1 KEPEMIMPINAN GEREJA DALAM KONTEKS

advertisement
KEPEMIMPINAN GEREJA DALAM KONTEKS PRESBITERIAL SINODAL
BANUA NIHA KERISO PROTESTAN DISTRIK MEDAN I1
Oleh
Dr. Etiknius Harefa, MTh, MPd.K
ABSTRAK:
Kepemimpinan Gereja BNKP Pasca penyempurnaan Tata Gereja yang
baru menjadi topik yang semakin hangat dibicarakan dan menjadi
pergumulan secara organisatoris dalam tubuh Gereja BNKP. Dalam
menata dirinya sebagai sebuah lembaga Gereja, BNKP menerima dan
memberlakukan sistem Presbiterial Sinodal sebagai warisan gereja
masa silam. Apa dan bagimana sistim kepemimpinan dalam konteks
sturktur presbiterial sinodal tersebut? Apakah sistim ini tetap setia
berpegang pada kebenaran Firman Tuhan atau secara Alkitabiah?
Selanjutnya diperlukan kajian megenai kesiapan sumber daya pelayan
dalam mengemban amanat konstitusionil Gereja. Gereja secara
presbiterial, sesunguhnya menyediakan wahana yang fleksibel bagi
kepemimpinan yang secara alkitabiah pada semua level kepengurusan
Gereja.
Kata kunci : Gereja – Kepemimpinan – Presbiterial - Alkitabiah
APAKAH PRESBITERIAL SINODAL ITU?
Tata Gereja BNKP pasal 27 mengatakan :
“Keseluruhan wilayah pelayanan BNKP sebagai satu sinode merupakan satu
kesatuan wilayah pelayanan gerejani dengan sistem Presbiterial Sinodal”2
Kemudian dalam bagian penjelasan akan pasal mengenai pewilayahan ini
ditandaskan bahwa “Dalam menata dirinya sebagai sebuah lembaga Gereja,
BNKP menerima dan memberlakukan sistem Presbiterial Sinodal sebagai
warisan gereja masa silam, karena dengan demikian BNKP pada satu sisi
menyatakan jemaat-jemaatnya sebagai basis operasional dinamika
pelayanan, sehingga terhindar dari dominasi sinodal yang kaku, statis dan
otoriter, sedang pada sisi yang lain menggaris bawahi peranan hubungan
sinodal, sehingga terhindar dari bahaya yang memutlakkan jemaat setempat
(kongregasionalisme)”3
Berdasarkan ketentuan yang sudah digariskan dalam keputusan musyawarah
tertinggi itu, paling tidak 5 hal perlu difahami untuk direfleksikan dalam rangka
Disajikan pada Seminar Kepemimpinan & Pelayanan Majelis Resort 42 BNKP Medan Juli 2012
BPHMS BNKP, Tata Gereja BNKP Tahun 2007Bab IX pasal 27 (Kantor Sinode BNKP : 2007) hal 11
3
Ibid. halaman 19
1
2
1
pemahaman akan tugas panggilan kepemimpinan baik dalam konteks sinodal, dan
terutama dalam konteks jemaat sebagai berikut :
1. Bahwa Sinode Gereja BNKP adalah suatu kesatuan wilayah pelayanan yang
bersifat gerejani dan memiliki sistim yang harus dimengerti oleh siapa saja yang
terlibat aktif dalam penatalayanan kepemimpinan, baik di tingkat jemaat lokal
maupun pada aras sinodal. Implikasinya bagi pemahaman itu ialah bahwa gereja
BNKP sebagai suatu organisasi kegerejaan tidak dapat difahami sama seperti
organisasi kemasyarakatan ataupun organisasi politis.
Itu berarti bahwa Pola
dan Prinsip, Metode, Strategi, Style (gaya) dan Tujuan penyelenggaraan
kepemimpinan dalam tubuh BNKP tidak dapat meminjam ataupun mengadopsi
pola, prinsip, metode-strategi, gaya dan tujuan kepemimpinan sekuler dan
politis.
Kepemimpinan Tuhan Yesus adalah kepemimpinan Alkitabiah yang
memiliki sendi dan nilai relevansi yang teruji sepanjang zaman, itulah yang harus
dimengerti dan berlaku bagi organisasi kegerejaan seperti BNKP.
2. Bahwa BNKP sebagai satu Sinode memiliki sistim Presbiterial Sinodal. Sistim ini
mengakar dalam sejarah gereja sepanjang zaman, artinya bahwa sistim tersebut
sudah dimiliki oleh gereja sejak ia lahir sebagai karya Roh Kudus. Kalimat
“warisan gereja masa silam” dalam penjelasan tata gereja BNKP itu dapat
difahami sebagai sistim yang sudah ada pada gereja reformasi sebelumnya, dan
bila ditelusuri lebih fokus lagi, maka sistim ini kita temukan dalam kehidupan
gereja zaman Perjanjian Baru.
Dalam perjalanan sejarah gereja sistim
presbiterial sinodal ini mengalami perkembangan dalam metode, strategi dan
gayanya, namun prinsip dan tujuannya tidak berubah. Dengan fleksibilats seperti
ini memungkinkan sistim presbiterial sinodal itu dapat dipakai terus, dan justru
itulah keunikkan dan kekuatannya, dan BNKP menetapkan untuk menggunakan
sistim ini, merupakan pilihan yang tepat, bukan karena sistim ini cocok bagi
jemaat BNKP, melainkan karena BNKP sebagai gereja sudah hidup puluhan dan
bahkan 144 tahun dalam sistim itu, sekalipun dinamikanya terkesan lambat
karena beberapa faktor yang mempengaruhi.
3. Bahwa BNKP dengan sistim Presbiterial Sinodal itu, menjadikan jemaat sebagai
basis oprerasional pelayananya. Hal ini sungguh tepat, tidak mungkin sinode
yang menjadi basisnya, itu bertentangan dengan hakekat presbiterial itu sendiri.
2
Sebab menurut Alkitab presbiterial itu ada pada jemaat dan perwujudannya
adalah dalam jemaat. Para Presbiter itu berasal dari jemaat, diangkat, melayani
dan hidup untuk jemaat. BNKP sebagai suatu sinode bertujuan untuk menjadi
“Jemaat Misioner”. Hal itu sangat mungkin terwujud, bukan dimulai dari sinode,
melainkan dimulai dari jemaat karena demikianlah strukturnya yang sebenarnya.
Tantangan dan peluang untuk menjadi Jemaat Misioner itu ada dalam sebuah
jemaat. Karena demikian kepemimpinan dalam sebuah jemaat sangat sentral
dan menentukan dalam hal ini. Barometer untuk mengukur dan melihat Sinode
BNKP yang missioner itu, sangat tergantung dan ditentukan sejauhmana dan
seberapa besar jemaat-jemaat lokal di seluruh BNKP telah mencapainya.
Kepemimpinan dalam bingkai Resort 42 berjuang keras untuk membina para
pemimpin jemaat lokal di lingkungan Resort ini agar mereka mampu
mewujudkan jemaat missioner itu di jemaatnya masing-masing.
Dari prespektif kepemimpinan Alkitabiah, semua tantangan dan masalah yang
timbul dalam setiap jemaat, seharusnya menjadi peluang untuk maju dalam
menata diri mewujudkan tujuan yang mulia itu. Tantangan tidak membuat kita
berhenti melangkah apalagi mundur, melainkan membuat kita semakin maju
dengan langkah tenang dan pasti. Itulah prinsip dan dinamika estetika
kepemimpinan presbiterial sinodal yang dimaksud. Dalam sebuah jemaat
terdapat orang-orang atau para pemimpin yang berbeda-beda latar belakang dan
gaya serta sistim berpikirnya dan pendapatnya. Justru dalam bingkai presbiterial
semuanya dapat dipersatukan. Dalam organisasi bisnis dan politis, semuanya itu
tidak mungkin bersatu apalagi bekerja sama, tetapi dalam Frem presbiterial,
semuanya dapat bersatu dan bekerja bersama-sama, dan sama-sama bekerja
dan melayani. Karena itu kepemimpinan presbiterial adalah “Kepemimpinan
Team, Kepemimpinan bersama” yang menganut jiwa Alkitabiah.
