ARTIKEL Tradisi Mengarak Sokok Di Desa Pegayaman, Sukasada

advertisement
ARTIKEL
Judul
Tradisi Mengarak Sokok Di Desa Pegayaman, Sukasada,
Buleleng, Bali (Potensinya Sebagai Media Pendidikan Karakter
Melalui Pembelajaran Sejarah di Madrasah Aliyah Miftahul
Ulum Pegayaman)
Oleh
MUHAMMAD SARIMAN
1114021003
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015
Tradisi Mengarak Sokok Di Desa Pegayaman, Sukasada,
Buleleng, Bali (Potensinya Sebagai Media Pendidikan
Karakter Melalui Pembelajaran Sejarah Di Madrasah Aliyah
Miftahul Ulum Pegayaman)
Ol e h
Muhammad Sariman*
Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A.**, Dr. I Ketut Margi, M.Si.***
Jurusan Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: {[email protected],
[email protected], [email protected]}
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Kabupaten
Buleleng, Bali. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui latar belakang masyarakat
Islam di Desa Pegayaman melaksanakan Tradisi Mengarak Sokok, (2) Mengetahui
bentuk-bentuk Sokok yang dibuat masyarakat Islam Desa Pegayaman, dan (3)
Mengetahui pengintegrasian nilai-nilai tradisi mengarak Sokok dalam pembelajaran
sejarah sebagai media pendidikan karakter di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum
Pegayaman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif dengan langkah-langkah, (1) Metode penentuan informan, (2) Metode
pengumpulan data (teknik observasi, teknik wawancara, teknik studi dokumen), (3)
Metode validitas data, (4) Metode analisis data, (5) Penulisan hasil penelitian. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa (1) Latar belakang masyarakat Islam di Desa Pegayaman
melaksanakan tradisi ini, karena adanya faktor kepercayaan,
faktor budaya,
meningkatkan solidaritas sosial, faktor pendidikan, pemenuhan kebutuhan akan seni dan
pemenuhan kebutuhan akan keselamatan (2) Bentuk Sokok dibedakan menjadi dua
yakni Sokok Base dan Sokok Taluh, (3) Pengintegrasian Nilai-nilai Tradisi Mengarak
Sokok dalam Pembelajaran Sejarah di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman dapat
di lihat dari aspek pendidikan yaitu sebagai ajang pengenalan budaya terhadap siswa,
agar nantinya budaya tersebut bisa memperkaya materi pembelajaran sejarah.
Selanjutnya nilai religius, nilai memperkuat solidaritas sosial, nilai menjaga hubungan
harmonis dengan alam, nilai kesenian dan nilai ekonomis sesuai dengan kompetensi
dasar menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Budha dan Islam di
Indonesia.
Kata kunci: Mengarak sokok, Media Pendidikan Karakter, Pembelajaran Sejarah.
ABSTRACT
This research was conducted in the village of Pegayaman, District Sukasada, Buleleng,
Bali. This study aims to: (1) Knowing the background of the Islamic community in the
village of tradition parading Pegayaman implement Sokok, (2) Determine the forms Sokok
made Islamic community Pegayaman village, and (3) Knowing the integration of
traditional values in the learning parading Sokok media history as character education in
Madrasah Aliyah Miftahul Pegayaman Ulum. The method used in this research is
descriptive qualitative method with steps, (1) method to determine the informant, (2) data
collection method (observation, interview techniques, engineering studies document), (3)
Method of data validity, (4) methods of data analysis, (5) Writing research results. The
results showed that (1) Background Islamic community in the village of Pegayaman carry
this tradition, because of the trust factor, cultural factor, increase social solidarity,
education factor, meeting the needs of the art and meet the need for safety (2) The form
is divided into two Sokok namely Sokok Base and Sokok Taluh, (3) Integrating values
Sokok tradition of parading in Teaching History in Madrasah Aliyah Miftahul Ulum
Pegayaman can be seen from the aspect of education that is as a venue for cultural
recognition to the students, so that later the culture can enrich the learning materials of
history. Furthermore, religious values, values strengthen social solidarity, the value of
maintaining a harmonious relationship with nature, artistic value and economic value in
accordance with the basic competence to analyze the interaction between local traditions,
Hindu-Buddhist and Islam in Indonesia.
