BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gadai Konvensional II.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Gadai Konvensional
II.1.1 Pengertian Gadai Secara Umum
Beberapa pendapat mengenai definisi gadai dan pegadaian:
1. Menurut Kasmir (2010:262), secara umum pengertian usaha gadai adalah:
Kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak
tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang akan
dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara
nasabah dengan lembaga gadai.
2. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150, gadai adalah:
Suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang
berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang
memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orangorang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk
melelang barang tersebut dan biaya-biaya mana harus
didahulukan.
Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia
yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga
keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat
atas dasar hukum gadai.
9 Menurut Kasmir (2010:262) bahwa usaha gadai memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Terdapat barang-barang berharga yang akan digadaikan.
2. Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan.
3. Barang yang digadaikan dapat ditebus kembali.
II.1.2 Landasan Hukum Gadai Konvensional
1. Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 pasal 6 dijelaskan bahwa sifat usaha
pegadaian adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan
sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan
perusahaan.
2. Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 pasal 7 dijabarkan:
a. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan
menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai
dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktek riba dan
pinjaman tidak wajar.
II.1.3 Keuntungan Usaha Gadai
Menurut Kasmir (2010:263) tujuan utama usaha pegadaian adalah:
Untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan
uang tidak jatuh ke tangan pelepas uang atau tukang ijon atau
rentenir yang bunganya relatif tinggi. Perusahaan Pegadaian
menyediakan pinjaman uang dengan jaminan barang-barang
berharga. Meminjam uang ke Perum Pegadaian bukan saja karena
prosedurnya yang mudah dan cepat, tetapi karena biaya yang
dibebankan lebih ringan jika dibandingkan dengan para pelepas
10 uang atau tukan ijon. Hal ini dilakukan sesuai dengan salah satu
tujuan dari Perum Pegadaian dalam pemberian pinjaman kepada
masyarakat dengan moto “menyelesaikan masalah tanpa
masalah”.
Jika seorang membutuhkan dana sebenarnya dapat diajukan ke
berbagai sumber dana, seperti meminjam uang ke bank atau lembaga
keuangan lainnya. Akan tetapi, kendala utamanya adalah prosedurnya yang
rumit dan memakan waktu yang relatif lebih lama. Kemudian di samping itu,
persyaratan yang lebih sulit untuk dipenuhi seperti dokumen yang harus
lengkap, membuat masyarakat mengalami kesulitan untuk memenuhinya.
Begitu pula dengan jaminan yang diberikan harus barang-barang tertentu,
karena tidak semua barang dapat dijadikan jaminan di bank.
Namun, di perusahaan pegadaian begitu mudah dilakukan, masyarakat
cukup datang ke kantor pegadaian terdekat dengan membawa jaminan barang
tertentu, maka uang pinjamanpun dalam waktu singkat dapat terpenuhi.
Keuntungan
lain
di
pegadaian
adalah
pihak
pegadaian
tidak
mempermasalahkan untuk apa uang tersebut digunakan dan hal ini tentu
bertolak belakang dengan pihak perbankan yang harus dibuat serinci mungkin
tentang penggunaan uangnya. Begitu juga dengan sangsi yang diberikan
relatif ringan, apabila tidak dapat melunasi dalam waktu tertentu. Sangsi yang
paling berat adalah jaminan yang disimpan akan dilelang untuk menutupi
kekurangan pinjaman yang telah diberikan.
Jadi keuntungan perusahaan pegadaian jika dibandingkan dengan
lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan lainnya adalah:
11 1. Waktu yang relatif singkat untuk memperoleh uang, yaitu pada hari itu
juga, hal ini disebabkan prosedurnya yang tidak berbelit-belit.
2. Persyaratan yang sangat sederhana sehingga memudahkan konsumen
untuk memenuhinya.
3. Pihak pegadaian tidak mempermasalahkan uang tersebut digunakan
untuk apa, jadi sesuai dengan kehendak nasabahnya.
II.1.4 Besarnya Jumlah Pinjaman
Menurut Kasmir (2010:265) besarnya jumlah pinjaman tergantung
dari:
Nilai jaminan (barang-barang berharga) yang diberikan.
Semakin besar nilainya, semakin besar pula pinjaman yang dapat
diperoleh oleh nasabah demikian pula sebaliknya. Namun,
biasanya pegadaian hanya melayani sampai jumlah tertentu dan
biasanya yang menggunakan jasa pegadaian adalah masyarakat
menengah ke bawah.
Kepada nasabah yang memperoleh pinjaman akan dikenakan sewa
modal (bunga pinjaman) per bulan yang besarnya tergantung dari golongan
nasabah. Golongan nasabah ditentukan oleh pegadaian berdasarkan jumlah
pinjaman, yaitu A, B, C dan D. Sedangkan besarnya sewa modal berubah
sesuai dengan bunga pasar.
