BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang masih
tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.
Badan kesehatan dunia, WHO menyatakan bahwa TBC saat ini menjadi ancaman
global.
WHO dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan
terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-burden countries terhadap TBC.
Indonesia termasuk peringkat keempat setelah India dan China dalam
menyumbang TB di dunia. Menurut WHO estimasi insidence rate untuk
pemeriksaan dahak didapatkan basil tahan asam (BTA) positif adalah 115 per
100.000 (WHO, 2003). Sedangkan untuk
tahun 2012 insidence rate yang
digunakan adalah 160 per 100.000 penduduk.
Di negara berkembang kematian karena TB
merupakan 25% dari
kematian penyakit yang sebenarnya dapat dicegah, 75% penderita TBC adalah
kelompok usia produktif (15-50 tahun). (Depkes, 2001)
Dari hasil penelitian WHO tahun 2000, di Indonesia setiap tahunnya
terdapat 583.000 kasus baru TB dengan kematian sekitar 140.000. Dari jumlah
tersebut, 265.000 di antaranya merupakan TB menular (BTA+), dengan insidence
rate 130 per 100.000 penduduk.(2000)
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC, bahkan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC yang menular dan dari setiap 100
penduduk Indonesia, 3-6 orang menderita TBC. Tuberkulosis merupakan penyakit
multifaktorial interaksi dari host/individu dengan lingkungan. Konsumsi alkohol,
perokok aktif, kontak dengan penderita jangka panjang (dirumah), kepadatan
orang di rumah, status pernikahan, ekonomi dapat meningkatkan risiko
tubekulosis paru. Sedangkan status gizi overweight memiliki risiko terjadinya tb
paru lebih rendah di banding normal. Tingkat penularan tuberkulosis di
lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, seorang penderita rata-rata dapat
menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya.
Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2009, sejak tahun 2000
Indonesia telah berhasil mencapai dan mempertahankan angka kesembuhan sesuai
dengan target global, yaitu minimal 85% penemuan kasus TBC di Indonesia pada
tahun 2007 adalah 69%. Keberhasilan pengobatan TBC dengan DOTS pada tahun
2004 adalah 83% dan meningkat menjadi 90% pada tahun 2006 (Anonim, 2009).
Di puskesmas Kecamatan Sumberejo sendiri prevalensi penyakit TBC
Paru masih rendah yaitu 11 orang yang terdapat di 7 desa dari 13 desa yang
masuk ke dalam kecamatan Sumberejo
pada tahun 2011,
dengan jumlah
penduduk 30.653 jiwa.Sehingga prevalensi penderita TBC Paru yang ditemukan
pada tahun 2011 adalah 0,03 %.Prevalensi itu sendiri tidak sesuai dengan target
cangkupan penemuan kasus baru TBC Paru yang diharapkan pemerintah( sesuai
rekomendasi WHO) yaitu sebesar 49 kasus baru TBC Paru pertahun, sehingga
dengan kemungkinan penemuan kasus baru adalah 10% dari jumlah suspek TBC
Paru maka seharusnya jumlah jiwa yang melakukan pemeriksaan sputum adalah
490 jiwa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan pengumpulan
data lebih lanjut
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya angka
cangkupan penemuan kasus baru dan jumlah suspek yang melakukan
pemeriksaan sputum pada penderita TBC Paru di Kecamatan Sumberejo.
1.2
Rumusan Masalah
Apa saja faktor yang mempengaruhi rendahnya angka cakupan penemuan
kasus baru TBC Paru di kecamatan Sumberejo.
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan umum

Meningkatkan angka cangkupan penemuan kasus baru TBC Paru di
Kecamatan Sumberejo.
1.3.1
Tujuan khusus

Meningkatkan jumlah pasien dengan suspek
TBC Paru yang
melakukan pemeriksaan sputum.

Mengetahui tingkat kesadaran masyarakat Kecamatan Sumberejo akan
Penyakit TBC Paru.

Mengetahui tingkat kepatuhan penderita TBC Paru.

Mengetahui kesiapan pemeriksaan penunjang, sediaan obat dan SDM
dalam mendiagnosa penderita TBC Paru.

1.4
Mengetahui mekanisme pelaporan data penderita TBC Paru.
Manfaat Penelitian
1.4.1
Untuk Puskesmas

Meningkatnya cangkupan penemuan kasus baru TBC paru di
Kecamatan Sumberejo sehingga dapat menurunkan angka penularan
TBC paru.
1.4.2
Untuk Masyarakat

Menurunkan angka penularan TBC Paru di Masyarakat karena
meningkatnya penderita TBC Paru yang mendapatkan pegobatan.

Masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih maksimal
yang berkaitan dengan TBC Paru disertai informasi tambahan tentang
TBC Paru.
1.4.3
Untuk Dokter Internsip

Merupakan suatu pengalaman serta kesempatan untuk melakukan mini
proyek dan memperoleh pengalaman berharga dengan terjun ke
masyarakat, terutama mendapat gambaran mengenai prevalensi TBC
Paru di masyarakat.

Meningkatkan keilmuan tentang TBC Paru

Merupakan kesempatan untuk menerapkan ilmu kedokteraan terutama
Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Meningkatkan
keterampilan
komunikasi
di
masyarakat
juga
meningkatkan kemampuan berpikir analisis dan sistematis dalam
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan.

Merupakan kesempatan untuk bersosialisasi di dalam masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis adalah penyakit pada parenkim paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyebaran penyakit ini secara aerogen, melalui droplet
yang diproduksi oleh penderita ketika batuk. Droplet ini dapat bertahan di udara beberapa
jam.
Setelah inhalasi droplet terjadi, Mycobacterium tuberculosis akan mengadakan
multiplikasi di alveoli dan menyebar ke kelenjar getah bening dan organ lain seperti paru
bagian apex, ginjal, tulang, dan sistem saraf pusat.
Penyebaran penyakit ini dapat bersifat perkontinuitatum, bronkogen, hematogen
maupun limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imunitas yang cukup, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberculosis. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya misalnya tulang, ginjal, dan genitalia.
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
A. Berdasarkan Perjalanan Penyakitnya
1. Infeksi TB Primer
Terpapar oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat berkembang dan
menimbulkan gejala klinis. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 4-6 minggu.Kurang lebih 20% dari individu yang
terpapar akan berkembang menjadi infeksi TB primer.
2. Infeksi TB Laten
Terpapar oleh kuman Mycobacterium tuberculosis tanpa menimbulkan gejala
klinis, tetapi kuman Mycobacterium tuberculosis bertahan di dalam tubuh.
Pasien akan menunjukkan tes tuberkulin positif dengan roentgen thorax negatif
untuk infeksi aktif. Pasien asimptomatik, tetapi beresiko untuk reaktivasi.
3. Reaktivasi TB
Infeksi TB laten yang berkembang dan menunjukkan gejala klinis. Dapat terjadi
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah infeksi pertama.
4. TB Pleural
Terjadi akibat hipersensitivitas tipe lambat terhadap kuman Mycobacterium
tuberculosis.
5. TB Ekstra Paru
Studi di Chandigarh, India, terhadap pasien dengan tuberkulosis menunjukkan
bahwa TB ekstra paru paling sering terjadi di sistem genitourinaria, kelenjar
getah bening, tulang, SSP dan perikardium.
B. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Sputum ( BTA )
1. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah :
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif.
b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
2. Tuberkulosis paru BTA (-)
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
Mycobacterium tuberculosis positif.
C. Berdasarkan Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.1
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi
aktif/ perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :

Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan, dll)

TB baru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis.
c. Kasus defaulter atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak
mengambil
obat
2
bulan
berturut-turut
atau
lebih
sebelum
masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemerikasaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
f. Kasus bekas TB

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto thorak ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.
GEJALA KLINIS
Pada umumnya gejala klinis TB paru pada ibu hamil sama dengan pada penderita
umunya. Gejala tersebut tidak mutlak, bahkan ada penderita ibu hamil yang hanya
memiliki gejala klinis sedikit sekali. Gejala klinis tersebut dapat dibagi menjadi 2
golongan, yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
A. Gejala Respiratorik
1. Batuk lebih dari 3 minggu dengan/tanpa dahak
2. Batuk Darah
3. Sesak Napas
4. Nyeri Dada
B. Gejala Sistemik
1. Demam yang tidak tinggi (subfebris)
2. Badan lemah
3. Nafsu makan menurun (anoreksia)
4. Berat badan menurun
5. Berkeringat malam
6. Rasa kurang enak badan (malaise)
Bab III
METODE
A. Kesadaran Masyarakat Kecamatan Sumberejo Mengenai TB Paru Pada Tahun
2011
Program WHO menentukan bahwa target pencakupan kasus TB paru di Indonesia
adalah 160 kasus/100 ribu penduduk. Dengan jumlah penduduk kecamatan Sumberejo
sebesar 30.563 orang maka target cakupan kasus TB paru di kecamatan Sumberejo
adalah 49 kasus.
Pada kenyataannya, cakupan kasus TB paru pada tahun 2011 di kecamatan
Sumberejo hanya mencapai 11 orang. Ini menandakan bahwa kecamatan Sumberejo
hanya memenuhi 22,44% dari yang dianjurkan oleh WHO.
Cakupan Kasus TB paru Thn 2011
Kec. Sumberejo
22,44 %
Kasus TB paru Thn 2011 di kec.
Sumberejo
Target cakupan kasus TB paru
Thn 2011 di kec. Sumberejo
77,56 %
Pasien dengan suspek TB paru pada Tahun 2011 sebanyak 61 orang. Dengan
perhitungan jumlah pasien TB paru sputum + pada bulan januari 2011 – maret 2011
sebanyak 2. Dan Pada bulan April 2011 – Desember 2011 sebanyak 59 orang.
Jumlah suspek TB paru pada Tahun 2011 sebanyak 61 orang ini lebih sedikit
daripada yang seharusnya, ini dikarenakan pencatatan suspek TB Paru baru mulai
dilakukan pendataan sejak april 2011.
Dari semua pasien Suspek TB paru pada Tahun 2011 di kecamatan Sumberejo
sebanyak 61 orang semuanya dilakukan pemeriksaan sputum 3x. Dengan kata lain
kepatuhan pemeriksaan sputum pada pasien suspek TB paru pada kecamatan Sumberejo
adalah 100%. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa semua pasien suspek TB paru
kecamatan Sumberejo Tahun 2011 semuanya sadar untuk melakukan pemeriksaan
sputum dan peduli terhadap kesehatan dirinya dan lingkungan nya. Namun dari hasil
wawancara, observasi dan hasil analisa kami, cakupan ini tidak dapat dipercaya.
Kesalahan yang terjadi hingga didapatkan hasil 100% pada pemeriksaan sputum pasien
suspek TB pada Tahun 2011 adalah karena :
1. Kendala pada petugas
a. Tidak tercatatnya pasien dengan suspek TB paru yang tidak melakukan
pemeriksaan dahak sama sekali.
b. Pasien dengan suspek TB paru yang tidak melakukan pemeriksaan dahak
sebanyak 3x, namun dicatat pemeriksaan sputum sebanyak 3x. Ini
dikarenakan masalah pendanaan dalam biaya analis Puskesmas Margoyoso
2. Kendala pada pasien
a. Kurangnya kesadaran pasien untuk memeriksakan dahak sampai 3x,
dengan alasan seperti tidak keluar dahak, transportasi yang sulit.
Dari 61 orang suspek TB paru di kecamatan Sumberejo Tahun 2011 terdapat 11
orang yang positif TB paru. Dalam perjalanan nya terdapat 2 orang meninggal dunia, 1
orang pindah ke wilayah lain dan 1 orang lagi Drop Out. Disini dapat kita lihat bahwa
kesadaran pasien TB kecamatan Sumberejo Tahun 2011 masih kurang karena masih
terdapat kasus Drop Out.
Yang bersedia untuk dilakukan survey kontak tahun 2011 tidak didapatkan data,
namun dari hasil wawancara dengan petugas P2PM puskesmas Margoyoso kecamatan
Sumberejo didapatkan hasil bahwa tidak ada yang melakukan volunter untuk
memeriksakan keluarga ataupun rumahnya, namun demikian petugas P2PM yakin bahwa
bila dibutuhkan untuk diperiksa, pasien tidak keberatan.
Data TB 03 merupakan register TB yang dapat digunakan sebagai data dasar
PWS (Pemantauan Wilayah Setempat), dan dengan adanya data PWS ini kita dapat
mengetahui penyebaran TB yang terdapat di kecamatan sumberejo. Kita juga dapat
mengetahui desa mana saja yang mempunyai pasien TB dan desa mana saja yang tidak
ditemukan kasus baru TB Paru sama sekali. Sehingga dengan data tersebut dapat
ditemukan permasalah yang terjadi dari tiap desa dan solusinya dengan lebih efektif.
Dari data ini kita juga dapat melihat tanggal awal pasien melakukan pengobatan dan
prediksi pengobatannya berhenti. Akan tetapi data PWS ini masih belum tersedia di
Puskesmas Margoyoso
Sulit untuk menyimpulkan derajat kesadaran masyarakat terhadap penyakit TB pada
kecamatan Sumberejo tahun 2011, namun kami menilai kesadaran masyarakat masih
kurang, karena
1. Hasil cakupan pemeriksaan sputum pada suspek pasien TB paru di kecamatan
Sumberejo dipercaya kurang dari 100%.
2. Kesadaran pasien TB kecamatan Sumberejo Tahun 2011 masih kurang karena
masih terdapat kasus Drop Out.
3. Tidak terdapat data tentang survey kontak tahun 2011.
4. Tidak terdapatnya data tentang PWS atau Pemantauan Wilayah Setempat.
B. Kepatuhan Pasien Dalam Pengobatan TB Paru Selama Masa Pengobatan Tahun
2011
Setelah terdiagnosis penyakit TB paru, maka pasien tersebut diwajibkan untuk
menjalani pengobatan TB paru secara gratis. Selama masa pengobatan, pasien dianjurkan
untuk datang ke Puskesmas 1 minggu sekali (setiap hari Jumat) untuk pengambilan obat
dan evaluasi hasil pengobatan.
Setiap pasien TB paru mempunyai lembar kontrol yang akan diisi setiap kali pasien
tersebut datang untuk kontrol. Lembar tersebut merupakan salah satu dari enam dokumen
yang wajib diisi untuk setiap pasien yang didagnosis dengan TB, yaitu TB-02. Pada
lembar tersebut terdapat informasi sebagai berikut:
1. Nama pasien
2. Tanggal pasien datang kontrol
3. Tahap pengobatan (intensif atau lanjutan)
4. Jumlah obat yang diberikan
5. Tanggal kontrol berikutnya yang disesuaikan dengan jumlah obat yang
diberikan
6. Hari yang ditentukan untuk pasien meminum obat fase lanjutan
Dari sejumlah TB-02 yang sempat didata, pasien yang berobat TB selalu datang pada
tanggal yang telah ditentukan. Selain dari TB-02, data kontrol pasien juga bisa diperoleh
dari dokumen TB-01.
Karena dokumen TB-02 berada pada pasien, maka yang dapat di observasi adalah
dokumen TB-01. Dari data yang didapatkan (dokumen TB-01), tidak terdapat adanya
ketidakpatuhan dalam kunjungan ke puskesmas
untuk evaluasi pengobatan dan
pengambilan obat. Akan tetapi ini tidak sesuai dengan cure rate yang masih dibawah
100%.
Kendala pada sistem ini antara lain berupa:
1. Pengambilan obat yang dapat diwakilkan oleh anggota keluarga dan tidak
langsung oleh pasien, sehingga sulit bagi petugas kesehatan untuk menilai
kepatuhan pasien serta mengevaluasi hasil pengobatan secara klinis. Dimana
data tersebut penting bagi petugas kesehatan untuk menentukan jumlah obat
yang boleh dibawa pulang oleh pasien serta tanggal kontrol berikutnya.
2. Walaupun pasien patuh dalam pengambilan obat, kita tidak dapat memastikan
bahwa pasien patuh dalam meminum obat setiap harinya tanpa pengawasan
langsung.
C. Ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis di Kecamatan Sumberejo
Obat anti tuberkulosis yang disediakan di Puskesmas induk Margoyoso
merupakan obat antituberkulosis “fixed dose combination” (FDC) yang merupakan tablet
yang berisi kombinasi beberapa jenis obat anti TBC dengan dosis tetap. Beberapa
keuntungan penggunaan FDC untuk pengobatan tuberkulosis adalah:

