APA PERANAN PEREMPUAN DALAM PELAYANAN GEREJA? Apa ajaran Alkitab tentang peranan perempuan dalam pelayanan gereja? Ketika membaca tulisan ini, pembaca sudah barang tentu memiliki pandangan dan pengertian sendiri yang mungkin didapatkan melalui pembelajaran sendiri atau kerena melihat di gereja sendiri bagaimana perempuan melayani di gereja. Pandangan pembaca besar kemungkinan terbentuk berdasarkan pengamatan yang dilakukan gereja-gereja di sekitarnya. Dalam hal ini penulis tidak bermaksud meremehkan pandangan setiap pembaca, tetapi ingin memaparkan secara jelas apa yang diajarkan dan dicatat dalam Alkitab. Karena bagaimana pun juga, setiap orang yang mencintai Yesus dan Alkitab harus menjadikan Alkitab itu menjadi patokan dan fondasi setiap ajaran yang diterapkan dalam gereja. Penulis juga tidak menawarkan pandangan suatu denominasi gereja tertentu di sini tetapi sematamata menganalisa dan menafsirkan ayat-ayat firman Allah yang berhubungan dengan peranan perempuan dalam gereja. Jika suatu pandangan tidak mimiliki dasar firman Allah maka pandangan itu keliru, dan tidak sepantasnya dipercayai. Untuk itulah penulis mengangkat topik ini agar pembaca lebih berpihak pada firman Allah yang adalah pedoman satu-satunya dalam hidup dan iman Kristen. Penulis merasa terdorong mengungkapkan apa yang dimengerti dari firman Allah tentang peranan perempuan dalam gereja. Hal ini didasari atas pengamatan di berbagai gereja yang hampir semua denominasi saat ini menerima perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan dalam jabatan kepemimpinan gereja. Itulah sebabnya banyak denominasi telah menerima perempuan sebagai pendeta, pengajar dan gembala sidang dan disetarakan dengan laki-laki. Kebanyakan orang Kristen telah menerima fakta ini dan menjadi bagian sejarah kekristenan di berbagai Negara. Namun demikian, ini tidak berarti sebagai fakta kebenaran firman Allah. Tindakan manusia tidak membenarkan suatu ajaran. Untuk itulah pembelajaran firman Allah dibutuhkan. Yang menjadi pertanyaan, adakah pernyataan eksplisit firman Allah yang memberikan peluang perempuan menjabat sebagai pemimpin, pengajar, pendeta atau gembala sidang dalam sebuah gereja? Atau adakah pernyataan eksplisit Firman Allah yang membatasi wewenang seorang perempuan dalam kepemimpinan gereja? Apa yang dikatakan firman Allah tentang peranan perempuan dalam gereja? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dituntut pembelajaran firman Allah dengan serius dan teliti. AJARAN ALKITAB TENTANG PERANAN PEREMPUAN DALAM GEREJA Secara umum gereja-gereja Liberal menerima keberadaan perempuan sebagai pemimpin dan menempatkannya sejajar dengan laki-laki. Tidak bisa disangkal dunia ini memang menuntut kesetaraan laki-laki dan perempuan karena itu merupakan konsekwensi implimentasi demokrasi. Namun sehebat apapun demokrasi di suatu Negara, demokrasi tidak bisa mengubah dan menghancurkan apa yang diajarkan Alkitab. Mungkin pembaca berargumentasi, bukankah laki-laki dan perempuan sama di hadapan Tuhan? Tidak ada sanggahan dengan pernyataan ini karena pertanyaan itu tidak spesifik. Oleh karena itu, jawaban pertanyaan ini adalah ya dan pasti, karena Allah memang memandang laki-laki dan perempuan sama. Namun sebelum melihat topik ini lebih lanjut, ada baiknya memperhatikan daftar di bawah ini yang menjelaskan beberapa persamaan laki-laki dan perempuan di hadapan Allah. (1) Laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar dan rupa Allah “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka” (Kejadian 1:27). “Jawab Yesus: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?” (Matius 19:4) “Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan” (Markus 10:6). (2) Allah memberkati laki-laki dan perempuan “Laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Ia memberkati mereka dan memberikan nama “Manusia” kepada mereka, pada waktu mereka diciptakan” (Kejadian 5:2) (3) Perempuan juga dipanggil sebagai nabi “Lalu Miryam, nabiah itu, saudara perempuan Harun, mengambil rebana di tangannya, dan tampillah semua perempuan mengikutinya memukul rebana serta menari-nari” (Keluaran 15:20) “Pada waktu itu Debora, seorang nabiah, isteri Lapidot, memerintah sebagai hakim atas orang Israel” (Hakim-hakim 4:4) “Maka pergilah imam Hilkia, Ahikam, Akhbor, Safan dan Asaya kepada nabiah Hulda, isteri seorang yang mengurus pakaian-pakaian, yaitu Salum bin Tikwa bin Harhas; nabiah itu tinggal di Yerusalem, di perkampungan baru. Mereka memberitakan semuanya kepadanya” (2 Raja-raja 22:14) “Maka