1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Jumlah penduduk di Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Hal ini dapat ditunjukkan sebagaimana yang diungkapkan oleh Presiden
Republik Indonesia bahwa laju penduduk Indonesia mencapai 1,3 persen artinya
setiap tahun mengalami peningkatan 3 juta orang.1 Kondisi tersebut apabila
dibiarkan akan memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan dan nantinya juga
akan berimplikasi pada seluruh sektor. Menindaklanjuti keadaan tersebut, maka
Pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BkkbN) melakukan berbagai upaya. Adapun upaya untuk pengendalian
penduduk adalah dengan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB),
sementara itu untuk mengatasi permasalahan yang muncul di kalangan remaja
adalah dengan mengadakan program Generasi Berencana (GenRe). Hadirnya
program tersebut, bertujuan untuk mempromosikan program – program Keluarga
Berencana sejak dini bagi remaja, sehingga diharapkan para remaja mampu
merencakan masa depannya.2
Adapun pencetusan ide program generasi berencana tersebut merupakan
salah satu wujud dari fungsi bidang advokasi, penggerakan, dan informasi
(ADPIN) yakni untuk meningkatkan komitmen stakeholders atau mitra kerja dan
meningkatkan sikap masyarakat terhadap program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Untuk mensosialisasikan
program generasi berencana tersebut, pemerintah dapat melakukan dengan
beberapa cara dari berbagai media salah satunya adalah iklan. Selain melalui
iklan, pesan-pesan tersebut juga disampaikan melalui wadah Generasi Berencana
yakni Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M), yang mana
sasaran utama dari wadah ini adalah remaja dengan usia sekitar 10 tahun hingga
1
https://m.tempo.co/read/news/2016/01/14/173736151/tiap-tahun-penduduk-indonesiabertambah-3-juta-orang diakses Senin 22 Agustus 2016
2
Devi Dwi Yana Utami, Penyuluhan Program BkkbN Mengenai Generasi Berencana
(GenRe) dan Sikap Remaja, Jurnal Simbolika Volume 1 Nomor 2, 2015
2
24 tahun dan belum menikah, keluarga serta masyarakat yang peduli akan masa
depan remaja. Adanya PIK ini diharapkan mampu mengkomunikasikan program
generasi berencana. Hal ini dikarenakan masih banyaknya kasus pernikahan dini
yang terjadi dengan umur di bawah ideal sebagaimana ditetapkan oleh BkkbN (22
tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria).3
Meskipun demikian, sosialisasi melalui iklan dapat dikatakan lebih efektif
dibandingkan dengan PIK. Hal ini karena pada dasarnya iklan merupakan sarana
komunikasi massa yang dapat ditayangkan dalam berbagai bentuk, di antaranya
adalah ditayangkan melalui media televisi. Iklan dapat dengan mudah dan cepat
disiarkan melalui media komunikasi televisi, karena yang ditampilkan melalui
televisi bukan hanya dalam bentuk tulisan, tetapi dengan tulisan, suara, gambar
bergerak, animasi dan sebagainya. Hadirnya iklan yang digunakan untuk
mengkomunikasikan dan diselenggarakan oleh BkkbN tersebut terhitung masih
bersifat umum dan belum menunjukkan lokalitas suatu daerah tertentu. Sehingga
diperlukan sosialisasi dari masing-masing provinsi agar penyampaian informasi
tersebut lebih terealisasi kepada remaja di daerah tersebut.
Menindaklanjuti hal tersebut, maka setiap provinsi diminta untuk
mengeluarkan kebijakan advokasi yang sesuai dengan iklan program generasi
berencana tersebut. Adapun pada penelitian ini, obyek yang dipilih adalah
Provinsi Papua. Pemilihan tersebut didasarkan pada banyaknya kasus yang
terungkap di Provinsi Papua. Selain itu, mayoritas remaja di Provinsi Papua
melakukan pernikahan pada usia di bawah umur atau tidak ideal. Hal tersebut
terjadi karena adanya budaya di Provinsi Papua yang memiliki pandangan
mengenai Keluarga Berencana dan permasalahan yang berhubungan dengan
pendewasaan usia perkawinan sebagai upaya untuk membatasi jumlah populasi
masyarakat asli Papua. Bahkan masih ada yang beranggapan bahwa program
keluarga berencana dan pendewasaan usia perkawinan adalah upaya dari pihak
eksternal Provinsi Papua untuk menghilangkan penduduk asli Papua (genocyde).
Adapun kasus yang terjadi di Papua sebagaimana yang tertulis dalam
laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua disebutkan bahwa jumlah orang
3
Loc cit.
3
yang terkena HIV (Human Immuno Deficiency Virus) hingga 31 maret 2006
mencapai 2.199 kasus. Kasus tersebut umumnya menimpa anak-anak muda.
Sesuai yang dimuat dalam Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) News bahwa
67,9 % jumlah penduduk Provinsi Papua diperkirakan terinfeksi HIV. Pada
tanggal 30 September 2014 laporan Ditjen PP & PL, Kemenkes RI
mengungkapkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Papua mencapai 26.235
yang terdiri atas 16.051 HIV dan 10.184 AIDS. Fakta tersebut menunjukkan
jumlah kasus yang sangat tinggi dibanding dengan wilayah-wilayah lain.4
Selain kasus terjangkitnya HIV/AIDS yang tinggi, masyarakat Papua juga
masih cenderung mempraktikkan pernikahan usia dini, yaitu pernikahan di bawah
usia 15 tahun. Bahkan Papua merupakan salah satu provinsi dengan tingkat
kejadian pernikahan dini yang tinggi di Indonesia.5 Berdasarkan data dari
UNICEF, diketahui bahwa di Jayawijaya ditemukan 17% angka kejadian
pernikahan di bawah 15 tahun, dan 47% menikah sebelum usia 18 tahun.
Pernikahan anak ini diindikasi berdampak pada peningkatan angka kelahiran,
angka kematian ibu, kemiskinan, putus sekolah, dan bahkan peningkatan risiko
terinfeksi HIV, terutama bagi anak perempuan yang menikah dengan pria yang
jauh lebih tua.6
Perwakilan BKKBN Provinsi Papua berupaya keras agar permasalahan
tersebut
tidak meningkat
lebih
jauh melalui pemberian informasi kepada
masyarakat. Upaya penyampaian informasi mengenai dampak negatif pernikahan
dini dan pentingnya mengatur usia pernikahan tersebut merupakan salah satu
bentuk penerapan Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 48 ayat 1 (b), yang berbunyi:
“Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan,
konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga“.
4
http://www.aidsindonesia.com diakses sabtu 12 Desember 2015.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/12/141218_pernikahandini, diakses
28 Januari 2016.
5
6
UNICEF, Multiple Indicator Cluster Survey 2011 di Kabupaten Terpilih di Papua dan
Papua Barat, Seminar Diseminasi, November 2012.
4
Salah satu bentuk kebijakan komunikasi yang diambil oleh Perwakilan
BKKBN Provinsi Papua untuk menyampaikan informasi seluas-luasnya sekaligus
bentuk edukasi kepada masyarakat yaitu dengan mengiklankan program layanan
masyarakat. Berawal dari kebijakan inilah yang nantinya akan menjadi sebuah
pengantar informasi dari pemerintah hingga masyarakat, yang mana hal ini
merupakan bentuk dari perwujudan salah satu kriteria pada kebijakan komunikasi
yaitu berisi tindakan pejabat pemerintah. Sebagaimana yang disampaikan oleh
Abrar7 bahwa Kebijakan komunikasi terlahir dari perangkat pemerintahan, yakni
setara dengan Undang-Undang yang mana dimulai dari Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan melakukan konsultasi dengan pemerintah. Lebih lanjut, secara teknis
Undang-Undang memerlukan perangkat aturan di bawahnya untuk melancarkan
tujuan yang telah dibuatnya. Hal ini berarti bahwa setiap bentuk kebijakan
merupakan hasil tindakan pemerintah karena dihasilkan oleh perangkat
pemerintahan.
