ARTIKEL Judul Tradisi Mengarak Sokok Di Desa Pegayaman, Sukasada, Buleleng, Bali (Potensinya Sebagai Media Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Sejarah di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman) Oleh MUHAMMAD SARIMAN 1114021003 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2015 Tradisi Mengarak Sokok Di Desa Pegayaman, Sukasada, Buleleng, Bali (Potensinya Sebagai Media Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Sejarah Di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman) Ol e h Muhammad Sariman* Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A.**, Dr. I Ketut Margi, M.Si.*** Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {[email protected], [email protected], [email protected]} ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui latar belakang masyarakat Islam di Desa Pegayaman melaksanakan Tradisi Mengarak Sokok, (2) Mengetahui bentuk-bentuk Sokok yang dibuat masyarakat Islam Desa Pegayaman, dan (3) Mengetahui pengintegrasian nilai-nilai tradisi mengarak Sokok dalam pembelajaran sejarah sebagai media pendidikan karakter di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan langkah-langkah, (1) Metode penentuan informan, (2) Metode pengumpulan data (teknik observasi, teknik wawancara, teknik studi dokumen), (3) Metode validitas data, (4) Metode analisis data, (5) Penulisan hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Latar belakang masyarakat Islam di Desa Pegayaman melaksanakan tradisi ini, karena adanya faktor kepercayaan, faktor budaya, meningkatkan solidaritas sosial, faktor pendidikan, pemenuhan kebutuhan akan seni dan pemenuhan kebutuhan akan keselamatan (2) Bentuk Sokok dibedakan menjadi dua yakni Sokok Base dan Sokok Taluh, (3) Pengintegrasian Nilai-nilai Tradisi Mengarak Sokok dalam Pembelajaran Sejarah di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman dapat di lihat dari aspek pendidikan yaitu sebagai ajang pengenalan budaya terhadap siswa, agar nantinya budaya tersebut bisa memperkaya materi pembelajaran sejarah. Selanjutnya nilai religius, nilai memperkuat solidaritas sosial, nilai menjaga hubungan harmonis dengan alam, nilai kesenian dan nilai ekonomis sesuai dengan kompetensi dasar menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Budha dan Islam di Indonesia. Kata kunci: Mengarak sokok, Media Pendidikan Karakter, Pembelajaran Sejarah. ABSTRACT This research was conducted in the village of Pegayaman, District Sukasada, Buleleng, Bali. This study aims to: (1) Knowing the background of the Islamic community in the village of tradition parading Pegayaman implement Sokok, (2) Determine the forms Sokok made Islamic community Pegayaman village, and (3) Knowing the integration of traditional values in the learning parading Sokok media history as character education in Madrasah Aliyah Miftahul Pegayaman Ulum. The method used in this research is descriptive qualitative method with steps, (1) method to determine the informant, (2) data collection method (observation, interview techniques, engineering studies document), (3) Method of data validity, (4) methods of data analysis, (5) Writing research results. The results showed that (1) Background Islamic community in the village of Pegayaman carry this tradition, because of the trust factor, cultural factor, increase social solidarity, education factor, meeting the needs of the art and meet the need for safety (2) The form is divided into two Sokok namely Sokok Base and Sokok Taluh, (3) Integrating values Sokok tradition of parading in Teaching History in Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman can be seen from