7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Kompotensi Kepribadian Guru. 1. Pengertian Kompotensi Guru. Kompotensi secara bahasa artinya kemampuan atau kecakapan. Selain itu dapat juga diartikan “kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan sesuatu”.1 Menurut Partanto, dalam kamus ilmiah populer, kompetensi diartikan sebagai kecakapan, wewenang, kekuasaan dan kemampuan.2 Pengertian tersebut memberikan pemahaman dasar untuk mengantarkan kita memahami lebih jauh makna dari kompetensi yang diarahkan pada seorang dalam menjalankan tugas keprofesionalan hususnya guru. Karena tugas guru adalah tugas professional maka dituntut untuk menguasai kopetensi tersebut dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Hal ini dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dan sekaligus memberikan pengertian tentang kompetensi, bahwa “kompetensi adalah perangkat pengetahuan, ketampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.3 Secara terminologi menurut Mulyas, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemempuan yang dikuasai oleh seseorang yang 1 Desi Anwar, Kamus Lengkapa Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia, 2005), h. 180 2 Lugman Ahsanul, Konsep Kepribadian Guru (online), http://uki2000wordpress.com. Diunduh 01 Juli 2011. 3 Indonesia legul center publishing, Undang-Undang Republic Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan dosen (Jakarta: Indonesia le ce 2008), h. 3. 7 8 telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku yang kognitif, afektif dan psikomotorik, dengan sebaik-baiknya.4 Hal tersebut menunjukan bahwa kompetensi dapat dilihat pada segi pengetahuan, keterampilan dalam kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang melekat pada dirinya untuk melakukan peilaku kognitif, afektip dan psikimotorik. dalam tataran aplikasi, kompetensi seseorang dapat dilihat pada perilaku-perilaku tersebut dengan menunjukan tingkat kompetensi yang dimiliki. Dengan demikaian kompetensi sesungguhnya merupakan gambaran potensi seseorang yang dinilai senada apa yang di ungkapkan Jamal Ma’amur Asmani bahwa : Kompetensi merupakan satu kesatuan yang utuh yang mengabarkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai yang terkait dengan potensi tertentu berkenaan berkenaan dengan bagian-bagin yang dapat mengaktulisasikan dan diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tertentu.5 Kesatuan yang utuh antara pengetahuan dan sikap menunjukan sikap pola kompetensi yang tidak bisa dipisahkan dan dikesampikan antar satu sama lain karna tiga domain tersebut merupakan gambaran potensi yang pada tataran aplikasi bersentuhan dengan nilai dalam menjalankan atau berkenaan dengan potensi tertentu Berdasarkan uraian diatas, maka kompetensi bukan hanya ada dalam tataran pengetahuan akan tetapi sebuah kompetensi harus tergambarkan dalam prestasi belajar. artinya seseorang dikatakan memiliki kompotensi 4 tertentu E. Milyasa, Kurikulum 8 k, (Bandung: Remaja Rosda Karia, 2005), h. 37. Jamal Ma’maur Asmani, Tujuan Kompetensi Guru Menyenangkan dan Professional (Jogjakarta : Power Books , 2009), h. 38. 5 9 apabila ia bukan sekedar tau tentang sesuatu itu, akan tetapi bagaimana implikasi dan implementasi pengetahuan itu dalam poses belajar mengajar sehingga meningkatkan prestasi belajar siswa. Maka kompotensi pada dasarnya merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. 2. Pengertian Kepribadian Guru. Secara etimoilogi kepribadian merupakan terjemahan dari personality (Inggris), persoonlijkheid (Belanda), personnalita (Prancis), personalichkeit (Jerman), personalita (Itli), dan personalidad (Spayol). Akar kata masing-masing sebutan itu berasal dari kata latin “person” yang berarti topeng, maksudnya yaitu topeng yang dipakai oleh aktor drama atau sandiwara, selain itu juga berasal dari kata latin “personare” yang berarti to sound through (secara tembus). Bahasa arab kontemporer kepribadian ekuivalen dengan istilah Syakhshiyyah.6 Pada akar kata tersebut di Indonesia lebih dikenal dengan istila dengan pribadi atau kepribadian yang selanjutnya diartikan dalam kamus besar bahasa Indonesia kepribadian artinya “sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang.”7 Kemudian berdasarkan pengertian tersebut banyak para ahli memberikan komentar (intreprestasi) secara mendalam dan lebih spesifik berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman masing-masing. 