562 | e-jurnalmitrapendidikan, Volume 1, Nomor 5, Juli 2017 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V DENGAN MODEL PROBLEM SOLVING DIPADUKAN DENGAN METODE NHT Oleh Indri Puspita Sari [email protected] Eunice Widyanti Setyaningtyas [email protected] Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran kooperatif dengan model Problem Solving dipadukan dengan metode Numbered Heads Together (NHT) untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Negeri Jetak 01 Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan dalam 2 siklus dengan tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik tes dan non tes (observasi).Teknik pengolahan data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian terbukti menunjukkan peningkatan hasil belajar, pada hasil observasi aktivitas guru pada siklus I dari pertemuan pertama sampai ketiga meningkat yaitu85% ke 92% dan mencapai 100%. Pada siklus II sebanyak 92%, 92% dan mencapai 100%. Hasil observasi aktivitas siswa pada Siklus I pertemuan pertama sampai ketiga meningkat sebanyak 77% ke 85% dan mencapai 92%. Pada siklus II sebanyak 85% ke 92%. dan mencapai 92%. Hasil belajar siswa meningkat dari kondisi awal sampai siklus II dengan ketuntasan sebanyak 14 siswa menjadi 20 siswa danmencapai 26 siswa dengan presentase 54% naik 77% dan mencapai 100% dengan rata-rata 60 naik 66,3dan mencapai 83,07. Selain meningkatkan hasil belajar juga meningkatkan keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapat, menjawab pertanyaan dari guru dan menumbuhkan minat belajar siswa dengan pembelajaran yang dapat membangun pengetahuan siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dengan model Problem Solving dipadukan dengan metode Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPA. Kata Kunci : hasil belajar IPA, problem solving, NHT PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yaitu dengan melakukan proses pembelajaran yang mampu menciptakanperubahan dan perkembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa. Pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan secara individu maupun kelompok untuk belajar secara aktif Indri Puspita Sari | 563 melalui pembelajaran untuk mengembangkan potensi, keterampilan, kepribadian pada dirinya sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Banyak mata pelajaran yang diterapkan dalam pendidikan untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep ilmu pengetahuan salah satunya adalah mata pelajaran IPA. Peneliti melakukan observasi untuk mengamati proses pembelajaran IPA di kelas. Hasil observasi yang dilakukan di kelas V SD N Jetak 01 menunjukkan adanya permasalahan pembelajaran yang berkaitan dengan mata pelajaran IPA. Permasalahannya yaitu pembelajaran di kelas masih menggunakan model dan metode yang kurang inovatif. Siswa sekolah dasar membutuhkan perubahan model dan metode yang lebih inovatif agar mereka merespon pembelajaran dengan baik. Tidak hanya menggunakan metode konvensional saja, melainkan metode yang mampu membuat anak berpikir kritis namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehingga anak lebih tertarik dengan proses pembelajaran. Pembelajaran IPA di kelas kurang memanfaatkan lingkungan sekitar dan alat peraga, hanya sedikit siswa yang aktif bertanya, sebagian siswa saat belajar bermain dengan temannya, mengantuk. dan masih ada beberapa hasil belajar IPA siswa kelas V yang belum mencapai KKM. Pembelajaran di kelas seharusnya memanfaatkan alam sekitar dan alat peraga yang sudah disediakan sekolah untuk menunjang proses belajar mengajar. Siswa menyukai pembelajaran yang melibatkan mereka secara langsung sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar yang berkesan dan dapat meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Dari latar belakang tersebut rumusan masalah yang diambil peneliti yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran Problem Solving dipadukan metode Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Negeri Jetak 01 Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017 ? 