BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Insiden maupun
prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara tidak diketahui dengan pasti. Upaya
pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum
memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hambatan
seperti timbulnya resistensi terhadap obat, pengaruh faktor lingkungan yang makin
memberikan kemudahan terjadinya penularan atau penyebaran infeksi menular
seksual, kesulitan dalam menegakkan diagnosis, pengobatan yang tidak tepat, dan
faktor stigma yang masih terus dikaitkan dengan penderita IMS. (Direktorat
PPM&PLP, Kem.Kes RI 2011).
Menurut World Health Organization (WHO, 2009) pencegahan infeksi
menular seksual terdiri dari dua bagian, yakni pencegahan primer dan pencegahan
sekunder. Pencegahan primer terdiri dari penerapan perilaku seksual yang aman.
Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan
perawatan seksual, pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta pemberian
dukungan atau pelayanan kesehatan pada pasien yang sudah terinfeksi oleh penyakit
menular seksual.
Penularan IMS umumnya adalah melalui hubungan seksual (90%), sedangkan
cara lainnya yaitu melalui tranfusi darah, jarum suntik, ibu hamil kepada bayi yang
1
2
dikandungnya, dan lain-lain. Sumber penularan utama adalah wanita pekerja seksual
(80%). IMS sering juga disebut penyakit kelamin, penyakit veneral, ataupun infeksi
menular seksual (IMS).
IMS merupakan penyakit yang ditakuti oleh setiap orang. Angka kejadian
penyakit ini termasuk tinggi di Indonesia. IMS atau Penyakit Kelamin (venereal
diseases) telah lama dikenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia,
yaitu sifilis dan gonoroe. Dengan semakin majunya peradaban dan ilmu pengetahuan,
makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru, dan istilah venereal diseases
berubah menjadi sexually transmitted diseases atau IMS.
Angka kejadian IMS saat ini cenderung meningkat di Indonesia. Ini bisa
dilihat dari angka kesakitan IMS di Indonesia pada Tahun 2007 adalah sebanyak
11.141 kasus kejadian IMS. Angka kesakitan ini mengalami peningkatan bila
dibandingakan dengan hasil survei pada Tahun 2008 yaitu sebanyak 16.110 kasus
kejadian IMS, sedangkan pada Tahun 2009 sebanyak 19.973 kasus Kejadian IMS di
Indonesia. Penyebarannya sulit ditelusuri sumbernya, sebab tidak pernah dilakukan
registrasi terhadap penderita yang ditemukan. Jumlah penderita yang sempat terdata
hanya sebagian kecil dari jumlah penderita sesungguhnya (Depkes RI, 2009).
Faktor yang menyebabkan angka kejadian PMS antara lain: 1) Seks tanpa
pelindung, meski kondom tidak seratus persen dapat mencegah PMS, namun kondom
tetap merupakan cara terbaik untuk menghindar dari infeksi. Penggunaan kondom
dapat menurunkan laju penularan PMS. Selain itu, penggunaan kondom yang
konsisten adalah proteksi terbaik terhadap PMS, 2) Berganti-ganti pasangan, semakin
3
banyak pasangan seksual semakin besar kemungkinan terekspos suatu PMS, 3) Mulai
aktif secara seksual pada usia dini, kaum muda lebih besar kemungkinannya untuk
terkena PMS daripada orang yang lebih tua.
Hal ini dikarenakan wanita muda khususnya lebih rentan terhadap PMS
karena tubuh mereka lebih kecil dan belum berkembang sempurna sehingga lebih
mudah terinfeksi, selain itu, kaum muda juga lebih jarang menggunakan kondom saat
melakukan hubungan seksual, terlibat perilaku seksual, dan suka berganti-ganti
pasangan, 4) Pengggunaan alkohol, konsumsi alkohol dapat berpengaruh terhadap
kesehatan seksual. Orang yang biasa minum alkohol bisa jadi kurang selektif memilih
pasangan seksual dan menurunkan batasan. Alkohol dapat membuat seseorang sukar
memakai kondom dengan benar maupun sulit meminta pasangannya menggunakan
kondom, 5) Penyalahgunaan obat, prinsipnya hampir sama dengan penggunaan
alkohol, orang yang berhubungan seksual di bawah pengaruh obat lebih besar
kemungkinannya melakukan perilaku seksual beresiko/tanpa pelindung. Pemakaian
obat terlarang juga memudahkan orang lain memaksa seseorang melakukan perilaku
seksual selain itu, penggunaan obat dengan jarum suntik diasosiasikan dengan
peningkatan resiko penularan penyakit lewat darah, seperti hepatitis dan HIV, yang
juga bisa ditransmisikan lewat seks, 6) Seks untuk uang, Orang yang menjual seks
sering berganti-ganti pasangan sehingga rentan untuk mengalami PMS, 7) Monogami
serial, Monogami serial adalah mengencani/menikahi satu orang saja pada suatu
masa, tapi kalau diakumulasi jumlah orang yang dikencani/dinikahi juga banyak.
4
Perilaku ini juga berbahaya, sebab orang yang mempraktekkan monogami
serial berpikir bahwa mereka saat itu memiliki hubungan eksklusif sehingga akan
tergoda untuk berhenti menggunakan pelindung ketika berhubungan seksual.
Sebenarnya monogami memang efektif mencegah PMS, tapi hanya pada monogami
jangka panjang yang kedua pasangan sudah dites kesehatan reproduksi, 9) Sudah
terkena suatu PMS, penderita yang sudah pernah mengalami PMS lebih rentan
terinfeksi PMS jenis lainnya, 10) Cuma pakai pil KB untuk kontrasepsi, kadang orang
lebih menghindari kehamilan daripada PMS sehingga mereka memilih pil KB sebagai
alat kontrasepsi utama. Karena sudah merasa terhindar dari kehamilan, mereka
enggan memakai kondom. Ini bisa terjadi ketika orang tidak ingin menuduh
pasangannya berpenyakit (sehingga perlu disuruh pakai kondom) atau memang tidak
suka pakai kondom dan menjadikan pil KB sebagai alasan.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan diperoleh bahwa banyak
ibu hamil tidak melakukan test IMS. Keadaan ini terkait dengan pengetahuan yang
kurang dan sikap yang negative terhadap penyakit IMS. Dan berdasarkan wawancara
kepada 5 orang ibu hamil bahwa 3 orang (60,0%) tidak melakukan test IMS dan
sebanyak 2 orang (40,0%) melakukan test IMS. Keadaan ini terkait dengan
pengetahuan ibu hamil yang kurang tentang IMS dan sikap ibu hamil yang kurang
terhadap penyakit IMS dan test IMS.
5
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian
tentang ” Hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah
kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan”.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil
dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh
Selatan.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan
sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan
Kluet Utara Aceh Selatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk melihat hubungan pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja
Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
2. Untuk melihat hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja
Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
6
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh
Selatan bahwa pengetahuan tentang IMS dan sikap test
sangatlah penting.
Sehingga diperlukan upaya preventif kepada ibu hamil agar sikap positif terhadap
test IMS.
2. Bagi Ibu Hamil
Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang test IMS sehingga terjadi
peningkatan pelaksanaan test IMS
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan untuk memperkokoh teori atau ilmu pengetahuan tentang
IMS dengan sikap positif terhadap test IMS.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran.
Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara
orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan
yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena
adanya pemahaman-pemahaman baru.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi
masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk,
rasa, dan aroma masakan tersebut.
7
8
2.1.2. Kategori Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh
petanyaan
b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh
pertanyaan
c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh
pertanyaan
2.1.3. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang
paling rendah
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat
9
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain
sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada.
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek
2.1.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005) beliau menulis tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :
10
1.
Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada perkembangan
orang lain menuju kearah cita-cita tertentu (Soematno,1992). Pendidikan
diperlukan untuk mendapatkan informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki sebaliknya. Pendidikan yang kurang akan
menghambat sikap seseorang terhadap nilai- nilai yang diperkenakan.
2.
Usia
Semakin cukup umur seseorang pengetahuan akan lebih matang atau lebih baik
dalam berfikir dan bertindak, makin mudah seseorang akan mempengaruhi
tingkat pengetahauan seseorang (Susan Bastable, 2002).
3.
Pengalaman
Pengalaman juga mempengaruhi pengetahuan karena dari pengalaman yang ada
pada dirinya maupun pengalaman orang lain dapat dijadikan sebagai acuan untuk
meningkatkan pengetahuan, sebab dari pengalaman itu ia tidak merasa canggung
lagi karena telah mengetahui seluruhnya.
4.
Support sistem
Lingkungan yang ada di sekitar dapat mempengaruhi pengetahuan manusia
karena lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik, dapat meningkatkan
pengetahuan juga mengetahui sesuatu yang belum diketahui.
2.1.5. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
11
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas(Notoadmodjo, 2003).