6 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grasido Persida, 2007), h. 17-18. 7 Tim penyusun kamus / pusat bahasa / DPN, (Jakarta: Cet. III, Edisi III, Balai Pustaka, 2007), h. 895. 10 Secara terminologi, banyak ahli dalam bidang ini yang mendefinisikan tentang kepribadian diantaranya, menurut Harton kepribadian adalah “keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi dan tempramen seseorang.”8 Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika dihadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan perilku yang baik, atau pola konsisten, sehingga menjadi ciri khas pribadinya. Sejalan dengan Schever Lamm mendefinisikan kepribadian sebagai “keseluruhan pola sikap, kebutuhan, ciri-ciri khas dan perilakau seseorang.”9 pola berarti sesuatu yang sudah terjadi standar atau baku, sehingga kalau dikatakan pola sikap maka sikap itu sudah baku berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadi situasi yang di hadapi. Selain itu kepribadian menurut M. Newcomb dalam Moh. Roqib diartiakan sebagai: Organisasi sebagai sikap-sikap yang memiliki seseorang sebagai sebagai latar belakang terhadap prilaku. Kepribadian menunjuk kepada organisasi sikapsikap seseorang untuk berbuat, mengetahui, berpikir dan merasakan secara khusus apabila dia berhubungan dengan orang lain atau menaggapi suatu keadaan. Kepribadian merupakan suatu organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari prilaku individu kepribadian mencakup kebiasaan, sikap, dan lain-lain sifat yang khas dimiliki seorang yang berkembang apabiala orang tadi berhubungan dengan orang lain. Hal tersebut menunjukan bahwa prilaku seseorang berasal dari organisasi sikap-sikap yang merupakan latar belakang perilaku. Dikatakan organisasi sikap-sikap karena terdapat beberapa 8 Olija,Pengertian Kepribadian Secara Umum (online), http://putra-tatiratu.blogspot.com. Diunduh 12 juli 2011W\xw\XW\000. 9 Ibid.,, th. 11 faktor dari corak prilaku yang terhimpun dalam diri individu yang mendasari seseorang untuk berbuat, mengetahui, berpikir, dan merasakan secara khususnya apa bila dia berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan. Secara umum faktor-faktor tersebut menurut Theodore M .Nnewcomb adalah faktor biologis, psikologis, dan sosiologis. Berbicara kepribadian berarti berbicara tentang diri manusia oleh karena itu Khayr al-Din Al-Zarkali dikutik Abdul Mujib, menyatakan bahwa studi tentang diri manusia dapat dilihat melalui tiga sudut, yaitu: 1 Jasad (pisik), apa dan bagaimana organisme dan sifat-sifat uniknya 2 Jiwa (psikis), apa dan bagaimana Deskripsi dan sifat-sifat uniknya 3 Jasad dan jiwa (psikopisik) berupa ahlak, perbuatan, gerakan, dan sebagainya.10 Ahli psikologi memberikan penekanan bahwa yang dipelajari oleh psikologi bukanlah jiwa tetapi tingkah laku manusia, baik perilaku yang kelihatan maupun tidak. Menurut Abu Ahmadi dan Muwar Sholeh tingkah laku manusia dapat di analisis kedalam tiga aspek atau pungsi, yaitu: a. Aspek kognitif (pengenalan) yaitu pemikiran, ingatan hayalan, daya bayang inisiatif, kreatifitas, pengamatan dan pengindraan, fungsi aspek kognitif adalah menunjukan jalan, mengarahkan dan mengendalikan tingkah laku b. Aspek afektif yaitu bagian kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan alam perasaan atau emosi, sedangkan hasrat, kehendak, kemauan, keinginan, kebutuhan, dorongan, dan elemen motivasi lainya disebut aspek kognitif atau psiko-motorik (kencendrungan atau niat tindak) yang tidak dapat dipisahkan dengan aspek afektif. Kedua aspek itu sering disebut aspek finalis yang berpungsi sebagai energi atau tenaga mental yang menyebabkan manusia bertingkah laku. c. Aspek motorik, yaitu berpungsi sebagai pelaksana tingkah laku manusia seperti perbuatan yang digerakan jasmaniyah lainya.11 10 11 Abdul Mujib, Op.Cit., h. 56. Abu Ahmadi Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), h. 169. 