Keywords: Parading Sokok, Media Character Education, Teaching History.
*Penulis
**Pembimbing I
***Pembimbing II
PENDAHULUAN
Pulau Bali selalu identik
dengan Masyarakat Hindu. Karena
memang
sebagian
besar
Masyarakat Bali beragama Hindu,
namun tidak dipungkiri masyarakat
lain juga ikut mendiami pulau yang
berbentuk
ayam
ini
seperti
masyarakat Islam, Kristen, Budha
dan yang lainnya.
Berdasarkan
data
BPS
(Badan Pusat Statistik) Provinsi Bali
tahun 2011, komposisi jumlah
penduduk
berdasarkan
agama
adalah: Hindu =2.751. 828 jiwa,
Islam = 323. 853 jiwa, Kristen = 30.
439, Budha = 16. 569 jiwa. Secara
historis, bukan hanya di era
globalisasi ini saja Bali menjadi
pulau yang multietnis dan agama,
kebhinekaan ini sudah terjadi sekitar
ratusan tahun silam. Salah satu
buktinya
adalah
keberadaan
Masyarakat
Islam
di
Desa
Pegayaman, Kecamatan Sukasada
Kabupaten Buleleng (Damayana
dalam Mashur, 2012: 51)
Desa
Pegayaman,
yang
terletak di Kecamatan Sukasada,
Buleleng, Bali merupakan potret unik
dari sebuah kampung Muslim.
Kampung ini meski berada di
tengah-tengah masyarakat Bali yang
mayoritas beragama Hindu, tetapi
mampu membangun kehidupan
yang harmonis dengan lingkungan
sekitarnya.
Penulis
memilih
Desa
Pegayaman adalah karena desa ini
memiliki
berbagai
keunikan
tersendiri jika dibandingkan dengan
kampung Muslim pada umumnya di
Pulau Dewata yaitu dengan tradisi
Sokok. Tradisi mengarak Sokok
dilakukan pada salah satu hari suci
tepatnya
pada
bulan
Rabiul
Awal/bulan Januari yaitu bulan
lahirnya Nabi Muhammad SAW.
lazim dikenal dengan nama bulan
Maulid/Maulud yang jatuh pada
tanggal 12 Rabiul Awal. Sokok
hanya dibuat oleh masyarakat Desa
Pegayaman pada saat perayaan
Maulid Nabi Muhammad SAW.
Dipilihnya tanggal ini karena pada
tanggal inilah Nabi Muhammad SAW
lahir ke dunia.
Tradisi ini tetap langgeng di
tengah-tengah
gempuran
modernisasi dan globalisasi yang
pada
muaranya
menyebabkan
pergeseran maupun pengikisan nilai
dan sikap budaya masyarakat. Tidak
dipungkiri bahwa tradisi mempunyai
stereotife yang kolot dan sudah
banyak ditinggalkan oleh para
pendukungnya.
Namun
tidak
demikian halnya dengan tradisi
Sokok di Desa pegayaman. Alasan
mereka
tetap
mempertahankan
tradisi
ini
adalah
karena
mengandung nilai sosial dan religius
dan sebagai wujud kegembiraan
dengan lahirnya sang junjungan
yakni Nabi Muhammad SAW.
Menurut Tokoh Desa yang
selaku BPD Desa Pegayaman
bapak Wayan Hasyim (wawancara
14 Desember 2014) mengatakan
bahwa masyarakat Pegayaman
meyakini tradisi mengarak Sokok
sebagai lambang kelahiran. Tradisi
mengarak Sokok ribuan telur ini
dilakukan sebagai proses kelahiran
dan mempelajari kehidupan Nabi.
Selain itu, tradisi ini digelar sebagai
ungkapan rasa syukur atas hasil
panen. Ribuan telur yang telah
dihias tersebut diarak keliling
kampung dengan tujuan untuk
menolak
bala.