pergilah Hilkia dengan orang-orang yang disuruh raja kepada nabiah Hulda, isteri seorang yang mengurus pakaian-pakaian, yaitu Salum bin Tokhat bin Hasra, penunggu pakaian-pakaian; nabiah itu tinggal di Yerusalem, di perkampungan baru. Mereka berbicara kepadanya sebagaimana yang diperintahkan” (2 Tawarikh 34:22) “Ya Allahku, ingatlah bagaimana Tobia dan Sanbalat masing-masing telah bertindak! Pun tindakan nabiah Noaja dan nabi-nabi yang lain yang mau menakut-nakutkan aku” (Nehemia 6:14) “Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup tujuh tahun lamanya bersama suaminya” (Lukas 2:36) (4) Perempuan juga bernubuat dan dipenuhi Roh Kudus “Juga ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat” (Kisah 2:18). “Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkatakata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiaptiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya” (1 Korintus 12:8-11). (5) Laki-laki dan perempuan memberikan persembahan kepada Tuhan “Maka datanglah mereka, baik laki-laki maupun perempuan, setiap orang yang terdorong hatinya, dengan membawa anting-anting hidung, anting-anting telinga, cincin meterai dan kerongsang, segala macam barang emas; demikian juga setiap orang yang mempersembahkan persembahan unjukan dari emas bagi TUHAN” (Keluaran 35:22) “Semua laki-laki dan perempuan, yang terdorong hatinya akan membawa sesuatu untuk segala pekerjaan yang diperintahkan TUHAN dengan perantaraan Musa untuk dilakukan–mereka itu, yakni orang Israel, membawanya sebagai pemberian sukarela bagi TUHAN” (Keluaran 35:29). (6) Perempuan menyanyi di hadapan Allah “Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing” (1Samuel 18:6). “Yeremia membuat suatu syair ratapan mengenai Yosia. Dan sampai sekarang ini semua penyanyi laki-laki dan penyanyi perempuan menyanyikan syair-syair ratapan mengenai Yosia, dan mereka jadikan itu suatu kebiasaan di Israel. Semuanya itu tertulis dalam Syair-syair Ratapan (2Tawarikh 35:25). “selain dari budak mereka laki-laki dan perempuan yang berjumlah tujuh ribu tiga ratus tiga puluh tujuh orang. Pada mereka ada dua ratus penyanyi laki-laki dan perempuan” (Ezra 2:65). “Selain dari budak mereka laki-laki dan perempuan yang berjumlah tujuh ribu tiga ratus tiga puluh tujuh orang. Pada mereka ada dua ratus empat puluh lima penyanyi laki-laki dan perempuan” (Nehemia 7:76). “Pada hari itu mereka mempersembahkan korban yang besar. Mereka bersukaria karena Allah memberi mereka kesukaan yang besar. Juga segala perempuan dan anak-anak bersukaria, sehingga kesukaan Yerusalem terdengar sampai jauh” (Nehemia 12:43). (7) Laki-laki dan perempuan bisa mengerti hukum taurat “Lalu pada hari pertama bulan yang ketujuh itu imam Ezra membawa kitab Taurat itu ke hadapan jemaah, yakni baik laki-laki maupun perempuan dan setiap orang yang dapat mendengar dan mengerti” (Nehemiah 8:2) (8) Perempuan melakukan perbuatan baik “Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua” (Amsal 31:29) (9) Perempuan juga memiliki iman hebat “Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh” (Matius 15:28). (10) Perempuan sebagai penyembah hebat “Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: “Mengapa kamu menyusahkan perempuan ini? Sebab ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku” (Matius 26:10) “Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta, dan sedang duduk makan, datanglah seorang perempuan membawa suatu bulibuli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya. Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu, dicurahkannya minyak itu ke atas kepala Yesus” (Markus 14:3) (11) Perempuan sebagai pengajar bagi anaknya prempuan dan lakilaki “Maka dengarlah firman TUHAN, hai perempuan-perempuan, biarlah telingamu menerima firman dari mulut-Nya; ajarkanlah ratapan kepada anak-anakmu perempuan, dan oleh setiap perempuan nyanyian ratapan kepada temannya” (Yeremia 9:20). “Dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya” (Titus 2:4). “Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik” (Titus 2:3). (12) Laki-laki dan perempuan dipenuhi Roh Kudus “Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu” (Yoel 2:29). (13) Perempuan sebagai pendukung pelayanan semasa pelayanan Kristus “Dan ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia” (Matius 27:55) “Mereka semuanya telah mengikut Yesus dan melayani-Nya waktu Ia di Galilea. Dan ada juga di situ banyak perempuan lain yang telah datang ke Yerusalem bersama-sama dengan Yesus” (Markus 