12 Meskipun para ahli telah menganalisis aspek-aspek tingkah laku manusia, kita harus berpegang pada pengertian manusia sebagai suatu kesatuan yang utuh, yaitu manusia yang berkehendak, berperasaan, berpikir, dan berbuat. Namun pada intinya adalah kepribadian merupakan ciri, karakteristik atau memang sifat-sifat yang memang khas dikaitkan dengan diri individu. Dapat dikatakan bahwa kepribadian itu bersumber dari bentukan-bentukkan yang diterima dari lingkungan, misalnya bentukan dari keluarga pada masa kecil dan juga bawaan-bawaan yang dibawa sejak lahir. Kepribadian itu sebetulnya adalah campuran dari hal-hal yang bersifat psikologis, kejiwaan dan juga bersifat fisik. Seperti yang dikemukakan oleh Slamet Yusuf bahwa kepribadian ialah kumpulan sifat-sifat aqilah, jasmaniyah, khalqiyah dan iradiyah yang biasa yang membedakan seseorang dengan orang lain. Jadi yang dimaksud dengan kepribadian adalah semua corak prilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk beraksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. 3. Kompetensi Kepribadian Guru. Dimana telah disinggung tentang kompetensi dan kepribadian secara terpisah, maka pembahasan kali ini peneliti mencoba mengaitkan antara keduanya yang arah pembahasanya bermuara pada guru sebagai pendidik. Sebagaimana dikatakan bahwa kompetensi merupakan kemampuan atau kecakapan kepribadian diartikan sebagi sifat atau karakteristik yang dikaitkan dengan diri individu, maka dapat dikatakan bahwa kompetensi dalam hubungannya dengan kepribadian guru 13 adalah kemampuan atau kecakapan yang berhubungan dengan sifat atau karakteristik pribadi guru dalam menjalankan tugas keprofesionalanya. Dikatakan guru yang mahir adalah guru yang mampu untuk menundukan hati anak didiknya dan mempengaruhi mereka dengan baik sehingga ia dapat memerintah mereka dan berbicara dengan mereka. Maka dengan kepribadian itu memungkinkan untuk mengarahkan mereka pada jalan yang lurus. Suksesnya seorang guru tergantung dari kepribadian dan luasnya ilmu tentang materi pelajaran serta banyaknya pengalaman. Tugas seorang guru itu sangat berat, tidak mampu dilaksanakan kecuali apa bila kuat kepribadianya, cinta dengan tugas di kelas dalam mengajarkan, memelihara waktu murid, cinta kebenaran, adil dalam pergaulan. Ada yang mengatakan bahwa masa depan anak-anak ditangan guru dan ditangan gurulah terbentuknya umat. Kepribadian guru pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan antar aspek prilaku mental yang melibatkan pikiran atau perasaan dengan aspek prilaku perbuatan nyata (behavioral) didalam melaksanakan tugas pengajaran di sekolah.12 Faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan Pembina yang baik bagi anak didiknya ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didik. Sikap guru dalam menghadapi segala persoalan akan dilihat, diamati dan dinilai pula oleh anak didik. Sikap guru terhadap Agama juga merupakan salah satu penampilan kepribadian guru, guru yang acuh tak acuh kepada Agama akan menunjukan sikap yang dapat menyebabkan anak didik 12 Dedi supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (yogyakarta: Adicita Kariya Nusa, 1999), h. 16. 14 terbawa pula kepada arus tersebut, bahkan kadang-kadang menyebabkan terganggunya jiwa anak didik.13. Kepribadian adalah faktor yang sangat penting terhadap keberhasdilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Karena guru berperan sebagai pembimbing, pembantu dan sekaligus sebagai panutan. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan Pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil dan mereka tengah mengalami kegoncangan jiwa dan membutuhkan perhatian dari orang tua, oleh sebab itu, mereka sangat membutuhkan kasih saying, sehingga dapat membantu kepribadian yang baik.14 Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh, panutan, idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karena, guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaanya, terutama dihadapan murid-muridnya. Beberapa indikator kepribadian baik yang optimis dan progresif menurut jamal Ma’mur Asmani dapat diuraikan sebagai berikut: a. Bertanggung Jawab. Bertanggung jawab adalah perasaan kuat yang disertai kebulatan tekat untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Tanggung jawab tidak hanya berhubungan dengan manusia, tetapi juga kepada Allah SWT yang memerintahkan manusia untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya. Tanggung jawab seorang guru adalah mengajar dan mendidik sekaligus. Ia harus disiplin, jujur rajin beribadah, dan sungguh-sungguh 13 Moh Raqib dan Nurfuadi, Kepribadian Guru,Upaya Mengembangkan Kepribadian Guru yang Sehat Dimasa Depan, (Yogyakarta : Grapindo Litera Media Bekerja Sama dengan stain purwekert ,2009), h. 15 14 Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1999), h. 16. 15 memahamkan anak. Ia setiap saat mengembangkan diri agar anak didik tidak ketinggalan informasi dan pengetahuan, ia datang tepat waktu, tidak izin kalau tidak dalam kondisi darurat, pasti menyertakan tugas, siap mengerjakan administrasi, dan selalu melampaui standar kerja yang diberikan. Mengapdi kepada bangsa dan Negara dengan menjadi guru yang professional. Tanggung jawab adalah fenomena batin, ia dilihat dari sikap prilaku lahirnya. Kalau dalam keadaan apa pun ia memprioritaskan tugasnya dengan penuh kesungguhan, tanpa pamri, maka dalam jiwanya tertanam tanggung jawab besar dalam menunaikan tugas. Tanggung jawab lahir batin ini muncul dari pemahaman filosofis terhadap akibat pendidikan dan mengajar bagi masa depan anak didik. Pendidikan adalah kebutuhan pokok manusia karena dari pendidikan Agama dimantapkan, moralitas diagungkan, perjuangan digoreskan, dan masa depan bangsa dipertaruhkan. guru adalah aktor utama pendidikan yang tidak bisa digantikan. Guru adalah penanggung jawab utama kesuksesan pendidikan. Pemahaman mendalam terhadap suptansi pendidikan akan membawa guru pada tanggung jawab paripurna dalam melaksanakan kewajiban-kewajibanya. Ia tidak usah diperintah, diawasi dan diperingatkan. Ia sudah atau tugasnya sendiri, ia paham kesalahan yang dilakukan sehingga sebisa mungkin tidak mengulangi, dan berusaha menampilkan kemampuan terbaik dalam mengajar dan membawa anak kegerbang kesuksesan dan kegemilangan hidup. Tanggung jawab menjadi hal pertama kepribadian yang mutlak ada pada guru yang membuatnya siap melakukan tugas mengajar demi keberhasilan anak 16 didik. Persyaratan administrasi hanya sebagai penunjang dan pelecut semangat, karena dalam dirinya sudah tertanam tanggung jawab besar dalam mengenggam amanah bangsa. b. Tidak Emosional. Sitabilitas emosi sangat penting bagi guru karena kondisi siswa yang berbeda-beda, ada yang mudah diatur dan ada yang sulit, ada yang sengaja memancing emosi guru, dan ada yang mengerutu dari belakang. Jangan sampai guru terpancing emosi karena akan berakibat fatal. Alangkah malunya kita melihat di televisi berita seseorang guru berurusan dengan polisi gara-gara memperlakukan anak didik dengan kekerasan. Hal ini jangan sampai terjadi. Sanksi fisik sebisa mungkin dihindari diganti dengan sanksi yang mendidik dan biasa menyadarkan anak. Jangan sampai main pukul, mendendang, menjelek-jelekkan, dan hal-hal lain yang menyakitkan perasaan dan fisik anak didik. Wibawa seorang guru akan hilang dengan tindakan emosional sehingga ia tidak mampu memberikan inspirasi bagi anak didik. Orang tua wali murid akan marah jika anaknya diperlakukan dengan keras, nama baik guru ditengah masyarakat tercemar dan lembaga bisa menjadi taruhanya, karena masyarakat akan enggan memasukkan anaknya ke sekolah yang diajar guru emosional. Dampak negatif ini