Fa Isi DPR.indd

advertisement
��������
��������������������������
����������������������������������������
�������������������������������������������������������
�������������������������������������������������
���������������������������������������
��������������������
1
2
Bab
1
HAKEKAT PERLINDUNGAN ANAK
Apakah perlindungan anak itu?
Istilah “perlindungan anak” (child protection) digunakan dengan secara berbeda oleh organisasi
yang berbeda di dalam situasi yang berbeda pula. Dalam buku panduan ini, istilah tersebut
mengandung arti perlindungan dari kekerasan, abuse, dan eksploitasi.
Dalam bentuknya yang paling sederhana, perlindungan anak mengupayakan agar setiap hak sang
anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat melengkapi hak-hak lainnya yang secara inter
alia menjamin bahwa anak-anak akan menerima apa yang mereka butuhkan agar supaya mereka
bertahan hidup, berkembang dan tumbuh.
Perlindungan anak mencakup masalah penting dan mendesak, beragam dan bervariasi tingkat
tradisi dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Banyak masalah, misalnya pelacuran,
yang berkait erat dengan faktor-faktor ekonomi. Sementara masalah lain, seperti kekerasan di
rumah atau di sekolah, mungkin berkaitan erat dengan kemiskinan, nilai-nilai sosial, norma, dan
tradisi. Sering kriminalitas terlibat di dalamnya, misalnya perdagangan anak. Bahkan kemajuan
teknologi memiliki aspek-aspek perlindungan di dalamnya, sebagaimana nampak dalam tumbuh–
berkembangnya pornografi anak.
Bagian pertama dari buku panduan ini akan melihat secara lebih mendalam tentang apa yang
dimaksudkan dengan perlindungan dan tanggapan umum apakah yang diperlukan untuk
menghormati perlindungan hak-hak anak. Bagian dua akan membahas secara khusus peran-peran
yang dimainkan oleh anggota dewan perwakilan rakyat dalam upaya menjamin bahwa semua
anak dilindungi. Bab tiga akan membahas dan mencermati sejumlah masalah yang berkaitan
dengan mereka yang bekerja untuk melakukan perlindungan terhadap anak.
Apa yang dipertaruhkan?
Pelanggaran terhadap perlindungan hak-hak anak, selain pelanggaran terhadap hak-hak azasi
manusia juga merupakan penghalang sangat besar, kurang dikenali, dan terlalu sedikit dilaporkan
bagi kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Anak yang dapat menjadi korban kekerasan,
eksploitasi, abuse dan pengabaian, juga beresiko:
•
•
•
•
•
hidup lebih pendek
memiliki kesehatan mental dan fisik yang buruk
mengalami masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikannya (termasuk putus
sekolah)
memiliki ketrampilan yang buruk sebagai orang tua;
menjadi tunawisma, terusir dari tempat tinggalnya, dan tidak memiliki rumah.
Di sisi lain, tindakan-tindakan perlidungan yang sukses akan meningkatkan peluang anak tumbuh
sehat secara fisik dan mental, percaya diri dan memiliki harga diri, dan kecil kemungkinannya
melakukan abuse atau eksploitasi terhadap orang lain, termasuk anak-anaknya sendiri.
3
Perlindungan anak merupakan sebuah isu bagi setiap anak di setiap negara di dunia:
•
•
•
•
•
•
•
Pada saat ini, lebih dari 300.000 tentara anak-anak, sebagian berusia sekitar delapan
tahun, dieksploitasi dalam konflik bersenjata di lebih dari 30 negara. Lebih dari 2 juta
anak-anak diperkirakan telah meninggal sebagai akibat langsung dari konflik bersenjata
semenjak tahun 1990.1
Lebih dari 1 juta anak di seluruh dunia hidup di lembaga pemasyarakatan sebagai akibat
berkonflik dengan hukum. Di Eropa Tengah dan Eropa Timur saja, hampir 1.5 juta anak-anak
hidup di pusat-pusat perawatan umum/negara. Akibat AIDS saja, lebih dari 13 juta anak-anak
diperkirakan menjadi yatim (piatu). 2
Sekitar 250 juta terlibat dalam kegiatan pekerja anak, dengan lebih dari 180 juta anak bekerja
di dalam kondisi atau keadaan yang berbahaya. 3
Sekitar 1.2 juta anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya. 4
Perkiraan tentang jumlah anak yang terlibat dalam perdagangan seks komersial tahun 1995
menunjukkan bahwa satu juta anak-anak (terutama anak perempuan, namun jumlah anak-lakilaki juga cukup signifikan) memasuki industri yang bernilai milyaran dollar setiap tahunnya. 5
Angka itu sekarang kemungkinan bisa lebih tinggi.
Empat puluh juta anak-anak berusia di bawah 15 tahun menderita karena diperlakukan secara
tidak sepatutnya dan diabaikan, dan memerlukan perawatan sosial dan perawatan kesehatan. 6
Diperkirakan 100-130 juta wanita dan anak-anak perempuan yang tinggal di Benua Afrika saat
ini telah mengalami berbagai bentuk mutilasi genital. 7
Perlindungan anak mendapat perhatian khusus dalam suatu krisis kemanusiaan dan keadaan
darurat. Beberapa keadaan darurat tertentu – terusir dari daerah tempat tinggalnya, kurangnya
akses kemanusiaan, rusaknya struktur sosial dan keluarga, erosi sistem-sistem nilai tradisional,
budaya kekerasan, pemerintahan yang lemah, tiadanya akuntabilitas dan buruknya akses terhadap
pelayanan sosial dasar – telah menciptakan masalah-masalah perlindungan anak yang cukup
serius. Keadaan darurat bisa mengakibatkan sejumlah besar anak-anak menjadi yatim (piatu),
terusir dari tempat tinggal atau terpisah dari keluarganya. Anak-anak mungkin menjadi pengungsi
atau terusir di negaranya sendiri, atau terpisah dari keluarganya; diculik atau dipaksa bekerja untuk
kelompok-kelompok bersenjata; menjadi cacat akibat bertempur, ranjau darat, atau senjata-senjata
yang tidak meledak; dieksploitasi secara seksual selama dan setelah konflik; atau diperdagangkan
untuk tujuan-tujuan militer. Mereka mungkin menjadi tentara, atau menjadi saksi dalam kejahatan
perang atau dihadapkan pada mekanisme peradilan. Konflik bersenjata dan masa-masa represi
meningkatkan resiko bahwa anak akan disiksa. Demi uang dan perlindungan, anak-anak mungkin
akan berpaling ke “seks untuk bertahan hidup’, yang biasanya tidak terlindungi dan beresiko tinggi
untuk terjangkit penyakit, termasuk HIV/AIDS.
Kegagalan melindungi anak-anak mengancam pembangunan nasional dan memiliki pengaruh
negatif dan akibat harus dibayar, yang akan terus terbawa sampai anak-anak tersebut menjadi
individu yang dewasa nanti. Sementara anak-anak terus mengalami kekerasan, abuse dan
eksploitasi, dunia akan gagal memenuhi kewajibannya terhadap anak-anak; dan akibatnya juga akan
gagal memenuhi aspirasi pembangunannya sebagaimana digariskan dalam dokumen-dokumen
seperti Agenda Milenium ((Millenium Agenda) dengan Millenium Development Goals-nya.
4
Bab
2
STANDAR INTERNASIONAL TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK
Anak-anak memiliki hak-hak untuk diakui dalam hukum internasional semenjak tahun 1924, ketika
Deklarasi tentang Hak-hak Anak internasional yang pertama diadopsi oleh Liga Bangsa-Bangsa.
Instrumen-instrumen hak-hak azasi manusia berikutnya – dari Perserikatan Bangsa-bangsa,
seperti Deklarasi Universal Hak–hak Azasi Manusia 1948, dan instrumen-instrumen regional
seperti Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban Manusia yang dibuat pada tahun
yang sama – mengakui secara lebih umum hak manusia untuk bebas dari kekerasan, abuse, dan
ekploitasi. Hak-hak ini berlaku bagi setiap orang, termasuk anak-anak, dan dikembangkan lebih
jauh dalam instrumen-instrumen seperti Kovenan Internasional tentang Hak-hak Politik dan Hakhak Sipil 1966.
Konsensus internasional yang dikembangkan mengenai perlunya suatu instrumen baru yang
akan secara eksplisit meletakkan dasar-dasar mengenai hak-hak anak khusus dan istimewa. Pada
tahun 1989, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak diadopsi oleh Sidang
Majelis Umum. Konvensi ini dengan cepat menjadi perjanjian hak-hak azasi manusia yang paling
luas diratifikasi dalam sejarah, diratifikasi hampir secara universal.
Konvensi Hak-hak Anak, dalam beberapa hal meningkatkan standar internasional mengenai hakhak anak. Konvensi ini menjelaskan dan secara hukum mengikat beberapa hak-hak anak yang
dicantumkan pada instrumen-instrumen sebelumnya. Konvensi ini memuat ketentuan-ketentuan
baru yang berkaitan dengan anak, misalnya, yang berkenaan dengan hak untuk berpartisipasi,
dan prinsip bahwa dalam semua keputusan yang menyangkut anak, kepentingan terbaik bagi
bagi anak harus diutamakan. Konvensi juga untuk pertama kalinya membentuk suatu badan
internasional yang bertanggung jawab untuk mengawasi penghormatan atas hak-hak anak, yakni
Komite Hak-hak Anak ( Committee on the Rights of the Child).
Pengakuan hak-anak atas perlindungan tidak hanya terbatas pada Konvensi Hak-hak Anak. Ada
sejumlah instrumen, baik instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun instrumen dari badan
internasional lainnya, yang juga memasukkan hak-hak ini. Instrumen-instrumen itu meliputi:
•
•
•
•
Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak, Organisasi Persatuan Afrika yang
sekarang disebut Uni Afrika (The African Charter on the Rights and Welfare of the Child of
the Organisation for African Unity
Unity) tahun 1993.
Konvensi-konvensi Jenewa mengenai Hukum Humaniter Internasional (1949) dan Protokol
Tambahannya (1977)
Konvensi Buruh Internasional No. 138 (1973), yang menyatakan bahwa, secara umum,
seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, tidak boleh dipekerjakan dalam bidang-bidang
pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan mereka, dan Konvensi
Organisasi Buruh Internasional No. 182 (1999) mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera
untuk Menghapus Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak.
Protokol bagi Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Kejahatan Transnasional
Terorganisasi untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya
Wanita dan Anak-anak.
5
Siapakah yang dimaksud dengan seorang anak?
Pasal 1 Konvensi Hak-hak Anak menyatakan bahwa “seorang anak adalah setiap orang yang
berusia di bawah 18 tahun kecuali di bawah undang-undang yang berlaku bagi anak, usia dewasa
dicapai lebih awal”. Definisi ini digunakan dalam buku panduan ini.
Lepas dari pasal 1 di atas yang membolehkan usia dewasa yang lebih rendah, ada beberapa hak
dalam Konvensi yang terus berlaku bagi anak yang berusia 18 tahun, tanpa memandang usia
dewasa itu. Ini meliputi pelarangan diberlakukannya hukuman mati bagi orang yang berusia di
bawah 18 tahun dan, dalam Protokol Pilihan Konvensi tersebut, pelarangan pengerahan mereka
yang berusia di bawah 18 tahun dalam angkatan bersenjata.
Instrumen internasional lainnya juga menggunakan 18 tahun sebagai batasan untuk menentukan
kapan seorang kehilangan haknya atas perlindungan khusus yang menjadi hak seorang anak.
Lebih jauh UNICEF dan organisasi internasional utama yang bekerja dengan anak, menggunakan
usia 18 tahun sebagai batas pasti untuk bekerja.
Konvensi ini mengakui bahwa cara anak-anak melaksanakan hak-haknya dan batasan-batasan
yang berlaku pada pelaksanaan hak-hak mereka dapat dan sejogjanya beragam, tergantung pada
usia anak. Pasal 5 menyatakan bahwa:
Negara-negara anggota harus menghormati tanggungjawab, hak dan kewajiban orang tua
atau, dimana berlaku, anggota dari keluarga luas atau masyarakat sebagaimana diatur oleh
adat setempat, wali-hukum, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab atas anak
tersebut, untuk memberikan, dengan cara yang konsisten dengan perkembangan kapasitas
anak tersebut, arahan dan bimbingan yang sesuai dalam pelaksanaan hak-hak oleh anak, yang
diakui dalam Konvensi ini.
Prinsip ini dilengkapi oleh prinsip lainnya yang termaktub dalam pasal 12 Konvensi tersebut, yang
menyatakan bahwa:
Negara-negara anggota harus menjamin anak yang mampu membentuk pandanganpandangannya sendiri untuk menyatakan pandangan-pandangannya itu secara bebas dalam
segala hal yang menyangkut anak tersebut, dimana pandangan-pandangan anak itu diberi
bobot yang semestinya sesuai dengan usia dan kematangan anak tersebut.
Meskipun demikian, hak-hak anak atas perlindungan terhadap kekerasan, abuse dan eksploitasi
tidak boleh dibatasi karena usianya. Kapasitas terbatas anak untuk melindungi diri sendiri selalu
membawa makna bahwa pertimbangan-pertimbangan usia dan kapasitasnya hanya dapat
memperkuat hak-hak atas perlindungan, bukan memperlemah. Misalnya, UN Rules for the
Protection of Juvenile Deprived of their Liberty mengakui dalam pasal 67, kebutuhan untuk
menafsirkan hak-hak atas perlindungan dengan cara yang sesuai bagi anak ketika peraturan
tersebut menentukan bahwa pemenjaraan anak secara soliter merupakan kekejaman, perlakuan
atau hukuman yang tidak manusiawi dan menistakan, sementara prinsip itu tidak dengan sendirinya
akan berlaku untuk orang dewasa.
6
Mekanisme Internasional Perlindungan Anak
Salah satu mekanisme internasional yang penting bagi perlindungan anak adalah Komite Hak-hak
Anak (Committee on the Rights of the Child), yang terdiri dari 18 anggota yang dipilih oleh negaranegara anggota Konvensi dan yang bertugas dalam kapasitasnya sebagai perorangan.
Fungsi utama dari Komite itu, yang bertemu tiga kali dalam setahun, adalah menelaah laporanlaporan dari negara–negara anggota yang diminta untuk diserahkan secara berkala. Laporan itu
diharapkan berisi informasi mengenai undang-undang dan berbagai upaya lain yang telah diadopsi
oleh negara anggota, yang memberikan pengaruh pada hak-hak yang diakui dalam Konvensi
tersebut dan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan hak-hak itu.
Ketika suatu laporan telah diterima, Komite mengundang pemerintah untuk mengirimkan
delegasinya guna mempresentasikan laporan dan menjawab segala pertanyaan yang mungkin
diajukan oleh Komite. Anggota komite mungkin juga memberikan komentar mengenai informasi
yang termuat dalam laporan, serta informasi relevan lainnya yang diterima dari badan-badan
PBB lainnya serta lembaga swadaya masyarakat (NGO). Komite kemudian membuat “observasi
simpulan” dan rekomendasi yang sering berkaitan dengan legislasi, termasuk rujukan mengenai
celah-celah yang ada dalam legislasi yang sedang berlaku atau ketentuan-ketentuan hukum yang
dianggap oleh Komite tidak cocok dengan Konvensi tersebut.
Ada sejumlah mekanisme lain yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. Secara
fundamental, anak menikmati hak-hak azasi manusia dan oleh karena itu, semua mekanisme
hak-hak azasi manusia di tingkat internasional dan regional harus memberikan perlindungan bagi
mereka. Ini berlaku bagi “Rapporteurs” Perserikatan Bangsa-Bangsa atau lembaga-lembaga hak
azasi manusia regional seperti African Commission on Human and people’s Right. Harus diingat
bahwa hal yang sama berlaku di tingkat nasional, dimana mekanisme perlindungan hak-hak azasi
manusia seperti mahkamah konstitusi ((constitutional courts) juga harus menjamin bahwa mereka
menjunjung tinggi hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan.
Keterkaitan antara Perlindungan dengan isu-isu lain
Perlindungan anak bertalian erat dengan semua aspek kesejahteraan anak. Sering, seorang anak,
yang sama rentan terhadap kurang gizi dan penyakit, tidak secara layak mendapatkan stimulasi
awal, keluar dari sekolah dan lebih besar kemungkinannya diperlakukan salah dan dieksploitasi.
Seorang anak terimunisasi yang secara konstan dipukuli bukanlah anak yang sehat; seorang anak
yang dihina dan diperlakukan secara tidak patut karena etnisnya tidak menikmati lingkungan
belajar yang menyenangkan; dan seorang remaja yang dijual untuk dilacurkan tidak akan mampu
berpartisipasi dan memberikan andil kepada masyarakat. Perlindungan anak merupakan suatu
bagian integral dari masalah pembangunan.
Masalah-masalah perlindungan muncul selama masalah yang dihadapi oleh anak-anak pada saat
ini diperbincangkan. Dalam pendidikan, pelecehan seksual dan kekerasan dapat menjadi faktor
tersembunyi dibelakang tingkat retensi di kelas yang rendah. Dalam kesehatan, kekerasan
dapat berada dibalik cedera-cedera yang tidak terjelaskan yang ditangani oleh pelayanan
kesehatan, atau bahkan penyebab dari ketidakmampuan (cacat) jangka panjang. Keterkaitan ini
telah banyak diakui oleh Committee on the Rights of the Chid. Merujuk pada masalah Anak dan
AIDS, komite itu menyatakan:
7
Perawatan dan perlindungan yang memadai hanya dapat diberikan dalam suatu lingkungan
yang mengedepankan dan melindungi semua hak, khususnya hak untuk tidak dipisahkan
dari orang tua, hak atas privasi, hak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan,
hak atas perlindungan khusus dan bantuan dari negara, hak-hak anak penyandang
ketidakmampuan (cacat), hak atas kesehatan, hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi
sosial, hak atas pendidikan dan bersenang-senang, hak untuk dilindungi dari eksploitasi
ekonomi, dari penggunaan narkoba, dan dari eksploitasi seksual, hak untuk dilindungi
dari penculikan, penjualan/trafiking serta penyiksaan dan dari perlakuan/hukuman yang
menistakan, tidak berperi-kemanusiaan atau kejam, dan hak atas pemulihan fisik dan
psikis dan reintegrasi sosial.
Tidak ada satu masalahpun yang berkaitan dengan anak yang tidak berkaitan dengan perlindungan
anak. Sering, masalah perlindungan anak berada tersembunyi di bawah permukaan masalahmasalah yang sepertinya tidak berkaitan. Misalnya, perhatian perlindungan berkenaan dengan
sanitasi sekolah mungkin tidak secara langsung jelas bagi mereka yang bekerja dalam masalahmasalah itu. Namun, keterkaitan antara pemakaian fasilitas sanitasi bersama dan pelecehan
seksual anak-anak perempuan mempersyaratkan bahwa perlindungan harus dipertimbangkan.
Dan seorang anak yang bekerja tidak dapat sekolah, sehingga ketika pekerja anak
tumbuh dewasa, ia tidak terdidik dan juga lemah dan loyo karena telah bekerja keras
semenjak anak-anak. Ini berarti bahwa ia, seperti halnya orangtuanya yang hanya
memiliki pekerjaan yang kecil gajinya, atau malahan menganggur. Oleh karena itu,
ia akan kembali bergantung pada uang yang dihasilkan oleh anak-anaknya untuk
membiayai keluarganya ... begitulah yang berlangsung secara terus menerus!
Rose 17 tahun, dari Australia.
Arti Penting Etika
Hak-hak anak atas perlindungan dari kekerasan, abuse dan eksploitasi secara jelas digariskan dalam
hukum internasional, standar hukum badan-badan regional dan hukum domestik dari sebagian
besar negara di dunia. Ini juga mencerminkan suatu konsensus dasar kemanusiaan bahwa sebuah
dunia yang sesuai bagi anak adalah dunia dimana semua anak dilindungi.
Dalam Sidang Istimewa Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Anak pada tahun 2000,
Negara-negara anggota mengikatkan diri dalam deklarasi tentang “Sebuah Dunia yang Sesuai untuk
Anak” ((A World Fit-for Children), sebagai dokumen hasil dari pertemuan itu, untuk membangun
“suatu dunia dimana anak-anak perempuan dan laki-laki dapat menikmati masa kanak-kanaknya
… dimana mereka dicintai, dihormati dan dihargai … dimana keamanan dan kesejahteraannya
menjadi hal yang paling penting dan dimana mereka dapat berkembang dan tumbuh secara sehat,
damai dan bermartabat”. Sentimen-sentimen ini melewati batas-batas standar hukum. Setiap
budaya di dunia menghargai anak-anaknya; meskipun demikian kita terus saja gagal melindungi
mereka.
8
Bab
3
MENJAMIN PERLINDUNGAN ANAK
Tujuan mendasar dari perlindungan anak adalah untuk menjamin bahwa semua pihak yang
berkewajiban mengawal perlindungan anak mengenali tugas-tugasnya dan dapat memenuhi
tugas itu.
Karena secara etika dan hukum harus ada, perlindungan anak merupakan urusan setiap orang
di setiap tingkatan masyarakat, dan di setiap bidang tugas. Perlindungan anak menciptakan
kewajiban/tugas bagi presiden, perdana menteri, hakim, guru, dokter, tentara, orang tua dan
bahkan anak-anak sendiri.
Tugas-tugas ini mungkin tercermin dalam standar hukum yang diberlakukan di suatu negara dan
pilihan-pilihan yang diambil pemerintah, termasuk dalam alokasi sumber daya yang dimilikinya.
Anak, Keluarga dan Negara
Para pelaku yang paling penting dalam kehidupan seorang anak adalah, dan sebaiknya memang
demikian, orang tuanya. Oleh karena itu, keluarga dapat menjadi faktor tunggal yang terpenting
dalam menentukan apakah seorang anak dilindungi atau tidak. Meskipun demikian, karena begitu
sentralnya keluarga dalam kehidupan anak, keluarga sering kali juga menjadi sumber kekerasan,
perlakuan yang tidak patut, diskriminasi dan eksploitasi.
Konvensi sangat menekankan peranan keluarga dalam mengasuh dan membesarkan anak dan,
seperti halnya instrumen yang lebih dulu ada, mengakui hak keluarga atas perlindungan dan
dukungan. Pasal 5 menjelaskan tanggungjawab Negara dalam melindungi dan menghormati
peran keluarga, dengan menyatakan bahwa:
Negara-negara anggota harus menghormati tanggung jawab, hak-hak dan kewajiban orangtua, atau dimana memungkinkan, anggota keluarga luas atau masyarakat sebagaimana
ditentukan dalam adat setempat, wali sah atau orang lain yang secara sah bertanggung jawab
atas anak tersebut, untuk memberikan, dengan cara yang konsisten dengan perkembangan
kemampuan anak, arahan dan bimbingan yang sesuai pelaksanaan hak-hak anak sebagaimana
diakui dalam Konvensi ini.
Menurut Konvensi, tanggung jawab utama membesarkan anak berada di pundak orang tua.
Ketika orang tua tidak mampu memikul tanggung jawab itu, Negara memiliki tanggungjawab
untuk membantu mereka. Meskipun demikian, pada saat yang sama, pasal 19 merujuk tanggung
jawab Negara untuk “melindungi anak dari segala bentuk kekerasan fisik dan mental, cedera atau
perlakuan salah, pengabaian atau perlakuan menelantarkan, perlakuan yang tidak sepatutnya atau
eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual, ketika dalam perawatan orang tua, wali yang sah,
atau orang lain yang merawat anak tersebut.“
Dalam kebanyakan kasus yang paling ekstrim, kewajiban Negara ini bahkan mungkin
memerlukan tindakan diambilnya anak dari rumah tinggalnya. Meskipun demikian, hal
ini sebaiknya dilakukan sebagai upaya terakhir. Ini dijelaskan dalam pasal 9 dari Konvensi
tersebut, yang menetapkan bahwa:
9
Negara anggota harus menjamin bahwa seorang anak tidak akan dipisahkan dari orangtua di luar
kemauannya, kecuali ketika pihak yang berwenang, sesuai dengan telaah judisial (judicial review)
menetapkan, sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku, bahwa pemisahan sebagaimana
dimaksud itu perlu dilakukan demi kepentingan terbaik anak. Penetapan semacam itu mungkin
dipandang perlu dalam kasus yang melibatkan penelantaran atau kekerasan (abuse) yang dilakukan
oleh orang tua ….
Diskrimasi
Diskriminasi merupakan kenyataan sehari-hari bagi jutaan anak di dunia. Diskriminasi bisa
mengakibatkan atau memperparah kekerasan, abuse dan eksplotasi. Misalnya, banyak anak yang
terlibat dalam pekerjaan yang terburuk bagi anak berasal dari kelompok minoritas atau terkucil.
Ada sejumlah bentuk diskriminasi, namun beberapa bentuk yang paling umum ditemukan adalah
diskriminasi yang didasarkan pada:
•
Gender
Pembunuhan bayi, aborsi, kekurangan gizi dan pengabaian berdasarkan jender dipercaya
berada dibalik “ hilangnya “ 60-100 juta perempuan dari penduduk dunia.8 Sembilan puluh
persen dari pekerja rumah tangga, kelompok terbesar dari pekerja anak di dunia, adalah
anak-anak perempuan yang berusia antara 12 dan tujuh belas tahun. 9
•
Ketidakmampuan (Cacat)
Anak-anak dengan ketidakmampuan merupakan 20% dari seluruh anak-anak yang
menghuni institusi (panti) di Eropa Tengah dan Eropa Timur dan Negara-negara
Perkesemakmuran. 10
•
Etnis dan Ras
Di sebuah negara Eropa Timur, sebuah kajian menemukan bahwa hanya setengah dari
Anak dari kelompok etnis Roma yang berusia 7-10 tahun mengenyam pendidikan secara
teratur.11 Sepertiganya tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali atau telah
putus sekolah. Anak-anak etnis Roma secara khusus ditempatkan di sekolah-sekolah
khusus bagi anak-anak penyandang cacat mental, tanpa melihat kemampuan mereka
yang sebenarnya.
•
Kasta dan Kelas
Di sebuah negara di Afrika Selatan, mayoritas dari 15 juta pekerja anak yang diijonkan
berasal dari kasta-kasta terendah. 12
Konferensi menghimbau semua negara peserta:
(a) melakukan upaya-upaya yang dipandang perlu, termasuk alokasi anggaran yang
memadai untuk memastikan dinikmatinya semua hak azasi manusia dan kebebasan yang
fundamental secara penuh dan setara oleh anak-anak dengan ketidakmampuan (cacat);
(b) Mengembangkan dan memberlakukan peraturan perundang-undangan dengan tujuan
untuk menjamin martabat, kemakmuran, dan kemandirian bagi anak-anak penyandang
cacat dengan memfasilitasi peran serta aktif mereka dalam masyarakat, termasuk akses
yang efektif dan memadai atas pendidikan khusus yang bermutu tinggi.
106th IPU Conference (Ouagadougou, Burkina –Faso, September 2001)
10
ÿ Standar Internasional
Konvensi Hak-hak Anak (The Convention on the Rights of the Child)
Pasal 2 menyatakan bahwa:
1.
2.
Negara-negara anggota harus menghormati dan menjamin hak-hak yang termaktub dalam
Konvensi ini bagi masing-masing anak di dalam wilayah jurisdiksinya tanpa diskriminasi dalam
bentuk apapun, tanpa melihat ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik
atau pendapat lainnya, kebangsaan, asal-usul etnis atau sosial, kekayaan, ketidakmampuan,
kelahiran atau status lain dari orang-tua, atau wali hukumnya.
Negara–negara anggota harus mengambil langkah-langkah yang memadai untuk memastikan
bahwa anak dilindungi dari segala bentuk diskriminasi atau hukuman berdasarkan status,
kegiatan, pernyataan pendapat, atau kepercayaan dari orang tua anak, wali sah, atau
anggota keluarganya.
Diskriminasi terus berlanjut, lepas dari adanya pengakuan kesetaraan laki-laki dan perempuan
sebagai salah satu dari tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa lebih dari setengah abad yang lalu dan
proliferasi instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Regional yang melarangnya. Komite Hakhak Anak dan badan-badan hak-azasi manusia internasional terus menemukan contoh-contoh
undang-undang yang mendiskriminasikan perempuan atau kelompok sosial atau etnis tertentu,
atau yang diskriminatif dengan cara lain.
Diskrimininasi melampaui undang-undang, merasuk ke dalam tradisi, adat, sikap dan perilaku
masyarakat, komunitas, keluarga dan individu. Misalnya, masyarakat dengan tingkat perkosaan,
perkawinan anak-anak, dan penelentaran anak hasil perkawinan yang tinggi cenderung
merendahkan nilai perempuan. Perempuan yang menolak peran-peran tradisional sering
merasakan kekuatan mekanisme tradisional untuk menegakkan undang-undang yang tidak
tertulis ini, mulai dari bentuk dipermalukan sampai pengucilan dari keluarga dan kekerasan fisik.
Menyadari jender sebagai bentuk diskriminasi jauh dari sekedar hanya berfokus pada anak-anak
perempuan. Sementara banyak pelanggaran hak-hak anak lebih sering menimpa anak perempuan,
anak-laki-laki merupakan korban utama dari beberapa bentuk kekerasan. Lebih banyak anak lakilaki di banding perempuan yang menjadi korban pembunuhan, terutama pada saat akhir remaja.
Di dunia, jauh lebih banyak anak-laki-laki yang menjadi pelaku pelanggaran hukum anak-anak
bila dibanding anak perempuan. Sementara sebagian besar korban pemerkosaan adalah anak
perempuan, mayoritas anak yang menjadi korban kekerasan fisik adalah anak-laki-laki. Kesadaran
jender memerlukan pemahaman tingkat perbedaan dampak dari berbagai jenis kekerasan, abuse,
dan eksploitasi pada anak-laki-laki dan anak perempuan. Kesadaran jender juga mempersyaratkan
dilakukannya upaya-upaya untuk memahami mekanisme yang mendasari dan menggunakan
pengetahuan ini untuk mengembangkan kebijakan ekonomi, sosial dan hukum.
Membangun Lingkungan dan bersifat Melindungi
Skala, luasan, hakekat, urgensi dan kompleksitas masalah perlindungan anak sungguh
menakutkan. Meskipun demikian, ada sejumlah contoh mengenai berbagai cara di beberapa
negara dimana pemerintah, para pelaku dalam masyarakat madani, komunitas dan anak-anak
sendiri dapat membantu mencegah dan merespon kekerasan, abuse dan eksploitasi. Adalah jelas
11
bahwa respon terhadap perlindungan anak haruslah bersifat holistik, diketahui oleh semua pihak di
semua tataran agar menghormati hak-hak perlindungan anak dan menerapkannya ke semua anak
di segala keadaan tanpa adanya diskriminasi. Meraih suatu dunia dimana perlindungan hak-hak
anak secara rutin dihormati membutuhkan suatu jaminan bahwa anak tumbuh di suatu lingkungan
yang protektif, dimana setiap elemen lingkungan memberikan andil dalam perlindungan mereka
dan dimana semua pelaku memainkan perannya masing-masing.
Tidak ada definisi hukum atau sesuatu kesepakatan tentang apa yang membentuk suatu
lingkungan yang protektif. Meskipun demikian, definisi itu paling tidak harus menjawab elemenelemen berikut:
ÿ Komitmen pemerintah untuk memenuhi hak-hak perlindungan
Kepentingan pemerintah dalam mengakui dan berkomitmen terhadap perlindungan anak
merupakan suatu elemen esensial bagi lingkungan yang bersifat melindungi itu. Ini mencakup
jaminan bahwa sumber-sumber daya yang mencukupi harus tersedia bagi perlindungan anak,
misalnya, program untuk memerangi buruh anak. Ini mencakup pimpinan politik yang bersikap
pro-aktif dalam meningkatkan perlindungan pada agenda mereka dan bertindak sebagai
advokat dalam perlindungan.
ÿ Sikap, tradisi, adat, perilaku dan sikap
Dalam masyarakat dimana sikap atau tradisi memberikan kemudahan terhadap terjadinya
abuse – misalnya yang berkenaan dengan hubungan seks dengan anak di bawah umur,
kepatutan hukuman fisik yang berat, penerapan praktek-praktek tradisional yang merugikan,
atau perbedaan-perbedaan dalam memandang status anak laki-laki dan anak perempuan –
lingkungan tidak akan bersifat melindungi. Dalam masyarakat dimana segala bentuk kekerasan
terhadap anak merupakan hal yang tabu, dan dimana hak-hak anak secara luas dijunjung tinggi
oleh adat dan tradisi, anak-anak semakin besar kemungkinannya untuk dilindungi.
ÿ Diskusi terbuka dan keterlibatan dengan masalah–masalah
perlindungan anak
Di tingkatan yang paling dasar, anak perlu bebas berbicara lantang mengenai perlindungan
anak terkait yang mempengaruhi mereka atau anak-anak lainnya. Di tingkat nasional baik
perhatian media dan keterlibatan masyarakat sipil dengan masalah—masalah perlindungan
anak memberikan andil terhadap perlindungan anak. Kemitraan di kalangan para pelaku di
semua tataran sangat penting untuk menghasilkan tanggapan yang terkordinasi dan efektif.
ÿ Peraturan Perundang-undangan dan Penegakan Hukum
Kerangka legislatif yang memadai, penerapannya yang konsisten, akuntabilitas dan tiadanya
impunitas merupakan elemen yang penting dari suatu lingkungan yang protektif.
ÿ Kapasitas
Orang tua, pekerja kesehatan, guru, polisi, pekerja sosial, dan mereka yang berasal dari
bidang lainnya yang menaruh perhatian dan hidup, berurusan dan bekerja dengan anak perlu
dibekali dengan ketrampilan, kewenangan dan motivasi untuk mengidentifikasi dan merespon
masalah-masalah perlindungan anak.
12
ÿ Keterampilan hidup, pengetahuan, dan partisipasi anak
Bila anak tidak menyadari atas hak-haknya untuk tidak disalahgunakan, atau tidak diberitahu
akan adanya bahaya, misalnya, perdagangan manusia, mereka rentan terhadap abuse.
Anak-anak memerlukan informasi dan pengetahuan yang dijadikan bekal bagi mereka untuk
melindungi diri. Anak-anak juga perlu diberi saluran yang protektif dan aman untuk melakukan
partisipasi dan pernyataan/ekspresi diri. Dimana anak tidak memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi, mereka lebih mungkin menjadi terlibat dalam tindak kejahatan atau kegiatan–
kegiatan lain yang merugikan dan berbahaya.
ÿ Pemantauan dan Pelaporan
Suatu lingkungan yang protektif bagi anak memerlukan sistem pemantauan yang efektif
yang mencatat kejadian dan sifat perlindungan anak dan memungkinkan dilakukannya respon
yang strategis dan berdasar informasi yang diperoleh. Sistem semacam itu dapat menjadi
lebih efektif dimana sistem tersebut berdasar pada peran serta dan lokal sifatnya. Adalah
menjadi tanggungjawab pemerintah untuk memastikan bahwa setiap negara mengetahui
keadaan anak-anak di negara tersebut yang berkenaan dengan masalah kekerasan, abuse
dan eksploitasi.
ÿ Pelayanan pemulihan dan reintegrasi
Korban anak dari setiap bentuk pengabaian, eksploitasi atau abuse, berhak atas perawatan
dan akses yang tidak diskriminatif terhadap pelayanan sosial dasar. Pelayanan-pelayanan ini
harus diberikan dalam suatu lingkungan yang mendorong meningkatnya kesehatan, martabat
dan harga diri, anak.
Beberapa elemen lingkungan yang protektif akan saling tumpang tindih. Misalnya, komitmen
pemerintah mungkin mengatur apakah pelayanan bagi korban tindakan penyalahgunaan
disediakan, atau apakah investasi dibuat dalam mekanisme pemantauan. Demikian juga, perhatian
media dapat menjadi faktor penting dalam mempengaruhi sikap.
Ada sejumlah cara untuk membangun atau mengembangkan suatu lingkungan yang protektif
bagi anak-anak. Hal ini mencakup:
•
•
•
•
•
Berbagai upaya untuk menjawab secara cermat dan mengikis dampak kemiskinan ekonomi
dan kemiskinan sosial.
Advokasi nasional dan prakarsa dialog di semua tingkatan dari pemerintah ke bawah, ke
komunitas, keluarga dan anak-anak itu sendiri.
Advokasi internasional, termasuk penggunaan mekanisme hak-hak azasi manusia
internasional. Ini juga bisa mencakup upaya mendorong agenda mengenai perlindungan di
tingkat pertemuan regional.
Mencari perubahan perilaku masyarakat, menentang sikap dan tradisi yang dapat memperparah
abuse terhadap perlindungan anak, dan memberikan dukungan bagi mereka yang protektif.
Ini mungkin melibatkan juga kampanye nasional atau bekerja secara erat dengan media.
Memperkuat kapasitas untuk mengukur dan menganalisa masalah-masalah perlindungan.
Tanpa mengetahui apa yang tengah terjadi, pemerintah dan pihak lain yang terlibat akan
terugikan ketika merespon masalah-masalah perlindungan.
13
•
•
•
•
•
Pemberlakukan mekanisme dan pemberian sumber-sumber daya sehingga mereka yang
menaruh perhatian dan hidup serta bekerja dengan anak-anak memiliki ketrampilan dan
pengetahuan untuk melakukan hal itu dengan cara yang menjamin perlindungan terhadap
mereka melalui pendidikan dan pelatihan.
Mengakui bahwa standar hukum penting khususnya bagi perlindungan anak dan standarstandar itu perlu diketahui, dipahami, diterima dan ditegakkan. Ini bisa melibatkan tinjauan/
telaah kembali peraturan perundang-undangan yang ada, revisi undang-undang atau bahkan
pembuatan undang-undang yang baru. Pengakuan ini juga melibatkan pengawasan terhadap
praktek-praktek aktual dari hal-hal yang diatur oleh undang-undang untuk menjamin bahwa
standar hukum itu dihormati.
Mengembangkan dan menelaah sistem pemantauan nasional untuk memastikan bahwa
sistem itu mencakup masalah-masalah tersebut secara memadai. Khususnya, ini mungkin
melibatkan disagregasi statistik nasional untuk memastikan bahwa pola—pola diskriminasi
menjadi jelas.
Menjamin akses terhadap pelayanan bagi pemulihan dan reintegrasi bagi anak-anak yang
telah mengalami abuse.
Mendorong partisipasi dan memperkuat ketahanan anak-anak itu sendiri.
Pada saat yang sama, upaya mencermiati perlindungan sebagai masalah terpisah dan berdiri
sendiri adalah tindakan yang tidak efektif. Lantaran adanya hubungan antara perlindungan anak
dan bidang lainnya, adalah sangat berharga untuk mempertimbangkan aspek-aspek perlindungan
dari setiap isu yang dipertimbangkan. Misalnya:
•
•
•
Ketika mempertimbangkan kebijakan pendidikan, adalah penting untuk mempertimbangkan
keamanan dan keselamatan di sekolah dan mencegah penggunaan hukuman fisik yang berat.
Hal ini mungkin menyangkut prakarsa-prakarsa untuk mengatasi masalah kekerasan di antara
anak-anak di sekolah, seperti menggertak dan menakut-nakuti (bullying).
Ketika mempertimbangkan praktek-praktek perawatan keluarga dan masa-kanak-kanak
dini, orang tua sebaiknya dicegah untuk menggunakan bentuk-bentuk kekerasan dalam
menegakkan disiplin dan didorong untuk memastikan bahwa kelahiran anak tercatat.
Setiap pertimbangan untuk HIV/AIDS tidaklah lengkap tanpa mempertimbangkan stigma yang
sering ditimpakan pada anak-anak yang terjangkit HIV/AIDS serta resiko-resiko perlindungan
yang meningkat yang dihadapi oleh anak-anak rentan yang telah menjadi yatim karena AIDS?
Jadi, suatu respon yang tepat terhadap perlindungan anak melibatkan perlindungan anak itu sendiri
baik sebagai masalah atau sebagai pertimbangan yang berkenaan dengan masalah-masalah
lainnya. Setiap respon juga mempersyaratkan bahwa setiap pelaku memainkan perannya dalam
menjamin lingkungan protektif bagi anak-anak.
14
��������
�������������������������������
����������������������
���������������������������������������������������������������
�������������������������������������������������������������������
���������������������������������������������������������
������������������������������������������������������������������
���������������������������������������������������������
��������������������
15
16
Bab
4
BERBAGAI PERAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAN ANGGOTA-ANGGOTANYA
Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga perwakilan dari sebuah Negara. Mereka
bertanggungjawab untuk mewakili kepentingan-kepentingan semua lapisan masyarakat,
mengartikulasikan kepentingan-kepentingan itu ke dalam berbagai kebijakan dan menjamin
bahwa kepentingan-kepentingan tersebut diterapkan secara efektif.
Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota-anggotanya harus menjadi salah satu dari pejuangpejuang utama dalam perlindungan anak. Mereka memiliki kapasitas tidak hanya mempengaruhi
keputusan dan tindakan pemerintah saja, namun juga menghubungkan komunitas dan
konstituennya untuk mempengaruhi berbagai pendapat dan tindakan.
Tanpa melihat sifat dan strukturnya, dewan perwakilan rakyat melaksanakan tiga fungsi utama:
•
Membuat undang-undang
Mereka memberikan persetujuan, dan dapat memprakarsai, undang-undang yang
mengatur masyarakat secara terstruktur.
•
Mengawasi kegiatan pemerintah
Mereka memantau kinerja pemerintah untuk menjamin bahwa pemerintah bertindak
secara bertanggungjawab dan akuntabel demi kebaikan masyarakat secara
keseluruhan.
•
Mengalokasikan sumber-sumber daya keuangan
Melalui proses penganggaran, dewan perwakilan bertanggung-jawab untuk memberikan
persetujuan terhadap anggaran nasional. Jadi, dewan itu ikut menetapkan alokasi
sumber-sumber bagi pemerintah dan memantau belanja pemerintah.
Sebagai penentu arah berbagai pendapat dan sebagai perwakilan dari rakyat, dewan perwakilan
rakyat juga memainkan peran advokasi yang penting, meningkatkan kesadaran mengenai
masalah tertentu dalam masyarakat, yang menjadi perhatian di tingkat konstituen, di tingkat
nasional, dan internasional.
Perundang-undangan bagi Perlindungan Anak
Salah satu dari peran terpenting dan sering lebih teknis bagi dewan perwakilan rakyat dan
anggota-anggotanya adalah menjamin bahwa standar perundang-undangan nasional menawarkan
perlindungan seluas-luasnya dari kekerasan, abuse dan eksploitasi bagi anak. Jelasnya, undangundang saja tidak cukup memadai untuk melindungi hak-hak anak. Kebijakan ekonomi yang
sesuai reformasi kelembagaan, pelatihan para profesional, mobilisasi sosial, dan modifikasi sikap
dan nilai-nilai sosial sangat penting untuk mencapai perlindungan anak. Kendatipun demikian,
reformasi hukum tetap merupakan hal yang paling fundamental bagi (tercapainya) tujuan
perlindungan seluruh hak-hak anak yang terkordinasi dan luas, termasuk hak untuk dilindungi.
17
Instrumen-instrumen hukum Internasional dan Regional
Menjadi bagian dari instrumen hukum regional dan internasional yang berurusan dengan
perlindungan anak memberikan pesan yang sangat jelas kepada masyarakat internasional dan
pemangku kepentingan (stakeholder) di tingkat domestik bahwa suatu negara berkomitmen untuk
menjamin perlindungan anak, serta menjamin penerapan undang-undang, kebijakan, dan programprogram untuk mencapai sasaran-sasaran itu.
Sebagaimana telah dipaparkan dalam bagian 1, ada sejumlah instrumen internasional yang
mencermati dan menjawab masalah perlindungan anak. Instrumen-intrumen ini meliputi:
•
•
•
•
•
•
•
Konvensi Hak-hak Anak
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Politik dan Hak-hak Sipil
Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Konvensi ILO tentang Usia Minimum (no. 138).
Konvensi ILO tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (no. 182);
Konvensi Den Haag mengenai Perlindungan Anak dan Kerjasama tentang Adopsi Antar
Negara
Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Anak, Khususnya Wanita
dan Anak-anak.
Informasi tentang status ratifikasi terhadap instrumen-instrumen internasional ini dapat ditemukan
dalam website Organisasi Buruh Dunia (ILO) yaitu www.ilo.org atau dalam web-site Komisi Tinggi
Hak-hak Azasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, yakni www.unhchr.ch.
Checklist untuk Melakukan Aksi
Apa yang dapat dilakukan oleh dewan perwakilan rakyat dan
anggota-anggotanya
Ratifikasi
instrumen-instrumen
perlindungan anak
hukum
internasional
tentang
Bila negara Anda belum menjadi pihak dari berbagai instrumen-instrumen hukum internasional
yang tercantum di atas, atau bila Negara anda telah menandatangani namun belum meratifikasi
beberapa di antaranya, anda dapat:
• Mencari tahu apakah ratifikasi/aksesinya sedang dalam proses pertimbangan
• Menyampaikan pertanyaan tertulis atau lisan kepada Pemerintah anda untuk menentukan
alasan pemerintah belum melakukan ratifikasi atau aksesi;
• Mempertimbangkan penggunaan hak anda untuk memperkenalkan draft undang-undang dari
inisiatif anggota tentang hal tersebut;
• Mendorong diadakannya debat parlemen mengenai hal tersebut;
• Melakukan mobilisasi pendapat publik
Informasi praktis mengenai bagaimana meratifikasi atau melakukan aksesi konvensi internasional
dapat ditemukan dalam buku mengenai perjanjian (Treaty Book) yang dibuat oleh UN Treaty Section
of the Office of Legal Affairs, yang dapat diperoleh melaui perwakilan tetap negara anda di New
York, dan di website Treaty Section of the Office of Legal Affairs, yakni http://untreaty.un.org.
18
Reservasi atau pernyataan kesepahaman
Bila Pemerintah negara anda berniat untuk meratifikasi atau telah meratifikasi dengan reservasi
atau deklarasi kesepahaman yang membatasi cakupan instrumen hukum, anda dapat:
• Menentukan atau menelaah ulang validitas reservasi yang disarankan;
• Mendorong suatu debat parlemen tentang reservasi tersebut
• Melakukan mobilisasi pendapat publik untuk mendorong Pemerintah guna meratifikasi atau
melakukan aksesi tanpa reservasi atau deklarasi kesepahaman apapun ;
Standar dan Perundang-undangan Nasional
Ada sejumlah cara untuk memasukkan standar-standar perlindungan ke dalam hukum nasional.
Konstitusi di berbagai negara menetapkan bahwa perjanjian-perjanjian yang diratifikasi secara
semestinya – atau perjanjian-perjanjian dalam kategori tertentu atau perjanjian-perjanjian khusus
– secara otomatis menjadi bagian dari hukum nasional. Dalam konstitusi lainnya, diperlukan
perundang-undangan baru atau revisi perundang-undangan yang ada.
Menjamin kelestarian prinsip-prinsip perlindungan anak
dalam Konstitusi
Prinsip-prinsip perlindungan anak dapat diakomodasikan dalam standar hukum nasional
dengan memasukkannya (enshrine) dalam konstitusi sebuah negara. Konstitusi atau
undang-undang dasar suatu negara merupakan pewujudan dari prinsip-prinsip dan hukum
yang mengatur masyarakat dan mengandung bab-bab yang fundamental yang menentukan
bentuk pemerintahan dan menggariskan prinsip-prinsip umum kontrak sosial sebuah negara.
Konstitusi berfungsi sebagai kerangka kerja bagi perundang-undangan lainnya. Oleh karena
itu, memasukkan (enshrine) prinsip-prinsip perlindungan anak dalam konstitusi nasional atau
Undang-undang dasar sebuah negara memberikan dasar bagi adanya perlindungan anak dan
kewajiban pemerintah di negara tersebut.
Prinsip-prinsip perlindungan anak dalam konstitusi:
Kasus Afrika Selatan
Pasal 28 Undang-undang Dasar Republik Afrika Selatan yang disahkan pada tahun 1996,
berbunyi:
Setiap anak memiliki hak:
a. Atas sebuah nama dan kebangsaan sejak lahir;
b. Atas perawatan orang tua atau keluarga, atau perawatan alternatif lain yang sesuai ketika
anak dipindahkan dari lingkungan keluarganya;
c. Dilindungi dari perlakuan salah, penelantaran, abuse, atau perendahan martabat
d. Dilindungi dari praktek-praktek perburuhan yang eksploitatif;
e. Tidak diminta atau diijinkan melaksanakan pekerjaan atau memberikan jasa yang:
(i) tidak sesuai bagi seseorang yang anak-anak; atau
(ii) membahayakan kesejahteraan, pendidikan, kesehatan jasmani dan rohaninya; atau
perkembangan sosial, moral dan spiritualnya;
f. tidak ditahan kecuali sebagai upaya terakhir, dalam hal mana, selain hak-hak anak yang
dimiliki berdasarkan ayat 12 dan 35, anak dapat ditahan hanya untuk waktu yang sesingkatsingkatnya, dan memiliki hak untuk:
19
(i) ditempatkan secara terpisah dari tahanan dewasa yang berusia di atas 18 tahun; dan
(ii) diperlakukan sedemikian rupa dan ditempatkan dalam kondisi yang mempertimbangkan
usia anak;
(g) mendapatkan penasehat hukum yang disediakan oleh negara, dan atas biaya negara, dalam
proses pengadilan perdata yang berkenaan dengan anak tersebut, yang bila tidak diberikan,
mengakibatkan terjadinya ketidakadilan; dan
(h) tidak dimanfaatkan secara langsung dalam konflik bersenjata, dan dilindungi pada saat
terjadinya konflik.
Kepentingan Terbaik Anak
Pasal 3 Konvensi Hak-hak Anak mempersyaratkan bahwa:
Dalam semua tindakan yang berkenaan dengan anak, apakah dilakukan oleh lembaga-lembaga
kesejahteraan sosial negara atau swasta, pengadilan, penguasa administratif atau badan-badan
legislatif, kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.
Ketentuan ini berlaku terhadap perlindungan anak yang berkenaan dengan hak-hak anak, dan
menciptakan dua kewajiban bagi dewan perwakilan rakyat. Pertama, setiap mereka mengadopsi
standar hukum yang diajukan oleh otoritas administratif atau pengadilan, mengenai hal-hal yang
relevan dengan perlindungan anak, mereka harus menjamin bahwa standar semacam itu yang
menunjukkan bahwa kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan pertama pembuat
keputusan. Kedua, dewan perwakilan rakyat sendiri harus menjadikan kepentingan terbaik anak
sebagai prioritas dalam membuat draft undang-undang seluruhnya.
Legislasi Nasional untuk Perlindungan Anak
Ketika prinsip–prinsip perlindungan anak dimasukkan (enshrined
(enshrined)
enshrined) dalam konstitusi, langkah
berikutnya adalah mengembangkan dan mengadopsi perundang-undangan nasional untuk
memberlakukan perlindungan anak.
Satu cara yang efektif untuk melakukan hal ini adalah dengan melakukan telaah/tinjauan ulang
terhadap standar dan hukum nasional untuk melihat apakah standar dan hukum nasional itu sesuai
dengan ketentuan-ketentuan protektif standar internasional dimana negara tersebut menjadi
anggotanya.
20
•
Proses review dan amandemen perundang-undangan sering memakan waktu bertahuntahaun, dan mungkin tidak selesai selama periode kekuasaan pemerintahan ketika proses
tersebut dimulai. Oleh karena itu, melakukan pendekatan hukum secara non-partisan
dipandang perlu, dengan partisipasi aktif dari anggota dewan yang mewakili spektrum partai
politik yang seluas-luasnya, untuk menjamin bahwa proses akan tetap berjalan meskipun
terjadi perubahan dalam pemerintahan.
•
Reformasi hukum untuk perlindungan anak tidak hanya menjadi urusan para ahli hukum saja.
Pendekatan antar-disiplin, yang melibatkan para ahli dan praktisi dari bidang-bidang sosial,
medis, dan hukum yang terkait, bisa menghasilkan perundang-undangan yang lebih baik
dibanding bila hanya mempertimbangkan perspektif hukum semata.
•
Reformasi hukum yang dipercayakan pada panitia kecil mengandung resiko ditunda karena
munculnya berbagai prioritas lain, atau resiko sebaliknya – disetujui secara terburu-buru
tanpa pertimbangan yang matang atas isu-isu dan sudut pandang yang relevan. Sebaliknya,
keterlibatan berbagai kalangan asosiasi profesi yang lebih luas, kelompok-kelompok anak,
dan kelompok-kelompok kepentingan lain terkait (seperti kelompok-kelompok perempuan,
kelompok-kelompok kepemudaan, kelompok-kelompok yang mencurahkan perhatian
pada hak-hak etnis dan agama minoritas, orangtua anak penyandang cacat dan kelompokkelompok agama yang terlibat dalam rehabilitasi anak-anak pelaku pelanggaran hukum)
memiliki sejumlah kelebihan.
-
-
Pertama, mereka yang paling dekat terlibat dalam bidang tertentu, termasuk para orang
tua, praktisi dan anak-anak sendiri, sering memiliki pandangan–pandangan yang berbobot
dalam reformasi hukum.
Kedua, keterlibatan banyak pihak membantu menjamin bahwa proses itu tidak akan
kehilangan momentum karena kurangnya interest.