Pengukuran pengetahuan dimaksud untuk mengetahui status pengetahuan
seseorang dan disajikan dalam persentase kemudian ditafsirkan dengan kalimat yang
bersifat kualitatif, yaitu baik (76%-100%), cukup (60%-75%), kurang (<60%)
(Nursalam, 2010).
2.2. Sikap
2.2.1. Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau obyek, sehingga manifestasi sikap tidak langsung dapat
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan (Notoadmojo, 2003). Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
sosial.
2.2.2. Tingkatan Sikap
1. Menerima (receiving).
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan.
2. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi sikap tingkat dua.
12
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko
merupakan sikap yang paling tinggi (Azwar, 2005).
2.2.3. Komponen Pokok Sikap
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling
menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (Affective) dan
komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang
dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang
menyangkut aspek emosional dan komponen konatif yang merupakan aspek
kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang
(Azwar, 2005).
2.2.4. Interaksi Komponen-Komponen Sikap
Menurut Azwar (2005), para ahli psikologi sosial banyak yang beranggapan
bahwa ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapan
dengan satu obyek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan
sikap yang beragam. Dan apabila salah satu saja diantara komponen sikap (cognitive,
affective, conative) tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi
ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya perubahan sikap sedemikian rupa
sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip ini banyak dimanfaatkan dalam
13
manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain,
yaitu dengan memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat
menimbulkan inkonsistensi antara komponen-komponen sikap pada diri seseorang.
2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap, sebagaimana
yang diungkapkan oleh Azwar (2005) dalam bukunya Sikap Manusia, Teori dan
Pengukurannya yaitu dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola
sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:
1. Pengalaman pribadi
Hal-hal yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi
penghayatan terhadap stimulus. Pengalaman pribadi yang memberik kesan kuat
merupakan dasar pembentukan sikap (Azwar, 2005).
2. Pengaruh lingkungan sosial
Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan orang-orang yang
berpengaruh terhadap dirinya, hal ini dimotivasi oleh keinginan untuk bergabung
dan menghindari konflik dengan orang yang di anggap penting (Azwar, 2005).
3. Pengaruh kebudayaan
Pengaruh kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar (Azwar, 2005).
14
4. Media massa
Media massa sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh besar dalam
pembentukan dan kepercayaan individu. Informasi baru yang disampaikan
memberi landasan kognitif baru, pesan sugestif yang kuat akan memberi dasar
afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar,
2005). Media audiovisual secara psikis dapat menggelorakan dorongan seksual
(Sakti dan Kusuma, 2006).
5. Institusi, atau lembaga pendidikan dan lembaga agama
Di dalam kedua lembaga tersebut meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara
sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan
pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya (Azwar, 2005).
6. Jenis kelamin
Jenis kelamin akan menentukan sikap seseorang, karena reproduksi dan hormonal
berbeda, yang diikuti perbedaan proses fisiologi tubuh. Kadar hormon testosteron
laki-laki lebih tinggi dibanding wanita, tetapi wanita lebih sensitif terhadap
hormon testosteron (Sakti dan Kusuma, 2006).
7. Pengetahuan
Sikap seseorang terhadap suatu obyek menunjukkan pengetahuan orang tersebut
terhadap objek yang bersangkutan (Walgito, 2003).
8. Faktor emosi dalam individu (Azwar, 2005).
15
2.2.6. Ciri-ciri Sikap
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari.
2. Sikap dapat berubah-rubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat
berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap
suatu objek.
4. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan
suatu hal.
5. Sikap mempunyai segi-Segi motivasi dan segi-segi perasaan (Azwar, 2005).
2.2.7. Sifat Sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2005).
1. Sikap
positif
kecenderungan
tindakan
adalah
mendekati,
menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu.
2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,
tidak menyukai obyek tertentu.
2.2.8. Cara Pengukuran Sikap.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden
terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner
(Notoadmojo, 2003).
16
2.3. Kehamilan
2.3.1. Pengertian
Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah. Setiap wanita yang
memiliki organ reproduksi sehat, yang telah mengalami menstruasi, dan melakukan
hubungan seksual dengan seorang pria sangat besar kemungkinan akan mengalami
kehamilan (Mandriwati,2008).
Kehamilan merupakan proses mata rantai yang berkesinambungan terdiri dari
ovulasi : pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum, terjadi konsepsi
dan pertumbuhan zigot, terjadi nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan
placenta, tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2008). Masa
kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah
280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir
(Abdul Bari Saifudin, 2008). Selama kehamilanya, ibu hamil dianjurkan melakukan
kunjugan antenatal minimal 4 kali. Kehamilan dibagi menjadi III trismester yaitu
pada Tm I 1 kali, Tm II 1 kali, Tm III 2 kali, guna untuk mengetahui masalah
kesehatan selama kehamilan, apakah masalah tersebut bersifat fisiologis yang dapat
mengancam kehamilan. Komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan antara
lain hiperemesis gravidarum, pendarahan, anemia, eklampsia, nyeri perut yang hebat,
pusing terus-menerus, gangguan penglihatan, demam, serta terjadi iritasi dan infeksi
pada vagina (Sarwono, 2006).
17
2.3.2. Fisiologis
Fisiologis adalah merupakan cabang dari Ilmu biologis yang mempelajari
objek spesifik makhluk hidup dari sudut pandang struktur dan fungsinya. Secara
terminologis istilah fisiologis berasal dari bahasa Yunani yaitu (Physis alam dan
Logos: Ilmu).
Fisiologi kehamilan adalah seluruh proses fungsi tubuh pemeliharaan janin
dalam kandungan yang disebabkan pembuahan sel telur oleh sel sperma, saat hamil
akan terjadi perubahan fisik dan hormon yang sangat berubah drastis (Wikepedia,
2007)
2.3.3. Penyebab Fisiologis Selama Kehamilan
Ada dua penyebab terjadinya fisiologis pada ibu hamil, diantaranya adalah :
a. Selama kehamilan tubuh akan menghasilkan banyak hormone progesterone yang
sama konsistensinya meningkat persis sebelum timbulnya menstruasi karena
peningkatan hormone hampir semua wanita bahkan pada kehamilan yang paling
positif ibu akan merasakan depresi rasa takut dan bimbang.
b. Hormone estrogen ibu meningkat dan menyebabkan ibu merasa mual dan muntah
pada pagi hari, sering buang air kecil, dan payudara terasa nyeri. Ibu merasa tidak
sehat sehingga sulit bagi ibu ini merasakan kebahagian atas kehamilanya. Hal ini
dapat terjadi pada psikologis dan fisiologis ibu secara fisik.
2.3.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehamilan
Ada tiga faktor yang mempengaruhi kehamilan, yaitu faktor fisik, faktor
psikologis dan faktor sosial budaya dan ekonomi.
18
1. Faktor fisik
Seorang ibu hamil dipengaruhi oleh status kesehatan dan status gizi ibu tersebut.
Status kesehatan dapat diketahui dengan memeriksakan diri dan kehamilannya ke
pelayanan kesehatan terdekat, puskesmas, rumah bersalin, atau poliklinik
kebidanan. Adapun tujuan dari pemeriksaan kehamilan yang disebut dengan Ante
Natal Care (ANC) tersebut adalah :
a. Memantau kemajuan kehamilan. Dengan demikian kesehatan ibu dan janin
pun dapat dipastikan keadaannya.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik dan mental ibu, karena
dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, petugas kesehatan (bidan atau
dokter) akan selalu memberikan saran dan informasi yang sangat berguna bagi
ibu dan janinnya
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama kehamilan dengan melakukan pemeriksaan pada ibu
hamil dan janinnya
d. Mempersiapkan ibu agar dapat melahirkan dengan selamat. Dengan
mengenali kelainan secara dini, memberikan informasi yang tepat tentang
kehamilan dan persalinan pada ibu hamil, maka persalinan diharapkan dapat
berjalan dengan lancar, seperti yang diharapkan semua pihak
e. Mempersiapkan agar masa nifas berjalan normal. Jika kehamilan dan
persalinan dapat berjalan dengan lancar, maka diharapkan masa nifas pun
dapar berjalan dengan lancer
19
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima bayi. Bahwa salah
satu faktor kesiapan dalam menerima bayi adalah jika ibu dalam keadaan
sehat setelah melahirkan tanpa kekurangan suatu apa pun
2. Faktor Psikologis
Yang turut mempengaruhi kehamilan biasanya terdiri dari :
a. Stressor. Stress yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi kesehatan
ibu dan janin. Janin dapat mengalami keterhambatan perkembangan atau
gangguan emosi saat lahir nanti jika stress pada ibu tidak tertangani dengan
baik.
b. Dukungan keluarga juga merupakan andil yang besar dalam menentukan
status kesehatan ibu. Jika seluruh keluarga mengharapkan kehamilan,
mendukung bahkan memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka
ibu hamil akan merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap dalam
menjalani kehamilan, persalinan dan masa nifas (Glade B. 2001).
