1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara tidak diketahui dengan pasti. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hambatan seperti timbulnya resistensi terhadap obat, pengaruh faktor lingkungan yang makin memberikan kemudahan terjadinya penularan atau penyebaran infeksi menular seksual, kesulitan dalam menegakkan diagnosis, pengobatan yang tidak tepat, dan faktor stigma yang masih terus dikaitkan dengan penderita IMS. (Direktorat PPM&PLP, Kem.Kes RI 2011). Menurut World Health Organization (WHO, 2009) pencegahan infeksi menular seksual terdiri dari dua bagian, yakni pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer terdiri dari penerapan perilaku seksual yang aman. Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan perawatan seksual, pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta pemberian dukungan atau pelayanan kesehatan pada pasien yang sudah terinfeksi oleh penyakit menular seksual. Penularan IMS umumnya adalah melalui hubungan seksual (90%), sedangkan cara lainnya yaitu melalui tranfusi darah, jarum suntik, ibu hamil kepada bayi yang 1 2 dikandungnya, dan lain-lain. Sumber penularan utama adalah wanita pekerja seksual (80%). IMS sering juga disebut penyakit kelamin, penyakit veneral, ataupun infeksi menular seksual (IMS). IMS merupakan penyakit yang ditakuti oleh setiap orang. Angka kejadian penyakit ini termasuk tinggi di Indonesia. IMS atau Penyakit Kelamin (venereal diseases) telah lama dikenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia, yaitu sifilis dan gonoroe. Dengan semakin majunya peradaban dan ilmu pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru, dan istilah venereal diseases berubah menjadi sexually transmitted diseases atau IMS. Angka kejadian IMS saat ini cenderung meningkat di Indonesia. Ini bisa dilihat dari angka kesakitan IMS di Indonesia pada Tahun 2007 adalah sebanyak 11.141 kasus kejadian IMS. Angka kesakitan ini mengalami peningkatan bila dibandingakan dengan hasil survei pada Tahun 2008 yaitu sebanyak 16.110 kasus kejadian IMS, sedangkan pada Tahun 2009 sebanyak 19.973 kasus Kejadian IMS di Indonesia. Penyebarannya sulit ditelusuri sumbernya, sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang ditemukan. Jumlah penderita yang sempat terdata hanya sebagian kecil dari jumlah penderita sesungguhnya (Depkes RI, 2009). Faktor yang menyebabkan angka kejadian PMS antara lain: 1) Seks tanpa pelindung, meski kondom tidak seratus persen dapat mencegah PMS, namun kondom tetap merupakan cara terbaik untuk menghindar dari infeksi. Penggunaan kondom dapat menurunkan laju penularan PMS. Selain itu, penggunaan kondom yang konsisten adalah proteksi terbaik terhadap PMS, 2) Berganti-ganti pasangan, semakin 3 banyak pasangan seksual semakin besar kemungkinan terekspos suatu PMS, 3) Mulai aktif secara seksual pada usia dini, kaum muda lebih besar kemungkinannya untuk terkena PMS daripada orang yang lebih tua. Hal ini dikarenakan wanita muda khususnya lebih rentan terhadap PMS karena tubuh mereka lebih kecil dan belum berkembang sempurna sehingga lebih mudah terinfeksi, selain itu, kaum muda juga lebih jarang menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual, terlibat perilaku seksual, dan suka berganti-ganti pasangan, 4) Pengggunaan alkohol, konsumsi alkohol dapat berpengaruh terhadap kesehatan seksual. Orang yang biasa minum alkohol bisa jadi kurang selektif memilih pasangan seksual dan menurunkan batasan. Alkohol dapat membuat seseorang sukar memakai kondom dengan benar maupun sulit meminta pasangannya menggunakan kondom, 5) Penyalahgunaan obat, prinsipnya hampir sama dengan penggunaan alkohol, orang yang berhubungan seksual di bawah pengaruh obat lebih besar kemungkinannya melakukan perilaku seksual beresiko/tanpa pelindung. Pemakaian obat terlarang juga memudahkan orang lain memaksa seseorang melakukan perilaku seksual selain itu, penggunaan obat dengan jarum suntik diasosiasikan dengan peningkatan resiko penularan penyakit lewat darah, seperti hepatitis dan HIV, yang juga bisa ditransmisikan lewat seks, 6) Seks untuk uang, Orang yang menjual seks sering berganti-ganti pasangan sehingga rentan untuk mengalami PMS, 7) Monogami serial, Monogami serial adalah mengencani/menikahi satu orang saja pada suatu masa, tapi kalau diakumulasi jumlah orang yang dikencani/dinikahi juga banyak. 4 Perilaku ini juga berbahaya, sebab orang yang mempraktekkan monogami serial berpikir bahwa mereka saat itu memiliki hubungan eksklusif sehingga akan tergoda untuk berhenti menggunakan pelindung ketika berhubungan seksual. Sebenarnya monogami memang efektif mencegah PMS, tapi hanya pada monogami jangka panjang yang kedua pasangan sudah dites kesehatan reproduksi, 9) Sudah terkena suatu PMS, penderita yang sudah pernah mengalami PMS lebih rentan terinfeksi PMS jenis lainnya, 10) Cuma pakai pil KB untuk kontrasepsi, kadang orang lebih menghindari kehamilan daripada PMS sehingga mereka memilih pil KB sebagai alat kontrasepsi utama. Karena sudah merasa terhindar dari kehamilan, mereka enggan memakai kondom. Ini bisa terjadi ketika orang tidak ingin menuduh pasangannya berpenyakit (sehingga perlu disuruh pakai kondom) atau memang tidak suka pakai kondom dan menjadikan pil KB sebagai alasan. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan diperoleh bahwa banyak ibu hamil tidak melakukan test IMS. Keadaan ini terkait dengan pengetahuan yang kurang dan sikap yang negative terhadap penyakit IMS. Dan berdasarkan wawancara kepada 5 orang ibu hamil bahwa 3 orang (60,0%) tidak melakukan test IMS dan sebanyak 2 orang (40,0%) melakukan test IMS. Keadaan ini terkait dengan pengetahuan ibu hamil yang kurang tentang IMS dan sikap ibu hamil yang kurang terhadap penyakit IMS dan test IMS. 5 Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang ” Hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan”. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk melihat hubungan pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan 2. Untuk melihat hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan 6 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan bahwa pengetahuan tentang IMS dan sikap test sangatlah penting. Sehingga diperlukan upaya preventif kepada ibu hamil agar sikap positif terhadap test IMS. 2. Bagi Ibu Hamil Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang test IMS sehingga terjadi peningkatan pelaksanaan test IMS 3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan untuk memperkokoh teori atau ilmu pengetahuan tentang IMS dengan sikap positif terhadap test IMS. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut. 7 8 2.1.2. Kategori Pengetahuan Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh petanyaan b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan 2.1.3. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat 9 menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. f. Evaluasi Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek 2.1.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2005) beliau menulis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut : 10 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu (Soematno,1992). Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki sebaliknya. Pendidikan yang kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilai- nilai yang diperkenakan. 2. Usia Semakin cukup umur seseorang pengetahuan akan lebih matang atau lebih baik dalam berfikir dan bertindak, makin mudah seseorang akan mempengaruhi tingkat pengetahauan seseorang (Susan Bastable, 2002). 3. Pengalaman Pengalaman juga mempengaruhi pengetahuan karena dari pengalaman yang ada pada dirinya maupun pengalaman orang lain dapat dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan pengetahuan, sebab dari pengalaman itu ia tidak merasa canggung lagi karena telah mengetahui seluruhnya. 4. Support sistem Lingkungan yang ada di sekitar dapat mempengaruhi pengetahuan manusia karena lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik, dapat meningkatkan pengetahuan juga mengetahui sesuatu yang belum diketahui. 