Ketiga, partisipasi aktif dari mereka yang berkerja dengan anak-anak memudahkan
dicapainya implementasi perundang-undangan baru yang efektif.
Keempat, partisipasi yang luas dalam proses telaah/tinjau ulang dan reformasi hukum
dapat memiliki nilai sendiri sebagai pelaksanaan upaya untuk menciptakan kesadaran
mengenai hal tersebut.
•
Kajian-kajian mengenai dampak perundang-undangan yang ada – yang mencakup berbagai
isu seperti seberapa jauh perundang-undangan itu sebenarnya diterapkan dalam praktek,
seberapa jauh tujuan-tujuan undang-undang itu dicapai dan alasan-jelas untuk setiap
kekurangan yang didentifikasi oleh kajian itu – dapat memberikan sumbangan yang
berharga bagi pembaruan hukum. Kajian-kajian ini dapat juga mengidentifikasi celahcelah dalam perundang-undangan yang ada dalam melindungi anak dan mengidentifikasi,
menakar besaran, dan menganalisa pelanggaran hak-hak anak yang perlu dicermati.
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang penting tidak hanya dalam menciptakan
dan membangkitkan kesadaran akan perlunya suatu perundang-undangan yang baru,
namun juga dalam membantu agar perundang-undangan disesuaikan secara tepat dengan
dinamika ekonomi, sosial dan budaya yang memicu terjadinya pelanggaran yang ada.
•
Dalam upaya mengefektifkan perundang-undangan yang baru, biaya untuk
mengimplementasikan perundang-undangan tersebut harus diperhitungkan dan badanbadan eksekutif, legislatif dan judikatif yang terkait harus membangun komitmen untuk
menegakkan, memperkuat dan memperluas cakupan lembaga-lembaga dan programprogram yang diperlukan dalam implementasi perundang-undangan tersebut. Perundangundangan yang sepenuhnya cocok dengan standar internasional mengenai hak-hak anak,
namun tidak mungkin diimplementasikan karena insfrastruktur yang diperlukan tidak ada,
tidak akan banyak bermanfaat dan bahkan dalam beberapa hal bisa merugikan (counter
(
productive).
•
Di beberapa kawasan dunia, pertukaran pengalaman dan berbagai bentuk lain kerjasama
yang berkenaan dengan reformasi hukum dapat dipetik manfaatnya, khususnya bagi
negara-negara kecil atau yang sumber-sumber daya hukumnya terbatas dan memiliki
banyak kesamaan budaya, dan tradisi hukum yang sama, dan mengalami masalah sosial
dan ekonomi yang hampir sama.
21
•
Beberapa negara memiliki hukum atau peraturan khusus untuk anak yang mengkonsilidasikan
semua peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak menjadi satu.
Dalam beberapa hal, ini bisa efektif, memberikan satu titik rujukan untuk semua hak-hak
anak, termasuk yang menyangkut perlindungan anak. Di pihak lain, hal ini terbukti kurang
efektif, dengan berbagai tumpang-tindih, serta ketidak-konsistenan bahkan ketidakcocokan
antara undang-undang anak dengan bagian peraturan dan perundang-undangan lainnya.
Checklist untuk Melakukan Aksi
Apa yang bisa dilakukan dewan perwakilan rakyat dan
anggota-anggotanya
Peraturan perundang-undangan nasional menetapkan prinsip-prinsip, tujuan dan prioritas bagi
aksi nasional untuk menjamin perlindungan anak dan menciptakan perangkat guna melaksanakan
aksi tersebut.
Adalah mendesak bagi Anggota-anggota dewan perwakilan rakyat uuntuk mengambil langkah–
langkah berikut:
•
•
•
•
•
•
•
Menjamin bahwa dewan perwakilan rakyat mengadopsi peraturan perundang-undangan
nasional yang berkesesuaian dengan instrumen-instrumen hukum internasional, dimana
negara anda menjadi salah satu pihaknya.
Menjamin bahwa peraturan perundang-undangan yang ada ditelaah – oleh badan-badan
pemerintah yang berkompeten, suatu komisi khusus dewan perwakilan rakyat, atau badan
resmi lainnya – untuk menentukan apakah ketentuan-ketentuannya konsisten dengan
Konvensi Hak-hak Anak.
Dimana diperlukan, gunakan prosedur parlementer untuk menjamin bahwa Pemerintah
mengirimkan draf peraturan perundang-undangan atau amandemen terhadap peraturan
perundang-undangan yang ada, ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Jangan ragu untuk berhubungan, berkonsultasi, dan bekerjasama dengan kelompok-kelompok
masyarakat sipil yang bekerja di bidang perlindungan anak ketika mengembangkan peraturan
perundang-undangan nasional, agar dewan memiliki akses terhadap pengalaman dan data
yang menyeluruh. Anak-anak dan pemuda juga harus dilibatkan dalam proses ini.
Pastikan bahwa perundang-undangan nasional disertai dengan peraturan dan upaya-upaya
administratif terkait untuk menjamin pelaksanaan yang memadai.
Pastikan bahwa biaya implementasi perundang-undangan baru dimasukkan dalam anggaran
nasional.
Lakukan pertukaran pengalaman pelaksanaan yang baik dengan negara-negara tetangga atau
negara lain.
Mengawasi Kegiatan Pemerintah
Mengawasi kegiatan pemerintah merupakan salah satu peran utama dewan perwakilan rakyat.
Dewan perwakilan rakyat dan anggotanya berhak atas informasi yang memungkinkan mereka
mengakses dan meneliti kegiatan–kegiatan seluruh cabang pemerintahan. Anggota dewan
perwakilan rakyat dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang sedang
dilakukan pemerintah atau menanyakan mengapa suatu hal belum dilaksanakan. Melalui
pertanyaan yang mereka ajukan, para anggota dewan dapat menarik perhatian berkenaan
dengan kegagalan dalam kebijakan dan menjelaskan tentang masalah-masalah yang mungkin
telah luput dari perhatian pemerintah.
22
Perlindungan anak secara potensial menjadi perhatian dalam setiap pokok bahasan yang masuk
ke dewan perwakilan rakyat. Karena hal yang demikian, bagian pertama dari setiap peran
parlementer adalah untuk mempertimbangkan atau mencari informasi mengenai implikasi
perlindungan anak yang potensial dari pokok pembahasan yang masuk ke anggota dewan.
Perspektif perlindungan anak yang berkaitan dengan beberapa masalah mungkin tidak selalu
nampak jelas. Anggota dewan dapat mendapatkan pandangan tambahan terhadap aspek-aspek
perlindungan anak dari serangkaian permasalahan melalui kontak dengan LSM dan organisasi
lain seperti UNICEF.
Bidang yang memiliki
Perlindungan Anak
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
perhatian
potensi
berkenaan
dengan
Kebijakan Ekonomi dan pembangunan;
Upaya-upaya keamanan
Kebijakan pendidikan
Kebijakan kesehatan
Hukum Pidana
Ketentuan-ketentuan mengenai Perdagangan
Undang-undang Ketenagakerjaan
Peraturan tentang Media
Legislasi mengenai Keadaan Darurat (misalnya, dalam situasi konflik)
Kebijakan kesejahteraan sosial
Kebijakan Perawatan Anak
Imigrasi
Perpajakan
Anggota dewan dapat mendorong pertimbangan perlindungan anak dalam semua aspek agenda
dewan dengan mengajukan pertanyaan. Seorang anggota dewan mungkin mengajukan pertanyaan
selama debat mengenai rancangan undang-undang yang berkaitan dengan perekrutan militer,
tentang upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk menjamin bahwa mereka yang berusia di
bawah 18 tahun tidak akan direkrut.
Dewan Perwakilan Rakyat dan para anggotanya hendaknya menjamin bahwa pemerintah
akuntabel, sebanding dalam komitmen nasional dan internasionalnya. Mereka harus mencermati
kegiatan pemerintah dan harus juga mengajukan pertanyaan yang mengarah pada ambiguitas
dalam tanggungjawab antara departemen–departemen pemerintahan mengenai perlindungan
anak: di beberapa negara, tanggungjawab atas perlindungan anak berada di berbagai kementerian
yang berbeda, dan dimana hal ini terjadi, akuntabilitas/tanggungjawab dapat hilang. Sungguh,
sangatlah penting mengetahui secara jelas prioritas yang diberikan oleh berbagai kementerian
atau departemen terhadap perlindungan anak. Para anggota dewan dapat juga secara produktif
mencari jawaban tentang siapakah yang bertanggungjawab atau kementerian penting manakah
yang bekerja untuk menjamin pelaksanaan perlindungan anak, seperti Departemen Pendidikan,
Ketenagakerjaan, Pertahanan, atau Kesehatan. Misalnya, seorang anggota dewan mungkin
bersikukuh bahwa kapasitas biro atau kantor statistik nasional harus ditingkatkan sedemikian rupa
sehingga kantor tersebut diperlengkapi untuk memantau, mencatat, dan menganalisa berbagai
masalah perlindungan anak secara tepat. Anggota dewan bisa juga mendorong informasi dan
tindakan tentang kordinasi antara berbagai departemen atau kementerian yang berbeda mengenai
perlindungan anak. Misalnya, masalah buruh anak memerlukan berbagai upaya dari Kementerian
Ketenagakerjaan, Kehakiman dan Pendidikan.
23
Para anggota parlemen dapat mempromosikan agenda perlindungan anak dengan menanyakan
data spesifik. Misalnya, seorang anggota dewan mungkin menanyakan proporsi korban
pembunuhan yang berusia di bawah 18 tahun selama periode tertentu. Pertanyaan mengenai
hal ini berfungsi memaksa mereka yang memantau pembunuhan untuk mempertimbangkan
aspek masalah perlindungan anak dalam pekerjaan mereka, mengangkat berbagai isu
mengenai kekerasan terhadap anak dan mungkin juga untuk mendapatkan suatu jawaban
yang tidak diduga – dan dalam beberapa kasus, mengejutkan–yang menciptakan momentum
untuk mendapatkan tanggapan.
Kadang-kadang, anggota dewan dapat mengangkat isu perlindungan anak tertentu dengan merujuk
pada atau mencermati suatu kasus individual. Ketika hal ini dilakukan, adalah penting bahwa
perlindungan terkait yang dirujukan ke hal di atas – seperti menjamin kerahasiaan dan privasi bagi
anak-anak yang kasusnya didiskusikan secara terbuka – diperhitungkan. Meskipun demikian, kasus
individual dan cerita-cerita anak yang menjadi perhatian mereka dapat memberikan landasan yang
kuat untuk melakukan perubahan.
Dewan Perwakilan Rakyat juga memantau kinerja dan tindakan pemerintah. Oleh karena itu, mereka
memiliki kapasitas untuk menanyakan pertanyaan tentang beberapa hal belum dilakukan oleh
pemerintah. Ini mungkin termasuk kegagalan pemerintah untuk meratifikasi standar internasional
perlindungan anak yang penting (lihat di atas) atau kegagalan pemerintah mengalokasikan sumber
daya atau menerapkan perundang-undangan untuk perlindungan anak. Pemantauan itu juga
mencakup kegagalan pemerintah untuk mengambil manfaat atau berpartisipasi dalam kerjasama
internasional yang bertujuan mempromosikan perlindungan anak, atau kegagalan menjalin
kerjasama dengan mekanisme pengawasan internasional bagi hak-hak perlindungan anak,
seperti dengan kegagalan pemerintah untuk melapor ke Komite Hak-hak Anak atau mengijinkan
kunjungan–kunjungan ke penjara oleh UN rappoteurs atau Komite Palang Merah Internasional.
Checklist untuk Melakukan Aksi
Apa yang bisa dilakukan dewan perwakilan rakyat dan
anggota-anggotanya
Para anggota dewan sebaiknya tidak usah ragu menggunakan prosedur dan mekanisme dewan
untuk mengawasi tindakan pemerintah dan menjamin mereka memenuhi komitmen mereka
terhadap perlindungan anak.
Secara lebih khusus, anggota dewan harus memanfaatkan mekanisme dewan untuk menjamin
bahwa masalah-masalah perlindungan anak diarusutamakan dalam semua kegiatan dewan
dan kegiatan pemerintah, dan bahwa tanggungjawab dan mandat departemen-departemen
pemerintah secara jelas ditetapkan dalam upaya untuk menjamin kordinasi yang semestinya, dan
menghindarkan celah-celah dalam tingkat implementasi oleh pemerintah.
Pengembangan Kebijakan
Sebagai figur politik yang penting dan sebagai wakil rakyat, anggota dewan memiliki kepentingan
dalam pengembangan kebijakan yang penting seperti peluncuran program program-program yang
menjamin perlindungan anak.
Dalam mengawasi tindakan-tindakan pemerintah di bidang ini, para anggota dewan harus
menjamin bahwa:
24
•
•
•
•
Program-program menetapkan jangka waktu dan bahwa mereka memberikan tanggal sasaran
pasti untuk mencapai hasil-hasil tertentu;
Dana yang memadai dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang direncanakan melalui proses
anggaran nasional;
Rakyat harus diberi informasi yang berkenaan dengan rencana dan pelaksanaan kegiatan;
Dewan memiliki kesempatan untuk mereview secara berkala kemajuan yang dicapai dalam
pelaksanaan program nasional dan, itu berarti pula bahwa anggota dewan juga memantau
kemajuan yang dicapai di lapangan; Anda mungkin akan mengusulkan dilaksanakannya
dengar pendapat untuk mencermati keadaan-keadaan tertentu dan melakukan assesmen
perkembangannya.
Kewajiban-kewajiban Melapor
Negara-negara anggota Konvensi Hak-hak Anak memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan
mengenai status pelaksanaan Konvensi Hak-hak Anak tersebut. Sebagai pihak yang mengawasi
kinerja pemerintah, dewan perwakilan rakyat memainkan peran penting dalam menjamin bahwa
Negara secara penuh mematuhi kewajiban melapor sebagai negara anggota ke Konvensi. Adalah
penting untuk membuat laporan yang diserahkan tepat waktu dan berisi informasi yang lengkap.
Saat negara anda menjadi anggota konvensi, anda dapat memastikan bahwa:
•
•
•
•
Laporan pendahuluan dan laporan berkala berikutnya diserahkan sesuai dengan periodisasi
yang ditentukan dalam Konvensi; Anda harus menanyakan jadwal pelaporan negara anda dan
menjamin bahwa Negara menghormati jadwal tersebut.
Bila laporan ditunda, anda bisa meminta penjelasan dan, bila diperlukan, menggunakan
prosedur/mekanisme dewan, baik untuk mendesak Pemerintah anda mematuhi kewajiban
membuat laporan sesegera mungkin ataupun melakukan mobilisasi pendapat publik.
Dewan Perwakilan Rakyat, melalui komisi yang relevan, dilibatkan dalam pembuatan laporan,
memberikan masukan yang berkenaan dengan informasi atau diberi informasi mengenai isi
laporan tersebut.
Bebagai aksi yang dilakukan dewan dimasukkan dan secara memadai dan tercermin dalam
laporan.
Para anggota dewan harus juga menjamin bahwa tindak lanjut yang terhadap laporan dan
rekomendasi komite dewan dilaksanakan. Untuk itu, anda mungkin berkeinginan untuk:
•
•
•
Menjamin bahwa observasi simpulan dari Komite disampaikan kepada dewan dan dewan
melaksanakan debat berkenaan dengan hasil observasi tersebut.
Melakukan pendekatan dengan kementerian yang relevan mengenai tindakan yang diambil
untuk melaksanakan rekomendasi Komite dan, bila dipandang sesuai, mengajukan pertanyaan
secara lisan maupun tulisan kepada mereka
Menyelenggarakan atau berpartisipasi dalam debat publik mengenai implementasi dari
simpulan observasi dalam upaya membangkitkan kesadaran tentang langkah-langkah yang
perlu diambil untuk mempercepat penerapan konvensi secara penuh.
Laporan negara–negara anggota konvensi dapat ditemukan, bersama dengan komentar-komentar
penutup Komite, rekomendasi, panduan, dan infomasi lain yang relevan dalam website Komisi
Tinggi Hak Azasi Manusia PBB (UN High Commission for Human Rights), yaitu www.unhchr.ch.
25
Pengalokasian Sumber-sumber
Di banyak negara, anggaran nasional disusun oleh kekuasan eksekutif dan diajukan ke dewan
perwakilan rakyat untuk disetujui. Jadi, para anggota dewan berbagi tanggung jawab untuk
menjamin bahwa sejumlah dana yang cukup dialokasikan untuk perlindungan hak-hak anak.
Ini meliputi sumber-sumber daya keuangan serta waktu dan enerji dari berbagai lembaga yang
berbeda dan cabang-cabang pemerintahan.
Para anggota dewan harus memulai dengan gagasan yang jelas tentang apa yang dibutuhkan
untuk menjawab masalah-maslaah perlindungan anak yang dihadapi oleh negara mereka. Maka,
mereka harus melihat sumber-sumber apa saja yang harus tersedia, dan mengukur sumbersumber tersebut berdasarkan pada pengetahuan mereka mengenai keadaan anggaran nasional
secara keseluruhan. Dalam melakukan penilaian ini, penggunaan hasil kerja pihak lain, apakah
mereka itu LSM nasional maupun internasional, atau organisasi internasional seperti ILO, UNDP,
UNESCO, UNICEF, WHO, dan IPU dipandang cukup bermanfaat.
Adalah penting untuk tidak hanya melihat pengalokasian uang saja, namun juga pada apa yang
dicapai dengan pengeluaran tersebut. Akanlah tidak biasa untuk mempertimbangkan sektor
pendidikan semata-mata dari sisi jumlah uang yang dialokasikan untuk bidang itu misalnya, tanpa
memperhitungkan tingkat jumlah siswa yang tertampung dan pencapaian pendidikannya. Hal
yang sama berlaku terhadap pengeluaran untuk perlindungan anak. Misalnya, adalah tidak cukup
hanya semata-mata mengetahui berapa banyak dana yang telah dikeluarkan untuk demobilisasi,
rehabilitasi dan melakukan reintegrasi bekas-bekas anak yang bergabung dalam kekuatan tempur
di sebuah negara yang baru saja mengalami perang. Juga dipandang penting untuk mengetahui
berapa banyak anak-anak yang telah dibantu, tindak-lanjut macam apakah yang telah diberikan,
dan bagaimana situasi anak-anak tersebut pada saat ini, misalnya dengan menanyakan proporsi
anak yang sekolah.
Contoh-contoh anggaran yang berpihak pada anak
Di Chili, Parlemen sedang mempertimbangkan modifikasi undang-undang anggaran yang akan
menjamin peningkatan anggaran 25% alokasi dana untuk mendukung lembaga-lembaga
perlindungan anak, serta amandemen konstitusi yang akan memperluas wajib belajar menjadi
12 tahun.
Di Thailand, sesuai dengan Rencana Pembangunan Sosial dan Ekonomi Tahap Sembilan, sasaran
anggaran 2003 adalah anak-anak dan remaja, kaum miskin dan tak beruntung, orang cacat dan
penganggur. Diharapkan bahwa sekitar 15 juta anak akan mendapatkan manfaat dari programprogram di dalam rencana anggaran yang baru.
Para anggota parlemen juga mendesak untuk melakukan perdebatan mengenai anggaran nasional
dan mengawasi pelaksanaannya. Debat semacam itu, dengan tujuan untuk menelaah upaya–
upaya perlindungan secara seksama dari kekerasan, abuse, dan eksploitasi—dapat memberikan
dasar yang kuat bagi kerja yang berkelanjutan.
26
Checklist untuk Melakukan Aksi
Apa yang bisa dilakukan dewan perwakilan rakyat dan
anggota-anggotanya.
Dewan Perwakilan Rakyat membaca, mendiskusikan dan mengesahkan anggaran nasional dan
mengawasi pelaksanaannya. Dalam mendiskusikan anggaran nasional tersebut, para anggota
dewan sebaiknya menjamin bahwa:
•
•
•
Mereka bekerja dengan berbagai mitra, termasuk masyarakat sipil dan organisasi-organisasi
internasional, agar memiliki gambaran yang lengkap mengenai berbagai isu tentang
perlindungan anak.
Data mengenai situasi dan kebutuhan anak di negara tersebut dikumpulkan dan
disebarluaskan.
Komitmen pemerintah berkenaan dengan masalah-masalah perlindungan anak cocok
dengan kebutuhan-kebutuhan perlindungan anak sebagaimana diidentifikasi dalam data
dam analisis, dan tercermin serta secara memadai didanai dalam anggaran nasional.
Advokasi
Sebagai wakil rakyat, anggota dewan merupakan pembentuk opini publik. Dengan demikian,
mereka merupakan orang yang tepat untuk mempromosikan isu-isu perlindungan anak dalam
dewan sendiri dan di masyarakat. Peran unik sebagai wakil yang terpilih dan penghubung antara
rakyat dan pemerintah, memberikan kepada dewan, berbagai kesempatan, kewenangan, legitimasi
dan tanggungjawab untuk melakukan advokasi melawan kekerasan, abuse dan eksploitasi. Selain
itu, melalui kerangka kerja yang dicerminkan dalam program partainya, anggota dewan dapat
menggalang dukungan mengenai isu-isu ini.
Anggota dewan dapat menggunakan suaranya untuk mengangkat isu-isu perlindungan anak.
Banyak isu yang berkaitan dengan perlindungan anak bisa saja sangat sensitif, tersembunyi di
belakang stigma, kerahasiaan, rasa malu atau korupsi. Isu-isu mengenai anak merupakan hal yang
tabu, khususnya yang berkaitan dengan seks atau agama. Kediaman ini merupakan penghalang
bagi kemajuan perlindungan anak. Adalah tidak mungkin memobilisasikan aksi mengenai sesuatu
yang tidak dianggap ada oleh masyarakat. Dengan mengangkat isu-isu perlindungan anak di
publik dan menunjukkan kepemimpinan dalam menghadapi isu-isu yang rumit, anggota dewan
dapat mengatasi salah satu kendala utama untuk menjawab dan mencermati isu-isu perlindungan
anak di beberapa negara.
Kami berjanji bahwa sebagai orang dewasa, kami akan mempertahankan hak-hak anak
dengan kegairahan yang sama dengan yang kami miliki sekarang sebagai anak-anak.
Pesan yang dipersiapkan , diperdebatkan, dan disepakati oleh 400 anak dan remaja dari Delegasi Forum Anak,
sebagai bagian dari Sidang Khusus Majelis mengenai Anak, 8-10 Mei 2002.
27
Melalui kepemimpinan mereka, anggota dewan perwakilan rakyat juga dapat menjadi perekat
dan menjadi sumber penggerak bagi pihak lain untuk ikut berkiprah dalam perlindungan anak,
menyatukan pihak-pihak dari berbagai kalangan dalam kemitraan. Kemitraan semacam itu dapat
melibatkan berbagai asosiasi perdagangan, kelompok-kelompok orang tua, organisasi keagamaan,
anak-anak dan remaja sendiri.
Pekerjaan advokasi dapat dimulai dengan mengidentifkasi konstituennya yang berpengaruh dan
penting dalam perlindungan anak. Konstituen ini bisa meliputi para hakim, pekerja sosial, guru,
dokter dan polisi. Kegiatan spesifik dapat direncanakan dengan berbagai pesan yang “dititipkan”
secara hati-hati kepada konstituensi semacam itu.
Para anggota dewan juga dapat mengambil kesempatan dengan mengunjungi berbagai
pelayanan perlindungan anak di negara masing-masing, khususnya di wilayah konstituennya.
Mereka kemudian dapat melaporkan ke dewan mengenai kunjungan-kunjungan semacam itu.
Kunjungan semacam itu akan sangat menarik, bila dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya
dan bersifat spontan. Ketika mempersiapkan kunjungan, berbagai kontak dengan berbagai
organisasi perlindungan anak dapat memberikan bekal yang sangat berharga, yang akan
memaksimalkan efektifitas kunjungan tersebut.
Di beberapa negara, kelompok-kelompok dan perorangan telah mencoba untuk membangkitkan
komitmen sosial dan komitmen politik yang nyata untuk menciptakan lingkungan yang protektif
bagi anak. Mereka itu mungkin perorangan, lembaga swadaya masyarakat, asosiasi perdagangan
atau kelompok-kelompok keagamaan. Dengan memberikan dukungan kepada upaya-upaya
semacam itu, para anggota dewan sungguh dapat meningkatkan kinerja mereka.
Masyarakat madani merupakan kekuatan utama untuk mempertahankan kesinambungan,
perkembangan dan perlindungan dan partisipasi anak dan menjamin kualitas dan
kesinambungan berbagai pelayanan sosial. Kita akan memajukan perkembangan
masyarakat madani dan mendorong berbagai aksi/tindakan bagi anak yang dilakukan
oleh masyarakat madani, khususnya melalui peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku yang cocok dengan norma-norma dan standar internasional yang berlaku. Kita
mengakui lembaga swadaya masyarakat sebagai kontributor yang sangat penting bagi
pembangunan masyarakat, dan akan mendorong kerjasama dan kemitraan antara
masyarakat LSM dan jajaran pemerintahan.
Ashgabat Declaration of Inter-Parliamentary Workshop ‘Implementation of the Convention on the
Rights of the Child in Central Asia and Kazakhstan” yang diselenggarakan oleh UNICEF dan Turkmenistan
dibawah sponsor Inter-Parliamentary Union, 20-22 Februari 1997.
28
Sungguh perlu untuk mengetahui bahwa bekerja dalam bidang perlindungan anak memerlukan
pertimbangan-pertimbangan yang seksama dan hati-hati. Ketika keadaan belum dianalisa
dan diukur secara menyeluruh, berbagai tindakan dengan niat yang terbaik sekalipun dapat
mengundang konsekwensi yang tidak diinginkan. Salah satu contoh yang paling sering dipetik
adalah upaya menarik anak dari perburuhan anak. Pengalaman menunjukkan bahwa ketika anak
ditarik dari lapangan pekerjaannya, namun upaya-upaya yang terkait yang dilakukan tidak secara
jelas menjamin bahwa akar permasalahannya tidak dicermati dan diselesaikan juga, mereka
akan tetap berada dalam tekanan yang sama untuk bekerja mendapatkan uang untuk membiayai
diri sendiri dan keluarganya. Jadi, mereka dipaksa masuk ke lapangan kerja yang tidak terlalu
ketat peraturannya, termasuk berbagai jenis pekerjaan yang terburuk bagi anak seperti prostitusi
misalnya. Adalah penting untuk mempertimbangan berbagai implikasi yang mungkin timbul dari
serangkaian tindakan ketika bekerja dalam bidang perlindungan anak.
Adalah juga penting untuk berhati-hati ketika bekerja dengan media atau menangani berbagai
kasus-kasus individual. Media dapat secara tak sengaja mengangkat berbagai masalah
perlindungan anak secara sensasional, yang justru menjadikan stigma dan menambah rasa
malu korban. Adalah juga sangat penting untuk melindungi kerahasiaan dan privasi anak yang
kasusnya mungkin muncul ketika suatu masalah dalam proses penanganan. Nama-nama tidak
boleh dipaparkan ke publik sama sekali, kecuali sungguh-sungguh dianggap penting. Dokumen
dan catatan-catatan yang berkaitan dengan informasi pribadi mengenai anak-tersebut sebaiknya
disimpan hanya ketika hal itu dianggap sangat mendesak. Ketika hal itu harus dilakukan, kehatianhatian harus benar-benar dilakukan untuk menjamin bahwa informasi tidak dapat dikomunikasikan
ke pihak yang tidak seharusnya mendapatkan informasi tersebut.
Akhirnya, ketika anak-anak menjadi terlibat dalam penanganan perlindungan, mereka menjadi
rentan akibat kegiatan yang dilakukannya itu. Kerentanan ini mungkin dalam bentuk “balas
dendam” dari mereka yang terlibat dalam eksploitasi. Menjaga kerahasiaan bisa membantu
mengatasi permasalahan semacam ini.
Berbagai Acara Perlindungan Anak
Di Madagaskar, setiap tahun pada bulan Juni, diselenggarakan berbagai kegiatan bagi anak.
Ada kunjungan ke tempat-tempat penampungan/rumah singgah anak, dan para anak jalanan
dikumpulkan untuk makan bersama, pembagian pakaian, mainan-mainan bernilai pendidikan, dan
rekreasi. Pusat-pusat retreat dan permenungan didirikan oleh kelompok-kelompok gereja dan
organisasi masyarakat sipil untuk meningkatkan kepekaan orang dewasa terhadap permasalahan
anak dan Konvensi Hak-hak Anak.
Sumber: Laporan Negara Anggota ke Komite Perlindungan Anak (CRC).
29
Checklist untuk Melakukan Aksi
Apa yang dapat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Anggota-anggotanya
Para Anggota dewan sebaiknya mempertimbangkan untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai
kampanye untuk membangkitkan dan meningkatkan kesadaran dan menghimpun pendapat publik
tentang berbagai permasalahan dalam perlindungan anak. Partisipasi bisa dalam bentuk-bentuk
kegiatan berikut:
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
30
Menjamin bahwa informasi mengenai hak-hak anak disebarkan secara luas dan, secara
lebih khusus, pastikan bahwa Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) tersedia dalam bahasa
nasional masing-masing. Anda bisa menghubungi UNICEF untuk menanyakan terjemahanKHA yang ada.
Menyampaikan pidato-pidato mengenai berbagai permasalahan perlindungan anak
Menyelenggarakan atau ambil bagian dalam debat publik di televisi dan radio
Menulis artikel di surat kabar
Menyelenggarakan acara untuk umum berkenaan dengan peringatan Hari Anak Internasional
pada tanggal 20 November, untuk menarik perhatian khalayak terhadap masalah-masalah
perlindungan anak
memberikan dukungan bagi upaya-upaya dan berbagai proyek setempat yang ditujukan untuk
menjamin perlindungan anak
Melakukan berbagai kunjungan ke sekolah setempat untuk mendorong upaya para guru untuk
menjelaskan dan menyampaikan hak-hak anak
Berembug dengan berbagai pihak yang bertanggungjawab atas penegakkan hukum di wilayah
setempat mengenai berbagai upaya yang mereka lakukan untuk mengidentifikasi berbagai
kasus pelanggaran terhadap hak-hak anak dan berbagai permasalahan yang mereka hadapi.
Melakukan pendekatan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan berbagai pegiat masyarakat
madani yang bergerak di bidang perlindungan anak.
Menulis artikel atau pidato tentang apa yang anda pelajari dari pengalaman anda selama anda
menggeluti berbagai hal di atas.
Bab
MEKANISME DAN KEBUTUHAN DALAM
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
5
Kami mendorong dibangun dan diperkuatnya berbagai komite, komisi, dan kelompokkelompok dalam Dewan yang mengurusi berbagai permasalahan yang dihadapi Anak
di masing-masing negara dengan tujuan untuk melakukan penelaahan dan penilaian
terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak, dan
merumuskan rekomendasi untuk mengubah dan melengkapi peraturan dan
perundang-undangan yang ada.
Ashgabat Declaration of Inter-Parliamentary Workshop ‘Implementation of the Convention on the Rights of the
Child in Central Asia and Kazakhstan” yang diselenggarakan oleh UNICEF dan Turkmenistan di bawah sponsor
Inter-Parliamentary Union, 20-22 Februari 1997.
Dalam upaya untuk menunaikan tugas-tugasnya yang berkait dengan perlindungan anak, dewan
perwakilan rakyat perlu meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya. Upaya ini mencakup
pengembangan perangkat dewan yang menangani perlindungan anak, penguatan kemampuan
parlemen dalam riset tentang berbagai perlindungan anak dan membentuk serta mempertahankan
jaringan kerjasama dengan berbagai kalangan di tingkat nasional dan internasional.
Mengembangkan Mekanisme Dewan bagi Perlindungan Anak
Mekanisme parlementer bisa sangat penting dalam penekenan, tidak hanya ratifikasi atau aksesi
berbagai instrumen hukum yang mencakup berbagai masalah perlindungan anak saja, namun
juga perkembangan implementasi peraturan dan perundang-undangan, kebijakan, dan programprogram nasional yang terkait.
Mekanisme spesifik yang mendorong dicapainya tujuan-tujuan tersebut harus dilembagakan dan
dikembangkan, serta sumber-sumber dana dan tenaganya harus tersedia. Hal ini meliputi:
•
•
•
Satu atau beberapa komite atau memilih panitia dewan (bila ada lebih dari satu komite,
kegiatan komite-komite tersebut harus dikordinasikan untuk memastikan bahwa masalahmasalah perlindungan anak diperhitungkan dalam semua produk yang dihasilkan dewan.)
Sebuah komite perlindungan anak, yang mewakili berbagai partai politik yang melaksanakan
debat parlemen yang teratur tentang berbagai permasalahan yang muncul
Sebuah kolompok informal mengenai masalah perlindungan anak yang secara ketat
memantau tindakan-tindakan yang diambil pemerintah dan membangun hubungan dengan
masyarakat sipil.
31
Komite Dewan Perwakilan Rakyat tentang Anak: Belajar dari
Jerman
Dalam Parlemen Jerman (German Bundestag), Komisi Perlindungan Kepentingan Anak
(Commission
Commission to Safeguard the Interests of Children - atau the Children Commission) yang telah
ada sejak tahun 1988, adalah sebuah sub-komite yang berada di bawah Komite Urusan Keluarga,
Warganegara Usia Lanjut, Wanita dan Pemuda (the Committe for Family Affairs, Senior Citizens,
Women and Youth). Masing-masing partai memiliki wakil dalam Bundestag menunjuk salah
satu anggota yang memiliki hak suara untuk duduk dalam Komisi. Ketua komisi anak ditunjuk
secara bergiliran di antara mereka yang mewakili partai. Karena komisi itu bekerja berdasarkan
prinsip-prinsip konsensus, keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan publiknya hanya
dimungkinkan ketika ada prinsip anonimitas. Untuk menjadikan komisi itu bekerja dengan efektif,
Komisi tersebut, yang tidak memiliki hak mosi (motion rights), mendesak agar kekuasaannya di
parlemen diperluas.
Komisi Anak melihat dirinya sebagai lobi bagi anak: sebagai badan dalam parlemen yang memberikan
gagasan-gagasan dan prakarsa baik di dalam maupun di luar parlemen untuk memperbaiki keadaan
anak. Dalam hal ini, Komisi melakukan berbagai kegiatan yang luas cakupannya, seperti dengarpendapat, diskusi dengan para ahli, mengeluarkan berbagai pernyatan, misi-misi pencarian fakta,
dan hubungan masyarakat. Komisi telah menaruh perhatian dengan sunggun-sungguh dalam
meningkatkan hak-hak anak, meningkatkan kondisi kehidupan mereka, pencegahan kekerasan
selama pengasuhan anak, dan permasalahan pornografi dan kesalahan perlakuan terhadap anak.
Sumber: Laporan Jerman ke Komite Hak Hak Anak, CRC/C?83/Add.7 paragraf 16 dan 17.
Aliansi Lintas Partai
Pendekatan lain yang bisa diterapkan anggota dewan adalah dengan menciptakan aliansi politik
lintas partai sekitar perlindungan anak. Aliansi semacam ini dipandang tidak terlalu partisan, agar
mampu bertahan meskipun pemerintahnya berubah, dan memiliki kredibilitas yang lebih baik
baik di dalam parlemen maupun di luar parlemen. Aliansi juga mempromosikan karyanya melalui
kontak dan kolaborasi dengan dengan para anggota dewan di negara lain baik secara bilateral atau
melalui organisasi bilateral melalui multilateral seperti Inter-Parliamentar Union.
Penciptaan kantor bagi ombudsman mengenai hak-hak anak
Beberapa negara telah mendirikan suatu badan ombudsmen tentang hak-hak anak, di bawah
otoritas parlemen. Fungsi dari ombudsmen adalah membuat rekomendasi, kritik dan penilaian
yang dianggap harus diberi catatan atau dipenuhi oleh badan-badan publik. Peranan Ombudsman
hak-hak anak melibatkan pendekatan-pendekatan langsung dan aktif terhadap pekerjaan bila
dibandingkan dengan, katakanlah, ombudsman yang menangani administrasi publik. Misalnya,
ombudsman bisa memiliki hak untuk melaporkan kotamadya yang tidak melaksanakan peraturanperaturannya yang berkaitan dengan masalah hak-hak anak kepada pihak kepolisian. Walaupun
hal itu tidak harus berarti bahwa kasus itu harus berakhir di pengadilan atau mengakibatkan
digelarnya proses pengadilan pidana, ombudsman dapat memancing perdebatan publik
mengenai masalah-masalah kondisi kehidupan anak-anak, kurangnya perawatan yang memadai,
dan reaksi-reaksi anak itu sendiri. Jadi menempatkan masalah-masalah ini ditempat yang lebih
utama dalam agenda politik.
32
Independensi ombudsman anak sangat penting. Dalam mewakili kepentingan anak, ada dua
cara yang berbeda dalam mengelola kerja ombudsman: ia dapat bekerja pada tingkatan yang
umum dan memantau tindakan-tindakan pemerintah berkenaan dengan hak-hak anak, atau ia
dapat diberi mandat untuk menangani kasus atau pengaduan tertentu dari perorangan. Kasus
ini kemudian dapat berfungsi sebagai contoh-contoh untuk menangani kasus-kasus lain ketika
terjadi suatu saat.
Ombudsman untuk anak pertama dinominasikan di Norwegia pada tahun 1981. Di Swedia,
suatu evaluasi independen kantor Ombudsman merekomendasikan dilanjutkannya tugastugasnya, karena menyadari arti pentingnya. Di negara-negara lainnya, kantor Ombudsman
telah menangani berbagai kasus dan pengaduan (misalnya di Perancis), seperti yang berkaitan
dengan anak-anak yang berada di bawah pengawasan negara, kasus-kasus yang diduga
berkaitan dengan ekspoitasi atau abuse, atau yang berkaitan dengan program-program dan
pelayanan yang diberikan oleh negara.
Konferensi menghimbau negara-negara peserta untuk mempertimbangkan penunjukkan
seorang ombudsman khusus untuk anak dengan kemandirian dan kewenangan
yang dipandang perlu untuk bertindak secara efektif dan untuk memastikan bahwa
rekomendasi dari ombudsmen anak yang mandiri semacam itu atau lembaga sejenis
dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait.
Konferensi IPU ke 106 (Ouagadougou, Burkina Faso, September 2001)
Komisi Anak Nasional
Beberapa negara juga telah mendirikan Komisi Anak Nasional. Komisi ini sebaiknya merupakan
badan independen yang melaporkan ke dewan perwakilan rakyat atau memasukkan anggota
dewan perwakilan rakyat dalam susunan keanggotannya.
Meningkatkan akses Dewan Perwakilan Rakyat ke Informasi
dan Analisa yang Menyeluruh
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, karena sifat yang dimilikinya, banyak masalah yang
berkaitan dengan perlindungan anak sulit untuk dipantau. Stigma, kerahasiaan, ketakutan, rasa
malu, penerimaan, kriminalitas dapat menyembunyikan semua kekerasan, abuse, dan eksploitasi.
Akibatnya, angka-angkanya sulit diketahui, bila tidak bisa dikatakan tak mungkin, walaupun
terdapat beberapa kekecualian.
Walaupun demikian keadaanya, sangatlah penting untuk bekerja dengan sebanyak mungkin
informasi yang tersedia. Hal ini bisa dimuat dalam laporan resmi. Misalnya, informasi mengenai
tingkat pencatatan kelahiran atau pembunuhan yang melibatkan anak mungkin tidak dapat
diperoleh melalui biro statistik nasional. Dalam hal lain, mungkin dirasa perlu untuk melihat lebih
jauh, misanya, dalam laporan LSM nasional dan internasional, berbagai organisasi seperti UNICEF
atau laporan Komisi Tinggi Hak Azasi Manusia, Rapporteur atau berbagai komite, termasuk Komisi
Hak-Hak Anak. Banyak dari informasi ini tersedia di internet di portal Komisi Hak Azasi Manusia
Perserikatan Bangsa-Bangsa (www.unhcr.ch) atau organisasi-organisasi seperti Amnesty
Internasional (www.\amnesty.org) atau Human Right Watch (www.hrw.org).
33
Informasi digunakan sebagai dasar bagi pembuatan analisa yang kuat. Mengetahui adanya
masalah tidaklah cukup. Adalah juga penting untuk mengetahui mengapa masalah itu ada, apa
yang harus dilakukan untuk mencegahnya, siapa yang harus melakukan tugas membereskan
masalah itu, mengapa mereka tidak melakukan yang semestinya, serta apa yang mereka perlukan
untuk memastikan bahwa mereka akan menjalankannya. Pertanyaan-pertanyaan itu harus
dikontekstualisasikan dengan fakta yang ada untuk menciptakan gambaran yang meyakinkan
untuk menginformasikan pekerjaan dalam bidang perlindungan anak.
Sebagai tokoh politik yang penting yang memiliki kekuatan untuk mengawasi kebijakan dan
program-program pemerintah, dan memodifikasi hal-hal tersebut bila memang diperlukan, anggota
dewan memiliki kepentingan sendiri dalam memastikan bahwa suatu sistem pengumpulan data
yang efektif dan mekanisme untuk memantau kebijakan-kebijakan dan program-program itu
diimplementasikan sebagaimana mestinya.
Dalam upaya membantu mereka dalam melaksanakan tugas-tugasnya, para anggota dewan perlu
memiliki akses terhadap hal-hal berikut:
•
•
•
Suatu pelayanan pendukung penelitian yang dapat memberi mereka informasi mengenai
berbagai permasalahan sekitar perlindungan anak. Untuk tujuan ini, pelatihan staf dewan
dengan maksud untuk meningkatkan kesadaran mengenai berbagai hal tentang hak-hak anak
secara keseluruhan dapat direalisasikan.
Data nasional mengenai berbagai masalah perlindungan anak yang memadai. Mungkin akan
bermanfaat untuk memastikan bahwa kantor statistik nasional atau unit pemerintahanan
lainnya mengumpulkan informasi mengenai anak dan memastikan bahwa semua data dipilahpilah berdasarkan berbagai jenis abuse. Informasi yang penting karena pengukuran kebutuhan
anak di negara tertentu dan perkembangan respon yang sesuai.
Bila tidak ada pengumpulan dan analisa informasi yang sistematik mengenai masalah ini,
dewan dapat meminta ahli statistik nasional atau lembaga pemerintah lain yang berwewenang
yang diberi otoritas untuk mengumpulkan dan menganalisa data-data mengenai perlindungan
anak yang relevan secara berkala. Informasi harus dibuka untuk khalayak dan dapat diakses
oleh siapa saja.
Sebagai bentuk solidaritas dengan berbagai ragam mitra, kami akan memimpin suatu
gerakan global bagi anak yang menciptakan suatu momentum bagi perubahan yang tidak
bisa ditunda-tunda.
A world fit for Children, disetujui oleh Sidang Khusus Tentang Anak
Perserikatan Bangsa-Bangsa, 2002.
34
Melibatkan Anak-anak dan Remaja
Anak-anak dan remaja dapat menjadi pelaku advokasi dan pelaku yang tangguh bagi perlindungan
mereka sendiri. Ketika anak-anak diundang untuk mengidentifikasi perhatian yang menjadi prioritas,
mereka secara`rutin menempatkan kekerasan, abuse dan eksplotasi dalam daftar teratas agenda
mereka. Anak-anak dan remaja sering mengetahui dengan sangat baik apa yang paling berarti
bagi kehidupan mereka, dan memiliki pemecahan-pemecahan terbaik untuk menjawab masalahmasalah ini. Kadang-kadang, strategi yang paling efektif untuk menanamkan perlindungan anak
adalah dengan memberikan kepada anak suara mereka sendiri dan mendukung upaya-upaya
mereka sendiri. Banyak organisasi sekarang berkomitmen untuk mendorong dan memfasilitasi
keterlibatan anak-anak dan remaja dalam berbagai isu mengenai hak-hak anak secara umum.
Alasan untuk melibatkan anak dan remaja dalam upaya-upaya
perlindungan anak
•
•
•
•
•
Anak memiliki hak untuk menyatakan pandangan-pandangannya sendiri mengenai keputusankeputusan yang berkaitan dengan mereka.
Anak tahu keadaan mereka sendiri.
Anak dapat menjamin bahwa pekerjaan dapat diselesaikan dan dilanjutkan.
Anak tahu seberapa bagus upaya-upaya perlindungan anak melayani kepentingan mereka;
melibatkan anak berarti memberdayakan mereka, memberikan kontribusi bagi
perlindungan mereka.
Mengembangkan kerjasama nasional dan kerjasama
internasional
Karena tantangan-tantangan yang ada dalam menangani masalah perlindungan anak, peluang
keberhasilan akan semakin meningkat dengan dilakukannya kerjasama dengan para mitra. Ada
beberapa jenis mitra yang berbeda, yang kesemuanya itu bisa menyumbangkan bagi suatu
upaya bersama dalam berbagai masalah perlindungan anak yang spesifik maupun yang umum.
Banyak negara memiliki gerakan masyarakat madani yang penuh energi dan terlatih yang sangat
menaruh perhatian pada masalah-masalah perlindungan anak. Ada banyak contoh organisasiorganisasi sektor swasta yang mau bekerja sama dengan pihak-pihak lain dalam berbagai bidang
perlindungan anak.
Ada juga mitra internasional, seperti UNICEF, LSM Internasional atau bahkan anggota parlemen
dari negara lain. Membangun koalisi, memberikan arahan dan dukungan, dan mengidentifikasi
kesempatan kerjasama adalah segala aspek potensial dari pekerjaan perlindungan anak yang
baik. Para anggota parlemen sejogjanya memastikan bahwa pemerintah berpartisipasi secara
penuh dalam berbagai upaya internasional untuk mendorong penghormatan bagi hak-hak anak
sebagaimana termaktub dalam Konvensi tersebut.
35
Membangun hubungan dengan para anggota parlemen dari negara lain sering bermanfaat
dan para anggota parlemen dapat bertukar pengalaman mengenai keberhasilan dan pelajaran
bersama serta mendiskusikan kemungkinan kerjasama bilateral dan kerjasama multilateral,
khususnya yang berkenaan dengan pelanggaran hak-hak yang memerlukan kerjasama antar
negara (misalnya trafiking).
Salah satu mitra yang sangat penting adalah media. Jurnalis, yang memiliki kemampuan yang
luarbiasa untuk mempengaruhi opini, pengetahuan, sikap dan perilaku, dapat menjadi terlibat
dengan isu-isu dan kasus tertentu. Segmen media yang berbeda dapat memberikan efektifitas
yang berbeda dalam konteks yang berbeda dan untuk kelompok-kelompok yang berbeda pula.
Di beberapa negara, misalnya, radio dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk berkomunikasi
dengan masyarakat pedesaan.
36
��������
���������������������������
�����������������
37
38
PENCATATAN KELAHIRAN DAN HAK ATAS
IDENTITAS
Bab
6
Hambatan utama terhadap pencatatan kelahiran adalah bahwa pencatatan itu tidak
secara universal dipandang sebagai hak yang fundamental, dan akibatnya, tidak menjadi
prioritas utama di setiap jajaran.
Buku Panduan tentang Pencatatan Sipil dan Vital Statistik, hal 12.
Pencatatan Kelahiran
Pencatatan kelahiran adalah pencatatan resmi dari suatu kelahiran seorang anak oleh beberapa
jajaran administratif suatu negara dan dikordinasikan oleh suatu cabang khusus dari pemerintah.
Pencatatan kelahiran merupakan dokumen permanen dan resmi keberadaan seorang anak.
Tugas negara untuk mencatat kelahiran setiap anak telah diakui selama lebih dari seperempat abad,
dan telah diakui secara universal lebih dari satu dekade. Meskipun demikian, diperkirakan bahwa
sekitar limapuluh juta kelahiran tidak teregistrasi setiap tahun.13 Dengan kata lain, kurang dari 60
persen anak yang lahir setiap tahunnya memulai hidup dengan memiliki hak fundamentalnya.
Pencatatan kelahiran merupakan hal yang sangat penting untuk melindungi identitas pribadi yang
sah serta hak-hak lainnya. Bagi anak yang masih kecil, dokumen kelahiran membantu melindungi
dirinya dari penculikan dan perdagangan manusia, dan sering digunakan untuk mendapatkan
akses sekolah dan kadang-kadang juga terhadap akses terhadap pelayanan kesehatan. Bagi anak
yang sudah besar, bukti usia sangat diperlukan untuk memastikan bahwa mereka tidak secara
primatur dicabut hak yang seharusnya menjadi miliknya, seperti dalam perkawinan, eksploitasi
seksual, kerja, perekrutan oleh angkatan bersenjata dan pengadilan pidana.
Idealnya, pencatatan kelahiran menjadi bagian dari suatu sistem pencatatan sipil yang efektif yang
mengakui keberadaan seseorang di muka hukum, menegakkan ikatan keluarga anak, merunut
jejak peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, dari lahir, menikah dan meninggal.
Data yang dicatat sebaiknya meliputi:
•
•
•
Tempat dan tanggal lahir
Nama dan jenis kelamin anak
Nama, alamat dan kebangsaan orang tua
Di beberapa negara, informasi mengenai kesehatan seorang anak (misalnya status imunisasi
dan berat saat lahir dicatat. Di beberapa negara, tanda-tanda identifikasi pribadi seperti sidik kaki
dicatat sebagai kewaspadaan terhadap penjualan, trafiking, adopsi yang tidak sesuai aturan, atau
kejahatan imigrasi.
39
ÿ Standar Internasional: Pencatatan Kelahiran
Konvensi Hak-hak Anak.
Pasal 7.1. menetapkan bahwa “anak harus dicatatkan segera setelah kelahirannya”.
Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak
Pasal 6.2. dengan mirip menetapkan bahwa setiap anak harus dicatatkan segera setelah
dilahirkan”.
Komite Hak Azasi Manusia (the Human Right Committe) telah menyatakan bahwa pencatatan
kelahiran “ harus ditafsirkan sebagai erat terkait dengan dengan ..... upaya upaya khusus
perlindungan, dan ia dirancang untuk mendorong pengakuan personalitas hukum anak” dan
bahwa tujuan utama mewajibkan pencatatan kelahiran segera setelah melahirkan adalah untuk
mengurangi bahaya penculikan, penjualan atau perdagangan anak, atau jenis-jenis perlakuan lain
yang tidak sesuai dengan hak-hak yang dinikmati seorang anak ..... “
Hambatan-hambatan terhadap pencatatan kelahiran meliputi:
•
•
•
•
•
•
•
Biaya pencatatan
Keterbatasan penyebaran sistem administrasi, khususnya di wilayah pedesaan,
Persyaratan-persyaratan administratif (misalnya, bahwa orang tua menunjukkan dokumendokumen identitas)
Runtuhnya infrastruktur pemerintahan akibat konflik,
Diskriminasi terhadap minoritas etnis atau agama, atau populasi pengungsi,
Kurangnya penghargaan orang tua terhadap nilai dan arti penting pencatatan kelahiran
Penggunaan bahasa resmi hanya dalam prosedur dan formulir pencatatan kelahiran,
Tingkat ketidak-tercatatan tertinggi terjadi di wilayah Sub-Sahara Afrika, dan Asia Selatan
dimana hanya 2 persen dan 37 persen dari seluruh kelahiran yang tercatat. 14 Meskipun
demikian, kemiskinan saja tidak dapat menjelaskan tingkat pencatatan yang rendah itu.
Beberapa negara yang relatif miskin memiliki pencatatan kelahiran 90 persen atau lebih, dan
tingkat pencatatan di India bervariasi antara 30 persen di beberapa negara bagian, dan 90
persen di negara bagian lainnya. 15
Hak atas Nama
Tradisi yang berkaitan dengan nama sangat bervariasi dari satu budaya dengan budaya lainnya.
Di sebagian besar budaya, orang memiliki sedikitnya dua nama. Di banyak budaya, salah satu
nama yang disandang oleh seseorang mengindikasikan nama ayah atau ibu orang tersebut.
Nama memiliki signifikansi agama di beberapa masyarakat. Nama juga dapat mengindikasikan
status sosial seseorang atau status perkawinannya. Di sebagian masyarakat, seseorang biasanya
mengubah namanya akibat perkawinan, adopsi, atau perubahan status lainnya dalam komunitas.
40
Masalah-masalah yang berkaitan dengan hak atas sebuah nama meliputi:
•
•
•
Undang-undang yang menetapkan pembatasan tentang nama yang bisa digunakan, yang
menolak hak-hak minoritas etnis atau minoritas agama untuk menggunakan nama-nama
yang membentuk bagian dari identitas budayanya;
Undang-undang yang mempersyaratkan seseorang untuk menggunakan nama yang
membubuhkan stigma sosial, seperti nama yang mengimplikasikan bahwa seseorang lahir di
luar perkawinan, atau yang ayahnya tidak diketahui
Undang-undang melakukan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Rapporteur Khusus
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak
melaporkan bahwa di satu negara, seorang ibu tunggal yang berkeputusan untuk memerlihara
anaknya tidak boleh memberikan nama keluarganya kepada anak tersebut, kecuali diijinkan
oleh anggota keluarga keluarga pasangan lelakinya.
ÿ Standar Internasional: Hak atas identitas dan hak atas
sebuah nama
Konvensi Hak-Hak Anak
Pasal 7 Konvensi tersebut menyatakan bahwa:
-
Anak harus dicatatkan segera setelah lahir dan semenjak kelahiran harus memiliki hak atas
sebuah nama, kebangsaan, dan, sejauh mungkin, hak untuk mengetahui dan hak untuk
dirawat oleh orang tuanya sendiri.
