BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Badan kesehatan dunia, WHO menyatakan bahwa TBC saat ini menjadi ancaman global. WHO dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-burden countries terhadap TBC. Indonesia termasuk peringkat keempat setelah India dan China dalam menyumbang TB di dunia. Menurut WHO estimasi insidence rate untuk pemeriksaan dahak didapatkan basil tahan asam (BTA) positif adalah 115 per 100.000 (WHO, 2003). Sedangkan untuk tahun 2012 insidence rate yang digunakan adalah 160 per 100.000 penduduk. Di negara berkembang kematian karena TB merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat dicegah, 75% penderita TBC adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). (Depkes, 2001) Dari hasil penelitian WHO tahun 2000, di Indonesia setiap tahunnya terdapat 583.000 kasus baru TB dengan kematian sekitar 140.000. Dari jumlah tersebut, 265.000 di antaranya merupakan TB menular (BTA+), dengan insidence rate 130 per 100.000 penduduk.(2000) Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC, bahkan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC yang menular dan dari setiap 100 penduduk Indonesia, 3-6 orang menderita TBC. Tuberkulosis merupakan penyakit multifaktorial interaksi dari host/individu dengan lingkungan. Konsumsi alkohol, perokok aktif, kontak dengan penderita jangka panjang (dirumah), kepadatan orang di rumah, status pernikahan, ekonomi dapat meningkatkan risiko tubekulosis paru. Sedangkan status gizi overweight memiliki risiko terjadinya tb paru lebih rendah di banding normal. Tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2009, sejak tahun 2000 Indonesia telah berhasil mencapai dan mempertahankan angka kesembuhan sesuai dengan target global, yaitu minimal 85% penemuan kasus TBC di Indonesia pada tahun 2007 adalah 69%. Keberhasilan pengobatan TBC dengan DOTS pada tahun 2004 adalah 83% dan meningkat menjadi 90% pada tahun 2006 (Anonim, 2009). Di puskesmas Kecamatan Sumberejo sendiri prevalensi penyakit TBC Paru masih rendah yaitu 11 orang yang terdapat di 7 desa dari 13 desa yang masuk ke dalam kecamatan Sumberejo pada tahun 2011, dengan jumlah penduduk 30.653 jiwa.Sehingga prevalensi penderita TBC Paru yang ditemukan pada tahun 2011 adalah 0,03 %.Prevalensi itu sendiri tidak sesuai dengan target cangkupan penemuan kasus baru TBC Paru yang diharapkan pemerintah( sesuai rekomendasi WHO) yaitu sebesar 49 kasus baru TBC Paru pertahun, sehingga dengan kemungkinan penemuan kasus baru adalah 10% dari jumlah suspek TBC Paru maka seharusnya jumlah jiwa yang melakukan pemeriksaan sputum adalah 490 jiwa. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan pengumpulan data lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya angka cangkupan penemuan kasus baru dan jumlah suspek yang melakukan pemeriksaan sputum pada penderita TBC Paru di Kecamatan Sumberejo. 1.2 Rumusan Masalah Apa saja faktor yang mempengaruhi rendahnya angka cakupan penemuan kasus baru TBC Paru di kecamatan Sumberejo. 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Meningkatkan angka cangkupan penemuan kasus baru TBC Paru di Kecamatan Sumberejo. 1.3.1 Tujuan khusus Meningkatkan jumlah pasien dengan suspek TBC Paru yang melakukan pemeriksaan sputum. Mengetahui tingkat kesadaran masyarakat Kecamatan Sumberejo akan Penyakit TBC Paru. Mengetahui tingkat kepatuhan penderita TBC Paru. Mengetahui kesiapan pemeriksaan penunjang, sediaan obat dan SDM dalam mendiagnosa penderita TBC Paru. 1.4 Mengetahui mekanisme pelaporan data penderita TBC Paru. Manfaat Penelitian 1.4.1 Untuk Puskesmas Meningkatnya cangkupan penemuan kasus baru TBC paru di Kecamatan Sumberejo sehingga dapat menurunkan angka penularan TBC paru. 1.4.2 Untuk Masyarakat Menurunkan angka penularan TBC Paru di Masyarakat karena meningkatnya penderita TBC Paru yang mendapatkan pegobatan. Masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih maksimal yang berkaitan dengan TBC Paru disertai informasi tambahan tentang TBC Paru. 1.4.3 Untuk Dokter Internsip Merupakan suatu pengalaman serta kesempatan untuk melakukan mini proyek dan memperoleh pengalaman berharga dengan terjun ke masyarakat, terutama mendapat gambaran mengenai prevalensi TBC Paru di masyarakat. Meningkatkan keilmuan tentang TBC Paru Merupakan kesempatan untuk menerapkan ilmu kedokteraan terutama Ilmu Kesehatan Masyarakat. Meningkatkan keterampilan komunikasi di masyarakat juga meningkatkan kemampuan berpikir analisis dan sistematis dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan. Merupakan kesempatan untuk bersosialisasi di dalam masyarakat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tuberkulosis adalah penyakit pada parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyebaran penyakit ini secara aerogen, melalui droplet yang diproduksi oleh penderita ketika batuk. Droplet ini dapat bertahan di udara beberapa jam. Setelah inhalasi droplet terjadi, Mycobacterium tuberculosis akan mengadakan multiplikasi di alveoli dan menyebar ke kelenjar getah bening dan organ lain seperti paru bagian apex, ginjal, tulang, dan sistem saraf pusat. Penyebaran penyakit ini dapat bersifat perkontinuitatum, bronkogen, hematogen maupun limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imunitas yang cukup, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberculosis. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya misalnya tulang, ginjal, dan genitalia. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS A. Berdasarkan Perjalanan Penyakitnya 1. Infeksi TB Primer Terpapar oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat berkembang dan menimbulkan gejala klinis. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.Kurang lebih 20% dari individu yang terpapar akan berkembang menjadi infeksi TB primer. 2. Infeksi TB Laten Terpapar oleh kuman Mycobacterium tuberculosis tanpa menimbulkan gejala klinis, tetapi kuman Mycobacterium tuberculosis bertahan di dalam tubuh. Pasien akan menunjukkan tes tuberkulin positif dengan roentgen thorax negatif untuk infeksi aktif. Pasien asimptomatik, tetapi beresiko untuk reaktivasi. 3. Reaktivasi TB Infeksi TB laten yang berkembang dan menunjukkan gejala klinis. Dapat terjadi berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah infeksi pertama. 4. TB Pleural Terjadi akibat hipersensitivitas tipe lambat terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis. 5. TB Ekstra Paru Studi di Chandigarh, India, terhadap pasien dengan tuberkulosis menunjukkan bahwa TB ekstra paru paling sering terjadi di sistem genitourinaria, kelenjar getah bening, tulang, SSP dan perikardium. B. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Sputum ( BTA ) 1. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah : a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif. b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif. 2. Tuberkulosis paru BTA (-) a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif. b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan Mycobacterium tuberculosis positif. C. Berdasarkan Tipe Pasien Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu : a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.1 b. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif/ perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan, dll) TB baru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis. c. Kasus defaulter atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan. e. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemerikasaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik. f. Kasus bekas TB Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto thorak ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi. GEJALA KLINIS Pada umumnya gejala klinis TB paru pada ibu hamil sama dengan pada penderita umunya. Gejala tersebut tidak mutlak, bahkan ada penderita ibu hamil yang hanya memiliki gejala klinis sedikit sekali. Gejala klinis tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik. A. Gejala Respiratorik 1. Batuk lebih dari 3 minggu dengan/tanpa dahak 2. Batuk Darah 3. Sesak Napas 4. Nyeri Dada B. Gejala Sistemik 1. Demam yang tidak tinggi (subfebris) 2. Badan lemah 3. Nafsu makan menurun (anoreksia) 4. Berat badan menurun 5. Berkeringat malam 6. Rasa kurang enak badan (malaise) Bab III METODE A. Kesadaran Masyarakat Kecamatan Sumberejo Mengenai TB Paru Pada Tahun 2011 Program WHO menentukan bahwa target pencakupan kasus TB paru di Indonesia adalah 160 kasus/100 ribu penduduk. Dengan jumlah penduduk kecamatan Sumberejo sebesar 30.563 orang maka target cakupan kasus TB paru di kecamatan Sumberejo adalah 49 kasus. Pada kenyataannya, cakupan kasus TB paru pada tahun 2011 di kecamatan Sumberejo hanya mencapai 11 orang. Ini menandakan bahwa kecamatan Sumberejo hanya memenuhi 22,44% dari yang dianjurkan oleh WHO. Cakupan Kasus TB paru Thn 2011 Kec. Sumberejo 22,44 % Kasus TB paru Thn 2011 di kec. Sumberejo Target cakupan kasus TB paru Thn 2011 di kec. Sumberejo 77,56 % Pasien dengan suspek TB paru pada Tahun 2011 sebanyak 61 orang. Dengan perhitungan jumlah pasien TB paru sputum + pada bulan januari 2011 – maret 2011 sebanyak 2. Dan Pada bulan April 2011 – Desember 2011 sebanyak 59 orang. Jumlah suspek TB paru pada Tahun 2011 sebanyak 61 orang ini lebih sedikit daripada yang seharusnya, ini dikarenakan pencatatan suspek TB Paru baru mulai dilakukan pendataan sejak april 2011. Dari semua pasien Suspek TB paru pada Tahun 2011 di kecamatan Sumberejo sebanyak 61 orang semuanya dilakukan pemeriksaan sputum 3x. Dengan kata lain kepatuhan pemeriksaan sputum pada pasien suspek TB paru pada kecamatan Sumberejo adalah 100%. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa semua pasien suspek TB paru kecamatan Sumberejo Tahun 2011 semuanya sadar untuk melakukan pemeriksaan sputum dan peduli terhadap kesehatan dirinya dan lingkungan nya. Namun dari hasil wawancara, observasi dan hasil analisa kami, cakupan ini tidak dapat dipercaya. Kesalahan yang terjadi hingga didapatkan hasil 100% pada pemeriksaan sputum pasien suspek TB pada Tahun 2011 adalah karena : 1. Kendala pada petugas a. Tidak tercatatnya pasien dengan suspek TB paru yang tidak melakukan pemeriksaan dahak sama sekali. b. Pasien dengan suspek TB paru yang tidak melakukan pemeriksaan dahak sebanyak 3x, namun dicatat pemeriksaan sputum sebanyak 3x. Ini dikarenakan masalah pendanaan dalam biaya analis Puskesmas Margoyoso 2. Kendala pada pasien a. Kurangnya kesadaran pasien untuk memeriksakan dahak sampai 3x, dengan alasan seperti tidak keluar dahak, transportasi yang sulit. Dari 61 orang suspek TB paru di kecamatan Sumberejo Tahun 2011 terdapat 11 orang yang positif TB paru. Dalam perjalanan nya terdapat 2 orang meninggal dunia, 1 orang pindah ke wilayah lain dan 1 orang lagi Drop Out. Disini dapat kita lihat bahwa kesadaran pasien TB kecamatan Sumberejo Tahun 2011 masih kurang karena masih terdapat kasus Drop Out. Yang bersedia untuk dilakukan survey kontak tahun 2011 tidak didapatkan data, namun dari hasil wawancara dengan petugas P2PM puskesmas Margoyoso kecamatan Sumberejo didapatkan hasil bahwa tidak ada yang melakukan volunter untuk memeriksakan keluarga ataupun rumahnya, namun demikian petugas P2PM yakin bahwa bila dibutuhkan untuk diperiksa, pasien tidak