2. Apakah model pembelajaran Problem Solving dipadukan metode Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Negeri Jetak 01 Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017 ? Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan langkah-langkah model Problem Solving dipadukan dengan metode Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Negeri Jetak 01 Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017 dan meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V dengan menggunakan model pembelajaran model Problem Solving dipadukan dengan metode Numbered Heads Together (NHT) di SD Negeri Jetak 01 Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017. KAJIAN PUSTAKA Pengertian IPA IPA dapat disebut juga dengan natural science. Menurut Fowler (Trianto, 2014:136) “IPA adalah pengetahuan yang sistematis yang dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi”. Hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah (Trianto,2014:137). Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu 564 | e-jurnalmitrapendidikan, Volume 1, Nomor 5, Juli 2017 proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teoriteori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberikan kemudahan bagi kehidupan. Marsetio Donosepoetro (dalam Trianto, 2010: 137) memandang IPA sebagai “proses, sebagai produk dan sebagai prosedur”. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method). Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan. Mata pelajaran IPA memberikan bekal bagi siswa untuk melanjutkan kejenjang pendidikan lebih lanjut, dengan membekali siswa berbagai keterampilan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan IPA dalam kehidupannya. Selain itu membekali siswa untuk lebih kreatif dan inovatif dalam penemuan pengetahuan tentang alam yang lebih baik lagi. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Solving) digunakan dalam pembelajaran yang membutuhkan jawaban atau pemecahan masalah. W. Gulo (2004:111) menyatakan bahwa Problem Solving adalah metode yang mengajarkan penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar. Djamarah (2010 : 103) mengatakan Model pembelajaran Problem Solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam Problem Solving dapat menggunakan metode lain yang dimulai dari mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Eggen dan Kauchak (dalam Said dkk, 2015:120) mengatakan pembelajaran berbasis masalah memiliki tiga karakteristik sebagai berikut: 1) Pelajaran fokus pada masalah. 2) Tanggung jawab untuk memecahkan masalah bertumpu pada siswa. 3) Guru mendukung proses saat siswa mengerjakan masalah. Langkah-langkah memecahkan masalah menurut John Dewey (dalam Djamarah, 2010:18) adalah merumuskan dan menegaskan masalah, mencari fakta pendukung dan merumuskan hipotesis, mengevaluasi alternatif pemecahan yang dikembangkan dan mengadakan pengujian atau verifikasi. Solso(dalam Wena, 2012:56) mengatakan terdapat enam tahap dalam Problem Solving, yaitu identifikasi permasalahan, representasi permasalahan, perencanaan pemecahan, menerapkan/mengimplementasikan perencanaan, menilai perencanaan, dan menilai hasil pemecahan. Indri Puspita Sari | 565 Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Menurut Lie (dalam Wena, 2012:189) pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator. Menurut Lie (2002:12), mendefinisikan pembelajaran kooperatif atau pembelajaran bergotong royong merupakan sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerjasama sesamanya pada saat mengerjakan tugas terstruktur. Pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa mampu bekerjasama dengan siswa yang lain yang berbeda dalam hal pengetahuan, kemampuan, keterampilan , ras dan kelas sosial. Dari perbedaan antar siswa, siswa belajar untuk saling membantu jika ada salah satu siswa yang kurang paham dalam menyelesaikan suatu konsep. Pada