2.1.5. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau 11 responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas(Notoadmodjo, 2003). Pengukuran pengetahuan dimaksud untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam persentase kemudian ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif, yaitu baik (76%-100%), cukup (60%-75%), kurang (<60%) (Nursalam, 2010). 2.2. Sikap 2.2.1. Pengertian Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek, sehingga manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan (Notoadmojo, 2003). Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. 2.2.2. Tingkatan Sikap 1. Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. 2. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap tingkat dua. 12 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Azwar, 2005). 2.2.3. Komponen Pokok Sikap Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (Affective) dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 2005). 2.2.4. Interaksi Komponen-Komponen Sikap Menurut Azwar (2005), para ahli psikologi sosial banyak yang beranggapan bahwa ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapan dengan satu obyek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan sikap yang beragam. Dan apabila salah satu saja diantara komponen sikap (cognitive, affective, conative) tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip ini banyak dimanfaatkan dalam 13 manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain, yaitu dengan memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan inkonsistensi antara komponen-komponen sikap pada diri seseorang. 2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Sikap Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap, sebagaimana yang diungkapkan oleh Azwar (2005) dalam bukunya Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya yaitu dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap antara lain: 1. Pengalaman pribadi Hal-hal yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus. Pengalaman pribadi yang memberik kesan kuat merupakan dasar pembentukan sikap (Azwar, 2005). 2. Pengaruh lingkungan sosial Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan orang-orang yang berpengaruh terhadap dirinya, hal ini dimotivasi oleh keinginan untuk bergabung dan menghindari konflik dengan orang yang di anggap penting (Azwar, 2005). 3. Pengaruh kebudayaan Pengaruh kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar (Azwar, 2005). 14 4. Media massa Media massa sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan dan kepercayaan individu. Informasi baru yang disampaikan memberi landasan kognitif baru, pesan sugestif yang kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar, 2005). Media audiovisual secara psikis dapat menggelorakan dorongan seksual (Sakti dan Kusuma, 2006). 5. Institusi, atau lembaga pendidikan dan lembaga agama Di dalam kedua lembaga tersebut meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya (Azwar, 2005). 6. Jenis kelamin Jenis kelamin akan menentukan sikap seseorang, karena reproduksi dan hormonal berbeda, yang diikuti perbedaan proses fisiologi tubuh. Kadar hormon testosteron laki-laki lebih tinggi dibanding wanita, tetapi wanita lebih sensitif terhadap hormon testosteron (Sakti dan Kusuma, 2006). 7. Pengetahuan Sikap seseorang terhadap suatu obyek menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan (Walgito, 2003). 8. Faktor emosi dalam individu (Azwar, 2005). 15 2.2.6. Ciri-ciri Sikap 1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari. 2. Sikap dapat berubah-rubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu. 3. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. 4. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan suatu hal. 5. Sikap mempunyai segi-Segi motivasi dan segi-segi perasaan (Azwar, 2005). 2.2.7. Sifat Sikap Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2005). 1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. 2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. 2.2.8. Cara Pengukuran Sikap. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003). 16 2.3. Kehamilan 2.3.1. Pengertian Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah. Setiap wanita yang memiliki organ reproduksi sehat, yang telah mengalami menstruasi, dan melakukan hubungan seksual dengan seorang pria sangat besar kemungkinan akan mengalami kehamilan (Mandriwati,2008). Kehamilan merupakan proses mata rantai yang berkesinambungan terdiri dari ovulasi : pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum, terjadi konsepsi dan pertumbuhan zigot, terjadi nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan placenta, tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2008). Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Abdul Bari Saifudin, 2008). Selama kehamilanya, ibu hamil dianjurkan melakukan kunjugan antenatal minimal 4 kali. Kehamilan dibagi menjadi III trismester yaitu pada Tm I 1 kali, Tm II 1 kali, Tm III 2 kali, guna untuk mengetahui masalah kesehatan selama kehamilan, apakah masalah tersebut bersifat fisiologis yang dapat mengancam kehamilan. Komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan antara lain hiperemesis gravidarum, pendarahan, anemia, eklampsia, nyeri perut yang hebat, pusing terus-menerus, gangguan penglihatan, demam, serta terjadi iritasi dan infeksi pada vagina (Sarwono, 2006). 17 2.3.2. Fisiologis Fisiologis adalah merupakan cabang dari Ilmu biologis yang mempelajari objek spesifik makhluk hidup dari sudut pandang struktur dan fungsinya. Secara terminologis istilah fisiologis berasal dari bahasa Yunani yaitu (Physis alam dan Logos: Ilmu). Fisiologi kehamilan adalah seluruh proses fungsi tubuh pemeliharaan janin dalam kandungan yang disebabkan pembuahan sel telur oleh sel sperma, saat hamil akan terjadi perubahan fisik dan hormon yang sangat berubah drastis (Wikepedia, 2007) 2.3.3. Penyebab Fisiologis Selama Kehamilan Ada dua penyebab terjadinya fisiologis pada ibu hamil, diantaranya adalah : a. Selama kehamilan tubuh akan menghasilkan banyak hormone progesterone yang sama konsistensinya meningkat persis sebelum timbulnya menstruasi karena peningkatan hormone hampir semua wanita bahkan pada kehamilan yang paling positif ibu akan merasakan depresi rasa takut dan bimbang. b. Hormone estrogen ibu meningkat dan menyebabkan ibu merasa mual dan muntah pada pagi hari, sering buang air kecil, dan payudara terasa nyeri. Ibu merasa tidak sehat sehingga sulit bagi ibu ini merasakan kebahagian atas kehamilanya. Hal ini dapat terjadi pada psikologis dan fisiologis ibu secara fisik. 2.3.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehamilan Ada tiga faktor yang mempengaruhi kehamilan, yaitu faktor fisik, faktor psikologis dan faktor sosial budaya dan ekonomi. 18 1. Faktor fisik Seorang ibu hamil dipengaruhi oleh status kesehatan dan status gizi ibu tersebut. Status kesehatan dapat diketahui dengan memeriksakan diri dan kehamilannya ke pelayanan kesehatan terdekat, puskesmas, rumah bersalin, atau poliklinik kebidanan. Adapun tujuan dari pemeriksaan kehamilan yang disebut dengan Ante Natal Care (ANC) tersebut adalah : a. Memantau kemajuan kehamilan. Dengan demikian kesehatan ibu dan janin pun dapat dipastikan keadaannya. b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik dan mental ibu, karena dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, petugas kesehatan (bidan atau dokter) akan selalu memberikan saran dan informasi yang sangat berguna bagi ibu dan janinnya c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan dengan melakukan pemeriksaan pada ibu hamil dan janinnya d. Mempersiapkan ibu agar dapat melahirkan dengan selamat. Dengan mengenali kelainan secara dini, memberikan informasi yang tepat tentang kehamilan dan persalinan pada ibu hamil, maka persalinan diharapkan dapat berjalan dengan lancar, seperti yang diharapkan semua pihak e. Mempersiapkan agar masa nifas berjalan normal. Jika kehamilan dan persalinan dapat berjalan dengan lancar, maka diharapkan masa nifas pun dapar berjalan dengan lancer 19 f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima bayi. Bahwa salah satu faktor kesiapan dalam menerima bayi adalah jika ibu dalam keadaan sehat setelah melahirkan tanpa kekurangan suatu apa pun 2. Faktor Psikologis Yang turut mempengaruhi kehamilan biasanya terdiri dari : a. Stressor. Stress yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Janin dapat mengalami keterhambatan perkembangan atau gangguan emosi saat lahir nanti jika stress pada ibu tidak tertangani dengan baik. b. Dukungan keluarga juga merupakan andil yang besar dalam menentukan status kesehatan ibu. Jika seluruh keluarga mengharapkan kehamilan, mendukung bahkan memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka ibu hamil akan merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap dalam menjalani kehamilan, persalinan dan masa nifas (Glade B. 2001). 