Menindaklanjuti hal tersebut, kini sudah banyak iklan yang disampaikan
melalui TV Nasional maupun lokal oleh BKKBN. Melalui iklan televisi,
diharapkan tingkat terpaan iklan terhadap masyarakat akan tinggi, sehingga
dampak yang diharapkan dapat dicapai. Seperti program GenRe (Generasi
Berencana) yang pernah ditayangkan oleh BKKBN adalah iklan layanan
masyarakat versi Selamat Hari Keluarga ditayangkan secara Nasional pada tahun
2014, kemudian pada tahun 2013 di Sulawesi Selatan, Makassar juga
menayangkan iklan program GenRe (Generasi Berencana) yang mengisahkan
realita generasi muda yang hidup tanpa rencana, sex bebas, Narkotika dan Hamil
diluar nikah. Dan yang terbaru versi “Dua Anak Cukup” ditayangkan di KTV 28
UHF Jakarta, Iklan BkkbN. Selain secara Nasional di Papua sendiri juga sudah
mulai ditayangkan iklan layanan masyarakat program GenRe (Generasi
Berencana) pada tahun 2015 tentang pernikahan dini yang disiarkan melalui
televisi. Tidak seperti di provinsi lain yang lebih dahulu menayangkan iklan
layanan masyarakat, dikarenakan ketersediaan infrastruktur layanan televisi di
7
Ana Nadhya Abrar pa. Kebijakan Komunikasi: Konsep, Hakekat dan Praktek. Jogjakarta:
Gava Media. 2008: 13
5
Provinsi Papua masih baru mencapai 9,66%8. Namun pada tahun 2015 target
peningkatan akses masyarakat terhadap layanan televisi di Provinsi Papua adalah
40%
dan
pada
tahun
2016-2019
ditargetkan
mengalami
peningkatan
keterjangkauan sampai 80%.9 Semakin tinggi ketersediaan layanan televisi, maka
semakin tinggi pula tingkat terpaan iklan yang ditayangkan kepada masyarakat.
Dengan demikian dampak penyampaian informasi dan edukasi mengenai iklan
Generasi Berencana juga dapat segera dirasakan oleh masyarakat.
Gambar I.1 Adegan Awal Iklan BKKBN Versi Generasi Berencana dari BKKBN
Provinsi Papua
Sumber: ILM BKKBN Provinsi PAPUA
Iklan layanan masyarakat dari BKKBN Provinsi Papua yang disampaikan
melalui televisi lokal Papua tersebut disampaikan dalam durasi total selama 01:07
menit. Iklan tersebut terdapat 15 adegan yang ditutup dengan satu animasi logo
iklan perwakilan BKKBN Provinsi Papua. Adegan pertama dalam iklan tersebut
diambil dengan teknik long shot dan dibuka dengan menampilkan kedua remaja
berlawanan jenis yang sedang berpacaran, seorang waria sedang berhias, dan
keempat remaja berlawanan jenis yaitu 2 laki-laki dan dua perempuan. Adegan
awal dari iklan televisi lokal Papua dapat dilihat pada Gambar 1.1.10
Tampilan pertama menampilkan isu yang pertama mengenai usia
perkawinan yang pasti pelakunya adalah para remaja. Kedua remaja yang
berlawanan jenis sedang berpacaran dan berdekatan sambil bersentuhan kepala.
8
Prajna Deshanta Ibnugraha & Tora Fahrudin, Persebaran Layanan dan Infrastruktur
Telekomunikasi Provinsi Papua, Jurnal INFOTEL 6 (1), 2014: 1-5.
9
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Papua, Kebijakan Pembangunan
Bidang Kominfo di Provinsi Papua, (Tema: Program Pengembangan Desa dan Daerah Tertinggal
Tahun 2015-2019), 2015.
10
Iklan Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, 2015.
6
Tangan kiri seorang laki-laki menyentuh pundak perempuan dan tangan kanan
menyentuh tangan kiri perempuan di dekatnya. Terdapat seorang waria duduk
sendirian sambil berkaca di belakang kedua remaja tersebut. Keempat remaja
dengan jenis kelamin perempuan 2 remaja dan laki-laki 2 remaja yang
menunjukkan adegan saling mengobrol dan berdiskusi.
Adegan kedua masih menggunakan teknik long shot. Adegan tersebut masih
mengenai isu remaja berpacaran yang memngkinkan untuk melakukan
perkawinan di usia muda menampilkan keempat remaja yang menegur secara
serentak terhadap kedua remaja yang berpacaran dengan bersuara keras “Hooeee!
Pacaran hoe”. Kemudian seorang perempuan dari keempat remaja menjelaskan
agar menjauhi pergaulan bebas. Setelah mendapat penjelasan, kedua remaja yang
berpacaran mendekat ke arah keempat remaja serta seorang waria. Salah satu lakilaki yang memakai kaos ungu dari keempat remaja melanjutkan penjelasan yang
isinya anak-anak muda banyak yang terjerumus dalam pergaulan bebas dan
terpaksa menikah saat muda. Seorang perempuan dari keempat remaja
menambahkan penjelasan bahwa kita tidak boleh terjerumus dalam pergaulan
bebas dan seks. Salah seorang laki-laki dengan memakai kaos merah memberikan
penjelasan agar hidup kita akan jadi berkualitas. Laki-laki dengan kaos ungu
tersebut dengan tegas berkata “jangan sampai kita kita menikah dengan terpaksa
padahal kita belum siap untuk itu”. Di samping itu seorang waria yang kedua
tangannya menyentuh pipi sambil tersenyum.
Adegan ke 14 yaitu pesan dari Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua
oleh DRS. Herius Auparai, M. SI. dengan menggunakan teknik medium shot.11
Gambar I.2 Pesan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua
Sumber: ILM BKKBN Prov.PAPUA
11
Iklan Perwakilan BKKBN Prov.Papua, 2015. Ibid.
7
Adegan pesan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua mengucapkan
“generasi muda Papua harus bisa merencanakan masa depan dengan baik
melalui pendidikan, bekerja dan menikah”. Pesan tersebut ditujukan kepada
seluruh remaja Papua. Adegan selanjutnya yaitu adegan penutup yang
menggunakan teknik medium long shot. Adegan tersebut menampilkan keenam
remaja sebelumnya. Semua remaja tersebut mengucapkan kata-kata secara
serentak “hindari pergaulan bebas! Stop menikah di usia dini”. Kemudian
seorang waria datang dengan aksi gaya perempuan dengan mengucapkan
“menikah, eike juga mau dong!”, semua remaja menjawab silahkan sambil
tertawa. Setelah adegan penutup dilanjutkan dengan animasi logo perwakilan
BKKBN Provinsi Papua.
Berdasarkan garis besar deskripsi iklan perwakilan BKKBN Provinsi Papua
terdapat pesan yang masih ambigu atau belum jelas yaitu waria. Posisi waria
dalam masyarakat tidak memiliki bargaining position sosial sehingga penerimaan
waria terbatas pada kelompok dengan nilai-nilai pelacuran (Koeswinarno,
2004:8). Waria memiliki makna konotasi makna negatif di masyarakat. Hal
tersebut dapat menyebabkan multipersepsi terhadap masyarakat Papua terkait
penampilan iklan dengan adegan waria. Selanjutnya teguran keempat remaja
diarahkan kedua remaja yang berpacaran dengan mengatakan jangan pacaran.
Posisi waria tersebut sedang berkaca di belakang kedua remaja yang berpacaran.
Kemudian kedua remaja mendekat ke arah empat remaja dan waria hanya
mengikuti sampai akhir adegan.
