�������� �������������������������� ���������������������������������������� ������������������������������������������������������� ������������������������������������������������� ��������������������������������������� �������������������� 1 2 Bab 1 HAKEKAT PERLINDUNGAN ANAK Apakah perlindungan anak itu? Istilah “perlindungan anak” (child protection) digunakan dengan secara berbeda oleh organisasi yang berbeda di dalam situasi yang berbeda pula. Dalam buku panduan ini, istilah tersebut mengandung arti perlindungan dari kekerasan, abuse, dan eksploitasi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, perlindungan anak mengupayakan agar setiap hak sang anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat melengkapi hak-hak lainnya yang secara inter alia menjamin bahwa anak-anak akan menerima apa yang mereka butuhkan agar supaya mereka bertahan hidup, berkembang dan tumbuh. Perlindungan anak mencakup masalah penting dan mendesak, beragam dan bervariasi tingkat tradisi dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Banyak masalah, misalnya pelacuran, yang berkait erat dengan faktor-faktor ekonomi. Sementara masalah lain, seperti kekerasan di rumah atau di sekolah, mungkin berkaitan erat dengan kemiskinan, nilai-nilai sosial, norma, dan tradisi. Sering kriminalitas terlibat di dalamnya, misalnya perdagangan anak. Bahkan kemajuan teknologi memiliki aspek-aspek perlindungan di dalamnya, sebagaimana nampak dalam tumbuh– berkembangnya pornografi anak. Bagian pertama dari buku panduan ini akan melihat secara lebih mendalam tentang apa yang dimaksudkan dengan perlindungan dan tanggapan umum apakah yang diperlukan untuk menghormati perlindungan hak-hak anak. Bagian dua akan membahas secara khusus peran-peran yang dimainkan oleh anggota dewan perwakilan rakyat dalam upaya menjamin bahwa semua anak dilindungi. Bab tiga akan membahas dan mencermati sejumlah masalah yang berkaitan dengan mereka yang bekerja untuk melakukan perlindungan terhadap anak. Apa yang dipertaruhkan? Pelanggaran terhadap perlindungan hak-hak anak, selain pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia juga merupakan penghalang sangat besar, kurang dikenali, dan terlalu sedikit dilaporkan bagi kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Anak yang dapat menjadi korban kekerasan, eksploitasi, abuse dan pengabaian, juga beresiko: • • • • • hidup lebih pendek memiliki kesehatan mental dan fisik yang buruk mengalami masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikannya (termasuk putus sekolah) memiliki ketrampilan yang buruk sebagai orang tua; menjadi tunawisma, terusir dari tempat tinggalnya, dan tidak memiliki rumah. Di sisi lain, tindakan-tindakan perlidungan yang sukses akan meningkatkan peluang anak tumbuh sehat secara fisik dan mental, percaya diri dan memiliki harga diri, dan kecil kemungkinannya melakukan abuse atau eksploitasi terhadap orang lain, termasuk anak-anaknya sendiri. 3 Perlindungan anak merupakan sebuah isu bagi setiap anak di setiap negara di dunia: • • • • • • • Pada saat ini, lebih dari 300.000 tentara anak-anak, sebagian berusia sekitar delapan tahun, dieksploitasi dalam konflik bersenjata di lebih dari 30 negara. Lebih dari 2 juta anak-anak diperkirakan telah meninggal sebagai akibat langsung dari konflik bersenjata semenjak tahun 1990.1 Lebih dari 1 juta anak di seluruh dunia hidup di lembaga pemasyarakatan sebagai akibat berkonflik dengan hukum. Di Eropa Tengah dan Eropa Timur saja, hampir 1.5 juta anak-anak hidup di pusat-pusat perawatan umum/negara. Akibat AIDS saja, lebih dari 13 juta anak-anak diperkirakan menjadi yatim (piatu). 2 Sekitar 250 juta terlibat dalam kegiatan pekerja anak, dengan lebih dari 180 juta anak bekerja di dalam kondisi atau keadaan yang berbahaya. 3 Sekitar 1.2 juta anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya. 4 Perkiraan tentang jumlah anak yang terlibat dalam perdagangan seks komersial tahun 1995 menunjukkan bahwa satu juta anak-anak (terutama anak perempuan, namun jumlah anak-lakilaki juga cukup signifikan) memasuki industri yang bernilai milyaran dollar setiap tahunnya. 5 Angka itu sekarang kemungkinan bisa lebih tinggi. Empat puluh juta anak-anak berusia di bawah 15 tahun menderita karena diperlakukan secara tidak sepatutnya dan diabaikan, dan memerlukan perawatan sosial dan perawatan kesehatan. 6 Diperkirakan 100-130 juta wanita dan anak-anak perempuan yang tinggal di Benua Afrika saat ini telah mengalami berbagai bentuk mutilasi genital. 7 Perlindungan anak mendapat perhatian khusus dalam suatu krisis kemanusiaan dan keadaan darurat. Beberapa keadaan darurat tertentu – terusir dari daerah tempat tinggalnya, kurangnya akses kemanusiaan, rusaknya struktur sosial dan keluarga, erosi sistem-sistem nilai tradisional, budaya kekerasan, pemerintahan yang lemah, tiadanya akuntabilitas dan buruknya akses terhadap pelayanan sosial dasar – telah menciptakan masalah-masalah perlindungan anak yang cukup serius. Keadaan darurat bisa mengakibatkan sejumlah besar anak-anak menjadi yatim (piatu), terusir dari tempat tinggal atau terpisah dari keluarganya. Anak-anak mungkin menjadi pengungsi atau terusir di negaranya sendiri, atau terpisah dari keluarganya; diculik atau dipaksa bekerja untuk kelompok-kelompok bersenjata; menjadi cacat akibat bertempur, ranjau darat, atau senjata-senjata yang tidak meledak; dieksploitasi secara seksual selama dan setelah konflik; atau diperdagangkan untuk tujuan-tujuan militer. Mereka mungkin menjadi tentara, atau menjadi saksi dalam kejahatan perang atau dihadapkan pada mekanisme peradilan. Konflik bersenjata dan masa-masa represi meningkatkan resiko bahwa anak akan disiksa. Demi uang dan perlindungan, anak-anak mungkin akan berpaling ke “seks untuk bertahan hidup’, yang biasanya tidak terlindungi dan beresiko tinggi untuk terjangkit penyakit, termasuk HIV/AIDS. Kegagalan melindungi anak-anak mengancam pembangunan nasional dan memiliki pengaruh negatif dan akibat harus dibayar, yang akan terus terbawa sampai anak-anak tersebut menjadi individu yang dewasa nanti. Sementara anak-anak terus mengalami kekerasan, abuse dan eksploitasi, dunia akan gagal memenuhi kewajibannya terhadap anak-anak; dan akibatnya juga akan gagal memenuhi aspirasi pembangunannya sebagaimana digariskan dalam dokumen-dokumen seperti Agenda Milenium ((Millenium Agenda) dengan Millenium Development Goals-nya. 4 Bab 2 STANDAR INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Anak-anak memiliki hak-hak untuk diakui dalam hukum internasional semenjak tahun 1924, ketika Deklarasi tentang Hak-hak Anak internasional yang pertama diadopsi oleh Liga Bangsa-Bangsa. Instrumen-instrumen hak-hak azasi manusia berikutnya – dari Perserikatan Bangsa-bangsa, seperti Deklarasi Universal Hak–hak Azasi Manusia 1948, dan instrumen-instrumen regional seperti Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban Manusia yang dibuat pada tahun yang sama – mengakui secara lebih umum hak manusia untuk bebas dari kekerasan, abuse, dan ekploitasi. Hak-hak ini berlaku bagi setiap orang, termasuk anak-anak, dan dikembangkan lebih jauh dalam instrumen-instrumen seperti Kovenan Internasional tentang Hak-hak Politik dan Hakhak Sipil 1966. Konsensus internasional yang dikembangkan mengenai perlunya suatu instrumen baru yang akan secara eksplisit meletakkan dasar-dasar mengenai hak-hak anak khusus dan istimewa. Pada tahun 1989, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak diadopsi oleh Sidang Majelis Umum. Konvensi ini dengan cepat menjadi perjanjian hak-hak azasi manusia yang paling luas diratifikasi dalam sejarah, diratifikasi hampir secara universal. Konvensi Hak-hak Anak, dalam beberapa hal meningkatkan standar internasional mengenai hakhak anak. Konvensi ini menjelaskan dan secara hukum mengikat beberapa hak-hak anak yang dicantumkan pada instrumen-instrumen sebelumnya. Konvensi ini memuat ketentuan-ketentuan baru yang berkaitan dengan anak, misalnya, yang berkenaan dengan hak untuk berpartisipasi, dan prinsip bahwa dalam semua keputusan yang menyangkut anak, kepentingan terbaik bagi bagi anak harus diutamakan. Konvensi juga untuk pertama kalinya membentuk suatu badan internasional yang bertanggung jawab untuk mengawasi penghormatan atas hak-hak anak, yakni Komite Hak-hak Anak ( Committee on the Rights of the Child). Pengakuan hak-anak atas perlindungan tidak hanya terbatas pada Konvensi Hak-hak Anak. Ada sejumlah instrumen, baik instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun instrumen dari badan internasional lainnya, yang juga memasukkan hak-hak ini. Instrumen-instrumen itu meliputi: • • • • Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak, Organisasi Persatuan Afrika yang sekarang disebut Uni Afrika (The African Charter on the Rights and Welfare of the Child of the Organisation for African Unity Unity) tahun 1993. Konvensi-konvensi Jenewa mengenai Hukum Humaniter Internasional (1949) dan Protokol Tambahannya (1977) Konvensi Buruh Internasional No. 138 (1973), yang menyatakan bahwa, secara umum, seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, tidak boleh dipekerjakan dalam bidang-bidang pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan mereka, dan Konvensi Organisasi Buruh Internasional No. 182 (1999) mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapus Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak. Protokol bagi Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya Wanita dan Anak-anak. 5 Siapakah yang dimaksud dengan seorang anak? Pasal 1 Konvensi Hak-hak Anak menyatakan bahwa “seorang anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun kecuali di bawah undang-undang yang berlaku bagi anak, usia dewasa dicapai lebih awal”. Definisi ini digunakan dalam buku panduan ini. Lepas dari pasal 1 di atas yang membolehkan usia dewasa yang lebih rendah, ada beberapa hak dalam Konvensi yang terus berlaku bagi anak yang berusia 18 tahun, tanpa memandang usia dewasa itu. Ini meliputi pelarangan diberlakukannya hukuman mati bagi orang yang berusia di bawah 18 tahun dan, dalam Protokol Pilihan Konvensi tersebut, pelarangan pengerahan mereka yang berusia di bawah 18 tahun dalam angkatan bersenjata. Instrumen internasional lainnya juga menggunakan 18 tahun sebagai batasan untuk menentukan kapan seorang kehilangan haknya atas perlindungan khusus yang menjadi hak seorang anak. Lebih jauh UNICEF dan organisasi internasional utama yang bekerja dengan anak, menggunakan usia 18 tahun sebagai batas pasti untuk bekerja. Konvensi ini mengakui bahwa cara anak-anak melaksanakan hak-haknya dan batasan-batasan yang berlaku pada pelaksanaan hak-hak mereka dapat dan sejogjanya beragam, tergantung pada usia anak. Pasal 5 menyatakan bahwa: Negara-negara anggota harus menghormati tanggungjawab, hak dan kewajiban orang tua atau, dimana berlaku, anggota dari keluarga luas atau masyarakat sebagaimana diatur oleh adat setempat, wali-hukum, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab atas anak tersebut, untuk memberikan, dengan cara yang konsisten dengan perkembangan kapasitas anak tersebut, arahan dan bimbingan yang sesuai dalam pelaksanaan hak-hak oleh anak, yang diakui dalam Konvensi ini. Prinsip ini dilengkapi oleh prinsip lainnya yang termaktub dalam pasal 12 Konvensi tersebut, yang menyatakan bahwa: Negara-negara anggota harus menjamin anak yang mampu membentuk pandanganpandangannya sendiri untuk menyatakan pandangan-pandangannya itu secara bebas dalam segala hal yang menyangkut anak tersebut, dimana pandangan-pandangan anak itu diberi bobot yang semestinya sesuai dengan usia dan kematangan anak tersebut. Meskipun demikian, hak-hak anak atas perlindungan terhadap kekerasan, abuse dan eksploitasi tidak boleh dibatasi karena usianya. Kapasitas terbatas anak untuk melindungi diri sendiri selalu membawa makna bahwa pertimbangan-pertimbangan usia dan kapasitasnya hanya dapat memperkuat hak-hak atas perlindungan, bukan memperlemah. Misalnya, UN Rules for the Protection of Juvenile Deprived of their Liberty mengakui dalam pasal 67, kebutuhan untuk menafsirkan hak-hak atas perlindungan dengan cara yang sesuai bagi anak ketika peraturan tersebut menentukan bahwa pemenjaraan anak secara soliter merupakan kekejaman, perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi dan menistakan, sementara prinsip itu tidak dengan sendirinya akan berlaku untuk orang dewasa. 6 Mekanisme Internasional Perlindungan Anak Salah satu mekanisme internasional yang penting bagi perlindungan anak adalah Komite Hak-hak Anak (Committee on the Rights of the Child), yang terdiri dari 18 anggota yang dipilih oleh negaranegara anggota Konvensi dan yang bertugas dalam kapasitasnya sebagai perorangan. Fungsi utama dari Komite itu, yang bertemu tiga kali dalam setahun, adalah menelaah laporanlaporan dari negara–negara anggota yang diminta untuk diserahkan secara berkala. Laporan itu diharapkan berisi informasi mengenai undang-undang dan berbagai upaya lain yang telah diadopsi oleh negara anggota, yang memberikan pengaruh pada hak-hak yang diakui dalam Konvensi tersebut dan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan hak-hak itu. Ketika suatu laporan telah diterima, Komite mengundang pemerintah untuk mengirimkan delegasinya guna mempresentasikan laporan dan menjawab segala pertanyaan yang mungkin diajukan oleh Komite. Anggota komite mungkin juga memberikan komentar mengenai informasi yang termuat dalam laporan, serta informasi relevan lainnya yang diterima dari badan-badan PBB lainnya serta lembaga swadaya masyarakat (NGO). Komite kemudian membuat “observasi simpulan” dan rekomendasi yang sering berkaitan dengan legislasi, termasuk rujukan mengenai celah-celah yang ada dalam legislasi yang sedang berlaku atau ketentuan-ketentuan hukum yang dianggap oleh Komite tidak cocok dengan Konvensi tersebut. Ada sejumlah mekanisme lain yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. Secara fundamental, anak menikmati hak-hak azasi manusia dan oleh karena itu, semua mekanisme hak-hak azasi manusia di tingkat internasional dan regional harus memberikan perlindungan bagi mereka. Ini berlaku bagi “Rapporteurs” Perserikatan Bangsa-Bangsa atau lembaga-lembaga hak azasi manusia regional seperti African Commission on Human and people’s Right. Harus diingat bahwa hal yang sama berlaku di tingkat nasional, dimana mekanisme perlindungan hak-hak azasi manusia seperti mahkamah konstitusi ((constitutional courts) juga harus menjamin bahwa mereka menjunjung tinggi hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan. Keterkaitan antara Perlindungan dengan isu-isu lain Perlindungan anak bertalian erat dengan semua aspek kesejahteraan anak. Sering, seorang anak, yang sama rentan terhadap kurang gizi dan penyakit, tidak secara layak mendapatkan stimulasi awal, keluar dari sekolah dan lebih besar kemungkinannya diperlakukan salah dan dieksploitasi. Seorang anak terimunisasi yang secara konstan dipukuli bukanlah anak yang sehat; seorang anak yang dihina dan diperlakukan secara tidak patut karena etnisnya tidak menikmati lingkungan belajar yang menyenangkan; dan seorang remaja yang dijual untuk dilacurkan tidak akan mampu berpartisipasi dan memberikan andil kepada masyarakat. Perlindungan anak merupakan suatu bagian integral dari masalah pembangunan. Masalah-masalah perlindungan muncul selama masalah yang dihadapi oleh anak-anak pada saat ini diperbincangkan. Dalam pendidikan, pelecehan seksual dan kekerasan dapat menjadi faktor tersembunyi dibelakang tingkat retensi di kelas yang rendah. Dalam kesehatan, kekerasan dapat berada dibalik cedera-cedera yang tidak terjelaskan yang ditangani oleh pelayanan kesehatan, atau bahkan penyebab dari ketidakmampuan (cacat) jangka panjang. Keterkaitan ini telah banyak diakui oleh Committee on the Rights of the Chid. Merujuk pada masalah Anak dan AIDS, komite itu menyatakan: 7 Perawatan dan perlindungan yang memadai hanya dapat diberikan dalam suatu lingkungan yang mengedepankan dan melindungi semua hak, khususnya hak untuk tidak dipisahkan dari orang tua, hak atas privasi, hak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan, hak atas perlindungan khusus dan bantuan dari negara, hak-hak anak penyandang ketidakmampuan (cacat), hak atas kesehatan, hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial, hak atas pendidikan dan bersenang-senang, hak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi, dari penggunaan narkoba, dan dari eksploitasi seksual, hak untuk dilindungi dari penculikan, penjualan/trafiking serta penyiksaan dan dari perlakuan/hukuman yang menistakan, tidak berperi-kemanusiaan atau kejam, dan hak atas pemulihan fisik dan psikis dan reintegrasi sosial. Tidak ada satu masalahpun yang berkaitan dengan anak yang tidak berkaitan dengan perlindungan anak. Sering, masalah perlindungan anak berada tersembunyi di bawah permukaan masalahmasalah yang sepertinya tidak berkaitan. Misalnya, perhatian perlindungan berkenaan dengan sanitasi sekolah mungkin tidak secara langsung jelas bagi mereka yang bekerja dalam masalahmasalah itu. Namun, keterkaitan antara pemakaian fasilitas sanitasi bersama dan pelecehan seksual anak-anak perempuan mempersyaratkan bahwa perlindungan harus dipertimbangkan. Dan seorang anak yang bekerja tidak dapat sekolah, sehingga ketika pekerja anak tumbuh dewasa, ia tidak terdidik dan juga lemah dan loyo karena telah bekerja keras semenjak anak-anak. Ini berarti bahwa ia, seperti halnya orangtuanya yang hanya memiliki pekerjaan yang kecil gajinya, atau malahan menganggur. Oleh karena itu, ia akan kembali bergantung pada uang yang dihasilkan oleh anak-anaknya untuk membiayai keluarganya ... begitulah yang berlangsung secara terus menerus! Rose 17 tahun, dari Australia. Arti Penting Etika Hak-hak anak atas perlindungan dari kekerasan, abuse dan eksploitasi secara jelas digariskan dalam hukum internasional, standar hukum badan-badan regional dan hukum domestik dari sebagian besar negara di dunia. Ini juga mencerminkan suatu konsensus dasar kemanusiaan bahwa sebuah dunia yang sesuai bagi anak adalah dunia dimana semua anak dilindungi. Dalam Sidang Istimewa Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Anak pada tahun 2000, Negara-negara anggota mengikatkan diri dalam deklarasi tentang “Sebuah Dunia yang Sesuai untuk Anak” ((A World Fit-for Children), sebagai dokumen hasil dari pertemuan itu, untuk membangun “suatu dunia dimana anak-anak perempuan dan laki-laki dapat menikmati masa kanak-kanaknya … dimana mereka dicintai, dihormati dan dihargai … dimana keamanan dan kesejahteraannya menjadi hal yang paling penting dan dimana mereka dapat berkembang dan tumbuh secara sehat, damai dan bermartabat”. Sentimen-sentimen ini melewati batas-batas standar hukum. Setiap budaya di dunia menghargai anak-anaknya; meskipun demikian kita terus saja gagal melindungi mereka. 8 Bab 3 MENJAMIN PERLINDUNGAN ANAK Tujuan mendasar dari perlindungan anak adalah untuk menjamin bahwa semua pihak yang berkewajiban mengawal perlindungan anak mengenali tugas-tugasnya dan dapat memenuhi tugas itu. Karena secara etika dan hukum harus ada, perlindungan anak merupakan urusan setiap orang di setiap tingkatan masyarakat, dan di setiap bidang tugas. Perlindungan anak menciptakan kewajiban/tugas bagi presiden, perdana menteri, hakim, guru, dokter, tentara, orang tua dan bahkan anak-anak sendiri. Tugas-tugas ini mungkin tercermin dalam standar hukum yang diberlakukan di suatu negara dan pilihan-pilihan yang diambil pemerintah, termasuk dalam alokasi sumber daya yang dimilikinya. Anak, Keluarga dan Negara Para pelaku yang paling penting dalam kehidupan seorang anak adalah, dan sebaiknya memang demikian, orang tuanya. Oleh karena itu, keluarga dapat menjadi faktor tunggal yang terpenting dalam menentukan apakah seorang anak dilindungi atau tidak. Meskipun demikian, karena begitu sentralnya keluarga dalam kehidupan anak, keluarga sering kali juga menjadi sumber kekerasan, perlakuan yang tidak patut, diskriminasi dan eksploitasi. Konvensi sangat menekankan peranan keluarga dalam mengasuh dan membesarkan anak dan, seperti halnya instrumen yang lebih dulu ada, mengakui hak keluarga atas perlindungan dan dukungan. Pasal 5 menjelaskan tanggungjawab Negara dalam melindungi dan menghormati peran keluarga, dengan menyatakan bahwa: Negara-negara anggota harus menghormati tanggung jawab, hak-hak dan kewajiban orangtua, atau dimana memungkinkan, anggota keluarga luas atau masyarakat sebagaimana ditentukan dalam adat setempat, wali sah atau orang lain yang secara sah bertanggung jawab atas anak tersebut, untuk memberikan, dengan cara yang konsisten dengan perkembangan kemampuan anak, arahan dan bimbingan yang sesuai pelaksanaan hak-hak anak sebagaimana diakui dalam Konvensi ini. Menurut Konvensi, tanggung jawab utama membesarkan anak berada di pundak orang tua. Ketika orang tua tidak mampu memikul tanggung jawab itu, Negara memiliki tanggungjawab untuk membantu mereka. Meskipun demikian, pada saat yang sama, pasal 19 merujuk tanggung jawab Negara untuk “melindungi anak dari segala bentuk kekerasan fisik dan mental, cedera atau perlakuan salah, pengabaian atau perlakuan menelantarkan, perlakuan yang tidak sepatutnya atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual, ketika dalam perawatan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang merawat anak tersebut.“ Dalam kebanyakan kasus yang paling ekstrim, kewajiban Negara ini bahkan mungkin memerlukan tindakan diambilnya anak dari rumah tinggalnya. Meskipun demikian, hal ini sebaiknya dilakukan sebagai upaya terakhir. Ini dijelaskan dalam pasal 9 dari Konvensi tersebut, yang menetapkan bahwa: 9 Negara anggota harus menjamin bahwa seorang anak tidak akan dipisahkan dari orangtua di luar kemauannya, kecuali ketika pihak yang berwenang, sesuai dengan telaah judisial (judicial review) menetapkan, sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku, bahwa pemisahan sebagaimana dimaksud itu perlu dilakukan demi kepentingan terbaik anak. Penetapan semacam itu mungkin dipandang perlu dalam kasus yang melibatkan penelantaran atau kekerasan (abuse) yang dilakukan oleh orang tua …. Diskrimasi Diskriminasi merupakan kenyataan sehari-hari bagi jutaan anak di dunia. Diskriminasi bisa mengakibatkan atau memperparah kekerasan, abuse dan eksplotasi. Misalnya, banyak anak yang terlibat dalam pekerjaan yang terburuk bagi anak berasal dari kelompok minoritas atau terkucil. Ada sejumlah bentuk diskriminasi, namun beberapa bentuk yang paling umum ditemukan adalah diskriminasi yang didasarkan pada: • Gender Pembunuhan bayi, aborsi, kekurangan gizi dan pengabaian berdasarkan jender dipercaya berada dibalik “ hilangnya “ 60-100 juta perempuan dari penduduk dunia.8 Sembilan puluh persen dari pekerja rumah tangga, kelompok terbesar dari pekerja anak di dunia, adalah anak-anak perempuan yang berusia antara 12 dan tujuh belas tahun. 9 • Ketidakmampuan (Cacat) Anak-anak dengan ketidakmampuan merupakan 20% dari seluruh anak-anak yang menghuni institusi (panti) di Eropa Tengah dan Eropa Timur dan Negara-negara Perkesemakmuran. 10 • Etnis dan Ras Di sebuah negara Eropa Timur, sebuah kajian menemukan bahwa hanya setengah dari Anak dari kelompok etnis Roma yang berusia 7-10 tahun mengenyam pendidikan secara teratur.11 Sepertiganya tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali atau telah putus sekolah. Anak-anak etnis Roma secara khusus ditempatkan di sekolah-sekolah khusus bagi anak-anak penyandang cacat mental, tanpa melihat kemampuan mereka yang sebenarnya. • Kasta dan Kelas Di sebuah negara di Afrika Selatan, mayoritas dari 15 juta pekerja anak yang diijonkan berasal dari kasta-kasta terendah. 12 Konferensi menghimbau semua negara peserta: (a) melakukan upaya-upaya yang dipandang perlu, termasuk alokasi anggaran yang memadai untuk memastikan dinikmatinya semua hak azasi manusia dan kebebasan yang fundamental secara penuh dan setara oleh anak-anak dengan ketidakmampuan (cacat); (b) Mengembangkan dan memberlakukan peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk menjamin martabat, kemakmuran, dan kemandirian bagi anak-anak penyandang cacat dengan memfasilitasi peran serta aktif mereka dalam masyarakat, termasuk akses yang efektif dan memadai atas pendidikan khusus yang bermutu tinggi. 106th IPU Conference (Ouagadougou, Burkina –Faso, September 2001) 10 ÿ Standar Internasional Konvensi Hak-hak Anak (The Convention on the Rights of the Child) Pasal 2 menyatakan bahwa: 1. 2. Negara-negara anggota harus menghormati dan menjamin hak-hak yang termaktub dalam Konvensi ini bagi masing-masing anak di dalam wilayah jurisdiksinya tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa melihat ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pendapat lainnya, kebangsaan, asal-usul etnis atau sosial, kekayaan, ketidakmampuan, kelahiran atau status lain dari orang-tua, atau wali hukumnya. Negara–negara anggota harus mengambil langkah-langkah yang memadai untuk memastikan bahwa anak dilindungi dari segala bentuk diskriminasi atau hukuman berdasarkan status, kegiatan, pernyataan pendapat, atau kepercayaan dari orang tua anak, wali sah, atau anggota keluarganya. Diskriminasi terus berlanjut, lepas dari adanya pengakuan kesetaraan laki-laki dan perempuan sebagai salah satu dari tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa lebih dari setengah abad yang lalu dan proliferasi instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Regional yang melarangnya. Komite Hakhak Anak dan badan-badan hak-azasi manusia internasional terus menemukan contoh-contoh undang-undang yang mendiskriminasikan perempuan atau kelompok sosial atau etnis tertentu, atau yang diskriminatif dengan cara lain. Diskrimininasi melampaui undang-undang, merasuk ke dalam tradisi, adat, sikap dan perilaku masyarakat, komunitas, keluarga dan individu. Misalnya, masyarakat dengan tingkat perkosaan, perkawinan anak-anak, dan penelentaran anak hasil perkawinan yang tinggi cenderung merendahkan nilai perempuan. Perempuan yang menolak peran-peran tradisional sering merasakan kekuatan mekanisme tradisional untuk menegakkan undang-undang yang tidak tertulis ini, mulai dari bentuk dipermalukan sampai pengucilan dari keluarga dan kekerasan fisik. Menyadari jender sebagai bentuk diskriminasi jauh dari sekedar hanya berfokus pada anak-anak perempuan. Sementara banyak pelanggaran hak-hak anak lebih sering menimpa anak perempuan, anak-laki-laki merupakan korban utama dari beberapa bentuk kekerasan. Lebih banyak anak lakilaki di banding perempuan yang menjadi korban pembunuhan, terutama pada saat akhir remaja. Di dunia, jauh lebih banyak anak-laki-laki yang menjadi pelaku pelanggaran hukum anak-anak bila dibanding anak perempuan. Sementara sebagian besar korban pemerkosaan adalah anak perempuan, mayoritas anak yang menjadi korban kekerasan fisik adalah anak-laki-laki. Kesadaran jender memerlukan pemahaman tingkat perbedaan dampak dari berbagai jenis kekerasan, abuse, dan eksploitasi pada anak-laki-laki dan anak perempuan. Kesadaran jender juga mempersyaratkan dilakukannya upaya-upaya untuk memahami mekanisme yang mendasari dan menggunakan pengetahuan ini untuk mengembangkan kebijakan ekonomi, sosial dan hukum. Membangun Lingkungan dan bersifat Melindungi Skala, luasan, hakekat, urgensi dan kompleksitas masalah perlindungan anak sungguh menakutkan. Meskipun demikian, ada sejumlah contoh mengenai berbagai cara di beberapa negara dimana pemerintah, para pelaku dalam masyarakat madani, komunitas dan anak-anak sendiri dapat membantu mencegah dan merespon kekerasan, abuse dan eksploitasi. Adalah jelas 11 bahwa respon terhadap perlindungan anak haruslah bersifat holistik, diketahui oleh semua pihak di semua tataran agar menghormati hak-hak perlindungan anak dan menerapkannya ke semua anak di segala keadaan tanpa adanya diskriminasi. Meraih suatu dunia dimana perlindungan hak-hak anak secara rutin dihormati membutuhkan suatu jaminan bahwa anak tumbuh di suatu lingkungan yang protektif, dimana setiap elemen lingkungan memberikan andil dalam perlindungan mereka dan dimana semua pelaku memainkan perannya masing-masing. Tidak ada definisi hukum atau sesuatu kesepakatan tentang apa yang membentuk suatu lingkungan yang protektif. Meskipun demikian, definisi itu paling tidak harus menjawab elemenelemen berikut: ÿ Komitmen pemerintah untuk memenuhi hak-hak perlindungan Kepentingan pemerintah dalam mengakui dan berkomitmen terhadap perlindungan anak merupakan suatu elemen esensial bagi lingkungan yang bersifat melindungi itu. Ini mencakup jaminan bahwa sumber-sumber daya yang mencukupi harus tersedia bagi perlindungan anak, misalnya, program untuk memerangi buruh anak. Ini mencakup pimpinan politik yang bersikap pro-aktif dalam meningkatkan perlindungan pada agenda mereka dan bertindak sebagai advokat dalam perlindungan. ÿ Sikap, tradisi, adat, perilaku dan sikap Dalam masyarakat dimana sikap atau tradisi memberikan kemudahan terhadap terjadinya abuse – misalnya yang berkenaan dengan hubungan seks dengan anak di bawah umur, kepatutan hukuman fisik yang berat, penerapan praktek-praktek tradisional yang merugikan, atau perbedaan-perbedaan dalam memandang status anak laki-laki dan anak perempuan – lingkungan tidak akan bersifat melindungi. Dalam masyarakat dimana segala bentuk kekerasan terhadap anak merupakan hal yang tabu, dan dimana hak-hak anak secara luas dijunjung tinggi oleh adat dan tradisi, anak-anak semakin besar kemungkinannya untuk dilindungi. ÿ Diskusi terbuka dan keterlibatan dengan masalah–masalah perlindungan anak Di tingkatan yang paling dasar, anak perlu bebas berbicara lantang mengenai perlindungan anak terkait yang mempengaruhi mereka atau anak-anak lainnya. Di tingkat nasional baik perhatian media dan keterlibatan masyarakat sipil dengan masalah—masalah perlindungan anak memberikan andil terhadap perlindungan anak. Kemitraan di kalangan para pelaku di semua tataran sangat penting untuk menghasilkan tanggapan yang terkordinasi dan efektif. ÿ Peraturan Perundang-undangan dan Penegakan Hukum Kerangka legislatif yang memadai, penerapannya yang konsisten, akuntabilitas dan tiadanya impunitas merupakan elemen yang penting dari suatu lingkungan yang protektif. ÿ Kapasitas Orang tua, pekerja kesehatan, guru, polisi, pekerja sosial, dan mereka yang berasal dari bidang lainnya yang menaruh perhatian dan hidup, berurusan dan bekerja dengan anak perlu dibekali dengan ketrampilan, kewenangan dan motivasi untuk mengidentifikasi dan merespon masalah-masalah perlindungan anak. 12 ÿ Keterampilan hidup, pengetahuan, dan partisipasi anak Bila anak tidak menyadari atas hak-haknya untuk tidak disalahgunakan, atau tidak diberitahu akan adanya bahaya, misalnya, perdagangan manusia, mereka rentan terhadap abuse. Anak-anak memerlukan informasi dan pengetahuan yang dijadikan bekal bagi mereka untuk melindungi diri. Anak-anak juga perlu diberi saluran yang protektif dan aman untuk melakukan partisipasi dan pernyataan/ekspresi diri. Dimana anak tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi, mereka lebih mungkin menjadi terlibat dalam tindak kejahatan atau kegiatan– kegiatan lain yang merugikan dan berbahaya. ÿ Pemantauan dan Pelaporan Suatu lingkungan yang protektif bagi anak memerlukan sistem pemantauan yang efektif yang mencatat kejadian dan sifat perlindungan anak dan memungkinkan dilakukannya respon yang strategis dan berdasar informasi yang diperoleh. Sistem semacam itu dapat menjadi lebih efektif dimana sistem tersebut berdasar pada peran serta dan lokal sifatnya. Adalah menjadi tanggungjawab pemerintah untuk memastikan bahwa setiap negara mengetahui keadaan anak-anak di negara tersebut yang berkenaan dengan masalah kekerasan, abuse dan eksploitasi. ÿ Pelayanan pemulihan dan reintegrasi Korban anak dari setiap bentuk pengabaian, eksploitasi atau abuse, berhak atas perawatan dan akses yang tidak diskriminatif terhadap pelayanan sosial dasar. Pelayanan-pelayanan ini harus diberikan dalam suatu lingkungan yang mendorong meningkatnya kesehatan, martabat dan harga diri, anak. Beberapa elemen lingkungan yang protektif akan saling tumpang tindih. Misalnya, komitmen pemerintah mungkin mengatur apakah pelayanan bagi korban tindakan penyalahgunaan disediakan, atau apakah investasi dibuat dalam mekanisme pemantauan. Demikian juga, perhatian media dapat menjadi faktor penting dalam mempengaruhi sikap. Ada sejumlah cara untuk membangun atau mengembangkan suatu lingkungan yang protektif bagi anak-anak. Hal ini mencakup: • • • • • Berbagai upaya untuk menjawab secara cermat dan mengikis dampak kemiskinan ekonomi dan kemiskinan sosial. Advokasi nasional dan prakarsa dialog di semua tingkatan dari pemerintah ke bawah, ke komunitas, keluarga dan anak-anak itu sendiri. Advokasi internasional, termasuk penggunaan mekanisme hak-hak azasi manusia internasional. Ini juga bisa mencakup upaya mendorong agenda mengenai perlindungan di tingkat pertemuan regional. Mencari perubahan perilaku masyarakat, menentang sikap dan tradisi yang dapat memperparah abuse terhadap perlindungan anak, dan memberikan dukungan bagi mereka yang protektif. Ini mungkin melibatkan juga kampanye nasional atau bekerja secara erat dengan media. Memperkuat kapasitas untuk mengukur dan menganalisa masalah-masalah perlindungan. Tanpa mengetahui apa yang tengah terjadi, pemerintah dan pihak lain yang terlibat akan terugikan ketika merespon masalah-masalah perlindungan. 13 • • • • • Pemberlakukan mekanisme dan pemberian sumber-sumber daya sehingga mereka yang menaruh perhatian dan hidup serta bekerja dengan anak-anak memiliki ketrampilan dan pengetahuan untuk melakukan hal itu dengan cara yang menjamin perlindungan terhadap mereka melalui pendidikan dan pelatihan. Mengakui bahwa standar hukum penting khususnya bagi perlindungan anak dan standarstandar itu perlu diketahui, dipahami, diterima dan ditegakkan. Ini bisa melibatkan tinjauan/ telaah kembali peraturan perundang-undangan yang ada, revisi undang-undang atau bahkan pembuatan undang-undang yang baru. Pengakuan ini juga melibatkan pengawasan terhadap praktek-praktek aktual dari hal-hal yang diatur oleh undang-undang untuk menjamin bahwa standar hukum itu dihormati. Mengembangkan dan menelaah sistem pemantauan nasional untuk memastikan bahwa sistem itu mencakup masalah-masalah tersebut secara memadai. Khususnya, ini mungkin melibatkan disagregasi statistik nasional untuk memastikan bahwa pola—pola diskriminasi menjadi jelas. Menjamin akses terhadap pelayanan bagi pemulihan dan reintegrasi bagi anak-anak yang telah mengalami abuse. Mendorong partisipasi dan memperkuat ketahanan anak-anak itu sendiri. Pada saat yang sama, upaya mencermiati perlindungan sebagai masalah terpisah dan berdiri sendiri adalah tindakan yang tidak efektif. Lantaran adanya hubungan antara perlindungan anak dan bidang lainnya, adalah sangat berharga untuk mempertimbangkan aspek-aspek perlindungan dari setiap isu yang dipertimbangkan. Misalnya: • • • Ketika mempertimbangkan kebijakan pendidikan, adalah penting untuk mempertimbangkan keamanan dan keselamatan di sekolah dan mencegah penggunaan hukuman fisik yang berat. Hal ini mungkin menyangkut prakarsa-prakarsa untuk mengatasi masalah kekerasan di antara anak-anak di sekolah, seperti menggertak dan menakut-nakuti (bullying). Ketika mempertimbangkan praktek-praktek perawatan keluarga dan masa-kanak-kanak dini, orang tua sebaiknya dicegah untuk menggunakan bentuk-bentuk kekerasan dalam menegakkan disiplin dan didorong untuk memastikan bahwa kelahiran anak tercatat. Setiap pertimbangan untuk HIV/AIDS tidaklah lengkap tanpa mempertimbangkan stigma yang sering ditimpakan pada anak-anak yang terjangkit HIV/AIDS serta resiko-resiko perlindungan yang meningkat yang dihadapi oleh anak-anak rentan yang telah menjadi yatim karena AIDS? Jadi, suatu respon yang tepat terhadap perlindungan anak melibatkan perlindungan anak itu sendiri baik sebagai masalah atau sebagai pertimbangan yang berkenaan dengan masalah-masalah lainnya. Setiap respon juga mempersyaratkan bahwa setiap pelaku memainkan perannya dalam menjamin lingkungan protektif bagi anak-anak. 14 �������� ������������������������������� ���������������������� ��������������������������������������������������������������� ������������������������������������������������������������������� ��������������������������������������������������������� ������������������������������������������������������������������ ��������������������������������������������������������� �������������������� 15 16 Bab 4 BERBAGAI PERAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN ANGGOTA-ANGGOTANYA Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga perwakilan dari sebuah Negara. Mereka bertanggungjawab untuk mewakili kepentingan-kepentingan semua lapisan masyarakat, mengartikulasikan kepentingan-kepentingan itu ke dalam berbagai kebijakan dan menjamin bahwa kepentingan-kepentingan tersebut diterapkan secara efektif. Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota-anggotanya harus menjadi salah satu dari pejuangpejuang utama dalam perlindungan anak. Mereka memiliki kapasitas tidak hanya mempengaruhi keputusan dan tindakan pemerintah saja, namun juga menghubungkan komunitas dan konstituennya untuk mempengaruhi berbagai pendapat dan tindakan. Tanpa melihat sifat dan strukturnya, dewan perwakilan rakyat melaksanakan tiga fungsi utama: • Membuat undang-undang Mereka memberikan persetujuan, dan dapat memprakarsai, undang-undang yang mengatur masyarakat secara terstruktur. • Mengawasi kegiatan pemerintah Mereka memantau kinerja pemerintah untuk menjamin bahwa pemerintah bertindak secara bertanggungjawab dan akuntabel demi kebaikan masyarakat secara keseluruhan. • Mengalokasikan sumber-sumber daya keuangan Melalui proses penganggaran, dewan perwakilan bertanggung-jawab untuk memberikan persetujuan terhadap anggaran nasional. Jadi, dewan itu ikut menetapkan alokasi sumber-sumber bagi pemerintah dan memantau belanja pemerintah. Sebagai penentu arah berbagai pendapat dan sebagai perwakilan dari rakyat, dewan perwakilan rakyat juga memainkan peran advokasi yang penting, meningkatkan kesadaran mengenai masalah tertentu dalam masyarakat, yang menjadi perhatian di tingkat konstituen, di tingkat nasional, dan internasional. Perundang-undangan bagi Perlindungan Anak Salah satu dari peran terpenting dan sering lebih teknis bagi dewan perwakilan rakyat dan anggota-anggotanya adalah menjamin bahwa standar perundang-undangan nasional menawarkan perlindungan seluas-luasnya dari kekerasan, abuse dan eksploitasi bagi anak. Jelasnya, undangundang saja tidak cukup memadai untuk melindungi hak-hak anak. Kebijakan ekonomi yang sesuai reformasi kelembagaan, pelatihan para profesional, mobilisasi sosial, dan modifikasi sikap dan nilai-nilai sosial sangat penting untuk mencapai perlindungan anak. Kendatipun demikian, reformasi hukum tetap merupakan hal yang paling fundamental bagi (tercapainya) tujuan perlindungan seluruh hak-hak anak yang terkordinasi dan luas, termasuk hak untuk dilindungi. 17 Instrumen-instrumen hukum Internasional dan Regional Menjadi bagian dari instrumen hukum regional dan internasional yang berurusan dengan perlindungan anak memberikan pesan yang sangat jelas kepada masyarakat internasional dan pemangku kepentingan (stakeholder) di tingkat domestik bahwa suatu negara berkomitmen untuk menjamin perlindungan anak, serta menjamin penerapan undang-undang, kebijakan, dan programprogram untuk mencapai sasaran-sasaran itu. Sebagaimana telah dipaparkan dalam bagian 1, ada sejumlah instrumen internasional yang mencermati dan menjawab masalah perlindungan anak. Instrumen-intrumen ini meliputi: • • • • • • • Konvensi Hak-hak Anak Kovenan Internasional tentang Hak-hak Politik dan Hak-hak Sipil Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Konvensi ILO tentang Usia Minimum (no. 138). Konvensi ILO tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (no. 182); Konvensi Den Haag mengenai Perlindungan Anak dan Kerjasama tentang Adopsi Antar Negara Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Anak, Khususnya Wanita dan Anak-anak. Informasi tentang status ratifikasi terhadap instrumen-instrumen internasional ini dapat ditemukan dalam website Organisasi Buruh Dunia (ILO) yaitu www.ilo.org atau dalam web-site Komisi Tinggi Hak-hak Azasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, yakni www.unhchr.ch. Checklist untuk Melakukan Aksi Apa yang dapat dilakukan oleh dewan perwakilan rakyat dan anggota-anggotanya Ratifikasi instrumen-instrumen perlindungan anak hukum internasional tentang Bila negara Anda belum menjadi pihak dari berbagai instrumen-instrumen hukum internasional yang tercantum di atas, atau bila Negara anda telah menandatangani namun belum meratifikasi beberapa di antaranya, anda dapat: • Mencari tahu apakah ratifikasi/aksesinya sedang dalam proses pertimbangan • Menyampaikan pertanyaan tertulis atau lisan kepada Pemerintah anda untuk menentukan alasan pemerintah belum melakukan ratifikasi atau aksesi; • Mempertimbangkan penggunaan hak anda untuk memperkenalkan draft undang-undang dari inisiatif anggota tentang hal tersebut; • Mendorong diadakannya debat parlemen mengenai hal tersebut; • Melakukan mobilisasi pendapat publik Informasi praktis mengenai bagaimana meratifikasi atau melakukan aksesi konvensi internasional dapat ditemukan dalam buku mengenai perjanjian (Treaty Book) yang dibuat oleh UN Treaty Section of the Office of Legal Affairs, yang dapat diperoleh melaui perwakilan tetap negara anda di New York, dan di website Treaty Section of the Office of Legal Affairs, yakni http://untreaty.un.org. 18 Reservasi atau pernyataan kesepahaman Bila Pemerintah negara anda berniat untuk meratifikasi atau telah meratifikasi dengan reservasi atau deklarasi kesepahaman yang membatasi cakupan instrumen hukum, anda dapat: • Menentukan atau menelaah ulang validitas reservasi yang disarankan; • Mendorong suatu debat parlemen tentang reservasi tersebut • Melakukan mobilisasi pendapat publik untuk mendorong Pemerintah guna meratifikasi atau melakukan aksesi tanpa reservasi atau deklarasi kesepahaman apapun ; Standar dan Perundang-undangan Nasional Ada sejumlah cara untuk memasukkan standar-standar perlindungan ke dalam hukum nasional. Konstitusi di berbagai negara menetapkan bahwa perjanjian-perjanjian yang diratifikasi secara semestinya – atau perjanjian-perjanjian dalam kategori tertentu atau perjanjian-perjanjian khusus – secara otomatis menjadi bagian dari hukum nasional. Dalam konstitusi lainnya, diperlukan perundang-undangan baru atau revisi perundang-undangan yang ada. Menjamin kelestarian prinsip-prinsip perlindungan anak dalam Konstitusi Prinsip-prinsip perlindungan anak dapat diakomodasikan dalam standar hukum nasional dengan memasukkannya (enshrine) dalam konstitusi sebuah negara. Konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara merupakan pewujudan dari prinsip-prinsip dan hukum yang mengatur masyarakat dan mengandung bab-bab yang fundamental yang menentukan bentuk pemerintahan dan menggariskan prinsip-prinsip umum kontrak sosial sebuah negara. Konstitusi berfungsi sebagai kerangka kerja bagi perundang-undangan lainnya. Oleh karena itu, memasukkan (enshrine) prinsip-prinsip perlindungan anak dalam konstitusi nasional atau Undang-undang dasar sebuah negara memberikan dasar bagi adanya perlindungan anak dan kewajiban pemerintah di negara tersebut. Prinsip-prinsip perlindungan anak dalam konstitusi: Kasus Afrika Selatan Pasal 28 Undang-undang Dasar Republik Afrika Selatan yang disahkan pada tahun 1996, berbunyi: Setiap anak memiliki hak: a. Atas sebuah nama dan kebangsaan sejak lahir; b. Atas perawatan orang tua atau keluarga, atau perawatan alternatif lain yang sesuai ketika anak dipindahkan dari lingkungan keluarganya; c. Dilindungi dari perlakuan salah, penelantaran, abuse, atau perendahan martabat d. Dilindungi dari praktek-praktek perburuhan yang eksploitatif; e. Tidak diminta atau diijinkan melaksanakan pekerjaan atau memberikan jasa yang: (i) tidak sesuai bagi seseorang yang anak-anak; atau (ii) membahayakan kesejahteraan, pendidikan, kesehatan jasmani dan rohaninya; atau perkembangan sosial, moral dan spiritualnya; f. tidak ditahan kecuali sebagai upaya terakhir, dalam hal mana, selain hak-hak anak yang dimiliki berdasarkan ayat 12 dan 35, anak dapat ditahan hanya untuk waktu yang sesingkatsingkatnya, dan memiliki hak untuk: 19 (i) ditempatkan secara terpisah dari tahanan dewasa yang berusia di atas 18 tahun; dan (ii) diperlakukan sedemikian rupa dan ditempatkan dalam kondisi yang mempertimbangkan usia anak; (g) mendapatkan penasehat hukum yang disediakan oleh negara, dan atas biaya negara, dalam proses pengadilan perdata yang berkenaan dengan anak tersebut, yang bila tidak diberikan, mengakibatkan terjadinya ketidakadilan; dan (h) tidak dimanfaatkan secara langsung dalam konflik bersenjata, dan dilindungi pada saat terjadinya konflik. Kepentingan Terbaik Anak Pasal 3 Konvensi Hak-hak Anak mempersyaratkan bahwa: Dalam semua tindakan yang berkenaan dengan anak, apakah dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial negara atau swasta, pengadilan, penguasa administratif atau badan-badan legislatif, kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Ketentuan ini berlaku terhadap perlindungan anak yang berkenaan dengan hak-hak anak, dan menciptakan dua kewajiban bagi dewan perwakilan rakyat. Pertama, setiap mereka mengadopsi standar hukum yang diajukan oleh otoritas administratif atau pengadilan, mengenai hal-hal yang relevan dengan perlindungan anak, mereka harus menjamin bahwa standar semacam itu yang menunjukkan bahwa kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan pertama pembuat keputusan. Kedua, dewan perwakilan rakyat sendiri harus menjadikan kepentingan terbaik anak sebagai prioritas dalam membuat draft undang-undang seluruhnya. Legislasi Nasional untuk Perlindungan Anak Ketika prinsip–prinsip perlindungan anak dimasukkan (enshrined (enshrined) enshrined) dalam konstitusi, langkah berikutnya adalah mengembangkan dan mengadopsi perundang-undangan nasional untuk memberlakukan perlindungan anak. Satu cara yang efektif untuk melakukan hal ini adalah dengan melakukan telaah/tinjauan ulang terhadap standar dan hukum nasional untuk melihat apakah standar dan hukum nasional itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan protektif standar internasional dimana negara tersebut menjadi anggotanya. 