harus disadari guru sehingga sedini mungkin menghindari cara-cara kekerasan dalam menangani kesalahan dan keteledoran anak. 17 c. Lemah lembut Lemah lembut adalah cermin hati yang penyayang dan penuh penghormatan. Lemah lembut seseorang membuat murid segan, senang, dan hormat. Seorang guru yang berbicara sopan kepada muridnya akan dikenang murid dan akan membekas dalam hatinya. Guru yang suka menasehati, memperlakukan anak didik seperti anaknya sendiri, dan menolong kebutuhan muridnya yang dicintai. Perilakunya menjadi teladan, penilaian dan ukuran baik dan jelek. Ia akan digolongkan dengan orang-orang yang suci hatinya dalam menjalani kehidupan, mempunyai ketulusan dan kesetiaan dalam mendidik dan membekali anak dengan pengetahuan dan sikap yang mulia. Berbeda dengan guru yang kasar, ia dibenci murid-muridnya dan dijadikan bahan gunjingan. Pengajaran yang di ajarkan tidak efektif, karena dalam hati, murid-muridnya tidak menerimanya sehingga kesal, namun mereka tidak berani mengungkapkanya. Oleh sebab itu, seorang guru harus bersikap lemah-lembut, jangan sampai kasar. d. Tegas, tidak menakut-nakuti. Seorang guru harus tegas, adil, dan tidak boleh membeda-bedakan. Jangan sampai menakut-nakuti dengan sesuatu yang tidak layak, misalnya akan diancam dikeluarkan dari sekolah, dipanggil orang tuanya, dan ancaman-ancaman kasar lainya. Tegas dalam pengertian tidak plin plan, konsisten menegakkan aturan, dan berani bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan. Misalnya, anak didik harus memasukan baju semua, memakai ikat pinggang, maka guru harus 18 menerapkan aturan tersebut secara tegas sehingga ada kewibawaan dan anak menghormati. Tentu keteladanan menjadi kunci utama dalam menegakkan aturan, kalau hanya biasa memberikan sanksi, sementara guru sendiri melanggar, maka akan ditertawakan anak didik dan tujuan pembelajaran tidak berhasil. Walaupun guru harus tegas, tapi cara yang dilakukan tetap tidak boleh kasar. Tegas bukan identik kasar, tegas biasa dengan pendekatan yang humanis, persuasiv, dan psikologis sehingga lebih bisa menyadarkan anak didik secara emosional. e. Dekat dengan anak didik Kedekatan membawa efek positif bagi pembelajaran. Kedekatan ini akan menciptakan hubungan batin dan keakraban dalam bergaul. Anak didik tidak takut bertanya dan berkonsultasi masalah yang dihadapi kepada guru. Lewat kedekatan inilah, murid akan atau kebijakan guru, sikap prilaku guru, dan aspek terjang guru. Disana, inspirasi untuk meniru dan mengembangkan apa yang ada pada guru.15 Indikator kepribadian positif menjadi parameter guru dalam menampilkan kepribadian yang menarik dan membutuhkan rasa optimis tinggi kepada anak didik dalam belajar untuk mengapai cita-cita setinggi tingginya sepanjang perjalanan hidup. Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model, guru harus mempunyai kompotensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (Personal Competencies), 15 Moh Raqib dan Nurfuadi, Op.Ci.t, h. 118-123. 19 menurut Wina Sanjaya, kompotensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian yang dimaksud diantaranya: a) Kemampuan yang berhubungan dengan pengamalan ajaran Agama sesuai dengan keyakinan Agama yang dianutnya. b) Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama. c) Kemampuan untuk berprilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku dimasyarakat. d) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru, misalnya sopan santun dan tata karma. e) Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.16 Lebih lengkapnya juga disebutkan dalam Undang-Undang guru dan dosen tentang peraturan pemerintah republic Indonesia Bab II Pasal 3 yang menyatakan sebagai berikut: Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencangkup kepribadian yang (a) beriman dan bertakwa, (b) berahlak mulia, (c) arif dan bijak sana, (d) demokratis, (e) mantap, (f) berwibawa, (g) stabil, (h) dewasa, (i) jujur, (j) sportif, (k) menjadi taladan peserta didik dan