the aspect of education that is as a venue for cultural recognition to the students, so that later the culture can enrich the learning materials of history. Furthermore, religious values, values strengthen social solidarity, the value of maintaining a harmonious relationship with nature, artistic value and economic value in accordance with the basic competence to analyze the interaction between local traditions, Hindu-Buddhist and Islam in Indonesia. Keywords: Parading Sokok, Media Character Education, Teaching History. *Penulis **Pembimbing I ***Pembimbing II PENDAHULUAN Pulau Bali selalu identik dengan Masyarakat Hindu. Karena memang sebagian besar Masyarakat Bali beragama Hindu, namun tidak dipungkiri masyarakat lain juga ikut mendiami pulau yang berbentuk ayam ini seperti masyarakat Islam, Kristen, Budha dan yang lainnya. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Bali tahun 2011, komposisi jumlah penduduk berdasarkan agama adalah: Hindu =2.751. 828 jiwa, Islam = 323. 853 jiwa, Kristen = 30. 439, Budha = 16. 569 jiwa. Secara historis, bukan hanya di era globalisasi ini saja Bali menjadi pulau yang multietnis dan agama, kebhinekaan ini sudah terjadi sekitar ratusan tahun silam. Salah satu buktinya adalah keberadaan Masyarakat Islam di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng (Damayana dalam Mashur, 2012: 51) Desa Pegayaman, yang terletak di Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali merupakan potret unik dari sebuah kampung Muslim. Kampung ini meski berada di tengah-tengah masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu, tetapi mampu membangun kehidupan yang harmonis dengan lingkungan sekitarnya. Penulis memilih Desa Pegayaman adalah karena desa ini memiliki berbagai keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan kampung Muslim pada umumnya di Pulau Dewata yaitu dengan tradisi Sokok. Tradisi mengarak Sokok dilakukan pada salah satu hari suci tepatnya pada bulan Rabiul Awal/bulan Januari yaitu bulan lahirnya Nabi Muhammad SAW. lazim dikenal dengan nama bulan Maulid/Maulud yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal. Sokok hanya dibuat oleh masyarakat Desa Pegayaman pada saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dipilihnya tanggal ini karena pada tanggal inilah Nabi Muhammad SAW lahir ke dunia. Tradisi ini tetap langgeng di tengah-tengah gempuran modernisasi dan globalisasi yang pada muaranya menyebabkan pergeseran maupun pengikisan nilai dan sikap budaya masyarakat. Tidak dipungkiri bahwa tradisi mempunyai stereotife yang kolot dan sudah banyak ditinggalkan oleh para pendukungnya. Namun tidak demikian halnya dengan tradisi Sokok di Desa pegayaman. Alasan mereka tetap mempertahankan tradisi ini adalah karena mengandung nilai sosial dan religius dan sebagai wujud kegembiraan dengan lahirnya sang junjungan yakni Nabi Muhammad SAW. Menurut Tokoh Desa yang selaku BPD Desa Pegayaman bapak Wayan Hasyim (wawancara 14 Desember 2014) mengatakan bahwa masyarakat Pegayaman meyakini tradisi mengarak Sokok sebagai lambang kelahiran. Tradisi mengarak Sokok ribuan telur ini dilakukan sebagai proses kelahiran dan mempelajari kehidupan Nabi. Selain itu, tradisi ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen. Ribuan telur yang telah dihias tersebut diarak keliling kampung dengan tujuan untuk menolak bala. Masyarakat pegayaman berharap dengan tradisi mengarak Sokok ribuan telur hias ini dapat membawa berkah dan menolak bala jauh dari desa mereka. Kata Sokok diduga berasal dari Bahasa Jawa, Soko, yang berarti tiang. Memang rangkaian ini terdiri dari tiang utama yang terbuat dari batang pisang yang didirikan