Remaja-remaja yang umurnya sepadan menjadi penegur kedua remaja yang
sedang berpacaran pada iklan tersebut, tetapi yang menjadi penegur tidak orang
yang kelihatan lebih tua. Umumnya nasehat atau teguran pada konteks masyarakat
lebih baik orang yang lebih tua. Analisa awal dari pesan iklan perwakilan
BKKBN Provinsi Papua masih kurang sesuai terkait posisi waria dan anak-anak
muda yang menjadi penegur. Maka perlu melakukan pengkajian lebih mendalam
terkait posisi waria dan penegur dalam iklan tersebut serta adegan-adegan lainnya
dengan teori semiotik. Melalui pengkajian terhadap teks, suara, dan gambar dalam
8
sebuah pesan maka akan diperoleh makna dari pesan tersebut, sehingga dapat
diketahui
kemampuan
teks,
suara,
dan/atau
gambar
tersebut
dalam
menvisualisasikan apa yang ingin disampaikan kepada komunikan atau audiens.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bouzida12 bahwa analisis semiotik melibatkan
adanya tanda (sign) yang dapat dikaji dalam signifier yaitu materi dan signified
yaitu makna (representasi mental atau psikologis).
Melihat dari beberapa tampilan iklan yang ada pada tayangan Generasi
Berencana oleh BKKBN Provinsi Papua menunjukkan bahwa penanyangan
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat isu mengenai pernikahan dini
yang saat ini marak terjadi di Papua. Selain itu, juga mengenai cara bergaul yang
baik dan menghindari pacaran, agar tidak terjebak dalam pernikahan yang belum
pada waktunya. Iklan ini ditayangkan di Papua karena banyaknya remaja yang
mengalami menikah muda di Papua, hal tersebut terjadi karena kurangnya
pengetahuan dan pendidikan yang ada di daerah tersebut, padahal di usia muda ini
merupakan usia yang produktif.
Menurut salah satu Pemangku Kebijakan yakni berkedudukan sebagai
Advokasi menyatakan bahwa munculnya iklan program Generasi Berencana
dikarenakan budaya yang ada di Papua khususnya di bagian pedalaman banyak
yang melakukan perkawinan dini. Hal tersebut terjadi karena perjodohan dari
orang tua alasan mas kawin dan sebagainya. Untuk itu, maka penayangan iklan di
televisi ini dengan tujuan supaya masyarakat Papua bisa melihat dan mendengar.
Berawal dari melihat inilah yang nantinya diharapkan dapat mengetahui tujuantujuan yang ingin disampaikan.
Berdasarkan fenomena-fenomena di atas bahwa menunjukkan tingkat
pergaulan bebas dan penderita HIV atau AIDS di Provinsi Papua cukup besar dan
pernikahan dini dalam masyarakat juga tergolong tinggi. Perwakilan BKKBN
Provinsi Papua melakukan upaya pembangunan generasi berencana berlandaskan
Undang-undang nomor 52 tahun 2009 melalui iklan. Iklan tersebut masih perlu
12
Feyrouz Bouzida, The Semiology Analysis In Media Studies - Roland Barthes Approach
-, Proceedings of SOCIOINT14- International Conference on Social Sciences and Humanities, 810 September 2014- (Istanbul, Turkey): 1001-1007.
9
dikoreksi mengenai makna denotasi. Maka penulis perlu melakukan penelitian
terkait tema tersebut melalui analisa semiotik terkait visualisasi dalam iklan, baik
berupa gambar, suara, maupun teks, agar diketahui apakah yang dimanifestasikan
oleh iklan sebagaimana kebijakan dari advokasi BkkbN provinsi Papua tersebut
telah sesuai dengan tema dan tujuan iklan.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari uraian latar belakang penelitian dapat ditarik rumusan
masalah sebagai berikut:
Bagaimana manifestasi kebijakan komunikasi BKKBN dalam program
Generasi Berencana?
I.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengungkapkan manifestasi kebijakan komunikasi BKKBN dalam
program Generasi Berencana pada remaja di Papua.
2. Menganalisis iklan program manifestasi kebijakan komunikasi BKKBN dalam
program Generasi Berencana pada remaja di Papua.
I.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis:
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada displin ilmu
komunikasi, khususnya terkait kebijakan BKKBN dan penayangan iklan pada
media televisi.
2. Manfaat praktis:
a. Penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi pihak BKKBN Provinsi Papua
dalam mengimplementasikan Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 48 ayat 1
(b).
10
b. Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam kajian atau penelitian selanjutnya
terkait dengan tema tersebut.
I.5 OBJEK PENELITIAN
Obyek penelitian atau sasaran yang diteliti dalam penelitian ini adalah Iklan
Generasi Berencana Edisi “Pendewasaan Usia Perkawinan” TVRI PAPUA Tahun
2015 dan Penonton Iklan. Obyek yang diteliti dalam penelitian ini meliputi
elemen-elemen dalam iklan, yaitu gambar, suara yang dinarasikan, dan teks yang
tertulis atau tercantum dalam iklan.
1. Gambar, yaitu gambar setiap adegan yang dimunculkan dalam iklan, sebanyak
15 adegan. Melalui gambar ini akan dilihat bagaimana representasi Iklan
Generasi Berencana “Pendewasaan Usia Perkawinan”
yang dibuat oleh
BKKBN dan kaitannya dengan Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 48 ayat 1 (b).
2. Suara, yaitu suara yang ada di dalam iklan, baik berupa percakapan maupun
suara musik yang melatarbelakangi setiap adegan. Suara ini merupakan
penyampai pesan utama iklan yang menjadi data pokok untuk menjadi makna
konotatif dan denotatif.
3. Teks, yaitu teks yang tercantum dalam iklan, yang benar-benar berupa
teks/tulisan verbal. melalui teks akan diketahui pesan yang ingin ditegaskan
untuk disampaikan kepada audiens.
I.6 KERANGKA TEORI
1.6.1 Kajian Penelitian Terdahulu
Aktivitas komunikasi selalu melibatkan elemen-elemen dalam komunikasi13
yang terdiri atas sumber-penerima, enkoding-dekoding14, pesan15, hambatan atau
13
Joseph A. DeVito. The interpersonal communication book (eleventh edition). Pearson
International Inc., New York, 2007, h. 10-21.
14
Enkoding adalah mengenai kegiatan memproduksi pesan, contoh: berbicara atau menulis.
Dekoding adalah kebalikannya dan berkenaan dengan kegiatan untuk memahami pesan, contoh:
mendengarkan atau membaca.
11
gangguan, channel (saluran komunikasi), konteks16, etika, dan kompetensi.
Komunikasi akan efektif jika seluruh elemen tersebut dapat dipenuhi. Sumber
pesan
harus
mampu
menyampaikan
pesan
yang dapat
diterima
oleh
sumbekomunikator dan mengatasi hambatan dalam komunikasi, baik hambatan
fisik, non fisik, atau bahkan hambatan terkait konteks, etika, dan kompetensi
penerima pesan.
Di era teknologi dan informasi yang semakin berkembang, penyampaian
pesan kepada komunikan atau audiens bisa dalam bentuk yang bersifat ganda,
baik teks, gambar, dan suara yang disampaikan secara bersama-sama maupun
parsial. Oleh karena itu, sebagai komunikator, beberapa hal harus diperhatikan
pada saat menyampaikan pesan, yaitu17:
1. Memahami bagaimana pesan baik suara, teks dan gambar dapat bersama-sama
menghasilkan makna bagi komunikan atau audiens.
2. Memahami bagaimana gambar akan tetap bisa memberikan makna tanpa
adanya teks atau suara yang mengikuti gambar tersebut, dan juga sebalinya.
3. Mampu secara efektif membahas isu komunikasi yang melibatkan banyak
pihak dan banyak konten dengan para kru yang terlibat dalam tim ptoduksi.
Pemahaman terhadap makna pesan, baik teks, gambar, maupun suara
tersebut dapat dilakukan melalui analisis semiotik18. Kajian semiotik yang
15
Pesan adalah sinyal yang menjalankan stimuli untuk menerima. Sinyal ini bisa berupa
sesuatu yang didengarkan (auditory), dilihat (seeing), diraba atau disentuh (touching), dibau
(smelling), dirasakan (tasting), atau kombinasi dari beberapa jenis sinyal.
