faktor determinan ketuban pecah dini di rsud syekh

advertisement
FAKTOR DETERMINAN KETUBAN PECAH DINI DI RSUD SYEKH YUSUF
KABUPATEN GOWA
DETERMINANT FACTORS ON PREMATURE BROKEN FETAL MEMBRANE
IN SYECKH YUSUF REGIONAL PUBLIC HOSPITAL
OF GOWA REGENCY
Suriani Tahir¹,Arifin Seweng2,Zulkifli Abdullah3
¹ Akademi Kebidanan Muhammadiyah Makassar, ²Bagian BiostatistikFakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin, ³Bagian EpidemiologiFakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin
Alamat korespondensi :
Suriani Tahir
Akademi Kebidanan Muhammadiyah Makassar
HP : 082346994077
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya risiko jumlah paritas, pekerjaan, status hubungan seksual,
riwayat KPD sebelumnya, dan kehamilan kembar terhadap KPD.Penelitian ini melibatkan 127 kasus dan 254 kontrol
yang dipilih secara purposif di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Analisis data dilakukan dengan uji Odds Ratio
dan Regresi Logistik Berganda. Subjek penelitian ini umumnya berumur 20-35 tahun, berpendidikan SLTP, dan
bekerja sebagai IRT. Hasil analisis data menunjukkan bahwa rasio mengalami KPD pada ibu yang pekerjaannya
menyebabkan kelelahan dan lama kerja >3 jam/hari adalah 3,6 kali lebih besar dibandingkan ibu yang bekerja tidak
kelelahan dan lama kerja ≤3 jam/hari (OR=3,6 CI: 2,16-6,06), dan juga merupakan faktor yang paling dominan
terhadap KPD (wald=18,94). Ibu yang pernah mengalami KPD berisiko 4,7 kali lebih besar dibandingkan yang tidak
pernah mengalami KPD (OR=4,7 CI: 2,42-9,17), ibu yang hamil kembar berisiko 3,0 kali lebih besar dibandingkan
yang tidak hamil kembar (OR=3,0 CI: 1,30-7,01). Adapun jumlah paritas bukan merupakan faktor risiko walaupun
paritas ≤1 dan >3 berisiko 1,5 kali lebih besar dibandingkan paritas 2-3 (OR=1,5 CI: 0,91-2,48), dan status
hubungan seksual merupakan faktor protektif terhadap KPD.
Kata Kunci : Jumlah Paritas, Pekerjaan, Status Hubungan Seksual, Riwayat KPD, Kehamilan Kembar, KPD
ABSTRACT
The aim of the research is to analyze to what extent the risk ofthe number of parities, job, sexual relationship status,
the history of previous premature broken fetal membrane, and twin pregnancy to premature broken fetal membrane
The research was conducted in Syekh Yusuf Regional Public Hospital of Gowa Regency involving 127 cases and
254 controls. The sample was selected by using purposive sampling method. The subjects generally range from 20 ti
35 years old graduating from Junior High School and working as housewives. The data were analyzed by using Odds
Ratio and multiple regression analysis. The results of the research reveal that the risk of premature broken fetal
membrane to mothers caused by working exhaustedly and more than three haurs per day is 3,6 times bigger than to
mothers who do not work exhaustedly and they work less than three hours per day (OR=3,6 CI: 2,16-6,06). Besides,
those factors are also the most dominant factors on premature broken fetal membrane (wald = 18,94). The risk to
mother who have experienced premature broken fetal membrane is 4,7 times bigger than to mother who have not
experienced premature broken fetal membrane (OR=4,7 CI: 2,42-9,17). The twin pregnant mothers are risky 3,0
times bigger to have premature broken fetal membrane than the ones who do no (OR=3,0 CI: 1,30-7,01).
Meanswhile, the number of parities is not risk factor although parity ≤1 and >3 is risky 1,5 time bigger than parity 23 (OR=1,5 CI: 0,91-2,48). Sexual relationship status is a protective factor to premature broken fetal membrane.
Key Word : the number of parities, working, sexual relationship status, the history of previous premature broken
fetal membrane, twin pregnancy, premature broken fetal membrane.
PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) didefinisikan
sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan
aterm maupun pada kehamilan preterm (Prawirohardjo. 2010).Insidensi KPD berkisar antara 810% dari semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6-19%.
Sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua KPD
pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu
setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh
prematuritas. KPD berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 3040% (Sualman,2009).
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang menjadi faktor
predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban ataupun asenderen
dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologi selaput ketuban yang abnormal, serviks
inkompetensia, kelainan letak janin, usia wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor
golongan darah, faktor multigraviditas/paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan
antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya, riwayat KPD sebelumnya,
defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam askorbat, ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan
panggul, kelelahan ibu dalam bekerja, serta trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam dan amniosintesis (Prawirohardjo., 2010). Berdasarkan survey awal yang
dilakukan bahwa kejadian KPD di Kabupaten Gowa pada tahun 2008 sebanyak 248 kasus, tahun
2009 sebanyak 312 kasus, tahun 2010 sebanyak 384 kasus, dan pada tahun 2011 sebanyak 457
kasus. Hal ini berarti bahwa kejadian KPD di Kabupaten Gowa terus mengalami peningkatan.
Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa infeksi (65%) sebagai
penyebabnya (Yudin,2008). Penelitian yang dilakukan oleh Juwita (2007) menunjukkan hasil
bahwa coitus saat hamil dengan frekuensi lebih dari 3 kali seminggu, posisi coitus yaitu suami
diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50%, infeksi genitalia sebesar 37,50%,
paritas (multipara) sebesar 37,59%, riwayat KPD sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35
tahun merupakan faktor yang mempengaruhi KPD. Penelitian oleh Ratnawati (2010)
menunjukkan hasil bahwa aktivitas berat sebesar 43,75% menyebabkan terjadinya KPD.
Penelitian oleh Fitri AS (2011) didapatkan hasil bahwa infeksi genitalia (70,2%) dan paritas
(63,8%) dapat mempengaruhi KPD. Fenomena di atas terlihat bahwa banyaknya kasus KPD
sehingga membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor determinan KPD.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa yang beralamat di jl.
Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 48 Kelurahan Batang Kaluku Kecamatan Somba Opu, dengan
alasan bahwa Rumah Sakit tersebut merupakan Rumah Sakit Tipe B yang berada di Sulawesi
Selatan dan mempunyai keunggulan yaitu sebagai pusat rujukan di Sulawesi Selatan bagian
selatan.Penelitian ini adalah penelitian observasionalanalitik dengan menggunakan desainCase
Control Study.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang dirawat dan tercatat dalam buku
register Kebidanan RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa tahun 2012. Sedangkan sampel
penelitian adalah semua ibu hamil yang dirawat di ruang Kebidanan RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa saat penelitian berlangsung. Sampel diambil dengan menggunakan teknik
Purposive Samplingdengan127 kasus dan 254 kontrol..
Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh melalui wawancara pada ibu hamil yang dirawat di Ruang Kebidanan
RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa, serta penelusuran status pasien pada rekam medis.
Analisis Data
Analisis
univariat
dilakukan
untuk
mendapatkan
gambaran
umum
dengan
mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan melihat
gambaran distribusi frekuensinya dalam bentuk tabel, Analisis bivariat dilakukan untuk melihat
faktor determinan KPD terhadap variabel independen yaitu jumlah paritas, pekerjaan, status
hubungan seksual,
riwayat
KPD sebelumnya,
dan kehamilan kembar
dananalisis
multivariatuntuk mendapatkan model faktor risiko yang paling baik (fit) dan sederhana
(parsinomy) yang dapat menggambarkan besarnya risiko paritas, pekerjaan, hubungan seksual,
riwayat KPD sebelumnya, kehamilan kembar setelah dikontrol oleh variabel riwayat abortus,
riwayat persalinan preterm, dan perdarahan antepartum terhadap KPD.
HASIL
Karakteristik Responden
Tabel 1 menunjukkan bahwa ibu yang mengalami KPD lebih banyak terjadi pada
kelompok umur 20-35 tahun yang merupakan kelompok umur reproduksi sehat sebanyak 32,3%.