Pasal 8 Konvensi mengindikasikan bahwa hak atas sebuah nama, kebangsaan, dan hubungan
keluarga membentuk bagian dari hak atas identitas, dan bahwa “dimana seorang anak elemenelemen identitasnya dibatasi secara tidak sah, Negara-negara anggota harus memberikan bantuan
dan perlindungan yang memadai dengan tujuan untuk menegakkan kembali hak-haknya atas
identitasnya secara cepat.”
Instrumen-instrumen lainnya
Di samping itu, hak anak atas sebuah nama diakui oleh pasal 6.1. Piagam Afrika tentang Hakhak dan Kesejahteraan Anak ((African
African Charter on the Rights and Welfare of the Child
Child)) dan pasal
18 Konvensi Hak-hak Azasi Manusia Amerika ((American Convention on Human Rights).
Di beberapa negara, legislasi membatasi pilihan-pilihan atas nama yang dapat diberikan kepada
seorang anak. Undang-undang semacam itu sebaiknya tidak menolak minoritas agama dan etnis
atas hak-hak mereka untuk memberi nama kepada anak yang dianggap sesuai dalam budaya atau
agama mereka.
Hak untuk memiliki nama memiliki arti penting dalam hal anak lahir di luar ikatan perkawinan.
Dalam beberapa budaya dimana nama-nama seorang anak merupakan suatu rujukan untuk
salah satu nama orang tua anak, atau nama kedua orang tuanya, anak yang lahir diluar
perkawinan, atau yang ayahnya tidak dikenali tidak boleh diberi nama yang mendorong
diskriminasi berdasarkan kelahiran.
41
Hubungan Keluarga
Hak atas identitas mencakup hak setiap anak untuk tahu orang tuanya, sejauh memungkinkan.
Hak ini dapat terancam dalam berbagai cara, termasuk di antaranya:
•
•
•
•
•
•
Kegagalan untuk mencatatkan kelahiran seorang anak
Kegagalan untuk memasukkan semua informasi yang tersedia mengenai maternitas atau
paternitas anak dalam pencatatan
Prosedur yang menjadikan sulit atau membuat tidak mungkin bagi ibu tunggal untuk
mendapatkan paternitas dari seorang anak
Penelantaran, adopsi informal atau tidak sah dan prosedur adopsi yang melindungi identitas
dari ayah biologis sang anak;
Pencurian, penjualan atau perdagangan anak;
Pemisahan anak dari keluarganya akibat perang, bencana alam, atau pengusiran.
Di beberapa negara, pengujian paternitas adalah ilegal. Di negara lainnya, seorang ibu tunggal
tidak diperbolehkan untuk memberikan identifikasi orang tua anak tersebut ketika mencatatkan
kelahiran, kecuali ayahnya mengakui paternitas, atau paternitasnya telah secara hukum diakui.
ÿ Standar Internasional: Hubungan Keluarga
Walaupun hak keluarga untuk mendapatkan perlindungan telah lama diakui, konsep hak atas
identitas yang meliputi hak atas informasi tentang nama orang tua seseorang relatif masih baru.
Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Hukum dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terkait
dengan Perlindungan dan Kesejahteraa Anak, yang diadopsi tiga tahun sebelum Konvensi HakHak Anak, menyatakan bahwa:
Kebutuhan seorang anak asuh atau anak adopsi untuk tahu tentang latar belakang dirinya, harus
diakui oleh orang-orang yang bertanggung jawab atas perawatan anak tersebut kecuali hal tersebut
bertentangan dengan kepentingan terbaik anak.
Mirip dengan hal itu, Konvensi Den Haag tentang Perlindungan Anak dan Kerjasama tentang Adopsi
Antar Negara menetapkan bahwa “ otoritas yang berkompeten dari Negara yang mengikatkan diri
dalam perjanjian harus memastikan bahwa informasi yang dipegang oleh mereka, yang berkenaan
dengan asal-usul anak, khususnya informasi mengenai identitas orangtuanya, serta riwayat
kesehatannya, dipelihara dan disimpan.”16
Komite Hak Hak Azasi Manusia telah mengambil sikap bahwa anak harus bisa mendapatkan
informasi tentang identitas biologis ayahnya. Legislasi yang mencegah seorang anak
mengetahui identitas ayah biologisnya, seperti legislasi yang menetapkan praduga konklusif
bahwa suami adalah ayah dari semua anak yang lahir dari istrinya melanggar Konvensi HakHak Azazi Manusia Eropa.
Hak-hak ini harus diimplementasikan sesuai dengan prinsip “kepentingan terbaik”. Adalah sangat
penting bahwa informasi semacam itu harus dijaga keamanannya sehingga data-data itu dapat
tersedia sewaktu-waktu bila diperlukan, pada saat yang tepat dan dengan metode yang cocok.
42
Hak atas Kebangsaan
Pada umumnya, kebangsaan yang menjadi hak seseorang tergantung pada kebangsaan
orang tuanya, atau tempat kelahirannya. Orang yang tidak memiliki kewarganegaraan disebut
“stateless”
Statistik mengenai jumlah anak-anak tanpa kewarganegaraan tidak tersedia, namun UNHCR
memperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 9 juta orang tanpa kewarganegaraan di seluruh
dunia. Salah satu dari alasan utama sebagian anak-anak tanpa kewarganegaraan adalah
bahwa Hukum Internasional tidak secara`jelas menentukan kewajiban Negara-negara di dunia
berkenaan dengan hak untuk mendapatkan kewarganegaraan ((periksa alasan di bawah ini).
Alasan lainnya meliputi:
•
•
•
Kegagalan mencatatkan kelahiran anak, atau kegagalan mencatatkan semua informasi
terkait mengenai identitas, tempat tinggal, tempat kelahiran, dan kebangsaan orang tua
anak tersebut.
Penolakan diskriminatif untuk menerapkan legislasi mengenai kebangsaan, bagi para anggota
etnis minoritas, atau pengungsi, atau penolakan untuk mencatatkan kelahiran mereka atau
memberikan dokumentasi identitas yang menjadi hak mereka.
Deprivasi/perampasan kewarganegaraan karena alasan politik, atau penolakan untuk
memberikan dokumen perjalanan atau dokumen identitas kepada lawan politik dan
keluarganya.
ÿ Standar Internasional: Kebangsaan
Konvensi Hak-Hak Anak
Konvensi tersebut mengakui hak setiap orang untuk memiliki kewarganegaraan. Secara
umum, kewarganegaraan yang menjadi hak seseorang tergantung pada kewarganegaraan
orangtuanya atau tempat kelahirannya. Perkawinan dan naturalisasi adalah dua metode lain
untuk mendapatkan kewarganegaraan.
Legislasi mengenai hak atas kewarganegaraan sebaiknya tidak diskriminatif. Komite Hak-Hak
Anak berkali-kali mendorong negara-negara anggota untuk mengamandemen legislasi yang
mengakui kewarganegaraan anak-anak dari dari seorang laki-laki warganegara namun tidak anakanak dari seorang warganegara perempuan yang menikah dengan orang asing. Legislasi yang
mendiskriminasikan anak-anak berdasarkan status perkawinan orang tuanya melanggar hak anak
untuk setara di muka hukum.
43
Instrumen Instrumen lainnya
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Status Orang-orang Tanpa Kewarganegaraan (UN
Convention on the Status of Stateless Persons (1954) Konvensi Hak-Hal Azasi Manusia Amerika
((American Convention on Human Rights) dan Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan
Anak ((African
African Charter on the Rights and Welfare of the Child
Child)) menegaskan tentang kewajiban negara
mengenai hak ini dengan mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak atas kewarganegaraan
dari negara yang wilayahnya menjadi tempat lahir, bila ia tidak memiliki hak atas kewarganegaraan
negara lainnya.18 Konvensi mengenai Pengurangan Status Tanpa Kewarganegaraan mengakui aturan
dasar ini dan, selain itu, menetapkan bahwa negara-negara harus memberikan kewarganegaraan
kepada setiap anak yang ayah atau ibunya adalah warganegara dan bila tidak dilakukan, akan
menjadikan anak sebagai tanpa kewarganegaraan.
Hak atas kewarganegaraan tidak hanya meliputi hak untuk mendapatkan kewarganegaraan saja
namun juga hak untuk tidak secara-sewenang-wenang dihalang-halangi kewarganegaraannya.
Anak tidak boleh dihalang-halangi untuk mendapatkan kewargaraannya karena perubahan status
perkawinan orang tuanya, misalnya.
44
Apa yang dapat dilakukan?
Ratifikasi Perjanjian Internasional
Dalam upaya untuk membangun suatu kerangka kerja untuk menghapus status tanpa
kewarganegaraan, negara yang bukan anggota Konvensi tentang Pengurangan Status Tanpa
Kewarganegaraan (Convention on the Reduction of Stateless) sebaiknya mempertimbangkan
untuk menjadi anggota konvensi itu.
Dengan alasan yang sama, para negara anggota Uni Afrika ((African Union) dan Organisasi
Negara-Negara Amerika (Organization of American States) yang belum melakukannya harus
mempertimbangkan untuk menjadi anggota Piagam Afrika mengenai Hak-hak dan Kesejahteraan
Anak atau Konvensi Amerika tentang Hak Azasi Manusia.
Reformasi Hukum
Legislasi mengenai Pencatatan Kelahiran
Legislasi sebaiknya ditelaah kembali dengan maksud untuk menghilangkan atau memodifikasi
persyaratan-persyaratan hukum dan administratif yang menjadi penghambat dilaksanakannya
pencatatan kelahiran, seperti persyaratan bahwa orangtua harus menunjukkan dokumen identitas
yang sah, atau kedua orangtua menandatangani dokumen pencatatan.
Harus dipetimbangkan untuk mengakui adanya kewajiban orangtua untuk mencatatkan kelahiran
anak-anak mereka dengan batas waktu tertentu , ketika legislasi itu belum memasukkan kewajiban
semacam itu. Meskipun demikian, peraturan dan perundang-undangan yang menetapkan adanya
sanksi harus ditelaah kembali untuk memastikan bahwa, dalam praktek, sanksi-sanksi itu tidak
menjadi pengambat bagi dicapainya pencatatan 100%.
Legislasi mengenai kebangsaan
Badan pembuat undang-undang yang belum mengatur mengenai kebangsaan/kewarganegaraan
harus mempertimbangkan untuk memberlakukan peraturan atau perundang-undangan yang
mengakui hak-hak yang atas kebangsaan/kewarganegaraan berdasarkan pada ketentuan yang
diakui oleh Konvensi tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan, Konvensi Amerika
tentang Hak-hak Azasi Manusia, dan Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak,
yakni, hak dari :
•
•
setiap anak yang lahir di suatu wilayah, yang akan tidak memiliki kewarganegaraan bila hal itu
tidak dilakukan, anak tersebut akan tidak memiliki kewarganegaraan
(Lepas dari tempat kelahirannya), setiap anak yang memiliki orangtua tunggal yang merupakan
warganegara negara itu, yang bila hal itu tidak dilakukan, anak tersebut akan tidak memiliki
kewarganegaraan
45
Bilamana dipandang perlu, legislasi sebaiknya diamandemen untuk menghapus ketentuanketentuan yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan berkenaan dengan kewarganegaraan
anak-anak mereka, atau terhadap anak-anak berdasarkan status perkawinan orangtuanya.
Legislasi mengenai hak atas nama
Legislasi dan peraturan-peraturan mengenai pencatatan dan penggunaan nama harus ditelaah
kembali:
•
•
untuk memastikan bahwa legislasi dan peraturan-peraturan itu tidak bersifat diskriminatif
terhadap minoritas etnis, minoritas agama, dan minoritas bahasa.
Untuk memastikan bahwa legislasi dan peraturan-peraturan tidak menumbuh-suburkan
diskriminasi berdasarkan kelahiran atau status sosial.
Legislasi mengenai hak atas hubungan keluarga
Legislasi sebaiknya ditelaah kembali untuk memastikan hak-hak anak atas identitas, termasuk hak
atas informasi tentang hubungan orangtua dan keluarganya, secara hukum dan sah diakui.
Bilamana perlu, legislasi mengenai adopsi hendaknya ditelaah kembali untuk menjamin bahwa
identitas dari orangtua kandung anak tersebut tetap dipertahankan dan aturan-aturan dan panduanpanduan mengenai hak-hak anak untuk mengakses informas semacam itu dibuat.
Reformasi Hukum di Costa Rica mengenai hak atas identitas
Undang-undang mengenai Responsible Paternity yang diperkenalkan di Costa Rica pada tahun
2000 menyatakan bahwa ibu tunggal harus memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
melakukan pencatatan ketika seorang anak lahir di sebuah rumah sakit atau pusat perawatan
kesehatan, termasuk nama ayah anak tersebut. Bila seorang ayah menolak (contests) paternitas,
ia wajib menjalani tes DNA. Bila tes ini membenarkan adanya paternitas, maka ia dimasukkan
dalam dokumen paternitas, dan anak tersebut mewarisi nama keluarga ayahnya, kemudian diikuti
dengan nama keluarga ibunya. Bila laki-laki itu menolak untuk melakukan tes DNA, catatan kelahiran
akan memasukkan nama laki laki tersebut dan semua informasi tambahan yang disampaikan oleh
ibu anak tersebut.
Upaya-Upaya Sosial dan Administratif
Upaya-upaya mengenai pencatatan kelahiran
Dalam upaya untuk mencapai pencatatan kelahiran yang universal, sungguh dipandang perlu
untuk memberikan pelayanan pencatatan sipil yang efektif dan mudah diakses, serta mendorong
agar pelayanan-pelayanan tersebut dimanfaatkan. Ini berarti bahwa semua jajaran di masyarakat
- termasuk masyarakat setempat, lembaga-lembaga nasional, seperti dewan perwakilan rakyat,
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Lembaga Swadaya dan organisasi internasional - harus
dilibatkan dalam mengembangkan, mengimplementasikan dan mempromosikan kebijakan dan
progam-program yang pencatatan kelahiran.
46
Upaya khusus yang sebaiknya dipertimbangkan meliputi:
• Penghapusan seluruh biaya atau ongkos
• Penggunaan tim atau unit pencatatan sipil keliling di daerah pedesaan
• Kampanye kampanye untuk membangkitkan kesadaran
• Fasilitasi Pencatatan yang terlambat
Tingkat pencatatan kelahiran cenderung tinggi ketika rumah-rumah sakit dan klinik diberi
tanggungjawab untuk mencatat kelahiran. Walaupun dampak dari upaya-upaya semacam
ini di daerah-daerah dimana kelahiran terjadi di rumah akan terbatas, namun hal semacam itu
merupakan cara yang berharga untuk meningkatkan pencatatan bagi sektor-sektor populasi yang
memiliki akses terhadap fasilitas-fasilitas semacam itu. Pembayaran/pemberian bonus bagi ibuibu ketika mereka mencatatkan kelahiran anaknya juga merupakan upaya yang efektif.
Bilamana perlu, prosedur khusus harus dibuat dan ditegakkan untuk memfasilitasi pencatatan
kelahiran bagi para pengungsi, tanpa melihat apakah negara asal pengungsi mengakui
kewarganegaraan berbasis kelahiran atau tidak.
Upaya-upaya mengenai hak-hak atas kewarganegaraan
Bilamana perlu, panduan-panduan administratif, pelatihan, atau kampanye-kampanye untuk
menciptakan kesadaran sebaiknya dilaksanakan atau diterapkan untuk menghapuskan diskriminasi
atau penolakan kewarganegaraan terhadap anggota etnis minoritas atau anak-anak dari pengungsi
atau anak-anak dari para buruh migran.
Upaya-upaya mengenai hak-hak atas hubungan keluarga
Ketika perdagangan manusia atau adopsi ilegal telah menjadi masalah yang serius di saat lalu,
badan-badan/kantor pemerintahan terkait harus membuat program-program yang dirancang untuk
mereka yang terkait untuk memulihkan identitasnya.
Rencana pertahanan sipil dan pengelolaan bencana dan program-program pelatihan
hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan apakah rencana dan program itu peka
terhadap kebutuhan untuk melindungi identitas anak-anak yang terpisah dari orang-tua
mereka. UNICEF, ICRC dan UNHCR memiliki pengalaman dalam perlindungan identitas dan
fasilitasi penyatuan kembali keluarga anak-anak yang menjadi korban konflik, terusir dari
tempat tinggalnya, atau bencana alam, dan dapat memberikan bantuan-bantuan di bidang itu.
Konflik internal dan Perang: Kampanye Pencatatan Kelahiran
di Angola
Antara bulan Desember 1998 dan Oktober 1999, jumlah IDP ((Internally Displaced Persons) yang
diakui secara resmi di Angola meningkat dari 524.000 menjadi 1.7 juta. IDP ini meliputi anak-anak
rentan, yang sering terpisah dari keluarganya. Upaya-upaya untuk menyatukan kembali mereka
dengan keluarganya terkendala oleh kenyataan bahwa banyak di antara mereka yang tidak
memiliki bukti identitas dan tidak tercatat. Anak juga perlu membuktikan usia untuk mencegah
mereka agar tidak direkrut dalam angkatan bersenjata.
47
Berbagai temuan dari penelitian setempat menunjukkan bahwa kurang dari 39 persen anakanak Angola tercatat. Pada tahun 2000, Kementerian Kehakiman Angola menduga bahwa angka
ketercatatan itu mungkin sekitar 5%. Pemerintah mengakui arti penting pencatatan dan, lepas dari
adanya keadaan dalam negeri yang sulit, berkomitmen untuk meningkatkan tingkat cakupannya.
Pada bulan Maret 1998 telah diluncurkan Kampanye Nasional Pencatatan Anak yang mendaftar
hampir setengah juta anak. Ini merupakan dasar bagi kampanye ke dua yang diluncurkan pada bulan
Agustus 2001 untuk mencatat 3 juta anak pada akhir 2002. Prakarsa-prakarsa ini bersifat multisektoral, yang melibatkan delapan departemen beserta gereja dan organisasi kemasyarakatan,
LSM, sektor swasta dan UNICEF.
Di bawah program kampanye ini, biaya pencatatan gratis (biasanya biaya pencatatan setara tujuh
dollar Amerika), dan undang-undang khusus telah diberlakukan untuk mendesentralisasikan dan
menyederhanakan pencatatan. Keterlibatan gereja sangat penting. Pemerintah telah memberikan
kewenangan hukum kepada Gereja Katolik dan Gereja Methodist untuk melakukan pencatatan
anak, sementara gereja-gereja lainnya ikut berpartisipasi dalam mobilisasi sosial, menciptakan
kesadaran, dan pembentukan tim pencatatan keliling yang mulai beroperasi di wilayah pedesaan
pada tahun 2000. Prakarsa-prakarsa pencatatan juga dilakukan di rumah sakit, tempat-tempat
penampungan IDP dan sekolah-sekolah. Tanggapan publik sangat positif. Lima bulan pertama
masa kampanye (Agustus - Desember 2001) telah dicatat lebih dari 230.000 anak. Sementara
angka asli/sebenarnya merupakan hal yang penting, kesinambungan jangka panjang merupakan
prioritas para mitra dan praktek-praktek terbaik selama kampanye -- khususnya perubahan yang
berkait dengan perundang-undangan dan pencatatan anak di bawah usia lima tahun yang gratis
-- akan diberlakukan secara permanen.
Sumber: Birth Registration: Right from the Start, p. 16.
48
ANAK DAN KONFLIK BERSENJATA19
Bab
7
Anak terus saja menjadi korban utama konflik bersenjata. Penderitaan mereka sangat
beragam bentuknya. Anak dibunuh, kehilangan orangtua karena mereka tewas, dibuat
cacat, diculik, kehilangan hak atas pendidikan dan kesehatan, dan menderita luka dan
trauma batin dan emosi yang mendalam. Anak-anak yang dipaksa untuk meninggalkan
rumahnya, mengungsi, dan terusir dari tempat tinggalnya sendiri, sangatkah rentan
khususnya terhadap kekerasan, pengerahan, eksploitasi seksual, penyakit, kurang
gizi, dan kematian. Anak dikerahkan dan digunakan sebagai tentara anak-anak dalam
skala yang sangat besar. Status gadis/anak perempuan memberikan resiko tambahan,
khususnya terhadap kekerasan seksual. Pelanggaran terhadap hak-hak anak yang
menyolok terjadi suasana impunitas yang begitu meruyak.
Laporan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Anak-anak dalam Konflik Bersenjata, 2003.
Tentara Anak-anak
Meskipun terdapat beberapa keberhasilan dalam perundingan komitmen untuk menghentikan
pengerahan tentara anak-anak dan membebaskan mereka yang sedang bertugas, ribuan
tentara anak-anak tetap berpartisipasi dalam kelompok bersenjata di seluruh dunia. Di Kolumbia
misalnya, sekitar 14.000 anak yang berusia di bawah 18 tahun menjadi bagian dari milisi swasta
dan kelompok-kelompok revolusioner.20
Anak secara unik sangat rentan terhadap rekrutmen dan manipulasi militer ke dalam
kekerasan karena mereka masih polos dan mudah dipengaruhi. Mereka dipaksa atau
dibujuk rayu (enticed) untuk masuk ke dalam kelompok bersenjata. Lepas dari cara
mereka direkrut, tentara anak-anak adalah korban, yang partisipasinya dalam konflik
membawa implikasi serius bagi kesejahteraan fisik dan emosionalnya. Mereka pada
umumnya dapat menjadi korban abuse dan sebagian besar dari mereka menyaksikan
kematian, pembunuhan dan kekerasan seksual. Banyak dari mereka ikut serta dalam
pembunuhan dan sebagian besar mengalami konsekwensi-konsekwensi psikologis
jangka panjang.
Laporan Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Anak dan Konflik Bersenjata, 2003.
49
ÿ
Standar Internasional : Tentara Anak-anak
Konvensi Hak-hak Anak
Konvensi itu mengandung standar-standar mengenai partisipasi anak-anak dalam konflik
bersenjata dan rekrutmen anak:
•
Negara-negara anggota tidak boleh merekrut siapapun yang berusia di bawah 15 tahun dalam
bagian apapun di dalam angkatan bersenjata.
•
Sebuah negara yang merekrut orang-orang yang berusia antara 15 dan 18 tahun harus
memulai perekrutannya dari mereka yang berusia mendekati 18 tahun.
•
Semua negara harus mengambil langlah-langkah yang memadai untuk mencegah partisipasi
langsung siapapun yang berusia dibawah 15 tahun dalam pertikaian, apakah di pihak
pemerintah atau di pihak kelompok bersenjata lainnya.
Protokol Pilihan Konvensi Hak Hak Anak
Untuk memperkuat ketentuan ini, sebuah Protokol Pilihan bagi Konvensi mengenai pengunaan
anak-anak dalam konflk bersenjata disahkan pada tahun 2000 dalam upaya untuk memungkinkan
negara-negara anggota membuka komitmen yang lebih besar terhadap perlindungan anak dari
keikutsertaan mereka dalam konflik bersenjata dan perekrutan ke dalam angkatan bersenjata.
Protokol tersebut mulai berlaku pada tahun 2002, dan sebagian menentukan bahwa:
•
•
•
Rekrutmen mereka yang berusia dibawah 18 tahun harus benar-benar bersifat suka rela.
Kelompok-kelompok bersenjata non-pemerintah sama sekali tidak boleh merekrut mereka
yang berusia di bawah 18 tahun atau menggunakan mereka dalam pertikaian.
Negara-negara anggota harus memberikan kepada anak-anak yang sudah ikut serta dalam
konflik bersenjata, dalam pelanggaran konvensi atau Protokol, rehabilitasi psikologis dan
pengembalian mereka kepada masyarakat.
Anak-anak di zona perang telah dengan sengaja dibunuh, dibuat cacat oleh pihak-pihak
yang berkonflik, sering dengan cara yang sangat brutal. Selama genosida di Rwanda
pada tahun 1994, ribuan anak-anak dibantai. Dalam pembantaian Srebrenica pada tahun
1995, anak-anak remaja Pemeluk Islam khususnya menjadi sasaran. Front Revolusioner
Bersatu (RUF) di Sierra Leone melakukan suatu kampanye teror sistematis, yang meliputi
pemutusan hubungan kekerabatan dari anak-anak dan orang dewasa.
Laporan Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Anak dan Konflik Bersenjata,
2003, paragraf 25.
50
Akibat Konflik Bersenjata bagi Warga sipil
Dalam tahun-tahun terakhir ini, 90 persen korban perang saudara adalah warga sipil. 21 Setengah
dari korban perang tersebut adalah anak-anak. 22
Penculikan anak-anak selama konflik bersenjata merupakan masalah yang signifikan. Banyak di
antaranya yang dipaksa menjadi pasukan tempur; yang lain digunakan untuk perbudakan seksual,
atau pekerja paksa. Misalnya, pada tahun 1999 lebih dari 4000 anak diculik selama serbuan
pasukan pemberontak ke Freetown (Sierra Leone); 60 persen dari korban penculikan itu adalah
anak perempuan, sebagaian besar di antaranya mengalami kekerasan seksual.
Kekerasan seksual secara sistematis terhadap anak-anak gadis dan perempuan dewasa adalah
suatu akibat yang paling umum dari konlik bersenjata bagi penduduk sipil, khususnya dalam
perang sipil. Angka HIV di kalangan anggota pasukan tempur empat kali lebih tinggi dari penduduk
lokal.23 Sebagaimana mana dinyatakan oleh Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa,
“Ketika perkosaan dijadikan senjata dalam perang, akibatnya bagi anak-anak gadis dan perempuan
dewasa sering mematikan”. 24
Penasehat Perlindungan Anak dalam Operasi Penjagaan
Perdamaian
Dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dewan Keamanan dan Sekertaris Jenderal telah
menempatkan masalah perlindungan anak dalam keadaan konflik bersenjata secara tegas dalam
agenda keamanan dan perdamaian. Resolusi Dewan Keamanan no. 1261 (1999) dan no. 1314
(2000) membuat rekmendasi bahwa, bila dipandang perlu, seorang penasehat perlindungan anak
(Child Protection Adviser - CPA) dipekerjakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai bagian
dari operasi penjagaan perdamaian. CPA ini membantu Perwakilan Khusus Sekertaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa (sebagai pimpinan operasi penjagaan perdamaian atau operasi untuk
mendukung upaya perdamaian) untuk menjamin hak-hak, perlindungan, dan kesejahteraan anak
menjadi prioritas selama proses penjagaan perdamaian berjalan.
Penasehat perlindungan anak pertama kali diterjunkan di Republik Demokrasi Kongo pada tahun
1999, kemudian di Sierra Leone pada tahun 2000. Semenjak itu, Unit-unit Perlindungan Anak
telah disertakan dalam Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Republik Demokrasi Kongo (MONUC)
dan Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sierra Leone (UNAMSIL). CPA lainnya diterjunkan dan
disetujui untuk Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Angola (UNMA), dan Misi Perserikatan BangsaBangsa di Pantai Gading (MINUCI) dan Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Liberia (UNMIL).
Sumber: UNICEF
51
ÿ
Standar Internasional: Perlindungan Warga Sipil
Konvensi Hak-hak Anak
Pasal 38 Konvensi tersebut menyatakan bahwa: Negara-negara anggota berupaya menghormati
dan menjamin pernghormatan terhadap aturan-aturan hukum humaniter internasional yang
berlaku bagi mereka dalam konflik bersenjata yang relevan dengan perlindungan anak. Pasal itu
menambahkan bahwa “(sesuai dengan kewajiban mereka dalam hukum humaniter internasioal
untuk melindungi warga sipil dalam konflik bersenjata, negara-negara anggota harus mengambil
langkah-langkah yang dipandang perlu untuk menjamin perlindungan dan perawatan anak yang
menjadi korban konflik bersenjata.”
Hukum Humaniter Internasional
Konvensi Jenewa IV tahun 1949 dan protokol yang disetujui pada tahun 1977 mengatur aturanaturan perlindungan warga sipil, termasuk beberapa yang secara spesifik memberi perhatian
pada perlindungan anak. Pasal 3 sebagian menetapkan bahwa non-pasukan, termasuk warga
sipil, “dalam keadaan apapun harus diperlakukan secara berperikemanusiaan tanpa ada
perbedaan yang merugikan berdasarkan pada ras, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, kelahiran, kekayaan, atau kriteria sejenisnya. “Secara khusus, semua bentuk kekerasan
terhadap kehidupan dan pribadi”, termasuk pembunuhan, mutilasi, perlakuan kejam dan
penyiksaan, penyanderaan, dan “kesewenang-wenangan terhadap martabat pribadi” termasuk
kekerasan seksual, dan pelacuran paksa, sangat dilarang. Semua negara memiliki kewajiban
untuk menjamin bahwa undang-undang pidana negara tersebut menghukum tindakan-tindakan
yang dilarang dalam Pasal Umum 3.
Konvensi Den Haag IV tentang Laws and Customs of War on Land (1907) melarang “penyerangan
atau pemboman, dengan cara apapun, terhadap kota-kota, desa-desa, pemukiman, atau bangunanbangunan yang tidak dilindungi pertahanan.“ Pasal 57 (2) Protokol Pilihan I Konvensi Jenewa
mempersyaratkan semua pihak yang bertanggungjawab atas perencanaan dan pelaksanaan operasi
militer harus “mengambil tindakan yang berhati-hati dalam memilih metode dan alat penyerangan
dengan maksud untuk menghindari dan, dalam setiap kesempatan, meminimalisasikan hilangnya
nyawa warga sipil secara tidak sengaja, luka-luka warga sipil dan kehancuran objek-objek sipil.“
Pasal 17 Konvensi IV Jenewa mempersyaratkan bahwa ketika sebuah wilayah dikepung, penguasa
setempat harus mengupayakan perundingan untuk mengeluarkan anak-anak serta mereka yang
terluka, sakit, berusia lanjut dan sakit-sakitan. Pasal 23 Konvensi IV Jenewa mempersyaratkan
bahwa semua Negara harus mengijinkan masuknya perlengkapan medis yang ditujukan bagi
warga sipil, dan makanan serta pakaian bagi anak-anak.
Secara umum, anak-anak berhak atas penghormatan dan perlindungan khusus dari segala bentuk
penyerangan yang brutal. Protokol Tambahan II dalam pasal 4 (3) menjelaskan hak-hak anak atas
perawatan dan bantuan yang mereka perlukan, apakah karena usianya atau karena alasan lain.”
Anak yatim (piatu) dan anak yang terpisah dari orangtuanya harus disediakan perawatan dan
pendidikan. Pihak-pihak yang berkonflik harus mengambil langkah-langkah untuk memfasilitasi
penyatuan kembali keluarga yang terpisahkan oleh konflik dan, pada khususnya, untuk menjaga
identitas anak.
52
Ranjau darat dan Senjata ringan
Ranjau darat mungkin merupakan akibat yang paling berbahaya dari konflik bersenjata, karena
senjata ini terus menimbulkan korban jauh setelah konflik bersenjata berakhir. Selama tahun
2002, dan paruh pertama 2003, ranjau darat membunuh atau melukai korbannya di 65 negara,
termasuk 41 negara yang berada dalam keadaan damai. 25 Hanya 15 persen dari korban yang
merupakan personil militer. Sekitar separuh dari 15.000 sampai 20.000 korban ranjau darat dan
senjata yang tidak meledak setiap tahunnya adalah anak-anak. 26
Ranjau darat merupakan beban berat dalam sistem ekonomi dan sosial bagi negara-negara yang
pulih dari konflik berenjata. Ranjau darat merupakan penyebab utama kecacatan, dan sering
menyebabkan wilayah yang luas menjadi tidak cocok lagi untuk pemukiman dan pertanian.
Ploriferasi senjata ringan juga memiliki dampak jangka panjang bagi masyarakat pascakonflik. Ada lebih dari 3 juta senjata ringan beredar di El Salvador dan Guatemala – sekitar
satu bagi 6 orang – yang menyebabkan keadaan menjadi tidak aman dan kekerasan menjadijadi, dengan anak-anak dan remaja sebagai korban utamanya. 27 Bahaya yang ditimbulkan oleh
mudahnya mendapatkan senjata diperkuat lagi dengan meningkatnya kecenderungan untuk
menjadikan kekerasan sebagai jalan akhir atau “budaya kekerasan” yang dibangkitkan oleh
konflik bersenjata. WHO melaporkan bahwa “tingkat kekerasan remaja meningkat pada saat
berlangsungnya konflik bersenjata dan represi”. 28
ÿ Standar Internasional: Konflik Bersenjata Non-Internasional
Protokol II Konvensi Jenewa
Protokol ini dirancang secara khusus untuk mengkover konflik non-internasional. Protokol ini tidak
hanya mengikat pasukan pemerintah, namun juga pasukan-pasukan yang menjadi pihak dalam
konflik tersebut. Protokol itu menetapkan hal-hal berikut:
•
•
•
•
•
Selain tindakan-tindakan yang dilarang dalam Pasal umum 3, terorisme, hukuman kolektif dan
penjarahan dilarang.
Upaya-upaya harus dilakukan untuk memindahkan anak dan mereka yang bertanggungjawab
atas perawatannya dari daerah-daerah yang paling terkena akibat pertikaian ke wilayahwilayah yang lebih aman. Meskipun demikian, warga sipil sebagai keseluruhan tidak boleh
dipindahkan, kecuali tindakan demikian itu dipandang perlu demi perlindungan mereka
sendiri, atau karena “alasan perintah militer”.
Bila warga sipil dipindahkan, semua upaya yang memungkinkan harus diambil untuk
memastikan bahwa mereka memiliki tempat berlindung, kesehatan, kebersihan, keamanan
dan gizi yang memadai,
“membuat warga kelaparan sebagai metode tempur dilarang. Oleh karena itu, menyerang,
mengancurkan, mengambil atau menyebabkan tak berguna, untuk maksud tersebut, objekobjek yang sangat diperlukan untuk pertahanan hidup warga sipil, seperti bahan makanan,
daerah-daerah pertanian yang memproduksi bahan makanan, tanaman keras, ternak, instalasi
dan pasokan air minum, dan irigasi dilarang”.
Meskipun dalam keadaan konflik, hak anak atas pendidikan harus dijamin.
53
Anak-anak Pengungsi
Pengungsi adalah seseorang yang telah melarikan diri dari negara asalnya karena ketakutan
yang sangat berdasar terhadap penyiksaan/penganiayaan (persekusi) karena alasan ras, agama,
kewarganegaraan, pendapat politik, atau keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu. Orang
yang melarikan diri dari negara asalnya untuk menghindari konflik bersenjata juga diakui sebagai
pengungsi, bahkan bila mereka tidak berisiko mengadapi persekusi. Orang yang melarikan diri dari
rumahnya dan tetap tinggal di negara itu disebtu IDP (Internally Displaced Persons). Pencari suaka
politik adalah orang telah meminta status pengungsi, namun hak-haknya untuk dianggap sebagai
pengungsi masih belum ditentukan.
Dalam sebagian besar kasus, pengungsi meninggalkan sebagian besar harta-benda miliknya di
rumah. Banyak yang menderita trauma psikologis, dan kehilangan anggota keluarganya. Sering
pula, mereka tidak memiliki dokumen identitas. Ketika mereka datang dalam jumlah besar, mereka
mungkin di tampung di kamp. Pencari suaka politik, yang datang secara individual atau dalam
kelompok yang lebih kecil, biasanya membutuhkan bantuan saat pengajuan untuk mendapatkan
status pengungsi sedang dievaluasi. Di beberapa negara, pencari suaka ditahan/ditempatkan
dikamp tertutup atau pusat-pusat penahanan sambil menunggu status mereka ditentukan. UNHCR
melaporkan bahwa sekitar 1 juta orang mengajukan permohonan status pengungsi selama tahun
2002 dan sekitar 293.000 orang diakui sebagai pengungsi. Pencari suaka yang permohonannya
ditolak biasanya dianggap imigran gelap dan direpatriasikan. Dalam beberapa kasus khusus,
mereka mungkin dijinkan untuk tinggal di negara penerima karena alasan kemanusiaan. Solusi
jangka panjang meliputi pengintegrasian ke negara pengungsi atau kembali ke negara asalnya
ketika situasi yang menyebabkan mereka meninggalkan negerinya telah dipecahkan. Sekitar 2.5
juta pengungsi kembali ke negerinya pada tahun 2002.
Pada akhir tahun 2001, ada sekitar 7.7 juta pengungsi yang berusia di bawah 18 tahun di seluruh
dunia. Anak-anak yang datang di suatu negara pemberi suaka tanpa disertai anggota keluarganya
biasanya dalam keadaan yang rentan. Di kamp pengungsi, mereka rentan terhadap penelantaran,
eksploitasi seksual dan kekerasan fisik. Bila keamanan kamp tidak memadai, mereka bisa direkrut
dengan paksa atau diculik oleh kelompok bersenjata. Di negara dimana aplikasi untuk status
pengungsi diperiksa secara kasus per kasus, anak-anak sering menghadapi kesulitan yang lebih
tinggi di banding orang dewasa dalam menyerahkan pengaduan mereka secara efektif. Ada sekitar
100.000 anak pengungsi yang terpisah dan pencari suaka di Eropa Barat. Setiap tahun 20.000
anak pengungsi yang terpisah dari keluarganya mengajukan suaka di Eropa, Amerika Utara dan
Pasifik. Di tempat pencari suaka ditahan, anak khususnya rentan terhadap resiko-resiko sosial dan
psikologis yang melekat dalam pengekangan terhadap kebebasan. Apapun keadaan mereka, anak
yang terpisah dari keluarganya memerlukan bantuan dalam menemukan dan membangun kembali
hubungan dengan mereka.
54
ÿ
Standar Internasional: Pengungsi Anak-anak
Konvensi Hak-hak Anak
Pasal 22 menyatakan bahwa:
Negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah yang dipandang tepat untuk
menjamin seseorang yang sedang menganjukan permohonan status pengungsi, atau dianggap
sebagai pengungsi sesuai dengan prosedur dan undang-undang domestik dan internasional
yang berlaku; menerima perlindungan dan bantuan kemanusian, apakah disertai orang tuanya
atau tidak atau oleh orang lainnya, dalam rangka menggunakan hak-hak yang berlaku yang
ditetapkan dalam Konvensi ini dan dalam instrumen-instrumen humaniter dan hak–hak azasi
manusia lainnya, yang mana Negara tersebut menjadi anggotanya.
Juga dinyatakan bahwa pengungsi dan pencari suaka anak harus diberi bantuan dalam melacak
anggota keluarganya dan diberi perawatan alternatif saat ia kehilangan lingkungan keluarga,
sebagaimana termaktub dalam pasal 20 dan 21 dari KOnvensi tersebut. Hak untuk tidak dicabut
kebebasanya kecuali hal tersebut merupakan upaya terakhir, sebagaimana ditetapkan dalam pasal
37 Konvensi tersebut, juga berlaku bagi para pencari suaka anak-anak.
Panduan UNHCR
Setiap pengungsi berhak untuk tidak dipaksa kembali ke suatu negara dimana kehidupan,
kebebasaan, dan intergritas fisiknya berada dalam bahaya. Ini mengimplikasikan adanya tugas
untuk memeriksa permohonan pencari suaka. Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan
Pengungsi (UNHCR) telah mengadopsi paduan rinci mengenai perlakuan pengungsi anak–anak
dan pencari suaka anak-anak, dan menawarkan bantuan teknis dan materi dalam berurusan
dengan masalah tersebut. Beberapa dari hak yang paling dasar dari pencari suaka dan pengungsi
anak-anak adalah:
•
•
•
•
Hak pencari suaka anak-anak untuk hearing dengan mempertimbangkan usia dan keadaannya
dan hak atas bantuan khusus untuk mengajukan permohonannya.
Hak untuk tidak ditahan sementara permohonannya sedang dipertimbangkan, kecuali bila
penahanan dipandang sangat perlu, dan dalam hal apapun, hak untuk tidak ditahan dalam
jangka waktu yang lama
Hak anak-anak yang tidak terdampingi untuk dilindungi identitasnya dan untuk disatukan
kembali dengan keluarganya, bila memungkinkan.
Hak untuk dilindungi dari kekerasan fisik, kekerasan seksual dan eksploitasi seksual,
khususnya ketika tinggal di kamp pengungsi yang besar.
55
Anak-anak yang terusir dari tempat tinggalnya (Internally Displaced
Childern )
Kebutuhan anak-anak yang terusir sama dengan mereka yang menjadi pengungsi anak-anak, yakni:
tempat berlindung, perawatan medis, dan rehabilitasi, makanan, perlindungan dari kekerasann
dan eksploitasi, serta bantuan dalam membangun kembali hubungan dengan keluarganya.
Sekitar 25 juta orang telah dipaksa mencari tempat pengungsian di dalam negerinya sendiri,
menurut Representative of the UN Secretary General for Internally Displaced Persons, sekitar
separuhnya berusia di bawah 18 tahun. Penyebab terusirnya mereka yang paling umum adalah
konflik bersenjata, situasi kekerasan, pelanggaran berat hak-hak azasi manusia dan bencana alam.
Banyak IDP mendapati diri mereka berada dalam resiko menjadi korban kekerasan, penyerangan
seksual, dan penculikan, dan sering kekurangan tempat berteduh, makanan, dan pelayanan
kesehatan. Sebagian besar IDP adalah perempuan dan anak-anak. IDP sering berada di tempat
yang dekat dengan wilayah konflik atau bencana yang mereka hindari. Hal ini menjadikan mereka
lebih rentan.
Warga yang terusir itu rentan terhadap kekurangan gizi, dan sering menderita kekurangan akses
terhadap perawatan kesehatan dan tempat berlindung.
Hak-hak Anak di wilayah Pendudukan
Konvensi Jenewa IV memuat ketentuan-ketentuan rinci mengenai hak-hak warga negara di
wilayah pendudukan. Berikut adalah hak-hak yang paling relevan bagi anak-anak:
•
•
•
•
•
56
Pemindahan massal warga sipil secara paksa dilarang
Pasukan pendudukan harus mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan/menjaga
identitas dan hubungan keluarga anak-anak dan “memfasilitasi beroperasinya semua lembaga
yang mengabdikan dirinya di bidang pendidikan dan perawatan anak” dengan bekerjasama
dengan penguasa nasional dan penguasa setempat.
Anak yang menjadi yatim (piatu) dan anak yang terpisah dari orangtuanya hendaknya dirawat
oleh saudara dekat atau sahabat, kapanpun memungkinkan.
Anak tidak boleh dilibatkan dalam pembentukan organisasi-organisasi yang berada di bawah
penguasa pendudukan, dan tidak diwajibkan untuk melakukan kerja dalam bentuk apapun.
Anak-anak, ibu-ibu yang mau melahirkan, kasus-kasus maternitas, dan ibu-ibu yang menyusui
harus diberi prioritas dalam pendistribusian bantuan.
Apa yang dapat dilakukan?
Ratifikasi Instrumen Internasional
Badan-badan pembuat undang-undang sebuah negara yang belum melakukan ratifikasi hendaknya
mempertimbangkan ratifikasi atau menyetujui perjanjian-perjanjian internasional yang melindungi
anak-anak dari bahaya konflik bersenjata, memastikan bahwa komitmen politik mereka untuk
membuat perlindungan anak menjadi permanen dan mengikat secara sah. Beberapa instrumen
penting mengenai hal ini mencakup:
•
•
•
•
Protokol Pilihan Konvensi Hak-hak Anak tentang Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata
Protokol I dan Protokol II Konvensi Jenewa
Konvensi Ottawa 1997 tentang Pelarangan, Penumpukan, Pembuatan dan Pengiriman
Ranjau anti Personil dan Penghancurannya
Konvensi Paris 1993 tentang pelarangan pengembangan, pembuatan, penyimpanan dan
penggunaan senjata kimia dan penghancurannya.
Pertimbangan harus diberikan untuk mengadopsi perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan
kerjasama dengan Negara lain dalam penuntutan penjahat perang, misalnya, melalui ekstradisi
penjahat perang yang mencari perlindungan di Negara mereka.
Negara-negara anggota yang belum melaksanakannya dapat juga mempertimbangkan untuk
menjadi anggota dari:
•
•
Statuta Mahkamah Internasional, yang mengakui kompetensi Mahkamah itu untuk mengadili
kejahatan–kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.
Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967-nya.
Negara-negara anggota Uni Afrika hendaknya mempertimbangkan untuk menjadi anggota
Konvensi OAU 1969 yang Mengatur Aspek-aspek Khusus Masalah Pengungsi di Afrika.
Reformasi Hukum
Perundang-undangan Pidana hendaknya ditelaah kembali dengan tujuan untuk memastikan
bahwa pelanggaran berat hukum humaniter internasional -- termasuk eksekusi, penyiksaan,
mutilasi dan kekerasan seksual terhadap penduduk sipil dan serangan terhadap warga sipil yang
disengaja—diakui sebagai kejahatan, sebagaimana dipersyaratkan oleh Konvensi Jenewa dan
Protokol-protokolnya.
Perundang-undangan mengenai imigrasi hendaknya ditelaah kembali dengan tujuan untuk
memastikan bahwa hak-hak berikut diakui:
•
•
Hak pencari suaka anak-anak atas perlakukan yang berperikemanusiaan, hukum yang
sesuai dan bantuan lainnya dan mendesak agar keputusan mengenai permohonan mereka
diklakukan segera.
Hak pengungsi anak-anak untuk tinggal dan dirawat oleh keluarganya.
Negara-negara yang mempunyai warga terusir harus sungguh–sungguh mempertimbangkan
diberlakukannya perundang-undangan berdasarkan pada Prinsip-prinsip Panduan tentang
Internal Placement.
57
Upaya-upaya lainnya
Upaya-upaya mengenai Anak-anak dan Konflik bersenjata
Para anggota dewan hendaknya berusaha untuk memastikan bahwa angkatan bersenjata
menerima cukup pelatihan tentang aturan-aturan hukum humaniter internasional, khususnya
aturan-aturan yang menyangkut perlindungan warga sipil.
Ketika suatu konflik bersenjata berakhir, lembaga/badan–badan legislatif dan administratif yang
berkompeten harus:
•
•
•
Mempertimbangkan diadopsinya suatu amnesti bagi anak-anak yang ditahan atau dihukum
karena berkaitan dengan konflik
Membangun program–program untuk mengembalikan mereka yang terusir karena konflik
dan rekonstruksi masyarakat yang rusak akibat pertikaian, dan memastikan bahwa programprogram tersebut memperhitungkan kebutuhan khusus anak;
Penguatan program-program rehabilitasi fisik dan psikologis dari mereka yang terkena konflik,
dengan priotitas anak-anak dan perawatnya.
Upaya-upaya tentang pengungsi dan pencari suaka anak-anak
•
•
•
•
Pastikan bahwa panduan mengenai perlindungan pencari suaka dengan secara penuh
memperhitungkan kebutuhan khusus keluarga dengan anak–anak dan pencari suaka
pengungsi anak-anak yang tak terdampingi.
Dirikanlah program-program untuk memastikan bahwa pencari suaka anak-anak yang
alasannya tidak berdasar dikembalikan ke keluarganya segera dan diperlakukan secara
berperikemanusiaan
Dirikanlah program-program yang membantu pengungsi anak-anak dalam beradaptasi dengan
masyarakat tempat ia mencari suaka.
Dirikan program yang dirancang untuk melindungi identitas budaya pengungsi anak.
Upaya-upaya bagi anak-anak korban penindasan politik
Setelah satu masa penindasan politik, upaya-upaya untuk memulihkan hak-hak korban perlu
diambil. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh beberapa negara meliputi:
•
•
•
•
58
Pembuatan program-program untuk melacak anak-anak yang diambil secara tidak sah atau
terpisah secara tidak sengaja dari keluarganya.
Menyelidiki nasib dan kemungkinan para korban hilang dalam upaya memberikan infomasi
kepada keluarga yang berhak, melakukan mitigasi terhadap penderitaaan psikologis dan,
ketika memungkinkan, menemukan kembali sisa-sisa para korban hilang sehingga mereka
dapat diperlakukan sesuai dengan agama atau kepercayaan keluarganya.
Memberikan dukungan khusus (misalnya, pendidikan gratis) kepada anak-anak dari keluarga
yang telah menderita karena kehilangan kepala keluarganya
Memberikan dukungan khusus berupa reinsersi ekonomi dan sosial bagi keluarga yang
kembali dari pengasingan.
EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK
Bab
Konferensi merekomendasikan semua negara agar mengalokasikan dana yang cukup
untuk kampanye pencegahan dan pendidikan yang ditujukan untuk memerangi prositutsi
anak dan sexual abuse. Konferensi mendesak semua negara agar memperkenalkan
atau memperkuat peraturan/perundang-undangan untuk melindungi anak dan melarang
eksploitasi sexual anak untuk tujuan komersial, yang ditujukan khususnya pada penyedia
pelayanan, pelanggan dan para calo dalam prostitusi anak, perdagangan anak, dan
pornografi anak, serta pendistribusian pornografi anak melalui media elektronik seperti
Internet. Konferensi secara tegas merekomendasikan bahwa semua negara dihimbau
untuk membangun atau memperkuat jaringan kerjasama antara pihak yang berwenang
dalam penegakkan hukum nasional dan internasional, dalam upaya untuk menghadapi
eksploitasi seks komersial anak yang bersifat transnasional, yang terus meningkat.
8
98th Inter-Parliamentary Conference, (Cairo, Mesir, 15 September 1995)
Sungguh sulit untuk membayangkan sesuatu contoh pelanggaran hak-hak azasi manusia yang
lebih memalukan dan mengagetkan selain eksploitasi seksual anak-anak. Setiap tahun, lebih dari
1 juta anak di seluruh penjuru dunia dipaksa masuk ke dunia pelacuran, diperdagangkan, dan
dijual untuk keperluan seks atau digunakan dalam pornografi anak. 29
Konvensi Hak-Hak Anak menegaskan hak anak untuk dilindungi dari “segala bentuk eksploitasi
seksual dan sexual abuse, “termasuk pelacuran anak, pornografi anak, dan praktek-praktek seks
yang melanggar hukum lainnya”. 30 Istilah “sexual abuse“ sering digunakan untuk merujuk pada
abuse di dalam rumah atau keluarga, namun tidak ada kesepakatan yang nyata untuk membedakan
antara sexual abuse dan eksploitasi seksual. Untuk alasan ini, istilah “eksploitasi seks komersial”
sering digunakan untuk merujuk pada prostitusi anak dan pornografi anak. Meskipun demikian,
anak jelas memiliki hak untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi seksual, apakah komersial
atau tidak: eksploitasi seksual dari pembantu rumah tangga, atau eksploitasi murid oleh gurunya
(misalnya memberikan nilai bagus untuk mendapatkan pelayanan seksual), melanggar hak-hak
korban, lepas dari apakah ada “dimensi komersial” atau tidak. Sexual abuse yang sistematis
terhadap penduduk sipil di masa konflik atau penindasan juga merupakan kejahatan terhadap
kemanusiaan, lepas dari apakah korbannya anak-anak atau orang dewasa.
Bab ini berfokus pada pelacuran anak, termasuk wisata seks, dan pornografi anak. Sexual absue,
atau eksploitasi seksual anak di dalam rumah oleh saudara atau orang lain yang merawat dan
mengawasi anak tersebut, dicakup Bab 11. Perkawinan anak-anak, yang dalam beberapa kasus
juga dianggap sebagai bentuk eksploitasi seksual dibicarakan dalam Bab 10 bagian praktek-praktek
tradisi yang merugikan. Perdagangan anak untuk keperluan pelacuran dibicarakan dalam bab 9.
Pelacuran Anak
Protokol Pilihan Konvensi Hak-Hak Anak tentang penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi
anak mendefinisikan pelacuran anak sebagai “pemanfaatan seorang anak dalam kegiatan seksual
untuk mendapatkan hasil atau bentuk pertimbangan lainnya”.
59
Kajian dan riset yang diselenggarakan pada tahun 1990an menunjukkan bahwa :
•
•
•
•
dari 28.000 sampai 30.000 anak yang berusia di bawah 18 tahun digunakan untuk tujuantujuan pelacuran di Afrika Selatan, sekitar separuh di antaranya berusia antara 10 sampai 14
tahun.31
Di India, dari 21.000 sampai 30.000 pelacur di bawah usia 18 tahun dieksploitasi di enam
kota terbesar.32
Jumlah pelacur anak di Republik Dominika diperkirakan sekitar 30.000 jumlahnya.33
Jumlah pelacur anak di Amerika Serikat diperkirakan berjumlah 300.000 anak.34
Pelacuran tidak terbatas pada anak perempuan saja. Di beberapa kota di Amerika, separuh dari
pelacur adalah pelacur laki-laki. 35 Di Sri Lanka, pelacuran anak laki-laki lebih meruyak dibandingkan
dengan pelacuran anak perempuan, karena perbedaan peran seksual -- anak perempuan lebih
dilindungi, sementara anak laki-laki lebih bebas dari pengawasan dan lebih diharapkan memberikan
dukungan pendapatan kepada keluarga. Pelacuran anak di Maroko juga dilaporkan, terutama
karena adanya harapan bahwa anak laki-laki diharapkan lebih memberikan dukungan penghasilan
kepada keluarga dan karena kesempatan kerja di tempat lain kecil. 36 Homofobia di sekolah dan
di rumah merupakan penyebab utama yang mendorong prostitusi oleh anak-laki-laki di beberapa
negara. Sebuah kajian yang dilaksanakan di Kanada menemukan bahwa anak laki-laki homoseksual
meninggalkan rumah karena diskriminasi dan pelecehan, dan berpaling menjadi pelacur untuk
mempertahankan hidup. 37
Di beberapa negara yang lebih makmur, kemiskinan nampaknya bukanlah penyebab utama
pelacuran anak. Di Amerika Serikat, keluarga berantakan, kekerasan dan penelantaran, termasuk
penelantaran emosional, merupakan penyebab utama mengapa anak meninggalkan rumah dan
kemudian menjadi terlibat dalam pelacuran.38
Akibat dari eksploitasi seksual sungguh luar biasa. Selain kerusakan psikologis, sosial dan fisik,
pelacur anak khususnya, sangat rentan terkena AIDS dan infeksi seksual lain yang menular melalui
hubungan seks, karena mereka jarang berada dalam posisi dimana ia dapat berunding mengenai
seks yang aman.