3. Faktor lingkungan sosial, budaya dan ekonomi.
Faktor ini mempengaruhi kehamilan dari segi gaya hidup, adat istiadat, fasilitas
kesehatan dan tentu saja ekonomi. Gaya hidup sehat adalah gaya hidup yang
digunakan ibu hamil. Seorang ibu hamil sebaiknya tidak merokok, bahkan kalau
perlu selalu menghindari asap rokok, kapan dan dimana pun ia berada. Perilaku
makan juga harus diperhatikan, terutama yang berhubungan dengan adat istiadat.
Jika ada makanan yang dipantang adat padahal baik untuk gizi ibu hamil, maka
sebaiknya tetap dikonsumsi. Demikian juga sebaliknya Yang tak kalah penting
20
adalah personal hygiene. Ibu hamil harus selalu menjaga kebersihan dirinya,
mengganti pakaian dalamnya setiap kali terasa lembab, menggunakan bra yang
menunjang payudara, dan pakaian yang menyerap keringat.
Ekonomi juga selalu menjadi faktor penentu dalam proses kehamilan yang sehat.
Keluarga dengan ekonomi yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara
rutin, merencanakan persalinan di tenaga kesehatan dan melakukan persiapan
lainnya dengan baik. Namun dengan adanya perencanaan yang baik sejak awal,
membuat tabungan bersalin, maka kehamilan dan proses persalinan dapat berjalan
dengan baik.
2.4. Infeksi Menular Seksual
2.4.1. Pengertian
Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual
(PMS)atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STDs),
SexuallyTransmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). Dimana pengertian
dari IMSini adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual
denganpasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit kelamin atau
penyakit kotor.Namun ini hanya menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin. Istilah
IMS lebih luasmaknanya, karena menunjuk pada cara penularannya (Ditjen PPM &
PL, 2010).
IMS atau Seksually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau
penyakityang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan
21
seksual. IMSyang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling
tinggi kasusnya adalah AIDS, karena mengakibatkankematian padapenderitanya.
AIDS tidak bisa diobati dengan antibiotik (Zohra dan Rahardjo, 1999).
Menurut Aprilianingrum (2002), IMS didefinisikansebagai penyakit yang
disebabkan karena adanya invasivirus, bakteri,dan parasit yang sebagian besar
menular melalui hubungan seksual,baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis.
2.4.2. Bahaya IMS
IMS menjadi pembicaraan yang begitu penting setelah muncul kasus penyakit
AIDS yang menelan banyak korban meninggal dunia, dan sampai sekarang
pengobatan yang paling manjur masih belum ditemukan. Ini bisa dilihat dari angka
kesakitan IMS di Indonesia pada Tahun 2007 adalah sebanyak 11.141 kasus kejadian
IMS. Angka kesakitan ini mengalami peningkatan bila dibandingakan dengan hasil
survei pada Tahun 2008 yaitu sebanyak 16.110 kasus kejadian IMS, sedangkan pada
Tahun 2009 sebanyak 19.973 kasus Kejadian IMS di Indonesia Apalagi komplikasi
dari IMS (termasuk AIDS) bisa dibilang banyak dan akibatnya pun cukup fatal.
Ada beberapa bahaya IMS munurut WHO (2009), yaitu:
1.
Kebanyakan IMS dapat menyebabkan kita sakit. Pada wanita dapat menyerang
saluran indung telur, indung telur, rahim, kandung kencing, leher rahim, vagina,
saluran kencing, anus. Pada pria dapat menyerang kandung kencing, vas
deferens, prostat, penis, epididymis, testicle, saluran kencing, kantung zakar,
seminal vesicle, anus.
22
2.
Beberapa IMS dapat menyebabkan kemandulan
3.
Beberapa IMS dapat menyebabkan keguguran
4.
IMS dapat menyebabkan kanker leher rahim
5.
Beberapa IMS dapat merusak penglihatan, otak dan hatiPMS dapat menular
kepada bayi
6.
IMS dapat menyebabkan kita rentan terhadap HIV/AIDS
7.
Beberapa PMS ada yang tidak bisa disembuhkan
8.
Bisa menyebabkan kematian
9.
Kehamilan di luar kandungan Infeksi menyeluruh
10. Nyeri di perut bawah akibat infeksi saluran reproduksi (ISR) bagian dalam atau
radang panggul
11. Bayi labir dengan cacat bawaan, lahir terlalu dini, lahir dengan berat badan
rendah atau lahir sudah terinfeksi IMS
12. Epidimitis dan prostatitis
13. Striktur uretra
IMS menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan
menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya.
Penyakit ini sudah ada sejak zaman Mesir, dimana sebagai ilustrasi, pada tahun 1974
telah ditemukan sebanyak 850.000 kasus PMS/ tahun, dan diantaranya terdapat 1255
kasus Sifilis/ tahun.
Beberapa IMS yang sering ditemukan di Indonesia antara lain adalah :
1.
Disebabkan oleh Bakteri : Gonorhoe, Sifilis, Urethritis, Vaginosis Bakterial
23
2.
Disebabkan Virus : AIDS, Herpes Genitalis, Hepatitis B, Kondiloma Akuminata
3.
Disebabkan oleh Jamur : Kandidiasis Vaginosis
4.
Disebabkan oleh Parasit : Scabies, Pedikulosis Pubis
2.4.3. Yang Berisiko Terkena IMS
Setiap orang bisa tertular IMS. Orang yang paling berisiko terkena IMS
adalah orang yang suka berganti pasangan seksual dan orang yang walaupun setia
pada satu pasangan namun pasangan tersebut suka berganti-ganti pasangan seksual.
Kebanyakan yang terkena IMS berusia 15-29 tahun, tapi ada pula bayi yang lahir
membawa IMS karena tertular dari ibunya.
Masih ada stigma di masyarakat bahwa IMS maupun HIV/ AIDS hanya dapat
menular bagi orang yang berperilaku „menyimpang‟. Padahal bila kita melihat korban
yang sesungguhnya, tak jarang ditemui ibu rumah tangga di keluarga yang
mengalami IMS, hanya tertular dari pasangan seksualnya yang terlebih dahulu
terjangkit IMS.
Menurut WHO Information Fact Sheet No 249 June 2000, dibanding laki-laki
perempuan lebih rentan terhadap IMS baik secara biologis, kultur dan sosioekonomis.
Konsekuensi juga terjadi pada bayi yang dikandung jika perempuan terinfeksi pada
saat hamil. Perempuan cenderung tidak mencari pengobatan, selain karena tidak
adanya gejala yang dirasakan, hal ini juga disebabkan karena adanya stigma yang
dilekatkan pada perempuan yang menderita IMS dicap “nakal” dan sering juga
karena tidak ada waktu atau uang untuk memeriksakan diri.Dalam IMS yang
24
dimaksud perilaku resiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang yang
mempunyai resiko besar terserang penyakit.
2.4.4. Cara Penularan IMS
Pada saat melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan
seseorang yang mengidap IMS terutama seks anal dan seks oral, yang dapat
mengakibatkan luka. Kebanyakan IMS didapat dari hubungan seks yang tidak aman.
Yang dimaksud dengan seks yang tidak aman, adalah melakukan hubungan seksual
lewat vagina tanpa kondom (penis di dalam vagina), melakukan hubungan seksual
lewat anus tanpa kondom (penis di dalam anus), dan hubugan seksual lewat oral atau
karaoke (penis di dalam mulut tanpa kondom atau mulut menyentuh alat kelamin
wanita)
Perempuan lebih rentan tertular IMS dibandingkan dengan laki-laki karena
saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh cairan
sperma. Jika sperma terinfeksi oleh IMS, maka perempuan tersebut pun bisa
terinfeksi jika perempuan terinfeksi IMS, dia tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak
munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan komplikasi.
Banyak orangkhususnya perempuan dan remajaenggan untuk mencari pengobatan
karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka menderita IMS.
2.4.5. Pencegahan IMS
Menurut Komisi penanggulangan AIDS (2011) pada umumnya prinsip utama
dari pencegahan IMS secara prinsip mempunyai dua cara, yaitu :
1.
Memutuskan rantai penularan IMS.
25
2.
Dengan tidak melakukan hubungan seksual, tidak berganti-ganti pasangan,
menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seksual.
3.
Mencegah berkembangnya IMS serta komplikasi-komplikasinya.
Cara yang paling efektif untuk mencegah penularan IMS adalah menghindari
kontak bagian tubuh atau cairan yang dapat menyebabkan transfer dengan pasangan
yang terinfeksi.
Vaksinasi merupakan cara yang efektif dalam mencegah komplikasikomplikasi dari IMS. Vaksin yang tersedia yang melindungi terhadap IMS virus,
seperti Hepatitis B dan beberapa jenis HPV. Vaksinasi sebelum memulai kontak
seksual disarankan untuk menjamin perlindungan maksimal.
