KAJIAN HUKUM ISLAM TERHADAP AIR SENI SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENGOBATAN Oleh: Nurul Maghfiroh Heniyatun Heni Hendrawati Alamat Korespodensi : Jalan Tidar Nomor 21 Magelang Telephon / Faks / E-mail : 0293-362082 / 0293-361004 / webummgl @ ummgl.ac.id. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG 2009 1 ABSTRAK Penelitian dengan judul Kajian Hukum Islam Terhadap Air Seni Sebagai Salah Satu Alternatif Pengobatan ini, kami tim peneliti ingin mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam mengenai penggunaan air seni sebagai alternatif pengobatan. Hal ini karena masih dijumpai sebagian masyarakat masih menggunakan air seni sebagai alternatif pengobatan termasuk umat yang beragama Islam. Perlu diketahui bahwa menurut hukum Islam air seni termasuk barang yang najis. Hal ini dipertegas oleh Majelis Ulama Indonesia, dengan Keputusan Fatwa MUI No. 2 / Munas VI / MUI / 2000 yang menyatakan bahwa “ Penggunaan air seni manusia hukumnya adalah haram, kecuali dalam keadaan darurat dan diduga kuat dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli yang terpercaya”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, dengan bahan penelitiannya, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, spesifikasi penelitian yang digunakan adalah diskriptif analitis, penentuan sampel menggunakan teknik non random sampling, alat penelitian berupa pedoman wawancara. Adapun responden dalam penelitian ini adalah para pengguna air seni sebagai obat, sedangkan nara sumber meliputi para ulama, pengurus MUI dan dokter. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian mengenai pengobatan dengan air seni ini, menurut para pengguna air seni bahwa air seni dapat mengobati berbagai penyakit, misalnya: sakit mata, batuk, sakit gigi, luka, darah tinggi, maag, sakit pendarahan, ginjal, varises, menurunkan gula darah dan lain lain. Pandangan hukum Islam mengenai air seni yang digunakan sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik yang digunakan di dalam maupun digunakan di luar tubuh, hukumnya adalah haram, akan tetapi boleh dilakukan apabila dalam keadaan terpaksa yang dapat mengancam eksistensi jiwa dan berdasarkan pernyataan dari dokter bahwa sudah tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakitnya. Namun demikian di dalam praktiknya tidak ada dokter yang merekomendasikan pasiennya supaya menggunakan air seni sebagai obat, karena hal tersebut tidak terdapat dalam ilmu kedokteran. Dokter hanya akan melakukan pengobatan berdasarkan ilmu kedokteran. Hal ini disebabkan dokter dalam melakukan pengobatan harus sesuai dengan standar pelayanan medis, dan apabila dokter melakukan pengobatan di luar Standar Pelayanan Medis kemudian terjadi hal yang membahayakan bagi pasien maka dokter tersebut dianggap telah melakukan malapraktek. Kata Kunci : Hukum Islam, air seni, pengobatan. 2 A. PENDAHULUAN Saat ini pengobatan dengan menggunakan air seni semakin banyak diteliti oleh dunia medis dan ditemukan banyak manfaatnya. Beberapa buku yang mengungkapkan manfaat pengobatan dengan menggunakan air seni yaitu; buku yang ditulis oleh Johann Abele pada tahun 1991 yang berisi kemujaraban air seni, kemudian ahli farmasi Ingeborq Allman menulis buku kekuatan penyembuhan terapi air seni karena dia menderita penyakit asma alergik yang tidak pernah sembuh dengan pengobatan konservatif, lalu mencoba pengobatan alternatif, yaitu terapi air seni selama 6 bulan dan penyakitnya sembuh, juga Iwan T Budiarso menyatakan keberhasilannya dalam mengobati jantung koroner. (http//www.medicaholistik.com, Albert Go, 2003) Pengobatan merupakan kebutuhan, karena sejak lahir