Pelacuran dan penyalahgunaan zat terlarang sangat erat kaitannya. Anak yang kecanduan obatobatan terlarang atau alkohol mungkin akan berpaling ke pelacuran untuk bisa mendukung
kebiasaannya itu, dan orang dewasa yang mengeksploitasi mereka itu mungkin mendorong para
pelacur anak itu untuk menggunakan obat-obatan terlarang untuk membuat mereka menjadi
lebih tergantung. Kecanduan dapat menjadi kendala yang serius bagi rehabilitasi korban-korban
eksploitasi seksual.
Faktor-faktor yang mendorong eksploitasi seksual komersial
terhadap anak
Ketidaksetaraan jender dan diskriminasi jender: Ketidaksetaraan ekonomi, sosial dan hukum
mendarah-daging yang dihadapi oleh perempuan dewasa dan anak-anak perempuan meningkatkan
kerentanan mereka terhadap eksploitasi seks komersial. Interseksi antara diskriminasi jender dan
ras dengan diskriminasi etnis memperparah kerentanan ini, sebagai mana nampak jelas dalam
representasi yang tidak seimbang dari minoritas etnis dan ras dalam perdagangan seks komersial.
Stigma yang dicapkan kepada korban eksploitasi dan kekerasan seksual dapat menyebabkan sang
korban menjadi termarginalisasi dan viktimisasi lebih lanjut.
60
Kemiskinan: Kemiskinan bukanlah satu-satunya alasan eksploitasi seks komersial anak-anak,
namun hal itu merupakan katalis utama. Misalnya, agen penyalur/pengadaan tumbuh subur di
daerah-daerah kumuh perkotaan dan pedesaan miskin, dimana hanya ada sedikit kesempatan
kerja atau pendidikan. Kemiskinan bisa mendorong keluarga untuk melakukan tindakan nekat
untuk bertahan hidup.
Permintaan terhadap pelayanan seks: Pelaku pelanggaran seks dengan anak dapat ditemukan
di profesi apapun, di bangsa yang kaya maupun yang miskin, mungkin sudah menikah atau masih
lajang, orang asing ataupun penduduk setempat, heteroseksual maupun homoseksual. Sebagian
besar adalah laki-laki. Mereka sering memberi pembenaran terhadap perilaku yang abusif
berdasarkan alasan bahwa anak telah dipilih untuk terlibat dalam perdagangan seks komersial atau
datang dari budaya di mana anak-anak lebih terbuka dan berpengalaman seksual pada usia yang
lebih dini, dan bahwa mereka membantu anak-anak tersebut dengan memberi mereka uang.
HIV/AIDS: Memenuhi permintaan atas seks anak adalah kepercayaan bahwa seorang anak
mungkin lebih “bersih” dan tidak dapat menularkan penyakit seperti HIV/AIDS. Meskipun
demikian, anak secara psikologis lebih mudah terkena penyakit dan lebih tidak mampu untuk
meminta “pelanggan” menggunakan kondom. Epidemi HIV/AIDS juga telah meningkatkan
jumlah anak yatim (piatu) dan rumah tangga yang dikepalai seorang anak. Anak-anak ini lebih
rentan terhadap eksploitasi seksual.
Penyalahgunaan Internet: Pornografi anak, informasi mengenai wisata seks dan mempelai
yang dapat dipesan melalui surat secara terbuka tersedia di internet. Forum-forum seperti chat
rooms memfasilitasi geng dan jaringan perdagangan dan telah menjadi ajang pertemuan bagi
para mucikari dan para pemangsa (predator) yang membuntuti anak-anak.
Pecahnya atau tidak berfungsinya keluarga: Banyak keluarga berada dalam keadaan yang
sangat sulit. Orangtua yang mungkin menderita penyakit mental atau fisik, ketagihan obat-obatan
terlarang, atau alkohol, menyebabkan anak-anak meninggalkan rumah pada usia yang sangat
dini untuk mencoba bertahan hidup di jalanan dengan cara apapun, yang membuat mereka
bersinggungan dengan resiko eksploitasi seksual. Juga, bagi banyak anak, kekerasan seksual
terjadi di rumah dan dilakukan oleh saudara atau teman.
Ketidakmatangan: Di banyak negara yang sudah berkembang, sebagian anak muda secara
tak sengaja terjerumus ke dalam pelacuran bukan untuk melarikan diri dari kemiskinan, namun
semata-mata untuk mendapatkan uang tambahan. Mereka terpedaya oleh prospek menghasilkan
uang dalam jumlah besar secara cepat.
Perang dan Ketidakstabilan: Eksploitasi seks kommersial anak menjadi semakin parah pada
saat terjadi ketidakstabilan. Anak dapat menjadi terpisah dari keluarganya, atau menderita akibat
porak-porandanya norma-norma sosial, sistem perlindungan dan struktur sosial.
Penyalahgunaan Kekuasaan: Beberapa negara mendapatkan keuntungan dari pendapatan yang
dibawa oleh wisata seks dan kegiatan lain yang terkait dengan eksploitasi anak yang berkelanjutan,
dan akibatnya, tidak dapat memberikan perundang-undangan yang cukup melindungi dan
penegakkan hukum yang cukup untuk mengatasi masalah itu. Selain itu, korupsi di kalangan
kepolisian dan instansi lainnya misalnya, telah membantu mempertahankan perdagangan seks.
61
Wisata Seks
Wisata seks merupakan industri besar. Misalnya, menurut LaporanPerserikatan Bangsa-Bangsa
1998, setiap tahun sekitar 200.000 orang Jerman melakukan perjalanan ke luar negeri untuk
urusan seks. 39
Sistem hukum yang tidak memadai dan sistem peradilan yang tidak efisien merupakan salah
satu dari penyebab wisata seks mempengaruhi anak, karena hukum dan sistem peradilan
semacam itu menuntun para paedophile untuk percaya bahwa mereka dapat pergi ke negaranegara berkembang dan melakukan abuse terhadap anak-anak tanpa resiko akan dituntut dan
diadili. Misalnya, di beberapa negara, tindak pelanggaran kejahatan seksual terhadap anak hanya
dapat dituntut berdasarkan pengaduan orang tua anak tersebut. Ketika upaya pencegahan dan
perlindungan di negara-negara Asia Tenggara membaik, Negara-negara Amerika Tengah dengan
cepat menjadi daerah tujuan wisata seks anak yang dicari-cari. Masalah menjadi rumit khususnya
di Costa Rica. Ibu kotanya, San Jose, merupakan tempat bagi lebih dari 2000 pelacur anak, yang
secara teratur dijual ke orang asing sebagai bagian dari paket “wisata seks” yang diiklankan
secara luas di Internet. Ada sekitar 70 website yang mempromosikan Costa Rica sebagai tujuan
wisata seks. 40
Walaupun perempuan dewasa dan anak-anak perempuan merupakan korban utama wisata
seks, anak-laki-laki juga terkena akibatnya. Di Sri Lanka, kebanyakan pelacur anak-anak adalah
laki-laki yang pelanggannya adalah para wisatawan pria, sementara di beberapa negara Afrika
dan Kepulauan Karabia, eksploitasi “anak-anak pantai ((beach boys) oleh wisatawan perempuan
menjadi masalah.
Tahun 1995, Organisasi Pariwisata Dunia (The World Tourism Organization) mengutuk akibat sosial
budaya dan kesehatan yang parah yang ditimbulkan wisata seks dan memberlakukan serangkaian
upaya dan resolusi untuk memerangi fenomena ini.
Pornografi Anak
Protokol Pilihan Konvensi Hak-Hak Anak mendefinisikan pornografi anak sebagai “segala
penggambaran, dengan alat bantu apapun, dari seseorang anak yang melakukan kegiatan seksual
sebenarnya atau dengan simulasi atau segala penggambaran bagian dari anak untuk tujuan-tujuan
seksual”. Definisi yang diadopsi oleh Organisasi Polisi Kejahatan Internasional (Interpol) mirip
dengan definisi di atas: “gambaran visual eksploitasi seksual anak, yang berfokus pada perilaku
seksual atau organ seksual anak.”
Pornografi anak berbahaya bagi anak dalam dua hal. Pertama, pornografi anak mendorong sexual
abuse dan eksploitasi seksual anak. Kedua, setiap foto atau pita video merupakan bukti dari
kekerasan terhadap anak tersebut. Pendistribusian dari gambar itu menempatkan anak menjadi
korban kembali dan berulang-ulang terus, jauh hari setelah materi yang asli itu dibuat.
Karena sifat industri ini yang bergerak secara-sembunyi-sembunyi, informasi mengenai volume
pornografi anak beredar hanya diekspos melalui tindakan polisi dan penuntutan selanjutnya.
Meskipun demikian, skala masalahnya sungguh jelas bila dilihat dari hasil dari satu operasi saja
yang dilakukan. Pada akhir tahun 1990an lingkaran/jaringan pornografi anak yang berteknologi
maju dan terorganisasi yang dikenal sebagai “Wonderland Club” dibongkar kepolisian. Lingkaran
atau jaringan itu diketahui memiliki 180 anggota yang tersebar di 49 negara, dan memiliki 750.000
citra pornografi dan lebih dari 1800 jam sexual abuse terhadap anak yang sudah didigitalisasikan.
62
Pornografi anak dan Internet
Era digital telah memudahkan produksi dan penyebarluasan pornografi anak. Kemajuan dalam
teknologi komputer telah menjadikan penciptaan dan penyebarluasan pornografi anak menjadi
lebih mudah, lebih murah, dan lebih sulit dideteksi. Pornografi anak telah berkembang menjadi
industri bisnis jutaan dollar yang dapat dioperasikan dari rumah pelaku eksploitasi. Internet
digunakan oleh para pedofile untuk bertukar informasi dan menjalin kontak dengan calon korban
melalui ‘chat rooms”. Sungguh sangat kecil kemungkinannya untuk menjamin penghancuran
pornografi anak secara fisik begitu pornografi anak itu telah dimasukkan dalam Internet.
The Internet Safety Group: Selandia Baru
Internet Safety Group didirikan untuk melindungi anak-anak remaja Selandia Baru dari resiko
eksploitasi seks komersial di Internet melalui kegiatan-kegiatan berikut:
•
•
•
•
•
Mendisrtibusikan kit pengaman Internet ke sekolah-sekolah dengan informasi mengenai
cara-cara membangun suatu lingkungan belajar Internet yang aman, dan contoh dokumendokumen pendidikan bagi para siswa, orang tua dan masyarakat luas.
Membangun suatu situs web yang mudah dipergunakan bagi siapa saja dan kaya informasi
Membangun telepon bebas biaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang
penggunaan kit pengaman Internet.
Meningkatkan kampanye ke pada khalayak tentang peluncuran kit, situs web, dan saluran
telepon dan kampanye tentang berbagai hal mengenai keamanan Internet secara umum.
Memberikan tindak lanjut dengan memberikan informasi, kerjasama, dan kolaborasi lanjutan
Sumber: Good Practice in Combating CSEC, ECPAT International.
Teknologi digital juga menciptakan suatu fenomena baru yang kadang-kadang disebut “pseudochild pornography” (seolah-olah pornografi anak) yang terdiri dari citra yang dimanipulasi dan
diciptakan untuk membuat gambaran kegiatan seksual yang melibatkan anak-anak, tanpa ikut
sertanya anak-anak di dalam kegiatan seksual itu. Beberapa Negara, termasuk Kanada, Inggris,
dan Amerika Serikat telah mengamandemen perundang-undangan mereka dengan melarang
pornografi jenis ini. Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan dukungan untuk
menjadikan materi semacam ini sebagai ilegal karena hal itu mendorong pedophile untuk melihat
bahwa nafsu/keinginan mereka itu sebagai hal yang normal dan terlibat dalam eksploitasi anak
yang sebenarnya.
63
ÿ Standar Internasional : Eksploitasi Seksual Anak
Konvensi Hak-Hak Anak
Pasal 34 Konvensi Hak-Hak Anak menyatakan bahwa:
Negara–negara anggota berupaya melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi seksual dan
sexual abuse. Untuk mencapai tujuan ini, negara-negara anggota secara khusus akan mengambil
segala upaya nasional, bilateral, dan multilateral yang tepat untuk mencegah:
a)
b)
c)
Bujukan atau pemaksaan seorang anak untuk terlibat dalam kegiatan seksual yang tidak sah.
Pemanfaatan anak secara eksploitatif dalam pelacuran atau praktek-praktek seksual tidak
sah lainnya;
Pemanfaatan anak secara eksploitatif dalam materi dan pertunjukan pornografi.
Protokol Opsional mengenai Penjualan anak, pelacuran anak
dan pornografi anak
Sebuah protokol mengenai Penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak diadopsi
pada bulan Mei 2000 dan mulai berlaku pada bulan Januari 2002. Sementara Konvensi itu
menekankan pada pencegahan eksploitasi seksual, Protokol ini menekankan pada pemidanaan
pelacuran anak, dan pornografi dan mempersyaratkan bahwa setiap partisipasi dalam tindakan
ini, termasuk percobaan dan konspirasi, dapat dikenai hukuman yang memperhitungkan
beratnya pelanggaran ini (Pasal 3). Protokol tersebut juga mempersyaratkan bahwa Negara
menutup segala bangunan yang digunakan untuk pelacuran anak dan pornografi, merampas dan
menyita hasil-hasil dari kegiatan semacam itu, serta semua perangkat/sarana yang digunakan
untuk melakukan atau memfasilitasinya (pasal 7), dan berisi ketentuan rinci mengenai perlakuan
terhadap korban. (Lihat Bab 9).
Konvensi ILO No. 182
Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) no. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera
untuk Penghapusan Segala Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak juga mempersyaratkan
negara–negara anggota untuk mengadopsi/menerapkan sanksi pidana dan bentuk hukuman
lainnya bagi pelacuran anak dan pornografi anak. Seperti halnya Protokol Pilihan itu, Konvensi
ini juga mempersyaratkan bahwa ketentuan hukum yang melindungi anak-anak dari eksploitasi
seksual berlaku untuk semua orang yang berusia di bawah 18 tahun. Konvensi itu telah diratifikasi
oleh 147 negara.
64
Apa yang dapat dilakukan?
Suatu program menyeluruh terhadap eksploitasi seksual anak harus mencakup komponenkomponen mengenai pencegahan; deteksi, pelaporan, dan intervensi; penurunan permintaan
dan penuntutan pelaku pelanggaran hukum; dan perlakuan/perawatan korban yang tepat dan
kompensasi. Program harus didasarkan pada penelitian empiris, dan dirancang untuk dilaksanakan
di tingkat lokal dan nasional. Program itu juga harus mencakup kerjasama internasional, khususnya
untuk pencegahan dan penekanan perdagangan manusia untuk keperluan pelacuran, pornografi,
dan wisata seks.
Ratifikasi Instrumen Internasional
Negara-negara yang belum melakukan ratifikasi harus mempertimbangkan secara serius untuk
menjadi pihak dalam Protokol Pilihan tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi
anak, dalam upaya untuk membangun suatu kerangka kerja yang tepat untuk menelaah kembali
ketentuan-ketentuan hukum dan acara pidana mengenai eksploitasi seksual anak.
Negara-negara yang belum melakukan hal itu harus mempertimbangkan ratifikasi Konvensi
ILO no. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera bagi Penghapusan Bentuk-bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak, dan dengan melakukan hal tersebut berarti negara-negara
tersebut telah membuat komitmen yang jelas terhadap pengadopsian program-program
aksi yang menyeluruh dan terikat waktu untuk memberantas eksploitasi seksual anak serta
bentuk-bentuk eksploitasi anak yang serius lainnya.
Reformasi Hukum
Hukum pidana hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan bahwa:
•
•
•
•
•
•
•
Undang-undang tersebut melarang segala bentuk eksploitasi seks anak, yang mencakup
anak-laki- laki dan perempuan yang usianya di bawah 18 tahun.
Pemilikan, pembuatan, dan penyebarluasan pornografi anak dilarang.
Anak-anak korban eksploitasi seksual tidak bisa dikenai hukuman sebagai pelaku kejahatan
atau anak-nakal.
Segala bentuk penyalahgunaan seksual anak dapat dihukum dengan hukuman yang
mencerminkan beratnya pelangaran-pelanggaran hukum yang dilakukan.
Penyampaian pengaduan atau penuntutan atas suatu tindak pelanggaran hukum tidak
memerlukan ijin orang tua korban.
Undang-undang tersebut tidak menentukan persyaratan (seperti yang mempersyaratkan
saksi peristiwa tersebut), yang menghambat atau menjadi kendala yang tidak perlu bagi
proses penuntutan (Salah satu contoh yang dikutip oleh Special Rapporteur dalam penjualan
anak, pelacuran anak, dan pornografi anak dalam laporan misi tahun 2001 di Maroko adalah
perundang-undangan yang menerapkan sanksi hukuman penjara bagi ibu yang tidak kawin,
kecuali ia dapat membuktikan bahwa ayah anak tersebut melakukan perkosaan dengan
disaksikan oleh 2 orang saksi).
Setiap upaya dilakukan untuk menyeimbangkan hak terdakwa untuk diproses secara adil dan
seksama demi menghindarkan terjadinya re-viktimisasi koban anak (misalnya melalui undangundang yang mengijinkan pernyataan korban yang direkam dalam video agar diterima sebagai
bukti atau mengijinkan saksi-saksi anak untuk dicek-silang dalam suasana yang diakrabi anak
melalui perantaraan seorang spesialis yang ditunjuk pengadilan).
65
Sebaiknya juga dipertimbangkan untuk mengadopsi peraturan/undang-undang yang menetapkan
jurisdiksi ekstra-teritorial terhadap kejahatan yang melibatkan eksploitasi seks anak di luar negeri
dan menetapkan suatu dasar hukum yang tepat untuk melakukan ekstradisi dan kerjasama
internasional dalam penyelidikan dan penuntutan tindak kejahatan yang melibatkan eksploitasi
seksual terhadap anak. (Periksa boks mengenai jurisdiksi universal dalam Bab 9).
Menyeimbangkan pembelaan diri dan hak-hak korban anak
Di Durban (Afrika Selatan) Special Rapporteur (pelapor khusus) Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengunjungi Pengadilan yang menangani Penyalahgunaan Anak (Child Abuse) yang saat ini
merupakan satu-satunya yang dicancang secara khusus untuk menangani pelanggaran seks
terhadap anak di negara itu. Pengadilan menggunakan vasilitas video-link sehingga anak dapat
memberikan kesaksiannya di ruangan yang berbeda dan tidak harus berhadapan langsung dengan
terdakwa. Seorang pekerja sosial duduk mendampingi anak itu, dan para jaksa penuntut, yang
merupakan spesialis dalam penanganan korban anak, menyampaikan pertanyaan-pertanyaan
mereka kepada anak dengan penuh kesabaran dan kepekaaan.
Sumber: Laporan Special Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi
anak dalam Misi ke Afrika Selatan, E/CN/4/2003 Add.1. paragraf 63).
Pencegahan
Program-program untuk menekan eksploitasi seksual sebaiknya mengetahui bahwa korban dari
pelanggaran-pelanggaran hak yang lain lebih berkemungkinan menjadi korban eksploitasi sosial
atau perdagangan manusia (trafficking). Pendekatan pencegahan tersebut sebaiknya mendorong
pelayanan sosial yang berhubungan dengan anak, seperti pelayanan kesehatan, pusat-pusat
penitipan anak dan sekolah-sekolah, agar lembaga-lembaga itu menjadi bagian dari identifikasi dan
rujukan kekerasan (abuse
(
) di rumah.
Upaya-upaya harus dilakukan untuk mendampingi anak yang telah meninggalkan rumah atau putus
sekolah untuk memberikan tempat penampungan bagi mereka dan upaya reinsersi (reinsertion)
ke dalam bentuk pendidikan yang cocok, dan alternatif untuk hidup selain di jalanan.
Para anggota dewan perwakilan rakyat sebaiknya mempromosikan peningkatan akses
terhadap pendidikan yang berkualitas, yang secara khusus mencakup upaya mengatasi kendala
berpartisipasinya anak perempuan secara penuh. Pendidikan dasar sebaiknya diwajibkan dan
tersedia gratis bagi semua (termasuk biaya sekolah, buku teks dan seragam). Selain memberi
anak ketrampilan-ketrampilan untuk mengubah dan meningkatkan taraf hidup mereka, sekolah
harus mendidik anak untuk mengenali dan menghindari keadaan yang beresiko tinggi, seraya
menjawab kebutuhan khusus dari mereka yang mengalami penyalahgunaan seksual. Pasa saat
yang sama, sekolah harus menyediakan lingkungan yang aman dan melindungi anak, bebas dari
ancaman eksploitasi seksual dan sexual abuse.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat didorong untuk memanfaatkan kepemimpinan mereka
untuk mendapatkan komitmen/alokasi keuangan bagi program untuk memerangi eksploitasi
seksual anak. Ini mencakup penganggaran bagi upaya-upaya yang diarahkan pada akar penyebab
eksploitasi seksual, seperti pengentasan orang miskin, promosi kesetaraan jender, pendidikan dan
perlindungan anak tanpa pengasuh.
______________________________________________________________
66
Pencegahan di Pedesaan Thailand
Wilayah Thailand Utara dikenal sebagai wilayah perekrutan pelacur anak. Pusat Program
Pendidikan dan Pengembangan bagi Anak-anak Perempuan dan Masyarakat (DEP) telah
berupaya melaksanakan program-program pencegahan bagi anak-anak perempuan yang beresiko
untuk dikirim atau direkrut sebagai pelacur, dengan diberi tempat penampungan sementara dan
dimasukkan dalam program-program pendidikan. Program–program itu menawarkan pelatihan
ketrampilan, pendidikan non-formal dan pelatihan kepemimpinan. Sebuah institusi pendidikan
setempat, The Rachapat Institute, sedang mencoba untuk memperkuat kerjasama antara
LSM setempat dengan institusi-institusi pemerintahan setempat. Lembaga pendidikan itu
memberikan pelatihan kepada LSM dan guru-guru setempat agar mereka mampu melakukan
tindakan melawan pelacuran anak. Program itu diberlakukan dengan pemikiran bahwa bila semua
sektor masyarakat setempat, termasuk anak-anak, ditingkatkan kewaspadaan dan kesadarannya
mengenai masalah-masalah dan bahaya pelacuran melalui pendidikan, ada kesempatan yang
memadai untuk melindungi anak, bahkan yang sedang sangat beresiko dijual atau diperdagangkan
untuk keperluan pelacuran.
Sumber: Laporan Special Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi
anak, E/CN/4/1998/101).
Para anggota parlemen hendaknya mendalami tentang dan memastikan klarifikasi mandat,
pelaporan dan mekanisme rujukan dari berbagai jalur kementerian bila terjadi kasus kekerasan
dan penyalah-gunaan.
Pendidikan Kesehatan Seksual
Pendidikan kesehatan seksual anak-anak penting berdasarkan beberapa alasan:
•
•
•
Pendidikan kesehahatan seksual menjadikan anak memahami hakekat kegiatan seksual
dan membantu mereka agar dapat melindungi diri dari penyalahgunaan seksual yang
berdasarkan pada penggambaran yang keliru dari tindakan itu.
Pendidikan kesehatan seksual membantu anak yang menjadi aktif secara seksual untuk
melindungi diri mereka dari bahaya penyakit-penyakit seksual yang dapat menular, termasuk
infeksi HIV.
Pendidikan kesehatan seksual dapat membantu mengurangi terjadinya kehamilan remaja,
termasuk kehamilan pada anak remaja yang belum menikah, yang di beberapa Negara dapat
menjerumuskan mereka ke pelacuran.
Kajian baru-baru ini juga menunjukan bahwa program yang berkualitas sebenarnya tidak
mendorong peningkatan kegiatan seksual yang lebih dini. Pendidikan semacam itu faktanya
justru dapat membantu menunda terjadi hubungan seks pertama kali.
Para anggota dewan perwakilan rakyat dan para penggalang opini lainnya harus secara aktif
mendukung program pendidikan kesehatan seksual yang:
•
•
•
Dimulai sebelum kegiatan seksual anak mulai aktif
Memberikan penjelasan gamblang mengenai resiko seks yang tak terlindungi dan metodemetode untuk mengurangi resikonya, termasuk berpantang.
Mencakup praktek-praktek ketrampilan berkomunikasi dan bernegosiasi.
67
Pelaporan, Deteksi, dan Intervensi
Mekanisme pelaporan kejahatan terhadap anak dan pemberian bantuan kepada korban harus
dipubikasikan secara luas dan tersedia di tempat tempat yang mudah diakses. Upaya-upaya yang
terbukti bermanfaat meliputi:
•
•
•
•
•
•
Hotline telepon
Memberikan akses yang lebih mudah bagi remaja untuk melakukan konseling secara rahasia
Memastikan adanya akses ke kantor polisi bagi wilayah-wilayah pedesaan
Memastikan bahwa korban wanita memiliki akses ke polisi wanita
Memastikan bahwa aparat kepolisian tahu seberapa berat tingkat eksploitasi seksual anak
dan kebutuhan korban
Mendirikan tim khusus yang terdiri dari petugas kepolisian, dokter, dan/atau personil dari
departemen sosial/pekerja sosial untuk menerima dan menyelidiki pengaduan eksploitasi
seksual.
Pendekatan investigasi yang memahami perasaan anak
Di Amerika Serikat, Departemen Kepolisian San Fransisco sedang mencoba mencermati dan
mengatasi berbagai isu yang ada dengan menyiapkan ahli-ahli kepolisian yang siap 24 jam untuk
menanggapi semua kasus yang melibatkan prostitusi anak dan pornografi anak.
Investigasi berikutnya mengikuti pendekatan triad (triad approach)) dimana seorang pekerja sosial,
seorang dokter atau perawat ahli terapi, dan petugas kepolisian dengan segera mendatangi
korban anak. Negara bagian kemudian menyediakan perawatan medis dan dukungan psikologis
kepada anak. Pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar korban yang direhabilitasi dapat
mengatasi masalahnya asalkan ada bimbingan konseling. Kepolisian San Fransisco juga percaya
bahwa peran ahli trauma untuk bekerja dengan korban perkosaan dan penyalahgunaan seksual
sangat penting. Ini khususnya karena penegakkan hukum merupakan titik persentuhan pertama
bagi korban dengan sistem peradilan pidana dan pembangunan rasa percaya diri diperlukan.
Sumber: Laporan Misi Special Rapporteur (supra) ke Amerika Serikat, E/CN.4/1997/Add.2,
Peran Media
Media dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam kaitannya dengan eksploitasi seksual
anak ini. Pertama-tama, media dapat bertindak sedemikian rupa sehingga media tidak melanggar
hak-hak korban anak, dan tidak berprasangka terhadap hak-hak tersangka pelaku pelanggaran
untuk melakukan pembelaan diri di pengadilan. Kedua, media dapat menghindarkan pelaporan
yang memperkuat prasangka dan pemikiran ada sebelumnya yang memberi andil pada toleransi
eksploitasi seksual anak dan membantu menggalang pendapat umum dalam perjuangan melawan
eksploitasi seksual. Etika pelaporan sebaiknya:
•
•
•
68
Menghargai privasi dan kepentingan terbaik anak korban
Menghindarkan pelaporan yang berprasangka terhadap hak-hak tersangka atas pengadilan
tidak memihak, sehingga menghalangi proses penuntutan.
Menghindarkan pelaporan yang yang secara eksplisit dan implisit menimpakan kesalahan
pada korban;
Muatan media yang menyuburkan citra bahwa remaja atau remaja belia secara seksual sudah
matang sebaiknya dihindari juga.
Para anggota dewan perwakilan rakyat harus memastikan bahwa aturan dasar dimasukkan
dalam perundang-undangan dan bahwa panduan yang lebih komprehensif dan rinci diadopsi akan
diterapkan dan dipantau, khususnya oleh badan-badan dan berbagai asosiasi profesi terkait.
Wisata Seks
Program–program pencegahan wisata seks harus dibuat oleh Negara pengirim dan Negara
penerima, dan harus mencakup tindakan-tindakan berikut:
•
•
•
•
Memobilisasikan departemen terkait, termasuk Kementerian Pariwisata, untuk melakukan
upaya-upaya menentang wisata-seks yang teroganisir.
Mengumpulkan bukti-bukti wisata seks terorganisir dan mendorong pendidikan petugaspetugas pemerintahan terkait dan para pucuk pimpinan di sektor wisata mengenai akibat
negatif dari kegiatan semacam ini.
Menerbitkan panduan-panduan bagi sektor wisata yang mendesak sektor itu untuk menahan
diri agar tidak mengelola segala bentuk wisata seks dan agar menghindarkan eksploitasi
pelacuran sebagai suatu atraksi wisata.
Membangun dan menegakkan upaya-upaya hukum dan administratif untuk mencegah
dan mengikis wisata seks anak, khususnya melalui perjanjian-perjanjian bilateral untuk
memudahkan proses penuntutan para wisatawan yang terlibat dalam kegiatan seksual,
melanggar hukum, dan melibatkan anak dan remaja.
Industri Pariwisata dan Wisata Seks
Sektor swasta dapat:
•
•
•
•
•
Bekerja sama dengan LSM di tempat asal dan di tempat tujuan dalam pengidentifikasian
pola-pola wisata seks dan upaya-upaya pencegahan yang tepat
Menginformasikan kepada wisatawan akibat negatif dari wisata seks bagi anak dan memberi
peringatan kepada mereka kemungkinan akibat–akibat hukum dan kesehatan yang akan
mereka hadapi
Mengembangkan dan memperkuat kode-etik (aturan main) profesi dan mekanisme peraturan
yang mereka ciptakan untuk mereka sendiri
Melakukan edukasi bagi para profesional di bidang pariwisata mengenai dampak negatif
wisata seks
Memberikan insentif dan imbalan bagi perusahaan-perusahaan wisata yang mengambil
tindakan menentang wisata seks.
Sumber: Resolusi World Tourism Organisation (WTO) A/RES/338 (XI).
69
Pemulihan dan Reintegrasi
Anak-anak yang disalahgunakan melalui eksploitasi seksual sangat dirugikan dan memerlukan
pelayanan yang menyeluruh, mudah diakses dan berjangka panjang. Program–program pemulihan
dan reintegrasi harus membantu mengembalikan martabat anak, kesehatan jasmani dan rohaninya.
Selain itu, program-program ini harus bertujuan membawa perbaikan bagi lingkungan anak
sebelumnya melalui kesejahteraan lahiriah, peningkatan harga diri, dan peningkatan kemampuan
untuk melindungi diri.
Anggota Parlemen hendaknya:
•
•
•
Mengadopsi pendekatan yang tidak bersifat menghukum, terhadap anak yang menjadi korban
eksploitasi seks komersial sesuai dengan hak-hak anak, dengan memperhatikan bahwa
prosedur judisial tidak memperparah trauma yang telah dialami oleh anak dan bahwa respon
dari sistem diikuti dengan bantuan lembaga bantuan hukum, bila mana memungkinkan, dan
pemberian remedi judisial bagi anak – korban.
Menyediakan/memperkuat berbagai ragam pelayanan yang mudah diakses dan secara
budaya mudah diterima bagi anak korban eksploitasi seks komersial, yang memperhitungkan
juga perbedaan kebutuhan dan minat anak laki-dan anak perempuan. Ini mungkin mencakup
konseling sebaya, help-line atau hotline dalam bahasa setempat, tempat penampungan,
perawatan medis, konseling psikososial dan pelatihan kejururan.
Melatih penyedia pelayanan sosial dan pelayanan kesehatan, serta anggota masyarakat dan
organisasi keagamaan dalam pemberian pelayanan yang akrab bagi anak, termasuk pelayanan
psikososial dan dan pelayanan medis, HIV/AIDS, program-program mengenai penyalahgunaan zat terlarang, dan pengembangan ketrampilan hidup bagi korban anak.
Pelatihan Pelayanan Psikososial dan Medis bagi Penyedia
Pelayanan
Mengakui bahwa peran dari para penyedia pelayanan medis dan psikososial dalam upaya
pencegahan eksploitasi seksual dan sexual abuse, dan pemulihan korban dan reintegrasinya ke
masyarakat sangat penting, bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia Komisi Sosial Ekonomi
Asia Pasifik (HRD- ESCAP) mengembangkan dan melaksanakan program pelatihan bagi penyedia
pelayanan psikososial dan medis di sub-wilayah Greater Mekong, Asia Selatan dan Filipina. Tujuan
dari progam ini adalah membantu anak–anak yang secara seksual dieksploitasi dan disalahgunakan
melalui peningkatan ketrampilan dari penyedia pelayanan psikososial dan medis secara tepat
untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan khusus mereka.
Sumber: Good Practices in Combating CSEC, ECPAT Internasional
70
PERDAGANGAN DAN PENJUALAN ANAK
Perlu mendapatkan pekerjaan, namun tak mampu membayar biaya transportasi sama
sekali, ia menerima tawaran dari seorang pengemudi bus untuk menumpang bis
gratis ke tempat kerja di sebuah pabrik di Thailand. Di sana, ia dijual ke pemilik rumah
bordil, yang mengatakan kepadanya bahwa ia tidak dapat pergi sampai ia bekerja untuk
mendapatkan uang guna membayar ongkos yang pemilik bordil bayarkan kepada
pengemudi bus. Ia tidak pernah diberitahu berapa banyak uang yang dibayarkan kepada
kepada pengemudi bus, dan berapa pendapatannya untuk pelayanan setiap pelanggan,
atau berapa lama yang dibutuhkannya untuk melunasi uangnya itu.
Bab
9
Cerita anak korban trafiking
Perdagangan manusia meningkat. Di Asia Tenggara saja, 200,000 sampai 250.000 perempuan dan
anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya.42 Perdagangan anak sungguh merupakan fenomena
global yang menghubungkan semua negara dan kawasan di dunia dalam suatu jaringan rumit
gerakan gelap yang menimpa sekitar 1.2 juta anak setiap tahunnya.43
Perdagangan Manusia telah didefinisikan sebagai:
Rekrutmen, pengangkutan, pengiriman, menampung atau menerima orang,dengan
menggunakan ancaman atau penggunaan kekuatan atau bentuk pemaksaan yang lain,
penculikan, pemalsuan, pemerdayaan, penyalah-gunaan kekuasaan atau posisi kerentanan, atau
memberi atau menerima pembayaran atau manfaat lain untuk mendapatkan ijin dari seseorang
yang memiliki kuasa untuk mengendalikan orang lain, untuk keperluan eksploitasi”. 44
Meskipun demikian, rekrutmen, pengangkutan dan pengiriman dan menampung atau menerima
seorang anak untuk dieksploitasi juga dianggap sebagai trafiking, tanpa memandang apakah
penculikan, penipuan dan cara–cara tersebut di atas dilakukan atau tidak.
Penjualan anak artinya “segala tindakan atau transaksi dimana seorang anak dipindahtangankan
dari seseorang atau kelompok orang ke seseorang atau kelompok lainnya dengan pembayaran
sejumlah uang atau karena pertimbangan–pertimbangan lainnya. 45 Konsep penjualan bertumpang
tindih dengan trafiking, kecuali bahwa trafiking menyiratkan suatu praktek bahwa anak
dipindahkan.
Trafiking bisa dari satu negara ke negara lainnya, namun juga dapat terjadi dalam suatu negara,
sering dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Penyelundupan migran, walaupun tidak
sah, bukanlah merupakan trafiking bila para migran secara bebas mengontrak pelayanan
penyelundupnya, dan bila mereka tidak dieksploitasi. Penyelundupan berubah menjadi trafiking
bila penipuan terhadap migran terdapat didalamnya, atau bila mereka dipaksaa tinggal dan bekerja
dalam kondisi penghambaan (servitude).
Akar masalah penjualan dan trafiking sangat rumit dan kait-mengkait, dan mencakup kemiskinan,
kurangnya kesempatan kerja, status sosial anak perempuan yang rendah, dan umumnya kekurangan
pendidikan dan kesadaran. Anak-anak tribal dan minoritas, anak-anak tanpa kewarganegaraan
atau tak terdokumentasi, dan anak-anak dalam kamp pengungsian juga sungguh rentan.
71
ÿ
Standar Internasional tentang Trafiking
Konvensi Hak-Hak Anak
Pasal 35 Konvensi Hak-Hak Anak menetapkan bahwa “Negara-negara anggota harus melakukan
upaya-upaya nasional, bilateral dan multilateral yang tepat untuk mencegah penculikan, penjualan
atau perdagangan anak untuk tujuan apapun atau dalam bentuk apapun”. Anak-anak yang telah
menjadi korban dari eksplotasi dalam bentuk yang mana saja, memiliki hak atas pemulihan fisik,
psikologis dan intergrasi sosial (Pasal 39). Bila hak-hak korban atas identitas telah terpengaruhi,
negara juga memiliki kewajiban untuk memberikan bantuan dan perlindungan dalam mengembalikan
identitas korban yang sebenarnya (Pasal 8). Identitas itu mencakup nama, kewarganegaraan, dan
ikatan keluarga. (Periksa bab 6).
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kejahatan Transnasional
Terorganisasi dan Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum
Perdagangan Manusia, Khususnya Perempuan dan Anak-anak (Protokol
Palermo).46
Konvensi dan Protokol ini diadopsi oleh Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
tanggal 15 November 2000 dan mulai berlaku pada bukan Desember 2003. Selain menghimbau
dibuatnya program-program dan kebijakan yang menyeluruh untuk mencegah perdagangan
manusia, khususnya perempuan dan anak-anak, Konvensi dan protokol itu juga memuat
ketentuan-ketentuan rinci mengenai kewajiban masing-masing badan pembuat undang-undang
untuk memberlakukan undang-undang yang menentang trafiking, mengenai penegakan hukum,
dan perlakuan terhadap korban. Ketentuan–ketentuan penegakkan hukum berkaitan dengan:
•
•
•
•
Pertukaran informasi antara instansi penegakkan hukum yang berkaitan dengan orang-orang
dan kelompok-kelompok yang dicurigai melakukan perdagangan manusia secara internasional,
cara-cara yang digunakan dan metode-metodenya.
Pengawasan perbatasan
Keamanan dokumen perjalanan dan dokumen identitas; dan
Pelatihan aparat pengawas perbatasan dan aparat penegak hukum.
Protokol juga memuat panduan terinci mengenai repatriasi korban trafiking ke negara asalnya.
(Pasal 7 dan 8).
Trafiking dan Eksploitasi Seksual
Di beberapa kawasan dunia, perdagangan anak, khususnya anak perempuan, untuk keperluan
pelacuran terdokumentasi dengan baik.
72
•
Pada tahun 2002, diperkirakan bahwa antara 28.000 sampai 30.000 anak perempuan terlibat
dalam pelacuran di Afrika Selatan, sebagian dari mereka berasal dari Angola, Kamerun,
Ethiopia, Kenya, Lesotho, Malawi, Mozambique, Rwanda, Senegal, Swaziland, Tanzania,
Uganda, Zambia, dan Zimbabwe. 47
•
Gadis-gadis remaja dari Afrika diperdagangkan ke Eropa, khususnya Belgia, Italia, dan dan
Negeri Belanda. Sekitar 2000 sampai 6000 anak gadis dan perempuan belia diperdagangkan
ke Italia setiap tahunnya, sebagian di antaranya berusia antara 14 – 18 tahun. 48
•
Anak-anak dari Bangladesh dan Nepal diperdagangkan ke India untuk keperluan eksploitasi
seksual. Anak-anak dari Asia Tenggara diperdagangkan dalam jumlah besar ke Jepang dan
Thailand. Perdagangan anak-anak perempuan muda dari daerah pedesaan ke kota-kota besar
untuk tujuan pelacuran marak di Kamboja, China, Thailand, dan Viet Nam. 49
•
Runtuhnya tatanan ekonomi dan sosial Eropa Timur pada tahun 1989 dan Krisis Balkan
meningkatkan perdagangan manusia dalam sekala besar dari Eropa Timur ke Eropa Barat
dan di Eropa Timur sendiri. Walaupun banyak upaya dilakukan dalam penegakkan hukum dan
perlindungan korban, negara-negara di kawasan ini masih menjadi tujuan atau titik transit atau
negara asal perdagangan manusia. Dengan pola besar ini, pola-pola spesifik dapat dideteksi,
seperti perdagangan gadis-gadis remaja dari Negara-negara kawasan Baltik ke Skandinavia,
dari Rusia dan Ukraina ke Jerman dan Polandia, dan dari Albania ke Italia dan Yunani.
•
Telah ditunjukkan bahwa ketika legislasi yang lebih tegas dikembangkan di beberapa
negara, rute trafficking berubah melalui negara transit dan negara tujuan. Jaringan trafiking
yang sangat lentur sifatnya memerlukan suatu pendekatan global atau regional, bukannya
mengatasi masalah-masalah tersebut di satu negara dalam waktu tertentu.
Korban dari trafiking semacam ini sering diberi stigma, yang mengundang berbagai tantangan
terhadap upaya reintegrasi sosial, bahkan repatriasi.
ÿ Standar Regional dan Standar Internasional tentang
Trafiking dan Eksploitasi Seksual
Protokol Opsional tentang penjualan anak, pelacuran anak dan
pornografi anak.
Protokol Konvensi Hak-hak Anak mulai berlaku pada tanggal 18 Januari 2002. Protokol itu berlaku
bagi penjualan anak untuk keperluan eksploitasi seksual, perburuhan anak, atau adopsi, dan
mencakup pencegahan, pelarangan dan bantuan bagi para korban. Berkenaan dengan pencegahan,
Protokol itu mengindikasikan bahwa pencegahan harus mencakup upaya-upaya yang dirancang
untuk membuat masyarakat umum lebih menyadari efek-efek yang merugikan dari penjualan
anak serta upaya-upaya yang ditujukan bagi pihak yang paling rentan.
Ketentuan yang paling rinci dari Protokol ini adalah ketentuan yang berkaitan dengan pelarangan
dan hukuman. Protokol ini mengindikasikan bahwa undang-undang/hukum pidana harus
mencakup orang-orang yang menawarkan anak untuk dijual, siapapun yang membeli anak, calo,
dan siapapun yang berpartisipasi dalam tindakan itu (termasuk pencobaan atau komplisitas) akan
dijatuhi hukuman yang sesuai dengan tingkat kesalahannya. Protokol ini juga mengindikasikan
bahwa negara-negara anggota Protokol tersebut sebaiknya saling membantu dalam penyelidikan
kejahatan semacam itu dan membawa pelaku pelanggaran ke pengadilan dan bahwa tempat
yang digunakan untuk keperluan ini akan ditutup dan hasilnya akan disita.
Protokol ini memuat ketentuan-ketentuan yang dirancang membangun jurisdiksi internasional
atas kejahatan-kejahatan ini.
73
Konvensi tentang Pencegahan dan Memerangi Trafiking Perempuan
dan Anak-anak untuk Pelacuran, Asosiasi Asia Selatan untuk Kerjasama
Regional (SAARC Convention on Preventing and Combating Trafficking
in Women and Children for Prostitution)
Pada bulan Januari 2002, Asosiasi Asia Selatan untuk Kerjasama Regional (SAARC) mengadopsi
perjanjian mengenai perdagangan perempuan dan anak-anak untuk keperluan pelacuran.
Perjanjian ini lebih sempit dibanding instrumen-instrumen lainnya dalam hal bahwa perjanjian
itu hanya berlaku untuk perdagangan untuk tujuan-tujuan prostitusi, namun lebih luas dibanding
Protokol Palermo dalam hal bahwa perjanjian itu berlaku untuk perdagangan di dalam negeri dan
perdagangan internasional.
Konvensi SAARC itu mewajibkan negara-negara anggotanya untuk memidanakan trafiking dan
menetapkan hukuman yang diperhitungkan sesuai dengan tingkat kejahatannya, dan menjadikan
instansi–instansi penegakkan hukum dan peradilan agar lebih peka terhadap sifat dan penyebab
perdagangan perempuan dan anak-anak.
Konvensi ini memuat ketentuan yang rinci mengenai kerjasama di kalangan instansi penegakan
hukum nasional.
Trafiking dan Buruh Anak
Kajian terakhir di Afrika dan Asia mempertegas bahwa anak-anak sering diperdagangkan untuk
keperluan sebagai pekerja rumah tangga, atau bekerja di industri pelayanan, konstruksi, pertanian,
perikanan dan mengemis. Berbagai ragam pola trafiking telah didokumentasikan di berbagai
belahan dunia yang berbeda:
•
•
•
•
•
Di Afrika Barat, anak-anak sering diperdagangkan oleh “ agen tenaga kerja” untuk jasa rumah
tangga atau bekerja di pertambangan atau perkebunan.
Anak-anak dari Eropa Tengah dan Eropa Timur diperdagangkan ke Eropa Barat ke sektor
huburan dan jasa serta sebagai pengemis, pelacur, dan penjahat kelas teri.
Di Asia Selatan, anak-anak diperdagangkan untuk digunakan dalam pabrik–pabrik karpet,
garmen, konstruksi, perkebunan teh dan sebagai pengemis.
Di Timur Tengah, perdagangan anak-anak perempuan untuk pekerjaan rumah tangga
merupakan bentuk yang dominan dari trafiking anak
Di Asia Tenggara, trafiking terjadi di berbagai bidang jasa, dan untuk pekerjaan bidang pertanian
dan industri.
Trafiking untuk tujuan dijadikan buruh anak sebagian besar ditentukan oleh jumlah permintaan,
dan merupakan bagian dari permintaan yang tak terpenuhi dari buruh murah dan tidak-bertingkah
macam-macam. ILO menyebutkan bahwa buruh anak menarik bukan karena murah, namun
karena anak lebih mudah disalahgunakan, tidak terlalu asertif, dan kurang mampu menuntut
hak-haknya bila dibanding orang dewasa. Mereka dapat dipaksa untuk bekerja dengan jam kerja
yang lebih panjang, dengan makanan yang lebih sedikit, dengan akomodasi yang buruk dan tanpa
benefit. Korban-korban trafiking untuk menjadi buruh sering bekerja di dalam kondisi yang sangat
membahayakan kesehatan jiwa dan raganya.
74
Standar Internasional: Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk
untuk anak
Konvensi tentang Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak (Konvensi ILO no. 182)
memberikan titik masuk untuk mengatasi keadaan yang paling berbahaya dan merupakan batu
pijakan menuju sasaran utama untuk mengakhiri perburuhan anak bersama-sama. Konvensi ini
menentukan hal yang berikut sebagai bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak:
•
•
•
•
•
Segala bentuk perbudakan atau praktek-praktek sejenisnya, seperti penjualan dan perdagangan
anak.
Penghambaan dan penjaminan sebagai utang
Wajib kerja atau kerja paksa, termasuk rekrutmen paksa dan wajib untuk digunakan dalam
konflik bersenjata;
Penggunaan, pengadaan, atau penawaran seorang anak untuk dilacurkan, untuk produksi
pornografi atau untuk pertunjukan pornografi; dan
Penggunaan, pengadaan atau penawaran seorang anak untuk kegiatan-kegiatan, khususnya
untuk produksi dan perdagangan obat-obat terlarang (sebagaimana didefinisikan dalam
perjanjian-perjanjian internasional yang relevan.)
Adopsi Internasional
Dalam dua dekade terakhir, adopsi antar negara secara progresif telah berubah. Dari tujuan
awalnya untuk memberikan lingkungan keluarga bagi anak, adopsi menjadi lebih ditentukan oleh
permintaan (demand-driven). Di negara-negara industri, adopsi antar negara yang meningkat
dipandang sebagai (pilihan) bagi keluarga-keluarga tanpa anak. Untuk memenuhi permintaan anak,
penyalahgunaan dan perdagangan tumbuh subur: tekanan psikologis terhadap ibu-ibu yang rentan
untuk (menyerahkan anak-anak mereka) negosiasi dengan keluarga yang melahirkan; adopsi yang
diorganisasikan sebelum kelahiran; sertifikat maternitas atau paternitas palsu, penculikan anak;
anak-anak diaku untuk diadopsi, tekanan ekonomi dan politik kepada pemerintah … Sungguh
perdagangan yang berkembang pesat telah tumbuh dalam pembelian dan penjualan anak dalam
kaitannya dengan adopsi antar negara.
Sumber: C. Saclier, Internasional Social Services, cited in Intercountry Adoption, Innocenti Digest No.4.
75
Perdagangan, Penjualan Anak dan Adopsi
Perdagangan dan penjualan anak untuk diadopsi telah dilaporkan di tingkat nasional, namun adopsi
antar negara bahayanya lebih besar. Diperkirakan 20.000 bayi dari Asia, Eropa Tengah dan Eropa
Timur dan Amerika Latin diadopsi setiap tahunnya oleh pasangan atau individu dari negara-negara
kaya, dan permintaan atas bayi yang sehat tumbuh dengan cepat. 50
Praktek-praktek ilegal yang digunakan untuk mendapatkan anak untuk diadopsi meliputi:
•
•
•
•
•
•
•
ÿ
Penculikan
Secara keliru memberi informasi kepada ibu yang melahirkan di rumah sakit atau klinik bahwa
bayi yang baru dilahirkannya meninggal;
Menawarkan uang atau barang sebagai pertukaran dengan anak;
Pernyataan paternitas yang tidak benar
Menukar nama ibu adopsi atau seorang calo sebagai ibu kandungnya ketika mencatatkan
kelahiran seorang anak
Mendapatkan ijin orangtua anak untuk mengadopsi di bawah pretensi yang keliru
Memprovokasi atau melakukan penekanan kepada ibu hamil yang rentan, khususnya remaja
yang masih lajang, untuk setuju meninggalkan bayinya saat anaknya lahir.
Standar Internasional tentang Trafiking dan Adopsi
Konvensi Hak-Hak Anak
Selain ketentuan-ketentuan mengenai adopsi secara umum, Konvensi ini berisi standar-standar
tambahan mengenai adopsi antar negara. Konvensi itu menyatakan bahwa:
•
•
•
Adopsi antar-negara dapat diterima hanya bila itu merupakan upaya terakhir yang dapat
dilakukan ketika penempatan pengasuhan, adopsi atau alternatif perawatan lainnya tidak
dapat ditemukan di negara asal anak tersebut.
Semua orang yang terlibat dalam adopsi antar negara tidak boleh menerima perolehan finansial
yang tidak sepantasnya; dan
Rambu-rambu dan standar yang berlaku untuk adopsi antar negara harus ekuivalen dengan
rambu-rambu dan standar yang berlaku bagi adopsi–adopsi nasional.
Negara-negara yang membolehkan adopsi antar negara juga didorong untuk mengikuti perjanjianperjanjian internasional untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan bahwa perlindungan
hak-hak anak terkait secara memadai dilakukan.
Konvensi Den Haag tentang Perlindungan Anak dan Kerjasama mengenai
Adopsi Antar Negara
Konvensi ini yang mulai berlaku tahun 1995 dan sekarang telah diikuti oleh 55 negara anggota,
mengandung ketentuan yang dirancang untuk memastikan bahwa ijin untuk melakukan adopsi
diperoleh dengan cara yang semestinya, dan mempersyaratkan bahwa:
•
76
Perorangan, instansi dan lembaga yang ijinnya diperlukan untuk melakukan adopsi sudah
dimintai nasehat sebagaimana mestinya dan diberi informasi mengenai efek dari ijin itu,
khususnya apakah adopsi akan berakibat pada diputusnya hubungan hukum antara anak
tersebut dengan keluarga asalnya.
•
•
•
Perorangan, instansi dan lembagai semacam itu telah memberikan ijinnya secara sukarela,
dalam formulir sah yang diperlukan, dinyatakan atau dibuktikan secara tertulis;
Ijin tidak boleh diiming-imingi dengan pembayaran atau kompensasi apapun dan tidak/belum
ditarik kembali; dan
Ijin dari ibu, dimana diperlukan, hanya boleh diberikan setelah kelahiran bayinya.
Ratifikasi perjanjian ini merupakan cara yang tepat bagi negara-negara yang mengijinkan adopsi
internasional untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya berdasarkan pasal 21 Konvensi HakHak Anak.
Jurisdiksi Internasional: Sebuah Alat untuk Memerangi
Pelanggaran Hak-hak Anak yang Paling serius
Biasanya, hukum/undang-undang pidana hanya berlaku di negara dimana undang-undang itu
diberlakukan. Meskipun demikian, dalam beberapa kasus, undang-undang dapat diterapkan untuk
kejahatan yang dilakukan di luar negeri, atau kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan nasional
di luar negeri oleh warga negara asing.
Lubang kelemahan dalam suatu legislasi bisa menyebabkan suatu kejahatan serius tetap tidak dapat
dihukum ketika ada dimensi internasionalnya. Misalnya bila seorang dari negara Eropa membeli
anak di sebuah negara Asia berhasil meninggalkan negara itu sebelum tindak kejahatannya itu
diungkap, dan tidak ada perjanjian ekstradisi antara negaranya dan negara dimana kejahatan itu
terjadi, maka ia dapat melarikan diri dari penuntututan di pengadilan.