Begitupula dengan ibu yang tidak mengalami KPD juga lebih banyak pada kelompok umur 20 –
35 tahun sebanyak 32,3%. Ibu yang mengalami KPD lebih banyak yang berpendidikan SLTP
sebanyak 65,4%, sedangkan ibu yang tidak mengalami KPD lebih banyak yang berpendidikan
SLTA sebanyak 59,8%. Ibu yang mengalami KPD lebih banyak memiliki pekerjaan sebagai IRT
73,2% dan wiraswasta sebanyak 20,5%. Sedangkan ibu yang tidak mengalami KPD lebih banyak
memiliki pekerjaan sebagai PNS sebanyak 10,6%.
Analisis Variabel Penelitian
Tabel 2 menunjukkan bahwa ibu yang mengalami KPD proporsinya lebih besar pada ibu
dengan jumlah paritas ≤1 atau >3 yaitu 99 orang (78,0%) dibandingkan dengan ibu yang jumlah
paritasnya 2-3 yaitu 28 orang (22,0%).Hasil uji statistik menunjukkan nilai Odds Ratio (OR) =
1,5 tingkat kepercayaan (CI) 95% yaitu 0,91-2,48. Oleh karena nilai LL dan UL mencakup nilai
1, maka jumlah paritas bukan merupakan faktor risiko terhadap KPD. Meskipun tidak bermakna
secara statistik, namun terlihat kecendrungan risiko KPD yaitu 1,5 kali lebih besar pada ibu yang
memiliki jumlah paritas risiko tinggi dibandingkan ibu yang memiliki jumlah paritas risiko
rendah.
Ibu yang mengalami KPD proporsinya lebih besar pada ibu yang kerja fisiknya
menyebabkan kelelahan dan lama kerja >3 jam/hari yaitu 104 orang (81,9%) dibandingkan
dengan ibu yang kerja fisiknya tidak menyebabkan kelelahan dan lama kerja maksimal 3 jam/hari
yaitu 23 orang (18,1%).Hasil uji statistik menunjukkan nilai Odds Ratio (OR) = 3,6 tingkat
kepercayaan (CI) 95% yaitu 2,16-6,06. Oleh karena nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1,
maka ibu yang memiliki pekerjaan merupakan faktor risiko terhadap KPD, dimana risiko KPD
pada ibu yang pekerjaannya berisiko tinggi adalah 3,6 kali lebih besar dibandingkan ibu yang
berisiko rendah pada pekerjaannya.
Ibu yang mengalami KPD proporsinya umumnya lebih besar pada ibu yang frekuensi
hubungan seksualnya >3 kali seminggu, posisi coitus yaitu suami diatas, penetrasi penis yang
sangat dalam, dan ejakulasi sperma di dalam vagina yaitu 122 orang (96,1%) dibandingkan
dengan ibu yang frekuensi hubungan seksualnya maksimal 3 kali seminggu, posisi coitus yaitu
suami dibawah/miring, penetrasi penis yang tidak dalam, dan ejakulasi sperma di luar vagina
yaitu 5 orang (3,9%).Hasil uji statistik menunjukkan nilai Odds Ratio (OR) = 0,3 tingkat
kepercayaan (CI) 95% yaitu 0,10-1,48. Oleh karena nilai LL dan UL mencakup nilai 1, dan nilai
OR <1, maka status hubungan seksual bukan merupakan faktor risiko tetapi merupakan faktor
protektif terhadap KPD.
Ibu yang mengalami KPD proporsinya lebih kecil pada ibu yang pernah mengalami
KPD sebelumnya yaitu 29 orang (22,8%) dibandingkan dengan ibu yang tidak pernah mengalami
KPD sebelumnya yaitu 98 orang (77,2%).Hasil uji statistik menunjukkan nilai Odds Ratio (OR)
= 4,7 tingkat kepercayaan (CI) 95% yaitu 2,42-9,17. Oleh karena nilai LL dan UL tidak
mencakup nilai 1, maka riwayat KPD sebelumnya merupakan faktor risiko terjadinya KPD,
dimana risiko KPD pada ibu yang riwayat KPD-nya berisiko tinggi adalah 4,7 kali lebih besar
dibandingkan ibu yang riwayat KPD risiko rendah.
