1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Jumlah penduduk di Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dapat ditunjukkan sebagaimana yang diungkapkan oleh Presiden Republik Indonesia bahwa laju penduduk Indonesia mencapai 1,3 persen artinya setiap tahun mengalami peningkatan 3 juta orang.1 Kondisi tersebut apabila dibiarkan akan memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan dan nantinya juga akan berimplikasi pada seluruh sektor. Menindaklanjuti keadaan tersebut, maka Pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) melakukan berbagai upaya. Adapun upaya untuk pengendalian penduduk adalah dengan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB), sementara itu untuk mengatasi permasalahan yang muncul di kalangan remaja adalah dengan mengadakan program Generasi Berencana (GenRe). Hadirnya program tersebut, bertujuan untuk mempromosikan program – program Keluarga Berencana sejak dini bagi remaja, sehingga diharapkan para remaja mampu merencakan masa depannya.2 Adapun pencetusan ide program generasi berencana tersebut merupakan salah satu wujud dari fungsi bidang advokasi, penggerakan, dan informasi (ADPIN) yakni untuk meningkatkan komitmen stakeholders atau mitra kerja dan meningkatkan sikap masyarakat terhadap program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Untuk mensosialisasikan program generasi berencana tersebut, pemerintah dapat melakukan dengan beberapa cara dari berbagai media salah satunya adalah iklan. Selain melalui iklan, pesan-pesan tersebut juga disampaikan melalui wadah Generasi Berencana yakni Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M), yang mana sasaran utama dari wadah ini adalah remaja dengan usia sekitar 10 tahun hingga 1 https://m.tempo.co/read/news/2016/01/14/173736151/tiap-tahun-penduduk-indonesiabertambah-3-juta-orang diakses Senin 22 Agustus 2016 2 Devi Dwi Yana Utami, Penyuluhan Program BkkbN Mengenai Generasi Berencana (GenRe) dan Sikap Remaja, Jurnal Simbolika Volume 1 Nomor 2, 2015 2 24 tahun dan belum menikah, keluarga serta masyarakat yang peduli akan masa depan remaja. Adanya PIK ini diharapkan mampu mengkomunikasikan program generasi berencana. Hal ini dikarenakan masih banyaknya kasus pernikahan dini yang terjadi dengan umur di bawah ideal sebagaimana ditetapkan oleh BkkbN (22 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria).3 Meskipun demikian, sosialisasi melalui iklan dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan PIK. Hal ini karena pada dasarnya iklan merupakan sarana komunikasi massa yang dapat ditayangkan dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah ditayangkan melalui media televisi. Iklan dapat dengan mudah dan cepat disiarkan melalui media komunikasi televisi, karena yang ditampilkan melalui televisi bukan hanya dalam bentuk tulisan, tetapi dengan tulisan, suara, gambar bergerak, animasi dan sebagainya. Hadirnya iklan yang digunakan untuk mengkomunikasikan dan diselenggarakan oleh BkkbN tersebut terhitung masih bersifat umum dan belum menunjukkan lokalitas suatu daerah tertentu. Sehingga diperlukan sosialisasi dari masing-masing provinsi agar penyampaian informasi tersebut lebih terealisasi kepada remaja di daerah tersebut. Menindaklanjuti hal tersebut, maka setiap provinsi diminta untuk mengeluarkan kebijakan advokasi yang sesuai dengan iklan program generasi berencana tersebut. Adapun pada penelitian ini, obyek yang dipilih adalah Provinsi Papua. Pemilihan tersebut didasarkan pada banyaknya kasus yang terungkap di Provinsi Papua. Selain itu, mayoritas remaja di Provinsi Papua melakukan pernikahan pada usia di bawah umur atau tidak ideal. Hal tersebut terjadi karena adanya budaya di Provinsi Papua yang memiliki pandangan mengenai Keluarga Berencana dan permasalahan yang berhubungan dengan pendewasaan usia perkawinan sebagai upaya untuk membatasi jumlah populasi masyarakat asli Papua. Bahkan masih ada yang beranggapan bahwa program keluarga berencana dan pendewasaan usia perkawinan adalah upaya dari pihak eksternal Provinsi Papua untuk menghilangkan penduduk asli Papua (genocyde). Adapun kasus yang terjadi di Papua sebagaimana yang tertulis dalam laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua disebutkan bahwa jumlah orang 3 Loc cit. 3 yang terkena HIV (Human Immuno Deficiency Virus) hingga 31 maret 2006 mencapai 2.199 kasus. Kasus tersebut umumnya menimpa anak-anak muda. Sesuai yang dimuat dalam Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) News bahwa 67,9 % jumlah penduduk Provinsi Papua diperkirakan terinfeksi HIV. Pada tanggal 30 September 2014 laporan Ditjen PP & PL, Kemenkes RI mengungkapkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Papua mencapai 26.235 yang terdiri atas 16.051 HIV dan 10.184 AIDS. Fakta tersebut menunjukkan jumlah kasus yang sangat tinggi dibanding dengan wilayah-wilayah lain.4 Selain kasus terjangkitnya HIV/AIDS yang tinggi, masyarakat Papua juga masih cenderung mempraktikkan pernikahan usia dini, yaitu pernikahan di bawah usia 15 tahun. Bahkan Papua merupakan salah satu provinsi dengan tingkat kejadian pernikahan dini yang tinggi di Indonesia.5 Berdasarkan data dari UNICEF, diketahui bahwa di Jayawijaya ditemukan 17% angka kejadian pernikahan di bawah 15 tahun, dan 47% menikah sebelum usia 18 tahun. Pernikahan anak ini diindikasi berdampak pada peningkatan angka kelahiran, angka kematian ibu, kemiskinan, putus sekolah, dan bahkan peningkatan risiko terinfeksi HIV, terutama bagi anak perempuan yang menikah dengan pria yang jauh lebih tua.6 Perwakilan BKKBN Provinsi Papua berupaya keras agar permasalahan tersebut tidak meningkat lebih jauh melalui pemberian informasi kepada masyarakat. Upaya penyampaian informasi mengenai dampak negatif pernikahan dini dan pentingnya mengatur usia pernikahan tersebut merupakan salah satu bentuk penerapan Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 48 ayat 1 (b), yang berbunyi: “Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga“. 4 http://www.aidsindonesia.com diakses sabtu 12 Desember 2015. http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/12/141218_pernikahandini, diakses 28 Januari 2016. 5 6 UNICEF, Multiple Indicator Cluster Survey 2011 di Kabupaten Terpilih di Papua dan Papua Barat, Seminar Diseminasi, November 2012. 