masyarakat, (l) secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan (m) mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.17 Esensi kompetensi guru semuanya bermuara kedalam intern pribadi guru. Kompetensi paedagogik, profesional dan sosial yang dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran, pada akhirnya, akan lebih banyak ditentukan oleh kompetensi kepribadian yang dimilikinya. Tampilan kepribadian guru akan lebih banyak mempengaruhi minat dan antusiasme anak dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pribadi guru yang santun, respek terhadap siswa, jujur, ikhlas, dan dapat diteladani, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan dalam pembelajaran apa pun jenis mata pelajaranya. Oleh karna itu 16 17 Zakiyah Darajat, Op.Cit., h. 18. Tim Redaksi Fokusmedia, Undang-Undang Guru dan Dosen (Bandung: Fokusmedia, 2009), h. 66 20 kompetensi kepribadian harus dapat perhatian yang lebih. Sebab, hal ini berkaitan dengan idealisme dan kemampuan untuk dapat memahami dirinya sendiri dalam kapasitas sebagai pendidik. Berdasarkan uraian di atas maka maka penulis menarik kesimpulan bahwa kompetensi kepribadian guru pada hakekatnya adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sebagai corak prilaku yang menjadi sifat, ciri khas atau karakteristik guru dalam menjalankan tugas sebagai pengajar dan sekaligus pendidik disekolah. B. Deskripsi Perilaku Keagamaan. 1. Pengertian Perilaku Keagamaan. Sebelum membahas apa yang dimaksud dengan perilaku keagamaan, terlebih dahulu penulis kemukakan pengertian tentang perilaku. Secara etimologi perilaku adalah “Tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.”18. Sedangkan menurut Hasan Langgulung Perilaku adalah ”Gerak motorik yang termanifestasikan dalam bentuk seseorang yang dapat diamati”19. Sedang “Agama adalah sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaikan dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu”20 18 Erie siti syarah, http://paudfip.wordpress.com/2009/06/17/perkembangan-pendidikananak/. Diakses 24 februari 2012. 19 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Islam, (Bandung: Al-Maarif, 1980), 20 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Abadi, 1994), h. 10. h.139. 21 Sedangkan istilah “ keagamaan” dapat diartikan sebagai sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala sesuatu mengenai agama”21. Sedangkan perilaku keagamaan menurut Mursal dan H.M.Taher, adalah “tingkah laku yang didasarkan atas kesadaran tentang adanya Tuhan yang maha esa”22, semisal aktifitas keagamaan seperti shalat, zakat, puasa dan sebagainya. Perilaku keagamaan bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual saja, tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural, bukan hanya yang berkaitan dengan aktifitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktifitas yang tidak tampak yang terjadi dalam seseorang. Terbentuknya perilaku keagamaan ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang disadari oleh pribadi seseorang, Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku, artinya bahwa apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang akan diajarkan, adanya nilai-nilai keagamaan yang dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang yang ikut serta menentukan pembentukan perilakunya. Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa perilaku keagamaan merupakan suatu kesatuan perbuatan dari manusia yang berarti, dimana setiap tingkah laku manusia merupakan respon terhadap tingkah laku yang di perbuatnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam hubungannya dengan Allah SWT, sesama muslim, maupun dengan lingkungannya. Dengan mengaktualisasikan ajaran agama Islam diharapkan seseorang akan lebih bermoral, peka terhadap lingkungan, bertanggungjawab, serta bertawakal dalam 21 Ibid., h. 19. 