Dalam menentukan besarnya jumlah pinjaman, maka barang-barang
jaminan perlu ditaksir lebih dulu. Untuk menaksir nilai jaminan yang
dijaminkan pihak pegadaian memiliki ahli-ahli taksir, misalnya jika yang
dijaminkan adalah sebuah televisi merek “x” keluaran tahun “z”, maka si ahli
taksir dengan cepat menaksir berapa nilai riil televisi tersebut. Yang jelas
12 nilai taksiran pasti lebih rendah dari nilai pasar, hal ini dimaksudkan jika
terjadi kemacetan terhadap pembayaran pinjaman, maka dengan mudah pihak
pegadaian melelang jaminan yang diberikan nasabah di bawah harga pasar.
Di samping itu, pihak pegadaian juga mempunyai timbangan serta alat ukur
tertentu, misalnya untuk mengukur karat emas dan gram emas. Tujuan akhir
dari penilaian ini adalah untuk menentukan besarnya jumlah pinjaman yang
dapat diberikan.
II.1.5 Sumber Dana Usaha Gadai
Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1332) Perum Pegadaian
sebagai lembaga keuangan tidak diperkenankan untuk menghimpun dana
secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (giro, deposito, dan
tabungan). Sumber dana Perum Pegadaian antara lain:
1. Modal sendiri
2. Penyertaan modal pemerintah
3. Pinjaman jangka pendek dari perbankan
4. Pinjaman jangka panjang yang berasal dari KLBI
5. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi
6. Pinjaman jangka panjang yang berasal dari KLBI
7. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi
13 II.2 Gadai Syariah
II.2.1 Pengertian Gadai Syariah
Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1339): “Gadai dilihat dari sisi
fiqih disebut “Ar-Rahn” yaitu suatu akad (perjanjian) pinjam meminjam
dengan menyerahkan barang milik sebagai tanggungan utang”.
II.2.2 Landasan Hukum Gadai Syariah
Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1340) landasan hukum gadai
syariah yaitu:
1. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2) : 283
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang.
2. HR. Bukhari dan Muslim
Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan seorang
Yahudi dan nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.
3. HR. Asy-Syafi’i, Al-Daraquthni dan Ibnu Majah
Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang
menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung
resikonya.
4. HR. Jama’ah, kecuali Muslim dan An-Nasa’i
Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang
menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya
perawatan dan pemeliharaan.
14 5. HR Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’i-Bukhari
Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh
orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya
(menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang
deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai), karena ia
telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan
minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya.
6. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.25/DSN-MUI/III/2002, tanggal 26 Juni
2002 menyatakan, bahwa jaminan hutang dalam bentuk Rahn dibolehkan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ketentuan umum:
1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan
Marhun (barang) sampai semua hutang Rahin (yang
menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada
prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin
kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun
dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan
perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan. Marhun pada dasarnya
menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh
Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan
tetap menjadi kewajiban Rahin.
4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan Marhun tidak
boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan Marhun
15 a. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan
Rahin untuk segera melunasi hutangnya.
b. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka
Marhun dijual paksa / dieksekusi.
c. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi
hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum
dibayar serta biaya penjualan.
d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.
b. Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah
dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
7. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.26/DSN-MUI/III/2002,
tanggal 28 Maret 2002 tentang Rahn Emas, maka keputusan DSN adalah
sebagai berikut:
a. Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn (lihat Fatwa
DSN No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn)
b. Ongkos dan biaya penyimpanan barang gadai (marhun)
ditanggung oleh penggadai (rahin)
16 c. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada
pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan
d. Biaya penyimpanan barang gadai dilakukan berdasarkan akad
ijarah
1. Rukun
a. Orang yang berakad
1) Yang berhutang (Rahin)
2) Yang berpiutang/pemilik modal (Murtahin)
b. Sighat (Ijab Qabul)
c. Harta yang di rahn-kan (Marhun)
d. Pinjaman (Marhun Bih)
2. Syarat
a. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil, seperti
Murtahin (Pemilik Modal) mensyaratkan barang jaminan
dapat dimanfaatkan tanpa batas.
b. Marhun Bih (Pinjaman)
1) Merupakan hak yang wajib dikembailkan kepada
Murtahin
2) Pinjaman itu bisa dilunasi dengan barang yang di
rahn-kan tersebut
3) Pinjaman itu jelas dan tertentu
a. Marhun (barang/harta yang di rahn-kan)
4) Bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman
5) Memiliki nilai
6) Jelas ukuran, jumlah dan sifatnya tertentu
17 7) Milik sah dan penuh dari rahin
8) Tidak berkait dengan hak orang lain
9) Bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya
(dipegang/dikuasai secara hukum)
a. Jumlah maksimum dana Rahn dan nilai likuidasi
barang yang di rahn-kan, serta jangka waktu rahn
ditetapkan dalam prosedur
b. Rahin setiap bulan dibebani jasa manajemen atas
barang berupa:
1) Biaya asuransi
2) Biaya penyimpanan
3) Biaya keamanan
4) Biaya pengelolaan atau administrasi
II.2.3 Rukun dan Syarat Gadai
Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1342) rukun dan syarat gadai
adalah sebagai berikut:
1. Rukun
a. Orang yang ber-akad
1) Yang berhutang (Rahin)
2) Yang berpiutang / pemilik modal (Murtahin)
b. Sighat (Ijab Qabul)
c. Harta yang di rahn-kan (Marhun)
d. Pinjaman (Marhun Bih)
18 2. Syarat
a. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil, seperti Murtahin (Pemilik
Modal) mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa
batas.
b. Marhun Bin (Pinjaman)
1) Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada Murtahin.