4 Salah satu bentuk kebijakan komunikasi yang diambil oleh Perwakilan BKKBN Provinsi Papua untuk menyampaikan informasi seluas-luasnya sekaligus bentuk edukasi kepada masyarakat yaitu dengan mengiklankan program layanan masyarakat. Berawal dari kebijakan inilah yang nantinya akan menjadi sebuah pengantar informasi dari pemerintah hingga masyarakat, yang mana hal ini merupakan bentuk dari perwujudan salah satu kriteria pada kebijakan komunikasi yaitu berisi tindakan pejabat pemerintah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Abrar7 bahwa Kebijakan komunikasi terlahir dari perangkat pemerintahan, yakni setara dengan Undang-Undang yang mana dimulai dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan melakukan konsultasi dengan pemerintah. Lebih lanjut, secara teknis Undang-Undang memerlukan perangkat aturan di bawahnya untuk melancarkan tujuan yang telah dibuatnya. Hal ini berarti bahwa setiap bentuk kebijakan merupakan hasil tindakan pemerintah karena dihasilkan oleh perangkat pemerintahan. Menindaklanjuti hal tersebut, kini sudah banyak iklan yang disampaikan melalui TV Nasional maupun lokal oleh BKKBN. Melalui iklan televisi, diharapkan tingkat terpaan iklan terhadap masyarakat akan tinggi, sehingga dampak yang diharapkan dapat dicapai. Seperti program GenRe (Generasi Berencana) yang pernah ditayangkan oleh BKKBN adalah iklan layanan masyarakat versi Selamat Hari Keluarga ditayangkan secara Nasional pada tahun 2014, kemudian pada tahun 2013 di Sulawesi Selatan, Makassar juga menayangkan iklan program GenRe (Generasi Berencana) yang mengisahkan realita generasi muda yang hidup tanpa rencana, sex bebas, Narkotika dan Hamil diluar nikah. Dan yang terbaru versi “Dua Anak Cukup” ditayangkan di KTV 28 UHF Jakarta, Iklan BkkbN. Selain secara Nasional di Papua sendiri juga sudah mulai ditayangkan iklan layanan masyarakat program GenRe (Generasi Berencana) pada tahun 2015 tentang pernikahan dini yang disiarkan melalui televisi. Tidak seperti di provinsi lain yang lebih dahulu menayangkan iklan layanan masyarakat, dikarenakan ketersediaan infrastruktur layanan televisi di 7 Ana Nadhya Abrar pa. Kebijakan Komunikasi: Konsep, Hakekat dan Praktek. Jogjakarta: Gava Media. 2008: 13 5 Provinsi Papua masih baru mencapai 9,66%8. Namun pada tahun 2015 target peningkatan akses masyarakat terhadap layanan televisi di Provinsi Papua adalah 40% dan pada tahun 2016-2019 ditargetkan mengalami peningkatan keterjangkauan sampai 80%.9 Semakin tinggi ketersediaan layanan televisi, maka semakin tinggi pula tingkat terpaan iklan yang ditayangkan kepada masyarakat. Dengan demikian dampak penyampaian informasi dan edukasi mengenai iklan Generasi Berencana juga dapat segera dirasakan oleh masyarakat. Gambar I.1 Adegan Awal Iklan BKKBN Versi Generasi Berencana dari BKKBN Provinsi Papua Sumber: ILM BKKBN Provinsi PAPUA Iklan layanan masyarakat dari BKKBN Provinsi Papua yang disampaikan melalui televisi lokal Papua tersebut disampaikan dalam durasi total selama 01:07 menit. Iklan tersebut terdapat 15 adegan yang ditutup dengan satu animasi logo iklan perwakilan BKKBN Provinsi Papua. Adegan pertama dalam iklan tersebut diambil dengan teknik long shot dan dibuka dengan menampilkan kedua remaja berlawanan jenis yang sedang berpacaran, seorang waria sedang berhias, dan keempat remaja berlawanan jenis yaitu 2 laki-laki dan dua perempuan. Adegan awal dari iklan televisi lokal Papua dapat dilihat pada Gambar 1.1.10 Tampilan pertama menampilkan isu yang pertama mengenai usia perkawinan yang pasti pelakunya adalah para remaja. Kedua remaja yang berlawanan jenis sedang berpacaran dan berdekatan sambil bersentuhan kepala. 8 Prajna Deshanta Ibnugraha & Tora Fahrudin, Persebaran Layanan dan Infrastruktur Telekomunikasi Provinsi Papua, Jurnal INFOTEL 6 (1), 2014: 1-5. 9 Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Papua, Kebijakan Pembangunan Bidang Kominfo di Provinsi Papua, (Tema: Program Pengembangan Desa dan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019), 2015. 10 Iklan Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, 2015. 6 Tangan kiri seorang laki-laki menyentuh pundak perempuan dan tangan kanan menyentuh tangan kiri perempuan di dekatnya. Terdapat seorang waria duduk sendirian sambil berkaca di belakang kedua remaja tersebut. Keempat remaja dengan jenis kelamin perempuan 2 remaja dan laki-laki 2 remaja yang menunjukkan adegan saling mengobrol dan berdiskusi. Adegan kedua masih menggunakan teknik long shot. Adegan tersebut masih mengenai isu remaja berpacaran yang memngkinkan untuk melakukan perkawinan di usia muda menampilkan keempat remaja yang menegur secara serentak terhadap kedua remaja yang berpacaran dengan bersuara keras “Hooeee! Pacaran hoe”. Kemudian seorang perempuan dari keempat remaja menjelaskan agar menjauhi pergaulan bebas. Setelah mendapat penjelasan, kedua remaja yang berpacaran mendekat ke arah keempat remaja serta seorang waria. Salah satu lakilaki yang memakai kaos ungu dari keempat remaja melanjutkan penjelasan yang isinya anak-anak muda banyak yang terjerumus dalam pergaulan bebas dan terpaksa menikah saat muda. Seorang perempuan dari keempat remaja menambahkan penjelasan bahwa kita tidak boleh terjerumus dalam pergaulan bebas dan seks. Salah seorang laki-laki dengan memakai kaos merah memberikan penjelasan agar hidup kita akan jadi berkualitas. Laki-laki dengan kaos ungu tersebut dengan tegas berkata “jangan sampai kita kita menikah dengan terpaksa padahal kita belum siap untuk itu”. Di samping itu seorang waria yang kedua tangannya menyentuh pipi sambil tersenyum. Adegan ke 14 yaitu pesan dari Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua oleh DRS. Herius Auparai, M. SI. dengan menggunakan teknik medium shot.11 Gambar I.2 Pesan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua Sumber: ILM BKKBN Prov.PAPUA 11 Iklan Perwakilan BKKBN Prov.Papua, 2015. Ibid. 7 Adegan pesan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua mengucapkan “generasi muda Papua harus bisa merencanakan masa depan dengan baik melalui pendidikan, bekerja dan menikah”. Pesan tersebut ditujukan kepada seluruh remaja Papua. Adegan selanjutnya yaitu adegan penutup yang menggunakan teknik medium long shot. Adegan tersebut menampilkan keenam remaja sebelumnya. Semua remaja tersebut mengucapkan kata-kata secara serentak “hindari pergaulan bebas! Stop menikah di usia dini”. Kemudian seorang waria datang dengan aksi gaya perempuan dengan mengucapkan “menikah, eike juga mau dong!”, semua remaja menjawab silahkan sambil tertawa. Setelah adegan penutup dilanjutkan dengan animasi logo perwakilan BKKBN Provinsi Papua. Berdasarkan garis besar deskripsi iklan perwakilan BKKBN Provinsi Papua terdapat pesan yang masih ambigu atau belum jelas yaitu waria. Posisi waria dalam masyarakat tidak memiliki bargaining position sosial sehingga penerimaan waria terbatas pada kelompok dengan nilai-nilai pelacuran (Koeswinarno, 2004:8). Waria memiliki makna konotasi makna negatif di masyarakat. Hal tersebut dapat menyebabkan multipersepsi terhadap masyarakat Papua terkait penampilan iklan dengan adegan waria. Selanjutnya teguran keempat remaja diarahkan kedua remaja yang berpacaran dengan mengatakan jangan pacaran. Posisi waria tersebut sedang berkaca di belakang kedua remaja yang berpacaran. Kemudian kedua remaja mendekat ke arah empat remaja dan waria hanya mengikuti sampai akhir adegan. Remaja-remaja yang umurnya sepadan menjadi penegur kedua remaja yang sedang berpacaran pada iklan tersebut, tetapi yang menjadi penegur tidak orang yang kelihatan lebih tua. Umumnya nasehat atau teguran pada konteks masyarakat lebih baik orang yang lebih tua. Analisa awal dari pesan iklan perwakilan BKKBN Provinsi Papua masih kurang sesuai terkait posisi waria dan anak-anak muda yang menjadi penegur. Maka perlu melakukan pengkajian lebih mendalam terkait posisi waria dan penegur dalam iklan tersebut serta adegan-adegan lainnya dengan teori semiotik. Melalui pengkajian terhadap teks, suara, dan gambar dalam 8 sebuah pesan maka akan diperoleh makna dari pesan tersebut, sehingga dapat diketahui kemampuan teks, suara, dan/atau gambar tersebut dalam menvisualisasikan apa yang ingin disampaikan kepada komunikan atau audiens. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bouzida12 bahwa analisis semiotik melibatkan adanya tanda (sign) yang dapat dikaji dalam signifier yaitu materi dan signified yaitu makna (representasi mental atau psikologis). Melihat dari beberapa tampilan iklan yang ada pada tayangan Generasi Berencana oleh BKKBN Provinsi Papua menunjukkan bahwa penanyangan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat isu mengenai pernikahan dini yang saat ini marak terjadi di Papua. Selain itu, juga mengenai cara bergaul yang baik dan menghindari pacaran, agar tidak terjebak dalam pernikahan yang belum pada waktunya. Iklan ini ditayangkan di Papua karena banyaknya remaja yang mengalami menikah muda di Papua, hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pendidikan yang ada di daerah tersebut, padahal di usia muda ini merupakan usia yang produktif. Menurut salah satu Pemangku Kebijakan yakni berkedudukan sebagai Advokasi menyatakan bahwa munculnya iklan program Generasi Berencana dikarenakan budaya yang ada di Papua khususnya di bagian pedalaman banyak yang melakukan perkawinan dini. Hal tersebut terjadi karena perjodohan dari orang tua alasan mas kawin dan sebagainya. Untuk itu, maka penayangan iklan di televisi ini dengan tujuan supaya masyarakat Papua bisa melihat dan mendengar. Berawal dari melihat inilah yang nantinya diharapkan dapat mengetahui tujuantujuan yang ingin disampaikan. Berdasarkan fenomena-fenomena di atas bahwa menunjukkan tingkat pergaulan bebas dan penderita HIV atau AIDS di Provinsi Papua cukup besar dan pernikahan dini dalam masyarakat juga tergolong tinggi. Perwakilan BKKBN Provinsi Papua melakukan upaya pembangunan generasi berencana berlandaskan Undang-undang nomor 52 tahun 2009 melalui iklan. Iklan tersebut masih perlu 12 Feyrouz Bouzida, The Semiology Analysis In Media Studies - Roland Barthes Approach -, Proceedings of SOCIOINT14- International Conference on Social Sciences and Humanities, 810 September 2014- (Istanbul, Turkey): 1001-1007. 9 dikoreksi mengenai makna denotasi. Maka penulis perlu melakukan penelitian terkait tema tersebut melalui analisa semiotik terkait visualisasi dalam iklan, baik berupa gambar, suara, maupun teks, agar diketahui apakah yang dimanifestasikan oleh iklan sebagaimana kebijakan dari advokasi BkkbN provinsi Papua tersebut telah sesuai dengan tema dan tujuan iklan. I.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan dari uraian latar belakang penelitian dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana manifestasi kebijakan komunikasi BKKBN dalam program Generasi Berencana? I.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengungkapkan manifestasi kebijakan komunikasi BKKBN dalam program Generasi Berencana pada remaja di Papua. 2. Menganalisis iklan program manifestasi kebijakan komunikasi BKKBN dalam program Generasi Berencana pada remaja di Papua. I.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis: Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada displin ilmu komunikasi, khususnya terkait kebijakan BKKBN dan penayangan iklan pada media televisi. 2. Manfaat praktis: a. Penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi pihak BKKBN Provinsi Papua dalam mengimplementasikan Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 48 ayat 1 (b). 10 b. Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam kajian atau penelitian selanjutnya terkait dengan tema tersebut. I.5 OBJEK PENELITIAN Obyek penelitian atau sasaran yang diteliti dalam penelitian ini adalah Iklan Generasi Berencana Edisi “Pendewasaan Usia Perkawinan” TVRI PAPUA Tahun 2015 dan Penonton Iklan. Obyek yang diteliti dalam penelitian ini meliputi elemen-elemen dalam iklan, yaitu gambar, suara yang dinarasikan, dan teks yang tertulis atau tercantum dalam iklan. 1. Gambar, yaitu gambar setiap adegan yang dimunculkan dalam iklan, sebanyak 15 adegan. Melalui gambar ini akan dilihat bagaimana representasi Iklan Generasi Berencana “Pendewasaan Usia Perkawinan” yang dibuat oleh BKKBN dan kaitannya dengan Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 48 ayat 1 (b). 2. Suara, yaitu suara yang ada di dalam iklan, baik berupa percakapan maupun suara musik yang melatarbelakangi setiap adegan. Suara ini merupakan penyampai pesan utama iklan yang menjadi data pokok untuk menjadi makna konotatif dan denotatif. 3. Teks, yaitu teks yang tercantum dalam iklan, yang benar-benar berupa teks/tulisan verbal. melalui teks akan diketahui pesan yang ingin ditegaskan untuk disampaikan kepada audiens. I.6 KERANGKA TEORI 1.6.1 Kajian Penelitian Terdahulu Aktivitas komunikasi selalu melibatkan elemen-elemen dalam komunikasi13 yang terdiri atas sumber-penerima, enkoding-dekoding14, pesan15, hambatan atau 13 Joseph A. DeVito. The interpersonal communication book (eleventh edition). Pearson International Inc., New York, 2007, h. 10-21. 14 Enkoding adalah mengenai kegiatan memproduksi pesan, contoh: berbicara atau menulis. Dekoding adalah kebalikannya dan berkenaan dengan kegiatan untuk memahami pesan, contoh: mendengarkan atau membaca. 11 gangguan, channel (saluran komunikasi), konteks16, etika, dan kompetensi. Komunikasi akan efektif jika seluruh elemen tersebut dapat dipenuhi. Sumber pesan harus mampu menyampaikan pesan yang dapat diterima oleh sumbekomunikator dan mengatasi hambatan dalam komunikasi, baik hambatan fisik, non fisik, atau bahkan hambatan terkait konteks, etika, dan kompetensi penerima pesan. Di era teknologi dan informasi yang semakin berkembang, penyampaian pesan kepada komunikan atau audiens bisa dalam bentuk yang bersifat ganda, baik teks, gambar, dan suara yang disampaikan secara bersama-sama maupun parsial. Oleh karena itu, sebagai komunikator, beberapa hal harus diperhatikan pada saat menyampaikan pesan, yaitu17: 1. Memahami bagaimana pesan baik suara, teks dan gambar dapat bersama-sama menghasilkan makna bagi komunikan atau audiens. 2. Memahami bagaimana gambar akan tetap bisa memberikan makna tanpa adanya teks atau suara yang mengikuti gambar tersebut, dan juga sebalinya. 3. Mampu secara efektif membahas isu komunikasi yang melibatkan banyak pihak dan banyak konten dengan para kru yang terlibat dalam tim ptoduksi. Pemahaman terhadap makna pesan, baik teks, gambar, maupun suara tersebut dapat dilakukan melalui analisis semiotik18. Kajian semiotik yang 15 Pesan adalah sinyal yang menjalankan stimuli untuk menerima. Sinyal ini bisa berupa sesuatu yang didengarkan (auditory), dilihat (seeing), diraba atau disentuh (touching), dibau (smelling), dirasakan (tasting), atau kombinasi dari beberapa jenis sinyal. 