akhirnya dari kerja kelompok ini terjadi interaksi antar siswa dalam bertukar pengalaman dan pengetahuan baru. Namun terkadang dengan dibentuknya kelompok kerja (team work) siswa kurang memperhatikan. Sehingga banyak model-model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kerjasama yang lebih efisien. Menurut Agus Supridjono (2013:92) mengatakan NHT adalah pembelajaran yang diawali dengan Numbering, dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil mendiskusikan pertanyaan dari guru untuk menemukan jawaban sebagai pengetahuan yang utuh. Menurut Trianto (2007:63) ada empat fase sebagai sintaks dari NHT yaitu Fase 1: Penomoran. Pada tahap ini guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 3 sampai 5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.Fase 2 : Mengajukan pertanyaan. Guru mengajukan sebuah pertanyaan yang bervariasi kepada setiap siswa atau berbentuk arahan.Fase 3 : Berpikir bersama. Siswa menyatukan semua jawaban dari pertanyaan dan meyakinkan setiap anggota dalam timnya terhadap pendapat jawabannya. Fase 4 : Menjawab. Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan. Hubungan Antara Model Pembelajaran Problem Solving Dipadukan Metode Numbered Heads Together (NHT) Model pembelajaran Problem Solving adalah metode pembelajaran yang melatih siswa untuk berpikir atau menelaah berbagai masalah individu maupun kelompok dan dapat mencari pemecahan masalah atau solusi dari permasalahan itu sesuai dengan prosedur ilmiah. Model Pembelajaran ini menuntut siswa untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Metode pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik dengan memberi tanda nomor pada setiap kelompok atau siswa. Metode ini merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mampu membuat siswa untuk aktif belajar. Dalam metode pembelajaran ini siswa dituntut aktif dan siap setiap saat ketika ditunjuk oleh guru untuk menjawab sehingga tidak bergantung pada 566 | e-jurnalmitrapendidikan, Volume 1, Nomor 5, Juli 2017 siswa yang lainnya. Sehingga siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah. Penelitian ini akan memadukan kedua model pembelajaran kooperatif yaitu Problem Solving dan metode NHT sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif siswa sekolah dasar yang menyukai proses pembelajaran aktif dan meyenangkan. Adapun langkah-langkah perpaduan antara model Problem Solving dengan NHT yaitu: 1. Menentukan kelompok secara heterogen dengan beranggotakan 3-5 siswa dan setiap siswa diberi tanda penomoran. 2. Memberikan pertanyaan berupa kasus atau masalah yang harus dijawab oleh siswa. 3. Berdiskusi dan mencari referensi atau keterangan yang dapat menunjang untuk mendapatkan jawaban. 4. Menetapkan jawaban sementara. 5. Menguji kebenaran jawaban. 6. Mengacak nomor, dan nomor yang bersangkutan mengangkat tangan dan menjawab. 7. Menarik kesimpulan bersama-sama. Model pembelajaran Problem Solving dapat dipadukan dengan NHT karena jika keduanya dipadukan akan menciptakan inovasi pembelajaran yang lebih menekankan pada proses berpikir kritis pada anak secara berkelompok sehingga antara siswa yang satu dengan yang lain mampu bekerja sama untuk berpikir bersama untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Tentunya dengan kondisi dan suasana belajar yang menyenangkan dengan memakai alat peraga topi bernomor sehingga memotivasi anak untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, melatih percaya diri, dan bertanggung jawab. Perpaduan antara model pembelajaran Problem Solving dan Numbered Heads Together (NHT) dalam proses pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA, dapat melatih siswa untuk menyelesaikan permasalahan IPAsesuai dengan prosedur ilmiah sehingga mampu mengembangkan pengetahuan dan pengalaman siswa untuk lebih aktif mempelajari alam sekitar siswa. Kondisi kelas yang menerapkan perpaduan kedua model ini dapat menumbuhkan motivasi dan kesiapan siswa dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, jika siswa terlibat aktif dan mengikuti proses secara langsung maupun tidak langsung, pada evaluasi pembelajaran dapat menghasilkan nilai yang lebih meningkat. Hasil Belajar Menurut Nana Sudjana (2009:3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Benyamin S. Bloom (Anni, 2009:86) ada tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu: Ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yakni :bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), serta bidang psikomotor (kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku). Ketiganya tidak berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki. Sebagai tujuan yang Indri Puspita Sari | 567 hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah. Oleh sebab itu ketiga aspek tersebut, harus dipandang sebagai hasil belajar siswa dari proses pengajaran. Berdasarkan kajian teori yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Solving yang dipadukan dengan metode Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa.Penggunaan model pembelajaran Problem Solving yang dipadukan dengan metode Numbered Heads Together (NHT) pada mata pelajaran IPA untuk kelas V diharapkan siswa mampu meningkatkan hasil belajar yang awalnya rendah akan menjadi tinggi. Dengan penggunaan model pembelajaran yang baru siswa juga diharapkan lebih termotivasi lagi untuk belajar lebih giat sehingga mendapatkan nilai yang memuaskan. Model pembelajaran Problem Solving yang dipadukan dengan metode Numbered Heads Together (NHT) ini diharapkan mampu membantu siswa untuk berpikir kritis, bertanggung jawab, serta bekerjasama dalam kelompok dalam menyelesaikan tugas masing-masing. Siswa belajar untuk bekerjasama dengan baik antar siswa yang ada di kelas. Adanya model pembelajaran yang baru ini siswa juga dapat mengeksplor materi yang ada untuk dipelajari bersama-sama dengan teman sebayanya. Serta model pembelajaran Problem Solvingyang dipadukan dengan metode Numbered Heads Together (NHT) diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V. METODE PENELITIAN Latar Penelitian Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Jetak 01 yang berada di desa Setugur, Jetak, Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.Penelitian dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2016/2017. Penelitian dilakukan 5 bulan mulai dari bulan Februari 2017 sampai bulan Juni 2017. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri SD Negeri Jetak 01 Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 26 siswa. Terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Jetak 01 dalam mata pelajaran IPA setelah memperoleh tindakan adalah: 1. Observasi Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat (partisipatif) ataupun non-partisipatif. Peneliti tidak hanya mengamati aspek kognitif saja, melainkan juga pada aspek afektif dan psikomotor siswa. Observasi dilakukan di SD Negeri Jetak 01. Observasi dilakukan untuk mengetahui penerapan modeldan proses pembelajaran Problem Solving dipadukan denganmetode Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran. 2. Tes Tes adalah prosedur pengukuran yang dirancang secara sistematis, untuk mengukur indikator/kompetensi tertentu dengan pemberian angka. Teknik tes ini dapat 568 | e-jurnalmitrapendidikan, Volume 1, Nomor 5, Juli 2017 mengetahui tingkat keberhasilan proses belajar mengajar di kelas. Peneliti akan melakukan post-test untuk mengetahui hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Indikator kerja yang digunakan adalah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hasil belajar IPA meningkat apabila diatas 80% siswa memperoleh nilai diatas KKM. Standar KKM yang digunakan adalah ≥ 60. Instrumen Pengumpul Data Instrumen pengumpulan data dilakukan dengan penilaian. Penilaian dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk mengukur berhasil tidaknya proses pembelajaran. Penilaian dilakukan untuk memperbaiki program mengajar di kelas