15:41) “Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka” (Lukas 8:3) (14) Perempuan, orang pertama yang melihat Kristus yang bangkit “Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus” (Matius 28:8) “Mereka sangat ketakutan dan menundukkan kepala, tetapi kedua orang itu berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati?” (Lukas 24:5) (15) Perempuan dan laki-laki berdoa bersama-sama “Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan saudara-saudara Yesus” (Kisah 1:14) (16) Laki-laki dan perempuan sama-sama dibaptis dengan air “Tetapi sekarang mereka percaya kepada Filipus yang memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus, dan mereka memberi diri mereka dibaptis, baik laki-laki maupun perempuan” (Kisah 8:12) (17) Laki-laki dan perempuan menjadi pelayan Paulus “Tetapi beberapa orang laki-laki menggabungkan diri dengan dia dan menjadi percaya, di antaranya juga Dionisius, anggota majelis Areopagus, dan seorang perempuan bernama Damaris, dan juga orang-orang lain bersama-sama dengan mereka” (Kisah 17:34) (18) Para perempuan yang percaya sangat menonjol dalam gereja “Beberapa orang dari mereka menjadi yakin dan menggabungkan diri dengan Paulus dan Silas dan juga sejumlah besar orang Yunani yang takut kepada Allah, dan tidak sedikit perempuan-perempuan terkemuka” (Kisah 17:4) (19) Para perempuan bekerja keras untuk Tuhan “Salam kepada Trifena dan Trifosa, yang bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan. Salam kepada Persis, yang kukasihi, yang telah bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan” (Roma 16:12). (20) Laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki keselamatan dalam Kristus “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Galatia 3:28). Ayat-ayat di atas memberikan penjelasan aspek-aspek kesetaraan laki-laki dan perempuan seperti dalam keselamatan, berkat, kepenuhan Roh Kudus dan pelayanan. Masih banyak lagi yang bisa digali dari Alkitab tentang kesetaraan ini. Namun meskipun kelihatan begitu banyak persamaan laki-laki dan perempuan di hadapan Allah yang bisa dipaparkan, satu hal yang pasti bahwa Allah membuat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kepemimpinan. Allah telah menetapkan laki-laki menjadi pemimpin bagi perempuan baik pada masa penciptaan Adam dan Hawa (Kejadian 2:18), keluarga Kristen (Efesus 5:23) dan gereja (1 Timotius 2:8-15). Seperti diketahui, Tuhan mendirikan dua lembaga penting bagi umat percaya. Pertama, lembaga keluarga Kristen dan kedua, lembaga gereja. Kedua lembaga ini akan menjadi fokus diskusi dalam artikel ini karena Tuhan memberikan petunjuk khusus tentang kepemimpinan dalam keluarga Kristen dan gereja. PEREMPUAN DALAM PELAYANAN YESUS Jika melihat pelayanan Yesus semasa hidupNya, perempuan memiliki peran penting selama masa pelayananNya di bumi ini. Sahabat dan pengikut setia Yesus banyak yang perempuan seperti dicatat dalam Matius 27:55-56; Lukas 23:49, 55. Tidak diragukan juga bahwa para perempuanlah orang-orang yang terakhir meninggalkan salib Yesus dan juga yang pertama melihat Yesus yang bangkit (Lukas 23:55; 24:1-12). Di samping itu, semasa hidupNya perempuan selalu mengikuti Yesus dalam setiap perjalanan pelayananNya dan selalu membantu Yesus dan murid-muridNya (Lukas 8:1-3). Jelas terlihat bahwa Yesus tidak melarang perempuan melakukan pelayanan bahkan Yesus juga menginginkan perempuan mendengarkan pengajaranNya dan melupakan semua kesibukan rutinitas perempuan demi pendengaran firman Allah (ref. Lukas 10:38-42). Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam pendengaran firman Allah. Namun demikian, jika memperhatikan pelayanan perempuan semasa Yesus, sangat jelas tak satu pun ayat firman Allah atau kejadian yang mengindikasikan perempuan melakukan pelayanan dalam hal mengajar dan berkhotbah ketika mereka berkumpul bersama-sama Yesus dan murid-muridNya. Perempuan selalu ada di sekitar mereka tetapi tidak melakukan pelayanan khotbah dan pengajaran. Di samping fakta di atas, Yesus juga tidak memilih perempuan menjadi bagian dari kedua belas rasul-Nya. Yesus hanya memilih lakilaki untuk menjabat sebagai rasul-rasul. Mungkin ada yang berpendapat, seandainya Yesus memilih jumlah murid-muridNya lebih dari 12 orang misalnya 20 orang atau 40 orang, Yesus pasti mengikutkan perempuan sebagai rasul atau pemimpin. Kedengarannya sangat logika tetapi ini hanya pengandaian. Fakta sesungguhnya, Yesus tidak memilih perempuan bahkan ketika ada kesempatan untuk mengikutkan perempuan pun Yesus tidak melakukan hal itu. Hal ini