16 Komunikasi selalu berada pada konteks atau situasi yang mempengaruhi bentuk dan isi pesan. Konteks komunikasi memiliki 4 dimensi; dimensi fisik, dimensi temporal, dimensi sosialpsikologis, dan konteks budaya. Dimensi fisik adalah lingkungan nyata atau konkrit dimana komunikasi berlangsung, contohnya taman, auditorium, meja makan keluarga, dan sebagainya. Dimensi temporal berhubungan tidak hanya pada hari dan saat yang telah berlaku tetapi juga dimana lebih tepatnya pesan masuk dalam rangkaian kegiatan komunikasi. Dimensi socialpsikologis termasuk, contohnya status hubungan antara partisipan, aturan main, dan permainan ketika orang bermain. Konteks budaya berkaitan dengan kepercayaan budaya dan kebiasaan orang berkomunikasi. Ketika berinteraksi dengan orang yang berbeda budaya, seseorang bias mengikuti aturan komunikasi yang berbeda. 17 Claire Harrison, Visual Social Semiotics: Understanding How Still Images Make Meaning, Technical Communication, Volume 50, Number 1, February 2003: 46-60. 18 Ibid. 12 dilakukan oleh Catalano19 terhadap penggunaan teks dan gambar dalam menyajikan pesan pada surat kabar menunjukkan bahwa gambar memberikan kontribusi dalam memberikan makna pesan yang disampaikan melalui surat kabar, sehingga gambar tersebut dapat merepresentasi proses denaturalisasi20 ideologi dan rasisme, politik, dan sosial di Italia. 1.6.2 Kebijakan Komunikasi Kebijakan merupakan sebuah tindakan yang mengarah pada tujuan sebagaimana yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu serta mencari jalan untuk mewujudkan sasaran yang diinginkan.21 Hal tersebut memberikan pengertian bahwa adanya kebijakan terlahir dari tindakan atau perilaku sebuah kelompok dengan mengarah pada tujuan yang akan dicapai dan melalui berbagai hambatan. Senada dengan definisi tersebut, Abrar juga mengungkapkan bahwa kebijakan komunikasi adalah seluruh peraturan yang mengatur proses komunikasi masyarakat baik yang menggunakan media ataupun tidak.22 Adapun media yang digunakan sebagai alat komunikasi dapat berupa media massa ataupun media interaktif, selain itu juga dapat menggunakan komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok ataupun yang lainnya. Selain itu, kebijakan komunikasi didefinisikan sebagai kumpulan dari prinsip dan norma yang dengan sengaja diciptakan untuk mengatur perilaku sistem komunikasi.23 Pengertian tersebut memberikan arti bahwa sebuah 19 Theresa Catalano. The Denaturalization of Romanies in Italy: How Language and Image Work Together. The International Journal of the Image, Volume 2 Issue 4, 2012: 159-170. 20 Denaturalisasi: mengungkapkan dasar fenomena sosial kode yang diambil-untukdiberikan secara 'alami'. 21 Masduki. Regulasi Penyiaran: Dari Otoriter Ke Liberal. Yogyakarta. LkiS Yogyakarta. 2007: 41 22 Op cit, hal 13 Agusly Irawan Aritonang. Kebijakan Komunikasi di Indonesia: Gambaran Implementasi UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 3. Juli 2011 23 13 kebijakan komunikasi setelah adanya sistem komunikasi yang berlaku di sebuah negara. Berdasarkan beberapa definisi sebagaimana yang telah dipaparkan tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kebijakan komunikasi merupakan sebuah peraturan yang berasal dari usulan kelompok, perseorangan, ataupun lembaga pemerintahan dengan tujuan untuk mewujudkan sasaran yang diinginkan berdasarkan prinsip serta norma sistem komunikasi. Adanya kebijakan komunikasi memiliki dua tujuan utama yaitu sebagai berikut: (1) secara sosiologis menempatkan komunikasi sebagai bagian dari dinamika sosial yang tidak merugikan masyarakat; dan (2) kebijakan komunikasi lahir untuk memperlancar proses berjalannya sistem komunikasi.24 Adapun ciriciri konseptual dari kebijakan komunikasi diantaranya adalah sebagai berikut25: 1. Kebijakan komunikasi merupakan perangkat norma sosial yang dibentuk untuk memberi arah bagi perilaku sistem komunikasi. 2. Kebijakan komunikasi biasanya dirumuskan oleh para pemimpin politik yang dilaksanakan melalui pembatasan secara resmi dan institusional untuk memberi arah bagi perilaku sistem komunikasi. 3. Kebijakan komunikasi nasional meliputi keputusan mengenai institusional media komunikasi dan fungsinya. 4. Kebijakan komunikasi mengharuskan diterapkannya kontrol guna menjamin operasi institusi hingga terbawa ke arah kemaslahatan umum. Berdasarkan pemaparan di atas menunjukkan bahwa adanya kebijakan komunikasi memiliki tujuan tertentu yang ingin diwujudkan. Di samping itu, terdapat beberapa komponen yang merupakan ciri – ciri dari kebijakan komunikasi. Ciri – ciri tersebut menjadi ikon yang digunakan untuk membedakan dengan kebijakan lainnya. Selain itu, kebijakan komunikasi setidaknya memiliki lima kriteria. Adapun kriteria tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:26 24 Op cit, Agusly Op cit, Masduki, hal 144 26 Op cit, Abrar, hal 13 25 14 1. Memiliki tujuan tertentu Setiap peraturan atau regulasi pastinya memiliki sebuah tujuan, sebagaimana yang telah didefinisikan bahwa adanya kebijakan komunikasi bertujuan untuk melancarkan jalannya sistem komunikasi. 2. Berisi tindakan pejabat pemerintah Kebijakan komunikasi terlahir dari perangkat pemerintahan, yakni setara dengan Undang-Undang yang mana dimulai dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan melakukan konsultasi dengan pemerintah. Lebih lanjut, secara teknis Undang-Undang memerlukan perangkat aturan di bawahnya untuk melancarkan tujuan yang telah dibuatnya. Hal ini berarti bahwa setiap bentuk kebijakan merupakan hasil tindakan pemerintah karena dihasilkan oleh perangkat pemerintahan. 3. Memperlihatkan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah Kebijakan komunikasi dalam hal ini bukanlah berisikan mengenai apa yang menjadi keinginan pemerintah. Akan tetapi pemerintah berperan sebagai fasilitator setelah adanya keinginan dari masyarakat agar dibuat sebuah regulasi. 4. Bisa bersifat positif atau negatif Kebijakan komunikasi dapat bernilai positif maupun negatif. Kebijakan komunikasi dinilai positif apabila mampu menjawab persoalan yang muncul dan mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi serta mampu mengimplementasikan. Kendati demikian, kebijakan komunikasi dinilai negatif apabila sebuah kebijakan berisi tarik menarik sebuah kepentingan. Adanya kebijakan komunikasi pastinya melahirkan pro dan kontra. 5. Bersifat memaksa (otoritatif) Kebijakan komunikasi sebagai salah satu kebijakan publik yang berasal dari perangkat negara memiliki ciri khas yaitu memaksa. Hal tersebut berarti bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan dan sudah diputuskan oleh pemerintah wajib dijalankan. Apabila ada yang melanggar maka akan mendapatkan sanksi yang bersifat mengikat juga. 15 Seluruh kebijakan yang ada belum tentu semuanya dapat digolongkan sebagai kebijakan komunikasi. Untuk itu dibuat beberapa kriteria yang dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan dan menggolongkan apakah kebijakan tersebut dapat dikelompokkan sebagai kebijakan komunikasi. Pada peraturan kebijakan terdapat tingkatan-tingkatan yang digunakan untuk melakukan banding. Ataupun secara praktis kebijakan komunikasi yang berlaku saat ini terdiri dari beberapa jenis, diantaranya adalah sebagai berikut:27 1. Undang - Undang Undang - Undang merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan Presiden. Adapun Undang - Undang yang digunakan untuk mengatur penyelenggaraan komunikasi terdapat tiga peraturan, diantaranya adalah: a. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi. Pada peraturan Undang – Undang mengatur tentang penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Dalam Undang – Undang ini terdapat bab “Penyelenggaraan Komunikasi” yang memuat pasal – pasal mengenai pihak – pihak yang boleh menyelenggarakan jasa telekomunikasi dan berbagai larangan-larangan nya. Hal ini berarti dalam UU tersebut sudah memberikan antisipasi mengenai berbagai permasalahan yang akan timbul berkaitan dengan telekomunikasi di Indonesia. b. Undang – Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers . Undang – Undang ini mengatur tentang hak dan kewajiban pers Indonesia serta mencakup mengenai ketentuan – ketentuan umum pers, asas, fungsi, hak dan kewajiban serta peranan pers. c. Undang – Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Pada Undang – Undang ini mengatur tentang pokok-pokok penyiaran nasional yang terdiri atas 12 bab dan 64 pasal. Undang – Undang ini meliputi ketentuan – ketentuan umum, asas, tujuan, fungsi dan arah, penyelenggaraan, 27 Op cit, Abrar, hal 20 16 penyiaran, KPI, jasa penyiaran, lembaga penyiaran, pelaksana penyiaran, pedoman perilaku penyiaran peran serta masyarakat dan sebagainya. 2. Peraturan Pemerintah Kebijakan komunikasi yang disajikan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) adalah No. 53 Tahun 2000. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio. 3. Surat Keputusan Menteri Kebijakan komunikasi dalam bentuk Surat Keputusan Menteri terhitung sangat banyak. Salah satu Surat Keputusan Menteri adalah Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang penggunaan Sumber Daya Alam (SDA) Negeri untuk produk iklan yang disiarkan melaui lembaga penyiaran. 4. Peraturan Daerah Saat ini belum banyak daerah yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang berkaitan dengan komunikasi. Akan tetapi kebijakan tersebut sudah ada secara merata di berbagai kota besar. Adapun salah satu contoh adalah Peraturan Daerah yang ada di Yogya dengan nomor 8 tahun 1998 mengatur tentang pemasangan iklan. 5. Keputusan Presiden Salah satu contoh kebijakan komunikasi dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres) adalah Keppres No. 153 tahun 1999. Keputusan Presiden ini mengatur tentang keberadaan Badan Informasi dan Komunikasi Nasional (BKKBN). Adapun fungsi dari lembaga ini adalah sebagai penetapan kebijakan di bidang pelayanan informasi dan komunikasi nasional sesuai kebijakan umum yang ditetapkan oleh Presiden, pelayanan informasi dan komunikasi kepada masyarakat, pemantauan terhadap lembaga pemerintah dan masyarakat di bidang pelayanan informasi dan komunikasi nasional, pengkoordinasian kegiatan di lingkungan BIKN, pengelolaan sumber daya bagi terlaksananya tugas BIKN secara berdaya guna dan berhasil guna. Manifestasi dalam komunikasi ini bukan hanya sekedar transmisi atau pengiriman informasi – informasi yang bersifat intelijen. Kendati demikian, hal ini lebih diarahkan untuk memelihara ketertiban dunia budaya yang penuh dengan 17 makna. Dalam hal ini dapat berperan sebagai alat kontrol pada sebuah tindakan atau pergaulan antar sesama manusia. Penggunaan bahasa yang digunakan baik melalui artifisal maupun simbolik tidak ditujukan untuk kepentingan informasi, akan tetapi untuk menggambarkan sebuah hal yang dianggap penting oleh sebuah komunitas. Perspektif ini kemudian mengartikan bahwa komunikasi sebagai suatu proses melalui budaya yang diciptakan, diubah serta diganti.28 Berdasarkan pemaparan tersebut, maka adanya iklan Generasi Berencana yang dipandang sebagai kebijakan komunikasi memberikan informasi dengan menyampaikan pesan sesuai dengan apa yang menjadi keinginan pihak Provinsi Papua. Selain itu, kebijakan komunikasi yang digunakan dalam iklan tersebut juga memberikan makna bahwa penayangan iklan Generasi Berencana tidak serta merta kemauan dari pihak yang menyelenggarakan. Akan tetapi melewati prosedur sebagaimana yang telah ditetapkan, yakni mulai dari pemerintahan tertinggi hingga pemerintah daerah. I.6.3 Iklan Televisi Media merupakan sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang berasal dari komunikator dan ditujukan kepada khalayak umum. Adapun media sendiri dibagi menjadi empat macam, salah satunya yaitu media massa. Media massa sendiri diartikan sebagai sarana yang digunakan dalam menyampaikan pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan beberapa alat komunikasi salah satunya adalah televisi. Adapun karakteristik media massa diantaranya adalah sebagai berikut:29 1. Bersifat melembaga, hal ini berarti bahwa pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni dimulai dari pengumpulan, pengelolaan hingga penyajian informasi. 2. Bersifat satu arah, hal ini berarti bahwa komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antar pengirim dan penerima. 28 Yermia Djefri Manafe, Komunikasi Ritual Pada Budaya Bertani Atoni Pah Meto Di Timor-Nusa Tenggara Timur, Jurnal Komunikasi Volume 1 Nomor 3, 2011 29 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, h.134. 18 3. Meluas dan serempak, hal ini berarti bahwa komunikasi dapat mengatasi hambatan jarak dan waktu karena komunikasi memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, di mana informasi yang disampaikan dapat diterima oleh banyak orang pada saat yang sama. 4. Menggunakan peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabaar, dan sejenisnya. 5. Bersifat terbuka, hal ini berarti bahwa komunikasi dalam menyampaikan pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin maupun suku bangsa. Adapun salah satu media massa yang memiliki tingkat ketertarikan tinggi di hadapan khalayak adalah televisi. Alasan televisi menjadi primadona masyarakat karena memiliki sejumlah kelebihan, utamanya memiliki kemampuan dalam menyatukan fungsi audio dengn fungsi visual, ditambah lagi dengan kemampuannya dalam memainkan warna. Melalui televisi inilah, dapat menjadi sebuah media yang mampu memberikan informasi menarik terhadap khalayak. Salah satu upaya yang dilakukan oleh BkkbN pemerintah Provinsi Papua dalam memanfaatkan tayangan televisi ini adalah dengan menghadirkan iklan. Iklan bisa dijadikan sebagai sebuah forum publik yang dinamis, dimana kepentingan-kepentingan bisnis, kreativitas, kebutuhan konsumen, dan regulasi pemerintah berjumpa30. Iklan merupakan sarana komunikasi massa yang dapat ditayangkan dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah ditayangkan melalui media televisi. Iklan dapat dengan mudah dan cepat disiarkan melalui media komunikasi televisi, karena yang ditampilkan melalui televisi bukan hanya dalam bentuk tulisan, tetapi dengan tulisan, suara, gambar bergerak, animasi dan sebagainya. Media televisi mempunyai tiga fungsi yang tanpa batas yaitu sebagai wahana hiburan, penyebaran informasi dan pendidikan. Ketiga hal tersebut saling berlapis antara yang satu dengan yang lainnya. 