keberatan. Data TB 03 merupakan register TB yang dapat digunakan sebagai data dasar PWS (Pemantauan Wilayah Setempat), dan dengan adanya data PWS ini kita dapat mengetahui penyebaran TB yang terdapat di kecamatan sumberejo. Kita juga dapat mengetahui desa mana saja yang mempunyai pasien TB dan desa mana saja yang tidak ditemukan kasus baru TB Paru sama sekali. Sehingga dengan data tersebut dapat ditemukan permasalah yang terjadi dari tiap desa dan solusinya dengan lebih efektif. Dari data ini kita juga dapat melihat tanggal awal pasien melakukan pengobatan dan prediksi pengobatannya berhenti. Akan tetapi data PWS ini masih belum tersedia di Puskesmas Margoyoso Sulit untuk menyimpulkan derajat kesadaran masyarakat terhadap penyakit TB pada kecamatan Sumberejo tahun 2011, namun kami menilai kesadaran masyarakat masih kurang, karena 1. Hasil cakupan pemeriksaan sputum pada suspek pasien TB paru di kecamatan Sumberejo dipercaya kurang dari 100%. 2. Kesadaran pasien TB kecamatan Sumberejo Tahun 2011 masih kurang karena masih terdapat kasus Drop Out. 3. Tidak terdapat data tentang survey kontak tahun 2011. 4. Tidak terdapatnya data tentang PWS atau Pemantauan Wilayah Setempat. B. Kepatuhan Pasien Dalam Pengobatan TB Paru Selama Masa Pengobatan Tahun 2011 Setelah terdiagnosis penyakit TB paru, maka pasien tersebut diwajibkan untuk menjalani pengobatan TB paru secara gratis. Selama masa pengobatan, pasien dianjurkan untuk datang ke Puskesmas 1 minggu sekali (setiap hari Jumat) untuk pengambilan obat dan evaluasi hasil pengobatan. Setiap pasien TB paru mempunyai lembar kontrol yang akan diisi setiap kali pasien tersebut datang untuk kontrol. Lembar tersebut merupakan salah satu dari enam dokumen yang wajib diisi untuk setiap pasien yang didagnosis dengan TB, yaitu TB-02. Pada lembar tersebut terdapat informasi sebagai berikut: 1. Nama pasien 2. Tanggal pasien datang kontrol 3. Tahap pengobatan (intensif atau lanjutan) 4. Jumlah obat yang diberikan 5. Tanggal kontrol berikutnya yang disesuaikan dengan jumlah obat yang diberikan 6. Hari yang ditentukan untuk pasien meminum obat fase lanjutan Dari sejumlah TB-02 yang sempat didata, pasien yang berobat TB selalu datang pada tanggal yang telah ditentukan. Selain dari TB-02, data kontrol pasien juga bisa diperoleh dari dokumen TB-01. Karena dokumen TB-02 berada pada pasien, maka yang dapat di observasi adalah dokumen TB-01. Dari data yang didapatkan (dokumen TB-01), tidak terdapat adanya ketidakpatuhan dalam kunjungan ke puskesmas untuk evaluasi pengobatan dan pengambilan obat. Akan tetapi ini tidak sesuai dengan cure rate yang masih dibawah 100%. Kendala pada sistem ini antara lain berupa: 1. Pengambilan obat yang dapat diwakilkan oleh anggota keluarga dan tidak langsung oleh pasien, sehingga sulit bagi petugas kesehatan untuk menilai kepatuhan pasien serta mengevaluasi hasil pengobatan secara klinis. Dimana data tersebut penting bagi petugas kesehatan untuk menentukan jumlah obat yang boleh dibawa pulang oleh pasien serta tanggal kontrol berikutnya. 2. Walaupun pasien patuh dalam pengambilan obat, kita tidak dapat memastikan bahwa pasien patuh dalam meminum obat setiap harinya tanpa pengawasan langsung. C. Ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis di Kecamatan Sumberejo Obat anti tuberkulosis yang disediakan di Puskesmas induk Margoyoso merupakan obat antituberkulosis “fixed dose combination” (FDC) yang merupakan tablet yang berisi kombinasi beberapa jenis obat anti TBC dengan dosis tetap. Beberapa keuntungan penggunaan FDC untuk pengobatan tuberkulosis adalah: Lebih aman dan mudah pemberiannya. Satu tablet FDC mengandung beberapa jenis obat yang diperlukan, oleh karena itu dapat dicegah pemberian obat tunggal pada pengobatan TBC yang dapat mengakibatkan terjadinya kekebalan obat. Lebih nyaman untuk penderita. Menelan tablet dalam jumlah yang lebih sedikit (meningkatkan penerimaan dan kepatuhan penderita terhadap OAT) Lebih sesuai antara dosis obat dengan berat badan penderita Pengelolaan obat lebih mudah pada semua tingkat pelaksana karena hanya terdiri dari beberapa jenis tablet sudah dapat memenuhi semua kebutuhan Jenis Tablet FDC Untuk dewasa: Tablet yang mengandung 4 macam obat dikenal sebagai tablet 4 FDC. Setiap tablet mengandung: - 75 mg isoniasid (INH) - 150 mg Rifampisin - 400 mg Pirazinamid - 275 mg Etambutol Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif dan untuk sisipan. Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita. Tablet yang mengandung 2 macam obat dikenal sebagai tablet 2FDC. Setiap tablet mengandung: - 150 mg Isoniasid (INH) - 150 mg Rifampisin Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dalam tahap lanjutan. Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita. Disamping itu, tersedia obat lain untuk melengkapi paduan obat kategori 2, yaitu: - Tablet Etambutol @400 mg - Streptomisin injeksi, vial @750 mg atau vial @1 gr - Aquabidest Dasar Perhitungan Pemberian OAT-FDC 1. Dosis sesuai dengan berat badan penderita 2. Lama dan jumlah pemberian pada tiap fase pengobatan A. Kategori I Jumlah dosis pemberian pada: o Tahap Intensif : 2 bulan x 4 minggu x 7 hari = 56 dosis o Tahap lanjutan : 4 bulan x 4 minggu x 3 kali = 48 dosis B. Kategori II Jumlah dosis pemberian pada: o Untuk tablet 4FDC : 3 bulan x 4 minggu x 7 hari = 84 dosis o Untuk Streptomisin injeksi : 2 bulan x 4 minggu x 7 hari = 56 dosis o Tahap lanjutan : 5 bulan x 4 minggu x 3 kali = 60 dosis C. OAT FDC Sisipan Jumlah dosis pemberian : 1 bulan x 4 minggu x 7 hari =28 dosis D. Kategori anak o Tahap intensif : 2 bulan x 4 minggu x 7 hari = 56 dosis o Tahap lanjutan : 4 bulan x 