3. Faktor lingkungan sosial, budaya dan ekonomi. Faktor ini mempengaruhi kehamilan dari segi gaya hidup, adat istiadat, fasilitas kesehatan dan tentu saja ekonomi. Gaya hidup sehat adalah gaya hidup yang digunakan ibu hamil. Seorang ibu hamil sebaiknya tidak merokok, bahkan kalau perlu selalu menghindari asap rokok, kapan dan dimana pun ia berada. Perilaku makan juga harus diperhatikan, terutama yang berhubungan dengan adat istiadat. Jika ada makanan yang dipantang adat padahal baik untuk gizi ibu hamil, maka sebaiknya tetap dikonsumsi. Demikian juga sebaliknya Yang tak kalah penting 20 adalah personal hygiene. Ibu hamil harus selalu menjaga kebersihan dirinya, mengganti pakaian dalamnya setiap kali terasa lembab, menggunakan bra yang menunjang payudara, dan pakaian yang menyerap keringat. Ekonomi juga selalu menjadi faktor penentu dalam proses kehamilan yang sehat. Keluarga dengan ekonomi yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin, merencanakan persalinan di tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik. Namun dengan adanya perencanaan yang baik sejak awal, membuat tabungan bersalin, maka kehamilan dan proses persalinan dapat berjalan dengan baik. 2.4. Infeksi Menular Seksual 2.4.1. Pengertian Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual (PMS)atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STDs), SexuallyTransmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). Dimana pengertian dari IMSini adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual denganpasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit kelamin atau penyakit kotor.Namun ini hanya menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin. Istilah IMS lebih luasmaknanya, karena menunjuk pada cara penularannya (Ditjen PPM & PL, 2010). IMS atau Seksually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau penyakityang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan 21 seksual. IMSyang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling tinggi kasusnya adalah AIDS, karena mengakibatkankematian padapenderitanya. AIDS tidak bisa diobati dengan antibiotik (Zohra dan Rahardjo, 1999). Menurut Aprilianingrum (2002), IMS didefinisikansebagai penyakit yang disebabkan karena adanya invasivirus, bakteri,dan parasit yang sebagian besar menular melalui hubungan seksual,baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis. 2.4.2. Bahaya IMS IMS menjadi pembicaraan yang begitu penting setelah muncul kasus penyakit AIDS yang menelan banyak korban meninggal dunia, dan sampai sekarang pengobatan yang paling manjur masih belum ditemukan. Ini bisa dilihat dari angka kesakitan IMS di Indonesia pada Tahun 2007 adalah sebanyak 11.141 kasus kejadian IMS. Angka kesakitan ini mengalami peningkatan bila dibandingakan dengan hasil survei pada Tahun 2008 yaitu sebanyak 16.110 kasus kejadian IMS, sedangkan pada Tahun 2009 sebanyak 19.973 kasus Kejadian IMS di Indonesia Apalagi komplikasi dari IMS (termasuk AIDS) bisa dibilang banyak dan akibatnya pun cukup fatal. Ada beberapa bahaya IMS munurut WHO (2009), yaitu: 1. Kebanyakan IMS dapat menyebabkan kita sakit. Pada wanita dapat menyerang saluran indung telur, indung telur, rahim, kandung kencing, leher rahim, vagina, saluran kencing, anus. Pada pria dapat menyerang kandung kencing, vas deferens, prostat, penis, epididymis, testicle, saluran kencing, kantung zakar, seminal vesicle, anus. 22 2. Beberapa IMS dapat menyebabkan kemandulan 3. Beberapa IMS dapat menyebabkan keguguran 4. IMS dapat menyebabkan kanker leher rahim 5. Beberapa IMS dapat merusak penglihatan, otak dan hatiPMS dapat menular kepada bayi 6. IMS dapat menyebabkan kita rentan terhadap HIV/AIDS 7. Beberapa PMS ada yang tidak bisa disembuhkan 8. Bisa menyebabkan kematian 9. Kehamilan di luar kandungan Infeksi menyeluruh 10. Nyeri di perut bawah akibat infeksi saluran reproduksi (ISR) bagian dalam atau radang panggul 11. Bayi labir dengan cacat bawaan, lahir terlalu dini, lahir dengan berat badan rendah atau lahir sudah terinfeksi IMS 12. Epidimitis dan prostatitis 13. Striktur uretra IMS menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya. Penyakit ini sudah ada sejak zaman Mesir, dimana sebagai ilustrasi, pada tahun 1974 telah ditemukan sebanyak 850.000 kasus PMS/ tahun, dan diantaranya terdapat 1255 kasus Sifilis/ tahun. Beberapa IMS yang sering ditemukan di Indonesia antara lain adalah : 1. Disebabkan oleh Bakteri : Gonorhoe, Sifilis, Urethritis, Vaginosis Bakterial 23 2. Disebabkan Virus : AIDS, Herpes Genitalis, Hepatitis B, Kondiloma Akuminata 3. Disebabkan oleh Jamur : Kandidiasis Vaginosis 4. Disebabkan oleh Parasit : Scabies, Pedikulosis Pubis 2.4.3. Yang Berisiko Terkena IMS Setiap orang bisa tertular IMS. Orang yang paling berisiko terkena IMS adalah orang yang suka berganti pasangan seksual dan orang yang walaupun setia pada satu pasangan namun pasangan tersebut suka berganti-ganti pasangan seksual. Kebanyakan yang terkena IMS berusia 15-29 tahun, tapi ada pula bayi yang lahir membawa IMS karena tertular dari ibunya. Masih ada stigma di masyarakat bahwa IMS maupun HIV/ AIDS hanya dapat menular bagi orang yang berperilaku „menyimpang‟. Padahal bila kita melihat korban yang sesungguhnya, tak jarang ditemui ibu rumah tangga di keluarga yang mengalami IMS, hanya tertular dari pasangan seksualnya yang terlebih dahulu terjangkit IMS. Menurut WHO Information Fact Sheet No 249 June 2000, dibanding laki-laki perempuan lebih rentan terhadap IMS baik secara biologis, kultur dan sosioekonomis. Konsekuensi juga terjadi pada bayi yang dikandung jika perempuan terinfeksi pada saat hamil. Perempuan cenderung tidak mencari pengobatan, selain karena tidak adanya gejala yang dirasakan, hal ini juga disebabkan karena adanya stigma yang dilekatkan pada perempuan yang menderita IMS dicap “nakal” dan sering juga karena tidak ada waktu atau uang untuk memeriksakan diri.Dalam IMS yang 24 dimaksud perilaku resiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang yang mempunyai resiko besar terserang penyakit. 2.4.4. Cara Penularan IMS Pada saat melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan seseorang yang mengidap IMS terutama seks anal dan seks oral, yang dapat mengakibatkan luka. Kebanyakan IMS didapat dari hubungan seks yang tidak aman. Yang dimaksud dengan seks yang tidak aman, adalah melakukan hubungan seksual lewat vagina tanpa kondom (penis di dalam vagina), melakukan hubungan seksual lewat anus tanpa kondom (penis di dalam anus), dan hubugan seksual lewat oral atau karaoke (penis di dalam mulut tanpa kondom atau mulut menyentuh alat kelamin wanita) Perempuan lebih rentan tertular IMS dibandingkan dengan laki-laki karena saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh IMS, maka perempuan tersebut pun bisa terinfeksi jika perempuan terinfeksi IMS, dia tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan komplikasi. Banyak orangkhususnya perempuan dan remajaenggan untuk mencari pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka menderita IMS. 2.4.5. Pencegahan IMS Menurut Komisi penanggulangan AIDS (2011) pada umumnya prinsip utama dari pencegahan IMS secara prinsip mempunyai dua cara, yaitu : 1. Memutuskan rantai penularan IMS. 25 2. Dengan tidak melakukan hubungan seksual, tidak berganti-ganti pasangan, menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seksual. 