4. Bahwa BNKP sebagai satu sinode menerapkan dalam diri dan pelayanannya
suatu pola kepemimpinan yang dilaksanakan oleh para Presbiter. Dalam bahasa
Yunani Presbyter
artinya Penatua
bahasa Batak Sintua, dalam bahasa Nias
disebut Satua. Kepemimpinan para presbiter maksudnya adalah kepemimpinan
para penatua. Gereja yang menganut sistim presbiterial mengimplementasikan
3
prinsip presbiteros dalam struktur organisasi dan dalam pola kepemimpinan yang
akan menggerakkan organisasi itu sendiri.
Strukur jemaat presbiterial dalam Perjanjian Baru, secara geografis mereka ada
dimana-mana, merupakan kelompok-kelompok kecil yang progresif, bersaksi dan
melayani pada semua lapisan masyarakat, sehingga tiap-tiap hari secara
kuantitatif jumlah mereka bertambah terus, dan mutu atau kualitas iman
merekapun semakin dewasa, sehingga kondisi ini telah menjadi daya tarik paling
besar buat orang-orang lain dari berbagai latar belakang, untuk masuk dan
bergabung menjadi anggota Tubuh Kristus (Band. Kis. ps 2 – 4)
Pola kepemimpinan yang diterapkan pada setiap jemaat itu sangat solid
digerakkan oleh sebuah team penatua yang kesaksian hidup mereka diuji bukan
oleh suatu perangkap testing yang dipersiapkan oleh BPHMS melainkan realita
pelayanan itulah yang mereka hadapi sebagai batu uji yang membuat konduite
mereka tampil cemerlang.
Sinode dalam sistim presbiterial juga dibutuhkan untuk menetapkan arah dan
haluan gereja secara organisatoris serta membentuk dan menetapkan kebijakankebijakan kepemimpinan lewat pengambilan keputusan berdasarkan pimpinan
Roh Kudus (Band. Kis.15:1-34) Kita melihat bahwa persidangan pertama dalam
Jemaat Yerusalem yang missioner itu, terdiri dari para rasul, para penatua, dan
seluruh jemaat (Kis. 15:22).
5. Bahwa sistim Presbiterial Sinodal itu adalah jawaban paling arif untuk menata
struktur organsisasi dan kepemimpinan dari bahaya ataupun kelemahan yang
akan muncul. Bahaya itu dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Sinodal tanpa prinsip presbiterial akan menjadi kaku dan cenderung otoriter,
dan sudah pasti jemaat akan jalan sendiri-sendiri, memberontak, atau menjadi
pasif, dan sangat tergantung pada pimpinan pusat. Kemajuan dalam suatu
jemaat akan sangat ditentukan oleh kebijakan pimpinan pusatnya, dan ini
merupakan kelemahan besar dalam era keterbukaan dan kebebasan.
Presbiterial tanpa ikatan sinodal akan menjadi sesuatu yang mutlak, dan
identitasnya bisa beragam-ragam, dan menjurus menjadi anggota-anggota tubuh
yang terpenggal-penggal terpisah dari kepalanya. Jemaat akan menjadi sebuah
4
kongregasi yang bebas hidup sendiri-sendiri sehingga koinonia akan mewujud
secara sempit, hanya dalam lingkup jemaat lokal saja.
Para pemimpin di tingkat sinode BNKP sadar akan munculnya bahaya itu, dan
itulah sebabnya kita memakai sistim presbiterial sinodal yang di dalamnya akan
senantiasa terjalin hubungan dalam tatanan garis koordinasi yang indah dan
harmonis, disertai kewibawaan rohani yang mengikat persekutuan jemaat
dengan sinode menjadi satu kesatuan yang utuh dan kompetitif di tengah
terpaan badai modernisasi dan mental globalisasi. Implementasi prinsip ini harus
mewujud secara konkrit di Resort 42 yang kita cintai ini.
Dalam lingkup presbiterial sinodal itu, para pendeta, para guru jemaat, para
evangelis, para penatua, dan pengurus komisi merupakan satu kelompok
presbiter, yang akan menjadi team solid yang indah, kokoh, berwawasan global,
dan kompetitif membawa Gereja BNKP menjadi jemaat misioner. Karena
demikian maka kita semua adalah Presbiter karena Kristus dan untuk jemaatNya.
Biarlah
kita
menjadi
“sympresbyteros”
“presbiter”
yang
baik
(teman penatua yang baik)
bagiNya
dan
menjadi
bagi rekan-rekan pelayan di
Resort 42 dan di seluruh BNKP.
KEPEMIMPINAN PRESBITER DALAM PERJANJIAN BARU
Sebutan yang paling banyak dipakai dalam Perjanjian Baru untuk para
pemimpin Gereja adalah para penatua (presbiter). Istilah lainnya adalah para penilik
jemaat (episkopos). Kedua kata ini digunakan secara bergantian dalam Perjanjian
Baru.
Para
penatua
(Yunani:
presbyteroi)
Kis.11:30;14:23;15:2,4,6,22-
3;16:4;20:17;21:18, 1 Tim. 5:17,19;Tit. 1:5; Yak. 5:14; 1Pet.5:1,5). Presbyteros
berarti lebih tua (Luk.15:25) orang yang lebih tua (1 Tim.5:1) dan penatua (1
Tim.5:19). Presbyteros adalah komperatif dari kata sifat presbys yang berarti tua.
Akan tetapi arti komparatifnya tidak dapat selalu ditekankan. Hampir sepanjang
5
masa Perjanjian Baru kata ini dipakai sabagai sebuah kata benda dalam bentuk
tunggal untuk suatu dewan pemimpin yang resmi.4
Dr. Andar Lumban Tobing (alm) mantan Bishop GKPI menjelaskan bahwa
dalam Perjanjian Baru Bahasa Batak, kata “Sintua” sebagai terjemahan untuk kata
“presbyter”, bahasa Indonesia penatua
sebagai istilah tekhnis untuk pemangku
jabatan tua-tua jemaat. Tetapi kalau yang dibicarakan adalah majelis atau kelompok
para penatua maka istilah yang dipakai adalah “pangituai”.5
Selanjutnya dikemukakan bahwa sesudah jemaat Kristen pertama berdiri di
tanah Batak, Nomensen membentuk kelompok penatua yang berasal dari patres
familias (keluarga dari garis bapak) untuk melaksanakan berbagai tugas pelayanan
di jemaat. Hal ini sama dengan pengalaman jemaat mula-mula di Yerusalem yang
segera dibentuk kelompok penatua yang ditugaskan untuk merawat orang sakit,
miskin dan menanggulangi berbagai persoalan di jemaat (Kisah Rasul 11:30) dan
pada Kissah Rasul 21:18 bahwa di Yerusalem telah dibentuk kelompok penatua
sehingga menjadi jelas dan disimpulkan bahwa pimpinan jemaat di Yerusalem
dipegang oleh kelompok penatua yang bertindak atas nama jemaat.6
Meskipun dalam surat-surat Paulus tidak terlalu banyak istilah presbyter. Ini
tidak berarti bahwa di dalam jemaat yang menerima surat-suratnya itu tidak
terdapat kelompok presbyter. Dalam Kisah Para Rasul 20:28 para presbyter disebut
penilik. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam surat-surat Paulus diakui juga
adanya kelompok presbyter, sekalipun nama yang digunakan berbeda. Misalnya (1
Tim. 5:17, 19, Tit. 1:5) istilah presbyter dipakai berbarengan dengan episkopos yang
dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut juga penilik sehingga dapat disimpulkan
bahwa isi kedua sebutan itu pada intinya sama dan tugas kewajibanpun sama.
