APA PERANAN PEREMPUAN DALAM PELAYANAN GEREJA

advertisement
APA PERANAN PEREMPUAN DALAM PELAYANAN GEREJA?
Apa ajaran Alkitab tentang peranan perempuan dalam pelayanan
gereja? Ketika membaca tulisan ini, pembaca sudah barang tentu
memiliki pandangan dan pengertian sendiri yang mungkin didapatkan
melalui pembelajaran sendiri atau kerena melihat di gereja sendiri
bagaimana perempuan melayani di gereja. Pandangan pembaca besar
kemungkinan terbentuk berdasarkan pengamatan yang dilakukan
gereja-gereja di sekitarnya. Dalam hal ini penulis tidak bermaksud
meremehkan pandangan setiap pembaca, tetapi ingin memaparkan
secara jelas apa yang diajarkan dan dicatat dalam Alkitab. Karena
bagaimana pun juga, setiap orang yang mencintai Yesus dan Alkitab
harus menjadikan Alkitab itu menjadi patokan dan fondasi setiap
ajaran yang diterapkan dalam gereja. Penulis juga tidak menawarkan
pandangan suatu denominasi gereja tertentu di sini tetapi sematamata menganalisa dan menafsirkan ayat-ayat firman Allah yang
berhubungan dengan peranan perempuan dalam gereja. Jika suatu
pandangan tidak mimiliki dasar firman Allah maka pandangan itu
keliru, dan tidak sepantasnya dipercayai. Untuk itulah penulis
mengangkat topik ini agar pembaca lebih berpihak pada firman Allah
yang adalah pedoman satu-satunya dalam hidup dan iman Kristen.
Penulis merasa terdorong mengungkapkan apa yang dimengerti dari
firman Allah tentang peranan perempuan dalam gereja. Hal ini didasari
atas pengamatan di berbagai gereja yang hampir semua denominasi
saat ini menerima perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan dalam
jabatan kepemimpinan gereja. Itulah sebabnya banyak denominasi
telah menerima perempuan sebagai pendeta, pengajar dan gembala
sidang dan disetarakan dengan laki-laki. Kebanyakan orang Kristen
telah menerima fakta ini dan menjadi bagian sejarah kekristenan di
berbagai Negara. Namun demikian, ini tidak berarti sebagai fakta
kebenaran firman Allah. Tindakan manusia tidak membenarkan suatu
ajaran. Untuk itulah pembelajaran firman Allah dibutuhkan.
Yang menjadi pertanyaan, adakah pernyataan eksplisit firman Allah
yang memberikan peluang perempuan menjabat sebagai pemimpin,
pengajar, pendeta atau gembala sidang dalam sebuah gereja? Atau
adakah pernyataan eksplisit Firman Allah yang membatasi wewenang
seorang perempuan dalam kepemimpinan gereja? Apa yang dikatakan
firman Allah tentang peranan perempuan dalam gereja? Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dituntut pembelajaran firman
Allah dengan serius dan teliti.
AJARAN ALKITAB TENTANG PERANAN PEREMPUAN DALAM
GEREJA
Secara umum gereja-gereja Liberal menerima keberadaan perempuan
sebagai pemimpin dan menempatkannya sejajar dengan laki-laki.
Tidak bisa disangkal dunia ini memang menuntut kesetaraan laki-laki
dan perempuan karena itu merupakan konsekwensi implimentasi
demokrasi. Namun sehebat apapun demokrasi di suatu Negara,
demokrasi tidak bisa mengubah dan menghancurkan apa yang
diajarkan Alkitab.
Mungkin pembaca berargumentasi, bukankah laki-laki dan perempuan
sama di hadapan Tuhan? Tidak ada sanggahan dengan pernyataan ini
karena pertanyaan itu tidak spesifik. Oleh karena itu, jawaban
pertanyaan ini adalah ya dan pasti, karena Allah memang memandang
laki-laki dan perempuan sama. Namun sebelum melihat topik ini lebih
lanjut, ada baiknya memperhatikan daftar di bawah ini yang
menjelaskan beberapa persamaan laki-laki dan perempuan di hadapan
Allah.
(1) Laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar dan rupa
Allah
“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut
gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka” (Kejadian 1:27).
“Jawab Yesus: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan
manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?”
(Matius 19:4)
“Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan
perempuan” (Markus 10:6).
(2)
Allah memberkati laki-laki dan perempuan
“Laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Ia memberkati
mereka dan memberikan nama “Manusia” kepada mereka, pada waktu
mereka diciptakan” (Kejadian 5:2)
(3)
Perempuan juga dipanggil sebagai nabi
“Lalu Miryam, nabiah itu, saudara perempuan Harun, mengambil
rebana di tangannya, dan tampillah semua perempuan mengikutinya
memukul rebana serta menari-nari” (Keluaran 15:20)
“Pada waktu itu Debora, seorang nabiah, isteri Lapidot, memerintah
sebagai hakim atas orang Israel” (Hakim-hakim 4:4)
“Maka pergilah imam Hilkia, Ahikam, Akhbor, Safan dan Asaya kepada
nabiah Hulda, isteri seorang yang mengurus pakaian-pakaian, yaitu
Salum bin Tikwa bin Harhas; nabiah itu tinggal di Yerusalem, di
perkampungan baru. Mereka memberitakan semuanya kepadanya” (2
Raja-raja 22:14)
“Maka pergilah Hilkia dengan orang-orang yang disuruh raja kepada
nabiah Hulda, isteri seorang yang mengurus pakaian-pakaian, yaitu
Salum bin Tokhat bin Hasra, penunggu pakaian-pakaian; nabiah itu
tinggal di Yerusalem, di perkampungan baru. Mereka berbicara
kepadanya sebagaimana yang diperintahkan” (2 Tawarikh 34:22)
“Ya Allahku, ingatlah bagaimana Tobia dan Sanbalat masing-masing
telah bertindak! Pun tindakan nabiah Noaja dan nabi-nabi yang lain
yang mau menakut-nakutkan aku” (Nehemia 6:14)
“Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari
suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup
tujuh tahun lamanya bersama suaminya” (Lukas 2:36)
(4)
Perempuan juga bernubuat dan dipenuhi Roh Kudus
“Juga ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan akan
Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat”
(Kisah 2:18).
“Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkatakata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama
memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang
seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia
memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh
memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain
Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia
memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh.
Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata
dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia
untuk menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh
Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiaptiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya” (1 Korintus
12:8-11).
(5) Laki-laki dan perempuan memberikan persembahan kepada
Tuhan
“Maka datanglah mereka, baik laki-laki maupun perempuan, setiap
orang yang terdorong hatinya, dengan membawa anting-anting
hidung, anting-anting telinga, cincin meterai dan kerongsang, segala
macam barang emas; demikian juga setiap orang yang
mempersembahkan persembahan unjukan dari emas bagi TUHAN”
(Keluaran 35:22)
“Semua laki-laki dan perempuan, yang terdorong hatinya akan
membawa sesuatu untuk segala pekerjaan yang diperintahkan TUHAN
dengan perantaraan Musa untuk dilakukan–mereka itu, yakni orang
Israel, membawanya sebagai pemberian sukarela bagi TUHAN”
(Keluaran 35:29).
(6)
Perempuan menyanyi di hadapan Allah
“Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah
mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari
segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan
menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan
membunyikan gerincing” (1Samuel 18:6).
“Yeremia membuat suatu syair ratapan mengenai Yosia. Dan sampai
sekarang ini semua penyanyi laki-laki dan penyanyi perempuan
menyanyikan syair-syair ratapan mengenai Yosia, dan mereka jadikan
itu suatu kebiasaan di Israel. Semuanya itu tertulis dalam Syair-syair
Ratapan (2Tawarikh 35:25).
“selain dari budak mereka laki-laki dan perempuan yang berjumlah
tujuh ribu tiga ratus tiga puluh tujuh orang. Pada mereka ada dua
ratus penyanyi laki-laki dan perempuan” (Ezra 2:65).
“Selain dari budak mereka laki-laki dan perempuan yang berjumlah
tujuh ribu tiga ratus tiga puluh tujuh orang. Pada mereka ada dua
ratus empat puluh lima penyanyi laki-laki dan perempuan” (Nehemia
7:76).
“Pada hari itu mereka mempersembahkan korban yang besar. Mereka
bersukaria karena Allah memberi mereka kesukaan yang besar. Juga
segala perempuan dan anak-anak bersukaria, sehingga kesukaan
Yerusalem terdengar sampai jauh” (Nehemia 12:43).
(7)
Laki-laki dan perempuan bisa mengerti hukum taurat
“Lalu pada hari pertama bulan yang ketujuh itu imam Ezra membawa
kitab Taurat itu ke hadapan jemaah, yakni baik laki-laki maupun
perempuan dan setiap orang yang dapat mendengar dan mengerti”
(Nehemiah 8:2)
(8)
Perempuan melakukan perbuatan baik
“Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka
semua” (Amsal 31:29)
(9)
Perempuan juga memiliki iman hebat
“Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai ibu, besar
imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Dan
seketika itu juga anaknya sembuh” (Matius 15:28).
(10) Perempuan sebagai penyembah hebat
“Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: “Mengapa
kamu menyusahkan perempuan ini? Sebab ia telah melakukan suatu
perbuatan yang baik pada-Ku” (Matius 26:10)
“Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta, dan sedang
duduk makan, datanglah seorang perempuan membawa suatu bulibuli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya.
Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu, dicurahkannya minyak itu ke
atas kepala Yesus” (Markus 14:3)
(11) Perempuan sebagai pengajar bagi anaknya prempuan dan lakilaki
“Maka dengarlah firman TUHAN, hai perempuan-perempuan, biarlah
telingamu menerima firman dari mulut-Nya; ajarkanlah ratapan
kepada anak-anakmu perempuan, dan oleh setiap perempuan
nyanyian ratapan kepada temannya” (Yeremia 9:20).
“Dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda
mengasihi suami dan anak-anaknya” (Titus 2:4).
“Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka
hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan
menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik”
(Titus 2:3).
(12) Laki-laki dan perempuan dipenuhi Roh Kudus
“Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan
Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu” (Yoel 2:29).