4 minggu x 7 hari = 112 dosis Paduan OAT FDC 1. Kategori I : 2(HRZE)/4(HR)3 Diberikan kepada : - Penderita baru TBC paru BTA positif - Penderita baru TBC paru BTA negatif/rontgen positif (ringan atau berat) - Penderita TBC ekstra paru (ringan atau berat) Untuk evaluasi pelaksanaan program pengobatan TBC di puskesmas induk Margoyoso maka dilakukan pemeriksaan dahak 2. Kategori II : 2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)2E3 - Penderita TBC BTA positif kambuh - Penderita TBC BTA positif gagal - Penderita TBC berobat setelah lalai (treatment after default) yang kembali dengan BTA positif 3. OAT Sisipan : 1(HRZE) OAT sisipan diberikan bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada penderita BTA positif tidak terjadi konversi, maka diberikan obat sisipan 4 FDC (HRZE) setiap hari selama 28 hari dengan jumlah tablet setiap kali minum sama dengan sebelumnya. 4. Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) Diberikan kepada penderita TBC anak adalah penderita yang berusia 0-14 tahun. Kategori anak terdiri atas: - Tablet yang mengandung 3 macam obat dikenal sebagai tablet 3FDC (HRZ). Setiap tablet mengandung : o 30 mg Isoniasid (INH) o 60 mg Rifampisin o 150 mg Pirazinamid Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif. Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita. - Tablet yang mengandung 2 macam obat dikenal sebagai tablet 2FDC (HR). Setiap tablet mengandung : o 30 mg Isoniasid (INH) o 600 mg Rifampisin Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap lanjutan. Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita. Kemasan OAT-FDC OAT-FDC dikemas dalam blister. Tiap blister terdapat 28 tablet. - Tablet 4FDC dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @28 tablet - Tablet 2FDC dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @28 tablet - Tablet Etambutol 400 mg dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @28 tablet - Streptomisin vial @750 mg dikemas dalam dos yang berisi 50 vial - Untuk sementara OAT untuk anak menggunakan OAT kombipak karena belum tersedia dalam bentuk FDC Petugas UPK Puskesmas induk Margoyoso menyiapkan kebutuhan OAT-FDC untuk penderita TBC dengan dosis yang telah disesuaikan dengan berat badan penderita dan memasukkannya kedalam kotak/tempat obat khusus untuk penderita yang bersangkutan kemudian diberi keterangan nama, jenis kelamin, alamat, dan tanggal penderita mulai berobat. Dalam fase intensif pasien akan diberikan OAT-FDC untuk 1 minggu, berarti diberikan 7 dosis (sesuai berat badan) dan kemudian pasien harus mengambil OAT setiap seminggu sekali sesuai jadwal kontrol. Dalam fase lanjutan biasanya pasien diberikan OAT untuk 1 minggu sampai 2 minggu . Pada saat memulai pengobatan penderita TBC, pastikan bahwa penderita tersebut telah mempunyai PMO (Pengawas Minum Obat) yang ditetapkan bersama antara petugas dengan penderita. Selama ini puskesmas induk Margoyoso telah melaksanakan sistem pengawas minum obat (PMO) dengan cukup baik. Setiap ada pasien baru maka salah satu anggota keluarga pasien akan ditunjuk oleh petugas sebagai PMO yang mengawasi pasien dalam meminum obat. Anggota keluarga tersebut akan diberikan pengarahan oleh petugas mengenai pentingnya minum obat, bahaya dan resiko bila obat tidak diminum atau putus obat ditengah jalan, serta efek samping dari obat. Sistem PMO ini cukup efektif karena angka kesembuhan pasien TBC di puskesmas induk Margoyoso terbilang cukup tinggi. Penyediaan OAT-FDC Di UPK Puskesmas Induk Margoyoso Penyediaan OAT-FDC pada prinsipnya sama dengan OAT kombipak dengan maksud agar tidak terjadi keterlambatan pemberian OAT kepada penderita TBC. Alternatif penyediaan bisa berdasarkan kebutuhan setiap bulan dengan memperhitungkan : 1. Jumlah penderita TBC selama triwulan sebelumnya 2. Stok OAT-FDC untuk 1-2 orang penderita Selama tahun 2011 Puskesmas induk Margoyoso masih dapat memenuhi kebutuhan obat TBC baik untuk penderita TBC lama maupun baru karena setiap bulan sebelum persediaan obat habis maka petugas UPK akan mendata ulang ketersediaan OAT-FDC dan mengambil stok persediaan ke pusat apabila OAT-FDC habis. Setiap bulan puskesmas induk Margoyoso mendapat jatah 1 paket OAT-FDC untuk 1 pasien baru. Bila terdapat lebih dari 1 pasien baru maka petugas akan mengambil OAT-FDC langsung ke Dinas Kesehatan Tanggamus sesuai dengan jumlah pasien baru, sementara menunggu obat maka pasien baru tersebut dapat meminjam OAT-FDC milik pasien lain. Dengan sistem tersebut puskesmas induk Margoyoso dapat memenuhi kebutuhan OAT-FDC untuk target cakupan pasien TBC. Sedangkan untuk puskesmas pembantu (pustu) di 3 wilayah yang berbeda yaitu Kebumen, Sidomulyo, dan Sumberejo mendapatkan suplai obat dari induk sesuai dengan jumlah pasien dan pasien tersebut harus kontrol setelah 2 bulan pengobatan untuk pemeriksaan fisik dan dahak di puskesmas induk. Untuk OAT-FDC kategori II sementara waktu puskesmas induk Margoyoso tidak memiliki stok obat dikarenakan waktu kadaluwarsa yang lebih singkat dibanding OATFDC kategori I yaitu sekitar 4 bulan. Bila terdapat pasien yang harus mendapat pengobatan kategori II maka petugas akan mengambilnya langsung ke Dinas Kesehatan Tanggamus. Namun, dikarenakan masalah pendanaan transportasi untuk pengambilan obat maka pasien tersebut harus menunggu selama 1 bulan sampai obat tersebut diambil oleh petugas. Sampai saat ini pendanaan tersebut tidak dimasukkan kedalam pendanaan BOK puskesmas induk Margoyoso sehingga hal ini dapat menyebabkan resiko besar kehilangan pasien karena harus berobat ditempat lain yang memiliki OAT kategori II ataupun akhirnya pasien tersebut tidak berobat sama sekali. Untuk