16
Komunikasi selalu berada pada konteks atau situasi yang mempengaruhi bentuk dan isi
pesan. Konteks komunikasi memiliki 4 dimensi; dimensi fisik, dimensi temporal, dimensi sosialpsikologis, dan konteks budaya. Dimensi fisik adalah lingkungan nyata atau konkrit dimana
komunikasi berlangsung, contohnya taman, auditorium, meja makan keluarga, dan sebagainya.
Dimensi temporal berhubungan tidak hanya pada hari dan saat yang telah berlaku tetapi juga
dimana lebih tepatnya pesan masuk dalam rangkaian kegiatan komunikasi. Dimensi socialpsikologis termasuk, contohnya status hubungan antara partisipan, aturan main, dan permainan
ketika orang bermain. Konteks budaya berkaitan dengan kepercayaan budaya dan kebiasaan orang
berkomunikasi. Ketika berinteraksi dengan orang yang berbeda budaya, seseorang bias mengikuti
aturan komunikasi yang berbeda.
17
Claire Harrison, Visual Social Semiotics: Understanding How Still Images Make
Meaning, Technical Communication, Volume 50, Number 1, February 2003: 46-60.
18
Ibid.
12
dilakukan oleh Catalano19 terhadap penggunaan teks dan gambar dalam
menyajikan pesan pada surat kabar menunjukkan bahwa gambar memberikan
kontribusi dalam memberikan makna pesan yang disampaikan melalui surat
kabar, sehingga gambar tersebut dapat merepresentasi proses denaturalisasi20
ideologi dan rasisme, politik, dan sosial di Italia.
1.6.2 Kebijakan Komunikasi
Kebijakan merupakan sebuah tindakan yang mengarah pada tujuan
sebagaimana yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu serta
mencari jalan untuk mewujudkan sasaran yang diinginkan.21 Hal tersebut
memberikan pengertian bahwa adanya kebijakan terlahir dari tindakan atau
perilaku sebuah kelompok dengan mengarah pada tujuan yang akan dicapai dan
melalui berbagai hambatan. Senada dengan definisi tersebut, Abrar juga
mengungkapkan bahwa kebijakan komunikasi adalah seluruh peraturan yang
mengatur proses komunikasi masyarakat baik yang menggunakan media ataupun
tidak.22 Adapun media yang digunakan sebagai alat komunikasi dapat berupa
media massa ataupun media interaktif, selain itu juga dapat menggunakan
komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok ataupun yang lainnya.
Selain itu, kebijakan komunikasi didefinisikan sebagai kumpulan dari
prinsip dan norma yang dengan sengaja diciptakan untuk mengatur perilaku
sistem komunikasi.23 Pengertian tersebut memberikan arti bahwa sebuah
19
Theresa Catalano. The Denaturalization of Romanies in Italy: How Language and Image
Work Together. The International Journal of the Image, Volume 2 Issue 4, 2012: 159-170.
20
Denaturalisasi: mengungkapkan dasar fenomena sosial kode yang diambil-untukdiberikan secara 'alami'.
21
Masduki. Regulasi Penyiaran: Dari Otoriter Ke Liberal. Yogyakarta. LkiS Yogyakarta.
2007: 41
22
Op cit, hal 13
Agusly Irawan Aritonang. Kebijakan Komunikasi di Indonesia: Gambaran Implementasi
UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jurnal Komunikasi, Volume 1,
Nomor 3. Juli 2011
23
13
kebijakan komunikasi setelah adanya sistem komunikasi yang berlaku di sebuah
negara. Berdasarkan beberapa definisi sebagaimana yang telah dipaparkan
tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kebijakan komunikasi
merupakan sebuah peraturan yang berasal dari usulan kelompok, perseorangan,
ataupun lembaga pemerintahan dengan tujuan untuk mewujudkan sasaran yang
diinginkan berdasarkan prinsip serta norma sistem komunikasi.
Adanya kebijakan komunikasi memiliki dua tujuan utama yaitu sebagai
berikut: (1) secara sosiologis menempatkan komunikasi sebagai bagian dari
dinamika sosial yang tidak merugikan masyarakat; dan (2) kebijakan komunikasi
lahir untuk memperlancar proses berjalannya sistem komunikasi.24 Adapun ciriciri konseptual dari kebijakan komunikasi diantaranya adalah sebagai berikut25:
1.
Kebijakan komunikasi merupakan perangkat norma sosial yang dibentuk
untuk memberi arah bagi perilaku sistem komunikasi.
2.
Kebijakan komunikasi biasanya dirumuskan oleh para pemimpin politik yang
dilaksanakan melalui pembatasan secara resmi dan institusional untuk
memberi arah bagi perilaku sistem komunikasi.
3.
Kebijakan komunikasi nasional meliputi keputusan mengenai institusional
media komunikasi dan fungsinya.
4.
Kebijakan komunikasi mengharuskan diterapkannya kontrol guna menjamin
operasi institusi hingga terbawa ke arah kemaslahatan umum.
Berdasarkan pemaparan di atas menunjukkan bahwa adanya kebijakan
komunikasi memiliki tujuan tertentu yang ingin diwujudkan. Di samping itu,
terdapat beberapa komponen yang merupakan ciri – ciri dari kebijakan
komunikasi. Ciri – ciri tersebut menjadi ikon yang digunakan untuk membedakan
dengan kebijakan lainnya. Selain itu, kebijakan komunikasi setidaknya memiliki
lima kriteria. Adapun kriteria tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:26
24
Op cit, Agusly
Op cit, Masduki, hal 144
26
Op cit, Abrar, hal 13
25
14
1.
Memiliki tujuan tertentu
Setiap peraturan atau regulasi pastinya memiliki sebuah tujuan, sebagaimana
yang telah didefinisikan bahwa adanya kebijakan komunikasi bertujuan untuk
melancarkan jalannya sistem komunikasi.
2.
Berisi tindakan pejabat pemerintah
Kebijakan komunikasi terlahir dari perangkat pemerintahan, yakni setara
dengan Undang-Undang yang mana dimulai dari Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan melakukan konsultasi dengan pemerintah. Lebih lanjut, secara
teknis Undang-Undang memerlukan perangkat aturan di bawahnya untuk
melancarkan tujuan yang telah dibuatnya. Hal ini berarti bahwa setiap bentuk
kebijakan merupakan hasil tindakan pemerintah karena dihasilkan oleh
perangkat pemerintahan.
3.
Memperlihatkan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah
Kebijakan komunikasi dalam hal ini bukanlah berisikan mengenai apa yang
menjadi keinginan pemerintah. Akan tetapi pemerintah berperan sebagai
fasilitator setelah adanya keinginan dari masyarakat agar dibuat sebuah
regulasi.
4.
Bisa bersifat positif atau negatif
Kebijakan komunikasi dapat bernilai positif maupun negatif. Kebijakan
komunikasi dinilai positif apabila mampu menjawab persoalan yang muncul
dan
mampu
mengantisipasi
perubahan
yang
terjadi
serta
mampu
mengimplementasikan. Kendati demikian, kebijakan komunikasi dinilai
negatif apabila sebuah kebijakan berisi tarik menarik sebuah kepentingan.
Adanya kebijakan komunikasi pastinya melahirkan pro dan kontra.
5.
Bersifat memaksa (otoritatif)
Kebijakan komunikasi sebagai salah satu kebijakan publik yang berasal dari
perangkat negara memiliki ciri khas yaitu memaksa. Hal tersebut berarti
bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan dan sudah diputuskan oleh
pemerintah wajib dijalankan. Apabila ada yang melanggar maka akan
mendapatkan sanksi yang bersifat mengikat juga.
15
Seluruh kebijakan yang ada belum tentu semuanya dapat digolongkan
sebagai kebijakan komunikasi. Untuk itu dibuat beberapa kriteria yang dijadikan
sebagai pedoman untuk menentukan dan menggolongkan apakah kebijakan
tersebut dapat dikelompokkan sebagai kebijakan komunikasi. Pada peraturan
kebijakan terdapat tingkatan-tingkatan yang digunakan untuk melakukan banding.