(13) Perempuan sebagai pendukung pelayanan semasa pelayanan
Kristus
“Dan ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu
perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk
melayani Dia” (Matius 27:55)
“Mereka semuanya telah mengikut Yesus dan melayani-Nya waktu Ia
di Galilea. Dan ada juga di situ banyak perempuan lain yang telah
datang ke Yerusalem bersama-sama dengan Yesus” (Markus 15:41)
“Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak
perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu
dengan kekayaan mereka” (Lukas 8:3)
(14) Perempuan, orang pertama yang melihat Kristus yang bangkit
“Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan
sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk
memberitahukannya kepada murid-murid Yesus” (Matius 28:8)
“Mereka sangat ketakutan dan menundukkan kepala, tetapi kedua
orang itu berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Dia yang
hidup, di antara orang mati?” (Lukas 24:5)
(15) Perempuan dan laki-laki berdoa bersama-sama
“Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama,
dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan
saudara-saudara Yesus” (Kisah 1:14)
(16) Laki-laki dan perempuan sama-sama dibaptis dengan air
“Tetapi sekarang mereka percaya kepada Filipus yang memberitakan
Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus, dan
mereka memberi diri mereka dibaptis, baik laki-laki maupun
perempuan” (Kisah 8:12)
(17) Laki-laki dan perempuan menjadi pelayan Paulus
“Tetapi beberapa orang laki-laki menggabungkan diri dengan dia dan
menjadi percaya, di antaranya juga Dionisius, anggota majelis
Areopagus, dan seorang perempuan bernama Damaris, dan juga
orang-orang lain bersama-sama dengan mereka” (Kisah 17:34)
(18) Para perempuan yang percaya sangat menonjol dalam gereja
“Beberapa orang dari mereka menjadi yakin dan menggabungkan diri
dengan Paulus dan Silas dan juga sejumlah besar orang Yunani yang
takut kepada Allah, dan tidak sedikit perempuan-perempuan
terkemuka” (Kisah 17:4)
(19) Para perempuan bekerja keras untuk Tuhan
“Salam kepada Trifena dan Trifosa, yang bekerja membanting tulang
dalam pelayanan Tuhan. Salam kepada Persis, yang kukasihi, yang
telah bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan” (Roma
16:12).
(20) Laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki keselamatan dalam
Kristus
“Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada
hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan,
karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Galatia
3:28).
Ayat-ayat di atas memberikan penjelasan aspek-aspek kesetaraan
laki-laki dan perempuan seperti dalam keselamatan, berkat,
kepenuhan Roh Kudus dan pelayanan. Masih banyak lagi yang bisa
digali dari Alkitab tentang kesetaraan ini. Namun meskipun kelihatan
begitu banyak persamaan laki-laki dan perempuan di hadapan Allah
yang bisa dipaparkan, satu hal yang pasti bahwa Allah membuat
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kepemimpinan.
Allah telah menetapkan laki-laki menjadi pemimpin bagi perempuan
baik pada masa penciptaan Adam dan Hawa (Kejadian 2:18), keluarga
Kristen (Efesus 5:23) dan gereja (1 Timotius 2:8-15).
Seperti diketahui, Tuhan mendirikan dua lembaga penting bagi umat
percaya. Pertama, lembaga keluarga Kristen dan kedua, lembaga
gereja. Kedua lembaga ini akan menjadi fokus diskusi dalam artikel ini
karena Tuhan memberikan petunjuk khusus tentang kepemimpinan
dalam keluarga Kristen dan gereja.
PEREMPUAN DALAM PELAYANAN YESUS
Jika melihat pelayanan Yesus semasa hidupNya, perempuan memiliki
peran penting selama masa pelayananNya di bumi ini. Sahabat dan
pengikut setia Yesus banyak yang perempuan seperti dicatat dalam
Matius 27:55-56; Lukas 23:49, 55. Tidak diragukan juga bahwa para
perempuanlah orang-orang yang terakhir meninggalkan salib Yesus
dan juga yang pertama melihat Yesus yang bangkit (Lukas 23:55;
24:1-12). Di samping itu, semasa hidupNya perempuan selalu
mengikuti Yesus dalam setiap perjalanan pelayananNya dan selalu
membantu Yesus dan murid-muridNya (Lukas 8:1-3). Jelas terlihat
bahwa Yesus tidak melarang perempuan melakukan pelayanan bahkan
Yesus juga menginginkan perempuan mendengarkan pengajaranNya
dan melupakan semua kesibukan rutinitas perempuan demi
pendengaran firman Allah (ref. Lukas 10:38-42). Laki-laki dan
perempuan memiliki hak yang sama dalam pendengaran firman Allah.
Namun demikian, jika memperhatikan pelayanan perempuan semasa
Yesus, sangat jelas tak satu pun ayat firman Allah atau kejadian yang
mengindikasikan perempuan melakukan pelayanan dalam hal
mengajar dan berkhotbah ketika mereka berkumpul bersama-sama
Yesus dan murid-muridNya. Perempuan selalu ada di sekitar mereka
tetapi tidak melakukan pelayanan khotbah dan pengajaran.
Di samping fakta di atas, Yesus juga tidak memilih perempuan
menjadi bagian dari kedua belas rasul-Nya. Yesus hanya memilih lakilaki untuk menjabat sebagai rasul-rasul. Mungkin ada yang
berpendapat, seandainya Yesus memilih jumlah murid-muridNya lebih
dari 12 orang misalnya 20 orang atau 40 orang, Yesus pasti
mengikutkan perempuan sebagai rasul atau pemimpin.