2) Pinjaman itu bisa dilunasi dengan barang yang di rahn-kan
tersebut.
3) Pinjaman itu jelas dan tertentu.
c. Marhun (barang/harta yang di rahn-kan):
1) Bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman
2) Memiliki nilai
3) Jelas ukuran, jumlah, dan sifatnya tertentu
4) Milik sah dan penuh dari rahin
5) Tidak berkait dengan hak orang lain
6) Bisa
diserahkan
baik
materi
maupun
manfaatnya
(dipegang/dikuasai secara hukum)
d. Jumlah maksimum dana Rahn dan nilan likuidasi barang yang di
rahn-kan, serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
e. Rahin setiap bulan dibebani jasa manajemen atas barang, berupa:
1) Biaya asuransi
2) Biaya penyimpanan
3) Biaya keamanan
19 4) Biaya pengelolaan atau administrasi
II.2.4 Prosedur Pinjaman Gadai Syariah
Menurut Manual Operasi Unit Layanan Gadai Syariah (2003) dalam
operasional gadai syariah menggambarkan hubungan antara rahin dan
murtahin. Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut:
1. Nasabah menjamin barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan
pembiayaan. Kemudian pegadaian syariah menaksir barang jaminan
untuk dijadikan dasar dalam memberikan pembiayaan.
2. Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai, akad ini mengenai
berbagai hal, seperti: besarnya jumlah pinjaman sebesar 90% dari harga
taksiran, kesepakatan beradministrasi, tarif jasa simpan, pelunasan dan
sebagainya.
3. Pegadaian syariah menerima biaya administrasi yang dibayar di awal
transaksi, sedangkan untuk jasa simpan di saat pelunasan.
4. Nasabah melunasi barang yang digadaikan menurut akad pelunasan
penuh, utang gadai, angsuran, atau tebusan dan sebagainya.
II.2.5 Barang Jaminan Gadai Syariah
Menurut Ahmad Radoni dan Abdul Hamid (2008:198) bagi nasabah
yang ingin memperoleh fasilitas pinjaman dari pegadaian syariah, maka hal
yang paling penting diketahui adalah masalah barang yang dapat dijadikan
jaminan di pegadaian syariah. Dalam hal jaminan, pegadaian syariah
20 menetapkan beberapa jenis barang berharga yang dapat diterima untuk
digadaikan. Barang-barang tersebut nantinya ditaksir nilainya sehingga dapat
diketahui berapa nilai taksiran dari barang yang digadaikan. Semakin besar
nilai taksiran barang, semakin besar pula pinjaman yang akan diperoleh.
Adapun jenis-jenis barang berharga yang dapat diterima dan dijadikan
jaminan pegadaian syariah adalah sebagai berikut:
a. Barang-barang atau benda perhiasan, antara lain: emas, perak, intan,
berlian, mutiara, platina dan jam.
b. Barang-barang berupa kendaraan seperti mobil termasuk bajaj dan
bemo, sepeda motor dan sepeda biasa (termasuk becak).
c. Barang-barang elektronik, antara lain: televisi, radio, radio tape, video,
komputer, kulkas, tustel dan mesin tik.
d. Mesin-mesin seperti mesin jahit dan mesin kapal motor.
e. Barang-barang keperluan rumah tangga seperti:
1. Barang tekstil, berupa pakaian, permadani atau kain batik.
2. Barang pecah belah dengan catatan bahwa semua barang yang
dijaminkan harus dalam kondisi baik dalam arti masih dapat
digunakan dan bernilai. Hal ini penting bagi pegadaian syariah
mengingat jika nasabah tidak dapat mengembalikan pinjamannya
maka barang jaminan akan dilelang sebagai penggantinya.
Besarnya pinjaman dari pegadaian syariah yang diberikan kepada
nasabah tergantung dari besaran nilai barang yang akan digadaikan. Barang
yang diterima dari calon nasabah harus ditaksirkan oleh petugas penaksir
21 untuk mengetahui nilai barang tersebut. Dalam penaksiran nilai gadai,
pegadaian syariah harus menghindari hasil penaksiran yang merugikan
nasabah atau pegadaian syariah itu sendiri. Sehingga diperlukannya petugas
penaksir yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki pengetahuan mengenai jenis barang gadai yang sesuai syariah
ataupun yang tidak sesuai syariah.
2. Mampu memberikan penaksiran secara akurat atas nilai barang gadai
sehingga tidak merugikan kedua belah pihak.