Ibu yang mengalami KPD proporsinya lebih kecil pada ibu yang hamil kembar yaitu 14
orang (11,0%) dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil kembar yaitu 113 orang (89,0%).Hasil
uji statistik menunjukkan nilai Odds Ratio (OR) = 3,0 tingkat kepercayaan (CI) 95% yaitu 1,307,01. Oleh karena nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1, maka kehamilan kembar merupakan
faktor risiko terhadap KPD, dimana risiko KPD pada ibu yang kehamilan kembar risiko tinggi
adalah 3,0 kali lebih besar dibandingkan ibu yang kehamilan kembar risiko rendah.Secara ringkas
faktor determinan KPD dapat dilihat pada tabel 3.
Analisis Multivariat
Sebelum diuji dengan regresi logistik, maka semua variabel independen diuji dengan chi
square. Variabel yang memenuhi persyaratan untuk diikutkan dalam uji multivariate adalah
variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p-value <0,25. Selanjutnya dilakukan
analisis regresi logistik ganda dengan metode backward, yaitu memasukkan semua variabel
independen ke dalam model, kemudian satu persatu variabel independen dikeluarkan dari model
berdasarkan kriteria kemaknaan statistik tertentu. Variabel yang dapat masuk dalam model
regresi logistik adalah variabel yang mempunyai nilai p-value <0,05 pada uji Wald. Variabel
yang paling berisiko terhadap KPD dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel (pekerjaan, riwayat KPD sebelumnya,
kehamilan kembar) yang berpengaruh terhadap KPD, dan terlihat bahwa pekerjaan merupakan
faktor yang paling dominan terhadap KPD (wald = 18,94).
Model persamaan yang terbentuk dari hasil uji regresi logistik adalah sebagai berikut :
Logit KPD = - 4,520 + 1,181 (pekerjaan) + 1,360 (riwayat KPD sebelumnya) + 1,197
(kehamilan kembar)
PEMBAHASAN
Faktor Yang Terbukti Merupakan Faktor Risiko Terjadinya KPD
Pekerjaan
Hasil indepth interview yang dilakukan pada saat penelitian diperoleh informasi bahwa
kebanyakan ibu yang tingkat pendidikannya hanya tamat SLTP karena dipengaruhi oleh faktor
ekonomi, orangtuanya tidak sanggup menyekolahkan mereka sampai ke jenjang yang lebih tinggi
karena mereka menganggap bahwa pendidikan itu membutuhkan dana yang banyak. Selain itu,
tidak sedikit ibu yang menikah dan hamil pada usia yang relatif muda sehingga terpaksa harus
bekerja sebagai ibu rumah tangga. Banyak pula ibu yang memiliki suami yang tidak mempunyai
pekerjaan tetap sehingga untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari mereka membuka usaha
kecil-kecilan berupa warung atau kios disamping rumahnya. Dengan demikian mereka harus
bekerja sepanjang hari demi untuk menunjang kehidupan diri dan keluarganya.
Pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat
hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat
kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul
ketuban pecah dini. Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun pada
masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan kehamilannya hendaklah
dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin (Notoatmodjo. 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang mengalami KPD bekerja
sebagai ibu rumah tangga dan wiraswasta masing-masing 73,2% dan 20,5%. Pekerjaan ini
ditunjang oleh tingkat pendidikan ibu yang mayoritas tamat SLTP sehingga tidak mampu untuk
bekerja sebagai PNS atau pegawai swasta lainnya. Namun demikian, pekerjaan sebagai IRT
dapat menguras energi, oleh karena seorang ibu hamil harus bekerja sepanjang hari tanpa pamrih
mengurus rumah tangga demi kebahagiaan suami dan anak-anaknya.