3. Mencegah berkembangnya IMS serta komplikasi-komplikasinya. Cara yang paling efektif untuk mencegah penularan IMS adalah menghindari kontak bagian tubuh atau cairan yang dapat menyebabkan transfer dengan pasangan yang terinfeksi. Vaksinasi merupakan cara yang efektif dalam mencegah komplikasikomplikasi dari IMS. Vaksin yang tersedia yang melindungi terhadap IMS virus, seperti Hepatitis B dan beberapa jenis HPV. Vaksinasi sebelum memulai kontak seksual disarankan untuk menjamin perlindungan maksimal. Pencegahan yang bisa dilakukan antara lain tidak melakukan hubungan seks, tidak berganti-ganti pasangan dan menggunakan kondom setiap hubungan seks, menghindari transfusi darah dengan donor yang tidak jelas asal-usulnya dan kebiasaan menggunakan alat kedokteran maupun non medis yang steril. 2.4.6. Macam-Macam Infeksi Menular Seksual 1. Gonoroe Gonoroe adalah semua infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrohoeae. Kuman ini bersifat gram negative, tampak di luar dan didalam leukosit polimorfnuklear, tidak dapat bertahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan pada suhu di atas 390C, dan tidak tahan zat desinfektan. 26 Gambaran klinik dan perjalanan panyakit pada perempuan berbeda dengan pria. Hal ini disebabkan perbedaan anatomi fisiologi alat kelamin pria dan wanita. Gonoroe pada perempuan kebanyakan asimtomatik sehingga sulit untuk menemukan masa inkubasinya. Infeksi pada uretra dapat bersifat simptomatik ataupun asimptomstik, tetapi umumnya jarang terjadi tanpa infeksi pada serviks, kecuali pada perempuan yang telah di histerektomi. Keluhan traktus genitourinarius bawah yang paling sering adalah bertambahnya duh genital, disuria yang kadang-kadang disertai poliuria, perdarahan masa haid, dan menoragia. Daerah yang paling sering terinfeksi adalah serviks. Pada pemeriksaan, serviks tampak hiperemis dengan erosi dan secret mukopurulen. Komplikasi yang sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal genitalia. Infeksi pada serviks dapat menimbulkan komplikasi salpingitis atau penyakit radang panggul (PRP). PRP yang simptomatik ataupun asimptomatik dapat mengakibatkan jaringan parut pada tuba sehingga menyebabkan infertilitas atau kehamilan ektopik. Untuk perempuan hamil dengan resiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining terhadap infeksi gonoroe pada saat datang untuk pertama kali antenatal care dan juga trimester ketiga kehamilan. 2. Klamidiasis Klamidiasis genital adalah infeksi yang disebabakan oleh bakteri Chlamydia trachomatis, berukuran 0,2-1,5 mikron, berbentuk sferis, tidak bergerak, dan merupakan parasit intrasel obligat. Terdapat 3 spesies yang pathogen terhadap 27 manusia yaitu, C. pneumonia, C.psittaci, dan C. trachomatis sendiri mempunyai 15 macam serovar, serovar A,B,Ba,dan C merupakan penyebab trachoma endemic, serovar B,C,D,E,F,G,H,I,J, dan K dan M merupakan penyebab infeksi trakrtus genitourinarius serta pneumonia pada neonates. Sementara itu, serovar L1,L2,dan L3 menyebabkan penyakit limfogranuloma verereum. Yang menjadi dasar pembagian berbagai serovar CT adalah ekspresi major outer membrane protein. Masa inkubasi berkisar antara1-3 minggu. Manifestasi klinik infeksi CT merupakan efek gabungan berbagai factor, yaitu kerusakan jaringan akibat reflikasi CT, respons inflamasi terhadap CT, dan bahan nerotik dari sel pejamu yang rusak. Sebagian besar infeksi CT asimptomatik dan tidak menunjukkan gejala klinik spesifik. Endoseriviks merupakan organ pada perempuan yang paling sering terinfeksi CT. walaupun umunya infeksi CT asimptomatik, 37% perempuan memberi gambaran klinik duh mukopurulen dan 19% ektopi hipertrofik. Servisitis dapat ditegakkan bila ditemukan duh serviks yang mukopurulen, ektopi serviks, odema, dan perdarahan serviks baik spontan maupun dengan hapusan ringan lidi kapas. Infeksi pada serviks dapat menyebar melalui rongga endometrium hingga mencapai tuba falloppii. Secara klinis dapat memberi gejala menoragia dan metroragia. Sebanyak 10% CT pada serviks akan menyebar secara asendens dan menyebabkan penyakit radang panggul (PRP). Infeksi CT yang kronis dan / atau rekuren menyebabkan jaringan parut pada tuba. Komplikasi jangka panjang yang sering adalah kehamilan ektopik dan infertilitas akibat obstruksi. Komplikasi lain dapat pula terjadi seperti arthritis reaktif dan 28 perihepatitis. Perempuan hamil yang terinfeksi dengan C. trachomatis menunjukkan gejala keluarnya secret vagina, perdarahan, disuria, dan nyeri panggul. Namun, sebagian besar perempuan hamil tidak menunjukkan gejala. Pemeriksaan panggul dapat membantu menunjukkan adanya servisitis. Perdarahan endoserviks juga dapat mengarah pada infeksi serviks pada kehamilan. Dampak infeksi CT pada kehamilan dapat menyebabkan abortus spontan, kelahiran premature, dan kematian perinatal. Di samping itu, bisa juga mengakibatkan konjungtivitis pada neonates dan pneumonia infantile. Oleh karena itu, untuk perempuan hamil dengan resiko tinggi juga dianjurkan untuk skrining terhadap infeksi CT pada saat dating untuk pertama kali antenatal dan juga pada trimester III kehamilan. 3. Trikomoniasis Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh Trichomonas Vaginalis (TV), biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah baik pada perempuan maupun pria. Gejala klinik pada perempuan hamil tidak banyak berbeda dengan keadaan tidak hamil. Akan tetapi, bila ditemukan infeksi TV pada trimester kedua kehamilan dapat mengakibatkan premature rupture membrane, bayi berat lahir rendah (BBLR) dan abortus. Oleh karena itu, pemeriksaan skrining pada pertama kali antenatal perlu dilakukan. Diagnosis trikomoniasis paling sering ditegakkan 29 dengan melihat trikomonad hidup pada sediaan langsung duh tubuh penderita dalam larutan NaCl fisiologik. 4. Vaginosis bacterial Vaginosis bacterial adalah sindrom klinik akibat pergantian lactobasillus spp penghasil H2O2 yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (seperti : bacteroides spp, mobiluncus spp, gardnerella vaginalis, dan mycoplasma hominis). Perempuan dengan vaginosis bacterial dapat tanpa gejala atau mempunyai keluhan dangan bau vagina yang khas yaitu bau amis, terutama pada waktu / setelah senggama. Bau tersebut disebabkan adanya amin yang mnguap bila cairan vagina menjadi basa. Pada pemeriksaan ditemukan secret yang homogeny, tipis, dan berwarna keabuabuan. Tidak ditemukan tanda inflamsi pada vagina dan vulva. Vaginosis bacterial telah diasosiasikan dengan gangguan kehamilan termasuk abortus spontan pada kehamilan trimester pertama dan kedua, kelahiran premature, rupture membrane yang premature, persalinan premature, bayi lahir dengan berat badan rendah, koroiamnionitis,endometritis pascapersalinan dan infeksi luka pascaoperasi sesar. Bukti yang ada saat ini tidak mendukung perlunya skrining rutin untuk vaginosis bacterial pada perempuan hamil pada populasi umum. Namun, skrining pada kunjungan pertama prenatal direkomendasikan untuk pasien dengan riwayat kelahiran premature (misalnya pasien dengan riwayat kelahiran premature atau rupture membran yang premature). Sebagian besar kasus (50-75%) vaginosis bacterial bersifat asimptomatik atau dengan gejala ringan. 