Tugas dan Panggilan Presbiter
Perjanjian Baru dengan jelas menyatakan bahwa tugas penggembalaan di
kebanyakan Gereja mula-mula dilakukan oleh Dewan Penatua. Hal itu berlaku dalam
jemaat Kristen Yahudi yang mula-muka sekali di Yerusalem dan Daerah sekitarnya7
4
Alexander Strauch, Kepenatuaan atau Kependetaan, (Yogyakarta : Yayasan Andi, 1998) halaman 19
Andar Lumban Tobing, Makna Wibawa Dalam Gereja Batak, (Jakarta : BPK G.Mulia, 1996) hal.272
6
Ibid 271
7
Kepenatuaan atau Kependetaan.4
5
6
Dalam Yakobus 5:14 disaksikan bahwa tugas-tugas para presbyter adalah
mengunjungi, mendoakan dan mengoleskan minyak bagi orang sakit. Rasul Petrus
dalam suratnya (1 Pet.5:1) menyebut dirinya sesuai dengan arti yang terdapat pada
sebutan presbyter sympresbyteros (B.Indonesia = teman penatua) menasihatkan
supaya presbyter secara ikhlas mengabdikan diri pada kehendak Tuhan, tidak untuk
memerintah, tetapi menjadi teladan bagi domba-domba.
Dalam II Yohanes pasal 1 disebut presyter itu menyampaikan Firman kepada
seorang ibu dan anak-anaknya, dan dalam 3 Yohanes dikatakan kepada Gayus yang
sangat dikasihinya. Di sana dia menyampaikan salam dan menyatakan kegembiraan
atas cara hidup mereka yang benar.
Alexander Strauch menandaskan bahwa kalau kepemimpinan kelompok
duabelas itu belum dapat dianggap sebagai jabatan yang sungguh-sungguh terikat
kepada jemaat, maka jabatan presbyter seperti yang telah diutarakan di atas dapat
disebut jabatan jemaat yang sesungguhnya”8 Para penatua mempunyai tanggung
jawab untuk mengawasi ajaran dan dalam hal pemberitaan Firman dalam jemaat,
tugas ini tidak bisa hanya diserahkan kepada pendeta semata.9
Dalam Gereja Protestan, Dr. Andar
mengemukakan bahwa pada mulanya
tugas para penatua dalam Gereja adalah membimbing orang-orang yang mau
menjadi Kristen, supaya mereka benar-benar sadar bahwa mereka harus tunduk
kepada peraturan Gereja karena hukum kekristenan itu jauh berbeda dari hukumhukum dalam agama suku. Para Sintua (penatua) itu mempunyai kewajiban yang
dipercayakan Gereja kepada mereka yaitu:
1. Penatua harus mengawasi supaya kebaktian-kebaktian rumah tangga yang
sudah ditetapkan dapat berlangsung dengan baik
2. Mengusahakan supaya semua orang yang menderita sakit, dan tidak mencari
pertolongan pada datu (dukun) untuk mendapat perawatan dan obat-obatan
3. Mengamati supaya wanita tidak menjunjung keranjang atau beban di atas
kepala, pergi ke ladang atau sawah pada hari minggu
4. Bertugas untuk memberi pertolongan dan penghiburan kepada orang-orang
yang tidak berhasil atau menganggap dirinya gagal menjadi orang Kristen
8
9
Ibid. 274
Ibid 275
7
5. Mengamati warga jemaat yang hadir dan tidak hadir pada kebaktian
6. Menjaga supaya anak-anak yang menangis tanpa mengganggu orang lain,
dibawa keluar rumah kebaktian
7. Bertanggung jawab agar kebaktian dapat berlangsung dengan baik. Di jemaat
yang baru didirikan, sering juga kebaktian dipimpin oleh seorang penatua,
oleh karena pendeta tidak mampu mengunjungi semua orang sakit, maka
penatualah yang disuruh mengadakan kunjungan, mengadakan perawatan
rohani bagi warga jemaat10
Dengan demikian dapat difahami betapa penting dan sentralnya peranan
penatua. Gereja menurut Andar sangat baik menerapkan pola pelayanan yang
dilaksanakan Tuhan Yesus pada murid-muridNya. Sebagaimana Yesus telah
mengirimkan murid-muridNya secara berpasangan, demikian juga para penatua
diutus secara berpasangan mengadakan
kunjungan rumah tangga dengan
pembagian tugas11
Tugas para penatua dalam pandangan Dr. Andar adalah tugas seorang
penggembala yang perlu memantau dan membimbing kerohanian jemaat. Para
penatua perlu berkunjung dan juga mengawasi serta mendisiplinkan dengan
menegur warga jemaat yang tidak patuh pada peraturan Gereja. Di situ juga
nampak bahwa penatua perlu menunaikan tanggung jawab pelayanan dengan
mengunjungi pemimpin di desa.
Dengan ini menekankan pola pelayanan Yesus
Kristus yang mengutus para murid secara berpasangan.
Pada periode awal dari perjalanan sejarah Gereja di tanah Batak dan juga di
Nias hal ini berjalan dengan baik, namun setelah kemajuan di berbagai bidang, hal
pelaksanaan tugas yang seperti ini tidak berjalan lagi. Pendeta dan Guru Jemaat
yang diharapkan oleh warga jemaat untuk berkunjung, tetapi karena terbatasnya
waktu maka para pendeta tidak dapat melaksanakannya. Nilai perkunjungan
seorang gembala dirasakan sangat penting, terutama di jemaat BNKP yang ada di
kota-kota besar, karena dengan memberi perhatian kepada jemaat lewat pelayanan
ini maka warga jemaat dapat merasakan bahwa kebutuhan untuk dikunjungi itu
dapat diprogramkan oleh Gereja.
10
11
Ibid. 114-115
Ibid .120
8
APLIKASI PRESBITERIAL
PADA STRUKTUR DAN KEPEMIMPINAN JEMAAT
A. Struktur Jemaat.
Majelis Jemaat
Satua Niha Keriso
Ketua Komisi
Pendeta,Gr.Jemaat
Utusan Jemaat
PERSIDANGAN
MAJELIS JEMAAT
BPPJ
BPMJ
hari tugas
Peleksana
Ketua, Sekretaris,
Bendahara, Anggota
Kemajelisan
Keterangan :

Adalah garis tanggung jawab

Adalah garis hubungan

Adalah garis pelimpahan tugas dan kewenangan
9
sehari-
Skhema mengenai struktur organisasi jemaat di atas adalah membahasakan
beberapa hal penting yaitu :
1. Bahwa BPMJ adalah badan yang menerima secara sah pelimpahan tugas dan
kewenangan organisasi jemaat dan melaksanakannya secara praktis (seharihari) tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh majelis jemaat secara
institusional. (Band. Peraturan BNKP No 04/BPMS-BNKP/2008 pasal 11 butir
1) Karena demikian pelaksanaan tugas ini dipertanggungjawabkan dalam
persidangan majelis jemaat sesuai dengan Tata Gereja No. II/TAP.MSBNKP/2007 BAB XI Pasal 36 ayat ,2
2. Bahwa BPPJ adalah badan yang memberi pertolongan pengawasan/kontrol,
perbaikan kepada BPMJ dalam melaksanakan tugasnya supaya tidak
menyimpang dari koridor Tubuh Kristus, dan BPPJ bertanggung jawab
menyampaikan
temuan
kerjanya
dalam
persidangan
majelis
jemaat
berdasarkan peraturan BNKP No.08/BPMS-BNKP/2009 pasal 23 ayat 3 dan
pasal 29 ayat 3.