dan pembelajaran di kelas agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Menurut Slameto (2015:233) terdapat dua macam alat pengukuran yaitu observasi atau non tes dan tes. 1. Lembar Observasi Penilaian dalam non-tes yang digunakan peneliti adalah observasi langsung. Teknik non-tes ini berupa lembar pengamatan yang digunakan untuk mengamati guru saat proses pembelajaran berlangsung sampai akhir pembelajaran selesai. Peneliti menggunakan lembar obervasi untuk mengukur ranah afektif dan psikomotor siswa. Observasi dilaksanakan pada akhir siklus I dan siklus II. 2. Tes Tes merupakan alat yang digunakan untuk menilai atau mengukur kognitif siswa dalam mengerjakan tugas yang berupa nilai. Tes yang digunakan peneliti adalah tes pilihan ganda. Tes dilaksanakan setiap akhir siklus I dan siklus II. Uji Instrumen Penelitian Validitas Soal Validitas menunjukan sejauhmana alat ukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Untuk mengetahui tingkat validitas suatu soal yang akan di ujikan kepada siswa, maka sebelum diberikan soal tersebut sebaiknya diuji cobakan ke dalam kelas lain untuk mengetahui butir soal yang valid. Uji validitas yang dilakukan menggunakan SPSS 16.0 for windows. Berdasarkan hasil uji validitas pada siswa dengan jumlah 26 siswa yang telah dilakukan pada 30 instrument soal siklus 1 terdapat 27 butir soal yang valid dan siklus 2 terdapat 25 butir soal. Berdasarkan instrumen soal yang telah diuji maka akan menggunakan 20 soal yang telah terbukti valid pada setiap siklus yang akan dijadikan sebagai instrument tes untuk mengetahui hasil belajar siswa. Reliabilitas Soal Reliabilitas adalah mengukur instrumen terhadap ketepatan (konsisten). Reliabilitas bertujuan untuk mengetahui tingkat keajegan dan ketepatan skor tes. Dalam penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan mengambil responden siswa kelas V yang berjumlah 26 siswa. Koefisien reliabilitas selalu berada dalam rentang 0 sampai 1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes semakin tinggi pula keajegan/ketepatannya. Sebagai ancar-ancar koefisien reliabilitas berdasarkan nilai Indri Puspita Sari | 569 alfa dapat diintepretasikan sebagai berikut (Wardani, dkk, 2012:346). Uji reabilitas dalam penelitian ini menggunakan SPSS 16.0 for windows. Uji reabilitas soal yang telah dilakukan memperoleh hasil reliabilitas pada siklus 1 dan siklus 2 memuaskan karena nilai alpha lebih dari 0,7. Hasil perhitungan reliabilitas dapat dilihat padatabel berikut. Tabel 1 : Data Hasil Reliabilitas Siklus 1 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .919 30 Sumber : Wardani, dkk, 2012:346 Tabel 2 : Data Hasil Reliabilitas Siklus 2 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .932 30 Sumber : Wardani, dkk, 2012:346 Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Untuk memperoleh soal yang baik selain dengan uji validitas dan reliabilitas yaitu dengan penentuan proporsi dan kriteria soal yang masuk ke dalam kategori soal mudah, soal sedang atau soal sukar.Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaran instrument soal, dari 30 soal siklus 1 dan 30 soal siklus kedua hasilnya adalah sebagai berikut. Tabel 3 : Hasil Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal Siklus I dan Siklus II Kriteria Siklus Nomor Soal Valid Sukar Sedang Mudah 1 5,9,19,21, 25 1,3,4,6,7,8,10, 18,20,22,23,2 4,28,30 2,7,11,12,13,1 4,15,16,17,26, 27,29 2 1,9,14,16, 18,29 2,3,5,6,7,8,10, 15,17,21,23,2 4,25,26,27,30 4,11,12,13,19, 20,22,28 1,2,4,5,6,7,8,9,10, 11,12,13,14,16,17 ,18,19,20,21,22,2 3,24,25,26,28,29, 30 1,2,3,5,6,7,8,10,1 2,13,14,15,16,18, 19,20,21,22,23,24 ,25,26,27,29,30 Sumber : Wardani, dkk, 2012:346 Teknik Analisis Data Penelitian ini, peneliti menganalisis data instrumen tes dengan menggunakan teknik analisis deskriptif untuk membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus I dan nilai tes siklus II dan berdasarkan jumlah siswa yang tuntas dan belum tuntas. Data yang diolah dengan analisis deskriptif adalah data dari nilai yang 570 | e-jurnalmitrapendidikan, Volume 1, Nomor 5, Juli 2017 diperoleh pada nilai tes kondisi awal, nilai setelah siklus I dan siklus II setelah menggunakan model pembelajaran Problem Solving dipadukan denganmetode Numbered Heads Together (NHT). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Dari hasil observasi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pada pembelajaran IPA masih belum efektif. Masih banyak siswa yang berbicara dengan teman yang lain, bermain sendiri, masih banyak siswa yang belum tuntas dan siswa masih kurang aktif dalam pembelajaran. Dari hasil uji pra siklus masih banyak hasil belajar siswa yang belum mencapai KKM. Dari hasil observasi yang telah dilakukan pada kondisi awal nilai tertinggi siswa adalah 83 dan nilai terendah adalah 30. Dengan rata-rata nilai yaitu 60. Hasil ketuntasan siswa sebanyak 14 siswa (54%) tuntas/diatas KKM dan 12 siswa ( 46%) siswa belum tuntas/ di bawah KKM. Langkah-langkah dalam penelitian ini yaitu guru membentuk kelompok secara acak atau heterogen, guru menyiapkan pertanyaan dan topi bernomor untuk penerapan model pembelajaran. Guru membagikan topi dan pertanyaan kepada ketua kelompok. Selain itu guru juga membagikan lembar kerja siswa dan peralatan untuk percobaan. Siswa berdiskusi untuk mengidentifikasi masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis dan menyimpulkan jawaban. Kemudian guru secara acak mengambil nomor undian, dan siswa yang sama dengan nomor yang dipanggil guru harus maju kedepan mempresentasikan hasil diskusi. Presentasi dilakukan sampai semua siswa sudah mendapatkan giliran. Selanjutnya guru dan siswa melakukan refleksi, membuat kesimpulan dan terakhir guru mengakhiri pembelajaran dengan salam. Pada saat pembelajaran siklus I maupun siklus II dilakukan juga observasi aktivitas guru dan siswa. Aktivitas Guru dan Siswa Kegiatan observasi aktivitas guru dan siswa dilakukan bersamaan ketika proses pembelajaran berlangsung. Ada 13 indikator untuk observasi guru dan siswa. Pengisian tabel pada lembar observasi aktivitas guru dan siswa menggunakan tanda (√). Pada hasil observasi aktivitas guru siklus I pada pertemuan pertama sebanyak 85%, pertemuan kedua sebanyak 92%, dan pertemuan ketiga sebanyak 100%. Sedangkan aktivitas siswa pada siklus I pertemuan pertama sebanyak 77%, pertemuan kedua sebanyak 85%, dan pertemuan ketiga sebanyak 92%. Data dari hasil observasi aktivitas guru dan siswa pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus I. Pada hasil observasi aktivitas guru siklus II pada pertemuan pertama sebanyak 92%, pertemuan kedua sebanyak 92%, dan pertemuan ketiga sebanyak 100%. Sedangkan aktivitas siswa pada siklus II pertemuan pertama sebanyak 85%, pertemuan kedua sebanyak 92% dan pertemuan ketiga sebanyak 92%. Hasil observasi siswa dan guru pada siklus I dan II termasuk kategori sangat tinggi atau berhasil. Hasil observasi aktivitas guru dan siswa pada siklus I dan siklus II disajikan dalam tabel 1 berikut ini : Indri Puspita Sari | 571 Tabel 4 : Perbandingan Aktivitas Guru dan Siswa Siklus I dan Siklus II Aktivitas Guru Aktivitas Pembelajaran Siswa Siklus I Siklus Siklus Siklus II I II 85% 92% 77% 85% 1 92% 92% 85% 92% 2 100% 100% 92% 92% 3 Sumber : Hasil Penelitian Diolah, Juni 2017 Berdasarkan data di atas, perbandingan aktivitas guru dan siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Dapat dilihat dari hasil observasi aktifitas guru pertemuan pertama siklus I sebanyak 85 % meningkat menjadi 92 %. Pada pertemuan kedua siklus I sebanyak 92% sama menjadi 92 % dan pertemuan ketiga sama menjadi 100%. Sedangkan aktivitas siswa pada pertemuan pertama siklus I sebanyak77% meningkat menjadi 85% pada siklus II, pertemuan kedua siklus I sebanyak 85% meningkat pada siklus II menjadi 92% dan pertemuan ketiga sama antara siklus I dan II sebanyak 92%. Dari penjabaran ini dapat dikatakan bahwa model Problem Solving yang dipadukan