30 Gejala klinik termasuk bau amis seperti ikan atau bau seperti ammonia yang berasal dari secret vagina, dan secret vagina yang homogen, tidak menggumpal, abu-abu keputihan, tipis. Disuria dan dispareunia jarang ditemukan sedangkan pruritas dan inflamasi tidak ada.sekret vagina yang diasosiasikan dengan vaginosis bakterialis berasal dari vagina dan bukan dari serviks. Mengingat dampak vaginosis bacterial pada kehamilan dan akhir kehamilan, maka sebaiknya dilakukan skrining minimal pada waktu datang antenatal pertama kali. 5. Sifilis Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh trefonema pallidum yang dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai dari kulit, mukosa, jantung hingga susunan saraf pusat, dan juga dapat tanpa manifestasi lesi di tubuh. Infeksi terbagi atas beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis sekunder,sifilis laten dini dan lanjut, serta neurosifilis (sifilis tersier). Sifilis umunya ditularkan lewat kontak seksual, namun juga dapat secara vertical pada masa kehamilan. Lesi primer sifilis berupa tukak yang bisanya timbul di daerah genital eksterna dalam waktu 3 minggu setelah kontak. Pada perempuan kelainan sering ditemukan dilabia mayora, labia minora, fourchette, atau serviks. Gambaran klinik dapat khas, akan tetapi dapat juga tidak khas. Lesi awal berupa papul berindurasi yang tidak nyeri, kemudian permukaanya mengalami nekrosis dan ulserasi dengan tepi yang meninggi, teraba keras, dan berbatas tegas. Jumlah ulserasi biasanya hanya satu,namun dapat juga multiple. Lesi sekunder ditandai dengan malase, demam, nyeri kepala, limfadenopati generalisata, ruam generalisata dengan lesi di 31 palmar,plantar, mukosa oral atau genital, kondiloma lata di daerah intertrigenosa dan alopesia. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa macula, papula, papuloskuamosa, dan pustule yang jarang disertai keluhan gatal. T. palladium banyak ditemukan pada lesi diselaput lender atau lesi yang basah seperti kondiloma lata. Sifilis laten merupakan fase sifilis tanpa gejala klinik dan hanya pemeriksaan serologic yang reaktif. Hal ini mengidentifikasikan organisme ini masih tetap ada di dalam tubuh dan dalam perjalanannya fase ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup. Pada kehamilan gejala klinik tidak banyak berbeda dengan keadaan tidak hamil, hanya perlu diwaspadai hasil tes serologi sifilis pada kehamilan normal bisa memberikan hasil positif palsu. Transmisi treponema dari ibu ke janin umumnya terjadi setelah plasenta berbentuk utuh, kira-kira sekitar umur kehamilan 16 minggu. Oleh karena itu bila sifilis primer atau sekunder ditemukan pada kehamilan 16 minggu, kemungkinan untuk timbulnya sifilis congenital lebih memungkinkan. Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menemukan T.pallidum dalam specimen dengan menggunakan mikroskop lapang pandang gelap, pewarnaan burry atau sel treponema misalnya : rapid plasma reagen (RPR), venereal disease research laboratory (VDRL). Hasil positif palsu tes nontreponemal dalam populasi masyarakat umum mencapai 1-2% (termasuk pada ibu hamil). Tes treponemal menggunakan T. pallidum subspecies pallidum sebagai antigen, sehingga tes ini merupakan jenis tes konfirmatif misalnya : trefonema pallidum haemaglutinatiun assay (TPHA). 32 6. Genital warts (kutil kelamin) Genital warts, juga di kenal sebagai kondilomata akuminatadi sebabkan oleh human papiloma virus( HPV). Lesi dapat berprofesi selama kehamilan dan sering mengalami regresi spontan setelah persalinan. Tidak ada komplikasi dalam kehamilan yang di sebabkan HPV yang di ketahui srperti abortus spontan ataupun persalinan prematur.HPV tipe 6 dan 11 dapat menyebabkan papilomatosis respiratoris pada bayi dan anak. Rute tranmisi (misal transplasenta, perinatal, maupun postnatal) tidak sepenuhya di mengerti. Di perkirakan bahwa virus HPV mungkin di dapat saat melewati jalan lahir. Nilai preventif dari operasi sesar masih tidak di ketahui. Oleh karena itu, operasi sesar tidak di rekomendasikan sebagai prevensi transmisi HPV pad bayi dan hanya di pertimbangkan pada kasus dengan obsrtuksi jalan lahir atau bila persalinan pervaginam dapat menimbulkan perdaran brlebihan. Diagnosis klinik dari genital warts biasnya sudah cukup.walaupun pemeriksaan serotife untuk HPV tersedia, hal ini tidak di perlukan untuk diagnosis dan manajemen genital warts. Terapi dapat di pertimbangkan, terutama pada pasien simptomatik,karena lesi dapat menjadi rapuh ketika berprofesi selam kehamilan atau mengganggu proses persalinan. Krioterapi dan trikloroasetik asid merupakan terapi yang di rekomendasikan. Karena area genital sangat vaskuler selam kehamilan dan perdarahn berlebihan dapat pada elektrokauterisasi, direkomendasikan terapi kauterisasi, jika di indikasikan, di lakukan di rumah sakit. Imikuimod,5- 33 fluorourasil, podofilin, dan podofilrfeoktoksin di kontraindikasikan pada kehamilan. 7. Herpes genitalis Herpes genitalis (HG) merupakan IMS virus yang menempati urutan kedua tersering di dunia dan merupakan penyebab ulkus genital tersering di negara maju virus herfes simpleks tipe-2(VHS-2) merupakan penyebab HG tersering (82%), sedangkan virus herpes simpleks tipe-1 (VHS-1) yang lebih sering di kaitkan dengan lesi di mulut dan bibir, ternyata dapat pula di temukan pada 18% kasus herfes genital. Manifestasi klinik HG sangat di pengaruhi oleh faktor pejamu, pajanan VHS sebelumnya, episode terdahulu dan tife virus. Masa inkubasi umumnya berkisar 3-7 hari, bahkan dapat lebih lama. Predileksi pada perempuan dapat di temukan di daerah labya mayor/minor, klitoris, introitus vagina dan serviks, sedangkan yang lebih jarang di derah perianan, bokong, dan mons pubis. Episode yang pertama HG dapat primer maupun non-primer. Episode pertama primer adalah episode penyakit yang terdapat pada seseorang tanpa di dahului oleh pajanan/ infeksi VHS-1 maupun VHS-2 sebelunya. Sementara itu , episode pertama non-primer dapat merupakan : (1) episode penyakit yang terjadi pada seseorang dengan riwayat pajanan / infeksi VHS-1 atau VHS-2 sebelumnya, atau (2) reaktifasi dari inveksi genital asimptomatik, atau (3) infeksi genital pada seseorang dengan riwayat infeksi orolabialis sebelumnya. 34 Manifestasi klinik yng timbul bervariasi dari ringan sampai berat. Gejala biasanya diawali dengan rasa terbakar dan gatal di daerah lesi yang terjadi beberapa jam sebelumnya timbulnya lesi. Selain itu, dapat pula di sertai gejala konstitusi seperi malese, demam dan nyeri otot. Lesi tipikal berupa vesikel berkelompok engan dasar eritema yang mudah pecah dan menimbulkan erosi multipel. Kelenjar getah bening regional dapat membesar dan nyeri. Masa pelepasan virus pada infeksi primer terjadi kurang lebih 12 hari., infeksi oral VHS-1 terdahulu akan memberkan perlindungan parsial terhadap pajanan infeksi VHS-2, sehingga gejala klinik akibat infeksi VHS-2 sehingga gejala klinik akibat infeksi VHS-2 menjadi lebih ringan atau subklinik. 8. Infeksi HIV dan AIDS Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah sindroma dengan gejal penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunya sstem kekebalan tubuh oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus masuk kedalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan sekret vagina. Sebagian besar(75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual. HIV awalnya di kenal dengan nama lhymphadenopathy associated virus (LAV) merupakan golongan retrovirus dengam materi genetik ribonucleic acid (RNA) yang dapat di ubah menjadi deoxyribonucleic acid (DNA) untuk di integrasikan kedalam sel pejamu dan di proggram membentuk gen virus. Virus ini cendrung menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama limposit T yang memegang peranan penting 35 dalam mengatur dan mempertahan kan sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spektrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimptomatik) pada stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Setelah di awali dengan infeksi akut,akan dapat terjadi kronik asimtomatik selam beberapa tahun di sertai replikasi virus secara lambat. Kemudian setelah terjadi penurunan sistem imun yang berat, maka terjadi berbagai infeksi oportunistik dan dapat di katakan pasien telah masuk pada keadaan AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi pertama, bahkan bisa lebih lama lagi. Transmisi vertikal merupakn penyebab tersering infeksi HIV pada bayi dan anak-anak di amerika serikat. Transmisi HIV dari ibu kepada janin dapat terjadi intrauterin (510%), saat persalin (10-20%) dan pascapersalinan (5-20%). Kelaina yang dapat terjadi pada janin adalah berat badan lahir rendah, bayi lahir mati, partus preterm, dan abortus spontan. 