3. Kedua badan ini (BPMJ dan BPPJ) bukan “Badan dalam Badan” sehingga
aturan mengenai “hak dan kewenangannya” terlepas dari koridor Tubuh
Kristus yaitu JEMAAT. BPPJ tidak sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) karena lahan pelayanannya adalah “Tubuh Kristus” bukan Negara.
BPMJ tidak memegang mandat eksekutif sebagaimana terkandung dalam
“Trias Politica” karena lahan pelayanannya adalah Tubuh Kristus.
Sangat
indah apabila kedua badan ini difahami sebai “Kamar dalam sebuah Rumah”
yang seluruh sendi-sendinya menyatu dalam “Fondasi dan Pilar” bagi sebuah
rumah yang kokoh dan utuh. Gereja bersifat Teokratis dan bukan demokratis,
untuk mengimplementasikan sifat-sifat Teokratis itu, maka Tuhan memanggil
dan mengutus para Presbiter menjadi sebuah Team yang tangguh dan utuh,
sehingga jemaatNya akan menjadi dewasa dan missioner.
4. Prinsip dan mekanisme “Presbiterial” dalam wadah sebuah jemaat sebagai
“Tubuh Kristus” Nampak dalam hal :
a. Saling membenahi dan memperbaiki
b. Saling menasehati dan mengawasi
c. Saling memperhatikan dan meneladani
10
d. Saling menopang dan menguatkan
e. Saling mengisi dan menanggung
B. Kepemimpinan Jemaat
Kepemimpinan Presbiter dalam jemaat adalah kepemimpinan yang dibangun
di atas dasar kepemimpinan Tuhan Yesus. Yesus Kristus adalah “Pemimpin yang
Menggembalakan” (Band. Matius 2:6) Pada satu sisi Yesus dikenal sebagai
pemimpin, namun kepemimpinanNya begitu hebat dan produktif karena Ia
merealisasikan seluruhnya dalam konteks penggembalaan. Pemimpin manapun,
kalau mau sukses, perlu melihat dan merenungkan ini.
Memimpin sebuah
Jemaat Tuhan berarti menggembalakan jemaat itu untuk menjadi dewasa dan
misioner Pada sisi lain Yesus dikenal sebagai Gembala, Yesus bangga dengan
predikat itu. Lihatlah betapa jelasnya dan betapa tegasnya ketika Dia berkata
“Akulah Gembala Yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan dombadombaKu mengenal Aku” (Yoh. 10:14) peranNya sangat menentukan dan
menyentuh dalam kepemimpinan. Dalam konteks kepemimpinan, Yesus dikenal
bukan Bos dan Menejer atau yang serupa itu, melainkan sebagai Gembala.
Kepemimpinan dalam sebuah jemaat merupakan realisasi kepemimpinan
Tuhan Yesus oleh para Presbiter yang telah dipanggil – dibentuk – selanjutnya
diutus untuk merealisasikan hal itu dalam sebuah wadah yaitu Majelis Jemaat.
Jadi wadah ini adalah sebuah persekutuan presbiter yang ditopang dan
dikendalikan dari Sorga melalui pimpinan Roh Kudus setiap hari. Kamar kerja
mereka sebagai BPPJ dan BPMJ berada dalam satu rumah (Oikos dan menes).
Kemudian mereka berkumpul dalam sebuah ruangan yang disebut “Persidangan
Majelis Jemaat” untuk membicarakan segala sesuatu yang berkenan dengan
tugas-tugas mereka. Kursi para penatua, pendeta, guru jemaat dan pengurus
komisi merupakan kursi kerja, bukan kursi jabatan seperti kursi dalam organisasi
sekuler.
Kepemimpinan dalam satu Team adalah ciri yang melekat dalam tubuh
presbiter. Kasih persaudaraan yang tulus menjadi benang satu-satunya untuk
merajut, mengikat, dan mempersatukan mereka sehingga tidak mungkin jalan
11
sendiri-sendiri. Inilah kekuatan kepemimpinan presbiter dalam jemaat menuju
Gereja yang missioner. Tuhan Yesus memberkati dalam mewujudkan hal ini.
Penatua Gereja BNKP dan Tugas Kepemimpinannya
Penatua Gereja dalam konteks BNKP disebut Satua Niha Keriso. Pada
hakekatnya jabatan ini merupakan pelayan Gerejani yang mengemban tugas
kepemimpinan seperti ditandaskan dalam Peraturan BNKP No. 07/BPMS – BNKP/208
sebagai berikut : “Satua Niha Keriso adalah seorang pelayan Gerejani yang
dipercayakan untuk memimpin, menggembalakan, dan melayani pemberitaan
Firman Tuhan dalam suatu lingkungan pelayanan di jemaat.12
Mereka dipilih lewat
suatu mekanisme yang diatur dalam peraturan Gereja BNKP untuk suatu periode 5
tahun dengan syarat-syarat sebagai berikut : telah disidikan, berpendidikan
serendah-rendahnya SD, memiliki pengetahuan yang memadai tentang Alkitab,
berumur sekurang-kurangnya 25 tahun, telah berkeluarga, menjadi angota BNKP
sekurang-kurangnya 5 tahun, berkelakuan baik dalam arti tidak pernah dikenakan
suatu hukuman penjara, telah mengalami pertobatan, tidak memiliki ilmu hitam atau
okultisme13 Pemberlakuan syarat sekurang-kurangnya telah menjadi anggota BNKP
selama 5 tahun, mendapat pengecualian untuk suatu jemaat yang baru dibuka.
Dalam sebuah Gereja lokal jumlah Satua Niha Keriso ditentukan berdasarkan
jumlah warga jemaat. Selanjutnya dikemukakan bahwa tugas Penatua Gereja atau
Satua Niha Keriso dalam memimpin anggota Gereja sebagai berikut :
Mengusahakan pengadaan dan pemeliharaan segala kebutuhan jemaat,
melaksanakan pelayanan pengasihan, mengawasi ketertiban penyelenggaraan
peribadatan, pemberitaan dan pengajaran, melayani kebaktian minggu
dengan membawa liturgi, pengumpulan persembahan, dan berkhotbah,
melaksanakan tugas penggembalaan dengan melakukan perkunjungan
kepada warga jemaat dalam lingkungan pelayanannya, melaksanakan dan
memimpin secara berkala ibadah di lingkungan, menanamkan kesadaran
12
Peraturan BNKP No. 07 Tahun 2008 halaman 8
LPLG BNKP, Himpunan Peraturan BNKP, Peraturan Tentang Satua Niha Keriso, (Gunung Sitoli,
2005) halaman 23
13
12
kepada warga jemaat lingkungan akan tanggung jawab mereka terhadap
pelayanan gereja.14
Tugas kepemimpinan Satua Niha Keriso dapat dijabarkan dan selanjutnya
menjadi indikator yang sangat dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Pertama. Mengusahakan pengadaan dan pemeliharaan kebutuhan jemaat
maksudnya bahwa Satua Niha Keriso berperan aktif dalam pemberdayaan ekonomi
warga jemaat lewat pelayanan oikonomia mengusahakan tempat peribadatan,
gedung lainnya dan harta milik suatu jemaat15
Kedua. Melakukan pelayanan pengasihan maksudnya pelayanan diakonia
kepada para janda dan duda, anak-anak yatim piatu, orang yang terlantar dan orang
sakit16.
Ketiga.