Perjanjian antara negara-negara bahwa mereka akan memperluas wilayah jurisdiksi pengadilan
mereka membantu menjamin bahwa kejahatan-kejahatan tertentu yang dilakukan di setiap
negara pasti akan dihukum. Protokol Pilihan mengenai penjualan anak, pelacuran anak, dan
pornografi anak merupakan instrumen hak-hak azasi manusia terbaru yang membangun dasar
bagi kerjasama internasional semacam ini.
Semua negara yang ikut menandatangani Protokol ini setuju untuk:
•
•
•
•
Menjadikan penjualan dan pelacuran anak, dan penggunaan anak dalam pornografi merupakan
tindak pidana;
Memastikan bahwa pengadilan-pengadilan mereka memiliki jurisdiksi atas kejahatankejahatan semacam itu ketika tindak kejahatan dilakukan di wilayah nasionalnya.
Memberikan jurisdiksi kepada pengadilan-pengadilan atas setiap orang yang secara fisik
berada di wilayahnya dan diduga melakukan tindak kejahatan semacam itu, lepas dari
kebangsaan/kewarganegaraanya, kewarganegaraan dari korban, atau dimana kejahatan itu
terjadi (kecuali tersangka di ekstradisi); dan
Mengakui bahwa kejahatan-kejahatan semacam ini merupakan pelanggaran hukum yang
dapat diekstradisi di bawah perjanjian ekstradisi di antara negara-negara penandatangan
Protokol tersebut.
Mahkamah Internasional juga memiliki jurisdiksi kejahatan-kejahatan tertentu terhadap anak,
termasuk perdagangan anak, dan pemindahan paksa anak dari satu kelompok etnis ke kelompok
etnis lainnya, ketika praktek-praktek ini terjadi dalam keadaan yang memungkinkan untuk dianggap
sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan atau sebagai suatu bentuk genosida.
77
Trafiking dan Impunitas
Legislasi yang tidak memadai dan penegakkan hukum yang lemah merupakan akar penyebab
dari perdagangan dan penjualan anak. Masalahnya mencakup lubang kelemahan dalam undangundang pidana yang gagal mendefinisikan trafiking sebagai tindak kejahatan, atau hanya
mendefinisikannya sebagai tindak kejahatan ketika hal itu dilakukan untuk tujuan pelacuran, dan
pendanaan mekanisme penegakkan hukum yang tidak memadai, termasuk pendanaan bagi polisi,
penjaga perbatasan, dan peradilan.
Penjualan atau perdagangan manusia menurunkan derajat manusia itu menjadi komoditi dan oleh
karenanya, secara inheren dapat dikutuk, tanpa melihat tujuan utama dari dilakukannya penjualan
atau perdagangan itu. Jadi, argumen bahwa dalam sebagian besar kasus adopsi anak pada akhirnya
jauh lebih baik kondisi kehidupannya, bagaimanapun, tidak akan membenarkan perdagangan bayi
dan anak-anak.
Ofelia Calcetas Santor, Special Rapporteur tentang Penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak.
78
Apa yang dapat dilakukan?
Ratifikasi Instrumen-instrumen Internasional
Dalam upaya untuk membuat dasar yang kokoh bagi kerjasama internasional yang lebih maju
untuk mencegah dan menekan trafiking dan menciptakan kerangka kerja yang tepat bagi
reformasi hukum, negara-negara anggota yang belum melakukan hal itu disarankan agar menjadi
anggota–anggota dari:
•
•
Protokol Pilihan mengenai penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Kejahatan Transnasional Terorganisir dan
Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya
Perempuan dan Anak-anak.
Negara-negara yang mengijinkan atau mengakui adopsi antar negara sebaiknya
membertimbangkan ratifikasi Konvensi Den Haag tentang Perlindungan Anak dan kerjasama di
Bidang Adopsi Antar Negara.
Reformasi Hukum
Semua negara sebaiknya menelaah kembali legislasi mereka dengan melihat prinsip–prinsip yang
diakui oleh instrumen-instrumen internasional tersebut di atas, dan khususnya:
•
•
Mereka sebaiknya memastikan bahwa segala bentuk perdagangan anak untuk tujuan
apapun dapat dijatuhi hukuman di bawah undang-undang pidana dengan hukuman yang
mencerminkan berat-ringannya pelanggaran hukum tersebut.
Mereka sebaiknya memasukkan tindak pelanggaran perdagangan manusia dalam hukum
pidana sedemikian rupa sehingga menjadi acuan/penentu arah bagi segala bentuk
perdagangan manusia. Definisi trafiking dalam hukum pidana sebaiknya mengambil model
definisi yang terkandung dalam Protokol Palermo (Pasal 3 dan 5).
“Perdagangan Manusia adalah rekrutmen, pengangkutan, pemindahan, menampung
atau menerima seseorang, dengan menggunakan ancaman atau menggunakan
kekuatan, atau bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, pemerdayaan, atau
penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi kerentanan, atau memberi atau menerima,
pembayaran atau manfaat untuk mendapatkan ijin dari seseorang yang memiliki kendali
atas orang lainnya, untuk keperluan eksploitasi. “
•
•
•
Kerangka hukum sebaiknya mencerminkan kebuthan-kebutuhan perlindungan khusus dari
anak-anak yang diperdagangkan, yang mungkin tidak sama dengan mereka yang sudah
berusia dewasa, (upaya-upaya perlindungan khusus semacam itu dapat mencakup hak atas
visa kemanusiaan dan wali hukum sebagaimana yang dipaparkan di bawah ini). Dalam segala
prosedur hukum dan administratif, dimana ada keraguan berkenaan dengan usia dari orang
yang diperdagangkan, mereka sebaiknya dianggap sebagai anak dan mendapatkan manfaat
dari perlindungan yang semestinya.
Legislasi sebaiknya diadopsi untuk memberikan efek bagi jurisdiksi universal penjualan anak
dan perdagangan anak.
Prosedur dan persayaratan hukum yang bisa menyebabkan korban trafiking justru menjadi
korban kembali sejauh mungkin, harus dihilangkan, dan suatu instansi sebaiknya diberi
wewenang untuk memberikan bantuan yang tepat kepada anak yang berpartisipasi dalam
proses hukum (misalnya sebagai saksi dalam penuntutan pidana).
79
•
Hak-hak korban atas privasi, untuk mengajukan kompensasi atas kerugian yang diderita, dan
ketika dipandang perlu, mempercepat bantuan dalam pemulihan kembali identitas mereka
harus diakui dan diatur dengan undang-undang.
Selain itu, dalam upaya menghambat penjualan dan perdagangan anak untuk tujuan adopsi,
Negara-negara anggota yang membolehkan atau mengakui adopsi sebaiknya mengkaji kembali
legislasi mereka untuk memastikan bahwa praktek-praktek berikut ini dilarang:
•
•
•
•
Secara tidak semestinya melakukan bujukan untuk melakukan adopsi
Menerima upah atau kompensasi dalam jumlah melebihi batas yang diijinkan;
Merancang/mengatur adopsi tanpa otorisasi dari instansi yang berweweng;
Menghalangi hak seorang anak atas identitas (misalnya dengan membuat pernyataan
paternitas, maternitas, atau kematian neo-natal palsu, atau dengan memalsukan dokumen
identitas).
Pengembangan Program: Perlunya Pendekatan yang
Menyeluruh
Implementasi dari kewajiban-kewajiban internasional yang berkaitan dengan trafiking sebaiknya
tidak dibatasi hanya pada upaya-upaya hukum semata. Negara-negara anggota juga memiliki
kewajiban untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan dan program untuk memerangi dan
melindungi serta menawarkan bantuan kepada orang-orang yang diperdagangkan. Dalam hal ini,
Badan Pembuat Undang-undang dapat menjadi ujung tombaknya.
Program-program dan kebijakan untuk mengurangi perdagangan anak harus bersifat
menyeluruh dan harus menekankan pada pencegahan melalui berbagai upaya, yang mencakup
hal-hal berikut:
•
•
•
•
•
80
Mengurangi tingkat kerentanan anak, keluarga, dan masyarakat dengan menghancurkan akar
penyebab trafiking, termasuk kemiskinan dan sikap sosial. Para pembuat undang-undang bisa
menggunakan kepemimpinannya untuk mendapatkan komitmen finansial bagi upaya-upaya
anti trafiking. Hal-hal ini mencakup anggaran sosial untuk upaya-upaya pencegahan yang
ditujukan untuk menjawab masalah pemberantasan kemiskinan, pendidikan dan promosi
kesetaraan dan non-diskrimiminasi jender; dan perlindungan anak tanpa pengasuh.
Mencermati berbagai proses yang terkait dengan trafiking pada titik pemberangkatan, di
wilayah transit, dan di tempat tujuan.
Menutup lubang-lubang kelemahan pada perundang-undangan dan meningkatkan
penegakkan hukum.
Mengurangi toleransi publik terhadap trafiking dan dimana memungkinkan, mengurangi
permintaaan klien.
Memperkuat kembali kerjasama di kalangan negara-negara asal, negara transit dan negara
tujuan yang menjadi lintasan rute khusus perdagangan manusia berkenaan dengan pencegahan,
penegakkan hukum, dan bantuan kepada korban. Para pembuat undang-undang harus bekerja
menuju ke arah kerjasama regional antara negara-negara tersebut, dengan melalui pembuatan
nota kesepahaman antara negara-negara yang memiliki perbatasan bersama.
Nota Kesepahaman antara Negara-negara yang memiliki
perbatasan bersama:
Kasus Mali dan Pantai Gading
Pada bulan Februari 2000, UNICEF dan ILO memberikan dukungan konsultasi sub–regional
di Libreville, Gabon, yang kemudian mengarah pada dibuatnya Nota Kesepahaman tentang
perdagangan anak antara Pemerintah Pantai Gading dan Mali. Menjadi perjanjian yang pertama kali
ditandatangi di Afrika mengenai masalah itu, nota kesepahaman itu mengatur masalah kerjasama
lintas batas dalam repatriasi anak dan deteksi dan pelacakan jaringan perdagangan anak. Pada
tanggal 24 Maret 2000, Mali juga mengadopsi suatu Rencana Darurat Nasional untuk Memerangi
Perdagangan Anak yang menyeluruh (National Emergency Plan to Fight Against Child Trafficking).
Advokasi
Agar kerangka kerja anti trafiking yang benar-benar efektif, legislasi dan pemrograman perlu
dilengkapi dengan advokasi. Para anggota dewan perwakilan rakyat memainkan peranan yang
sangat penting dalam suatu advokasi yang efektif.
Dalam melakukan hal ini, anggota dewan perwakilan rakyat harus senantiasa mengingat
bahwa perdagangan manusia merupakan pelanggaran berbagai hak-hak azasi manusia. Selain
ekploitasi yang implisit dalam trafiking, perkembangan dan bahkan kehidupan anak terancam.
Ketika perdagangan anak ditentang, hak-hak korban harus dijamin; khususnya korban harus
dilindungi agar tidak menjadi korban kembali untuk kedua kalinya, kepentingan terbaik untuk
anak harus diberi prioritas dalam proses pengadilan dan partisipasi anak harus dilibatkan dalam
keputusan mengenai kesejahteraannya.
Mencermati Hubungan Antara HIV/AIDS dan Perdagangan Anak
HIV/AIDS merupakan sebab dan akibat dari keadaan diperdagangkan. Penyakit itu memperparah
kemiskinan dan telah menjadikan jutaan anak-anak kehilangan orang tuanya. Pelacuran anak
khususnya, sangat rentan terhadap HIV/AIDS. Pekerja rumah tangga, anak-anak jalanan, dan
buruh anak sering menjadi korban perkosaan. Stigma sering ditimpakan ke anak-anak yang
orangtuanya meninggal karena AIDS atau korban perkosaan memperberat tingkat kerentanan
terhadap trafiking dan pelanggaran hak-hak. Dalam pidatonya baru-baru ini, Carol Bellamy, Direktur
Eksekutif UNICEF, menggagaskan adanya enam tantangan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Para pemimpin harus berani memecah kesunyian yang menolak keberadaan HIV/AIDS,
mencegah diskusi mengenai pelanggaran hak-hak azasi manusia yang mempercepat
berkembangnya pandemik dan menghalangi mobilisasi sumber-sumber daya dan kemitraan
yang diperlukan untuk memperluas perawatan dan pencegahan.
Upaya-upaya untuk menjamin setiap anak bersekolah harus ditingkatkan.
Hak-hak mereka yang masih muda usia atas informasi dan pelayanan pencegahan AIDS
harus dipenuhi.
Kebutuhan khusus mereka yang muda usia yang terlibat dalam kerja seks atau penggunaan
obat suntik harus dicermati.
Segala bentuk diskriminasi berdasar jender, eksploitasi hak dan penyalahgunaan anak-anak
gadis dan perempuan dewasa harus diakhiri.
Segenap lapisan masyarakat harus segera dimobilisasikan dalam upaya memerangi HIV/AIDS.
Sumber: “Accelerating the Momentum in the Fight Against HIV/AIDS in South Asia”, Kathmandu, Februari 2003.
81
Suatu Contoh Intersepsi
Intersepsi dan penyelamatan yang efektif dapat mencegah anak-anak korban perdagangan manusia
dari eksploitasi lebih jauh. Intersepsi dapat terjadi di titik keberangkatan, transit dan kedatangan. Di
Filipina, Program Internasional tentang Eliminasi Pekerja Anak (IPEC) telah memberikan dukungan
kepada Visayan Forum, sebuah LSM yang menjalankan program untuk mengidentifikasi dan
menerima anak-anak yang tiba tanpa pendamping di pelabuhan Manila, dan memberikan kepada
mereka informasi dasar yang akan menurunkan tingkat kerentanan mereka (misalnya, tentang
akomodasi, pelayanan-pelayanan yang tersedia, dan hak-hak mereka), serta berbagai akses ke
pelayanan sosial bila mereka membutuhkannya. Model identifikasi anak-anak yang beresiko,
penerimaan dan pengenalan ke pelayanan multi-sektoral pada titik dimana anak-anak menjadi
sangat rentan merupakan mekanisme perlindungan yang efektif, karena hal itu menganggu rantai
perdagangan anak tersebut. Model ini bisa digunakan di tempat-tempat lain dimana anak sangat
rentan, seperti di lapangan terbang, stasiun kereta api atau di stasiun bus.
Proyek Visayan Forum telah membangun jalinan yang kuat dengan para kapten kapal, dimana anak
melakukan perjalanan, dengan para awak kapal dan perusahaan-perusahaan pelayaran. Beberapa
kapten kapal memberikan tumpangan gratis ke anak-anak untuk kembali ke rumahnya dengan
segera ……. (Ini) merupakan satu contoh koalisi yang dibangun dan peningkatan kesadaran di
kalangan kelompok yang secara langsung terlibat dalam pergerakan anak.
Sumber: Unbearable to Human Heart, hal 48-49.
Perlindungan dan Bantuan
Terlalu sering bahwa arti penting perlidungan dan pemberian bantuan kepada korban trafiking
diabaikan. Penyelamatan dan pemulihan anak-anak semacam itu dan pemulangan dan reintegrasi
mereka ke komunitas di negara asalnya mungkin merupakan wilayah yang paling menantang
dari program intervensi. Korban trafiking memiliki kebutuhan mendesak dan sungguh beragam,
yang meliputi:
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
82
Akomodasi
Belanja untuk kebutuhan-kebutuhan dasar
Konseling rahasia
Bantuan untuk pulang kembali
Nasehat hukum
Perlindungan dari pembalasan dendam
Dukungan untuk membangun masa depan
Mengembangkan hubungan kerjasama dengan LSM untuk menawarkan bantuan di
negara-negara tujuan dalam bentuk akomodasi yang memadai dan aman, perawatan
kesehatan, dan konseling.
Dalam hal dimana orang-orang yang diperdagangkan kembali ke negara asal mereka,
bekerjasamalah dengan LSM dan dengan instansi-instansi nasional di kedua negara asal
dan negara transit untuk membantu pemulangan dan reintegrasi korban perdagangan.
Ini mencakup upaya memastikan bahwa dokumen identitas dan dokumen perjalanan
diberikan dan bahwa anak yang kembali ke negara asalnya selalu disertai oleh orang
tuanya atau wali yang ditunjuk untuk sementara.
Rujuk korban perdagangan yang kembali ke negara asalnya ke LSM yang memberikan
pelayanan reintergrasi.
Bila dipandang perlu, buka suatu kantor di negara asal untuk mengkordinasikan
pemulangan yang aman dan reintegrasi dari korban trafiking.
PRAKTEK-PRAKTEK TRADISI YANG MERUGIKAN
Konvensi Hak-Hak Anak melarang praktek-praktek tradisi yang berbahaya bagi kesehatan
anak. Protokol mengenai Hak-hak Perempuan di Afrika untuk Piagam Afrika tentang Hak Azasi
Manusia dan Hak-hak Rakyat (The Protocol on the Rights of Women in Africa to the African
Charter on Human and People’s Rights) mendefinisikan bahwa konsep tersebut secara lebih
luas dalam Pasal 1 (g) sebagai “ segala perilaku, sikap dan/atau praktek-praktek yang secara
negatif mempengaruhi hak-hak mendasar perempuan dan anak-anak gadis, seperti hak mereka
atas kehidupan, kesehatan, martabat, pendidikan, dan integritas fisik. “
Selama satu dekade terakhir, suatu konsensus yang luas telah muncul bahwa praktek-praktek
ini, termasuk mutilasi genital, perkawinan anak, kawin paksa, “pembunuhan demi kehormatan”,
dan pemberian makanan dan perawatan dengan mengutamakan anak-laki-laki. Komite tentang
Eliminasi Diskriminasi terhadap Perempuan juga telah merujuk, dalam konteks ini, ke poligami
dan perkosaan dalam perkawinan. Praktek-praktek tradisi yang berbahaya meliputi:
•
•
•
•
•
•
•
•
Bab
10
Pembuatan goresan (scarring), pembuatan tatoo, (tatooing), pengikatan (binding)
(binding) dan
branding
Pembunuhan yang berkaitan dengan mahar
Penelantaran atau pengabaian anak dengan lahir cacat.
Pembunuhan bayi perempuan
Test keperawanan bagi calon pengantin perempuan
Pemberian makanan kepada perempuan muda secara paksa dan larangan nutrisi bagi
perempuan hamil;
Pembunuhan bayi yang terkait dengan persembahan/ritual korban
Mempersembahkan perawan ke candi, kuil, atau pendeta (misalnya Deuki, Devasasi,
Trokosi)
Bab ini berfokus pada mutilasi genital perempuan, pembunuhan kehormatan ((honor
honor killing
killing)) dan
perkawinan anak.
Mutilasi genital perempuan
Mutilasi genital perempuan, juga dikenal sebagai pemotongan genital perempuan atau sunat
bagi perempuan, tersebar luas di sekitar 29 negara, sebagian besar di Sub-Sahara Afrika, Di
banyak negara, sekitar 90 persen dari perempuan dalam usia subur telah disunat. 51 Tahun–
tahun terakhir ini, praktek ini telah menyebar dari negara-negara dimana praktek ini bersifat
wajib ke dalam populasi pengungsi dan migran. Special Rapporteur Perserikatan BangsaBangsa tentang praktek-praktek tradisi yang mempengaruhi kesehatan perempuan dan anakanak gadis telah memberikan penghargaan terhadap sumbangan yang sangat berharga bagi
perjuangan melawan mutilasi genital perempuan dan praktek-praktek lain yang merugikan.
Perjuangan itu dilakukan oleh para pemimpin agama di Afrika yang telah berkampanye
memerangi dan mengutuk eksploitasi agama secara salah untuk melanjutkan praktek-praktek
semacam itu. Mutilasi genital peremuan adalah ritus inisiasi di beberapa masyarakat, sering
dilaksanakan oleh praktisi tradisi dengan alat yang sederhana dalam kondisi yang tidak bersih.
Selain itu, menurut Spesial Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai praktek-praktek
tradisi yang mempengaruhi kesehatan perempuan dan anak-anak, praktek ini berakar kuat dari
penegasan simbolis dari subordinasi perempuan atas laki-laki.
83
Berbagai bentuk mutilasi genital dipraktekan. Bentuk yang paling umum adalah pemotongan, yang
melibatkan pemotongan klitoris. Sekitar 15 persen dari korban terkena infabulasi atau penutupan
sebagian mulut vagina, biasanya dengan jahitan. Sekitar 100 sampai 140 juta perempuan dan
anak-anak gadis mengalami beberapa bentuk mutilasi genital dan sekitar 2 juta beresiko menjalani
mutilasi setiap tahunnya. 52
Akibat-akibat kesehatan dari praktek-praktek ini bervariasi menurut prosedur yang dilakukan. Akibat
jangka panjang bisa mencakup rasa sakit yang sangat, shock,
shock pendarahan dan infeksi; pendarahan
dan infeksi bisa fatal. Akibat jangka panjang meliputi pembentukan bekas luka, inkontinens,
disfungsi seksual dan kesulitan saat melahirkan.
Standar Internasional tentang Mutilasi Genital Perempuan
Konvensi Hak-hak Anak
Pasal 24 Konvensi Hak-hak Anak mengenai hak atas kesehatan mengandung suatu paragraf yang
menyatakan:
Negara-negara anggota harus melakukan upaya-upaya yang efektif dan tepat dengan tujuan
untuk menghapuskan praktek-praktek tradisi yang merugikan terhadap kesehatan anak.
Rekomendasi umum Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan
Rekomendasi umum no. 14 Komite tersebut merekomendasikan:
i.
Pengumpulan dan penyebarluasan data dasar mengenai praktek-praktek tradisi semacam
itu oleh universitas, asosiasi/ikatan dokter atau perawat, organisasi kewanitaan nasional,
dan badan-badan lainnya;
ii. Dukungan berbagai organisasi di tingkat nasional dan lokal yang bekerja untuk penghapusan
sunat perempuan dan praktek-praktek lain yang merugikan perempuan.
iii. Dorongan terhadap politisi, profesional, pemuka masyarakat dan pemuka agama di semua
tingkatan, termasuk media dan kesenian, untuk bekerjasama dalam mempengaruhi sikap
menuju dihapuskannya sunat pada perempuan; dan
iv. Diperkenalkannya program-program pelatihan dan pendidikan yang sesuai dan seminarseminar berdasar hasil temuan–temuan penelitian mengenai berbagai masalah yang
timbul dari sunat terhadap perempuan.
Komite lebih lanjut merekomendasikan agar di dalam kebijakan kesehatan nasional, strategistrategi yang ditujukan untuk mengikis penyunatan perempuan pada pusat-perawatan kesehatan
umum. Ini harus mencakup tanggung jawab khusus dari personil kesehatan, termasuk dukun
beranak, untuk menjelaskan efek-efek berbahaya dari penyunatan perempuan.
Standar Afrika tentang Praktek-praktek tradisi yang merugikan
Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Afrika mengenai hak-hak anak dan perempuan
memberikan perlindungan tambahan. Pasal 21 Piagam Afrika tentang Hak-hak dan
Kesejahteraan Anak, yang berjudul “ Perlindungan terhadap Praktek Budaya dan Sosial yang
Merugikan” menyatakan bahwa:
84
Negara-negara anggota penandatangan Konvensi ini harus mengambil langkah-langkah
untuk menghapus praktek-praktek budaya dan sosial yang merugikan yang mempengaruhi
kesejahteraan, martabat, pertumbuhan normal, perkembangan anak pada khususnya: (a)
praktek-praktek dan kebiasaan yang merugikan kesehatan atau kehidupan anak; …
Piagam Afrika juga mengutuk perkawinan anak dengan sangat tegas:
Perkawinan anak dan pertunangan (betrothal) anak – laki-laki dan anak perempuan harus
dilarang dan tindakan yang efektif, termasuk pembuatan perundang-undangan, harus
menetapkan usia minimum perkawinan menjadi 18 tahun dan semua perkawinan wajib
dicatat dalam suatu register resmi.
Pada bulan Juni 2003, Uni Afrika mengadopsi suatu Protokol tentang Hak-hak Perempuan di
Afrika ke Africa Charter on Human and People’s Rights. Draft Protokol telah diadopsi dalam
Pertemuan Anggota Parlemen Afrika. Pasal 2 mempersyaratkan Negara anggota untuk
“mengundangkan khususnya dan secara efektif menerapkan peraturan dan perundang-undangan
yang sesuai, termasuk yang melarang dan memberantas segala bentuk diksriminasi, khususnya
praktek-praktek merugikan yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan perempuan” dan
menambahkan bahwa:
Negara-negara anggota harus berkomitmen kepada mereka sendiri untuk memodifikasi
pola perilaku budaya dan sosial perempuan dan laki-laki melalui pendidikan masyarakat,
informasi, strategi komunikasi dan pendidikan, dengan tujuan untuk menghapuskan praktekpraktek budaya dan dan tradisi yang merugikan dan segala bentuk praktek yang didasarkan
pada gagasan superioritas atau inferioritas jenis kelamin, atau pada peran stereotype bagi
perempuan dan laki-laki.
Pasal 5 Protokol tersebut, yang berjudul “Penghapusan Praktek-praktek yang Merugikan”
menetapkan:
Negara-negara anggota harus melarang dan mengutuk segala bentuk praktek-praktek
merugikan yang secara negatif mempengaruhi hak-hak azasi perempuan dan yang
bertentangan dengan standar internasional yang diakui. Negara-negara anggota harus
mengambil langkah-langkah legislatif dan upaya-upaya lain yang dipandang perlu untuk
menghapus praktek-praktek semacam itu, termasuk:
a)
b)
c)
d)
Penciptaan kesadaran publik di segala sektor kemasyarakatan mengenai praktek-praktek
yang merugikan tersebut melalui program-program informasi, pendidikan formal dan
non-formal serta program-program pendampingan.
Pelarangan segala bentuk mutilasi genital perempuan, penggoresan (scarification),
medikaliasi dan para-medikalisasi mutilasi genital perempuan dan praktek-praktek
lainnya, melalui legislatif yang disertai sanksi-sanksi, dalam upaya untuk menghapuskan
praktek-praktek tersebut.
Pemberian dukungan yang dipandang perlu kepada para korban praktek-praktek yang
merugikan itu melalui berbagai pelayanan dasar seperti pelayanan kesehatan, dukungan
hukum dan yang berkaitan dengan proses hukum, konseling psikologi dan emosi, serta
pelatihan kejuruan untuk membantu mereka menjadi mandiri;
Perlindungan perempuan yang beresiko terkena praktek-praktek yang merugikan atau
bentuk-bentuk lain kekerasan, abuse dan ketiadaan toleransi.
85
Pasal 6 Protokol tersebut menyatakan bahwa “ Negara-negara anggota ... harus memberlakukan
upaya-upaya legislatif nasional yang tepat untuk menjamin bahwa …… tidak ada perkawinan akan
terjadi tanpa ijin dan keinginan yang bebas dari kedua belah pihak (dan) usia minimum perkawinan
bagi mempelai perempuan adalah 18 tahun.
Kampanye Anggota Dewan Perwakilan Rakyat melawan
Penyunatan Genital Perempuan.
Pada bulan Desember 2001 pada kesempatan Konferensi Inter-Parliamentary Union (IPU), sebuah
panel diselenggarakan untuk membahas masalah mutilasi genital perempuan (FGM – Female
Genital Mutilation), yang menandai dimulainya kampanye parlementer untuk memerangi praktekpraktek tersebut. Sebagai hasil dari panel tersebut, para peserta mengidentifikasi berbagai strategi
dan tantangan sebagai berikut:
Tantangan Utama
•
•
•
•
Komunitas imigran berada dalam jalinan secara erat, dan kasus-kasus FGM hanya terdeteksi
selama kunjungan ke rumah sakit. Anak disumpah untuk tutup mulut dan sama sekali tak
berdaya.
Di tingkah nasional dan lokal, sebagian besar anak diasuh dalam sistem komunal dimana baik
kedua orang tua maupun saudara lainnya menekan anak-anak gadis untuk menjalani FGM,
yang bila tidak dilakukannya, maka ia akan dikucilkan atau menghadapi ancaman tetap tidak
menikah.
Pemerintah memiliki kecenderungan untuk menyerahkan hal tersebut ke komunitas terkait,
dengan alasan bahwa keputusan itu merupakan keputusan yang terkait suku dan budaya.
Di tingkat internasional, komunitas imigran telah melengkapi diri dengan strategi untuk
menghindari hukum (circumventing) dengan mengirim anak-gadis mereka ke negara asalnya di
mana FGM belum dihapuskan atau ditekan, dengan alasan liburan. Padahal yang bersangkutan
itu menjalani FGM.
Strategi bagi Anggota Parlemen/Dewan Perwakilan Rakyat
•
•
•
•
•
•
•
86
Menyatakan FGM sebagai “momok “ nasional dan menyelenggarakan kampanye publik untuk
meningkatkan kepekaan, mendidik, dan menggalang masyarakat agar menentang FGM.
Mendapatkan komitmen pendanaan dalam jumlah yang mencukupi untuk kampanye;
Menyelenggarakan kampanye nasional dengan bermitra dengan lembaga-lembaga swadaya
masyarakat (LSM), baik yang nasional maupun internasional;
Mengupayakan undang-undang di negara-negara terkait untuk mengikis FGM dan menghukum
pada pelaku dan mereka yang mempromosikan praktek–praktek tersebut;
Menggalang media untuk berperang melawan FGM di negara-negara dimana masyarakat
imigran berdiam, khususnya dengan mengiklankan prakarsa–prakarsa pemerintah dan undangundang serta kegiatan-kegiatan LSM dalam bahasa yang dipakai populasi terkait.
Bekerja untuk merintis ke arah dirumuskannya konvensi tentang penghapusan FGM;
Mengorganisasikan suatu konferensi parlemen mengenai aksi untuk mengikis FGM, dimana
para peserta mendesak agar konferensi diselenggarakan secara bersama oleh IPU dan Uni
Parlementer Afrika ((African Parliamentary Union). Konferensi sebaiknya menggalang para
anggota parlemen, pemuka agama dan pemimpin tradisional, LSM dan mereka yang dulu
melakukan FGM untuk duduk bersama.
Pembunuhan untuk Mempertahankan Kehormatan
Istilah “Pembunuhan untuk Kehormatan” merujuk pada pembunuhan perempuan oleh anggota
keluarga terdekat yang diduga termotivasi oleh hasrat untuk menyelamatkan kehormatan
keluarga. Sementara pembunuhan semacam itu dilaporkan terutama di Timur Tengah dan Asia,
beberapa kasus juag ditemukan di Eropa. Motifnya meliputi:
•
•
•
•
•
•
Perzinahan (nyata atau dugaan)
Perusakan (defilement) seksual, termasuk menjadi korban perkosaan;
Hubungan pranikah (dengan atau tanpa hubungan seks)
Jatuh cinta dengan seseorang yang tidak disetujui keluarganya
Menolak suatu perkawinan yang dijodohkan
Membantu hubungan seksual atau roman dari seorang perempuan lajang.
Keputusan untuk melakukan suatu pembunuhan bisa diambil oleh suami, ayah, atau saudara lakilaki korban, atau oleh sebuah mahkamah “yang dibuat secara cepat” yang terdiri dari anggota
komunitas yang laki-laki. Pembunuhan semacam itu sudah pasti ilegal, namun di beberapa
negara undang-undang menjatuhkan hukuman yang lebih rendah dibanding dengan bentukbentuk pembunuhan lainnya. Di sebuah negara, misalnya, hukuman enam bulan sampai dengan
dua tahun menjadi ukuran. Mereka yang terbukti bersalah bahkan kadang-kadang diperlakukan
sebagai pahlawan.
Sementara data yang handal mengenai praktek-praktek ini sulit diperoleh, sebagian karena
dokumen-dokumen resmi sering menyembunyikan penyebab kematian, sungguh jelas bahwa
praktek-praktek ini sering terjadi. Misalnya, sebuah laporan oleh Special Rapporteur Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang kekerasan terhadap perempuan mengindikasikan bahwa 4000 perempuan
telah dibunuh di Iraq selama dekade lalu. 53 Sebagian besar korban adalan remaja dam ada indikasi
bahwa praktek ini meningkat di beberapa negara.
Para perempuan anggota parlemen dunia melakukan protes
menolak “Kejahatan untuk Kehormatan”
Pertemuan di Amman, dalam rangka Konferensi IPU ke 103, 140 perempuan anggota parlemen
dari 90 negara secara bulat mengadopsi mosi berikut:
“Kami, anggota parlemen perempuan dunia, yang bertemu dalam Konferensi Inter-Parliamentary
Union ke 103, menyampaikan solidaritas dan dukungan kepada perempuan dan anggota parlemen
Yordania dalam upaya mereka untuk mengakhiri imunitas (kekebalan hukum)” yang disandang
oleh pelaku “tindak pidana untuk kehormatan” terhadap perempuan dan anak-anak gadis dengan
mengatasnamakan tradisi yang merupakan pelanggaran berat hak-hak azasi manusia”
Perkawinan Anak, Perkawinan Paksa, Perkawinan yang
dijodohkan, dan Kehamilan Remaja
Isu-isu sekitar perkawinan anak, perkawinan paksa atau perkawinan yang dijodohkan, dan
kehamilan remaja sangat terkait erat. Semua perkawinan sebaiknya didasarkan pada kehendak/
ijin tanpa paksa dari kedua belah pihak. Perkawinan yang tidak menghormati prinsip ini dianggap
sebagai praktek yang mirip dengan perbudakan, yang melanggar hak-hak mereka yang terkait,
apakah pihak laki-laki maupun pihak perempuan, tanpa memandang usia mereka. Seseorang
87
yang tidak dapat memberikan ijin untuk menikah sampai ia cukup matang untuk memahami
secara penuh konsekwensi dari komitmen dan dapat mengabaikan tekanan-tekanan yang tidak
sepatutnya. Sementara perkawinan dini yang dipaksakan kepada seorang anak remaja yang diluar
kemauannya merupakan hal yang serius, dalam artian bahwa perkawinan seseorang yang berusia
di bawah usia minimum yang ditetapkan oleh undang-undang adalah bersifat non-concensual.
Sebagian besar dari mereka yang melakukan perkawinan dini adalah anak-anak perempuan.
Perkawinan semacam itu paling banyak dijumpai di kalangan masyarakat dimana nilai-nilai
tradisional mengenai kepatuhan (sikap tunduk) anak dan perempuan sangat kuat.
ÿ Standar Internasional tentang Perkawinan Dini
Instrumen hak-hak azasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengindikasikan bahwa sebaiknya
ada usia minimum bagi perkawinan, namun tidak menetapkan usia yang dipandang tepat. Meskipun
demikian, ada kecenderungan untuk menafsirkan standar ini sebagai pelarangan perkawinan dari
seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. Komite tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap
Perempuan telah menyatakan bahwa komite tersebut:
Mempertimbangkan bahwa usia minimum perkawinan hendaknya 18 tahun bagi mempelai
laki-laki maupun mempelai perempuannya. Ketika seorang laki-laki dan seorang perempuan
menikah, mereka memiliki tanggungjawab yang penting. Oleh karena itu, perkawinan sebaiknya
tidak diperbolehkan sebelum mereka mencapai kematangan penuh dan kematangan untuk
bertindak. (Rekomendasi Umum no. 21)
Penetapan usia minimum untuk menikah yang lebih rendah bagi anak perempuan dibanding anaklaki-laki dianggap sebagai diskriminasi.
Perkawinan anak tidak seiring/cocok dengan hak-hak anak perempuan dan anak laki-laki, tidak
hanya karena mereka menolak hak untuk secara bebas menentukan apakah mereka menikah dan
memilih pasangan, namun juga karena perkawinan itu yang primatur, dan khususnya kehamilan
yang primatur, membahayakan kesehatan anak-anak gadis lepas apakah mereka menikah atau
tidak, namun perkawinan merupakan faktor resiko karena perkawinan itu hampir pasti mengarah
pada hubungan seksual. Lebih lagi, dalam masyarakat dimana perkawinan anak-anak dijumpai
secara luas, sering ada tekanan untuk memiliki anak tanpa ditunda-tunda lagi, dan tingkat
penggunaan kontrasepsi di kalangan istri-istri yang berusia muda sangat rendah.
Kehamilan primatur di luar perkawinan merupakan sebab perkawinan dini dan perkawinan nonconsensual. Di beberapa negara, hal ini dipermudah oleh peraturan/perundang-undangan yang
mengijinkan anak-anak yang berusia di bawah usia minimum untuk menikah “dalam keadaan
yang luar biasa” dengan ijin dari orang tuanya atau pengadilan. Perundang-undangan di beberapa
negara masih menetapkan bahwa perkawinan seorang pemerkosa dan korbannya setelah kejadian,
merupakan palang bagi penuntutan karena pemerkosaan.
Setiap tahun sekitar 15 juta anak perempuan yang berusia 15 – 19 tahun melahirkan, dan 5 juta anak
perempuan lainnya pada usia itu telah melakukan aborsi yang tidak aman.54 Di beberapa negara,
setengah dari perempuan memiliki anak pertama pada usia kurang dari18 tahun. Perempuan dalam
kelompok usia ini beresiko meninggal dua kali lebih tinggi saat melahirkan bila dibanding mereka
yang berusia duapuluhan, dan anak perempuan yang berusia di bawah 15 tahun lima kali lebih
besar kemungkinannya meninggal ketika melahirkan. Kematian yang berkaitan dengan kehamilan
merupakan penyebab kematian yang sangat menonjol pada perempuan yang berusia 14-15 tahun
88
di seluruh dunia.55 Untuk setiap perempuan yang meninggal dalam melahirkan, 15-30 bertahan
hidup namun dengan ketidakmampuan yang kronis.56 Anak yang lahir dari ibu yang berusia di
bawah 19 tahun juga beresiko meninggal dalam tingkat yang jauh lebih tinggi.
Ada korelasi yang kuat antara kemiskinan dan perkawinan dini. Perempuan muda yang lebih
miskin lebih mungkin menikah pada usia yang masih dini. Keluarga miskin mungkin masih melihat
gadis muda sebagai beban ekonomi dan perkawinannya merupakan suatu strategi untuk bertahan
hidup bagi keluarganya. Mereka mungkin berpikir bahwa perkawinan dini bisa menawarkan
perlindungan bagi anak perempuannya dari bahaya penyerangan seksual, atau yang lebih umum
menawarkan perawatan dari laki-laki yang menjaga keamanannya. Perkawinan dini juga dapat
dilihat sebagai strategi untuk menghindari kehamilan di luar perkawinan.
Anak-anak perempuan yang menikah atau menjadi hamil pada umumnya keluar dari sekolah,
bila mereka belum berhenti sekolah sebelumnya. Potensi pendapatan mereka juga terpengaruh,
menjadikan mereka lebih tergantung kepada pasangannya atau laki-laki lain, dan mereka
cenderung memiliki keluarga dengan jumlah yang lebih besar. Dana Kependudukan Perserikatan
Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa “ Memiliki anak pada usia dini dalam keluarga miskin
melangggengkan siklus kemiskinan antar generasi.“57 Kemiskinan tidak semata-mata bersifat
ekonomi. Sebuah kajian UNICEF mengindikasikan perkawinan dini terlalu sering mempengaruhi
tidak hanya kesempatan pendidikan, namun juga perkembangan pribadi, yang pada gilirannya
akan menyebabkan sikap tunduk (subservience) seksual dan domestik sepanjang hayat” 58
Perkawinan Dini/Primatur dan AIDS
Secara biologis, resiko infeksi HIV selama seks yang tak terlindungi dua sampai empat kali
lebih tinggi pada perempuan di banding pada laki-laki. Resikonya bahkan besar pada gadis yang
sedang tumbuh menuju kematangan fisiknya, karena luka akibat penetrasi mempermudah
terjadinya infeksi” 59
Di beberapa negara, sungguh merupakan hal yang umum bagi anak-anak perempuan yang
masih muda memiliki hubungan seksual secara tetap dengan laki-laki yang lebih tua usianya, di
dalam perkawinan maupun di luar perkawinan. Perbedaan usia menjadikan negosiasi seks yang
aman menjadi lebih sulit dilakukan oleh pihak perempuan. Selain itu, hal demikian meningkatkan
peluang bahwa partner yang lebih tua positif HIV. Satu penelitian di Kenya menemukan bahwa
setengah dari perempuan yang suaminya 10 tahun lebih tua dibanding usianya atau banyak yang
HIV positif, sementara tak satupun dari sampel yang suaminya berusia tidak lebih dari 3 tahun
kelebihan usianya yang menderita HIV positif. 60
Secara global, lebih dari setengah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi setiap tahun menimpa orang
yang berusia antara 15 – 24 tahun. Di Sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan, prosentase perempuan
dalam kelompok usia ini yang hidup dengan HIV/AIDS jauh lebih tinggi dibanding prosentasi lakilaki, sementara di sebagian besar wilayah dunia lainnya, proporsinya terbalik. 61 Ini juga merupakan
dua wilayah dimana perkawinan dini sangat umum dijumpai, yang menunjukkan pertalian antara
pandemi AIDS dan pola budaya yang memberi toleransi pada eksplotasi seksual perempuan
dewasa muda/remaja.
Sedikitnya 13 juta anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun telah kehilangan orangtuanya karena
AIDS. Di negara-negara Afrika yang paling parah terkena pandemi, prosentasi yatim-piatu pada
penduduknya telah meningkat dari 2 menjadi 15 persen. 62
89
Apa yang dapat dilakukan?
Reformasi Hukum
•
Negara-negara yang tidak memiliki perundang-undangan yang melarang segala bentuk mutilasi
genital perempuan, apakah yang dilakukan oleh para praktisi-tradisional (dukun) maupun
personil medis yang mememenuhi syarat, hendaknya mengadopsi perundang-undangan
sebagaimana tersebut.
•
Perundang-undangan yang berlaku untuk “pembunuhan demi kehormatan” harus ditelaah
kembali dengan maksud untuk memastikan bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak lebih
ringan dibanding dengan bentuk pembunuhan manusia lainnya.
•
Perundang-undangan mengenai usia minimum untuk menikah harus ditinjau kembali untuk
memastikan bahwa undang-undang atau peraturan tersebut tidak bersifat membedabedakan berdasarkan jenis kelamin dan agama, dan negara-negara anggota sebaiknya
mempertimbangkan untuk menaikkan batas usia minimum menjadi 18 tahun.
•
Peraturan perundang-undangan mengenai perkawinan anak harus ditinjau kembali dengan
maksud untuk memastikan bahwa sanksi-sanksi dan akibat-akibat hukum yang berlaku berlaku
untuk mengurangi praktek-praktek semacam itu.
•
Peraturan/Perundang-undangan yang menghalangi penuntutan pelaku pemerkosaan yang
menikahi korbannya harus dihapuskan.
•
Peraturan perundang-undangan yang menetapkan bahwa saudara laki-laki memiliki wewenang
untuk melakukan akad perkawinan atas nama perempuan sebaiknya dihapuskan.
•
Pertimbangan harus diberikan untuk menghapuskan atau mengamandemen perundangundangan yang membolehkan anak di bawah usia minimum perkawinan untuk menikah
dalam keadaan luar biasa, khususnya ketika perundang-undangan ini membolehkan mereka
untuk menikah tanpa suatu ketetapan judisial bahwa perkawinan merupakan kepentingan
terbaik bagi mereka.
•
Pertimbangan harus diberikan pada pengadopsian legislasi yang mengakui hak-hak remaja
atas pelayanan kesehatan reproduksi.
Setiap reformasi legislatif mengenai isu-isu ini harus disertai dengan program-program yang
dirancang untuk memastikan adanya kesadaran publik dan dukungan untuk perubahan, serta
penegakkan hukum yang efektif oleh kepolisian dan pengadilan.
Database mengenai legislasi tentang mutilasi genital
perempuan yang ada
Terhitung 13 Januari 2003, sedikitnya 33 negara telah memberlakukan legislasi untuk mencegah
praktek-praktek tradisi yang merugikan. Naskah-naskah dari undang-undang yang ada itu, serta
rujukan-rujukan terhadap bagian-bagian dari perjanjian-perjanjian internasional yang relevan, dapat
ditemukan dalam situs web Inter-Parliamentary Union di www.ipu.org/wmn-e/fgm.htm.
90
Upaya-upaya lain mengenai mutilasi genital perempuan.
Mobilisasi sosial menentang mutilasi genital perempuan merupakan hal yang sangat penting.
Memasukkan peran serta para pemuka agama dalam mobilisasi merupakan hal yang penting.
Sementara perempuan, karena berkepentingan secara langsung, sering memegang kepemimpinan
dalam mobilisasi masyarakat untuk menentang praktek-praktek ini, peran serta aktif laki-laki juga
diperlukan dalam upaya meyakinkan penduduk (populasi) perempuan bahwa meninggalkan tradisi
ini tidaklah akan mempengaruhi kemungkinan menikah. Laporan Sekertaris Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa baru-baru ini mengindikasikan bahwa kampanye mobilisasi sosial sebaiknya tidak
dibatasi pada praktek-praktek semacam itu saja, namun juga harus dirancang untuk mengubah
“nilai-nilai yang mendasari didukungnya praktek-praktek tersebut”. 63
Salah satu pendekatan yang telah berhasil di beberapa wilayah adalah memodifikasi upacaraupacara inisiasi bagi anak-anak gadis yang menginjak masa remaja untuk menghapuskan mutilasi
ini, bukannya upaya-upaya untuk meyakinkan gadis-gadis tersebut agar menolak inisiasi dan
meyakinkan masyarakat untuk meninggalkan praktek-praktek semacam itu.
Memerangi Mutilasi Genial Perempuan desa demi desa
Ratusan desa di Senegal telah menghentikan/menolak praktek-praktek mutilasi genital perempuan,
berkat berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Tostan, sebuah LSM akar rumput. Organisasi
tersebut mulai kegiatannya berupa program-program pelatihan ketrampilan dan baca-tulis bagi
perempuan. Pada akhirnya, diskusi mengenai masalah–masalah kesehatan seperti infeksi dan
kelahiran anak mengarahkan pada peserta pada diskusi dan pertanyaan-pertanyaan terhadap
praktek-praktek sensitif mutilasi genital perempuan. Walaupun Tostan memberikan advokasi
untuk menghargai hak-hak, resiko kesehatan merupakan kunci bagi mobilisasi masyarakat untuk
menentang praktek-praktek seperti itu.
Para pria dan wanita terlibat dalam mobilisasi itu. Menjadikan semua desa membuat komitmen
untuk menghentikan praktek-praktek mutilasi genital perempuan menjamin bahwa tak akan ada
seorangpun yang akan diberi stigma. Gerakan itu mendapatkan momentum yang tepat dan pada
tahun 1999 Parlemen dan Presiden negara tersebut menyatakan bahwa praktek-praktek tersebut
secara hukum dilarang.
“Sungguh merupakan hal yang tidak mudah untuk mengakui bahwa sesuatu yang telah dianggap
benar oleh anda dan nenek moyang anda sepanjang hidup anda, ternyata salah” kata seorang
berusia lanjut.
Sumber: Berdasarkan pada The State of the World Population 1999, box 15 (mengutip V. Walsh, `Circumcising a Ritual’,
L.A. Times-Washington Post News Service, 11 June 1998).
91
Pendidikan
Pendidikan merupakan komponen vital dalam pencegahan pekawinan anak karena pendidikan
itu untuk mencegah bentuk-bentuk eksploitasi anak yang lain, dan khususnya kelanjutan
pendidikan anak-anak gadis melalui sekolah lanjutan. Mencegah anak perempuan agar tidak
meninggalkan sekolah dapat melibatkan upaya untuk memastikan bahwa biaya sekolah tidak
menjadi kendala bagi keluarga miskin, dengan memberikan/menyediakan program yang
menawarkan kemungkinan menghasilkan pendapatan kepada anak sementara mereka masuk
sekolah dan berkampanye agar para orang tua agar lebih memiliki kesadaran tentang berbagai
keuntungan pendidikan bagi anak perempuan.
Menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak juga
merupakan komponen penting dari program-program yang dirancang untuk mencegah agar anakanak perempuan remaja tidak keluar dari sekolah.
Ini mungkin memerlukan:
•
Penempatan lokasi sekolah-sekolah dalam jarang yang cukup mudah dicapai olah masyarakat
(karena kecemasan tentang keamanan anak-anak perempuan yang berjalan ke dan dari
sekolah merupakan faktor yang menyebabkan anak keluar dari sekolah).
•
Peningkatan sarana-sarana kebersihan di sekolah
•
Upaya-upaya yang serius untuk mengurangi pelecehan, eksploitasi, dan penyalahgunaan
seksual terhadap siswa-siswa perempuan oleh guru dan teman-temannya.
Pendidikan Ketrampikan Hidup (Life Skills) dan Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Remaja.
Pendidikan ketrampilan hidup (Life skills education) meliputi kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan
untuk memberikan peran serta dengan pengetahuan praktis yang tepat mengenai kesehatan,
kebersihan, seksualitas, reproduksi dan tanggungjawab sebagai orang tua serta pemahaman
tentang hak-hak dan tanggungjawab masing-masing orang, meningkatkan self-esteem, dan
kepercayaan diri serta kemampuan untuk mempertahankan kepentingan seseorang dan
pandangan-pandangannya dalam hubungan sosial. Pendidikan ketrampilan hidup membantu
pemberdayaan gadis-gadis remaja untuk membuat keputusan mengenai masa depan mereka
dan untuk menghindari atau bertahan dari praktek-praktek atau keadaan yang menghadirkan
bahaya bagi hak-hak dasar mereka. Tidak kalah pentingnya juga bagi anak-laki-laki, dalam upaya
mengubah sikap dan keyakinannya yang mendorong perilaku yang membahayakan kesehatan
dan perkembangan mereka atau yang melanggengkan diskriminasi dan eksploitasi perempuan.
Pendidikan ketrampilan hidup harus diberikan dalam sistem pendidikan formal dan dalam prakarsaprakarsa yang berbasis komunitas. Peran serta aktif remaja itu sendiri dalam perancangan dan
pelaksanaan program–program seperti itu membantu menjamin efektifitas program tersebut.
Memastikan bahwa remaja memiliki akses yang efektif terhadap pelayanan kesehatan reproduksi
merupakan hal yang penting untuk melindungi kesehatan mereka, untuk menekan resiko kehamilan
dini, dan mendorong mereka untuk memikul tanggung jawab atas perilaku seksnya sendiri dan
memberikan bantuan kepada mereka yang telah menjadi korban kekerasan atau eksploitasi. (periksa
bab 8). Pengalaman menunjukkan bahwa hak atas akses terhadap pelayanan semacam itu tidak
hanya harus diakui, namun juga bahwa akses itu harus di buat “akrab dengan anak-anak muda”.
92
Penyampaian pesan yang efektif harus menekankan pada ABC kesehatan reproduksi: (A)bstain
(Berpantang), (B)e faithful (setia pada satu pasangan) dan gunakan (C)ondom (kondom).
Kajian cost-benefit program-program yang ditujukan untuk menekan resiko perilaku seksual
pada remaja menunjukkan bahwa setiap dollar yang diinvestasikan menghasilkan tabungan yang
ditaksir sekitar $ 2.65 sampai $ 5.10. 64
Deklarasi Kairo bagi Penghapusan FGM
(Juni 2003)
Petikan:
Mencegah dan Meninggalkan FGM hanya dapat dicapai melalui pendekatan menyeluruh yang
mendorong perubahan perilaku, dan penggunaan upaya-upaya legislatif sebagai alat yang
sungguh penting.
Pasal 2: Penggunaan undang-undang harus menjadi salah satu komponen dari pendekatan multidisipliner guna menghentikan praktek-praktek FGM. Tergantung pada konteks nasional masingmasing, upaya-upaya pendampingan oleh masyarakat sipil dan pemerintah yang ditujukan untuk
mengubah persepsi dan sikap terhadap FGM harus mendahului atau menyertai legislasi tentang
FGM. Kegiatan-kegiatan ini harus menjangkau sebanyak mungkin anggota masyarakat dan harus
melibatkan peran serta dari jajaran pemerintah dan mereka yang dipilih, dan anggota-anggota
masyarakat sipil, termasuk pengacara, pemuka agama, pemimpin tradisional, penyedia pelayanan
kesehatan, guru, pemuda, pekerja sosial dan semua bentuk media, termasuk media elektronik.
Secara khusus, para pria harus menjadi target dari pendampingan, termasuk juga anggota keluarga,
yang meliputi nenek, ibu mertua, dll. Di masing-masing negara, sarana pendampingan harus
dapat tersedia dalam berbagai bentuk, termasuk temu muka atau berkumpul bersama di kalangan
masyarakat, media (radio dan drama) dan alat-alat bantu komunikasi lainny yang kreatif.
Pasal 5: Pemerintah harus merumuskan tujuan-tujuan yang terikat pada waktu, strategi, rencana
aksi, dan program-program yang didukung sumber-sumber nasional yang mencukupi, yang
akan diberlakukan dengan memberlakukan undang-undang FGM, dengan memperhitungkan
bahwa legislasi yang mengutuk FGM memiliki kekuatan moral dan dampak edukatif yang dapat
mendorong orang agar tidak membiarkan anaknya mengikuti praktek-praktek tersebut.