22 Erie Siti Syarah. Op. Cit., th. 22 menjalani kehidupan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Islam. Konsekuensi logis berupa ketaatan, ketundukan dan penyerahan diri atas keyakinan kepada sang pencipta (Allah SWT) biasa disebut sebagai perilaku beragama tersebut tidak lepas dari pada keyakina yang dimilikinya terhadap agama yang dianutnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Zulkifli bahwa : Proses pembentukan pola perilaku dan pelaksanaanya yang mencakup unsur pertanggungan jawab manusia kepada Allah mengatur ketentuan-ketentuan hubungan atau tanggung jawab terhadap dirinya sebagai harta Allah terhadap manusia lain atau masyarakatnya dan tanggung jawab terhadap alam semesta atau ibadah dalam arti luas. Ibadah dalam arti luas merupakan proses interaksi dengan alam semesta dan seluruh isinya, sedangkan pemenuhan kewajiban dan interaksi dengan Tuhan dan penciptanya diusebut ibadah dalam arti khusus (ritual) yang berpedoman syariah. Itulah sebabnya dikatakan bahwa manusia dengan segala aspek kehidupannya berkaitan dengan agama.23 Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa perilaku beragama bukan hanya sesuatu yang menyangkut dimensi-dimensi religius yang fenomenal dan terkait akan tetapi segala sesuatu yang menyatakan ketundukan kepada sang khaliq baik yang terlihat oleh mata (konkrit) maupun tidak. Para ilmuwan juga masih berbeda pendapat dalam mendefinisikan mengenai konsep perilaku beragam tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ninian smart dalam Qawaid yang dikutip oleh Zulkifli Mustan, yang mengklasifikasikan dimensi religiositas yang terdapat dalam setiap agama menjadi tujuh dimensi, yang meliputi : 23 Zulkifli.,M., Studi Ananlisis Perilaku Beragama Pada Masyarakat Mualaf Terhadap Pengamalan Syariat Islam Di Propinsi SULTRA, (Kendari: Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (P3M), 2007), h.5. 23 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Dimensi ritual (praktis) Dimensi eksperiensial / emosional Dimensi mitis (noratif) Dimensi doktrinal / Filosofikal Dimensi etis (legal) Dimensi social instutisional Dimensi artistic (material).24 Tujuan dimensi perilaku keagamaan (religiositas) yang diungkapkan oleh Ninian Smart diatas sangat laus dan umum. Sedikit berbeda dengan apa yang dirumuskan oleh Block dan Stark yang merupakan sosilog peminat masalah keagamaan yang merumuskan lima (5) dimensi religiositas secara lebih sederhana: 1. 2. 3. 4. 5. Dimensi idiologis (Religious belieft) atau sistem kepercayaan. Dimensi ritualistic atau praktek keagamaan. Dimensi eksperensial (Religious Feeling). Dimensi intelektual (Religious know ladge) Dimensi konsekvensial (Religious effets).25 Adapun penjabaran dari kelima dimensi religiositas tersebut sebagai berikut: 1. Dimensi Idiologis (Religious belieft) atau system kepercayaan meliputi aspek apa yang diyakini/ diimani, bentuk sifat atau karakteristik keilahian Tuhan. Komitmen terhadap nilai atau norma yang diajarkan, tingkat kedalaman keyakinan, serta bagaimana ekspresi iman/ keyakinan seseorang terhadap Tuhannya. 2. Dimensi Ritualistik atau praktek keagamaan meliputi segenap praktek atau aktifitas aktual (nyata) pemeluknya menyangkut persembahan sholat, 24 Ibid., h 11. 25 Ibid., h,12. 24 puasa, zakat, do’a, partisipasi dalam aktivitas keagamaan serta bentuk ritual lainnya. 3. Dimensi eksperensial (Religious Feeling) yaitu aspek yang berkaitan pengalaman beragama dimensi ini menyangkut strutur atau suasana batin (biasanya bersifat efeksional dan irasional). Dalam arti individual saat mengenal, merasakan, menghayati, menghampiri, mengagumi, menjiwai akan keberadaan dan kehadiran Tuhan yang diyakininya. Juga perasaan saat bersentuhan, terpesona, takut dan menghormati Tuhan, selain perasaan tergantung dan memerlukan kehadiran Tuhannya. 