20 • Proses review dan amandemen perundang-undangan sering memakan waktu bertahuntahaun, dan mungkin tidak selesai selama periode kekuasaan pemerintahan ketika proses tersebut dimulai. Oleh karena itu, melakukan pendekatan hukum secara non-partisan dipandang perlu, dengan partisipasi aktif dari anggota dewan yang mewakili spektrum partai politik yang seluas-luasnya, untuk menjamin bahwa proses akan tetap berjalan meskipun terjadi perubahan dalam pemerintahan. • Reformasi hukum untuk perlindungan anak tidak hanya menjadi urusan para ahli hukum saja. Pendekatan antar-disiplin, yang melibatkan para ahli dan praktisi dari bidang-bidang sosial, medis, dan hukum yang terkait, bisa menghasilkan perundang-undangan yang lebih baik dibanding bila hanya mempertimbangkan perspektif hukum semata. • Reformasi hukum yang dipercayakan pada panitia kecil mengandung resiko ditunda karena munculnya berbagai prioritas lain, atau resiko sebaliknya – disetujui secara terburu-buru tanpa pertimbangan yang matang atas isu-isu dan sudut pandang yang relevan. Sebaliknya, keterlibatan berbagai kalangan asosiasi profesi yang lebih luas, kelompok-kelompok anak, dan kelompok-kelompok kepentingan lain terkait (seperti kelompok-kelompok perempuan, kelompok-kelompok kepemudaan, kelompok-kelompok yang mencurahkan perhatian pada hak-hak etnis dan agama minoritas, orangtua anak penyandang cacat dan kelompokkelompok agama yang terlibat dalam rehabilitasi anak-anak pelaku pelanggaran hukum) memiliki sejumlah kelebihan. - - Pertama, mereka yang paling dekat terlibat dalam bidang tertentu, termasuk para orang tua, praktisi dan anak-anak sendiri, sering memiliki pandangan–pandangan yang berbobot dalam reformasi hukum. Kedua, keterlibatan banyak pihak membantu menjamin bahwa proses itu tidak akan kehilangan momentum karena kurangnya interest. Ketiga, partisipasi aktif dari mereka yang berkerja dengan anak-anak memudahkan dicapainya implementasi perundang-undangan baru yang efektif. Keempat, partisipasi yang luas dalam proses telaah/tinjau ulang dan reformasi hukum dapat memiliki nilai sendiri sebagai pelaksanaan upaya untuk menciptakan kesadaran mengenai hal tersebut. • Kajian-kajian mengenai dampak perundang-undangan yang ada – yang mencakup berbagai isu seperti seberapa jauh perundang-undangan itu sebenarnya diterapkan dalam praktek, seberapa jauh tujuan-tujuan undang-undang itu dicapai dan alasan-jelas untuk setiap kekurangan yang didentifikasi oleh kajian itu – dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi pembaruan hukum. Kajian-kajian ini dapat juga mengidentifikasi celahcelah dalam perundang-undangan yang ada dalam melindungi anak dan mengidentifikasi, menakar besaran, dan menganalisa pelanggaran hak-hak anak yang perlu dicermati. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang penting tidak hanya dalam menciptakan dan membangkitkan kesadaran akan perlunya suatu perundang-undangan yang baru, namun juga dalam membantu agar perundang-undangan disesuaikan secara tepat dengan dinamika ekonomi, sosial dan budaya yang memicu terjadinya pelanggaran yang ada. • Dalam upaya mengefektifkan perundang-undangan yang baru, biaya untuk mengimplementasikan perundang-undangan tersebut harus diperhitungkan dan badanbadan eksekutif, legislatif dan judikatif yang terkait harus membangun komitmen untuk menegakkan, memperkuat dan memperluas cakupan lembaga-lembaga dan programprogram yang diperlukan dalam implementasi perundang-undangan tersebut. Perundangundangan yang sepenuhnya cocok dengan standar internasional mengenai hak-hak anak, namun tidak mungkin diimplementasikan karena insfrastruktur yang diperlukan tidak ada, tidak akan banyak bermanfaat dan bahkan dalam beberapa hal bisa merugikan (counter ( productive). • Di beberapa kawasan dunia, pertukaran pengalaman dan berbagai bentuk lain kerjasama yang berkenaan dengan reformasi hukum dapat dipetik manfaatnya, khususnya bagi negara-negara kecil atau yang sumber-sumber daya hukumnya terbatas dan memiliki banyak kesamaan budaya, dan tradisi hukum yang sama, dan mengalami masalah sosial dan ekonomi yang hampir sama. 21 • Beberapa negara memiliki hukum atau peraturan khusus untuk anak yang mengkonsilidasikan semua peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak menjadi satu. Dalam beberapa hal, ini bisa efektif, memberikan satu titik rujukan untuk semua hak-hak anak, termasuk yang menyangkut perlindungan anak. Di pihak lain, hal ini terbukti kurang efektif, dengan berbagai tumpang-tindih, serta ketidak-konsistenan bahkan ketidakcocokan antara undang-undang anak dengan bagian peraturan dan perundang-undangan lainnya. Checklist untuk Melakukan Aksi Apa yang bisa dilakukan dewan perwakilan rakyat dan anggota-anggotanya Peraturan perundang-undangan nasional menetapkan prinsip-prinsip, tujuan dan prioritas bagi aksi nasional untuk menjamin perlindungan anak dan menciptakan perangkat guna melaksanakan aksi tersebut. Adalah mendesak bagi Anggota-anggota dewan perwakilan rakyat uuntuk mengambil langkah– langkah berikut: • • • • • • • Menjamin bahwa dewan perwakilan rakyat mengadopsi peraturan perundang-undangan nasional yang berkesesuaian dengan instrumen-instrumen hukum internasional, dimana negara anda menjadi salah satu pihaknya. Menjamin bahwa peraturan perundang-undangan yang ada ditelaah – oleh badan-badan pemerintah yang berkompeten, suatu komisi khusus dewan perwakilan rakyat, atau badan resmi lainnya – untuk menentukan apakah ketentuan-ketentuannya konsisten dengan Konvensi Hak-hak Anak. Dimana diperlukan, gunakan prosedur parlementer untuk menjamin bahwa Pemerintah mengirimkan draf peraturan perundang-undangan atau amandemen terhadap peraturan perundang-undangan yang ada, ke Dewan Perwakilan Rakyat. Jangan ragu untuk berhubungan, berkonsultasi, dan bekerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat sipil yang bekerja di bidang perlindungan anak ketika mengembangkan peraturan perundang-undangan nasional, agar dewan memiliki akses terhadap pengalaman dan data yang menyeluruh. Anak-anak dan pemuda juga harus dilibatkan dalam proses ini. Pastikan bahwa perundang-undangan nasional disertai dengan peraturan dan upaya-upaya administratif terkait untuk menjamin pelaksanaan yang memadai. Pastikan bahwa biaya implementasi perundang-undangan baru dimasukkan dalam anggaran nasional. Lakukan pertukaran pengalaman pelaksanaan yang baik dengan negara-negara tetangga atau negara lain. Mengawasi Kegiatan Pemerintah Mengawasi kegiatan pemerintah merupakan salah satu peran utama dewan perwakilan rakyat. Dewan perwakilan rakyat dan anggotanya berhak atas informasi yang memungkinkan mereka mengakses dan meneliti kegiatan–kegiatan seluruh cabang pemerintahan. Anggota dewan perwakilan rakyat dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang sedang dilakukan pemerintah atau menanyakan mengapa suatu hal belum dilaksanakan. Melalui pertanyaan yang mereka ajukan, para anggota dewan dapat menarik perhatian berkenaan dengan kegagalan dalam kebijakan dan menjelaskan tentang masalah-masalah yang mungkin telah luput dari perhatian pemerintah. 22 Perlindungan anak secara potensial menjadi perhatian dalam setiap pokok bahasan yang masuk ke dewan perwakilan rakyat. Karena hal yang demikian, bagian pertama dari setiap peran parlementer adalah untuk mempertimbangkan atau mencari informasi mengenai implikasi perlindungan anak yang potensial dari pokok pembahasan yang masuk ke anggota dewan. Perspektif perlindungan anak yang berkaitan dengan beberapa masalah mungkin tidak selalu nampak jelas. Anggota dewan dapat mendapatkan pandangan tambahan terhadap aspek-aspek perlindungan anak dari serangkaian permasalahan melalui kontak dengan LSM dan organisasi lain seperti UNICEF. Bidang yang memiliki Perlindungan Anak • • • • • • • • • • • • • perhatian potensi berkenaan dengan Kebijakan Ekonomi dan pembangunan; Upaya-upaya keamanan Kebijakan pendidikan Kebijakan kesehatan Hukum Pidana Ketentuan-ketentuan mengenai Perdagangan Undang-undang Ketenagakerjaan Peraturan tentang Media Legislasi mengenai Keadaan Darurat (misalnya, dalam situasi konflik) Kebijakan kesejahteraan sosial Kebijakan Perawatan Anak Imigrasi Perpajakan Anggota dewan dapat mendorong pertimbangan perlindungan anak dalam semua aspek agenda dewan dengan mengajukan pertanyaan. Seorang anggota dewan mungkin mengajukan pertanyaan selama debat mengenai rancangan undang-undang yang berkaitan dengan perekrutan militer, tentang upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk menjamin bahwa mereka yang berusia di bawah 18 tahun tidak akan direkrut. Dewan Perwakilan Rakyat dan para anggotanya hendaknya menjamin bahwa pemerintah akuntabel, sebanding dalam komitmen nasional dan internasionalnya. Mereka harus mencermati kegiatan pemerintah dan harus juga mengajukan pertanyaan yang mengarah pada ambiguitas dalam tanggungjawab antara departemen–departemen pemerintahan mengenai perlindungan anak: di beberapa negara, tanggungjawab atas perlindungan anak berada di berbagai kementerian yang berbeda, dan dimana hal ini terjadi, akuntabilitas/tanggungjawab dapat hilang. Sungguh, sangatlah penting mengetahui secara jelas prioritas yang diberikan oleh berbagai kementerian atau departemen terhadap perlindungan anak. Para anggota dewan dapat juga secara produktif mencari jawaban tentang siapakah yang bertanggungjawab atau kementerian penting manakah yang bekerja untuk menjamin pelaksanaan perlindungan anak, seperti Departemen Pendidikan, Ketenagakerjaan, Pertahanan, atau Kesehatan. Misalnya, seorang anggota dewan mungkin bersikukuh bahwa kapasitas biro atau kantor statistik nasional harus ditingkatkan sedemikian rupa sehingga kantor tersebut diperlengkapi untuk memantau, mencatat, dan menganalisa berbagai masalah perlindungan anak secara tepat. Anggota dewan bisa juga mendorong informasi dan tindakan tentang kordinasi antara berbagai departemen atau kementerian yang berbeda mengenai perlindungan anak. Misalnya, masalah buruh anak memerlukan berbagai upaya dari Kementerian Ketenagakerjaan, Kehakiman dan Pendidikan. 23 Para anggota parlemen dapat mempromosikan agenda perlindungan anak dengan menanyakan data spesifik. Misalnya, seorang anggota dewan mungkin menanyakan proporsi korban pembunuhan yang berusia di bawah 18 tahun selama periode tertentu. Pertanyaan mengenai hal ini berfungsi memaksa mereka yang memantau pembunuhan untuk mempertimbangkan aspek masalah perlindungan anak dalam pekerjaan mereka, mengangkat berbagai isu mengenai kekerasan terhadap anak dan mungkin juga untuk mendapatkan suatu jawaban yang tidak diduga – dan dalam beberapa kasus, mengejutkan–yang menciptakan momentum untuk mendapatkan tanggapan. Kadang-kadang, anggota dewan dapat mengangkat isu perlindungan anak tertentu dengan merujuk pada atau mencermati suatu kasus individual. Ketika hal ini dilakukan, adalah penting bahwa perlindungan terkait yang dirujukan ke hal di atas – seperti menjamin kerahasiaan dan privasi bagi anak-anak yang kasusnya didiskusikan secara terbuka – diperhitungkan. Meskipun demikian, kasus individual dan cerita-cerita anak yang menjadi perhatian mereka dapat memberikan landasan yang kuat untuk melakukan perubahan. Dewan Perwakilan Rakyat juga memantau kinerja dan tindakan pemerintah. Oleh karena itu, mereka memiliki kapasitas untuk menanyakan pertanyaan tentang beberapa hal belum dilakukan oleh pemerintah. Ini mungkin termasuk kegagalan pemerintah untuk meratifikasi standar internasional perlindungan anak yang penting (lihat di atas) atau kegagalan pemerintah mengalokasikan sumber daya atau menerapkan perundang-undangan untuk perlindungan anak. Pemantauan itu juga mencakup kegagalan pemerintah untuk mengambil manfaat atau berpartisipasi dalam kerjasama internasional yang bertujuan mempromosikan perlindungan anak, atau kegagalan menjalin kerjasama dengan mekanisme pengawasan internasional bagi hak-hak perlindungan anak, seperti dengan kegagalan pemerintah untuk melapor ke Komite Hak-hak Anak atau mengijinkan kunjungan–kunjungan ke penjara oleh UN rappoteurs atau Komite Palang Merah Internasional. Checklist untuk Melakukan Aksi Apa yang bisa dilakukan dewan perwakilan rakyat dan anggota-anggotanya Para anggota dewan sebaiknya tidak usah ragu menggunakan prosedur dan mekanisme dewan untuk mengawasi tindakan pemerintah dan menjamin mereka memenuhi komitmen mereka terhadap perlindungan anak. Secara lebih khusus, anggota dewan harus memanfaatkan mekanisme dewan untuk menjamin bahwa masalah-masalah perlindungan anak diarusutamakan dalam semua kegiatan dewan dan kegiatan pemerintah, dan bahwa tanggungjawab dan mandat departemen-departemen pemerintah secara jelas ditetapkan dalam upaya untuk menjamin kordinasi yang semestinya, dan menghindarkan celah-celah dalam tingkat implementasi oleh pemerintah. Pengembangan Kebijakan Sebagai figur politik yang penting dan sebagai wakil rakyat, anggota dewan memiliki kepentingan dalam pengembangan kebijakan yang penting seperti peluncuran program program-program yang menjamin perlindungan anak. Dalam mengawasi tindakan-tindakan pemerintah di bidang ini, para anggota dewan harus menjamin bahwa: 24 • • • • Program-program menetapkan jangka waktu dan bahwa mereka memberikan tanggal sasaran pasti untuk mencapai hasil-hasil tertentu; Dana yang memadai dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang direncanakan melalui proses anggaran nasional; Rakyat harus diberi informasi yang berkenaan dengan rencana dan pelaksanaan kegiatan; Dewan memiliki kesempatan untuk mereview secara berkala kemajuan yang dicapai dalam pelaksanaan program nasional dan, itu berarti pula bahwa anggota dewan juga memantau kemajuan yang dicapai di lapangan; Anda mungkin akan mengusulkan dilaksanakannya dengar pendapat untuk mencermati keadaan-keadaan tertentu dan melakukan assesmen perkembangannya. Kewajiban-kewajiban Melapor Negara-negara anggota Konvensi Hak-hak Anak memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan mengenai status pelaksanaan Konvensi Hak-hak Anak tersebut. Sebagai pihak yang mengawasi kinerja pemerintah, dewan perwakilan rakyat memainkan peran penting dalam menjamin bahwa Negara secara penuh mematuhi kewajiban melapor sebagai negara anggota ke Konvensi. Adalah penting untuk membuat laporan yang diserahkan tepat waktu dan berisi informasi yang lengkap. Saat negara anda menjadi anggota konvensi, anda dapat memastikan bahwa: • • • • Laporan pendahuluan dan laporan berkala berikutnya diserahkan sesuai dengan periodisasi yang ditentukan dalam Konvensi; Anda harus menanyakan jadwal pelaporan negara anda dan menjamin bahwa Negara menghormati jadwal tersebut. Bila laporan ditunda, anda bisa meminta penjelasan dan, bila diperlukan, menggunakan prosedur/mekanisme dewan, baik untuk mendesak Pemerintah anda mematuhi kewajiban membuat laporan sesegera mungkin ataupun melakukan mobilisasi pendapat publik. Dewan Perwakilan Rakyat, melalui komisi yang relevan, dilibatkan dalam pembuatan laporan, memberikan masukan yang berkenaan dengan informasi atau diberi informasi mengenai isi laporan tersebut. Bebagai aksi yang dilakukan dewan dimasukkan dan secara memadai dan tercermin dalam laporan. Para anggota dewan harus juga menjamin bahwa tindak lanjut yang terhadap laporan dan rekomendasi komite dewan dilaksanakan. Untuk itu, anda mungkin berkeinginan untuk: • • • Menjamin bahwa observasi simpulan dari Komite disampaikan kepada dewan dan dewan melaksanakan debat berkenaan dengan hasil observasi tersebut. Melakukan pendekatan dengan kementerian yang relevan mengenai tindakan yang diambil untuk melaksanakan rekomendasi Komite dan, bila dipandang sesuai, mengajukan pertanyaan secara lisan maupun tulisan kepada mereka Menyelenggarakan atau berpartisipasi dalam debat publik mengenai implementasi dari simpulan observasi dalam upaya membangkitkan kesadaran tentang langkah-langkah yang perlu diambil untuk mempercepat penerapan konvensi secara penuh. Laporan negara–negara anggota konvensi dapat ditemukan, bersama dengan komentar-komentar penutup Komite, rekomendasi, panduan, dan infomasi lain yang relevan dalam website Komisi Tinggi Hak Azasi Manusia PBB (UN High Commission for Human Rights), yaitu www.unhchr.ch. 25 Pengalokasian Sumber-sumber Di banyak negara, anggaran nasional disusun oleh kekuasan eksekutif dan diajukan ke dewan perwakilan rakyat untuk disetujui. Jadi, para anggota dewan berbagi tanggung jawab untuk menjamin bahwa sejumlah dana yang cukup dialokasikan untuk perlindungan hak-hak anak. Ini meliputi sumber-sumber daya keuangan serta waktu dan enerji dari berbagai lembaga yang berbeda dan cabang-cabang pemerintahan. Para anggota dewan harus memulai dengan gagasan yang jelas tentang apa yang dibutuhkan untuk menjawab masalah-maslaah perlindungan anak yang dihadapi oleh negara mereka. Maka, mereka harus melihat sumber-sumber apa saja yang harus tersedia, dan mengukur sumbersumber tersebut berdasarkan pada pengetahuan mereka mengenai keadaan anggaran nasional secara keseluruhan. Dalam melakukan penilaian ini, penggunaan hasil kerja pihak lain, apakah mereka itu LSM nasional maupun internasional, atau organisasi internasional seperti ILO, UNDP, UNESCO, UNICEF, WHO, dan IPU dipandang cukup bermanfaat. Adalah penting untuk tidak hanya melihat pengalokasian uang saja, namun juga pada apa yang dicapai dengan pengeluaran tersebut. Akanlah tidak biasa untuk mempertimbangkan sektor pendidikan semata-mata dari sisi jumlah uang yang dialokasikan untuk bidang itu misalnya, tanpa memperhitungkan tingkat jumlah siswa yang tertampung dan pencapaian pendidikannya. Hal yang sama berlaku terhadap pengeluaran untuk perlindungan anak. Misalnya, adalah tidak cukup hanya semata-mata mengetahui berapa banyak dana yang telah dikeluarkan untuk demobilisasi, rehabilitasi dan melakukan reintegrasi bekas-bekas anak yang bergabung dalam kekuatan tempur di sebuah negara yang baru saja mengalami perang. Juga dipandang penting untuk mengetahui berapa banyak anak-anak yang telah dibantu, tindak-lanjut macam apakah yang telah diberikan, dan bagaimana situasi anak-anak tersebut pada saat ini, misalnya dengan menanyakan proporsi anak yang sekolah. Contoh-contoh anggaran yang berpihak pada anak Di Chili, Parlemen sedang mempertimbangkan modifikasi undang-undang anggaran yang akan menjamin peningkatan anggaran 25% alokasi dana untuk mendukung lembaga-lembaga perlindungan anak, serta amandemen konstitusi yang akan memperluas wajib belajar menjadi 12 tahun. Di Thailand, sesuai dengan Rencana Pembangunan Sosial dan Ekonomi Tahap Sembilan, sasaran anggaran 2003 adalah anak-anak dan remaja, kaum miskin dan tak beruntung, orang cacat dan penganggur. Diharapkan bahwa sekitar 15 juta anak akan mendapatkan manfaat dari programprogram di dalam rencana anggaran yang baru. Para anggota parlemen juga mendesak untuk melakukan perdebatan mengenai anggaran nasional dan mengawasi pelaksanaannya. Debat semacam itu, dengan tujuan untuk menelaah upaya– upaya perlindungan secara seksama dari kekerasan, abuse, dan eksploitasi—dapat memberikan dasar yang kuat bagi kerja yang berkelanjutan. 26 Checklist untuk Melakukan Aksi Apa yang bisa dilakukan dewan perwakilan rakyat dan anggota-anggotanya. Dewan Perwakilan Rakyat membaca, mendiskusikan dan mengesahkan anggaran nasional dan mengawasi pelaksanaannya. Dalam mendiskusikan anggaran nasional tersebut, para anggota dewan sebaiknya menjamin bahwa: • • • Mereka bekerja dengan berbagai mitra, termasuk masyarakat sipil dan organisasi-organisasi internasional, agar memiliki gambaran yang lengkap mengenai berbagai isu tentang perlindungan anak. Data mengenai situasi dan kebutuhan anak di negara tersebut dikumpulkan dan disebarluaskan. Komitmen pemerintah berkenaan dengan masalah-masalah perlindungan anak cocok dengan kebutuhan-kebutuhan perlindungan anak sebagaimana diidentifikasi dalam data dam analisis, dan tercermin serta secara memadai didanai dalam anggaran nasional. Advokasi Sebagai wakil rakyat, anggota dewan merupakan pembentuk opini publik. Dengan demikian, mereka merupakan orang yang tepat untuk mempromosikan isu-isu perlindungan anak dalam dewan sendiri dan di masyarakat. Peran unik sebagai wakil yang terpilih dan penghubung antara rakyat dan pemerintah, memberikan kepada dewan, berbagai kesempatan, kewenangan, legitimasi dan tanggungjawab untuk melakukan advokasi melawan kekerasan, abuse dan eksploitasi. Selain itu, melalui kerangka kerja yang dicerminkan dalam program partainya, anggota dewan dapat menggalang dukungan mengenai isu-isu ini. Anggota dewan dapat menggunakan suaranya untuk mengangkat isu-isu perlindungan anak. Banyak isu yang berkaitan dengan perlindungan anak bisa saja sangat sensitif, tersembunyi di belakang stigma, kerahasiaan, rasa malu atau korupsi. Isu-isu mengenai anak merupakan hal yang tabu, khususnya yang berkaitan dengan seks atau agama. Kediaman ini merupakan penghalang bagi kemajuan perlindungan anak. Adalah tidak mungkin memobilisasikan aksi mengenai sesuatu yang tidak dianggap ada oleh masyarakat. Dengan mengangkat isu-isu perlindungan anak di publik dan menunjukkan kepemimpinan dalam menghadapi isu-isu yang rumit, anggota dewan dapat mengatasi salah satu kendala utama untuk menjawab dan mencermati isu-isu perlindungan anak di beberapa negara. Kami berjanji bahwa sebagai orang dewasa, kami akan mempertahankan hak-hak anak dengan kegairahan yang sama dengan yang kami miliki sekarang sebagai anak-anak. Pesan yang dipersiapkan , diperdebatkan, dan disepakati oleh 400 anak dan remaja dari Delegasi Forum Anak, sebagai bagian dari Sidang Khusus Majelis mengenai Anak, 8-10 Mei 2002. 27 Melalui kepemimpinan mereka, anggota dewan perwakilan rakyat juga dapat menjadi perekat dan menjadi sumber penggerak bagi pihak lain untuk ikut berkiprah dalam perlindungan anak, menyatukan pihak-pihak dari berbagai kalangan dalam kemitraan. Kemitraan semacam itu dapat melibatkan berbagai asosiasi perdagangan, kelompok-kelompok orang tua, organisasi keagamaan, anak-anak dan remaja sendiri. Pekerjaan advokasi dapat dimulai dengan mengidentifkasi konstituennya yang berpengaruh dan penting dalam perlindungan anak. Konstituen ini bisa meliputi para hakim, pekerja sosial, guru, dokter dan polisi. Kegiatan spesifik dapat direncanakan dengan berbagai pesan yang “dititipkan” secara hati-hati kepada konstituensi semacam itu. Para anggota dewan juga dapat mengambil kesempatan dengan mengunjungi berbagai pelayanan perlindungan anak di negara masing-masing, khususnya di wilayah konstituennya. Mereka kemudian dapat melaporkan ke dewan mengenai kunjungan-kunjungan semacam itu. Kunjungan semacam itu akan sangat menarik, bila dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya dan bersifat spontan. Ketika mempersiapkan kunjungan, berbagai kontak dengan berbagai organisasi perlindungan anak dapat memberikan bekal yang sangat berharga, yang akan memaksimalkan efektifitas kunjungan tersebut. Di beberapa negara, kelompok-kelompok dan perorangan telah mencoba untuk membangkitkan komitmen sosial dan komitmen politik yang nyata untuk menciptakan lingkungan yang protektif bagi anak. Mereka itu mungkin perorangan, lembaga swadaya masyarakat, asosiasi perdagangan atau kelompok-kelompok keagamaan. Dengan memberikan dukungan kepada upaya-upaya semacam itu, para anggota dewan sungguh dapat meningkatkan kinerja mereka. Masyarakat madani merupakan kekuatan utama untuk mempertahankan kesinambungan, perkembangan dan perlindungan dan partisipasi anak dan menjamin kualitas dan kesinambungan berbagai pelayanan sosial. Kita akan memajukan perkembangan masyarakat madani dan mendorong berbagai aksi/tindakan bagi anak yang dilakukan oleh masyarakat madani, khususnya melalui peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang cocok dengan norma-norma dan standar internasional yang berlaku. Kita mengakui lembaga swadaya masyarakat sebagai kontributor yang sangat penting bagi pembangunan masyarakat, dan akan mendorong kerjasama dan kemitraan antara masyarakat LSM dan jajaran pemerintahan. Ashgabat Declaration of Inter-Parliamentary Workshop ‘Implementation of the Convention on the Rights of the Child in Central Asia and Kazakhstan” yang diselenggarakan oleh UNICEF dan Turkmenistan dibawah sponsor Inter-Parliamentary Union, 20-22 Februari 1997. 28 Sungguh perlu untuk mengetahui bahwa bekerja dalam bidang perlindungan anak memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang seksama dan hati-hati. Ketika keadaan belum dianalisa dan diukur secara menyeluruh, berbagai tindakan dengan niat yang terbaik sekalipun dapat mengundang konsekwensi yang tidak diinginkan. Salah satu contoh yang paling sering dipetik adalah upaya menarik anak dari perburuhan anak. Pengalaman menunjukkan bahwa ketika anak ditarik dari lapangan pekerjaannya, namun upaya-upaya yang terkait yang dilakukan tidak secara jelas menjamin bahwa akar permasalahannya tidak dicermati dan diselesaikan juga, mereka akan tetap berada dalam tekanan yang sama untuk bekerja mendapatkan uang untuk membiayai diri sendiri dan keluarganya. Jadi, mereka dipaksa masuk ke lapangan kerja yang tidak terlalu ketat peraturannya, termasuk berbagai jenis pekerjaan yang terburuk bagi anak seperti prostitusi misalnya. Adalah penting untuk mempertimbangan berbagai implikasi yang mungkin timbul dari serangkaian tindakan ketika bekerja dalam bidang perlindungan anak. Adalah juga penting untuk berhati-hati ketika bekerja dengan media atau menangani berbagai kasus-kasus individual. Media dapat secara tak sengaja mengangkat berbagai masalah perlindungan anak secara sensasional, yang justru menjadikan stigma dan menambah rasa malu korban. Adalah juga sangat penting untuk melindungi kerahasiaan dan privasi anak yang kasusnya mungkin muncul ketika suatu masalah dalam proses penanganan. Nama-nama tidak boleh dipaparkan ke publik sama sekali, kecuali sungguh-sungguh dianggap penting. Dokumen dan catatan-catatan yang berkaitan dengan informasi pribadi mengenai anak-tersebut sebaiknya disimpan hanya ketika hal itu dianggap sangat mendesak. Ketika hal itu harus dilakukan, kehatianhatian harus benar-benar dilakukan untuk menjamin bahwa informasi tidak dapat dikomunikasikan ke pihak yang tidak seharusnya mendapatkan informasi tersebut. Akhirnya, ketika anak-anak menjadi terlibat dalam penanganan perlindungan, mereka menjadi rentan akibat kegiatan yang dilakukannya itu. Kerentanan ini mungkin dalam bentuk “balas dendam” dari mereka yang terlibat dalam eksploitasi. Menjaga kerahasiaan bisa membantu mengatasi permasalahan semacam ini. Berbagai Acara Perlindungan Anak Di Madagaskar, setiap tahun pada bulan Juni, diselenggarakan berbagai kegiatan bagi anak. Ada kunjungan ke tempat-tempat penampungan/rumah singgah anak, dan para anak jalanan dikumpulkan untuk makan bersama, pembagian pakaian, mainan-mainan bernilai pendidikan, dan rekreasi. Pusat-pusat retreat dan permenungan didirikan oleh kelompok-kelompok gereja dan organisasi masyarakat sipil untuk meningkatkan kepekaan orang dewasa terhadap permasalahan anak dan Konvensi Hak-hak Anak. Sumber: Laporan Negara Anggota ke Komite Perlindungan Anak (CRC). 29 Checklist untuk Melakukan Aksi Apa yang dapat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota-anggotanya Para Anggota dewan sebaiknya mempertimbangkan untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai kampanye untuk membangkitkan dan meningkatkan kesadaran dan menghimpun pendapat publik tentang berbagai permasalahan dalam perlindungan anak. Partisipasi bisa dalam bentuk-bentuk kegiatan berikut: • • • • • • • • • • 30 Menjamin bahwa informasi mengenai hak-hak anak disebarkan secara luas dan, secara lebih khusus, pastikan bahwa Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) tersedia dalam bahasa nasional masing-masing. Anda bisa menghubungi UNICEF untuk menanyakan terjemahanKHA yang ada. Menyampaikan pidato-pidato mengenai berbagai permasalahan perlindungan anak Menyelenggarakan atau ambil bagian dalam debat publik di televisi dan radio Menulis artikel di surat kabar Menyelenggarakan acara untuk umum berkenaan dengan peringatan Hari Anak Internasional pada tanggal 20 November, untuk menarik perhatian khalayak terhadap masalah-masalah perlindungan anak memberikan dukungan bagi upaya-upaya dan berbagai proyek setempat yang ditujukan untuk menjamin perlindungan anak Melakukan berbagai kunjungan ke sekolah setempat untuk mendorong upaya para guru untuk menjelaskan dan menyampaikan hak-hak anak Berembug dengan berbagai pihak yang bertanggungjawab atas penegakkan hukum di wilayah setempat mengenai berbagai upaya yang mereka lakukan untuk mengidentifikasi berbagai kasus pelanggaran terhadap hak-hak anak dan berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Melakukan pendekatan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan berbagai pegiat masyarakat madani yang bergerak di bidang perlindungan anak. Menulis artikel atau pidato tentang apa yang anda pelajari dari pengalaman anda selama anda menggeluti berbagai hal di atas. Bab MEKANISME DAN KEBUTUHAN DALAM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 5 Kami mendorong dibangun dan diperkuatnya berbagai komite, komisi, dan kelompokkelompok dalam Dewan yang mengurusi berbagai permasalahan yang dihadapi Anak di masing-masing negara dengan tujuan untuk melakukan penelaahan dan penilaian terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak, dan merumuskan rekomendasi untuk mengubah dan melengkapi peraturan dan perundang-undangan yang ada. Ashgabat Declaration of Inter-Parliamentary Workshop ‘Implementation of the Convention on the Rights of the Child in Central Asia and Kazakhstan” yang diselenggarakan oleh UNICEF dan Turkmenistan di bawah sponsor Inter-Parliamentary Union, 20-22 Februari 1997. Dalam upaya untuk menunaikan tugas-tugasnya yang berkait dengan perlindungan anak, dewan perwakilan rakyat perlu meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya. Upaya ini mencakup pengembangan perangkat dewan yang menangani perlindungan anak, penguatan kemampuan parlemen dalam riset tentang berbagai perlindungan anak dan membentuk serta mempertahankan jaringan kerjasama dengan berbagai kalangan di tingkat nasional dan internasional. Mengembangkan Mekanisme Dewan bagi Perlindungan Anak Mekanisme parlementer bisa sangat penting dalam penekenan, tidak hanya ratifikasi atau aksesi berbagai instrumen hukum yang mencakup berbagai masalah perlindungan anak saja, namun juga perkembangan implementasi peraturan dan perundang-undangan, kebijakan, dan programprogram nasional yang terkait. Mekanisme spesifik yang mendorong dicapainya tujuan-tujuan tersebut harus dilembagakan dan dikembangkan, serta sumber-sumber dana dan tenaganya harus tersedia. Hal ini meliputi: • • • Satu atau beberapa komite atau memilih panitia dewan (bila ada lebih dari satu komite, kegiatan komite-komite tersebut harus dikordinasikan untuk memastikan bahwa masalahmasalah perlindungan anak diperhitungkan dalam semua produk yang dihasilkan dewan.) Sebuah komite perlindungan anak, yang mewakili berbagai partai politik yang melaksanakan debat parlemen yang teratur tentang berbagai permasalahan yang muncul Sebuah kolompok informal mengenai masalah perlindungan anak yang secara ketat memantau tindakan-tindakan yang diambil pemerintah dan membangun hubungan dengan masyarakat sipil. 31 Komite Dewan Perwakilan Rakyat tentang Anak: Belajar dari Jerman Dalam Parlemen Jerman (German Bundestag), Komisi Perlindungan Kepentingan Anak (Commission Commission to Safeguard the Interests of Children - atau the Children Commission) yang telah ada sejak tahun 1988, adalah sebuah sub-komite yang berada di bawah Komite Urusan Keluarga, Warganegara Usia Lanjut, Wanita dan Pemuda (the Committe for Family Affairs, Senior Citizens, Women and Youth). Masing-masing partai memiliki wakil dalam Bundestag menunjuk salah satu anggota yang memiliki hak suara untuk duduk dalam Komisi. Ketua komisi anak ditunjuk secara bergiliran di antara mereka yang mewakili partai. Karena komisi itu bekerja berdasarkan prinsip-prinsip konsensus, keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan publiknya hanya dimungkinkan ketika ada prinsip anonimitas. Untuk menjadikan komisi itu bekerja dengan efektif, Komisi tersebut, yang tidak memiliki hak mosi (motion rights), mendesak agar kekuasaannya di parlemen diperluas. Komisi Anak melihat dirinya sebagai lobi bagi anak: sebagai badan dalam parlemen yang memberikan gagasan-gagasan dan prakarsa baik di dalam maupun di luar parlemen untuk memperbaiki keadaan anak. Dalam hal ini, Komisi melakukan berbagai kegiatan yang luas cakupannya, seperti dengarpendapat, diskusi dengan para ahli, mengeluarkan berbagai pernyatan, misi-misi pencarian fakta, dan hubungan masyarakat. Komisi telah menaruh perhatian dengan sunggun-sungguh dalam meningkatkan hak-hak anak, meningkatkan kondisi kehidupan mereka, pencegahan kekerasan selama pengasuhan anak, dan permasalahan pornografi dan kesalahan perlakuan terhadap anak. Sumber: Laporan Jerman ke Komite Hak Hak Anak, CRC/C?83/Add.7 paragraf 16 dan 17. Aliansi Lintas Partai Pendekatan lain yang bisa diterapkan anggota dewan adalah dengan menciptakan aliansi politik lintas partai sekitar perlindungan anak. Aliansi semacam ini dipandang tidak terlalu partisan, agar mampu bertahan meskipun pemerintahnya berubah, dan memiliki kredibilitas yang lebih baik baik di dalam parlemen maupun di luar parlemen. Aliansi juga mempromosikan karyanya melalui kontak dan kolaborasi dengan dengan para anggota dewan di negara lain baik secara bilateral atau melalui organisasi bilateral melalui multilateral seperti Inter-Parliamentar Union. Penciptaan kantor bagi ombudsman mengenai hak-hak anak Beberapa negara telah mendirikan suatu badan ombudsmen tentang hak-hak anak, di bawah otoritas parlemen. Fungsi dari ombudsmen adalah membuat rekomendasi, kritik dan penilaian yang dianggap harus diberi catatan atau dipenuhi oleh badan-badan publik. Peranan Ombudsman hak-hak anak melibatkan pendekatan-pendekatan langsung dan aktif terhadap pekerjaan bila dibandingkan dengan, katakanlah, ombudsman yang menangani administrasi publik. Misalnya, ombudsman bisa memiliki hak untuk melaporkan kotamadya yang tidak melaksanakan peraturanperaturannya yang berkaitan dengan masalah hak-hak anak kepada pihak kepolisian. Walaupun hal itu tidak harus berarti bahwa kasus itu harus berakhir di pengadilan atau mengakibatkan digelarnya proses pengadilan pidana, ombudsman dapat memancing perdebatan publik mengenai masalah-masalah kondisi kehidupan anak-anak, kurangnya perawatan yang memadai, dan reaksi-reaksi anak itu sendiri. Jadi menempatkan masalah-masalah ini ditempat yang lebih utama dalam agenda politik. 32 Independensi ombudsman anak sangat penting. Dalam mewakili kepentingan anak, ada dua cara yang berbeda dalam mengelola kerja ombudsman: ia dapat bekerja pada tingkatan yang umum dan memantau tindakan-tindakan pemerintah berkenaan dengan hak-hak anak, atau ia dapat diberi mandat untuk menangani kasus atau pengaduan tertentu dari perorangan. Kasus ini kemudian dapat berfungsi sebagai contoh-contoh untuk menangani kasus-kasus lain ketika terjadi suatu saat. Ombudsman untuk anak pertama dinominasikan di Norwegia pada tahun 1981. Di Swedia, suatu evaluasi independen kantor Ombudsman merekomendasikan dilanjutkannya tugastugasnya, karena menyadari arti pentingnya. Di negara-negara lainnya, kantor Ombudsman telah menangani berbagai kasus dan pengaduan (misalnya di Perancis), seperti yang berkaitan dengan anak-anak yang berada di bawah pengawasan negara, kasus-kasus yang diduga berkaitan dengan ekspoitasi atau abuse, atau yang berkaitan dengan program-program dan pelayanan yang diberikan oleh negara. Konferensi menghimbau negara-negara peserta untuk mempertimbangkan penunjukkan seorang ombudsman khusus untuk anak dengan kemandirian dan kewenangan yang dipandang perlu untuk bertindak secara efektif dan untuk memastikan bahwa rekomendasi dari ombudsmen anak yang mandiri semacam itu atau lembaga sejenis dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait. Konferensi IPU ke 106 (Ouagadougou, Burkina Faso, September 2001) Komisi Anak Nasional Beberapa negara juga telah mendirikan Komisi Anak Nasional. Komisi ini sebaiknya merupakan badan independen yang melaporkan ke dewan perwakilan rakyat atau memasukkan anggota dewan perwakilan rakyat dalam susunan keanggotannya. Meningkatkan akses Dewan Perwakilan Rakyat ke Informasi dan Analisa yang Menyeluruh Sebagaimana disebutkan sebelumnya, karena sifat yang dimilikinya, banyak masalah yang berkaitan dengan perlindungan anak sulit untuk dipantau. Stigma, kerahasiaan, ketakutan, rasa malu, penerimaan, kriminalitas dapat menyembunyikan semua kekerasan, abuse, dan eksploitasi. Akibatnya, angka-angkanya sulit diketahui, bila tidak bisa dikatakan tak mungkin, walaupun terdapat beberapa kekecualian. Walaupun demikian keadaanya, sangatlah penting untuk bekerja dengan sebanyak mungkin informasi yang tersedia. Hal ini bisa dimuat dalam laporan resmi. Misalnya, informasi mengenai tingkat pencatatan kelahiran atau pembunuhan yang melibatkan anak mungkin tidak dapat diperoleh melalui biro statistik nasional. Dalam hal lain, mungkin dirasa perlu untuk melihat lebih jauh, misanya, dalam laporan LSM nasional dan internasional, berbagai organisasi seperti UNICEF atau laporan Komisi Tinggi Hak Azasi Manusia, Rapporteur atau berbagai komite, termasuk Komisi Hak-Hak Anak. Banyak dari informasi ini tersedia di internet di portal Komisi Hak Azasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (www.unhcr.ch) atau organisasi-organisasi seperti Amnesty Internasional (www.\amnesty.org) atau Human Right Watch (www.hrw.org). 33 Informasi digunakan sebagai dasar bagi pembuatan analisa yang kuat. Mengetahui adanya masalah tidaklah cukup. Adalah juga penting untuk mengetahui mengapa masalah itu ada, apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya, siapa yang harus melakukan tugas membereskan masalah itu, mengapa mereka tidak melakukan yang semestinya, serta apa yang mereka perlukan untuk memastikan bahwa mereka akan menjalankannya. Pertanyaan-pertanyaan itu harus dikontekstualisasikan dengan fakta yang ada untuk menciptakan gambaran yang meyakinkan untuk menginformasikan pekerjaan dalam bidang perlindungan anak. Sebagai tokoh politik yang penting yang memiliki kekuatan untuk mengawasi kebijakan dan program-program pemerintah, dan memodifikasi hal-hal tersebut bila memang diperlukan, anggota dewan memiliki kepentingan sendiri dalam memastikan bahwa suatu sistem pengumpulan data yang efektif dan mekanisme untuk memantau kebijakan-kebijakan dan program-program itu diimplementasikan sebagaimana mestinya. Dalam upaya membantu mereka dalam melaksanakan tugas-tugasnya, para anggota dewan perlu memiliki akses terhadap hal-hal berikut: • • • Suatu pelayanan pendukung penelitian yang dapat memberi mereka informasi mengenai berbagai permasalahan sekitar perlindungan anak. Untuk tujuan ini, pelatihan staf dewan dengan maksud untuk meningkatkan kesadaran mengenai berbagai hal tentang hak-hak anak secara keseluruhan dapat direalisasikan. Data nasional mengenai berbagai masalah perlindungan anak yang memadai. Mungkin akan bermanfaat untuk memastikan bahwa kantor statistik nasional atau unit pemerintahanan lainnya mengumpulkan informasi mengenai anak dan memastikan bahwa semua data dipilahpilah berdasarkan berbagai jenis abuse. Informasi yang penting karena pengukuran kebutuhan anak di negara tertentu dan perkembangan respon yang sesuai. Bila tidak ada pengumpulan dan analisa informasi yang sistematik mengenai masalah ini, dewan dapat meminta ahli statistik nasional atau lembaga pemerintah lain yang berwewenang yang diberi otoritas untuk mengumpulkan dan menganalisa data-data mengenai perlindungan anak yang relevan secara berkala. Informasi harus dibuka untuk khalayak dan dapat diakses oleh siapa saja. Sebagai bentuk solidaritas dengan berbagai ragam mitra, kami akan memimpin suatu gerakan global bagi anak yang menciptakan suatu momentum bagi perubahan yang tidak bisa ditunda-tunda. A world fit for Children, disetujui oleh Sidang Khusus Tentang Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, 2002. 34 Melibatkan Anak-anak dan Remaja Anak-anak dan remaja dapat menjadi pelaku advokasi dan pelaku yang tangguh bagi perlindungan mereka sendiri. Ketika anak-anak diundang untuk mengidentifikasi perhatian yang menjadi prioritas, mereka secara`rutin menempatkan kekerasan, abuse dan eksplotasi dalam daftar teratas agenda mereka. Anak-anak dan remaja sering mengetahui dengan sangat baik apa yang paling berarti bagi kehidupan mereka, dan memiliki pemecahan-pemecahan terbaik untuk menjawab masalahmasalah ini. Kadang-kadang, strategi yang paling efektif untuk menanamkan perlindungan anak adalah dengan memberikan kepada anak suara mereka sendiri dan mendukung upaya-upaya mereka sendiri. Banyak organisasi sekarang berkomitmen untuk mendorong dan memfasilitasi keterlibatan anak-anak dan remaja dalam berbagai isu mengenai hak-hak anak secara umum. Alasan untuk melibatkan anak dan remaja dalam upaya-upaya perlindungan anak • • • • • Anak memiliki hak untuk menyatakan pandangan-pandangannya sendiri mengenai keputusankeputusan yang berkaitan dengan mereka. Anak tahu keadaan mereka sendiri. Anak dapat menjamin bahwa pekerjaan dapat diselesaikan dan dilanjutkan. Anak tahu seberapa bagus upaya-upaya perlindungan anak melayani kepentingan mereka; melibatkan anak berarti memberdayakan mereka, memberikan kontribusi bagi perlindungan mereka. Mengembangkan kerjasama nasional dan kerjasama internasional Karena tantangan-tantangan yang ada dalam menangani masalah perlindungan anak, peluang keberhasilan akan semakin meningkat dengan dilakukannya kerjasama dengan para mitra. Ada beberapa jenis mitra yang berbeda, yang kesemuanya itu bisa menyumbangkan bagi suatu upaya bersama dalam berbagai masalah perlindungan anak yang spesifik maupun yang umum. Banyak negara memiliki gerakan masyarakat madani yang penuh energi dan terlatih yang sangat menaruh perhatian pada masalah-masalah perlindungan anak. Ada banyak contoh organisasiorganisasi sektor swasta yang mau bekerja sama dengan pihak-pihak lain dalam berbagai bidang perlindungan anak. Ada juga mitra internasional, seperti UNICEF, LSM Internasional atau bahkan anggota parlemen dari negara lain. Membangun koalisi, memberikan arahan dan dukungan, dan mengidentifikasi kesempatan kerjasama adalah segala aspek potensial dari pekerjaan perlindungan anak yang baik. Para anggota parlemen sejogjanya memastikan bahwa pemerintah berpartisipasi secara penuh dalam berbagai upaya internasional untuk mendorong penghormatan bagi hak-hak anak sebagaimana termaktub dalam Konvensi tersebut. 35 Membangun hubungan dengan para anggota parlemen dari negara lain sering bermanfaat dan para anggota parlemen dapat bertukar pengalaman mengenai keberhasilan dan pelajaran bersama serta mendiskusikan kemungkinan kerjasama bilateral dan kerjasama multilateral, khususnya yang berkenaan dengan pelanggaran hak-hak yang memerlukan kerjasama antar negara (misalnya trafiking). Salah satu mitra yang sangat penting adalah media. Jurnalis, yang memiliki kemampuan yang luarbiasa untuk mempengaruhi opini, pengetahuan, sikap dan perilaku, dapat menjadi terlibat dengan isu-isu dan kasus tertentu. Segmen media yang berbeda dapat memberikan efektifitas yang berbeda dalam konteks yang berbeda dan untuk kelompok-kelompok yang berbeda pula. Di beberapa negara, misalnya, radio dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk berkomunikasi dengan masyarakat pedesaan. 36 �������� ��������������������������� ����������������� 37 38 PENCATATAN KELAHIRAN DAN HAK ATAS IDENTITAS Bab 6 Hambatan utama terhadap pencatatan kelahiran adalah bahwa pencatatan itu tidak secara universal dipandang sebagai hak yang fundamental, dan akibatnya, tidak menjadi prioritas utama di setiap jajaran. Buku Panduan tentang Pencatatan Sipil dan Vital Statistik, hal 12. Pencatatan Kelahiran Pencatatan kelahiran adalah pencatatan resmi dari suatu kelahiran seorang anak oleh beberapa jajaran administratif suatu negara dan dikordinasikan oleh suatu cabang khusus dari pemerintah. Pencatatan kelahiran merupakan dokumen permanen dan resmi keberadaan seorang anak. Tugas negara untuk mencatat kelahiran setiap anak telah diakui selama lebih dari seperempat abad, dan telah diakui secara universal lebih dari satu dekade. Meskipun demikian, diperkirakan bahwa sekitar limapuluh juta kelahiran tidak teregistrasi setiap tahun.13 Dengan kata lain, kurang dari 60 persen anak yang lahir setiap tahunnya memulai hidup dengan memiliki hak fundamentalnya. Pencatatan kelahiran merupakan hal yang sangat penting untuk melindungi identitas pribadi yang sah serta hak-hak lainnya. Bagi anak yang masih kecil, dokumen kelahiran membantu melindungi dirinya dari penculikan dan perdagangan manusia, dan sering digunakan untuk mendapatkan akses sekolah dan kadang-kadang juga terhadap akses terhadap pelayanan kesehatan. Bagi anak yang sudah besar, bukti usia sangat diperlukan untuk memastikan bahwa mereka tidak secara primatur dicabut hak yang seharusnya menjadi miliknya, seperti dalam perkawinan, eksploitasi seksual, kerja, perekrutan oleh angkatan bersenjata dan pengadilan pidana. Idealnya, pencatatan kelahiran menjadi bagian dari suatu sistem pencatatan sipil yang efektif yang mengakui keberadaan seseorang di muka hukum, menegakkan ikatan keluarga anak, merunut jejak peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, dari lahir, menikah dan meninggal. Data yang dicatat sebaiknya meliputi: • • • Tempat dan tanggal lahir Nama dan jenis kelamin anak Nama, alamat dan kebangsaan orang tua Di beberapa negara, informasi mengenai kesehatan seorang anak (misalnya status imunisasi dan berat saat lahir dicatat. Di beberapa negara, tanda-tanda identifikasi pribadi seperti sidik kaki dicatat sebagai kewaspadaan terhadap penjualan, trafiking, adopsi yang tidak sesuai aturan, atau kejahatan imigrasi. 39 ÿ Standar Internasional: Pencatatan Kelahiran Konvensi Hak-hak Anak. Pasal 7.1. menetapkan bahwa “anak harus dicatatkan segera setelah kelahirannya”. Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak Pasal 6.2. dengan mirip menetapkan bahwa setiap anak harus dicatatkan segera setelah dilahirkan”. Komite Hak Azasi Manusia (the Human Right Committe) telah menyatakan bahwa pencatatan kelahiran “ harus ditafsirkan sebagai erat terkait dengan dengan ..... upaya upaya khusus perlindungan, dan ia dirancang untuk mendorong pengakuan personalitas hukum anak” dan bahwa tujuan utama mewajibkan pencatatan kelahiran segera setelah melahirkan adalah untuk mengurangi bahaya penculikan, penjualan atau perdagangan anak, atau jenis-jenis perlakuan lain yang tidak sesuai dengan hak-hak yang dinikmati seorang anak ..... “ Hambatan-hambatan terhadap pencatatan kelahiran meliputi: • • • • • • • Biaya pencatatan Keterbatasan penyebaran sistem administrasi, khususnya di wilayah pedesaan, Persyaratan-persyaratan administratif (misalnya, bahwa orang tua menunjukkan dokumendokumen identitas) Runtuhnya infrastruktur pemerintahan akibat konflik, Diskriminasi terhadap minoritas etnis atau agama, atau populasi pengungsi, Kurangnya penghargaan orang tua terhadap nilai dan arti penting pencatatan kelahiran Penggunaan bahasa resmi hanya dalam prosedur dan formulir pencatatan kelahiran, Tingkat ketidak-tercatatan tertinggi terjadi di wilayah Sub-Sahara Afrika, dan Asia Selatan dimana hanya 2 persen dan 37 persen dari seluruh kelahiran yang tercatat. 14 Meskipun demikian, kemiskinan saja tidak dapat menjelaskan tingkat pencatatan yang rendah itu. Beberapa negara yang relatif miskin memiliki pencatatan kelahiran 90 persen atau lebih, dan tingkat pencatatan di India bervariasi antara 30 persen di beberapa negara bagian, dan 90 persen di negara bagian lainnya. 15 Hak atas Nama Tradisi yang berkaitan dengan nama sangat bervariasi dari satu budaya dengan budaya lainnya. Di sebagian besar budaya, orang memiliki sedikitnya dua nama. Di banyak budaya, salah satu nama yang disandang oleh seseorang mengindikasikan nama ayah atau ibu orang tersebut. Nama memiliki signifikansi agama di beberapa masyarakat. Nama juga dapat mengindikasikan status sosial seseorang atau status perkawinannya. Di sebagian masyarakat, seseorang biasanya mengubah namanya akibat perkawinan, adopsi, atau perubahan status lainnya dalam komunitas. 