36 2.5. Kerangka Konsep Variabel Independent Variabel Dependent Pengetahuan Tes IMS Sikap Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian 2.6. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. 2. Ada hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik, penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei 2015 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan yang berjumlah 85 orang. 39 38 3.3.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sebagai sampel berjumlah 85 orang (total sampling). 3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data a. Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. b. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. 3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independent 1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketaui ibu hamil tentang IMS dan akibatnya terhadap kehamilan. Kategori Pengetahuan : 0. Baik 1. Buruk Pengukuran variabel tingkat pengetahuan disusun 7 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”benar (bobot nilai 1 )” dan ”salah (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu: 0. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 4-7 39 1. Buruk, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-3 2. Sikap adalah suatu reaksi atau tanggapan ibu hamil terhadap test IMS selama kehamilan. Kategori Sikap : 0. Positif 1. Negatif Pengukuran variabel sikap disusun 8 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”setuju (bobot nilai 1 )” dan ” tidak setuju (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu: 0. Positif, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 5-8 1. Negatif, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-4 3.5.2. Variabel Dependent Test IMS adalah pemeriksaan IMS yang dilakukan oleh ibu hamil untuk mengetahui apakah ibu mengalami IMS atau tidak ke petugas kesehatan. Kategori Test IMS : 0. Melakukan 1. Tidak Melakukan 40 3.6. Metode Pengukuran Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel Cara dan Alat Ukur Skala Ukur Wawancara (kuesioner) Wawancara (kuesioner) Ordinal Pemeriksaan Ordinal Variabel Bebas Pengetahuan Sikap Variabel Terikat Test IMS Ordinal Hasil Ukur 0. 1. 0. 1. Baik Tidak baik Positif Negatif 0. Melakukan 1. Tidak Melakukan 3.7. Metode Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran variabel independen pengetahuan dan sikap, sedangkan variabel dependen yaitu test IMS. 3.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dengan menggunakan statistik uji chisquare kemudian hasilnya dinarasikan. 41 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar berada di Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. Kota Fajar ini merupakan salah satu kecamatan yang terletak di daerah dataran rendah. Secara geografis Kota Fajar mempunyai luas wilayah 26.422 km2. 4.2. Analisis Univariat Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: pengetahuan, sikap dan test IMS. 4.2.1. Pengetahuan Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan Untuk melihat pengetahuan ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.1 : Tabel 4.1. Pengetahuan Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan No Pengetahuan 1 Baik 2 Tidak Baik f 50 35 85 Jumlah % 58,8 41,2 100,0 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan mayoritas dengan baik sebanyak 50 orang (58,8%) dan minoritas tidak baik sebanyak 35 orang (41,2%). 41 42 4.2.2. Sikap Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan Untuk melihat sikap ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.2 : Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan No Sikap 1 Positif 2 Negatif Jumlah f 53 32 85 % 62,4 41,2 100,0 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sikap ibu hamil terhadap test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan mayoritas dengan bersikap positif sebanyak 53 orang (62,4%) dan minoritas bersikap negatif sebanyak 32 orang (41,2%). 4.2.3. Pelaksanaan Test IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan Untuk melihat pelaksanaan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.3 : Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Test IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan No Test IMS 1 Melakukan 2 Tidak Melakukan Jumlah f 49 36 85 % 57,6 42,4 100,0 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan mayoritas 43 dengan melakukan test IMS sebanyak 49 orang (57,6%) dan minoritas tidak melakukan test IMS sebanyak 36 orang (42,4%). 4.3. Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan. Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat dibawah ini : 4.3.1. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan Untuk melihat hubungan pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.4 : Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan No Pengetahuan 1 2 Baik Tidak Baik Test IMS Melakukan Tidak Melakukan n % n % 37 74,0 13 26,0 12 34,3 23 65,7 Total n % 50 100 35 100 P value 0,001 Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hubungan pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet 44 Utara Aceh Selatan diperoleh bahwa ada sebanyak 37 dari 50 orang (74,0%) dengan pengetahuan baik terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 13 orang (26,0%). Sedangkan diantara pengetahuan tidak baik ada 12 dari 35 orang (34,3%) terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 23 orang (65,7%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,001 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. 4.3.2. Hubungan Sikap Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan Untuk melihat hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.5 : Tabel 4.5. Hubungan Sikap Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan No Sikap 1 2 Positif Negatif Test IMS Melakukan Tidak Melakukan n % n % 37 69,8 16 30,2 12 37,5 20 62,5 Total n % 53 100 32 100 P value 0,003 Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan diperoleh bahwa ada sebanyak 37 dari 53 orang (69,8%) dengan sikap positif terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 16 orang (30,2%). Sedangkan diantara sikap negatif ada 12 dari 32 orang (37,5%) terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 20 orang (62,5%). Hasil 45 uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,003 maka dapat disimpulkan ada hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan 46 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan diperolehbahwa bahwa ada sebanyak 37 dari 50 orang (74,0%) dengan pengetahuan baik terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 13 orang (26,0%). Sedangkan diantara pengetahuan tidak baik ada 12 dari 35 orang (34,3%) terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 23 orang (65,7%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,001 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi pengetahuan ibu tentang IMS dan akibatnya terhadap kehamilan maka akan semakin tinggi untuk melakukan test IMS dan sebaliknya semakin rendah pengetahuan ibu tentang IMS dan akibatnya terhadap kehamilan maka akan semakin rendah untuk melakukan test IMS. Pada penelitian ini perlu pelaksanaan penyuluhan kepada ibu hamil bahwa perlu meningkatkan pengetahuan tentang IMS dan akibatnya sehingga lebih tinggi dalam pemeriksaan test IMS. Hal ini sesuai dengan penelitian Mirna Ayu (2009) menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil dengan melakukan test IMS dengan p- 46 47 value 0.021. Artinya semakin tinggi pengetahuan ibu tentang IMS maka akan semakin tinggi atau meningkat kesadaran ibu untuk melakukan pemeriksaan IMS. Menurut Friedman (2005) bahwa pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain yang tahu dan paham tentang IMS, maka ibu akan berpartisipasi untuk melakukan test IMS sesuai dengan apa yang ia ketahui. Pengetahuan yang dimiliki