Selain itu, ibu yang bekerja sebagai wiraswasta juga bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, mencari nafkah, dan meningkatkan karir. Seorang istri harus bekerja
karena harus membantu suami dalam meningkatkan ekonomi keluarga dan memenuhi kebutuhan
sehari-hari, seorang ibu bekerja karena merasa dirinya berguna dan eksistensi dirinya lebih baik
untuk mengaktulisasikan diri, juga karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu semua ibu di
lingkungannya bekerja (Marx. 2007).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nurhadi (2006) yang menyatakan
bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/minggu dapat meningkatkan risiko sebesar 1,7
kali mengalami KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena
pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada ibu yang berasal dari
strata sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat.Hasil
penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian Ratnawati (2010) yang
menyatakan bahwa aktivitas berat (43,75%) merupakan faktor risiko terjadinya KPD.
Riwayat KPD Sebelumnya
Hasil indepth interview yang dilakukan pada saat penelitian juga diperoleh informasi
bahwa ibu yang mengalami KPD pada kehamilan ini ternyata pernah mengalaminya pada waktu
kehamilan sebelumnya. Mereka mengatakan bahwa pada kehamilan yang lalu juga terjadi
pengeluaran air seperti ini tanpa disertai rasa sakit pada perut dan pelepasan lendir dan darah
sehingga mereka harus istrahat dan memerlukan perawatan lebih lanjut.
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis
terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko
tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada
kehamilan berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita
yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh
dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Cunningham. 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang mengalami KPD proporsinya lebih kecil
(22,8%) pada ibu yang pernah mengalami KPD sebelumnya dibandingkan dengan yang tidak
pernah mengalami KPD sebelumnya (77,2%). Hal ini disebabkan karena responden yang
dijadikan sampel pada kasus jumlahnya memang lebih sedikit yang mempunyai riwayat KPD.
Namun demikian, nilai OR yang diperoleh mempunyai pengaruh kebermaknaan karena batas
antara nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
Juwita (2007) yang menyatakan bahwa riwayat KPD sebelumnya (18,75%) merupakan faktor
risiko terjadinya KPD.
Kehamilan Kembar
Hasil indepth interview yang dilakukan pada saat penelitian juga diperoleh informasi
bahwa ibu merasakan pergerakan janinnya lebih banyak dan lebih dari dua tempat. Ibu juga
merasakan pembesaran perutnya lebih besar dari usia kehamilannya sehingga perutnya tampak
sangat tegang dan terasa lebih berat. Kehamilan kembar dapat memberikan risiko yang lebih
tinggi baik bagi janin maupun ibu. Wanita dengan kehamilan kembar berisiko tinggi mengalami
KPD. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi hormon yang
dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat sehingga sewaktu-waktu selaput ketuban
dapat pecah secara tiba-tiba yang dapat diidentifikasi sebagai KPD (Varney. 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang mengalami KPD proporsinya lebih kecil
(11,0%) pada ibu yang hamil kembar dibandingkan ibu yang tidak hamil kembar (89,0%). Hal ini
juga disebabkan karena responden yang dijadikan sampel pada kasus jumlahnya memang lebih
sedikit yang mengalami hamil kembar. Namun demikian, nilai OR yang diperoleh mempunyai
pengaruh kebermaknaan karena batas antara nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1.Pengawasan
pada wanita hamil kembar perlu ditingkatkan untuk mengevaluasi risiko KPD. Gejala KPD harus
ditinjau kembali dengan cermat setiap kali melakukan kunjungan. Oleh karena itu, akan sangat
membantu jika ibu dan keluarga dilibatkan dalam mengamati gejala yang berhubungan dengan
tanda-tanda ketuban pecah dan harus dilakukan perawatan antenatal yang intensif (Varney.
2008).
Kehamilan dengan janin kembar juga akan mempengaruhi kenyamanan dan citra tubuh,
kesiapan perawatan bayi dan keuangan, semua faktor ini akan menimbulkan stres dan hendaknya
petugas kesehatan lebih banyak memberi konseling dan pendidikan kesehatan. Konseling tentang
tanda-tanda KPD perlu diupayakan guna memberi perawatan kehamilan dengan janin kembar
yang bermutu (Cunningham. 2006).