Masyarakat
pegayaman berharap dengan tradisi
mengarak Sokok ribuan telur hias ini
dapat
membawa
berkah
dan
menolak bala jauh dari desa mereka.
Kata Sokok diduga berasal
dari Bahasa Jawa, Soko, yang
berarti tiang. Memang rangkaian ini
terdiri dari tiang utama yang terbuat
dari batang pisang yang didirikan di
atas sebuah dulang. Pada tiang
tersebut
ditancapkan
beberapa
batang bilah bambu. Pada bilah
bambu itulah sirih, kembang, dan
buah-buahan
dirangkai.
Sokok
adalah tradisi penghiasan berbagai
macam
telur
yang
diyakini
membawa
keberuntungan
dan
kejayaan bagi penduduk desa serta
sebagai wujud syukur kepada sang
pencipta dengan lahirnya sang
junjungan/seorang
Rasul
Muhammad SAW (dikutip dari
http://achmad-suchaimisememi.blogspot.com
html.
10/09/2014: 13:10)
Namun demikian, pelaksanaan
tradisi mengarak Sokok ini oleh
sebagian masyarakat Pegayaman
terutama generasi mudanya, tidak
begitu memahaminya secara utuh
dan mendalam. Sepertinya hanya
sebuah seremonial belaka. Dengan
adanya penelitian ini diharapkan
nantinya
masyarakat
bisa
memahami dengan jelas apa tujuan
pelaksanaanya dan yang tidak kalah
pentingnya adalah nilai apa yang
terkandung di dalamnya. Hal ini
sangat penting untuk diterapkan dan
dibumikan
kembali,
lebih-lebih
kepada generasi mudanya yakni
sebagai pelanjut dari generasi
sebelumnya dari tradisi ini. Dengan
demikian tradisi ini tidak hanya
dilakukan sebagai seremoni saja
melainkan penuh dengan makna
yang
pada
muaranya
bisa
diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui
latar
belakang
masyarakat
Islam
di
Desa
Pegayaman melaksanakan tradisi
mengarak Sokok, untuk mengetahui
bentuk-bentuk Sokok yang dibuat
masyarakat Islam Desa Pegayaman,
serta
untuk
mengetahui
pengintegrasian nilai-nilai tradisi
Mengarak
Sokok
dalam
pembelajaran sejarah sebagai media
pendidikan karakter di Madrasah
Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman.
Kajian teori yang digunakan dalam
penelitian ini menyangkut latar
belakang pelaksanaan tradisi yakni
pelaksanaan
suatu
tradisi
di
masyarakat disebabkan oleh adanya
kebiasaan-kebiasaan
dari
masyarakat terdahulu dan kebiasaan
tersebut mengandung nilai religius
dan
dianggap
penting
bagi
kehidupannya. Nilai religius tersebut
memiliki
makna
yaitu
suatu
perbuatan untuk mencapai maksud
tertentu dengan cara menyandarkan
diri pada kehendak dan kekuatankekuatan mahkluk halus misalnya
roh, dewa, tuhan dan sebagainya
yang menghuni alam semesta
(Koentjaraningrat 1998: 197).
Kajian teori berikutnya yaitu
tinjauan
terhadap
pendidikan
karakter yakni pendidikan karakter
adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana serta
proses pemberdayaan potensi dan
pembudayaan peserta didik guna
membangun karakter pribadi dan
atau kelompok yang unik sebagai
warga negara yang baik. Pendidikan
karakter terasa sangat diperlukan
berkaitan munculnya permasalahan
yang berkaitan dengan terancamnya
kedaulatan bangsa (NKRI). Hal ini
bekaca pada berbagai peristiwa
yang tejadi di tanah air, seperti
korupsi, perkelahian antar pelajar,
kekerasan yang mengatasnamakan
agama dan lain-lain. Kemampuan
intelektual harus diimbangi dengan
pendidikan
karakter
yang
menjunjung tinggi nilai budaya
bangsa.