Lebih aman dan mudah pemberiannya. Satu tablet FDC mengandung beberapa
jenis obat yang diperlukan, oleh karena itu dapat dicegah pemberian obat tunggal
pada pengobatan TBC yang dapat mengakibatkan terjadinya kekebalan obat.

Lebih nyaman untuk penderita. Menelan tablet dalam jumlah yang lebih sedikit
(meningkatkan penerimaan dan kepatuhan penderita terhadap OAT)

Lebih sesuai antara dosis obat dengan berat badan penderita

Pengelolaan obat lebih mudah pada semua tingkat pelaksana karena hanya terdiri
dari beberapa jenis tablet sudah dapat memenuhi semua kebutuhan
Jenis Tablet FDC
Untuk dewasa:
Tablet yang mengandung 4 macam obat dikenal sebagai tablet 4 FDC. Setiap tablet
mengandung:
-
75 mg isoniasid (INH)
-
150 mg Rifampisin
-
400 mg Pirazinamid
-
275 mg Etambutol
Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif dan untuk
sisipan. Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita.
Tablet yang mengandung 2 macam obat dikenal sebagai tablet 2FDC. Setiap tablet
mengandung:
-
150 mg Isoniasid (INH)
-
150 mg Rifampisin
Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dalam tahap
lanjutan. Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita.
Disamping itu, tersedia obat lain untuk melengkapi paduan obat kategori 2, yaitu:
-
Tablet Etambutol @400 mg
-
Streptomisin injeksi, vial @750 mg atau vial @1 gr
-
Aquabidest
Dasar Perhitungan Pemberian OAT-FDC
1. Dosis sesuai dengan berat badan penderita
2. Lama dan jumlah pemberian pada tiap fase pengobatan
A. Kategori I
Jumlah dosis pemberian pada:
o Tahap Intensif : 2 bulan x 4 minggu x 7 hari = 56 dosis
o Tahap lanjutan : 4 bulan x 4 minggu x 3 kali = 48 dosis
B. Kategori II
Jumlah dosis pemberian pada:
o Untuk tablet 4FDC : 3 bulan x 4 minggu x 7 hari = 84 dosis
o Untuk Streptomisin injeksi : 2 bulan x 4 minggu x 7 hari = 56 dosis
o Tahap lanjutan : 5 bulan x 4 minggu x 3 kali = 60 dosis
C. OAT FDC Sisipan
Jumlah dosis pemberian : 1 bulan x 4 minggu x 7 hari =28 dosis
D. Kategori anak
o Tahap intensif : 2 bulan x 4 minggu x 7 hari = 56 dosis
o Tahap lanjutan : 4 bulan x 4 minggu x 7 hari = 112 dosis
Paduan OAT FDC
1. Kategori I : 2(HRZE)/4(HR)3
Diberikan kepada :
-
Penderita baru TBC paru BTA positif
-
Penderita baru TBC paru BTA negatif/rontgen positif (ringan atau berat)
-
Penderita TBC ekstra paru (ringan atau berat)
Untuk evaluasi pelaksanaan program pengobatan TBC di puskesmas induk
Margoyoso maka dilakukan pemeriksaan dahak
2. Kategori II : 2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)2E3
-
Penderita TBC BTA positif kambuh
-
Penderita TBC BTA positif gagal
-
Penderita TBC berobat setelah lalai (treatment after default) yang kembali
dengan BTA positif
3. OAT Sisipan : 1(HRZE)
OAT sisipan diberikan bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada penderita
BTA positif tidak terjadi konversi, maka diberikan obat sisipan 4 FDC (HRZE)
setiap hari selama 28 hari dengan jumlah tablet setiap kali minum sama dengan
sebelumnya.
4. Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR)
Diberikan kepada penderita TBC anak adalah penderita yang berusia 0-14 tahun.
Kategori anak terdiri atas:
-
Tablet yang mengandung 3 macam obat dikenal sebagai tablet 3FDC (HRZ).
Setiap tablet mengandung :
o 30 mg Isoniasid (INH)
o 60 mg Rifampisin
o 150 mg Pirazinamid
Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif.
Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita.
-
Tablet yang mengandung 2 macam obat dikenal sebagai tablet 2FDC (HR). Setiap
tablet mengandung :
o 30 mg Isoniasid (INH)
o 600 mg Rifampisin
Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap lanjutan.
Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita.
Kemasan OAT-FDC
OAT-FDC dikemas dalam blister. Tiap blister terdapat 28 tablet.
-
Tablet 4FDC dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @28 tablet
-
Tablet 2FDC dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @28 tablet
-
Tablet Etambutol 400 mg dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @28
tablet
-
Streptomisin vial @750 mg dikemas dalam dos yang berisi 50 vial
