Raden Pardede SEMINAR KEBIJAKAN EKONOMI BERKEADILAN May 2017 Outline • Definisi Ketimpangan • Perkembangan distribusi pembangunan dalam angka • Kerangka Solusi dan Beberapa contoh rekomendasi untuk pengembangan UKM Apa Penyebab Ketimpangan Pendapatan dan Kekayaan (Basis beda) Pendapatan : total uang yg diterima seseorang atau rumah tangga untuk satu “waktu tertentu” yaitu bisa berupa : Gaji atau jasa tenaga kerja (~2/3 dari total pendapatan) Pendapatan dari property, sewa, bunga, dividend (penting buat yg berpenghasilan tinggi) Transfer dari pemerintah : jaminan sosial, asuransi pemerintah, dll Kekayaan : terdiri dari Net asset yang dipunyai pada satu waktu tertentu. Jenis tangible : rumah, mobil, tanah, dan barang tahan lama lainnya. Asset keuangan : kas, tabungan, surat hutang dan saham Basis kekayaan penting tapi basis pendapatan lebih penting lagi. Indikator pendapatan lebih baik menunjukkan sumber daya yang sehari hari dipakai dipakai orang Pengukuran ketimpangan pendapatan Gini coefficient - most prominently used as a measure of inequality of income distribution or inequality of wealth distribution. It is defined as a ratio with values between 0 and 1. Gini = 1 perfect inequality Gini = 0 perfect equality However, the Gini ratio is a static measurement The riches t 10% The richest 10% The rest 90 % The rest 90% The richest 10% gini ratio is worst off, as well as the rest 90% group The rest 90% gini ratio is worst off, but both groups are better off Hubungan empiris Pendapatan Percapita dan ketimpangan Source : Barro Efek dari ketimpangan terhadap pertumbuhan Source : Barro Source : Barro Source Piketty TINGKAT KEMISKINAN DARI TAHUN 2006 TERUS MENURUN, NAMUN KESENJANGAN MENINGKAT SEJAK TAHUN 2008 Tingkat Kemiskinan dan Pengangguran (Persen) Rasio Gini 0.42 24 0.40 20 0.38 16 Tingkat Kemiskinan 0.36 12 0.34 Tingkat Pengangguran 8 0.32 4 Mar 2016* 2015 2014 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2005 2015 2014 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 Sumber: BPS 2002 0.30 0 Kenapa kita peduli terhadap ketimpangan? Ketidakstabilan sosio-politik Negara miskin dengan tingkat ketimpangan tinggi dapat menyebabkan konflik sosial politik yang selanjutnya menghambat pertumbuhan. Reditribusi pendapatan, kegagalan birokrasi/administrasi dan pasar kredit Makin banyak hambatan dalam lingkukan bisnis makin rendah pertumbuhan Hambatan birokrasi/administrasi dalam berbisnis cenderung lebih memberatkan UKM Makin banyak hambatan kredit berarti makin rendah investasi dan pertumbuhan Pada saat ketimbangan sudah terlalu melebar, maka redistribusi menjadi satu program penting Redistribusi ekstrim dapat mengurangi insentif untuk menabung berarti bisa berakibat terhadap pertumbuhan yg lebih rendah “Ketimpangan yang Baik dan Buruk “ Ketimpangan yang baik menaikkan insentif untuk berinovasi, entrepreneurship dan pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan yang buruk menciptakan hambatan bagi orang miskin untuk menerima pendidikan dan akses berusaha, termasuk akses ke kredit yang menyebabkan pembangunan ekonomi terhambat Identifikasi Permasalahan • Pertumbuhan moderat dan relatif lambat untuk ukuran Indonesia ditengah pertumbuhan dunia yang stagnan • Penyerapan T kerja disektor jasa dan sektor informal dengan produktivitas yg relatif kecil, sementara sektor manufaktur dan sektor formal dengan produktivitas yang tinggi tidak menciptakan lapangan kerja yang memadai • Penurunan persentase, jumlah dan kontribusi kelas menengah • Kontribusi industri kelas menengah relatif sangat kecil dibanding berbagai negara (bopong di tengah) • Ketimpangan dan distribusi pendapatan (gini ratio), keterampilan, pendidikan • Konsentrasi penguasaan aset, lahan dan akses kepada pasar, modal/keuangan, dan teknologi 14 Model Bisnis Indonesia • • • • • • • Tidak terlepas dari sejarah perekonomian Indonesia sejak zaman kolonialisme, orde lama, orde baru dan reformasi Terjadi ketimpangan : sejumlah kecil dunia usaha yg sangat dominan, berhasil menguasai lahan, pasar, akses keuangan, dan teknologi, sementara sebagian besar UKM yang tidak punya akses kepada sumber tersebut diatas. Kesempatan sama