Pencegahan yang bisa dilakukan antara lain tidak melakukan hubungan seks,
tidak berganti-ganti pasangan dan menggunakan kondom setiap hubungan seks,
menghindari transfusi darah dengan donor yang tidak jelas asal-usulnya dan
kebiasaan menggunakan alat kedokteran maupun non medis yang steril.
2.4.6. Macam-Macam Infeksi Menular Seksual
1. Gonoroe
Gonoroe adalah semua infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrohoeae.
Kuman ini bersifat gram negative, tampak di luar dan didalam leukosit
polimorfnuklear, tidak dapat bertahan lama di udara bebas, cepat mati pada
keadaan kering, tidak tahan pada suhu di atas 390C, dan tidak tahan zat
desinfektan.
26
Gambaran klinik dan perjalanan panyakit pada perempuan berbeda dengan pria.
Hal ini disebabkan perbedaan anatomi fisiologi alat kelamin pria dan wanita.
Gonoroe pada perempuan kebanyakan asimtomatik sehingga sulit untuk
menemukan masa inkubasinya. Infeksi pada uretra dapat bersifat simptomatik
ataupun asimptomstik, tetapi umumnya jarang terjadi tanpa infeksi pada serviks,
kecuali pada perempuan yang telah di histerektomi.
Keluhan traktus genitourinarius bawah yang paling sering adalah bertambahnya
duh genital, disuria yang kadang-kadang disertai poliuria, perdarahan masa haid,
dan menoragia. Daerah yang paling sering terinfeksi adalah serviks. Pada
pemeriksaan, serviks tampak hiperemis dengan erosi dan secret mukopurulen.
Komplikasi yang sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal
genitalia. Infeksi pada serviks dapat menimbulkan komplikasi salpingitis atau
penyakit radang panggul (PRP). PRP yang simptomatik ataupun asimptomatik
dapat mengakibatkan jaringan parut pada tuba sehingga menyebabkan infertilitas
atau kehamilan ektopik.
Untuk perempuan hamil dengan resiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining
terhadap infeksi gonoroe pada saat datang untuk pertama kali antenatal care dan
juga trimester ketiga kehamilan.
2. Klamidiasis
Klamidiasis genital adalah infeksi yang disebabakan oleh bakteri Chlamydia
trachomatis, berukuran 0,2-1,5 mikron, berbentuk sferis, tidak bergerak, dan
merupakan parasit intrasel obligat. Terdapat 3 spesies yang pathogen terhadap
27
manusia yaitu, C. pneumonia, C.psittaci, dan C. trachomatis sendiri mempunyai
15 macam serovar, serovar A,B,Ba,dan C merupakan penyebab trachoma
endemic, serovar B,C,D,E,F,G,H,I,J, dan K dan M merupakan penyebab infeksi
trakrtus genitourinarius serta pneumonia pada neonates. Sementara itu, serovar
L1,L2,dan L3 menyebabkan penyakit limfogranuloma verereum. Yang menjadi
dasar pembagian berbagai serovar CT adalah ekspresi major outer membrane
protein. Masa inkubasi berkisar antara1-3 minggu. Manifestasi klinik infeksi CT
merupakan efek gabungan berbagai factor, yaitu kerusakan jaringan akibat
reflikasi CT, respons inflamasi terhadap CT, dan bahan nerotik dari sel pejamu
yang rusak. Sebagian besar infeksi CT asimptomatik dan tidak menunjukkan
gejala klinik spesifik. Endoseriviks merupakan organ pada perempuan yang
paling sering terinfeksi CT. walaupun umunya infeksi CT asimptomatik, 37%
perempuan memberi gambaran klinik duh mukopurulen dan 19% ektopi
hipertrofik. Servisitis dapat ditegakkan bila ditemukan duh serviks yang
mukopurulen, ektopi serviks, odema, dan perdarahan serviks baik spontan
maupun dengan hapusan ringan lidi kapas. Infeksi pada serviks dapat menyebar
melalui rongga endometrium hingga mencapai tuba falloppii. Secara klinis dapat
memberi gejala menoragia dan metroragia. Sebanyak 10% CT pada serviks akan
menyebar secara asendens dan menyebabkan penyakit radang panggul (PRP).
Infeksi CT yang kronis dan / atau rekuren menyebabkan jaringan parut pada tuba.
Komplikasi jangka panjang yang sering adalah kehamilan ektopik dan infertilitas
akibat obstruksi. Komplikasi lain dapat pula terjadi seperti arthritis reaktif dan
28
perihepatitis. Perempuan hamil yang terinfeksi dengan C. trachomatis
menunjukkan gejala keluarnya secret vagina, perdarahan, disuria, dan nyeri
panggul. Namun, sebagian besar perempuan hamil tidak menunjukkan gejala.
Pemeriksaan
panggul
dapat
membantu
menunjukkan
adanya
servisitis.
Perdarahan endoserviks juga dapat mengarah pada infeksi serviks pada
kehamilan. Dampak infeksi CT pada kehamilan dapat menyebabkan abortus
spontan, kelahiran premature, dan kematian perinatal. Di samping itu, bisa juga
mengakibatkan konjungtivitis pada neonates dan pneumonia infantile. Oleh
karena itu, untuk perempuan hamil dengan resiko tinggi juga dianjurkan untuk
skrining terhadap infeksi CT pada saat dating untuk pertama kali antenatal dan
juga pada trimester III kehamilan.
3. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh
Trichomonas Vaginalis (TV), biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan
sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah baik pada perempuan
maupun pria.
Gejala klinik pada perempuan hamil tidak banyak berbeda dengan keadaan tidak
hamil. Akan tetapi, bila ditemukan infeksi TV pada trimester kedua kehamilan
dapat mengakibatkan premature rupture membrane, bayi berat lahir rendah
(BBLR) dan abortus. Oleh karena itu, pemeriksaan skrining pada pertama kali
antenatal perlu dilakukan. Diagnosis trikomoniasis paling sering ditegakkan
29
dengan melihat trikomonad hidup pada sediaan langsung duh tubuh penderita
dalam larutan NaCl fisiologik.
4. Vaginosis bacterial
Vaginosis bacterial adalah sindrom klinik akibat pergantian lactobasillus spp
penghasil H2O2 yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob
dalam konsentrasi tinggi (seperti : bacteroides spp, mobiluncus spp, gardnerella
vaginalis, dan mycoplasma hominis). Perempuan dengan vaginosis bacterial dapat
tanpa gejala atau mempunyai keluhan dangan bau vagina yang khas yaitu bau
amis, terutama pada waktu / setelah senggama. Bau tersebut disebabkan adanya
amin yang mnguap bila cairan vagina menjadi basa.
Pada pemeriksaan ditemukan secret yang homogeny, tipis, dan berwarna keabuabuan. Tidak ditemukan tanda inflamsi pada vagina dan vulva. Vaginosis
bacterial telah diasosiasikan dengan gangguan kehamilan termasuk abortus
spontan pada kehamilan trimester pertama dan kedua, kelahiran premature,
rupture membrane yang premature, persalinan premature, bayi lahir dengan berat
badan rendah, koroiamnionitis,endometritis pascapersalinan dan infeksi luka
pascaoperasi sesar. Bukti yang ada saat ini tidak mendukung perlunya skrining
rutin untuk vaginosis bacterial pada perempuan hamil pada populasi umum.
Namun, skrining pada kunjungan pertama prenatal direkomendasikan untuk
pasien dengan riwayat kelahiran premature (misalnya pasien dengan riwayat
kelahiran premature atau rupture membran yang premature). Sebagian besar kasus
(50-75%) vaginosis bacterial bersifat asimptomatik atau dengan gejala ringan.
30
Gejala klinik termasuk bau amis seperti ikan atau bau seperti ammonia yang
berasal dari secret vagina, dan secret vagina yang homogen, tidak menggumpal,
abu-abu keputihan, tipis. Disuria dan dispareunia jarang ditemukan sedangkan
pruritas dan inflamasi tidak ada.sekret vagina yang diasosiasikan dengan
vaginosis bakterialis berasal dari vagina dan bukan dari serviks. Mengingat
dampak vaginosis bacterial pada kehamilan dan akhir kehamilan, maka sebaiknya
dilakukan skrining minimal pada waktu datang antenatal pertama kali.