-
Untuk sementara OAT untuk anak menggunakan OAT kombipak karena
belum tersedia dalam bentuk FDC
Petugas UPK Puskesmas induk Margoyoso menyiapkan kebutuhan OAT-FDC untuk
penderita TBC dengan dosis yang telah disesuaikan dengan berat badan penderita dan
memasukkannya kedalam kotak/tempat obat khusus untuk penderita yang bersangkutan
kemudian diberi keterangan nama, jenis kelamin, alamat, dan tanggal penderita mulai
berobat. Dalam fase intensif pasien akan diberikan OAT-FDC untuk 1 minggu, berarti
diberikan 7 dosis (sesuai berat badan) dan kemudian pasien harus mengambil OAT setiap
seminggu sekali sesuai jadwal kontrol. Dalam fase lanjutan biasanya pasien diberikan
OAT untuk 1 minggu sampai 2 minggu . Pada saat memulai pengobatan penderita TBC,
pastikan bahwa penderita tersebut telah mempunyai PMO (Pengawas Minum Obat) yang
ditetapkan bersama antara petugas dengan penderita.
Selama ini puskesmas induk Margoyoso telah melaksanakan sistem pengawas minum
obat (PMO) dengan cukup baik. Setiap ada pasien baru maka salah satu anggota keluarga
pasien akan ditunjuk oleh petugas sebagai PMO yang mengawasi pasien dalam meminum
obat. Anggota keluarga tersebut akan diberikan pengarahan oleh petugas mengenai
pentingnya minum obat, bahaya dan resiko bila obat tidak diminum atau putus obat
ditengah jalan, serta efek samping dari obat. Sistem PMO ini cukup efektif karena angka
kesembuhan pasien TBC di puskesmas induk Margoyoso terbilang cukup tinggi.
Penyediaan OAT-FDC Di UPK Puskesmas Induk Margoyoso
Penyediaan OAT-FDC pada prinsipnya sama dengan OAT kombipak dengan maksud
agar tidak terjadi keterlambatan pemberian OAT kepada penderita TBC. Alternatif
penyediaan bisa berdasarkan kebutuhan setiap bulan dengan memperhitungkan :
1. Jumlah penderita TBC selama triwulan sebelumnya
2. Stok OAT-FDC untuk 1-2 orang penderita
Selama tahun 2011 Puskesmas induk Margoyoso masih dapat memenuhi kebutuhan obat
TBC baik untuk penderita TBC lama maupun baru karena setiap bulan sebelum
persediaan obat habis maka petugas UPK akan mendata ulang ketersediaan OAT-FDC
dan mengambil stok persediaan ke pusat apabila OAT-FDC habis. Setiap bulan
puskesmas induk Margoyoso mendapat jatah 1 paket OAT-FDC untuk 1 pasien baru.
Bila terdapat lebih dari 1 pasien baru maka petugas akan mengambil OAT-FDC langsung
ke Dinas Kesehatan Tanggamus sesuai dengan jumlah pasien baru, sementara menunggu
obat maka pasien baru tersebut dapat meminjam OAT-FDC milik pasien lain. Dengan
sistem tersebut puskesmas induk Margoyoso dapat memenuhi kebutuhan OAT-FDC
untuk target cakupan pasien TBC. Sedangkan untuk puskesmas pembantu (pustu) di 3
wilayah yang berbeda yaitu Kebumen, Sidomulyo, dan Sumberejo mendapatkan suplai
obat dari induk sesuai dengan jumlah pasien dan pasien tersebut harus kontrol setelah 2
bulan pengobatan untuk pemeriksaan fisik dan dahak di puskesmas induk.
Untuk OAT-FDC kategori II sementara waktu puskesmas induk Margoyoso tidak
memiliki stok obat dikarenakan waktu kadaluwarsa yang lebih singkat dibanding OATFDC kategori I yaitu sekitar 4 bulan. Bila terdapat pasien yang harus mendapat
pengobatan kategori II maka petugas akan mengambilnya langsung ke Dinas Kesehatan
Tanggamus. Namun, dikarenakan masalah pendanaan transportasi untuk pengambilan
obat maka pasien tersebut harus menunggu selama 1 bulan sampai obat tersebut diambil
oleh petugas. Sampai saat ini pendanaan tersebut tidak dimasukkan kedalam pendanaan
BOK puskesmas induk Margoyoso sehingga hal ini dapat menyebabkan resiko besar
kehilangan pasien karena harus berobat ditempat lain yang memiliki OAT kategori II
ataupun akhirnya pasien tersebut tidak berobat sama sekali.
Untuk kasus TBC anak pada tahun 2011 ditemukan 1 penderita dan selama 3 tahun
terakhir jumlah penemuan kasus TBC anak puskesmas induk Margoyoso terbilang cukup
banyak. Oleh karena itu, setiap bulan puskesmas mendapat stok 3 paket OAT-FDC anak
untuk 3 pasien baru.
D. Rendahnya angka cakupan penyakit TB di kecamatan Sumberejo Tahun 2011
ditinjau dari aspek Laboratorium
Permasalahan :