3. Memiliki saran dan prasarana penunjang dalam memperoleh keakuratan
penilaian barang gadai.
Dalam pegadaian syariah besarnya biaya di dasarkan pada:
1. Biaya riil yang dikeluarkan, seperti alat tulis kantor, perlengkapan dan
biaya tenaga kerja.
2. Besarnya ditetapkan berdasarkan taksirannya.
3. Dipungut dimuka pada saat pinjaman dicairkan.
II.2.6 Produk dan Jasa Gadai Syariah
Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1344) produk gadai syariah
antara lain:
1. rahn (Jasa Gadai Berprinsip Syariah)
2. arrum (Pembiayaan Usaha Mikro Kecil Berprinsip Syariah)
3. amanah (Pembiayaan Kepemilikan Kendaraan Bermotor Bagi Karyawan)
22 II.3 Perbedaan Pegadaian Syariah dengan Pegadaian Konvensional
Pada pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian hutang
piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum
konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga
Pegadaian Konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau
dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan pegadaian syariah yang
mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan
penarikan bea jasa simpan.
Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang
digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan
seperti yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional. Yaitu memberlakuakn biaya
pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang,
bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada Pegadaian konvensional, biaya yang
harus dibayar sejumlah dari yang dipinjamkan.
Perbedaan antara Pegadaian Syariah dengan Pegadaian Konvensional akan di
jelaskan pada tabel berikut ini
Tabel 2.1
Perbedaan Pegadaian Syariah dengan Pegadaian Konvensional
No. Pegadaian Konvensional
Pegadaian Syariah
1.
Didasarkan
pada
Peraturan Didasarkan pada Peraturan Pemerintah
Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000
Nomor 103 Tahun 2000 dan Hukum
Agama Islam
2.
Biaya administrasi menurut prosentase Biaya administrasi menurut ketetapan
berdasarkan golongan barang
berdasarkan golongan barang
23 3.
Bilamana
lama
pengembalian Bilamana lama pengembalian pinjaman
pinjaman lebih dari perjanjian barang lebih dari akad, barang gadai nasabah
gadai dilelang kepada masyarakat
4.
Sewa
modal
dihitung
dijual kepada masyarakat
dengan: Jasa
simpanan
dihitung
dengan:
Prosentase x Uang Pinjaman (UP)
Konstanta x taksiran
5.
Maksimal jangka waktu 4 bulan
Maksimal jangka waktu 3 bulan
6.
Uang kelebihan (UK) = hasil lelang – Uang kelebihan (UK) = hasil penjualan
(uang pinjaman + sewa modal + biaya – (uang pinjaman + jasa penitipan +
lelang)
7.
biaya penjualan)
Bila dalam satu tahun uang kelebihan Bila dalam satu tahun uang kelebihan
tidak diambil, uang kelebihan tersebut tidak
diambil,
diserahkan
kepada
menjadi milik pegadaian
Lembaga ZIS
8.
1 hari dihitung 15 hari
1 hari dihitung 5 hari
9.
Mengenakan bunga (sewa modal) Tidak mengenakan bunga pada nasabah
terhadap nasabah uang memperoleh yang mendapatkan pinjaman
pinjaman
10.
Istilah-istilah yang digunakan:
a.
b.
c.
d.
e.
Gadai
Pegadaian
Nasabah
Barang pinjaman
Pinjaman
Istilah-istilah yang digunakan:
a.
b.
c.
d.
e.
Rahn
Murtahin
Rahin
Marhun
Marhun bih
Sumber: Bank and Financial Institution Management (2007:1354)
24 II.4 Persamaan Gadai Konvensional dan Gadai syariah
Menurut Sholahuddin dan Lukman (2008:122) persamaan gadaikonvensional
dengan gadai syariah diantaranya sebagai berikut:
1. Hak gadai berlaku atas pinjaman.
2. Adanya Agunan sebagai jaminan uang.
3. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan.
4. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai.
5. Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang di gadaikan
boleh dijual atau dilelang.
II.5 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 102 : Akuntansi Murabahah
PENDAHULUAN
Tujuan
1. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian,
dan pengungkapan transaksi murabahah .
Ruang Lingkup
2. Pernyataan ini diterapkan untuk:
(a) Lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi
murabahah baik sebagai penjual maupun pembeli; dan
(b) Pihak-pihak yang melakukan transaksi murabahah dengan lembaga keuangan
syariah atau koperasi syariah.
25 3. Lembaga keuangan syariah yang dimaksud, antara lain, adalah:
(a) Perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundangundangan yang berlaku;
(b) Lembaga keuangan syariah nonbank seperti asuransi, lembaga pembiayaan, dan
dana pensiun; dan
(c) Lembaga keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk menjalankan transaksi murabahah.
4. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi
syariah (sukuk) yang menggunakan akad murabahah.
Definisi
5. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam pernyataan
ini:
Aset murabahah adalah aset yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual
kembali dengan menggunakan akad murabahah.