Mengawasi ketertiban penyelenggaraan ibadah jemaat, memimpin
liturgi kebaktian, berkhotbah dalam ibadah umum, ibadah sektor dan ibadah
lainnya17
Empat. Melakukan tugas penggembalaan dengan berkunjung secara teratur
kepada setiap warga jemaat yang ada di wilayah pelayanannya, memberi
penghiburan dalam duka, mendoakan dan meneguhkan orang sakit, mendamaikan
mereka yang terlibat konflik, menguatkan mereka yang mengalami kemunduran
iman18
Lima. Mensosialisasikan segala peraturan BNKP kepada warga jemaat dan
mendorong mereka untuk menunaikan tanggung jawab kepada Gereja dalam segala
hal19
Berdasarkan penjabaran tugas kepemimpinan Satua Niha Keriso
menjadi
Nampak bahwa jabatan dan tugas ini demikian sentral dalam perjalanan roda
organisasi Gereja BNKP dalam suatu jemaat local. Bahkan dapat ditegaskan bahwa
Satua Niha Keriso yang berperan strategis untuk mewujudkan jemaat missioner di
suatu jemaat.
14
Ibid halaman 18
Peraturan BNKP No. 07, hal. 9
16
Ibid. hal. 9
17
Ibid hal. 9
18
Ibid hal. 9
19
Ibid hal. 9
15
13
Kepemimpinan Gereja Visioner
Kepemimpinan Kristen mempunyai ciri Alkitabiah. Marantika memberi
pengertian tentang pemimpin yaitu seseorang yang menuntun kegiatan-kegiatan
orang lain, namun ia sendiri juga giat untuk merealisasikan kegiatan itu. Ia mampu
melakukan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan suatu kelompok mencapai
sasarannya. Ia menepati posisi penerima visi dan dengan iman ia bekerja keras
merealisasikan
visi
tersebut.
Ia
sendiri
mempunyai
kemampuan
untuk
memperhatikan dan memahami secara menyeluruh organisasi dan melakukan
pelatihan-pelatihan dan melalui pengaruh pribadinya secara efektif ke arah realisasi
tujuan-tujuan organisasi, dan ia juga mampu mengembangkan potensi yang ada
secara praktis dan menguntungkan. Untuk mencapai visi itu pemimpin sejati
memiliki suatu intensitas gerak yang kuat terutama dalam inisiatif-inisiatif yang
dibuatnya untuk bertindak, sampai mungkin dengan tindakan-tindakan unik
(kejutan-kejutan)
yang
pada
awalnya
menyebabkan sumber daya manusia
mendatangkan
kegoncangan
yang
maupun organisasi secara menyeluruh
dimanfaatkan secara penuh dengan kapasitas potensi terbaik, dikerahkan untuk
menuju pencapaian sasaran akhir.20
Seorang pemimpin dalam konteks pengertian yang dikemukakan Marantika di
atas ialah figur dan profile seorang pemimpin Gereja yang menyelenggarakan
aktivitas memimpin dengan modal visi yang jelas, wawasan luas dan yang
Alkitabiah, mengerti tujuan kepemimpinan dan konsekwen menjalankan program
kepemimpinan untuk mencapai tujuan tersebut.
Yakob Tomatala juga memberikan defenisi sebagai berikut: Kepemimpinan
Kristen ialah suatu proses terencana yang dinamis dalam konteks pelayanan Kristen
(yang menyangkut faktor waktu, tempat, dan situasi khusus) yang didalamnya oleh
campur tangan Allah. Ia memanggil bagi dirinya seorang pemimpin (dengan
kapasitas penuh) untuk memimpin umatnya (dalam pengelompokkan diri sebagai
suatu institusi/organisasi) guna mencapai tujuan Allah (yang membawa keuntungan
20
Chris Marantika, Manajemen Kepemimpinan, (Yogyakarta : STII, 2003),5
14
bagi pemimpin, bawahan, lingkungan hidup) bagi dan melalui umatNya, untuk
kejayaan KerajaanNya.21
Selanjutnya berdasarkan defenisi kepemimpinan di atas, maka ada 6 hal yang
menjadi perhatian utama yaitu:
Pertama: Bahwa kepemimpinan Kristen adalah suatu proses terencana dan
dinamis, sama halnya dengan kepemimpinan lain, namun presuposisi utama dalam
kepemimpinan Kristen adalah Allah yang berinisiatif dalam campur tanganNya pada
seluruh proses terencana yang dinamis. Satu-satunya batu uji yang menunjukkan
bahwa Allah campur tangan ialah “ada kemuliaan bagi Dia22
Kedua: Kepemimpinan Kristen juga memiliki konteks pelayanan sebagai faktor
situasi yang berkaitan dengan unsur waktu, tempat, dan situasi khusus dalam
konteks hidup yang berbeda yang memberi kepadanya nilai lebih. Kepemimpinan
Kristen pada sisi ini lebih menekankan aspek melayani yaitu melayani Allah,
melayani Gereja dan penginjilan dunia sebagai bagian integral dari tujuan gereja
yang visible dalam sejarah dunia23
Ketiga: Kepemimpinan Kristen memiliki presuposisi yang berkenaan dengan
anugerah khusus yang menekankan bahwa Allah dalam kedaulatanNya, memilih
pemimpin Kristen bagi diriNya (faktor penentu) yaitu pemimpin yang berkapasitas
(memiliki karunia kepemimpinan, pengetahuan, keahlian serta karakter yang mapan)
yang diterapkannya bagi tugas pelayanan sebagai pemimpin dalam semua kategori 24
Keempat: Dalam kepemimpinan Kristen, umat Allah sebagai
orang yang
dipimpin, memiliki tanggung jawab integral untuk secara bersama terlibat dalam
pengerjaan pelayanan yang dipercayakan kepada setiap individu25
Kelima: Dalam kepemimpinan Kristen, tujuan Allah adalah dasar yang utama
(yang menjelaskan untuk apa Gereja ada) yang di atasnya tujuan umat Allah
(sebagai
suatu
kelompok/gereja/institusi
organisasi
dibangun.
Tujuan
yang
dicanangkan Allah ini ditujukannya untuk membawa kemuliaan bagi namaNya serta
mendatangkan keuntungan bagi pemimpin orang yang dipimpin dan situasi dimana
kepemimpinan Kristen itu diterapkan. Semua pekerjaan umat Allah di dasarkan dan
21
Yakob Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, (Malang : Gandum Mas, 1997), 43
Ibid.44
23
Ibid 44
24
Ibid 45
25
Ibid 45
22
15
diarahkan kepada tujuan Allah ini yang merupakan tujuan utama yang telah
ditetapkan Allah bagi umatNya.26
Keenam: Kerajaan Allah adalah tujuan tertinggi bagi eksistensi serta tujuan
hidup umatNya. Tujuan ideal ini difokuskan kepada Allah dalam keagungan
kemuliaanNya.27
Selanjutnya Gangel mengemukakan esensi kepemimpinan yaitu bahwa Gereja
dalam pengertian umum sebagai organisasi memiliki persamaan dengan organisasi
lain yang sekuler, namun perbedaan Gereja dengan organisasi lain dalam hal
kepemimpinan penting dikemukakan 4 hal yaitu: sumber kekuasaan yang ada pada
pemimpin tidak sama dengan sumber kekuasaan pemimpin sekuler, pandangan
Alkitabiah tentang kepemimpinan membuat kepemimpinan Gereja memiliki landasan
yang khusus, dan kesatuan serta dinamika spiritual dalam kepemimpinan, dan juga
dalam hal analisa birokrasi dalam kepemimpinan Alkitabiah28
Mengenai sumber kekuasaan Gangel membandingkannya dengan pandangan
filsafat Plato, dan kesimpulan yang diutarakan berhubung dengan pandangan ini
ialah bahwa dalam Platonis itu sumber kekuasaan adalah tugas partikular, atau
suatu hubungan terhadap penyelenggaraan total suatu negara29
Selanjutnya dalam Gereja Katholik Roma, Gangel mengatakan bahwa sumber
kekuasaan kepemimpinan adalah Gereja, lahirnya doktrin suksesi apostolik
merupakan contoh akan hal ini, dan berpengaruh besar terhadap hierarkhi dan
kepemimpinan dalam Gereja. Sedangkan
pandangan Reformasi merupakan
pandangan yang disetujui oleh penulis yaitu bahwa dalam teologi Reformasi dengan
azas Sola Scriptura, menekankan sangat jelas bahwa sumber kekuasaan adalah
Alkitab30
Mengenai contoh Alkitab tentang para pemimpin, Gangel mengutip 3 tokoh
yaitu Musa, Yosua dan Paulus. Tentang Musa ia mengutip pandangan William
Sanford La Sor yang mengatakan bahwa kualitas kepemimpinan Musa nampak
dalam beberapa unsur yang dimilikinya yaitu: melaksanakan segala sesuatu sebagai
26
Ibid 46
Ibid 47
28
Kenneth O.Gangel, Building Leader For Church Education (USA:Zondervan Publishing House,
27
1989),89
29
30
Ibid. 90
Ibid.90
16
orang yang memiliki tujuan, memiliki kemampuan mengorganisir, memiliki iman,
memiliki ketaatan, melayani dengan setia.31
Musa dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, sanggup menghimpun
orang-orang tertentu di sekelilingnya yaitu para pemimpin yang membantu dia
melaksanakan tugas kepemimpinan yang dikenal dengan pendelegasian tugas
(Keluaran 18:19-21). Selain dari pada itu keberhasilan Musa ialah ia sanggup
meyakinkan bangsa Israel atas visi pembebasan dari Allah terhadap mereka. Bahwa
Allah telah memilihnya dan mengutus dia untuk mebebaskan bangsanya.