Kajian teori selanjutnya yaitu
proses pembelajaran sejarah dalam
mempelajari teori tidak cukup dari
sumber-sumber buku pelajaran saja,
melainkan mempelajari sejarah itu
diperkuat dengan sumber-sumber
pembelajaran lainnya yang bersifat
konkret seperti benda peninggalan,
lingkungan
dan
bangunan
bersejarah contohnya monumen,
museum, candi dan tradisi.
METODE PENELITIAN
Metode
penelitian
yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian kualitatif di
antaranya terdapat (1) Rancangan
Penelitian;
rancangan
dalam
penelitian
ini
menggunakan
rancangan
penelitian
deskriptifkualitatif. (2) Teknik Penentuan
informan; informan yang dituju untuk
memperoleh data yakni A. Asyghor
Ali, Sohihul Islam, Wayan Hasyim,
H. Gafar Ismail, Alman Rahadi, Siti
Muammalah, Siti Aminah; (3) Lokasi
Penelitian; Penelitian ini dilakukan di
Desa
Pegayaman,
Kecamatan
Sukasada Kabupaten Buleleng, Bali.
(4) Obyek dan Subyek Penelitian; (5)
Metode
Pengumpulan
Data
(observasi, wawancara, dan studi
dokumentasi); (6) Validitas atau
Teknik Keabsahan Data; dan (7)
Teknik Analisis Data.
HASIL
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
(1)
Latar
belakang
masyarakat
Islam
di
Desa
Pegayaman melaksanakan tradisi
ini,
karena
adanya
faktor
kepercayaan, faktor budaya serta
meningkatkan solidaritas sosial, (2)
Bentuk Sokok adalah dibedakan
menjadi dua yakni Sokok Base dan
Sokok Taluh, (3) Pengintegrasian
Nilai-nilai Tradisi Mengarak Sokok
dalam Pembelajaran Sejarah di
Madrasah Aliyah Miftahul Ulum
Pegayaman dapat di lihat dari aspek
pendidikan yaitu sebagai ajang
pengenalan budaya terhadap siswa,
agar nantinya budaya tersebut bisa
memperkaya materi pembelajaran
sejarah. Selanjutnya nilai religius,
nilai memperkuat solidaritas sosial,
dan
nilai
menjaga
hubungan
harmonis dengan alam sesuai
dengan
kompetensi
dasar
menganalisis proses interaksi antara
tradisi lokal, Hindu-Budha dan Islam
di Indonesia.
PEMBAHASAN
Latar Belakang Masyarakat Islam
di
Desa
Pegayaman
Melaksanakan Tradisi Mengarak
Sokok.
Adapun
latar
belakang
masyarakat
Islam
di
Desa
Pegayaman melaksanakan tradisi
mengarak
Sokok
di
Desa
Pegayaman Kecamatan Sukasada,
Buleleng Bali adalah adanya faktor
kepercayaan,
faktor
budaya,
meningkatkan solidaritas sosial,
faktor
pendidikan,
pemenuhan
kebutuhan akan seni, pemenuhan
kebutuhan akan keselamatan.
Bentuk Sokok Yang Dibuat
Masyarakat
Islam
Desa
Pegayaman
dalam
Perayaan
Maulid Nabi
Ada 2 bentuk yang dipakai
dalam tradisi mengarak Sokok yaitu
bentuk Sokok Base dan Sokok
Taluh. Sokok Base tidak banyak
mengalami
perubahan
dan
modifikasi,
tetap
dipertahankan
sesuai aslinya. sedangkan Sokok
Taluh banyak mengalami perubahan
sesuai perkembangan jaman dan
kreativitas masyarakat dengan tetap
memperhatikan nilai dan tujuan yang
sesungguhnya dari berbagai bentuk
yang dibuat tersebut.
Pengintegrasian Nilai-Nilai Tradisi
Mengarak
Sokok
dalam
Pembelajaran
Sejarah
di
Madrasah Aliyah Miftahul Ulum
Pegayaman.