40 Masalah-masalah yang berkaitan dengan hak atas sebuah nama meliputi: • • • Undang-undang yang menetapkan pembatasan tentang nama yang bisa digunakan, yang menolak hak-hak minoritas etnis atau minoritas agama untuk menggunakan nama-nama yang membentuk bagian dari identitas budayanya; Undang-undang yang mempersyaratkan seseorang untuk menggunakan nama yang membubuhkan stigma sosial, seperti nama yang mengimplikasikan bahwa seseorang lahir di luar perkawinan, atau yang ayahnya tidak diketahui Undang-undang melakukan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Rapporteur Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak melaporkan bahwa di satu negara, seorang ibu tunggal yang berkeputusan untuk memerlihara anaknya tidak boleh memberikan nama keluarganya kepada anak tersebut, kecuali diijinkan oleh anggota keluarga keluarga pasangan lelakinya. ÿ Standar Internasional: Hak atas identitas dan hak atas sebuah nama Konvensi Hak-Hak Anak Pasal 7 Konvensi tersebut menyatakan bahwa: - Anak harus dicatatkan segera setelah lahir dan semenjak kelahiran harus memiliki hak atas sebuah nama, kebangsaan, dan, sejauh mungkin, hak untuk mengetahui dan hak untuk dirawat oleh orang tuanya sendiri. Pasal 8 Konvensi mengindikasikan bahwa hak atas sebuah nama, kebangsaan, dan hubungan keluarga membentuk bagian dari hak atas identitas, dan bahwa “dimana seorang anak elemenelemen identitasnya dibatasi secara tidak sah, Negara-negara anggota harus memberikan bantuan dan perlindungan yang memadai dengan tujuan untuk menegakkan kembali hak-haknya atas identitasnya secara cepat.” Instrumen-instrumen lainnya Di samping itu, hak anak atas sebuah nama diakui oleh pasal 6.1. Piagam Afrika tentang Hakhak dan Kesejahteraan Anak ((African African Charter on the Rights and Welfare of the Child Child)) dan pasal 18 Konvensi Hak-hak Azasi Manusia Amerika ((American Convention on Human Rights). Di beberapa negara, legislasi membatasi pilihan-pilihan atas nama yang dapat diberikan kepada seorang anak. Undang-undang semacam itu sebaiknya tidak menolak minoritas agama dan etnis atas hak-hak mereka untuk memberi nama kepada anak yang dianggap sesuai dalam budaya atau agama mereka. Hak untuk memiliki nama memiliki arti penting dalam hal anak lahir di luar ikatan perkawinan. Dalam beberapa budaya dimana nama-nama seorang anak merupakan suatu rujukan untuk salah satu nama orang tua anak, atau nama kedua orang tuanya, anak yang lahir diluar perkawinan, atau yang ayahnya tidak dikenali tidak boleh diberi nama yang mendorong diskriminasi berdasarkan kelahiran. 41 Hubungan Keluarga Hak atas identitas mencakup hak setiap anak untuk tahu orang tuanya, sejauh memungkinkan. Hak ini dapat terancam dalam berbagai cara, termasuk di antaranya: • • • • • • Kegagalan untuk mencatatkan kelahiran seorang anak Kegagalan untuk memasukkan semua informasi yang tersedia mengenai maternitas atau paternitas anak dalam pencatatan Prosedur yang menjadikan sulit atau membuat tidak mungkin bagi ibu tunggal untuk mendapatkan paternitas dari seorang anak Penelantaran, adopsi informal atau tidak sah dan prosedur adopsi yang melindungi identitas dari ayah biologis sang anak; Pencurian, penjualan atau perdagangan anak; Pemisahan anak dari keluarganya akibat perang, bencana alam, atau pengusiran. Di beberapa negara, pengujian paternitas adalah ilegal. Di negara lainnya, seorang ibu tunggal tidak diperbolehkan untuk memberikan identifikasi orang tua anak tersebut ketika mencatatkan kelahiran, kecuali ayahnya mengakui paternitas, atau paternitasnya telah secara hukum diakui. ÿ Standar Internasional: Hubungan Keluarga Walaupun hak keluarga untuk mendapatkan perlindungan telah lama diakui, konsep hak atas identitas yang meliputi hak atas informasi tentang nama orang tua seseorang relatif masih baru. Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Hukum dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terkait dengan Perlindungan dan Kesejahteraa Anak, yang diadopsi tiga tahun sebelum Konvensi HakHak Anak, menyatakan bahwa: Kebutuhan seorang anak asuh atau anak adopsi untuk tahu tentang latar belakang dirinya, harus diakui oleh orang-orang yang bertanggung jawab atas perawatan anak tersebut kecuali hal tersebut bertentangan dengan kepentingan terbaik anak. Mirip dengan hal itu, Konvensi Den Haag tentang Perlindungan Anak dan Kerjasama tentang Adopsi Antar Negara menetapkan bahwa “ otoritas yang berkompeten dari Negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian harus memastikan bahwa informasi yang dipegang oleh mereka, yang berkenaan dengan asal-usul anak, khususnya informasi mengenai identitas orangtuanya, serta riwayat kesehatannya, dipelihara dan disimpan.”16 Komite Hak Hak Azasi Manusia telah mengambil sikap bahwa anak harus bisa mendapatkan informasi tentang identitas biologis ayahnya. Legislasi yang mencegah seorang anak mengetahui identitas ayah biologisnya, seperti legislasi yang menetapkan praduga konklusif bahwa suami adalah ayah dari semua anak yang lahir dari istrinya melanggar Konvensi HakHak Azazi Manusia Eropa. Hak-hak ini harus diimplementasikan sesuai dengan prinsip “kepentingan terbaik”. Adalah sangat penting bahwa informasi semacam itu harus dijaga keamanannya sehingga data-data itu dapat tersedia sewaktu-waktu bila diperlukan, pada saat yang tepat dan dengan metode yang cocok. 42 Hak atas Kebangsaan Pada umumnya, kebangsaan yang menjadi hak seseorang tergantung pada kebangsaan orang tuanya, atau tempat kelahirannya. Orang yang tidak memiliki kewarganegaraan disebut “stateless” Statistik mengenai jumlah anak-anak tanpa kewarganegaraan tidak tersedia, namun UNHCR memperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 9 juta orang tanpa kewarganegaraan di seluruh dunia. Salah satu dari alasan utama sebagian anak-anak tanpa kewarganegaraan adalah bahwa Hukum Internasional tidak secara`jelas menentukan kewajiban Negara-negara di dunia berkenaan dengan hak untuk mendapatkan kewarganegaraan ((periksa alasan di bawah ini). Alasan lainnya meliputi: • • • Kegagalan mencatatkan kelahiran anak, atau kegagalan mencatatkan semua informasi terkait mengenai identitas, tempat tinggal, tempat kelahiran, dan kebangsaan orang tua anak tersebut. Penolakan diskriminatif untuk menerapkan legislasi mengenai kebangsaan, bagi para anggota etnis minoritas, atau pengungsi, atau penolakan untuk mencatatkan kelahiran mereka atau memberikan dokumentasi identitas yang menjadi hak mereka. Deprivasi/perampasan kewarganegaraan karena alasan politik, atau penolakan untuk memberikan dokumen perjalanan atau dokumen identitas kepada lawan politik dan keluarganya. ÿ Standar Internasional: Kebangsaan Konvensi Hak-Hak Anak Konvensi tersebut mengakui hak setiap orang untuk memiliki kewarganegaraan. Secara umum, kewarganegaraan yang menjadi hak seseorang tergantung pada kewarganegaraan orangtuanya atau tempat kelahirannya. Perkawinan dan naturalisasi adalah dua metode lain untuk mendapatkan kewarganegaraan. Legislasi mengenai hak atas kewarganegaraan sebaiknya tidak diskriminatif. Komite Hak-Hak Anak berkali-kali mendorong negara-negara anggota untuk mengamandemen legislasi yang mengakui kewarganegaraan anak-anak dari dari seorang laki-laki warganegara namun tidak anakanak dari seorang warganegara perempuan yang menikah dengan orang asing. Legislasi yang mendiskriminasikan anak-anak berdasarkan status perkawinan orang tuanya melanggar hak anak untuk setara di muka hukum. 43 Instrumen Instrumen lainnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Status Orang-orang Tanpa Kewarganegaraan (UN Convention on the Status of Stateless Persons (1954) Konvensi Hak-Hal Azasi Manusia Amerika ((American Convention on Human Rights) dan Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak ((African African Charter on the Rights and Welfare of the Child Child)) menegaskan tentang kewajiban negara mengenai hak ini dengan mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak atas kewarganegaraan dari negara yang wilayahnya menjadi tempat lahir, bila ia tidak memiliki hak atas kewarganegaraan negara lainnya.18 Konvensi mengenai Pengurangan Status Tanpa Kewarganegaraan mengakui aturan dasar ini dan, selain itu, menetapkan bahwa negara-negara harus memberikan kewarganegaraan kepada setiap anak yang ayah atau ibunya adalah warganegara dan bila tidak dilakukan, akan menjadikan anak sebagai tanpa kewarganegaraan. Hak atas kewarganegaraan tidak hanya meliputi hak untuk mendapatkan kewarganegaraan saja namun juga hak untuk tidak secara-sewenang-wenang dihalang-halangi kewarganegaraannya. Anak tidak boleh dihalang-halangi untuk mendapatkan kewargaraannya karena perubahan status perkawinan orang tuanya, misalnya. 44 Apa yang dapat dilakukan? Ratifikasi Perjanjian Internasional Dalam upaya untuk membangun suatu kerangka kerja untuk menghapus status tanpa kewarganegaraan, negara yang bukan anggota Konvensi tentang Pengurangan Status Tanpa Kewarganegaraan (Convention on the Reduction of Stateless) sebaiknya mempertimbangkan untuk menjadi anggota konvensi itu. Dengan alasan yang sama, para negara anggota Uni Afrika ((African Union) dan Organisasi Negara-Negara Amerika (Organization of American States) yang belum melakukannya harus mempertimbangkan untuk menjadi anggota Piagam Afrika mengenai Hak-hak dan Kesejahteraan Anak atau Konvensi Amerika tentang Hak Azasi Manusia. Reformasi Hukum Legislasi mengenai Pencatatan Kelahiran Legislasi sebaiknya ditelaah kembali dengan maksud untuk menghilangkan atau memodifikasi persyaratan-persyaratan hukum dan administratif yang menjadi penghambat dilaksanakannya pencatatan kelahiran, seperti persyaratan bahwa orangtua harus menunjukkan dokumen identitas yang sah, atau kedua orangtua menandatangani dokumen pencatatan. Harus dipetimbangkan untuk mengakui adanya kewajiban orangtua untuk mencatatkan kelahiran anak-anak mereka dengan batas waktu tertentu , ketika legislasi itu belum memasukkan kewajiban semacam itu. Meskipun demikian, peraturan dan perundang-undangan yang menetapkan adanya sanksi harus ditelaah kembali untuk memastikan bahwa, dalam praktek, sanksi-sanksi itu tidak menjadi pengambat bagi dicapainya pencatatan 100%. Legislasi mengenai kebangsaan Badan pembuat undang-undang yang belum mengatur mengenai kebangsaan/kewarganegaraan harus mempertimbangkan untuk memberlakukan peraturan atau perundang-undangan yang mengakui hak-hak yang atas kebangsaan/kewarganegaraan berdasarkan pada ketentuan yang diakui oleh Konvensi tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan, Konvensi Amerika tentang Hak-hak Azasi Manusia, dan Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak, yakni, hak dari : • • setiap anak yang lahir di suatu wilayah, yang akan tidak memiliki kewarganegaraan bila hal itu tidak dilakukan, anak tersebut akan tidak memiliki kewarganegaraan (Lepas dari tempat kelahirannya), setiap anak yang memiliki orangtua tunggal yang merupakan warganegara negara itu, yang bila hal itu tidak dilakukan, anak tersebut akan tidak memiliki kewarganegaraan 45 Bilamana dipandang perlu, legislasi sebaiknya diamandemen untuk menghapus ketentuanketentuan yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan berkenaan dengan kewarganegaraan anak-anak mereka, atau terhadap anak-anak berdasarkan status perkawinan orangtuanya. Legislasi mengenai hak atas nama Legislasi dan peraturan-peraturan mengenai pencatatan dan penggunaan nama harus ditelaah kembali: • • untuk memastikan bahwa legislasi dan peraturan-peraturan itu tidak bersifat diskriminatif terhadap minoritas etnis, minoritas agama, dan minoritas bahasa. Untuk memastikan bahwa legislasi dan peraturan-peraturan tidak menumbuh-suburkan diskriminasi berdasarkan kelahiran atau status sosial. Legislasi mengenai hak atas hubungan keluarga Legislasi sebaiknya ditelaah kembali untuk memastikan hak-hak anak atas identitas, termasuk hak atas informasi tentang hubungan orangtua dan keluarganya, secara hukum dan sah diakui. Bilamana perlu, legislasi mengenai adopsi hendaknya ditelaah kembali untuk menjamin bahwa identitas dari orangtua kandung anak tersebut tetap dipertahankan dan aturan-aturan dan panduanpanduan mengenai hak-hak anak untuk mengakses informas semacam itu dibuat. Reformasi Hukum di Costa Rica mengenai hak atas identitas Undang-undang mengenai Responsible Paternity yang diperkenalkan di Costa Rica pada tahun 2000 menyatakan bahwa ibu tunggal harus memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk melakukan pencatatan ketika seorang anak lahir di sebuah rumah sakit atau pusat perawatan kesehatan, termasuk nama ayah anak tersebut. Bila seorang ayah menolak (contests) paternitas, ia wajib menjalani tes DNA. Bila tes ini membenarkan adanya paternitas, maka ia dimasukkan dalam dokumen paternitas, dan anak tersebut mewarisi nama keluarga ayahnya, kemudian diikuti dengan nama keluarga ibunya. Bila laki-laki itu menolak untuk melakukan tes DNA, catatan kelahiran akan memasukkan nama laki laki tersebut dan semua informasi tambahan yang disampaikan oleh ibu anak tersebut. Upaya-Upaya Sosial dan Administratif Upaya-upaya mengenai pencatatan kelahiran Dalam upaya untuk mencapai pencatatan kelahiran yang universal, sungguh dipandang perlu untuk memberikan pelayanan pencatatan sipil yang efektif dan mudah diakses, serta mendorong agar pelayanan-pelayanan tersebut dimanfaatkan. Ini berarti bahwa semua jajaran di masyarakat - termasuk masyarakat setempat, lembaga-lembaga nasional, seperti dewan perwakilan rakyat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Lembaga Swadaya dan organisasi internasional - harus dilibatkan dalam mengembangkan, mengimplementasikan dan mempromosikan kebijakan dan progam-program yang pencatatan kelahiran. 46 Upaya khusus yang sebaiknya dipertimbangkan meliputi: • Penghapusan seluruh biaya atau ongkos • Penggunaan tim atau unit pencatatan sipil keliling di daerah pedesaan • Kampanye kampanye untuk membangkitkan kesadaran • Fasilitasi Pencatatan yang terlambat Tingkat pencatatan kelahiran cenderung tinggi ketika rumah-rumah sakit dan klinik diberi tanggungjawab untuk mencatat kelahiran. Walaupun dampak dari upaya-upaya semacam ini di daerah-daerah dimana kelahiran terjadi di rumah akan terbatas, namun hal semacam itu merupakan cara yang berharga untuk meningkatkan pencatatan bagi sektor-sektor populasi yang memiliki akses terhadap fasilitas-fasilitas semacam itu. Pembayaran/pemberian bonus bagi ibuibu ketika mereka mencatatkan kelahiran anaknya juga merupakan upaya yang efektif. Bilamana perlu, prosedur khusus harus dibuat dan ditegakkan untuk memfasilitasi pencatatan kelahiran bagi para pengungsi, tanpa melihat apakah negara asal pengungsi mengakui kewarganegaraan berbasis kelahiran atau tidak. Upaya-upaya mengenai hak-hak atas kewarganegaraan Bilamana perlu, panduan-panduan administratif, pelatihan, atau kampanye-kampanye untuk menciptakan kesadaran sebaiknya dilaksanakan atau diterapkan untuk menghapuskan diskriminasi atau penolakan kewarganegaraan terhadap anggota etnis minoritas atau anak-anak dari pengungsi atau anak-anak dari para buruh migran. Upaya-upaya mengenai hak-hak atas hubungan keluarga Ketika perdagangan manusia atau adopsi ilegal telah menjadi masalah yang serius di saat lalu, badan-badan/kantor pemerintahan terkait harus membuat program-program yang dirancang untuk mereka yang terkait untuk memulihkan identitasnya. Rencana pertahanan sipil dan pengelolaan bencana dan program-program pelatihan hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan apakah rencana dan program itu peka terhadap kebutuhan untuk melindungi identitas anak-anak yang terpisah dari orang-tua mereka. UNICEF, ICRC dan UNHCR memiliki pengalaman dalam perlindungan identitas dan fasilitasi penyatuan kembali keluarga anak-anak yang menjadi korban konflik, terusir dari tempat tinggalnya, atau bencana alam, dan dapat memberikan bantuan-bantuan di bidang itu. Konflik internal dan Perang: Kampanye Pencatatan Kelahiran di Angola Antara bulan Desember 1998 dan Oktober 1999, jumlah IDP ((Internally Displaced Persons) yang diakui secara resmi di Angola meningkat dari 524.000 menjadi 1.7 juta. IDP ini meliputi anak-anak rentan, yang sering terpisah dari keluarganya. Upaya-upaya untuk menyatukan kembali mereka dengan keluarganya terkendala oleh kenyataan bahwa banyak di antara mereka yang tidak memiliki bukti identitas dan tidak tercatat. Anak juga perlu membuktikan usia untuk mencegah mereka agar tidak direkrut dalam angkatan bersenjata. 47 Berbagai temuan dari penelitian setempat menunjukkan bahwa kurang dari 39 persen anakanak Angola tercatat. Pada tahun 2000, Kementerian Kehakiman Angola menduga bahwa angka ketercatatan itu mungkin sekitar 5%. Pemerintah mengakui arti penting pencatatan dan, lepas dari adanya keadaan dalam negeri yang sulit, berkomitmen untuk meningkatkan tingkat cakupannya. Pada bulan Maret 1998 telah diluncurkan Kampanye Nasional Pencatatan Anak yang mendaftar hampir setengah juta anak. Ini merupakan dasar bagi kampanye ke dua yang diluncurkan pada bulan Agustus 2001 untuk mencatat 3 juta anak pada akhir 2002. Prakarsa-prakarsa ini bersifat multisektoral, yang melibatkan delapan departemen beserta gereja dan organisasi kemasyarakatan, LSM, sektor swasta dan UNICEF. Di bawah program kampanye ini, biaya pencatatan gratis (biasanya biaya pencatatan setara tujuh dollar Amerika), dan undang-undang khusus telah diberlakukan untuk mendesentralisasikan dan menyederhanakan pencatatan. Keterlibatan gereja sangat penting. Pemerintah telah memberikan kewenangan hukum kepada Gereja Katolik dan Gereja Methodist untuk melakukan pencatatan anak, sementara gereja-gereja lainnya ikut berpartisipasi dalam mobilisasi sosial, menciptakan kesadaran, dan pembentukan tim pencatatan keliling yang mulai beroperasi di wilayah pedesaan pada tahun 2000. Prakarsa-prakarsa pencatatan juga dilakukan di rumah sakit, tempat-tempat penampungan IDP dan sekolah-sekolah. Tanggapan publik sangat positif. Lima bulan pertama masa kampanye (Agustus - Desember 2001) telah dicatat lebih dari 230.000 anak. Sementara angka asli/sebenarnya merupakan hal yang penting, kesinambungan jangka panjang merupakan prioritas para mitra dan praktek-praktek terbaik selama kampanye -- khususnya perubahan yang berkait dengan perundang-undangan dan pencatatan anak di bawah usia lima tahun yang gratis -- akan diberlakukan secara permanen. Sumber: Birth Registration: Right from the Start, p. 16. 48 ANAK DAN KONFLIK BERSENJATA19 Bab 7 Anak terus saja menjadi korban utama konflik bersenjata. Penderitaan mereka sangat beragam bentuknya. Anak dibunuh, kehilangan orangtua karena mereka tewas, dibuat cacat, diculik, kehilangan hak atas pendidikan dan kesehatan, dan menderita luka dan trauma batin dan emosi yang mendalam. Anak-anak yang dipaksa untuk meninggalkan rumahnya, mengungsi, dan terusir dari tempat tinggalnya sendiri, sangatkah rentan khususnya terhadap kekerasan, pengerahan, eksploitasi seksual, penyakit, kurang gizi, dan kematian. Anak dikerahkan dan digunakan sebagai tentara anak-anak dalam skala yang sangat besar. Status gadis/anak perempuan memberikan resiko tambahan, khususnya terhadap kekerasan seksual. Pelanggaran terhadap hak-hak anak yang menyolok terjadi suasana impunitas yang begitu meruyak. Laporan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Anak-anak dalam Konflik Bersenjata, 2003. Tentara Anak-anak Meskipun terdapat beberapa keberhasilan dalam perundingan komitmen untuk menghentikan pengerahan tentara anak-anak dan membebaskan mereka yang sedang bertugas, ribuan tentara anak-anak tetap berpartisipasi dalam kelompok bersenjata di seluruh dunia. Di Kolumbia misalnya, sekitar 14.000 anak yang berusia di bawah 18 tahun menjadi bagian dari milisi swasta dan kelompok-kelompok revolusioner.20 Anak secara unik sangat rentan terhadap rekrutmen dan manipulasi militer ke dalam kekerasan karena mereka masih polos dan mudah dipengaruhi. Mereka dipaksa atau dibujuk rayu (enticed) untuk masuk ke dalam kelompok bersenjata. Lepas dari cara mereka direkrut, tentara anak-anak adalah korban, yang partisipasinya dalam konflik membawa implikasi serius bagi kesejahteraan fisik dan emosionalnya. Mereka pada umumnya dapat menjadi korban abuse dan sebagian besar dari mereka menyaksikan kematian, pembunuhan dan kekerasan seksual. Banyak dari mereka ikut serta dalam pembunuhan dan sebagian besar mengalami konsekwensi-konsekwensi psikologis jangka panjang. Laporan Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Anak dan Konflik Bersenjata, 2003. 49 ÿ Standar Internasional : Tentara Anak-anak Konvensi Hak-hak Anak Konvensi itu mengandung standar-standar mengenai partisipasi anak-anak dalam konflik bersenjata dan rekrutmen anak: • Negara-negara anggota tidak boleh merekrut siapapun yang berusia di bawah 15 tahun dalam bagian apapun di dalam angkatan bersenjata. • Sebuah negara yang merekrut orang-orang yang berusia antara 15 dan 18 tahun harus memulai perekrutannya dari mereka yang berusia mendekati 18 tahun. • Semua negara harus mengambil langlah-langkah yang memadai untuk mencegah partisipasi langsung siapapun yang berusia dibawah 15 tahun dalam pertikaian, apakah di pihak pemerintah atau di pihak kelompok bersenjata lainnya. Protokol Pilihan Konvensi Hak Hak Anak Untuk memperkuat ketentuan ini, sebuah Protokol Pilihan bagi Konvensi mengenai pengunaan anak-anak dalam konflk bersenjata disahkan pada tahun 2000 dalam upaya untuk memungkinkan negara-negara anggota membuka komitmen yang lebih besar terhadap perlindungan anak dari keikutsertaan mereka dalam konflik bersenjata dan perekrutan ke dalam angkatan bersenjata. Protokol tersebut mulai berlaku pada tahun 2002, dan sebagian menentukan bahwa: • • • Rekrutmen mereka yang berusia dibawah 18 tahun harus benar-benar bersifat suka rela. Kelompok-kelompok bersenjata non-pemerintah sama sekali tidak boleh merekrut mereka yang berusia di bawah 18 tahun atau menggunakan mereka dalam pertikaian. Negara-negara anggota harus memberikan kepada anak-anak yang sudah ikut serta dalam konflik bersenjata, dalam pelanggaran konvensi atau Protokol, rehabilitasi psikologis dan pengembalian mereka kepada masyarakat. Anak-anak di zona perang telah dengan sengaja dibunuh, dibuat cacat oleh pihak-pihak yang berkonflik, sering dengan cara yang sangat brutal. Selama genosida di Rwanda pada tahun 1994, ribuan anak-anak dibantai. Dalam pembantaian Srebrenica pada tahun 1995, anak-anak remaja Pemeluk Islam khususnya menjadi sasaran. Front Revolusioner Bersatu (RUF) di Sierra Leone melakukan suatu kampanye teror sistematis, yang meliputi pemutusan hubungan kekerabatan dari anak-anak dan orang dewasa. Laporan Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Anak dan Konflik Bersenjata, 2003, paragraf 25. 50 Akibat Konflik Bersenjata bagi Warga sipil Dalam tahun-tahun terakhir ini, 90 persen korban perang saudara adalah warga sipil. 21 Setengah dari korban perang tersebut adalah anak-anak. 22 Penculikan anak-anak selama konflik bersenjata merupakan masalah yang signifikan. Banyak di antaranya yang dipaksa menjadi pasukan tempur; yang lain digunakan untuk perbudakan seksual, atau pekerja paksa. Misalnya, pada tahun 1999 lebih dari 4000 anak diculik selama serbuan pasukan pemberontak ke Freetown (Sierra Leone); 60 persen dari korban penculikan itu adalah anak perempuan, sebagaian besar di antaranya mengalami kekerasan seksual. Kekerasan seksual secara sistematis terhadap anak-anak gadis dan perempuan dewasa adalah suatu akibat yang paling umum dari konlik bersenjata bagi penduduk sipil, khususnya dalam perang sipil. Angka HIV di kalangan anggota pasukan tempur empat kali lebih tinggi dari penduduk lokal.23 Sebagaimana mana dinyatakan oleh Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, “Ketika perkosaan dijadikan senjata dalam perang, akibatnya bagi anak-anak gadis dan perempuan dewasa sering mematikan”. 24 Penasehat Perlindungan Anak dalam Operasi Penjagaan Perdamaian Dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dewan Keamanan dan Sekertaris Jenderal telah menempatkan masalah perlindungan anak dalam keadaan konflik bersenjata secara tegas dalam agenda keamanan dan perdamaian. Resolusi Dewan Keamanan no. 1261 (1999) dan no. 1314 (2000) membuat rekmendasi bahwa, bila dipandang perlu, seorang penasehat perlindungan anak (Child Protection Adviser - CPA) dipekerjakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai bagian dari operasi penjagaan perdamaian. CPA ini membantu Perwakilan Khusus Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (sebagai pimpinan operasi penjagaan perdamaian atau operasi untuk mendukung upaya perdamaian) untuk menjamin hak-hak, perlindungan, dan kesejahteraan anak menjadi prioritas selama proses penjagaan perdamaian berjalan. Penasehat perlindungan anak pertama kali diterjunkan di Republik Demokrasi Kongo pada tahun 1999, kemudian di Sierra Leone pada tahun 2000. Semenjak itu, Unit-unit Perlindungan Anak telah disertakan dalam Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Republik Demokrasi Kongo (MONUC) dan Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sierra Leone (UNAMSIL). CPA lainnya diterjunkan dan disetujui untuk Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Angola (UNMA), dan Misi Perserikatan BangsaBangsa di Pantai Gading (MINUCI) dan Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Liberia (UNMIL). Sumber: UNICEF 51 ÿ Standar Internasional: Perlindungan Warga Sipil Konvensi Hak-hak Anak Pasal 38 Konvensi tersebut menyatakan bahwa: Negara-negara anggota berupaya menghormati dan menjamin pernghormatan terhadap aturan-aturan hukum humaniter internasional yang berlaku bagi mereka dalam konflik bersenjata yang relevan dengan perlindungan anak. Pasal itu menambahkan bahwa “(sesuai dengan kewajiban mereka dalam hukum humaniter internasioal untuk melindungi warga sipil dalam konflik bersenjata, negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu untuk menjamin perlindungan dan perawatan anak yang menjadi korban konflik bersenjata.” Hukum Humaniter Internasional Konvensi Jenewa IV tahun 1949 dan protokol yang disetujui pada tahun 1977 mengatur aturanaturan perlindungan warga sipil, termasuk beberapa yang secara spesifik memberi perhatian pada perlindungan anak. Pasal 3 sebagian menetapkan bahwa non-pasukan, termasuk warga sipil, “dalam keadaan apapun harus diperlakukan secara berperikemanusiaan tanpa ada perbedaan yang merugikan berdasarkan pada ras, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kelahiran, kekayaan, atau kriteria sejenisnya. “Secara khusus, semua bentuk kekerasan terhadap kehidupan dan pribadi”, termasuk pembunuhan, mutilasi, perlakuan kejam dan penyiksaan, penyanderaan, dan “kesewenang-wenangan terhadap martabat pribadi” termasuk kekerasan seksual, dan pelacuran paksa, sangat dilarang. Semua negara memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa undang-undang pidana negara tersebut menghukum tindakan-tindakan yang dilarang dalam Pasal Umum 3. Konvensi Den Haag IV tentang Laws and Customs of War on Land (1907) melarang “penyerangan atau pemboman, dengan cara apapun, terhadap kota-kota, desa-desa, pemukiman, atau bangunanbangunan yang tidak dilindungi pertahanan.“ Pasal 57 (2) Protokol Pilihan I Konvensi Jenewa mempersyaratkan semua pihak yang bertanggungjawab atas perencanaan dan pelaksanaan operasi militer harus “mengambil tindakan yang berhati-hati dalam memilih metode dan alat penyerangan dengan maksud untuk menghindari dan, dalam setiap kesempatan, meminimalisasikan hilangnya nyawa warga sipil secara tidak sengaja, luka-luka warga sipil dan kehancuran objek-objek sipil.“ Pasal 17 Konvensi IV Jenewa mempersyaratkan bahwa ketika sebuah wilayah dikepung, penguasa setempat harus mengupayakan perundingan untuk mengeluarkan anak-anak serta mereka yang terluka, sakit, berusia lanjut dan sakit-sakitan. Pasal 23 Konvensi IV Jenewa mempersyaratkan bahwa semua Negara harus mengijinkan masuknya perlengkapan medis yang ditujukan bagi warga sipil, dan makanan serta pakaian bagi anak-anak. Secara umum, anak-anak berhak atas penghormatan dan perlindungan khusus dari segala bentuk penyerangan yang brutal. Protokol Tambahan II dalam pasal 4 (3) menjelaskan hak-hak anak atas perawatan dan bantuan yang mereka perlukan, apakah karena usianya atau karena alasan lain.” Anak yatim (piatu) dan anak yang terpisah dari orangtuanya harus disediakan perawatan dan pendidikan. Pihak-pihak yang berkonflik harus mengambil langkah-langkah untuk memfasilitasi penyatuan kembali keluarga yang terpisahkan oleh konflik dan, pada khususnya, untuk menjaga identitas anak. 52 Ranjau darat dan Senjata ringan Ranjau darat mungkin merupakan akibat yang paling berbahaya dari konflik bersenjata, karena senjata ini terus menimbulkan korban jauh setelah konflik bersenjata berakhir. Selama tahun 2002, dan paruh pertama 2003, ranjau darat membunuh atau melukai korbannya di 65 negara, termasuk 41 negara yang berada dalam keadaan damai. 25 Hanya 15 persen dari korban yang merupakan personil militer. Sekitar separuh dari 15.000 sampai 20.000 korban ranjau darat dan senjata yang tidak meledak setiap tahunnya adalah anak-anak. 26 Ranjau darat merupakan beban berat dalam sistem ekonomi dan sosial bagi negara-negara yang pulih dari konflik berenjata. Ranjau darat merupakan penyebab utama kecacatan, dan sering menyebabkan wilayah yang luas menjadi tidak cocok lagi untuk pemukiman dan pertanian. Ploriferasi senjata ringan juga memiliki dampak jangka panjang bagi masyarakat pascakonflik. Ada lebih dari 3 juta senjata ringan beredar di El Salvador dan Guatemala – sekitar satu bagi 6 orang – yang menyebabkan keadaan menjadi tidak aman dan kekerasan menjadijadi, dengan anak-anak dan remaja sebagai korban utamanya. 27 Bahaya yang ditimbulkan oleh mudahnya mendapatkan senjata diperkuat lagi dengan meningkatnya kecenderungan untuk menjadikan kekerasan sebagai jalan akhir atau “budaya kekerasan” yang dibangkitkan oleh konflik bersenjata. WHO melaporkan bahwa “tingkat kekerasan remaja meningkat pada saat berlangsungnya konflik bersenjata dan represi”. 28 ÿ Standar Internasional: Konflik Bersenjata Non-Internasional Protokol II Konvensi Jenewa Protokol ini dirancang secara khusus untuk mengkover konflik non-internasional. Protokol ini tidak hanya mengikat pasukan pemerintah, namun juga pasukan-pasukan yang menjadi pihak dalam konflik tersebut. Protokol itu menetapkan hal-hal berikut: • • • • • Selain tindakan-tindakan yang dilarang dalam Pasal umum 3, terorisme, hukuman kolektif dan penjarahan dilarang. Upaya-upaya harus dilakukan untuk memindahkan anak dan mereka yang bertanggungjawab atas perawatannya dari daerah-daerah yang paling terkena akibat pertikaian ke wilayahwilayah yang lebih aman. Meskipun demikian, warga sipil sebagai keseluruhan tidak boleh dipindahkan, kecuali tindakan demikian itu dipandang perlu demi perlindungan mereka sendiri, atau karena “alasan perintah militer”. Bila warga sipil dipindahkan, semua upaya yang memungkinkan harus diambil untuk memastikan bahwa mereka memiliki tempat berlindung, kesehatan, kebersihan, keamanan dan gizi yang memadai, “membuat warga kelaparan sebagai metode tempur dilarang. Oleh karena itu, menyerang, mengancurkan, mengambil atau menyebabkan tak berguna, untuk maksud tersebut, objekobjek yang sangat diperlukan untuk pertahanan hidup warga sipil, seperti bahan makanan, daerah-daerah pertanian yang memproduksi bahan makanan, tanaman keras, ternak, instalasi dan pasokan air minum, dan irigasi dilarang”. Meskipun dalam keadaan konflik, hak anak atas pendidikan harus dijamin. 53 Anak-anak Pengungsi Pengungsi adalah seseorang yang telah melarikan diri dari negara asalnya karena ketakutan yang sangat berdasar terhadap penyiksaan/penganiayaan (persekusi) karena alasan ras, agama, kewarganegaraan, pendapat politik, atau keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu. Orang yang melarikan diri dari negara asalnya untuk menghindari konflik bersenjata juga diakui sebagai pengungsi, bahkan bila mereka tidak berisiko mengadapi persekusi. Orang yang melarikan diri dari rumahnya dan tetap tinggal di negara itu disebtu IDP (Internally Displaced Persons). Pencari suaka politik adalah orang telah meminta status pengungsi, namun hak-haknya untuk dianggap sebagai pengungsi masih belum ditentukan. Dalam sebagian besar kasus, pengungsi meninggalkan sebagian besar harta-benda miliknya di rumah. Banyak yang menderita trauma psikologis, dan kehilangan anggota keluarganya. Sering pula, mereka tidak memiliki dokumen identitas. Ketika mereka datang dalam jumlah besar, mereka mungkin di tampung di kamp. Pencari suaka politik, yang datang secara individual atau dalam kelompok yang lebih kecil, biasanya membutuhkan bantuan saat pengajuan untuk mendapatkan status pengungsi sedang dievaluasi. Di beberapa negara, pencari suaka ditahan/ditempatkan dikamp tertutup atau pusat-pusat penahanan sambil menunggu status mereka ditentukan. UNHCR melaporkan bahwa sekitar 1 juta orang mengajukan permohonan status pengungsi selama tahun 2002 dan sekitar 293.000 orang diakui sebagai pengungsi. Pencari suaka yang permohonannya ditolak biasanya dianggap imigran gelap dan direpatriasikan. Dalam beberapa kasus khusus, mereka mungkin dijinkan untuk tinggal di negara penerima karena alasan kemanusiaan. Solusi jangka panjang meliputi pengintegrasian ke negara pengungsi atau kembali ke negara asalnya ketika situasi yang menyebabkan mereka meninggalkan negerinya telah dipecahkan. Sekitar 2.5 juta pengungsi kembali ke negerinya pada tahun 2002. Pada akhir tahun 2001, ada sekitar 7.7 juta pengungsi yang berusia di bawah 18 tahun di seluruh dunia. Anak-anak yang datang di suatu negara pemberi suaka tanpa disertai anggota keluarganya biasanya dalam keadaan yang rentan. Di kamp pengungsi, mereka rentan terhadap penelantaran, eksploitasi seksual dan kekerasan fisik. Bila keamanan kamp tidak memadai, mereka bisa direkrut dengan paksa atau diculik oleh kelompok bersenjata. Di negara dimana aplikasi untuk status pengungsi diperiksa secara kasus per kasus, anak-anak sering menghadapi kesulitan yang lebih tinggi di banding orang dewasa dalam menyerahkan pengaduan mereka secara efektif. Ada sekitar 100.000 anak pengungsi yang terpisah dan pencari suaka di Eropa Barat. Setiap tahun 20.000 anak pengungsi yang terpisah dari keluarganya mengajukan suaka di Eropa, Amerika Utara dan Pasifik. Di tempat pencari suaka ditahan, anak khususnya rentan terhadap resiko-resiko sosial dan psikologis yang melekat dalam pengekangan terhadap kebebasan. Apapun keadaan mereka, anak yang terpisah dari keluarganya memerlukan bantuan dalam menemukan dan membangun kembali hubungan dengan mereka. 54 ÿ Standar Internasional: Pengungsi Anak-anak Konvensi Hak-hak Anak Pasal 22 menyatakan bahwa: Negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah yang dipandang tepat untuk menjamin seseorang yang sedang menganjukan permohonan status pengungsi, atau dianggap sebagai pengungsi sesuai dengan prosedur dan undang-undang domestik dan internasional yang berlaku; menerima perlindungan dan bantuan kemanusian, apakah disertai orang tuanya atau tidak atau oleh orang lainnya, dalam rangka menggunakan hak-hak yang berlaku yang ditetapkan dalam Konvensi ini dan dalam instrumen-instrumen humaniter dan hak–hak azasi manusia lainnya, yang mana Negara tersebut menjadi anggotanya. Juga dinyatakan bahwa pengungsi dan pencari suaka anak harus diberi bantuan dalam melacak anggota keluarganya dan diberi perawatan alternatif saat ia kehilangan lingkungan keluarga, sebagaimana termaktub dalam pasal 20 dan 21 dari KOnvensi tersebut. Hak untuk tidak dicabut kebebasanya kecuali hal tersebut merupakan upaya terakhir, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 37 Konvensi tersebut, juga berlaku bagi para pencari suaka anak-anak. Panduan UNHCR Setiap pengungsi berhak untuk tidak dipaksa kembali ke suatu negara dimana kehidupan, kebebasaan, dan intergritas fisiknya berada dalam bahaya. Ini mengimplikasikan adanya tugas untuk memeriksa permohonan pencari suaka. Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi (UNHCR) telah mengadopsi paduan rinci mengenai perlakuan pengungsi anak–anak dan pencari suaka anak-anak, dan menawarkan bantuan teknis dan materi dalam berurusan dengan masalah tersebut. Beberapa dari hak yang paling dasar dari pencari suaka dan pengungsi anak-anak adalah: • • • • Hak pencari suaka anak-anak untuk hearing dengan mempertimbangkan usia dan keadaannya dan hak atas bantuan khusus untuk mengajukan permohonannya. Hak untuk tidak ditahan sementara permohonannya sedang dipertimbangkan, kecuali bila penahanan dipandang sangat perlu, dan dalam hal apapun, hak untuk tidak ditahan dalam jangka waktu yang lama Hak anak-anak yang tidak terdampingi untuk dilindungi identitasnya dan untuk disatukan kembali dengan keluarganya, bila memungkinkan. Hak untuk dilindungi dari kekerasan fisik, kekerasan seksual dan eksploitasi seksual, khususnya ketika tinggal di kamp pengungsi yang besar. 55 Anak-anak yang terusir dari tempat tinggalnya (Internally Displaced Childern ) Kebutuhan anak-anak yang terusir sama dengan mereka yang menjadi pengungsi anak-anak, yakni: tempat berlindung, perawatan medis, dan rehabilitasi, makanan, perlindungan dari kekerasann dan eksploitasi, serta bantuan dalam membangun kembali hubungan dengan keluarganya. Sekitar 25 juta orang telah dipaksa mencari tempat pengungsian di dalam negerinya sendiri, menurut Representative of the UN Secretary General for Internally Displaced Persons, sekitar separuhnya berusia di bawah 18 tahun. Penyebab terusirnya mereka yang paling umum adalah konflik bersenjata, situasi kekerasan, pelanggaran berat hak-hak azasi manusia dan bencana alam. Banyak IDP mendapati diri mereka berada dalam resiko menjadi korban kekerasan, penyerangan seksual, dan penculikan, dan sering kekurangan tempat berteduh, makanan, dan pelayanan kesehatan. Sebagian besar IDP adalah perempuan dan anak-anak. IDP sering berada di tempat yang dekat dengan wilayah konflik atau bencana yang mereka hindari. Hal ini menjadikan mereka lebih rentan. Warga yang terusir itu rentan terhadap kekurangan gizi, dan sering menderita kekurangan akses terhadap perawatan kesehatan dan tempat berlindung. Hak-hak Anak di wilayah Pendudukan Konvensi Jenewa IV memuat ketentuan-ketentuan rinci mengenai hak-hak warga negara di wilayah pendudukan. Berikut adalah hak-hak yang paling relevan bagi anak-anak: • • • • • 56 Pemindahan massal warga sipil secara paksa dilarang Pasukan pendudukan harus mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan/menjaga identitas dan hubungan keluarga anak-anak dan “memfasilitasi beroperasinya semua lembaga yang mengabdikan dirinya di bidang pendidikan dan perawatan anak” dengan bekerjasama dengan penguasa nasional dan penguasa setempat. Anak yang menjadi yatim (piatu) dan anak yang terpisah dari orangtuanya hendaknya dirawat oleh saudara dekat atau sahabat, kapanpun memungkinkan. Anak tidak boleh dilibatkan dalam pembentukan organisasi-organisasi yang berada di bawah penguasa pendudukan, dan tidak diwajibkan untuk melakukan kerja dalam bentuk apapun. Anak-anak, ibu-ibu yang mau melahirkan, kasus-kasus maternitas, dan ibu-ibu yang menyusui harus diberi prioritas dalam pendistribusian bantuan. Apa yang dapat dilakukan? Ratifikasi Instrumen Internasional Badan-badan pembuat undang-undang sebuah negara yang belum melakukan ratifikasi hendaknya mempertimbangkan ratifikasi atau menyetujui perjanjian-perjanjian internasional yang melindungi anak-anak dari bahaya konflik bersenjata, memastikan bahwa komitmen politik mereka untuk membuat perlindungan anak menjadi permanen dan mengikat secara sah. Beberapa instrumen penting mengenai hal ini mencakup: • • • • Protokol Pilihan Konvensi Hak-hak Anak tentang Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata Protokol I dan Protokol II Konvensi Jenewa Konvensi Ottawa 1997 tentang Pelarangan, Penumpukan, Pembuatan dan Pengiriman Ranjau anti Personil dan Penghancurannya Konvensi Paris 1993 tentang pelarangan pengembangan, pembuatan, penyimpanan dan penggunaan senjata kimia dan penghancurannya. Pertimbangan harus diberikan untuk mengadopsi perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan kerjasama dengan Negara lain dalam penuntutan penjahat perang, misalnya, melalui ekstradisi penjahat perang yang mencari perlindungan di Negara mereka. Negara-negara anggota yang belum melaksanakannya dapat juga mempertimbangkan untuk menjadi anggota dari: • • Statuta Mahkamah Internasional, yang mengakui kompetensi Mahkamah itu untuk mengadili kejahatan–kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967-nya. Negara-negara anggota Uni Afrika hendaknya mempertimbangkan untuk menjadi anggota Konvensi OAU 1969 yang Mengatur Aspek-aspek Khusus Masalah Pengungsi di Afrika. Reformasi Hukum Perundang-undangan Pidana hendaknya ditelaah kembali dengan tujuan untuk memastikan bahwa pelanggaran berat hukum humaniter internasional -- termasuk eksekusi, penyiksaan, mutilasi dan kekerasan seksual terhadap penduduk sipil dan serangan terhadap warga sipil yang disengaja—diakui sebagai kejahatan, sebagaimana dipersyaratkan oleh Konvensi Jenewa dan Protokol-protokolnya. Perundang-undangan mengenai imigrasi hendaknya ditelaah kembali dengan tujuan untuk memastikan bahwa hak-hak berikut diakui: • • Hak pencari suaka anak-anak atas perlakukan yang berperikemanusiaan, hukum yang sesuai dan bantuan lainnya dan mendesak agar keputusan mengenai permohonan mereka diklakukan segera. Hak pengungsi anak-anak untuk tinggal dan dirawat oleh keluarganya. Negara-negara yang mempunyai warga terusir harus sungguh–sungguh mempertimbangkan diberlakukannya perundang-undangan berdasarkan pada Prinsip-prinsip Panduan tentang Internal Placement. 57 Upaya-upaya lainnya Upaya-upaya mengenai Anak-anak dan Konflik bersenjata Para anggota dewan hendaknya berusaha untuk memastikan bahwa angkatan bersenjata menerima cukup pelatihan tentang aturan-aturan hukum humaniter internasional, khususnya aturan-aturan yang menyangkut perlindungan warga sipil. Ketika suatu konflik bersenjata berakhir, lembaga/badan–badan legislatif dan administratif yang berkompeten harus: • • • Mempertimbangkan diadopsinya suatu amnesti bagi anak-anak yang ditahan atau dihukum karena berkaitan dengan konflik Membangun program–program untuk mengembalikan mereka yang terusir karena konflik dan rekonstruksi masyarakat yang rusak akibat pertikaian, dan memastikan bahwa programprogram tersebut memperhitungkan kebutuhan khusus anak; Penguatan program-program rehabilitasi fisik dan psikologis dari mereka yang terkena konflik, dengan priotitas anak-anak dan perawatnya. Upaya-upaya tentang pengungsi dan pencari suaka anak-anak • • • • Pastikan bahwa panduan mengenai perlindungan pencari suaka dengan secara penuh memperhitungkan kebutuhan khusus keluarga dengan anak–anak dan pencari suaka pengungsi anak-anak yang tak terdampingi. Dirikanlah program-program untuk memastikan bahwa pencari suaka anak-anak yang alasannya tidak berdasar dikembalikan ke keluarganya segera dan diperlakukan secara berperikemanusiaan Dirikanlah program-program yang membantu pengungsi anak-anak dalam beradaptasi dengan masyarakat tempat ia mencari suaka. Dirikan program yang dirancang untuk melindungi identitas budaya pengungsi anak. Upaya-upaya bagi anak-anak korban penindasan politik Setelah satu masa penindasan politik, upaya-upaya untuk memulihkan hak-hak korban perlu diambil. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh beberapa negara meliputi: • • • • 58 Pembuatan program-program untuk melacak anak-anak yang diambil secara tidak sah atau terpisah secara tidak sengaja dari keluarganya. Menyelidiki nasib dan kemungkinan para korban hilang dalam upaya memberikan infomasi kepada keluarga yang berhak, melakukan mitigasi terhadap penderitaaan psikologis dan, ketika memungkinkan, menemukan kembali sisa-sisa para korban hilang sehingga mereka dapat diperlakukan sesuai dengan agama atau kepercayaan keluarganya. Memberikan dukungan khusus (misalnya, pendidikan gratis) kepada anak-anak dari keluarga yang telah menderita karena kehilangan kepala keluarganya Memberikan dukungan khusus berupa reinsersi ekonomi dan sosial bagi keluarga yang kembali dari pengasingan. EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK Bab Konferensi merekomendasikan semua negara agar mengalokasikan dana yang cukup untuk kampanye pencegahan dan pendidikan yang ditujukan untuk memerangi prositutsi anak dan sexual abuse. Konferensi mendesak semua negara agar memperkenalkan atau memperkuat peraturan/perundang-undangan untuk melindungi anak dan melarang eksploitasi sexual anak untuk tujuan komersial, yang ditujukan khususnya pada penyedia pelayanan, pelanggan dan para calo dalam prostitusi anak, perdagangan anak, dan pornografi anak, serta pendistribusian pornografi anak melalui media elektronik seperti Internet. Konferensi secara tegas merekomendasikan bahwa semua negara dihimbau untuk membangun atau memperkuat jaringan kerjasama antara pihak yang berwenang dalam penegakkan hukum nasional dan internasional, dalam upaya untuk menghadapi eksploitasi seks komersial anak yang bersifat transnasional, yang terus meningkat. 8 98th Inter-Parliamentary Conference, (Cairo, Mesir, 15 September 1995) Sungguh sulit untuk membayangkan sesuatu contoh pelanggaran hak-hak azasi manusia yang lebih memalukan dan mengagetkan selain eksploitasi seksual anak-anak. Setiap tahun, lebih dari 1 juta anak di seluruh penjuru dunia dipaksa masuk ke dunia pelacuran, diperdagangkan, dan dijual untuk keperluan seks atau digunakan dalam pornografi anak. 29 Konvensi Hak-Hak Anak menegaskan hak anak untuk dilindungi dari “segala bentuk eksploitasi seksual dan sexual abuse, “termasuk pelacuran anak, pornografi anak, dan praktek-praktek seks yang melanggar hukum lainnya”. 30 Istilah “sexual abuse“ sering digunakan untuk merujuk pada abuse di dalam rumah atau keluarga, namun tidak ada kesepakatan yang nyata untuk membedakan antara sexual abuse dan eksploitasi seksual. Untuk alasan ini, istilah “eksploitasi seks komersial” sering digunakan untuk merujuk pada prostitusi anak dan pornografi anak. Meskipun demikian, anak jelas memiliki hak untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi seksual, apakah komersial atau tidak: eksploitasi seksual dari pembantu rumah tangga, atau eksploitasi murid oleh gurunya (misalnya memberikan nilai bagus untuk mendapatkan pelayanan seksual), melanggar hak-hak korban, lepas dari apakah ada “dimensi komersial” atau tidak. Sexual abuse yang sistematis terhadap penduduk sipil di masa konflik atau penindasan juga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, lepas dari apakah korbannya anak-anak atau orang dewasa. Bab ini berfokus pada pelacuran anak, termasuk wisata seks, dan pornografi anak. Sexual absue, atau eksploitasi seksual anak di dalam rumah oleh saudara atau orang lain yang merawat dan mengawasi anak tersebut, dicakup Bab 11. Perkawinan anak-anak, yang dalam beberapa kasus juga dianggap sebagai bentuk eksploitasi seksual dibicarakan dalam Bab 10 bagian praktek-praktek tradisi yang merugikan. Perdagangan anak untuk keperluan pelacuran dibicarakan dalam bab 9. Pelacuran Anak Protokol Pilihan Konvensi Hak-Hak Anak tentang penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak mendefinisikan pelacuran anak sebagai “pemanfaatan seorang anak dalam kegiatan seksual untuk mendapatkan hasil atau bentuk pertimbangan lainnya”. 59 Kajian dan riset yang diselenggarakan pada tahun 1990an menunjukkan bahwa : • • • • dari 28.000 sampai 30.000 anak yang berusia di bawah 18 tahun digunakan untuk tujuantujuan pelacuran di Afrika Selatan, sekitar separuh di antaranya berusia antara 10 sampai 14 tahun.31 Di India, dari 21.000 sampai 30.000 pelacur di bawah usia 18 tahun dieksploitasi di enam kota terbesar.32 Jumlah pelacur anak di Republik Dominika diperkirakan sekitar 30.000 jumlahnya.33 Jumlah pelacur anak di Amerika Serikat diperkirakan berjumlah 300.000 anak.34 Pelacuran tidak terbatas pada anak perempuan saja. Di beberapa kota di Amerika, separuh dari pelacur adalah pelacur laki-laki. 35 Di Sri Lanka, pelacuran anak laki-laki lebih meruyak dibandingkan dengan pelacuran anak perempuan, karena perbedaan peran seksual -- anak perempuan lebih dilindungi, sementara anak laki-laki lebih bebas dari pengawasan dan lebih diharapkan memberikan dukungan pendapatan kepada keluarga. Pelacuran anak di Maroko juga dilaporkan, terutama karena adanya harapan bahwa anak laki-laki diharapkan lebih memberikan dukungan penghasilan kepada keluarga dan karena kesempatan kerja di tempat lain kecil. 