Selanjutnya tentang Yosua
dalam pasal 1:1-8, ia adalah pemimpin yang
membayar harga yang mahal sekali untuk menjadi seorang pemimpin, ini dikaitkan
dengan keprajuritan Yosua sebagai abdi Musa, yang telah menjadi persiapan baik
baginya untuk memahami orientasi dan tujuan kepemimpinan
Selanjutnya, Paulus adalah figur pemimpin yang memiliki keuletan berpikir,
menjadi pemimpin di garis depan, memiliki keluasan dan kebesaran visi, memiliki
kepastian iman sebagai tanda penting dalam kepemimpinan rasuli. Gangel juga
mengutip pernyataan Taylor tentang Paulus yaitu bahwa dia adalah manusia yang
afektif dan sahabat yang jenius.32 dan yang paling penting lagi ialah kesadaran
kepemimpinan yang dimilikinya yaittu: Paulus menyadari bahwa beritanya akan
melukai hati banyak orang, dan proklamasi injil yang dia bawa akan menimbulkan
bahaya bagi mereka yang sedang kehilangan hidupnya
Mengenai dinamika spiritual dalam kepemimpinan terdapat 4 pokok penting
yaitu: tanggung jawab penerimaan sebagai dasar disiplin bagi kepemimpinan,
kelembutan dan kerendahan hati sebagai ciri kedewasaan pemimpin Kristen,
kesungguhan belajar merupakan suatu pertanda atau identitas seorang pemimpin,
membimbing para pengikut sebagai realita dan dinamika kepemimpinan dalam
hubungan rohani.
Mengenai analisa birokrasi dalam kepemimpinan Alkitabiah, dikemukakan
beberapa hal yaitu: birokrasi versus pandangan tentang pekerja profesional,
birokrasi versus efektifitas, birokrasi versus pandangan demokratis tentang
organisasi. Birokrasi menurutnya sangat dibutuhkan dalam masyarakat yang
31
32
Ibid 91
Ibid.92
17
demokratis dan dalam organisasi yang demokratis, karena birokrasi menekankan
efisiensi dan efektifitas. Gangel meyakinkan bahwa birokrasi bukan hantu yang
menakutkan. Kesalahan yang terjadi bukan karena birokrasi yang salah atau tidak
baik, tetapi penyalahgunaan birokrasi itu sendiri oleh para pemimpin.33
Ciri khusus kepemimpinan Gereja menurut Gangel adalah terletak dalam hal
sumber kekuasaan yang diperoleh pemimpin dalam melaksanakan tugasnya. Sumber
kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin adalah berasal dari Allah. Prinsip
kepemimpinan yang diterapkan adalah berdasar pada Firman Allah, kesatuan dan
dinamika spiritual dalam kepemimpinan menunjuk pada integritas kepribadian yang
menjadi identitas seorang pemimpin. Birokrasi dalam kepemimpinan diberi nilai
positif yang artinya Gereja tidak perlu menolak birokrasi dalam menjalankan
pelayanannya, namun penyalah gunaan birokrasi untuk kepentingan diri sendiri
itulah yang harus dijauhkan.
Seorang pemimpin menurut Marantika berada pada posisi sebagai penerima
dan pemilik visi kepemimpinan yang jelas. Pemimpin merupakan seorang yang
bekerja keras untuk merealisasikan visi itu. Marantika juga sangat menekankan
pentingnya identitas yang jelas dari seorang pemimpin, dan memiliki kemampuan
untuk mengembangkan potensi orang yang dipimpinnya, inisiatif yang dimiliki oleh
seorang pemimpin menunjukkan bahwa ia memiliki intensitas gerak yang kuat yang
seluruhnya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir.
Yakob Tomatala mendasari pandangannya tentang kepemimpinan bahwa
tujuan Allah menjadi dasar utama bagi kepemimpinan Kristen. Yang menjadi faktor
penentu keberhasilan seorang pemimpin adalah bahwa seseorang memiliki kapasitas
dengan adanya karunia-karunia khusus kepemimpinan yang sangat berguna untuk
mencapai tujuan.
Model Positif Dari Kristus.
Setelah pada bagian terdahulu telah dikemukakan model para pemimpin
Alkitab, maka pada bagian akhir ini hendak dikemukakan model positif, dinamis,
konstruktif, dan kreatif yaitu Yesus Kristus. Kepemimpinan Tuhan Yesus difokuskan
33
Ibid halaman 99-100.
18
pada pribadi lepas pribadi. Dialog secara pribadi dengan Petrus dicatat dalam
Yohanes 21 merupakan contoh yang baik.
Kepemimpinan Yesus difokuskan pada Alkitab, pemeliharaan kebenaran Allah
yang absolut tidak tercemar oleh filosofi tertentu yang dipegang dalam Perjanjian
Lama, para rabi mengubah pernyataan Allah, namun Yesus datang dan berkata
“kamu telah mendengar apa yang dikatakan........tetapi Aku berkata kepadamu”
(Matius 5:21-48).