Kedengarannya sangat logika tetapi ini hanya pengandaian. Fakta
sesungguhnya, Yesus tidak memilih perempuan bahkan ketika ada
kesempatan untuk mengikutkan perempuan pun Yesus tidak
melakukan hal itu. Hal ini terbukti ketika Yesus memerintahkan muridmuridnya untuk melakukan misi khusus yaitu untuk mengajar,
berkhotbah atau menyembuhkan. Jika memperhatikan Lukas 10:1-12,
disana Yesus mengutus 70 murid berdua-duaan dalam misi
penginjilan. Jumlah ini tentu bukan hanya terdiri dari kedua belas
murid Yesus tetapi juga melibatkan orang lain. Namun perempuan
tetap tidak dipilih Yesus sebagai bagian dari misi penting ini.
Sepanjang pengetahuan dan pengamatan dalam Alkitab, Yesus juga
tidak mengikutkan perempuan dalam perjamuan malam dalam Matius
26:20 (namun tidak berarti perempuan tidak bisa ikut dalam
Perjamuan Kudus, karena aspek ini masih bisa dijelaskan dari
penjelasan teologia lainnya dan juga kegiatan yang dilakukan gereja
mula-mula dalam Kisah 2:41-47). Bahkan ketika Yesus memberikan
Amanat Agung yang dicatat dalam Matius 28:16-20 sangat jelas tidak
dihadiri perempuan tetapi hanya diterima laki-laki atau rasul-rasulNya.
Coba perhatikan ayat-ayat berikut:
16 Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah
ditunjukkan Yesus kepada mereka. 17 Ketika melihat Dia mereka
menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. 18 Yesus
mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala
kuasa di sorga dan di bumi. 19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua
bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus, 20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu
yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai
kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:16-20).
Kenapa Yesus tidak mengikutkan perempuan ketika Amanat Agung
diberikan? Alasannya adalah karena isi dari amanat agung itu sendiri
menuntut suatu tugas penginjilan/pengajaran (“jadikan semua bangsa
murid-Ku”), pembaptisan (“baptislah mereka”) dan
pengajaran/khotbah (“ajarlah mereka”) yang sebenarnya hanya
dilakukan laki-laki. Singkatnya, para perempuan melayani Yesus dan
melayani bersama Yesus tetapi mereka melayani tidak pada kapasitas
sebagai pemimpin, pengajar dan pengkhotbah. Yesus sangat
menghargai pelayanan dan perhatian perempuan semasa
pelayananNya dan sepatutnya demikian jugalah di masa gereja
sekarang ini.
PEREMPUAN DALAM PELAYANAN GEREJA
Ajaran Rasul Paulus tentang peranan perempuan dalam pelayanan
gereja merupakan kelanjutan dari ajaran Yesus. Seperti diketahui para
penulis Alkitab tidak menuliskan kitab mereka sesuka hati tetapi
dengan pertolongan dan dorongan Roh Kudus mereka dituntun Allah
sehingga tulisan mereka tidak mengandung kesalahan dan kekeliruan
meskipun tulisan itu membicarakan kehidupan dan pelayanan mereka
dan kitab mereka merupakan bagian dari firman Allah yang diilhamkan
Allah (2 Timotius 3:16; 2 Petrus 1:20-21). Tulisan para Nabi dan Rasul
adalah firman Allah yang dimiliki gereja sekarang dan merupakan
pedoman satu-satunya dalam hidup, iman dan pelayanan gereja.
Dalam Perjanjian Baru, Paulus telah memberikan petunjuk pelayanan
yang harus diimplimentasikan dalam pelayanan gereja. Peranan
perempuan dalam gereja secara khusus tidak luput dari perhatian
Paulus dan telah memberikan regulasi yang mengatur pelayanan
mereka. Meski demikian Paulus tidak pernah merendahkan pelayanan
perempuan. Ia justru sangat menghargai pelayanan perempuan dalam
gereja dan pelayanannya (Roma 16), namun Paulus menempatkan
mereka sesuai dengan ketentuan dan kapasitas mereka sebagaimana
diatur dalam firman Allah. Paulus tidak pernah mengusir dan melarang
perempuan turut dalam pelayanan gereja tetapi harus mengikuti
kaidah dan ketentuan yang berlaku dan perempuan pun harus
mengerti hak dan kewajiban mereka dalam pelayanan.
Setiap orang percaya memiliki kewajiban untuk melayani Yesus di
gereja dimana Tuhan tempat dia sebagai jemaat. Baik laki-laki dan
perempuan harus melayani Tuhan sesuai dengan talenta yang
diberikan Tuhan kepada masing-masing. Talenta yang Tuhan berikan
kepada setiap orang percaya harus dipertanggungjawabkan di
hadapan Tuhan.
Di bawah ini ada dua bagian firman Allah yang menjadi pertimbangan
dan pembelajaran penting tentang peranan perempuan dalam
pelayanan gereja.
PERANAN PEREMPUAN DALAM 1 TIMOTIUS 2:8-15
Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya mengutip ayat-ayat ini:
“8 Oleh karena itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki
berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa
perselisihan. 9 Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia
berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya
jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara
ataupun pakaian yang mahal-mahal, 10 tetapi hendaklah ia berdandan
dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang
beribadah. 11 Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima
ajaran dengan patuh. 12 Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar
dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia
berdiam diri. 13 Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian
barulah Hawa. 14 Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan
perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa” (1 Timotius
2:8-15).