di atas sebuah dulang. Pada tiang tersebut ditancapkan beberapa batang bilah bambu. Pada bilah bambu itulah sirih, kembang, dan buah-buahan dirangkai. Sokok adalah tradisi penghiasan berbagai macam telur yang diyakini membawa keberuntungan dan kejayaan bagi penduduk desa serta sebagai wujud syukur kepada sang pencipta dengan lahirnya sang junjungan/seorang Rasul Muhammad SAW (dikutip dari http://achmad-suchaimisememi.blogspot.com html. 10/09/2014: 13:10) Namun demikian, pelaksanaan tradisi mengarak Sokok ini oleh sebagian masyarakat Pegayaman terutama generasi mudanya, tidak begitu memahaminya secara utuh dan mendalam. Sepertinya hanya sebuah seremonial belaka. Dengan adanya penelitian ini diharapkan nantinya masyarakat bisa memahami dengan jelas apa tujuan pelaksanaanya dan yang tidak kalah pentingnya adalah nilai apa yang terkandung di dalamnya. Hal ini sangat penting untuk diterapkan dan dibumikan kembali, lebih-lebih kepada generasi mudanya yakni sebagai pelanjut dari generasi sebelumnya dari tradisi ini. Dengan demikian tradisi ini tidak hanya dilakukan sebagai seremoni saja melainkan penuh dengan makna yang pada muaranya bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang masyarakat Islam di Desa Pegayaman melaksanakan tradisi mengarak Sokok, untuk mengetahui bentuk-bentuk Sokok yang dibuat masyarakat Islam Desa Pegayaman, serta untuk mengetahui pengintegrasian nilai-nilai tradisi Mengarak Sokok dalam pembelajaran sejarah sebagai media pendidikan karakter di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini menyangkut latar belakang pelaksanaan tradisi yakni pelaksanaan suatu tradisi di masyarakat disebabkan oleh adanya kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat terdahulu dan kebiasaan tersebut mengandung nilai religius dan dianggap penting bagi kehidupannya. Nilai religius tersebut memiliki makna yaitu suatu perbuatan untuk mencapai maksud tertentu dengan cara menyandarkan diri pada kehendak dan kekuatankekuatan mahkluk halus misalnya roh, dewa, tuhan dan sebagainya yang menghuni alam semesta (Koentjaraningrat 1998: 197). Kajian teori berikutnya yaitu tinjauan terhadap pendidikan karakter yakni pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan atau kelompok yang unik sebagai warga negara yang baik. Pendidikan karakter terasa sangat diperlukan berkaitan munculnya permasalahan yang berkaitan dengan terancamnya kedaulatan bangsa (NKRI). Hal ini bekaca pada berbagai peristiwa yang tejadi di tanah air, seperti korupsi, perkelahian antar pelajar, kekerasan yang mengatasnamakan agama dan lain-lain. Kemampuan intelektual harus diimbangi dengan pendidikan karakter yang menjunjung tinggi nilai budaya bangsa. Kajian teori selanjutnya yaitu proses pembelajaran sejarah dalam mempelajari teori tidak cukup dari sumber-sumber buku pelajaran saja, melainkan mempelajari sejarah itu diperkuat dengan sumber-sumber pembelajaran lainnya yang bersifat konkret seperti benda peninggalan, lingkungan dan bangunan bersejarah contohnya monumen, museum, candi dan tradisi. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif di antaranya terdapat (1) Rancangan Penelitian; rancangan dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptifkualitatif. (2) Teknik Penentuan informan; informan yang dituju untuk memperoleh data yakni A. Asyghor Ali, Sohihul Islam, Wayan Hasyim, H. Gafar Ismail, Alman Rahadi, Siti Muammalah, Siti Aminah; (3) Lokasi Penelitian; Penelitian ini dilakukan di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng, Bali. (4) Obyek dan Subyek Penelitian; (5) Metode Pengumpulan Data (observasi, wawancara, dan studi dokumentasi); (6) Validitas