Pendidikan karakter adalah
pendidikan yang menanamkan dan
mengembangkan karakter-karakter
luhur kepada anak didik, dalam
pelaksanaan tradisi Mengarak Sokok
juga mengandung nilai-nilai dan
fungsi pendidikan karakter bagi
generasi muda yang nantinya
menjadi pedoman bagi generasi
muda yang akan ikut serta dalam
melaksanakan tradisi Mengarak
Sokok agar dalam pelaksanaan
tradisi Mengarak Sokok generasi
muda mampu menanamkan karakter
luhur dan kemudian menerapkannya
kepada generasi penerus bahwa
pendidikan karakter sangat berfungsi
dalam melaksanakan suatu ritual
khususnya tradisi Mengarak Sokok.
Adapun pendidikan karakter
yang terkandung dalam tradisi
Mengarak Sokok; (1) Religius; (2)
Cinta Damai; (3) Disiplin; (4)
Tanggung
Jawab;
(5)
Peduli
lingkungan. Adapun pengintegrasian
nilai-nilai tradisi Mengarak Sokok
dalam pembelajaran sejarah di
Madrasah Aliyah Miftahul Ulum
Pegayaman
dapat
dipaparkan
sebagai berikut:
(1) Aspek
Pendidikan; Tradisi Mengarak Sokok
tersebut dapat dijadikan sebagai
sumber belajar sejarah di Madrasah
Aliyah Miftahul Ulum Pegayaman
kelas X dan XI semester ganjil.
Madrasah Aliyah Miftahul Ulum
Pegayaman merupakan salah satu
sekolah yang bisa menjadikan tradisi
Mengarak Sokok sebagai sumber
belajar sejarah karena letak sekolah
ini berada di Desa Pegayaman yang
dekat dengan pelaksanaan tradisi
Mengarak Sokok.
Dijadikannya
tradisi
Mengarak Sokok sebagai sumber
belajar sejarah kebudayaan dapat
membentuk karakter siswa untuk
selalu melestarikan kebudayaan dan
tradisi
tersebut
supaya
tetap
dilaksanakan. Pemahaman yang
baik tentang pelaksanaan tradisi
tersebut membuat generasi muda
khususnya
pemuda
Desa
Pegayaman selalu menjaga tradisi
tersebut supaya tetap terlaksana. (2)
Nilai Religius; Tradisi Mengarak
Sokok adalah sebuah pelaksanaan
upacara
keagamaan
yang
dilaksanakan oleh umat Islam di
daerah Bali tepatnya di Desa
Pegayaman. Tradisi ini sangat kental
akan nilai religius. Hal ini sangat
penting untuk ditanamkan kepada
peserta didik agar makna dari
pelaksanaan
Tradisi
mengarak
Sokok
bisa
menjadi
sarana
penghubung antar manusia dengan
penciptaNya. (3) Nilai Memperkuat
Solidaritas Sosial; Alasan mengapa
tradisi Mengarak Sokok dikatakan
sebagai sebuah upacara yang dapat
memperkuat hubungan solidaritas
sosial dalam masyarakat, sebab
dalam
pelaksanaan
upacara
Mengarak Sokok yang dilaksanakan
melibatkan
semua
warga
masyarakat Desa Pegayaman. Darii
hal tersebut maka terciptalah rasa
untuk saling tolong menolong. Selain
itu, pada saat proses pelaksanaan
upacara masyarakat dapat bertemu,
berkomunikasi, maupun bekerja
sama untuk saling membantu antara
yang satu dengan yang lain saat
melakukan suatu kegiatan yang tak
mampu dikerjakan oleh satu orang
saja. (4) Nilai Menjaga Hubungan
Harmonis dengan Alam; Pada
dasarnya upacara tradisi Mengarak
Sokok merupakan sebuah tradisi
yang diwujudkan sebagai ungkapan
dari rasa syukur masyarakat akan
hasil panen atau dari hasil pertanian
dan perkebunan. Momen tradisii
Mengarak Sokok dijadikan untuk
menyedekahkan hasil bumi/panen
yang didapat selama menggarap
sawah/ladang mereka. (5) Nilaii
Kesenian; Adapun beberapa bentukbentuk kesenian yang terdapat
didalam tradisi Mengarak Sokok
adalah sebagai berikut : Iring-iringan
Sokok yang diarak keliling desa
dimeriahkan oleh tabuhan rebana
dari sekehe (kelompok) Hadrah yang
begitu meriah. Tabuhan burde
(sebangsa rebana besar yang
terbuat dari bungkil pokok pohon
kelapa) yang ditabuh sejak pagi
hingga sore, membuat suasana
perayaan semakin gempita. (6) Nilai
Ekonomis; Tradisi Mengarak Sokok
yang dilaksanakan oleh masyarakat
Islam Desa Pegayaman juga
terkandung nilai ekonomis. Hal ini
tampak pada penggunaan alat dan
bahan yang dipakai, seperti: kayu,
bambu, bunga dan berbagai hasil
panen yang kesemuanya adalah
sudah disediakan oleh alam di Desa
Pegayaman. Penggunaan berbagai
bahan
tersebut
tentu
akan
menghemat
pengeluaran
masyarakat.