36 Homofobia di sekolah dan di rumah merupakan penyebab utama yang mendorong prostitusi oleh anak-laki-laki di beberapa negara. Sebuah kajian yang dilaksanakan di Kanada menemukan bahwa anak laki-laki homoseksual meninggalkan rumah karena diskriminasi dan pelecehan, dan berpaling menjadi pelacur untuk mempertahankan hidup. 37 Di beberapa negara yang lebih makmur, kemiskinan nampaknya bukanlah penyebab utama pelacuran anak. Di Amerika Serikat, keluarga berantakan, kekerasan dan penelantaran, termasuk penelantaran emosional, merupakan penyebab utama mengapa anak meninggalkan rumah dan kemudian menjadi terlibat dalam pelacuran.38 Akibat dari eksploitasi seksual sungguh luar biasa. Selain kerusakan psikologis, sosial dan fisik, pelacur anak khususnya, sangat rentan terkena AIDS dan infeksi seksual lain yang menular melalui hubungan seks, karena mereka jarang berada dalam posisi dimana ia dapat berunding mengenai seks yang aman. Pelacuran dan penyalahgunaan zat terlarang sangat erat kaitannya. Anak yang kecanduan obatobatan terlarang atau alkohol mungkin akan berpaling ke pelacuran untuk bisa mendukung kebiasaannya itu, dan orang dewasa yang mengeksploitasi mereka itu mungkin mendorong para pelacur anak itu untuk menggunakan obat-obatan terlarang untuk membuat mereka menjadi lebih tergantung. Kecanduan dapat menjadi kendala yang serius bagi rehabilitasi korban-korban eksploitasi seksual. Faktor-faktor yang mendorong eksploitasi seksual komersial terhadap anak Ketidaksetaraan jender dan diskriminasi jender: Ketidaksetaraan ekonomi, sosial dan hukum mendarah-daging yang dihadapi oleh perempuan dewasa dan anak-anak perempuan meningkatkan kerentanan mereka terhadap eksploitasi seks komersial. Interseksi antara diskriminasi jender dan ras dengan diskriminasi etnis memperparah kerentanan ini, sebagai mana nampak jelas dalam representasi yang tidak seimbang dari minoritas etnis dan ras dalam perdagangan seks komersial. Stigma yang dicapkan kepada korban eksploitasi dan kekerasan seksual dapat menyebabkan sang korban menjadi termarginalisasi dan viktimisasi lebih lanjut. 60 Kemiskinan: Kemiskinan bukanlah satu-satunya alasan eksploitasi seks komersial anak-anak, namun hal itu merupakan katalis utama. Misalnya, agen penyalur/pengadaan tumbuh subur di daerah-daerah kumuh perkotaan dan pedesaan miskin, dimana hanya ada sedikit kesempatan kerja atau pendidikan. Kemiskinan bisa mendorong keluarga untuk melakukan tindakan nekat untuk bertahan hidup. Permintaan terhadap pelayanan seks: Pelaku pelanggaran seks dengan anak dapat ditemukan di profesi apapun, di bangsa yang kaya maupun yang miskin, mungkin sudah menikah atau masih lajang, orang asing ataupun penduduk setempat, heteroseksual maupun homoseksual. Sebagian besar adalah laki-laki. Mereka sering memberi pembenaran terhadap perilaku yang abusif berdasarkan alasan bahwa anak telah dipilih untuk terlibat dalam perdagangan seks komersial atau datang dari budaya di mana anak-anak lebih terbuka dan berpengalaman seksual pada usia yang lebih dini, dan bahwa mereka membantu anak-anak tersebut dengan memberi mereka uang. HIV/AIDS: Memenuhi permintaan atas seks anak adalah kepercayaan bahwa seorang anak mungkin lebih “bersih” dan tidak dapat menularkan penyakit seperti HIV/AIDS. Meskipun demikian, anak secara psikologis lebih mudah terkena penyakit dan lebih tidak mampu untuk meminta “pelanggan” menggunakan kondom. Epidemi HIV/AIDS juga telah meningkatkan jumlah anak yatim (piatu) dan rumah tangga yang dikepalai seorang anak. Anak-anak ini lebih rentan terhadap eksploitasi seksual. Penyalahgunaan Internet: Pornografi anak, informasi mengenai wisata seks dan mempelai yang dapat dipesan melalui surat secara terbuka tersedia di internet. Forum-forum seperti chat rooms memfasilitasi geng dan jaringan perdagangan dan telah menjadi ajang pertemuan bagi para mucikari dan para pemangsa (predator) yang membuntuti anak-anak. Pecahnya atau tidak berfungsinya keluarga: Banyak keluarga berada dalam keadaan yang sangat sulit. Orangtua yang mungkin menderita penyakit mental atau fisik, ketagihan obat-obatan terlarang, atau alkohol, menyebabkan anak-anak meninggalkan rumah pada usia yang sangat dini untuk mencoba bertahan hidup di jalanan dengan cara apapun, yang membuat mereka bersinggungan dengan resiko eksploitasi seksual. Juga, bagi banyak anak, kekerasan seksual terjadi di rumah dan dilakukan oleh saudara atau teman. Ketidakmatangan: Di banyak negara yang sudah berkembang, sebagian anak muda secara tak sengaja terjerumus ke dalam pelacuran bukan untuk melarikan diri dari kemiskinan, namun semata-mata untuk mendapatkan uang tambahan. Mereka terpedaya oleh prospek menghasilkan uang dalam jumlah besar secara cepat. Perang dan Ketidakstabilan: Eksploitasi seks kommersial anak menjadi semakin parah pada saat terjadi ketidakstabilan. Anak dapat menjadi terpisah dari keluarganya, atau menderita akibat porak-porandanya norma-norma sosial, sistem perlindungan dan struktur sosial. Penyalahgunaan Kekuasaan: Beberapa negara mendapatkan keuntungan dari pendapatan yang dibawa oleh wisata seks dan kegiatan lain yang terkait dengan eksploitasi anak yang berkelanjutan, dan akibatnya, tidak dapat memberikan perundang-undangan yang cukup melindungi dan penegakkan hukum yang cukup untuk mengatasi masalah itu. Selain itu, korupsi di kalangan kepolisian dan instansi lainnya misalnya, telah membantu mempertahankan perdagangan seks. 61 Wisata Seks Wisata seks merupakan industri besar. Misalnya, menurut LaporanPerserikatan Bangsa-Bangsa 1998, setiap tahun sekitar 200.000 orang Jerman melakukan perjalanan ke luar negeri untuk urusan seks. 39 Sistem hukum yang tidak memadai dan sistem peradilan yang tidak efisien merupakan salah satu dari penyebab wisata seks mempengaruhi anak, karena hukum dan sistem peradilan semacam itu menuntun para paedophile untuk percaya bahwa mereka dapat pergi ke negaranegara berkembang dan melakukan abuse terhadap anak-anak tanpa resiko akan dituntut dan diadili. Misalnya, di beberapa negara, tindak pelanggaran kejahatan seksual terhadap anak hanya dapat dituntut berdasarkan pengaduan orang tua anak tersebut. Ketika upaya pencegahan dan perlindungan di negara-negara Asia Tenggara membaik, Negara-negara Amerika Tengah dengan cepat menjadi daerah tujuan wisata seks anak yang dicari-cari. Masalah menjadi rumit khususnya di Costa Rica. Ibu kotanya, San Jose, merupakan tempat bagi lebih dari 2000 pelacur anak, yang secara teratur dijual ke orang asing sebagai bagian dari paket “wisata seks” yang diiklankan secara luas di Internet. Ada sekitar 70 website yang mempromosikan Costa Rica sebagai tujuan wisata seks. 40 Walaupun perempuan dewasa dan anak-anak perempuan merupakan korban utama wisata seks, anak-laki-laki juga terkena akibatnya. Di Sri Lanka, kebanyakan pelacur anak-anak adalah laki-laki yang pelanggannya adalah para wisatawan pria, sementara di beberapa negara Afrika dan Kepulauan Karabia, eksploitasi “anak-anak pantai ((beach boys) oleh wisatawan perempuan menjadi masalah. Tahun 1995, Organisasi Pariwisata Dunia (The World Tourism Organization) mengutuk akibat sosial budaya dan kesehatan yang parah yang ditimbulkan wisata seks dan memberlakukan serangkaian upaya dan resolusi untuk memerangi fenomena ini. Pornografi Anak Protokol Pilihan Konvensi Hak-Hak Anak mendefinisikan pornografi anak sebagai “segala penggambaran, dengan alat bantu apapun, dari seseorang anak yang melakukan kegiatan seksual sebenarnya atau dengan simulasi atau segala penggambaran bagian dari anak untuk tujuan-tujuan seksual”. Definisi yang diadopsi oleh Organisasi Polisi Kejahatan Internasional (Interpol) mirip dengan definisi di atas: “gambaran visual eksploitasi seksual anak, yang berfokus pada perilaku seksual atau organ seksual anak.” Pornografi anak berbahaya bagi anak dalam dua hal. Pertama, pornografi anak mendorong sexual abuse dan eksploitasi seksual anak. Kedua, setiap foto atau pita video merupakan bukti dari kekerasan terhadap anak tersebut. Pendistribusian dari gambar itu menempatkan anak menjadi korban kembali dan berulang-ulang terus, jauh hari setelah materi yang asli itu dibuat. Karena sifat industri ini yang bergerak secara-sembunyi-sembunyi, informasi mengenai volume pornografi anak beredar hanya diekspos melalui tindakan polisi dan penuntutan selanjutnya. Meskipun demikian, skala masalahnya sungguh jelas bila dilihat dari hasil dari satu operasi saja yang dilakukan. Pada akhir tahun 1990an lingkaran/jaringan pornografi anak yang berteknologi maju dan terorganisasi yang dikenal sebagai “Wonderland Club” dibongkar kepolisian. Lingkaran atau jaringan itu diketahui memiliki 180 anggota yang tersebar di 49 negara, dan memiliki 750.000 citra pornografi dan lebih dari 1800 jam sexual abuse terhadap anak yang sudah didigitalisasikan. 62 Pornografi anak dan Internet Era digital telah memudahkan produksi dan penyebarluasan pornografi anak. Kemajuan dalam teknologi komputer telah menjadikan penciptaan dan penyebarluasan pornografi anak menjadi lebih mudah, lebih murah, dan lebih sulit dideteksi. Pornografi anak telah berkembang menjadi industri bisnis jutaan dollar yang dapat dioperasikan dari rumah pelaku eksploitasi. Internet digunakan oleh para pedofile untuk bertukar informasi dan menjalin kontak dengan calon korban melalui ‘chat rooms”. Sungguh sangat kecil kemungkinannya untuk menjamin penghancuran pornografi anak secara fisik begitu pornografi anak itu telah dimasukkan dalam Internet. The Internet Safety Group: Selandia Baru Internet Safety Group didirikan untuk melindungi anak-anak remaja Selandia Baru dari resiko eksploitasi seks komersial di Internet melalui kegiatan-kegiatan berikut: • • • • • Mendisrtibusikan kit pengaman Internet ke sekolah-sekolah dengan informasi mengenai cara-cara membangun suatu lingkungan belajar Internet yang aman, dan contoh dokumendokumen pendidikan bagi para siswa, orang tua dan masyarakat luas. Membangun suatu situs web yang mudah dipergunakan bagi siapa saja dan kaya informasi Membangun telepon bebas biaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang penggunaan kit pengaman Internet. Meningkatkan kampanye ke pada khalayak tentang peluncuran kit, situs web, dan saluran telepon dan kampanye tentang berbagai hal mengenai keamanan Internet secara umum. Memberikan tindak lanjut dengan memberikan informasi, kerjasama, dan kolaborasi lanjutan Sumber: Good Practice in Combating CSEC, ECPAT International. Teknologi digital juga menciptakan suatu fenomena baru yang kadang-kadang disebut “pseudochild pornography” (seolah-olah pornografi anak) yang terdiri dari citra yang dimanipulasi dan diciptakan untuk membuat gambaran kegiatan seksual yang melibatkan anak-anak, tanpa ikut sertanya anak-anak di dalam kegiatan seksual itu. Beberapa Negara, termasuk Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat telah mengamandemen perundang-undangan mereka dengan melarang pornografi jenis ini. Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan dukungan untuk menjadikan materi semacam ini sebagai ilegal karena hal itu mendorong pedophile untuk melihat bahwa nafsu/keinginan mereka itu sebagai hal yang normal dan terlibat dalam eksploitasi anak yang sebenarnya. 63 ÿ Standar Internasional : Eksploitasi Seksual Anak Konvensi Hak-Hak Anak Pasal 34 Konvensi Hak-Hak Anak menyatakan bahwa: Negara–negara anggota berupaya melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi seksual dan sexual abuse. Untuk mencapai tujuan ini, negara-negara anggota secara khusus akan mengambil segala upaya nasional, bilateral, dan multilateral yang tepat untuk mencegah: a) b) c) Bujukan atau pemaksaan seorang anak untuk terlibat dalam kegiatan seksual yang tidak sah. Pemanfaatan anak secara eksploitatif dalam pelacuran atau praktek-praktek seksual tidak sah lainnya; Pemanfaatan anak secara eksploitatif dalam materi dan pertunjukan pornografi. Protokol Opsional mengenai Penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak Sebuah protokol mengenai Penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak diadopsi pada bulan Mei 2000 dan mulai berlaku pada bulan Januari 2002. Sementara Konvensi itu menekankan pada pencegahan eksploitasi seksual, Protokol ini menekankan pada pemidanaan pelacuran anak, dan pornografi dan mempersyaratkan bahwa setiap partisipasi dalam tindakan ini, termasuk percobaan dan konspirasi, dapat dikenai hukuman yang memperhitungkan beratnya pelanggaran ini (Pasal 3). Protokol tersebut juga mempersyaratkan bahwa Negara menutup segala bangunan yang digunakan untuk pelacuran anak dan pornografi, merampas dan menyita hasil-hasil dari kegiatan semacam itu, serta semua perangkat/sarana yang digunakan untuk melakukan atau memfasilitasinya (pasal 7), dan berisi ketentuan rinci mengenai perlakuan terhadap korban. (Lihat Bab 9). Konvensi ILO No. 182 Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) no. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Penghapusan Segala Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak juga mempersyaratkan negara–negara anggota untuk mengadopsi/menerapkan sanksi pidana dan bentuk hukuman lainnya bagi pelacuran anak dan pornografi anak. Seperti halnya Protokol Pilihan itu, Konvensi ini juga mempersyaratkan bahwa ketentuan hukum yang melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual berlaku untuk semua orang yang berusia di bawah 18 tahun. Konvensi itu telah diratifikasi oleh 147 negara. 64 Apa yang dapat dilakukan? Suatu program menyeluruh terhadap eksploitasi seksual anak harus mencakup komponenkomponen mengenai pencegahan; deteksi, pelaporan, dan intervensi; penurunan permintaan dan penuntutan pelaku pelanggaran hukum; dan perlakuan/perawatan korban yang tepat dan kompensasi. Program harus didasarkan pada penelitian empiris, dan dirancang untuk dilaksanakan di tingkat lokal dan nasional. Program itu juga harus mencakup kerjasama internasional, khususnya untuk pencegahan dan penekanan perdagangan manusia untuk keperluan pelacuran, pornografi, dan wisata seks. Ratifikasi Instrumen Internasional Negara-negara yang belum melakukan ratifikasi harus mempertimbangkan secara serius untuk menjadi pihak dalam Protokol Pilihan tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak, dalam upaya untuk membangun suatu kerangka kerja yang tepat untuk menelaah kembali ketentuan-ketentuan hukum dan acara pidana mengenai eksploitasi seksual anak. Negara-negara yang belum melakukan hal itu harus mempertimbangkan ratifikasi Konvensi ILO no. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera bagi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, dan dengan melakukan hal tersebut berarti negara-negara tersebut telah membuat komitmen yang jelas terhadap pengadopsian program-program aksi yang menyeluruh dan terikat waktu untuk memberantas eksploitasi seksual anak serta bentuk-bentuk eksploitasi anak yang serius lainnya. Reformasi Hukum Hukum pidana hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan bahwa: • • • • • • • Undang-undang tersebut melarang segala bentuk eksploitasi seks anak, yang mencakup anak-laki- laki dan perempuan yang usianya di bawah 18 tahun. Pemilikan, pembuatan, dan penyebarluasan pornografi anak dilarang. Anak-anak korban eksploitasi seksual tidak bisa dikenai hukuman sebagai pelaku kejahatan atau anak-nakal. Segala bentuk penyalahgunaan seksual anak dapat dihukum dengan hukuman yang mencerminkan beratnya pelangaran-pelanggaran hukum yang dilakukan. Penyampaian pengaduan atau penuntutan atas suatu tindak pelanggaran hukum tidak memerlukan ijin orang tua korban. Undang-undang tersebut tidak menentukan persyaratan (seperti yang mempersyaratkan saksi peristiwa tersebut), yang menghambat atau menjadi kendala yang tidak perlu bagi proses penuntutan (Salah satu contoh yang dikutip oleh Special Rapporteur dalam penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak dalam laporan misi tahun 2001 di Maroko adalah perundang-undangan yang menerapkan sanksi hukuman penjara bagi ibu yang tidak kawin, kecuali ia dapat membuktikan bahwa ayah anak tersebut melakukan perkosaan dengan disaksikan oleh 2 orang saksi). Setiap upaya dilakukan untuk menyeimbangkan hak terdakwa untuk diproses secara adil dan seksama demi menghindarkan terjadinya re-viktimisasi koban anak (misalnya melalui undangundang yang mengijinkan pernyataan korban yang direkam dalam video agar diterima sebagai bukti atau mengijinkan saksi-saksi anak untuk dicek-silang dalam suasana yang diakrabi anak melalui perantaraan seorang spesialis yang ditunjuk pengadilan). 65 Sebaiknya juga dipertimbangkan untuk mengadopsi peraturan/undang-undang yang menetapkan jurisdiksi ekstra-teritorial terhadap kejahatan yang melibatkan eksploitasi seks anak di luar negeri dan menetapkan suatu dasar hukum yang tepat untuk melakukan ekstradisi dan kerjasama internasional dalam penyelidikan dan penuntutan tindak kejahatan yang melibatkan eksploitasi seksual terhadap anak. (Periksa boks mengenai jurisdiksi universal dalam Bab 9). Menyeimbangkan pembelaan diri dan hak-hak korban anak Di Durban (Afrika Selatan) Special Rapporteur (pelapor khusus) Perserikatan Bangsa-Bangsa mengunjungi Pengadilan yang menangani Penyalahgunaan Anak (Child Abuse) yang saat ini merupakan satu-satunya yang dicancang secara khusus untuk menangani pelanggaran seks terhadap anak di negara itu. Pengadilan menggunakan vasilitas video-link sehingga anak dapat memberikan kesaksiannya di ruangan yang berbeda dan tidak harus berhadapan langsung dengan terdakwa. Seorang pekerja sosial duduk mendampingi anak itu, dan para jaksa penuntut, yang merupakan spesialis dalam penanganan korban anak, menyampaikan pertanyaan-pertanyaan mereka kepada anak dengan penuh kesabaran dan kepekaaan. Sumber: Laporan Special Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak dalam Misi ke Afrika Selatan, E/CN/4/2003 Add.1. paragraf 63). Pencegahan Program-program untuk menekan eksploitasi seksual sebaiknya mengetahui bahwa korban dari pelanggaran-pelanggaran hak yang lain lebih berkemungkinan menjadi korban eksploitasi sosial atau perdagangan manusia (trafficking). Pendekatan pencegahan tersebut sebaiknya mendorong pelayanan sosial yang berhubungan dengan anak, seperti pelayanan kesehatan, pusat-pusat penitipan anak dan sekolah-sekolah, agar lembaga-lembaga itu menjadi bagian dari identifikasi dan rujukan kekerasan (abuse ( ) di rumah. Upaya-upaya harus dilakukan untuk mendampingi anak yang telah meninggalkan rumah atau putus sekolah untuk memberikan tempat penampungan bagi mereka dan upaya reinsersi (reinsertion) ke dalam bentuk pendidikan yang cocok, dan alternatif untuk hidup selain di jalanan. Para anggota dewan perwakilan rakyat sebaiknya mempromosikan peningkatan akses terhadap pendidikan yang berkualitas, yang secara khusus mencakup upaya mengatasi kendala berpartisipasinya anak perempuan secara penuh. Pendidikan dasar sebaiknya diwajibkan dan tersedia gratis bagi semua (termasuk biaya sekolah, buku teks dan seragam). Selain memberi anak ketrampilan-ketrampilan untuk mengubah dan meningkatkan taraf hidup mereka, sekolah harus mendidik anak untuk mengenali dan menghindari keadaan yang beresiko tinggi, seraya menjawab kebutuhan khusus dari mereka yang mengalami penyalahgunaan seksual. Pasa saat yang sama, sekolah harus menyediakan lingkungan yang aman dan melindungi anak, bebas dari ancaman eksploitasi seksual dan sexual abuse. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat didorong untuk memanfaatkan kepemimpinan mereka untuk mendapatkan komitmen/alokasi keuangan bagi program untuk memerangi eksploitasi seksual anak. Ini mencakup penganggaran bagi upaya-upaya yang diarahkan pada akar penyebab eksploitasi seksual, seperti pengentasan orang miskin, promosi kesetaraan jender, pendidikan dan perlindungan anak tanpa pengasuh. ______________________________________________________________ 66 Pencegahan di Pedesaan Thailand Wilayah Thailand Utara dikenal sebagai wilayah perekrutan pelacur anak. Pusat Program Pendidikan dan Pengembangan bagi Anak-anak Perempuan dan Masyarakat (DEP) telah berupaya melaksanakan program-program pencegahan bagi anak-anak perempuan yang beresiko untuk dikirim atau direkrut sebagai pelacur, dengan diberi tempat penampungan sementara dan dimasukkan dalam program-program pendidikan. Program–program itu menawarkan pelatihan ketrampilan, pendidikan non-formal dan pelatihan kepemimpinan. Sebuah institusi pendidikan setempat, The Rachapat Institute, sedang mencoba untuk memperkuat kerjasama antara LSM setempat dengan institusi-institusi pemerintahan setempat. Lembaga pendidikan itu memberikan pelatihan kepada LSM dan guru-guru setempat agar mereka mampu melakukan tindakan melawan pelacuran anak. Program itu diberlakukan dengan pemikiran bahwa bila semua sektor masyarakat setempat, termasuk anak-anak, ditingkatkan kewaspadaan dan kesadarannya mengenai masalah-masalah dan bahaya pelacuran melalui pendidikan, ada kesempatan yang memadai untuk melindungi anak, bahkan yang sedang sangat beresiko dijual atau diperdagangkan untuk keperluan pelacuran. Sumber: Laporan Special Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak, E/CN/4/1998/101). Para anggota parlemen hendaknya mendalami tentang dan memastikan klarifikasi mandat, pelaporan dan mekanisme rujukan dari berbagai jalur kementerian bila terjadi kasus kekerasan dan penyalah-gunaan. Pendidikan Kesehatan Seksual Pendidikan kesehatan seksual anak-anak penting berdasarkan beberapa alasan: • • • Pendidikan kesehahatan seksual menjadikan anak memahami hakekat kegiatan seksual dan membantu mereka agar dapat melindungi diri dari penyalahgunaan seksual yang berdasarkan pada penggambaran yang keliru dari tindakan itu. Pendidikan kesehatan seksual membantu anak yang menjadi aktif secara seksual untuk melindungi diri mereka dari bahaya penyakit-penyakit seksual yang dapat menular, termasuk infeksi HIV. Pendidikan kesehatan seksual dapat membantu mengurangi terjadinya kehamilan remaja, termasuk kehamilan pada anak remaja yang belum menikah, yang di beberapa Negara dapat menjerumuskan mereka ke pelacuran. Kajian baru-baru ini juga menunjukan bahwa program yang berkualitas sebenarnya tidak mendorong peningkatan kegiatan seksual yang lebih dini. Pendidikan semacam itu faktanya justru dapat membantu menunda terjadi hubungan seks pertama kali. Para anggota dewan perwakilan rakyat dan para penggalang opini lainnya harus secara aktif mendukung program pendidikan kesehatan seksual yang: • • • Dimulai sebelum kegiatan seksual anak mulai aktif Memberikan penjelasan gamblang mengenai resiko seks yang tak terlindungi dan metodemetode untuk mengurangi resikonya, termasuk berpantang. Mencakup praktek-praktek ketrampilan berkomunikasi dan bernegosiasi. 67 Pelaporan, Deteksi, dan Intervensi Mekanisme pelaporan kejahatan terhadap anak dan pemberian bantuan kepada korban harus dipubikasikan secara luas dan tersedia di tempat tempat yang mudah diakses. Upaya-upaya yang terbukti bermanfaat meliputi: • • • • • • Hotline telepon Memberikan akses yang lebih mudah bagi remaja untuk melakukan konseling secara rahasia Memastikan adanya akses ke kantor polisi bagi wilayah-wilayah pedesaan Memastikan bahwa korban wanita memiliki akses ke polisi wanita Memastikan bahwa aparat kepolisian tahu seberapa berat tingkat eksploitasi seksual anak dan kebutuhan korban Mendirikan tim khusus yang terdiri dari petugas kepolisian, dokter, dan/atau personil dari departemen sosial/pekerja sosial untuk menerima dan menyelidiki pengaduan eksploitasi seksual. Pendekatan investigasi yang memahami perasaan anak Di Amerika Serikat, Departemen Kepolisian San Fransisco sedang mencoba mencermati dan mengatasi berbagai isu yang ada dengan menyiapkan ahli-ahli kepolisian yang siap 24 jam untuk menanggapi semua kasus yang melibatkan prostitusi anak dan pornografi anak. Investigasi berikutnya mengikuti pendekatan triad (triad approach)) dimana seorang pekerja sosial, seorang dokter atau perawat ahli terapi, dan petugas kepolisian dengan segera mendatangi korban anak. Negara bagian kemudian menyediakan perawatan medis dan dukungan psikologis kepada anak. Pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar korban yang direhabilitasi dapat mengatasi masalahnya asalkan ada bimbingan konseling. Kepolisian San Fransisco juga percaya bahwa peran ahli trauma untuk bekerja dengan korban perkosaan dan penyalahgunaan seksual sangat penting. Ini khususnya karena penegakkan hukum merupakan titik persentuhan pertama bagi korban dengan sistem peradilan pidana dan pembangunan rasa percaya diri diperlukan. Sumber: Laporan Misi Special Rapporteur (supra) ke Amerika Serikat, E/CN.4/1997/Add.2, Peran Media Media dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam kaitannya dengan eksploitasi seksual anak ini. Pertama-tama, media dapat bertindak sedemikian rupa sehingga media tidak melanggar hak-hak korban anak, dan tidak berprasangka terhadap hak-hak tersangka pelaku pelanggaran untuk melakukan pembelaan diri di pengadilan. Kedua, media dapat menghindarkan pelaporan yang memperkuat prasangka dan pemikiran ada sebelumnya yang memberi andil pada toleransi eksploitasi seksual anak dan membantu menggalang pendapat umum dalam perjuangan melawan eksploitasi seksual. Etika pelaporan sebaiknya: • • • 68 Menghargai privasi dan kepentingan terbaik anak korban Menghindarkan pelaporan yang berprasangka terhadap hak-hak tersangka atas pengadilan tidak memihak, sehingga menghalangi proses penuntutan. Menghindarkan pelaporan yang yang secara eksplisit dan implisit menimpakan kesalahan pada korban; Muatan media yang menyuburkan citra bahwa remaja atau remaja belia secara seksual sudah matang sebaiknya dihindari juga. Para anggota dewan perwakilan rakyat harus memastikan bahwa aturan dasar dimasukkan dalam perundang-undangan dan bahwa panduan yang lebih komprehensif dan rinci diadopsi akan diterapkan dan dipantau, khususnya oleh badan-badan dan berbagai asosiasi profesi terkait. Wisata Seks Program–program pencegahan wisata seks harus dibuat oleh Negara pengirim dan Negara penerima, dan harus mencakup tindakan-tindakan berikut: • • • • Memobilisasikan departemen terkait, termasuk Kementerian Pariwisata, untuk melakukan upaya-upaya menentang wisata-seks yang teroganisir. Mengumpulkan bukti-bukti wisata seks terorganisir dan mendorong pendidikan petugaspetugas pemerintahan terkait dan para pucuk pimpinan di sektor wisata mengenai akibat negatif dari kegiatan semacam ini. Menerbitkan panduan-panduan bagi sektor wisata yang mendesak sektor itu untuk menahan diri agar tidak mengelola segala bentuk wisata seks dan agar menghindarkan eksploitasi pelacuran sebagai suatu atraksi wisata. Membangun dan menegakkan upaya-upaya hukum dan administratif untuk mencegah dan mengikis wisata seks anak, khususnya melalui perjanjian-perjanjian bilateral untuk memudahkan proses penuntutan para wisatawan yang terlibat dalam kegiatan seksual, melanggar hukum, dan melibatkan anak dan remaja. Industri Pariwisata dan Wisata Seks Sektor swasta dapat: • • • • • Bekerja sama dengan LSM di tempat asal dan di tempat tujuan dalam pengidentifikasian pola-pola wisata seks dan upaya-upaya pencegahan yang tepat Menginformasikan kepada wisatawan akibat negatif dari wisata seks bagi anak dan memberi peringatan kepada mereka kemungkinan akibat–akibat hukum dan kesehatan yang akan mereka hadapi Mengembangkan dan memperkuat kode-etik (aturan main) profesi dan mekanisme peraturan yang mereka ciptakan untuk mereka sendiri Melakukan edukasi bagi para profesional di bidang pariwisata mengenai dampak negatif wisata seks Memberikan insentif dan imbalan bagi perusahaan-perusahaan wisata yang mengambil tindakan menentang wisata seks. Sumber: Resolusi World Tourism Organisation (WTO) A/RES/338 (XI). 69 Pemulihan dan Reintegrasi Anak-anak yang disalahgunakan melalui eksploitasi seksual sangat dirugikan dan memerlukan pelayanan yang menyeluruh, mudah diakses dan berjangka panjang. Program–program pemulihan dan reintegrasi harus membantu mengembalikan martabat anak, kesehatan jasmani dan rohaninya. Selain itu, program-program ini harus bertujuan membawa perbaikan bagi lingkungan anak sebelumnya melalui kesejahteraan lahiriah, peningkatan harga diri, dan peningkatan kemampuan untuk melindungi diri. Anggota Parlemen hendaknya: • • • Mengadopsi pendekatan yang tidak bersifat menghukum, terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi seks komersial sesuai dengan hak-hak anak, dengan memperhatikan bahwa prosedur judisial tidak memperparah trauma yang telah dialami oleh anak dan bahwa respon dari sistem diikuti dengan bantuan lembaga bantuan hukum, bila mana memungkinkan, dan pemberian remedi judisial bagi anak – korban. Menyediakan/memperkuat berbagai ragam pelayanan yang mudah diakses dan secara budaya mudah diterima bagi anak korban eksploitasi seks komersial, yang memperhitungkan juga perbedaan kebutuhan dan minat anak laki-dan anak perempuan. Ini mungkin mencakup konseling sebaya, help-line atau hotline dalam bahasa setempat, tempat penampungan, perawatan medis, konseling psikososial dan pelatihan kejururan. Melatih penyedia pelayanan sosial dan pelayanan kesehatan, serta anggota masyarakat dan organisasi keagamaan dalam pemberian pelayanan yang akrab bagi anak, termasuk pelayanan psikososial dan dan pelayanan medis, HIV/AIDS, program-program mengenai penyalahgunaan zat terlarang, dan pengembangan ketrampilan hidup bagi korban anak. Pelatihan Pelayanan Psikososial dan Medis bagi Penyedia Pelayanan Mengakui bahwa peran dari para penyedia pelayanan medis dan psikososial dalam upaya pencegahan eksploitasi seksual dan sexual abuse, dan pemulihan korban dan reintegrasinya ke masyarakat sangat penting, bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia Komisi Sosial Ekonomi Asia Pasifik (HRD- ESCAP) mengembangkan dan melaksanakan program pelatihan bagi penyedia pelayanan psikososial dan medis di sub-wilayah Greater Mekong, Asia Selatan dan Filipina. Tujuan dari progam ini adalah membantu anak–anak yang secara seksual dieksploitasi dan disalahgunakan melalui peningkatan ketrampilan dari penyedia pelayanan psikososial dan medis secara tepat untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan khusus mereka. Sumber: Good Practices in Combating CSEC, ECPAT Internasional 70 PERDAGANGAN DAN PENJUALAN ANAK Perlu mendapatkan pekerjaan, namun tak mampu membayar biaya transportasi sama sekali, ia menerima tawaran dari seorang pengemudi bus untuk menumpang bis gratis ke tempat kerja di sebuah pabrik di Thailand. Di sana, ia dijual ke pemilik rumah bordil, yang mengatakan kepadanya bahwa ia tidak dapat pergi sampai ia bekerja untuk mendapatkan uang guna membayar ongkos yang pemilik bordil bayarkan kepada pengemudi bus. Ia tidak pernah diberitahu berapa banyak uang yang dibayarkan kepada kepada pengemudi bus, dan berapa pendapatannya untuk pelayanan setiap pelanggan, atau berapa lama yang dibutuhkannya untuk melunasi uangnya itu. Bab 9 Cerita anak korban trafiking Perdagangan manusia meningkat. Di Asia Tenggara saja, 200,000 sampai 250.000 perempuan dan anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya.42 Perdagangan anak sungguh merupakan fenomena global yang menghubungkan semua negara dan kawasan di dunia dalam suatu jaringan rumit gerakan gelap yang menimpa sekitar 1.2 juta anak setiap tahunnya.43 Perdagangan Manusia telah didefinisikan sebagai: Rekrutmen, pengangkutan, pengiriman, menampung atau menerima orang,dengan menggunakan ancaman atau penggunaan kekuatan atau bentuk pemaksaan yang lain, penculikan, pemalsuan, pemerdayaan, penyalah-gunaan kekuasaan atau posisi kerentanan, atau memberi atau menerima pembayaran atau manfaat lain untuk mendapatkan ijin dari seseorang yang memiliki kuasa untuk mengendalikan orang lain, untuk keperluan eksploitasi”. 44 Meskipun demikian, rekrutmen, pengangkutan dan pengiriman dan menampung atau menerima seorang anak untuk dieksploitasi juga dianggap sebagai trafiking, tanpa memandang apakah penculikan, penipuan dan cara–cara tersebut di atas dilakukan atau tidak. Penjualan anak artinya “segala tindakan atau transaksi dimana seorang anak dipindahtangankan dari seseorang atau kelompok orang ke seseorang atau kelompok lainnya dengan pembayaran sejumlah uang atau karena pertimbangan–pertimbangan lainnya. 45 Konsep penjualan bertumpang tindih dengan trafiking, kecuali bahwa trafiking menyiratkan suatu praktek bahwa anak dipindahkan. Trafiking bisa dari satu negara ke negara lainnya, namun juga dapat terjadi dalam suatu negara, sering dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Penyelundupan migran, walaupun tidak sah, bukanlah merupakan trafiking bila para migran secara bebas mengontrak pelayanan penyelundupnya, dan bila mereka tidak dieksploitasi. Penyelundupan berubah menjadi trafiking bila penipuan terhadap migran terdapat didalamnya, atau bila mereka dipaksaa tinggal dan bekerja dalam kondisi penghambaan (servitude). Akar masalah penjualan dan trafiking sangat rumit dan kait-mengkait, dan mencakup kemiskinan, kurangnya kesempatan kerja, status sosial anak perempuan yang rendah, dan umumnya kekurangan pendidikan dan kesadaran. Anak-anak tribal dan minoritas, anak-anak tanpa kewarganegaraan atau tak terdokumentasi, dan anak-anak dalam kamp pengungsian juga sungguh rentan. 71 ÿ Standar Internasional tentang Trafiking Konvensi Hak-Hak Anak Pasal 35 Konvensi Hak-Hak Anak menetapkan bahwa “Negara-negara anggota harus melakukan upaya-upaya nasional, bilateral dan multilateral yang tepat untuk mencegah penculikan, penjualan atau perdagangan anak untuk tujuan apapun atau dalam bentuk apapun”. Anak-anak yang telah menjadi korban dari eksplotasi dalam bentuk yang mana saja, memiliki hak atas pemulihan fisik, psikologis dan intergrasi sosial (Pasal 39). Bila hak-hak korban atas identitas telah terpengaruhi, negara juga memiliki kewajiban untuk memberikan bantuan dan perlindungan dalam mengembalikan identitas korban yang sebenarnya (Pasal 8). Identitas itu mencakup nama, kewarganegaraan, dan ikatan keluarga. (Periksa bab 6). Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi dan Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya Perempuan dan Anak-anak (Protokol Palermo).46 Konvensi dan Protokol ini diadopsi oleh Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 15 November 2000 dan mulai berlaku pada bukan Desember 2003. Selain menghimbau dibuatnya program-program dan kebijakan yang menyeluruh untuk mencegah perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak-anak, Konvensi dan protokol itu juga memuat ketentuan-ketentuan rinci mengenai kewajiban masing-masing badan pembuat undang-undang untuk memberlakukan undang-undang yang menentang trafiking, mengenai penegakan hukum, dan perlakuan terhadap korban. Ketentuan–ketentuan penegakkan hukum berkaitan dengan: • • • • Pertukaran informasi antara instansi penegakkan hukum yang berkaitan dengan orang-orang dan kelompok-kelompok yang dicurigai melakukan perdagangan manusia secara internasional, cara-cara yang digunakan dan metode-metodenya. Pengawasan perbatasan Keamanan dokumen perjalanan dan dokumen identitas; dan Pelatihan aparat pengawas perbatasan dan aparat penegak hukum. Protokol juga memuat panduan terinci mengenai repatriasi korban trafiking ke negara asalnya. (Pasal 7 dan 8). Trafiking dan Eksploitasi Seksual Di beberapa kawasan dunia, perdagangan anak, khususnya anak perempuan, untuk keperluan pelacuran terdokumentasi dengan baik. 72 • Pada tahun 2002, diperkirakan bahwa antara 28.000 sampai 30.000 anak perempuan terlibat dalam pelacuran di Afrika Selatan, sebagian dari mereka berasal dari Angola, Kamerun, Ethiopia, Kenya, Lesotho, Malawi, Mozambique, Rwanda, Senegal, Swaziland, Tanzania, Uganda, Zambia, dan Zimbabwe. 47 • Gadis-gadis remaja dari Afrika diperdagangkan ke Eropa, khususnya Belgia, Italia, dan dan Negeri Belanda. Sekitar 2000 sampai 6000 anak gadis dan perempuan belia diperdagangkan ke Italia setiap tahunnya, sebagian di antaranya berusia antara 14 – 18 tahun. 48 • Anak-anak dari Bangladesh dan Nepal diperdagangkan ke India untuk keperluan eksploitasi seksual. Anak-anak dari Asia Tenggara diperdagangkan dalam jumlah besar ke Jepang dan Thailand. Perdagangan anak-anak perempuan muda dari daerah pedesaan ke kota-kota besar untuk tujuan pelacuran marak di Kamboja, China, Thailand, dan Viet Nam. 49 • Runtuhnya tatanan ekonomi dan sosial Eropa Timur pada tahun 1989 dan Krisis Balkan meningkatkan perdagangan manusia dalam sekala besar dari Eropa Timur ke Eropa Barat dan di Eropa Timur sendiri. Walaupun banyak upaya dilakukan dalam penegakkan hukum dan perlindungan korban, negara-negara di kawasan ini masih menjadi tujuan atau titik transit atau negara asal perdagangan manusia. Dengan pola besar ini, pola-pola spesifik dapat dideteksi, seperti perdagangan gadis-gadis remaja dari Negara-negara kawasan Baltik ke Skandinavia, dari Rusia dan Ukraina ke Jerman dan Polandia, dan dari Albania ke Italia dan Yunani. • Telah ditunjukkan bahwa ketika legislasi yang lebih tegas dikembangkan di beberapa negara, rute trafficking berubah melalui negara transit dan negara tujuan. Jaringan trafiking yang sangat lentur sifatnya memerlukan suatu pendekatan global atau regional, bukannya mengatasi masalah-masalah tersebut di satu negara dalam waktu tertentu. Korban dari trafiking semacam ini sering diberi stigma, yang mengundang berbagai tantangan terhadap upaya reintegrasi sosial, bahkan repatriasi. ÿ Standar Regional dan Standar Internasional tentang Trafiking dan Eksploitasi Seksual Protokol Opsional tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak. Protokol Konvensi Hak-hak Anak mulai berlaku pada tanggal 18 Januari 2002. Protokol itu berlaku bagi penjualan anak untuk keperluan eksploitasi seksual, perburuhan anak, atau adopsi, dan mencakup pencegahan, pelarangan dan bantuan bagi para korban. Berkenaan dengan pencegahan, Protokol itu mengindikasikan bahwa pencegahan harus mencakup upaya-upaya yang dirancang untuk membuat masyarakat umum lebih menyadari efek-efek yang merugikan dari penjualan anak serta upaya-upaya yang ditujukan bagi pihak yang paling rentan. Ketentuan yang paling rinci dari Protokol ini adalah ketentuan yang berkaitan dengan pelarangan dan hukuman. Protokol ini mengindikasikan bahwa undang-undang/hukum pidana harus mencakup orang-orang yang menawarkan anak untuk dijual, siapapun yang membeli anak, calo, dan siapapun yang berpartisipasi dalam tindakan itu (termasuk pencobaan atau komplisitas) akan dijatuhi hukuman yang sesuai dengan tingkat kesalahannya. Protokol ini juga mengindikasikan bahwa negara-negara anggota Protokol tersebut sebaiknya saling membantu dalam penyelidikan kejahatan semacam itu dan membawa pelaku pelanggaran ke pengadilan dan bahwa tempat yang digunakan untuk keperluan ini akan ditutup dan hasilnya akan disita. Protokol ini memuat ketentuan-ketentuan yang dirancang membangun jurisdiksi internasional atas kejahatan-kejahatan ini. 73 Konvensi tentang Pencegahan dan Memerangi Trafiking Perempuan dan Anak-anak untuk Pelacuran, Asosiasi Asia Selatan untuk Kerjasama Regional (SAARC Convention on Preventing and Combating Trafficking in Women and Children for Prostitution) Pada bulan Januari 2002, Asosiasi Asia Selatan untuk Kerjasama Regional (SAARC) mengadopsi perjanjian mengenai perdagangan perempuan dan anak-anak untuk keperluan pelacuran. Perjanjian ini lebih sempit dibanding instrumen-instrumen lainnya dalam hal bahwa perjanjian itu hanya berlaku untuk perdagangan untuk tujuan-tujuan prostitusi, namun lebih luas dibanding Protokol Palermo dalam hal bahwa perjanjian itu berlaku untuk perdagangan di dalam negeri dan perdagangan internasional. Konvensi SAARC itu mewajibkan negara-negara anggotanya untuk memidanakan trafiking dan menetapkan hukuman yang diperhitungkan sesuai dengan tingkat kejahatannya, dan menjadikan instansi–instansi penegakkan hukum dan peradilan agar lebih peka terhadap sifat dan penyebab perdagangan perempuan dan anak-anak. Konvensi ini memuat ketentuan yang rinci mengenai kerjasama di kalangan instansi penegakan hukum nasional. Trafiking dan Buruh Anak Kajian terakhir di Afrika dan Asia mempertegas bahwa anak-anak sering diperdagangkan untuk keperluan sebagai pekerja rumah tangga, atau bekerja di industri pelayanan, konstruksi, pertanian, perikanan dan mengemis. Berbagai ragam pola trafiking telah didokumentasikan di berbagai belahan dunia yang berbeda: • • • • • Di Afrika Barat, anak-anak sering diperdagangkan oleh “ agen tenaga kerja” untuk jasa rumah tangga atau bekerja di pertambangan atau perkebunan. Anak-anak dari Eropa Tengah dan Eropa Timur diperdagangkan ke Eropa Barat ke sektor huburan dan jasa serta sebagai pengemis, pelacur, dan penjahat kelas teri. Di Asia Selatan, anak-anak diperdagangkan untuk digunakan dalam pabrik–pabrik karpet, garmen, konstruksi, perkebunan teh dan sebagai pengemis. Di Timur Tengah, perdagangan anak-anak perempuan untuk pekerjaan rumah tangga merupakan bentuk yang dominan dari trafiking anak Di Asia Tenggara, trafiking terjadi di berbagai bidang jasa, dan untuk pekerjaan bidang pertanian dan industri. Trafiking untuk tujuan dijadikan buruh anak sebagian besar ditentukan oleh jumlah permintaan, dan merupakan bagian dari permintaan yang tak terpenuhi dari buruh murah dan tidak-bertingkah macam-macam. ILO menyebutkan bahwa buruh anak menarik bukan karena murah, namun karena anak lebih mudah disalahgunakan, tidak terlalu asertif, dan kurang mampu menuntut hak-haknya bila dibanding orang dewasa. Mereka dapat dipaksa untuk bekerja dengan jam kerja yang lebih panjang, dengan makanan yang lebih sedikit, dengan akomodasi yang buruk dan tanpa benefit. Korban-korban trafiking untuk menjadi buruh sering bekerja di dalam kondisi yang sangat membahayakan kesehatan jiwa dan raganya. 74 Standar Internasional: Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak Konvensi tentang Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak (Konvensi ILO no. 182) memberikan titik masuk untuk mengatasi keadaan yang paling berbahaya dan merupakan batu pijakan menuju sasaran utama untuk mengakhiri perburuhan anak bersama-sama. Konvensi ini menentukan hal yang berikut sebagai bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak: • • • • • Segala bentuk perbudakan atau praktek-praktek sejenisnya, seperti penjualan dan perdagangan anak. Penghambaan dan penjaminan sebagai utang Wajib kerja atau kerja paksa, termasuk rekrutmen paksa dan wajib untuk digunakan dalam konflik bersenjata; Penggunaan, pengadaan, atau penawaran seorang anak untuk dilacurkan, untuk produksi pornografi atau untuk pertunjukan pornografi; dan Penggunaan, pengadaan atau penawaran seorang anak untuk kegiatan-kegiatan, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obat terlarang (sebagaimana didefinisikan dalam perjanjian-perjanjian internasional yang relevan.) Adopsi Internasional Dalam dua dekade terakhir, adopsi antar negara secara progresif telah berubah. Dari tujuan awalnya untuk memberikan lingkungan keluarga bagi anak, adopsi menjadi lebih ditentukan oleh permintaan (demand-driven). Di negara-negara industri, adopsi antar negara yang meningkat dipandang sebagai (pilihan) bagi keluarga-keluarga tanpa anak. Untuk memenuhi permintaan anak, penyalahgunaan dan perdagangan tumbuh subur: tekanan psikologis terhadap ibu-ibu yang rentan untuk (menyerahkan anak-anak mereka) negosiasi dengan keluarga yang melahirkan; adopsi yang diorganisasikan sebelum kelahiran; sertifikat maternitas atau paternitas palsu, penculikan anak; anak-anak diaku untuk diadopsi, tekanan ekonomi dan politik kepada pemerintah … Sungguh perdagangan yang berkembang pesat telah tumbuh dalam pembelian dan penjualan anak dalam kaitannya dengan adopsi antar negara. Sumber: C. Saclier, Internasional Social Services, cited in Intercountry Adoption, Innocenti Digest No.4. 75 Perdagangan, Penjualan Anak dan Adopsi Perdagangan dan penjualan anak untuk diadopsi telah dilaporkan di tingkat nasional, namun adopsi antar negara bahayanya lebih besar. Diperkirakan 20.000 bayi dari Asia, Eropa Tengah dan Eropa Timur dan Amerika Latin diadopsi setiap tahunnya oleh pasangan atau individu dari negara-negara kaya, dan permintaan atas bayi yang sehat tumbuh dengan cepat. 50 Praktek-praktek ilegal yang digunakan untuk mendapatkan anak untuk diadopsi meliputi: • • • • • • • ÿ Penculikan Secara keliru memberi informasi kepada ibu yang melahirkan di rumah sakit atau klinik bahwa bayi yang baru dilahirkannya meninggal; Menawarkan uang atau barang sebagai pertukaran dengan anak; Pernyataan paternitas yang tidak benar Menukar nama ibu adopsi atau seorang calo sebagai ibu kandungnya ketika mencatatkan kelahiran seorang anak Mendapatkan ijin orangtua anak untuk mengadopsi di bawah pretensi yang keliru Memprovokasi atau melakukan penekanan kepada ibu hamil yang rentan, khususnya remaja yang masih lajang, untuk setuju meninggalkan bayinya saat anaknya lahir. Standar Internasional tentang Trafiking dan Adopsi Konvensi Hak-Hak Anak Selain ketentuan-ketentuan mengenai adopsi secara umum, Konvensi ini berisi standar-standar tambahan mengenai adopsi antar negara. Konvensi itu menyatakan bahwa: • • • Adopsi antar-negara dapat diterima hanya bila itu merupakan upaya terakhir yang dapat dilakukan ketika penempatan pengasuhan, adopsi atau alternatif perawatan lainnya tidak dapat ditemukan di negara asal anak tersebut. Semua orang yang terlibat dalam adopsi antar negara tidak boleh menerima perolehan finansial yang tidak sepantasnya; dan Rambu-rambu dan standar yang berlaku untuk adopsi antar negara harus ekuivalen dengan rambu-rambu dan standar yang berlaku bagi adopsi–adopsi nasional. Negara-negara yang membolehkan adopsi antar negara juga didorong untuk mengikuti perjanjianperjanjian internasional untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan bahwa perlindungan hak-hak anak terkait secara memadai dilakukan. Konvensi Den Haag tentang Perlindungan Anak dan Kerjasama mengenai Adopsi Antar Negara Konvensi ini yang mulai berlaku tahun 1995 dan sekarang telah diikuti oleh 55 negara anggota, mengandung ketentuan yang dirancang untuk memastikan bahwa ijin untuk melakukan adopsi diperoleh dengan cara yang semestinya, dan mempersyaratkan bahwa: • 76 Perorangan, instansi dan lembaga yang ijinnya diperlukan untuk melakukan adopsi sudah dimintai nasehat sebagaimana mestinya dan diberi informasi mengenai efek dari ijin itu, khususnya apakah adopsi akan berakibat pada diputusnya hubungan hukum antara anak tersebut dengan keluarga asalnya. • • • Perorangan, instansi dan lembagai semacam itu telah memberikan ijinnya secara sukarela, dalam formulir sah yang diperlukan, dinyatakan atau dibuktikan secara tertulis; Ijin tidak boleh diiming-imingi dengan pembayaran atau kompensasi apapun dan tidak/belum ditarik kembali; dan Ijin dari ibu, dimana diperlukan, hanya boleh diberikan setelah kelahiran bayinya. Ratifikasi perjanjian ini merupakan cara yang tepat bagi negara-negara yang mengijinkan adopsi internasional untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya berdasarkan pasal 21 Konvensi HakHak Anak. Jurisdiksi Internasional: Sebuah Alat untuk Memerangi Pelanggaran Hak-hak Anak yang Paling serius Biasanya, hukum/undang-undang pidana hanya berlaku di negara dimana undang-undang itu diberlakukan. Meskipun demikian, dalam beberapa kasus, undang-undang dapat diterapkan untuk kejahatan yang dilakukan di luar negeri, atau kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan nasional di luar negeri oleh warga negara asing. Lubang kelemahan dalam suatu legislasi bisa menyebabkan suatu kejahatan serius tetap tidak dapat dihukum ketika ada dimensi internasionalnya. Misalnya bila seorang dari negara Eropa membeli anak di sebuah negara Asia berhasil meninggalkan negara itu sebelum tindak kejahatannya itu diungkap, dan tidak ada perjanjian ekstradisi antara negaranya dan negara dimana kejahatan itu terjadi, maka ia dapat melarikan diri dari penuntututan di pengadilan. Perjanjian antara negara-negara bahwa mereka akan memperluas wilayah jurisdiksi pengadilan mereka membantu menjamin bahwa kejahatan-kejahatan tertentu yang dilakukan di setiap negara pasti akan dihukum. Protokol Pilihan mengenai penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak merupakan instrumen hak-hak azasi manusia terbaru yang membangun dasar bagi kerjasama internasional semacam ini. Semua negara yang ikut menandatangani Protokol ini setuju untuk: • • • • Menjadikan penjualan dan pelacuran anak, dan penggunaan anak dalam pornografi merupakan tindak pidana; Memastikan bahwa pengadilan-pengadilan mereka memiliki jurisdiksi atas kejahatankejahatan semacam itu ketika tindak kejahatan dilakukan di wilayah nasionalnya. Memberikan jurisdiksi kepada pengadilan-pengadilan atas setiap orang yang secara fisik berada di wilayahnya dan diduga melakukan tindak kejahatan semacam itu, lepas dari kebangsaan/kewarganegaraanya, kewarganegaraan dari korban, atau dimana kejahatan itu terjadi (kecuali tersangka di ekstradisi); dan Mengakui bahwa kejahatan-kejahatan semacam ini merupakan pelanggaran hukum yang dapat diekstradisi di bawah perjanjian ekstradisi di antara negara-negara penandatangan Protokol tersebut. Mahkamah Internasional juga memiliki jurisdiksi kejahatan-kejahatan tertentu terhadap anak, termasuk perdagangan anak, dan pemindahan paksa anak dari satu kelompok etnis ke kelompok etnis lainnya, ketika praktek-praktek ini terjadi dalam keadaan yang memungkinkan untuk dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan atau sebagai suatu bentuk genosida. 