kasus TBC anak pada tahun 2011 ditemukan 1 penderita dan selama 3 tahun terakhir jumlah penemuan kasus TBC anak puskesmas induk Margoyoso terbilang cukup banyak. Oleh karena itu, setiap bulan puskesmas mendapat stok 3 paket OAT-FDC anak untuk 3 pasien baru. D. Rendahnya angka cakupan penyakit TB di kecamatan Sumberejo Tahun 2011 ditinjau dari aspek Laboratorium Permasalahan : Hanya terdapat 1 analis laboratorium di kecamatan Sumberojo yang terdiri dari 13 desa Kemungkinan adanya kesalahan dalam analisa data Kemungkinan kesalahan dalam pengambilan sampel Salah satu pelayanan yang diberikan di Puskesmas kepada penderita TB Paru adalah pemeriksaan laboratorium. Dalam program penanggulangan TB Paru, pemeriksaan sediaan mikroskopis BTA dari spesimen dahak merupakan komponen kunci untuk menegakkan diagnosis serta evaluasi dan tindak lanjut pengobatan. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis merupakan pemeriksaan dahak yang paling efisien, mudah dan murah. Pemeriksaan mikroskopis bersifat spesifik dan cukup sensitif karena pemeriksaan 3 spesimen (Sewaktu Pagi Sewaktu / SPS) dahak secara mikroskopis langsung nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan. Permasalahan yang dijumpai dalam pelaksanaan program ini adalah hanya terdapat 1 analis di kecamatan Sumberojo yang terdiri dari 13 desa, kemungkinan adanya kesalahan dalam analisa data dan kemungkinan kesalahan dalam pengambilan sampel. Di kecamatan Sumberejo terdapat 3 Puskesmas pembantu, yaitu : Pustu Kebumen, Pustu Sidomulyo dan Pustu Sumberejo. Pada masing-masing Pustu telah terdapat tenaga kesehatan berkompeten yang mendiagnosa suspek TB kemudian merujuk pasien-pasien tersebut ke Puskesmas induk untuk melakukan pemeriksaan sputum, tetapi dari data yang didapatkan, pasien-pasien yang telah dirujuk tersebut tidak datang ke Puskesmas induk untuk melakukan pemeriksaan sputum. Hal ini mungkin disebabkan oleh jauhnya jarak yang harus ditempuh oleh pasien dari Pustu menuju Puskesmas induk. Dengan adanya masalah ini, maka diusulkan agar di Pustu terdapat tenaga medis yang telah dilatih untuk melakukan fiksasi sputum yang kemudian akan dikirimkan ke Puskesmas induk untuk dilakukan analisa, hal ini dilakukan untuk menghemat waktu dan biaya transportasi pasien, serta mengurangi jumlah pasien suspek TB yang telah dirujuk tetapi tidak datang untuk memeriksakan diirnya ke Puskemas induk. Diharapkan dengan adanya metode ini kita tidak kehilangan pasien TB, sehingga pasien bisa didiagnosa, diobati dan tidak menularkan penyakitnya tersebut kepada orang lain. Untuk menjamin ketepatan dan ketelitian hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung harus dilakukan kegiatan pemantapan mutu laboratorium.Kegiatan pemantapan mutu laboratorium untuk memantau kualitas tata laksana pemeriksaan laboratorium Puskesmas dilaksanakan melalui pemeriksaan cross check atau uji silang yaitu pengiriman satu sediaan dari seluruh slide BTA + masing-masing tersangka penderita ditambah 10% BTA – hasil pemeriksaan Puskesmas yang diambil secara acak ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) atau BP4 yang ditunjuk. Angka error rate (angka kesalahan laboratorium) yang di dapat dari hasil pemeriksaan cross check merupakan salah satu indikator program penanggulangan TB Paru. Menurut WHO dimana jika error rate ≤5% maka mutu pemeriksaan dahak di Kabupaten atau Kota tersebut dinilai bagus. Dengan dilaksanakannya cross check spesimen maka dapat diketahui kualitas hasil pemeriksaan sediaan dahak pada Puskesmas yang bersangkutan. Akurasi pemeriksaan spesimen ini sangat penting karena menyangkut ketepatan diagnosa pada tersangka penderita. Apabila angka kesalahan laboratorium (error rate) dari hasil cross check diketahui >5% maka dapat berdampak pada hasil pembacaan spesimen yang pada akhirnya terjadi kesalahan pengobatan pada penderita sehingga dapat mengganggu program penanggulangan penyakit TB Paru. Selain itu apabila angka kesalahan tersebut melampaui batas maka akan diadakan tindak lanjut kepada petugas laboratorium Puskesmas yang bersangkutan, seperti mendapatkan bimbingan atau petugasnya perlu magang di BLK. Angka pencapaian error rate dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah petugas laboratorium TB Paru, oleh karena petugas laboratorium tersebut memiliki karakteristik individual yang berbeda-beda. Adanya kemungkinan kesalahan dalam pengambilan sampel, biasanya disebabkan karena pasien tidak bisa mengeluarkan dahak, jadi sampel yang diambil merupakan air ludah pasien. Dengan ini bisa disarankan pada pasien untuk melakukan pemeriksaan radiologi terlebih dahulu yang pada kemudian hari hasil pemeriksaan radiologi ini bisa berfungsi untuk menilai kemajuan pengobatan pasien setelah fase pengobatan intensif maupun fase pengobatan lanjutan jika pada pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan sputum karena dahak tidak bisa dikeluarkan. E. Program Pelaporan Data Pasien TB Paru di Puskesmas Margoyoso Di Puskesmas Kecamatan Sumberejo sendiri terdapat 6 macam pencatatan pelaporan data TB Paru , yang terdiri dari : TB 01 TB 02 TB 03 TB 04 TB 05 TB 06 TB 01 TB 01 merupakan lampiran yang berisi kartu pengobatan TB , dalam lampiran ini sendiri terdapat beberapa informasi yang terdiri dari : Nama penderita Alamat Nama PMO Alamat PMO Jenis kelamin Umur Parut BCG Tahun Klasifikasi TB Tipe Penderita Pemeriksaan Kontak Serumah Tahap Pengobatan (baik intensif maupun lanjutan) TB 01 sendiri merupakan lampiran yang seharusnya berada di Balai Pengobatan Unit Pelayanan Kesehatan dan diisi oleh petugas medis yang saat itu melakukan pemeriksaan kepada pasien TB Paru yang kontrol