Adanya
penyelenggaraan
tradisi Mengarak Sokok di Desa
Pegayaman juga berkorelasi positif
dengan meningkatnya pendapatan
para pedagang, baik yang ada di
dalam Desa Pegayaman maupun
dari luar desa. Ramainya para
pengunjung
yang
menyaksikan
tradisi ini banyak dimanfaatkan oleh
pedagang untuk menjual berbagai
oleh-oleh, mainan anak-anak dan
berbagai pernak-pernik aksesoris.
Dengan kata lain geliat ekonomi
sangat
terasa
pada
saat
penyelenggaraan tradisi Menagarak
Sokok.
SIMPULAN
Berdasarkan
hasil
pemaparan pembahasan dalam
penelitian
ini,
maka
dapat
disimpulkan bahwa tradisi Mengarak
Sokok merupakan salah satu
upacara yang unik dan religius.
Tradisi
ini
dilaksanakan
oleh
masyarakat
Islam
di
Desa
Pegayaman, Sukasada, Buleleng,
Provinsi Bali.
Latar belakang
dilaksanakannya tradisi Mengarak
Sokok oleh masyarakat Islam Desa
Pegayaman yaitu adanya alasan
kepercayaan, budaya, meningkatkan
solidaritas
sosial,
pendidikan,
pemenuhan kebutuhan akan seni
dan kebutuhan akan keselamatan.
Adapun proses pelaksanaan tradisi
Mengarak Sokok, yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan
tahap penutup. Sesuai dengan
perkembangan
jaman,
tradisi
mengarak Sokok terus mengalami
perkembangan dan perubahan. Hal
ini terjadi mengingat semakin
meningkatnya
kreativitas
masyarakat khususnya kaum muda.
Dengan demikian banyaknya bentuk
Sokok merupakan wujud penyaluran
kreativitas dan jiwa seni bagi
generasinya.
Meski
demikian
sosialisasi tetap sangat penting
melalui
peran
keluarga
serta
pentingnya peran generasi muda
dalam
mempertahankan
serta
melestarikan
tradisi
Mengarak
Sokok.
Nilai-nilai
dari
tradisi
Mengarak Sokok
yang
dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran
Sejarah yaitu aspek pendidikan yang
berkaitan
dengan
materi
pembelajaran
sesuai
dengan
kurikulum KTSP, nilai religius, nilai
memperkuat solidaritas sosial, nilai
menjaga
hubungan
harmonis
dengan alam dan nilai kesenian
serta nilai ekonomis yang berkaitan
dengan pengetahuan siswa dalam
melestarikan budaya lokal dan
mengetahui arti penting hidup
bermasyarakat.