77 Trafiking dan Impunitas Legislasi yang tidak memadai dan penegakkan hukum yang lemah merupakan akar penyebab dari perdagangan dan penjualan anak. Masalahnya mencakup lubang kelemahan dalam undangundang pidana yang gagal mendefinisikan trafiking sebagai tindak kejahatan, atau hanya mendefinisikannya sebagai tindak kejahatan ketika hal itu dilakukan untuk tujuan pelacuran, dan pendanaan mekanisme penegakkan hukum yang tidak memadai, termasuk pendanaan bagi polisi, penjaga perbatasan, dan peradilan. Penjualan atau perdagangan manusia menurunkan derajat manusia itu menjadi komoditi dan oleh karenanya, secara inheren dapat dikutuk, tanpa melihat tujuan utama dari dilakukannya penjualan atau perdagangan itu. Jadi, argumen bahwa dalam sebagian besar kasus adopsi anak pada akhirnya jauh lebih baik kondisi kehidupannya, bagaimanapun, tidak akan membenarkan perdagangan bayi dan anak-anak. Ofelia Calcetas Santor, Special Rapporteur tentang Penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak. 78 Apa yang dapat dilakukan? Ratifikasi Instrumen-instrumen Internasional Dalam upaya untuk membuat dasar yang kokoh bagi kerjasama internasional yang lebih maju untuk mencegah dan menekan trafiking dan menciptakan kerangka kerja yang tepat bagi reformasi hukum, negara-negara anggota yang belum melakukan hal itu disarankan agar menjadi anggota–anggota dari: • • Protokol Pilihan mengenai penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Kejahatan Transnasional Terorganisir dan Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya Perempuan dan Anak-anak. Negara-negara yang mengijinkan atau mengakui adopsi antar negara sebaiknya membertimbangkan ratifikasi Konvensi Den Haag tentang Perlindungan Anak dan kerjasama di Bidang Adopsi Antar Negara. Reformasi Hukum Semua negara sebaiknya menelaah kembali legislasi mereka dengan melihat prinsip–prinsip yang diakui oleh instrumen-instrumen internasional tersebut di atas, dan khususnya: • • Mereka sebaiknya memastikan bahwa segala bentuk perdagangan anak untuk tujuan apapun dapat dijatuhi hukuman di bawah undang-undang pidana dengan hukuman yang mencerminkan berat-ringannya pelanggaran hukum tersebut. Mereka sebaiknya memasukkan tindak pelanggaran perdagangan manusia dalam hukum pidana sedemikian rupa sehingga menjadi acuan/penentu arah bagi segala bentuk perdagangan manusia. Definisi trafiking dalam hukum pidana sebaiknya mengambil model definisi yang terkandung dalam Protokol Palermo (Pasal 3 dan 5). “Perdagangan Manusia adalah rekrutmen, pengangkutan, pemindahan, menampung atau menerima seseorang, dengan menggunakan ancaman atau menggunakan kekuatan, atau bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, pemerdayaan, atau penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi kerentanan, atau memberi atau menerima, pembayaran atau manfaat untuk mendapatkan ijin dari seseorang yang memiliki kendali atas orang lainnya, untuk keperluan eksploitasi. “ • • • Kerangka hukum sebaiknya mencerminkan kebuthan-kebutuhan perlindungan khusus dari anak-anak yang diperdagangkan, yang mungkin tidak sama dengan mereka yang sudah berusia dewasa, (upaya-upaya perlindungan khusus semacam itu dapat mencakup hak atas visa kemanusiaan dan wali hukum sebagaimana yang dipaparkan di bawah ini). Dalam segala prosedur hukum dan administratif, dimana ada keraguan berkenaan dengan usia dari orang yang diperdagangkan, mereka sebaiknya dianggap sebagai anak dan mendapatkan manfaat dari perlindungan yang semestinya. Legislasi sebaiknya diadopsi untuk memberikan efek bagi jurisdiksi universal penjualan anak dan perdagangan anak. Prosedur dan persayaratan hukum yang bisa menyebabkan korban trafiking justru menjadi korban kembali sejauh mungkin, harus dihilangkan, dan suatu instansi sebaiknya diberi wewenang untuk memberikan bantuan yang tepat kepada anak yang berpartisipasi dalam proses hukum (misalnya sebagai saksi dalam penuntutan pidana). 79 • Hak-hak korban atas privasi, untuk mengajukan kompensasi atas kerugian yang diderita, dan ketika dipandang perlu, mempercepat bantuan dalam pemulihan kembali identitas mereka harus diakui dan diatur dengan undang-undang. Selain itu, dalam upaya menghambat penjualan dan perdagangan anak untuk tujuan adopsi, Negara-negara anggota yang membolehkan atau mengakui adopsi sebaiknya mengkaji kembali legislasi mereka untuk memastikan bahwa praktek-praktek berikut ini dilarang: • • • • Secara tidak semestinya melakukan bujukan untuk melakukan adopsi Menerima upah atau kompensasi dalam jumlah melebihi batas yang diijinkan; Merancang/mengatur adopsi tanpa otorisasi dari instansi yang berweweng; Menghalangi hak seorang anak atas identitas (misalnya dengan membuat pernyataan paternitas, maternitas, atau kematian neo-natal palsu, atau dengan memalsukan dokumen identitas). Pengembangan Program: Perlunya Pendekatan yang Menyeluruh Implementasi dari kewajiban-kewajiban internasional yang berkaitan dengan trafiking sebaiknya tidak dibatasi hanya pada upaya-upaya hukum semata. Negara-negara anggota juga memiliki kewajiban untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan dan program untuk memerangi dan melindungi serta menawarkan bantuan kepada orang-orang yang diperdagangkan. Dalam hal ini, Badan Pembuat Undang-undang dapat menjadi ujung tombaknya. Program-program dan kebijakan untuk mengurangi perdagangan anak harus bersifat menyeluruh dan harus menekankan pada pencegahan melalui berbagai upaya, yang mencakup hal-hal berikut: • • • • • 80 Mengurangi tingkat kerentanan anak, keluarga, dan masyarakat dengan menghancurkan akar penyebab trafiking, termasuk kemiskinan dan sikap sosial. Para pembuat undang-undang bisa menggunakan kepemimpinannya untuk mendapatkan komitmen finansial bagi upaya-upaya anti trafiking. Hal-hal ini mencakup anggaran sosial untuk upaya-upaya pencegahan yang ditujukan untuk menjawab masalah pemberantasan kemiskinan, pendidikan dan promosi kesetaraan dan non-diskrimiminasi jender; dan perlindungan anak tanpa pengasuh. Mencermati berbagai proses yang terkait dengan trafiking pada titik pemberangkatan, di wilayah transit, dan di tempat tujuan. Menutup lubang-lubang kelemahan pada perundang-undangan dan meningkatkan penegakkan hukum. Mengurangi toleransi publik terhadap trafiking dan dimana memungkinkan, mengurangi permintaaan klien. Memperkuat kembali kerjasama di kalangan negara-negara asal, negara transit dan negara tujuan yang menjadi lintasan rute khusus perdagangan manusia berkenaan dengan pencegahan, penegakkan hukum, dan bantuan kepada korban. Para pembuat undang-undang harus bekerja menuju ke arah kerjasama regional antara negara-negara tersebut, dengan melalui pembuatan nota kesepahaman antara negara-negara yang memiliki perbatasan bersama. Nota Kesepahaman antara Negara-negara yang memiliki perbatasan bersama: Kasus Mali dan Pantai Gading Pada bulan Februari 2000, UNICEF dan ILO memberikan dukungan konsultasi sub–regional di Libreville, Gabon, yang kemudian mengarah pada dibuatnya Nota Kesepahaman tentang perdagangan anak antara Pemerintah Pantai Gading dan Mali. Menjadi perjanjian yang pertama kali ditandatangi di Afrika mengenai masalah itu, nota kesepahaman itu mengatur masalah kerjasama lintas batas dalam repatriasi anak dan deteksi dan pelacakan jaringan perdagangan anak. Pada tanggal 24 Maret 2000, Mali juga mengadopsi suatu Rencana Darurat Nasional untuk Memerangi Perdagangan Anak yang menyeluruh (National Emergency Plan to Fight Against Child Trafficking). Advokasi Agar kerangka kerja anti trafiking yang benar-benar efektif, legislasi dan pemrograman perlu dilengkapi dengan advokasi. Para anggota dewan perwakilan rakyat memainkan peranan yang sangat penting dalam suatu advokasi yang efektif. Dalam melakukan hal ini, anggota dewan perwakilan rakyat harus senantiasa mengingat bahwa perdagangan manusia merupakan pelanggaran berbagai hak-hak azasi manusia. Selain ekploitasi yang implisit dalam trafiking, perkembangan dan bahkan kehidupan anak terancam. Ketika perdagangan anak ditentang, hak-hak korban harus dijamin; khususnya korban harus dilindungi agar tidak menjadi korban kembali untuk kedua kalinya, kepentingan terbaik untuk anak harus diberi prioritas dalam proses pengadilan dan partisipasi anak harus dilibatkan dalam keputusan mengenai kesejahteraannya. Mencermati Hubungan Antara HIV/AIDS dan Perdagangan Anak HIV/AIDS merupakan sebab dan akibat dari keadaan diperdagangkan. Penyakit itu memperparah kemiskinan dan telah menjadikan jutaan anak-anak kehilangan orang tuanya. Pelacuran anak khususnya, sangat rentan terhadap HIV/AIDS. Pekerja rumah tangga, anak-anak jalanan, dan buruh anak sering menjadi korban perkosaan. Stigma sering ditimpakan ke anak-anak yang orangtuanya meninggal karena AIDS atau korban perkosaan memperberat tingkat kerentanan terhadap trafiking dan pelanggaran hak-hak. Dalam pidatonya baru-baru ini, Carol Bellamy, Direktur Eksekutif UNICEF, menggagaskan adanya enam tantangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Para pemimpin harus berani memecah kesunyian yang menolak keberadaan HIV/AIDS, mencegah diskusi mengenai pelanggaran hak-hak azasi manusia yang mempercepat berkembangnya pandemik dan menghalangi mobilisasi sumber-sumber daya dan kemitraan yang diperlukan untuk memperluas perawatan dan pencegahan. Upaya-upaya untuk menjamin setiap anak bersekolah harus ditingkatkan. Hak-hak mereka yang masih muda usia atas informasi dan pelayanan pencegahan AIDS harus dipenuhi. Kebutuhan khusus mereka yang muda usia yang terlibat dalam kerja seks atau penggunaan obat suntik harus dicermati. Segala bentuk diskriminasi berdasar jender, eksploitasi hak dan penyalahgunaan anak-anak gadis dan perempuan dewasa harus diakhiri. Segenap lapisan masyarakat harus segera dimobilisasikan dalam upaya memerangi HIV/AIDS. Sumber: “Accelerating the Momentum in the Fight Against HIV/AIDS in South Asia”, Kathmandu, Februari 2003. 81 Suatu Contoh Intersepsi Intersepsi dan penyelamatan yang efektif dapat mencegah anak-anak korban perdagangan manusia dari eksploitasi lebih jauh. Intersepsi dapat terjadi di titik keberangkatan, transit dan kedatangan. Di Filipina, Program Internasional tentang Eliminasi Pekerja Anak (IPEC) telah memberikan dukungan kepada Visayan Forum, sebuah LSM yang menjalankan program untuk mengidentifikasi dan menerima anak-anak yang tiba tanpa pendamping di pelabuhan Manila, dan memberikan kepada mereka informasi dasar yang akan menurunkan tingkat kerentanan mereka (misalnya, tentang akomodasi, pelayanan-pelayanan yang tersedia, dan hak-hak mereka), serta berbagai akses ke pelayanan sosial bila mereka membutuhkannya. Model identifikasi anak-anak yang beresiko, penerimaan dan pengenalan ke pelayanan multi-sektoral pada titik dimana anak-anak menjadi sangat rentan merupakan mekanisme perlindungan yang efektif, karena hal itu menganggu rantai perdagangan anak tersebut. Model ini bisa digunakan di tempat-tempat lain dimana anak sangat rentan, seperti di lapangan terbang, stasiun kereta api atau di stasiun bus. Proyek Visayan Forum telah membangun jalinan yang kuat dengan para kapten kapal, dimana anak melakukan perjalanan, dengan para awak kapal dan perusahaan-perusahaan pelayaran. Beberapa kapten kapal memberikan tumpangan gratis ke anak-anak untuk kembali ke rumahnya dengan segera ……. (Ini) merupakan satu contoh koalisi yang dibangun dan peningkatan kesadaran di kalangan kelompok yang secara langsung terlibat dalam pergerakan anak. Sumber: Unbearable to Human Heart, hal 48-49. Perlindungan dan Bantuan Terlalu sering bahwa arti penting perlidungan dan pemberian bantuan kepada korban trafiking diabaikan. Penyelamatan dan pemulihan anak-anak semacam itu dan pemulangan dan reintegrasi mereka ke komunitas di negara asalnya mungkin merupakan wilayah yang paling menantang dari program intervensi. Korban trafiking memiliki kebutuhan mendesak dan sungguh beragam, yang meliputi: • • • • • • • • • • • 82 Akomodasi Belanja untuk kebutuhan-kebutuhan dasar Konseling rahasia Bantuan untuk pulang kembali Nasehat hukum Perlindungan dari pembalasan dendam Dukungan untuk membangun masa depan Mengembangkan hubungan kerjasama dengan LSM untuk menawarkan bantuan di negara-negara tujuan dalam bentuk akomodasi yang memadai dan aman, perawatan kesehatan, dan konseling. Dalam hal dimana orang-orang yang diperdagangkan kembali ke negara asal mereka, bekerjasamalah dengan LSM dan dengan instansi-instansi nasional di kedua negara asal dan negara transit untuk membantu pemulangan dan reintegrasi korban perdagangan. Ini mencakup upaya memastikan bahwa dokumen identitas dan dokumen perjalanan diberikan dan bahwa anak yang kembali ke negara asalnya selalu disertai oleh orang tuanya atau wali yang ditunjuk untuk sementara. Rujuk korban perdagangan yang kembali ke negara asalnya ke LSM yang memberikan pelayanan reintergrasi. Bila dipandang perlu, buka suatu kantor di negara asal untuk mengkordinasikan pemulangan yang aman dan reintegrasi dari korban trafiking. PRAKTEK-PRAKTEK TRADISI YANG MERUGIKAN Konvensi Hak-Hak Anak melarang praktek-praktek tradisi yang berbahaya bagi kesehatan anak. Protokol mengenai Hak-hak Perempuan di Afrika untuk Piagam Afrika tentang Hak Azasi Manusia dan Hak-hak Rakyat (The Protocol on the Rights of Women in Africa to the African Charter on Human and People’s Rights) mendefinisikan bahwa konsep tersebut secara lebih luas dalam Pasal 1 (g) sebagai “ segala perilaku, sikap dan/atau praktek-praktek yang secara negatif mempengaruhi hak-hak mendasar perempuan dan anak-anak gadis, seperti hak mereka atas kehidupan, kesehatan, martabat, pendidikan, dan integritas fisik. “ Selama satu dekade terakhir, suatu konsensus yang luas telah muncul bahwa praktek-praktek ini, termasuk mutilasi genital, perkawinan anak, kawin paksa, “pembunuhan demi kehormatan”, dan pemberian makanan dan perawatan dengan mengutamakan anak-laki-laki. Komite tentang Eliminasi Diskriminasi terhadap Perempuan juga telah merujuk, dalam konteks ini, ke poligami dan perkosaan dalam perkawinan. Praktek-praktek tradisi yang berbahaya meliputi: • • • • • • • • Bab 10 Pembuatan goresan (scarring), pembuatan tatoo, (tatooing), pengikatan (binding) (binding) dan branding Pembunuhan yang berkaitan dengan mahar Penelantaran atau pengabaian anak dengan lahir cacat. Pembunuhan bayi perempuan Test keperawanan bagi calon pengantin perempuan Pemberian makanan kepada perempuan muda secara paksa dan larangan nutrisi bagi perempuan hamil; Pembunuhan bayi yang terkait dengan persembahan/ritual korban Mempersembahkan perawan ke candi, kuil, atau pendeta (misalnya Deuki, Devasasi, Trokosi) Bab ini berfokus pada mutilasi genital perempuan, pembunuhan kehormatan ((honor honor killing killing)) dan perkawinan anak. Mutilasi genital perempuan Mutilasi genital perempuan, juga dikenal sebagai pemotongan genital perempuan atau sunat bagi perempuan, tersebar luas di sekitar 29 negara, sebagian besar di Sub-Sahara Afrika, Di banyak negara, sekitar 90 persen dari perempuan dalam usia subur telah disunat. 51 Tahun– tahun terakhir ini, praktek ini telah menyebar dari negara-negara dimana praktek ini bersifat wajib ke dalam populasi pengungsi dan migran. Special Rapporteur Perserikatan BangsaBangsa tentang praktek-praktek tradisi yang mempengaruhi kesehatan perempuan dan anakanak gadis telah memberikan penghargaan terhadap sumbangan yang sangat berharga bagi perjuangan melawan mutilasi genital perempuan dan praktek-praktek lain yang merugikan. Perjuangan itu dilakukan oleh para pemimpin agama di Afrika yang telah berkampanye memerangi dan mengutuk eksploitasi agama secara salah untuk melanjutkan praktek-praktek semacam itu. Mutilasi genital peremuan adalah ritus inisiasi di beberapa masyarakat, sering dilaksanakan oleh praktisi tradisi dengan alat yang sederhana dalam kondisi yang tidak bersih. Selain itu, menurut Spesial Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai praktek-praktek tradisi yang mempengaruhi kesehatan perempuan dan anak-anak, praktek ini berakar kuat dari penegasan simbolis dari subordinasi perempuan atas laki-laki. 83 Berbagai bentuk mutilasi genital dipraktekan. Bentuk yang paling umum adalah pemotongan, yang melibatkan pemotongan klitoris. Sekitar 15 persen dari korban terkena infabulasi atau penutupan sebagian mulut vagina, biasanya dengan jahitan. Sekitar 100 sampai 140 juta perempuan dan anak-anak gadis mengalami beberapa bentuk mutilasi genital dan sekitar 2 juta beresiko menjalani mutilasi setiap tahunnya. 52 Akibat-akibat kesehatan dari praktek-praktek ini bervariasi menurut prosedur yang dilakukan. Akibat jangka panjang bisa mencakup rasa sakit yang sangat, shock, shock pendarahan dan infeksi; pendarahan dan infeksi bisa fatal. Akibat jangka panjang meliputi pembentukan bekas luka, inkontinens, disfungsi seksual dan kesulitan saat melahirkan. Standar Internasional tentang Mutilasi Genital Perempuan Konvensi Hak-hak Anak Pasal 24 Konvensi Hak-hak Anak mengenai hak atas kesehatan mengandung suatu paragraf yang menyatakan: Negara-negara anggota harus melakukan upaya-upaya yang efektif dan tepat dengan tujuan untuk menghapuskan praktek-praktek tradisi yang merugikan terhadap kesehatan anak. Rekomendasi umum Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan Rekomendasi umum no. 14 Komite tersebut merekomendasikan: i. Pengumpulan dan penyebarluasan data dasar mengenai praktek-praktek tradisi semacam itu oleh universitas, asosiasi/ikatan dokter atau perawat, organisasi kewanitaan nasional, dan badan-badan lainnya; ii. Dukungan berbagai organisasi di tingkat nasional dan lokal yang bekerja untuk penghapusan sunat perempuan dan praktek-praktek lain yang merugikan perempuan. iii. Dorongan terhadap politisi, profesional, pemuka masyarakat dan pemuka agama di semua tingkatan, termasuk media dan kesenian, untuk bekerjasama dalam mempengaruhi sikap menuju dihapuskannya sunat pada perempuan; dan iv. Diperkenalkannya program-program pelatihan dan pendidikan yang sesuai dan seminarseminar berdasar hasil temuan–temuan penelitian mengenai berbagai masalah yang timbul dari sunat terhadap perempuan. Komite lebih lanjut merekomendasikan agar di dalam kebijakan kesehatan nasional, strategistrategi yang ditujukan untuk mengikis penyunatan perempuan pada pusat-perawatan kesehatan umum. Ini harus mencakup tanggung jawab khusus dari personil kesehatan, termasuk dukun beranak, untuk menjelaskan efek-efek berbahaya dari penyunatan perempuan. Standar Afrika tentang Praktek-praktek tradisi yang merugikan Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Afrika mengenai hak-hak anak dan perempuan memberikan perlindungan tambahan. Pasal 21 Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak, yang berjudul “ Perlindungan terhadap Praktek Budaya dan Sosial yang Merugikan” menyatakan bahwa: 84 Negara-negara anggota penandatangan Konvensi ini harus mengambil langkah-langkah untuk menghapus praktek-praktek budaya dan sosial yang merugikan yang mempengaruhi kesejahteraan, martabat, pertumbuhan normal, perkembangan anak pada khususnya: (a) praktek-praktek dan kebiasaan yang merugikan kesehatan atau kehidupan anak; … Piagam Afrika juga mengutuk perkawinan anak dengan sangat tegas: Perkawinan anak dan pertunangan (betrothal) anak – laki-laki dan anak perempuan harus dilarang dan tindakan yang efektif, termasuk pembuatan perundang-undangan, harus menetapkan usia minimum perkawinan menjadi 18 tahun dan semua perkawinan wajib dicatat dalam suatu register resmi. Pada bulan Juni 2003, Uni Afrika mengadopsi suatu Protokol tentang Hak-hak Perempuan di Afrika ke Africa Charter on Human and People’s Rights. Draft Protokol telah diadopsi dalam Pertemuan Anggota Parlemen Afrika. Pasal 2 mempersyaratkan Negara anggota untuk “mengundangkan khususnya dan secara efektif menerapkan peraturan dan perundang-undangan yang sesuai, termasuk yang melarang dan memberantas segala bentuk diksriminasi, khususnya praktek-praktek merugikan yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan perempuan” dan menambahkan bahwa: Negara-negara anggota harus berkomitmen kepada mereka sendiri untuk memodifikasi pola perilaku budaya dan sosial perempuan dan laki-laki melalui pendidikan masyarakat, informasi, strategi komunikasi dan pendidikan, dengan tujuan untuk menghapuskan praktekpraktek budaya dan dan tradisi yang merugikan dan segala bentuk praktek yang didasarkan pada gagasan superioritas atau inferioritas jenis kelamin, atau pada peran stereotype bagi perempuan dan laki-laki. Pasal 5 Protokol tersebut, yang berjudul “Penghapusan Praktek-praktek yang Merugikan” menetapkan: Negara-negara anggota harus melarang dan mengutuk segala bentuk praktek-praktek merugikan yang secara negatif mempengaruhi hak-hak azasi perempuan dan yang bertentangan dengan standar internasional yang diakui. Negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah legislatif dan upaya-upaya lain yang dipandang perlu untuk menghapus praktek-praktek semacam itu, termasuk: a) b) c) d) Penciptaan kesadaran publik di segala sektor kemasyarakatan mengenai praktek-praktek yang merugikan tersebut melalui program-program informasi, pendidikan formal dan non-formal serta program-program pendampingan. Pelarangan segala bentuk mutilasi genital perempuan, penggoresan (scarification), medikaliasi dan para-medikalisasi mutilasi genital perempuan dan praktek-praktek lainnya, melalui legislatif yang disertai sanksi-sanksi, dalam upaya untuk menghapuskan praktek-praktek tersebut. Pemberian dukungan yang dipandang perlu kepada para korban praktek-praktek yang merugikan itu melalui berbagai pelayanan dasar seperti pelayanan kesehatan, dukungan hukum dan yang berkaitan dengan proses hukum, konseling psikologi dan emosi, serta pelatihan kejuruan untuk membantu mereka menjadi mandiri; Perlindungan perempuan yang beresiko terkena praktek-praktek yang merugikan atau bentuk-bentuk lain kekerasan, abuse dan ketiadaan toleransi. 85 Pasal 6 Protokol tersebut menyatakan bahwa “ Negara-negara anggota ... harus memberlakukan upaya-upaya legislatif nasional yang tepat untuk menjamin bahwa …… tidak ada perkawinan akan terjadi tanpa ijin dan keinginan yang bebas dari kedua belah pihak (dan) usia minimum perkawinan bagi mempelai perempuan adalah 18 tahun. Kampanye Anggota Dewan Perwakilan Rakyat melawan Penyunatan Genital Perempuan. Pada bulan Desember 2001 pada kesempatan Konferensi Inter-Parliamentary Union (IPU), sebuah panel diselenggarakan untuk membahas masalah mutilasi genital perempuan (FGM – Female Genital Mutilation), yang menandai dimulainya kampanye parlementer untuk memerangi praktekpraktek tersebut. Sebagai hasil dari panel tersebut, para peserta mengidentifikasi berbagai strategi dan tantangan sebagai berikut: Tantangan Utama • • • • Komunitas imigran berada dalam jalinan secara erat, dan kasus-kasus FGM hanya terdeteksi selama kunjungan ke rumah sakit. Anak disumpah untuk tutup mulut dan sama sekali tak berdaya. Di tingkah nasional dan lokal, sebagian besar anak diasuh dalam sistem komunal dimana baik kedua orang tua maupun saudara lainnya menekan anak-anak gadis untuk menjalani FGM, yang bila tidak dilakukannya, maka ia akan dikucilkan atau menghadapi ancaman tetap tidak menikah. Pemerintah memiliki kecenderungan untuk menyerahkan hal tersebut ke komunitas terkait, dengan alasan bahwa keputusan itu merupakan keputusan yang terkait suku dan budaya. Di tingkat internasional, komunitas imigran telah melengkapi diri dengan strategi untuk menghindari hukum (circumventing) dengan mengirim anak-gadis mereka ke negara asalnya di mana FGM belum dihapuskan atau ditekan, dengan alasan liburan. Padahal yang bersangkutan itu menjalani FGM. Strategi bagi Anggota Parlemen/Dewan Perwakilan Rakyat • • • • • • • 86 Menyatakan FGM sebagai “momok “ nasional dan menyelenggarakan kampanye publik untuk meningkatkan kepekaan, mendidik, dan menggalang masyarakat agar menentang FGM. Mendapatkan komitmen pendanaan dalam jumlah yang mencukupi untuk kampanye; Menyelenggarakan kampanye nasional dengan bermitra dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM), baik yang nasional maupun internasional; Mengupayakan undang-undang di negara-negara terkait untuk mengikis FGM dan menghukum pada pelaku dan mereka yang mempromosikan praktek–praktek tersebut; Menggalang media untuk berperang melawan FGM di negara-negara dimana masyarakat imigran berdiam, khususnya dengan mengiklankan prakarsa–prakarsa pemerintah dan undangundang serta kegiatan-kegiatan LSM dalam bahasa yang dipakai populasi terkait. Bekerja untuk merintis ke arah dirumuskannya konvensi tentang penghapusan FGM; Mengorganisasikan suatu konferensi parlemen mengenai aksi untuk mengikis FGM, dimana para peserta mendesak agar konferensi diselenggarakan secara bersama oleh IPU dan Uni Parlementer Afrika ((African Parliamentary Union). Konferensi sebaiknya menggalang para anggota parlemen, pemuka agama dan pemimpin tradisional, LSM dan mereka yang dulu melakukan FGM untuk duduk bersama. Pembunuhan untuk Mempertahankan Kehormatan Istilah “Pembunuhan untuk Kehormatan” merujuk pada pembunuhan perempuan oleh anggota keluarga terdekat yang diduga termotivasi oleh hasrat untuk menyelamatkan kehormatan keluarga. Sementara pembunuhan semacam itu dilaporkan terutama di Timur Tengah dan Asia, beberapa kasus juag ditemukan di Eropa. Motifnya meliputi: • • • • • • Perzinahan (nyata atau dugaan) Perusakan (defilement) seksual, termasuk menjadi korban perkosaan; Hubungan pranikah (dengan atau tanpa hubungan seks) Jatuh cinta dengan seseorang yang tidak disetujui keluarganya Menolak suatu perkawinan yang dijodohkan Membantu hubungan seksual atau roman dari seorang perempuan lajang. Keputusan untuk melakukan suatu pembunuhan bisa diambil oleh suami, ayah, atau saudara lakilaki korban, atau oleh sebuah mahkamah “yang dibuat secara cepat” yang terdiri dari anggota komunitas yang laki-laki. Pembunuhan semacam itu sudah pasti ilegal, namun di beberapa negara undang-undang menjatuhkan hukuman yang lebih rendah dibanding dengan bentukbentuk pembunuhan lainnya. Di sebuah negara, misalnya, hukuman enam bulan sampai dengan dua tahun menjadi ukuran. Mereka yang terbukti bersalah bahkan kadang-kadang diperlakukan sebagai pahlawan. Sementara data yang handal mengenai praktek-praktek ini sulit diperoleh, sebagian karena dokumen-dokumen resmi sering menyembunyikan penyebab kematian, sungguh jelas bahwa praktek-praktek ini sering terjadi. Misalnya, sebuah laporan oleh Special Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang kekerasan terhadap perempuan mengindikasikan bahwa 4000 perempuan telah dibunuh di Iraq selama dekade lalu. 53 Sebagian besar korban adalan remaja dam ada indikasi bahwa praktek ini meningkat di beberapa negara. Para perempuan anggota parlemen dunia melakukan protes menolak “Kejahatan untuk Kehormatan” Pertemuan di Amman, dalam rangka Konferensi IPU ke 103, 140 perempuan anggota parlemen dari 90 negara secara bulat mengadopsi mosi berikut: “Kami, anggota parlemen perempuan dunia, yang bertemu dalam Konferensi Inter-Parliamentary Union ke 103, menyampaikan solidaritas dan dukungan kepada perempuan dan anggota parlemen Yordania dalam upaya mereka untuk mengakhiri imunitas (kekebalan hukum)” yang disandang oleh pelaku “tindak pidana untuk kehormatan” terhadap perempuan dan anak-anak gadis dengan mengatasnamakan tradisi yang merupakan pelanggaran berat hak-hak azasi manusia” Perkawinan Anak, Perkawinan Paksa, Perkawinan yang dijodohkan, dan Kehamilan Remaja Isu-isu sekitar perkawinan anak, perkawinan paksa atau perkawinan yang dijodohkan, dan kehamilan remaja sangat terkait erat. Semua perkawinan sebaiknya didasarkan pada kehendak/ ijin tanpa paksa dari kedua belah pihak. Perkawinan yang tidak menghormati prinsip ini dianggap sebagai praktek yang mirip dengan perbudakan, yang melanggar hak-hak mereka yang terkait, apakah pihak laki-laki maupun pihak perempuan, tanpa memandang usia mereka. Seseorang 87 yang tidak dapat memberikan ijin untuk menikah sampai ia cukup matang untuk memahami secara penuh konsekwensi dari komitmen dan dapat mengabaikan tekanan-tekanan yang tidak sepatutnya. Sementara perkawinan dini yang dipaksakan kepada seorang anak remaja yang diluar kemauannya merupakan hal yang serius, dalam artian bahwa perkawinan seseorang yang berusia di bawah usia minimum yang ditetapkan oleh undang-undang adalah bersifat non-concensual. Sebagian besar dari mereka yang melakukan perkawinan dini adalah anak-anak perempuan. Perkawinan semacam itu paling banyak dijumpai di kalangan masyarakat dimana nilai-nilai tradisional mengenai kepatuhan (sikap tunduk) anak dan perempuan sangat kuat. ÿ Standar Internasional tentang Perkawinan Dini Instrumen hak-hak azasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengindikasikan bahwa sebaiknya ada usia minimum bagi perkawinan, namun tidak menetapkan usia yang dipandang tepat. Meskipun demikian, ada kecenderungan untuk menafsirkan standar ini sebagai pelarangan perkawinan dari seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. Komite tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan telah menyatakan bahwa komite tersebut: Mempertimbangkan bahwa usia minimum perkawinan hendaknya 18 tahun bagi mempelai laki-laki maupun mempelai perempuannya. Ketika seorang laki-laki dan seorang perempuan menikah, mereka memiliki tanggungjawab yang penting. Oleh karena itu, perkawinan sebaiknya tidak diperbolehkan sebelum mereka mencapai kematangan penuh dan kematangan untuk bertindak. (Rekomendasi Umum no. 21) Penetapan usia minimum untuk menikah yang lebih rendah bagi anak perempuan dibanding anaklaki-laki dianggap sebagai diskriminasi. Perkawinan anak tidak seiring/cocok dengan hak-hak anak perempuan dan anak laki-laki, tidak hanya karena mereka menolak hak untuk secara bebas menentukan apakah mereka menikah dan memilih pasangan, namun juga karena perkawinan itu yang primatur, dan khususnya kehamilan yang primatur, membahayakan kesehatan anak-anak gadis lepas apakah mereka menikah atau tidak, namun perkawinan merupakan faktor resiko karena perkawinan itu hampir pasti mengarah pada hubungan seksual. Lebih lagi, dalam masyarakat dimana perkawinan anak-anak dijumpai secara luas, sering ada tekanan untuk memiliki anak tanpa ditunda-tunda lagi, dan tingkat penggunaan kontrasepsi di kalangan istri-istri yang berusia muda sangat rendah. Kehamilan primatur di luar perkawinan merupakan sebab perkawinan dini dan perkawinan nonconsensual. Di beberapa negara, hal ini dipermudah oleh peraturan/perundang-undangan yang mengijinkan anak-anak yang berusia di bawah usia minimum untuk menikah “dalam keadaan yang luar biasa” dengan ijin dari orang tuanya atau pengadilan. Perundang-undangan di beberapa negara masih menetapkan bahwa perkawinan seorang pemerkosa dan korbannya setelah kejadian, merupakan palang bagi penuntutan karena pemerkosaan. Setiap tahun sekitar 15 juta anak perempuan yang berusia 15 – 19 tahun melahirkan, dan 5 juta anak perempuan lainnya pada usia itu telah melakukan aborsi yang tidak aman.54 Di beberapa negara, setengah dari perempuan memiliki anak pertama pada usia kurang dari18 tahun. Perempuan dalam kelompok usia ini beresiko meninggal dua kali lebih tinggi saat melahirkan bila dibanding mereka yang berusia duapuluhan, dan anak perempuan yang berusia di bawah 15 tahun lima kali lebih besar kemungkinannya meninggal ketika melahirkan. Kematian yang berkaitan dengan kehamilan merupakan penyebab kematian yang sangat menonjol pada perempuan yang berusia 14-15 tahun 88 di seluruh dunia.55 Untuk setiap perempuan yang meninggal dalam melahirkan, 15-30 bertahan hidup namun dengan ketidakmampuan yang kronis.56 Anak yang lahir dari ibu yang berusia di bawah 19 tahun juga beresiko meninggal dalam tingkat yang jauh lebih tinggi. Ada korelasi yang kuat antara kemiskinan dan perkawinan dini. Perempuan muda yang lebih miskin lebih mungkin menikah pada usia yang masih dini. Keluarga miskin mungkin masih melihat gadis muda sebagai beban ekonomi dan perkawinannya merupakan suatu strategi untuk bertahan hidup bagi keluarganya. Mereka mungkin berpikir bahwa perkawinan dini bisa menawarkan perlindungan bagi anak perempuannya dari bahaya penyerangan seksual, atau yang lebih umum menawarkan perawatan dari laki-laki yang menjaga keamanannya. Perkawinan dini juga dapat dilihat sebagai strategi untuk menghindari kehamilan di luar perkawinan. Anak-anak perempuan yang menikah atau menjadi hamil pada umumnya keluar dari sekolah, bila mereka belum berhenti sekolah sebelumnya. Potensi pendapatan mereka juga terpengaruh, menjadikan mereka lebih tergantung kepada pasangannya atau laki-laki lain, dan mereka cenderung memiliki keluarga dengan jumlah yang lebih besar. Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa “ Memiliki anak pada usia dini dalam keluarga miskin melangggengkan siklus kemiskinan antar generasi.“57 Kemiskinan tidak semata-mata bersifat ekonomi. Sebuah kajian UNICEF mengindikasikan perkawinan dini terlalu sering mempengaruhi tidak hanya kesempatan pendidikan, namun juga perkembangan pribadi, yang pada gilirannya akan menyebabkan sikap tunduk (subservience) seksual dan domestik sepanjang hayat” 58 Perkawinan Dini/Primatur dan AIDS Secara biologis, resiko infeksi HIV selama seks yang tak terlindungi dua sampai empat kali lebih tinggi pada perempuan di banding pada laki-laki. Resikonya bahkan besar pada gadis yang sedang tumbuh menuju kematangan fisiknya, karena luka akibat penetrasi mempermudah terjadinya infeksi” 59 Di beberapa negara, sungguh merupakan hal yang umum bagi anak-anak perempuan yang masih muda memiliki hubungan seksual secara tetap dengan laki-laki yang lebih tua usianya, di dalam perkawinan maupun di luar perkawinan. Perbedaan usia menjadikan negosiasi seks yang aman menjadi lebih sulit dilakukan oleh pihak perempuan. Selain itu, hal demikian meningkatkan peluang bahwa partner yang lebih tua positif HIV. Satu penelitian di Kenya menemukan bahwa setengah dari perempuan yang suaminya 10 tahun lebih tua dibanding usianya atau banyak yang HIV positif, sementara tak satupun dari sampel yang suaminya berusia tidak lebih dari 3 tahun kelebihan usianya yang menderita HIV positif. 60 Secara global, lebih dari setengah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi setiap tahun menimpa orang yang berusia antara 15 – 24 tahun. Di Sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan, prosentase perempuan dalam kelompok usia ini yang hidup dengan HIV/AIDS jauh lebih tinggi dibanding prosentasi lakilaki, sementara di sebagian besar wilayah dunia lainnya, proporsinya terbalik. 61 Ini juga merupakan dua wilayah dimana perkawinan dini sangat umum dijumpai, yang menunjukkan pertalian antara pandemi AIDS dan pola budaya yang memberi toleransi pada eksplotasi seksual perempuan dewasa muda/remaja. Sedikitnya 13 juta anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun telah kehilangan orangtuanya karena AIDS. Di negara-negara Afrika yang paling parah terkena pandemi, prosentasi yatim-piatu pada penduduknya telah meningkat dari 2 menjadi 15 persen. 62 89 Apa yang dapat dilakukan? Reformasi Hukum • Negara-negara yang tidak memiliki perundang-undangan yang melarang segala bentuk mutilasi genital perempuan, apakah yang dilakukan oleh para praktisi-tradisional (dukun) maupun personil medis yang mememenuhi syarat, hendaknya mengadopsi perundang-undangan sebagaimana tersebut. • Perundang-undangan yang berlaku untuk “pembunuhan demi kehormatan” harus ditelaah kembali dengan maksud untuk memastikan bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak lebih ringan dibanding dengan bentuk pembunuhan manusia lainnya. • Perundang-undangan mengenai usia minimum untuk menikah harus ditinjau kembali untuk memastikan bahwa undang-undang atau peraturan tersebut tidak bersifat membedabedakan berdasarkan jenis kelamin dan agama, dan negara-negara anggota sebaiknya mempertimbangkan untuk menaikkan batas usia minimum menjadi 18 tahun. • Peraturan perundang-undangan mengenai perkawinan anak harus ditinjau kembali dengan maksud untuk memastikan bahwa sanksi-sanksi dan akibat-akibat hukum yang berlaku berlaku untuk mengurangi praktek-praktek semacam itu. • Peraturan/Perundang-undangan yang menghalangi penuntutan pelaku pemerkosaan yang menikahi korbannya harus dihapuskan. • Peraturan perundang-undangan yang menetapkan bahwa saudara laki-laki memiliki wewenang untuk melakukan akad perkawinan atas nama perempuan sebaiknya dihapuskan. • Pertimbangan harus diberikan untuk menghapuskan atau mengamandemen perundangundangan yang membolehkan anak di bawah usia minimum perkawinan untuk menikah dalam keadaan luar biasa, khususnya ketika perundang-undangan ini membolehkan mereka untuk menikah tanpa suatu ketetapan judisial bahwa perkawinan merupakan kepentingan terbaik bagi mereka. • Pertimbangan harus diberikan pada pengadopsian legislasi yang mengakui hak-hak remaja atas pelayanan kesehatan reproduksi. Setiap reformasi legislatif mengenai isu-isu ini harus disertai dengan program-program yang dirancang untuk memastikan adanya kesadaran publik dan dukungan untuk perubahan, serta penegakkan hukum yang efektif oleh kepolisian dan pengadilan. Database mengenai legislasi tentang mutilasi genital perempuan yang ada Terhitung 13 Januari 2003, sedikitnya 33 negara telah memberlakukan legislasi untuk mencegah praktek-praktek tradisi yang merugikan. Naskah-naskah dari undang-undang yang ada itu, serta rujukan-rujukan terhadap bagian-bagian dari perjanjian-perjanjian internasional yang relevan, dapat ditemukan dalam situs web Inter-Parliamentary Union di www.ipu.org/wmn-e/fgm.htm. 90 Upaya-upaya lain mengenai mutilasi genital perempuan. Mobilisasi sosial menentang mutilasi genital perempuan merupakan hal yang sangat penting. Memasukkan peran serta para pemuka agama dalam mobilisasi merupakan hal yang penting. Sementara perempuan, karena berkepentingan secara langsung, sering memegang kepemimpinan dalam mobilisasi masyarakat untuk menentang praktek-praktek ini, peran serta aktif laki-laki juga diperlukan dalam upaya meyakinkan penduduk (populasi) perempuan bahwa meninggalkan tradisi ini tidaklah akan mempengaruhi kemungkinan menikah. Laporan Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa baru-baru ini mengindikasikan bahwa kampanye mobilisasi sosial sebaiknya tidak dibatasi pada praktek-praktek semacam itu saja, namun juga harus dirancang untuk mengubah “nilai-nilai yang mendasari didukungnya praktek-praktek tersebut”. 63 Salah satu pendekatan yang telah berhasil di beberapa wilayah adalah memodifikasi upacaraupacara inisiasi bagi anak-anak gadis yang menginjak masa remaja untuk menghapuskan mutilasi ini, bukannya upaya-upaya untuk meyakinkan gadis-gadis tersebut agar menolak inisiasi dan meyakinkan masyarakat untuk meninggalkan praktek-praktek semacam itu. Memerangi Mutilasi Genial Perempuan desa demi desa Ratusan desa di Senegal telah menghentikan/menolak praktek-praktek mutilasi genital perempuan, berkat berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Tostan, sebuah LSM akar rumput. Organisasi tersebut mulai kegiatannya berupa program-program pelatihan ketrampilan dan baca-tulis bagi perempuan. Pada akhirnya, diskusi mengenai masalah–masalah kesehatan seperti infeksi dan kelahiran anak mengarahkan pada peserta pada diskusi dan pertanyaan-pertanyaan terhadap praktek-praktek sensitif mutilasi genital perempuan. Walaupun Tostan memberikan advokasi untuk menghargai hak-hak, resiko kesehatan merupakan kunci bagi mobilisasi masyarakat untuk menentang praktek-praktek seperti itu. Para pria dan wanita terlibat dalam mobilisasi itu. Menjadikan semua desa membuat komitmen untuk menghentikan praktek-praktek mutilasi genital perempuan menjamin bahwa tak akan ada seorangpun yang akan diberi stigma. Gerakan itu mendapatkan momentum yang tepat dan pada tahun 1999 Parlemen dan Presiden negara tersebut menyatakan bahwa praktek-praktek tersebut secara hukum dilarang. “Sungguh merupakan hal yang tidak mudah untuk mengakui bahwa sesuatu yang telah dianggap benar oleh anda dan nenek moyang anda sepanjang hidup anda, ternyata salah” kata seorang berusia lanjut. Sumber: Berdasarkan pada The State of the World Population 1999, box 15 (mengutip V. Walsh, `Circumcising a Ritual’, L.A. Times-Washington Post News Service, 11 June 1998). 91 Pendidikan Pendidikan merupakan komponen vital dalam pencegahan pekawinan anak karena pendidikan itu untuk mencegah bentuk-bentuk eksploitasi anak yang lain, dan khususnya kelanjutan pendidikan anak-anak gadis melalui sekolah lanjutan. Mencegah anak perempuan agar tidak meninggalkan sekolah dapat melibatkan upaya untuk memastikan bahwa biaya sekolah tidak menjadi kendala bagi keluarga miskin, dengan memberikan/menyediakan program yang menawarkan kemungkinan menghasilkan pendapatan kepada anak sementara mereka masuk sekolah dan berkampanye agar para orang tua agar lebih memiliki kesadaran tentang berbagai keuntungan pendidikan bagi anak perempuan. Menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak juga merupakan komponen penting dari program-program yang dirancang untuk mencegah agar anakanak perempuan remaja tidak keluar dari sekolah. Ini mungkin memerlukan: • Penempatan lokasi sekolah-sekolah dalam jarang yang cukup mudah dicapai olah masyarakat (karena kecemasan tentang keamanan anak-anak perempuan yang berjalan ke dan dari sekolah merupakan faktor yang menyebabkan anak keluar dari sekolah). • Peningkatan sarana-sarana kebersihan di sekolah • Upaya-upaya yang serius untuk mengurangi pelecehan, eksploitasi, dan penyalahgunaan seksual terhadap siswa-siswa perempuan oleh guru dan teman-temannya. Pendidikan Ketrampikan Hidup (Life Skills) dan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja. Pendidikan ketrampilan hidup (Life skills education) meliputi kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan peran serta dengan pengetahuan praktis yang tepat mengenai kesehatan, kebersihan, seksualitas, reproduksi dan tanggungjawab sebagai orang tua serta pemahaman tentang hak-hak dan tanggungjawab masing-masing orang, meningkatkan self-esteem, dan kepercayaan diri serta kemampuan untuk mempertahankan kepentingan seseorang dan pandangan-pandangannya dalam hubungan sosial. Pendidikan ketrampilan hidup membantu pemberdayaan gadis-gadis remaja untuk membuat keputusan mengenai masa depan mereka dan untuk menghindari atau bertahan dari praktek-praktek atau keadaan yang menghadirkan bahaya bagi hak-hak dasar mereka. Tidak kalah pentingnya juga bagi anak-laki-laki, dalam upaya mengubah sikap dan keyakinannya yang mendorong perilaku yang membahayakan kesehatan dan perkembangan mereka atau yang melanggengkan diskriminasi dan eksploitasi perempuan. Pendidikan ketrampilan hidup harus diberikan dalam sistem pendidikan formal dan dalam prakarsaprakarsa yang berbasis komunitas. Peran serta aktif remaja itu sendiri dalam perancangan dan pelaksanaan program–program seperti itu membantu menjamin efektifitas program tersebut. Memastikan bahwa remaja memiliki akses yang efektif terhadap pelayanan kesehatan reproduksi merupakan hal yang penting untuk melindungi kesehatan mereka, untuk menekan resiko kehamilan dini, dan mendorong mereka untuk memikul tanggung jawab atas perilaku seksnya sendiri dan memberikan bantuan kepada mereka yang telah menjadi korban kekerasan atau eksploitasi. (periksa bab 8). Pengalaman menunjukkan bahwa hak atas akses terhadap pelayanan semacam itu tidak hanya harus diakui, namun juga bahwa akses itu harus di buat “akrab dengan anak-anak muda”. 92 Penyampaian pesan yang efektif harus menekankan pada ABC kesehatan reproduksi: (A)bstain (Berpantang), (B)e faithful (setia pada satu pasangan) dan gunakan (C)ondom (kondom). Kajian cost-benefit program-program yang ditujukan untuk menekan resiko perilaku seksual pada remaja menunjukkan bahwa setiap dollar yang diinvestasikan menghasilkan tabungan yang ditaksir sekitar $ 2.65 sampai $ 5.10. 64 Deklarasi Kairo bagi Penghapusan FGM (Juni 2003) Petikan: Mencegah dan Meninggalkan FGM hanya dapat dicapai melalui pendekatan menyeluruh yang mendorong perubahan perilaku, dan penggunaan upaya-upaya legislatif sebagai alat yang sungguh penting. Pasal 2: Penggunaan undang-undang harus menjadi salah satu komponen dari pendekatan multidisipliner guna menghentikan praktek-praktek FGM. Tergantung pada konteks nasional masingmasing, upaya-upaya pendampingan oleh masyarakat sipil dan pemerintah yang ditujukan untuk mengubah persepsi dan sikap terhadap FGM harus mendahului atau menyertai legislasi tentang FGM. Kegiatan-kegiatan ini harus menjangkau sebanyak mungkin anggota masyarakat dan harus melibatkan peran serta dari jajaran pemerintah dan mereka yang dipilih, dan anggota-anggota masyarakat sipil, termasuk pengacara, pemuka agama, pemimpin tradisional, penyedia pelayanan kesehatan, guru, pemuda, pekerja sosial dan semua bentuk media, termasuk media elektronik. Secara khusus, para pria harus menjadi target dari pendampingan, termasuk juga anggota keluarga, yang meliputi nenek, ibu mertua, dll. Di masing-masing negara, sarana pendampingan harus dapat tersedia dalam berbagai bentuk, termasuk temu muka atau berkumpul bersama di kalangan masyarakat, media (radio dan drama) dan alat-alat bantu komunikasi lainny yang kreatif. Pasal 5: Pemerintah harus merumuskan tujuan-tujuan yang terikat pada waktu, strategi, rencana aksi, dan program-program yang didukung sumber-sumber nasional yang mencukupi, yang akan diberlakukan dengan memberlakukan undang-undang FGM, dengan memperhitungkan bahwa legislasi yang mengutuk FGM memiliki kekuatan moral dan dampak edukatif yang dapat mendorong orang agar tidak membiarkan anaknya mengikuti praktek-praktek tersebut. Sumber: Afro-Arab Consultation on “Legal Tools for the Prevention of Female Genital Mutilation (Kairo, 23 Juni 2003) 93 Apa yang membuat pelayanan kesehatan menjadi “akrab dengan anak muda” Pemberi pelayanan: • • • • • Staf dilatih secara khusus. Menghormati anak-anak muda Mengormati kerahasiaan dan privasi Waktu yang cukup bagi interaksi klien-pemberi pelayanan. Tersedianya pemberi konseling yang sebaya. Fasilitas-fasilitas Kesehatan • • • • Buat ruangan yang terpisah atau waktu luang yang khusus Lokasi dan waktu (jam) yang tepat Ruangan yang memadai dan privasi yang cukup Lingkungan yang menyenangkan. Rancangan Program • • • • • • • • Pemuda dilibatkan dalam pelayanan pendampingan dan pemberian pelayanan dan umpan balik yang berkelanjutan. Klien yang datang begitu saja disambut dengan senang hati dan perjanjian untuk bertemu dibuat dengan cepat. Tidak ada antrian yang berdesakan dan waktu tunggu pendek. Biaya yang terjangkau Publisitas dan rekrutmen yang memberi informasi dan meyakinkan remaja. Anak-remaja putra dan pemuda dilayani dan disambut dengan senang hati Tersedianya berbagai pelayanan Rujukan yang diperlukan tersedia. Karakteristik lain • • • • Materi-materi untuk pendidikan tersedia di tempat dan boleh diambil. Tersedia diskusi kelompok Penundaan pemeriksaan panggul dan tes darah diperbolehkan. Cara-cara alternatif untuk mengakses informasi, konseling dan pelayanan yang bersifat rahasia. Sumber: State of World Population 2003, Boks 21. 