
sedikit dalam melaporkan
intellectual capital.
25
No.
Nama
Peneliti
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
2
Sonnier
dan
Carson,
2009
An
Examination
of The
Impact of
Firm Size
and Age on
Managerial
Disclosure
of
Intellectual
Capital by
High-Tech
Companies
Independen:
Ukuran dan
umur
perusahaan.
Dependen :
Level
pengungkapan
intellectual
capital
Faktor umur perusahaan
memiliki hubungan timbal
balik dengan
pengungkapan intellectual
capital yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan.
Klasifikasi umur lebih
banyak mengungkapkan
intellectual capital
dibandingkan dengan
perusahaan yang
berdasarkan klasifikasi
ukuran.
3
Ulum,
Ghozali
dan
Chariri,
2008
Intellectual
Capital dan
Kinerja
Keuangan
Perusahaan ;
Suatu
Analisi
dengan
Pendekatan
Partial
Least
Squares
Independen :
Intellectual
Capital
Dependen :
Kinerja
keuangan
(ROE, EPS,
dan ASR)
Secara statistik terbukti
terdapat pengaruh
intellectual capitalterhadap
kinerja keuangan. Secara
statistik terdapat pengaruh
intellectual capital (VAIC)
terhadap kinerja keuangan
perusahaan di masa depan
26
No.
4
5
Nama
Peneliti
Norman
Mohd.
Saleh,
Mara
Ridhuan
Che
Abdul
Rahman,
dan
Mohamat
Sabri
Hasan
(2008)
Sri Layla
Wahyu
Istanti
(2009)
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
Pengaruh
struktur
kepemilikan
keluarga,
manajemen,
pemerintah
dan asing
terhadap
variasi kinerja
intellectual
capital pada
perusahaan
yang terdaftar
di Bursa
MESDAQ
Malaysia
Independen :
Kepemilikan
manajerial,
keluarga,
asing dan
pemerintah.
Dependen :
VAICTM
Kontrol :
ROA,
leverage,
ukuran
perusahaan.
Kepemilikan keluarga
memiliki pengaruh yang
negatif yang signifikan
pada kinerja intellectual
capital. Sedangkan
kepemilikan manajerial,
pemerintah dan asing
tidak memiliki pengaruh
signifikan pada kinerja
intellectual capital.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengungkapan
sukarela
modal
intelektual
Independen :
Konsentrasi
kepemilikan,
leverage,
komisaris
independen,
umur
perusahaan,
dan ukuran
perusahaan.
Dependen :
Pengungkapan
Modal
Intelektual
Ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan
modal intelektual,
sedangkan konsentrasi
kepemilikan , leverage,
komisaris independen,
dan umur perusahaan
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
pengungkapan modal
intelektual
27
No.
6
Nama
Peneliti
Judul
Gelisha
Dian
Kharisma
Putri
(2011)
Pengaruh
struktur
kepemilikan,
umur
perusahaan
dan ukuran
perusahaan
terhadap
kinerja
intellectual
capital pada
perusahaan
Perbankan
yang
terdaftar di
BEI
Sumber : Data diolah (2014)
Variabel
Hasil Penelitian
Independen :
Struktur
kepemilikan,
umur
perusahaan
dan ukuran
perusahaan.
Dependen:
Kinerja
Intellectual
Capital
Kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional
tidak berpengaruh terhadap
kinerja intellectual capital,
sedangkan kepemilikan
asing dan ukuran
perusahaan berpengaruh
positif yang signifikan
2.9 Kerangka Konseptual
Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dampak
kinerja keuangan perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan terhadap
kinerja intellectual capital. Intellectual capital saat ini semakin menjadi aspek
penting di dalam keberlangsungan hidup perusahaan. Abidin (2000) menyatakan
bahwa jika perusahaan-perusahaan mengacu pada perkembangan yang ada, yaitu
manajemen yang berbasis pengetahuan, maka perusahaan-perusahaan di Indonesia
akan dapat bersaing dengan menggunakan keuanggulan kompetitif yang diperoleh
melalui inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan oleh intellectual capital yang
dimiliki oleh perusahaan. Hal ini akan mendorong terciptanya produk-produk
yang semakin favourable di mata konsumen. Stewart (1997) mengklasifikasikan
28
intellectual capital menjadi tiga bentuk dasar, yaitu modal manusia (human
capital), modal struktural (structural capital) dan modal pelanggan (customer
capital).
Variabel penelitian yang digunakan adalah ukuran, umur dan kinerja
keuangan
perusahaan.
Variabel
independennya
yaitu
kinerja
keuangan
perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan. Sedangkan variabel
dependennya adalah intellectual capital secara agregat (value added intellectual
capital) atau VAIC. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan
proksi return on assets (ROA), yaitu ukuran profitabilitas perusahaan, earning per
shares (EPS) yaitu ukuran pendapatan per lembar saham employee productivity
(EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam perusahaan. Intellectual capital
diukur dengan model value added intellectual capital secara agregat (VAIC).
Adapun komponen VAIC meliputi value added capital employee (VACA), yaitu
kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan, value added human
capital (VAHU), yaitu kalkulasi dari kemampuan SDM perusahaan, dan
structural capital value added (STVA), yaitu kalkulasi untuk kemampuan
organisasi dalam perusahaan.
2.9.1 Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Kinerja Intellectual
Capital
Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang biasa digunakan untuk
mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas menilai kinerja perusahaan.
ROA menunjukan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola aset
yang tersedia untuk mendapatkan net income.
29
Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja
keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan
masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin
mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva
yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA
maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut.
2.9.2 Pengaruh Earning Per Shares (EPS) terhadap Kinerja
Intellectual Capital
Earning per shares menunjukkan besarnya laba yang diperoleh investor
dalam penanaman modalnya di suatu perusahaan go public di Bursa Efek
Indonesia. Semakin tinggi intellectual capital yang dimanfaatkan oleh
perusahaan, maka semakin tinggi pula nilai EPS. Jika EPS suatu perusahaan
semakin tinggi, investor akan bersedia menanamkan investasi pada perusahaan
tersebut. (Pramestiningrum, 2013)
2.9.3
Pengaruh Employee Productivity (EP) terhadap Kinerja
Intellectual Capital
Employee productivity (EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam
perusahaan. Peningkatan profitabilitas perusahaan juga dapat disebabkan oleh
efektifitas kinerja para karyawan perusahaan. Semakin tinggi tingkat produktifitas
para karyawan, akan semakin tinggi pula tingkat profit yang diperoleh
perusahaan. Penggunaan rasio tersebut dalam penelitian ini dianggap telah mampu
30
menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja
intellectual capital dalam perusahaan yaitu sumber daya manusia dan organisasi.
Return on Assets (X1)
Earning per Shares (X2)
Kinerja Intellectual
Capital (Y)
Employee Productivity (X3)
Umur Perusahaan (X4)
Ukuran Perusahaan (X5)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2.8.2 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual maka hipotesis yang dirumuskan dalam
penelitian ini yaitu Return on Assets (ROA), Earning per Shares (EPS), Employee
Productivity (EP), umur perusahaan, ukuran perusahaan berpengaruh positif
terhadap kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
31
Download