Pada umumnya gereja-gereja dan para teolog beranggapan bahwa
ayat-ayat di atas tidak relevan lagi bagi gereja sekarang ini dan
menganggap ayat-ayat itu diberikan khusus bagi jemaat Efesus yang
digembalakan Timotius masa itu. Mereka mengganggap tradisi Efesus
masa itu tidak memperbolehkan perempuan berbicara dalam
perkumpulan dimana laki-laki turut hadir. Karena anggapan alasan
tradisi dan kebiasaan inilah maka banyak gereja menerima kesetaraan
laki-laki dan perempuan dalam kepemimpinan gereja. Inilah pemikiran
dan tafsiran yang diadopsi banyak gereja yang menerima perempuan
ditahbiskan menjadi pendeta dan gembala sidang.
Ada juga gereja tertentu yang beralasan menerima perempuan
menjadi pemimpin dan mentahbiskannya menjadi pendeta dan
gembala sidang dengan alasan bahwa semua orang, laki-laki dan
perempuan sama di hadapan Tuhan. Namun pernyataan ini
merupakan argumentasi lemah dan tidak didasari fondasi kuat. Seperti
dijelaskan sebelumnya ada begitu banyak ayat-ayat firman Allah yang
menjelaskan kesetaraan laki-laki dan perempuan di hadapan Tuhan.
Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam keselamatan.
Tetapi yang menjadi pertimbangan adakah ajaran firman Allah yang
menganjurkan perempuan menjadi pemimpin dalam gereja? Adakah
ajaran firman Allah yang menjelaskan perempuan sebagai pemimpin
bagi laki-laki?
Untuk menanggapi kedua alasan di atas, mari mencermati teks firman
Allah dan mencoba mengerti sesuai dengan konteks perikopenya. Jika
memperhatikan ayat-ayat di atas, Paulus tidak menyinggung atau
memberikan indikasi suatu tradisi daerah Yunani (Efesus termasuk
wilayah Yunani). Perhatikan kalimat yang disampaikan Paulus,
“Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak
mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri” (ay
12).
Tidak jarang orang Kristen dan teolog mengkritisi ayat ini khususnya
karena kata “Aku” yang dipakai Paulus. Karena pemakaian kata ini,
banyak orang beranggapan bahwa ayat ini semata-mata hanya
keinginan dan pendapat Paulus dan bukan keinginan dan kehendak
Tuhan. Mereka ingin mengelompokkan dan membedakan mana
keinginan Paulus dan mana keinginan Allah, mana perkataan Paulus
dan mana perkataan Allah. Jika sampai pada pokok bahasan seperti
ini, akan banyak implikasinya, karena argumentasi sedemikian seakan
memberitahukan bahwa apa yang dikatakan Paulus di sini tidak
termasuk firman Allah tetapi perkataan pribadi. Jika ada orang yang
beranggapan sedemikian, maka ia akan menghadapi masalah besar
dalam pembelajaran firman Allah karena ia tidak mempercayai
keseluruhan Alkitab itu sebagai firman Allah yang diilhamkan Allah
tetapi hanya mengandung firman Allah. Ia beranggapan setiap hal
yang berhubungan dengan pribadi penulis tidak termasuk bagian
firman Allah. Jika sedemikian, bukankah masalah ini semakin rumit
dan berbahaya hanya karena ingin membenarkan pendapatnya
tentang peranan perempuan dalam gereja? Orang yang berpendapat
sedemikian pasti mempercayai bahwa tidak semua yang ada dalam
Alkitab itu firman Allah dan inilah pendapat para liberalisme,
modernisme, dan neo-evangelical (injili baru). Tetapi sebaliknya, apa
pun yang dicatat dalam Alkitab keseluruhannya adalah firman Allah
dan kita tidak bisa meragukan satu titik pun dari firman Allah tersebut
atau menyebutkan ada kesalahan dalam Alkitab.
Cobalah perhatikan keseriusan Paulus dalam menyampaikan ajaran
ini. Jika ayat-ayat ini dilihat dalam konteksnya, sebenarnya 1 Timotius
2:1-7 membahas tentang “Doa jemaat” dan tentu berhubungan
dengan ibadah atau kebaktian. Jadi ketika ingin mengartikan maksud
1 Timotius 2:8-15, kita tidak bisa terlepas dari apa yang disampaikan
Paulus pada ayat 1-7. [Perlu diketahui bahwa nomor ayat-ayat Alkitab
yang ada saat ini merupakan tambahan yang disisipkan agar lebih
mudah dimengerti pembagian kalimat-kalimatnya. Namun pada
awalnya ketika penulis Alkitab menulis surat-suratnya, ia tidak
memakai ayat-ayat tetapi kalimat yang bersambung seperti sebuah
surat]. Jadi jika ingin mengerti suatu bagian firman Allah, jangan
mengabaikan konteks (pokok pembahasan) ayat-ayat sebelum dan
sesudahnya karena kesemuanya saling berkaitan. Dengan
menerapkan pengertian ini, maka bisa dimengerti bahwa 1 Timotius
2:8-15 harus dimengerti dalam konteks ibadah sebagai lanjutan dari 1
Timotius 2:1-7. Dengan demikian, sangat jelas bahwa Paulus tidak
membicarakan suatu tradisi atau kebiasaan suatu daerah (Efesus)
tetapi berhubungan dengan ibadah, doa dan kebaktian jemaat. Paulus
dengan tegas mengatakan bahwa perempuan tidak memiliki tempat
dalam pengajaran dan kepemimpinan suatu ibadah jemaat.
Pada ayat di atas, terdapat dua larangan yang disampaikan Paulus.