atau Teknik Keabsahan Data; dan (7) Teknik Analisis Data. HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Latar belakang masyarakat Islam di Desa Pegayaman melaksanakan tradisi ini, karena adanya faktor kepercayaan, faktor budaya serta meningkatkan solidaritas sosial, (2) Bentuk Sokok adalah dibedakan menjadi dua yakni Sokok Base dan Sokok Taluh, (3) Pengintegrasian Nilai-nilai Tradisi Mengarak Sokok dalam Pembelajaran Sejarah di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman dapat di lihat dari aspek pendidikan yaitu sebagai ajang pengenalan budaya terhadap siswa, agar nantinya budaya tersebut bisa memperkaya materi pembelajaran sejarah. Selanjutnya nilai religius, nilai memperkuat solidaritas sosial, dan nilai menjaga hubungan harmonis dengan alam sesuai dengan kompetensi dasar menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Budha dan Islam di Indonesia. PEMBAHASAN Latar Belakang Masyarakat Islam di Desa Pegayaman Melaksanakan Tradisi Mengarak Sokok. Adapun latar belakang masyarakat Islam di Desa Pegayaman melaksanakan tradisi mengarak Sokok di Desa Pegayaman Kecamatan Sukasada, Buleleng Bali adalah adanya faktor kepercayaan, faktor budaya, meningkatkan solidaritas sosial, faktor pendidikan, pemenuhan kebutuhan akan seni, pemenuhan kebutuhan akan keselamatan. Bentuk Sokok Yang Dibuat Masyarakat Islam Desa Pegayaman dalam Perayaan Maulid Nabi Ada 2 bentuk yang dipakai dalam tradisi mengarak Sokok yaitu bentuk Sokok Base dan Sokok Taluh. Sokok Base tidak banyak mengalami perubahan dan modifikasi, tetap dipertahankan sesuai aslinya. sedangkan Sokok Taluh banyak mengalami perubahan sesuai perkembangan jaman dan kreativitas masyarakat dengan tetap memperhatikan nilai dan tujuan yang sesungguhnya dari berbagai bentuk yang dibuat tersebut. Pengintegrasian Nilai-Nilai Tradisi Mengarak Sokok dalam Pembelajaran Sejarah di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik, dalam pelaksanaan tradisi Mengarak Sokok juga mengandung nilai-nilai dan fungsi pendidikan karakter bagi generasi muda yang nantinya menjadi pedoman bagi generasi muda yang akan ikut serta dalam melaksanakan tradisi Mengarak Sokok agar dalam pelaksanaan tradisi Mengarak Sokok generasi muda mampu menanamkan karakter luhur dan kemudian menerapkannya kepada generasi penerus bahwa pendidikan karakter sangat berfungsi dalam melaksanakan suatu ritual khususnya tradisi Mengarak Sokok. Adapun pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi Mengarak Sokok; (1) Religius; (2) Cinta Damai; (3) Disiplin; (4) Tanggung Jawab; (5) Peduli lingkungan. Adapun pengintegrasian nilai-nilai tradisi Mengarak Sokok dalam pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman dapat dipaparkan sebagai berikut: (1) Aspek Pendidikan; Tradisi Mengarak Sokok tersebut dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman kelas X dan XI semester ganjil. Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman merupakan salah satu sekolah yang bisa menjadikan tradisi Mengarak Sokok sebagai sumber belajar sejarah karena letak sekolah ini berada di Desa Pegayaman yang dekat dengan pelaksanaan tradisi Mengarak Sokok. Dijadikannya tradisi Mengarak Sokok sebagai sumber belajar sejarah kebudayaan dapat membentuk karakter siswa untuk selalu melestarikan kebudayaan dan tradisi tersebut supaya tetap dilaksanakan. Pemahaman yang baik tentang pelaksanaan tradisi tersebut membuat generasi muda khususnya pemuda Desa Pegayaman selalu menjaga tradisi tersebut supaya tetap terlaksana. (2) Nilai Religius; Tradisi Mengarak Sokok adalah sebuah pelaksanaan upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh umat Islam di