terbukti ketika Yesus memerintahkan muridmuridnya untuk melakukan misi khusus yaitu untuk mengajar, berkhotbah atau menyembuhkan. Jika memperhatikan Lukas 10:1-12, disana Yesus mengutus 70 murid berdua-duaan dalam misi penginjilan. Jumlah ini tentu bukan hanya terdiri dari kedua belas murid Yesus tetapi juga melibatkan orang lain. Namun perempuan tetap tidak dipilih Yesus sebagai bagian dari misi penting ini. Sepanjang pengetahuan dan pengamatan dalam Alkitab, Yesus juga tidak mengikutkan perempuan dalam perjamuan malam dalam Matius 26:20 (namun tidak berarti perempuan tidak bisa ikut dalam Perjamuan Kudus, karena aspek ini masih bisa dijelaskan dari penjelasan teologia lainnya dan juga kegiatan yang dilakukan gereja mula-mula dalam Kisah 2:41-47). Bahkan ketika Yesus memberikan Amanat Agung yang dicatat dalam Matius 28:16-20 sangat jelas tidak dihadiri perempuan tetapi hanya diterima laki-laki atau rasul-rasulNya. Coba perhatikan ayat-ayat berikut: 16 Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. 17 Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. 18 Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. 19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:16-20). Kenapa Yesus tidak mengikutkan perempuan ketika Amanat Agung diberikan? Alasannya adalah karena isi dari amanat agung itu sendiri menuntut suatu tugas penginjilan/pengajaran (“jadikan semua bangsa murid-Ku”), pembaptisan (“baptislah mereka”) dan pengajaran/khotbah (“ajarlah mereka”) yang sebenarnya hanya dilakukan laki-laki. Singkatnya, para perempuan melayani Yesus dan melayani bersama Yesus tetapi mereka melayani tidak pada kapasitas sebagai pemimpin, pengajar dan pengkhotbah. Yesus sangat menghargai pelayanan dan perhatian perempuan semasa pelayananNya dan sepatutnya demikian jugalah di masa gereja sekarang ini. PEREMPUAN DALAM PELAYANAN GEREJA Ajaran Rasul Paulus tentang peranan perempuan dalam pelayanan gereja merupakan kelanjutan dari ajaran Yesus. Seperti diketahui para penulis Alkitab tidak menuliskan kitab mereka sesuka hati tetapi dengan pertolongan dan dorongan Roh Kudus mereka dituntun Allah sehingga tulisan mereka tidak mengandung kesalahan dan kekeliruan meskipun tulisan itu membicarakan kehidupan dan pelayanan mereka dan kitab mereka merupakan bagian dari firman Allah yang diilhamkan Allah (2 Timotius 3:16; 2 Petrus 1:20-21). Tulisan para Nabi dan Rasul adalah firman Allah yang dimiliki gereja sekarang dan merupakan pedoman satu-satunya dalam hidup, iman dan pelayanan gereja. Dalam Perjanjian Baru, Paulus telah memberikan petunjuk pelayanan yang harus diimplimentasikan dalam pelayanan gereja. Peranan perempuan dalam gereja secara khusus tidak luput dari perhatian Paulus dan telah memberikan regulasi yang mengatur pelayanan mereka. Meski demikian Paulus tidak pernah merendahkan pelayanan perempuan. Ia justru sangat menghargai pelayanan perempuan dalam gereja dan pelayanannya (Roma 16), namun Paulus menempatkan mereka sesuai dengan ketentuan dan kapasitas mereka sebagaimana diatur dalam firman Allah. Paulus tidak pernah mengusir dan melarang perempuan turut dalam pelayanan gereja tetapi harus mengikuti kaidah dan ketentuan yang berlaku dan perempuan pun harus mengerti hak dan kewajiban mereka dalam pelayanan. Setiap orang percaya memiliki kewajiban untuk melayani Yesus di gereja dimana Tuhan tempat dia sebagai jemaat. Baik laki-laki dan perempuan harus melayani Tuhan sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan kepada masing-masing. Talenta yang Tuhan berikan kepada setiap orang percaya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Di bawah ini ada dua bagian firman Allah yang menjadi pertimbangan dan pembelajaran penting tentang peranan perempuan dalam pelayanan gereja. PERANAN PEREMPUAN DALAM 1 TIMOTIUS 2:8-15 Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya mengutip ayat-ayat ini: “8 Oleh karena itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan. 9 Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, 10 tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah. 11 Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. 12 Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri. 13 Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. 