30 Monle Lee dan Carla Johnson, Prinsip-Prinsip Pokok Periklanan dalam Perspektif Global, Prenada Media, Jakarta, 2004, h. 24. 19 Beberapa karakteristik dalam media televisi sebagai berikut;31 1. Mempunyai jangkauan yang luas dan dapat menyentuh rangsangan pendengaran dan penglihatan. 2. Dapat menghadirkan obyek yang sangat kecil, berbahaya dan langka 3. Menyajikan pengalaman langsung terhadap penonton. 4. Dapat menyajikan unsur warna, gerakan, bunyi dan proses dengan baik. 5. Dapat mengkoordinasikan pemanfaatan media lain, seperti foto, film dan gambar yang lain. 6. Mampu menyimpan berbagai data, informasi dan serentak serta menyebarkan informasi dengan cepat membangkitkan perasaan intim atau media personal. Televisi bisa juga disebut sebagai salah satu bentuk media komunikasi massa yang dapat digunakan untuk membentuk dan mereformasi massa (audiens).32 Oleh karena itu, BKKBN Provinsi Papua menyiarkan iklan “Program Generasi Berencana Edisi Pendewasaan Usia Perkawinan” melalui TVRI Papua. Iklan tersebut menceritakan tentang bagaimana remaja Papua pada saat ini pada kehidupan sosialnya tidak lagi melihat bahwa pergaulan bebas harus dihindari demi kehidupan generasi berencana yang berkualitas dan pentingnya pendewasaan usia perkawinan. I.6.4 Teori Semiotik Roland Barthes Untuk melihat representasi iklan, penulis menggunakan teori semiotik, karena representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna, dan konsep representasi dapat berubah-ubah. Iklan sebagai sistem representasi, di dalamnya memuat elemen-elemen bahasa yang memiliki makna tertentu.33 Secara konseptual, iklan “Program Generasi Berencana Edisi Pendewasaan Usia 31 Sutisna, Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Video. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1993,. h. 3. 32 Philip Kitley, Television, Nation, and Culture in Indonesia, Ohio University Center for Indonesia Studies, Ohio, 2000, h. 80. 33 Kartini, Analisis Semiotika Representasi Maskulinitas Pada Iklan Televisi Vaseline Men Body Lotion Versi „Darius Sinathrya‟, Journal ISSN, 2015: 173-184. h. 179. 20 Perkawinan” merepresentasikan kebijakan BKKBN Papua yang tertuang dalam Program Generasi Berencana (GenRe). Representasi adalah sesuatu yang merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, melalui kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasinya.34 Stuart Hall menjelaskan bahwa representasi merupakan sebuah proses yang terjadi karena adanya produksi dan pertukaran makna antara manusia atau pertukaran antarbudaya dengan menggunakan gambar, simbol, dan bahasa.35 Sturken & Cartwright memberi definisi representasi sebagai penggunaan imaji dan bahasa dalam menciptakan sebuah makna tentang dunia sekitar.36 Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa representasi merupakan pola seseorang maupun kelompok dalam menyampaikan pendapat tertentu dan ditampilkan melalui gambar, simbol dan bahasa (teks). Manusia memberi makna objek, kejadian, bunyi bicara atau bentuk-bentuk tertulis. Teks merupakan bentuk penelusuruan semiotik dan studi perilaku sosial tidak hanya meliputi teks tetapi juga aksi-aksi sosial sebagai suatu bentuk teks itu sendiri.37 Dalam proses representasi, proses pertama memungkinkan seseorang untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem peta konstektual yang dimiliki oleh individu. Dalam proses kedua, individu mengkonstruksi seperangkat korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau simbol yang berfungsi mempresentasikan konsepkonsep kita tentang sesuatu. Relasi antara “sesuatu‟, “peta konseptual‟, dan “bahasa atau simbol‟ adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses ini yang terjadi bersama-sama tersebut disebut sebagai representasi.38 34 John Fiske, Cultural and Communication Studies, Terjemahan: Yosal Iriantara dan Idy Subandy Ibrahim, Yogyakarta:Jalasutra, 2004, h. 287. 35 Indiwan Seto Wahjuwibowo, Terorisme dalam Pemberitaan Media. Deepublish, Yogyakarta, 2015, h. 54. 36 Manurung, P. H., Membaca Representasi Tubuh dan Identitas sebagai Sebuah Tatanan Simbolik dalam Majalah Remaja. Jurnal ilmu komunikasi, 1(1), 2004. 37 Widjojo, Bahasa Negara Versus Bahasa Gerakan Mahasisa, LIPI Press, Jakarta, 2003, h. 38 John Fiske, Loc. Cit. 6. 21 Hal ini sebagaimana juga yang dijelaskan oleh Borgerson & Schroeder39 bahwa representasi dalam iklan dan pembuat iklan merupakan sebuah konteks yang saling berkorelasi dan saling mempengaruhi dimana keduanya dipengaruhi oleh pengatahuan budaya, seperti nilai, norma, dan stereotype. Definisi ini mempertegas bahwa representasi melibatkan interaksi antara manusia dengan pesan, dan dapat memberi konsekuensi, karena setiap representasi memiliki potensi untuk membentuk cara pandang masyarakat dalam melihat budaya lain. Dengan menggunakan pendapat dari Durkheim40 dapat dijelaskan bahwa representasi sebuah iklan secara kolektif mengandung unsur ide, keyakinan, dan nilai yang dielaborasi secara kolektif, yang berfungsi untuk mengekspresikan ide kolektif yang dapat memberikan kontribusi terhadap penyatuan kelompok sosial, serta menginterpretasikan dan mempertahankan kohesi dan solidaritas sosial. Web mengidentifikasi sejumlah representasi yang ditampilkan melalui teks media. Pemahaman pertama dari teori tersebut yaitu penggunaan bahasa (language) untuk menyampaikan sesuatu yang berarti (meaningful) kepada orang lain. Representasi sebagai bagian penting dimana arti diproduksi dan dipertukarkan antara anggota kelompok ke dalam sebuah kebudayaan. Menurut Kurniawan penyampaian bahasa secara bermakna kepada orang lain dalam bentuk kata, gambar, cerita yang mewakili ide, emosi, fakta dan dipahami secara kultural.41 39 Catherine A. Coleman, Construction of Consumer Vulnerability by Gender and Ethics Empowerment (Chapter 1), diedit oleh Cele Otnes & Linda Tuncay-Zayer, dalam Gender, Culture, and Consumer Behavior, Routledge (Taylor & Francis Group), New York, 2012, h. 23. 40 Stella Bullo, Evaluation in Advertising Reception: A Socio-Cognitive and Linguistic Perspective, London, Palgrave MacMillan, 2014, h. 15. 41 Lestari, Representasi Perempuan dalam Cover Buku Sex‟n The City Jakarta Undercover, Journal ISSN, 2015, 481-490. h. 485. 