dengan metode Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa. Hasil Belajar Hasil belajar siswa pada aspek kognitif menunjukkan adanya peningkatan dari kondisi awal untuk nilai rata-rata meningkat menjadi 66,3 dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 50. Sebanyak 6 siswa dengan presentase nilai 23% yang berarti tidak tuntas atau masih dibawah KKM. Dan 20 siswa dengan presentase nilai 77% sudah tuntas atau mencapai KKM. Pada siklus II semakin mengalami peningkatan pada aspek kognitif. Rata-rata nilai pada siklus II sebanyak 83.07, dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 65. Ketuntasan pada siklus II ini sejumlah 26 siswa sudah mencapai KKM atau sudah tuntas. Hasil tes evaluasi untuk mengetahui peningkatan pada hasil belajar siswa terdapat pada tabel 5 di bawah ini : Tabel 5 : Perbandingan Hasil Belajar Kognitif IPA Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II No Penilaian Kondisi Awal Siklus I Siklus II 83 85 95 1 Nilai Tertinggi 30 50 65 2 Nilai Terendah 60 66,3 83,07 3 Nilai Rata-Rata 54% (14 siswa) 77% ( 20 siswa) 100% (26 siswa) 4 Ketuntasan Sumber : Hasil Penelitian Diolah, Juni 2017 Berdasarkan tabel diatas, perbandingan hasil belajar siswa dari tes evaluasi yang sudah dilaksanakan sebelum dan pada saat penelitian menunjukkan adanya peningkatan. Pada nilai tertinggi meningkat dari kondisi awal adalah 83, menjadi 85 572 | e-jurnalmitrapendidikan, Volume 1, Nomor 5, Juli 2017 pada siklus I dan menjadi 95 pada siklus II. Pada nilai terendah dari nilai 30 menjadi 50 pada siklus I dan menjadi 65 pada siklus II. Untuk nilai rata-rata pada kondisi awal sejumlah 60 meningkat pada siklus I menjadi 66,3 dan pada siklus II menjadi 83.07. Ketuntasan belajar juga meningkat dari kondisi awal sebanyak 54% menjadi 77% dan pada siklus II meningkat menjadi 100%. Hasil belajar afektif didapatkan dari pengamatan atau observasi ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.Hasil belajar afektif adalah penilaian untuk sikap siswa pada saat pembelajaran di kelas. Penilaian hasil belajar ini berlangsung dari pertemuan pertama sampai pertemuan ketiga. Penilaian hasil belajar afektif menggunakan skor antara 1-4 untuk 7 kriteria yang telah dijabarkan pada BAB III. Kriteria dalam penilaian sikap adalah mendengarkan penjelasan guru, melaksanakan instruksi dari guru, dapat bekerjasama membuat hipotesis dari pertanyaan yang diberikan guru, menghargai pendapat teman, dapat bekerjasama dalam diskusi dengan teman kelompok, dapat membuat menjawab sementara pertanyaan dari guru dengan benar, dan dapat menguji kebenaran jawaban sementara dengan tepat.Hasil belajar afektif dan psikomotor akan dijelaskan pada tabel berikut. Tabel 6 : Hasil Belajar Afektif dan Psikomotor Siklus I dan Siklus II Siklus I Siklus II No Hasil Cukup Baik Sangat Cukup Baik Sangat Belajar Baik Baik 1 Afektif 6 9 11 1 10 15 siswa siswa siswa siswa siswa siswa (23%) (35%) (42%) (4%) (38%) (58%) 2 Psikomotor 4 11 11 4 22 siswa siswa siswa siswa siswa (16%) (42%) (42%) (16%) (85%) Sumber : Hasil Penelitian Diolah, Juni 2017 Pada siklus I penilaian hasil belajar afektif yaitu tidak ada siswa yang mendapatkan skor 1-7 atau dalam kategori kurang. Dalam rentang skor 8-14 ada 6 siswa (23%) dengan kategori cukup, dalam rentang 15-21 ada 9 siswa (35%) dengan kategori baik dan dalam rentang skor 22-28 ada 11 siswa (42%) dengan kategori sangat baik. Pada siklus II penilaian hasil belajar afektif yaitu tidak ada siswa yang mendapatkan skor 1-7 atau dalam kategori kurang. Dalam rentang skor 8-14 ada 1 siswa (4%) dengan kategori cukup, dalam rentang 15-21 ada 10 siswa (38%) dengan kategori baik dan dalam rentang skor 22-28 ada 115 siswa (58%) dengan kategori sangat baik. Penilaian hasil belajar psikomotor pada siklus I tidak ada siswa yang mendapatkan skor kurang atau 1-3. Pada skor 4-6 ada 4 siswa (16%) dengan kategori cukup, pada skor 7-9 ada 11 siswa (42%) dengan kategori baik, dan pada skor 10-12 ada 11 