tapi ada kelompok tertentu yang lebih berhasil dengan kebijakan dan aturan main dengan keterbatasan kelembagaan/hukum yang lemah. UKM secara umum punya kelemahan : ketidak mampuan dalam pembiayaan, adopsi teknologi, kapasitas manajerial, produktivitas rendah, beban regulasi. Terjadi integrasi vertikal dan konglomerasi (kepemilikan), sementara dunia usaha menengah tidak berkembang dan tidak ada jembatan ke UKM. Polarisasi kepemilikan dan penguasaan sumber daya sangat kuat. Sistim rantai pasokan secara keseluruhan dikuasai (dipunyai) oleh kemlompok tertentu Sistim rantai pasokan (supply change) diluar konglomerasi sangat lemah dan kemampuan disetiap rantai pasokan masih lemah Rantai pasokan dibentuk oleh Usaha besar, dimulai dengan penguasaan pemasaran dan kemudian berkembang mengembangkan produksi/manufaktur dan seterusnya menjadi vertikal integrasi 15 KESENJANGAN USAHA BESAR & KECIL Usaha besar & menengah hanya berjumlah 0.7% dari total usaha di Indonesia, namun nilai tambahnya 89%. Sementara usaha mikro berjumlah 90% dengan nilai tambah hanya 5%. Usaha besar dan menengah mempekerjakan 38% pekerja industri dengan produktivitas tertinggi, sementara usaha kecil mempekerjakan 44% pekerja namun produktivitasnya rendah (kesenjangan Produktivitas) Usaha kecil dan menengah menerima 20% kredit perbankan dan usaha besar menerima 80% kredit. Dalam kredit UMKM, 20% kredit disalurkan ke usaha mikro, 30% ke usaha kecil, dan 50% ke usaha menengah UMKM yang menerima kredit kebanyakan bergerak di sektor yang kurang produktif Pelajaran dari Industrialisasi Jerman dan Taiwan JERMAN TAIWAN 1. Berawal dari usaha keluarga 1. Berawal dari land reform dengan redistribusi lahan dari tuan tanah kepada buruh tani 2. Pemerintah mendukung dengan kebijakan berorientasi ekspor: devaluasi mata uang dan membangun infrastruktur logistik 2. Produksi pertanian difokuskan kepada pemenuhan kebutuhan domestik dan orientasi ekspor 3. Pembiayaan jangka panjang (Marshall Plan) 3. 4. Kurikulum pendidikan diarahkan ke bidang teknik dan vokasi serta program magang Pembatasan impor dari Jepang mendorong industri domestik untuk memproduksi barang konsumsi dengan orientasi pemenuhan kebutuhan domestik dan ekspor 4. Tahap fokus industrialisasi berorientasi ekspor: 1. Industri Pertanian 2. Industri Barang Konsumsi 3. Industri Padat Karya 4. Industri Padat Modal 5. Menyambungkan supply chain antara industri besar dengan usaha kecil dengan model subkontrak: perusahaan kecil menyediakan komponen untuk produksi perusahaan besar, baik untuk industri besar dalam negeri maupun industri multinasional 5. Serikat pekerja berada di level industri yang didukung oleh work council di tingkat perusahaan BAGAIMANA CARA MENGURANGI KESENJANGAN? MEMBERIKAN EQUAL PROCESS ATAU EQUAL OUTCOME KEPADA SELURUH WARGA NEGARA? Kondisi awal: • Masyarakat kelas atas memiliki akses yang lebih mudah terhadap permodalan, teknologi, dan pasar • Masyarakat kelas menengah memiliki akses terbatas • Masyarakat kelas bawah tidak memiliki akses Equal access = pemerintah memastikan semua lapisan masyarakat mendapatkan akses yang sama, baik masyarakat kelas atas maupun bawah Equal Access Equal outcome = pemerintah berpihak kepada masyarakat kelas bawah dengan memberikan “keistimewaan” (affirmative action), mengurangi fasilitas dari kelas atas untuk diberikan ke kelas bawah Equal Outcome Inclusive Namun ada solusi yang lebih baik yang mengkombinasikan tiga hal, yaitu 1) pemerintah menurunkan hambatan usaha (pagar diturunkan) 2) melatih dan meningkatkan kemampuan (melalui training dan support), penyuluhan pengusaha kecil dan standarisasi produk UMKM, 3) menyediakan fasilitas dan melibatkan pengusaha besar untuk merangkul pengusaha menengah dan kecil dalam sistim value chain serta mendorong partnership antar sesama kelas menengah ataupun kelas bawah (inklusif) 4). Mendorong pembentukan rantai nilai antar “middlestand” 3 Integrasi antara perusahaan besar dan UKM a. Backward integration: SME menyediakan komponen inti atau pelengkap untuk perusahaan manufaktur besar b. Forward integration: perusahaan besar menyediakan material kepada SME c. Forward integration of distribution: perusahaan besar menjalankan trading, marketing, dan channeling sementara SME yang berproduksi Perbaikan sepanjang rantai nilai Rantai Nilai Global, keterkaitan dengan perusahaan Global termasuk MNC 21 Framework Kebijakan Value Chain di Industri Manufaktur Kebijakan untuk menciptakan value chain baru: menerapkan standarisasi dan training bagi UKM agar dapat bersaing dan berorientasi ekspor 1. Menyaring UKM yang potensial menjadi “new star” 2. Membina UKM “new star” dalam hal kualitas produk, standarisasi, dan delivery. “New star” diharapkan ke depannya dapat memenuhi standarisasi produk bagi perusahaan besar dan dapat berorientasi ekspor Kebijakan untuk value chain existing: mencari potensi dari UKM existing (baik usaha kecil, Tier 1, maupun Tier 2) untuk dijadikan “new star” dan dilibatkan dalam value chain untuk nantinya menjadi partner perusahaan besar 1. Menyaring UKM dan perusahaan-perusahaan di level Tier 1 dan Tier 2 yang potensial menjadi “new star” 2. Melibatkan UKM, Tier 1, dan Tier 2 yang “new star” dalam proses produksi bila ada tambahan permintaan baru 3. Perusahaan besar mengawali kerjasama dengan Tier 1 & Tier 2 melalui Joint Venture, agar usaha-usaha ini mendapatkan resource, training, dan transfer teknologi. Sementara itu UKM dibina agar dapat menghasilkan produk yang terstandarisasi. 4. Di tahap selanjutnya, usaha kecil dan menengah yang JV dengan usaha besar mendapatkan technical assistant berupa training dan magang 5. Bila usaha kecil dan menengah telah terstandarisasi dan teruji kualitas produknya, mereka dapat menjadi partner usaha besar. Proses pemilihan calon partner dilakukan sendiri oleh perusahaan besar 6. Dalam jangka panjang, diharapkan UKM, usaha Tier 1, dan Tier 2 akan dapat berproduksi secara mandiri sementara perusahaan besar berfokus pada distribusi produk, penetrasi pasar serta R & D. KERANGKA KEBIJAKAN VALUE CHAIN UNTUK INDUSTRI MANUFAKTUR Perusahaan Besar (Lokal atau Multinasional) Membuat Sistem Value Chain Baru Memperbaiki Existing Value Chain pilih “new star” (saat ada “new demand”, perusahaan besar melibatkan “new star” dalam proses produksi) Tier 1 Joint Venture agar terjadi transfer resource & knowledge Tier 2 Joint Venture Joint Venture Technical Assistance UKM di Luar Value Chain UKM UKM dari yang existing, pilih “new star” dan berikan training untuk standarisasi & peningkatan kualitas UKM UKM pilih “new star”, berikan training & standarisasi, “naikkan” yang potensial ke Tier 1 & 2 UKM UKM berikan training dan asistensi agar dapat berorientasi ekspor dan menjadi “mittelstand” Partnership Rekomendas i Skema Kemitraan dan Pembiayaan Pertanian Berkelanjutan Perjanjian Kontrak Panen OFFTAKER dengan Kelompok Tani SAAT PANEN PENYALUR BENIH (seperti: Mosanto dll) OFF-TAKER Hasil Panen diterima OFFTAKER (seperti: Cargill/sinar mas , wilmar) Setelah grace period Garantor Kebijakan utama untuk mendorong perkembangan UKM Pembiayaan (perbankan dan pasar modal) Tenaga kerja, keterampilan, dan teknologi • Memperbaiki akses kepada pembiayaan (SMEs) dengan menformalisasikan sektor informal melalui sistem sertifikasi asset (alat produksi, mesin dll), sertifikasi tempat berusaha, sertifikasi skill berusaha, jaringan supply chain dan/atau bank/lembaga pembiayaan khusus (community bank) • Me-revitalisasi kembali fungsi BPD-BPD untuk menjadi pilar “community bank” untuk pembangunan perekonomian di daerah terutama SMEs, dengan menggunakan dana daerah yang tidak terbelanjakan (sekitar 150T) • Mendorong keterkaitan perusahaan besar dengan perusahaan menengah dan kecil • Mengembangkan dan mengefektifkan supply chain finance • Menyesuaikan strategi pembiayaan industri berdasarkan kekuatan keuangan dan penjualan industri menggunakan BCG Matrix dan S curve • Mendorong keterkaitan perusahaan besar dengan perusahaan menengah dan kecil • Membuat klaster dan mengadakan pelatihan di dalamnya, agar biaya dapat dibagi • Mendorong pendirian center or expertise (contohnya di sektor otomotif: Institut Otomotif Indonesia). Perusahaan yang bekontribusi akan diberi insentif pajak. • FDI diberi insentif jika mereka merangkul UKM UKM Indonesia sebagai sub-sub-kon mereka. • Meningkatkan