94 KEKERASAN DAN PENELANTARAN Secara global, 40 juta anak-anak mengalami “child abuse” setiap tahunnya. WHO, Statement to the Committee on the Rights of the Child, 28 September 2001 Bab Dalam Laporan tentang Kekerasan dan Kesehatan Dunia, (World Report on Violence and Health) yang diterbitkan pada tahun 2002, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeskripsikan kekerasan sebagai “fenomena yang sangat kompleks dan baur” yang mencakup kekerasan fisik, psikologis, dan seksual serta pengekangan dan penelantaran. Laporan tersebut juga menyimpulkan bahwa kekerasan perlu diatasi dan dicermati dengan cara yang lebih menyeluruh dan holistik. 11 Kekerasan ditemukan di dalam keluarga, sekolah dan panti/institusi seperti panti asuhan, dan tempat lain yang menjadi tempat perawatan, di jalanan, di tempat kerja dan di penjara. Kekerasan dapat timbul karena keyakinan budaya, norma-norma, dan praktek-praktek tradisi atau karena keadaan konflik. Sebagian kecil kekerasan terhadap anak berakibat pada kematian, namun sebagian besar bahkan tidak meninggalkan bekas-bekas yang kasat mata. Meskipun demikian, kekerasan merupakan masalah paling serius yang menimpa anak-anak pada saat ini. Banyak kekerasan yang disembunyikan. Anak-anak mungkin merasa tidak bisa melaporkan tindakan-tindakan kekerasan karena ketakutan akan balas dendam yang akan dilakukan oleh pelaku kekerasan terhadap mereka. Baik anak maupun pelaku kekerasan mungkin tidak melihat sesuatu yang luarbiasa atau salah pada anak yang terkena tindakan kekerasan. Mereka mungkin tidak menganggap bahwa yang dilakukan itu merupakan kekerasan, mungkin memandangnya sebagai hukuman yang bisa dibenarkan dan perlu. Anak-korban mungkin merasa malu atau merasa bersalah, dan percaya bahwa mereka memang sepantasnya mendapatkan perlakukan seperti itu, dan oleh karena itu, mereka mungkin tidak mau mengungkapkan apa yang terjadi. Bab ini terutama berfokus pada kekerasan dan penelantaran di rumah. Sementara kekerasan ini berhubungan dengan bentuk-bentuk kekerasan lainnya, masalah ini lebih tersebar-luas dan memiliki ciri-ciri yang layak dicermati dan diberi perhatian khusus. Berbagai bentuk dari apa yang dapat disebut “kekerasan institusi dan masyarakat” dianalisa dalam bab ini di bagian perawatan alternatif, praktek-praktek tradisi, pengadilan anak dan konflik bersenjata. Untuk setiap remaja yang terbunuh dengan cara kekerasan, 20 sampai 40 mengalami cedera cukup serius sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit. 65 Efek kekerasan dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, dan mungkin termasuk cacat menetap. Selain cedera fisik, korban-korban kekerasa beresiko mengalami masalah psikologis dan perilaku, yang meliputi depresi, penyalahgunaan alkohol, kecemasan dan perilaku yang mengarah bunuh diri. Biaya ekonomi dari kekerasan sungguh membuat kita terperangah. Studi yang dilakukan barubaru ini menyimpulkan bahwa di negara dengan tingkat kekerasan tertinggi di Amerika Selatan, biaya perawatan kesehatan untuk para korban saja setara dengan 5 persen produk domestik bruto negara tersebut. 66 95 Kekerasan terhadap Anak di Rumah Pada tahun 2000, sekitar 57.000 anak yang berusia di bawah 15 tahun menjadi korban pembunuhan. Anak-anak yang berusia sangat belia mengalami resiko yang paling besar: tingkat pembunuhan anak-anak yang berusia 0-4 tahun dua kali lebih tinggi dibanding korban anak yang berusia 5-14 tahun. (5.2 persen per 100.000, dibanding 2.1 per 100.000). Penyebab kematian yang paling banyak dijumpai adalah cedera kepala. 67 Banyak anak mengalami kekerasan fisik pada titik-titik waktu tertentu semasa kanak-kanaknya. Pola kekerasannya bervariasi dari satu satu masyarakat dengan masyarakat lainnya, dan bervariasi juga menurut usia dan jenis kelamin anak. Di sebagian besar kasus, kekerasan dilakukan oleh saudara yang tinggal di rumah tersebut, dan terjadi berulang-ulang. Sebuah studi yang baru-baru ini dilakukan terhadap anak-anak sekolah lanjutan di Amerika Serikat, misalnya, menemukan bahwa 17 persen dari siswa perempuan sekolah lanjutan dan 12 persen siswa laki-laki menjadi korban kekerasan fisik. Dua pertiga dari anak laki-laki yang melaporan kasus kekerasan mengindikasikan bahwa kekerasan terjadi di rumah dan bahwa para pelakunya adalah saudara. 68 Akibat dari kekerasan bisa dalam berbagai bentuk. Selain efek fisik dan psikologis, korban kekerasan fisik selama masa anak-anak meningkatkan resiko menjadi pelaku tindak kekerasan di kemudian hari. Satu kajian di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa pengalaman kekerasan atau penelantaran meningkatkan kemungkinan di tangkap dan ditahan sebagai pelaku pelanggaran hukum anak-anak sebanyak 53 persen. Satu kajian di Inggris menemukan bahwa 72 persen anak yang melakukan pelanggaran hukum yang serius merupakan korban kekerasan (abuse). 69 Kekerasan juga merupakan satu alasan utama anak meninggalkan rumah. Studi di Amerika menemukan bahwa 12 persen dari anak perempuan yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka tidak merasa aman di rumah dan bahwa 25 persen dari mereka, serta 58 persen dari mereka yang menjadi korban kekerasan fisik atau kekerasan seksual, mengatakan bahwa ada pada suatu ketika di mana mereka ingin meninggalkan rumah karena kekerasan. 70 Help line Mendirikan suatu helpline bagi anak-anak merupakan salah satu cara untuk membantu dengan konseling bagi mereka yang berada dalam krisis. Di Swedia, helpline BRIS ( Hak-hak Anak di Masyarakat) dimulai tahun 1971 dan semenjak itu telah membantu ribuan anak-anak setiap tahunnya. Helpline ini didirikan sebagai tanggapan terhadap pembunuhan seorang anak perempuan yang berusia empat tahun oleh ayah tirinya. Saat ini BRIS merupakan perkumpulan nasional dengan nomor-telepon yang dapat diakses secara gratis di seluruh pelosok negeri. Helpline itu juga dilengkapi dengan pelayanan surat-menyurat, dan prakarsa itu juga mencakup upaya-upaya komunikasi untuk memberitahu anak-anak tentang keberadaan pelayanan tersebut. 96 Helpline di India juga mencatat keberhasilan sehingga pelayanan itu diperluas ke lebih dari 50 kota. Pelayanan itu telah menanggapi lebih dari 3 juta panggilan telepon sejak didirikan pada tahun 1996 Penggunaan hukuman fisik Penggunaan hukuman fisik sebagai alat penegakkan disiplin anak secara budaya dan secara hukum diterima di sebagian besar wilayah dunia dan tersebar luas. Penelitian di Amerika Serikat dan Inggris menemukan bahwa 90 persen dari anak-anak dihukum secara fisik selama masa kanak-kanak. 71 Penelitian dari berbagai budaya menunjukkan bahwa hukuman fisik paling sering dilakukan perempuan, diduga karena mereka biasanya memikul tanggung jawab terbesar dalam membesarkan anak. 72 Penghapusan bentuk bentuk hukuman fisik yang secara tradisional diterima tidak hanya penting saja, karena sekecil atau sebesar apapun kekerasan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak. Penerimaan masyarakat terhadap kekerasan dalam tingkat tertentu di rumah juga membuka pintu bagi bentuk-bentuk kekerasan lain yang serius dan cenderung mengenalkan (mensosialisasikan) penggunaan kekerasan kepada anak. Masyarakat Psikologi Inggris (The British Psychological Society) telah menyatakan : “ ……. Sekarang ada bukti cukup yang menunjukkan kaitan antara Society) pemaparan terhadap kekerasan yang ringan sekalipun … dan akuisisi moda kekerasan perilaku”. Atau sebagaimana dinyatakan oleh Lembaga Kriminologi Australia ((Australian Institute for Criminology), “ keluarga membentuk medan pelatihan untuk agresi” . Pelarangan Hukuman Fisik Karena urgensinya, Komite Hak-hak Anak mendesak negara-negara anggota untuk menelaah kembali dan mengamandemen legislasinya dalam upaya melarang segala bentuk kekerasan, betapapun kecilnya, di dalam rumah tangga dan di sekolah, termasuk sebagai bentuk disiplin, sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan-ketentuan Konvensi dan pada khususnya pasal 19,28, dan 37 (a) Pada tahun 1979, Swedia menjadi negara pertama yang melarang hukuman fisik terhadap anak. Tujuan dari undang-undang baru tersebut lebih bersifat untuk mendidik, bukannya untuk menuntut orang tua atau meningkatkan intervensi negara dalam kehidupan keluarga. Undang-undang tersebut bertujuan untuk mengubah sikap dan praktek-praktek dan membuat pemukulan terhadap anak sebagai hal yang tidak dapat diterima, seperti halnya memukul orang dewasa. Pelaksanaan undang-undang ini disertai dengan kampanye pendidikan skala besar, mengembangkan informasi mengenai undang–undang baru itu, dan tujuannya ke dalam sistem pendidikan dan ke semua bentuk pendidikan dan dukungan pendidikan untuk orangtuanya. Pada tahun 1982, Komisi Hak Azasi Uni Eropa (the European Human Rights Commission) memberikan dukungan terhadap undang-undang tersebut dengan menyatakan “Efek nyata dari undang-undang tersebut adalah untuk mendorong dilakukukannya peninjauan kembali terhadap hukuman anak oleh orang tuanya, untuk mendorong orang tua agar tidak melakukan kekerasan dan mencegah ekses yang dapat disebut sebagai kekerasan terhadap anak.” Dalam jangka waktu 16 tahun, hanya ada satu penuntutan di Swedia terhadap sesuatu yang dipandang sebagai 97 hukuman fisik yang biasa bila terjadi di negara lain. Seorang ayah dijatuhi hukuman ringan karena melakukan pukulan ringan terhadap anak laki-lakinya yang berusia 11 tahun. Pada tahun 1994, penelitian yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan dan Sosial Swedia hanya menemukan 11 persen responden yang masih setuju dengan hukuman fisik, dibanding dengan 65 persen beberapa dekade sebelumnya. Dan hanya 1 persen dari sejumlah besar sampel yang terdiri dari anak laki-laki Swedia yang berusia limabelas tahun yang melaporkan pernah dipukul dengan suatu alat (dibandingkan dengan sekitar 25% dari anak dalam kumpulan sampel di negara lain yang tidak melarang hukuman fisik). Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang serta kenakalan remaja telah menurun semenjak diterapkannya larangan hukuman fisik diberlakukan. Sumber: Children and Violence, Innocenti Digest No.2, p.7. Sexual abuse terhadap Anak Standar internasional juga mendefinisikan sexual abuse sebagai suatu bentuk kekerasan. Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (The Declaration on the Elimination of Violence against Women (1993) misalnya, mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan meliputi, namun tidak terbatas pada “kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, [dan] penyalahgunaan anak perempuan dalam rumah tangga….. Walaupun data mengenai sexual abuse anak sering tidak tersedia atau sulit didapatkan, WHO menaksir bahwa 20 persen dari perempuan dan 5-10 persen laki-laki “ mengalami kekerasan seksual ketika masih berusia anak-anak. 73 Di Amerika Serikat, sekitar 44% korban perkosaan berusia di bawah 18 tahun, dan sekitar 15 persen berusia di bawah 12 tahun. Dalam 93 persen dari kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan, pelakunya kenal dengan korban: 34 persen adalah anggota keluarga dan 59 persen adalah teman. 74 Kekerasan seksual (sexual ( abuse) terhadap anak laki-laki satu dari sedikit jenis kekerasan terhadap anak yang lebih besar kemungkinannya terjadi di luar rumah di banding dengan di dalam rumah. Akibat-akibat fisik dari kekerasan seksual bisa mencakup kehamilan primatur atau kehamilan yang tidak dikehendaki, penyakit-penyakit yang menular melalui hubungan seksual, termasuk HIV/ AIDS, dan disfungsi seksual. Akibat-akibat psikologis dari kekerasan seksual bagi korban anak sering sangat merusak. Special Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak menemukan bahwa hampir setengah dari gadis remaja yang telah menjadi korban kekerasan fisik dan kekerasan seksual melaporkan bahwa mereka mengalami gejala-gejala depresi. Anak-anak remaja laki-laki yang telah mengalami kekerasan seksual dan kekerasan fisik memiliki kemungkinan empat kali lebih tinggi mengalami gejalagejala kesehatan mental yang buruk di banding teman seusianya, dan dua kali lebih tinggi kemungkinannya menggunakan obat-obatan dan alkohol dibanding teman sebayanya. Lebih dari separuhnya dilaporkan telah berfikir untuk melakukan bunuh diri. 75 Sepertiga dari anak-anak yang hidup di jalanan di Amerika Serikat telah meninggalkan rumahnya karena kekerasan seksual. 76 98 Kekerasan Seksual terhadap pekerja rumah tangga. Special Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak telah menyatakan bahwa pekerja rumah tangga anak-anak “sangat rentan” dan “sering menjadi korban kekerasan seksual”. Kekerasan seksual ini secara khusus telah didokumentaskan dengan baik di bagian-bagian wilayah dunia dimana penggunaan anak sebagai pekerja rumah tangga tersebar secara luas. Kekerasan Psikologis dan Kekerasan Emosional Kekerasan psikologis dan emosional terutama terdiri dari perilaku verbal yang menakut-nakuti, mengancam, mempermalukan, merendahkan korban. Menelikung anak agar tidak berhubungan secara normal dengan orang lain merupakan bentuk kekerasan psikologis dan emosional, dimana anak-anak dengan penyandang ketidak-mampuan sangat mudah mengalaminya di sejumlah masyarakat. Beberapa kajian menunjukkan bahwa kekerasan emosi dan psikologis dapat membawa dampak yang lebih besar pada korban bila dibandingkan kekerasan fisik. Akibat tidak langsung dari kekerasan rumah tangga terhadap anak Kekerasan terhadap pasangan luas dilakukan di seluruh dunia: 20-50 persen perempuan mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya atau suaminya. 77 Hal ini membawa konsekuensi serius pada anak. Satu penelitian melaporkan bahwa anak-anak dari perempuan yang secara fisik dan secara seksual mengalami kekerasan (abuse) yang dilakukan oleh pasangannya enam kali lebih besar kemungkinannya untuk meninggal sebelum berusia lima tahun bila dibandingkan dengan anak-anak lain pada umumnya.78 Tinggal di sebuah rumah dimana kekerasan domestik terjadi juga secara luas mempengaruhi keberhasilan di sekolah. Suatu penelitian menemukan bahwa anak-anak dari rumah dimana perempuan mengalami kekerasan keluar dari sekolah sekitar tiga tahun lebih awal dari rata-rata anak lainnya. 79 Cerita Seorang anak yang ditelantarkan secara emosional Berikut ini adalah cerita seorang anak perempuan yang diwawancarai oleh Special Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak: Tak lama setelah dirinya lahir, orang tua gadis tersebut bercerai dan ibunya menikah kembali dengan seseorang yang sangat kaya, yang tidak tertarik memiliki seorang anak tiri. Anak-anak yang lain lahir, namun anak perempuan tertua ini tidak pernah diperlakukan sebagai bagian dari keluarga baru itu. Bahkan ibunya menjadikan dirinya merasa bahwa dia menjadi suatu kesalahan yang tidak diinginkan. Ia mengatakan kepada Special Rapporteur itu bahwa dirinya memiliki segala mainan yang ia impikan dan sebuah kamar tidur besar dengan televisi tersendiri. Namun ia tidak pernah, sepanjang ingatannya, duduk di pangkuan ibunya. Pada saat ia berusia 14 tahun, ia pergi ke bar setiap malam sebagai kompensasi atas lingkungan yang tanpa kasih sayang di 99 rumah. Ketika seorang yang lebih tua dari dirinya mengatakan kepadanya bahwa matanya bagus, pujian pertama yang ia terima sepanjang ingatanya, sang gadis meminta orang tersebut untuk membawa dirinya kerumahnya dan dalam waktu yang tidak lama mereka menjalin hubungan seks dengan lelaki yang lebih tua itu. Ia melakukan segalanya untuk terus mempertahankan “cinta” – sebagaimana ia menganggapnya sebagai cinta -- dari lelaki tersebut, dan tanpa banyak bujukan ia mau mencari uang untuk laki-laki tersebut dengan cara melacurkan dirinya kepada setiap laki-laki yang dibawa ke rumah laki-laki yang lebih tua itu. Penelantaran dan Pengabaian Penelantaran merupakan suatu konsep luas yang meliputi kegagalan memenuhi kebutuhan emosi dan kebutuhan materi anak dan kegagalan menyediakan stimulasi fisik dan stimulasi intelektual serta pengawasan dan bimbingan yang memadai. Pengawasan yang tidak memadai dapat mengarah pada penyebab kematian dan cedera karena kecelakaan yang terjadi di rumah, dan memberikan andil terhadap keterlibatan anak dalam kegiatan-kegiatan yang berbahaya seperti penggunaan obat-obatan terlarang dan kegiatan seks yang primatur dan tidak aman. WHO melapokan bahwa sekitar 400.000 anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun meninggal setiap tahunnya karena kecelakaan-kecelakaan seperti tenggelam, terbakar, keracunan, dan kecelakaan lalu-lintas.80 Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa penelantaran menyebabkan lebih banyak kematian pada anak di bawah usia delapan belas tahun bila dibandingkan dengan kekerasan. 81 Penelantaran adalah bentuk paling ekstrim dari pengabaian. Keputusan untuk menelantarkan seorang anak kadang-kadang merupakan tanggapan terhadap buruknya mekanisme dukungan ((support mechanism) atau beratnya tradisi budaya. Di beberapa negara, anak-anak ditelantarkan karena orangtuanya merasa tidak sanggup memberikan nafkah kepada mereka, atau percaya bahwa menelantarkan dan menyerahkan anak ke keluarga atau lembaga/panti yang memiliki sumber-sumber yang lebih baik merupakan satu-satunya cara untuk menawarkan kesempatan kepada anak-anaknya untuk memperoleh masa depan yang lebih baik. Dan di beberapa budaya, stigma yang ditimpakan kepada kehamilan di luar perkawinan menyebabkan sebagian besar anak yang lahir di luar perkawinan ditelantarkan pada waktu dilahirkan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pengabaian, termasuk pengawasan yang lemah, disiplin yang tidak konsisten dan kegagalan untuk menguatkan perilaku sosial yang positif, memberikan andil terhadap resiko anak-anak masuk dalam situasi berkonflik dengan hukum. ÿ Standar Internasional Konvensi Hak-hak Anak pasal 9 (1) menyatakan bahwa: Negara-negara anggota harus melakukan upaya-upaya legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang tepat untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan mental dan fisik, cedera atau abuse, pengabaian atau perlakuan yang bersifat mengabaikan, perlakuan yang salah atau eksploitasi, termasuk sexual abuse, saat anak tersebut berada di bawah perawatan orangtua, wali sahnya, atau siapapun yang memiliki hak merawat anak tersebut. Negara anggota harus melakukan pendekatan holistik untuk melindungi anak dari kekerasan dan pengabaian saat anak tersebut berada di bawah perawatan orangtua atau pengasuh lainnya. Pendekatan ini meliputi: 100 • • • • Upaya-upaya preventif Upaya-upaya untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menyelidiki kasus Perawatan Penegakkan hukum Pasal 27 mengakui hak-hak setiap anak atas standar kehidupan yang memadai bagi perkembangan fisik, mental, spritual, moral dan sosialnya, dan menunjukkan bahwa orang tua memiliki tanggungjawab utama untuk memberikan kondisi kehidupan yang memadai sejauh mereka mampu melakukannya. Komite Hak-Hak Anak (The Committee on the Rights of the Child Child) dalam Prinsip Panduan No. 3 tentang Kekerasan terhadap Anak dalam Keluarga dan Sekolah, menyatakan bahwa segala bentuk hukuman fisik terhadap anak melanggar hak-hak yang diakui oleh Konvensi Anak tersebut. Ketika orangtua tidak mampu menyediakan lingkungan sehat dan aman yang sesuai untuk perkembangan, bahkan dengan bantuan sekalipun, bagi anak-anaknya, maka anak tersebut harus diambil dari keluarganya. Kriteria operasional untuk memindahkan anak dari rumah, sesuai dengan pasal 9 Konvensi tersebut, adalah bahwa “pemisahan seperti itu diperlukan demi kepentingan terbaik anak”. Anak-anak yang diambil dari rumahnya memiliki hak untuk mendapatkan perawatan alternatif yang sesuai”. 101 Apa yang dapat dilakukan? Reformasi Hukum Legislasi sebaiknya ditelaah kembali dengan mengingat rekomendasi-rekomendasi berikut mengenai kekerasan dan penelantaran anak: • • • • • • Bahwa kekerasan terhadap anak dilarang oleh hukum Bahwa para profesional dan mereka yang melaporkan kasus atau dugaan kasus dilindungi dari tanggungjawab hukum atau pembalasan administratif. Bahwa suatu penyelidikan yang independen atas seluruh kematian anak sebaiknya bersifat wajib, dan bahwa penyebabnya (sering dimasukkan dalam kelompok kategori “lain-lain”) dipilah-pilah dengan memberi tekanan perhatian pada kematian yang berkaitan dengan kekerasan dan abuse. Bahwa prosedur penyelidikan dan prosedur hukum dalam sektor-sektor penegakan hukum, pengadilan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial sebaiknya ditelaah kembali untuk memastikan bahwa prosedur–prosedur itu menghargai kebutuhan dan hak-hak para korban. Aturan-aturan yang berkait dengan bukti yang menghalangi penuntutan pelaku pemerkosaan secara efektif, khususnya aturan-aturan yang mempersyaratkan keabsahan kesaksian korban, agar dihapuskan. Bahwa hukum dan kebijakan mengenai penuntutan dan penjatuhan hukuman, bila dipandang perlu, sebaiknya ditelaah kembali, guna mengakhiri budaya impunitas bagi kejahatan seksual, khususnya kejahatan seksual di dalam keluarga, yang marak di beberapa negara. Sebuah Pendekatan Holistik dan Positif Oleh karena itu, tindakan–tindakan menentang kekerasan sebaiknya ditujukan untuk memperkuat lingkungan yang protektif di sekitar anak. Ini mencakup guru, dan pekerja sosial dan pekerja kesehatan, serta pihak lainnya yang berada di barisan terdepan dalam dari mereka yang peduli dan dan lebih sering berinteraksi dengan anak-anak. Mereka perlu diperlengkapi dengan ketrampilanketrampilan untuk mengenali kapan anak-anak menjadi korban kekerasan dan tahu bagaimana meresponnya. Selain itu, mereka akan sering memerlukan pelayanan rujukan bagi kasus tersebut untuk ditindak lanjuti. Pendekatan ini harus menyentuh persoalan sikap, kebiasaan dan tradisi, dan menekankan pada upaya untuk tidak memberikan toleransi pada segala bentuk kekerasan. Kekerasan fisik dan bentuk-bentuk kekerasan lain yang lebih serius lebih mungkin terjadi di tempat dimana pelecehan diberi toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Dibutuhkan adanya strategi multisektoral yang terpadu dan rencana aksi di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional untuk menjamin adanya upaya-upaya untuk mencegah kekerasan di dalam keluarga, perawatan bagi korban anak yang dikordinasikan secara penuh dan secara multi-disipliner, mencermati akar penyebab kekerasan (termasuk faktor sosial ekonomi, diskriminasi dan lain-lain), dan melibatkan anak-anak dalam merancang strategi pencegahan dan tanggapan yang efektif. Program Kunjungan ke Rumah Program kunjungan ke rumah guna memantau perkembangan anak dan memberikan saran dan bimbingan, dukungan dan rujukan ke keluarga dengan anak-anak muda telah digambarkan sebagai 102 metode yang paling praktis dan terbaik untuk menurunkan pengabaian anak dan kekerasan (abuse) anak yang sangat signifikan. Menghadapi kemungkinan kekerasan anak merupakan bagian kecil dari pekerjaan sebagian besar petugas kunjungan kesehatan. Meskipun demikian, salah satu dari keuntungan yang paling penting dari pelayanan semacam itu adalah bahwa mereka dapat membantu mencegah kondisi dimana kekerasan anak mungkin muncul dan juga mengidentifikasi sedini mungkin anak-anak yang mungkin mengalami kekerasan atau diduga berada dalam keadaan yang sangat beresiko. Pelayanan kunjungan ke rumah ternyata menjadi jauh lebih tidak efektif ketika pelayanan itu mencoba mempersempit target penugasan hanya pada keluarga-keluarga dimana perlakuan salah terhadap anak dicurigai terjadi. Intervensi semacam itu tidak hanya akan terlambat, namun juga akan menciptakan suasana permusuhan, kemarahan, penolakan karena keluarga–keluarga semacam itu akan merasa bahwa mereka dituduh dan diberi stigma. Oleh karena itu, kunjungan ke rumah akan berjalan dengan sangat baik bila diperluas ke semua keluarga yang memiliki anakanak yang berusia belia, bila disatukan dan diikutkan ke dalam pelayanan sosial dan kesehatan yang reguler, dan ketika hal itu dilakukan dalam kontak pertama dengan keluarga pada hari–hari pertama atau minggu–minggu pertama kehidupan anak. Dengan demikian, semua keluarga dapat diberi dukungan dan sumber-sumber-sumber pada akhirnya dapat tepat sasaran, dengan resiko konfrontasi yang lebih kecil, resiko kerjasama yang tidak begitu tinggi atau stigma, terhadap keluarga yang, bila dukungan itu tidak berikan, mungkin mulai terperosok ke dalam berbagai jenis masalah yang menjadi lahan bertumbuhnya kekerasan dan pengabaian anak. Kunjungan ke rumah juga memiliki kelebihan karena relatif tidak mahal dan ditunjau dari biaya yang dikeluarkan dipandang cukup sepadan. Mengadopsi dan melaksanakan kebijakan nasional yang menyeluruh dan jelas Kebijakan nasional sebaiknya mendorong: Pemahaman yang lebih baik, penilaian dan pemantauan situasi melalui pengembangan: • • • • • Analisis dan penilaian yang menyeluruh terhadap luasan, hakikat, penyebab, dan akibat— akibat dari kekerasan terhadap anak sebagai dasar perumusan kebijakan dan program Evaluasi efektivitas terhadap pendekatan dan program-program yang ada secara konstan. Penelitian yang berkelanjutan tentang biaya sosial dan biaya ekonomi dari kekerasan terhadap anak. Pelayanan seperti hotlines misalnya, yang memungkinkan anak untuk melaporkan kasuskasus kekerasan yang terjadi atas mereka. Pemeliharaan dokumen-dokumen resmi mengenai kematian anak, yang terpilah-pilah berdasarkan penyebabnya. Perubahan sikap melalui: • • • Kampanye informasi publik untuk yang melibatkan pemuka agama, pemuka masyarakat, dan pemimpin tradisional. Kampanye media, walaupun media perlu berhati-hati ketika menangani kasus kekerasan terhadap anak agar tidak memaparkan anak terhadap stigma atau “retribusi” Pendidikan sebaya yang melibatkan orang tua dan anak. 103 Deteksi dini dan respon yang cepat dengan: • • • Melatih para guru dan profesional kesehatan dalam pendeteksian gejala perlakuan yang buruk; Mendidik anak dengan mengidentifikasi situasi yang memungkinkan kekerasan, upaya menghindari, dan penanganannya. Anak-anak perlu juga diberi ruang yang positif dan aman untuk mengekspresikan dirinya dan untuk berpartisipasi. Ketika hal-hal ini tidak tersedia, ada kecenderungan peningkatan anak yang terlibat dalam tindak kejahatan, penyalahgunaan obatobatan terlarang, dan kekerasan yang sering dikaitkan dengan hal-hal tersebut. Alokasi sumber-sumber yang memadai untuk mencegah dan mendeteksi kekerasan. Perlindungan dan pemulihan korban anak: • • Anak-anak yang selamat dari kekerasan memerlukan perawatan khusus – tidak hanya perawatan medis dalam hal cedera fisik, namun juga bantuan untuk penanganan efek mentalnya. Pendanaan yang cukup untuk progarm-program bantuan bagi anak-anak korban perlu dijamin Elemen-elemen Tambahan Tindakan-tindakan khusus sebagai tanggapan terhadap kekerasan sebagaimana direkomendasikan oleh WHO meliputi: • • • • • • • • • 104 Program-program pencegahan dan perawatan untuk penyalahgunaan alkohol dan obatobatan terlarang. Pengentasan orang-orang miskin Program-program sosial ekonomi yang diarahkan pada keluarga-keluarga dengan orang tua tunggal sebagai sasarannya. Kampanye melawan norma-norma sosial dan budaya yang berkaitan dengan kekerasan, termasuk peran-peran jender yang kaku, dominasi laki-laki terhadap perempuan dan anakanak, dan toleransi terhadap kekerasan seksual. Program-program pembangunan sosial yang dirancang untuk membantu anak-anak dan remaja untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial, mengelola kemarahan, pemecahan konflik, dan mengembangkan suatu perspektif moral. Program-program terapi (thearaputic), thearaputic termasuk konseling bagi para korban kekerasan dan thearaputic), lainnya yang beresiko membahayakan/merugikan dirinya sendiri. Program-program perawatan bagi mereka yang melakukan abuse kepada pasangan atau anak-anaknya. Pelatihan mengenai praktek-praktek pengasuhan anak yang baik dan program terapi untuk pencegahan umum berjangka panjang Pelatihan bagi polisi dan pekerja-pekerja perawatan kesehatan dalam pengenalan kekerasan rumah tangga, penanganan bukti-bukti dan kepekaan terhadap kebutuhan korban. PENGASUHAN ALTERNATIF Anak-anak, demi perkembangan kepribadiannya yang harmonis dan sempurna, harus tumbuh dalam suatu lingkungan keluarga, dalam suatu atmosfir kebahagiaan, kasih sayang dan pengertian … Pembukaan Konvensi Hak-hak Anak Bab Sementara anak memiliki hak untuk diasuh/dirawat oleh orangtuanya atau keluarganya, seorang anak yang tidak lagi memiliki keluarga, terpisah dari keluarganya, atau yang keluarganya menjadi bahaya serius bagi kesehatan atau perkembangannya, memiliki hak atas perawatan alternatif. Empat jenis perawatan alternatif disebutkan dalam pasal 20 Konvensi Hak-hak Anak: • • • • 12 Penempatan pengasuhan Kafala (lihat definisi di bawah ini) Adopsi Penempatan di lembaga/panti Negara-negara anggota tidak perlu menawarkan keempat jenis perawatan; kewajiban intinya adalah memberikan beberapa bentuk perawatan yang cocok bagi masing-masing anak yang memerlukannya. Dalam semua kasus, perawatan di luar keluarganya sebaiknya diperhitungkan sebagai “upaya terakhir” ketika memilih pemecahan yang paling sesuai. Sudah menjadi kesepakatan banyak pihak bahwa tiga prinsip harus menjadi panduan bagi pembuatan keputusan mengenai perawatan pengganti berjangka panjang bagi anak-anak, segera setelah kebutuhan untuk perawatan semacam itu telah diidentifikasi: • • • Pemecahan berbasis keluarga biasanya lebih disukai dibanding penempatan di lembaga/ panti. Pemecahan yang bersifat permanen biasanya lebih disukai dibanding penempatan yang bersifat sementara Pemecahan di dalam negeri pada umumnya lebih disukai bila dibanding pemecahan yang melibatkan negara lain. Perawatan alternatif, dipandang dari sisi budaya sungguh sensitif. “Penempatan institusi/panti” misalnya, bisa memiliki arti yang berbeda-beda di masyarakat yang berbeda. Konsep adopsi juga memiliki berbagai arti yang berbeda dalam kebudayaan yang berbeda. Dalam masyarakat barat yang industrialistis, beberapa bentuk perawatan alternatif berkembang sangat maju. Hal yang demikian itu juga nampak di negara-negara berkembang, walaupun mereka mungkin memiliki kapasitas yang sangat terbatas. 105 Bentuk-bentuk tradisional penempatan atau perawatan bagi anak yang tidak dapat dipelihara orangtuanya sendiri mendominasi di beberapa negara. Meskipun demikian, dalam beberapa bentuk perawatan tradisional itu, bentuk-bentuk tersebut telah disisihkan oleh dampak tak terduga dari pandemi AIDS pada struktur keluarga dan struktur masyarakat. Lebih lagi, beberapa bentuk penempatan tradisional dengan sendirinya mengandung praktek-praktek yang tidak sesuai dengan kepentingan terbaik anak yang terkait. Di sini, praktek-praktek itu tidaklah merupakan hal yang luar biasa. Semua bentuk perawatan alternatif mengandung resiko eksploitasi, abuse dan bentuk-bentuk lain yang tidak menghargai hak-hak anak. Perawatan kelembagaan/panti telah mengundang keprihatinan khusus berkenaan dengan hal tersebut. ÿ Standar International Konvensi Hak-hak Anak Konvensi menetapkan bahwa setiap anak “yang secara permanen maupun sementara tercabut dari lingkungan keluarganya, atau karena kepentingan terbaiknya tidak diperbolehkan berada di lingungan itu” memiliki hak atas “bantuan dan perlindungan khusus”. Perlindungan dan bantuan khusus semacam itu “harus disediakan oleh negara”, sesuai dengan undang-undang nasional masing-masing, dan dapat mencakup inter alia penempatan pengasuhan, kafala dalam hukum Islam, adopsi, atau bila dipandang perlu, penempatan di lembaga/panti yang sesuai untuk perawatan anak. Dalam memilih bentuk perawatan alternatif yang paling tepat, “pertimbangan yang seksama harus diberikan kepada kesesuaian kontinyuitas dalam pengasuhan anak dan dengan latar belakang bahasa, budaya, agama dan etnis anak tersebut. (Pasal 20). Pasal 9 menetapkan standar mengenai kapan pengambilan anak dari keluarganya diperbolehkan dan prosedur yang harus digunakan untuk membuat keputusan semacam itu (Periksa bab 11). Pasal 21 berisi standar-standar tambahan yang berlaku untuk adopsi (periksa di bawah ini) Penempatan Pengasuhan Penempatan pengasuhan merupakan penempatan seorang anak yang telah terpisah dari keluarganya, atau yang tidak dapat dibiarkan tinggal bersama keluarganya, dalam perawatan keluarga atau perorangan selain orang tuanya. Berbeda dengan adopsi, penempatan pengasuhan pada umumnya dianggap sebagai upaya sementara yang digunakan saat keluarga anak itu sendiri mengatasi masalah-masalah yang menghalangi keluarga itu untuk memberikan perawatan yang sepatutnya kepada anak, atau sementara penempatan yang permanen sedang diupayakan. Meskipun demikian penempatan itu bisa menjadi rencana/rancangan jangka panjang. Di beberapa negara istilah itu digunakan untuk penempatan dengan keluarga atau perorangan dimana anak tersebut tidak memiliki hubungan darah, sementara di sisi lain, istilah itu digunakan untuk penempatan seorang anak secara resmi dengan keluarga/saudara selain orangtuanya. Berbeda dengan kebanyakan bentuk adopsi yang banyak dijumpai, penempatan pengasuhan tidak memiliki akibat permanen bagi hubungan hukum antara anak dengan orangtua kandungnya. 106 Kafala Adopsi tidak diakui dalam hukum Islam, karena adopsi dianggap tidak cocok dengan hak-hak anak atas identitas. Kafala adalah suatu bentuk perawatan alternatif yang dimaksudkan untuk menjamin hak-hak setiap anak atas lingkungan keluarga. Deklarasi Hak-hak dan Perlindungan anak dalam Islam menyatakan bahwa: Islam memandang keluarga, berdasarkan pada perkawinan yang sah, sebagai lingkungan alami untuk membesarkan anak, dan menetapkan bahwa setiap anak memiliki hak untuk hidup dalam sebuah keluarga yang dibangun dalam kasih sayang dan kesakinahan, tanpa melihat apakah itu keluarga kandungnya ataupun keluarga angkat yang memberikan kepadanya dengan kafala bilamana keluarga kandungnya sendiri tidak diketahui keberadaannya, atau bila ia ditelantarkan oleh keluarga kandungnya. (Prinsip 6). Adopsi Adopsi terdiri dari penciptaan pertalian yang sah antara seorang dengan sebuah keluarga, khususnya pertalian/hubungan antara anak dan orangtua. Adopsi merupakan fenomena yang sangat beragam, dan dalam beberapa masyarakat, ada berbagai bentuk adopsi yang berbeda yang berfungsi untuk memenuhi berbagai keperluan/tujuan. Beberapa bentuk adopsi terutama sebagai cara untuk memindahkan kepemilikan. Di sisi lain, adopsi merupakan cara untuk mengkonsilidasikan komposisi sebagai keluarga inti yang baru (misalnya ketika pasangan dari orang yang bercerai atau ditinggal mati mengadopsi anak dari pasangan perkawinannya yang baru). Dari sudut pandang hak-hak anak atas perlindungan, adopsi merupakan cara memberikan keluarga yang baru dan permanen sifatnya bagi anak yang telah terpisah secara abadi dari keluarga kandungnya, khususnya oleh kematian atau ditelantarkan. Sebagai aturan, adopsi bukanlah merupakan pemecahan yang tepat bagi anak yang telah diambil dari keluarganya bukan atas kemauan orangtuanya, karena salah perlakuan atau karena penelantaran. Hak anak atas identitas dan kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi dan mendukung keluarga memiliki arti bahwa dalam situasi semacam itu, semua upaya harus dilakukan untuk memecahkan masalah yang membawa bahaya bagi anak, sehingga ia bisa dikembalikan ke keluarga kandungnya. Hanya bila telah jelas bahwa masalahnya tidak bisa dipecahkanlah maka adopsi bisa dianggap tepat. Meskipun demikian, ketika sudah pasti bahwa seorang anak telah menjadi terpisah secara permanen dari keluarga kandungnya, maka anak itu memiliki hak atas lingkungan keluarga yang baru bila mungkin, dan adopsi merupakan pilihan terbaik. Dua faktor yang mendistorsikan fungsi adopsi di beberapa bagain dunia adalah: • • Meningkatnya permintaan dari pasangan tanpa anak yang kerkeinginan kuat untuk mengadopsi. Pemikiran bahwa adopsi merupakan pemecahan bagi berbagai kesulitan yang dihadapi oleh keluarga, khususnya ibu tunggal miskin, dalam menyediakan standar kehidupan yang memadai kepada anak-anaknya. 107 Kombinasi dari faktor–faktor ini mendorong disintegrasi keluarga-keluarga miskin, namun berpandangan praktis. Pada saat yang sama, adopsi membelokkan perhatian dari kebutuhan untuk mengatasi akar penyebab kemiskinan. Di beberapa bagian dunia, tradisi budaya merupakan kendala utama bagi adopsi dan secara merugikan mempengaruhi ketersedian rumah-rumah adopsi bagi anak-anak yang memerlukannya. Adopsi Antar negara dan adopsi internasional Adopsi antar negara melibatkan adopsi seorang anak dari suatu negara oleh pasangan atau perorangan yang bertempat tinggal di negara lain, tanpa melihat kebangsaannya. Di beberapa negara, adalah hal lumrah bagi migran yang tinggal di luar negeri untuk mengadopsi anak dari negara asalnya. Adopsi Internasional adalah adopsi seorang anak oleh pasangan atau perorangan yang kebangsaan/ kewarganegaraannya berbeda dengan anak tersebut. Biasanya, walaupun tidak selalu, adopsi ini melibatkan pengiriman anak yang diadopsi dari negara-negara kelahirannya di negara berkembang ke sebuah negara industri. China, Republik Korea, dan beberapa negara Eropa Timur merupakan sumber-sumber anak-anak adopsi yang cukup penting di Amerika Utara dan Eropa Barat. Adopsi internasional meningkat secara berarti selama dekade 1980an dan 1990an. Adopsi antar negara rentan terhadap abuse, d dan itulah sebabnya Konvensi Hak-hak Anak memasukkan ketentuan-ketentuan yang rinci mengenai rambu-rambu aturan yang harus dihormati. Beberapa negara misalnya, telah membuat pernyataan moratorium tentang adopsi antar negara sebagai akibat dari tekanan internasional untuk memecahkan masalah tersebut. (Penyalahgunaan adopsi internasional dipaparkan dalam bab 9 tentang perdagangan anak). Konvensi Den Haag tentang Perlindungan Anak dan Kerjasama tentang Adopsi Antar negara (The Hague Convention on Protection of Children and Co-operation in Respect of Intercountry Adoption) menetapkan standar internasional dan syarat-syarat untuk kasus-kasus dimana adopsi antar negara mungkin masuk dalam pertimbangan. Pasal 21 Konvensi Hak-hak Anak menyatakan bahwa: • • • • Kepentingan terbaik bagi anak merupakan pertimbangan yang paling utama dalam pengambilan keputusan mengenai adopsi. Otoritas yang berwenang harus menjamin bahwa suatu adopsi dilakukan sesuai dengan undang-undang, dengan ijin dari pihak yang bertanggungjawab terhadap anak. Adopsi antar negara sebaiknya hanya terjadi bila anak itu tidak dapat dirawat dengan semestinya di negara asalnya. Pihak manapun dalam adopsi hendaknya tidak mendapatkan perolehan yang tidak sepatutnya. Komite Hak-hak Anak (The The Committee on the Rights of the Child Child)) telah menerbitkan serangkaian rekomendasi mengenai adopsi antar negara, dengan memberi tekanan pada masalah penyalahgunaan (abuse ( ). 108 Penempatan Institusi/panti Negara memikul tanggungjawab utama untuk memastikan bahwa semua anak tanpa rumah keluarga menerima perawatan alternatif, namun banyak pihak juga memainkan peranan. Beberapa institusi bagi anak yatim (piatu) dan terlantar dan anak-anak yang memerlukan rumah dibangun dan dioperasikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Meskipun demikian, di beberapa belahan dunia, institusi semacam itu dioperasikan oleh organisasi–organisasi amal sekuler maupun yang bersifat keagamaan. Sebagian dijalankan secara privat namun dengan dana publik, sebagian lainnya didanai secara privat dan masih bergantung pada dana yang berasal dari swasa maupun pemerintah. Beberapa institusi menerima anak dari berbagai usia berbeda yang memerlukan perawatan karena berbagai alasan. Sebagian institusi lainnya menampung kelompok anak-anak seperti anakanak penyandang cacat tubuh, atau mereka yang memiliki masalah perilaku dan perkembangan. Secara prinsip, institusi perawatan anak dimaksudkan terutama untuk perawatan jangka panjang bagi anak-anak yang tidak dapat dikembalikan ke keluarganya sendiri atau tidak dapat ditempatkan dalam keluarga yang baru. Pada prakteknya, karena permintaan penempatan jangka pendek sering melebihi jumlah keluarga yang mau menerima anak secara sementara, institusi sering memenuhi kebutuhan jangka panjang dan kebutuhan jangka pendek. Sekolah berasrama adalah kasus khusus. Dimana orangtua tetap menjalin hubungan dengan anak yang masuk di sekolah semacam itu, terus memberikan dukungan sebagaimana yang mereka mampu, dan secara aktif ikut serta dalam melaksanakan tanggungjawab sebagai orangtua, maka institusi semacam itu harus diatur dengan standar dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk sekolah. Namun ketika anak ditempatkan di sekolah semacam itu, terutama karena orangtua mereka tidak mampu merawat, mengawasi dan mengendalikan mereka, dan orangtua yang berkepentingan itu menyerahkan tanggungjawabnya sebagai orangtua ke sekolah, maka akan lebih tepat bila diterapkan standar-standar dan prinsip-prinsip tentang pengasuhan alternatif. Ini berlaku apakah sekolah itu dijalankan oleh negara, lembaga amal swasta, ataupun kelompokkelompok keagamaan. Perawatan panti/institusi selama masa lima tahun pertama kehidupan anak biasanya memiliki dampak negatif bagi perkembangan anak tersebut. Suatu penelitian menemukan bahwa anak yang menghabiskan waktu delapan bulan atau lebih dalam suatu panti asuhan dalam dua tahun pertama pada kehidupannya, perkembangan bahasa, motorik dan sosialnya tertunda.82 Selain itu, penempatan anak dalam setting panti tak pelak lagi membawa resiko eksploitasi dan kekerasan (abuse). Di beberapa lembaga/panti, anak-anak beresiko menjadi korban diskriminasi. Penelitian di beberapa bagian dunia menyatakan bahwa sebagian besar anak yang berada di panti memiliki keluarga, walaupun keluarga yang miskin dan tidak beruntung atau mengalami disfungsi. Penelitian baru-baru ini mengenai Eropa Timur, misalnya, menemukan bahwa hanya 4-5 persen dari anak-anak yang di panti benar-benar anak yatim piatu. 83 Ini menegaskan adanya kebutuhan untuk memberikan perhatian yang lebih besar pada prinsip “upaya terakhir” dan mekanisme dukungan yang efektif bagi keluarga-keluarga beresiko. 109 Tugas Memantau Perawatan Anak-anak yang telah ditempatkan untuk tujuan perawatan atau perlindungan memiliki hak agar perawatan/perlakuan dan semua keadaan lain yang terkait dengan penempatannya ditinjau kembali secara berkala (Pasal 25, Konvensi Hak-hak Anak). Ini berlaku tidak hanya pada anak-anak yang ada di panti/institusi, namun untuk semua bentuk penempatan termasuk adopsi, perawatan asuh/angkat, perwalian dan kafala. Harus dibuat prosedur untuk menerima aduan dari anak dalam keadaan seperti itu. Perawatan Asuh Konvensi Hak-Hak Anak (The The Convention on the Rights of the Child Child) tidak memuat standar spesifik apapun mengenai perawatan asuh (foster care). Meskipun demikian, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1986 mengadopsi sebuah deklarasi mengenai Prinsip-prinsip Sosial dan Hukum yang berkaitan dengan Perlindungan dan Kesejahteraan Anak ((Declaration on Social and Legal Principles relating to the Protection and Welfare of Children)) dengan rujuakan khusus ke Penempatan Pengasuhan dan Adopsi secara Nasional dan Internasional. Deklarasi menetapkan dalam Pasal 10 dan 12 bahwa “penempatan pengasuhan anak harus diatur dengan undangundang” dan bahwa “pihak atau intansi yang berwewenang harus bertanggungjawab atas pengawasan untuk menjamin kesejahteraan anak”. Standar yang sama berlaku di budaya-budaya dimana keluarga-keluarga luas mengangkat anak asuh. Perawatan institusi/panti Pasal 20 Konvensi menyarankan suatu hirarki pilihan perawatan bagi anak yang tidak mendapatkan perawatan orang tua: pertama saudara keluarga, kedua, keluarga pengganti melalui melalui pengangkatan/pengasuhan atau adopsi, dan ketiga, institusi yang tepat. Ketika institusi diperlukan, maka institusi tersebut harus digunakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Ini karena dalam setting seperti itu, terdapat kesulitan untuk memberikan perhatian secara individual dukungan emosional, stimulasi intelektual, dan bimbingan moral yang idealnya diberikan oleh sebuah keluarga. Dimana organisasi swasta mengemban fungsi-fungsi ini, instansi yang berwewenang sungguh perlu untuk mengemban tanggung jawab guna menjamin bahwa mereka beroperasi sesuai dengan standar-standar yang dapat diterima. Standar semacam itu harus mengatur kondisi fisik dan persyaratan profesional dan pelatihan staf, termasuk syarat bahwa mereka tidak memiliki catatan melakukan kekerasan sebelumnya. Standar “kualitas hidup”, yang mengukur seberapa jauh pelayanan yang diberikan itu menjamin perkembangan dan kesejahteraan anak, juga harus dijadikan pertimbangan. Anak yang terpaksa tidak mendapatkan suatu lingkungan keluarga memiliki hak yang sama dengan anak-anak yang lain. Penempatan institusional sebaiknya tidak dipandang sebagai penahanan. Kecuali bila pembatasan kebebasan mereka diperlukan untuk melindungi mereka, anak yang ditempatkan di institusi untuk dirawat harus memiliki kebebasan dalam derajat tertentu yang setara dengan kebebasan yang dimiliki oleh anak-anak lain seusia mereka. 110 Adopsi Aturan pertama mengenai adopsi adalah “sistem adopsi harus menjamin bahwa kepentingan terbaik bagi anak merupakan pertimbangan yang utama” (Pasal 21 Konvensi Hak-hak Anak). Negara-negara anggota yang mengijinkan atau mengakui adopsi harus membuat legislasi yang mengidentifikasi instansi-instansi mana saja yang berwewenang atas proses adopsi, dan “menjamin bahwa tidak ada adopsi yang terjadi tanpa persetujuan dari instansi yang berwenang itu” (Pasal 21 Konvensi Hak-Hak Anak). Legislasi itu harus mengidentifikasi kriteria penentuan saat seorang anak bisa diadopsi, khususnya persyaratan bahwa orang tua anak tersebut (ketika diketahui atau masih hidup) harus memberikan ijin ((informed consent) mereka. Persyaratan lain yang harus diperhitungkan dalam undang-undang tersirat dalam pasal-pasal Konvensi itu, yang meliputi: • • • Hak-anak untuk dipertimbangkan pandangan-pandangannya, sesuai dengan taraf usia dan perkembangannya. Prinsip kesetaraan hak dan tanggungjawab dari kedua orang tuanya. Prinsip bahwa, dalam memilih penempatan yang paling sesuai, pertimbangan seksama harus diberikan pada kesinambungan dan kesesuaian pengasuhan serta pada latar belakang bahasa, budaya, agama dan etnis anak tersebut. Adopsi Antar Negara Selain standar-standar yang berlaku untuk semua adopsi, Konvensi Hak-hak Anak mempersyaratkan rambu-rambu khusus mengenai adopsi antar negara. Aturan pertama adalah bahwa adopsi antar negara tidak bisa dilakukan bila adopsi atau penempatan pengasuhan di negara asal anak tersebut masih dimungkinkan. Dua aturan/rambu lain adalah bahwa Negara harus: • • Menjamin bahwa anak yang dimaksud mendapatkan pelindungan dan standar yang setara dengan yang ada dalam adopsi nasional Mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu untuk menjamin bahwa, dalam hal adopsi antar negara, penempatan itu tidak menyebabkan adanya perolehan finansial yang tidak semestinya bagi mereka yang terlibat dalam proses adopsi itu. Kafala Kafala merupakan cara yang sah dari pemberian perawatan alternatif bagi anak yang memerlukannya, asalkan hal itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konvensi HakHak Anak. Secara khusus, semua penempatan harus disetujui oleh keputusan pengadilan. Anak yang ditempatkan melalui kafala harus menerima manfaat sosial yang sama dengan anak lain, dan tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. 