Hanya terdapat 1 analis laboratorium di kecamatan Sumberojo yang terdiri dari 13
desa

Kemungkinan adanya kesalahan dalam analisa data

Kemungkinan kesalahan dalam pengambilan sampel
Salah satu pelayanan yang diberikan di Puskesmas kepada penderita TB Paru
adalah pemeriksaan laboratorium. Dalam program penanggulangan TB Paru,
pemeriksaan sediaan mikroskopis BTA dari spesimen dahak merupakan komponen kunci
untuk menegakkan diagnosis serta evaluasi dan tindak lanjut pengobatan. Pemeriksaan
dahak secara mikroskopis merupakan pemeriksaan dahak yang paling efisien, mudah dan
murah. Pemeriksaan mikroskopis bersifat spesifik dan cukup sensitif karena pemeriksaan
3 spesimen (Sewaktu Pagi Sewaktu / SPS) dahak secara mikroskopis langsung nilainya
identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan.
Permasalahan yang dijumpai dalam pelaksanaan program ini adalah
hanya
terdapat 1 analis di kecamatan Sumberojo yang terdiri dari 13 desa, kemungkinan adanya
kesalahan dalam analisa data dan kemungkinan kesalahan dalam pengambilan sampel.
Di kecamatan Sumberejo terdapat 3 Puskesmas pembantu, yaitu : Pustu
Kebumen, Pustu Sidomulyo dan Pustu Sumberejo. Pada masing-masing Pustu telah
terdapat tenaga kesehatan berkompeten yang mendiagnosa suspek TB kemudian merujuk
pasien-pasien tersebut ke Puskesmas induk untuk melakukan pemeriksaan sputum, tetapi
dari data yang didapatkan, pasien-pasien yang telah dirujuk tersebut tidak datang ke
Puskesmas induk untuk melakukan pemeriksaan sputum. Hal ini mungkin disebabkan
oleh jauhnya jarak yang harus ditempuh oleh pasien dari Pustu menuju Puskesmas induk.
Dengan adanya masalah ini, maka diusulkan agar di Pustu terdapat tenaga medis yang
telah dilatih untuk melakukan fiksasi sputum yang kemudian akan dikirimkan ke
Puskesmas induk untuk dilakukan analisa, hal ini dilakukan untuk menghemat waktu dan
biaya transportasi pasien, serta mengurangi jumlah pasien suspek TB yang telah dirujuk
tetapi tidak datang untuk memeriksakan diirnya ke Puskemas induk. Diharapkan dengan
adanya metode ini kita tidak kehilangan pasien TB, sehingga pasien bisa didiagnosa,
diobati dan tidak menularkan penyakitnya tersebut kepada orang lain.
Untuk menjamin ketepatan dan ketelitian hasil pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung harus dilakukan kegiatan pemantapan mutu laboratorium.Kegiatan
pemantapan mutu laboratorium untuk memantau kualitas tata laksana pemeriksaan
laboratorium Puskesmas dilaksanakan melalui pemeriksaan cross check atau uji silang
yaitu pengiriman satu sediaan dari seluruh slide BTA + masing-masing tersangka
penderita ditambah 10% BTA – hasil pemeriksaan Puskesmas yang diambil secara acak
ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) atau BP4 yang ditunjuk. Angka error rate
(angka kesalahan laboratorium) yang di dapat dari hasil pemeriksaan cross check
merupakan salah satu indikator program penanggulangan TB Paru.
Menurut WHO dimana jika error rate ≤5% maka mutu pemeriksaan dahak di
Kabupaten atau Kota tersebut dinilai bagus. Dengan dilaksanakannya cross check
spesimen maka dapat diketahui kualitas hasil pemeriksaan sediaan dahak pada Puskesmas
yang bersangkutan. Akurasi pemeriksaan spesimen ini sangat penting karena menyangkut
ketepatan diagnosa pada tersangka penderita. Apabila angka kesalahan laboratorium
(error rate) dari hasil cross check diketahui >5% maka dapat berdampak pada hasil
pembacaan spesimen yang pada akhirnya terjadi kesalahan pengobatan pada penderita
sehingga dapat mengganggu program penanggulangan penyakit TB Paru. Selain itu
apabila angka kesalahan tersebut melampaui batas maka akan diadakan tindak lanjut
kepada petugas laboratorium Puskesmas yang bersangkutan, seperti mendapatkan
bimbingan atau petugasnya perlu magang di BLK.
Angka pencapaian error rate dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu
faktor yang mempengaruhi adalah petugas laboratorium TB Paru, oleh karena petugas
laboratorium tersebut memiliki karakteristik individual yang berbeda-beda.
Adanya kemungkinan kesalahan dalam pengambilan sampel, biasanya disebabkan
karena pasien tidak bisa mengeluarkan dahak, jadi sampel yang diambil merupakan air
ludah pasien. Dengan ini bisa disarankan pada pasien untuk melakukan pemeriksaan
radiologi terlebih dahulu yang pada kemudian hari hasil pemeriksaan radiologi ini bisa
berfungsi untuk menilai kemajuan pengobatan pasien setelah fase pengobatan intensif
maupun fase pengobatan lanjutan jika pada pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan
pemeriksaan sputum karena dahak tidak bisa dikeluarkan.
E. Program Pelaporan Data Pasien TB Paru di Puskesmas Margoyoso
Di Puskesmas Kecamatan Sumberejo sendiri terdapat 6 macam pencatatan
pelaporan data TB Paru , yang terdiri dari :

TB 01

TB 02

TB 03

TB 04

TB 05

TB 06
TB 01
TB 01 merupakan lampiran yang berisi kartu pengobatan TB , dalam lampiran
ini sendiri terdapat beberapa informasi yang terdiri dari :