5. Sifilis
Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh trefonema pallidum
yang dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai dari kulit, mukosa, jantung
hingga susunan saraf pusat, dan juga dapat tanpa manifestasi lesi di tubuh. Infeksi
terbagi atas beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis sekunder,sifilis laten dini dan
lanjut, serta neurosifilis (sifilis tersier). Sifilis umunya ditularkan lewat kontak
seksual, namun juga dapat secara vertical pada masa kehamilan. Lesi primer
sifilis berupa tukak yang bisanya timbul di daerah genital eksterna dalam waktu 3
minggu setelah kontak. Pada perempuan kelainan sering ditemukan dilabia
mayora, labia minora, fourchette, atau serviks. Gambaran klinik dapat khas, akan
tetapi dapat juga tidak khas. Lesi awal berupa papul berindurasi yang tidak nyeri,
kemudian permukaanya mengalami nekrosis dan ulserasi dengan tepi yang
meninggi, teraba keras, dan berbatas tegas. Jumlah ulserasi biasanya hanya
satu,namun dapat juga multiple. Lesi sekunder ditandai dengan malase, demam,
nyeri kepala, limfadenopati generalisata, ruam generalisata dengan lesi di
31
palmar,plantar, mukosa oral atau genital, kondiloma lata di daerah intertrigenosa
dan alopesia. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa macula, papula,
papuloskuamosa, dan pustule yang jarang disertai keluhan gatal. T. palladium
banyak ditemukan pada lesi diselaput lender atau lesi yang basah seperti
kondiloma lata. Sifilis laten merupakan fase sifilis tanpa gejala klinik dan hanya
pemeriksaan serologic yang reaktif. Hal ini mengidentifikasikan organisme ini
masih tetap ada di dalam tubuh dan dalam perjalanannya fase ini dapat
berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup.
Pada kehamilan gejala klinik tidak banyak berbeda dengan keadaan tidak hamil,
hanya perlu diwaspadai hasil tes serologi sifilis pada kehamilan normal bisa
memberikan hasil positif palsu. Transmisi treponema dari ibu ke janin umumnya
terjadi setelah plasenta berbentuk utuh, kira-kira sekitar umur kehamilan 16
minggu. Oleh karena itu bila sifilis primer atau sekunder ditemukan pada
kehamilan 16 minggu, kemungkinan untuk timbulnya sifilis congenital lebih
memungkinkan. Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menemukan T.pallidum
dalam specimen dengan menggunakan mikroskop lapang pandang gelap,
pewarnaan burry atau sel treponema misalnya : rapid plasma reagen (RPR),
venereal disease research laboratory (VDRL). Hasil positif palsu tes
nontreponemal dalam populasi masyarakat umum mencapai 1-2% (termasuk pada
ibu hamil). Tes treponemal menggunakan T. pallidum subspecies pallidum
sebagai antigen, sehingga tes ini merupakan jenis tes konfirmatif misalnya :
trefonema pallidum haemaglutinatiun assay (TPHA).
32
6. Genital warts (kutil kelamin)
Genital warts, juga di kenal sebagai kondilomata akuminatadi sebabkan oleh
human papiloma virus( HPV). Lesi dapat berprofesi selama kehamilan dan sering
mengalami regresi spontan setelah persalinan. Tidak ada komplikasi dalam
kehamilan yang di sebabkan HPV yang di ketahui srperti abortus spontan ataupun
persalinan prematur.HPV tipe 6 dan 11 dapat menyebabkan papilomatosis
respiratoris pada bayi dan anak. Rute tranmisi (misal transplasenta, perinatal,
maupun postnatal) tidak sepenuhya di mengerti.
Di perkirakan bahwa virus HPV mungkin di dapat saat melewati jalan lahir. Nilai
preventif dari operasi sesar masih tidak di ketahui. Oleh karena itu, operasi sesar
tidak di rekomendasikan sebagai prevensi transmisi HPV pad bayi dan hanya di
pertimbangkan pada kasus dengan obsrtuksi jalan lahir atau bila persalinan
pervaginam dapat menimbulkan perdaran brlebihan. Diagnosis klinik dari genital
warts biasnya sudah cukup.walaupun pemeriksaan serotife untuk HPV tersedia,
hal ini tidak di perlukan untuk diagnosis dan manajemen genital warts. Terapi
dapat di pertimbangkan, terutama pada pasien simptomatik,karena lesi dapat
menjadi rapuh ketika berprofesi selam kehamilan atau mengganggu proses
persalinan. Krioterapi dan trikloroasetik asid merupakan terapi yang di
rekomendasikan. Karena area genital sangat vaskuler selam kehamilan dan
perdarahn berlebihan dapat pada elektrokauterisasi, direkomendasikan terapi
kauterisasi, jika di indikasikan, di lakukan di rumah sakit. Imikuimod,5-
33
fluorourasil, podofilin, dan podofilrfeoktoksin di kontraindikasikan pada
kehamilan.
7. Herpes genitalis
Herpes genitalis (HG) merupakan IMS virus yang menempati urutan kedua
tersering di dunia dan merupakan penyebab ulkus genital tersering di negara
maju virus herfes simpleks tipe-2(VHS-2) merupakan penyebab HG tersering
(82%), sedangkan virus herpes simpleks tipe-1 (VHS-1) yang lebih sering di
kaitkan dengan lesi di mulut dan bibir, ternyata dapat pula di temukan pada 18%
kasus herfes genital.
Manifestasi klinik HG sangat di pengaruhi oleh faktor pejamu, pajanan VHS
sebelumnya, episode terdahulu dan tife virus. Masa inkubasi umumnya berkisar
3-7 hari, bahkan dapat lebih lama. Predileksi pada perempuan dapat di temukan di
daerah labya mayor/minor, klitoris, introitus vagina dan serviks, sedangkan yang
lebih jarang di derah perianan, bokong, dan mons pubis. Episode yang pertama
HG dapat primer maupun non-primer. Episode pertama primer adalah episode
penyakit yang terdapat pada seseorang tanpa di dahului oleh pajanan/ infeksi
VHS-1 maupun VHS-2 sebelunya. Sementara itu , episode pertama non-primer
dapat merupakan : (1) episode penyakit yang terjadi pada seseorang dengan
riwayat pajanan / infeksi VHS-1 atau VHS-2 sebelumnya, atau (2) reaktifasi dari
inveksi genital asimptomatik, atau (3) infeksi genital pada seseorang dengan
riwayat infeksi orolabialis sebelumnya.
34
Manifestasi klinik yng timbul bervariasi dari ringan sampai berat. Gejala biasanya
diawali dengan rasa terbakar dan gatal di daerah lesi yang terjadi beberapa jam
sebelumnya timbulnya lesi. Selain itu, dapat pula di sertai gejala konstitusi seperi
malese, demam dan nyeri otot. Lesi tipikal berupa vesikel berkelompok engan
dasar eritema yang mudah pecah dan menimbulkan erosi multipel. Kelenjar getah
bening regional dapat membesar dan nyeri. Masa pelepasan virus pada infeksi
primer terjadi kurang lebih 12 hari., infeksi oral VHS-1 terdahulu akan
memberkan perlindungan parsial terhadap pajanan infeksi VHS-2, sehingga
gejala klinik akibat infeksi VHS-2 sehingga gejala klinik akibat infeksi VHS-2
menjadi lebih ringan atau subklinik.
8. Infeksi HIV dan AIDS
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah sindroma dengan gejal
penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunya sstem
kekebalan tubuh oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus
masuk kedalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan
sekret vagina. Sebagian besar(75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual.
HIV awalnya di kenal dengan nama lhymphadenopathy associated virus (LAV)
merupakan golongan retrovirus dengam materi genetik ribonucleic acid (RNA)
yang dapat di ubah menjadi deoxyribonucleic acid (DNA) untuk di integrasikan
kedalam sel pejamu dan di proggram membentuk gen virus.
Virus ini cendrung menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai
antigen permukaan CD4, terutama limposit T yang memegang peranan penting
35
dalam mengatur dan mempertahan kan sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV
memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spektrum yang lebar,
mulai dari infeksi tanpa gejala (asimptomatik) pada stadium awal sampai pada
gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Setelah di awali dengan
infeksi akut,akan dapat terjadi kronik asimtomatik selam beberapa tahun di sertai
replikasi virus secara lambat.
Kemudian setelah terjadi penurunan sistem imun yang berat, maka terjadi
berbagai infeksi oportunistik dan dapat di katakan pasien telah masuk pada
keadaan AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru
timbul 10 tahun sesudah infeksi pertama, bahkan bisa lebih lama lagi. Transmisi
vertikal merupakn penyebab tersering infeksi HIV pada bayi dan anak-anak di
amerika serikat. Transmisi HIV dari ibu kepada janin dapat terjadi intrauterin (510%), saat persalin (10-20%) dan pascapersalinan (5-20%). Kelaina yang dapat
terjadi pada janin adalah berat badan lahir rendah, bayi lahir mati, partus preterm,
dan abortus spontan.
36
2.5. Kerangka Konsep
Variabel Independent
Variabel Dependent
Pengetahuan
Tes IMS
Sikap
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.6. Hipotesis Penelitian
1.
Ada hubungan pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja
Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan.
2.
Ada hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas
Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik, penelitian
yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi dengan pendekatan
cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan
dan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar
Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan
Kluet Utara Aceh Selatan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei 2015
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan yang berjumlah 85
orang.
39
38
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sebagai sampel
berjumlah 85 orang (total sampling).