skill • Pendidikan fokus pada kemampuan analitikal • Prioritas pada STEM (science, technology, engineering, dan math) • Mendorong keterkaitan perusahaan besar dengan perusahaan menengah dan kecil agar dapat ikut masuk dalam Global Value Chain dan melakukan pentrasi pasar Pasar produk Rekomendasi Siapa melakukan apa? Kementrian Perindustrian? Kementrian keuangan? Kementrian perdagangan? Departemen Ketenagakerjaan? Kementrian pendidikan? LIPI? BPPT? Dunia Usaha (swasta dan BUMN) Kesimpulan • Ketimpangan adalah masalah penting yang dihadapi Dunia, termasuk Indonesia. Harus jelas definisi dan identifikasi masalah sehingga solusi yang ditawarkan lebih tepat • Persoalan ketimpangan sudah terjadi sejak regim kolonial, orde lama dan hingga orde baru serta demokrasi. Model bisnis Indonesia rentan terhadap kesenjangan dan masih terus mencari bentuk. • Kesenjangan usaha kecil besar di Indonesia terutama disebabkan kelemahan dalam pengembangan rantai nilai. • Rantai pasokan dibentuk oleh Usaha besar, dimulai dengan penguasaan pemasaran dan kemudian berkembang mengembangkan produksi/manufaktur dan seterusnya menjadi vertikal integrasi • Framework yang ditawarkan adalah mengintegrasikan UKM diberbagai sektor ekonomi dalam rantai nilai dan hidup bersama usaha besar KERANGKA KEBIJAKAN VALUE CHAIN UNTUK INDUSTRI BARANG KONSUMSI • Seller (Carrefour, Hypermart, Alfamart, Indomart..) Existing Brand Seller’s Brand New Brand menjadi peran UKM UKM dilibatkan dalam rantai nilai barang konsumsi melalui: • Memproduksi barang dengan merek penjual. Pada jenis ini UKM tidak perlu memikirkan strategi pemasaran melainkan hanya berfokus pada produksi barang sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan oleh penjual (SNI dan POM). Permodalan seharusnya menjadi lebih mudah bagi UKM ini karena produknya sudah terjamin untuk dibeli penjual besar • Memproduksi dengan merek sendiri. Meski tidak ada penjual yang mensyarakatkan standar tertentu pada UKM jenis ini, namun mereka tetap harus memenuhi standar (SNI/POM). Bila sesuai dengan standar, maka penjual besar harus didorong untuk memberikan kesempatan pada UKM ini untuk dapat memasarkan produknya. • Pemerintah dapat mendorong perkembangan UKM dengan memberikan dukungan pelatihan dan program enterpreneurship. • Pemerintah juga harus membatasi kepemilikan lisensi penjual besar agar tidak terkonsentrasi pada satu kelompok tertentu • Contoh pengembangan alfamart di Philipines sangat berpotensi menbantu masuknya produk produk hasil UKM keberbagai negara Thomas Piketty : CAPITAL in 21st Century • The central thesis of the book is that inequality is not an accident, but rather a feature of capitalism, and can only be reversed through state interventionism. • The book thus argues that, unless capitalism is reformed, the very democratic order will be threatened. Piketty bases his argument on a formula that relates the rate of return on capital (r) to economic growth (g), where r includes profits, dividends, interest, rents and other income from capital and g is measured in income or output. • He argues that when the rate of growth is low, then wealth tends to accumulate more quickly from r than from labor and tends to accumulate more among the top 10% and 1%, increasing inequality. Thus the fundamental force for divergence and greater wealth inequality can be summed up in the inequality r > g. He analyzes inheritance from the perspective of the same formula. • Piketty closes the book by recommending that governments step in now, by adopting a global tax on wealth, to prevent soaring inequality contributing to economic or political instability down the road. • The book has unsurprisingly attracted plenty of criticism. Some wonder whether Piketty is right to think that the future will look like the past. Theory argues that it should become ever harder to earn a good return on wealth the more there is of it. And today’s super-rich (think of Bill Gates, or Mark Zuckerberg) mostly come by their wealth through work, rather than via inheritance. Others argue that Piketty’s policy recommendations are more ideologically than economically driven and could do more harm than good.