hingga matinya manusia tidak lepas dari masalah kesehatan. Oleh karena itu kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus selalu mendapat perhatian dan pemeliharaan. Hal ini karena kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Kesehatan yang optimal menjadikan seseorang dapat menjalani berbagai aktivitas secara lebih berkualitas. Pentingnya kesehatan sebagai salah satu bentuk kesejahteraan umum tercermin dalam Undang- undang Pokok Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa: ”Tiap- tiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi- tingginya itu harus dapat dicapai seluruh rakyat Indonesia”. Rasulullah SAW diutus Allah untuk membawa rahmat bagi semesta alam dengan menanamkan jiwa harapan dan optimisme bagi setiap manusia dalam kondisi apapun. Semangat inilah yang menyelimuti pesan dan petunjuk beliau tentang pengobatan sebagaimana dirangkum oleh Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab Zaadul Ma’ad (juz IV) yang dikenal dalam at-tibban Nabawi (pengobatan Nabi). (Setiawan, 2003: 201-202). Nabi Muhammad SAW bersabda “Setiap penyakit ada obatnya, maka jika obat telah mengenai penyakit, maka akan sembuh atas izin Allah Azza wa jalla.”(HR Muslim) 1 “Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali telah menurunkan untuknya obat yang diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya.” (HR Ahmad) Berdasarkan hal tersebut di atas maka merupakan suatu dilematis bagi umat Islam ketika akan melakukan pengobatan, sementara obat yang mereka yakini dapat menyembuhkan penyakitnya adalah dengan menggunakan air seni yang merupakan barang najis. Hal tersebut karena berdasarkan hadist Nabi SAW , yang menyebutkan: Tentang dua orang yang disiksa di kubur, salah satunya disebabkan karena tidak bersuci dari bekas kencingnya. (HR Bukhari dan Muslim) Air seni adalah barang najis sehingga bukan termasuk thayyibaat (barang yang baik) sebagaimana firman Allah, dalam Surat Al-Baqarah ayat 172 : Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” Lebih lanjut dijelaskan dalam hadist Nabi SAW : “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu dengan sesuatu yang Ia haramkan atas kamu.” (HR Bukhari) “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit sekaligus obat, dan telah menciptakan obat bagi setiap penyakit, maka berobatlah dan jangan berobat dengan yang haram.” (HR Abu Dawud) Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist tersebut, dapat dipahami bahwa setiap yang najis adalah haram untuk dikonsumsi baik yang berupa benda padat maupun benda cair, oleh karena itu mengkonsumsi air seni manusia hukumnya haram. Mengkonsumsi air seni sebagai obat menurut hukum Islam hukumnya adalah haram, akan tetapi Islam adalah agama rahmat dan tidak mengizinkan umatnya celaka dan membiarkan binasa dalam kondisi darurat. Hal tersebut terlihat dari salah satu tujuan syariah adalah Hifdzun Nafs (memelihara kelangsungan hidup dengan baik). Berdasarkan hal tersebut terdapat kaidah rukhsah (dispensasi) yang memberikan kelonggaran dan keringanan bagi yang sakit gawat dengan ketentuan sebagaimana dikemukakan oleh Yusuf al-Qaradhawi yaitu sebagai berikut : 2 1. Dalam kondisi darurat apabila seseorang penderita penyakit tidak mengkonsumsi suatu yang haram itu. 2. Tidak ada obat alternatif yang halal sebagaimana pengganti obat yang haram ini. 3. Menurut resep atau petunjuk dokter Muslim yang kompeten dan memiliki integritas moral dan agama. Setiawan menambahkan yang keempat yaitu terbukti secara uji medis dan analisis ilmiah, disamping pengalaman empiris yang membuktikan bahwa terapi air seni dibenarkan dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan efek yang membahayakan. Menurut pengalaman empiris dan laporan medis dari para dokter yang kredibel bahwa tidak ada alasan dan kebutuhan medis yang memastikan sesuatu yang haram ini sebagai obat, tetapi prinsip ini untuk mengantisipasi kondisi dimana seorang muslim tidak mendapatkan obat kecuali dengan mengkonsumsi obat barang yang haram. (Setiawan, 2003: 201-202) Pendapat yang dikemukakan Yusuf al-Qaradhawi sesuai dengan Keputusan Fatwa MUI No. 2 / Munas VI / MUI / 2000, yang menyebutkan bahwa “ Penggunaan air seni manusia hukumnya adalah haram, kecuali dalam keadaan darurat dan diduga kuat dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli yang terpercaya”. Adapun golongan yang membolehkan barang haram untuk berobat dalam keadaan tarpaksa, berpedoman pada Hadist Nabi, yaitu pada waktu itu Nabi Muhammad SAW membolehkan Abdur Rahman bin Auf dan az-Zubair bin Awwam memakai sutera untuk mengobati penyakit yang diderita oleh kedua orang tersebut, padahal memakai sutera bagi kaum adam pada dasarnya adalah terlarang dan diancam. Meskipun sudah ada ketentuan dalam melakukan pengobatan dengan menggunakan air seni, akan tetapi apakah pada prakteknya pengobatan air seni sudah sesuai dengan ketentuan yang telah ada. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan : Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pengobatan dengan menggunakan air seni ? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah: 3 Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap air seni yang dipakai sebagai alternatif pengobatan. D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah ketercapaian suatu tujuan penelitian, dan diharapkan penelitian ini bermanfaat. Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk penelitian lanjutan. E. METODE PENELITIAN Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang penggunaan air seni sebagai salah satu alternatif pengobatan dalam perspektif hukum Islam. Hal ini berkaitan dengan banyaknya masyarakat tradisional yang masih menggunakan air seni sebagai obat atau perawatan tubuh. Hal ini berkaitan pula dengan Keputusan Fatwa MUI No. 2 / Munas VI / MUI / 2000 tentang Penggunaan Organ Tubuh, Ari-ari, dan Air Seni bagi Kepentingan Obatobatan dan Kosmetika. Dilihat dari sifatnya penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum dan sistematika hukum. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yaitu untuk memperoleh data sekunder, di samping dilakukan penelitian lapangan guna memperoleh data primer secara langsung sebagai pendukung data sekunder (Soekanto, 1986: 52). Adapun hasil penelitian ini apabila dilihat dari segi laporannya bersifat penelitian deskriptif analitis. Bersifat deskriptif artinya dari hasil penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan atau memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai penggunaan air seni sebagai salah satu alternatif pengobatan dalam perspektif hukum Islam. Bersifat analitis karena dari hasil penelitian ini akan dilakukan suatu analisis terhadap berbagai aspek hukum yang berhubungan dengan penggunaan air seni sebagai salah satu alternatif pengobatan. 