dan bermaksud mengambil obat sediaan.Lampiran ini dilengkpi isinya setiap kali pasien TB Paru datang kontrol dan mengambil obat,Sehingga dari TB 01 ini kita dapat mengetahui jumlah obat yang sudah diminum oleh pasien , jumlah hari pengobatan, Tahapan Pengobatan Pasien (Intensif atau Lanjutan), dan jumlah obat yang dimiliki oleh pasien (persediaan di rumah), Akan tetapi data untuk mengetahui bahwa pasien selama ini kontrol dan mngambil obat dengan teratur atau tidak tidak terdapat dalam lampiran ini, Sehingga menyulitkan petugas medis dalam memantau pasien apakah kontrol teratur atau tidak dan mengambil obatnya dengan teratur atau tidak.Selain itu permasalahan lain yang terjadi adalah bahwa selama ini lampiran TB 01 sendiri tidak terdapat di Balai Pengobatan sehingga adanya kemungkinan keterlambatan dalam pengisian dan masalah lain yang terjadi adalah dalam pengisian TB 01 sendiri yang tidak dimengerti oleh semua petugas medis yang berada di dalam Balai Pengobatan sehingga menyebabkan dapat terjadi kesalahan dalam pengisian atau terkadang TB 01 menjadi tidak diisi. TB 02 Merupakan Kartu Identitas TB yang memuat informasi berupa : Nama, Alamat Jenis kelamin, umur Unit Pengobatan, Klasifikasi Penyakit Tipe penderita, obat yang diberikan Tanggal perjanjian pengambilan obat, Konsultasi dokter, Pemeriksaan ulang dahak, dan jumlah obat yang diambil TB 02 merupakan kartu yang dimiliki oleh setiap penderita TB Paru yang mendapatkan pengobatan di puskesmas.Kartu ini selalu dibawa setiap kali pasien kontrol kesehatannya atau dalam pengambilan obat.Di dalam kartu terdapat jadwal kapan pasien harus kembali untuk kontrol dan pengambilan obat, tetapi karena kartu ini dibawa oleh pasien sehingga menyebabkan kendala bagi tenaga medis untuk memantau jadwal kontrol dan pengambilan obat oleh pasien apakah sudah teratur sesuai jadwal atau belum.Selain itu permasalahan lain yang muncul adalah pengambilan obat, kontrol dan yang membawa TB 02 ke puskesmas adalah bukan penderita TB(pemilik TB02 ) melainkan saudara atau kerabatnya yang mewakili penderita(sedangkan dalam TB 02 sendiri tidak terdapat data siapa sebenarnya yang mengambil obat), sehingga menyebabkan kendala bagi tenaga medis dalam memnatau kesehatan atau perkembangan penyakit dari penderita itu sendiri.Hal itu lah yang nantinya ditakutkan dapat mempengaruhi angka kesembuhan dari penderita TB Paru. TB 03 Merupakan suatu lampiran register TB unit pelayanan kesehatan, dimana di dalanya terdapat informasi berupa : Tanggal, No Nama, Jenis kelamin Umur, Alamat Unit Pengobatan, Tanggal mulai berobat Rejimen yang diberikan, Tipe penderita Pemeriksaan dahak, dan Hasil dari pemeriksaan Tanggal berhenti minum obat Data TB 03 merupakan register TB yang dapat digunakan sebagai data dasar PWS (Pemantauan Wilayah Setempet), dan dengan adanya data PWS ini kita dapat mengetahui penyebaran TB yang terdapat di kecamatan sumberejo.Kita juga dapat mengetahui desa mana saja yang mempunyai pasien TB dan desa mana saja yang tidak ditemukan kasus baru TB Paru sama sekali. Sehingga dengan data tersebut dapat ditemukan permasalah yang terjadi dari tiap desa dan solusinya dengan lebih efektif.Dari data ini kita juga dapat melihat tanggal awal pasien melakukan pengobatan dan prediksi pengobatannya berhenti. TB 04 TB 04 merupakan sebuah lampiran atau register laboratorium TB, dimana disini mencakup data berupa : Nomor lab registrasi,Tanggal pemeriksaan Nama lengkap penderita, Jenis kelamin Umur, Alamat Nama unit pengobatan Alat pemeriksaan (Untuk diagnosa atau Follow up) Hasil pemeriksaan. Data ini merupakan data yang terdapat di Laboratorium dan diisi oleh petugas laboratorium atau analis.TB 04 ini dimaksudkan untuk mendata seluruh penderita yang melakukan seluruh pemeriksaan sputum baik pemeriksaan ini sebagai alat untuk mendiagnosa ataupun sebagai alat Bantu follow up.Sehingga dari TB 04 ini dapat diketahui jumlah pasien suspek TB Paru yang melakukan pemeriksaan sputum dan jumlah pasien TB Paru yang melakukan follow up.Akan tetapi walaupun terdapat data pasien suspek yang melakukan pemeriksaan , puskesmas sendiri masih meliki masalah dalam menentukan tingkat kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan sputum bagi mereka yang didiagnosa suspek TB Paru, dikarenakan tidak adanya data yang memuat jumlah pasien yang didiagnosa suspek TB Paru dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan sputum di setiap balai pengobatan puskesmas.Sehingga karena tidak adanya data tersebut sulit untuk mengetahui tingkat kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan sputum. TB 05 TB 05 merupakan formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak atau sputum, yang berisi data berupa : Nama unit yangkes, Nama Pasien Alamat lengkap, Kabupaten Telepon, umur Jenis kelamin , klasifikasi penyakit Diagnosa ,no identitas sediaan Tanggal pengambilan dahak, dan tanggal pengiriman dahak Hasil pemeriksaan laboratorium Formulir ini diisi oleh tenaga medis yang melakukan pemeriksaan dan mendiagnosa pasien dengan suspek TB Paru dan menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan sputum.Formulir ini diisi seseuai dengan data pasien dan dibawa oleh pasien ke laboratorium beserta dengan tabung yang sudah berisi dahak . Kemudian pada bagian bawah formulir akan diisi hasil pemeriksaan sputum oleh analis yang nantinya akan dikembalikan lagi ke tenaga medis atau balai pengobatan yang mengeluarkan formulir. Nantinya hasil ini akan ditindak lanjuti oleh tenaga medis itu sendiri. Masalah yang terjadi saat ini adalah bahwa pengisian dari TB 05 sendiri saat ini dilakukan oleh petugas laboratorium, dan tidak adanya