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data
a. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner.
b. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari
dokumen atau catatan yang diperoleh dari Puskesmas Kota Fajar Kecamatan
Kluet Utara Aceh Selatan.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Independent
1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketaui ibu hamil tentang IMS dan
akibatnya terhadap kehamilan.
Kategori Pengetahuan : 0. Baik
1. Buruk
Pengukuran variabel tingkat pengetahuan disusun 7 pertanyaan yang diajukan
dengan jawaban ”benar (bobot nilai 1 )” dan ”salah (bobot nilai 0)”, dan
dikategorikan menjadi 2, yaitu:
0. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 4-7
39
1. Buruk, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-3
2. Sikap adalah suatu reaksi atau tanggapan ibu hamil terhadap test IMS selama
kehamilan.
Kategori Sikap :
0. Positif
1. Negatif
Pengukuran variabel sikap disusun 8 pertanyaan yang diajukan dengan
jawaban ”setuju (bobot nilai 1 )” dan ” tidak setuju (bobot nilai 0)”, dan
dikategorikan menjadi 2, yaitu:
0. Positif, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 5-8
1. Negatif, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-4
3.5.2. Variabel Dependent
Test IMS adalah pemeriksaan IMS yang dilakukan oleh ibu hamil untuk
mengetahui apakah ibu mengalami IMS atau tidak ke petugas kesehatan.
Kategori Test IMS : 0. Melakukan
1. Tidak Melakukan
40
3.6. Metode Pengukuran
Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur
Variabel
Cara dan
Alat Ukur
Skala
Ukur
Wawancara
(kuesioner)
Wawancara
(kuesioner)
Ordinal
Pemeriksaan
Ordinal
Variabel Bebas
Pengetahuan
Sikap
Variabel Terikat
Test IMS
Ordinal
Hasil Ukur
0.
1.
0.
1.
Baik
Tidak baik
Positif
Negatif
0. Melakukan
1. Tidak Melakukan
3.7. Metode Analisis Data
3.7.1. Analisis Univariat
Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran
distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran
variabel independen pengetahuan dan sikap, sedangkan variabel dependen yaitu test
IMS.
3.7.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan
pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota
Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dengan menggunakan statistik uji chisquare kemudian hasilnya dinarasikan.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar berada di Kecamatan Kluet Utara Aceh
Selatan. Kota Fajar ini merupakan salah satu kecamatan yang terletak di daerah
dataran rendah. Secara geografis Kota Fajar mempunyai luas wilayah 26.422 km2.
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: pengetahuan,
sikap dan test IMS.
4.2.1. Pengetahuan Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar
Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
Untuk melihat pengetahuan ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar
Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.1 :
Tabel 4.1. Pengetahuan Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar
Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
No Pengetahuan
1 Baik
2 Tidak Baik
f
50
35
85
Jumlah
%
58,8
41,2
100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan mayoritas
dengan baik sebanyak 50 orang (58,8%) dan minoritas tidak baik sebanyak 35 orang
(41,2%).
41
42
4.2.2. Sikap Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan
Kluet Utara Aceh Selatan
Untuk melihat sikap ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar
Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.2 :
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas
Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
No Sikap
1 Positif
2 Negatif
Jumlah
f
53
32
85
%
62,4
41,2
100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sikap ibu hamil terhadap test
IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
mayoritas dengan bersikap positif sebanyak 53 orang (62,4%) dan minoritas bersikap
negatif sebanyak 32 orang (41,2%).
4.2.3. Pelaksanaan Test IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Fajar
Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
Untuk melihat pelaksanaan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar
Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.3 :
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Test IMS di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
No Test IMS
1 Melakukan
2 Tidak Melakukan
Jumlah
f
49
36
85
%
57,6
42,4
100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan test IMS di
wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan mayoritas
43
dengan melakukan test IMS sebanyak 49 orang (57,6%) dan minoritas tidak
melakukan test IMS sebanyak 36 orang (42,4%).
4.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan
sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan
Kluet Utara Aceh Selatan dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian
hasilnya dinarasikan.
Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel hubungan pengetahuan dan
sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan
Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat dibawah ini :
4.3.1. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
Untuk melihat hubungan pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah
kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat pada
Tabel 4.4 :
Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
No Pengetahuan
1
2
Baik
Tidak Baik
Test IMS
Melakukan
Tidak Melakukan
n
%
n
%
37
74,0
13
26,0
12
34,3
23
65,7
Total
n
%
50
100
35
100
P
value
0,001
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hubungan pengetahuan ibu
hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet
44
Utara Aceh Selatan diperoleh bahwa ada sebanyak 37 dari 50 orang (74,0%) dengan
pengetahuan baik terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS
sebanyak 13 orang (26,0%). Sedangkan diantara pengetahuan tidak baik ada 12 dari
35 orang (34,3%) terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS
sebanyak 23 orang (65,7%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p
< 0,001 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan ibu hamil dengan test
IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan.
4.3.2. Hubungan Sikap Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
Untuk melihat hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja
Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel
4.5 :
Tabel 4.5. Hubungan Sikap Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
No Sikap
1
2
Positif
Negatif
Test IMS
Melakukan
Tidak Melakukan
n
%
n
%
37
69,8
16
30,2
12
37,5
20
62,5
Total
n
%
53
100
32
100
P
value
0,003
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hubungan sikap ibu hamil
dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh
Selatan diperoleh bahwa ada sebanyak 37 dari 53 orang (69,8%) dengan sikap positif
terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 16 orang
(30,2%). Sedangkan diantara sikap negatif ada 12 dari 32 orang (37,5%) terdapat
melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 20 orang (62,5%). Hasil
45
uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,003 maka dapat disimpulkan
ada hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota
Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
46
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu hamil dengan test IMS
di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
diperolehbahwa bahwa ada sebanyak 37 dari 50 orang (74,0%) dengan pengetahuan
baik terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 13 orang
(26,0%). Sedangkan diantara pengetahuan tidak baik ada 12 dari 35 orang (34,3%)
terdapat melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 23 orang
(65,7%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,001 maka
dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di wilayah
kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan.
Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi pengetahuan
ibu tentang IMS dan akibatnya terhadap kehamilan maka akan semakin tinggi untuk
melakukan test IMS dan sebaliknya semakin rendah pengetahuan ibu tentang IMS
dan akibatnya terhadap kehamilan maka akan semakin rendah untuk melakukan test
IMS. Pada penelitian ini perlu pelaksanaan penyuluhan kepada ibu hamil bahwa perlu
meningkatkan pengetahuan tentang IMS dan akibatnya sehingga lebih tinggi dalam
pemeriksaan test IMS.
Hal ini sesuai dengan penelitian Mirna Ayu (2009) menunjukan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan ibu hamil dengan melakukan test IMS dengan p-
46
47
value 0.021. Artinya semakin tinggi pengetahuan ibu tentang IMS maka akan
semakin tinggi atau meningkat kesadaran ibu untuk melakukan pemeriksaan IMS.
Menurut Friedman (2005) bahwa pengetahuan merupakan domain dari
perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih
bersifat langgeng. Dengan kata lain yang tahu dan paham tentang IMS, maka ibu
akan berpartisipasi untuk melakukan test IMS sesuai dengan apa yang ia ketahui.
Pengetahuan yang dimiliki ibu hamil tentang penyakit IMS berdampak terhadap
pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui, mencegah atau mendeteksi penyakit
seks menular.
Menurut peneliti bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh ibu hamil tentang
IMS akan mempengaruhi ibu untuk melakukan test IMS, artinya dapat dijelaskan
semakin tinggi pengetahuan ibu tentang IMS dan akibatnya terhadap kehamilan maka
akan semakin tinggi untuk melakukan test IMS dan sebaliknya semakin rendah
pengetahuan ibu tentang IMS dan akibatnya terhadap kehamilan maka akan semakin
rendah untuk melakukan test IMS. Untuk itu pada penelitian ini perlu ditingkatkan
pelaksanaan penyuluhan kepada ibu hamil bahwa perlu meningkatkan pengetahuan
tentang IMS dan akibatnya sehingga lebih tinggi dalam pemeriksaan test IMS.
5.2. Hubungan Sikap Ibu Hamil dengan Test IMS di Wilayah Kerja Puskesmas
Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan sikap ibu hamil dengan test
IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
diperoleh bahwa ada sebanyak 37 dari 53 orang (69,8%) dengan sikap positif terdapat
48
melakukan test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 16 orang (30,2%).
Sedangkan diantara sikap negatif ada 12 dari 32 orang (37,5%) terdapat melakukan
test IMS dan tidak melakukan test IMS sebanyak 20 orang (62,5%). Hasil uji statistik
chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,003 maka dapat disimpulkan ada
hubungan sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar
Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan
Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi sikap ibu
hamil tentang IMS maka akan meningkat pelaksanaan test IMS. Pada penelitian ini
perlu pelaksanaan penyuluhan kepada ibu hamil bahwa perlu bersikap positif
terhadap test IMS.