4 Berdasarkan jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu: penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Alat yang dipergunakan dalam penelitian kepustakaan ini adalah studi dokumenter, yaitu dengan cara mengkaji dan mempelajarinya secara sistematis bahanbahan hukum yang berkaitan dengan objek penelitian. Melalui penelitian lapangan akan diperoleh data primer. Untuk mendapatkan data primer maka ditentukan lokasi penelitian dan subyek penelitian yaitu: Penelitian ini dilakukan di kota Magelang dan sekitarnya. Adapun subyek penelitian terdiri atas: responden dan nara sumber. Metode pengumpulan data untuk menentukan responden, menggunakan cara purposive sampling, yaitu penentuan sampel yang dilakukan tidak secara acak (non random), melainkan dengan kriteria-kriteria dan pertimbangan-pertimbangan sesuai dengan pengetahuan peneliti sendiri yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian. Pertimbangan yang lain yaitu bahwa perilaku responden memberikan gambaran yang sama, sehingga dapat dianggap cukup memadai sebagai responden. Selain itu bahwa data yang dianalisa bersifat kualitatif. Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian penelitian lapangan ini adalah pedoman wawancara, yaitu berupa daftar pertanyaan yang bersifat garis besarnya saja artinya hanya memuat hal-hal pokok saja, yang akan digunakan untuk wawancara secara terarah, yang nantinya akan dikembangkan selama wawancara berlangsung agar memperoleh keterangan yang menyeluruh dan lengkap. F. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Penerapan Air Seni Sebagai Alternatif Pengobatan Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden pelaku pengobatan dengan air seni maka dapat disimpulkan: Faktor penyebab penggunaan air seni sebagai pengobatan, yaitu sebagai berikut: 1. Menderita sakit dalam waktu yang lama dan sudah melakukan pengobatan sebelumnya, namun belum berhasil disembuhkan. 2. Penggunaan air seni sudah menjadi pengobatan tradiosioal turun-menurun 5 sehingga sudah percaya pada khasiat pengobatannya. 3. Adanya informasi yang diperoleh dari teman dan keluarga yang mempunyai pengalaman pengobatan dengan air seni, serta dari buku dan kaset, sehingga ingin membuktikannya. 4. Untuk membuktikan khasiat pengobatan dengan air seni dan efeknya untuk kesehatan. Alasan penggunaan pengobatan dengan air seni tersebut, menunjukkan bahwa pengobatan dengan air seni sudah lama dilakukan oleh sebagian masyarakat di Indonesia hingga sekarang. Para responden pengguna air seni sebagai obat karena adanya pengalaman dari teman dan keluarga yang menjadikan air seni sebagai obat tradisional, dilakukan secara turun-temurun, sehingga khasiat air seni sebagai obat, dipercaya oleh mereka. Selain itu diperoleh dari membaca buku dan kaset tentang urin, hal ini menjadikan orang tertarik untuk membuktikan kashiat air seni sebagai obat. Penyebab utama orang menggunakan air seni untuk obat karena pelaku menderita sakit dalam waktu yang lama dan belum sembuh meskipun pengobatan sudah dilakukan secara medis. b. Manfaat pengobatan dengan air seni berdasarkan pengalaman dari para responden, yaitu sebagai berikut : Mengobati sakit mata, Mengobati batuk, Mengobati sakit gigi, Mengobati luka, Mengobati darah tinggi, Mengobati maag, Mengobati sakit pendarahan, Mengobati penyakit ginjal, Mengobati varises, Menurunkan gula darah, Mengatasi sering capai, Memberdayakan atau memperkuat organ- organ tubuh, Melancarkan metabolisme tubuh, Membuat tidak mudah terserang penyakit, Membuat wajah kemerahan, Membuat badan selalu segar, Membuat gairah hidup selalu tinggi ( spirit kuat ). 2. Perspektif Dokter Secara Klinis Terhadap Air Seni Sebagai Alternatif Pengobatan Berdasarkan hasil wawancara dengan para dokter sebagai nara sumber, bahwa pandangan ilmu kedokteran terhadap pengobatan dengan air seni tidak ada dalam ilmu kedokteran karena belum ada penelitian secara resmi untuk mengetahui manfaat dan bahayanya, oleh karena itu Departemen kesehatan, Perguruan Tinggi, dokter Indonesia dan dokter dunia belum menyetujui pengobatan dengan menggunakan air seni dan 6 selama ini pengetahuan mengenai pengobatan dengan air seni masih sebatas pendapat berdasarkan penelitian pribadi dokter. Hal ini menyebabkan timbulnya pro dan kontra mengenai pengobatan dengan menggunakan air seni di kalangan medis. Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan, bahwa dokter tidak akan merekomendasikan air seni untuk obat dengan alasan: 1. Pengobatan dengan air seni tidak terdapat dalam standar baku ilmu kedokteran 2. Tidak mengetahui manfaat dan bahaya dari pengobatan dengan air seni 3. Tidak yakin pada kandungan air seni pasiennya, karena tidak mengetahui secara langsung, pola hidup (pola makan dan minum) dari pasien. 4. Sebagai dokter muslim menolak dengan penggunaan air seni sebagai pengobatan , sebab dalam klausul fiqih, air seni merupakan kotoran dan barang yang mejijikkan. 5. Masih ada pengobatan dengan alternatif lain yang hukumnya halal dan sudah terbukti secara uji klinis mengenai manfaat dan bahayanya. Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Pasal 47 bahwa pengobatan dengan menggunakan air seni tidak termasuk pengobatan tradisional meskipun pengobatan tersebut sebagai salah satu alternatif pengobatan di luar ilmu kedokteran. Selanjutnya Pasal 53 ayat 2, disebutkan bahwa “ tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.” Oleh karena itu dapat pahami bahwa dokter hanya akan melakukan pengobatan yang berdasarkan ilmu kedokteran, dengan demikian dokter tidak akan merekomendasikan pengobatan dengan menggunakan air seni karena pengobatan tersebut tidak terdapat dalam ilmu kedokteran. Hal ini disebabkan dokter dalam melakukan pengobatan harus sesuai dengan standar pelayanan medis, dan apabila dokter melakukan pengobatan di luar Standar Pelayanan Medis kemudian terjadi hal yang membahayakan bagi pasien maka dokter tersebut dianggap telah melakukan malapraktek. Hal ini dipertegas lagi oleh Pasal 54 dan Pasal 55 yang. Adapun bunyi ketentuan tersebut adalah; Pasal 54 ayat 1 menyebutkan “ terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin”. Selanjutnya Pasal 55 ayat 1 berbunyi “setiap orang 7 berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. Adanya ketentuan Pasal 54 dan Pasal 55 mempertegas bahwa dokter dalam melaksanakan profesinya harus berhati- hati sehingga tidak melakukan kesalahan dan kelalaian sehingga dokter tidak diperbolehkan untuk memberikan rekomendasi dan pengobatan dengan menggunakan air seni sebab air seni tidak terdapat dalam ilmu kedokteran sehingga apabila seorang dokter melakukan hal tersebut maka merupakan sebuah kesalahan. Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik kedokteran, juga menyebutkan dan mempertegas lagi adanya kewajiban dokter / dokter gigi dalam memberikan pelayanan medis harus sesuai dengan standar operasional serta kebutuhan medis pasien. Berdasarkan ketentuan tersebut maka kewajiban dokter untuk selalu memberikan pelayanan medis yang sesuai dengan standar operasional, dengan demikian standar pelayanan medis seorang dokter yaitu harus berdasarkan ilmu kedokteran sehingga pengobatan dengan menggunakan air seni tidak merupakan standar pelayan medis. Selanjutnya dalam Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengatur tentang standar pelayanan , yaitu bahwa “ dokter/ dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran/ kedokteran gigi” . Berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat 1 maka sudah jelas bahwa dokter harus melaksanakan kewajibannya yaitu dengan mengikuti standar pelayanan kedokteran. Berdasarkan hasil wawancara dengan para dokter dapat diketahui bahwa para dokter tidak memberikan rekomendasi pengobatan dengan air seni karena pengobatan dengan air seni tidak terdapat dalam ilmu kedokteran sehingga tidak termasuk dalam standar pelayanan medis. 