siswa (42%) dengan kategori sangat baik. Sedangkan penilaian hasil belajar psikomotor siklus II tidak ada siswa yang mendapatkan skor kurang. Pada skor 7-9 ada 4 siswa (15%) dengan kategori baik, dan pada skor 10-12 ada 22 siswa (85%) dengan kategori sangat baik. Indri Puspita Sari | 573 PENUTUP Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penerapan model Problem Solving yang dipadukan dengan metode NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V dengan proses pembelajaran yang berbentuk kelompok heterogen, dengan topi bernomor di kepala. Guru memberikan masalah kepada siswa dalam bentuk undian agar terlihat menarik dan siswa belajar mengidentifikasi masalah bersama dengan berdiskusi sehingga melatih siswa untuk dapat bekerjasama, membuat hipotesis dengan cara berdiskusi bersama dan dengan bimbingan guru sehingga siswa dapat mengetahui berbagai macam hipotesis yang dibuat teman yang lain, mengumpulkan data dengan melakukan percobaan sehingga dapat mengetahui proses terjadinya sesuatu seperti membuktikan sifat-sifat cahaya, dan menguji hipotesis hingga sampai tahap menyimpulkan dengan cara berdiskusi agar dapat memecahkan permasalahan dengan membangun pengetahuan siswa yang lebih luas. Kemudian siswa mempresentasikan kesimpulan jawaban sesuai dengan nomor yang dipanggil oleh guru. Pembelajaran tersebut dilakukan hingga semua siswa mendapat giliran untuk mempresentasikan jawaban, kemudian guru dan siswa melakukan refleksi pembelajaran dengan bertanya jawab kepada siswa untuk mengetahui pembelajaran yang sudah berlangsung , guru dan siswa membuat kesimpulan pembelajaran dan terakhir menutup pembelajaran dengan salam. Hasil belajar IPA pada kondisi awal dari 26 siswa keseluruhan, hanya14 (54%)siswa memenuhi KKM dan 13 (46%) siswa belum memehuhi KKM. Pada siklus I jumlah siswa yang memenuhi KKM mengalami peningkatan menjadi 20 (77%) siswa dan masih ada 6 (23%) siswa yang belum memenuhi KKM. Pada siklus II dari 26 siswa, 26 (100%) siswa memperoleh nilai lebih dari KKM. Hasil belajar afektif siswa dengan kategori cukup pada siklus I sebanyak 6 siswa (23%), pada siklus II menjadi hanya 1 siswa (4%). Pada kategori baik siklus I ada 9 siswa (35%) dan siklus II ada 10 siswa (38%) dan dalam kategori sangat baik pada siklus I ada 11 siswa (42%) dan ada 15 siswa (58%) pada siklus II. Berdasarkan analisis data hasil belajar psikomotor siswa dengan kategori cukup pada siklus I ada 4 siswa (16%) dan siklus II tidak ada siswa yang mendapatkan nilai cukup. Pada kategori baik siklus I ada 11 siswa (42%) dan pada siklus II ada 4 siswa (15%). Pada kategori sangat baik siklus I ada 11 siswa (42%) dan pada siklus II meningkat sebanyak 22 siswa (85%). .Dengan demikian, penelitian tindakan kelas yang dilakukan berhasil dan terbukti bahwa penerapan penerapan model Problem Solving dipadukan metode Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Jetak 01 Semester II Tahun Ajaran 2016/2017. DAFTAR PUSTAKA Anni, Chatarina Tri Achmad Rifa’i. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press. Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Gulo, W. 2004. Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT. Grasindo. Lie, A. 2002. Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang kelas. Jakarta: Gramedia Rahmi. 574 | e-jurnalmitrapendidikan, Volume 1, Nomor 5, Juli 2017 Said, Alamsyah , dkk,. 2015. 95 Strategi Mengajar Multiple Intelligences. Jakarta: Kencana. Slameto. 2015. Metodologi Penelitian dan Inovasi Pendidikan. Salatiga: Satya Wacana Univercity Press. Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Trianto.2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka. ______. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. ______. 2014. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara. Wardani, Naniek Sulistya dkk. 2012. Asesmen Pembelajaran SD Bahan Ajar Mandiri. Semarang: Widya Sari Press Wena, Made. 2012. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.