Ataupun secara praktis kebijakan komunikasi yang berlaku saat ini terdiri dari
beberapa jenis, diantaranya adalah sebagai berikut:27
1.
Undang - Undang
Undang - Undang merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan Presiden. Adapun
Undang - Undang yang digunakan untuk mengatur penyelenggaraan
komunikasi terdapat tiga peraturan, diantaranya adalah:
a. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi. Pada
peraturan Undang – Undang mengatur tentang penataan dan pengaturan
kembali penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Dalam Undang –
Undang ini terdapat bab “Penyelenggaraan Komunikasi” yang memuat
pasal – pasal mengenai pihak – pihak yang boleh menyelenggarakan jasa
telekomunikasi dan berbagai larangan-larangan nya. Hal ini berarti dalam
UU
tersebut
sudah
memberikan
antisipasi
mengenai
berbagai
permasalahan yang akan timbul berkaitan dengan telekomunikasi di
Indonesia.
b. Undang – Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers . Undang – Undang
ini mengatur tentang hak dan kewajiban pers Indonesia serta mencakup
mengenai ketentuan – ketentuan umum pers, asas, fungsi, hak dan
kewajiban serta peranan pers.
c. Undang – Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Pada Undang
– Undang ini mengatur tentang pokok-pokok penyiaran nasional yang
terdiri atas 12 bab dan 64 pasal. Undang – Undang ini meliputi ketentuan
– ketentuan umum, asas, tujuan, fungsi dan arah, penyelenggaraan,
27
Op cit, Abrar, hal 20
16
penyiaran, KPI, jasa penyiaran, lembaga penyiaran, pelaksana penyiaran,
pedoman perilaku penyiaran peran serta masyarakat dan sebagainya.
2.
Peraturan Pemerintah
Kebijakan komunikasi yang disajikan dalam bentuk peraturan pemerintah
(PP) adalah No. 53 Tahun 2000. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur
mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio.
3.
Surat Keputusan Menteri
Kebijakan komunikasi dalam bentuk Surat Keputusan Menteri terhitung
sangat banyak. Salah satu Surat Keputusan Menteri adalah Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika tentang penggunaan Sumber Daya Alam (SDA)
Negeri untuk produk iklan yang disiarkan melaui lembaga penyiaran.
4.
Peraturan Daerah
Saat ini belum banyak daerah yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang
berkaitan dengan komunikasi. Akan tetapi kebijakan tersebut sudah ada
secara merata di berbagai kota besar. Adapun salah satu contoh adalah
Peraturan Daerah yang ada di Yogya dengan nomor 8 tahun 1998 mengatur
tentang pemasangan iklan.
5.
Keputusan Presiden
Salah satu contoh kebijakan komunikasi dalam bentuk Keputusan Presiden
(Keppres) adalah Keppres No. 153 tahun 1999. Keputusan Presiden ini
mengatur tentang keberadaan Badan Informasi dan Komunikasi Nasional
(BKKBN). Adapun fungsi dari lembaga ini adalah sebagai penetapan
kebijakan di bidang pelayanan informasi dan komunikasi nasional sesuai
kebijakan umum yang ditetapkan oleh Presiden, pelayanan informasi dan
komunikasi kepada masyarakat, pemantauan terhadap lembaga pemerintah
dan masyarakat di bidang pelayanan informasi dan komunikasi nasional,
pengkoordinasian kegiatan di lingkungan BIKN, pengelolaan sumber daya
bagi terlaksananya tugas BIKN secara berdaya guna dan berhasil guna.
Manifestasi dalam komunikasi ini bukan hanya sekedar transmisi atau
pengiriman informasi – informasi yang bersifat intelijen. Kendati demikian, hal
ini lebih diarahkan untuk memelihara ketertiban dunia budaya yang penuh dengan
17
makna. Dalam hal ini dapat berperan sebagai alat kontrol pada sebuah tindakan
atau pergaulan antar sesama manusia. Penggunaan bahasa yang digunakan baik
melalui artifisal maupun simbolik tidak ditujukan untuk kepentingan informasi,
akan tetapi untuk menggambarkan sebuah hal yang dianggap penting oleh sebuah
komunitas. Perspektif ini kemudian mengartikan bahwa komunikasi sebagai suatu
proses melalui budaya yang diciptakan, diubah serta diganti.28
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka adanya iklan Generasi Berencana
yang dipandang sebagai kebijakan komunikasi memberikan informasi dengan
menyampaikan pesan sesuai dengan apa yang menjadi keinginan pihak Provinsi
Papua. Selain itu, kebijakan komunikasi yang digunakan dalam iklan tersebut juga
memberikan makna bahwa penayangan iklan Generasi Berencana tidak serta
merta kemauan dari pihak yang menyelenggarakan. Akan tetapi melewati
prosedur sebagaimana yang telah ditetapkan, yakni mulai dari pemerintahan
tertinggi hingga pemerintah daerah.
I.6.3 Iklan Televisi
Media merupakan sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang
berasal dari komunikator dan ditujukan kepada khalayak umum. Adapun media
sendiri dibagi menjadi empat macam, salah satunya yaitu media massa. Media
massa sendiri diartikan sebagai sarana yang digunakan dalam menyampaikan
pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan beberapa alat
komunikasi salah satunya adalah televisi. Adapun karakteristik media massa
diantaranya adalah sebagai berikut:29
1. Bersifat melembaga, hal ini berarti bahwa pihak yang mengelola media terdiri
dari banyak orang, yakni dimulai dari pengumpulan, pengelolaan hingga
penyajian informasi.
2. Bersifat satu arah, hal ini berarti bahwa komunikasi yang dilakukan kurang
memungkinkan terjadinya dialog antar pengirim dan penerima.
28
Yermia Djefri Manafe, Komunikasi Ritual Pada Budaya Bertani Atoni Pah Meto Di
Timor-Nusa Tenggara Timur, Jurnal Komunikasi Volume 1 Nomor 3, 2011
29
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,
h.134.
18
3. Meluas dan serempak, hal ini berarti bahwa komunikasi dapat mengatasi
hambatan jarak dan waktu karena komunikasi memiliki kecepatan. Bergerak
secara luas dan simultan, di mana informasi yang disampaikan dapat diterima
oleh banyak orang pada saat yang sama.
4. Menggunakan peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat
kabaar, dan sejenisnya.
5. Bersifat terbuka, hal ini berarti bahwa komunikasi dalam menyampaikan
pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia,
jenis kelamin maupun suku bangsa.
Adapun salah satu media massa yang memiliki tingkat ketertarikan tinggi di
hadapan khalayak adalah televisi. Alasan televisi menjadi primadona masyarakat
karena memiliki sejumlah kelebihan, utamanya memiliki kemampuan dalam
menyatukan fungsi audio dengn fungsi visual, ditambah lagi dengan
kemampuannya dalam memainkan warna. Melalui televisi inilah, dapat menjadi
sebuah media yang mampu memberikan informasi menarik terhadap khalayak.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh BkkbN pemerintah Provinsi Papua dalam
memanfaatkan tayangan televisi ini adalah dengan menghadirkan iklan.
Iklan bisa dijadikan sebagai sebuah forum publik yang dinamis, dimana
kepentingan-kepentingan bisnis, kreativitas, kebutuhan konsumen, dan regulasi
pemerintah berjumpa30. Iklan merupakan sarana komunikasi massa yang dapat
ditayangkan dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah ditayangkan melalui
media televisi. Iklan dapat dengan mudah dan cepat disiarkan melalui media
komunikasi televisi, karena yang ditampilkan melalui televisi bukan hanya dalam
bentuk tulisan, tetapi dengan tulisan, suara, gambar bergerak, animasi dan
sebagainya. Media televisi mempunyai tiga fungsi yang tanpa batas yaitu sebagai
wahana hiburan, penyebaran informasi dan pendidikan. Ketiga hal tersebut saling
berlapis antara yang satu dengan yang lainnya.
30
Monle Lee dan Carla Johnson, Prinsip-Prinsip Pokok Periklanan dalam Perspektif
Global, Prenada Media, Jakarta, 2004, h. 24.