14 Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa” (1 Timotius 2:8-15). Pada umumnya gereja-gereja dan para teolog beranggapan bahwa ayat-ayat di atas tidak relevan lagi bagi gereja sekarang ini dan menganggap ayat-ayat itu diberikan khusus bagi jemaat Efesus yang digembalakan Timotius masa itu. Mereka mengganggap tradisi Efesus masa itu tidak memperbolehkan perempuan berbicara dalam perkumpulan dimana laki-laki turut hadir. Karena anggapan alasan tradisi dan kebiasaan inilah maka banyak gereja menerima kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam kepemimpinan gereja. Inilah pemikiran dan tafsiran yang diadopsi banyak gereja yang menerima perempuan ditahbiskan menjadi pendeta dan gembala sidang. Ada juga gereja tertentu yang beralasan menerima perempuan menjadi pemimpin dan mentahbiskannya menjadi pendeta dan gembala sidang dengan alasan bahwa semua orang, laki-laki dan perempuan sama di hadapan Tuhan. Namun pernyataan ini merupakan argumentasi lemah dan tidak didasari fondasi kuat. Seperti dijelaskan sebelumnya ada begitu banyak ayat-ayat firman Allah yang menjelaskan kesetaraan laki-laki dan perempuan di hadapan Tuhan. Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam keselamatan. Tetapi yang menjadi pertimbangan adakah ajaran firman Allah yang menganjurkan perempuan menjadi pemimpin dalam gereja? Adakah ajaran firman Allah yang menjelaskan perempuan sebagai pemimpin bagi laki-laki? Untuk menanggapi kedua alasan di atas, mari mencermati teks firman Allah dan mencoba mengerti sesuai dengan konteks perikopenya. Jika memperhatikan ayat-ayat di atas, Paulus tidak menyinggung atau memberikan indikasi suatu tradisi daerah Yunani (Efesus termasuk wilayah Yunani). Perhatikan kalimat yang disampaikan Paulus, “Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri” (ay 12). Tidak jarang orang Kristen dan teolog mengkritisi ayat ini khususnya karena kata “Aku” yang dipakai Paulus. Karena pemakaian kata ini, banyak orang beranggapan bahwa ayat ini semata-mata hanya keinginan dan pendapat Paulus dan bukan keinginan dan kehendak Tuhan. Mereka ingin mengelompokkan dan membedakan mana keinginan Paulus dan mana keinginan Allah, mana perkataan Paulus dan mana perkataan Allah. Jika sampai pada pokok bahasan seperti ini, akan banyak implikasinya, karena argumentasi sedemikian seakan memberitahukan bahwa apa yang dikatakan Paulus di sini tidak termasuk firman Allah tetapi perkataan pribadi. Jika ada orang yang beranggapan sedemikian, maka ia akan menghadapi masalah besar dalam pembelajaran firman Allah karena ia tidak mempercayai keseluruhan Alkitab itu sebagai firman Allah yang diilhamkan Allah tetapi hanya mengandung firman Allah. Ia beranggapan setiap hal yang berhubungan dengan pribadi penulis tidak termasuk bagian firman Allah. Jika sedemikian, bukankah masalah ini semakin rumit dan berbahaya hanya karena ingin membenarkan pendapatnya tentang peranan perempuan dalam gereja? Orang yang berpendapat sedemikian pasti mempercayai bahwa tidak semua yang ada dalam Alkitab itu firman Allah dan inilah pendapat para liberalisme, modernisme, dan neo-evangelical (injili baru). Tetapi sebaliknya, apa pun yang dicatat dalam Alkitab keseluruhannya adalah firman Allah dan kita tidak bisa meragukan satu titik pun dari firman Allah tersebut atau menyebutkan ada kesalahan dalam Alkitab. Cobalah perhatikan keseriusan Paulus dalam menyampaikan ajaran ini. Jika ayat-ayat ini dilihat dalam konteksnya, sebenarnya 1 Timotius 2:1-7 membahas tentang “Doa jemaat” dan tentu berhubungan dengan ibadah atau kebaktian. Jadi ketika ingin mengartikan maksud 1 Timotius 2:8-15, kita tidak bisa terlepas dari apa yang disampaikan Paulus pada ayat 1-7. [Perlu diketahui bahwa nomor ayat-ayat Alkitab yang ada saat ini merupakan tambahan yang disisipkan agar lebih mudah dimengerti pembagian kalimat-kalimatnya. Namun pada awalnya ketika penulis Alkitab menulis surat-suratnya, ia tidak memakai ayat-ayat tetapi kalimat yang bersambung seperti sebuah surat]. Jadi jika ingin mengerti suatu bagian firman Allah, jangan mengabaikan konteks (pokok pembahasan) ayat-ayat sebelum dan sesudahnya karena kesemuanya saling berkaitan. Dengan menerapkan pengertian ini, maka bisa dimengerti bahwa 1 Timotius 2:8-15 harus dimengerti dalam konteks ibadah sebagai lanjutan dari 1 Timotius 2:1-7. Dengan demikian, sangat jelas bahwa Paulus tidak membicarakan suatu tradisi atau kebiasaan suatu daerah (Efesus) tetapi berhubungan dengan ibadah, doa dan kebaktian jemaat. Paulus dengan tegas mengatakan bahwa perempuan tidak memiliki tempat dalam pengajaran dan kepemimpinan suatu ibadah jemaat. Pada ayat di atas, terdapat dua larangan yang disampaikan Paulus. Pertama, perempuan tidak diizinkan mengajar laki-laki dan kedua, tidak diizinkan memimpin laki-laki. Kedua fakta