Kemudian kepemimpinan Yesus Kristus berfokus pada diriNya sendiri. Dalam
Yohanes 14:9 di saat Yesus mengatakan kepada salah seorang murid yaitu Filipus
bahwa apabila ia melihat Yesus, maka ia sudah melihat Bapa
Kepemimpinan Kristus difokuskan pada tujuan. Dalam hal ini Yesus dengan
jelas memotong waktu pelayananNya di dunia ini, sehingga Ia hanya memerlukan
waktu yang terbatas sekali untuk mencapai targetnya. Tidak ada yang lebih baik
selain mengikuti contoh Yesus ini, hasilnya memperlihatkan kepemimpinan
Perjanjian Baru dengan ciri seperti dikemukakan Gangel berikut ini yaitu:
Kepemimpinan Gereja Perjanjian Baru adalah pemeliharaan yang penuh kasih
sayang, kepemimpinan Perjanjian Baru adalah teladan. Yesus Kristus adalah teladan
yang sejati, yang kemudian diikuti oleh rasul Paulus, kepemimpinan Perjanjian Baru
adalah Kebapaan.34
Dalam Efesus 6:4 dikatakan bahwa seorang bapak bertanggung jawab
memelihara anak-anaknya. Ini berarti model keluarga digunakan bukan hanya untuk
menjelaskan istilah penciptaan dari bayi yang lahir, akan tetapi juga menjelaskan
fungsi yang berkenan dengan peranan mengajar dari seorang bapak di rumah
Fungsi Kepemimpinan
Tomatala
mengemukakan
4
perencanaan, pengorganisasian, dan
fungsi
kepemimpinan
pengawasan.35
Fungsi
yaitu:
kordinasi,
kordinasi
dalam
kepemimpinan dimaksudkan adalah: tindakan, inisiasi, penetapan, dan pendorong
dan dukungan dalam menggalang motivasi dari awal sampai akhir. Dengan kordinasi
34
35
Ibid. 76
Kepemimpinan Yang Dinamis,145
19
maka segala sesuatu yang tidak jelas dan tumpang tindih tentang kewenangan,
tugas dan tanggung jawab dapat diatasi dengan baik, sehingga menopang
keseluruhan rangkaian kerja ke arah produktifitas. Yang perlu dilakukan dalam
rangka koordinasi ini ialah: mengambil inisiatif, merencanakan dan membuat
keputusan, memberika penjelasan secara terang dan rinci, menetapkan tugas dan
menetapkan orang yang tepat pada suatu posisi tertentu, juga menentukan batasbatas hak dan kewajiban, kemudian memberi dorongan atau motivasi, dan
mencipatakan iklim kondusif36
Fungsi perencanaan ini adalah upaya merangkum seperangkat pekerjaan
yang dilakukan berkenan dengan usaha untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
Untuk mengembangkan perencanaan yang baik, seorang pemimpin perlu memilki
daya intuitif, berpikir sinergik serta proaktif, inovatif dan kreatif. Perencanaan dalam
hal ini menghubungkan strategi managemen dan strategi perencanaan yang
dilaksanakan oleh suatu organisasi. Kebutuhan seorang pemimpin dalam hal ini ialah
: doa, iman dan tekad, penafsiran atau prediksi, penetapan sasaran, membangun
ketentuan kerja, membuat program pencapaian target, menetapkan prosedur ke
arah
pencapaian
target,
menetapkan
jadwal
kerja,
menetapkan
anggaran
pembiayaan
Fungsi Pengorganisasian pada umumnya dimengerti sebagai proses penataan
tugas dan orang yang tepat bagi setiap tugas pada suatu struktur dalam suatu
organisasi. Dengan adanya pengaturan maka pelaksanaan kerja dalam upaya
mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan berjalan dengan lancar.
Penataan juga mencakup aspek penempatan tugas dan tingkat kewenangan pada
hierarkhi yang tepat, dan menyediakan dasar bagi sistim mekanisme organisasi yang
berkaitan dengan faktor komando, hubungan komunikasi dan jalur kerja. Yang perlu
dilakukan ialah: membuat struktur organisasi, membuat penjabaran tugas dan
memberi delegasi atau penugasan, menetapkan dan membina hubungan timbal
balik antara pemimpin dan bawahan.
Fungsi
pengawasan.
merupakan
tindakan
memastikan
kerja,
yang
memberikan keyakinan serta kepastian kepada seorang pemimpin bahwa suatu
pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Mengawasi bertujuan untuk
36
Ibid. 146
20
memastikan bahwa kinerja organisasi berjalan dengan lancar, juga memastikan
bahwa kordinasi dari semua aspek berjalan dengan lancar sehingga setiap tugas
berjalan dengan baik. Kegiatan yang perlu dilakukan ialah: menetapkan standar
kerja bagi tugas dan petugas yang menjadi pedoman kerja, menyediakan tolok ukur
untuk mengukur kinerja dari semua pekerja dan tugas mereka, mengevaluasi proses
pelaksanaan pekerjaan yang sedang dilaksanakan, juga mengevaluasi produksi yang
dihasilkan. Tujuannnya ialah untuk memberi informasi bagi perbaikan dan untuk
pengkajian ulang, juga mengoreksi pekerjaan yang sedang dilaksanakan yang
menjadi dasar untuk pekerjaan yang lebih baik.
Keempat aspek fungsi kepemimpinan di atas memberi indikasi positif pada
program pertumbuhan Gereja. Pemahaman akan kualifikasi seorang pemimpin
sangat menolong untuk mendorong bagi pertumbuhan gereja yang sehat.
Selanjutnya,
Gangel
mengemukakan
beberapa
aspek
tugas
seorang
pemimpin yaitu: sebagai konselor, merekrut pekerja dalam Gereja, membuat
keputusan-keputusan penting, juga merupakan seorang administrator, konseptor
dan menyelenggarakan program pelatihan kepemimpinan
37
Pemimpin sebagai konselor harus memahami dengan baik tiga masalah yaitu:
pertama: konselor mengenali masalah artinya mengerti apa yang menjadi akar
permasalahan dan apabila tidak dicabut akan melahirkan problema yang baru. kedua
menolong si konseli mengenali akar permasalahn yang dihadapinya, menerangkan
dengan jelas proses sebab akibat, memaparkan hukum menabur dan menuai, ketiga
konselor menolong menujukan solusi yang Alkitabiah
Dalam hal merekrut pekerja-pekerja dalam Gereja, Gangel mengemukakan
masalah mengenai faktor penyebab Gereja kekurangan pekerja, masalah ini dijawab
yaitu: pertama, banyak orang Kristen tidak tertarik pada tanggung jawab mereka
dalam pelayanan, kedua, para pekerja ada yang kurang yakin dengan kemampuan
mereka untuk mengajar dan memimpin, ketiga beberapa tidak mengabdi pada
Kristus dan tidak mau mengutamakan Dia, keempat banyak pekerja yang berpotensi
salah mengerti tentang tugas yang diminta untuk mereka lakukan, kelima: program
organisasi Gereja ada yang menghalangi pencarian tenaga kerja, keenam beberapa
mengemukakan bahwa mereka tidak pernah diminta.
37
Building Leader For Church Education, 26-27
21
Untuk mengatasi kondisi yang demikian, maka yang perlu dilakukan adalah:
membuat suatu penelitian akan kebutuhan dan tujuan yang sempurna, juga
penelitian terhadap talenta dan kemampuan, mempromosikan dan mengintruksikan
kepada jemaat secara terus menerus akan tujuan total pendidikan Gereja,
menghubungkan setiap posisi program pendidikan Kristen kepada sasaran akhir,
melakukan pendekatan yang berpusat pada pribadi, memberikan kepada pekerja
potensial masing-masing suatu analisa pekerjaan yang dipersiapkan secara berhatihati.
Pemimpin sebagai pembuat keputusan maksudnya ialah bahwa tanggung
jawab pelaksanaan suatu pekerjaan terletak kepada seorang pemimpin, maka
keputusan-keputusan mengenai pelaksanaan harus diberikan oleh orang yang
memiliki tanggung jawab.