19
Beberapa karakteristik dalam media televisi sebagai berikut;31
1. Mempunyai jangkauan yang luas dan dapat menyentuh rangsangan
pendengaran dan penglihatan.
2. Dapat menghadirkan obyek yang sangat kecil, berbahaya dan langka
3. Menyajikan pengalaman langsung terhadap penonton.
4. Dapat menyajikan unsur warna, gerakan, bunyi dan proses dengan baik.
5. Dapat mengkoordinasikan pemanfaatan media lain, seperti foto, film dan
gambar yang lain.
6. Mampu menyimpan berbagai data, informasi dan serentak serta menyebarkan
informasi dengan cepat membangkitkan perasaan intim atau media personal.
Televisi bisa juga disebut sebagai salah satu bentuk media komunikasi
massa yang dapat digunakan untuk membentuk dan mereformasi massa
(audiens).32 Oleh karena itu, BKKBN Provinsi Papua menyiarkan iklan “Program
Generasi Berencana Edisi Pendewasaan Usia Perkawinan” melalui TVRI Papua.
Iklan tersebut menceritakan tentang bagaimana remaja Papua pada saat ini pada
kehidupan sosialnya tidak lagi melihat bahwa pergaulan bebas harus dihindari
demi
kehidupan
generasi
berencana
yang
berkualitas
dan
pentingnya
pendewasaan usia perkawinan.
I.6.4 Teori Semiotik Roland Barthes
Untuk melihat representasi iklan, penulis menggunakan teori semiotik,
karena representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna, dan konsep
representasi dapat berubah-ubah. Iklan sebagai sistem representasi, di dalamnya
memuat elemen-elemen bahasa yang memiliki makna tertentu.33 Secara
konseptual, iklan “Program Generasi Berencana Edisi Pendewasaan Usia
31
Sutisna, Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Video. Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta, 1993,. h. 3.
32
Philip Kitley, Television, Nation, and Culture in Indonesia, Ohio University Center for
Indonesia Studies, Ohio, 2000, h. 80.
33
Kartini, Analisis Semiotika Representasi Maskulinitas Pada Iklan Televisi Vaseline Men
Body Lotion Versi „Darius Sinathrya‟, Journal ISSN, 2015: 173-184. h. 179.
20
Perkawinan” merepresentasikan kebijakan BKKBN Papua yang tertuang dalam
Program Generasi Berencana (GenRe). Representasi adalah sesuatu yang merujuk
pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, melalui
kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasinya.34 Stuart Hall menjelaskan bahwa
representasi merupakan sebuah proses yang terjadi karena adanya produksi dan
pertukaran makna antara manusia atau pertukaran antarbudaya dengan
menggunakan gambar, simbol, dan bahasa.35 Sturken & Cartwright memberi
definisi representasi sebagai penggunaan imaji dan bahasa dalam menciptakan
sebuah makna tentang dunia sekitar.36
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa representasi
merupakan pola seseorang maupun kelompok dalam menyampaikan pendapat
tertentu dan ditampilkan melalui gambar, simbol dan bahasa (teks). Manusia
memberi makna objek, kejadian, bunyi bicara atau bentuk-bentuk tertulis. Teks
merupakan bentuk penelusuruan semiotik dan studi perilaku sosial tidak hanya
meliputi teks tetapi juga aksi-aksi sosial sebagai suatu bentuk teks itu sendiri.37
Dalam proses representasi, proses pertama memungkinkan seseorang untuk
memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara
sesuatu dengan sistem peta konstektual yang dimiliki oleh individu. Dalam proses
kedua,
individu
mengkonstruksi
seperangkat
korespondensi
antara
peta
konseptual dengan bahasa atau simbol yang berfungsi mempresentasikan konsepkonsep kita tentang sesuatu. Relasi antara “sesuatu‟, “peta konseptual‟, dan
“bahasa atau simbol‟ adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses ini
yang terjadi bersama-sama tersebut disebut sebagai representasi.38
34
John Fiske, Cultural and Communication Studies, Terjemahan: Yosal Iriantara dan Idy
Subandy Ibrahim, Yogyakarta:Jalasutra, 2004, h. 287.
35
Indiwan Seto Wahjuwibowo, Terorisme dalam Pemberitaan Media. Deepublish,
Yogyakarta, 2015, h. 54.
36
Manurung, P. H., Membaca Representasi Tubuh dan Identitas sebagai Sebuah
Tatanan Simbolik dalam Majalah Remaja. Jurnal ilmu komunikasi, 1(1), 2004.
37
Widjojo, Bahasa Negara Versus Bahasa Gerakan Mahasisa, LIPI Press, Jakarta, 2003, h.
38
John Fiske, Loc. Cit.
6.
21
Hal ini sebagaimana juga yang dijelaskan oleh Borgerson & Schroeder39
bahwa representasi dalam iklan dan pembuat iklan merupakan sebuah konteks
yang saling berkorelasi dan saling mempengaruhi dimana keduanya dipengaruhi
oleh pengatahuan budaya, seperti nilai, norma, dan stereotype. Definisi ini
mempertegas bahwa representasi melibatkan interaksi antara manusia dengan
pesan, dan dapat memberi konsekuensi, karena setiap representasi memiliki
potensi untuk membentuk cara pandang masyarakat dalam melihat budaya lain.
Dengan menggunakan pendapat dari Durkheim40 dapat dijelaskan bahwa
representasi sebuah iklan secara kolektif mengandung unsur ide, keyakinan, dan
nilai yang dielaborasi secara kolektif, yang berfungsi untuk mengekspresikan ide
kolektif yang dapat memberikan kontribusi terhadap penyatuan kelompok sosial,
serta menginterpretasikan dan mempertahankan kohesi dan solidaritas sosial.
Web mengidentifikasi sejumlah representasi yang ditampilkan melalui teks
media. Pemahaman pertama dari teori tersebut yaitu penggunaan bahasa
(language) untuk menyampaikan sesuatu yang berarti (meaningful) kepada orang
lain. Representasi sebagai bagian penting dimana arti diproduksi dan
dipertukarkan antara anggota kelompok ke dalam sebuah kebudayaan. Menurut
Kurniawan penyampaian bahasa secara bermakna kepada orang lain dalam bentuk
kata, gambar, cerita yang mewakili ide, emosi, fakta dan dipahami secara
kultural.41
39
Catherine A. Coleman, Construction of Consumer Vulnerability by Gender and Ethics
Empowerment (Chapter 1), diedit oleh Cele Otnes & Linda Tuncay-Zayer, dalam Gender, Culture,
and Consumer Behavior, Routledge (Taylor & Francis Group), New York, 2012, h. 23.
40
Stella Bullo, Evaluation in Advertising Reception: A Socio-Cognitive and Linguistic
Perspective, London, Palgrave MacMillan, 2014, h. 15.
41
Lestari, Representasi Perempuan dalam Cover Buku Sex‟n The City Jakarta Undercover,
Journal ISSN, 2015, 481-490. h. 485.
22
Pesan
Sumber pesan
Penerima pesan
Bentuk Pesan
Gambar, Suara, Katakata, Teks, Warna, dll
Media
Sosial Budaya (Nilai, Norma,
Keyakinan)
Representasi
Gambar I.3 Konsep Representasi42
Berdasarkan uraian konsep-konsep representasi di muka, selanjutnya dapat
disimpulkan bahwa representasi merupakan sebuah proses penyampaian realitas
dalam komunikasi melalui gambar, kata-kata, suara, teks yang di dalamnya
terdapat korelasi antara pesan yang disampaikan, media yang digunakan, dengan
penyampai pesan dan penerima pesan. Dimana secara keseluruhannya dipengaruhi
oleh konteks budaya dan sosial, seperti nilai, keyakinan, dan norma yang ada di
dalam masyarakat. Dengan demikian, pesan yang disampaikan akan memberi
dampak terhadap masyarakat sebagai penerima pesan. Oleh karena itu, dalam
menggali representasi sebuah pesan yang disampaikan melalui media, maka
diperlukan sebuah metode untuk menganalisis setiap detail komponen yang
digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut.