Faktor yang Tidak Terbukti Merupakan Faktor Risiko Terjadinya KPD
Jumlah Paritas
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Kumala (2011) yang menyatakan
bahwa paritas berisiko terhadap KPD (p=0,040; OR=8,16). Tidak adanya faktor risiko pada
penelitian ini disebabkan karena adanya faktor risiko lain yang lebih kuat mengingat variabel
yang berpengaruh dianalisis sekaligus secara bersamaan sehingga kemungkinan dikontrol oleh
variabel lain yang lebih besar.
Hasil indepth interview yang dilakukan pada saat penelitian, diperoleh informasi bahwa
ibu lebih menginginkan memiliki banyak anak dibanding sedikit, karena mereka berpikir bahwa
banyak anak itu banyak rejeki. Selain itu, jika banyak anak maka banyak pula yang membantu
menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga sekaligus membantu mencari nafkah. Namun demikian,
banyak pula ibu yang mengatakan bahwa mereka baru pertama kali hamil karena usia
perkawinannya belum lama apalagi jika memiliki banyak anak, risikonya juga banyak, sehingga
mereka memilih untuk ber KB lebih dulu.
Paritas kedua dan ketiga merupakan keadaan yang relative lebih aman untuk hamil dan
melahirkan pada masa reproduktif, karena pada keadaan tersebut dinding uterus belum banyak
mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat
menyanggah selaput ketuban dengan baik (Varney. 2008).Ibu yang telah melahirkan beberapa
kali lebih berisiko mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan
yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan
(Cunningham. 2006).
Status Hubungan Seksual
Hubungan seksual saat hamil tetap dianjurkan bagi wanita
hamil pada umumnya
asalkan saja mereka dapat mengontrol atau mengendalikan dirinya untuk tidak berkontraksi.
Keseringan melakukan hubungan seksual dengan frekuensi melebihi 3 kali seminggu ternyata
lebih bagus, posisi suami tetap harus diatas tetapi tidak menekan dinding perut, penetrasi penis
tetap harus dalam tetapi secara pelan-pelan atau perlahan-lahan, dan ejakulasi sperma tetap dalam
vagina tetapi tenang-tenang saja dan jangan terlalu agresif
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Juwita (2007) yang
menyebutkan bahwa coitus saat hamil dengan frekuensi lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus
suami diatas, dan penetrasi penis yang sangat dalam merupakan faktor risiko terjadinya KPD
sebesar 37,50%.
Hasil indepth interview yang dilakukan pada saat penelitian diperoleh informasi bahwa
ibu senang melakukan hubungan seksual saat hamil terutama saat trimester kedua dan menjelang
akhir kehamilan, oleh karena merasa lebih nikmat dan dapat memberikan kepuasan, selain itu
melakukan hubungan seksual menjelang akhir kehamilan merupakan salah satu obat untuk
mempermudah persalinan. Dengan demikian frekuensi koitus mereka menjadi meningkat dari
biasanya, juga kebanyakan ibu lebih menyukai posisi dibawah dibanding diatas karena lebih puas
terutama jika suami menumpahkan spermanya didalam vagina.
Hubungan seksual selama hamil memiliki banyak dampak terhadap kehamilan. Pada
trimester pertama kehamilan biasanya gairah seks mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat
adanya rasa mual, muntah, lemas, malas dan apapun yang bertolak belakang dengan semangat
libido. Tetapi pada trimester kedua umumnya libido timbul kembali, tubuh ibu telah dapat
menerima kembali, tubuh telah terbiasa dengan kondisi kehamilan sehingga ibu dapat menikmati
aktifitas dengan lebih leluasa dari pada trimester pertama. Mual-muntah dan segala rasa tidak
enak biasanya sudah jauh berkurang, demikian pula urusan hubungan seksual. Hal ini terjadi
akibat meningkatnya pengaliran darah ke organ-organ seksual seperti vagina dan payudara.
Memasuki trimester ketiga minat/libido menurun kembali, tetapi hal ini tidak berlaku pada semua
wanita hamil. Tidak sedikit wanita yang libidonya sama seperti trimester sebelumnya (Manuaba.