daerah Bali tepatnya di Desa Pegayaman. Tradisi ini sangat kental akan nilai religius. Hal ini sangat penting untuk ditanamkan kepada peserta didik agar makna dari pelaksanaan Tradisi mengarak Sokok bisa menjadi sarana penghubung antar manusia dengan penciptaNya. (3) Nilai Memperkuat Solidaritas Sosial; Alasan mengapa tradisi Mengarak Sokok dikatakan sebagai sebuah upacara yang dapat memperkuat hubungan solidaritas sosial dalam masyarakat, sebab dalam pelaksanaan upacara Mengarak Sokok yang dilaksanakan melibatkan semua warga masyarakat Desa Pegayaman. Darii hal tersebut maka terciptalah rasa untuk saling tolong menolong. Selain itu, pada saat proses pelaksanaan upacara masyarakat dapat bertemu, berkomunikasi, maupun bekerja sama untuk saling membantu antara yang satu dengan yang lain saat melakukan suatu kegiatan yang tak mampu dikerjakan oleh satu orang saja. (4) Nilai Menjaga Hubungan Harmonis dengan Alam; Pada dasarnya upacara tradisi Mengarak Sokok merupakan sebuah tradisi yang diwujudkan sebagai ungkapan dari rasa syukur masyarakat akan hasil panen atau dari hasil pertanian dan perkebunan. Momen tradisii Mengarak Sokok dijadikan untuk menyedekahkan hasil bumi/panen yang didapat selama menggarap sawah/ladang mereka. (5) Nilaii Kesenian; Adapun beberapa bentukbentuk kesenian yang terdapat didalam tradisi Mengarak Sokok adalah sebagai berikut : Iring-iringan Sokok yang diarak keliling desa dimeriahkan oleh tabuhan rebana dari sekehe (kelompok) Hadrah yang begitu meriah. Tabuhan burde (sebangsa rebana besar yang terbuat dari bungkil pokok pohon kelapa) yang ditabuh sejak pagi hingga sore, membuat suasana perayaan semakin gempita. (6) Nilai Ekonomis; Tradisi Mengarak Sokok yang dilaksanakan oleh masyarakat Islam Desa Pegayaman juga terkandung nilai ekonomis. Hal ini tampak pada penggunaan alat dan bahan yang dipakai, seperti: kayu, bambu, bunga dan berbagai hasil panen yang kesemuanya adalah sudah disediakan oleh alam di Desa Pegayaman. Penggunaan berbagai bahan tersebut tentu akan menghemat pengeluaran masyarakat. Adanya penyelenggaraan tradisi Mengarak Sokok di Desa Pegayaman juga berkorelasi positif dengan meningkatnya pendapatan para pedagang, baik yang ada di dalam Desa Pegayaman maupun dari luar desa. Ramainya para pengunjung yang menyaksikan tradisi ini banyak dimanfaatkan oleh pedagang untuk menjual berbagai oleh-oleh, mainan anak-anak dan berbagai pernak-pernik aksesoris. Dengan kata lain geliat ekonomi sangat terasa pada saat penyelenggaraan tradisi Menagarak Sokok. SIMPULAN Berdasarkan hasil pemaparan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa tradisi Mengarak Sokok merupakan salah satu upacara yang unik dan religius. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat Islam di Desa Pegayaman, Sukasada, Buleleng, Provinsi Bali. Latar belakang dilaksanakannya tradisi Mengarak Sokok oleh masyarakat Islam Desa Pegayaman yaitu adanya alasan kepercayaan, budaya, meningkatkan solidaritas sosial, pendidikan, pemenuhan kebutuhan akan seni dan kebutuhan akan keselamatan. Adapun proses pelaksanaan tradisi Mengarak Sokok, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penutup. Sesuai dengan perkembangan jaman, tradisi mengarak Sokok terus mengalami perkembangan dan perubahan. Hal ini terjadi mengingat semakin meningkatnya kreativitas masyarakat khususnya kaum muda. Dengan demikian banyaknya bentuk Sokok merupakan wujud penyaluran kreativitas dan jiwa seni bagi generasinya. Meski demikian sosialisasi tetap sangat penting melalui peran keluarga serta pentingnya peran generasi muda dalam mempertahankan serta melestarikan tradisi Mengarak Sokok. Nilai-nilai dari