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan untuk
memperoleh suatu aset sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat
yang siap untuk dijual atau digunakan.
Biaya perolehan tunai adalah biaya perolehan apabila transaksi dilakukan
secara kas (tunai).
26 Diskon murabahah adalah pengurangan harga atau penerimaan dalam bentuk
apapun yang diperoleh pihak pembeli dari pemasok.
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya
perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus
mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.
Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset
antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan dan
memadai dalam suatu transaksi dengan wajar.
Potongan murabahah adalah pengurangan kewajiban pembeli akhir yang
diberikan oleh pihak penjual.
Uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli kepada penjual sebagai
bukti komitmen untuk membeli barang dari penjual.
Karakteristik
6. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam
murabahah berdasarkan pesanan, penjual melakukan pembelian barang
setelah ada pemesanan dari pembeli.
7. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat
pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan
27 mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah
yang telah dibeli oleh penjual telah mengalami penurunan nilai sebelum
diserahkan kepada pembeli, maka penurunan nilai tersebut menjadi
tanggungan penjual dan akan mengurangi nilai akad.
8. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh.
Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat
barang diserahkan kepada pembeli, tetapi pembayaran dilakukan secara
angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.
9. Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk
cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun
jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada satu harga (harga dalam
akad) yang digunakan.
10. Harga yang disepakati dalam muarabahah adalah harga jual, sedangkan biaya
perolehan harus diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon sebelum
akad murabahah, maka diskon itu merupakan hak pembeli.
11. Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain, meliputi:
(a) Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang;
(b) Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian barang;
(c) Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian barang.
28 12. Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad murabahah
disepakati diperlakukan sesuai dengan kesepakatan dalam akad tersebut. Jika
tidak diatur dalam akad, maka diskon tersebut menjadi hak penjual.
13. Penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas piutang
murabahah, antara lain, dalam bentuk barang yang telah dibeli dari penjual
dan/atau aset lainnya.
14. Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai bukti komitmen
pembelian sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi bagian pelunasan
piutang murabahah, jika akad murabahah disepakati. Jika akad murabahah
batal, maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi
kerugian riil yang ditanggung oleh penjual. Jika uang muka itu lebih kecil
dari kerugian, maka penjual dapat meminta tambahan dari pembeli.
15. Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah sesuai dengan
yang diperjanjikan, maka penjual dapat mengenakan denda kecuali jika dapat
dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum mampu melunasi disebabkan
oleh force majeur. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu
untuk membuat pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya
denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana berasal yang
dari denda diperuntukkan sebagai dana kebajikan.
16. Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang murabahah
jika pembeli:
29 (a) Melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu; atau
(b) Melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang telah disepakati.
17. Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah yang
belum dilunasi jika pembeli:
(a) Melakukan pembayaran cicilan tepat waktu; dan atau
(b) Mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
AKUNTANSI UNTUK PENJUAL
18. Pada saat perolehan aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar
biaya perolehan.
19. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
(a) Jika murabahah pesanan mengikat, maka:
(i) Dinilai sebagai biaya perolehan; dan
(ii) Jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak, atau kondisi lainnya
sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai
beban dan mengurangi nilai aset.
(b) Jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat,
maka:
(i) Dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat
direalisasi, mana yang lebih rendah; dan
30 (ii) Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan,
maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
20. Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai:
(a) Pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad
murabahah;
(b) Kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai
akad yang disepakati menjadi hak pembeli;
(c) Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad murabahah dan
sesuai akad menjadi hak penjual; atau
(d) Pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak
diperjanjikan dalam akad.
21. Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian diskon pembelian akan
tereliminasi pada saat:
(a) Dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah potongan setelah
dikurangi dengan biaya pengembalian; atau
(b) Dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat dijangkau
oleh penjual.
22. Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya
perolehan aset murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada
akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah sebesar nilai bersih
yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian
piutang.
31 23. Keuntungan murabahah diakui:
(a) Pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau
secara tangguh yang tidak melebihi satu tahun; atau
(b) Selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk
merealisasikan keuntungan tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu
tahun. Metode-metode berikut ini digunakan, dan dipilih yang paling sesuai
dengan karakteristik dan upaya transaksi murabahah-nya:
(i) Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan
untuk murabahah tangguh dimana risiko penagihan kas dari piutang
murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya relatif
kecil.
(ii) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih
dari piutang murabahah. Metode ini untuk terapan transaksi murabahah
tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban
untuk mengelola dan menagih piutang tersebut relatif besar juga.
(iii) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih.
Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko
piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya
cukup besar. Dalam praktek, metode ini jarang dipakai, karena transaksi
murabahah tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang
memadai akan penagihan kasnya.
24. Pengakuan keuntungan, dalam paragraf 23 (b) (ii), dilakukan secara
proporsional atas jumlah piutang yang berhasil ditagih dengan mengalikan
persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih.