Ibu hamil yang sudah bersikap positif, harus dipertahankan sikap positif
tersebut agar tercermin pada test IMS. Sedangkan ibu hamil yang bersikap negatif
perlu diantisipasi, agar masalah ini tidak berdampak pada tindakan yang kurang
perduli dengan tindakan IMS. Oleh karena itu ibu hamil perlu disadarkan akan
pentingnya menghargai dan bertanggungjawab terhadap kesehantan kehamilannya
sendiri agar terhindar dari infeksi menular seksual yang dapat berakibat buruk pada
kehamilannya.
Pada penelitian ini ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar
Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan sebenarnya lebih banyak yang sudah bersikap
positif tentang test IMS. Ibu hamil yang bersikap positif mungkin menanggapi bahwa
melakukan pemeriksaan IMS penting untuk dilaksanakan untuk menjaga kesehatan
ibu dan janin yang dikandungnya.
49
Hal ini sesuai dengan penelitian Mirna Ayu (2009) menunjukan bahwa ada
hubungan antara sikap ibu hamikl dengan pelaksanaan test IMS dengan pvalue 0.021. Artinya semakin tinggi sikap positif ibu hamil tentang test IMS maka
akan semakin tinggi atau meningkat pelaksanaan pemeriksaan IMS.
Menurut peneliti bahwa sikap yang dimiliki oleh ibu hamil terhadap test IMS
berhubungan dengan pelaksanaan test IMS. Artinya semakin tinggi sikap ibu hamil
tentang IMS maka akan meningkat pelaksanaan test IMS dan semakin rendah sikap
ibu hamil tentang IMS maka akan menurun pelaksanaan test IMS. Pada penelitian ini
perlu pelaksanaan penyuluhan kepada ibu hamil bahwa perlu bersikap positif
terhadap test IMS. Berdasarkan hal tersebut remaja putri perlu mendapat penyuluhan
atau informasi-informasi mengenai IMS dan akibatnya sehingga ibu hamil semakin
meningkat untuk melakukan test IMS.
50
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu hamil dengan test IMS di
wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan.
2. Ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu hamil dengan test IMS di wilayah
kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan.
6.2. Saran
1.
Kepada Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan untuk
meningkatkan sumber informasi tentang IMS dan akibatnya kepada ibu hamil
agar meningkatkan test IMS.
2.
Kepada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kota Fajar Kecamatan Kluet Utara
Aceh Selatan untuk meningkatkan pengetahuan dan bersikap terhadap test IMS.
50
51
DAFTAR PUSTAKA
Ira Titisari, 2013, Hubungan Pengetahuan Remaja Usia 17-20 Tahun Tentang
Kesehatan Reproduksi Terhadap Sikap Berpacaran Sehat Di Kelas Iii Smk 2
Pawyatan Dhaha Kediri, Prodi Kebidanan Kediri.
Nasria. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi di SMA Negeri 1 Mojogedang [Skripsi]. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2002.
Qomariah,dkk. Infeksi Saluran Reproduksi Pada Wanita. Jakarta : BKKBN; 2001.
Rabita. Tingkat pengetahuan remaja putri tentang perawatan alat genitalia eksterna.
(skripsi). Medan; 2010.
Manuaba,IBG. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arca; 2002
Departemen Kesehatan RI. Asuhan kesehatan reproduksi pada remaja.Jakarta:Buletin
Departemen Kesehatan RI; 2003
Bearinger, L. H., Sieving, R. F., Ferguson, J., & Sharma, V. Global perspective on
the sexual and reproductive health of adolescent: Patterns, prevention, and
potensial. Lancet 2007.
Burgess V, Dziegielewski SF, Green CE. Improving Comfort about Sex
Communication between Parents and Their Adolescents: Practice-Based
Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and Crisis
Intervention. 2005; 5:379-390.
Calhoun, Acocella. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan. Terjemahan oleh Satmoko. Semarang: IKIP Semarang.
Dariyo, Agoes. 2004. Perkembangan Remaja. Bogor. PT. Ghalia Indonesia.
Daryanto, Tiffany. 2009. Hubungan antara Religius dengan Perilaku Seks Pranikah
pada Mahasiswa Indekost di Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang:
Universitas Negeri Malang.
Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
51
52
Effendy, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Eisenberg, M. E., Sieving, R. E., Bearinger, L. H., Swain, C., & Resnick, M. D.
Parents‟ communication with adolescents about sexual behavior: A missed
opportunity for prevention? J Youth Adolescence 2006.
Erwin J., Skripsiadi. 2005. Pendidikan Dasar Seks untuk Anak. Yogyakarta:
Curiosita.
Gunarsa, Singgih. 2004. Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi
Perkembangan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Hurlock. E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Hurlock. E. B. 1993. Perkembangan Anak: Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
http://tumplung.blogspot.com/2009/02/sungguh-mencengangkan-dan
html di akses tanggal 12 April 2010
mengerikan.
http://news.okezone.com/read/2009/12/29/340/289247/340/video-mesum-di-tengahladang-goyang-blitar. Diakses 24 Maret 2010
Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Remaja. Bandung. PT. Bandar Maju.
Kirby D, Miller BC. Intervention Designed to Promote Parent-Teen Communication
about Sexuality. New Direction for Child and Adolescent Development. 2002;
97.
Marcovitz, H. The gallup youth survey. In Mayor issues and trends teens & sex.
Stockton, New Jersey 2007: Mason Crest Publisher.
Martino, S. C., Elliott, M.N., Corona, R., Kanouse, D.E. & Schuster, M.A. Beyond
the “big talk‟: The roles of breadth and repetition in parent-adolescent
communication about sexual. Pediatrics 2008, 121, 612
Mufidah, Lilik. 2008. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Seks Pranikah
Siswa SMKN 2 di Kota Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIN
Malang.
Notoadmodjo, S. 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
53
____________ , 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta, Jakarta.
Nuranti Alifah, 2, Hubungan antara Komunikasi Orangtua – Remaja dengan Sikap
Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah di SMA Kabupaten Purworejo,
Tesis, Program Pascasarjana, FK UGM, Yogyakarta.
Papalia, Diane E, Sally Wendkos & Ruth Duskin F. 2008. Human Development
(Psikologi Perkembangan): Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Putri F.A, 2012, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seks Pranikah Pada Remaja
SMA di Rengat Kabupaten Indragiri Hulu.
Rachman W.A, 2008, Analisis Ketahanan Keluarga dalam Perilaku Seks Pranikah
Remaja (Studi Kasus di Kota Ambon), Dosen FKM Universitas Hasanuddin
Makassar, Jurnal Ilmiah Sinergi IPTEKS, LP3M Universitas Islam Makassar.
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Safarino. 1997. Biofeedback
interactionivrea. it/thesis.
in
Education
Entertainment,
http://www.
Safitri Erlina, 2007, Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Remaja,
Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Sarwono, Sarlito. W & Ami Siamsidar. 1986. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan
Seks, Jakarta: CV Rajawali.
Sarwono. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.
Setiawati, Dermawan, 2008. Pendidikan Kesehatan. Trans info Media, Jakarta.
Simanjuntak, B & Pasaribu, L.I. 1986. Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung:
Tarsito.
Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:
Kanisius.
Susanti, Dini. 2002. Kontrol Diri dalam Perilaku Seks Pranikah MahasiswaUIIS
Malang, Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIIS Malang.
54
Tanjung, A.et'al., 2001, Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan
Reproduksi Remaja. (online), (http://www/pkbi.or.id diakses 6 Agustus 2006).
Uin, 2013, Hubungan antara Komunikasi Orang Tua-Anak Mengenai Seksualitas dan
Kontrol Diri dengan Perilaku Seks Pranikah, Tesis, UIN, Malang,
http://lib.uin-malang.ac.id /files /thesis/fullchapter/06410008.pdf
Walgito, B. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Widayanto, Arif. 2005. Studi Perilaku Seks Pra Nikah pada Siswa SMA Katolik
Diponegoro Blitar. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UMM Malang
Wiendijarti I, 2011, Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Anak dalam Pendidikan
Seksual Remaja, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan
Nasional ‟Veteran‟Yogyakarta, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor
3, September-Desember 2011
Zulkifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
55
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN TEST
IMS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA FAJAR KECAMATAN
KLUET UTARA ACEH SELATAN
A. Indentitas Responden
1. Nomor
2. Umur
3. Jenis Kelamin
: …………….
: …………….
: …………….