Pertama, perempuan tidak diizinkan mengajar laki-laki dan kedua,
tidak diizinkan memimpin laki-laki. Kedua fakta ini sebenarnya bukan
suatu ajaran baru dalam Alkitab. Ini jugalah fakta dalam komunitas
umat Israel Perjanjian Lama di mana laki-laki memiliki peranan
penting baik dalam keluarga dan komunitas umat Israel. Laki-laki
adalah pengajar dan pemimpin bagi kaum wanita dan keluarga. Kedua
aspek ini jugalah yang ditekankan Paulus kepada Timotius yang
menggembalakan jemaat Efesus saat itu. Oleh karena itu, larangan
bagi perempuan untuk mengajar dan memimpin laki-laki bukanlah
alasan tradisi atau kebiasaan setempat.
Alasan kedua adalah bahwa ayat-ayat di atas tidak ada kaitannya
dengan tradisi daerah setempat karena apa yang Paulus katakan
dalam ayat 13, “Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian
barulah Hawa.” Paulus mengatakan perempuan tidak bisa mengajar
dan memimpin laki-laki karena Adam yang terlebih dahulu diciptakan,
yang berarti Adam yang menjadi pemimpin bagi Hawa. Dalam
Kejadian 2:18, Allah memberitahukan bahwa Hawa merupakan
penolong bagi Adam dan bukan sebaliknya. Perhatian ayat ini, “TUHAN
Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku
akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Dalam
hal ini, Paulus menyangkal segala alasan tradisi. Dia tidak
menyinggung suatu tradisi tetapi justru memberikan alasan dari
kehidupan manusia pertama yang hidup sebelum adanya tradisi. Yang
paling penting lagi bahwa isu yang dikaitkan Paulus di sini
berhubungan dengan kegagalan Adam dan Hawa di taman Eden.
Perhatikan juga kata “karena” dalam ayat 13 tersebut dan ini tentu
memberitahukan suatu alasan kenapa Paulus melarang perempuan
mengajar dan memerintah laki-laki.
Alasan ketiga larangan perempuan menjadi pengajar dan pemimpin
dalam gereja karena perempuan memiliki kelemahan.
“Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah
yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa” (ay 14).
Kata “lagipula” tentu menghubungkan ayat 14 ini dengan ayat 13
sebagai alasan Paulus membatasi pelayanan perempuan dalam hal
pengajaran dan kepemimpinan. Paulus dengan jelas memberitahukan
bahwa kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa tidak terlepas dari
kelemahan Hawa yang gampang tergoda. Paulus di sini bukan
mempersalahkan apa yang terjadi di masa itu sepenuhnya merupakan
tanggungjawab Hawa sebagai orang yang terlebih dahulu tergoda dan
melanggar perintah Allah. Sebagai fakta, pada saat Allah
menempatkan Adam dan Hawa di Taman Eden, Allah telah
menetapkan Adam sebagai pemimpin bagi Hawa. Itulah sebabnya jika
memperhatikan catatan kejadian kejatuhan manusia ke dalam dosa,
sangat jelas bahwa ketika Hawa tergoda dan memakan buah yang
dilarang itu, tidak ada yang terjadi pada Hawa dan Adam, semuanya
masih sama seperti sebelum memakan buah itu. Tetapi perubahan
terjadi ketika Hawa memberikan buah itu kepada Adam dan
memakannya, mereka baru mengetahui mereka telah melanggar
perintah Allah. Hal ini terjadi karena Allah menetapkan Adam sebagai
pemimpin dan kegagalan Adamlah yang membuat manusia jatuh ke
dalam dosa. Itulah sebabnya dalam pembahasan teologia, kegagalan
Adam di taman Eden membuat semua orang terjerumus ke dalam
dosa (Roma 5:12-21) tetapi dengan ketaatan Adam yang kedua yaitu
Yesus Kristus semua orang (yang percaya) memperoleh hidup yang
kekal.
Namun banyak orang terutama kaum perempuan tidak setuju dengan
tulisan Paulus karena menggganggap Paulus telah menempatkan
mereka sebagai kaum lemah dan mudah tergoda. Justru sebaliknya,
kaum perempuan beranggapan bahwa kaum laki-lakilah yang paling
mudah tergoda untuk berbuat dosa. Tetapi ini semua merupakan
penjelasan manusia yang merasa kuat dan menuntut kesetaraan lakilaki dan perempuan. Namun jika tulisan Paulus ini diterima sebagai
firman Allah, umat percaya tidak bisa berargumentasi dan hanya
menerimanya sebagai kebenaran karena Paulus tidak sesukanya
menuliskan perkataan itu. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa
apa yang ditulis Paulus merupakan kebenaran yang disampaikan Allah
kepadanya. Jadi bukan semata-mata keinginan Paulus untuk
mengatakan perempuan itu mudah tergoda dan lemah. Jika di mata
Tuhan perempuan itu memang kuat dan patut jadi pemimpin laki-laki,
kenapa Allah tidak memberikan peluang bagi perempuan untuk
menjadi pemimpin dalam keluarga Kristen yang terdiri dari suami, istri
dan anak-anaknya, tetapi Tuhan menetapkan laki-lakilah yang menjadi
kepala rumah tangga dan kepala bagi isteri dan bukan sebaliknya.
Poin ini membawa kita ke alasan yang keempat.