2008).
Frekuensi koitus pada trimester ketiga kehamilan yang lebih dari tiga kali seminggu
diyakini berperan pada terjadinya KPD. Hal ini berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu
kontraksi rahim oleh karena adanya paparan terhadap hormon prostaglandin didalam semen atau
cairan sperma (Winkjosastro. 2006).Pada penelitian ini hubungan seksual bukan merupakan
faktor risiko yang berpengaruh terhadap KPD karena adanya kesetaraan proporsi antara kasus
dan kontrol.
KESIMPULAN DAN SARAN
Jumlah paritas bukan merupakan faktor risiko terhadap KPD, walaupun ditemukan
paritas ≤1 atau >3 mempunyai risiko lebih besar dibandingkan paritas 2-3. Pekerjaan merupakan
faktor risiko yang signifikan terhadap KPD. Ibu yang kerja fisiknya menyebabkan kelelahan dan
lama kerja melebihi 3 jam perhari mempunyai risiko 3,6 kali lebih besar mengalami KPD
dibandingkan ibu yang kerja fisiknya tidak menyebabkan kelelahan dan lama kerja maksimal 3
jam perhari. Status hubungan seksual bukan merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap
KPD tetapi merupakan faktor protektif, dimana hubungan seksual yang dilakukan pada saat hamil
tidak menyebabkan KPD.Riwayat KPD sebelumnya merupakan faktor risiko yang signifikan
terhadap KPD. Ibu yang pernah mengalami KPD sebelumnya mempunyai risiko 4,7 kali lebih
besar
mengalami
KPD
dibandingkan
ibu
yang
tidak
pernah
mengalami
KPD
sebelumnya.Kehamilan kembar merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap KPD. Ibu yang
hamil kembar mempunyai risiko 3,0 kali lebih besar mengalami KPD dibandingkan ibu yang
tidak hamil kembar.Hasil multivariat bahwa pekerjaan (wald =18,94) merupakan faktor yang
memberikan kontribusi terbesar terhadap KPD.
Saran kepada ibu hamil agar lebih berhati-hati dalam bekerja, jangan terlalu sering
melakukan pekerjaan fisik yang terlalu berat, gunakanlah waktu istrahat seefektif mungkin,
karena pekerjaan merupakan faktor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap KPD. Agar
lebih intensif dalam melakukan pemeriksaan antenatal sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan bagi ibu yang pernah mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya dan yang memiliki
risiko hamil kembar sehingga dapat lebih mengantisipasi secara dini jika ada tanda-tanda ketuban
pecah. Agar dapat lebih memperhatikan kondisi kehamilannya dengan cermat terutama bagi ibu
yang belum atau baru mempunyai anak, serta anaknya >3 orang disarankan untuk mengakhiri
kehamilannya setelah persalinan ini. karena persalinan yang berulang-ulang berisiko terhadap
KPD.Tetap melakukan hubungan seksual asalkan saja dapat mengontrol dirinya secara lebih baik
agar tidak terjadi kontraksi pada uterus.Agar lebih meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang
komplikasi kehamilan terutama KPD, karena faktor yang berpengaruh terhadap KPD adalah
pekerjaan, riwayat KPD sebelumnya dan kehamilan kembar.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, et al. (2006). Obstetri William. EGC. Jakarta
Juwita AR. (2007). Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah
Bersalin Tiyanti Maospati Jawa Barat Tahun 2007
Kumala A. (2011). Hubungan Antara Paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Ruang
VK Rumah Sakit Bhakti Rahayu Surabaya. Tesis. Stikes YARSIS. Surabaya
Manuaba IBG. (2008). Gawat Darurat Obstetri Gynekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. EGC.