111 Apa yang dapat dilakukan? Perawatan Institusional/Panti Praktek–praktek dan kebijakan mengenai perawatan panti/institusional hendaknya ditinjau kembali untuk memastikan bahwa kesemuanya itu sesuai dengan prinsip-prinsip dan rekomendasi berikut: • • • • • • Bagi anak yang tidak dapat dibesarkan oleh keluarganya sendiri, suatu lingkungan keluarga alternatif yang sesuai hendaknya lebih diupayakan sebagai pilihan dibanding perawatan institusional/panti, yang hendaknya digunakan sebagai upaya terakhir dan sebagai upaya yang bersifat sementara. Setiap upaya harus diambil untuk menghindarkan pengisolasian dari komunitas anak yang tinggal di institusi itu (misalnya dengan memasukkan mereka di sekolah dalam komunitas tersebut, dan penggunaan fasilitas–fasilitas rekreasi milik masyarakat), untuk memaksimalkan kesempatan transisi yang berhasil setelah keberangkatannya. Institusionalisasi hendaknya tidak melibatkan penghilangan kebebasan. Institusionalisasi hendaknya tidak disamakan dengan penelantaran, dan juga tidak secara otomatis mengakibatkan penelantaran sah. Kontak antara anak yang tinggal di panti/institusi dan keluarganya hendaknya didorong, kecuali bila hal itu berlawanan dengan kepentingan terbaik untuk anak. Untuk merealisasikan hal ini, dokumen-dokumen dan berkas termutahir hendaknya disimpan. Staff hendaknya dipilih dan dilatih secara berhati-hati, serta diberi upah yang pantas. Masing-masing kasus hendaknya dipertimbangkan dengan melihat keadaan dan kebutuhan khusus anak dan hendaknya ditinjau kembali secara berkala. Adopsi Legislasi mengenai adopsi hendaknya ditinjau kembali untuk menjamin bahwa legislasi itu sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan rambu-rambu yang ditetapkan dalam Konvensi Hak-hak Anak, khususnya: • • • • • Aturan-aturan yang mengatur pemberian ijin oleh orang tua untuk adopsi Persyaratan-persyaratan mengenai memenuhi syarat atau tidaknya orang tua angkat. Larangan terhadap adopsi yang tidak dilakukan oleh instansi/mereka yang tidak berwenang. Pengakuan bahwa hak anak untuk didengar, dan aturan-aturan mengenai bagaimana pandangan–pandangan anak hendaknya dipertimbangkan dan diberi bobot. Panduan mengenai implementasi dari prinsip bahwa kesinambungan perawatan dan latar belakang bahasa, budaya, agama, dan kelompok etnis anak dimasukkan dalam pertimbangan. Prosedur juga hendaknya ditinjau kembali untuk memastikan bahwa anak tidak dibiarkan dalam institusi dalam waktu yang lama tanpa adanya penentuan status mereka. Ketika adopsi menjadi pilihan pemecahan yang paling baik bagi anak, penundaan yang tidak perlu untuk menemukan keluarga yang cocok sedapat mungkin dikurangi. 112 Mencegah Penelantaran Jaringan Nasional pusat-pusat dukungan bagi keluarga yang memberikan bantuan kepada orang tua sehingga mereka dapat menjadi mandiri dalam merawat anak-anaknya dapat mengurangi tingkat institusionalisasi. Pusat-pusat ini harus memberikan pelayanan–pelayanan seperti: • • • • Pelatihan ketrampilan mengasuh anak (parenting) Dukungan dan konsultasi sosial dan psikososial. Konseling hukum Intervensi krisis Kunjungan supervisi ke rumah oleh pekerja sosial merupakan alat perlindungan yang sangat bernilai yang dapat membantu mengurangi pengiriman anak ke institusi, yang sebenarnya tidak perlu. (periksa Bab 4) Karena banyak anak yang di”panti”kan oleh orang tuanya lahir dari ibu yang masih sangat muda – kadang merupakan orang tua tunggal – atau dari perempuan yang telah memiliki beberapa anak, akses terhadap keluarga berencana merupakan komponen yang sangat penting dari suatu rencana menyeluruh untuk mengurangi jumlah anak telantar. Ini penting khususnya untuk menjamin bahwa gadis-gadis remaja memiliki akses terhadap pelayanan semacam itu. Reintegrasi Keluarga Reintegrasi anak dalam keluarga kandungnya secara prinsip, merupakan alternatif pemecahan terbaik untuk anak-anak yang di kirim ke institusi. Pelayanan harus memprakarsai upaya-upaya untuk reintegrasi segera setelah anak dibawa ke perawatan institusi/panti. Proses integrasi hendaknya meliputi: • • • • • • • Mencari keluarga kandung anak, termasuk keluarga jauh dan khususnya kakek-nenek, dan bila dipandang perlu dengan bantuan pencarian oleh polisi. Menganalisa masalah spesifik keluarga dan anak tersebut. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan finansial kepada keluarga, dan bila dipandang perlu, termasuk juga terapi keluarga (misalnya, psikoterapi, rehabilitasi alkohol atau ketergantungan obat). Mengidentifikasi keluarga–keluarga itu bila reintegrasi merupakan hal yang memungkinkan. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan finansial kepada keluarga, dan dimana perlu, memasukkan terapi keluarga (misalnya psikoterapi, atau rehabilitasi kecanduan alkohol dan ketergantungan obat). Mengidentifikasi keluarga-keluarga dimana reintegrasi tidak tertutup kemungkinannya. Bila dipandang perlu, memberikan waktu transit penempatan dalam suatu keluarga angkat atau institusi, dalam upaya memberikan waktu bagi keluarga untuk memecahkan masalahnya, dan memfasilitasi kontak antara keluarga dan anak selama jangka waktu tersebut. Dalam semua hal, anak harus dipersiapkan untuk menghadapi perubahan dan diperbolehkan untuk berperan-serta dalam merumuskan rencana reintegrasi yang dibuat dengan konsultasi dengan keluarga, sepanjang memungkinkan dan tepat. Dukungan bagi keluarga dan anak setelah reintegrasi hendaknya diberikan. 113 Memantau Anak dalam Perawatan Alternatif Komite Hak-Hak Anak mengimbau agar perhatian serius diberikan untuk menjamin berdirinya dan berfungsinya sistem pemantauan yang efektif untuk memonitor perlakuan yang diterima anak yang kehilangan/tercerabut dari keluarganya ….. serta fasilitas-fasilitas residensial bagi anak lainnya, seperti fasilitas medis, dan fasilitas-fasillitas lain bagi anak-anak nakal. Sistem pemantauan hendaknya: • • • • • • • • Menjamin akses penuh terhadap fasilitas dan dokumen dari seluruh institusi baik dokumen publik maupun dokumen pribadi. Mengijinkan kunjungan yang tidak diumumkan terlebih dahulu dan konsultasi pribadi dengan anak-anak dan staf. Menekankan status dan kondisi anak dan perkembangannya, serta keadaan fasilitas-fasilitas yang ada atau yang berkenaan dengan pemberian pelayanan. Memasukkan prosedur untuk menerima pengaduan dari anak, orangtua, atau wali, staf dll. Mewajibkan pelaporan oleh staf mengenai insiden kekerasan yang terjadi. Menjamin adanya investigasi pengaduan secara seksama dan mandiri, masuk investigasi pengadilan untuk semua kematian atau kasus–kasus penganiayaan berat Memastikan bahwa pelaku kekerasan diberi sanksi disiplin yang pantas, termasuk ketika di pandang perlu, pemecatan atau dibawa dan dituntut di pengadilan. Prosedur semacam itu juga harus menghormati hak- anak atas privasi dan mencakup perlindungan terhadap balas dendam. Sumber: Committee on the Rights of the Child, State Violence Against Children, paragraf 26. 114 PENGADILAN ANAK Konferensi meghimbau semua negara untuk mengambil langkah-langkah yang tepat sesuai dengan Beijing Rules dan Riyadh Guidelines PBB: a) Untuk memastikan kesesuaian dengan prinsip bahwa perampasan kebebasan anak hendaknya hanya sebagai upaya terakhir dan untuk waktu yang sesingkat-singkatnya, khususnya sebelum pengadilan, dan memastikan bahwa, bila mereka ditangkap, ditahan, atau dipenjarakan, anak dipisahkan dari orang dewasa; b) Memastikan bahwa tidak ada anak di dalam penjara yang dihukum kerja paksa atau dirampas aksesnya dan dirampas haknya atas pelayanan perawatan kesehatan, sanitasi lingkungan dan kebersihan, pendidikan dan pengajaran dasar, dengan mempertimbangkan kebutuhan anak penyandang ketidakmampuan (cacat) c) Untuk mendorong sistem penegakan hukum dan sistem pengadilan anak yang terpisah dengan petugas terdidik secara khusus, yang sepenuhnya menjaga dan melindungi hak-hak anak dan mengupayakan reintegrasi anak ke dalam masyarakat. Bab 13 l06 th IPU Conference Ouagadougou, Burkina Faso, September 2001) Pengadilan anak merupakan topik luas yang mencakup pencegahan kenakalan remaja, jenis-jenis pelanggaran yang mana anak dikenai tuntutan, dan cara mereka diperlakukan oleh kepolisian dan oleh pengadilan dan fasilitas-fasilitas bagi pelaku pelanggaran hukum anak-anak. Pencegahan Kenakalan vs Pemidanaan Ada korelasi yang tinggi antara penelantaran atau pemaparan terhadap kekerasan selama masa anak-anak dan keterlibatan dalam kejahatan. Psikolog mengakui bahwa terpapar kekerasan di rumah menyebabkan anak dengan sendirinya memperoleh moda perilaku kekerasan. Sebuah penelitian di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa bahwa pengalaman kekerasan (abuse ( ) dan penelantaran meningkatkan kemungkinan ditangkap sebagai anak nakal sebanyak 53 persen, dan satu penelitian lain di Inggris menemukan bahwa 72 persen anak-anak remaja yang melakukan tindak pelanggaran hukum yang serius merupakan korban abuse (Periksa bab 11). Mencermati dan mengatasi masalah yang menyebabkan kenakalan remaja pada akhirnya akan sampai pada cara pencegahannya. Ada juga kebutuhan terhadap program efektif untuk membantu remaja yang terlibat dalam kejahatan guna mengatasi masalah mereka, sepanjang memungkinkan, dan membantu mereka dalam mempersiapkan hidupnya sebagai anggota masyarakat yang patuh pada hukum. Memaparkan mereka pada pelanggaran hak-hak mereka lebih jauh ketika mereka berkonflik dengan hukum adalah salah dan tidak produktif. Pelanggaran hak-hak anak oleh instansi penegakan hukum Pelanggaran hak-hak anak oleh instansi/lembaga penegakan hukum bisa serius. Dalam Kasus Anak Jalanan: Pengadilan Antar-Amerika untuk Hak-hak Azasi (The Street Children Case’, the Inter-American Court of Human Rights) menemukan bahwa Guatemala bertanggung jawab atas hukuman mati yang cepat atas lima anak muda termasuk seorang yang berusia 15 tahun dan dua orang yang berusia 17 tahun pada bulan Juni 1990. Empat dari korban dipaksa masuk ke sebuah kendaraan oleh polisi yang berpakaian sipil yang nampaknya atas permintaan operator gerai makanan yang dikenal bermusuhan dengan anak-anak yang bekerja di jalanan. Tubuh 115 mereka ditemukan dengan luka tembak di kepala dan tanda-tanda bekas siksaan. Korban ke lima ditembak di jalanan beberapa hari kemudian oleh polisi intel. Para perwira itu diadili namun dibebaskan, walaupun kesaksian dari para saksi dan bukti balistik telah diberikan. Pada bulan Nopember 1999, the Inter-America Court menyimpulkan bahwa pembunuhan ini membentuk bagian dari “pola umum tindakan-tindakan ilegal yang dilakukan oleh agen keamanan Negara terhadap “anak jalanan” [yang] meliputi ancaman, kekejaman, perlakuan yang menistakan dan tidak berperikemanusiaan dan pembunuhan sebagai upaya untuk memberantas kenakalan remaja dan gelandangan”. Pengadilan memerintahkan pembayaran ganti rugi agar dibayar pada bulan Juni 2001. Tidak semua pelanggaran terhadap hak-hak anak sama ekstrimnya dengan kasus Guatemala. Meskipun demikian, kekerasan dan bentuk-bentuk abuse lain anak-anak yang berkonflik dengan hukum merupakan hal yang umum terjadi dan bentuknya berbeda-beda. Pencegahan vs Pemidanaan: Opini Pengadilan Inter-Amerika untuk Hak Azasi Manusia ... ketika Negara melanggar hak-hak anak yang beresiko, seperti anak jalanan misalnya, pelanggaran itu akan menjadikan mereka korban agresi ganda. Pertama, negara–negara semacam itu tidak mencegah mereka agar tidak hidup dalam keadaan menyedihkan, sehingga membuat mereka kehilangan hak atas kondisi minimum untuk hidup secara bermartabat dan mencegah mereka dari “perkembangan pribadi yang harmonis dan penuh”. Kedua, mereka (negara semacam itu) melanggar integritas moral, mental dan fisik dan bahkan kehidupan mereka. Ketika aparatur negara harus menanggulangi pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur, aparatur negara harus melakukan upaya-upaya serius untuk menjamin rehabilitasinya dalam upaya “memungkinkan mereka untuk memainkan peran yang produktif dan membangun dalam masyarakat …. Sumber: Inter-American Court of Human Rights, ‘The Street Children Case, paragraf.191-197 (dengan menyitir preambul the Konvensi Hak-hak Anak dan Rule 26 dari Beijing Rules) Anak–anak dalam Tahanan Anak-anak dalam tahanan sering mengalami kekerasan, terutama atas hak-hak mereka – termasuk tidak adanya pendidikan dan kurangnya perawatan medis dasar. Sering, kondisi dimana mereka hidup sungguh tidak berperikemanusiaan dan sangat buruk – tidak ada pemanas, makanan yang tidak memadai, tempat tidur yang tidak memadai, selimut yang penuh kutu, fasilitas sanitasi yang buruk dan tidak ada sarana olah raga. Sebagian ditahan dalam sel sendirian dalam waktu yang cukup lama. Kekerasan/penganiayaan fisik merupakan hal yang banyak dijumpai. Cedera, termasuk patah tulang, patah tangan, gendang telinga yang rusak, memar dan paling serius, trauma emosional, sering merupakan akibat siksaan dan interogasi. Anak sering dikerasi secara seksual. Dalam banyak kasus, bahkan prinsip-prinsip yang paling mendasar untuk diadili secara patut bahkan dilanggar. Penangkapan, penahanan, dan penjatuhan hukuman sering sewenang-wenang – hasil hasil upaya di luar pengadilan oleh polisi dan sistem militer dimana perlindungan sipil tidak ada. Anak-anak yang ditahan sering dibawah usia yang bisa bertanggung jawab atas tindakan kejahatannya dan ditempatkan dengan tahanan dewasa yang menjadikan mereka mengalami kekerasan. Orang tua pada umumnya ditolak hak kunjungnya dan sering tidak diberitahu dimana anaknya berada. Penahanan anak sering menyebabkan distres parah dan mengacaukan keluarga mereka. 116 Tahun 2002 diperkirakan lebih dari 1 juta anak di seluruh dunia terampas kebebasannya oleh petugas penegak hukum. 84 Pelanggaran Hak-hak Remaja oleh Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan (correctional agencies) The Inter-American Commission on Human Rights mengadopsi suatu keputusan penting pada tahun 1999 mengenai penahanan remaja di penjara dan lembaga pemasyarakatan. Setelah kasus yang terkenal dimana seorang remaja membunuh orang tuanya, Mahkaman Agung di negara terkait mengesahkan penahanan remaja di fasilitas penahanan orang dewasa, sementara fasilitas yang aman bagi pelaku pelanggaran hukum remaja sedang dibangun. Komisi menemukan bahwa mereka bukanlah pelanggar hukum yang berbahaya, bahkan beberapa anak yang ditahan di fasilitas tahanan dewasa dituduh melakukan tindakan yang bahkan bukan merupakan tindak pidana, sering oleh hakim pengadilan pidana yang tidak memiliki jurisdiksi atas remaja. Keputusan itu menyatakan, sebagaimana dikutip dibawah ini: Komisi mempertimbangkan bahwa praktek-praktek memenjarakan anak di bawah umur, bukan karena ia terlibat tindak kejahatan, namun semata-mata karena ia ditelantarkan oleh masyarakat atau rentan, atau anak yatim piatu atau gelandangan, menjadi ancaman serius ……. Jauh dari sekedar menghukum anak di bawah umur lantaran diduga menjadi gelandangan, Negara berkewajiban untuk mencegah dan merehabilitasi dan kewajiban untuk menyediakan sarana yang memadai untuk tumbuh dan mandiri kepada mereka. ÿ Standar Internasional: Pengadilan Anak Konvensi Hak-hak Anak Pasal 40 Konvensi Hak-hak Anak menyatakan bahwa: Negara-negara anggota mengakui hak dari setiap anak yang diduga, dituduh, atau dikenali sebagai telah melanggar undang-undang pidana untuk diperlakukan secara konsisten dengan mendorong rasa bermartabat dan berharga anak, menegakkan penghormatan anak atas hakhak azasi manusia dan kebebasan fundamental dari orang lain, memperhitungkan usia anak dan keinginan untuk mempromosikan reintegrasi anak dan pemberian tanggungjawab kepada anak agar berperan konstruktif dalam masyarakat. Pasal 37 Konvensi Hak-Hak Anak juga melarang penjatuhan hukuman mati dan hukuman seumur hidup bagi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. Instrumen lainnya Standar internasional juga memasukkan tiga instrumen yang secara spesifik berkaitan dengan pengadilan anak: yakni Aturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pelaksanaan Pengadilan Anak (United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice - the `Beijing Rules), Panduan tentang Pencegahan Kenakalan Perserikatan BangsaBangsa (the United Nations Guidelines on the Prevention of Delinquency - the `Riyadh Guidelines’) dan Aturan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perlindungan Remaja yang Terampas Kebebasannya (the the United Nations Rules on the Protection of Juveniles Deprived of Liberty Liberty). 117 Pencegahan kenakalan remaja Sebagaimana dinyatakan oleh Riyadh Guidelines: Pencegahan kenakalan remaja yang efektif memerlukan usaha-usaha dipihak masyarakat secara keseluruhan untuk menjamin perkembangan remaja yang harmonis, dengan penghormatan dan promosi kepribadian mereka semenjak awal masa kanak-kanak. Checklist: Prinsip-prinsip dasar yang mendasari pendekatan terhadap masalah Pengadilan anak. setiap Prinsip-prinsip dasar ini meliputi: • • • • • • • • Praduga tak bersalah Pemberitahuan dengan segera kepada orangtua atau walinya dan hak-hak mereka untuk hadir dalam penahanan seorang remaja. Penghindaran penahanan sebelum proses pengadilan bila memungkinkan, dan memastikan bahwa penahanan sebelum proses pengadilan adalah untuk waktu yang paling sesingkatsingkatnya, Hak atas pelayanan dan fasilitas yang memenuhi semua standar kesehatan dan martabat kemanusiaan, dan hak atas perawatan medis yang memadai baik yang bersifat pencegahan maupun pengobatan. Pelarangan upaya-upaya disipliner yang merupakan kekejaman, perlakuan yang menistakan dan tidak berperikemanusiaan, termasuk hukuman fisik yang mungkin bisa membahayakan kesehatan fisik dan mental remaja terkait. Hak atas perlakuan yang berperikemanusiaan dan adil, termasuk hak untuk kunjung, hak atas privasi, hak untuk berkomunikasi dengan dunia luar, dan hak atas waktu untuk olahraga harian. Pemberian pendidikan (diberikan di luar fasilitas tahanan oleh guru yang berkualitas) yang cocok bagi kebutuhan yang bersangkutan, dan dirancang untuk mempersiapkan dirinya untuk kembali ke masyarakat. Menjamin bahwa anak-anak ditahan secara terpisah dari orang dewasa kecuali mereka anggota dari keluarga yang sama. Suatu pendekatan yang tepat terhadap pengadilan anak juga memerlukan upaya-upaya yang dibuat terutama untuk mencegah agar anak tidak berkonflik dengan hukum. Ini merupakan kewajiban semua jajaran mulai dari jajaran pemerintah, masyarakat dan keluarga. Usia Minimum untuk memperlakukan anak sebagai pelanggar hukum Pasal 40.3. Konvensi Hak–Hak Anak menyatakan bahwa negara-negara angota “harus berupaya mempromosikan … penetapan usia minimum di bawah mana anak dianggap tidak memiliki kemampuan untuk melangga hukum pidana”. Konvensi Hak-hak Anak ataupun instrumeninstrumen internasional terkait tidak menentukan berapa usia minimal itu seharusnya. Tahuntahun terakhir ini, Komite Hak-hak Anak tekah menyarankan bahwa komite itu menganggap usia 15 adalah tepat, dan perilaku oleh anak yang masih muda yang dapat dihukum harus ditangani oleh instansi dan prosedur kesejahteraan anak atau perlindungan anak. 118 Penegakan Hukum dan Hak-hak Anak Aparat penegakkan hukum harus memastikan bahwa setiap anak memiliki hak untuk diperlakukan secara konsisten dengan dorongan terhadap rasa bermartabat dan berharga. Ini merupakan langkah pertama menuju rehabilitasi, dengan asumsi bahwa rehabiitasi itu dipandang perlu. Kekerasan dan eksploitasi menciptakan rasa marah dan mungkin dilihat anak sebagai memberikan legitimasi baginya untuk menggunakan kekerasan dan eksploitasi. Anak yang diduga melakukan pelanggaran hukum memiliki hak yang sama dengan orang dewasa, termasuk hak atas praduga tak bersalah, hak atas privasi (yang mencakup hak untuk tidak digeledah tanpa alasan yang jelas), hak untuk tidak diwajibkan memberi informasi dan hak untuk tidak diinterogasi tanpa didampingi pengacara. Selain itu, mereka memiliki hak atas perlindungan khusus, yang mencakup juga hak untuk tidak ditahan bersama dengan tahanan dewasa dan hak untuk diberitahu keluarganya atau orang dewasa yang bertanggung jawab atas keadaan mereka segera. Aparat penegakkan hukum hendaknya juga menghormati aturan internasional dasar mengenai penggunaan kekuatan, yang meliputi hal-hal berikut: • • Aparat penegakkan hukum boleh menggunakan kekuatan hanya ketika sangat penting dan sejauh diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. 85 Petugas penegakkan hukum hendaknya tidak menggunakan senjata api terhadap seseorang kecuali sebagai upaya pembelaan diri atau membela orang lain terhadap ancaman kematian atau cedera serius; untuk mencegah dilakukannya suatu kejahatan serius yang melibatkan ancaman berat terhadap jiwa, menangkap seseorang yang menghadirkan bahaya semacam itu, dan mempertahankan kewenangannya, atau untuk mencegah agar pelaku tidak melarikan diri, dan hanya ketika sarana yang tidak begitu berlebihan dipandang tidak memadai untuk mencapai tujuan-tujuan ini. Dalam segala kesempatan, penggunaan senjata api secara sengaja mungkin hanya bias dilakukan ketika hal itu merupakan hak yang tak terhindarkan dalam upaya melindungi jiwa. 86 Diversi Sebagai ganti dari perampasan kebebasan anak, Konvensi Hak-Hak Anak mendesak Negara-negara anggota untuk “ berusaha mempromosikan …. upaya-upaya untuk menangani anak semacam itu tanpa mengirimkan mereka ke proses pengadilan ‘ (Pasal 40). Masuk ke dalam sistem peradilan formal dapat menyebabkan trauma dan dapat memberi stigma pada seorang remaja. Oleh karena itu, hal tersebut hendaknya dihindari bilamana masalah tersebut dapat ditangani dengan cara yang tidak begitu formal. Diversi dapat berupa peringatan bahwa pelanggaran di masa mendatang, bila dilakukan, akan berakibat lebih serius; secara sukarela menerima beberapa bentuk supervisi dan konseling; komitmen untuk masuk sekolah atau menghindari orang-orang dan tempat yang diasosiasikan dengan pelanggaran, pelayanan masyarakat, atau restitusi (pengampunan) atau rekonsilisi dengan korban. Alternatif bagi ajudikasi (keputusan) formal harus cocok dengan hakhak anak yang melarang upaya-upaya seperti hukuman fisik. Perampasan kebebasan sebelum proses pengadilan Pasal 37 (b) Konvensi Hak-Hak Anak mengatakan bahwa “ Anak tidak boleh dirampas kebebasannya secara tidak sah atau secara sewenang-wenang”. Pasal itu menambahkan bahwa “Penangkapan, penahanan, atau pemenjaraan seorang anak .. hendaknya digunakan hanya 119 sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu sesingkat-singkatnya. Ini berlaku terhadap semua tahapan sidang pengadilan, dari penyelidikan sampai penjatuhan hukuman. Berkenaan dengan remaja yang sedang dalam proses penyelidikan atau sedang menunggu perkaranya diadili, persyaratan “upaya terakhir” mengandung arti bahwa penahanan tidak diiperlukan, kecuali tidak ada cara lain untuk menghindarkan resiko melarikan diri, melakukan pelanggaran lagi, atau menghilangkan bukti-bukti. Pembayaran jaminan sebagai alternatif terhadap penahanan sebelum perkara diadili tidak sesuai karena hak itu akan bersifat diskriminatif terhadap remaja yang berasal dari keluarga miskin. Dimana kemampuan keluarga untuk melakukan pengawasan yang efektif diragukan, bentuk-bentuk pengawasan tambahan bisa dikenakan, atau anak bisa ditempatkan di perawatan pengasuhan secara sementara. Bila anak meninggalkan rumah karena abuse atau ditelantarkan, atau yang keluarganya tidak dapat diidentifikasi atau ditemukan, hendaknya dipertimbangkan kemungkinan mengirimkan anak tersebut ke pusat perawatan atau supervisi oleh orang dewasa lain yang bertanggungjawab. Ketika penahanan seorang remaja yan perkaranya menunggu disidangkan tak mungkin dihindari, prioritas hendaknya diberikan kepada penyelesaian proses pengadilan sesegara mungkin. Remaja yang dalam penahanan memiliki hak azasi yang sama dengan orang lain, termasuk hak untuk diperlakukan secara berperikemanusiaan, hak untuk berhubungan dengan keluarganya, hak untuk diberi tahu alasan penahanannya, hak untuk mendapatkan bantuan hukum, dan hak untuk melakukan penolakan terhadap legalitas perampasan kebebasannya. Selain itu mereka memiliki hak sebagaimana dinyatakan dalam pasal 37 Konvensi Hak-Hak Anak untuk tidak ditahan bersama dengan orang dewasa dan hak untuk diperlakukan sesuai dengan kebutuhan usia seseorang. Hak untuk tidak ditahan bersama dengan orang dewasa terutama dimaksudkan untuk mencegah abuse, eksploitasi, viktimisasi, oleh narapidana lainnya. Implikasi dari hak atas perlakuan khusus tergantung pada usia dan keadaan remaja masing-masing dan kondisi yang berlaku di tempat penahanan. Kebutuhan khusus itu bisa mencakup, misalnya, makanan yang memenuhi kebutuhan khusus remaja yang dalam proses pertumbuhan, bentuk-bentuk rekreasi yang berbeda, kontak dengan keluarga yang lebih sering dan akses terhadap konseling yang tepat. Hak atas pembelaan diri dan prosedur khusus Seorang remaja yang dituduh melakukan suatu pelanggaran berhak atas hak pembelaan diri yang sama dengan orang lain. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa tertuduh yang masih remaja harus diperlakukan sebagai orang dewasa, karena merekapun memiliki hak atas perlindungan khusus. Idealnya, mereka diadili oleh pengadilan khusus, karena akan sulit bagi pengadilan pidana biasa untuk melindungi hak-hak ini secara memadai. Legislasi di beberapa negara mengijinkan orang yang berusia di bawah 18 tahun untuk diadili sebagai orang dewasa, bila mereka dikenai tuduhan-tuduhan melakukan pelanggaran tertentu. Legislasi semacam ini tidak cocok dengan Konvensi Hak-hak Anak. Sifat pelanggaran bukan merupakan indikator yang handal bahwa pelaku secara mental dan emosional cukup matang untuk mendapatkan perlakuan sebagai orang dewasa. Dimana usia dianggap dewasa secara hukum di sebuah negara dibawah 18 tahun, Konvensi ini tidak berlaku bagi mereka yang melewati batas usia dewasa ini. Meskipun demikian, ada satu kekecualian yang penting. Hukuman mati tidak dapat dijatuhkan pada seseorang yang berusia 18 tahun, tanpa memandang batas usia dewasa di dalam hukum nasional. Selain itu, tahun tahun terakhir ini telah nampak bahwa peningkatan sikap menerima gagasan bahwa semua orang yang berusia di bawah 18 tahun yang dituduh melakukan suatu pelanggaran hukum berhak atas perlakuan khusus. 120 Penjatuhan Hukuman Sebagaimana dicatat di atas, Konvensi Hak-hak Anak melarang dijatuhkannya hukuman mati atas segala bentuk kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang berusia di bawah 18 tahun tanpa kecuali. Piagam Afrika tentang Hak-Hak dan Kesejahteraan Anak (The African Charter on the Rights and Welfare of the Child ) dan Konvensi Amerika tentang Hak-hak Azasi (American ( Convention on Human Rights) juga melarang dijatuhkannya hukuman mati atas seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, serta pada perempuan hamil. Penggunaan hukuman fisik dilarang oleh ketentuan lain dalam Konvensi Hak-hak Anak, menurut Komite Hak-hak Anak. Komite itu menganggap hukuman fisik sebagai perlakuan kejam, tidak berperikemanusiaan, atau menistakan” dan dilarang bagi anak-dan orang dewasa oleh Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Hukuman masuk ke fasilitas-fasilitas lembaga pemasyarakatan “hendaknya digunakan hanya sebagai upaya terakhir dan untuk periode waktu yang sesingkat-singkatnya” dan hukuman noncustodial hendaknya digunakan kapan saja dipandang tepat. Aturan ini didasarkan pada Beijing Rules, yang secara terpisah menyatakan bahwa : • • Perampasan kebebasan pribadi hendaknya tidak dikenakan kecuali remaja tersebut diputuskan melakukan tindakan serius yang melibatkan tindak kekerasan terhadap orang lain atau secara persisten melakukan pelanggaran berat lainnya dan kecuali tidak ada respon lain yang dipandang tepat. Kesejahteraan remaja hendaknya menjadi faktor panduan dalam mempertimbangkan kasusnya. Rehabilitasi “Remaja yang ditahan di fasilitas penahanan hendaknya dijamin mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan yang berguna dan program-program yang akan berfungsi mendorong dan mempertahankan kesehatan dan sikap menghargai diri-sendiri, untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dan mendorong sikap-sikap dan ketrampilan yang akan membantu mereka dalam mengembangkan potensi mereka sebagai anggota masyarakat.” (UN Rules for the Protection of Juveniles Deprived of their Liberty, Aturan 12). The UN Rules for the Protection of Juveniles Deprived of their Liberty mengambarkan pendekatan yang menyeluruh terhadap rehabilitasi pelaku pelanggaran hukum muda usia, yang didasarkan pada inspirasi dari Konvensi Hak-hak Anak. Beberapa prinsip dasar itu diantaranya: • • • • Fasilitas hendaknya didesentralisasikan, untuk mencegah remaja agar tidak ditahan jauh dari keluarga atau masyarakatnya, dan berjumlah cukup kecil untuk memungkinkan pemberian perhatian secara individual. Sistem tersebut hendaknya mencakup fasilitas terbuka dan semi-terbuka untuk memenuhi kebutuhan anak yang memerlukan setting residensial namun tidak mengundang bahaya yang serius bagi masyarakat. Perlakuan hendaknya dimulai dengan evalusasi kebutuhan individual dan hendaknya meliputi program-program pendidikan, pekerjaan konseling psikososial dan spiritual yang tepat, rekreasi dan perawatan medis, termasuk perawatan medis bagi ketergantungan alkohol dan obat-obatan terlarang. Penghormatan terhadap hak-hal anak merupakan hal yang sangat penting dalam rehabilitasi, karena hal itu mendorong penghormatan terhadap hak-hak orang lain. 121 Penyiksaan Pelarangan penyiksaan merupakan aturan yang paling mendasar dari standar hak-hak azasi internasional. Penyiksaan didefinisikan dalam hukum internasional 87 sebagai tindakan yang: • • • Menyebabkan penderitaan atau rasa sakit secara mental dan fisik; Dilakukan secara sengaja untuk tujuan-tujuan seperti mendapatkan informasi, pengakuan, dalam upaya menghukum, mengancam atau memaksa orang yang disiksa atau orang ketiga, atau untuk motif-motif yang bersifat diskriminatif. (misalnya kebencian ras atau agama, xenofobia, homofobia, dll) Dilakukan oleh atau anjuran dari, atau dengan seijin atau persetujuan diam-diam dari pejabat publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas resmi. Penyiksaan fisik biasanya menimpa orang-orang yang dirampas kebebasannya, namun siksaan psikologis dan moral bisa juga menimpa orang-orang yang memiliki kebebasan. Praktek-praktek yang sudah dikenali sebagai penyiksaan meliputi: • • • • • Memaksa seseorang untuk menyaksikan penyiksaan atau abuse yang dilakukan terhadap orang lain, khususnya anggota keluarganya; Kecemasan yang parah yang disebabkan oleh perampasan informasi mengenai nasib dan keberadaan anggota keluarga; Ancaman yang serius, seperti ancaman pembunuhan atau mutilasi; Pemeriksaan tubuh yang intrusif Sexual abuse, ketika dilakukan oleh seorang petugas untuk salah satu tujuan yang disebutkan dalam definisi di atas. Bahwa suatu tindakan dianggap sebagai penyiksaan atau bukan, tidaklah berdasarkan pada tindakan itu sendiri, namun dampak pada korbanlah yang menentukan. Karakteristik korban, seperti usia, kesehatan menjadi relevan; apa yang mungkin dianggap bukan sebagai siksaan bagi seorang dewasa yang sehat mungkin merupakan siksaan bagi orang dewasa yang sakit dan anak-anak. Abuse yang dilakukan oleh staf yang bekerja di fasilitas anak yang tidak dianggap cukup serius untuk dianggap sebagai penyiksaan mungkin melanggar ketentuan lain dalam Konvensi Hak-hak Anak, termasuk pasal 37c. Misalnya, Special Rapporteur Perserikatan BangsaBangsa tentang penyiksaan dan bentuk kekejaman lain, perlakuan yang menistakan dan tidak berperikemanusiaan, atau hukuman bagi anak, telah menggambarkan penahanan seorang diri sebagai bentuk kekejaman, perlakuan yang menistakan dan tidak berperikemanusiaan dan atau hukuman anak, ketika hak yang sama tidak berlaku bagi orang dewasa. Negara memiliki kewajiban untuk mengambil semua langkah yang dipandang perlu untuk mencegah penyiksaan serta untuk menyelidiki semua pengaduan penyiksaan atau informasi mengenai dugaan penyiksaan untuk melakukan penuntutan semua orang yang diduga melakukan penyiksaan dan menjatuhkan hukuman yang setimpal, sesuai dengan berat ringanya tindak kejahatan itu. Hak atas anak atas rehabilitasi diakui dalam pasal 39 Konvensi Hak-hak Anak (Lihat bab 10) 122 Apa yang dapat dilakukan? Reformasi Hukum Legislasi mengenai pengadilan anak hendaknya ditinjau kembali untuk memastikan bahwa: • • • • Remaja tidak diperlakukan sebagai pelaku tindak pelanggaran atas perilaku yang bukan merupakan pelanggaran pidana. Remaja yang dituduh melakukan suatu pelanggaran berhak mendapat jaminan atas proses yang adil sebagaimana tercantum dalam pasal 40.2. Konvensi Hak-hak Anak. Remaja yang dituduh melakukan tindak pelanggaran memiliki hak atas bantuan hukum. Kerahasiaan semua tahapan proses pengadilam diakui secara hukum. Legislasi mengenai pengadilan anak hendaknya ditinjau kembali bilamana dipandang perlu, dengan tujuan untuk memastikan kesesuaiannya dengan rekomendasi Komite Hak-hak Anak berikut: • • • Usia mimimum untuk ajudikasi sebagai pelanggar hukum remaja hendaknya 15 tahun atau sedekat mungkin dengan usia itu. Alternatif terhadap ajudikasi hendaknya diakui, dan standar yang tepat tentang pilihan ajudikasi hendaknya dimasukkan dalam undang-undang. Semua orang yang berusia di bawah 18 tahun yang dituduh melakukan pelanggaran hukum hendaknya diperlakukan sebagai remaja/anak. Legislasi mengenai penahanan remaja/anak hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan bahwa: • • • Prinsip upaya terakhir (The The last resort resort)) dimasukkan dalam ketentuan yang relevan dalam hukum nasional. Kewajiban untuk memberitahu orangtua atau wali diakui. Penahanan anak/remaja dengan orang dewasa dilarang, kecuali dimana penahanan semacam itu akan menjamin kepentingan terbaik bagi remaja/anak tersebut. Legislasi mengenai penjatuhan hukuman bagi remaja yang terbukti melakukan pelanggaran hukum hendaknya ditinjau kembali dengan tujuan untuk memastikan bahwa: • • Prinsip-prinsip upaya terakhir ((last last resort resort)) dan waktu tersingkat yang pantas diakui secara tegas. Hukuman mati ataupun hukuman fisik tidak diperbolehkan. Pertimbangan juga harus diberikan untuk memasukkan UN Rules for the Protection Juveniles Deprived of Liberty ke dalam hukum nasional, sebagaimana disarankan dalam Aturan no. 7. Selain itu, legislasi hendaknya ditunjau kembali untuk memastikan bahwa pelanggaran hak-hak anak oleh penegak hukum, petugas pengadilan dan personil lembaga pemasyarakatan dilarang dan dapat dijatuhi hukuman dengan saksi yang setimpal. 123 Mencegah Kenakalan (Remaja) Kebijakan menyeluruh tentang pencegahan kenakalan (remaja) hendaknya diperluas, dengan berkonsultasi dengan masyarakat sipil dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip umum yang diakui oleh Riyadh Guidelines: Karena keluarga merupakan unit sentral yang bertanggungjawab atas sosialisasi utama anak, upaya-upaya sosial dan pemerintah untuk melestarikan integritas keluarga, termasuk keluarga luas/jauh, harus dijalankan. Masyarakat memiliki tanggungjawab untuk membantu keluarga dalam memberikan perawatan dan perlindungan dan dalam menjamin kesejahteraan mental dan jasmani anak. Instansi pemerintah hendaknya memprioritaskan rencana dan program-program untuk mereka yang masih muda usia dan hendaknya menyediakan dana dan sumber lain yang mencukupi untuk penyampaian pelayanan, fasilitas, dan staf bagi terlaksananya pelayanan medis dan perawatan kesehatan mental, nutrisi, perumahan dan pelayanan lain yang relevan, termasuk pencegahan penyalah-gunaan obat-obatan terlarang dan alkohol dan perawatanya, untuk memastikan bahwa sumber-sumber semacam itu menjangkau dan memberi manfaat bagi mereka yang muda usia. Pengadilan Khusus Pertimbangan harus diberikan bagi upaya membangun pengadilan khusus, dimana pengadilan semacam itu belum ada, guna menangani kasus-kasus yang melibatkan pelanggar hukum usia remaja. Ketika pengadilan semacam itu sudah ada, pertimbangan harus diberikan bagi upaya perluasan jaringan pengadilan khusus yang dipandang perlu, untuk memastikan bahwa pengadilanpengadilan itu mencakup seluruh wilayah nasional dan memiliki kapasitas untuk menangani banyaknya kasus secara cepat. Semua hakim yang bertanggungjawab atas kasus yang melibatkan pelaku pelanggaran remaja hendaknya menerima pelatihan antar disiplin ilmu mengenai hak-hak anak, psikologi anak, dan bidang-bidang lain yang relevan. Penegakan Hukum Semua personil penegakkan hukum yang secara teratur telibat dalam penanganan kasus yang melibatkan anak-anak dan remaja hendaknya menerima pelatihan tentang perkembangan anak dan hak-hak anak. Mekanisme yang efektif dan mandiri hendaknya dibangun untuk melakukan investigasi pengaduan terhadap instansi/badan penegakkan hukum atau petugas yang diduga melakukan pelanggaran hak-hak anak. Tantangan terhadap sikap dan praduga mengenai pengadilan anak Membangun mekanisme pengadilan anak yang tepat bisa sulit dilakukan bila pendapat publik menuntut respon yang lebih keras/tegas, termasuk penjatuhan hukuman penjara bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Pembuat opini publik, seperti anggota dewan perwakilan rakyat dan media hendaknya mempromosikan pendekatan terhadap pengadilan anak yang lebih tepat, termasuk pelayanan masyarakat dan metode-metode tradisional lain yang sifatnya non-custodial. 124 Rehabilitasi Sistem bagi rehabilitasi pelaku pelanggaran hukum berusia remaja hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan hal-hal berikut: • • • • • • • Program-program non-residensial tersedia, termasuk supervisi dan bimbingan, percobaan pelayanan masyarakat, kompensiasi dan restitusi kepada korban, serta konseling kelompok. Fasilitas-fasilitas residensial cukup kecil untuk memfasilitasi perlakuan individual sehingga memungkinkan remaja menerima perawatan di dekat komunitasnya. Fasilitas residensial menawarkan program rehabilitasi yang meliputi pendidikan, konseling, pelatihan kejuruan dan rekreasi, mengadopsi kebutuhan-kebutuhan dari berbagai tipe pelaku pelanggaran yang berbeda, dalam kerjasama dengan pelayanan dan program-program berbasis komunitas, sepanjang memungkinkan. Isolasi dari masyarakat hendaknya tidak berlebihan, dan kontak antara penghuni dengan keluarganya hendaknya didorong dan dipermudah, kecuali bila hal itu berlawanan dengan kepentingan terbaik bagi anak. Aturan-aturan dan prosedur disiplin hendaknya disesuaikan dengan Aturan Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi Perlindungan Remaja yang Terampas Kebebasannya (UN Rules for the Protection of Juveniles Deprived of Liberty Liberty). Personil harus diseleksi secara hati-hati dan dilatih, dan diberi imbalan secara pantas. Badan-badan independen hendaknya memantau keadaan di fasilitas–fasilitas residensial dan para penghuni hendaknya memiliki akses terhadap prosedur pengaduan. Contoh-contoh reformasi hukum mengenai pengadilan anak Banyak negara telah memberlakukan legislasi untuk membuat sistem pengadilan anaknya agar lebih cocok dengan Konvensi Hak-Hak Anak dan standar internasional terkait lainnya, khususnya di Amerika Latin. Misalnya, dalam upaya untuk menghindari penahanan anak di kantor-kantor polisi, undang-undang Perlindungan Anak Republik Dominika menetapkan bahwa anak yang dijemput oleh polisi harus dibawa dengan segera ke kantor pembela hukum anak tersebut, diajukan ke pengadilan dalam waktu 24 jam dan dibebaskan, kecuali bila terkena tuduhan melakukan tindakan kejahatan berat. Undang-undang lainnya menyediakan panduan khusus mengenai kewajiban polisi untuk membawa remaja yang ditangkap ke instansi atau fasilitas untuk remaja yang tepat, sering menetapkan batas waktu untuk melakukannya dan dalam beberapa kasus, menetapkan sanksi bagi mereka yang tidak melakukannya. Legislasi yang diadopsi oleh beberapa pembuat undang-undang negara tersebut juga menetapkan prosedur diversi, yang membolehkan kasus yang tidak begitu serius untuk ditangani tanpa ajudikasi formal. Di beberapa kesempatan, undang-undang membolehkan penuntut untuk menentukan apakah kasus perlu dilanjutkan ke pengadilan atau tidak, sebagai ganti terhadap persetujuan remaja tersebut untuk berpartisipasi dalam program berbasis komunitas yang tidak diawasi pengadilan. Legislasi yang diadopsi beberapa negara menyediakan konsiliasi sebelum pengadilan digelar antara tertuduh dengan korban. Bila mereka mencapai kesepakatan, proses peradilan dihentikan. Bila kesepakatan dilaksanakan dalam waktu yang ditetapkan, penghentian itu permanen sifatnya. Undang-undang lainnya menetapkan bahwa instansi yang berwewenang dapat menghalangi proses pengadilan berdasarkan alasan sifat cedera yang diderita korban, upaya-upaya yang dilakukan oleh remaja tersebut untuk memperbaiki kerusakan atau fakta bahwa pelaku dan korban adalah anggota-anggota dari keluarga yang sama. 125 Dalam upaya menghentikan anak agar tidak sampai di pengadilan dengan tuduhan yang samarsamar, seperti menggelandang, undang–undang baru yang diadopsi beberapa negara secara tersurat menetapkan bahwa mereka bisa tidak dibawa ke pengadilan kecuali mereka dikenai tuduhan pelanggaran yang diakui yang terdefinisikan dalam undang-undnag pidana. Pendekatan yang berbeda telah diadopsi dalam memasukkan “upaya terakhir” dan prinsip “waktu tersingkat yang sesuai” ke dalam legislasi mengenai penahanan remaja sebelum diadili. Badan pembuat undang-undang hanya memasukkan pendekatan itu dalam hukum nasionalnya. Di beberapa negara, batas khusus untuk waktu penahanan sebelum diadili telah diberlakukan. Dalam salah satunya, badan pembuat undang-undang memberlakukan satu ketetapan, berdasarkan pada Beijing Rule, yang menghalangi penahanan remaja kecuali mereka dikenai tuduhan pidana kekerasan atau memiliki catatan pelanggaran serius sebelumnya. Badan pembuat undang-undang di beberapa negara juga telah memasukkan prinsip “upaya terakhir” ke dalam legislasi mengenai penjatuhan hukuman bagi pelanggar hukum muda usia. Undang-undang di beberapa negara menetapkan bahwa pelaku pelanggaran remaja bisa tidak ditahan dalam fasilitas tertutup, kecuali sarana rehabilitasi lain tidak ada. Di negara lainnya, legislasi telah diadopsi dengan memasukkan prinsip ini bersama dengan beberapa standar spesifik yang termuat dalam Beijing Rule, seperti aturan bahwa remaja hendaknya tidak dihukum di fasilitas tertutup, kecuali terbukti melakukan kejahatan dengan kekerasan, atau kecuali bila mereka merupakan penjahat kambuhan. Undang-undang baru lainnya menetapkan bahwa kegagalan memberi tanggapan terhadap hukuman non-custodial pada kesempatan sebelumnya bisa dijadikan pembenaran hukuman di fasilitas tertutup. Prinsip waktu terpendek yang pantas telah dimasukkan dalam legislasi pengadilan anak di beberapa negara dalam bentuk ketentuan yang menetapkan lama hukuman maksimum di fasilitas tertutup bagi pelanggar hukum remaja , yang berkisar antara 2-4 tahun Sumber: Berdasarkan pada Infancia, Ley y Democracia, E. Garcia-Mendez and M. Beloff, UNICEFTemis-DiPalma, 1998 126 PERBURUHAN ANAK88 Kami membawa domba sejauh 10-15 kilometer untuk digembalakan. Kami berjalan sepanjang jarak itu, dan bekerja di bawah terik matahari. Sungguh sulit untuk menahan panas yang menyengat. Kami membawa air minum dari rumah kami. Kami mungkin tidak dapat menemukan makanan untuk domba-domba kami di padang. Kami harus memanjat pohon dan menebas ranting-ranting dan daun untuk domba itu. Kami mudah mengalami masalah kesehatan seperti sakit-kepala dan mata, serta tangan dan kaki terbakar. Itu semua menyebabkan kepanasan (heatstroke). Kami harus menjaga domba-domba agar tidak tersesat. Sungguh berbahaya bagi kami dan domba-domba bila serigala menyerang. Kadang-kadang kami menginap ditengah padang bersama dengan domba-domba. Kami tidak mendapatkan makanan dan tidak dapat tidur bila kami tinggal bermalam. Kami harus membuat pondok sementara, yang kami pindah-pindahkan setiap hari. Bila kami dalam berada dalam keadaan darurat, tidak ada dukungan apapun yang kami terima. Kami tak dapat bermain maupun beristirahat. Bila hujan turun, kami harus membawa domba-domba itu pulang ke rumah. Pada umumnya, bila hari tidak hujan, kami membawa domba itu selama tiga hari. Anak-anak perempuan menghadapi banyak masalah sementara mereka menggembalakan domba. Anak-anak laki-laki banyak membuat masalah bagi anak-anak perempuan. Bab 14 Uttungamma, jurubicara bagi 823 anak pekerja dari enam desa di Karnataka, India, 2001. A Future Without Childd Labour, box 2.2. Apakah perburuhan anak itu? Kerja tidak selalu buruk bagi anak-anak. Mereka dapat membantu orang tuanya di rumah atau di ladang keluarga atau di usaha mereka, asalkan pekerjaan itu tidak berbahaya dan tidak mengganggu kehadiran mereka di sekolah atau kegiatan-kegiatan anak-anak lainnya. Ini sering disebut sebagai “pekerjaan ringan.” Istilah “perburuhan anak” (child labour) merujuk pada bentuk-bentuk pekerjaan ataupun pekerjaan yang tidak dibayar, melanggar hak-hak anak dan harus dilarang.” 89 Ada dua jenis utama pekerjaan anak: pekerjaan di bawah umur dan pekerjaan yang berbahaya. Keduanya tersebar luas di dunia. Sekitar 67 juta anak dalam kelompok usia 5-14 tahun terlibat dalam pekerjaan anak yang tidak berbahaya. 90 Lebih dari 180 juta lainnya diperkirakan terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan. 91 “Bentuk bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, the worst form of child labour, adalah sebuah istilah yang digunakan dalam Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) no. 182 mencakup berbagai bentuk eksploitasi serius yang melanggar hak-hak setiap orang tanpa memandang usianya, seperti perbudakan, trafiking, dan kerja paksa, serta bentuk-bentuk eksploitasi tertentu yang secara khusus dilarang dalam Konvensi Hak-hak Anak. Ini meliputi eksploitasi seksual, penggunaan anak dalam pembuatan dan perdagangan obat-obatan terlarang dan perekrutan paksa dalam angkatan bersenjata. Sekitar 8 juta anak-anak merupakan korban dari jenis-jenis pekerjaan ini. 92 Eksploitasi seksual dan trafiking dipandang perlu dibicarakan dalam bab 8 dan 9 buku ini. “The Handbook for Parliamentarian No.3 No.3, yang diterbitkan bersama antara Organisasi Buruh Dunia (ILO) dan Inter- 127 Parliamentary Union pada tahun 2002, mendedah topik ini secara lebih rinci. Bab ini berfokus pada pekerjaan anak yang berbahaya dan pekerjaan di bawah umur. Pekerjaan anak di bawah umur Hak untuk mendapatkan pendidikan merupakan hak dasar dari setiap anak. Pendidikan mendorong perkembangan sosial dan intelektual anak, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk hidup. Pendidikan juga merupakan komponen penting dalam pembangunan nasional. Pendidikan membantu seseorang menjadi orang tua yang lebih baik, warga negara yang memiliki informasi dan partisipan aktif dalam masyarakat sipil. Selain itu, pendidikan memiliki dampak yang menguntungkan bagi masalah-masalah seperti kekerasan domestik dan kenakalan remaja. Tujuan utama dari usia minimum untuk bekerja adalah untuk melindungi hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Hubungan antara pendidikan dan perburuhan anak sifatnya saling berhadapan. Banyak anak meninggalkan/keluar dari sekolah atau tidak mampu memenuhi tuntutan sistem sekolah karena keharusan bekerja. Anak-anak lainnya menjadi pekerja anak karena tidak tersedianya sekolah, karena mereka tidak mampu membayar biaya sekolah, karena pendidikan yang ditawarkan berkualitas rendah atau dipandang tidak relevan atau karena lingkungan sekolah tidak bersahabat. Sementara sebagian anak terampas hak atas pendidikannya karena mereka mulai masuk ke pasar kerja terlalu dini, sementara yang lain masuk ke lapangan kerja secara primatur karena hak mereka untuk memperoleh pendidikan tidak secara efektif dijamin. Adalah mungkin bagi seorang anak untuk bekerja dan tetap bersekolah, namun hanya sedikit yang dapat melakukan keduanya itu. Hanya tujuh persen anak yang berusia 5-9 tahun, 10% anak yang berusia 10-14 tahun dan 11 persen anak yang berusia 15-17 tahun yang tetap bersekolah sambil bekerja. 