tradisi Mengarak Sokok yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran Sejarah yaitu aspek pendidikan yang berkaitan dengan materi pembelajaran sesuai dengan kurikulum KTSP, nilai religius, nilai memperkuat solidaritas sosial, nilai menjaga hubungan harmonis dengan alam dan nilai kesenian serta nilai ekonomis yang berkaitan dengan pengetahuan siswa dalam melestarikan budaya lokal dan mengetahui arti penting hidup bermasyarakat. SARAN Ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini antara lain: Kepada masyarakat Desa Pegayaman agar selalu menjaga kelestarian dari tradisi Mengarak Sokok dan setiap waktunya harus tetap dilaksanakan sesuai dengan keyakinan dan peruntukannya, karena dengan melestarikan tradisi tersebut akan membuat tradisi yang ada di masyarakat khususnya tradisi di Bali akan tetap lestari dan menjadikan Bali sebagai wilayah yang kaya akan nilai-nilai budaya lokal. Bagi pembaca hendaknya ikut serta selalu memberikan sumbangannya yaitu dengan selalu ikut serta memberikan informasi tersebut kepada masyarakat lainnya yang belum mengetahui tentang tradisi ini supaya dapat mengenalkan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Desa Pegayaman. Pendidik hendaknya dapat menggunakan tradisi Mengarak Sokok yang terdapat di Desa Pegayaman ini sebagai sumber pembelajaran sejarah khususnya berkaitan dengan kebudayaan masyarakat, yang sesuai dengan kurikulum KTSP dengan Kompetensi Dasar yang telah sesuai juga, dengan memanfaatkan tradisi ini sebagai sumber pembelajaran sejarah akan membuat peserta didik lebih memahami materi ajar karena sudah dikaitkan dengan kondisi di masyarakat dengan kebudayaan yang ada. Berdasarkan hal tersebut secara tidak langsung akan memberikan pengetahuan yang lebih kepada siswa dan mampu menerapkan nilai-nilai pendidikan yang ada di masyarakat ke dalam proses pembelajarannya. UCAPAN TERIMAKASIH Terselesaikannya artikel ini tidak terlepas dari kontribusi dan bantuan berbagai pihak yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingannya dalam menyusun artikel ini. Ucapan terimakasih ditujukan kepada: (1) Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A. selaku pembimbing akademik sekaligus sebagai Pembimbing I yang senantiasa bersabar membimbing, memotivasi, dan memberikan saran sehingga penulis bisa menyelesaikan artikel ini dengan baik dan tepat waktu; (2) Dr. I Ketut Margi, M.Si selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan saran sehingga penulis bisa menyelesaikan artikel ini dengan baik dan tepat waktu. Serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Hanya ucapan terimakasih dan doa yang bisa penulis ucapkan, semoga semua amal kebaikan dan pengorbanan mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. DAFTAR FUSTAKA Asep Jihad Dkk. 2010. Pendidikan Karakter Teori dan Aplikasi. Kemendiknas. Endraswara, Suwardi. 2003. "Sinkritisme, Simbolisme Dalam Budaya" dalam Jurnal Filsafat, UGM Yogyakarta, (hlm. 122). Herusatoto, Budiono. 2008. "Simbolisme Dalam Budaya Jawa". Yogyakarta: Hanindita Koentjaraningrat. 1985. Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Koentjaraningrat. 1990. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Koentjaraningrat.1984. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Mashur Abadi, Moh. 2012. “Pesantren Desa Pegayaman, Meleburnya Jagat Bali Dalam Kearifan Islam”.KARSA, Volume. 20, (hlm. 51). Poernomo, Bagus. 2000. “Strategi Pengajaran Sejarah yang Berwawasan Kebangsaan” Yogyakarta: LkiS Sedana Arta, Ketut. 2014. “Pembelajaran Sejarah Dalam Upaya Pembangunan Karakter Bangsa dan Kesadaran Sejarah”. Media Komunikasi FIS. Volume 13, (hlm. 57-59).