Pemimpin sebagai administrator. Pemimpin Kristen sebagai administrator
menurut Gangel bukan hanya dihubungkan dengan fungsi organisasi yang mulus,
tetapi juga dengan perkembangan semua personel di bawah otoritasnya, ia bekerja
terus-menerus dengan orang, dan walaupun ia tidak memiliki kelas khusus, ia
terlibat dari hari ke hari dengan proses mengajar secara informal yang membuatnya
menjadi seorang guru. Karena itu kebutuhan yang harus dimiliki oleh seorang
administrator adalah: peka terhadap lingkungan sekitar, punya rasa ingin tahu,
prespektif, memiliki fleksibilitas mental, memiliki pikiran yang teratur, toleransi
terhadap ambiguitas, penilaian yang netral, bangga dengan kemampuan kerja,
kemampuan mempersatukan, kemampuan berpikir dan mengintisarikan. Pemimpin
sebagai administrator juga menempuh seluruh unsur tugas seorang pemimpin yaitu:
merencanakan, mengatur, mengangkat pegawai, memprakarsai, mendelegasikan,
mengarahkan, mengawasi, mengkoordinasi, mengevaluasi, memotivasi.38
Pemimpin bertugas membuat konsep program dan penyelenggara program
pelatihan kepemimpinan. Program ini sangat penting karena : kepemimpinan adalah
fungsi Gereja dan pelatihan adalah merupakan masalah khusus dalam membuat sifat
dan misi Gereja semakin jelas, menetapkan fungsi kepemimpinan dalam sifat dan
misi Gereja, dan memilih
serta mendidik seseorang untuk mengetahui fungsi ini
dengan baik dan melakukannya dengan terampil. Aapa yang dilakukan Gereja untuk
38
Ibid. 225-226
22
memastikan dan melatih para pemimpin, bukanlah tidak sama dengan apa yang
dilakukan industri untuk mendapatkan komitmen kerja. Prinsip yang sama juga
berlaku di Gereja, demikian juga komitmen yang tidak hanya bagi organisasi, tetapi
juga pada kepala Gereja yaitu Yesus Kristus. Namun demikian, Perjanjian Baru
menyatakan bahwa komitmen yang besar terhadap Kristus akan membawa
komitmen yang besar terhadap pekerjaan GerejaNya. Jenis program pelatihan yang
dianjurkan pada bagian ini ditujukan bagi jemaat Gereja.
Etika dan Karakter Seorang Pemimpin
Beberapa ciri utama seorang pemimpin sebagai hamba Tuhan yang
hidupnya bisa dipakai Allah untuk mendatangkan pertumbuhan GerejaNya yaitu:
Pertama: Ia telah menerima panggilan Tuhan
Yesus Kristus dan tetap
setia mengikuti Tuhan dalam situasi apapun, terlepas dari kelemahan dan
keterbatasannya, ia akan setia berkata sama seperti Petrus: `Tuhan, kepada
siapakah kami akan pergi (Yoh.6:68)
Kedua: Ia adalah hamba yang dengan sukarela memasuki pelayanan
kepada Kristus dan GerejaNya, tanpa ambisi mencari kekayaan material dan
kepentingan pribadi (Mat.26:57-62); 14:25-33)
Ketiga: Ia adalah hamba yang mengalami persekutuan yang makin hari
makin mendalam dengan Tuhan, sehingga ia bukan saja mampu menyampaikan
FirmanNya, tetapi juga mampu menjelaskan prinsip-prinsip yang diajarkannya dan
memancarkan Tuhan dari dirinya (1 Petrus 2:9)
Keempat: Ia adalah hamba Allah yang hidup dan berjalan di dalam Roh
Allah (Gal.5:25, Ef.4:30)
Kelima: Ia adalah hamba Allah yang telah menetapkan prioritas hidupnya
baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam pelayanan (Mat.6:33) Tiga hal penting
yang terlihat dalam hidup para rasul yang menggambarkan hal ini secara nyata
ialah: menempatkan pelayanan rohani di atas segala-galanya, meskipun mereka ada
terlibat juga dalam pelayanan sosial dan pelayanan fisik seperti terlihat dalam (Kis
6:1-4), menyatukan kehidupan berdoa dan berkhotbah dan berkhotbah secara
seimbang (Kis. 6:2,4), menempatkan pelayanan penginjilan lebih utama dari semua
pelayanan lainnya (Kis. 12:2,24)
23
Keenam: Ia adalah hamba yang menerima dan menerapkan pelayanan
bersama sebagai suatu tim (KPR 3:1,4;4:23-31) doa bersama, daya bersama, dan
dana bersama
Ketujuh: Ia adalah hamba yang memiliki berita Injil Keselamatan yang
membara dalam hatinya. Desakan Tuhan yang menggelora di dalam dada hamba
Allah menyebabkan ia tak tertahankan dalam proklamasi Injil keselamatan itu (Kis
4:19-20)
Kedelapan: Ia adalah hamba yang rela berkorban dan rela menderita,
bahkan mati sekalipun bagi pemberitaan Injil dalam Tuhan Yesus Kristus yang telah
mati dan bangkit bagi dunia ini (Kis. 4:12-31 ; 7:60) Hal ini dilaksanakannya dengan
sukacita (Fil.4:4-9)
Kesembilan: Ia adalah hamba Allah yang menyampaikan Firman Allah
dengan hikmat dan penerangan Roh Kudus
Kesepuluh: Ia adalah hamba yang pemberitaannya berasal dari Firman
Allah (1 Tim.4:2a) bukan dari dongeng atau pengalaman dirinya.39
Selanjutnya,
mengenai
Etika
dan
Karakter
Kepemimpinan,.Borrong
menjelaskan tentang etika dan moralitas pemimpin Kristiani yaitu: moral khusus
untuk para pemimpin baik dalam kaitan kepribadian maupun dalam menjalankan
tugasnya tentu sangat penting. Etika khusus para pemimpin ini ada karena mereka
memimpin. Moral itu tidak wajib bagi mereka yang bukan pemimpin. Etika pemimpin
ini dibedakan antara kepribadian dan etika memimpin.40
Kepribadian seorang pemimpin adalah kepribadian yang harus bisa menjadi
contoh, teladan dan panutan. Pribadi pemimpin harus menjadi idola orang-orang
yang dipimpinnya. Pemimpin harus menjadi pujian orang-orang yang dipimpinnya,
dihormati dan dielukan. Kalau demikian ia akan didukung, dituruti, dipercaya.
Pemimpin yang demikian akan berhasil dalam menjabarkan kepemimpinannya.
Selanjutnya, kepemimpinan menyangkut soal tekhnis, soal manajemen dan
soal pengelolaan organisasi. Tetapi semua tugas kepemimpinan itu sekunder, tetapi
yang terutama adalah etika seorang pemimpin, yang beretika bukan organisasi,
tetapi sang pemimpin organisasi. Itu sebabnya Ford mengatakan: leadership is first
39
George W.Peter, Teologi Pertumbuhan Gereja, (Malang : Gandum Mas, 2002), 78
Robert P.Borrong, Etika dan Karakter Kepemimpin Dalam Prespektif Kristiani, Dalam
Kepemimpinan Kristiani, (Jakarta : Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2003), 69-71
40
24
of all is not something one does, but something one is”41. Jadi betapapun hebatnya
seorang pemimpin dalam menjalankan tugas menejerialnya, pada akhirnya yang
akan menentukan keberhasilan adalah kepribadiannya.
Dalam kepemimpinan Kristen, seorang pemimpin adalah orang yang memiliki
kualifikasi sebagai “gembala” dan “pelayan”. Kedua kata ini menjadi kata kunci
untuk memahami rahasia kepemimpinan Kristiani. Yesus adalah pemimpin yang
menggembalakan (Mat. 2:6) kesaksian ini diangkat dari nubuat nabi Mikha (Mi. 5:1).
Baik PL maupun PB memang lebih banyak menggunakan kata gembala dan
pelayan/hamba dari pada kata pemimpin. Kata gembala dan pelayan/hamba itu
menunjuk baik Tuhan sebagai pemimpin umat (misalnya Maz. 23, Kej. 48:15;Yes.
40:11, Yer. 31:10;Yeh. 34:11-16)
Sangat menarik bahwa penggunaan dan penekanan kata gembala untuk para
pemimpin Israel justru dalam konteks krtitik atas pelanggaran norma para pemimpin
sebagai gembala. Tuhan mengkritik para pemimpin itu sebagai pemimpin yang tidak
bermoral karena hanya mencari untung dari umat yang dipimpinnya. Jelaslah bahwa
para pemimpin dalam Perjanjian Lama adalah mereka yang mendapat tugas dan
tanggung jawab khusus dari Tuhan, karena itu mereka harus bertanggung jawab
secara moral dan spiritual terhadap keselamatan orang-orang yang dipimpinnya.
Kesimpulan
41
Leighton Ford, Transforming Leadership (Downers Grove Intervarsity, 1991), 39.
25
Download