SARAN
Ada beberapa saran yang
dapat penulis sampaikan dalam
penelitian ini antara lain: Kepada
masyarakat Desa Pegayaman agar
selalu menjaga kelestarian dari
tradisi Mengarak Sokok dan setiap
waktunya harus tetap dilaksanakan
sesuai dengan keyakinan dan
peruntukannya,
karena
dengan
melestarikan tradisi tersebut akan
membuat tradisi yang ada di
masyarakat khususnya tradisi di
Bali akan tetap
lestari dan
menjadikan Bali sebagai wilayah
yang kaya akan nilai-nilai budaya
lokal. Bagi pembaca hendaknya ikut
serta
selalu
memberikan
sumbangannya yaitu dengan selalu
ikut serta memberikan informasi
tersebut kepada masyarakat lainnya
yang belum mengetahui tentang
tradisi
ini
supaya
dapat
mengenalkan budaya yang dimiliki
oleh masyarakat Desa Pegayaman.
Pendidik
hendaknya
dapat
menggunakan tradisi Mengarak
Sokok yang terdapat di Desa
Pegayaman ini sebagai sumber
pembelajaran sejarah khususnya
berkaitan
dengan
kebudayaan
masyarakat, yang sesuai dengan
kurikulum KTSP dengan Kompetensi
Dasar yang telah sesuai juga,
dengan memanfaatkan tradisi ini
sebagai
sumber
pembelajaran
sejarah akan membuat peserta didik
lebih memahami materi ajar karena
sudah dikaitkan dengan kondisi di
masyarakat dengan kebudayaan
yang ada. Berdasarkan hal tersebut
secara
tidak
langsung
akan
memberikan pengetahuan yang
lebih kepada siswa dan mampu
menerapkan nilai-nilai pendidikan
yang ada di masyarakat ke dalam
proses pembelajarannya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terselesaikannya artikel ini
tidak terlepas dari kontribusi dan
bantuan berbagai pihak yang telah
memberikan motivasi, arahan dan
bimbingannya dalam menyusun
artikel ini. Ucapan terimakasih
ditujukan kepada: (1) Prof. Dr.
Nengah Bawa Atmadja, M.A. selaku
pembimbing akademik sekaligus
sebagai
Pembimbing
I
yang
senantiasa bersabar membimbing,
memotivasi, dan memberikan saran
sehingga
penulis
bisa
menyelesaikan artikel ini dengan
baik dan tepat waktu; (2) Dr. I Ketut
Margi, M.Si selaku pembimbing II
yang telah banyak memberikan
bimbingan, motivasi, arahan dan
saran
sehingga
penulis
bisa
menyelesaikan artikel ini dengan
baik dan tepat waktu.
Serta kepada semua pihak
yang
telah
membantu
dalam
penelitian ini baik secara langsung
maupun tidak langsung yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per
satu. Hanya ucapan terimakasih dan
doa yang bisa penulis ucapkan,
semoga semua amal kebaikan dan
pengorbanan mendapatkan imbalan
dari Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR FUSTAKA
Asep Jihad Dkk. 2010. Pendidikan
Karakter Teori dan Aplikasi.
Kemendiknas.
Endraswara,
Suwardi.
2003.
"Sinkritisme, Simbolisme Dalam
Budaya" dalam Jurnal Filsafat,
UGM Yogyakarta, (hlm. 122).
Herusatoto,
Budiono.
2008.
"Simbolisme Dalam Budaya
Jawa". Yogyakarta: Hanindita
Koentjaraningrat.
1985.
Ritus
Peralihan
di
Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Koentjaraningrat. 1990. Beberapa
Pokok Antropologi Sosial.
Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat.1984. Manusia dan
Kebudayaan di Indonesia.
Jakarta: Djambatan.
Mashur
Abadi,
Moh.
2012.
“Pesantren Desa Pegayaman,
Meleburnya Jagat Bali Dalam
Kearifan
Islam”.KARSA,
Volume. 20, (hlm. 51).
Poernomo, Bagus. 2000. “Strategi
Pengajaran
Sejarah
yang
Berwawasan
Kebangsaan”
Yogyakarta: LkiS
Sedana
Arta,
Ketut.
2014.
“Pembelajaran Sejarah Dalam
Upaya Pembangunan Karakter
Bangsa
dan
Kesadaran
Sejarah”. Media Komunikasi
FIS. Volume 13, (hlm. 57-59).
Download