ibu hamil tentang penyakit IMS berdampak terhadap pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui, mencegah atau mendeteksi penyakit seks menular. Menurut peneliti bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh ibu hamil tentang IMS akan mempengaruhi ibu untuk melakukan test IMS, artinya dapat dijelaskan semakin tinggi pengetahuan ibu tentang IMS dan akibatnya terhadap kehamilan maka akan semakin tinggi untuk melakukan test IMS dan sebaliknya semakin rendah pengetahuan ibu tentang IMS dan akibatnya terhadap kehamilan maka akan semakin rendah untuk melakukan test IMS. Untuk itu pada penelitian ini perlu ditingkatkan pelaksanaan penyuluhan kepada ibu hamil bahwa perlu meningkatkan pengetahuan tentang IMS dan akibatnya sehingga lebih tinggi dalam pemeriksaan test IMS. 5.2. Hubungan Sikap Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan diperoleh bahwa ada sebanyak 37 dari 53 orang (69,8%) dengan sikap positif terdapat 48 melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 16 orang (30,2%). Sedangkan diantara sikap negatif ada 12 dari 32 orang (37,5%) terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 20 orang (62,5%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,003 maka dapat disimpulkan ada hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi sikap ibu hamil tentang IMS maka akan meningkat pelaksanaan test IMS. Pada penelitian ini perlu pelaksanaan penyuluhan kepada ibu hamil bahwa perlu bersikap positif terhadap test IMS. Ibu hamil yang sudah bersikap positif, harus dipertahankan sikap positif tersebut agar tercermin pada test IMS. Sedangkan ibu hamil yang bersikap negatif perlu diantisipasi, agar masalah ini tidak berdampak pada tindakan yang kurang perduli dengan tindakan IMS. Oleh karena itu ibu hamil perlu disadarkan akan pentingnya menghargai dan bertanggungjawab terhadap kesehantan kehamilannya sendiri agar terhindar dari infeksi menular seksual yang dapat berakibat buruk pada kehamilannya. Pada penelitian ini ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan sebenarnya lebih banyak yang sudah bersikap positif tentang test IMS. Ibu hamil yang bersikap positif mungkin menanggapi bahwa melakukan pemeriksaan IMS penting untuk dilaksanakan untuk menjaga kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. 49 Hal ini sesuai dengan penelitian Mirna Ayu (2009) menunjukan bahwa ada hubungan antara sikap ibu hamikl dengan pelaksanaan test IMS dengan pvalue 0.021. Artinya semakin tinggi sikap positif ibu hamil tentang test IMS maka akan semakin tinggi atau meningkat pelaksanaan pemeriksaan IMS. Menurut peneliti bahwa sikap yang dimiliki oleh ibu hamil terhadap test IMS berhubungan dengan pelaksanaan test IMS. Artinya semakin tinggi sikap ibu hamil tentang IMS maka akan meningkat pelaksanaan test IMS dan semakin rendah sikap ibu hamil tentang IMS maka akan menurun pelaksanaan test IMS. Pada penelitian ini perlu pelaksanaan penyuluhan kepada ibu hamil bahwa perlu bersikap positif terhadap test IMS. Berdasarkan hal tersebut remaja putri perlu mendapat penyuluhan atau informasi-informasi mengenai IMS dan akibatnya sehingga ibu hamil semakin meningkat untuk melakukan test IMS. 50 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. 2. Ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. 6.2. Saran 1. Kepada Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan untuk meningkatkan sumber informasi tentang IMS dan akibatnya kepada ibu hamil agar meningkatkan test IMS. 2. Kepada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan untuk meningkatkan pengetahuan dan bersikap terhadap test IMS. 50 51 DAFTAR PUSTAKA Ira Titisari, 2013, Hubungan Pengetahuan Remaja Usia 17-20 Tahun Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Sikap Berpacaran Sehat Di Kelas Iii Smk 2 Pawyatan Dhaha Kediri, Prodi Kebidanan Kediri. Nasria. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 1 Mojogedang [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2002. Qomariah,dkk. Infeksi Saluran Reproduksi Pada Wanita. Jakarta : BKKBN; 2001. Rabita. Tingkat pengetahuan remaja putri tentang perawatan alat genitalia eksterna. (skripsi). Medan; 2010. Manuaba,IBG. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arca; 2002 Departemen Kesehatan RI. Asuhan kesehatan reproduksi pada remaja.Jakarta:Buletin Departemen Kesehatan RI; 2003 Bearinger, L. H., Sieving, R. F., Ferguson, J., & Sharma, V. Global perspective on the sexual and reproductive health of adolescent: Patterns, prevention, and potensial. Lancet 2007. Burgess V, Dziegielewski SF, Green CE. Improving Comfort about Sex Communication between Parents and Their Adolescents: Practice-Based Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and Crisis Intervention. 2005; 5:379-390. Calhoun, Acocella. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Terjemahan oleh Satmoko. Semarang: IKIP Semarang. Dariyo, Agoes. 2004. Perkembangan Remaja. Bogor. PT. Ghalia Indonesia. Daryanto, Tiffany. 2009. Hubungan antara Religius dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Indekost di Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: Universitas Negeri Malang. Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 51 52 Effendy, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Eisenberg, M. E., Sieving, R. E., Bearinger, L. H., Swain, C., & Resnick, M. D. Parents‟ communication with adolescents about sexual behavior: A missed opportunity for prevention? J Youth Adolescence 2006. Erwin J., Skripsiadi. 2005. Pendidikan Dasar Seks untuk Anak. Yogyakarta: Curiosita. Gunarsa, Singgih. 2004. Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Hurlock. E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Hurlock. E. B. 1993. Perkembangan Anak: Jilid 2. Jakarta: Erlangga. http://tumplung.blogspot.com/2009/02/sungguh-mencengangkan-dan html di akses tanggal 12 April 2010 mengerikan. http://news.okezone.com/read/2009/12/29/340/289247/340/video-mesum-di-tengahladang-goyang-blitar. Diakses 24 Maret 2010 Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Remaja. Bandung. PT. Bandar Maju. Kirby D, Miller BC. Intervention Designed to Promote Parent-Teen Communication about Sexuality. New Direction for Child and Adolescent Development. 2002; 97. Marcovitz, H. The gallup youth survey. In Mayor issues and trends teens & sex. Stockton, New Jersey 2007: Mason Crest Publisher. Martino, S. C., Elliott, M.N., Corona, R., Kanouse, D.E. & Schuster, M.A. Beyond the “big talk‟: The roles of breadth and repetition in parent-adolescent communication about sexual. Pediatrics 2008, 121, 612 Mufidah, Lilik. 2008. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Seks Pranikah Siswa SMKN 2 di Kota Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIN Malang. Notoadmodjo, S. 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. 53 ____________ , 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta, Jakarta. Nuranti Alifah, 2, Hubungan antara Komunikasi Orangtua – Remaja dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah di SMA Kabupaten Purworejo, Tesis, Program Pascasarjana, FK UGM, Yogyakarta. Papalia, Diane E, Sally Wendkos & Ruth Duskin F. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan): Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Putri F.A, 2012, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seks Pranikah Pada Remaja SMA di Rengat Kabupaten Indragiri Hulu. Rachman W.A, 2008, Analisis Ketahanan Keluarga dalam Perilaku Seks Pranikah Remaja (Studi Kasus di Kota Ambon), Dosen FKM Universitas Hasanuddin Makassar, Jurnal Ilmiah Sinergi IPTEKS, LP3M Universitas Islam Makassar. Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Safarino. 1997. Biofeedback interactionivrea. it/thesis. in Education Entertainment, http://www. Safitri Erlina, 2007, Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Remaja, Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Sarwono, Sarlito. W & Ami Siamsidar. 1986. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks, Jakarta: CV Rajawali. Sarwono. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press. Setiawati, Dermawan, 2008. Pendidikan Kesehatan. Trans info Media, Jakarta. Simanjuntak, B & Pasaribu, L.I. 1986. Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung: Tarsito. Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius. Susanti, Dini. 2002. Kontrol Diri dalam Perilaku Seks Pranikah MahasiswaUIIS Malang, Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIIS Malang. 54 Tanjung, A.et'al., 2001, Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan Reproduksi Remaja. (online), (http://www/pkbi.or.id diakses 6 Agustus 2006). Uin, 2013, Hubungan antara Komunikasi Orang Tua-Anak Mengenai Seksualitas dan Kontrol Diri dengan Perilaku Seks Pranikah, Tesis, UIN, Malang, http://lib.uin-malang.ac.id /files /thesis/fullchapter/06410008.pdf Walgito, B. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi. Widayanto, Arif. 2005. Studi Perilaku Seks Pra Nikah pada Siswa SMA Katolik Diponegoro Blitar. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UMM Malang Wiendijarti I, 2011, Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Anak dalam Pendidikan Seksual Remaja, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan Nasional ‟Veteran‟Yogyakarta, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011 Zulkifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 55 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN TEST IMS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA FAJAR KECAMATAN KLUET UTARA ACEH SELATAN A. Indentitas Responden 1. Nomor 2. Umur 3. Jenis Kelamin : ……………. : ……………. : ……………. B. Pengetahuan IMS Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara 1. Kelompok penyakit infeksi yang ditularkan melalui kontak seksual disebut? a. Infeksi menular seksual b. HIV/AIDS c. Tidak tahu 2. Salah satu upaya untuk pencegahan penyakit IMS adalah? a. Menggunakan kondom b. Mengkonsumsi vitamin c. Mengkonsumsi obat-obat anti biotik 3. Sumber utama penularan IMS adalah a. Wanita pekerja seksual b. Pasangan sejenis c. Pria hidung belang 4. Yang paling beresiko terkena penyakit IMS adalah a. Wanita pekerja seks b. Pasangan sejenis c. Pengguna narkoba 5. Prinsip utama dalam pencegahan penyakit IMS adalah a. Tidak berganti-ganti pasangan b. Menggunakan kondom dalam setiap melakukan hubungan seks c. Menjaga kondisi tubuh dengan mengkonsumsi vitamin 6. Tanda jika seseorang terkena penyakit IMS selalu terlihat di? a. Bagian kemaluan b. Bisa bagian mata, mulut, dan bagian lain nya c. Tidak tahu 7. Gelaja jika seseorang sudah terinfeksi penyakit menular seksual adalah a. Nyeri pada saat buang air kecil b. Badan terasa lemah c. Hilangnya nafsu makan 55 56 C. Sikap Pernyataan 1. Perlu untuk memahami IMS 2. Perlu jaga-jaga tentang IMS akan terjadi pada saat hamil. 3. Diperlukan waspada saat hamil terhadap IMS 4. Perlu melaksanakan test IMS saat hamil 5. Perlu mengetahui tujuan pelaksanaan IMS 6. Perlu mengetahui efek yang terjadi akibat IMS pada ibu hamil 7. Berpikir positif terhadap test IMS dilakukan pada saat hamil 8. Bersedia untuk melakukan test IMS D. Test IMS 1. Apakah ibu melakukan test IMS? a. Ya b. Tdak Setuju Tidak Setuju 57 MASTER DATA PENELITIAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 2 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 Pengetahuan 3 4 5 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 6 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 7 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 PTOT 3 3 6 5 5 5 3 4 3 6 3 5 5 3 3 7 3 4 5 7 6 5 6 5 7 5 3 4 3 5 7 3 3 7 3 3 3 7 6 5 4 3 7 6 4 PK 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 2 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 3 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 Sikap 4 5 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 6 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 7 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 8 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 STOT 4 4 5 4 4 6 7 4 5 4 4 8 3 5 5 8 6 6 7 6 8 4 5 5 5 6 8 7 4 8 5 4 3 4 7 4 4 6 8 7 3 8 3 5 3 SK 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 Test IMS 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 58 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 3 3 3 4 5 3 4 3 7 3 4 5 4 3 6 3 3 7 3 2 6 3 3 6 6 4 5 7 4 6 7 3 3 6 6 3 3 7 6 7 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 6 3 5 3 8 4 5 6 4 4 7 5 5 5 4 4 7 7 4 6 4 5 8 4 4 6 8 6 6 6 6 7 6 3 5 3 6 8 8 4 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 59 Frequencies pe1 Valid 0 1 Total Frequency 17 68 85 Percent 20.0 80.0 100.0 Valid Percent 20.0 80.0 100.0 Cumulative Percent 20.0 100.0 pe2 Valid 0 1 Total Frequency 32 53 85 Percent 37.6 62.4 100.0 Valid Percent 37.6 62.4 100.0 Cumulative Percent 37.6 100.0 pe3 Valid 0 1 Total Frequency 31 54 85 Percent 36.5 63.5 100.0 Valid Percent 36.5 63.5 100.0 Cumulative Percent 36.5 100.0 pe4 Valid 0 1 Total Frequency 34 51 85 Percent 40.0 60.0 100.0 Valid Percent 40.0 60.0 100.0 Cumulative Percent 40.0 100.0 pe5 Valid 0 1 Total Frequency 27 58 85 Percent 31.8 68.2 100.0 Valid Percent 31.8 68.2 100.0 Cumulative Percent 31.8 100.0 60 pe6 Valid 0 1 Total Frequency 38 47 85 Percent 44.7 55.3 100.0 Valid Percent 44.7 55.3 100.0 Cumulative Percent 44.7 100.0 pe7 Valid 0 1 Total Frequency 29 56 85 Percent 34.1 65.9 100.0 Valid Percent 34.1 65.9 100.0 Cumulative Percent 34.1 100.0 Pengetahuan Valid Baik Tidak Baik Total Frequency 50 35 85 Percent 58.8 41.2 100.0 Valid Percent 58.8 41.2 100.0 Cumulative Percent 58.8 100.0 s1 Valid 0 1 Total Frequency 13 72 85 Percent 15.3 84.7 100.0 Valid Percent 15.3 84.7 100.0 Cumulative Percent 15.3 100.0 s2 Valid 0 1 Total Frequency 30 55 85 Percent 35.3 64.7 100.0 Valid Percent 35.3 64.7 100.0 Cumulative Percent 35.3 100.0 s3 Valid 0 1 Total Frequency 33 52 85 Percent 38.8 61.2 100.0 Valid Percent 38.8 61.2 100.0 Cumulative Percent 38.8 100.0 61 s4 Valid 0 1 Total Frequency 28 57 85 Percent 32.9 67.1 100.0 Valid Percent 32.9 67.1 100.0 Cumulative Percent 32.9 100.0 s5 Valid 0 1 Total Frequency 34 51 85 Percent 40.0 60.0 100.0 Valid Percent 40.0 60.0 100.0 Cumulative Percent 40.0 100.0 s6 Valid 0 1 Total Frequency 29 56 85 Percent 34.1 65.9 100.0 Valid Percent 34.1 65.9 100.0 Cumulative Percent 34.1 100.0 s7 Valid 0 1 Total Frequency 33 52 85 Percent 38.8 61.2 100.0 Valid Percent 38.8 61.2 100.0 Cumulative Percent 38.8 100.0 s8 Valid 0 1 Total Frequency 26 59 85 Percent 30.6 69.4 100.0 Valid Percent 30.6 69.4 100.0 Cumulative Percent 30.6 100.0 Sikap Valid Positif Negatif Total Frequency 53 32 85 Percent 62.4 37.6 100.0 Valid Percent 62.4 37.6 100.0 Cumulative Percent 62.4 100.0 62 Test IMS Valid Melakukan Tidak Melakukan Total Frequency 49 36 85 Percent 57.6 42.4 100.0 Valid Percent 57.6 42.4 100.0 Cumulative Percent 57.6 100.0 Crosstabs Pengetahuan * Test IMS Crosstab Pengetahuan Baik Total Count Expected Count % of Total Tidak Baik Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Pearson Chi-Square b Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Test IMS Melakukan Tidak Melakukan 37 13 28.8 21.2 43.5% 15.3% 12 23 20.2 14.8 14.1% 27.1% 49 36 49.0 36.0 57.6% 42.4% Chi-Square Tests Asymp. Sig. Exact Sig. (2Value df (2-sided) sided) a 13.300 1 .000 11.723 1 .001 13.529 1 .000 .000 13.144 1 .000 Total 50 50.0 58.8% 35 35.0 41.2% 85 85.0 100.0% Exact Sig. (1-sided) .000 85 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.82. b. Computed only for a 2x2 table 63 Sikap * Test IMS Crosstab Sikap Positif Negatif Total Pearson Chi-Square b Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Test IMS Melakukan Tidak Melakukan 37 16 30.6 22.4 43.5% 18.8% 12 20 18.4 13.6 14.1% 23.5% 49 36 49.0 36.0 57.6% 42.4% Chi-Square Tests Asymp. Sig. Exact Sig. (2Value df (2-sided) sided) a 8.532 1 .003 7.260 1 .007 8.579 1 .003 .006 8.432 1 .004 Total 53 53.0 62.4% 32 32.0 37.6% 85 85.0 100.0% Exact Sig. (1-sided) .003 85 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.55. b. Computed only for a 2x2 table