Jakarta
Marx K. (2007). Konsep Pekerjaan Menurut Marx. http://www.konsep-pekerjaan-menurutmarx.html diakses tanggal 25 Nopember 2011
Notoatmodjo S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
Nurhadi. (2006). Faktor Risiko Ibu Terhadap Kejadian Ketuban Pecah Dini di BP RSUD Kraton
Pekalongan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang
Prawirohardjo S. (2010). Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. YBP-SP. Jakarta
Ratnawati S, dkk. (2010). Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Hamil Dengan Kejadian Ketuban
Pecah Dini Di URJ Poli Hamil II RSUD Dr. Soetomo Surabaya.Jurnal Penelitian
Kesehatan Suara Forikes. Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098
Sualman K. (2009). Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini. http://www.medicastore.com diakses
tanggal 25 Oktober 2011
Varney H. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. Jakarta:EGC.
Winkjosastro H. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC.
Yudin MH. Money DM. (2008). Skrining dan Manajemen Bakteri Vaginosis Dalam Kehamilan.
JOGC; 211 : 702-6
LAMPIRAN
Tabel 1. Distribusi KPD Menurut Kelompok Umur Ibu di RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa tahun 2012
Kasus
Karakteristik
Kelompok Umur (tahun)
< 20
20 – 35
> 35
Pendidikan
SD
SLTP
SLTA
Akademi/PT
Pekerjaan
PNS
Peg.Swasta
Wiraswasta
IRT
Lain-lain
Total
Sumber: Data Primer
Kontrol
%
Total
n
%
n
N
%
15
95
17
11,8
32,3
23,6
30
190
34
11,8
32,3
23,6
45
123
90
11,8
32,3
23,6
5
83
23
12
3,9
65,4
18,1
9,4
7
79
152
16
2,8
31,1
59,8
6,3
12
58
283
28
3,1
15,2
74,3
7,3
6
1
26
93
1
127
4,7
0,8
20.5
73,2
0,8
100,0
27
4
34
182
7
254
10,6
1,6
13,4
71,7
2,8
100,0
33
5
60
275
8
381
8,7
1,3
15,7
72,2
2,1
100,0
Tabel 2. Distribusi Kasus dan Kontrol KPD serta Besar Risiko Berdasarkan Jumlah
Paritas di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa Tahun 2012
Variabel
Kasus
n
%
Jumlah Paritas
99
78,0
Risiko Tinggi
Risiko Rendah
28
22,0
Pekerjaan
104
81,9
Risiko Tinggi
Risiko Rendah
23
18,1
Status Hubungan Seksual
122
96,1
Risiko Tinggi
Risiko Rendah
5
3,9
Riwayat KPD Sebelumnya
29
22,8
Risiko Tinggi
Risiko Rendah
98
77,2
Kehamilan Kembar
14
11,0
Risiko Tinggi
Risiko Rendah
113
89,0
Total
127 100,0
Sumber : Data Primer, 2012
Kontrol
n
%
P
OR
(95% CI)
178
76
70,1
29,9
0,100
1,5
(0,91-2,48)
141
113
55,5
44,5
0,000
3,6
(2,16-6,06)
250
4
98,4
1,6
0,160
0,3
(0,10-1,48)
15
239
5,9
94,1
0,000
4.7
(2,42- 9,17)
10
244
254
3,9
96,1
100,0
0,010
3,0
(1,30-7,01)
Tabel 3. Rangkuman Hasil Analisis Bivariat Variabel Independen Terhadap KPD di
RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa Tahun 2012
Faktor
Jumlah paritas
Pekerjaan
Status hubungan seksual
Riwayat KPD sebelumnya
Kehamilan kembar
P
0,100
0,000
0,160
0,000
0,010
OR
1,5
3,6
0,3
4,7
3,0
95%
(0,91 - 2,48)
(2,16 - 6,06)
(0,10 - 1,48)
(2,42 - 9,17)
(1,30 - 7,01)
Sumber : Data Primer, 2012
Tabel 4. Hasil Analisis Multivariat KPD di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa
Tahun 2012
Variabel
B
Pekerjaan
1,181
Riwayat KPD
1,360
Kehamilan Kembar
1,197
Constant
-4,520
Sumber : Data Primer, 2012
Wald
P
OR
18,94
15,08
6,94
16,303
,000
,000
,008
,000
3,259
3,897
3,310
,011
95,0% C,I
Batas Batas
Bawah Atas
1,914
5,546
1,962
7,742
1,359
8,063
Download