32 Persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan
biaya perolehan aset murabahah.
25. Berikut ini contoh perhitungan keuntungan secara proporsional untuk suatu
transaksi murabahah dengan biaya perolehan aset (pokok) Rp 800,00 dan
keuntungan Rp 200,00; serta pembayaran dilakukan secara angsuran selama 3
tahun; dimana jumalah angsuran pokok dan keuntungan yang diakui setiap
tahun adalah sebagai berikut:
Tahun
1
2
3
Angsuran (Rp)
500,00
300,00
200,00
Pokok (Rp)
400,00
240,00
160,00
Keuntungan (Rp)
100,00
60,00
40,00
26. Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang
melunasi secara tepat atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui
sebagai pengurang keuntungan murabahah.
27. Pemberian potongan pelunasan piutrang murabahah dapat dilakukan dengan
menggunakan salah satu metode berikut:
(a) Diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang murabahah dan
keuntungan murabahah; atau
(b) Diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari
pembeli dan kemudian membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli.
33 28. Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut:
(a) Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu, maka diakui
sebagai pengurang keuntungan murabahah;
(b) Jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli, maka
diakui sebagai beban.
29. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai
dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana
kebajikan.
30. Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:
(a) Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang
diterima;
(b) Jika barang jadi dibeli oleh pembeli, maka uang muka diakui sebagai
pembayaran piutang (merupakan bagian pokok);
(c) Jika barang batal dibeli oleh pembeli, maka uang muka dikembalikan kepada
pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan
oleh penjual.
AKUNTANSI UNTUK PEMBELI AKHIR
31. Hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai
hutang murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib
dibayarkan).
34 32. Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya
perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati
dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah
tangguhan.
33. Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan
porsi hutang murabahah.
34. Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah, potongan
pelunasan dan potongan hutang murabahah diakui sebagai pengurang
beban murabahah tangguhan.
35. Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban
sesuai dengan akad diakui sebagai kerugian.
36. Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui
sebagai kerugian.
PENYAJIAN
37. Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan,
yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
38. Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account)
piutang murabahah.
39. Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account)
hutang murabahah.
35 PENGUNGKAPAN
40. Penjual
mengungkapkan
hal-hal
yang
terkait
dengan
transaksi
murabahah, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Harga perolehan aset murabahah;
(b) Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban
atau bukan; dan
(c) Pengungkapan yang diperlukan sebagai PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
41. Pembeli
mengungkapkan
hal-hal
yang
terkait
dengan
transaksi
murabahah, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah;
(b) Jangka waktu murabahah tangguh;
(c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.
KETENTUAN TRANSISI
42. Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi murabahah yang
terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan daya banding laporan
keuangan maka entitas dianjurkan menerapkan Pernyataan ini secara
retrospektif.
36 TANGGAL EFEKTIF
43. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan
keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2008.
PENARIKAN
44. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang
berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
murabahah.
II.6 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 105 : Akuntansi
Mudharabah
AKUNTANSI MUDHARABAH
PENDAHULUAN
Tujuan
1. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian,
dan pengungkapan transaksi mudharabah.
Ruang Lingkup
2. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi
mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola
dana (mudharib).
3. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas
obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah.
37 Definisi
4. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan
ini:
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua
(pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara
mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung
oleh pemilik dana.
Mudharabah
muthlaqah
memberikan
kebebasan
adalah
kepada
mudharabah
pengelola
dimana
dana
pemilik
dalam
dana
pengelolaan
investasinya.
Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana
memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat,
cara dan atau obyek investasi.
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola
dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
Karakteristik
5. Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.
38 6. Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah,
dan mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana,
maka dana yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer.
7. Dalam mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain:
(a) Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya;
(b) Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa
penjamin, atau tanpa jaminan; atau
(c) Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui
pihak ketiga.
8. Pada prinsipnya dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan, namun
agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana
dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini
hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan
pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
9. Pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan
dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah
diakhiri.
10. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan, maka
jumlah porsi bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan
berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama
39 periode akad. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian,
maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana.
Prinsip Pembagian Hasil Usaha
11. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi
hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar
pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan
usaha (omset). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar
pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang
berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
Contoh:
Uraian
Penjualan
Harga
Pokok
Penjualan
Laba Kotor
Beban
Laba rugi bersih
Jumlah
100
65
35
25
10
Metode Bagi Hasil
Gross Profit Margin
Profit Sharing
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
AKUNTANSI UNTUK PEMILIK DANA
12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset
nonkas kepada pengelola dana.
40 13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(a) Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan;
(b) Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar
aset nonkas pada saat penyerahan:
(i) Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka
selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai
jangka waktu akad mudharabah.
(ii) Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya
diakui sebagai kerugian.
14. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan
rusak, hilang, atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak
pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian
dan mengurangi saldo mudharabah.
15. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha
tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian
tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha
mudharabah diterima oleh pengelola dana.