93 Penyebab utama pekerjaan di bawah umur bersifat struktural, dan berkaitan dengan kelemahan dalam sistem pendidikan, sistem sosial dan sistem ekonomi. Program-program penyesuaian sosial, privatisasi dan transisi ke ekonomi pasar telah memberi dampak yang sangat signifikan pada tingkat bersekolah dan pekerjaaan anak di beberapa negara. Meskipun demikian, faktor budaya dan hukum juga ikut memainkan peran. Di banyak negara, minimum usia untuk bekerja lebih rendah dibanding usia wajib masuk bangku sekolah, yang menyebabkan keadaan paradoks dimana anak memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan sementara pada saat yang sama secara hukum diwajibkan sekolah. Konferensi menghimbau semua parlemen nasional, pemerintah dan masyarakat internasional: a) b) Untuk menerjemahkan ke dalam langkah-langkah konkrit, komitmen mereka terhadap pengapusan pekerjaan anak yang mungkin berbahaya, menganggu pendidikan anak, atau merugikan kesehatan anak atau perkembangan sosial, moral spiritual, mental dan fisiknya secara efektif dan progresif, dan menerjemahkannya ke langkah-langkah penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Untuk mencapai tujuan ini, mempromosikan pendidikan sebagai strategi utama, serta meneliti dan mengembangkan kebijakan ekonomi, bila dipandang perlu, dalam kerjasama dengan komunitas internasional, yang mencermati faktor-faktor yang memberikan sumbangan pada bentuk-bentuk pekerjaan anak tersebut. 106th IPU Conference (Ougadougou, Burkina Faso, September 2001). 128 Pekerjaan yang Berbahaya Setiap anak memiliki hak atas kondisi kehidupan yang sesuai dengan perkembangan sosial, moral, spiritual, mental dan fisiknya. Pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya adalah pekerjaan yang mungkin merugikan perkembangan anak terkait di bidang ini. Hampir dua pertiga anak-anak yang terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya berusia di bawah 15 tahun. 94 Pekerjaan mungkin berbahaya karena sifat pekerjaan itu sendiri, alat atau bahan yang digunakan di tempat kerja, atau jam dan kondisinya. Tipe-tipe pekerjaan tertentu, seperti pertanian, perikanan dan pertambangan telah lama dikenal sebagai berbahaya bagi anak, namun pekerjaan lainnya mungkin juga berbahaya karena lingkungannya, termasuk usia, kesehatan dan jenis kelamin anak. Anak yang kurang gizi atau pertumbuhannya terganggu, misalnya, lebih rentan terhadap pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga. Anak-anak perempuan yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga khususnya rentan terhadap eksploitasi seksual. Statistik dari negara-negara yang sudah berkembang, dimana data lebih tersedia, menunjukkan bahwa perburuhan anak lebih rentan terhadap kecelakaan dan cedera yang berkait dengan kerja bila dibanding dengan orang dewasa, dan anak-anak perempuan umumnya lebih rentan dibanding anak laki-laki. Di Amerika Serikat, misalnya, tingkat cedera pada anak-anak dan remaja hampir dua kali lebih tinggi dibanding pekerja dewasa. 95 Penyebab Anak bekerja Kemiskinan nampaknya menjadi salah satu penyebab utama perburuhan anak. Banyak anak yang bekerja, apakah di rumah maupun dibayar, melakukan hal itu agar dapat membantu keluarganya untuk bertahan hidup. Namun demikian, secara paradoks, pekerjaan anak juga merupakan penyebab kemiskinan. Pekerjaan anak biasanya merampas kesempatan anak untuk menikmati pendidikan dan kesempatan untuk memperoleh ketrampilan, dan dalam beberapa hal, juga menyebabkan ketidakmampuan (cacat) fisik yang selanjutnya membatasi potensi pendapatan korban. Pertalian dengan kemiskinan tercermin dalam jumlah anak yang bekerja di luar rumah. Angkanya bervariasi antara 2 persen anak yang berusia dibawah empat belas tahun di negara industri sampai 29 persen anak-anak yang berusia di bawah 14 tahun di Sub-Sahara Afrika.96 Penyebab lain pekerjaan anak mencakup keadaan berutang keluarga, kurangnya atau buruknya kualitas sekolah, pecahnya keluarga batih, orangtua yang kurang berpendidikan, ekspektasi budaya mengenai peran anak, tingkat kesuburan yang tinggi dan perilaku konsumtif. Ekonomi Informal adalah tempat dimana sebagian besar perburuhan anak ditemukan. A Future Without Child Labour, paragraf 72. 129 Standar Internasional ÿ Konvensi Hak-hak Anak Pasal 32 mengakui hak-hak anak “untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dilindungi agar tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mungkin membahayakan atau menganggu pendidikan anak, atau berbahaya bagi kesehatan atau perkembangan sosial, moral, spiritual, mental dan fisiknya. Paragraf ke dua pasal ini menyebutkan kewajiban negara yang berhubungan dengan itu. Kewajiban itu meliputi kewajiban-kewajiban umum untuk “melakukan upaya-upaya pendidikan, sosial, administratif dan legislatif untuk menjamin pelindungan hak ini secara efektif, dan tiga kewajiban khusus, yakni: (a) Menetapkan usia minimum bagi anak untuk masuk ke lapangan kerja (b) Menetapkan peraturan yang tepat berkenaan dengan jumlah jam dan kondisi lapangan kerja (c) Menetapkan hukuman yang tepat atau sanksi-sanksi lain untuk menjamin penegakkan pasal ini. Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak Pasal 15 menetapkan bahwa: Setiap anak harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi ekonomi dan dilindungi agar tidak melakukan pekerjaan yang mungkin berbahaya atau yang mengganggu perkembangan sosial, moral, spritual, mental dan fisik anak. Paragraf ke dua pasal ini mengakui kewajiban negara untuk melakukan upaya-upaya legislatif dan lainnya untuk melindungi hak ini, termasuk ditetapkannya usia minimum untuk bekerja. Konvensi Organisasi Buruh Dunia (ILO) Konvensi ILO non 138 menetapkan tiga batas usia: • • • 18 tahun untuk pekerjaan berbahaya 15 tahun untuk pekerjaan penuh-waktu di lingkungan pekerjaan yang tidak berbahaya 13 tahun untuk pekerjaan yang tidak menganggu pendidikan anak Masing-masing negara harus menetapkan daftar jenis-jenis pekerjaan yang dianggap berbahaya. Negara-negara yang keadaan ekonomi dan sistem pendidikannya akan membuat pembagian usia di atas tidak realistis, mungkin akan menurunkan usia minimum untuk pekerjaan “ringan” ke ke 12 tahun dan untuk pekerjaan yang tidak berbahaya lainnya ke 14 tahun. Konvensi ILO No. 182 tentang Pengapusan Pekerjaan-pekerjaan yang Terburuk untuk Anak juga melarang mempekerjakan seseorang yang berusia di bawah 18 tahun di pekerjaan yang berbahaya, dan tidak seperti Konvensi 138, Konvensi ini tidak membolehkan adanya kekecualian dalam bentuk apapun. Komite Hak-hak Anak menganggap bahwa kewajiban umum dari Negaranegara anggota Konvensi Hak-hak Anak untuk menetapkan batas usia minimum bagi pekerjaan hendaknya ditafsirkan dan diterapkan dengan memperhatikan batas usia minimumn dalam Konvensi ILO. 130 Pada tahun 1998 ILO mengadopsi Declaration on Fundamental Principles and Rights at Work Work, yang mengakui penghapusan perburuhan anak sebagai salah satu dari empat prinsip dasar yang wajib dihormati oleh semua negara anggota organisasi itu. Ini mendukung posisi bahwa penghapusan pekerjaan anak di bidang pekerjaan yang berbahaya atau merampas hak mereka atas pendidikan merupakan aturan hukum internasional yang wajib dipatuhi oleh anggota komunitas internasional. Secara umum, bekerja di sektor informal berarti bekerja untuk bertahan hidup, dan jarang untuk membangun masa depan …….. Tanpa perlindungan sosial, sebagian besar anak bekerja dalam kondisi yang membahayakan jiwa mereka, apakah dalam mencari emas dengan menggunakan metode tradisional atau bekerja di tambang, di pabrik-pabrik, dalam industri kerajinan, di rumah atau di ladang. Mereka kehilangan kesempatan untuk bersekolah, mendapatkan pendidikan dan kegiatan-kegiatan mengisi waktu luang. Ms. Akila Beklembago, Menteri Sosial dan Keluarga Furkina Baso, dan Anggota Komite Hak-hak Anak, 1994 131 Apa yang dapat dilakukan? Ratifikasi instrumen-instrumen internasional Negara–negara yang belum melakukannya hendaknya mempertimbangkan peratifikasian Konvensi ILO No. 138 and 182 untuk menetapkan kerangka hukum yang jelas bagi legislasi dan programprogram melawan pekerjaan anak. Penyediaan pendidikan yang berkualitas bagi semua anak …., sungguh sangat penting bagi penghapusan pekerjaan anak. A Future Without Cild Labour, paragraf 282. Menawarkan kesempatan mendapatkan pendidikan yang berkualitas Suatu program yang menyeluruh untuk memperbaiki sistem sekolah hendaknya dilaksanakan untuk mengurangi tingkat putus sekolah serta mendorong dan menfasilitasi integrasi atau reintegrasi pekerja anak ke sistem sekolah. Pengalaman di berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa upaya-upaya berikut dapat menjadi komponen yang berharga dari program semacam itu: • • • • • Pendidikan dasar harus dibuat gratis dan wajib, dan hendaknya diambil tindakan untuk mengurangi atau menghapuskan biaya-biaya tak resmi atau biaya tak langsung yang menjadi kendala masuknya anak ke sekolah bagi kalangan masyarakat yang paling tidak beruntung Guru hendaknya dilatih dengan baik dan diberi motivasi. Gaji mereka hendaknya memadai dan dibayar secara teratur. Kurikulum sekolah hendaknya ditinjau kembali untuk memastikan bahwa kurikulum itu relevan bagi anak. Program-program pelatihan kejuruan hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan bahwa program tersebut disesuaikan dengan permintaan pasar kerja setempat dan keadaan siswa Sekolah harus dibuat “bersahabat dengan anak”. Pada khususnya, harus diambil langkahlangkah untuk menghilangkan diskriminasi terhadap anak perempuan dan menjamin keamanan mereka. Jadwal sekolah yang fleksibel harus diadopsi dimana dipandang perlu, khususnya di daerah-daerah pertanian untuk mengurangi pertentangan antara kehadiran di sekolah dan kerja musiman dan kerja paruh waktu anak. Program-program pendidikan non-formal hendaknya dilaksanakan untuk memfasilitasi transisi pekerja anak ke dalam sistem sekolah. Insentif Ekonomi : Pengalaman dari Brasil The Bolsa Ecola adalah prakarsa beasiswa sekolah/tunjangan keluarga yang telah diadopsi secara nasional di Brasil. Prakarsa ini memberikan gaji minimum bulanan kepada keluarga miskin yang setuju untuk tetap mempertahankan kehadiran 90 persen di sekolah dan tetap bersekolah bagi anak-anaknya yang berusia 7-14 tahun. Anggota keluarga dewasa yang menganggur harus masuk dalam sistem lapangan kerja nasional. Pada saat yang bersamaan, School Savings Programme diterapkan sebagai insentif tambahan. Tingkat putus sekolah diturunkan sampai tingkat minimal. Rancangan semacam itu dapat menekan kemiskinan dalam jangka pendek serta meningkatkan aset keluarga dalam jangka panjang. Dan biaya yang dibutuhkan tidak menjadi kendala: Di Brasil, itu merupakan 1 persen dari anggaran tahunan Distrik Federal. Prakarsa ini sekarang diperluas ke negara-negara yang paling kecil perkembangannya Afrika. Sumber: A Future without Child Labour, paragraf 335 132 Sistem Dukungan Sosial berbasis Komunitas Karena anak sering menjadi pekerja anak sebagai tanggapan terhadap kejadian yang tak diduga yang mempengaruhi pendapatan keluarga atau biaya seperti penyakit, kematian, atau hilangnya pekerjaan yang menimpa pemeroleh upah dewasa, program-program berbasis komunitas yang dirancang untuk membantu keluarga mengatasi krisis semacam itu memberikan kontribusi yang berharga terhadap program menyeluruh untuk mengurangi perburuhan anak. Sama halnya, program berbasis komunitas yang dirancang untuk meningkatkan daya menghasilkan pendapatan anggota keluarga dewasa di sektor-sektor dan komunitas dimana perburuhan anak sangat marak, seperti melalui penyediaan akses terhadap kredit dan pelatihan, dapat menjadi alat yang efektif. Perjuangan menentang pekerjaan anak, pertama dan terutama, menyangkut perubahan sikap . Sumber: A Future without Child Labour, paragraf 323. Perubahan Budaya dan Kepemilikan Masyarakat Upaya-upaya menyeluruh diperlukan untuk menghilangkan nilai-nilai budaya yang mendorong perburuhan anak, termasuk sikap yang mendiskriminasikan anak perempuan. Upaya semacam itu hendaknya dilakukan pada tingkat komunitas dan nasional. Pada tingkat komunitas, upaya-upaya itu paling efektif bila dipertautkan dengan programprogram yang dirancang untuk memberikan alternatif bagi keluarga yang menggantungkan pendapatannya pada pekerja anak atau yang beresiko. Pengalaman di beberapa negara membenarkan bahwa lembaga swadaya masyarakat dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam kegiatan-kegiatan semacam itu, khususnya melalui penggunaan pendekatan partisipatoris yang meningkatkan rasa memiliki masyarakat, yang merupakan hal penting bagi kesinambungan program menentang perburuhan anak. Partisipasi anak, termasuk bekas pekerja anak, meningkatkan efektifitas kegiatan-kegiatan semacam itu. Di tingkat nasional politisi dan tokoh-tokoh masyarakat dapat memainkan peranan penting dalam mengubah sikap terhadap perburuhan anak. Partisipasi dari organisasi-organisasi buruh, asosiasi majikan, dan media juga sangat meningkatkan efektifitas upaya-upaya mengurangi perburuhan anak. Program berbasis Komunitas di Pakistan The Bunyad Literacy Community Council di Punjab, bersama dengan Asosiasi Eksportir dan Pembuat Karpet Pakistan mengadakan pelatihan dan pendidikan bagi anak-anak penenun karpet sebagai program pencegahan dan rehabilitasi berbasis komunitas. Kesadaran yang didorong dan partisipasi anggota komunitas dalam kegiatan-kegiatan proyek bertujuan memperbaiki keadaan anak-anak penenun karpet, termasuk konseling, pendidikan non-formal, rekreasi dan pelayanan kesehatan dan keselamatan. Segera setelah program itu secara berangsur-angsur diterima masyarakat, pekerja sosial dapat memberikan advis kepada keluarga mengenai seluruh isu yang berkaitan dengan pekerjaan dan perkembangan anak. Sumber: A Future without Child Labour, paragraf 352 133 Penguatan Penguatan (enforcement) merupakan bagian penting dari upaya menyeluruh untuk mengurangi perburuhan anak, walaupun pengalaman menunjukkan bahwa metode-metode penguatan tradisional oleh kantor inspeksi tenaga kerja harus dilengkapi oleh pendekatan-pendekatan lain dan diperkuat dengan partisipasi pihak-pihak lain. Upaya-upaya untuk mendorong efektifitas penguatan meliputi: • • • • • Partisipasi inspektur tenaga kerja dalam penelitian tentang tenaga kerja anak dan dalam pelatihan sebaya Kegiatan–kegiatan yang diluar kebiasaan, seperti membantu asosiasi majikan untuk menginspeksi diri dan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan penyadaran masyarakat Pengadopsian peraturan daerah yang berfungsi sebagai dasar bagi pemantauan dan penguatan oleh otoritas setempat Unit inspeksi keliling Kemitraan dengan organisasi buruh dan lembaga swadaya masyarakat Meningkatkan pelayanan inspeksi buruh: pengalaman dari Kenya Proyek Inspeksi Buruh Tripartit Kenya (the the Kenyan Tripartite Labour Inspection Project Project) berkonsentrasi pada penguatan organisasi dan pengelolaan Inspektorat Perburuhan, meningkatkan operasi dan jumlah serta kualitas inspeksi. Inspeksi menekankan pada arti penting kerjasama dengan perwakilan buruh, arti penting pemantauan holistik yang “mengarusutamakan” isu-isu perburuhan anak dalam laporan inspeksi perburuhan dan menetukan tindak lanjutnya. Pertemuan– pertemuan dilaksanakan dengan pekerja untuk mendiskusikan pelanggaran-pelanggaran, dengan memprioritaskan pada pelanggaran yang paling penting. Jumlah kunjungan inspeksi meningkat sangat pesat selama pelaksanaan proyek dan sejak diteruskan. Meskipun dana eksternal tidak tersedia lagi, Departemen Tenaga Kerja Kenya masih tetap melaksanakan 20.000 inspeksi setiap tahunnya. Faktor-faktor keberhasilan mencakup publisitas kegiatan-kegiatan secara penuh dan hasil-hasilnya di dalam dan di luar pelayanan, struktur manajemen proyek tripartit, partisipasi dan pemberdayaan seluruh staf inspeksi dan program-program pelatihan yang ekstensif. Sumber: A Future without Child Labour, Box 4..1.1. 134 HAK-HAK ANAK SEBAGAI KORBAN Setiap tahun, tak terhitung anak-anak yang mengalami kekerasan serius terhadap hak-hak mereka. Ketika ini terjadi, mereka berhak atas berbagai macam hak, termasuk hak atas kerahasiaan, hak atas perlakuan yang berperikemanusiaan selama proses persidangan, hak atas repatriasi, insersi sosial dan hak untuk mendapatkan reparasi (pampasan). Meskipun demikian, banyak anak menemukan bahwa kekerasan awal itu ditimpali dengan kekerasan-kekerasan lainnya. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut: • • • • • • Anak yang telah dipaksa menjadi pelacur diperlakukan sebagai penjahat; Korban-korban sexual abuse dipermalukan dan bahkan mengalami trauma dalam ketika menjalani proses penyidikan dan persidangan. Mereka mungkin diberi stigma, diusir dari keluarganya, atau bahkan dibunuh untuk melindungi “kehormatan” keluarga. Anak-anak yang terusir dari tempat tinggalnya karena adanya konflik bersenjata akhirnya mendapati dirinya berada di bawah belas kasihan gerombolan bersenjata yang mengeksploitasi mereka secara seksual, merekrut mereka sebagai pasukan atau memaksa mereka menjadi budak; Anak-anak yang telah diperdagangkan mungkin terpapar/berada dalam kondisi kerja yang berbahaya dan tidak sehat, atau dirampas identitasnya; Anak-anak yang ditelantarkan atau diambil dari rumahnya karena pengabaian atau abuse dapat ditempatkan dalam institusi/panti dimana mereka diisolasi dari komunitas sekelilingnya, dan tidak mendapatkan kasih-sayang, atau dikenai hukuman fisik; Anak yang telah melarikan diri dari rumah karena salah perlakuan mungkin dieksploitasi, diancam dan diperlakukan secara keras oleh penjahat, polisi, dll. Bab 15 Bahkan ketika “reviktimisasi” tidak terjadi, banyak anak yang hak-haknya dilanggar secara serius tidak menerima perawatan atas akibat-akibat yang timbul dari kekerasan yang dialaminya, baik karena bantuan tidak tersedia maupun karena takut akan stigma yang akhirnya menyebabkan tidak tersingkapnya kejadian yang dialaminya. Misalnya, di Amerika Serikat, kurang dari setengah gadis remaja yang menjadi korban kekerasan fisik atau sexual abuse yang mencari bantuan. ÿ Standar Internasional: Hak-hak Korban Konvensi Hak-kak Anak Konvensi memuat dua pasal mengenai hak-hak korban. Pasal 39 menjelaskan hak-hak korban, khususnya korban pelanggaran serius. Pasal itu menetapkan: Negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu untuk mendorong pemulihan fisik dan psikologis dan integrasi sosial anak korban dari: segala bentuk pengabaian, eksploitasi, atau abuse;; penyiksaan atau bentuk-bentuk lain kekejaman, perlakuan yang tidak berperikemanusiaan dan menistakan; atau konflik bersenjata. Pemulihan dan reintegrasi semacam itu hendaknya terjadi di lingkungan yang menunjang kesehatan, harga diri, dan martabat anak. 135 Pasal 8, yang mengakui hak-hak anak atas identitas, juga mengandung satu paragraf mengenai anak yang hak atas identitasnya telah dilanggar. Pasal itu menyatakan: Dimana semua elemen atau sebagian identitas seorang anak secara tidak sah dihilangkan, Negara anggota harus memberikan bantuan dan perlindungan yang tepat, dengan tujuan untuk mengembalikan identitasnya secara cepat. Beberapa instrumen lainnya mengandung standar-standar yang lebih rinci mengenai hak-hak korban. Instrumen yang paling relevan disampaikan secara ringkas di bawah ini. Hak atas kerahasiaan Hak korban atas kerahasiaan untuk melindungi privasi, kehormatan dan reputasi mereka, mungkin terpengaruh dengan dua cara berikut. Pertama, media mungkin menerbitkan atau menyiarkan gambar, nama atau informasi mengenai korban yang memungkinkan masyarakat dapat mengidentifikasi korban. Kedua, korban dapat diberi stigma oleh masyarakat, lepas dari apakah insiden/kejadian itu telah diliput media atau tidak. Ini umum terjadi khususnya pada anak yang menjadi korban eksploitasi dan kekerasan seksual dalam masyarakat dimana norma-norma sosialnya kuat menentang hubungan di luar perkawinan. ÿ Standar Internasional: Hak atas kerahasiaan Protokol opsional untuk Konvensi Hak-hak Anak tentang penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak menetapkan bahwa Negara-negara anggota harus melindungi “privasi dan identitas korban anak” dan melakukan upaya-upaya “untuk menghindari penyebarluasan informasi yang tidak semestinya yang dapat mengarah pada identifikasi korban anak”. Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya Perempuan dan Anak-anak ((Protokol Palermo) untuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kejahatan Transnasional Terorganisir menyebutkan bahwa “Dalam hal yang tepat dan sepanjang memungkinkan di dalam hukum domestik, masing-masing Negara anggota harus melindungi privasi dan identitas korban perdagangan manusia, termasuk, inter alia, dengan membuat proses persidangan yang berkaitan dengan trafiking itu menjadi rahasia/tertutup. Asosiasi Asia Selatan bagi Konvensi Kerjasama Regional tentang Pencegaham dan Memerangi Perdagangan Perempuan dan Anak-anak untuk Pelacuran (The South Asian Association for Regional Cooperation Convention on Preventing and Combating Trafficking in Women and Children for Prostitution) juga menyatakan bahwa otoritas judisial harus menjamin bahwa kerahasiaan korban anak dipelihara. 136 Hak atas perlakuan yang berperikemanusiaan selama proses persidangan Hanya sebagian kecil dari korban kekerasan dan abuse yang mencari bantuan. Salah satu alasan utama mengapa korban tidak datang melapor adalah ketakutan akan perlakuan yang “tidak peka” dari instansi penegakan hukum, penyelidik medis dan sosial, dan pengadilan. ÿ Standar Internasional: Hak atas perlakuan yang berperikemanusiaan selama proses persidangan Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak tentang penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak memuat daftar yang lengkap hak-hak anak yang telah menjadi korban dari tiga praktek ini. Standar-standar ini sebagian besar didasarkan pada Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power dan meringkas prinsip-prinsip dasar mengenai cara-cara anak harus diperlakukan dalam sidang pengadilan. Standar-standar itu dianggap relevan dengan proses persidagan dimana anak mungkin terlibatkan, serta dalam persidangan administratif atau perdata yang melibatkan korban anak, seperti tuntutan perdata terhadap kerusakan karena penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang oleh polisi atau penyelidikan dugaan bahwa seorang guru telah menganiaya seorang muridnya. Hak atas repatriasi dan reinsersi sosial Kebutuhan rehabilitasi dari anak-anak yang diperdagangkan sering rumit dan berjangka panjang. Anak yang kembali itu mungkin memerlukan dukungan medis dan psikososial jangka panjang dan untuk diintegrasikan ke dalam sekolah atau kehidupan kerja serta ke keluarga dan komunitasnya. Mereka mungkin memerlukan dukungan material dan finansial, setidaknya untuk menghindari agar tidak diperdagangkan lagi. Bila keluarga anak tersebut merupakan bagian dari masalah, ia mungkin memerlukan perawatan alternatif. Anak itu perlu dibuat aman dan mampu bertahan hidup. ÿ Standar Internasional: Repatriasi Korban Trafiking Protokol Palermo memuat pedoman mengenai repatriasi korban trafiking, termasuk didalamnya adalah bahwa: • • Negara asal korban hendaknya memfasilitasi dan menerima ….. kembalinya orang itu tanpa ditunda karena alasan yang tidak masuk akal atau tidak perlu. “ Negara asal korban yang dimaksud harus merespon “ tanpa penundaan yang tidak masuk akal atau tidak perlu” permintaan konfirmasi bahwa korban adalah warganegara atau permanent resident (penduduk tetap) dan memberikan dokumen perjalanan yang diperlukan atau otorisasi untuk masuk negara itu, kepada korban. Sementara repatriasi sedang dalam proses menunggu, kepada korban harus disediakan perawatan dan tempat penampungan yang pantas serta perlindungan dari ancaman atau balas dendam, bila dipandang perlu. 137 Hak untuk mengajukan ganti rugi (santunan) Hak dari korban anak untuk mengajukan ganti rugi karena cedera yang dideritanya adalah penting karena beberapa alasan. Pertama, sebagaimana korban lainnya, anak memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi atas cedera psikologis, fisik, dan moral yang diakibatkan oleh pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Kedua,menuntut pelaku bertanggungjawab secara ekonomi dapat menjadi faktor penjera yang efektif, khususnya dimana institusi publik, swasta atau perusahaan terlibat dalam pelanggaran tersebut. Ketiga, kompensasi bagi korban dapat membantu memfasilitasi reintegrasi sosial. ÿ Standar Internasional: Hak untuk mengajukan ganti rugi (santunan) Pasal 8 Deklarasi Universal Hak-hak Azasi Manusia menyatakan bahwa: Setiap orang berhak atas remedi efektif oleh pengadilan nasional yang berwewenang atas tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak mendasar yang diberikan kepadanya oleh konstitusi atau oleh undang-undang. Protokol Palermo menetapkan bahwa “Masing-masing negara anggota harus menjamin bahwa sistem hukum domestiknya memuat upaya-upaya yang menawarkan kemungkinan mendapatkan kompensasi atas kerugian yang dideritanya kepada korban perdagangan manusia”. The Inter-American Convention on the Prevention, Punishment and Eradication of Violence Against Women mengakui kewajiban negara pihak untuk “membangun mekanisme administratif dan hukum unuk menjamin bahwa perempuan yang menjadi korban kekerasan memiliki akses yang efektif terhadap restitusi, pemulihan, dan remedi lain yang efektif dan adil”. Hak-hak korban dalam Pasal 8 Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak 1. Negara–negara pihak hendaknya mengadopsi upaya-upaya yang tepat untuk melindungi hakhak dan kepentingan korban anak dari praktek-praktek terlarang di dalam Protokol ini di semua tahapan proses peradilan pidana, khususnya dengan: a) b) c) d) e) 138 mengakui kerentanan korban anak dan menyesuaikan prosedur untuk mengenali kebutuhan khusus mereka, termasuk kebutuhan khusus mereka sebagai saksi; menginformasikan kepada korban atas hak-hak , peran dan cakupan, waktu dan kemajuan persidangan, dan diposisi kasus mereka; mengijinkan pandangan, kebutuhan dan kekhawatiran korban anak untuk disampaikan dan dipertimbangkan dalam sidang dimana kepentingan pribadinya terpengaruhi, dengan cara yang konsisten dengan aturan prosedural dalam hukum nasional. memberikan pelayanan dukungan yang tepat kepada anak korban melalui proses hukum; melindungi, bila dipandang tepat, privasi dan identitas korban anak dan mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan hukum nasional untuk menghindari penyebarluasan informasi yang tidak semestinya, yang dapat mengarah pada pengidentifikasian korban anak; f) g) memberi perhatian pada keamanan anak korban, serta keluarga dan saksi-saksi mereka, dari intimidasi dan balas dendan, Menghindari penundaan yang tidak perlu dalam disposisi kasus dan pelaksanaan perintah atau keputusan yang mengabulkan kompensasi kepada anak korban. 2. Negara-negara anggota harus menjamin bahwa ketidakpastian berkenaan dengan usia korban sebenarnya tidak menghalangi dimulainya penyidikan, termasuk penyelidikan yang bertujuan menetapkan usia korban. 3. Negara-negara anggota harus menjamin bahwa, dalam perlakuan oleh sistem pengadilan pidana terhadap anak yang menjadi korban pelanggaran sebagaimana dipaparkan dalam Protokol ini, kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama. 4. Negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin pelatihan yang sesuai, khususnya pelatihan psikologi dan hukum, bagi orang yang bekerja dengan korban pelanggaran-pelanggaran yang dilarang di dalam Protokol ini. 5. Negara-negara anggota harus mengadopsi upaya-upaya untuk melindungi “keselamatan” dan “integritas” dari orang-orang dan/atau organisasi yang terlibat dalam pencegahan dan/ atau perlindungan dan rehabilitasi korban pelanggaran semacam itu. 6. Tak ada sesuatupun dalam pasal ini yang harus ditafsirkan sebagai merugikan atau tidak konsisten dengan hak-hak dari terdakwa atas pengadilan yang adil dan tidak memihak. 139 Apa yang dapat dilakukan? Ratifikasi instrumen-instrumen internasional/regional Dalam upaya membangun suatu kerangka reformasi hukum dan meningkatkan kerjasama internasional dalam memerangi sebagian dari kekerasan hak-hak anak yang paling serius, negara yang belum melakukannya hendaknya mempertimbangkan bergabung menjadi menjadi pihak dalam instrumen-instrumen internasional tersebut di atas, khususnya: • • • Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak. (The Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the sale of children, child prostitution and chiId pornography pornography) Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang Kejahatan Transnasional yang Teroganisir (The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime) Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak. (The Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children). Negara-negara anggota Organisai Negara-negara Amerika (Organization of American States) dan Asosiasi Kerjasama Regional Asia Selatan ((South Asian Association for Regional Cooperation -SAARC yang belum melakukannya, hendaknya mempertimbangkan untuk meratifikasi: SAARC) • • Konvensi Antar Negara Amerika tentang Pencegahan Hukuman dan Pengikisan Kekerasan Terhadap Perempuan (The Inter-American Convention on the Prevention, Punishment and Eradication of Violence Against Women) Konvensi SAARC untuk Mencegah dan Memerangi Perdagangan Perempuan dan Anak-anak untuk Pelacuran. (The SAARC Convention on Preventing and Combating Trafficking in Women and Children for Prostitution) Reformasi Hukum Legislasi hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan bahwa: • • • • 140 Anak-anak yang terlibat dalam praktek-praktek seperti prostitusi anak, mengemis, trafiking internasional, atau perekrutan secara ilegal ke dalam kelompok-kelompok bersenjata tidak dapat dituntut karena partisipasi mereka dalam kegiatan-kegiatan dimana mereka menjadi korbannya. Semua anak yang mengalami cedera fisik dan psikologis atau trauma sebagai akibat dari berbagai bentuk kekerasan, penelantaran, atau eksploitasi memiliki hak yang diakui secara hukum atas rehabilitasi fisik dan psikologis serta bantuan dalam integrasi sosial. Hak korban anak atas privasi diakui secara penuh dan sanksi–sanksi bagi pelanggaran hak-hak itu, oleh media dan pelayan publik, seperti pekerja sosial atau polisi, cukup berat dan efektif untuk membuat mereka jera. Hak atas identitas secara hukum diakui, dan prosedur untuk memulihkan identitas anak yang telah dirampas hak-haknya itu efektif, cepat dan tidak mahal. Legislasi tentang proses pengadilan dimana anak menjadi pihak yang berperkara atau sebagai saksi hendaknya ditelaah kembali untuk memastikan bahwa: • • • Kerahasiaan identitas anak dilindungi secara memadai Anak memiliki hak atas konseling sosial dan konseling hukum yang tepat dan hak atas informasi tentang persidangan hakekat dan proses persidangan. Anak-anak dilindungi, sepanjang memungkinkan, dari konfrontasi langsung dengan orang yang didakwa melanggar hak-hak mereka dan dari interogasi, pertanyaan-pertanyaan yang berulang-ulang atau tidak sensitif, dan permusuhan. Legislasi mengenai hak-hak atas remedi hendaknya ditelaah kembali dengan tujuan: • • • Memastikan bahwa anak-anak yang hak-haknya telah dilanggar memiliki hak untuk mendapatkan remedi melalui prosedur yang cepat, adil, dan murah serta mudah diakses. Menentukan jenis prosedur administratif dan hukum yang paling sesuai untuk menjamin hakhak ini, tergantung pada pelanggaran dan identitas dari pihak-pihak yang bertanggungjawab. Menjamin bahwa aturan-aturan prosedural mengenai representasi anak dalam proses persidangan, dan rambu-rambu tentang penggunaan dan pengawasan kompensasi yang diberikan kepada anak-anak, melindungi kepentingan terbaik anak. Pelatihan dan Peningkatan Kesadaran Kegiatan–kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran mengenai dampak pelangaran hak-hak anak pada korban, hak-hak dan kebutuhan psikososial korban, serta prosedur dan praktek-praktek yang tepat untuk menghormati dan melindungi hak-haknya, hendaknya diselenggarakan bagi: • • • • • Petugas penegakkan hukum, termasuk petugas imigrasi, pabean, dan polisi perbatasan. Hakim dan jaksa Personil medis Pekerja sosial Wartawan Program-program semacam itu hendaknya mencakup inter alia teknik-teknik wawancara dan membangun rasa percaya diri untuk berkomunikasi dengan korban anak. Program Rehabilitasi Program-program yang terspesialisasi hendaknya dikembangkan dan diperkuat untuk memberikan rehabilitasi psikologis dan medis kepada anak-anak korban kekerasan, penelantaran dan eksploitasi yang serius. Penciptaan pelayanan kesehatan yang secara khusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan remaja merupakan cara yang penting untuk mendorong mereka yang telah menjadi korban kekerasan, abuse dan eksploitasi untuk mencari bantuan. Konseling sebaya merupakan sarana penting untuk memberikan bantuan “yang bersahabat dengan anak” kepada anak-anak korban dari jenis-jenis kekerasan tertentu, seperti pelacuran. 141 Di Negara dimana seluruh komunitas dan atau sebagian besar penduduk telah menderita trauma, khususnya karena konflik bersenjata, program-program yang melibatkan para-profesional mungkin bisa membantu. Di beberapa Negara, lembaga swadaya masyarakat nasional dan internasional dan lembagalembaga internasional seperti Komite Palang Merah Internasional ((International Committee of the Red Cross) dapat memainkan peranan yang penting dalam memberikan bantuan teknis dan materi bagi program-program rehabilitasi tersebut. Reintegrasi Sosial Program-program hendaknya dikembangkan dan dilaksanakan untuk memberi anak-anak koban yang terpisah dari keluarganya dengan bantuan yang mungkin nantinya akan diperlukan saat kembali ke keluarganya, atau bila memungkinkan, ke masyarakat. Program-program itu meliputi: • • • Penampungan sementara dan bantuan untuk membangun kembali kontak dengan keluarga anak bila dipandang perlu. Reinsertasi ke dalam sistem sekolah, bila memungkinkan, atau mengikuti program-program lain yang dirancang untuk memberikan ketrampilan hidup dan baca-tulis dan meningkatkan harga diri. Kegiatan–kegiatan alternatif yang menghasilkan pendapatan, magang, atau pelatihan untuk mencari nafkah. Program–program untuk mengubah sikap keluarga dan masyarakat terhadap anak-anak korban hendaknya dirancang dan dilaksanakan, khususnya bagi korban penyalahgunaan dan eksploitasi seksual, “karena stigmatisasi anak-anak (semacam itu) .. merupakan kendala serius bagi rehabilitasi dan reintegrasi mereka. 97 142 CATATAN AKHIR 1. The Impact of War on Children, Graca Machel (2001), UNICEF and UNIFEM, p.7 and 1 2. Cappelaere, G. and Annee Grandjean, Enfants prives de liberte: droits et realite, Jeunesse et Droit, Liege, 2002 3. International Labour Organization, A Future Without Child Labour, ILO, 2002 p.1 4. International Labour Organization, Every Child Counts, New Global Estimates on Child Labour, ILO, April 2002 5. United Nations: Sale of children, child prostitution and child pornography. Note by the Secretary-General. AI50/456, September 1995 6. Submission from WHO to the Committee on the Rights of the Child, 28 September 2001 ‘ 7. WHO Fact-sheet 241, 2001 8. United Nations Children’s Fund, The State of the World’s Children 2002, UNICEF 9. Ibid. 10. UNICEF estimate. 11. No Ordinary Decade for Children’s Rights, UNICEF Innocenti Research Centre, December 1999. 12. Diane Kuperman, Stuck at the gates of paradise, The Courier, UNESCO, September 2001 13. Birth Registration: Right from the Start Start, Innocenti Digest 9, 2002 14. Birth Registration, op. cit. p. 8 15. Ibid, p. 9 16. Article 30(1) 17. Office of the United Nations High Commissioner for Refugees, Refugees by Numbers, UNHCR, 2003, p.13 18. Art.20.2 of the American Convention, and Art. 6.4 of the African Charter. 19. For more information on protection of refugee children and standards of international law, see A Handbook for Parliamentarians: Refugee Protection, UNHCR and the IPU, 2001, and Respect for International Humanitarian Law, ICRC and the IPU, 1999 20. Secretary-General’s Report on Children in Armed Conflict, A/58/546.512003/1053 para. 55 21. Refugees, No. 110, UNHCR, p. 7, 2001 143 22. United Nations Development Programme, Human Development Report 2003, 2003, Box 2.3 . 23. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS, cited in the Report of the Secretary General op. cit., para.. 29 24. Ibid. 25. Toward a Mine-Free World, The Landmine Monitor, The International Campaign to Ban Landmines, 2003 26. Ibid. 27. Secretary-General’s Report, op. cit. 28. World Health Organization, World report on violence and health, 2002, p.14 29. Sale of children, child prostitution and child pornography, Note by the United Nations SecretaryGeneral, A/50/456, op. cit. 30. In particular in Article 34 31. International Labour Organization, Unbearable to the Human Heart, ILO/IPEC, 2000, p. 17 32. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/ CN.4/1999/71 33. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/ CN.4/1998/101 34. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/ CN.4/1997/95 Add. 2 35. Ibid. 36. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/ CN.4/2001/78 Add. 1 37. Cited in UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/CN.4/2000/110 38. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/ CN.4/1997/95/Add.2, para.10 39. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/ CN.4/1998/101 40. Prostitution of Children and Child-Sex Tourism: An Analysis of Domestic and International Responses, Eva J. Klain, National Center for Missing and Exploited Children, 1999, p. 34 41. International Labour Organization, Unbearable to the Human Heart, op.cit. p.11 144 42. International Labour Organization, Unbearable to the Human Heart, op.cit. p.19 43. International Labour Organization, A Future Without Child Labour, ILO, 2002 p.32 44. Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organised Crime 2000, Article 3(a) 45. Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, Article 2(a) 46. The Protocol is also known as the Palermo Protocol, after the city where it was signed. 47. International Labour Organization, Unbearable to the Human Heart, op.cit., pp. 17-19 48. Ibid. 49. Ibid. 50. UN Special Rapporteur on the Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography E/CN.4/1999/71, para. 62 51. United Nations Population Fund, State of the World’s Population 2003 2003, UNFPA, p. 21 52. WHO Factsheet 241, 2001 53. Cited in Domestic Violence against Women and Girls, UNICEF Innocenti Digest 6, 2000, p. 7 54. United Nations Population Fund, State of World Population 2003, op. cit. p. 39 55. Early Marriage, UNICEF Innocenti Digest 7, 2001, p. 21 56. United Nations Population Fund, State of World Population 2003, op. cit. p. 39 57. United Nations Population Fund, State of World Population 2003, op. cit. p. 4 58. Early Marriage, op. cit. p. 2 59. United Nations Population Fund, State of World Population 2003, op. cit. p. 23 60. Ibid. p. 24 61. Ibid. Table 4 62. Ibid. p. 6 63. UN Document A/56/316, 2001 64. United Nations Population Fund, State of World Population 2003, op. cit. p. 59 65. World Health Organization, World report on violence and health, op.cit., p. 27 145 66. Buvinic M, Morrison A, Violence as an obstacle to development, Inter-American Development Bank, Washington DC 1999, cited in World Report on Violence and Health, op. cit. p. 9 67. World Health Organization, World report on violence and health, op.cit., p. 16 68. Schoen, C., et al., The Commonwealth Fund Survey of the Health of Adolescent Girls,The Commonwealth Fund, 1997 69. Children and Violence, Innocenti Digest No.2 p. 7, 1997 citing Spatz Widom, C., The Cycle of Violence, US National Institute of Justice, 1992 and Boswell G, Violence Victims: The Prevalance of Abuse and Loss in the Lives of Section 53 Offenders, The Princes Trust, 1995 70. Schoen, C., et al., The Commonwealth Fund Survey of the Health of Adolescent Girls, The Commonwealth Fund, op.cit. 71. Children and Violence, Innocenti Digest No 2, UNICEF, p. 6 72. World Health Organization, World report on violence and health, Summary, p. 16 73. World Health Organization, World report on violence and health, op.cit., p. 64 74. Rape, Incest & Abuse National Network citing Sexual Assault of Young Children as Reported to Law Enforcement. Bureau of Justice Statistics, U.S. Department of Justice, 2000 75. Schoen, C., et al., The Health of Adolescent Boys: Commonwealth Fund Survey Findings,The Commonwealth Fund, 1997 76. UN Special Rapporteur on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, Report of a mission to the United States, E/CN.4/1997/95 Add. 2. paragraf 9 77. Domestic vioience against Women and Girls, Innocenti Digest No. 6, op.cit., Table 2 78. Asling-Monemi et al., Violence against women increased the risk of infant and child mortality. A case reference study in Nicaragua, 1999 Cited in Domestic Violence against Women and Girls, op. cit. p.12 79. Domestic Violence Against Women and Girls, op. cit. p. 13 80. WHO Press Release WHO/12, 3 March 2002 81. A League Table of Child Maltreatment Deaths in Rich Nations, Innocenti Report Card, Issue No. 5, 2003, Figure 3 82. lntercountryAdoption, Innocenti Digest No. 4, pp. 10-11 83. Child Insitutionalization and Child Protection in Central and Fastern Europe, M. Burke, Innocenti Occasional Papers No. 52, 1995 84. Cappelaere, G. and Annee Grandjean, Enfants prives de liberte: droits et realites, op.cit. 146 85. Article 3, Code of Conduct for Law Enforcement Officials, UNGA Resolution 34/169 of 17 December 1979 86. Principle 9, Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials (Adopted by the Eighth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders in 1990) 87. Article 1 of the Declaration on the Protection of All Persons from Being Subjected to Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 88. This Chapter is based in large part on A Future Without Child Labour, a Global Report published by the International Labour Organization in 2002. For a more detailed examination of child labour issues, see Eliminating the Worst Forms of Child Labour, A Handbook for Parliamentarians, ILO and the IPU, 2002 89. Eliminating the Worst Forms of Child Labour, A Handbook for Parliamentarians, ILO and the IPU (2002) p.15 90. International Labour Organization, A Future Without Child Labour, op.cit. 91. Ibid. p. 15 92. Ibid. p. 18 93. Ibid. p. 55 94. Ibid. p. 20 95. Ibid. p. 13 96. Ibid. p. 19 97. UN Special Rapporteur on the Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography, E/CN.4/198/101 paragraph 124 147 DANA ANAK-ANAK PERSERIKATAN BANGSABANGSA (UNICEF) UNICEF, Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, merupakan salah satu lembaga dunia yang memperjuangkan hak-hak anak, yang telah banyak melakukan perubahan dengan bekerja dengan komunitas dan pemerintah yang berpengaruh. Konvensi Hak-hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyatakan hak-hak anak untuk mencapai potensinya secara penuh merupakan hal yang mendasari semua pekerjaan lembaga tersebut. 7000 staf UNICEF bekerja di 157 negara dan wilayah untuk memenuhi hak-hak anak atas kesehatan dan gizi; pendidikan; bantuan darurat; perlindungan; serta air dan sanitasi. Dengan bekerja dalam kemitraan dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, para -guru, sampai dengan kelompok-kelompok para ibu dan anak-anak muda, UNICEF menggalang kekuatan bagi semua bangsa di seluruh dunia yang bekerja untuk menjamin sebuah dunia yang lebih baik bagi anak-anak. Inter Parliamentary Union (Uni Antar Parlemen) Diciptakan pada tahun 1889, Inter-Parliamentary Union merupakan organisasi internasional yang mempersatukan para perwakilan dari Para Anggota Parlemen dari Negara-negara yang Berdaulat. Pada bulan Maret 2004, Parlemen dari 138 negara menempatkan para wakilnya. The Inter Parliamentary Union bekerja untuk perdamaian dan kerjasama di kalangan orang-orang dengan tujuan untuk memperkuat institusi-institusi perwakilan. Untuk maksud itu, Uni Antar Parlemen (Inter Parliamentary Union: • • • • Mengembangkan kontak, kordinasi dan pertukaran pengalaman di kalangan parlemen dan anggota parlemen dari semua negara. Membahas berbagai pertanyaan/ persoalan mengenai kepentingan internasional dan menyampaikan pandangan-pandangannya mengenai isu-isu tersebut dengan tujuan agar parlemen dan anggota-anggotanya untuk membawanya menjadi kenyataan; Memberikan dukungan bagi dipertahankan dan dipromosikannya hak-hak azasi manusia yang universal yang cakupan dan penghormatannya menjadi faktor sangat penting dari pembangunan dan demokrasi parlementer. Memberikan sumbangan pemahaman yang lebih baik atas bekerjanya lembaga-lembaga perwakilan dan untuk memperkuat dan mengembangkan sarana-sarana aksinya; Uni Antar Parlemen (Inter-Parliamentary Union) juga mendukung tujuan-tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa, mendukung semua upaya-upaya dan karya-karyanya dengan cara bekerjasama secara erat dengan lembaga itu. Uni Antar Parlemen juga bekerjasama dengan organisasi antar parlemen regional serta organisasiorganisasi non-pemerintah, lembaga antar–pemerintah dan lembaga-lembaga internasional yang termotivasi oleh cita-cita yang sama. 148 Hak cipta © ada pada UNICEF dan Inter-Parliamentary Union Hak cipta dilindungi undang-undang Dicetak di Swiss, 2004 ISBN 92-9142-189-8 (IPU) 92-806-3796-6 (UNICEF) Terbitan ini dilarang diproduksi, disimpan dalam sistem yang dapat ditarik kembali, atau ditransmisikan, dalam bentuk dan cara apapun, baik secara elektronik maupun mekanis, atau dengan cara difotokopi, direkam atau dalam bentuk lainnya, tanpa ijin terlebih dahulu dari Uni Antar Parlemen dan UNICEF. Peredaran Terbitan ini tunduk pada persyaratan bahwa terbitan ini tidak akan diperjualbelikan dengan cara apapun, atau dipinjamkan, dijual, disewakan atau dalam bentuk selain aslinya, dalam bentuk terjilid atau dengan sampul dalam bentuk selain halaman sampul aslinya, tanpa ijin terlebih dahulu dari penerbit. Pengajuan permohonan hak untuk memperbanyak seluruh, atau sebagian karya ini diperbolehkan dan hendaknya ditujukan ke Inter-Parliamentary Union dan UNICEF. Negara anggota dan institusiinstitusinya boleh memperbanyak karya ini tanpa ijin terlebih dahulu, namun dimohon untuk memberitahukan ke Inter-Parliamentary Union atau UNICEF berkenaan dengan penggandaan dokumen tersebut. Kantor Pusat IPU Inter-Parliamentary Union Chemin du Pommier 5 Case Postale 330 CH-1218 Le Grand, Saconnex, Genewa Swiss Tel. +41 22 919 41 50 Fax +41 22 991941 60 Email: [email protected] Website: www.ipu.org Kantor Pengamat Permanen IPU Di PBB Inter-Parliamentary Union 220 East 42nd Street Suite 3102 New York, NY 10017 USA Tel: + 1 212 557 58 80 Fax: + 1 212 557 39 54 Email: ny-offi[email protected] UNICEF 3 UN Plaza, New York NY 10017 USA Tel: + 1 212 326 70 00 Fax: + 1 212 887 74 65 Email: [email protected] Website: www.unicef.org 149