Teori semiotik yang digunakan dalam kajian ini adalah teori semiotik
Roland Barthes. Peneliti menggunakan Teori semiotik Roland Barthes karena
teori ini dipengaruhi oleh Saussure yang mengintrodusir istilah signifier dan
signified berkenaan dengan lambang-lambang atau teks dalam suatu paket pesan.
Barthes menggunakan istilah makna denotatif dan makna konotatif dalam
42
Elaborasi Penulis, 2016
23
penelitian semiotik untuk mengetahui tingkatan-tingkatan makna.43 Denotasi
sebagai tingkat pertama yang obyektif diberikan terhadap arti lambang tertentu,
yakni mengaitkan secara langsung antara arti dengan kenyataan. Selanjutnya
dengan makna konotasi merupakan makna yang diberikan oleh arti lambang
dengan mengacu dengan nilai-nilai budaya sebagai tingkatan kedua.
Barthes juga menggunakan istilah myth (mitos) yaitu bersumber dari budaya
yang digunakan dalam menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk melalui
lambang-lambang yang notabenenya adalah makna konotatif dari lambanglambang. Teks merupakan konstruksi lambang dan pesan-pesan dengan
memperhatikan susunan dan isi dari lambang. Contoh yang digunakan untuk
melakukan penelitian semiotik yaitu analisis untuk film, iklan dan lain
sebagainya. Dengan demikian makna dalam tataran mitos seperti usia perkawinan
yang bermula dari mitos kemudian menjadi budaya lokal dapat diungkap sesuai
dengan keunggulan arti Roland Barthes yang terkenal dengan elemen mitosnya.
Model analisis Barthes dapat digambarkan sebagai berikut:44 Pada penelitian ini
hanya difokuskan pada makna denotatif.
Gambar I.4 Model Analisis Semiotika Roland Barthes
43
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2008, h.
163-165.
44
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, h. 69
24
Pada peta di atas terlihat bahwa terdapat tanda denotatif, yang mana adanya
tanda tersebut didapatkan dari dua unsur yaitu signifer (penanda) dan signified
(petanda). Adapun kedua unsur atau bagian tersebut memiliki tanda denotatif
yang melandasi keberadaannya.45
I.7 KERANGKA KONSEP
Salah satu upaya yang dilakukan oleh BKKBN Perwakilan Provinsi Papua
untuk mensukseskan program Generasi Berencana adalah dengan menerapkan
Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Pasal 48 ayat 1 (b), yang berbunyi: “Peningkatan kualitas
remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan
tentang kehidupan berkeluarga“. Salah satu bentuk riil dari penerapan Undangundang tersebut direpresentasikan oleh BKKBN Perwakilan Provinsi Papua
dengan meluncurkan iklan layanan masyarakat program Generasi Berencana yang
ditayangkan melalui televisi lokal Papua dengan tema “Pendewasaan Usia
Perkawinan”.
45
Loc cit.
25
Perwakilan BKKBN
Provinsi Papua
Program GenRe
Kebijakan dan Strategi
Program GenRe
Arah, Tujuan, dan
Sasaran
Sosialisasi dan promosi
Kebijakan Komunikasi
UU 52/2009 Pasal 48
Ayat 1 (b)
Iklan Televisi:
Peningkatan kualitas emaja
melalui akses informasi dan
edukasi tentang kehidupan
berkeluarga
Iklan GenRe dengan
tema “Pendewasaan Usia
Perkawinan”
Komponen-komponen
dalam iklan televisi
Audio Visual (Gambar,
Teks, Suara)
Analisis Semiotik Roland Barthes
(Denotatif)
Manifestasi Kebijakan Komunikasi Bkkbn Dalam Program
Genre (Analisis Semiotik Iklan Program Genre Edisi
“Pendewasaan Usia Perkawinan” Melalui TVRI Papua Tahun
2015)
Gambar I.5 Alur Pemikiran Penelitian46
Iklan televisi Generasi Berencana dengan tema “Pendewasaan Usia
Perkawinan”
merupakan
iklan
yang
dirancang
dengan
tujuan
untuk
mengomunikasikan upaya peningkatan kualitas remaja, yaitu dengan memberikan
akses informasi dan pendidikan tentang kehidupan berkeluarga. Bahwa, dalam
kehidupan berkeluarga, remaja harus mempertimbangkan faktor usia, karena
46
Elaborasi Penulis, 2016
26
remaja harus mempertimbangkan kehidupan selanjutnya, yaitu kehidupan setelah
pernikahan.
Penyampaian iklan dalam bentuk cerita yang divisualisasikan dalam
gambar, suara, dan teks dengan menampilkan karakter-karakter tertentu, seperti
karakter remaja, karakter tokoh masyarakat, dan setting daerah setempat. Analisis
terhadap visualisasi dalam iklan Generasi Berencana dengan tema “Pendewasaan
Usia Perkawinan” ini dapat diketahui apakah telah mampu merepresentasi
kebijakan komunikasi seperti yang tertuang dalam UU 52/2009 Pasal 48 ayat 1
(b). Pemaknaan atas visualisasi tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis
semiotik Roland Barthes.
Tabel I.1 Kerangka Konsep
TEORI
Representa
si
KONSEP
Gambar
OPERASIONALISASI
Gambar yang tampil
dalam setiap adegan
iklan, baik berupa
karakter manusia, benda,
dan setting lokasi.
Suara
(Dinarasikan
dalam bentuk
teks)
Suara yang terdengar
dalam setiap adegan
iklan, baik suara
manusia, musik, maupun
effect suara yang
terdengar dalam iklan.
Teks (Narasi
teks
yang
sesungguhnya)
Teks yang tertulis secara
verbal dalam setiap
adegan
INDIKATOR
Ditampilkan dalam
15 scene.
Dianalisa
berdasarkan
kemunculan dalam
iklan, warna, gerakgerik, mimik/gesture.
Ditampilkan dalam
15 scene.
Dianalisa
berdasarkan keras
lemahnya suara,
kemunculan suara,
jenis suara (suara
musik, suara
manusia)
ANALISIS
Makna
denotatif
Ditampilkan dalam 2
scene.
Dianalisa
berdasarkan kata-kata
yang tertulis,
penggunaan jenis
huruf, penggunaan
warna, dan
kemuculan teks.
Makna
denotatif
Makna
denotatif
MAKNA:
Melalui gambar, suara, dan teks yang dianalisis dengan menggunakan analisis semiotika dapat
diketahui makna yang terepresentasi dalam iklan program Generasi Berencana tema “Pendewasaan
Usia Perkawinan” sebagai bentuk penerapan kebijakan komunikasi dari program Generasi
Berencana dari BKKBN
27
Gambaran Alur Pemikiran dalam penelitian ini dapat diilustrasikan melalui
Gambar 1.6. Alur Pemikiran Penelitian pada Gambar I.6 menunjukkan bahwa
dalam penelitian ini, fokus utama penelitian adalah dilakukannya analisis semiotik
Roland Barthes untuk mengetahui representasi iklan yang diamati. Dengan
demikian, konseptualisasi dalam penelitian ini dapat dijelaskan seperti pada Tabel
I.1.
I.8 METODOLOGI PENELITIAN
1.8.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu analisis deskriptif,47
yang ditujukan untuk menganalisa representasi iklan layanan masyarakat Generasi
Berencana sebagai bentuk penyampaian informasi dan edukasi Perwakilan
BKKBN Papua kepada masyarakat. Pendekatan penelitian ini menggunakan
pendekatan semiotik. Semiotik menfokuskan perhatian pada makna isi pesan isi
media baik gambar, percakapan media dan lain-lainnya. Hal tersebut dilakukan
untuk mencari karakteristik pesan dan maksud pihak-pihak yang memproduksi
pesan.48 Dengan pendekatan semiotik dapat diketahui maksud pesan berdasarkan
makna denotasi, konotasi, dan myth pada iklan dari perwakilan BKKBN Provinsi
Papua dan pada akhirnya dapat diketahui representasi iklan sebagai media
penyampai pesan dari program pendewasaan usia pernikahan yang digalakkan
oleh Perwakilan BKKBN Papua.