Nama penderita

Alamat

Nama PMO

Alamat PMO

Jenis kelamin

Umur

Parut BCG

Tahun

Klasifikasi TB

Tipe Penderita

Pemeriksaan Kontak Serumah

Tahap Pengobatan (baik intensif maupun lanjutan)
TB 01 sendiri merupakan lampiran yang seharusnya berada di Balai Pengobatan
Unit Pelayanan Kesehatan dan diisi oleh petugas medis yang saat itu melakukan
pemeriksaan kepada pasien TB Paru yang kontrol dan bermaksud mengambil obat
sediaan.Lampiran ini dilengkpi isinya setiap kali pasien TB Paru datang kontrol dan
mengambil obat,Sehingga dari TB 01 ini kita dapat mengetahui jumlah obat yang sudah
diminum oleh pasien , jumlah hari pengobatan, Tahapan Pengobatan Pasien (Intensif atau
Lanjutan), dan jumlah obat yang dimiliki oleh pasien (persediaan di rumah), Akan tetapi
data untuk mengetahui bahwa pasien selama ini kontrol dan mngambil obat dengan
teratur atau tidak tidak terdapat dalam lampiran ini, Sehingga menyulitkan petugas medis
dalam memantau pasien apakah kontrol teratur atau tidak dan mengambil obatnya dengan
teratur atau tidak.Selain itu permasalahan lain yang terjadi adalah bahwa selama ini
lampiran TB 01 sendiri tidak terdapat di Balai Pengobatan sehingga adanya kemungkinan
keterlambatan dalam pengisian dan masalah lain yang terjadi adalah dalam pengisian TB
01 sendiri yang tidak dimengerti oleh semua petugas medis yang berada di dalam Balai
Pengobatan sehingga menyebabkan dapat terjadi kesalahan dalam pengisian atau
terkadang TB 01 menjadi tidak diisi.
TB 02
Merupakan Kartu Identitas TB yang memuat informasi berupa :

Nama, Alamat

Jenis kelamin, umur

Unit Pengobatan, Klasifikasi Penyakit

Tipe penderita, obat yang diberikan

Tanggal perjanjian pengambilan obat, Konsultasi dokter, Pemeriksaan ulang
dahak, dan jumlah obat yang diambil
TB 02 merupakan kartu yang dimiliki oleh setiap penderita TB Paru yang
mendapatkan pengobatan di puskesmas.Kartu ini selalu dibawa setiap kali pasien kontrol
kesehatannya atau dalam pengambilan obat.Di dalam kartu terdapat jadwal kapan pasien
harus kembali untuk kontrol dan pengambilan obat, tetapi karena kartu ini dibawa oleh
pasien sehingga menyebabkan kendala bagi tenaga medis untuk memantau jadwal kontrol
dan pengambilan obat oleh pasien apakah sudah teratur sesuai jadwal atau belum.Selain
itu permasalahan lain yang muncul adalah pengambilan obat, kontrol
dan yang
membawa TB 02 ke puskesmas adalah bukan penderita TB(pemilik TB02 ) melainkan
saudara atau kerabatnya yang mewakili penderita(sedangkan dalam TB 02 sendiri tidak
terdapat data siapa sebenarnya yang mengambil obat), sehingga menyebabkan kendala
bagi tenaga medis dalam memnatau kesehatan atau perkembangan penyakit dari
penderita itu sendiri.Hal itu lah yang nantinya ditakutkan dapat mempengaruhi angka
kesembuhan dari penderita TB Paru.
TB 03
Merupakan suatu lampiran register TB unit pelayanan kesehatan, dimana di
dalanya terdapat informasi berupa :

Tanggal, No

Nama, Jenis kelamin

Umur, Alamat

Unit Pengobatan, Tanggal mulai berobat

Rejimen yang diberikan, Tipe penderita

Pemeriksaan dahak, dan Hasil dari pemeriksaan

Tanggal berhenti minum obat
Data TB 03 merupakan register TB yang dapat digunakan
sebagai data dasar
PWS (Pemantauan Wilayah Setempet), dan dengan adanya data PWS ini kita dapat
mengetahui
penyebaran TB yang terdapat di kecamatan sumberejo.Kita juga dapat
mengetahui desa mana saja yang mempunyai pasien TB dan desa mana saja yang tidak
ditemukan kasus baru TB Paru sama sekali. Sehingga dengan data tersebut dapat
ditemukan permasalah yang terjadi dari tiap desa dan solusinya dengan lebih efektif.Dari
data ini kita juga dapat melihat tanggal awal pasien melakukan pengobatan dan prediksi
pengobatannya berhenti.
TB 04
TB 04 merupakan sebuah lampiran atau register laboratorium TB, dimana disini
mencakup data berupa :

Nomor lab registrasi,Tanggal pemeriksaan

Nama lengkap penderita, Jenis kelamin

Umur, Alamat

Nama unit pengobatan

Alat pemeriksaan (Untuk diagnosa atau Follow up)

Hasil pemeriksaan.
Data ini merupakan data yang terdapat di Laboratorium dan diisi oleh petugas
laboratorium atau analis.TB 04 ini dimaksudkan untuk mendata seluruh penderita yang
melakukan seluruh pemeriksaan sputum
baik pemeriksaan ini sebagai alat untuk
mendiagnosa ataupun sebagai alat Bantu follow up.Sehingga dari TB 04 ini dapat
diketahui jumlah pasien suspek TB Paru yang melakukan pemeriksaan sputum dan
jumlah pasien TB Paru yang melakukan follow up.Akan tetapi walaupun terdapat data
pasien suspek yang melakukan pemeriksaan , puskesmas sendiri masih meliki masalah
dalam menentukan tingkat kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan sputum
bagi mereka yang didiagnosa suspek TB Paru, dikarenakan tidak adanya data yang
memuat jumlah pasien yang didiagnosa suspek TB Paru dan dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan sputum di setiap balai pengobatan puskesmas.Sehingga karena tidak adanya
data tersebut sulit untuk mengetahui tingkat kesadaran masyarakat untuk melakukan
pemeriksaan sputum.
TB 05
TB 05 merupakan formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan
dahak atau sputum, yang berisi data berupa :

Nama unit yangkes, Nama Pasien

Alamat lengkap, Kabupaten

Telepon, umur

Jenis kelamin , klasifikasi penyakit

Diagnosa ,no identitas sediaan

Tanggal pengambilan dahak, dan tanggal pengiriman dahak

Hasil pemeriksaan laboratorium
Formulir ini diisi oleh tenaga medis yang melakukan pemeriksaan dan
mendiagnosa pasien dengan suspek TB Paru dan menganjurkan untuk dilakukan
pemeriksaan sputum.Formulir ini diisi seseuai dengan data pasien dan dibawa oleh
pasien ke laboratorium beserta dengan tabung yang sudah berisi dahak . Kemudian pada
bagian bawah formulir akan diisi hasil pemeriksaan sputum oleh analis yang nantinya
akan dikembalikan lagi ke tenaga medis atau balai pengobatan yang mengeluarkan
formulir. Nantinya hasil ini akan ditindak lanjuti oleh tenaga medis itu sendiri. Masalah
yang terjadi saat ini adalah bahwa pengisian dari TB 05 sendiri saat ini dilakukan oleh
petugas laboratorium, dan tidak adanya TB 05 yang dikeluarkan oleh balai pengobatan
sebagai pengantar formulir bagi pasien yang akan melakukan pemeriksaan sputum
(walaupun sudah pernah diberikan ).
TB 06
Merupakan lampiran daftar tersangka penderita (suspek) yang diperiksa dahak
SPS, lampiran ini sendiri berisi :