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam aset nonkas dan aset
nonkas tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang
41 dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka
kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun
diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil.
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain ditujukan oleh:
(a) Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau
yang telah ditentukan dalam akad; atau
(c) Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
19. Jika akad mudharabah brakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan
belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui
sebagai piutang.
Penghasilan Usaha
20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan
usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang
disepakati.
21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah
berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian
investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:
(a) Investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
(b) Pengembalian investasi mudharabah diakui sebagai keuntungan atau
kerugian.
42 22. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola
dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
23. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada
pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
24. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang.
AKUNTANSI UNTUK PENGELOLA DANA
25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui
sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset
nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah
temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
26. Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer yang diterima
maka pengelola dana mengakui sebagai aset sesuai ketentuan pada
paragraf 12 – 13.
27. Pengelola dana mengakui pendapatan atas pengeluaran dana syirkah temporer
secara bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana.
28. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip,
yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti yang dijelaskan pada paragraf 11.
43 29. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah
diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai
kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.
30. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana
diakui sebagai beban pengelola dana.
Mudharabah Musytarakah
31. Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam mudharabah
musytarakah, maka penyaluran dana milik pengelola dana tersebut diakui
sebagai investasi mudharabah.
32. Akad
mudharabah
musytarakah
merupakan
perpaduan
antara
akad
mudharabah dan akad musyarakah.
33. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan akad
mudharabah)
menyertakan juga dananya dalam invenstasi bersama
(berdasarkan akad musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musytarik)
memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi dana yang disetorkan. Pembagian
hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah
adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana
sebagai pemilik dana musyarakah.
34. Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat dilakukan
sebagai berikut:
44 (a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik
dana sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi
setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi
antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan
porsi modal masing-masing; atau
(b) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik
dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil
investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut
dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai
dengan nisbah yang disepakati.
35. Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan
porsi modal para musytarik.
PENYAJIAN
36. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tercatat.
37. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan
keuangan:
(a) Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya
untuk setiap jenis mudharabah.
45 (b) Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitunghkan tetapi belum
diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum
dibagikan di kewajiban.
PENGUNGKAPAN
38. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi
tidak terbatas pada:
(a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain;
(b) Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;
(c) Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan
(d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
39. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah,
tetapi tidak terbatas pada:
(a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain;
(b) Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya;
(c) Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah; dan
(d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
46 KETENTUAN TRANSISI
40. Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi mudharabah
yang terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan daya banding
laporan keuangan maka entitas dianjurkan menerapkan pernyataan ini
secara retrospektif.
TANGGAL EFEKTIF
41. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan penyajian laporan keuangan
entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Janurai 2008.
PENARIKAN
42. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah, yang
berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
mudharabah.
II.7 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 107 : Akuntansi Ijarah
PENDAHULUAN
Tujuan
1. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian,
dan pengungkapan transaksi ijarah.
47 Ruang Lingkup
2. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi ijarah.
3. Pernyataan ini mencakup pengaturan untuk pembiayaan multijasa yang
menggunakan akad ijarah, namun tidak mencakup pengaturan perlakuan
akuntansi untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad ijarah.
Definisi
4. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam pernyataan
ini:
Asset ijarah adalah aset baik berwujud maupun tidak berwujud, yang atas
manfaatnya disewakan.
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu
tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan aset itu sendiri. Sewa yang dimaksud adalah sewa operasi (operating
lease).
Ijarah muntahiyah bittamlik adalah ijarah dengan wa’d perpindahan kepemilikan
aset yang di ijarah-kan pada saat tertentu.
48 Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara
pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu
transaksi dengan wajar (arms length transaction).
Obyek ijarah adalah manfaat penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud.
Sewa operasi adalah sewa yang tidak mengalihkan secara substansi seluruh risiko
dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.
Umur manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan akan digunakan
atau jumlah produksi/unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari aset.
Wa’d adalah janji dari satu pihak kepada pihak kepada pihak lain untuk
melaksanakan sesuatu.
Karakteristik
5. Ijarah merupakan sewa menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan resiko dan
manfaat yg terkait dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan kepemilikan
dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
49 6. Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik kepada
penyewa, dalam ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan jika akad ijarah telah
berakhir atau diakhiri dan aset ijarah telah diserahkan kepada penyewa
dengan membuat akad terpisah secara:
(a) Hibah;
(b) Penjualan sebelum akhir masa akad;
(c) Penjualan pada masa akad;
(d) Penjualan secara bertahap.
7. Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah
untuk menghindari risiko kerugian.
8. Spesifikasi obyek ijarah, misalnya jumlah, ukuran, dan jenis, harus jelas
diketahui dan tercantum dalam akad.
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
Akuntansi Pemilik (mu’jir)
Biaya perolehan
9. Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya
perolehan.
50 10. Biaya perolehan obyek ijarah yang berupa aset tetap mengacu ke PSAK 16:
Aset Tetap dan aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak
Berwujud.