22 Pesan Sumber pesan Penerima pesan Bentuk Pesan Gambar, Suara, Katakata, Teks, Warna, dll Media Sosial Budaya (Nilai, Norma, Keyakinan) Representasi Gambar I.3 Konsep Representasi42 Berdasarkan uraian konsep-konsep representasi di muka, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa representasi merupakan sebuah proses penyampaian realitas dalam komunikasi melalui gambar, kata-kata, suara, teks yang di dalamnya terdapat korelasi antara pesan yang disampaikan, media yang digunakan, dengan penyampai pesan dan penerima pesan. Dimana secara keseluruhannya dipengaruhi oleh konteks budaya dan sosial, seperti nilai, keyakinan, dan norma yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, pesan yang disampaikan akan memberi dampak terhadap masyarakat sebagai penerima pesan. Oleh karena itu, dalam menggali representasi sebuah pesan yang disampaikan melalui media, maka diperlukan sebuah metode untuk menganalisis setiap detail komponen yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Teori semiotik yang digunakan dalam kajian ini adalah teori semiotik Roland Barthes. Peneliti menggunakan Teori semiotik Roland Barthes karena teori ini dipengaruhi oleh Saussure yang mengintrodusir istilah signifier dan signified berkenaan dengan lambang-lambang atau teks dalam suatu paket pesan. Barthes menggunakan istilah makna denotatif dan makna konotatif dalam 42 Elaborasi Penulis, 2016 23 penelitian semiotik untuk mengetahui tingkatan-tingkatan makna.43 Denotasi sebagai tingkat pertama yang obyektif diberikan terhadap arti lambang tertentu, yakni mengaitkan secara langsung antara arti dengan kenyataan. Selanjutnya dengan makna konotasi merupakan makna yang diberikan oleh arti lambang dengan mengacu dengan nilai-nilai budaya sebagai tingkatan kedua. Barthes juga menggunakan istilah myth (mitos) yaitu bersumber dari budaya yang digunakan dalam menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk melalui lambang-lambang yang notabenenya adalah makna konotatif dari lambanglambang. Teks merupakan konstruksi lambang dan pesan-pesan dengan memperhatikan susunan dan isi dari lambang. Contoh yang digunakan untuk melakukan penelitian semiotik yaitu analisis untuk film, iklan dan lain sebagainya. Dengan demikian makna dalam tataran mitos seperti usia perkawinan yang bermula dari mitos kemudian menjadi budaya lokal dapat diungkap sesuai dengan keunggulan arti Roland Barthes yang terkenal dengan elemen mitosnya. Model analisis Barthes dapat digambarkan sebagai berikut:44 Pada penelitian ini hanya difokuskan pada makna denotatif. Gambar I.4 Model Analisis Semiotika Roland Barthes 43 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2008, h. 163-165. 44 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, h. 69 24 Pada peta di atas terlihat bahwa terdapat tanda denotatif, yang mana adanya tanda tersebut didapatkan dari dua unsur yaitu signifer (penanda) dan signified (petanda). Adapun kedua unsur atau bagian tersebut memiliki tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.45 I.7 KERANGKA KONSEP Salah satu upaya yang dilakukan oleh BKKBN Perwakilan Provinsi Papua untuk mensukseskan program Generasi Berencana adalah dengan menerapkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 48 ayat 1 (b), yang berbunyi: “Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga“. Salah satu bentuk riil dari penerapan Undangundang tersebut direpresentasikan oleh BKKBN Perwakilan Provinsi Papua dengan meluncurkan iklan layanan masyarakat program Generasi Berencana yang ditayangkan melalui televisi lokal Papua dengan tema “Pendewasaan Usia Perkawinan”. 45 Loc cit. 25 Perwakilan BKKBN Provinsi Papua Program GenRe Kebijakan dan Strategi Program GenRe Arah, Tujuan, dan Sasaran Sosialisasi dan promosi Kebijakan Komunikasi UU 52/2009 Pasal 48 Ayat 1 (b) Iklan Televisi: Peningkatan kualitas emaja melalui akses informasi dan edukasi tentang kehidupan berkeluarga Iklan GenRe dengan tema “Pendewasaan Usia Perkawinan” Komponen-komponen dalam iklan televisi Audio Visual (Gambar, Teks, Suara) Analisis Semiotik Roland Barthes (Denotatif) Manifestasi Kebijakan Komunikasi Bkkbn Dalam Program Genre (Analisis Semiotik Iklan Program Genre Edisi “Pendewasaan Usia Perkawinan” Melalui TVRI Papua Tahun 2015) Gambar I.5 Alur Pemikiran Penelitian46 Iklan televisi Generasi Berencana dengan tema “Pendewasaan Usia Perkawinan” merupakan iklan yang dirancang dengan tujuan untuk mengomunikasikan upaya peningkatan kualitas remaja, yaitu dengan memberikan akses informasi dan pendidikan tentang kehidupan berkeluarga. Bahwa, dalam kehidupan berkeluarga, remaja harus mempertimbangkan faktor usia, karena 46 Elaborasi Penulis, 2016 26 remaja harus mempertimbangkan kehidupan selanjutnya, yaitu kehidupan setelah pernikahan. Penyampaian iklan dalam bentuk cerita yang divisualisasikan dalam gambar, suara, dan teks dengan menampilkan karakter-karakter tertentu, seperti karakter remaja, karakter tokoh masyarakat, dan setting daerah setempat. Analisis terhadap visualisasi dalam iklan Generasi Berencana dengan tema “Pendewasaan Usia Perkawinan” ini dapat diketahui apakah telah mampu merepresentasi kebijakan komunikasi seperti yang tertuang dalam UU 52/2009 Pasal 48 ayat 1 (b). Pemaknaan atas visualisasi tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Tabel I.1 Kerangka Konsep TEORI Representa si KONSEP Gambar OPERASIONALISASI Gambar yang tampil dalam setiap adegan iklan, baik berupa karakter manusia, benda, dan setting lokasi. Suara (Dinarasikan dalam bentuk teks) Suara yang terdengar dalam setiap adegan iklan, baik suara manusia, musik, maupun effect suara yang terdengar dalam iklan. Teks (Narasi teks yang sesungguhnya) Teks yang tertulis secara verbal dalam setiap adegan INDIKATOR Ditampilkan dalam 15 scene. Dianalisa berdasarkan kemunculan dalam iklan, warna, gerakgerik, mimik/gesture. Ditampilkan dalam 15 scene. Dianalisa berdasarkan keras lemahnya suara, kemunculan suara, jenis suara (suara musik, suara manusia) ANALISIS Makna denotatif Ditampilkan dalam 2 scene. Dianalisa berdasarkan kata-kata yang tertulis, penggunaan jenis huruf, penggunaan warna, dan kemuculan teks. Makna denotatif Makna denotatif MAKNA: Melalui gambar, suara, dan teks yang dianalisis dengan menggunakan analisis semiotika dapat diketahui makna yang terepresentasi dalam iklan program Generasi Berencana tema “Pendewasaan Usia Perkawinan” sebagai bentuk penerapan kebijakan komunikasi dari program Generasi Berencana dari BKKBN 27 Gambaran Alur Pemikiran dalam penelitian ini dapat diilustrasikan melalui Gambar 1.6. Alur Pemikiran Penelitian pada Gambar I.6 menunjukkan bahwa dalam penelitian ini, fokus utama penelitian adalah dilakukannya analisis semiotik Roland Barthes untuk mengetahui representasi iklan yang diamati. Dengan demikian, konseptualisasi dalam penelitian ini dapat dijelaskan seperti pada Tabel I.1. I.8 METODOLOGI PENELITIAN 1.8.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu analisis deskriptif,47 yang ditujukan untuk menganalisa representasi iklan layanan masyarakat Generasi Berencana sebagai bentuk penyampaian informasi dan edukasi Perwakilan BKKBN Papua kepada masyarakat. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik. Semiotik menfokuskan perhatian pada makna isi pesan isi media baik gambar, percakapan media dan lain-lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk mencari karakteristik pesan dan maksud pihak-pihak yang memproduksi pesan.48 Dengan pendekatan semiotik dapat diketahui maksud pesan berdasarkan makna denotasi, konotasi, dan myth pada iklan dari perwakilan BKKBN Provinsi Papua dan pada akhirnya dapat diketahui representasi iklan sebagai media penyampai pesan dari program pendewasaan usia pernikahan yang digalakkan oleh Perwakilan BKKBN Papua. I.8.2 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan cara atau teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data guna keperluan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: 1. Teknik Dokumentasi 47 Bahruddin, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan, Budi Utama, Yogyakarta, 2014. 