Alasan keempat yang juga penting bahwa Alkitab menjelaskan suami
adalah kepala dalam rumah tangga dan Isteri. Perhatikan ayat ini,
“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena
suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat”
(Efesus 5:22-23).
Hampir semua lapisan masyarakat dunia mengakui laki-laki sebagai
kepala rumah tangga dan isteri. Laki-laki atau suami memiliki
tanggungjawab untuk memimpin anak-anak dan isterinya. Kita harus
mengakui fakta ini bukan hanya karena tradisi tetapi karena Alkitab
mengajarkannya.
Di samping itu, ayat 22 itu juga memberitahukan suatu hirarki dalam
keluarga Kristen. Perempuan diperintahkan untuk tunduk kepada
suaminya seperti kepada Tuhan dan ini memberikan indikasi
kepemimpinan laki-laki yang mana si isteri harus mendengar dan
tunduk pada keputusan dan ketetapan suaminya. Sementara dalam
hubungan suami dan isteri, suami tidak diperintahkan untuk tunduk
kepada isterinya tetapi mengasihi isterinya.
Jika memperhatikan Kejadian 3:16, di sana ada pernyataan Allah
kepada Hawa ketika Allah memberikan hukuman setelah Adam dan
Hawa jatuh ke dalam dosa. Perhatikan ayat ini, “Firman-Nya kepada
perempuan itu: “Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat
sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu;
namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa
atasmu” (Kejadian 3:16). Bagian terakhir ayat ini memberitahukan
bahwa Hawa akan berahi kepada suaminya dan suaminya akan
berkuasa atasnya. Banyak orang menafsirkan kalimat ini sebagai
hubungan seksual suami isteri tetapi jika dicermati dengan baik, arti
sesungguhnya bukan berbicara tentang hal itu karena kalimat
sebelumnya telah mengindikasikan adanya suatu hubungan suami
isteri (melahirkan anakmu) dan memang sudah sewajar ada hubungan
suami isteri. Tetapi jika memperhatikan kalimat ini, “ia (suami) akan
berkuasa atasmu” jelas menunjuk pada suatu kepemimpinan dimana
suami memiliki kuasa terhadap isteri. Dan jika arti ini dihubungan
dengan kalimat, “engkau (Hawa) akan berahi kepada suamimu” akan
berarti bahwa isteri memiliki keinginan untuk menguasai dan
memimpin suaminya. Inilah yang menjadi pergumulan para isteri di
sepanjang masa dan tidak jarang terjadi perselisihan, pertikaian dalam
keluarga karena si isteri mencoba mengatur dan memimpin suaminya.
Itulah sebabnya Paulus mengatakan, “hai isteri, tunduklah kepada
suamimu seperti kepada Tuhan.”
Namun firman Allah tidak berhenti sampai di situ, Paulus juga
menjelaskan bahwa kepala dari Laki-laki adalah Kristus dan kepala
dari Kristus adalah Allah Bapa. Perhatikan ayat ini,
“Tetapi Aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari
tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki
dan kepala dari Kristus ialah Allah” (1 Korintus 11:3).
Apa yang terlihat di sini adalah suatu hirarki kepemimpinan dimana
Tuhan menciptakan laki-laki sebagai pemimpin. Kegagalan Adam di
taman Eden merupakan kegagalannya sebagai pemimpin, karena
menuruti perkataan isterinya. Apa yang ditawarkan Hawa langsung
diterimanya yang akhirnya membuatnya terjerumus ke dalam dosa.
Tidak ditemukan dalam Alkitab satu kalimat pun yang mengajarkan
bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin rohani bagi suaminya. Oleh
karena itu akan menjadi suatu yang bertentangan dengan ajaran
firman Allah jika dikatakan perempuan bisa menjadi pemimpin rohani
dalam gereja dan menjadi seorang pendeta yang memimpin laki-laki
dalam gereja.
Bagaimana mungkin seorang isteri (sebagai pendeta) harus tunduk
kepada suaminya ketima berada di rumahnya, namun ketika
beribadah di gereja, Isteri yang menjadi pemimpin bagi suaminya dan
suami para isteri-isteri dalam gereja dan harus tunduk pada perintah
isteriny? Ingatlah Efesus 5:23, “kepala gereja adalah Kristus” maka
logikanya yang memimpin gereja itu laki-laki karena gereja terdiri dari
keluarga-keluarga dimana ada suami-suami dan isteri-isteri. Jika
mengakui suami sebagai kepala Isteri namun juga mengakui
perempuan menjadi pemimpin gereja (gembala sidang yang
memimpin keluarga-keluarga Kristen), bukankah itu berarti telah
menempatkan institusi rumah tangga di atas institusi gereja? Tetapi
fakta sesungguhnya gereja merupakan institusi tertinggi yang
ditetapkan Tuhan dalam kehidupan umat Kristen. Itulah sebabnya
gereja merupakan tempat perkumpulan keluarga-keluarga Kristen
dalam pembinaan kerohanian dan tempat mereka beribadah dan
tempat meminta serta mendapatkan berkat rohani seperti
pemberkatan nikah.