TB 05 yang dikeluarkan oleh balai pengobatan sebagai pengantar formulir bagi pasien yang akan melakukan pemeriksaan sputum (walaupun sudah pernah diberikan ). TB 06 Merupakan lampiran daftar tersangka penderita (suspek) yang diperiksa dahak SPS, lampiran ini sendiri berisi : No, No identitas sediaan dahak Nama tersangka penderita, jenis kelamin Umur, alamat lengkap Hasil pemeriksaan TB 06 merupakan lampiran daftar tersangka penderita suspek TB Paru yang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan sputum.Lampiran ini seharusnya berada di seluruh balai pengobatan puskesmas yang diisi oleh tenaga medis. Data yang dimasukan sendiri berupa data seluruh pasien yang didiagnosa suspek TB Paru dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan sputum di puskesmas induk. Sehingga dengan adanya data ini kita dapat memantau seluruh pasien suspek TB Paru apakah melakukan pemeriksaan sputum atau tidak, dan juga kita dapat mengetahui secara tidak langsung tingkat kesadaran masyarakan untuk melakukan pemeriksaan sputum.TB 06 juga dapat diguanakan sebagai arsip kita dan lampiran untuk menuliskan hasil dari formulir TB 05 atau hasil laboratorium, sehingga dapat ditindak lanjuti. Masalahnya yang terjadi saat ini adalah TB 06 sendiri tidak diisi oleh petugas medis BP sehingga akhirnya data penderita suspek TB Paru yang seharusnya ada menjadi tidak ada. Tidak adanya data dasar jumlah pasien yang didiagnosa susek TB Paru di setiap unit pelayanan kesehatan kecamatan Sumberejo sehingga menyebabkan puskesmas tidak dapat mengetahui jumlah pasien pasien suspek TB Paru secara pasti setiap bulannya.Hal ini juga menyebabkan tidak dapat diketahuinya tingkat kesadaran masyarakat untuk melakukn pemeriksaan sputum, karena tiah adanya nilai pembanding sehingga hasilnya tidak diketahui, dan permasalahan menjadi sulit ditemukan. BAB IV REKOMENDASI A. Kesadaran Masyarakat Kecamatan Sumberejo Mengenai TB Paru Pada Tahun 2011 1. Jangka pendek Program : Penyuluhan Sasaran : Bidan desa, dan kader Teknis pelaksanaan : mengadakan penyuluhan terhadap seluruh bidan desa dan kader. Untuk pelaksanaan dibutuhkan leaflet yang bisa dipelajari oleh bidan desa dan kader untuk dibagikan ke warga. Diharapkan bidan desa dapat menyuluh dapat menyuluh kepada warga nya di acara posyandu minimal 1 kali dalam sebulan untuk 1 tempat posyandu. Hasil yang diharapkan a. Bidan dapat menyuluh kepada warga di acara posyandu minimal 1x dalam 1 bulan untuk 1 tempat posyandu b. Kader dapat memberikan pengaruh ke warga nya untuk memeriksakan dahak. c. Peningkatan cakupan suspek TB paru pada puskesmas Margoyoso 2. Jangka panjang a. Menyuluh kepada seluruh Masyarakat kecamatan sumberejo b. Membuatnya data tentang survey kontak c. Membuatnya data tentang PWS atau Pemantauan Wilayah Setempat. d. Memberikan anggaran untuk pemeriksaan dahak untuk 1 kali periksa mencakupi 3x pemeriksaan sputum. Sehingga pemanipulasian data dapat terhindarkan B. Kepatuhan Pasien Dalam Pengobatan TB Paru Selama Masa Pengobatan Tahun 2011 1. Jangka pendek Program : Pembuatan Jadwal Minum Obat Sasaran : Pasien Teknis pelaksanaan : dibuat sebuah formulir yang dapat membantu pasien untuk mengingat tanggal minum obat agar pasien tidak lupa minum obat. Jadwal cukup dibuat untuk fase lanjutan saja, karena pada fase lanjutan pasien tidak minum obat setiap hari sehingga lebih banyak peluang untuk lupa minum obat. Contoh jadwal yang dibuat seperti berikut: Minggu → 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 Hari ↓ Senin Kamis Sabtu Obat yang diberikan dapat ditempatkan dalam plastik kecil yang kemudian distapler ke kotak yang sudah tersedia. Pada kotak tersebut juga dapat ditulis tanggal yang berkorespondensi dengan tanggal minum obat agar pasien tidak lupa minum obat. 2. Jangka panjang a. Pengambilan obat lebih diperketat b. Dibuat peraturan agar pada saat pasien datang untuk pengambilan obat, pasien diminta untuk meminum obat hari itu di depan petugas kesehatan C. Ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis di Kecamatan Sumberejo Secara keseluruhan tidak terdapat kendala ataupun masalah yang berkaitan dengan penyediaan OAT-FDC di puskesmas induk Margoyoso. Sistem pemberian dan 14 15 16 pengambilan OAT serta ketersediaan logistik obat di puskesmas induk Margoyoso sudah cukup baik. Meskipun terdapat masalah mengenai pengadaan OAT kategori II dimana masih terbentur kendala di pendanaan transportasi untuk pengambilan obat namun, hal ini tidak banyak mempengaruhi stok OAT karena dalam 10 tahun terakhir ini pasien MDR yang ditemukan di puskesmas hanya berjumlah 3 orang dan bila terdapat pasien MDR maka petugas akan mengambil OAT kategori II langsung ke dinas kesehatan dengan pendanaan secara swadaya. D. Rendahnya angka cakupan penyakit TB di kecamatan Sumberejo Tahun 2011 ditinjau dari aspek Laboratorium 1. Pengembangan Sumber Daya Manusia : Peningkatan Sumber Daya Manusia (tim medis) seperti pelatihan kepada tim medis di Pustu untuk cara fiksasi sampel Meningkatkan pengetahuan & ketrampilan petugas laboratorium melalui: Pelatihan awal, pelatihan ulang dan pelatihan kerja (on the job training) untuk petugas laboratorium TBC di Puskesmas Margoyoso dalam bidang manajemen Laboratorium TB dan ketrampilan teknis pemeriksaan laboratorium. Melaksanakan evaluasi pasca pelatihan 2. Pengadaan alat-alat dan bahan Laboratorium TB 3. Peningkatan fasilitas Laboratorium 4. Kegiatan pemantapan mutu laboratorium untuk memantau kualitas tata laksana pemeriksaan laboratorium Puskesmas dilaksanakan melalui pemeriksaan cross check atau uji silang E. Program Pelaporan Data Pasien TB Paru di Puskesmas Margoyoso TB 01 & TB 02 