Sumber: Afro-Arab Consultation on “Legal Tools for the Prevention of Female Genital Mutilation (Kairo, 23 Juni 2003)
93
Apa yang membuat pelayanan kesehatan menjadi “akrab dengan anak
muda”
Pemberi pelayanan:
•
•
•
•
•
Staf dilatih secara khusus.
Menghormati anak-anak muda
Mengormati kerahasiaan dan privasi
Waktu yang cukup bagi interaksi klien-pemberi pelayanan.
Tersedianya pemberi konseling yang sebaya.
Fasilitas-fasilitas Kesehatan
•
•
•
•
Buat ruangan yang terpisah atau waktu luang yang khusus
Lokasi dan waktu (jam) yang tepat
Ruangan yang memadai dan privasi yang cukup
Lingkungan yang menyenangkan.
Rancangan Program
•
•
•
•
•
•
•
•
Pemuda dilibatkan dalam pelayanan pendampingan dan pemberian pelayanan dan umpan
balik yang berkelanjutan.
Klien yang datang begitu saja disambut dengan senang hati dan perjanjian untuk bertemu
dibuat dengan cepat.
Tidak ada antrian yang berdesakan dan waktu tunggu pendek.
Biaya yang terjangkau
Publisitas dan rekrutmen yang memberi informasi dan meyakinkan remaja.
Anak-remaja putra dan pemuda dilayani dan disambut dengan senang hati
Tersedianya berbagai pelayanan
Rujukan yang diperlukan tersedia.
Karakteristik lain
•
•
•
•
Materi-materi untuk pendidikan tersedia di tempat dan boleh diambil.
Tersedia diskusi kelompok
Penundaan pemeriksaan panggul dan tes darah diperbolehkan.
Cara-cara alternatif untuk mengakses informasi, konseling dan pelayanan yang bersifat
rahasia.
Sumber: State of World Population 2003, Boks 21.
94
KEKERASAN DAN PENELANTARAN
Secara global, 40 juta anak-anak mengalami “child abuse” setiap tahunnya.
WHO, Statement to the Committee on the Rights of the Child, 28 September 2001
Bab
Dalam Laporan tentang Kekerasan dan Kesehatan Dunia, (World Report on Violence and Health)
yang diterbitkan pada tahun 2002, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeskripsikan kekerasan
sebagai “fenomena yang sangat kompleks dan baur” yang mencakup kekerasan fisik, psikologis,
dan seksual serta pengekangan dan penelantaran. Laporan tersebut juga menyimpulkan bahwa
kekerasan perlu diatasi dan dicermati dengan cara yang lebih menyeluruh dan holistik.
11
Kekerasan ditemukan di dalam keluarga, sekolah dan panti/institusi seperti panti asuhan, dan
tempat lain yang menjadi tempat perawatan, di jalanan, di tempat kerja dan di penjara. Kekerasan
dapat timbul karena keyakinan budaya, norma-norma, dan praktek-praktek tradisi atau karena
keadaan konflik.
Sebagian kecil kekerasan terhadap anak berakibat pada kematian, namun sebagian besar
bahkan tidak meninggalkan bekas-bekas yang kasat mata. Meskipun demikian, kekerasan
merupakan masalah paling serius yang menimpa anak-anak pada saat ini. Banyak kekerasan yang
disembunyikan. Anak-anak mungkin merasa tidak bisa melaporkan tindakan-tindakan kekerasan
karena ketakutan akan balas dendam yang akan dilakukan oleh pelaku kekerasan terhadap
mereka. Baik anak maupun pelaku kekerasan mungkin tidak melihat sesuatu yang luarbiasa atau
salah pada anak yang terkena tindakan kekerasan. Mereka mungkin tidak menganggap bahwa
yang dilakukan itu merupakan kekerasan, mungkin memandangnya sebagai hukuman yang bisa
dibenarkan dan perlu. Anak-korban mungkin merasa malu atau merasa bersalah, dan percaya
bahwa mereka memang sepantasnya mendapatkan perlakukan seperti itu, dan oleh karena itu,
mereka mungkin tidak mau mengungkapkan apa yang terjadi.
Bab ini terutama berfokus pada kekerasan dan penelantaran di rumah. Sementara kekerasan
ini berhubungan dengan bentuk-bentuk kekerasan lainnya, masalah ini lebih tersebar-luas dan
memiliki ciri-ciri yang layak dicermati dan diberi perhatian khusus. Berbagai bentuk dari apa yang
dapat disebut “kekerasan institusi dan masyarakat” dianalisa dalam bab ini di bagian perawatan
alternatif, praktek-praktek tradisi, pengadilan anak dan konflik bersenjata.
Untuk setiap remaja yang terbunuh dengan cara kekerasan, 20 sampai 40 mengalami cedera
cukup serius sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit. 65 Efek kekerasan dapat
berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, dan mungkin termasuk cacat
menetap. Selain cedera fisik, korban-korban kekerasa beresiko mengalami masalah psikologis
dan perilaku, yang meliputi depresi, penyalahgunaan alkohol, kecemasan dan perilaku yang
mengarah bunuh diri.
Biaya ekonomi dari kekerasan sungguh membuat kita terperangah. Studi yang dilakukan barubaru ini menyimpulkan bahwa di negara dengan tingkat kekerasan tertinggi di Amerika Selatan,
biaya perawatan kesehatan untuk para korban saja setara dengan 5 persen produk domestik
bruto negara tersebut. 66
95
Kekerasan terhadap Anak di Rumah
Pada tahun 2000, sekitar 57.000 anak yang berusia di bawah 15 tahun menjadi korban pembunuhan.
Anak-anak yang berusia sangat belia mengalami resiko yang paling besar: tingkat pembunuhan
anak-anak yang berusia 0-4 tahun dua kali lebih tinggi dibanding korban anak yang berusia 5-14
tahun. (5.2 persen per 100.000, dibanding 2.1 per 100.000). Penyebab kematian yang paling banyak
dijumpai adalah cedera kepala. 67
Banyak anak mengalami kekerasan fisik pada titik-titik waktu tertentu semasa kanak-kanaknya.
Pola kekerasannya bervariasi dari satu satu masyarakat dengan masyarakat lainnya, dan bervariasi
juga menurut usia dan jenis kelamin anak. Di sebagian besar kasus, kekerasan dilakukan oleh
saudara yang tinggal di rumah tersebut, dan terjadi berulang-ulang. Sebuah studi yang baru-baru ini
dilakukan terhadap anak-anak sekolah lanjutan di Amerika Serikat, misalnya, menemukan bahwa
17 persen dari siswa perempuan sekolah lanjutan dan 12 persen siswa laki-laki menjadi korban
kekerasan fisik. Dua pertiga dari anak laki-laki yang melaporan kasus kekerasan mengindikasikan
bahwa kekerasan terjadi di rumah dan bahwa para pelakunya adalah saudara. 68
Akibat dari kekerasan bisa dalam berbagai bentuk. Selain efek fisik dan psikologis, korban
kekerasan fisik selama masa anak-anak meningkatkan resiko menjadi pelaku tindak kekerasan
di kemudian hari. Satu kajian di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa pengalaman kekerasan
atau penelantaran meningkatkan kemungkinan di tangkap dan ditahan sebagai pelaku pelanggaran
hukum anak-anak sebanyak 53 persen. Satu kajian di Inggris menemukan bahwa 72 persen anak
yang melakukan pelanggaran hukum yang serius merupakan korban kekerasan (abuse). 69
Kekerasan juga merupakan satu alasan utama anak meninggalkan rumah. Studi di Amerika
menemukan bahwa 12 persen dari anak perempuan yang diwawancarai mengatakan bahwa
mereka tidak merasa aman di rumah dan bahwa 25 persen dari mereka, serta 58 persen dari
mereka yang menjadi korban kekerasan fisik atau kekerasan seksual, mengatakan bahwa ada
pada suatu ketika di mana mereka ingin meninggalkan rumah karena kekerasan. 70
Help line
Mendirikan suatu helpline bagi anak-anak merupakan salah satu cara untuk membantu dengan
konseling bagi mereka yang berada dalam krisis. Di Swedia, helpline BRIS ( Hak-hak Anak di
Masyarakat) dimulai tahun 1971 dan semenjak itu telah membantu ribuan anak-anak setiap
tahunnya. Helpline ini didirikan sebagai tanggapan terhadap pembunuhan seorang anak perempuan
yang berusia empat tahun oleh ayah tirinya.
Saat ini BRIS merupakan perkumpulan nasional dengan nomor-telepon yang dapat diakses secara
gratis di seluruh pelosok negeri. Helpline itu juga dilengkapi dengan pelayanan surat-menyurat,
dan prakarsa itu juga mencakup upaya-upaya komunikasi untuk memberitahu anak-anak tentang
keberadaan pelayanan tersebut.
96
Helpline di India juga mencatat keberhasilan sehingga pelayanan itu diperluas ke lebih dari 50
kota. Pelayanan itu telah menanggapi lebih dari 3 juta panggilan telepon sejak didirikan pada
tahun 1996
Penggunaan hukuman fisik
Penggunaan hukuman fisik sebagai alat penegakkan disiplin anak secara budaya dan secara
hukum diterima di sebagian besar wilayah dunia dan tersebar luas. Penelitian di Amerika Serikat
dan Inggris menemukan bahwa 90 persen dari anak-anak dihukum secara fisik selama masa
kanak-kanak. 71 Penelitian dari berbagai budaya menunjukkan bahwa hukuman fisik paling sering
dilakukan perempuan, diduga karena mereka biasanya memikul tanggung jawab terbesar dalam
membesarkan anak. 72
Penghapusan bentuk bentuk hukuman fisik yang secara tradisional diterima tidak hanya penting
saja, karena sekecil atau sebesar apapun kekerasan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak.
Penerimaan masyarakat terhadap kekerasan dalam tingkat tertentu di rumah juga membuka pintu
bagi bentuk-bentuk kekerasan lain yang serius dan cenderung mengenalkan (mensosialisasikan)
penggunaan kekerasan kepada anak. Masyarakat Psikologi Inggris (The British Psychological
Society) telah menyatakan : “ ……. Sekarang ada bukti cukup yang menunjukkan kaitan antara
Society)
pemaparan terhadap kekerasan yang ringan sekalipun … dan akuisisi moda kekerasan perilaku”.
Atau sebagaimana dinyatakan oleh Lembaga Kriminologi Australia ((Australian Institute for
Criminology), “ keluarga membentuk medan pelatihan untuk agresi” .
Pelarangan Hukuman Fisik
Karena urgensinya, Komite Hak-hak Anak mendesak negara-negara anggota untuk menelaah
kembali dan mengamandemen legislasinya dalam upaya melarang segala bentuk kekerasan,
betapapun kecilnya, di dalam rumah tangga dan di sekolah, termasuk sebagai bentuk disiplin,
sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan-ketentuan Konvensi dan pada khususnya pasal
19,28, dan 37 (a)
Pada tahun 1979, Swedia menjadi negara pertama yang melarang hukuman fisik terhadap anak.
Tujuan dari undang-undang baru tersebut lebih bersifat untuk mendidik, bukannya untuk menuntut
orang tua atau meningkatkan intervensi negara dalam kehidupan keluarga. Undang-undang
tersebut bertujuan untuk mengubah sikap dan praktek-praktek dan membuat pemukulan terhadap
anak sebagai hal yang tidak dapat diterima, seperti halnya memukul orang dewasa. Pelaksanaan
undang-undang ini disertai dengan kampanye pendidikan skala besar, mengembangkan informasi
mengenai undang–undang baru itu, dan tujuannya ke dalam sistem pendidikan dan ke semua
bentuk pendidikan dan dukungan pendidikan untuk orangtuanya.
Pada tahun 1982, Komisi Hak Azasi Uni Eropa (the European Human Rights Commission)
memberikan dukungan terhadap undang-undang tersebut dengan menyatakan “Efek nyata dari
undang-undang tersebut adalah untuk mendorong dilakukukannya peninjauan kembali terhadap
hukuman anak oleh orang tuanya, untuk mendorong orang tua agar tidak melakukan kekerasan
dan mencegah ekses yang dapat disebut sebagai kekerasan terhadap anak.” Dalam jangka
waktu 16 tahun, hanya ada satu penuntutan di Swedia terhadap sesuatu yang dipandang sebagai
97
hukuman fisik yang biasa bila terjadi di negara lain. Seorang ayah dijatuhi hukuman ringan karena
melakukan pukulan ringan terhadap anak laki-lakinya yang berusia 11 tahun. Pada tahun 1994,
penelitian yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan dan Sosial Swedia hanya menemukan
11 persen responden yang masih setuju dengan hukuman fisik, dibanding dengan 65 persen
beberapa dekade sebelumnya. Dan hanya 1 persen dari sejumlah besar sampel yang terdiri dari
anak laki-laki Swedia yang berusia limabelas tahun yang melaporkan pernah dipukul dengan suatu
alat (dibandingkan dengan sekitar 25% dari anak dalam kumpulan sampel di negara lain yang
tidak melarang hukuman fisik). Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang serta kenakalan
remaja telah menurun semenjak diterapkannya larangan hukuman fisik diberlakukan.
Sumber: Children and Violence, Innocenti Digest No.2, p.7.
Sexual abuse terhadap Anak
Standar internasional juga mendefinisikan sexual abuse sebagai suatu bentuk kekerasan. Deklarasi
tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (The Declaration on the Elimination
of Violence against Women (1993) misalnya, mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan
meliputi, namun tidak terbatas pada “kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam
keluarga, termasuk pemukulan, [dan] penyalahgunaan anak perempuan dalam rumah tangga…..
Walaupun data mengenai sexual abuse anak sering tidak tersedia atau sulit didapatkan, WHO
menaksir bahwa 20 persen dari perempuan dan 5-10 persen laki-laki “ mengalami kekerasan
seksual ketika masih berusia anak-anak. 73 Di Amerika Serikat, sekitar 44% korban perkosaan
berusia di bawah 18 tahun, dan sekitar 15 persen berusia di bawah 12 tahun. Dalam 93 persen dari
kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan, pelakunya kenal dengan korban:
34 persen adalah anggota keluarga dan 59 persen adalah teman. 74 Kekerasan seksual (sexual
(
abuse) terhadap anak laki-laki satu dari sedikit jenis kekerasan terhadap anak yang lebih besar
kemungkinannya terjadi di luar rumah di banding dengan di dalam rumah.
Akibat-akibat fisik dari kekerasan seksual bisa mencakup kehamilan primatur atau kehamilan yang
tidak dikehendaki, penyakit-penyakit yang menular melalui hubungan seksual, termasuk HIV/
AIDS, dan disfungsi seksual. Akibat-akibat psikologis dari kekerasan seksual bagi korban anak
sering sangat merusak. Special Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai penjualan
anak, pelacuran anak, dan pornografi anak menemukan bahwa hampir setengah dari gadis remaja
yang telah menjadi korban kekerasan fisik dan kekerasan seksual melaporkan bahwa mereka
mengalami gejala-gejala depresi. Anak-anak remaja laki-laki yang telah mengalami kekerasan
seksual dan kekerasan fisik memiliki kemungkinan empat kali lebih tinggi mengalami gejalagejala kesehatan mental yang buruk di banding teman seusianya, dan dua kali lebih tinggi
kemungkinannya menggunakan obat-obatan dan alkohol dibanding teman sebayanya. Lebih dari
separuhnya dilaporkan telah berfikir untuk melakukan bunuh diri. 75
Sepertiga dari anak-anak yang hidup di jalanan di Amerika Serikat telah meninggalkan rumahnya
karena kekerasan seksual. 76
98
Kekerasan Seksual terhadap pekerja rumah tangga.
Special Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penjualan anak, pelacuran anak dan
pornografi anak telah menyatakan bahwa pekerja rumah tangga anak-anak “sangat rentan”
dan “sering menjadi korban kekerasan seksual”. Kekerasan seksual ini secara khusus telah
didokumentaskan dengan baik di bagian-bagian wilayah dunia dimana penggunaan anak sebagai
pekerja rumah tangga tersebar secara luas.
Kekerasan Psikologis dan Kekerasan Emosional
Kekerasan psikologis dan emosional terutama terdiri dari perilaku verbal yang menakut-nakuti,
mengancam, mempermalukan, merendahkan korban. Menelikung anak agar tidak berhubungan
secara normal dengan orang lain merupakan bentuk kekerasan psikologis dan emosional, dimana
anak-anak dengan penyandang ketidak-mampuan sangat mudah mengalaminya di sejumlah
masyarakat. Beberapa kajian menunjukkan bahwa kekerasan emosi dan psikologis dapat
membawa dampak yang lebih besar pada korban bila dibandingkan kekerasan fisik.
Akibat tidak langsung dari kekerasan rumah tangga terhadap
anak
Kekerasan terhadap pasangan luas dilakukan di seluruh dunia: 20-50 persen perempuan mengalami
kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya atau suaminya. 77 Hal ini membawa konsekuensi
serius pada anak. Satu penelitian melaporkan bahwa anak-anak dari perempuan yang secara fisik
dan secara seksual mengalami kekerasan (abuse) yang dilakukan oleh pasangannya enam kali
lebih besar kemungkinannya untuk meninggal sebelum berusia lima tahun bila dibandingkan
dengan anak-anak lain pada umumnya.78 Tinggal di sebuah rumah dimana kekerasan domestik
terjadi juga secara luas mempengaruhi keberhasilan di sekolah. Suatu penelitian menemukan
bahwa anak-anak dari rumah dimana perempuan mengalami kekerasan keluar dari sekolah sekitar
tiga tahun lebih awal dari rata-rata anak lainnya. 79
Cerita Seorang anak yang ditelantarkan secara emosional
Berikut ini adalah cerita seorang anak perempuan yang diwawancarai oleh Special Rapporteur
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak:
Tak lama setelah dirinya lahir, orang tua gadis tersebut bercerai dan ibunya menikah kembali
dengan seseorang yang sangat kaya, yang tidak tertarik memiliki seorang anak tiri. Anak-anak
yang lain lahir, namun anak perempuan tertua ini tidak pernah diperlakukan sebagai bagian dari
keluarga baru itu. Bahkan ibunya menjadikan dirinya merasa bahwa dia menjadi suatu kesalahan
yang tidak diinginkan. Ia mengatakan kepada Special Rapporteur itu bahwa dirinya memiliki
segala mainan yang ia impikan dan sebuah kamar tidur besar dengan televisi tersendiri. Namun
ia tidak pernah, sepanjang ingatannya, duduk di pangkuan ibunya. Pada saat ia berusia 14 tahun,
ia pergi ke bar setiap malam sebagai kompensasi atas lingkungan yang tanpa kasih sayang di
99
rumah. Ketika seorang yang lebih tua dari dirinya mengatakan kepadanya bahwa matanya bagus,
pujian pertama yang ia terima sepanjang ingatanya, sang gadis meminta orang tersebut untuk
membawa dirinya kerumahnya dan dalam waktu yang tidak lama mereka menjalin hubungan seks
dengan lelaki yang lebih tua itu. Ia melakukan segalanya untuk terus mempertahankan “cinta”
– sebagaimana ia menganggapnya sebagai cinta -- dari lelaki tersebut, dan tanpa banyak bujukan
ia mau mencari uang untuk laki-laki tersebut dengan cara melacurkan dirinya kepada setiap laki-laki
yang dibawa ke rumah laki-laki yang lebih tua itu.
Penelantaran dan Pengabaian
Penelantaran merupakan suatu konsep luas yang meliputi kegagalan memenuhi kebutuhan emosi
dan kebutuhan materi anak dan kegagalan menyediakan stimulasi fisik dan stimulasi intelektual serta
pengawasan dan bimbingan yang memadai. Pengawasan yang tidak memadai dapat mengarah
pada penyebab kematian dan cedera karena kecelakaan yang terjadi di rumah, dan memberikan
andil terhadap keterlibatan anak dalam kegiatan-kegiatan yang berbahaya seperti penggunaan
obat-obatan terlarang dan kegiatan seks yang primatur dan tidak aman. WHO melapokan bahwa
sekitar 400.000 anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun meninggal setiap tahunnya karena
kecelakaan-kecelakaan seperti tenggelam, terbakar, keracunan, dan kecelakaan lalu-lintas.80 Data
dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa penelantaran menyebabkan lebih banyak kematian pada
anak di bawah usia delapan belas tahun bila dibandingkan dengan kekerasan. 81
Penelantaran adalah bentuk paling ekstrim dari pengabaian. Keputusan untuk menelantarkan
seorang anak kadang-kadang merupakan tanggapan terhadap buruknya mekanisme dukungan
((support mechanism) atau beratnya tradisi budaya. Di beberapa negara, anak-anak ditelantarkan
karena orangtuanya merasa tidak sanggup memberikan nafkah kepada mereka, atau percaya
bahwa menelantarkan dan menyerahkan anak ke keluarga atau lembaga/panti yang memiliki
sumber-sumber yang lebih baik merupakan satu-satunya cara untuk menawarkan kesempatan
kepada anak-anaknya untuk memperoleh masa depan yang lebih baik. Dan di beberapa budaya,
stigma yang ditimpakan kepada kehamilan di luar perkawinan menyebabkan sebagian besar anak
yang lahir di luar perkawinan ditelantarkan pada waktu dilahirkan.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pengabaian, termasuk pengawasan yang lemah, disiplin
yang tidak konsisten dan kegagalan untuk menguatkan perilaku sosial yang positif, memberikan
andil terhadap resiko anak-anak masuk dalam situasi berkonflik dengan hukum.
ÿ
Standar Internasional
Konvensi Hak-hak Anak pasal 9 (1) menyatakan bahwa:
Negara-negara anggota harus melakukan upaya-upaya legislatif, administratif, sosial dan
pendidikan yang tepat untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan mental dan fisik,
cedera atau abuse, pengabaian atau perlakuan yang bersifat mengabaikan, perlakuan yang
salah atau eksploitasi, termasuk sexual abuse, saat anak tersebut berada di bawah perawatan
orangtua, wali sahnya, atau siapapun yang memiliki hak merawat anak tersebut.
Negara anggota harus melakukan pendekatan holistik untuk melindungi anak dari kekerasan
dan pengabaian saat anak tersebut berada di bawah perawatan orangtua atau pengasuh
lainnya. Pendekatan ini meliputi:
100
•
•
•
•
Upaya-upaya preventif
Upaya-upaya untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menyelidiki kasus
Perawatan
Penegakkan hukum
Pasal 27 mengakui hak-hak setiap anak atas standar kehidupan yang memadai bagi perkembangan
fisik, mental, spritual, moral dan sosialnya, dan menunjukkan bahwa orang tua memiliki
tanggungjawab utama untuk memberikan kondisi kehidupan yang memadai sejauh mereka
mampu melakukannya.
Komite Hak-Hak Anak (The Committee on the Rights of the Child
Child) dalam Prinsip Panduan No. 3
tentang Kekerasan terhadap Anak dalam Keluarga dan Sekolah, menyatakan bahwa segala bentuk
hukuman fisik terhadap anak melanggar hak-hak yang diakui oleh Konvensi Anak tersebut.
Ketika orangtua tidak mampu menyediakan lingkungan sehat dan aman yang sesuai untuk
perkembangan, bahkan dengan bantuan sekalipun, bagi anak-anaknya, maka anak tersebut harus
diambil dari keluarganya. Kriteria operasional untuk memindahkan anak dari rumah, sesuai dengan
pasal 9 Konvensi tersebut, adalah bahwa “pemisahan seperti itu diperlukan demi kepentingan
terbaik anak”. Anak-anak yang diambil dari rumahnya memiliki hak untuk mendapatkan perawatan
alternatif yang sesuai”.
101
Apa yang dapat dilakukan?
Reformasi Hukum
Legislasi sebaiknya ditelaah kembali dengan mengingat rekomendasi-rekomendasi berikut
mengenai kekerasan dan penelantaran anak:
•
•
•
•
•
•
Bahwa kekerasan terhadap anak dilarang oleh hukum
Bahwa para profesional dan mereka yang melaporkan kasus atau dugaan kasus dilindungi dari
tanggungjawab hukum atau pembalasan administratif.
Bahwa suatu penyelidikan yang independen atas seluruh kematian anak sebaiknya bersifat
wajib, dan bahwa penyebabnya (sering dimasukkan dalam kelompok kategori “lain-lain”)
dipilah-pilah dengan memberi tekanan perhatian pada kematian yang berkaitan dengan
kekerasan dan abuse.
Bahwa prosedur penyelidikan dan prosedur hukum dalam sektor-sektor penegakan hukum,
pengadilan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial sebaiknya ditelaah kembali untuk memastikan
bahwa prosedur–prosedur itu menghargai kebutuhan dan hak-hak para korban.
Aturan-aturan yang berkait dengan bukti yang menghalangi penuntutan pelaku pemerkosaan
secara efektif, khususnya aturan-aturan yang mempersyaratkan keabsahan kesaksian korban,
agar dihapuskan.
Bahwa hukum dan kebijakan mengenai penuntutan dan penjatuhan hukuman, bila dipandang
perlu, sebaiknya ditelaah kembali, guna mengakhiri budaya impunitas bagi kejahatan seksual,
khususnya kejahatan seksual di dalam keluarga, yang marak di beberapa negara.
Sebuah Pendekatan Holistik dan Positif
Oleh karena itu, tindakan–tindakan menentang kekerasan sebaiknya ditujukan untuk memperkuat
lingkungan yang protektif di sekitar anak. Ini mencakup guru, dan pekerja sosial dan pekerja
kesehatan, serta pihak lainnya yang berada di barisan terdepan dalam dari mereka yang peduli dan
dan lebih sering berinteraksi dengan anak-anak. Mereka perlu diperlengkapi dengan ketrampilanketrampilan untuk mengenali kapan anak-anak menjadi korban kekerasan dan tahu bagaimana
meresponnya. Selain itu, mereka akan sering memerlukan pelayanan rujukan bagi kasus tersebut
untuk ditindak lanjuti.
Pendekatan ini harus menyentuh persoalan sikap, kebiasaan dan tradisi, dan menekankan pada
upaya untuk tidak memberikan toleransi pada segala bentuk kekerasan. Kekerasan fisik dan
bentuk-bentuk kekerasan lain yang lebih serius lebih mungkin terjadi di tempat dimana pelecehan
diberi toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
Dibutuhkan adanya strategi multisektoral yang terpadu dan rencana aksi di tingkat lokal,
nasional, regional, dan internasional untuk menjamin adanya upaya-upaya untuk mencegah
kekerasan di dalam keluarga, perawatan bagi korban anak yang dikordinasikan secara penuh
dan secara multi-disipliner, mencermati akar penyebab kekerasan (termasuk faktor sosial
ekonomi, diskriminasi dan lain-lain), dan melibatkan anak-anak dalam merancang strategi
pencegahan dan tanggapan yang efektif.
Program Kunjungan ke Rumah
Program kunjungan ke rumah guna memantau perkembangan anak dan memberikan saran dan
bimbingan, dukungan dan rujukan ke keluarga dengan anak-anak muda telah digambarkan sebagai
102
metode yang paling praktis dan terbaik untuk menurunkan pengabaian anak dan kekerasan
(abuse) anak yang sangat signifikan.
Menghadapi kemungkinan kekerasan anak merupakan bagian kecil dari pekerjaan sebagian
besar petugas kunjungan kesehatan. Meskipun demikian, salah satu dari keuntungan yang paling
penting dari pelayanan semacam itu adalah bahwa mereka dapat membantu mencegah kondisi
dimana kekerasan anak mungkin muncul dan juga mengidentifikasi sedini mungkin anak-anak
yang mungkin mengalami kekerasan atau diduga berada dalam keadaan yang sangat beresiko.
Pelayanan kunjungan ke rumah ternyata menjadi jauh lebih tidak efektif ketika pelayanan itu
mencoba mempersempit target penugasan hanya pada keluarga-keluarga dimana perlakuan
salah terhadap anak dicurigai terjadi. Intervensi semacam itu tidak hanya akan terlambat, namun
juga akan menciptakan suasana permusuhan, kemarahan, penolakan karena keluarga–keluarga
semacam itu akan merasa bahwa mereka dituduh dan diberi stigma. Oleh karena itu, kunjungan
ke rumah akan berjalan dengan sangat baik bila diperluas ke semua keluarga yang memiliki anakanak yang berusia belia, bila disatukan dan diikutkan ke dalam pelayanan sosial dan kesehatan
yang reguler, dan ketika hal itu dilakukan dalam kontak pertama dengan keluarga pada hari–hari
pertama atau minggu–minggu pertama kehidupan anak. Dengan demikian, semua keluarga dapat
diberi dukungan dan sumber-sumber-sumber pada akhirnya dapat tepat sasaran, dengan resiko
konfrontasi yang lebih kecil, resiko kerjasama yang tidak begitu tinggi atau stigma, terhadap
keluarga yang, bila dukungan itu tidak berikan, mungkin mulai terperosok ke dalam berbagai jenis
masalah yang menjadi lahan bertumbuhnya kekerasan dan pengabaian anak.
Kunjungan ke rumah juga memiliki kelebihan karena relatif tidak mahal dan ditunjau dari biaya
yang dikeluarkan dipandang cukup sepadan.
Mengadopsi dan melaksanakan kebijakan nasional yang menyeluruh
dan jelas
Kebijakan nasional sebaiknya mendorong:
Pemahaman yang lebih baik, penilaian dan pemantauan situasi melalui pengembangan:
•
•
•
•
•
Analisis dan penilaian yang menyeluruh terhadap luasan, hakikat, penyebab, dan akibat—
akibat dari kekerasan terhadap anak sebagai dasar perumusan kebijakan dan program
Evaluasi efektivitas terhadap pendekatan dan program-program yang ada secara konstan.
Penelitian yang berkelanjutan tentang biaya sosial dan biaya ekonomi dari kekerasan
terhadap anak.
Pelayanan seperti hotlines misalnya, yang memungkinkan anak untuk melaporkan kasuskasus kekerasan yang terjadi atas mereka.
Pemeliharaan dokumen-dokumen resmi mengenai kematian anak, yang terpilah-pilah
berdasarkan penyebabnya.
Perubahan sikap melalui:
•
•
•
Kampanye informasi publik untuk yang melibatkan pemuka agama, pemuka masyarakat, dan
pemimpin tradisional.
Kampanye media, walaupun media perlu berhati-hati ketika menangani kasus kekerasan
terhadap anak agar tidak memaparkan anak terhadap stigma atau “retribusi”
Pendidikan sebaya yang melibatkan orang tua dan anak.
103
Deteksi dini dan respon yang cepat dengan:
•
•
•
Melatih para guru dan profesional kesehatan dalam pendeteksian gejala perlakuan yang
buruk;
Mendidik anak dengan mengidentifikasi situasi yang memungkinkan kekerasan, upaya
menghindari, dan penanganannya. Anak-anak perlu juga diberi ruang yang positif dan aman
untuk mengekspresikan dirinya dan untuk berpartisipasi. Ketika hal-hal ini tidak tersedia, ada
kecenderungan peningkatan anak yang terlibat dalam tindak kejahatan, penyalahgunaan obatobatan terlarang, dan kekerasan yang sering dikaitkan dengan hal-hal tersebut.
Alokasi sumber-sumber yang memadai untuk mencegah dan mendeteksi kekerasan.
Perlindungan dan pemulihan korban anak:
•
•
Anak-anak yang selamat dari kekerasan memerlukan perawatan khusus – tidak hanya
perawatan medis dalam hal cedera fisik, namun juga bantuan untuk penanganan efek
mentalnya.
Pendanaan yang cukup untuk progarm-program bantuan bagi anak-anak korban perlu dijamin
Elemen-elemen Tambahan
Tindakan-tindakan khusus sebagai tanggapan terhadap kekerasan sebagaimana direkomendasikan
oleh WHO meliputi:
•
•
•
•
•
•
•
•
•
104
Program-program pencegahan dan perawatan untuk penyalahgunaan alkohol dan obatobatan terlarang.
Pengentasan orang-orang miskin
Program-program sosial ekonomi yang diarahkan pada keluarga-keluarga dengan orang tua
tunggal sebagai sasarannya.
Kampanye melawan norma-norma sosial dan budaya yang berkaitan dengan kekerasan,
termasuk peran-peran jender yang kaku, dominasi laki-laki terhadap perempuan dan anakanak, dan toleransi terhadap kekerasan seksual.
Program-program pembangunan sosial yang dirancang untuk membantu anak-anak dan remaja
untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial, mengelola kemarahan, pemecahan
konflik, dan mengembangkan suatu perspektif moral.
Program-program terapi (thearaputic),
thearaputic termasuk konseling bagi para korban kekerasan dan
thearaputic),
lainnya yang beresiko membahayakan/merugikan dirinya sendiri.
Program-program perawatan bagi mereka yang melakukan abuse kepada pasangan atau
anak-anaknya.
Pelatihan mengenai praktek-praktek pengasuhan anak yang baik dan program terapi untuk
pencegahan umum berjangka panjang
Pelatihan bagi polisi dan pekerja-pekerja perawatan kesehatan dalam pengenalan kekerasan
rumah tangga, penanganan bukti-bukti dan kepekaan terhadap kebutuhan korban.
PENGASUHAN ALTERNATIF
Anak-anak, demi perkembangan kepribadiannya yang harmonis dan sempurna,
harus tumbuh dalam suatu lingkungan keluarga, dalam suatu atmosfir kebahagiaan,
kasih sayang dan pengertian …
Pembukaan Konvensi Hak-hak Anak
Bab
Sementara anak memiliki hak untuk diasuh/dirawat oleh orangtuanya atau keluarganya, seorang
anak yang tidak lagi memiliki keluarga, terpisah dari keluarganya, atau yang keluarganya menjadi
bahaya serius bagi kesehatan atau perkembangannya, memiliki hak atas perawatan alternatif.
Empat jenis perawatan alternatif disebutkan dalam pasal 20 Konvensi Hak-hak Anak:
•
•
•
•
12
Penempatan pengasuhan
Kafala (lihat definisi di bawah ini)
Adopsi
Penempatan di lembaga/panti
Negara-negara anggota tidak perlu menawarkan keempat jenis perawatan; kewajiban intinya
adalah memberikan beberapa bentuk perawatan yang cocok bagi masing-masing anak yang
memerlukannya. Dalam semua kasus, perawatan di luar keluarganya sebaiknya diperhitungkan
sebagai “upaya terakhir” ketika memilih pemecahan yang paling sesuai.
Sudah menjadi kesepakatan banyak pihak bahwa tiga prinsip harus menjadi panduan bagi
pembuatan keputusan mengenai perawatan pengganti berjangka panjang bagi anak-anak, segera
setelah kebutuhan untuk perawatan semacam itu telah diidentifikasi:
•
•
•
Pemecahan berbasis keluarga biasanya lebih disukai dibanding penempatan di lembaga/
panti.
Pemecahan yang bersifat permanen biasanya lebih disukai dibanding penempatan yang
bersifat sementara
Pemecahan di dalam negeri pada umumnya lebih disukai bila dibanding pemecahan yang
melibatkan negara lain.
Perawatan alternatif, dipandang dari sisi budaya sungguh sensitif. “Penempatan institusi/panti”
misalnya, bisa memiliki arti yang berbeda-beda di masyarakat yang berbeda. Konsep adopsi juga
memiliki berbagai arti yang berbeda dalam kebudayaan yang berbeda. Dalam masyarakat barat
yang industrialistis, beberapa bentuk perawatan alternatif berkembang sangat maju. Hal yang
demikian itu juga nampak di negara-negara berkembang, walaupun mereka mungkin memiliki
kapasitas yang sangat terbatas.
105
Bentuk-bentuk tradisional penempatan atau perawatan bagi anak yang tidak dapat dipelihara
orangtuanya sendiri mendominasi di beberapa negara. Meskipun demikian, dalam beberapa
bentuk perawatan tradisional itu, bentuk-bentuk tersebut telah disisihkan oleh dampak tak
terduga dari pandemi AIDS pada struktur keluarga dan struktur masyarakat. Lebih lagi, beberapa
bentuk penempatan tradisional dengan sendirinya mengandung praktek-praktek yang tidak sesuai
dengan kepentingan terbaik anak yang terkait. Di sini, praktek-praktek itu tidaklah merupakan
hal yang luar biasa. Semua bentuk perawatan alternatif mengandung resiko eksploitasi, abuse
dan bentuk-bentuk lain yang tidak menghargai hak-hak anak. Perawatan kelembagaan/panti telah
mengundang keprihatinan khusus berkenaan dengan hal tersebut.
ÿ
Standar International
Konvensi Hak-hak Anak
Konvensi menetapkan bahwa setiap anak “yang secara permanen maupun sementara tercabut
dari lingkungan keluarganya, atau karena kepentingan terbaiknya tidak diperbolehkan berada di
lingungan itu” memiliki hak atas “bantuan dan perlindungan khusus”. Perlindungan dan bantuan
khusus semacam itu “harus disediakan oleh negara”, sesuai dengan undang-undang nasional
masing-masing, dan dapat mencakup inter alia penempatan pengasuhan, kafala dalam hukum
Islam, adopsi, atau bila dipandang perlu, penempatan di lembaga/panti yang sesuai untuk
perawatan anak. Dalam memilih bentuk perawatan alternatif yang paling tepat, “pertimbangan
yang seksama harus diberikan kepada kesesuaian kontinyuitas dalam pengasuhan anak dan
dengan latar belakang bahasa, budaya, agama dan etnis anak tersebut. (Pasal 20).
Pasal 9 menetapkan standar mengenai kapan pengambilan anak dari keluarganya diperbolehkan
dan prosedur yang harus digunakan untuk membuat keputusan semacam itu (Periksa bab 11).
Pasal 21 berisi standar-standar tambahan yang berlaku untuk adopsi (periksa di bawah ini)
Penempatan Pengasuhan
Penempatan pengasuhan merupakan penempatan seorang anak yang telah terpisah dari keluarganya,
atau yang tidak dapat dibiarkan tinggal bersama keluarganya, dalam perawatan keluarga atau
perorangan selain orang tuanya. Berbeda dengan adopsi, penempatan pengasuhan pada umumnya
dianggap sebagai upaya sementara yang digunakan saat keluarga anak itu sendiri mengatasi
masalah-masalah yang menghalangi keluarga itu untuk memberikan perawatan yang sepatutnya
kepada anak, atau sementara penempatan yang permanen sedang diupayakan.
Meskipun demikian penempatan itu bisa menjadi rencana/rancangan jangka panjang. Di beberapa
negara istilah itu digunakan untuk penempatan dengan keluarga atau perorangan dimana anak
tersebut tidak memiliki hubungan darah, sementara di sisi lain, istilah itu digunakan untuk
penempatan seorang anak secara resmi dengan keluarga/saudara selain orangtuanya. Berbeda
dengan kebanyakan bentuk adopsi yang banyak dijumpai, penempatan pengasuhan tidak memiliki
akibat permanen bagi hubungan hukum antara anak dengan orangtua kandungnya.
106
Kafala
Adopsi tidak diakui dalam hukum Islam, karena adopsi dianggap tidak cocok dengan hak-hak
anak atas identitas. Kafala adalah suatu bentuk perawatan alternatif yang dimaksudkan untuk
menjamin hak-hak setiap anak atas lingkungan keluarga. Deklarasi Hak-hak dan Perlindungan
anak dalam Islam menyatakan bahwa:
Islam memandang keluarga, berdasarkan pada perkawinan yang sah, sebagai lingkungan alami
untuk membesarkan anak, dan menetapkan bahwa setiap anak memiliki hak untuk hidup
dalam sebuah keluarga yang dibangun dalam kasih sayang dan kesakinahan, tanpa melihat
apakah itu keluarga kandungnya ataupun keluarga angkat yang memberikan kepadanya
dengan kafala bilamana keluarga kandungnya sendiri tidak diketahui keberadaannya, atau bila
ia ditelantarkan oleh keluarga kandungnya. (Prinsip 6).
Adopsi
Adopsi terdiri dari penciptaan pertalian yang sah antara seorang dengan sebuah keluarga, khususnya
pertalian/hubungan antara anak dan orangtua. Adopsi merupakan fenomena yang sangat beragam,
dan dalam beberapa masyarakat, ada berbagai bentuk adopsi yang berbeda yang berfungsi untuk
memenuhi berbagai keperluan/tujuan. Beberapa bentuk adopsi terutama sebagai cara untuk
memindahkan kepemilikan. Di sisi lain, adopsi merupakan cara untuk mengkonsilidasikan komposisi
sebagai keluarga inti yang baru (misalnya ketika pasangan dari orang yang bercerai atau ditinggal
mati mengadopsi anak dari pasangan perkawinannya yang baru).
Dari sudut pandang hak-hak anak atas perlindungan, adopsi merupakan cara memberikan keluarga
yang baru dan permanen sifatnya bagi anak yang telah terpisah secara abadi dari keluarga
kandungnya, khususnya oleh kematian atau ditelantarkan. Sebagai aturan, adopsi bukanlah
merupakan pemecahan yang tepat bagi anak yang telah diambil dari keluarganya bukan atas
kemauan orangtuanya, karena salah perlakuan atau karena penelantaran. Hak anak atas identitas
dan kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi dan mendukung keluarga memiliki arti
bahwa dalam situasi semacam itu, semua upaya harus dilakukan untuk memecahkan masalah
yang membawa bahaya bagi anak, sehingga ia bisa dikembalikan ke keluarga kandungnya.
Hanya bila telah jelas bahwa masalahnya tidak bisa dipecahkanlah maka adopsi bisa dianggap
tepat. Meskipun demikian, ketika sudah pasti bahwa seorang anak telah menjadi terpisah secara
permanen dari keluarga kandungnya, maka anak itu memiliki hak atas lingkungan keluarga yang
baru bila mungkin, dan adopsi merupakan pilihan terbaik.
Dua faktor yang mendistorsikan fungsi adopsi di beberapa bagain dunia adalah:
•
•
Meningkatnya permintaan dari pasangan tanpa anak yang kerkeinginan kuat untuk
mengadopsi.
Pemikiran bahwa adopsi merupakan pemecahan bagi berbagai kesulitan yang dihadapi
oleh keluarga, khususnya ibu tunggal miskin, dalam menyediakan standar kehidupan yang
memadai kepada anak-anaknya.
107
Kombinasi dari faktor–faktor ini mendorong disintegrasi keluarga-keluarga miskin, namun
berpandangan praktis. Pada saat yang sama, adopsi membelokkan perhatian dari kebutuhan untuk
mengatasi akar penyebab kemiskinan.
Di beberapa bagian dunia, tradisi budaya merupakan kendala utama bagi adopsi dan secara merugikan
mempengaruhi ketersedian rumah-rumah adopsi bagi anak-anak yang memerlukannya.
Adopsi Antar negara dan adopsi internasional
Adopsi antar negara melibatkan adopsi seorang anak dari suatu negara oleh pasangan atau perorangan
yang bertempat tinggal di negara lain, tanpa melihat kebangsaannya. Di beberapa negara, adalah hal
lumrah bagi migran yang tinggal di luar negeri untuk mengadopsi anak dari negara asalnya.
Adopsi Internasional adalah adopsi seorang anak oleh pasangan atau perorangan yang kebangsaan/
kewarganegaraannya berbeda dengan anak tersebut. Biasanya, walaupun tidak selalu, adopsi ini
melibatkan pengiriman anak yang diadopsi dari negara-negara kelahirannya di negara berkembang
ke sebuah negara industri. China, Republik Korea, dan beberapa negara Eropa Timur merupakan
sumber-sumber anak-anak adopsi yang cukup penting di Amerika Utara dan Eropa Barat. Adopsi
internasional meningkat secara berarti selama dekade 1980an dan 1990an.
Adopsi antar negara rentan terhadap abuse, d
dan itulah sebabnya Konvensi Hak-hak Anak
memasukkan ketentuan-ketentuan yang rinci mengenai rambu-rambu aturan yang harus dihormati.
Beberapa negara misalnya, telah membuat pernyataan moratorium tentang adopsi antar negara
sebagai akibat dari tekanan internasional untuk memecahkan masalah tersebut. (Penyalahgunaan
adopsi internasional dipaparkan dalam bab 9 tentang perdagangan anak). Konvensi Den Haag
tentang Perlindungan Anak dan Kerjasama tentang Adopsi Antar negara (The Hague Convention
on Protection of Children and Co-operation in Respect of Intercountry Adoption) menetapkan
standar internasional dan syarat-syarat untuk kasus-kasus dimana adopsi antar negara mungkin
masuk dalam pertimbangan.
Pasal 21 Konvensi Hak-hak Anak menyatakan bahwa:
•
•
•
•
Kepentingan terbaik bagi anak merupakan pertimbangan yang paling utama dalam pengambilan
keputusan mengenai adopsi.
Otoritas yang berwenang harus menjamin bahwa suatu adopsi dilakukan sesuai dengan
undang-undang, dengan ijin dari pihak yang bertanggungjawab terhadap anak.
Adopsi antar negara sebaiknya hanya terjadi bila anak itu tidak dapat dirawat dengan semestinya
di negara asalnya.
Pihak manapun dalam adopsi hendaknya tidak mendapatkan perolehan yang tidak sepatutnya.
Komite Hak-hak Anak (The
The Committee on the Rights of the Child
Child)) telah menerbitkan serangkaian
rekomendasi mengenai adopsi antar negara, dengan memberi tekanan pada masalah
penyalahgunaan (abuse
(
).
108
Penempatan Institusi/panti
Negara memikul tanggungjawab utama untuk memastikan bahwa semua anak tanpa rumah
keluarga menerima perawatan alternatif, namun banyak pihak juga memainkan peranan.
Beberapa institusi bagi anak yatim (piatu) dan terlantar dan anak-anak yang memerlukan rumah
dibangun dan dioperasikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Meskipun demikian,
di beberapa belahan dunia, institusi semacam itu dioperasikan oleh organisasi–organisasi amal
sekuler maupun yang bersifat keagamaan. Sebagian dijalankan secara privat namun dengan
dana publik, sebagian lainnya didanai secara privat dan masih bergantung pada dana yang
berasal dari swasa maupun pemerintah.
Beberapa institusi menerima anak dari berbagai usia berbeda yang memerlukan perawatan
karena berbagai alasan. Sebagian institusi lainnya menampung kelompok anak-anak seperti anakanak penyandang cacat tubuh, atau mereka yang memiliki masalah perilaku dan perkembangan.
Secara prinsip, institusi perawatan anak dimaksudkan terutama untuk perawatan jangka panjang
bagi anak-anak yang tidak dapat dikembalikan ke keluarganya sendiri atau tidak dapat ditempatkan
dalam keluarga yang baru. Pada prakteknya, karena permintaan penempatan jangka pendek sering
melebihi jumlah keluarga yang mau menerima anak secara sementara, institusi sering memenuhi
kebutuhan jangka panjang dan kebutuhan jangka pendek.
Sekolah berasrama adalah kasus khusus. Dimana orangtua tetap menjalin hubungan dengan anak
yang masuk di sekolah semacam itu, terus memberikan dukungan sebagaimana yang mereka
mampu, dan secara aktif ikut serta dalam melaksanakan tanggungjawab sebagai orangtua,
maka institusi semacam itu harus diatur dengan standar dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk
sekolah. Namun ketika anak ditempatkan di sekolah semacam itu, terutama karena orangtua
mereka tidak mampu merawat, mengawasi dan mengendalikan mereka, dan orangtua yang
berkepentingan itu menyerahkan tanggungjawabnya sebagai orangtua ke sekolah, maka akan
lebih tepat bila diterapkan standar-standar dan prinsip-prinsip tentang pengasuhan alternatif. Ini
berlaku apakah sekolah itu dijalankan oleh negara, lembaga amal swasta, ataupun kelompokkelompok keagamaan.
Perawatan panti/institusi selama masa lima tahun pertama kehidupan anak biasanya memiliki
dampak negatif bagi perkembangan anak tersebut. Suatu penelitian menemukan bahwa anak
yang menghabiskan waktu delapan bulan atau lebih dalam suatu panti asuhan dalam dua tahun
pertama pada kehidupannya, perkembangan bahasa, motorik dan sosialnya tertunda.82 Selain itu,
penempatan anak dalam setting panti tak pelak lagi membawa resiko eksploitasi dan kekerasan
(abuse). Di beberapa lembaga/panti, anak-anak beresiko menjadi korban diskriminasi.
Penelitian di beberapa bagian dunia menyatakan bahwa sebagian besar anak yang berada di panti
memiliki keluarga, walaupun keluarga yang miskin dan tidak beruntung atau mengalami disfungsi.
Penelitian baru-baru ini mengenai Eropa Timur, misalnya, menemukan bahwa hanya 4-5 persen
dari anak-anak yang di panti benar-benar anak yatim piatu. 83 Ini menegaskan adanya kebutuhan
untuk memberikan perhatian yang lebih besar pada prinsip “upaya terakhir” dan mekanisme
dukungan yang efektif bagi keluarga-keluarga beresiko.
109
Tugas Memantau Perawatan
Anak-anak yang telah ditempatkan untuk tujuan perawatan atau perlindungan memiliki hak agar
perawatan/perlakuan dan semua keadaan lain yang terkait dengan penempatannya ditinjau
kembali secara berkala (Pasal 25, Konvensi Hak-hak Anak). Ini berlaku tidak hanya pada anak-anak
yang ada di panti/institusi, namun untuk semua bentuk penempatan termasuk adopsi, perawatan
asuh/angkat, perwalian dan kafala. Harus dibuat prosedur untuk menerima aduan dari anak dalam
keadaan seperti itu.
Perawatan Asuh
Konvensi Hak-Hak Anak (The
The Convention on the Rights of the Child
Child) tidak memuat standar spesifik
apapun mengenai perawatan asuh (foster care). Meskipun demikian, Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tahun 1986 mengadopsi sebuah deklarasi mengenai Prinsip-prinsip Sosial
dan Hukum yang berkaitan dengan Perlindungan dan Kesejahteraan Anak ((Declaration on Social
and Legal Principles relating to the Protection and Welfare of Children)) dengan rujuakan khusus
ke Penempatan Pengasuhan dan Adopsi secara Nasional dan Internasional. Deklarasi menetapkan
dalam Pasal 10 dan 12 bahwa “penempatan pengasuhan anak harus diatur dengan undangundang” dan bahwa “pihak atau intansi yang berwewenang harus bertanggungjawab atas
pengawasan untuk menjamin kesejahteraan anak”. Standar yang sama berlaku di budaya-budaya
dimana keluarga-keluarga luas mengangkat anak asuh.
Perawatan institusi/panti
Pasal 20 Konvensi menyarankan suatu hirarki pilihan perawatan bagi anak yang tidak mendapatkan
perawatan orang tua: pertama saudara keluarga, kedua, keluarga pengganti melalui melalui
pengangkatan/pengasuhan atau adopsi, dan ketiga, institusi yang tepat. Ketika institusi
diperlukan, maka institusi tersebut harus digunakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Ini
karena dalam setting seperti itu, terdapat kesulitan untuk memberikan perhatian secara individual
dukungan emosional, stimulasi intelektual, dan bimbingan moral yang idealnya diberikan oleh
sebuah keluarga.
Dimana organisasi swasta mengemban fungsi-fungsi ini, instansi yang berwewenang sungguh
perlu untuk mengemban tanggung jawab guna menjamin bahwa mereka beroperasi sesuai
dengan standar-standar yang dapat diterima. Standar semacam itu harus mengatur kondisi fisik
dan persyaratan profesional dan pelatihan staf, termasuk syarat bahwa mereka tidak memiliki
catatan melakukan kekerasan sebelumnya. Standar “kualitas hidup”, yang mengukur seberapa
jauh pelayanan yang diberikan itu menjamin perkembangan dan kesejahteraan anak, juga harus
dijadikan pertimbangan.
Anak yang terpaksa tidak mendapatkan suatu lingkungan keluarga memiliki hak yang sama dengan
anak-anak yang lain. Penempatan institusional sebaiknya tidak dipandang sebagai penahanan.
Kecuali bila pembatasan kebebasan mereka diperlukan untuk melindungi mereka, anak yang
ditempatkan di institusi untuk dirawat harus memiliki kebebasan dalam derajat tertentu yang
setara dengan kebebasan yang dimiliki oleh anak-anak lain seusia mereka.
110
Adopsi
Aturan pertama mengenai adopsi adalah “sistem adopsi harus menjamin bahwa kepentingan terbaik
bagi anak merupakan pertimbangan yang utama” (Pasal 21 Konvensi Hak-hak Anak). Negara-negara
anggota yang mengijinkan atau mengakui adopsi harus membuat legislasi yang mengidentifikasi
instansi-instansi mana saja yang berwewenang atas proses adopsi, dan “menjamin bahwa tidak
ada adopsi yang terjadi tanpa persetujuan dari instansi yang berwenang itu” (Pasal 21 Konvensi
Hak-Hak Anak). Legislasi itu harus mengidentifikasi kriteria penentuan saat seorang anak bisa
diadopsi, khususnya persyaratan bahwa orang tua anak tersebut (ketika diketahui atau masih hidup)
harus memberikan ijin ((informed consent) mereka. Persyaratan lain yang harus diperhitungkan
dalam undang-undang tersirat dalam pasal-pasal Konvensi itu, yang meliputi:
•
•
•
Hak-anak untuk dipertimbangkan pandangan-pandangannya, sesuai dengan taraf usia dan
perkembangannya.
Prinsip kesetaraan hak dan tanggungjawab dari kedua orang tuanya.
Prinsip bahwa, dalam memilih penempatan yang paling sesuai, pertimbangan seksama
harus diberikan pada kesinambungan dan kesesuaian pengasuhan serta pada latar belakang
bahasa, budaya, agama dan etnis anak tersebut.