Fakta membuktikan baik masa pelayanan Yesus dan Paulus, para
perempuan selalu ada bersama mereka dalam membantu pelayanan
tetapi para perempuan melakukan pelayanan sesuai dengan kapasitas
mereka seperti ditetapkan dalam firman Allah. Mereka tetap bisa
melayani meskipun tidak menjadi seorang pengkhotbah, pengajar dan
pemimpin. Dalam hal yang sama perempuan masa kini menempatkan
diri dalam pelayanan gereja. Masih banyak jenis pelayanan yang bisa
dilakukan para perempuan dalam gereja meskipun tidak menjabat
sebagai pengkhotbah, pengajar dan pemimpin. Janganlah sekali-kali
berpikir ketidaksetaraan perempuan dengan laki-laki sebagai kendala
dalam pertumbuhan gereja atau dianggap merendahkan dan
meremehkan perempuan.
PERANAN PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14:34-35
Satu lagi bagian firman Allah yang membahas tentang peranan
perempuan dalam gereja terdapat dalam 1 Korintus 14:34-35,
“Sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus, perempuanperempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat.
Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus
menundukkan diri, seperti yang dikatakan oleh hukum Taurat. Jika
mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya
kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk
berbicara dalam pertemuan Jemaat.”
Dalam ayat ini terdapat persamaan ajaran yang disampaikan Paulus
kepada Timotius yang sedang melayani di Efesus. Sangat jelas jarak
daerah Efesus dengan Korintus itu jauh dan sudah barang tentu
tradisinya juga berbeda. Namun karena perintah ini merupakan
kebenaran abadi, larangan perempuan untuk mengajar dan memimpin
laki-laki berlaku di semua daerah dan Negara. Kebenaran firman Allah
tidak pernah dibatasi suatu daerah dan wilayah.
Jika memperhatikan aya-ayat di atas, perintah yang terkandung di
dalamnya sangat mudah dipahami. Tidak ada perkataan yang
membingungkan dalam ayat tersebut. Namun untuk lebih
mendapatkan arti sesungguhnya, penulis merasa perlu untuk
memperbandingkan 1 Korintus 14:34 dalam Alkitab bahasa Inggris
karena penulis merasa Alkitab bahasa Indonesia kurang memberikan
penekanan.
Alkitab bahasa Indonesia berbunyi demikian:
Sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus, perempuanperempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat.
Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus
menundukkan diri, seperti yang dikatakan oleh hukum Taurat.
Dan Alkitab bahasa Inggris (KJV) berbunyi demikian:
“As in all churches of the saints. Let your women keep silence in the
churches: for it is not permitted unto them to speak; but they are
commanded to be under obedience, as also saith the law” (1 Korintus
14:33b-34).
Yang perlu diperhatikan di sini adalah kalimat pertamanya “As in all
churches of the saints.” Alkitab bahasa Indonesia menerjemahkannya
sebagai, “Sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus.”
Meskipun terjemahan ini telah memberikan arti yang dibutuhkan tetapi
penekanan sangat kurang karena kata “all churches of the saints”
tidak diterjemahkan sebagai “semua gereja orang-orang kudus.”
Terjemahan ini sesungguhnya memberikan penekanan bahwa perintah
agar perempuan berdiam diri dalam pertempuan-pertempuan ibadah
orang-orang kudus bukanlah merupakan alasan tradisi karena perintah
ini juga dimiliki dan diketahui “semua gereja-gereja orang-orang
kudus.” Jadi sangat jelas bahwa Paulus di sini tidak menekankan kata
”semua jemaat” tetapi ”semua gereja.” Itu berarti Paulus
mengindikasikan bahwa pernyataannya tentang perempuan untuk
berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan jemaat merupakan
kebenaran abadi yang telah dimiliki dan diimplimentasikan semua
gereja orang-orang kudus di masa itu dan bukan hanya kebiasaan
gereja Korintus. Ini juga menunjukkan keseragaman ajaran semua
gereja orang-orang kudus tentang peranan perempuan dalam gereja
masa itu.
Hal kedua yang diungkapkan Paulus dalam ayat 34, bahwa para
perempuan “harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan oleh
hukum Taurat.” Jika ada argumentasi yang mengatakan bahwa
larangan perempuan untuk mengajar, memimpin dan berbicara dalam
pertemuan-pertemuan jemaat sebagai alasan tradisi semata, maka
kalimat di atas menjelaskan sebaliknya. Hukum Taurat diberikan
kepada orang-orang Yahudi dan bukan orang-orang kafir, namun
Paulus berkata bahwa perintah larangan itu telah ada dalam Hukum
Taurat. Tidak bisa dipastikan ayat mana yang dimaksud Paulus dalam
Hukum Taurat yang mencatat larangan ini, namun bagi Paulus
perintah yang disampaikannya sesuai dengan apa yang dicatat dalam
hukum Taurat.
Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa ada pembatasan pelayanan
bagi kaum perempuan dalam gereja karena itu merupakan ketetapan
Allah. Meskipun perempuan tidak ditetapkan sebagai pengajar dan
pemimpin atau gembala sidang dalam sebuah gereja, peranan
perempuan dalam pelayanan gereja masih terbuka lebar. Masih
banyak bidang-bidang pelayanan yang bisa digarap sebagai bidang
pelayanan yang dikhususkan bagi para perempuan dalam gereja. Hal
inilah yang akan dibahas pada pembahasan di bawah ini.
ARTIKEL INI BELUM SELESAI DAN MASIH AKAN DILANJUTKAN
DENGAN JENIS PELAYANAN-PELAYANAN APA YANG BISA DILAKUKAN
PEREMPUAN DALAM GEREJA SEKARANG INI SERTA PERANAN
PEREMPUAN SEBAGAI GURU INJIL DALAM GEREJA
Download