Dibuatnya suatu pencatatan baru berupa Tabel Paru, dimana di dalamnya terdapat data : Unit Pengobatan Nama, umur, jenis kelamin, alama, no.tlp Nama PMO, alamat PMO, no.tlp PMO Klasifikasi penyakit Tanggal memulai Pengobatan (intensif maupun lanjutan) Berat Badan Jenis obat, Dosis dan Jadwal pemberian Jadwal pemeriksaan sputum dan Hasil pemeriksaan Tanggal datang dan tanggal kontrol Jumlah obat yang diberikan dan siapa yang mengambil obat Pembelajaran pengisian TB 01 secara benar yang dilakukan oleh semua tenaga medis yang berdinas di Balai Pengobatan Peletakan TB 01 di Balai Pengobatan agar lebih mudah di akses oleh tenaga medis yang sedang bertugas. TB 04 & TB 05 Penyediaan lampiran TB 06 di setiap Balai Pengobatan Unit Kesehatan Kecamatan Sumberejo Pembelajaran bagi semua tenga medis yang bertugas di Balai Pengobatan untuk pengisian TB 06 TB 05 Penyedian formulir TB 05 di setiap Balai Pengobatan Unit Kesehatan kecamatan Sumberejo dan pengisian serta intruksi kepada pasien dilakukan secara lebih teliti Unit Pengobatan : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Nama penderita : _ _ _ _ _ _ _ __ _ Nama PMO Umur Alamat PMO : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ : _ _ _ _ _ _ Thn Jenis kelamin : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Alamat :___________ No. Tlp :__________ No.tlp PMO :___________ :___________ Klasifikasi TB : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ (Paru/ non-paru) Tanggal memulai Pengobatan ____________________ ____________________ Berat Badan : _ _ _ _ _ Kg Jenis obat, dosis dan jadwal pemberian ____________________ ____________________ ____________________ Jadwal pemeriksaan sputum 1.Pem. sputum I (awal): _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Hasil :___________ 2.Pem. sputum II (1 mgg sebelum intensif berakhir) : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Hasil :___________ 3.Pem. sputum III (akhir pengobatan) Hasil :___________ :___________ Pemeriksaan tambahan Pem. sputum (1 mgg sebelum sisipan berakhir) : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Hasil : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Pemeriksaan kultur Hasil : _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ :___________ TANGGAL PERJANJIAN PENGAMBILAN OBAT & KONTROL Fase Tanggal Tanggal Jumlah Obat Pasien (intensif/sisipan/lanjutan) Datang Kontrol (tablet) () Wali () BAB V KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Cakupan kasus TB paru pada tahun 2011 di kecamatan Sumberejo hanya mencapai 11 orang. Ini menandakan bahwa kecamatan Sumberejo hanya memenuhi 22,44% dari yang dianjurkan oleh WHO. Sulit untuk menyimpulkan derajat kesadaran masyarakat terhadap penyakit TB pada kecamatan Sumberejo tahun 2011, namun kami menilai kesadaran masyarakat masih kurang Selama tahun 2011 Puskesmas induk Margoyoso masih dapat memenuhi kebutuhan obat TBC baik untuk penderita TBC lama maupun baru karena setiap bulan sebelum persediaan obat habis maka petugas UPK akan mendata ulang ketersediaan OAT-FDC dan mengambil stok persediaan ke pusat apabila OATFDC habis Rendahnya angka cakupan penyakit TB di kecamatan Sumberejo Tahun 2011 ditinjau dari aspek Laboratorium, disebabkan oleh beberapa hal berikut: - Hanya terdapat 1 analis laboratorium di kecamatan Sumberojo yang terdiri dari 13 desa Kemungkinan adanya kesalahan dalam analisa data dan pengambilan sampel Tidak ada data dasar jumlah pasien yang didiagnosa susek TB Paru di setiap unit pelayanan kesehatan kecamatan Sumberejo menyebabkan puskesmas tidak dapat mengetahui jumlah pasien pasien suspek TB Paru secara pasti setiap bulannya. Hal ini juga menyebabkan tidak dapat diketahuinya tingkat kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan sputum, karena tidak adanya nilai pembanding sehingga hasilnya tidak diketahui, dan permasalahan menjadi sulit ditemukan. SARAN Mengadakan penyuluhan terhadap seluruh bidan desa dan kader. Untuk pelaksanaan dibutuhkan leaflet yang bisa dipelajari oleh bidan desa dan kader untuk dibagikan ke warga Membuat data tentang survey kontak Membuat data tentang PWS atau Pemantauan Wilayah Setempat. Memberikan anggaran untuk pemeriksaan dahak untuk 1 kali periksa mencakupi 3x pemeriksaan sputum. Sehingga pemanipulasian data dapat terhindarkan Membuat sebuah formulir yang dapat membantu pasien untuk mengingat tanggal minum obat agar pasien tidak lupa minum obat Pengambilan obat lebih diperketat Membuat peraturan agar pada saat pasien datang untuk pengambilan obat, pasien diminta untuk meminum obat hari itu di depan petugas kesehatan Meningkatkan Sumber Daya Manusia (tim medis) seperti pelatihan kepada tim medis di Pustu untuk cara fiksasi sampel Meningkatkan pengetahuan & ketrampilan petugas laboratorium Pengadaan alat-alat dan bahan Laboratorium TB Peningkatan fasilitas Laboratorium Kegiatan pemantapan mutu laboratorium untuk memantau kualitas tata laksana pemeriksaan laboratorium Puskesmas dilaksanakan melalui pemeriksaan cross check atau uji silang Dibuatnya suatu pencatatan baru berupa tabel paru untuk memudahkan sistem pelaporan Pembelajaran pengisian TB 01 secara benar yang dilakukan oleh semua tenaga medis yang berdinas di Balai Pengobatan Peletakan TB 01 di Balai Pengobatan agar lebih mudah di akses oleh tenaga medis yang sedang bertugas Penyediaan lampiran TB 06 di setiap Balai Pengobatan Unit Kesehatan Kecamatan Sumberejo Pembelajaran bagi semua tenga medis yang bertugas di Balai Pengobatan untuk pengisian TB 06 Penyedian formulir TB 05 di setiap Balai Pengobatan Unit Kesehatan kecamatan Sumberejo dan pengisian serta intruksi kepada pasien dilakukan secara lebih teliti