Adopsi Antar Negara
Selain standar-standar yang berlaku untuk semua adopsi, Konvensi Hak-hak Anak mempersyaratkan
rambu-rambu khusus mengenai adopsi antar negara. Aturan pertama adalah bahwa adopsi antar
negara tidak bisa dilakukan bila adopsi atau penempatan pengasuhan di negara asal anak tersebut
masih dimungkinkan. Dua aturan/rambu lain adalah bahwa Negara harus:
•
•
Menjamin bahwa anak yang dimaksud mendapatkan pelindungan dan standar yang setara
dengan yang ada dalam adopsi nasional
Mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu untuk menjamin bahwa, dalam hal adopsi
antar negara, penempatan itu tidak menyebabkan adanya perolehan finansial yang tidak
semestinya bagi mereka yang terlibat dalam proses adopsi itu.
Kafala
Kafala merupakan cara yang sah dari pemberian perawatan alternatif bagi anak yang memerlukannya,
asalkan hal itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konvensi HakHak Anak. Secara khusus, semua penempatan harus disetujui oleh keputusan pengadilan. Anak
yang ditempatkan melalui kafala harus menerima manfaat sosial yang sama dengan anak lain, dan
tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.
111
Apa yang dapat dilakukan?
Perawatan Institusional/Panti
Praktek–praktek dan kebijakan mengenai perawatan panti/institusional hendaknya ditinjau kembali
untuk memastikan bahwa kesemuanya itu sesuai dengan prinsip-prinsip dan rekomendasi berikut:
•
•
•
•
•
•
Bagi anak yang tidak dapat dibesarkan oleh keluarganya sendiri, suatu lingkungan keluarga
alternatif yang sesuai hendaknya lebih diupayakan sebagai pilihan dibanding perawatan
institusional/panti, yang hendaknya digunakan sebagai upaya terakhir dan sebagai upaya yang
bersifat sementara.
Setiap upaya harus diambil untuk menghindarkan pengisolasian dari komunitas anak yang
tinggal di institusi itu (misalnya dengan memasukkan mereka di sekolah dalam komunitas
tersebut, dan penggunaan fasilitas–fasilitas rekreasi milik masyarakat), untuk memaksimalkan
kesempatan transisi yang berhasil setelah keberangkatannya.
Institusionalisasi hendaknya tidak melibatkan penghilangan kebebasan.
Institusionalisasi hendaknya tidak disamakan dengan penelantaran, dan juga tidak secara
otomatis mengakibatkan penelantaran sah. Kontak antara anak yang tinggal di panti/institusi
dan keluarganya hendaknya didorong, kecuali bila hal itu berlawanan dengan kepentingan
terbaik untuk anak. Untuk merealisasikan hal ini, dokumen-dokumen dan berkas termutahir
hendaknya disimpan.
Staff hendaknya dipilih dan dilatih secara berhati-hati, serta diberi upah yang pantas.
Masing-masing kasus hendaknya dipertimbangkan dengan melihat keadaan dan kebutuhan
khusus anak dan hendaknya ditinjau kembali secara berkala.
Adopsi
Legislasi mengenai adopsi hendaknya ditinjau kembali untuk menjamin bahwa legislasi itu
sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan rambu-rambu yang ditetapkan dalam Konvensi
Hak-hak Anak, khususnya:
•
•
•
•
•
Aturan-aturan yang mengatur pemberian ijin oleh orang tua untuk adopsi
Persyaratan-persyaratan mengenai memenuhi syarat atau tidaknya orang tua angkat.
Larangan terhadap adopsi yang tidak dilakukan oleh instansi/mereka yang tidak berwenang.
Pengakuan bahwa hak anak untuk didengar, dan aturan-aturan mengenai bagaimana
pandangan–pandangan anak hendaknya dipertimbangkan dan diberi bobot.
Panduan mengenai implementasi dari prinsip bahwa kesinambungan perawatan dan
latar belakang bahasa, budaya, agama, dan kelompok etnis anak dimasukkan dalam
pertimbangan.
Prosedur juga hendaknya ditinjau kembali untuk memastikan bahwa anak tidak dibiarkan dalam
institusi dalam waktu yang lama tanpa adanya penentuan status mereka. Ketika adopsi menjadi
pilihan pemecahan yang paling baik bagi anak, penundaan yang tidak perlu untuk menemukan
keluarga yang cocok sedapat mungkin dikurangi.
112
Mencegah Penelantaran
Jaringan Nasional pusat-pusat dukungan bagi keluarga yang memberikan bantuan kepada orang
tua sehingga mereka dapat menjadi mandiri dalam merawat anak-anaknya dapat mengurangi
tingkat institusionalisasi. Pusat-pusat ini harus memberikan pelayanan–pelayanan seperti:
•
•
•
•
Pelatihan ketrampilan mengasuh anak (parenting)
Dukungan dan konsultasi sosial dan psikososial.
Konseling hukum
Intervensi krisis
Kunjungan supervisi ke rumah oleh pekerja sosial merupakan alat perlindungan yang sangat
bernilai yang dapat membantu mengurangi pengiriman anak ke institusi, yang sebenarnya tidak
perlu. (periksa Bab 4)
Karena banyak anak yang di”panti”kan oleh orang tuanya lahir dari ibu yang masih sangat muda
– kadang merupakan orang tua tunggal – atau dari perempuan yang telah memiliki beberapa
anak, akses terhadap keluarga berencana merupakan komponen yang sangat penting dari
suatu rencana menyeluruh untuk mengurangi jumlah anak telantar. Ini penting khususnya untuk
menjamin bahwa gadis-gadis remaja memiliki akses terhadap pelayanan semacam itu.
Reintegrasi Keluarga
Reintegrasi anak dalam keluarga kandungnya secara prinsip, merupakan alternatif pemecahan
terbaik untuk anak-anak yang di kirim ke institusi. Pelayanan harus memprakarsai upaya-upaya
untuk reintegrasi segera setelah anak dibawa ke perawatan institusi/panti. Proses integrasi
hendaknya meliputi:
•
•
•
•
•
•
•
Mencari keluarga kandung anak, termasuk keluarga jauh dan khususnya kakek-nenek, dan
bila dipandang perlu dengan bantuan pencarian oleh polisi.
Menganalisa masalah spesifik keluarga dan anak tersebut.
Memberikan dukungan psikologis, sosial dan finansial kepada keluarga, dan bila dipandang
perlu, termasuk juga terapi keluarga (misalnya, psikoterapi, rehabilitasi alkohol atau
ketergantungan obat).
Mengidentifikasi keluarga–keluarga itu bila reintegrasi merupakan hal yang memungkinkan.
Memberikan dukungan psikologis, sosial dan finansial kepada keluarga, dan dimana perlu,
memasukkan terapi keluarga (misalnya psikoterapi, atau rehabilitasi kecanduan alkohol dan
ketergantungan obat).
Mengidentifikasi keluarga-keluarga dimana reintegrasi tidak tertutup kemungkinannya.
Bila dipandang perlu, memberikan waktu transit penempatan dalam suatu keluarga angkat
atau institusi, dalam upaya memberikan waktu bagi keluarga untuk memecahkan masalahnya,
dan memfasilitasi kontak antara keluarga dan anak selama jangka waktu tersebut.
Dalam semua hal, anak harus dipersiapkan untuk menghadapi perubahan dan diperbolehkan
untuk berperan-serta dalam merumuskan rencana reintegrasi yang dibuat dengan konsultasi
dengan keluarga, sepanjang memungkinkan dan tepat. Dukungan bagi keluarga dan anak setelah
reintegrasi hendaknya diberikan.
113
Memantau Anak dalam Perawatan Alternatif
Komite Hak-Hak Anak mengimbau agar perhatian serius diberikan untuk menjamin berdirinya
dan berfungsinya sistem pemantauan yang efektif untuk memonitor perlakuan yang diterima
anak yang kehilangan/tercerabut dari keluarganya ….. serta fasilitas-fasilitas residensial bagi anak
lainnya, seperti fasilitas medis, dan fasilitas-fasillitas lain bagi anak-anak nakal. Sistem pemantauan
hendaknya:
•
•
•
•
•
•
•
•
Menjamin akses penuh terhadap fasilitas dan dokumen dari seluruh institusi baik dokumen
publik maupun dokumen pribadi.
Mengijinkan kunjungan yang tidak diumumkan terlebih dahulu dan konsultasi pribadi dengan
anak-anak dan staf.
Menekankan status dan kondisi anak dan perkembangannya, serta keadaan fasilitas-fasilitas
yang ada atau yang berkenaan dengan pemberian pelayanan.
Memasukkan prosedur untuk menerima pengaduan dari anak, orangtua, atau wali, staf dll.
Mewajibkan pelaporan oleh staf mengenai insiden kekerasan yang terjadi.
Menjamin adanya investigasi pengaduan secara seksama dan mandiri, masuk investigasi
pengadilan untuk semua kematian atau kasus–kasus penganiayaan berat
Memastikan bahwa pelaku kekerasan diberi sanksi disiplin yang pantas, termasuk ketika di
pandang perlu, pemecatan atau dibawa dan dituntut di pengadilan.
Prosedur semacam itu juga harus menghormati hak- anak atas privasi dan mencakup
perlindungan terhadap balas dendam.
Sumber: Committee on the Rights of the Child, State Violence Against Children, paragraf 26.
114
PENGADILAN ANAK
Konferensi meghimbau semua negara untuk mengambil langkah-langkah yang tepat
sesuai dengan Beijing Rules dan Riyadh Guidelines PBB:
a) Untuk memastikan kesesuaian dengan prinsip bahwa perampasan kebebasan anak
hendaknya hanya sebagai upaya terakhir dan untuk waktu yang sesingkat-singkatnya,
khususnya sebelum pengadilan, dan memastikan bahwa, bila mereka ditangkap, ditahan,
atau dipenjarakan, anak dipisahkan dari orang dewasa;
b) Memastikan bahwa tidak ada anak di dalam penjara yang dihukum kerja paksa
atau dirampas aksesnya dan dirampas haknya atas pelayanan perawatan kesehatan,
sanitasi lingkungan dan kebersihan, pendidikan dan pengajaran dasar, dengan
mempertimbangkan kebutuhan anak penyandang ketidakmampuan (cacat)
c) Untuk mendorong sistem penegakan hukum dan sistem pengadilan anak yang
terpisah dengan petugas terdidik secara khusus, yang sepenuhnya menjaga dan
melindungi hak-hak anak dan mengupayakan reintegrasi anak ke dalam masyarakat.
Bab
13
l06 th IPU Conference Ouagadougou, Burkina Faso, September 2001)
Pengadilan anak merupakan topik luas yang mencakup pencegahan kenakalan remaja, jenis-jenis
pelanggaran yang mana anak dikenai tuntutan, dan cara mereka diperlakukan oleh kepolisian dan
oleh pengadilan dan fasilitas-fasilitas bagi pelaku pelanggaran hukum anak-anak.
Pencegahan Kenakalan vs Pemidanaan
Ada korelasi yang tinggi antara penelantaran atau pemaparan terhadap kekerasan selama masa
anak-anak dan keterlibatan dalam kejahatan. Psikolog mengakui bahwa terpapar kekerasan di rumah
menyebabkan anak dengan sendirinya memperoleh moda perilaku kekerasan. Sebuah penelitian di
Amerika Serikat menyimpulkan bahwa bahwa pengalaman kekerasan (abuse
(
) dan penelantaran
meningkatkan kemungkinan ditangkap sebagai anak nakal sebanyak 53 persen, dan satu penelitian
lain di Inggris menemukan bahwa 72 persen anak-anak remaja yang melakukan tindak pelanggaran
hukum yang serius merupakan korban abuse (Periksa bab 11). Mencermati dan mengatasi masalah
yang menyebabkan kenakalan remaja pada akhirnya akan sampai pada cara pencegahannya.
Ada juga kebutuhan terhadap program efektif untuk membantu remaja yang terlibat dalam
kejahatan guna mengatasi masalah mereka, sepanjang memungkinkan, dan membantu
mereka dalam mempersiapkan hidupnya sebagai anggota masyarakat yang patuh pada hukum.
Memaparkan mereka pada pelanggaran hak-hak mereka lebih jauh ketika mereka berkonflik
dengan hukum adalah salah dan tidak produktif.
Pelanggaran hak-hak anak oleh instansi penegakan hukum
Pelanggaran hak-hak anak oleh instansi/lembaga penegakan hukum bisa serius. Dalam Kasus
Anak Jalanan: Pengadilan Antar-Amerika untuk Hak-hak Azasi (The Street Children Case’, the
Inter-American Court of Human Rights) menemukan bahwa Guatemala bertanggung jawab atas
hukuman mati yang cepat atas lima anak muda termasuk seorang yang berusia 15 tahun dan
dua orang yang berusia 17 tahun pada bulan Juni 1990. Empat dari korban dipaksa masuk ke
sebuah kendaraan oleh polisi yang berpakaian sipil yang nampaknya atas permintaan operator
gerai makanan yang dikenal bermusuhan dengan anak-anak yang bekerja di jalanan. Tubuh
115
mereka ditemukan dengan luka tembak di kepala dan tanda-tanda bekas siksaan. Korban ke
lima ditembak di jalanan beberapa hari kemudian oleh polisi intel. Para perwira itu diadili namun
dibebaskan, walaupun kesaksian dari para saksi dan bukti balistik telah diberikan. Pada bulan
Nopember 1999, the Inter-America Court menyimpulkan bahwa pembunuhan ini membentuk
bagian dari “pola umum tindakan-tindakan ilegal yang dilakukan oleh agen keamanan Negara
terhadap “anak jalanan” [yang] meliputi ancaman, kekejaman, perlakuan yang menistakan dan
tidak berperikemanusiaan dan pembunuhan sebagai upaya untuk memberantas kenakalan
remaja dan gelandangan”. Pengadilan memerintahkan pembayaran ganti rugi agar dibayar pada
bulan Juni 2001.
Tidak semua pelanggaran terhadap hak-hak anak sama ekstrimnya dengan kasus Guatemala.
Meskipun demikian, kekerasan dan bentuk-bentuk abuse lain anak-anak yang berkonflik dengan
hukum merupakan hal yang umum terjadi dan bentuknya berbeda-beda.
Pencegahan vs Pemidanaan: Opini Pengadilan Inter-Amerika
untuk Hak Azasi Manusia
... ketika Negara melanggar hak-hak anak yang beresiko, seperti anak jalanan misalnya, pelanggaran
itu akan menjadikan mereka korban agresi ganda. Pertama, negara–negara semacam itu tidak
mencegah mereka agar tidak hidup dalam keadaan menyedihkan, sehingga membuat mereka
kehilangan hak atas kondisi minimum untuk hidup secara bermartabat dan mencegah mereka
dari “perkembangan pribadi yang harmonis dan penuh”. Kedua, mereka (negara semacam itu)
melanggar integritas moral, mental dan fisik dan bahkan kehidupan mereka.
Ketika aparatur negara harus menanggulangi pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak di bawah
umur, aparatur negara harus melakukan upaya-upaya serius untuk menjamin rehabilitasinya dalam
upaya “memungkinkan mereka untuk memainkan peran yang produktif dan membangun dalam
masyarakat ….
Sumber: Inter-American Court of Human Rights, ‘The Street Children Case, paragraf.191-197
(dengan menyitir preambul the Konvensi Hak-hak Anak dan Rule 26 dari Beijing Rules)
Anak–anak dalam Tahanan
Anak-anak dalam tahanan sering mengalami kekerasan, terutama atas hak-hak mereka – termasuk
tidak adanya pendidikan dan kurangnya perawatan medis dasar. Sering, kondisi dimana mereka
hidup sungguh tidak berperikemanusiaan dan sangat buruk – tidak ada pemanas, makanan yang
tidak memadai, tempat tidur yang tidak memadai, selimut yang penuh kutu, fasilitas sanitasi yang
buruk dan tidak ada sarana olah raga. Sebagian ditahan dalam sel sendirian dalam waktu yang cukup
lama. Kekerasan/penganiayaan fisik merupakan hal yang banyak dijumpai. Cedera, termasuk patah
tulang, patah tangan, gendang telinga yang rusak, memar dan paling serius, trauma emosional,
sering merupakan akibat siksaan dan interogasi. Anak sering dikerasi secara seksual. Dalam banyak
kasus, bahkan prinsip-prinsip yang paling mendasar untuk diadili secara patut bahkan dilanggar.
Penangkapan, penahanan, dan penjatuhan hukuman sering sewenang-wenang – hasil hasil upaya
di luar pengadilan oleh polisi dan sistem militer dimana perlindungan sipil tidak ada. Anak-anak
yang ditahan sering dibawah usia yang bisa bertanggung jawab atas tindakan kejahatannya dan
ditempatkan dengan tahanan dewasa yang menjadikan mereka mengalami kekerasan. Orang
tua pada umumnya ditolak hak kunjungnya dan sering tidak diberitahu dimana anaknya berada.
Penahanan anak sering menyebabkan distres parah dan mengacaukan keluarga mereka.
116
Tahun 2002 diperkirakan lebih dari 1 juta anak di seluruh dunia terampas kebebasannya oleh
petugas penegak hukum. 84
Pelanggaran Hak-hak Remaja oleh Pengadilan dan Lembaga
Pemasyarakatan (correctional agencies)
The Inter-American Commission on Human Rights mengadopsi suatu keputusan penting pada
tahun 1999 mengenai penahanan remaja di penjara dan lembaga pemasyarakatan. Setelah kasus
yang terkenal dimana seorang remaja membunuh orang tuanya, Mahkaman Agung di negara
terkait mengesahkan penahanan remaja di fasilitas penahanan orang dewasa, sementara fasilitas
yang aman bagi pelaku pelanggaran hukum remaja sedang dibangun. Komisi menemukan
bahwa mereka bukanlah pelanggar hukum yang berbahaya, bahkan beberapa anak yang ditahan
di fasilitas tahanan dewasa dituduh melakukan tindakan yang bahkan bukan merupakan tindak
pidana, sering oleh hakim pengadilan pidana yang tidak memiliki jurisdiksi atas remaja. Keputusan
itu menyatakan, sebagaimana dikutip dibawah ini:
Komisi mempertimbangkan bahwa praktek-praktek memenjarakan anak di bawah umur, bukan
karena ia terlibat tindak kejahatan, namun semata-mata karena ia ditelantarkan oleh masyarakat
atau rentan, atau anak yatim piatu atau gelandangan, menjadi ancaman serius …….
Jauh dari sekedar menghukum anak di bawah umur lantaran diduga menjadi gelandangan,
Negara berkewajiban untuk mencegah dan merehabilitasi dan kewajiban untuk menyediakan
sarana yang memadai untuk tumbuh dan mandiri kepada mereka.
ÿ Standar Internasional: Pengadilan Anak
Konvensi Hak-hak Anak
Pasal 40 Konvensi Hak-hak Anak menyatakan bahwa:
Negara-negara anggota mengakui hak dari setiap anak yang diduga, dituduh, atau dikenali
sebagai telah melanggar undang-undang pidana untuk diperlakukan secara konsisten dengan
mendorong rasa bermartabat dan berharga anak, menegakkan penghormatan anak atas hakhak azasi manusia dan kebebasan fundamental dari orang lain, memperhitungkan usia anak
dan keinginan untuk mempromosikan reintegrasi anak dan pemberian tanggungjawab kepada
anak agar berperan konstruktif dalam masyarakat.
Pasal 37 Konvensi Hak-Hak Anak juga melarang penjatuhan hukuman mati dan hukuman seumur
hidup bagi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang yang berusia di bawah 18 tahun.
Instrumen lainnya
Standar internasional juga memasukkan tiga instrumen yang secara spesifik berkaitan dengan
pengadilan anak: yakni Aturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pelaksanaan
Pengadilan Anak (United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile
Justice - the `Beijing Rules), Panduan tentang Pencegahan Kenakalan Perserikatan BangsaBangsa (the United Nations Guidelines on the Prevention of Delinquency - the `Riyadh Guidelines’)
dan Aturan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perlindungan Remaja yang Terampas
Kebebasannya (the
the United Nations Rules on the Protection of Juveniles Deprived of Liberty
Liberty).
117
Pencegahan kenakalan remaja
Sebagaimana dinyatakan oleh Riyadh Guidelines:
Pencegahan kenakalan remaja yang efektif memerlukan usaha-usaha dipihak masyarakat secara
keseluruhan untuk menjamin perkembangan remaja yang harmonis, dengan penghormatan
dan promosi kepribadian mereka semenjak awal masa kanak-kanak.
Checklist: Prinsip-prinsip dasar yang mendasari
pendekatan terhadap masalah Pengadilan anak.
setiap
Prinsip-prinsip dasar ini meliputi:
•
•
•
•
•
•
•
•
Praduga tak bersalah
Pemberitahuan dengan segera kepada orangtua atau walinya dan hak-hak mereka untuk hadir
dalam penahanan seorang remaja.
Penghindaran penahanan sebelum proses pengadilan bila memungkinkan, dan memastikan
bahwa penahanan sebelum proses pengadilan adalah untuk waktu yang paling sesingkatsingkatnya,
Hak atas pelayanan dan fasilitas yang memenuhi semua standar kesehatan dan martabat
kemanusiaan, dan hak atas perawatan medis yang memadai baik yang bersifat pencegahan
maupun pengobatan.
Pelarangan upaya-upaya disipliner yang merupakan kekejaman, perlakuan yang menistakan
dan tidak berperikemanusiaan, termasuk hukuman fisik yang mungkin bisa membahayakan
kesehatan fisik dan mental remaja terkait.
Hak atas perlakuan yang berperikemanusiaan dan adil, termasuk hak untuk kunjung, hak
atas privasi, hak untuk berkomunikasi dengan dunia luar, dan hak atas waktu untuk olahraga
harian.
Pemberian pendidikan (diberikan di luar fasilitas tahanan oleh guru yang berkualitas) yang
cocok bagi kebutuhan yang bersangkutan, dan dirancang untuk mempersiapkan dirinya untuk
kembali ke masyarakat.
Menjamin bahwa anak-anak ditahan secara terpisah dari orang dewasa kecuali mereka
anggota dari keluarga yang sama.
Suatu pendekatan yang tepat terhadap pengadilan anak juga memerlukan upaya-upaya yang dibuat
terutama untuk mencegah agar anak tidak berkonflik dengan hukum. Ini merupakan kewajiban
semua jajaran mulai dari jajaran pemerintah, masyarakat dan keluarga.
Usia Minimum untuk memperlakukan anak sebagai pelanggar
hukum
Pasal 40.3. Konvensi Hak–Hak Anak menyatakan bahwa negara-negara angota “harus berupaya
mempromosikan … penetapan usia minimum di bawah mana anak dianggap tidak memiliki
kemampuan untuk melangga hukum pidana”. Konvensi Hak-hak Anak ataupun instrumeninstrumen internasional terkait tidak menentukan berapa usia minimal itu seharusnya. Tahuntahun terakhir ini, Komite Hak-hak Anak tekah menyarankan bahwa komite itu menganggap usia
15 adalah tepat, dan perilaku oleh anak yang masih muda yang dapat dihukum harus ditangani
oleh instansi dan prosedur kesejahteraan anak atau perlindungan anak.
118
Penegakan Hukum dan Hak-hak Anak
Aparat penegakkan hukum harus memastikan bahwa setiap anak memiliki hak untuk diperlakukan
secara konsisten dengan dorongan terhadap rasa bermartabat dan berharga. Ini merupakan
langkah pertama menuju rehabilitasi, dengan asumsi bahwa rehabiitasi itu dipandang perlu.
Kekerasan dan eksploitasi menciptakan rasa marah dan mungkin dilihat anak sebagai memberikan
legitimasi baginya untuk menggunakan kekerasan dan eksploitasi.
Anak yang diduga melakukan pelanggaran hukum memiliki hak yang sama dengan orang dewasa,
termasuk hak atas praduga tak bersalah, hak atas privasi (yang mencakup hak untuk tidak digeledah
tanpa alasan yang jelas), hak untuk tidak diwajibkan memberi informasi dan hak untuk tidak
diinterogasi tanpa didampingi pengacara. Selain itu, mereka memiliki hak atas perlindungan khusus,
yang mencakup juga hak untuk tidak ditahan bersama dengan tahanan dewasa dan hak untuk
diberitahu keluarganya atau orang dewasa yang bertanggung jawab atas keadaan mereka segera.
Aparat penegakkan hukum hendaknya juga menghormati aturan internasional dasar mengenai
penggunaan kekuatan, yang meliputi hal-hal berikut:
•
•
Aparat penegakkan hukum boleh menggunakan kekuatan hanya ketika sangat penting dan
sejauh diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. 85
Petugas penegakkan hukum hendaknya tidak menggunakan senjata api terhadap seseorang
kecuali sebagai upaya pembelaan diri atau membela orang lain terhadap ancaman kematian
atau cedera serius; untuk mencegah dilakukannya suatu kejahatan serius yang melibatkan
ancaman berat terhadap jiwa, menangkap seseorang yang menghadirkan bahaya semacam
itu, dan mempertahankan kewenangannya, atau untuk mencegah agar pelaku tidak melarikan
diri, dan hanya ketika sarana yang tidak begitu berlebihan dipandang tidak memadai untuk
mencapai tujuan-tujuan ini. Dalam segala kesempatan, penggunaan senjata api secara
sengaja mungkin hanya bias dilakukan ketika hal itu merupakan hak yang tak terhindarkan
dalam upaya melindungi jiwa. 86
Diversi
Sebagai ganti dari perampasan kebebasan anak, Konvensi Hak-Hak Anak mendesak Negara-negara
anggota untuk “ berusaha mempromosikan …. upaya-upaya untuk menangani anak semacam itu
tanpa mengirimkan mereka ke proses pengadilan ‘ (Pasal 40). Masuk ke dalam sistem peradilan
formal dapat menyebabkan trauma dan dapat memberi stigma pada seorang remaja. Oleh karena
itu, hal tersebut hendaknya dihindari bilamana masalah tersebut dapat ditangani dengan cara yang
tidak begitu formal. Diversi dapat berupa peringatan bahwa pelanggaran di masa mendatang,
bila dilakukan, akan berakibat lebih serius; secara sukarela menerima beberapa bentuk supervisi
dan konseling; komitmen untuk masuk sekolah atau menghindari orang-orang dan tempat yang
diasosiasikan dengan pelanggaran, pelayanan masyarakat, atau restitusi (pengampunan) atau
rekonsilisi dengan korban. Alternatif bagi ajudikasi (keputusan) formal harus cocok dengan hakhak anak yang melarang upaya-upaya seperti hukuman fisik.
Perampasan kebebasan sebelum proses pengadilan
Pasal 37 (b) Konvensi Hak-Hak Anak mengatakan bahwa “ Anak tidak boleh dirampas
kebebasannya secara tidak sah atau secara sewenang-wenang”. Pasal itu menambahkan bahwa
“Penangkapan, penahanan, atau pemenjaraan seorang anak .. hendaknya digunakan hanya
119
sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu sesingkat-singkatnya. Ini berlaku terhadap semua
tahapan sidang pengadilan, dari penyelidikan sampai penjatuhan hukuman.
Berkenaan dengan remaja yang sedang dalam proses penyelidikan atau sedang menunggu perkaranya
diadili, persyaratan “upaya terakhir” mengandung arti bahwa penahanan tidak diiperlukan, kecuali
tidak ada cara lain untuk menghindarkan resiko melarikan diri, melakukan pelanggaran lagi, atau
menghilangkan bukti-bukti. Pembayaran jaminan sebagai alternatif terhadap penahanan sebelum
perkara diadili tidak sesuai karena hak itu akan bersifat diskriminatif terhadap remaja yang berasal
dari keluarga miskin. Dimana kemampuan keluarga untuk melakukan pengawasan yang efektif
diragukan, bentuk-bentuk pengawasan tambahan bisa dikenakan, atau anak bisa ditempatkan
di perawatan pengasuhan secara sementara. Bila anak meninggalkan rumah karena abuse
atau ditelantarkan, atau yang keluarganya tidak dapat diidentifikasi atau ditemukan, hendaknya
dipertimbangkan kemungkinan mengirimkan anak tersebut ke pusat perawatan atau supervisi
oleh orang dewasa lain yang bertanggungjawab. Ketika penahanan seorang remaja yan perkaranya
menunggu disidangkan tak mungkin dihindari, prioritas hendaknya diberikan kepada penyelesaian
proses pengadilan sesegara mungkin.
Remaja yang dalam penahanan memiliki hak azasi yang sama dengan orang lain, termasuk hak
untuk diperlakukan secara berperikemanusiaan, hak untuk berhubungan dengan keluarganya, hak
untuk diberi tahu alasan penahanannya, hak untuk mendapatkan bantuan hukum, dan hak untuk
melakukan penolakan terhadap legalitas perampasan kebebasannya. Selain itu mereka memiliki
hak sebagaimana dinyatakan dalam pasal 37 Konvensi Hak-Hak Anak untuk tidak ditahan bersama
dengan orang dewasa dan hak untuk diperlakukan sesuai dengan kebutuhan usia seseorang.
Hak untuk tidak ditahan bersama dengan orang dewasa terutama dimaksudkan untuk mencegah
abuse, eksploitasi, viktimisasi, oleh narapidana lainnya. Implikasi dari hak atas perlakuan khusus
tergantung pada usia dan keadaan remaja masing-masing dan kondisi yang berlaku di tempat
penahanan. Kebutuhan khusus itu bisa mencakup, misalnya, makanan yang memenuhi kebutuhan
khusus remaja yang dalam proses pertumbuhan, bentuk-bentuk rekreasi yang berbeda, kontak
dengan keluarga yang lebih sering dan akses terhadap konseling yang tepat.
Hak atas pembelaan diri dan prosedur khusus
Seorang remaja yang dituduh melakukan suatu pelanggaran berhak atas hak pembelaan diri
yang sama dengan orang lain. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa tertuduh yang
masih remaja harus diperlakukan sebagai orang dewasa, karena merekapun memiliki hak atas
perlindungan khusus. Idealnya, mereka diadili oleh pengadilan khusus, karena akan sulit bagi
pengadilan pidana biasa untuk melindungi hak-hak ini secara memadai.
Legislasi di beberapa negara mengijinkan orang yang berusia di bawah 18 tahun untuk diadili
sebagai orang dewasa, bila mereka dikenai tuduhan-tuduhan melakukan pelanggaran tertentu.
Legislasi semacam ini tidak cocok dengan Konvensi Hak-hak Anak. Sifat pelanggaran bukan
merupakan indikator yang handal bahwa pelaku secara mental dan emosional cukup matang
untuk mendapatkan perlakuan sebagai orang dewasa.
Dimana usia dianggap dewasa secara hukum di sebuah negara dibawah 18 tahun, Konvensi
ini tidak berlaku bagi mereka yang melewati batas usia dewasa ini. Meskipun demikian, ada
satu kekecualian yang penting. Hukuman mati tidak dapat dijatuhkan pada seseorang yang
berusia 18 tahun, tanpa memandang batas usia dewasa di dalam hukum nasional. Selain itu,
tahun tahun terakhir ini telah nampak bahwa peningkatan sikap menerima gagasan bahwa
semua orang yang berusia di bawah 18 tahun yang dituduh melakukan suatu pelanggaran
hukum berhak atas perlakuan khusus.
120
Penjatuhan Hukuman
Sebagaimana dicatat di atas, Konvensi Hak-hak Anak melarang dijatuhkannya hukuman mati
atas segala bentuk kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang berusia di bawah 18 tahun
tanpa kecuali. Piagam Afrika tentang Hak-Hak dan Kesejahteraan Anak (The African Charter on
the Rights and Welfare of the Child ) dan Konvensi Amerika tentang Hak-hak Azasi (American
(
Convention on Human Rights) juga melarang dijatuhkannya hukuman mati atas seseorang yang
berusia di bawah 18 tahun, serta pada perempuan hamil.
Penggunaan hukuman fisik dilarang oleh ketentuan lain dalam Konvensi Hak-hak Anak, menurut
Komite Hak-hak Anak. Komite itu menganggap hukuman fisik sebagai perlakuan kejam, tidak
berperikemanusiaan, atau menistakan” dan dilarang bagi anak-dan orang dewasa oleh Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Hukuman masuk ke fasilitas-fasilitas lembaga pemasyarakatan “hendaknya digunakan hanya
sebagai upaya terakhir dan untuk periode waktu yang sesingkat-singkatnya” dan hukuman noncustodial hendaknya digunakan kapan saja dipandang tepat. Aturan ini didasarkan pada Beijing
Rules, yang secara terpisah menyatakan bahwa :
•
•
Perampasan kebebasan pribadi hendaknya tidak dikenakan kecuali remaja tersebut
diputuskan melakukan tindakan serius yang melibatkan tindak kekerasan terhadap orang lain
atau secara persisten melakukan pelanggaran berat lainnya dan kecuali tidak ada respon lain
yang dipandang tepat.
Kesejahteraan remaja hendaknya menjadi faktor panduan dalam mempertimbangkan
kasusnya.
Rehabilitasi
“Remaja yang ditahan di fasilitas penahanan hendaknya dijamin mendapatkan manfaat dari
kegiatan-kegiatan yang berguna dan program-program yang akan berfungsi mendorong dan
mempertahankan kesehatan dan sikap menghargai diri-sendiri, untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab dan mendorong sikap-sikap dan ketrampilan yang akan membantu mereka dalam
mengembangkan potensi mereka sebagai anggota masyarakat.” (UN Rules for the Protection of
Juveniles Deprived of their Liberty, Aturan 12).
The UN Rules for the Protection of Juveniles Deprived of their Liberty mengambarkan pendekatan
yang menyeluruh terhadap rehabilitasi pelaku pelanggaran hukum muda usia, yang didasarkan
pada inspirasi dari Konvensi Hak-hak Anak. Beberapa prinsip dasar itu diantaranya:
•
•
•
•
Fasilitas hendaknya didesentralisasikan, untuk mencegah remaja agar tidak ditahan jauh dari
keluarga atau masyarakatnya, dan berjumlah cukup kecil untuk memungkinkan pemberian
perhatian secara individual.
Sistem tersebut hendaknya mencakup fasilitas terbuka dan semi-terbuka untuk memenuhi
kebutuhan anak yang memerlukan setting residensial namun tidak mengundang bahaya yang
serius bagi masyarakat.
Perlakuan hendaknya dimulai dengan evalusasi kebutuhan individual dan hendaknya meliputi
program-program pendidikan, pekerjaan konseling psikososial dan spiritual yang tepat,
rekreasi dan perawatan medis, termasuk perawatan medis bagi ketergantungan alkohol dan
obat-obatan terlarang.
Penghormatan terhadap hak-hal anak merupakan hal yang sangat penting dalam rehabilitasi,
karena hal itu mendorong penghormatan terhadap hak-hak orang lain.
121
Penyiksaan
Pelarangan penyiksaan merupakan aturan yang paling mendasar dari standar hak-hak azasi
internasional. Penyiksaan didefinisikan dalam hukum internasional 87 sebagai tindakan yang:
•
•
•
Menyebabkan penderitaan atau rasa sakit secara mental dan fisik;
Dilakukan secara sengaja untuk tujuan-tujuan seperti mendapatkan informasi, pengakuan,
dalam upaya menghukum, mengancam atau memaksa orang yang disiksa atau orang ketiga,
atau untuk motif-motif yang bersifat diskriminatif. (misalnya kebencian ras atau agama,
xenofobia, homofobia, dll)
Dilakukan oleh atau anjuran dari, atau dengan seijin atau persetujuan diam-diam dari pejabat
publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas resmi.
Penyiksaan fisik biasanya menimpa orang-orang yang dirampas kebebasannya, namun siksaan
psikologis dan moral bisa juga menimpa orang-orang yang memiliki kebebasan. Praktek-praktek
yang sudah dikenali sebagai penyiksaan meliputi:
•
•
•
•
•
Memaksa seseorang untuk menyaksikan penyiksaan atau abuse yang dilakukan terhadap
orang lain, khususnya anggota keluarganya;
Kecemasan yang parah yang disebabkan oleh perampasan informasi mengenai nasib dan
keberadaan anggota keluarga;
Ancaman yang serius, seperti ancaman pembunuhan atau mutilasi;
Pemeriksaan tubuh yang intrusif
Sexual abuse, ketika dilakukan oleh seorang petugas untuk salah satu tujuan yang disebutkan
dalam definisi di atas.
Bahwa suatu tindakan dianggap sebagai penyiksaan atau bukan, tidaklah berdasarkan pada
tindakan itu sendiri, namun dampak pada korbanlah yang menentukan. Karakteristik korban,
seperti usia, kesehatan menjadi relevan; apa yang mungkin dianggap bukan sebagai siksaan
bagi seorang dewasa yang sehat mungkin merupakan siksaan bagi orang dewasa yang sakit
dan anak-anak. Abuse yang dilakukan oleh staf yang bekerja di fasilitas anak yang tidak dianggap
cukup serius untuk dianggap sebagai penyiksaan mungkin melanggar ketentuan lain dalam
Konvensi Hak-hak Anak, termasuk pasal 37c. Misalnya, Special Rapporteur Perserikatan BangsaBangsa tentang penyiksaan dan bentuk kekejaman lain, perlakuan yang menistakan dan tidak
berperikemanusiaan, atau hukuman bagi anak, telah menggambarkan penahanan seorang diri
sebagai bentuk kekejaman, perlakuan yang menistakan dan tidak berperikemanusiaan dan atau
hukuman anak, ketika hak yang sama tidak berlaku bagi orang dewasa.
Negara memiliki kewajiban untuk mengambil semua langkah yang dipandang perlu untuk mencegah
penyiksaan serta untuk menyelidiki semua pengaduan penyiksaan atau informasi mengenai dugaan
penyiksaan untuk melakukan penuntutan semua orang yang diduga melakukan penyiksaan dan
menjatuhkan hukuman yang setimpal, sesuai dengan berat ringanya tindak kejahatan itu. Hak atas
anak atas rehabilitasi diakui dalam pasal 39 Konvensi Hak-hak Anak (Lihat bab 10)
122
Apa yang dapat dilakukan?
Reformasi Hukum
Legislasi mengenai pengadilan anak hendaknya ditinjau kembali untuk memastikan bahwa:
•
•
•
•
Remaja tidak diperlakukan sebagai pelaku tindak pelanggaran atas perilaku yang bukan
merupakan pelanggaran pidana.
Remaja yang dituduh melakukan suatu pelanggaran berhak mendapat jaminan atas proses
yang adil sebagaimana tercantum dalam pasal 40.2. Konvensi Hak-hak Anak.
Remaja yang dituduh melakukan tindak pelanggaran memiliki hak atas bantuan hukum.
Kerahasiaan semua tahapan proses pengadilam diakui secara hukum.
Legislasi mengenai pengadilan anak hendaknya ditinjau kembali bilamana dipandang perlu, dengan
tujuan untuk memastikan kesesuaiannya dengan rekomendasi Komite Hak-hak Anak berikut:
•
•
•
Usia mimimum untuk ajudikasi sebagai pelanggar hukum remaja hendaknya 15 tahun atau
sedekat mungkin dengan usia itu.
Alternatif terhadap ajudikasi hendaknya diakui, dan standar yang tepat tentang pilihan ajudikasi
hendaknya dimasukkan dalam undang-undang.
Semua orang yang berusia di bawah 18 tahun yang dituduh melakukan pelanggaran hukum
hendaknya diperlakukan sebagai remaja/anak.
Legislasi mengenai penahanan remaja/anak hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan
bahwa:
•
•
•
Prinsip upaya terakhir (The
The last resort
resort)) dimasukkan dalam ketentuan yang relevan dalam
hukum nasional.
Kewajiban untuk memberitahu orangtua atau wali diakui.
Penahanan anak/remaja dengan orang dewasa dilarang, kecuali dimana penahanan semacam
itu akan menjamin kepentingan terbaik bagi remaja/anak tersebut.
Legislasi mengenai penjatuhan hukuman bagi remaja yang terbukti melakukan pelanggaran
hukum hendaknya ditinjau kembali dengan tujuan untuk memastikan bahwa:
•
•
Prinsip-prinsip upaya terakhir ((last
last resort
resort)) dan waktu tersingkat yang pantas diakui secara
tegas.
Hukuman mati ataupun hukuman fisik tidak diperbolehkan.
Pertimbangan juga harus diberikan untuk memasukkan UN Rules for the Protection Juveniles
Deprived of Liberty ke dalam hukum nasional, sebagaimana disarankan dalam Aturan no. 7.
Selain itu, legislasi hendaknya ditunjau kembali untuk memastikan bahwa pelanggaran hak-hak
anak oleh penegak hukum, petugas pengadilan dan personil lembaga pemasyarakatan dilarang
dan dapat dijatuhi hukuman dengan saksi yang setimpal.
123
Mencegah Kenakalan (Remaja)
Kebijakan menyeluruh tentang pencegahan kenakalan (remaja) hendaknya diperluas, dengan
berkonsultasi dengan masyarakat sipil dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip umum yang diakui
oleh Riyadh Guidelines:
Karena keluarga merupakan unit sentral yang bertanggungjawab atas sosialisasi utama anak,
upaya-upaya sosial dan pemerintah untuk melestarikan integritas keluarga, termasuk keluarga
luas/jauh, harus dijalankan. Masyarakat memiliki tanggungjawab untuk membantu keluarga
dalam memberikan perawatan dan perlindungan dan dalam menjamin kesejahteraan mental
dan jasmani anak.
Instansi pemerintah hendaknya memprioritaskan rencana dan program-program untuk mereka
yang masih muda usia dan hendaknya menyediakan dana dan sumber lain yang mencukupi
untuk penyampaian pelayanan, fasilitas, dan staf bagi terlaksananya pelayanan medis dan
perawatan kesehatan mental, nutrisi, perumahan dan pelayanan lain yang relevan, termasuk
pencegahan penyalah-gunaan obat-obatan terlarang dan alkohol dan perawatanya, untuk
memastikan bahwa sumber-sumber semacam itu menjangkau dan memberi manfaat bagi
mereka yang muda usia.
Pengadilan Khusus
Pertimbangan harus diberikan bagi upaya membangun pengadilan khusus, dimana pengadilan
semacam itu belum ada, guna menangani kasus-kasus yang melibatkan pelanggar hukum usia
remaja. Ketika pengadilan semacam itu sudah ada, pertimbangan harus diberikan bagi upaya
perluasan jaringan pengadilan khusus yang dipandang perlu, untuk memastikan bahwa pengadilanpengadilan itu mencakup seluruh wilayah nasional dan memiliki kapasitas untuk menangani
banyaknya kasus secara cepat. Semua hakim yang bertanggungjawab atas kasus yang melibatkan
pelaku pelanggaran remaja hendaknya menerima pelatihan antar disiplin ilmu mengenai hak-hak
anak, psikologi anak, dan bidang-bidang lain yang relevan.
Penegakan Hukum
Semua personil penegakkan hukum yang secara teratur telibat dalam penanganan kasus yang
melibatkan anak-anak dan remaja hendaknya menerima pelatihan tentang perkembangan anak
dan hak-hak anak.
Mekanisme yang efektif dan mandiri hendaknya dibangun untuk melakukan investigasi pengaduan
terhadap instansi/badan penegakkan hukum atau petugas yang diduga melakukan pelanggaran
hak-hak anak.
Tantangan terhadap sikap dan praduga mengenai pengadilan
anak
Membangun mekanisme pengadilan anak yang tepat bisa sulit dilakukan bila pendapat publik
menuntut respon yang lebih keras/tegas, termasuk penjatuhan hukuman penjara bagi anak yang
berkonflik dengan hukum. Pembuat opini publik, seperti anggota dewan perwakilan rakyat dan
media hendaknya mempromosikan pendekatan terhadap pengadilan anak yang lebih tepat,
termasuk pelayanan masyarakat dan metode-metode tradisional lain yang sifatnya non-custodial.
124
Rehabilitasi
Sistem bagi rehabilitasi pelaku pelanggaran hukum berusia remaja hendaknya ditelaah kembali
untuk memastikan hal-hal berikut:
•
•
•
•
•
•
•
Program-program non-residensial tersedia, termasuk supervisi dan bimbingan, percobaan
pelayanan masyarakat, kompensiasi dan restitusi kepada korban, serta konseling kelompok.
Fasilitas-fasilitas residensial cukup kecil untuk memfasilitasi perlakuan individual sehingga
memungkinkan remaja menerima perawatan di dekat komunitasnya.
Fasilitas residensial menawarkan program rehabilitasi yang meliputi pendidikan, konseling,
pelatihan kejuruan dan rekreasi, mengadopsi kebutuhan-kebutuhan dari berbagai tipe pelaku
pelanggaran yang berbeda, dalam kerjasama dengan pelayanan dan program-program
berbasis komunitas, sepanjang memungkinkan.
Isolasi dari masyarakat hendaknya tidak berlebihan, dan kontak antara penghuni dengan
keluarganya hendaknya didorong dan dipermudah, kecuali bila hal itu berlawanan dengan
kepentingan terbaik bagi anak.
Aturan-aturan dan prosedur disiplin hendaknya disesuaikan dengan Aturan Perserikatan
Bangsa-Bangsa bagi Perlindungan Remaja yang Terampas Kebebasannya (UN Rules for the
Protection of Juveniles Deprived of Liberty
Liberty).
Personil harus diseleksi secara hati-hati dan dilatih, dan diberi imbalan secara pantas.
Badan-badan independen hendaknya memantau keadaan di fasilitas–fasilitas residensial dan
para penghuni hendaknya memiliki akses terhadap prosedur pengaduan.
Contoh-contoh reformasi hukum mengenai pengadilan anak
Banyak negara telah memberlakukan legislasi untuk membuat sistem pengadilan anaknya agar
lebih cocok dengan Konvensi Hak-Hak Anak dan standar internasional terkait lainnya, khususnya di
Amerika Latin. Misalnya, dalam upaya untuk menghindari penahanan anak di kantor-kantor polisi,
undang-undang Perlindungan Anak Republik Dominika menetapkan bahwa anak yang dijemput
oleh polisi harus dibawa dengan segera ke kantor pembela hukum anak tersebut, diajukan ke
pengadilan dalam waktu 24 jam dan dibebaskan, kecuali bila terkena tuduhan melakukan tindakan
kejahatan berat. Undang-undang lainnya menyediakan panduan khusus mengenai kewajiban
polisi untuk membawa remaja yang ditangkap ke instansi atau fasilitas untuk remaja yang tepat,
sering menetapkan batas waktu untuk melakukannya dan dalam beberapa kasus, menetapkan
sanksi bagi mereka yang tidak melakukannya.
Legislasi yang diadopsi oleh beberapa pembuat undang-undang negara tersebut juga menetapkan
prosedur diversi, yang membolehkan kasus yang tidak begitu serius untuk ditangani tanpa
ajudikasi formal. Di beberapa kesempatan, undang-undang membolehkan penuntut untuk
menentukan apakah kasus perlu dilanjutkan ke pengadilan atau tidak, sebagai ganti terhadap
persetujuan remaja tersebut untuk berpartisipasi dalam program berbasis komunitas yang tidak
diawasi pengadilan. Legislasi yang diadopsi beberapa negara menyediakan konsiliasi sebelum
pengadilan digelar antara tertuduh dengan korban. Bila mereka mencapai kesepakatan, proses
peradilan dihentikan. Bila kesepakatan dilaksanakan dalam waktu yang ditetapkan, penghentian
itu permanen sifatnya. Undang-undang lainnya menetapkan bahwa instansi yang berwewenang
dapat menghalangi proses pengadilan berdasarkan alasan sifat cedera yang diderita korban,
upaya-upaya yang dilakukan oleh remaja tersebut untuk memperbaiki kerusakan atau fakta bahwa
pelaku dan korban adalah anggota-anggota dari keluarga yang sama.
125
Dalam upaya menghentikan anak agar tidak sampai di pengadilan dengan tuduhan yang samarsamar, seperti menggelandang, undang–undang baru yang diadopsi beberapa negara secara
tersurat menetapkan bahwa mereka bisa tidak dibawa ke pengadilan kecuali mereka dikenai
tuduhan pelanggaran yang diakui yang terdefinisikan dalam undang-undnag pidana.
Pendekatan yang berbeda telah diadopsi dalam memasukkan “upaya terakhir” dan prinsip “waktu
tersingkat yang sesuai” ke dalam legislasi mengenai penahanan remaja sebelum diadili. Badan
pembuat undang-undang hanya memasukkan pendekatan itu dalam hukum nasionalnya. Di
beberapa negara, batas khusus untuk waktu penahanan sebelum diadili telah diberlakukan. Dalam
salah satunya, badan pembuat undang-undang memberlakukan satu ketetapan, berdasarkan
pada Beijing Rule, yang menghalangi penahanan remaja kecuali mereka dikenai tuduhan pidana
kekerasan atau memiliki catatan pelanggaran serius sebelumnya.
Badan pembuat undang-undang di beberapa negara juga telah memasukkan prinsip “upaya
terakhir” ke dalam legislasi mengenai penjatuhan hukuman bagi pelanggar hukum muda usia.
Undang-undang di beberapa negara menetapkan bahwa pelaku pelanggaran remaja bisa tidak
ditahan dalam fasilitas tertutup, kecuali sarana rehabilitasi lain tidak ada. Di negara lainnya, legislasi
telah diadopsi dengan memasukkan prinsip ini bersama dengan beberapa standar spesifik yang
termuat dalam Beijing Rule, seperti aturan bahwa remaja hendaknya tidak dihukum di fasilitas
tertutup, kecuali terbukti melakukan kejahatan dengan kekerasan, atau kecuali bila mereka
merupakan penjahat kambuhan. Undang-undang baru lainnya menetapkan bahwa kegagalan
memberi tanggapan terhadap hukuman non-custodial pada kesempatan sebelumnya bisa dijadikan
pembenaran hukuman di fasilitas tertutup.
Prinsip waktu terpendek yang pantas telah dimasukkan dalam legislasi pengadilan anak di beberapa
negara dalam bentuk ketentuan yang menetapkan lama hukuman maksimum di fasilitas tertutup
bagi pelanggar hukum remaja , yang berkisar antara 2-4 tahun
Sumber: Berdasarkan pada Infancia, Ley y Democracia, E. Garcia-Mendez and M. Beloff, UNICEFTemis-DiPalma, 1998
126
PERBURUHAN ANAK88
Kami membawa domba sejauh 10-15 kilometer untuk digembalakan. Kami berjalan
sepanjang jarak itu, dan bekerja di bawah terik matahari. Sungguh sulit untuk menahan
panas yang menyengat. Kami membawa air minum dari rumah kami. Kami mungkin
tidak dapat menemukan makanan untuk domba-domba kami di padang. Kami harus
memanjat pohon dan menebas ranting-ranting dan daun untuk domba itu. Kami
mudah mengalami masalah kesehatan seperti sakit-kepala dan mata, serta tangan dan
kaki terbakar. Itu semua menyebabkan kepanasan (heatstroke). Kami harus menjaga
domba-domba agar tidak tersesat. Sungguh berbahaya bagi kami dan domba-domba
bila serigala menyerang.
Kadang-kadang kami menginap ditengah padang bersama dengan domba-domba.
Kami tidak mendapatkan makanan dan tidak dapat tidur bila kami tinggal bermalam.
Kami harus membuat pondok sementara, yang kami pindah-pindahkan setiap hari.
Bila kami dalam berada dalam keadaan darurat, tidak ada dukungan apapun yang kami
terima. Kami tak dapat bermain maupun beristirahat. Bila hujan turun, kami harus
membawa domba-domba itu pulang ke rumah. Pada umumnya, bila hari tidak hujan,
kami membawa domba itu selama tiga hari. Anak-anak perempuan menghadapi banyak
masalah sementara mereka menggembalakan domba. Anak-anak laki-laki banyak
membuat masalah bagi anak-anak perempuan.
Bab
14
Uttungamma, jurubicara bagi 823 anak pekerja dari enam desa di Karnataka, India, 2001.
A Future Without Childd Labour, box 2.2.
Apakah perburuhan anak itu?
Kerja tidak selalu buruk bagi anak-anak. Mereka dapat membantu orang tuanya di rumah atau di
ladang keluarga atau di usaha mereka, asalkan pekerjaan itu tidak berbahaya dan tidak mengganggu
kehadiran mereka di sekolah atau kegiatan-kegiatan anak-anak lainnya. Ini sering disebut sebagai
“pekerjaan ringan.” Istilah “perburuhan anak” (child labour) merujuk pada bentuk-bentuk pekerjaan
ataupun pekerjaan yang tidak dibayar, melanggar hak-hak anak dan harus dilarang.” 89
Ada dua jenis utama pekerjaan anak: pekerjaan di bawah umur dan pekerjaan yang berbahaya.
Keduanya tersebar luas di dunia. Sekitar 67 juta anak dalam kelompok usia 5-14 tahun terlibat
dalam pekerjaan anak yang tidak berbahaya. 90 Lebih dari 180 juta lainnya diperkirakan terlibat
dalam pekerjaan yang membahayakan. 91
“Bentuk bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, the worst form of child labour, adalah sebuah istilah
yang digunakan dalam Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) no. 182 mencakup berbagai
bentuk eksploitasi serius yang melanggar hak-hak setiap orang tanpa memandang usianya, seperti
perbudakan, trafiking, dan kerja paksa, serta bentuk-bentuk eksploitasi tertentu yang secara
khusus dilarang dalam Konvensi Hak-hak Anak. Ini meliputi eksploitasi seksual, penggunaan anak
dalam pembuatan dan perdagangan obat-obatan terlarang dan perekrutan paksa dalam angkatan
bersenjata. Sekitar 8 juta anak-anak merupakan korban dari jenis-jenis pekerjaan ini. 92 Eksploitasi
seksual dan trafiking dipandang perlu dibicarakan dalam bab 8 dan 9 buku ini. “The Handbook for
Parliamentarian No.3
No.3, yang diterbitkan bersama antara Organisasi Buruh Dunia (ILO) dan Inter-
127
Parliamentary Union pada tahun 2002, mendedah topik ini secara lebih rinci. Bab ini berfokus pada
pekerjaan anak yang berbahaya dan pekerjaan di bawah umur.