48 Hussein, Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi, Mata Padi Pressindo, Yogyakarta, 2011, h. 14. 28 Pengumpulan data melalui dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian. Dokumen utama dalam penelitian ini adalah video iklan televisi program Generasi Berencana dengan tema “Pendewasaan Usia Perkawinan”. Pengumpulan data dalam video ini dilakukan dengan mengambil adegan-adegan para pemuda dan waria, serta pesan dari Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua. Sementara itu, dokumen pendukungnya adalah storyboard dan skenario iklan televisi program Generasi Berencana dengan tema “Pendewasaan Usia Perkawinan”. 2. Wawancara Wawancara dilakukan dengan mewancarai Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua mengenai iklan program Generasi Berencana Perwakilan BKKBN Provinsi Papua. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada penonton dan akademisi. Wawancara dengan penonton TVRI Papua dilakukan untuk memperoleh kepastian tentang representasi Iklan Generasi Berencana edisi “Pendewaasaan Usia Perkawinan”. Hasil representasi iklan ini selanjutnya akan dikorelasikan dengan Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 48 ayat 1 (b) melalui wawancara dengan pihak akademisi dan pemangku kebijakan. 3. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan studi terhadap referensi-referensi misalnya buku, jurnal penelitian, artikel dan dokumen-dokumen pendukung lain digunakan untuk mengekplorasi Iklan program Generasi Berencana Edisi “Pendewasaan Usia Perkawinan” Perwakilan BKKBN Provinsi Papua melalui TVRI PAPUA Tahun 2015. I.8.3 Teknik Pengolahan Data Pengolahan data menggunakan metode analisis semiotika, data yang diambil melibatkan gambar, teks, dan suara secara audio visual. Dalam pengolahannya gambar dapat dipahami sebagai artefak yang menyangkut ideologi serta kerangka berpikir dari objek tersebut. Untuk menggambarkan bagaimana 29 iklan tersebut direpresentasikan maka dilakukan analisis dengan menggunakan metode semiotik sosial yaitu metode yang mempelajari tentang tanda atau lambang yang dihasilkan oleh manusia. Proses awal melakukan pengolahan data, melakukan editing setiap hasil wawancara kemudian diklasifikasikan dan dilakukan analisis. Tentunya tetap memperhatikan lengkap tidaknya pedoman wawancara, kejelasan makna jawaban, relevansi jawaban. Pada prinsipnya, apabila data yang diperoleh sampai mengalami titik jenuh pada setiap pernyataan, akan langsung di tarik kesimpulan untuk melihat hasil yang di dapat. I.8.4 Teknik Penyajian Data Data disajikan dalam bentuk naratif (teks), tabulasi, penyajian gambar, dan bagan hasil atau temuan penelitian, kemudian di analisis secara semiotik. Pesan dalam data merupakan suatu konstruksi penulis yang melalui interaksinya dengan penerima akan menghasilkan suatu makna. Penekanan ini bergeser pada tesks bagaimana teks ini bisa di baca. Pembacaan teks ini melibatkan aspek pengetahuan dari individu yang melakukan interpretasi. Maknanya bisa subjektif namun jika digabungkan dengan budaya akan memberikan makna kultural. I.8.5 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang biasa dilakukan dilakukan dalam penelitian semiotik adalah: (i) Diseleksi (ii) Diklasifikasi (iii) Dianalisis dan diinterpretasikan dan (iv) Ditarik Kesimpulan. Semuanya itu dilakukan per adegan. 1. Seleksi Proses seleksi dilakukan dengan memilih adegan yang ada di dalam video iklan program Generasi Berencana dengan tema “Pendewasaan Usia Perkawinan” yang disiarkan melalui televisi lokal Papua. Adegan yang diseleksi terdiri atas 15 adegan seperti yang terlihat pada Lampiran 2. Tahap seleksi juga dilakukan untuk memilih informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan penelitian. Informasi yang dipilih adalah berhubungan dengan elemen-elemen dalam penelitian. informasi yang 30 2. Klasifikasi Klasifikasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengklasifikasi setiap unsur yang membentuk setiap adegan. Unsur-unsur tersebut meliputi unsur gambar, suara (yang dinarasikan dalam bentuk teks), dan teks yang sebenarnya (teks yang tercantum dalam iklan). 3. Analisis dan Interpretasi Tahapan analisis dilakukan melalui pemberian makna terhadap setiap unsur yang membentuk adegan dan indikator-indikator pada setiap unsur sebagaimana yang tercantum pada Tabel 1.1. Indikator-indikator tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes, agar bisa diinterpretasikan maknanya, baik secara denotatif, konotatif, dan budaya (myth). 4. Pengambilan Kesimpulan Berdasarkan hasil pemaknaan melalui analisis semiotik dan interpretasinya, maka dapat diambil kesimpulan mengenai representasi iklan Program Generasi Berencana dengan tema “Pendewasaan Usia Pernikahan” yang ditampilkan melalui televisi lokal Papua. I.9 LIMITASI PENELITIAN Limitasi pada penelitian ini hanya menganalisis isu-isu yang muncul dari visualisasi iklan layanan masyarakat Generasi Berencana Edisi Pendewasaan Usia Pernikahan di TVRI PAPUA sebagai usaha implementasi Undang – Undang No 52 Tahun 2009 Pasal 48 Ayat 1 (b). I.10 SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan tesis ini disajikan dalam empat bagian yang saling berkaitan, yaitu: Bab 1, merupakan bagian pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, obyek penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, kerangka operasional, dan metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. 31 Bab 2, merupakan bagian yang menguraikan tentang konsep keluarga dan perkawinan di Jayapura, meliputi konsep perkawinan dan perkawinan dini di Kota Jayapura dan konsep keluarga berencana di Kota Jayapura. Bab 3, merupakan bagian yang menguraikan tentang Program Generasi Berencana yang diimpelementasikan oleh Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, meliputi profil Subbidang Penggerakan, Advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi, tupoksi Subbidang Penggerakan, Advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi, kebijakan komunikasi Program Generasi Berencana oleh Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, dan tinjauan tentang Program Generasi Berencana oleh Perwakilan BKKBN Provinsi Papua. Bab 4, menjabarkan hasil penelitian dan analisis semiotik atas obyek penelitian. Analisis yang dilakukan meliputi analisis terhadap penanda yang berupa gambar, suara, dan teks. Bagian ini juga menguraikan hasil representasi iklan yang diinferensikan ke dalam kebijakan Perwakilan BKKBN Provinsi Papua. Selanjutnya dilakukan penjabaran mengenai Iklan Televisi program Generasi Berencana Edisi “Pendewasaan Usia Perkawinan” Perwakilan BKKBN Provinsi Papua melalui TVRI PAPUA Tahun 2015. Bagian ini juga menjabarkan tentang kronologi penerbitan iklan televisi tersebut, pesan yang disampaikan, dan mengkorelasikannya dengan kebijakan dan program Generasi Berencana, serta dengan teori yang digunakan. Bab 5, merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi atas penelitian yang dilakukan.