B. Pengetahuan IMS
Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara
1. Kelompok penyakit infeksi yang ditularkan melalui kontak seksual disebut?
a. Infeksi menular seksual
b. HIV/AIDS
c. Tidak tahu
2. Salah satu upaya untuk pencegahan penyakit IMS adalah?
a. Menggunakan kondom
b. Mengkonsumsi vitamin
c. Mengkonsumsi obat-obat anti biotik
3. Sumber utama penularan IMS adalah
a. Wanita pekerja seksual
b. Pasangan sejenis
c. Pria hidung belang
4. Yang paling beresiko terkena penyakit IMS adalah
a. Wanita pekerja seks
b. Pasangan sejenis
c. Pengguna narkoba
5. Prinsip utama dalam pencegahan penyakit IMS adalah
a. Tidak berganti-ganti pasangan
b. Menggunakan kondom dalam setiap melakukan hubungan seks
c. Menjaga kondisi tubuh dengan mengkonsumsi vitamin
6. Tanda jika seseorang terkena penyakit IMS selalu terlihat di?
a. Bagian kemaluan
b. Bisa bagian mata, mulut, dan bagian lain nya
c. Tidak tahu
7. Gelaja jika seseorang sudah terinfeksi penyakit menular seksual adalah
a. Nyeri pada saat buang air kecil
b. Badan terasa lemah
c. Hilangnya nafsu makan
55
56
C. Sikap
Pernyataan
1. Perlu untuk memahami IMS
2. Perlu jaga-jaga tentang IMS akan terjadi pada saat
hamil.
3. Diperlukan waspada saat hamil terhadap IMS
4. Perlu melaksanakan test IMS saat hamil
5. Perlu mengetahui tujuan pelaksanaan IMS
6. Perlu mengetahui efek yang terjadi akibat IMS pada ibu
hamil
7. Berpikir positif terhadap test IMS dilakukan pada saat
hamil
8. Bersedia untuk melakukan test IMS
D. Test IMS
1. Apakah ibu melakukan test IMS?
a. Ya
b. Tdak
Setuju
Tidak
Setuju
57
MASTER DATA PENELITIAN
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
2
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
Pengetahuan
3 4 5
0 1 0
1 0 1
1 1 1
1 0 1
0 1 1
1 1 1
0 0 1
1 0 1
0 1 0
1 1 1
1 0 0
0 1 1
1 1 1
0 0 0
0 1 0
1 1 1
0 0 0
0 1 1
1 1 1
1 1 1
1 0 1
1 1 1
1 1 0
1 1 1
1 1 1
1 1 1
0 0 0
1 0 1
0 1 0
1 1 1
1 1 1
1 0 1
0 0 0
1 1 1
0 1 0
1 0 1
0 1 0
1 1 1
1 0 1
0 1 0
1 0 1
0 1 0
1 1 1
1 1 1
0 1 1
6
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
1
0
1
7
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
PTOT
3
3
6
5
5
5
3
4
3
6
3
5
5
3
3
7
3
4
5
7
6
5
6
5
7
5
3
4
3
5
7
3
3
7
3
3
3
7
6
5
4
3
7
6
4
PK
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
2
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
3
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
Sikap
4 5
0 0
1 0
0 1
0 1
1 0
1 1
1 1
1 0
1 1
0 0
1 0
1 1
0 0
1 1
1 1
1 1
0 1
1 1
1 0
1 1
1 1
1 0
0 1
0 1
1 0
1 1
1 1
1 1
0 0
1 1
1 0
0 1
1 0
1 0
0 1
1 0
0 1
1 0
1 1
1 1
1 0
1 1
0 0
0 1
1 0
6
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
7
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
8
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
STOT
4
4
5
4
4
6
7
4
5
4
4
8
3
5
5
8
6
6
7
6
8
4
5
5
5
6
8
7
4
8
5
4
3
4
7
4
4
6
8
7
3
8
3
5
3
SK
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
1
Test
IMS
1
1
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
58
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
3
3
3
4
5
3
4
3
7
3
4
5
4
3
6
3
3
7
3
2
6
3
3
6
6
4
5
7
4
6
7
3
3
6
6
3
3
7
6
7
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
6
3
5
3
8
4
5
6
4
4
7
5
5
5
4
4
7
7
4
6
4
5
8
4
4
6
8
6
6
6
6
7
6
3
5
3
6
8
8
4
0
1
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
59
Frequencies
pe1
Valid
0
1
Total
Frequency
17
68
85
Percent
20.0
80.0
100.0
Valid Percent
20.0
80.0
100.0
Cumulative
Percent
20.0
100.0
pe2
Valid
0
1
Total
Frequency
32
53
85
Percent
37.6
62.4
100.0
Valid Percent
37.6
62.4
100.0
Cumulative
Percent
37.6
100.0
pe3
Valid
0
1
Total
Frequency
31
54
85
Percent
36.5
63.5
100.0
Valid Percent
36.5
63.5
100.0
Cumulative
Percent
36.5
100.0
pe4
Valid
0
1
Total
Frequency
34
51
85
Percent
40.0
60.0
100.0
Valid Percent
40.0
60.0
100.0
Cumulative
Percent
40.0
100.0
pe5
Valid
0
1
Total
Frequency
27
58
85
Percent
31.8
68.2
100.0
Valid Percent
31.8
68.2
100.0
Cumulative
Percent
31.8
100.0
60
pe6
Valid
0
1
Total
Frequency
38
47
85
Percent
44.7
55.3
100.0
Valid Percent
44.7
55.3
100.0
Cumulative
Percent
44.7
100.0
pe7
Valid
0
1
Total
Frequency
29
56
85
Percent
34.1
65.9
100.0
Valid Percent
34.1
65.9
100.0
Cumulative
Percent
34.1
100.0
Pengetahuan
Valid
Baik
Tidak Baik
Total
Frequency
50
35
85
Percent
58.8
41.2
100.0
Valid Percent
58.8
41.2
100.0
Cumulative
Percent
58.8
100.0
s1
Valid
0
1
Total
Frequency
13
72
85
Percent
15.3
84.7
100.0
Valid Percent
15.3
84.7
100.0
Cumulative
Percent
15.3
100.0
s2
Valid
0
1
Total
Frequency
30
55
85
Percent
35.3
64.7
100.0
Valid Percent
35.3
64.7
100.0
Cumulative
Percent
35.3
100.0
s3
Valid
0
1
Total
Frequency
33
52
85
Percent
38.8
61.2
100.0
Valid Percent
38.8
61.2
100.0
Cumulative
Percent
38.8
100.0
61
s4
Valid
0
1
Total
Frequency
28
57
85
Percent
32.9
67.1
100.0
Valid Percent
32.9
67.1
100.0
Cumulative
Percent
32.9
100.0
s5
Valid
0
1
Total
Frequency
34
51
85
Percent
40.0
60.0
100.0
Valid Percent
40.0
60.0
100.0
Cumulative
Percent
40.0
100.0
s6
Valid
0
1
Total
Frequency
29
56
85
Percent
34.1
65.9
100.0
Valid Percent
34.1
65.9
100.0
Cumulative
Percent
34.1
100.0
s7
Valid
0
1
Total
Frequency
33
52
85
Percent
38.8
61.2
100.0
Valid Percent
38.8
61.2
100.0
Cumulative
Percent
38.8
100.0
s8
Valid
0
1
Total
Frequency
26
59
85
Percent
30.6
69.4
100.0
Valid Percent
30.6
69.4
100.0
Cumulative
Percent
30.6
100.0
Sikap
Valid
Positif
Negatif
Total
Frequency
53
32
85
Percent
62.4
37.6
100.0
Valid Percent
62.4
37.6
100.0
Cumulative
Percent
62.4
100.0
62
Test IMS
Valid
Melakukan
Tidak Melakukan
Total
Frequency
49
36
85
Percent
57.6
42.4
100.0
Valid Percent
57.6
42.4
100.0
Cumulative
Percent
57.6
100.0
Crosstabs
Pengetahuan * Test IMS
Crosstab
Pengetahuan Baik
Total
Count
Expected Count
% of Total
Tidak Baik Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total
Pearson Chi-Square
b
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Test IMS
Melakukan Tidak Melakukan
37
13
28.8
21.2
43.5%
15.3%
12
23
20.2
14.8
14.1%
27.1%
49
36
49.0
36.0
57.6%
42.4%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2Value
df
(2-sided)
sided)
a
13.300
1
.000
11.723
1
.001
13.529
1
.000
.000
13.144
1
.000
Total
50
50.0
58.8%
35
35.0
41.2%
85
85.0
100.0%
Exact Sig.
(1-sided)
.000
85
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.82.
b. Computed only for a 2x2 table
63
Sikap * Test IMS
Crosstab
Sikap
Positif
Negatif
Total
Pearson Chi-Square
b
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total
Count
Expected Count
% of Total
Test IMS
Melakukan
Tidak Melakukan
37
16
30.6
22.4
43.5%
18.8%
12
20
18.4
13.6
14.1%
23.5%
49
36
49.0
36.0
57.6%
42.4%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2Value
df
(2-sided)
sided)
a
8.532
1
.003
7.260
1
.007
8.579
1
.003
.006
8.432
1
.004
Total
53
53.0
62.4%
32
32.0
37.6%
85
85.0
100.0%
Exact Sig.
(1-sided)
.003
85
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.55.
b. Computed only for a 2x2 table
Download