ini sebenarnya bukan suatu ajaran baru dalam Alkitab. Ini jugalah fakta dalam komunitas umat Israel Perjanjian Lama di mana laki-laki memiliki peranan penting baik dalam keluarga dan komunitas umat Israel. Laki-laki adalah pengajar dan pemimpin bagi kaum wanita dan keluarga. Kedua aspek ini jugalah yang ditekankan Paulus kepada Timotius yang menggembalakan jemaat Efesus saat itu. Oleh karena itu, larangan bagi perempuan untuk mengajar dan memimpin laki-laki bukanlah alasan tradisi atau kebiasaan setempat. Alasan kedua adalah bahwa ayat-ayat di atas tidak ada kaitannya dengan tradisi daerah setempat karena apa yang Paulus katakan dalam ayat 13, “Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa.” Paulus mengatakan perempuan tidak bisa mengajar dan memimpin laki-laki karena Adam yang terlebih dahulu diciptakan, yang berarti Adam yang menjadi pemimpin bagi Hawa. Dalam Kejadian 2:18, Allah memberitahukan bahwa Hawa merupakan penolong bagi Adam dan bukan sebaliknya. Perhatian ayat ini, “TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Dalam hal ini, Paulus menyangkal segala alasan tradisi. Dia tidak menyinggung suatu tradisi tetapi justru memberikan alasan dari kehidupan manusia pertama yang hidup sebelum adanya tradisi. Yang paling penting lagi bahwa isu yang dikaitkan Paulus di sini berhubungan dengan kegagalan Adam dan Hawa di taman Eden. Perhatikan juga kata “karena” dalam ayat 13 tersebut dan ini tentu memberitahukan suatu alasan kenapa Paulus melarang perempuan mengajar dan memerintah laki-laki. Alasan ketiga larangan perempuan menjadi pengajar dan pemimpin dalam gereja karena perempuan memiliki kelemahan. “Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa” (ay 14). Kata “lagipula” tentu menghubungkan ayat 14 ini dengan ayat 13 sebagai alasan Paulus membatasi pelayanan perempuan dalam hal pengajaran dan kepemimpinan. Paulus dengan jelas memberitahukan bahwa kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa tidak terlepas dari kelemahan Hawa yang gampang tergoda. Paulus di sini bukan mempersalahkan apa yang terjadi di masa itu sepenuhnya merupakan tanggungjawab Hawa sebagai orang yang terlebih dahulu tergoda dan melanggar perintah Allah. Sebagai fakta, pada saat Allah menempatkan Adam dan Hawa di Taman Eden, Allah telah menetapkan Adam sebagai pemimpin bagi Hawa. Itulah sebabnya jika memperhatikan catatan kejadian kejatuhan manusia ke dalam dosa, sangat jelas bahwa ketika Hawa tergoda dan memakan buah yang dilarang itu, tidak ada yang terjadi pada Hawa dan Adam, semuanya masih sama seperti sebelum memakan buah itu. Tetapi perubahan terjadi ketika Hawa memberikan buah itu kepada Adam dan memakannya, mereka baru mengetahui mereka telah melanggar perintah Allah. Hal ini terjadi karena Allah menetapkan Adam sebagai pemimpin dan kegagalan Adamlah yang membuat manusia jatuh ke dalam dosa. Itulah sebabnya dalam pembahasan teologia, kegagalan Adam di taman Eden membuat semua orang terjerumus ke dalam dosa (Roma 5:12-21) tetapi dengan ketaatan Adam yang kedua yaitu Yesus Kristus semua orang (yang percaya) memperoleh hidup yang kekal. Namun banyak orang terutama kaum perempuan tidak setuju dengan tulisan Paulus karena menggganggap Paulus telah menempatkan mereka sebagai kaum lemah dan mudah tergoda. Justru sebaliknya, kaum perempuan beranggapan bahwa kaum laki-lakilah yang paling mudah tergoda untuk berbuat dosa. Tetapi ini semua merupakan penjelasan manusia yang merasa kuat dan menuntut kesetaraan lakilaki dan perempuan. Namun jika tulisan Paulus ini diterima sebagai firman Allah, umat percaya tidak bisa berargumentasi dan hanya menerimanya sebagai kebenaran karena Paulus tidak sesukanya menuliskan perkataan itu. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa apa yang ditulis Paulus merupakan kebenaran yang disampaikan Allah kepadanya. Jadi bukan semata-mata keinginan Paulus untuk mengatakan perempuan itu mudah tergoda dan lemah. Jika di mata Tuhan perempuan itu memang kuat dan patut jadi pemimpin laki-laki, kenapa Allah tidak memberikan peluang bagi perempuan untuk menjadi pemimpin dalam keluarga Kristen yang terdiri dari suami, istri dan anak-anaknya, tetapi Tuhan menetapkan laki-lakilah yang menjadi kepala rumah tangga dan kepala bagi isteri dan bukan sebaliknya. Poin ini membawa kita ke alasan yang keempat. Alasan keempat yang juga penting bahwa Alkitab menjelaskan suami adalah kepala dalam rumah tangga dan Isteri. Perhatikan ayat ini, “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat” (Efesus 5:22-23). Hampir