Penyusutan dan amortisasi
11. Obyek ijarah disusutkan atau diamortiasi, jika berupa aset yang dapat
disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau
amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).
12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola
konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek
ijarah.umur ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil
yang dapat dipakai selama 10 tahun di-ijarah-kan dengan akad ijarah
muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian, umur ekonomisnya
adalah 5 tahun.
13. Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset tetap sesuai dengan
PSAK 16 : Aset Tetap dan amortisasi aset tidak berwujud sesuai dengan
PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.
Pendapatan dan beban
14. Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset
telah diserahkan kepada penyewa.
51 15. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan
pada akhir periode pelaporan.
16. Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah sebagai berikut:
(a) Biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya;
dan
(b) Jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan
persetujuan pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik
dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya .
17. Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya
perbaikan obyek ijarah yang dimaksud dalam paragraf 16 huruf (a) dan (b)
ditanggung pemilik maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan
masing-masing atas obyek ijarah.
18. Biaya perbaikan obyek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan
tersebut dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh
penyewa atas persetujuan pemilik.
Perpindahan kepemilikan
19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada
penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
(a) Hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;
52 (b) Penjualan sebelum berakhirnya masa akad, maka selisih antara harga
jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau
kerugian;
(c) Penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual
dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau
kerugian;
(d) Penjualan secara bertahap, maka:
(i)
Selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian objek
ijarah yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau
kerugian; dan
(ii)
Bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai
aset tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan
penggunaan aset tersebut.
Akuntansi Penyewa (Musta’jir)
Beban
20. Beban sewa diakui salama masa akad pada saat manfaat atas aset telah
diterima.
21. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang
telah diterima.
22. Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi
tanggungan penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
53 23. Biaya pemeliharaan obyek iijarah, dalam ijarah muntahiyah bittamlik
melalui penjualan obyek ijarah secara bertahap, akan meningkat sejalan
dengan peningkatan kepemilikan obyek ijarah.
Perpindahan kepemilikan
24. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada
penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
(a) Hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai
wajar obyek ijarah yang diterima;
(b) Pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset
sebesar nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
(c) Pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset
sebesar nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
(d) Pembelian secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar nilai
wajar.
Jual dan ijarah
25. Transaksi jual-dan-ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan
tidak saling bergantung (ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan
pada nilai wajar.
26. Jika suatu entitas menjual obyek ijarah kepada lain dan kemudian
menyewanya kembali, maka entitas tersebut mengakui keuntungan atau
54 kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan
menerapkan perlakuan akuntansi penyewa.
27. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah tidak
dapat diakui sebagai pengurangan atau penambah beban ijarah.
Ijarah-Lanjut
28. Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset
yang sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan
perlakuan akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam pernyataan ini.
29. Jika suatu entitas menyewa obyek ijarah (sewa) untuk disewa lanjutkan, maka
entitas mengakui sebagai beban ijarah (sewa) tangguhan untuk pembayaran
ijarah jangka panjang dan sebagai beban ijarah (sewa) untuk sewa jangka
pendek.
30. Perlakuan akuntansi penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas
(sebagai penyewa) dengan pemilik dan perlakuan akuntansi pemilik
diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai pemilik) dengan pihak
penyewa lanjut.
55 PENYAJIAN
31. Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang
terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan,
dan sebagainya.
PENGUNGKAPAN
32. Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah
dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak
terbatas pada :
(i)
Keberadaan wa’d pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang
digunakan (jika ada wa’d pengalihan kepemilikan)
(ii)
Pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah-lanjut;
(iii)
Agunan yang digunakan (jika ada)
(b) Nilai perolehhan dan akumulasi penyusutan atau amortisasi untuk
setiap kelompok aset ijarah;
(c) Keberadaan transaksi jual dan ijarah (jika ada).
33. Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah
dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak
terbatas pada:
(i)
Total pembayaran
56 (ii)
Keberadaan wa’d pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan
mekanisme yang digunakan (jika ada wa’d pemilik untuk
mengalihkan kepemilikannya)
(iii)
Pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah lanjut;
(iv)
Agunan yang digunakan (jika ada)
(b) Keberadaan transaksi jual dan ijarah dan keuntungan atau kerugian
yang diakui (jika ada transaksi jual dan ijarah).
KETENTUAN TRANSISI
34. Pernyataan ini diterapkan secara prospektif penerapan secara retrospektif
diperkenankan, tetapi tidak disyaratkan.
TANGGAL EFEKTIF
35. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan
keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 januari 2010.
Penerapan lebih dini dianjurkan. Jika entitas menerapkan pernyataan ini
untuk periode yang dimulai sebelum 1 januari 2010, maka fakta tersebut
harus diungkapkan.
PENARIKAN
36. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang
berhubungan dengan perlakuan akuntansi untuk pengakuan, pengukuran,
penyajian dan pengungkapan atas transaksi ijarah.
57 
Download