No, No identitas sediaan dahak

Nama tersangka penderita, jenis kelamin

Umur, alamat lengkap

Hasil pemeriksaan
TB 06 merupakan lampiran daftar tersangka penderita suspek TB Paru yang
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan sputum.Lampiran ini seharusnya berada di
seluruh balai pengobatan puskesmas yang diisi oleh tenaga medis. Data yang dimasukan
sendiri berupa data seluruh pasien yang didiagnosa suspek TB Paru dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan sputum di puskesmas induk. Sehingga dengan adanya data ini
kita dapat memantau seluruh pasien suspek TB Paru apakah melakukan pemeriksaan
sputum atau tidak, dan juga kita dapat mengetahui secara tidak langsung tingkat
kesadaran masyarakan untuk melakukan pemeriksaan sputum.TB 06 juga dapat
diguanakan sebagai arsip kita dan lampiran untuk menuliskan hasil dari formulir TB 05
atau hasil laboratorium, sehingga dapat ditindak lanjuti. Masalahnya yang terjadi saat ini
adalah TB 06 sendiri tidak diisi oleh petugas medis BP sehingga akhirnya data penderita
suspek TB Paru yang seharusnya ada menjadi tidak ada.
Tidak adanya data dasar jumlah pasien yang didiagnosa susek TB Paru di setiap
unit pelayanan kesehatan kecamatan Sumberejo sehingga menyebabkan puskesmas tidak
dapat mengetahui jumlah pasien pasien suspek TB Paru secara pasti setiap bulannya.Hal
ini juga menyebabkan tidak dapat diketahuinya tingkat kesadaran masyarakat untuk
melakukn pemeriksaan sputum, karena tiah adanya nilai pembanding sehingga hasilnya
tidak diketahui, dan permasalahan menjadi sulit ditemukan.
BAB IV
REKOMENDASI
A. Kesadaran Masyarakat Kecamatan Sumberejo Mengenai TB Paru Pada Tahun
2011
1. Jangka pendek
Program : Penyuluhan
Sasaran : Bidan desa, dan kader
Teknis pelaksanaan : mengadakan penyuluhan terhadap seluruh bidan desa dan
kader. Untuk pelaksanaan dibutuhkan leaflet yang bisa dipelajari oleh bidan desa
dan kader untuk dibagikan ke warga. Diharapkan bidan desa dapat menyuluh
dapat menyuluh kepada warga nya di acara posyandu minimal 1 kali dalam
sebulan untuk 1 tempat posyandu.
Hasil yang diharapkan
a. Bidan dapat menyuluh kepada warga di acara posyandu minimal 1x
dalam 1 bulan untuk 1 tempat posyandu
b. Kader dapat memberikan pengaruh ke warga nya untuk memeriksakan
dahak.
c. Peningkatan cakupan suspek TB paru pada puskesmas Margoyoso
2. Jangka panjang
a. Menyuluh kepada seluruh Masyarakat kecamatan sumberejo
b. Membuatnya data tentang survey kontak
c. Membuatnya data tentang PWS atau Pemantauan Wilayah Setempat.
d. Memberikan anggaran untuk pemeriksaan dahak untuk 1 kali periksa
mencakupi 3x pemeriksaan sputum. Sehingga pemanipulasian data dapat
terhindarkan
B. Kepatuhan Pasien Dalam Pengobatan TB Paru Selama Masa Pengobatan Tahun
2011
1. Jangka pendek
Program : Pembuatan Jadwal Minum Obat
Sasaran : Pasien
Teknis pelaksanaan : dibuat sebuah formulir yang dapat membantu pasien untuk
mengingat tanggal minum obat agar pasien tidak lupa minum obat. Jadwal cukup
dibuat untuk fase lanjutan saja, karena pada fase lanjutan pasien tidak minum obat
setiap hari sehingga lebih banyak peluang untuk lupa minum obat. Contoh jadwal
yang dibuat seperti berikut:
Minggu
→
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
Hari ↓
Senin
Kamis
Sabtu
Obat yang diberikan dapat ditempatkan dalam plastik kecil yang kemudian distapler
ke kotak yang sudah tersedia. Pada kotak tersebut juga dapat ditulis tanggal yang
berkorespondensi dengan tanggal minum obat agar pasien tidak lupa minum obat.
2. Jangka panjang
a. Pengambilan obat lebih diperketat
b. Dibuat peraturan agar pada saat pasien datang untuk pengambilan obat,
pasien diminta untuk meminum obat hari itu di depan petugas kesehatan
C. Ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis di Kecamatan Sumberejo Secara
keseluruhan tidak terdapat kendala ataupun masalah yang berkaitan dengan
penyediaan OAT-FDC di puskesmas induk Margoyoso. Sistem pemberian dan
14
15
16
pengambilan OAT serta ketersediaan logistik obat di puskesmas induk Margoyoso
sudah cukup baik. Meskipun terdapat masalah mengenai pengadaan OAT kategori II
dimana masih terbentur kendala di pendanaan transportasi untuk pengambilan obat
namun, hal ini tidak banyak mempengaruhi stok OAT karena dalam 10 tahun terakhir
ini pasien MDR yang ditemukan di puskesmas hanya berjumlah 3 orang dan bila
terdapat pasien MDR maka petugas akan mengambil OAT kategori II langsung ke
dinas kesehatan dengan pendanaan secara swadaya.
D. Rendahnya angka cakupan penyakit TB di kecamatan Sumberejo Tahun 2011
ditinjau dari aspek Laboratorium
1. Pengembangan Sumber Daya Manusia :

Peningkatan Sumber Daya Manusia (tim medis) seperti pelatihan kepada
tim medis di Pustu untuk cara fiksasi sampel

Meningkatkan pengetahuan & ketrampilan petugas laboratorium melalui:

Pelatihan awal, pelatihan ulang dan pelatihan kerja (on the job
training) untuk petugas laboratorium TBC di Puskesmas
Margoyoso dalam bidang manajemen Laboratorium TB dan
ketrampilan teknis pemeriksaan laboratorium.