semua lapisan masyarakat dunia mengakui laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan isteri. Laki-laki atau suami memiliki tanggungjawab untuk memimpin anak-anak dan isterinya. Kita harus mengakui fakta ini bukan hanya karena tradisi tetapi karena Alkitab mengajarkannya. Di samping itu, ayat 22 itu juga memberitahukan suatu hirarki dalam keluarga Kristen. Perempuan diperintahkan untuk tunduk kepada suaminya seperti kepada Tuhan dan ini memberikan indikasi kepemimpinan laki-laki yang mana si isteri harus mendengar dan tunduk pada keputusan dan ketetapan suaminya. Sementara dalam hubungan suami dan isteri, suami tidak diperintahkan untuk tunduk kepada isterinya tetapi mengasihi isterinya. Jika memperhatikan Kejadian 3:16, di sana ada pernyataan Allah kepada Hawa ketika Allah memberikan hukuman setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Perhatikan ayat ini, “Firman-Nya kepada perempuan itu: “Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu” (Kejadian 3:16). Bagian terakhir ayat ini memberitahukan bahwa Hawa akan berahi kepada suaminya dan suaminya akan berkuasa atasnya. Banyak orang menafsirkan kalimat ini sebagai hubungan seksual suami isteri tetapi jika dicermati dengan baik, arti sesungguhnya bukan berbicara tentang hal itu karena kalimat sebelumnya telah mengindikasikan adanya suatu hubungan suami isteri (melahirkan anakmu) dan memang sudah sewajar ada hubungan suami isteri. Tetapi jika memperhatikan kalimat ini, “ia (suami) akan berkuasa atasmu” jelas menunjuk pada suatu kepemimpinan dimana suami memiliki kuasa terhadap isteri. Dan jika arti ini dihubungan dengan kalimat, “engkau (Hawa) akan berahi kepada suamimu” akan berarti bahwa isteri memiliki keinginan untuk menguasai dan memimpin suaminya. Inilah yang menjadi pergumulan para isteri di sepanjang masa dan tidak jarang terjadi perselisihan, pertikaian dalam keluarga karena si isteri mencoba mengatur dan memimpin suaminya. Itulah sebabnya Paulus mengatakan, “hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan.” Namun firman Allah tidak berhenti sampai di situ, Paulus juga menjelaskan bahwa kepala dari Laki-laki adalah Kristus dan kepala dari Kristus adalah Allah Bapa. Perhatikan ayat ini, “Tetapi Aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan kepala dari Kristus ialah Allah” (1 Korintus 11:3). Apa yang terlihat di sini adalah suatu hirarki kepemimpinan dimana Tuhan menciptakan laki-laki sebagai pemimpin. Kegagalan Adam di taman Eden merupakan kegagalannya sebagai pemimpin, karena menuruti perkataan isterinya. Apa yang ditawarkan Hawa langsung diterimanya yang akhirnya membuatnya terjerumus ke dalam dosa. Tidak ditemukan dalam Alkitab satu kalimat pun yang mengajarkan bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin rohani bagi suaminya. Oleh karena itu akan menjadi suatu yang bertentangan dengan ajaran firman Allah jika dikatakan perempuan bisa menjadi pemimpin rohani dalam gereja dan menjadi seorang pendeta yang memimpin laki-laki dalam gereja. Bagaimana mungkin seorang isteri (sebagai pendeta) harus tunduk kepada suaminya ketima berada di rumahnya, namun ketika beribadah di gereja, Isteri yang menjadi pemimpin bagi suaminya dan suami para isteri-isteri dalam gereja dan harus tunduk pada perintah isteriny? Ingatlah Efesus 5:23, “kepala gereja adalah Kristus” maka logikanya yang memimpin gereja itu laki-laki karena gereja terdiri dari keluarga-keluarga dimana ada suami-suami dan isteri-isteri. Jika mengakui suami sebagai kepala Isteri namun juga mengakui perempuan menjadi pemimpin gereja (gembala sidang yang memimpin keluarga-keluarga Kristen), bukankah itu berarti telah menempatkan institusi rumah tangga di atas institusi gereja? Tetapi fakta sesungguhnya gereja merupakan institusi tertinggi yang ditetapkan Tuhan dalam kehidupan umat Kristen. Itulah sebabnya gereja merupakan tempat perkumpulan keluarga-keluarga Kristen dalam pembinaan kerohanian dan tempat mereka beribadah dan tempat meminta serta mendapatkan berkat rohani seperti pemberkatan nikah. Fakta membuktikan baik masa pelayanan Yesus dan Paulus, para perempuan selalu ada bersama mereka dalam membantu pelayanan tetapi para perempuan melakukan pelayanan sesuai dengan kapasitas mereka seperti ditetapkan dalam firman Allah. Mereka tetap bisa melayani meskipun tidak menjadi seorang pengkhotbah, pengajar dan pemimpin. Dalam hal yang sama perempuan masa kini menempatkan diri dalam pelayanan gereja. Masih banyak jenis pelayanan yang bisa dilakukan para perempuan dalam gereja meskipun tidak menjabat sebagai pengkhotbah, pengajar dan pemimpin. Janganlah sekali-kali berpikir ketidaksetaraan perempuan dengan laki-laki sebagai kendala dalam pertumbuhan gereja atau dianggap merendahkan dan meremehkan perempuan. PERANAN PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14:34-35 Satu lagi bagian firman Allah yang membahas tentang peranan perempuan dalam gereja terdapat dalam 1 Korintus 14:34-35, “Sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus, perempuanperempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan oleh hukum Taurat. Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat.” Dalam ayat ini terdapat persamaan ajaran yang disampaikan Paulus kepada Timotius yang sedang melayani di Efesus. Sangat jelas jarak daerah Efesus dengan Korintus itu jauh dan sudah barang tentu tradisinya juga berbeda. Namun karena perintah ini merupakan kebenaran abadi, larangan perempuan untuk mengajar dan memimpin laki-laki berlaku di semua daerah dan Negara. Kebenaran firman Allah tidak pernah dibatasi suatu daerah dan wilayah. Jika memperhatikan aya-ayat di atas, perintah yang terkandung di dalamnya sangat mudah dipahami. Tidak ada perkataan yang membingungkan dalam ayat tersebut. Namun untuk lebih mendapatkan arti sesungguhnya, penulis merasa perlu untuk memperbandingkan 1 Korintus 14:34 dalam Alkitab bahasa Inggris karena penulis merasa Alkitab bahasa Indonesia kurang memberikan penekanan. Alkitab bahasa Indonesia berbunyi demikian: Sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus, perempuanperempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan oleh hukum Taurat. Dan Alkitab bahasa Inggris (KJV) berbunyi demikian: “As in all churches of the saints. Let your women keep silence in the churches: for it is not permitted unto them to speak; but they are commanded to be under obedience, as also saith the law” (1 Korintus 14:33b-34). Yang perlu diperhatikan di sini adalah kalimat pertamanya “As in all churches of the saints.” Alkitab bahasa Indonesia menerjemahkannya sebagai, “Sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus.” Meskipun terjemahan ini telah memberikan arti yang dibutuhkan tetapi penekanan sangat kurang karena kata “all churches of the saints” tidak diterjemahkan sebagai “semua gereja orang-orang kudus.” Terjemahan ini sesungguhnya memberikan penekanan bahwa perintah agar perempuan berdiam diri dalam pertempuan-pertempuan ibadah orang-orang kudus bukanlah merupakan alasan tradisi karena perintah ini juga dimiliki dan diketahui “semua gereja-gereja orang-orang kudus.” Jadi sangat jelas bahwa Paulus di sini tidak menekankan kata ”semua jemaat” tetapi ”semua gereja.” Itu berarti Paulus mengindikasikan bahwa pernyataannya tentang perempuan untuk berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan jemaat merupakan kebenaran abadi yang telah dimiliki dan diimplimentasikan semua gereja orang-orang kudus di masa itu dan bukan hanya kebiasaan gereja Korintus. Ini juga menunjukkan keseragaman ajaran semua gereja orang-orang kudus tentang peranan perempuan dalam gereja masa itu. Hal kedua yang diungkapkan Paulus dalam ayat 34, bahwa para perempuan “harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan oleh hukum Taurat.” Jika ada argumentasi yang mengatakan bahwa larangan perempuan untuk mengajar, memimpin dan berbicara dalam pertemuan-pertemuan jemaat sebagai alasan tradisi semata, maka kalimat di atas menjelaskan sebaliknya. Hukum Taurat diberikan kepada orang-orang Yahudi dan bukan orang-orang kafir, namun Paulus berkata bahwa perintah larangan itu telah ada dalam Hukum Taurat. Tidak bisa dipastikan ayat mana yang dimaksud Paulus dalam Hukum Taurat yang mencatat larangan ini, namun bagi Paulus perintah yang disampaikannya sesuai dengan apa yang dicatat dalam hukum Taurat. Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa ada pembatasan pelayanan bagi kaum perempuan dalam gereja karena itu merupakan ketetapan Allah. Meskipun perempuan tidak ditetapkan sebagai pengajar dan pemimpin atau gembala sidang dalam sebuah gereja, peranan perempuan dalam pelayanan gereja masih terbuka lebar. Masih banyak bidang-bidang pelayanan yang bisa digarap sebagai bidang pelayanan yang dikhususkan bagi para perempuan dalam gereja. Hal inilah yang akan dibahas pada pembahasan di bawah ini. ARTIKEL INI BELUM SELESAI DAN MASIH AKAN DILANJUTKAN DENGAN JENIS PELAYANAN-PELAYANAN APA YANG BISA DILAKUKAN PEREMPUAN DALAM GEREJA SEKARANG INI SERTA PERANAN PEREMPUAN SEBAGAI GURU INJIL DALAM GEREJA