Pekerjaan anak di bawah umur
Hak untuk mendapatkan pendidikan merupakan hak dasar dari setiap anak. Pendidikan
mendorong perkembangan sosial dan intelektual anak, dan meningkatkan kemampuan mereka
untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk hidup. Pendidikan juga merupakan komponen
penting dalam pembangunan nasional. Pendidikan membantu seseorang menjadi orang tua yang
lebih baik, warga negara yang memiliki informasi dan partisipan aktif dalam masyarakat sipil. Selain
itu, pendidikan memiliki dampak yang menguntungkan bagi masalah-masalah seperti kekerasan
domestik dan kenakalan remaja.
Tujuan utama dari usia minimum untuk bekerja adalah untuk melindungi hak-hak anak untuk
mendapatkan pendidikan. Hubungan antara pendidikan dan perburuhan anak sifatnya saling
berhadapan. Banyak anak meninggalkan/keluar dari sekolah atau tidak mampu memenuhi tuntutan
sistem sekolah karena keharusan bekerja. Anak-anak lainnya menjadi pekerja anak karena tidak
tersedianya sekolah, karena mereka tidak mampu membayar biaya sekolah, karena pendidikan
yang ditawarkan berkualitas rendah atau dipandang tidak relevan atau karena lingkungan sekolah
tidak bersahabat. Sementara sebagian anak terampas hak atas pendidikannya karena mereka
mulai masuk ke pasar kerja terlalu dini, sementara yang lain masuk ke lapangan kerja secara
primatur karena hak mereka untuk memperoleh pendidikan tidak secara efektif dijamin.
Adalah mungkin bagi seorang anak untuk bekerja dan tetap bersekolah, namun hanya sedikit
yang dapat melakukan keduanya itu. Hanya tujuh persen anak yang berusia 5-9 tahun, 10% anak
yang berusia 10-14 tahun dan 11 persen anak yang berusia 15-17 tahun yang tetap bersekolah
sambil bekerja. 93
Penyebab utama pekerjaan di bawah umur bersifat struktural, dan berkaitan dengan kelemahan
dalam sistem pendidikan, sistem sosial dan sistem ekonomi. Program-program penyesuaian
sosial, privatisasi dan transisi ke ekonomi pasar telah memberi dampak yang sangat signifikan
pada tingkat bersekolah dan pekerjaaan anak di beberapa negara. Meskipun demikian, faktor
budaya dan hukum juga ikut memainkan peran. Di banyak negara, minimum usia untuk bekerja
lebih rendah dibanding usia wajib masuk bangku sekolah, yang menyebabkan keadaan paradoks
dimana anak memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan sementara pada saat yang sama secara
hukum diwajibkan sekolah.
Konferensi menghimbau semua parlemen nasional, pemerintah dan masyarakat internasional:
a)
b)
Untuk menerjemahkan ke dalam langkah-langkah konkrit, komitmen mereka terhadap
pengapusan pekerjaan anak yang mungkin berbahaya, menganggu pendidikan anak, atau
merugikan kesehatan anak atau perkembangan sosial, moral spiritual, mental dan fisiknya
secara efektif dan progresif, dan menerjemahkannya ke langkah-langkah penghapusan
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak.
Untuk mencapai tujuan ini, mempromosikan pendidikan sebagai strategi utama, serta meneliti
dan mengembangkan kebijakan ekonomi, bila dipandang perlu, dalam kerjasama dengan
komunitas internasional, yang mencermati faktor-faktor yang memberikan sumbangan pada
bentuk-bentuk pekerjaan anak tersebut.
106th IPU Conference (Ougadougou, Burkina Faso, September 2001).
128
Pekerjaan yang Berbahaya
Setiap anak memiliki hak atas kondisi kehidupan yang sesuai dengan perkembangan sosial,
moral, spiritual, mental dan fisiknya. Pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya adalah pekerjaan yang
mungkin merugikan perkembangan anak terkait di bidang ini. Hampir dua pertiga anak-anak
yang terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya berusia di bawah 15 tahun. 94 Pekerjaan
mungkin berbahaya karena sifat pekerjaan itu sendiri, alat atau bahan yang digunakan di tempat
kerja, atau jam dan kondisinya. Tipe-tipe pekerjaan tertentu, seperti pertanian, perikanan dan
pertambangan telah lama dikenal sebagai berbahaya bagi anak, namun pekerjaan lainnya mungkin
juga berbahaya karena lingkungannya, termasuk usia, kesehatan dan jenis kelamin anak. Anak
yang kurang gizi atau pertumbuhannya terganggu, misalnya, lebih rentan terhadap pekerjaan
yang membutuhkan banyak tenaga. Anak-anak perempuan yang dipekerjakan sebagai pembantu
rumah tangga khususnya rentan terhadap eksploitasi seksual. Statistik dari negara-negara yang
sudah berkembang, dimana data lebih tersedia, menunjukkan bahwa perburuhan anak lebih
rentan terhadap kecelakaan dan cedera yang berkait dengan kerja bila dibanding dengan orang
dewasa, dan anak-anak perempuan umumnya lebih rentan dibanding anak laki-laki. Di Amerika
Serikat, misalnya, tingkat cedera pada anak-anak dan remaja hampir dua kali lebih tinggi dibanding
pekerja dewasa. 95
Penyebab Anak bekerja
Kemiskinan nampaknya menjadi salah satu penyebab utama perburuhan anak. Banyak anak
yang bekerja, apakah di rumah maupun dibayar, melakukan hal itu agar dapat membantu
keluarganya untuk bertahan hidup. Namun demikian, secara paradoks, pekerjaan anak juga
merupakan penyebab kemiskinan. Pekerjaan anak biasanya merampas kesempatan anak untuk
menikmati pendidikan dan kesempatan untuk memperoleh ketrampilan, dan dalam beberapa
hal, juga menyebabkan ketidakmampuan (cacat) fisik yang selanjutnya membatasi potensi
pendapatan korban.
Pertalian dengan kemiskinan tercermin dalam jumlah anak yang bekerja di luar rumah. Angkanya
bervariasi antara 2 persen anak yang berusia dibawah empat belas tahun di negara industri sampai
29 persen anak-anak yang berusia di bawah 14 tahun di Sub-Sahara Afrika.96
Penyebab lain pekerjaan anak mencakup keadaan berutang keluarga, kurangnya atau buruknya
kualitas sekolah, pecahnya keluarga batih, orangtua yang kurang berpendidikan, ekspektasi
budaya mengenai peran anak, tingkat kesuburan yang tinggi dan perilaku konsumtif.
Ekonomi Informal adalah tempat dimana sebagian besar perburuhan anak ditemukan.
A Future Without Child Labour, paragraf 72.
129
Standar Internasional
ÿ
Konvensi Hak-hak Anak
Pasal 32 mengakui hak-hak anak “untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dilindungi agar
tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mungkin membahayakan atau menganggu pendidikan
anak, atau berbahaya bagi kesehatan atau perkembangan sosial, moral, spiritual, mental dan
fisiknya. Paragraf ke dua pasal ini menyebutkan kewajiban negara yang berhubungan dengan itu.
Kewajiban itu meliputi kewajiban-kewajiban umum untuk “melakukan upaya-upaya pendidikan,
sosial, administratif dan legislatif untuk menjamin pelindungan hak ini secara efektif, dan tiga
kewajiban khusus, yakni:
(a) Menetapkan usia minimum bagi anak untuk masuk ke lapangan kerja
(b) Menetapkan peraturan yang tepat berkenaan dengan jumlah jam dan kondisi lapangan kerja
(c) Menetapkan hukuman yang tepat atau sanksi-sanksi lain untuk menjamin penegakkan
pasal ini.
Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak
Pasal 15 menetapkan bahwa:
Setiap anak harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi ekonomi dan dilindungi agar tidak
melakukan pekerjaan yang mungkin berbahaya atau yang mengganggu perkembangan sosial,
moral, spritual, mental dan fisik anak.
Paragraf ke dua pasal ini mengakui kewajiban negara untuk melakukan upaya-upaya legislatif dan
lainnya untuk melindungi hak ini, termasuk ditetapkannya usia minimum untuk bekerja.
Konvensi Organisasi Buruh Dunia (ILO)
Konvensi ILO non 138 menetapkan tiga batas usia:
•
•
•
18 tahun untuk pekerjaan berbahaya
15 tahun untuk pekerjaan penuh-waktu di lingkungan pekerjaan yang tidak berbahaya
13 tahun untuk pekerjaan yang tidak menganggu pendidikan anak
Masing-masing negara harus menetapkan daftar jenis-jenis pekerjaan yang dianggap berbahaya.
Negara-negara yang keadaan ekonomi dan sistem pendidikannya akan membuat pembagian usia
di atas tidak realistis, mungkin akan menurunkan usia minimum untuk pekerjaan “ringan” ke ke
12 tahun dan untuk pekerjaan yang tidak berbahaya lainnya ke 14 tahun.
Konvensi ILO No. 182 tentang Pengapusan Pekerjaan-pekerjaan yang Terburuk untuk Anak
juga melarang mempekerjakan seseorang yang berusia di bawah 18 tahun di pekerjaan yang
berbahaya, dan tidak seperti Konvensi 138, Konvensi ini tidak membolehkan adanya kekecualian
dalam bentuk apapun. Komite Hak-hak Anak menganggap bahwa kewajiban umum dari Negaranegara anggota Konvensi Hak-hak Anak untuk menetapkan batas usia minimum bagi pekerjaan
hendaknya ditafsirkan dan diterapkan dengan memperhatikan batas usia minimumn dalam
Konvensi ILO.
130
Pada tahun 1998 ILO mengadopsi Declaration on Fundamental Principles and Rights at Work
Work,
yang mengakui penghapusan perburuhan anak sebagai salah satu dari empat prinsip dasar
yang wajib dihormati oleh semua negara anggota organisasi itu. Ini mendukung posisi bahwa
penghapusan pekerjaan anak di bidang pekerjaan yang berbahaya atau merampas hak mereka atas
pendidikan merupakan aturan hukum internasional yang wajib dipatuhi oleh anggota komunitas
internasional.
Secara umum, bekerja di sektor informal berarti bekerja untuk bertahan hidup, dan jarang untuk
membangun masa depan …….. Tanpa perlindungan sosial, sebagian besar anak bekerja dalam
kondisi yang membahayakan jiwa mereka, apakah dalam mencari emas dengan menggunakan
metode tradisional atau bekerja di tambang, di pabrik-pabrik, dalam industri kerajinan, di rumah
atau di ladang. Mereka kehilangan kesempatan untuk bersekolah, mendapatkan pendidikan dan
kegiatan-kegiatan mengisi waktu luang.
Ms. Akila Beklembago, Menteri Sosial dan Keluarga Furkina Baso, dan Anggota Komite Hak-hak Anak, 1994
131
Apa yang dapat dilakukan?
Ratifikasi instrumen-instrumen internasional
Negara–negara yang belum melakukannya hendaknya mempertimbangkan peratifikasian Konvensi
ILO No. 138 and 182 untuk menetapkan kerangka hukum yang jelas bagi legislasi dan programprogram melawan pekerjaan anak.
Penyediaan pendidikan yang berkualitas bagi semua anak …., sungguh sangat penting
bagi penghapusan pekerjaan anak.
A Future Without Cild Labour, paragraf 282.
Menawarkan kesempatan mendapatkan pendidikan yang berkualitas
Suatu program yang menyeluruh untuk memperbaiki sistem sekolah hendaknya dilaksanakan
untuk mengurangi tingkat putus sekolah serta mendorong dan menfasilitasi integrasi atau
reintegrasi pekerja anak ke sistem sekolah. Pengalaman di berbagai belahan dunia menunjukkan
bahwa upaya-upaya berikut dapat menjadi komponen yang berharga dari program semacam itu:
•
•
•
•
•
Pendidikan dasar harus dibuat gratis dan wajib, dan hendaknya diambil tindakan untuk
mengurangi atau menghapuskan biaya-biaya tak resmi atau biaya tak langsung yang menjadi
kendala masuknya anak ke sekolah bagi kalangan masyarakat yang paling tidak beruntung
Guru hendaknya dilatih dengan baik dan diberi motivasi. Gaji mereka hendaknya memadai dan
dibayar secara teratur.
Kurikulum sekolah hendaknya ditinjau kembali untuk memastikan bahwa kurikulum itu relevan bagi
anak. Program-program pelatihan kejuruan hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan bahwa
program tersebut disesuaikan dengan permintaan pasar kerja setempat dan keadaan siswa
Sekolah harus dibuat “bersahabat dengan anak”. Pada khususnya, harus diambil langkahlangkah untuk menghilangkan diskriminasi terhadap anak perempuan dan menjamin keamanan
mereka. Jadwal sekolah yang fleksibel harus diadopsi dimana dipandang perlu, khususnya
di daerah-daerah pertanian untuk mengurangi pertentangan antara kehadiran di sekolah dan
kerja musiman dan kerja paruh waktu anak.
Program-program pendidikan non-formal hendaknya dilaksanakan untuk memfasilitasi transisi
pekerja anak ke dalam sistem sekolah.
Insentif Ekonomi : Pengalaman dari Brasil
The Bolsa Ecola adalah prakarsa beasiswa sekolah/tunjangan keluarga yang telah diadopsi secara
nasional di Brasil. Prakarsa ini memberikan gaji minimum bulanan kepada keluarga miskin yang
setuju untuk tetap mempertahankan kehadiran 90 persen di sekolah dan tetap bersekolah bagi
anak-anaknya yang berusia 7-14 tahun. Anggota keluarga dewasa yang menganggur harus masuk
dalam sistem lapangan kerja nasional. Pada saat yang bersamaan, School Savings Programme
diterapkan sebagai insentif tambahan. Tingkat putus sekolah diturunkan sampai tingkat minimal.
Rancangan semacam itu dapat menekan kemiskinan dalam jangka pendek serta meningkatkan
aset keluarga dalam jangka panjang. Dan biaya yang dibutuhkan tidak menjadi kendala: Di Brasil,
itu merupakan 1 persen dari anggaran tahunan Distrik Federal. Prakarsa ini sekarang diperluas ke
negara-negara yang paling kecil perkembangannya Afrika.
Sumber: A Future without Child Labour, paragraf 335
132
Sistem Dukungan Sosial berbasis Komunitas
Karena anak sering menjadi pekerja anak sebagai tanggapan terhadap kejadian yang tak diduga
yang mempengaruhi pendapatan keluarga atau biaya seperti penyakit, kematian, atau hilangnya
pekerjaan yang menimpa pemeroleh upah dewasa, program-program berbasis komunitas yang
dirancang untuk membantu keluarga mengatasi krisis semacam itu memberikan kontribusi yang
berharga terhadap program menyeluruh untuk mengurangi perburuhan anak. Sama halnya,
program berbasis komunitas yang dirancang untuk meningkatkan daya menghasilkan pendapatan
anggota keluarga dewasa di sektor-sektor dan komunitas dimana perburuhan anak sangat marak,
seperti melalui penyediaan akses terhadap kredit dan pelatihan, dapat menjadi alat yang efektif.
Perjuangan menentang pekerjaan anak, pertama dan terutama,
menyangkut perubahan sikap .
Sumber: A Future without Child Labour, paragraf 323.
Perubahan Budaya dan Kepemilikan Masyarakat
Upaya-upaya menyeluruh diperlukan untuk menghilangkan nilai-nilai budaya yang mendorong
perburuhan anak, termasuk sikap yang mendiskriminasikan anak perempuan. Upaya semacam
itu hendaknya dilakukan pada tingkat komunitas dan nasional.
Pada tingkat komunitas, upaya-upaya itu paling efektif bila dipertautkan dengan programprogram yang dirancang untuk memberikan alternatif bagi keluarga yang menggantungkan
pendapatannya pada pekerja anak atau yang beresiko. Pengalaman di beberapa negara
membenarkan bahwa lembaga swadaya masyarakat dapat memainkan peranan yang sangat
penting dalam kegiatan-kegiatan semacam itu, khususnya melalui penggunaan pendekatan
partisipatoris yang meningkatkan rasa memiliki masyarakat, yang merupakan hal penting bagi
kesinambungan program menentang perburuhan anak. Partisipasi anak, termasuk bekas pekerja
anak, meningkatkan efektifitas kegiatan-kegiatan semacam itu.
Di tingkat nasional politisi dan tokoh-tokoh masyarakat dapat memainkan peranan penting dalam
mengubah sikap terhadap perburuhan anak.
Partisipasi dari organisasi-organisasi buruh, asosiasi majikan, dan media juga sangat meningkatkan
efektifitas upaya-upaya mengurangi perburuhan anak.
Program berbasis Komunitas di Pakistan
The Bunyad Literacy Community Council di Punjab, bersama dengan Asosiasi Eksportir dan
Pembuat Karpet Pakistan mengadakan pelatihan dan pendidikan bagi anak-anak penenun karpet
sebagai program pencegahan dan rehabilitasi berbasis komunitas. Kesadaran yang didorong dan
partisipasi anggota komunitas dalam kegiatan-kegiatan proyek bertujuan memperbaiki keadaan
anak-anak penenun karpet, termasuk konseling, pendidikan non-formal, rekreasi dan pelayanan
kesehatan dan keselamatan. Segera setelah program itu secara berangsur-angsur diterima
masyarakat, pekerja sosial dapat memberikan advis kepada keluarga mengenai seluruh isu yang
berkaitan dengan pekerjaan dan perkembangan anak.
Sumber: A Future without Child Labour, paragraf 352
133
Penguatan
Penguatan (enforcement) merupakan bagian penting dari upaya menyeluruh untuk mengurangi
perburuhan anak, walaupun pengalaman menunjukkan bahwa metode-metode penguatan tradisional
oleh kantor inspeksi tenaga kerja harus dilengkapi oleh pendekatan-pendekatan lain dan diperkuat
dengan partisipasi pihak-pihak lain. Upaya-upaya untuk mendorong efektifitas penguatan meliputi:
•
•
•
•
•
Partisipasi inspektur tenaga kerja dalam penelitian tentang tenaga kerja anak dan dalam
pelatihan sebaya
Kegiatan–kegiatan yang diluar kebiasaan, seperti membantu asosiasi majikan untuk
menginspeksi diri dan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan penyadaran masyarakat
Pengadopsian peraturan daerah yang berfungsi sebagai dasar bagi pemantauan dan penguatan
oleh otoritas setempat
Unit inspeksi keliling
Kemitraan dengan organisasi buruh dan lembaga swadaya masyarakat
Meningkatkan pelayanan inspeksi buruh: pengalaman dari Kenya
Proyek Inspeksi Buruh Tripartit Kenya (the
the Kenyan Tripartite Labour Inspection Project
Project)
berkonsentrasi pada penguatan organisasi dan pengelolaan Inspektorat Perburuhan, meningkatkan
operasi dan jumlah serta kualitas inspeksi. Inspeksi menekankan pada arti penting kerjasama
dengan perwakilan buruh, arti penting pemantauan holistik yang “mengarusutamakan” isu-isu
perburuhan anak dalam laporan inspeksi perburuhan dan menetukan tindak lanjutnya. Pertemuan–
pertemuan dilaksanakan dengan pekerja untuk mendiskusikan pelanggaran-pelanggaran, dengan
memprioritaskan pada pelanggaran yang paling penting. Jumlah kunjungan inspeksi meningkat
sangat pesat selama pelaksanaan proyek dan sejak diteruskan. Meskipun dana eksternal tidak
tersedia lagi, Departemen Tenaga Kerja Kenya masih tetap melaksanakan 20.000 inspeksi setiap
tahunnya. Faktor-faktor keberhasilan mencakup publisitas kegiatan-kegiatan secara penuh dan
hasil-hasilnya di dalam dan di luar pelayanan, struktur manajemen proyek tripartit, partisipasi dan
pemberdayaan seluruh staf inspeksi dan program-program pelatihan yang ekstensif.
Sumber: A Future without Child Labour, Box 4..1.1.
134
HAK-HAK ANAK SEBAGAI KORBAN
Setiap tahun, tak terhitung anak-anak yang mengalami kekerasan serius terhadap hak-hak mereka.
Ketika ini terjadi, mereka berhak atas berbagai macam hak, termasuk hak atas kerahasiaan, hak
atas perlakuan yang berperikemanusiaan selama proses persidangan, hak atas repatriasi, insersi
sosial dan hak untuk mendapatkan reparasi (pampasan).
Meskipun demikian, banyak anak menemukan bahwa kekerasan awal itu ditimpali dengan
kekerasan-kekerasan lainnya. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
•
•
•
•
•
•
Anak yang telah dipaksa menjadi pelacur diperlakukan sebagai penjahat;
Korban-korban sexual abuse dipermalukan dan bahkan mengalami trauma dalam ketika
menjalani proses penyidikan dan persidangan. Mereka mungkin diberi stigma, diusir dari
keluarganya, atau bahkan dibunuh untuk melindungi “kehormatan” keluarga.
Anak-anak yang terusir dari tempat tinggalnya karena adanya konflik bersenjata akhirnya
mendapati dirinya berada di bawah belas kasihan gerombolan bersenjata yang mengeksploitasi
mereka secara seksual, merekrut mereka sebagai pasukan atau memaksa mereka menjadi
budak;
Anak-anak yang telah diperdagangkan mungkin terpapar/berada dalam kondisi kerja yang
berbahaya dan tidak sehat, atau dirampas identitasnya;
Anak-anak yang ditelantarkan atau diambil dari rumahnya karena pengabaian atau abuse dapat
ditempatkan dalam institusi/panti dimana mereka diisolasi dari komunitas sekelilingnya, dan
tidak mendapatkan kasih-sayang, atau dikenai hukuman fisik;
Anak yang telah melarikan diri dari rumah karena salah perlakuan mungkin dieksploitasi,
diancam dan diperlakukan secara keras oleh penjahat, polisi, dll.
Bab
15
Bahkan ketika “reviktimisasi” tidak terjadi, banyak anak yang hak-haknya dilanggar secara serius
tidak menerima perawatan atas akibat-akibat yang timbul dari kekerasan yang dialaminya, baik
karena bantuan tidak tersedia maupun karena takut akan stigma yang akhirnya menyebabkan
tidak tersingkapnya kejadian yang dialaminya. Misalnya, di Amerika Serikat, kurang dari setengah
gadis remaja yang menjadi korban kekerasan fisik atau sexual abuse yang mencari bantuan.
ÿ Standar Internasional: Hak-hak Korban
Konvensi Hak-kak Anak
Konvensi memuat dua pasal mengenai hak-hak korban. Pasal 39 menjelaskan hak-hak korban,
khususnya korban pelanggaran serius. Pasal itu menetapkan:
Negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu untuk
mendorong pemulihan fisik dan psikologis dan integrasi sosial anak korban dari: segala
bentuk pengabaian, eksploitasi, atau abuse;; penyiksaan atau bentuk-bentuk lain kekejaman,
perlakuan yang tidak berperikemanusiaan dan menistakan; atau konflik bersenjata. Pemulihan
dan reintegrasi semacam itu hendaknya terjadi di lingkungan yang menunjang kesehatan,
harga diri, dan martabat anak.
135
Pasal 8, yang mengakui hak-hak anak atas identitas, juga mengandung satu paragraf mengenai
anak yang hak atas identitasnya telah dilanggar. Pasal itu menyatakan:
Dimana semua elemen atau sebagian identitas seorang anak secara tidak sah dihilangkan,
Negara anggota harus memberikan bantuan dan perlindungan yang tepat, dengan tujuan
untuk mengembalikan identitasnya secara cepat.
Beberapa instrumen lainnya mengandung standar-standar yang lebih rinci mengenai hak-hak
korban. Instrumen yang paling relevan disampaikan secara ringkas di bawah ini.
Hak atas kerahasiaan
Hak korban atas kerahasiaan untuk melindungi privasi, kehormatan dan reputasi mereka,
mungkin terpengaruh dengan dua cara berikut. Pertama, media mungkin menerbitkan atau
menyiarkan gambar, nama atau informasi mengenai korban yang memungkinkan masyarakat
dapat mengidentifikasi korban. Kedua, korban dapat diberi stigma oleh masyarakat, lepas dari
apakah insiden/kejadian itu telah diliput media atau tidak. Ini umum terjadi khususnya pada anak
yang menjadi korban eksploitasi dan kekerasan seksual dalam masyarakat dimana norma-norma
sosialnya kuat menentang hubungan di luar perkawinan.
ÿ Standar Internasional: Hak atas kerahasiaan
Protokol opsional untuk Konvensi Hak-hak Anak tentang penjualan anak, pelacuran anak, dan
pornografi anak menetapkan bahwa Negara-negara anggota harus melindungi “privasi dan identitas
korban anak” dan melakukan upaya-upaya “untuk menghindari penyebarluasan informasi yang
tidak semestinya yang dapat mengarah pada identifikasi korban anak”.
Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya
Perempuan dan Anak-anak ((Protokol Palermo) untuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Kejahatan Transnasional Terorganisir menyebutkan bahwa “Dalam hal yang tepat dan sepanjang
memungkinkan di dalam hukum domestik, masing-masing Negara anggota harus melindungi
privasi dan identitas korban perdagangan manusia, termasuk, inter alia, dengan membuat proses
persidangan yang berkaitan dengan trafiking itu menjadi rahasia/tertutup.
Asosiasi Asia Selatan bagi Konvensi Kerjasama Regional tentang Pencegaham dan Memerangi
Perdagangan Perempuan dan Anak-anak untuk Pelacuran (The South Asian Association for Regional
Cooperation Convention on Preventing and Combating Trafficking in Women and Children for
Prostitution) juga menyatakan bahwa otoritas judisial harus menjamin bahwa kerahasiaan korban
anak dipelihara.
136
Hak atas perlakuan yang berperikemanusiaan selama proses
persidangan
Hanya sebagian kecil dari korban kekerasan dan abuse yang mencari bantuan. Salah satu alasan
utama mengapa korban tidak datang melapor adalah ketakutan akan perlakuan yang “tidak peka”
dari instansi penegakan hukum, penyelidik medis dan sosial, dan pengadilan.
ÿ Standar Internasional: Hak atas perlakuan yang
berperikemanusiaan selama proses persidangan
Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak tentang penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi
anak memuat daftar yang lengkap hak-hak anak yang telah menjadi korban dari tiga praktek ini.
Standar-standar ini sebagian besar didasarkan pada Declaration of Basic Principles of Justice for
Victims of Crime and Abuse of Power dan meringkas prinsip-prinsip dasar mengenai cara-cara
anak harus diperlakukan dalam sidang pengadilan. Standar-standar itu dianggap relevan dengan
proses persidagan dimana anak mungkin terlibatkan, serta dalam persidangan administratif
atau perdata yang melibatkan korban anak, seperti tuntutan perdata terhadap kerusakan karena
penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang oleh polisi atau penyelidikan dugaan bahwa
seorang guru telah menganiaya seorang muridnya.
Hak atas repatriasi dan reinsersi sosial
Kebutuhan rehabilitasi dari anak-anak yang diperdagangkan sering rumit dan berjangka
panjang. Anak yang kembali itu mungkin memerlukan dukungan medis dan psikososial jangka
panjang dan untuk diintegrasikan ke dalam sekolah atau kehidupan kerja serta ke keluarga
dan komunitasnya. Mereka mungkin memerlukan dukungan material dan finansial, setidaknya
untuk menghindari agar tidak diperdagangkan lagi. Bila keluarga anak tersebut merupakan
bagian dari masalah, ia mungkin memerlukan perawatan alternatif. Anak itu perlu dibuat aman
dan mampu bertahan hidup.
ÿ Standar Internasional: Repatriasi Korban Trafiking
Protokol Palermo memuat pedoman mengenai repatriasi korban trafiking, termasuk didalamnya
adalah bahwa:
•
•
Negara asal korban hendaknya memfasilitasi dan menerima ….. kembalinya orang itu tanpa
ditunda karena alasan yang tidak masuk akal atau tidak perlu. “
Negara asal korban yang dimaksud harus merespon “ tanpa penundaan yang tidak masuk
akal atau tidak perlu” permintaan konfirmasi bahwa korban adalah warganegara atau
permanent resident (penduduk tetap) dan memberikan dokumen perjalanan yang diperlukan
atau otorisasi untuk masuk negara itu, kepada korban.
Sementara repatriasi sedang dalam proses menunggu, kepada korban harus disediakan
perawatan dan tempat penampungan yang pantas serta perlindungan dari ancaman atau balas
dendam, bila dipandang perlu.
137
Hak untuk mengajukan ganti rugi (santunan)
Hak dari korban anak untuk mengajukan ganti rugi karena cedera yang dideritanya adalah
penting karena beberapa alasan. Pertama, sebagaimana korban lainnya, anak memiliki hak
untuk mendapatkan kompensasi atas cedera psikologis, fisik, dan moral yang diakibatkan oleh
pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Kedua,menuntut pelaku bertanggungjawab secara
ekonomi dapat menjadi faktor penjera yang efektif, khususnya dimana institusi publik, swasta
atau perusahaan terlibat dalam pelanggaran tersebut. Ketiga, kompensasi bagi korban dapat
membantu memfasilitasi reintegrasi sosial.
ÿ Standar Internasional: Hak untuk mengajukan ganti rugi
(santunan)
Pasal 8 Deklarasi Universal Hak-hak Azasi Manusia menyatakan bahwa:
Setiap orang berhak atas remedi efektif oleh pengadilan nasional yang berwewenang atas
tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak mendasar yang diberikan kepadanya oleh konstitusi
atau oleh undang-undang.
Protokol Palermo menetapkan bahwa “Masing-masing negara anggota harus menjamin bahwa
sistem hukum domestiknya memuat upaya-upaya yang menawarkan kemungkinan mendapatkan
kompensasi atas kerugian yang dideritanya kepada korban perdagangan manusia”.
The Inter-American Convention on the Prevention, Punishment and Eradication of Violence
Against Women mengakui kewajiban negara pihak untuk “membangun mekanisme administratif
dan hukum unuk menjamin bahwa perempuan yang menjadi korban kekerasan memiliki akses
yang efektif terhadap restitusi, pemulihan, dan remedi lain yang efektif dan adil”.
Hak-hak korban dalam Pasal 8 Protokol Opsional Konvensi
Hak-hak Anak tentang penjualan anak, pelacuran anak dan
pornografi anak
1.
Negara–negara pihak hendaknya mengadopsi upaya-upaya yang tepat untuk melindungi hakhak dan kepentingan korban anak dari praktek-praktek terlarang di dalam Protokol ini di semua
tahapan proses peradilan pidana, khususnya dengan:
a)
b)
c)
d)
e)
138
mengakui kerentanan korban anak dan menyesuaikan prosedur untuk mengenali
kebutuhan khusus mereka, termasuk kebutuhan khusus mereka sebagai saksi;
menginformasikan kepada korban atas hak-hak , peran dan cakupan, waktu dan kemajuan
persidangan, dan diposisi kasus mereka;
mengijinkan pandangan, kebutuhan dan kekhawatiran korban anak untuk disampaikan
dan dipertimbangkan dalam sidang dimana kepentingan pribadinya terpengaruhi, dengan
cara yang konsisten dengan aturan prosedural dalam hukum nasional.
memberikan pelayanan dukungan yang tepat kepada anak korban melalui proses hukum;
melindungi, bila dipandang tepat, privasi dan identitas korban anak dan mengambil
langkah-langkah yang sesuai dengan hukum nasional untuk menghindari penyebarluasan
informasi yang tidak semestinya, yang dapat mengarah pada pengidentifikasian
korban anak;
f)
g)
memberi perhatian pada keamanan anak korban, serta keluarga dan saksi-saksi mereka,
dari intimidasi dan balas dendan,
Menghindari penundaan yang tidak perlu dalam disposisi kasus dan pelaksanaan perintah
atau keputusan yang mengabulkan kompensasi kepada anak korban.
2.
Negara-negara anggota harus menjamin bahwa ketidakpastian berkenaan dengan usia korban
sebenarnya tidak menghalangi dimulainya penyidikan, termasuk penyelidikan yang bertujuan
menetapkan usia korban.
3.
Negara-negara anggota harus menjamin bahwa, dalam perlakuan oleh sistem pengadilan
pidana terhadap anak yang menjadi korban pelanggaran sebagaimana dipaparkan dalam
Protokol ini, kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama.
4.
Negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin pelatihan yang
sesuai, khususnya pelatihan psikologi dan hukum, bagi orang yang bekerja dengan korban
pelanggaran-pelanggaran yang dilarang di dalam Protokol ini.
5.
Negara-negara anggota harus mengadopsi upaya-upaya untuk melindungi “keselamatan”
dan “integritas” dari orang-orang dan/atau organisasi yang terlibat dalam pencegahan dan/
atau perlindungan dan rehabilitasi korban pelanggaran semacam itu.
6.
Tak ada sesuatupun dalam pasal ini yang harus ditafsirkan sebagai merugikan atau tidak
konsisten dengan hak-hak dari terdakwa atas pengadilan yang adil dan tidak memihak.
139
Apa yang dapat dilakukan?
Ratifikasi instrumen-instrumen internasional/regional
Dalam upaya membangun suatu kerangka reformasi hukum dan meningkatkan kerjasama
internasional dalam memerangi sebagian dari kekerasan hak-hak anak yang paling serius, negara
yang belum melakukannya hendaknya mempertimbangkan bergabung menjadi menjadi pihak
dalam instrumen-instrumen internasional tersebut di atas, khususnya:
•
•
•
Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai penjualan anak, pelacuran anak, dan
pornografi anak. (The Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the
sale of children, child prostitution and chiId pornography
pornography)
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang Kejahatan Transnasional yang Teroganisir
(The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime)
Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya
perempuan dan anak-anak. (The Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in
Persons, especially Women and Children).
Negara-negara anggota Organisai Negara-negara Amerika (Organization of American States) dan
Asosiasi Kerjasama Regional Asia Selatan ((South Asian Association for Regional Cooperation -SAARC yang belum melakukannya, hendaknya mempertimbangkan untuk meratifikasi:
SAARC)
•
•
Konvensi Antar Negara Amerika tentang Pencegahan Hukuman dan Pengikisan Kekerasan
Terhadap Perempuan (The Inter-American Convention on the Prevention, Punishment and
Eradication of Violence Against Women)
Konvensi SAARC untuk Mencegah dan Memerangi Perdagangan Perempuan dan Anak-anak
untuk Pelacuran. (The SAARC Convention on Preventing and Combating Trafficking in Women
and Children for Prostitution)
Reformasi Hukum
Legislasi hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan bahwa:
•
•
•
•
140
Anak-anak yang terlibat dalam praktek-praktek seperti prostitusi anak, mengemis, trafiking
internasional, atau perekrutan secara ilegal ke dalam kelompok-kelompok bersenjata tidak
dapat dituntut karena partisipasi mereka dalam kegiatan-kegiatan dimana mereka menjadi
korbannya.
Semua anak yang mengalami cedera fisik dan psikologis atau trauma sebagai akibat dari
berbagai bentuk kekerasan, penelantaran, atau eksploitasi memiliki hak yang diakui secara
hukum atas rehabilitasi fisik dan psikologis serta bantuan dalam integrasi sosial.
Hak korban anak atas privasi diakui secara penuh dan sanksi–sanksi bagi pelanggaran hak-hak
itu, oleh media dan pelayan publik, seperti pekerja sosial atau polisi, cukup berat dan efektif
untuk membuat mereka jera.
Hak atas identitas secara hukum diakui, dan prosedur untuk memulihkan identitas anak yang
telah dirampas hak-haknya itu efektif, cepat dan tidak mahal.
Legislasi tentang proses pengadilan dimana anak menjadi pihak yang berperkara atau sebagai
saksi hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan bahwa:
•
•
•
Kerahasiaan identitas anak dilindungi secara memadai
Anak memiliki hak atas konseling sosial dan konseling hukum yang tepat dan hak atas
informasi tentang persidangan hakekat dan proses persidangan.
Anak-anak dilindungi, sepanjang memungkinkan, dari konfrontasi langsung dengan orang
yang didakwa melanggar hak-hak mereka dan dari interogasi, pertanyaan-pertanyaan yang
berulang-ulang atau tidak sensitif, dan permusuhan.
Legislasi mengenai hak-hak atas remedi hendaknya ditelaah kembali dengan tujuan:
•
•
•
Memastikan bahwa anak-anak yang hak-haknya telah dilanggar memiliki hak untuk
mendapatkan remedi melalui prosedur yang cepat, adil, dan murah serta mudah diakses.
Menentukan jenis prosedur administratif dan hukum yang paling sesuai untuk menjamin hakhak ini, tergantung pada pelanggaran dan identitas dari pihak-pihak yang bertanggungjawab.
Menjamin bahwa aturan-aturan prosedural mengenai representasi anak dalam proses
persidangan, dan rambu-rambu tentang penggunaan dan pengawasan kompensasi yang
diberikan kepada anak-anak, melindungi kepentingan terbaik anak.
Pelatihan dan Peningkatan Kesadaran
Kegiatan–kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran mengenai dampak pelangaran
hak-hak anak pada korban, hak-hak dan kebutuhan psikososial korban, serta prosedur dan
praktek-praktek yang tepat untuk menghormati dan melindungi hak-haknya, hendaknya
diselenggarakan bagi:
•
•
•
•
•
Petugas penegakkan hukum, termasuk petugas imigrasi, pabean, dan polisi perbatasan.
Hakim dan jaksa
Personil medis
Pekerja sosial
Wartawan
Program-program semacam itu hendaknya mencakup inter alia teknik-teknik wawancara dan
membangun rasa percaya diri untuk berkomunikasi dengan korban anak.
Program Rehabilitasi
Program-program yang terspesialisasi hendaknya dikembangkan dan diperkuat untuk memberikan
rehabilitasi psikologis dan medis kepada anak-anak korban kekerasan, penelantaran dan eksploitasi
yang serius.
Penciptaan pelayanan kesehatan yang secara khusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan
remaja merupakan cara yang penting untuk mendorong mereka yang telah menjadi korban
kekerasan, abuse dan eksploitasi untuk mencari bantuan.
Konseling sebaya merupakan sarana penting untuk memberikan bantuan “yang bersahabat
dengan anak” kepada anak-anak korban dari jenis-jenis kekerasan tertentu, seperti pelacuran.
141
Di Negara dimana seluruh komunitas dan atau sebagian besar penduduk telah menderita trauma,
khususnya karena konflik bersenjata, program-program yang melibatkan para-profesional mungkin
bisa membantu.
Di beberapa Negara, lembaga swadaya masyarakat nasional dan internasional dan lembagalembaga internasional seperti Komite Palang Merah Internasional ((International Committee of the
Red Cross) dapat memainkan peranan yang penting dalam memberikan bantuan teknis dan materi
bagi program-program rehabilitasi tersebut.
Reintegrasi Sosial
Program-program hendaknya dikembangkan dan dilaksanakan untuk memberi anak-anak koban
yang terpisah dari keluarganya dengan bantuan yang mungkin nantinya akan diperlukan saat
kembali ke keluarganya, atau bila memungkinkan, ke masyarakat. Program-program itu meliputi:
•
•
•
Penampungan sementara dan bantuan untuk membangun kembali kontak dengan keluarga
anak bila dipandang perlu.
Reinsertasi ke dalam sistem sekolah, bila memungkinkan, atau mengikuti program-program
lain yang dirancang untuk memberikan ketrampilan hidup dan baca-tulis dan meningkatkan
harga diri.
Kegiatan–kegiatan alternatif yang menghasilkan pendapatan, magang, atau pelatihan untuk
mencari nafkah.
Program–program untuk mengubah sikap keluarga dan masyarakat terhadap anak-anak korban
hendaknya dirancang dan dilaksanakan, khususnya bagi korban penyalahgunaan dan eksploitasi
seksual, “karena stigmatisasi anak-anak (semacam itu) .. merupakan kendala serius bagi rehabilitasi
dan reintegrasi mereka. 97
142
CATATAN AKHIR
1.
The Impact of War on Children, Graca Machel (2001), UNICEF and UNIFEM, p.7 and 1
2.
Cappelaere, G. and Annee Grandjean, Enfants prives de liberte: droits et realite, Jeunesse
et Droit, Liege, 2002
3.
International Labour Organization, A Future Without Child Labour, ILO, 2002 p.1
4.
International Labour Organization, Every Child Counts, New Global Estimates on Child
Labour, ILO, April 2002
5.
United Nations: Sale of children, child prostitution and child pornography. Note by the
Secretary-General. AI50/456, September 1995
6.
Submission from WHO to the Committee on the Rights of the Child, 28 September 2001 ‘
7.
WHO Fact-sheet 241, 2001
8.
United Nations Children’s Fund, The State of the World’s Children 2002, UNICEF
9.
Ibid.
10. UNICEF estimate.
11. No Ordinary Decade for Children’s Rights, UNICEF Innocenti Research Centre, December
1999.
12. Diane Kuperman, Stuck at the gates of paradise, The Courier, UNESCO, September 2001
13. Birth Registration: Right from the Start
Start, Innocenti Digest 9, 2002
14. Birth Registration, op. cit. p. 8
15. Ibid, p. 9
16. Article 30(1)
17. Office of the United Nations High Commissioner for Refugees, Refugees by Numbers,
UNHCR, 2003, p.13
18. Art.20.2 of the American Convention, and Art. 6.4 of the African Charter.
19. For more information on protection of refugee children and standards of international law,
see A Handbook for Parliamentarians: Refugee Protection, UNHCR and the IPU, 2001, and
Respect for International Humanitarian Law, ICRC and the IPU, 1999
20. Secretary-General’s Report on Children in Armed Conflict, A/58/546.512003/1053 para. 55
21. Refugees, No. 110, UNHCR, p. 7, 2001
143
22. United Nations Development Programme, Human Development Report 2003, 2003, Box 2.3 .
23. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS, cited in the Report of the Secretary General
op. cit., para.. 29
24. Ibid.
25. Toward a Mine-Free World, The Landmine Monitor, The International Campaign to Ban
Landmines, 2003
26. Ibid.
27. Secretary-General’s Report, op. cit.
28. World Health Organization, World report on violence and health, 2002, p.14
29. Sale of children, child prostitution and child pornography, Note by the United Nations SecretaryGeneral, A/50/456, op. cit.
30. In particular in Article 34
31. International Labour Organization, Unbearable to the Human Heart, ILO/IPEC, 2000, p. 17
32. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/
CN.4/1999/71
33. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/
CN.4/1998/101
34. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/
CN.4/1997/95 Add. 2
35. Ibid.
36. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/
CN.4/2001/78 Add. 1
37. Cited in UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child
Pornography, E/CN.4/2000/110
38. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/
CN.4/1997/95/Add.2, para.10
39. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/
CN.4/1998/101
40. Prostitution of Children and Child-Sex Tourism: An Analysis of Domestic and International
Responses, Eva J. Klain, National Center for Missing and Exploited Children, 1999, p. 34
41. International Labour Organization, Unbearable to the Human Heart, op.cit. p.11
144
42. International Labour Organization, Unbearable to the Human Heart, op.cit. p.19
43. International Labour Organization, A Future Without Child Labour, ILO, 2002 p.32
44. Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and
Children supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organised
Crime 2000, Article 3(a)
45. Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Sale of Children, Child
Prostitution and Child Pornography, Article 2(a)
46. The Protocol is also known as the Palermo Protocol, after the city where it was signed.
47. International Labour Organization, Unbearable to the Human Heart, op.cit., pp. 17-19
48. Ibid.
49. Ibid.
50. UN Special Rapporteur on the Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography
E/CN.4/1999/71, para. 62
51. United Nations Population Fund, State of the World’s Population 2003
2003, UNFPA, p. 21
52. WHO Factsheet 241, 2001
53. Cited in Domestic Violence against Women and Girls, UNICEF Innocenti Digest 6, 2000, p. 7
54. United Nations Population Fund, State of World Population 2003, op. cit. p. 39
55. Early Marriage, UNICEF Innocenti Digest 7, 2001, p. 21
56. United Nations Population Fund, State of World Population 2003, op. cit. p. 39
57. United Nations Population Fund, State of World Population 2003, op. cit. p. 4
58. Early Marriage, op. cit. p. 2
59. United Nations Population Fund, State of World Population 2003, op. cit. p. 23
60. Ibid. p. 24
61. Ibid. Table 4
62. Ibid. p. 6
63. UN Document A/56/316, 2001
64. United Nations Population Fund, State of World Population 2003, op. cit. p. 59
65. World Health Organization, World report on violence and health, op.cit., p. 27
145
66. Buvinic M, Morrison A, Violence as an obstacle to development, Inter-American
Development Bank, Washington DC 1999, cited in World Report on Violence and Health,
op. cit. p. 9
67. World Health Organization, World report on violence and health, op.cit., p. 16
68. Schoen, C., et al., The Commonwealth Fund Survey of the Health of Adolescent Girls,The
Commonwealth Fund, 1997
69. Children and Violence, Innocenti Digest No.2 p. 7, 1997 citing Spatz Widom, C., The Cycle
of Violence, US National Institute of Justice, 1992 and Boswell G, Violence Victims: The
Prevalance of Abuse and Loss in the Lives of Section 53 Offenders, The Princes Trust,
1995
70. Schoen, C., et al., The Commonwealth Fund Survey of the Health of Adolescent Girls, The
Commonwealth Fund, op.cit.
71. Children and Violence, Innocenti Digest No 2, UNICEF, p. 6
72. World Health Organization, World report on violence and health, Summary, p. 16
73. World Health Organization, World report on violence and health, op.cit., p. 64
74. Rape, Incest & Abuse National Network citing Sexual Assault of Young Children as Reported to Law
Enforcement. Bureau of Justice Statistics, U.S. Department of Justice, 2000
75. Schoen, C., et al., The Health of Adolescent Boys: Commonwealth Fund Survey Findings,The
Commonwealth Fund, 1997
76. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, Report
of a mission to the United States, E/CN.4/1997/95 Add. 2. paragraf 9
77. Domestic vioience against Women and Girls, Innocenti Digest No. 6, op.cit., Table 2
78. Asling-Monemi et al., Violence against women increased the risk of infant and child mortality.
A case reference study in Nicaragua, 1999 Cited in Domestic Violence against Women and
Girls, op. cit. p.12
79. Domestic Violence Against Women and Girls, op. cit. p. 13
80. WHO Press Release WHO/12, 3 March 2002
81. A League Table of Child Maltreatment Deaths in Rich Nations, Innocenti Report Card, Issue
No. 5, 2003, Figure 3
82. lntercountryAdoption, Innocenti Digest No. 4, pp. 10-11
83. Child Insitutionalization and Child Protection in Central and Fastern Europe, M. Burke,
Innocenti Occasional Papers No. 52, 1995
84. Cappelaere, G. and Annee Grandjean, Enfants prives de liberte: droits et realites, op.cit.
146
85. Article 3, Code of Conduct for Law Enforcement Officials, UNGA Resolution 34/169 of 17
December 1979
86. Principle 9, Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement
Officials (Adopted by the Eighth United Nations Congress on the Prevention of Crime and
the Treatment of Offenders in 1990)
87. Article 1 of the Declaration on the Protection of All Persons from Being Subjected to
Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment
88. This Chapter is based in large part on A Future Without Child Labour, a Global Report
published by the International Labour Organization in 2002. For a more detailed
examination of child labour issues, see Eliminating the Worst Forms of Child Labour, A
Handbook for Parliamentarians, ILO and the IPU, 2002
89. Eliminating the Worst Forms of Child Labour, A Handbook for Parliamentarians, ILO and the
IPU (2002) p.15
90. International Labour Organization, A Future Without Child Labour, op.cit.
91. Ibid. p. 15
92. Ibid. p. 18
93. Ibid. p. 55
94. Ibid. p. 20
95. Ibid. p. 13
96. Ibid. p. 19
97. UN Special Rapporteur on the Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography,
E/CN.4/198/101 paragraph 124
147
DANA ANAK-ANAK PERSERIKATAN BANGSABANGSA (UNICEF)
UNICEF, Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, merupakan salah satu lembaga dunia yang
memperjuangkan hak-hak anak, yang telah banyak melakukan perubahan dengan bekerja dengan
komunitas dan pemerintah yang berpengaruh.
Konvensi Hak-hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyatakan hak-hak anak untuk
mencapai potensinya secara penuh merupakan hal yang mendasari semua pekerjaan lembaga
tersebut. 7000 staf UNICEF bekerja di 157 negara dan wilayah untuk memenuhi hak-hak anak atas
kesehatan dan gizi; pendidikan; bantuan darurat; perlindungan; serta air dan sanitasi.
Dengan bekerja dalam kemitraan dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, para -guru,
sampai dengan kelompok-kelompok para ibu dan anak-anak muda, UNICEF menggalang kekuatan
bagi semua bangsa di seluruh dunia yang bekerja untuk menjamin sebuah dunia yang lebih baik
bagi anak-anak.
Inter Parliamentary Union (Uni Antar Parlemen)
Diciptakan pada tahun 1889, Inter-Parliamentary Union merupakan organisasi internasional yang
mempersatukan para perwakilan dari Para Anggota Parlemen dari Negara-negara yang Berdaulat.
Pada bulan Maret 2004, Parlemen dari 138 negara menempatkan para wakilnya.
The Inter Parliamentary Union bekerja untuk perdamaian dan kerjasama di kalangan orang-orang
dengan tujuan untuk memperkuat institusi-institusi perwakilan.
Untuk maksud itu, Uni Antar Parlemen (Inter Parliamentary Union:
•
•
•
•
Mengembangkan kontak, kordinasi dan pertukaran pengalaman di kalangan parlemen dan
anggota parlemen dari semua negara.
Membahas berbagai pertanyaan/ persoalan mengenai kepentingan internasional dan
menyampaikan pandangan-pandangannya mengenai isu-isu tersebut dengan tujuan agar
parlemen dan anggota-anggotanya untuk membawanya menjadi kenyataan;
Memberikan dukungan bagi dipertahankan dan dipromosikannya hak-hak azasi manusia
yang universal yang cakupan dan penghormatannya menjadi faktor sangat penting dari
pembangunan dan demokrasi parlementer.
Memberikan sumbangan pemahaman yang lebih baik atas bekerjanya lembaga-lembaga
perwakilan dan untuk memperkuat dan mengembangkan sarana-sarana aksinya;
Uni Antar Parlemen (Inter-Parliamentary Union) juga mendukung tujuan-tujuan Perserikatan
Bangsa-Bangsa, mendukung semua upaya-upaya dan karya-karyanya dengan cara bekerjasama
secara erat dengan lembaga itu.
Uni Antar Parlemen juga bekerjasama dengan organisasi antar parlemen regional serta organisasiorganisasi non-pemerintah, lembaga antar–pemerintah dan lembaga-lembaga internasional yang
termotivasi oleh cita-cita yang sama.
148
Hak cipta © ada pada UNICEF dan Inter-Parliamentary Union
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dicetak di Swiss, 2004
ISBN
92-9142-189-8 (IPU)
92-806-3796-6 (UNICEF)
Terbitan ini dilarang diproduksi, disimpan dalam sistem yang dapat ditarik kembali, atau
ditransmisikan, dalam bentuk dan cara apapun, baik secara elektronik maupun mekanis, atau
dengan cara difotokopi, direkam atau dalam bentuk lainnya, tanpa ijin terlebih dahulu dari Uni
Antar Parlemen dan UNICEF.
Peredaran Terbitan ini tunduk pada persyaratan bahwa terbitan ini tidak akan diperjualbelikan
dengan cara apapun, atau dipinjamkan, dijual, disewakan atau dalam bentuk selain aslinya, dalam
bentuk terjilid atau dengan sampul dalam bentuk selain halaman sampul aslinya, tanpa ijin
terlebih dahulu dari penerbit.
Pengajuan permohonan hak untuk memperbanyak seluruh, atau sebagian karya ini diperbolehkan
dan hendaknya ditujukan ke Inter-Parliamentary Union dan UNICEF. Negara anggota dan institusiinstitusinya boleh memperbanyak karya ini tanpa ijin terlebih dahulu, namun dimohon untuk
memberitahukan ke Inter-Parliamentary Union atau UNICEF berkenaan dengan penggandaan
dokumen tersebut.
Kantor Pusat IPU
Inter-Parliamentary Union
Chemin du Pommier 5
Case Postale 330
CH-1218 Le Grand,
Saconnex, Genewa
Swiss
Tel. +41 22 919 41 50
Fax +41 22 991941 60
Email: [email protected]
Website: www.ipu.org
Kantor Pengamat Permanen IPU
Di PBB
Inter-Parliamentary Union
220 East 42nd Street
Suite 3102
New York, NY 10017
USA
Tel: + 1 212 557 58 80
Fax: + 1 212 557 39 54
Email: ny-offi[email protected]
UNICEF
3 UN Plaza, New York
NY 10017
USA
Tel: + 1 212 326 70 00
Fax: + 1 212 887 74 65
Email: [email protected]
Website: www.unicef.org
149
Download