Melaksanakan evaluasi pasca pelatihan
2. Pengadaan alat-alat dan bahan Laboratorium TB
3. Peningkatan fasilitas Laboratorium
4. Kegiatan pemantapan mutu laboratorium untuk memantau kualitas tata laksana
pemeriksaan laboratorium Puskesmas dilaksanakan melalui pemeriksaan cross
check atau uji silang
E. Program Pelaporan Data Pasien TB Paru di Puskesmas Margoyoso
TB 01 & TB 02

Dibuatnya suatu pencatatan baru berupa Tabel Paru, dimana di dalamnya terdapat
data :
 Unit Pengobatan
 Nama, umur, jenis kelamin, alama, no.tlp
 Nama PMO, alamat PMO, no.tlp PMO
 Klasifikasi penyakit
 Tanggal memulai Pengobatan (intensif maupun lanjutan)
 Berat Badan
 Jenis obat, Dosis dan Jadwal pemberian
 Jadwal pemeriksaan sputum dan Hasil pemeriksaan
 Tanggal datang dan tanggal kontrol
 Jumlah obat yang diberikan dan siapa yang mengambil obat

Pembelajaran pengisian TB 01 secara benar yang dilakukan oleh semua tenaga
medis yang berdinas di Balai Pengobatan

Peletakan TB 01 di Balai Pengobatan agar lebih mudah di akses oleh tenaga
medis yang sedang bertugas.
TB 04 & TB 05

Penyediaan lampiran TB 06 di setiap Balai Pengobatan Unit Kesehatan
Kecamatan Sumberejo

Pembelajaran bagi semua tenga medis yang bertugas di Balai Pengobatan untuk
pengisian TB 06
TB 05

Penyedian formulir TB 05 di setiap Balai Pengobatan Unit Kesehatan kecamatan
Sumberejo dan pengisian serta intruksi kepada pasien dilakukan secara lebih teliti
Unit Pengobatan : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Nama penderita : _ _ _ _ _ _ _ __ _
Nama PMO
Umur
Alamat PMO : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
: _ _ _ _ _ _ Thn
Jenis kelamin : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Alamat
:___________
No. Tlp
:__________
No.tlp PMO
:___________
:___________
Klasifikasi TB : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ (Paru/ non-paru)
Tanggal memulai Pengobatan

____________________

____________________
Berat Badan
: _ _ _ _ _ Kg
Jenis obat, dosis dan jadwal pemberian

____________________

____________________

____________________
Jadwal pemeriksaan sputum
1.Pem. sputum I (awal): _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Hasil
:___________
2.Pem. sputum II (1 mgg sebelum intensif berakhir) : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Hasil
:___________
3.Pem. sputum III (akhir pengobatan)
Hasil
:___________
:___________
Pemeriksaan tambahan

Pem. sputum (1 mgg sebelum sisipan berakhir) : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Hasil : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Pemeriksaan kultur
Hasil : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
:___________
TANGGAL PERJANJIAN PENGAMBILAN OBAT & KONTROL
Fase
Tanggal
Tanggal
Jumlah Obat Pasien
(intensif/sisipan/lanjutan)
Datang
Kontrol
(tablet)
()
Wali
()
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN

Cakupan kasus TB paru pada tahun 2011 di kecamatan Sumberejo hanya
mencapai 11 orang. Ini menandakan bahwa kecamatan Sumberejo hanya
memenuhi 22,44% dari yang dianjurkan oleh WHO.

Sulit untuk menyimpulkan derajat kesadaran masyarakat terhadap penyakit TB
pada kecamatan Sumberejo tahun 2011, namun kami menilai kesadaran
masyarakat masih kurang

Selama tahun 2011 Puskesmas induk Margoyoso masih dapat memenuhi
kebutuhan obat TBC baik untuk penderita TBC lama maupun baru karena setiap
bulan sebelum persediaan obat habis maka petugas UPK akan mendata ulang
ketersediaan OAT-FDC dan mengambil stok persediaan ke pusat apabila OATFDC habis

Rendahnya angka cakupan penyakit TB di kecamatan Sumberejo Tahun 2011
ditinjau dari aspek Laboratorium, disebabkan oleh beberapa hal berikut:
-
Hanya terdapat 1 analis laboratorium di kecamatan Sumberojo yang terdiri
dari 13 desa

Kemungkinan adanya kesalahan dalam analisa data dan pengambilan sampel
Tidak ada data dasar jumlah pasien yang didiagnosa susek TB Paru di setiap unit
pelayanan kesehatan kecamatan Sumberejo menyebabkan puskesmas tidak dapat
mengetahui jumlah pasien pasien suspek TB Paru secara pasti setiap bulannya.
Hal ini juga menyebabkan tidak dapat diketahuinya tingkat kesadaran masyarakat
untuk melakukan pemeriksaan sputum, karena tidak adanya nilai pembanding
sehingga hasilnya tidak diketahui, dan permasalahan menjadi sulit ditemukan.
SARAN

Mengadakan penyuluhan terhadap seluruh bidan desa dan kader. Untuk
pelaksanaan dibutuhkan leaflet yang bisa dipelajari oleh bidan desa dan kader
untuk dibagikan ke warga

Membuat data tentang survey kontak

Membuat data tentang PWS atau Pemantauan Wilayah Setempat.

Memberikan anggaran untuk pemeriksaan dahak untuk 1 kali periksa
mencakupi 3x pemeriksaan sputum. Sehingga pemanipulasian data dapat
terhindarkan

Membuat sebuah formulir yang dapat membantu pasien untuk mengingat
tanggal minum obat agar pasien tidak lupa minum obat

Pengambilan obat lebih diperketat

Membuat peraturan agar pada saat pasien datang untuk pengambilan obat,
pasien diminta untuk meminum obat hari itu di depan petugas kesehatan

Meningkatkan Sumber Daya Manusia (tim medis) seperti pelatihan kepada
tim medis di Pustu untuk cara fiksasi sampel
 Meningkatkan pengetahuan & ketrampilan petugas laboratorium
 Pengadaan alat-alat dan bahan Laboratorium TB
 Peningkatan fasilitas Laboratorium

Kegiatan pemantapan mutu laboratorium untuk memantau kualitas tata
laksana
pemeriksaan
laboratorium
Puskesmas
dilaksanakan
melalui
pemeriksaan cross check atau uji silang

Dibuatnya suatu pencatatan baru berupa tabel paru untuk memudahkan sistem
pelaporan
 Pembelajaran pengisian TB 01 secara benar yang dilakukan oleh semua
tenaga medis yang berdinas di Balai Pengobatan

Peletakan TB 01 di Balai Pengobatan agar lebih mudah di akses oleh tenaga
medis yang sedang bertugas

Penyediaan lampiran TB 06 di setiap Balai Pengobatan Unit Kesehatan
Kecamatan Sumberejo

Pembelajaran bagi semua tenga medis yang bertugas di Balai Pengobatan
untuk pengisian TB 06

Penyedian formulir TB 05 di setiap Balai Pengobatan Unit Kesehatan
kecamatan Sumberejo dan pengisian serta intruksi kepada pasien dilakukan
secara lebih teliti
Download