3. Pandangan Islam terhadap Air Seni Sebagai Alternatif Pengobatan Pandangan Islam terhadap air seni sebagai alternatif pengobatan, tidak bisa terlepas dari pandangan ulama sebagai rujukan dalam hukum Islam. Pandangan ulama mengenai air seni sebagai alternatif pengobatan, sebagai berikut : a. Pengobatan dengan air seni yang dilakukan di dalam maupun di luar tubuh sama hukumnya yaitu haram karena najis. Meskipun demikian, di dalam kaidah hukum 8 Islam, sesuatu yang haram boleh digunakan apabila dalam keadaan darurat artinya tidak ada yang lain, kecuali sesuatu yang haram tersebut. b. Air seni dapat digunakan sebagai obat apabila sudah dalam keadaan darurat, seperti narkotika yang digunakan untuk operasi. Ukuran darurat apabila seluruh obat sudah tidak mampu untuk menyembuhkan, selain itu harus dengan adanya keputusan dokter bahwa memang harus menggunakan air seni karena sudah tidak ada obat yang lain, akan tetapi harus berdasarkan uji klinis. c. Air seni bisa dipergunakan untuk obat ketika dalam keadaan darurat dan tidak ada obat yang lain selain itu dan sudah pada titik membahayakan, akan tetapi tidak harus mati, karena keterpaksaan kondisi darurat maka membolehkan yang haram menjadi halal, tergantung kondisi, kemampuan ekonomi dan lain-lain. d. Pengobatan air seni di luar tubuh dapat dilakukan dan harus dibersihkan terlebih dahulu untuk sholat. Penggunaan air seni dengan cara diteses boleh dilakukan sedangkan dengan cara di minum tidak boleh dilakukan. e. Pengobatan air seni yang dilarang dalam Islam yaitu apabila tidak dalam keadaan darurat karena Allah melarang sesuatu yang menjijikkan dan air seni secara umum merupakan barang yang menjijikkan. f. Keputusan Fatwa MUI No.2/ Munas IV/ MUI/ 2000 tentang tentang Penggunaan Organ Tubuh, Ari-Ari, Air Seni Manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika, bahwa penggunan air seni sebagai alternatif pengobatan boleh dilakukan dalam keadaan dharurat syar’i yaitu kondisi-kondisi keterdesakan yang apabila tidak dilakukan akan mengancam eksistensi jiwa manusia, akan tetapi dalam dharurat harus hati-hati dalam menganggap kondisi sebagai kondisi darurat. Hukum menggunakan air seni sebagai obat sudah jelas, akan tetapi interprestasi masing- masing orang berbeda-beda. Pemahaman ini, kembali kepada diri masing-masing untuk menerapkan hukum Islam karena harus sesuai dengan hukum yang ada. Bagi orang yang belum mengetahui hukum Islam dari menggunakan air seni sebagai obat akan lebih memudahkan menerapkannya dan bagi orang yang mengetahui ilmu hukum Islam secara mendalam akan lebih hatihati dalam menerapkan penggunaan air seni sebagai obat. 9 g. Penggunaan air seni baik di dalam dan di luar tubuh haram hukumnya, kecuali dilakukan dalam keadaan darurat syar’i, yaitu apabila tidak melakukannya maka akan mengancam eksistensi jiwa, akan tetapi harus berdasarkan pada pernyataan dokter bahwa selain penggunaan air seni, sudah tidak ada pengobatan lain yang masih bisa dilakukan, sehingga apabila masih ada alternatif yang hukumnya halal maka harus menggunakan alternatif halal tersebut dan apabila sudah pada titik yang membahayakan (mengancam jiwa) maka pengobatan air seni boleh dilakukan. H. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pandangan Islam terhadap air seni sebagai alternatif pengobatan, yaitu bahwa air seni sebagai salah satu alternatif pengobatan dalam perspektif hukum Islam yang dilakukan di dalam dan di luar tubuh yaitu haram hukumnya, akan tetapi boleh dilakukan apabila dalam keadaan terpaksa yang dapat mengancam eksistensi jiwa dan berdasarkan pernyataan dari dokter bahwa sudah tidak ada obat dengan alternatif halal yang dapat menyembuhkan penyakitnya. Perspektif dokter secara klinis terhadap air seni sebagai alternatif pengobatan, yaitu bahwa dokter tidak akan merekomendasikan air seni untuk obat karena pengobatan tersebut tidak terdapat dalam ilmu kedokteran dan tidak sesuai dengan standar pelayanan medis. Faktor penyebab penggunaan air seni sebagai pengobatan, yaitu sebagai berikut: a. Menderita sakit dalam waktu yang lama dan sudah melakukan pengobatan sebelumnya, belum berhasil menyembuhkan. b. Penggunaan air seni sudah menjadi pengobatan tradiosioal turun-menurun sehingga sudah percaya pada khasiat pengobatannya. c. Adanya informasi yang diperoleh dari teman dan keluarga yang mempunyai pengalaman pengobatan dengan air seni, serta dari buku dan kaset, sehingga ingin membuktikannya. d. Untuk membuktikan khasiat pengobatan dengan air seni dan efeknya untuk kesehatan. 10 B. SARAN 1. Kepada umat Islam sebaiknya tidak melakukan pengobatan dengan air seni apabila masih terdapat obat halal yang dapat digunakan. Pengobatan yang sebaiknya dilakukan yaitu pengobatan secara medis dan herbal karena sudah teruji manfaatnya dalam penelitian. 2. Kepada Majelis Ulama Indonesia sebaiknya mensosialisasikan kepada masyarakat hasil dari Keputusan Fatwa MUI No. 2/ Munas VI/MUI/2000 tentang Penggunaan Organ Tubuh, Ari-ari, Air Seni manusia bagi kepentingan Obatobatan dan Kosmetika. Agar khalayak mengetahui dan terhindar dari perbuatan haram. 3. Kepada dokter sebaiknya agar tetap konsisten untuk mentaati kode etik kedokteran dalam memberikan pengobatan kepada pasien dengan tidak memberikan rekomendasi pengobatan dengan air seni, meskipun alternatif pengobatan yang halal sudah tidak ada. 11 I.DAFTAR PUSTAKA Amir Syarifuddin, Garir-Garis Besar Fiqh , Prenada Media, Jakarta, 2003 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997 Coen Van der Kroon, Terapi Urine Panduan lengkap Menuju Terapi Air Seni, Prestasi Pustaka, 2001 Imam Al Ghazali, Benang Surabaya,2002 Tipis Antara Hlal Dan Haram, Putera Belajar, Jonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing,2006 Nazar Bakry, Fiqh & Ushul Fiqh. PT. Raja Grafindo. Jakarta 2003. Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual: Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, Gema Insani Press, 2003 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-PRESS, 2005 Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permasalahan dan Fleksibilitasnya, Sinar Grafika, 2004 Yusuf Al-Qardhawi, Fiqih Praktis Bagi Kehidupan Modern, Gema Insani, Jakarta, 2002 Peraturan Perundangan : Al-Qur’an Hadist UU RI No. 23 Th. 1992 tentang Kesehatan UU RI No.29 Th. 2004 tentang Praktik Kedokteran Keputusan Fatwa MUI no. 2/MunasVI/MUI/2000 Tentang PENGGUNAAN TUBUH, ARI-ARI dan AIR SENI MANUSIA BAGI KEPENTINGAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA Media Massa 12 http//www.medicaholistik.com , Atherosklerosis, Dr.Albert Go Sumampou, 29 Maret 2003 http://id.wikipedia,org/wiki/Urin, terapi urin halalkah. 14 November 2005. 9:28 PM http//www.google.com. terapi air seni salah satu penawar gratis: kutipan buku “ analisa air kencing dalam praktek laboratorium klinis” oleh Dr.A.H. Free, Susanti, 26 Pebruari 2007 10:28 http//www.google.com.jantung hingga penyakit kelamin sembuh dengan urin.Jakarta ,Selasa 16 November 2004 : 01:32 WIB http//www.google.com.terapi autorin.Dr.Iwan T Budiarso, DVM, Msc,Phd,APU,30 Maret 2003 http//www.google.com.sehat dan awet muda?minum air seni, Prof E.N. Konasih, M.D, Medan, Selasa 5 April 2005 ; 11:16 WIB Suara Merdeka, Edisi , Wacana Local “ Kesehatan” oleh Hen-Hadi, 17 Januari 2008 13 14