I.8.2 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan cara atau teknik yang digunakan peneliti
untuk mengumpulkan data guna keperluan penelitian. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini meliputi:
1. Teknik Dokumentasi
47
Bahruddin, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan, Budi Utama,
Yogyakarta, 2014.
48
Hussein, Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi, Mata Padi Pressindo,
Yogyakarta, 2011, h. 14.
28
Pengumpulan data melalui dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data
yang berhubungan dengan penelitian. Dokumen utama dalam penelitian ini
adalah video iklan televisi program Generasi Berencana dengan tema
“Pendewasaan Usia Perkawinan”. Pengumpulan data dalam video ini
dilakukan dengan mengambil adegan-adegan para pemuda dan waria, serta
pesan dari Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua. Sementara itu,
dokumen pendukungnya adalah storyboard dan skenario iklan televisi program
Generasi Berencana dengan tema “Pendewasaan Usia Perkawinan”.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan mewancarai Kepala Perwakilan BKKBN
Provinsi Papua mengenai iklan program Generasi Berencana Perwakilan
BKKBN Provinsi Papua. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada
penonton dan akademisi. Wawancara dengan penonton TVRI Papua dilakukan
untuk memperoleh kepastian tentang representasi Iklan Generasi Berencana
edisi “Pendewaasaan Usia Perkawinan”. Hasil representasi iklan ini
selanjutnya akan dikorelasikan dengan Undang-undang nomor 52 tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 48
ayat 1 (b) melalui wawancara dengan pihak akademisi dan pemangku
kebijakan.
3. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan studi terhadap referensi-referensi misalnya buku,
jurnal penelitian, artikel dan dokumen-dokumen pendukung lain digunakan
untuk mengekplorasi Iklan program Generasi Berencana Edisi “Pendewasaan
Usia Perkawinan” Perwakilan BKKBN Provinsi Papua melalui TVRI PAPUA
Tahun 2015.
I.8.3 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data menggunakan metode analisis semiotika, data yang
diambil melibatkan gambar, teks, dan suara secara audio visual. Dalam
pengolahannya gambar dapat dipahami sebagai artefak yang menyangkut ideologi
serta kerangka berpikir dari objek tersebut. Untuk menggambarkan bagaimana
29
iklan tersebut direpresentasikan maka dilakukan analisis dengan menggunakan
metode semiotik sosial yaitu metode yang mempelajari tentang tanda atau
lambang yang dihasilkan oleh manusia. Proses awal melakukan pengolahan data,
melakukan editing setiap hasil wawancara kemudian diklasifikasikan dan
dilakukan analisis. Tentunya tetap memperhatikan lengkap tidaknya pedoman
wawancara, kejelasan makna jawaban, relevansi jawaban.
Pada prinsipnya,
apabila data yang diperoleh sampai mengalami titik jenuh pada setiap pernyataan,
akan langsung di tarik kesimpulan untuk melihat hasil yang di dapat.
I.8.4 Teknik Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk naratif (teks), tabulasi, penyajian gambar, dan
bagan hasil atau temuan penelitian, kemudian di analisis secara semiotik. Pesan
dalam data merupakan suatu konstruksi penulis yang melalui interaksinya dengan
penerima akan menghasilkan suatu makna. Penekanan ini bergeser pada tesks
bagaimana teks ini bisa di baca. Pembacaan teks ini melibatkan aspek
pengetahuan dari individu yang melakukan interpretasi. Maknanya bisa subjektif
namun jika digabungkan dengan budaya akan memberikan makna kultural.
I.8.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang biasa dilakukan dilakukan dalam penelitian
semiotik
adalah:
(i)
Diseleksi
(ii)
Diklasifikasi
(iii)
Dianalisis
dan
diinterpretasikan dan (iv) Ditarik Kesimpulan. Semuanya itu dilakukan per
adegan.
1. Seleksi
Proses seleksi dilakukan dengan memilih adegan yang ada di dalam video iklan
program Generasi Berencana dengan tema “Pendewasaan Usia Perkawinan”
yang disiarkan melalui televisi lokal Papua. Adegan yang diseleksi terdiri atas
15 adegan seperti yang terlihat pada Lampiran 2. Tahap seleksi juga dilakukan
untuk memilih informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
informan
penelitian.
Informasi
yang
dipilih
adalah
berhubungan dengan elemen-elemen dalam penelitian.
informasi
yang
30
2. Klasifikasi
Klasifikasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengklasifikasi setiap
unsur yang membentuk setiap adegan. Unsur-unsur tersebut meliputi unsur
gambar, suara (yang dinarasikan dalam bentuk teks), dan teks yang sebenarnya
(teks yang tercantum dalam iklan).
3. Analisis dan Interpretasi
Tahapan analisis dilakukan melalui pemberian makna terhadap setiap unsur
yang membentuk
adegan dan indikator-indikator pada setiap unsur
sebagaimana yang tercantum pada Tabel 1.1. Indikator-indikator tersebut
dianalisis dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes, agar bisa
diinterpretasikan maknanya, baik secara denotatif, konotatif, dan budaya
(myth).
4. Pengambilan Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaknaan melalui analisis semiotik dan interpretasinya,
maka dapat diambil kesimpulan mengenai representasi iklan Program Generasi
Berencana dengan tema “Pendewasaan Usia Pernikahan” yang ditampilkan
melalui televisi lokal Papua.
I.9 LIMITASI PENELITIAN
Limitasi pada penelitian ini hanya menganalisis isu-isu yang muncul dari
visualisasi iklan layanan masyarakat Generasi Berencana Edisi Pendewasaan Usia
Pernikahan di TVRI PAPUA sebagai usaha implementasi Undang – Undang No
52 Tahun 2009 Pasal 48 Ayat 1 (b).
I.10 SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan tesis ini disajikan dalam empat bagian yang saling berkaitan,
yaitu:
Bab 1, merupakan bagian pendahuluan yang menguraikan latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, obyek
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, kerangka operasional, dan
metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.
31
Bab 2, merupakan bagian yang menguraikan tentang konsep keluarga dan
perkawinan di Jayapura, meliputi konsep perkawinan dan perkawinan dini di Kota
Jayapura dan konsep keluarga berencana di Kota Jayapura.
Bab 3, merupakan bagian yang menguraikan tentang Program Generasi
Berencana yang diimpelementasikan oleh Perwakilan BKKBN Provinsi Papua,
meliputi profil Subbidang Penggerakan, Advokasi dan Komunikasi, Informasi dan
Edukasi, tupoksi Subbidang Penggerakan, Advokasi dan Komunikasi, Informasi
dan Edukasi, kebijakan komunikasi Program Generasi Berencana oleh Perwakilan
BKKBN Provinsi Papua, dan tinjauan tentang Program Generasi Berencana oleh
Perwakilan BKKBN Provinsi Papua.
Bab 4, menjabarkan hasil penelitian dan analisis semiotik atas obyek
penelitian. Analisis yang dilakukan meliputi analisis terhadap penanda yang
berupa gambar, suara, dan teks. Bagian ini juga menguraikan hasil representasi
iklan yang diinferensikan ke dalam kebijakan Perwakilan BKKBN Provinsi
Papua. Selanjutnya dilakukan penjabaran mengenai Iklan Televisi program
Generasi Berencana Edisi “Pendewasaan Usia Perkawinan” Perwakilan BKKBN
Provinsi Papua melalui TVRI PAPUA Tahun 2015. Bagian ini juga menjabarkan
tentang kronologi penerbitan iklan televisi tersebut, pesan yang disampaikan, dan
mengkorelasikannya dengan kebijakan dan program Generasi Berencana, serta
dengan teori yang digunakan.
Bab 5, merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi
atas penelitian yang dilakukan.
Download