4. Dimensi intelektual (Religious know ladge). Meliputi wawasan, motifasi, minat dan etos serta bobot (kualitas maupu kuantitas) isi pengetahuan keagamaan yang dimiliki individu pemeluknya 5. Dimensi konsekvensial (Religious effect). Meliputi apa dan bagaimana pengaruh agama yang dianut terhadap perilaku individu. Dimensi ini menyangkut apa dan bagaimana hubungan antara keyakinan, pengalaman beragama, pengetahuan, praktek keagamaan yang melekat dalam diri individu berpengaruh terhadap perilaku keseharian/ perilaku social, ekonomi politik serta perilaku lainnya. Dimensi Religiositas tersebut, pada tatanan individual maupun sosial sangat sangat bervariasi dan independent satu sama lain. Dalam artian bahwa jika melihat kondisi riil dimasyarakat, boleh jadi ada seseorang atau kelompok masyarakat yang memiliki bobot nilai pada satu dimensi tetapi rendah pada dimensi yang lain. Sebagai contoh, ada sekelompok masyarakat yang mungkin 25 mempunyai tingkat keyakinan yang tinggi terhadap Tuhannya akan tetapi sangat rendah pada praktek ibadah ritualitasnya. Adapula sekelompok mastarakat yang mungkin sangat tinggi dari segi ibadah ritualnya akan tetapi sesungguhnya dari segi kadar keimanan yang rendah terhadap Tuhannya. 2. Dasar Perilaku Keagamaan. Dasar pijakan perilaku keagamaan atau fitrah keagamaan diantaranya terdapat dalam Q.S.Ali Imron / 03/102: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sungguhsungguh takwa dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran ayat: 102). Dari keterangan al-qur’an tersebut dapat diketahui bahwa betapa Tuhan telah menjadikan kita dengan sempurna dimana segala perbuatan dan sikap manusia sudah diatur sedemikian rupa, kita tinggal menjalankan apa yang diperintahkannya dan menjauhi segala larangannya. Kecenderungan hidup beragama sebenarnya sudah ada sejak lahir, potensi setiap anak harus dikembangkan oleh orang tua masing-masing melalui pendidikan dan pelatihan. Islam mengajarkan bahwa anak yang baru lahir diadzankan ditelinganya, memberi nama yang baik, dan menyembelih hewan aqiqoh. Hal ini merupakan usaha untuk memperkenalkan agama kepada anak sejak dini sekaligus membentuk perilaku keagamaannya. Terbentuknya perilaku kaeagamaan ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang disadari oleh pribadi seseorang, kesadaran merupakan sebab dari tingklah laku, artinya bahwa apa yang 26 dipikirkan dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang akan diajarkan. Adanya nilai-nilai agama yanag dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang dan ikut serta menentukan pembentukan perilakunya. 3. Aspek Perilaku Keagamaan. Aspek perilaku keagamaan pada dasarnya meliputi keseluruhan perilaku yang dituntut (dalam konteks agama). Sedangkan macam dan bentuk perilaku manusia di dunia ini banyak dan berbeda-beda, namun dalam pembahasan ini yang penulis kemukakan adalah aspek akidah dan aspek ibadah. a. Aspek Aqidah. Menurut syara, aqidah adalah iman yang kokoh terhadap segala sesuatu yang disebut secara tegas dalam Al-quran dan hadist. Menurut M Shodiq, “akidah adalah keyakinan atau kepercayaan tentang adanya wujud Allah YME, dengan mempercayai segala sifat-sifatNya yang maha sempurna dan maha besar dari yang lainya”26 aspek aqidah atau keyakinan menunjuk pada seberapa tingkatan keyakinan individu terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. di dalam agama islam sendi-sendi aqidah/ keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, Rasul, kitab-kitab Allah, hari akhir, serta qadha dan qadar sendi-sendi aqidah islam tesebut dikenal dengan istilah rukun islam. Hal terpenting yang dibutuhkan dalam menumbuhkan perilaku keagamaan anak yaitu; 1. dengan pembentukan akidah, yang dilakukan dengan cara mengikrarkan kalimat tauhid, 2. menanamkan kecintaan kepada Allah dan rasulnya, 26 M Shodiq, http:// shodiq.wordpress.com/2008/02/12/ kamus-online-istilah -agama /. Diakses 24 februari 2012. 27 3. mengajarkan anak pada al-qur’an dan sunah, 4. mendidik anak untuk yakin dengan akidahnya dan rela berkorban untuknya, semakin besar pengorbanan seseorang maka semakin kuatlah akidahnya dan semakin menunjukan bahwa ia memang jujur dan konsisten akan akidahnya.27 b. Aspek Ibadah. Kata ibadah menurut bahasa, dipakai dalam beberapa arti antara lain, tunduk hanya kepada Allah, taat, menyerahkan diri dan mengikuti segala perintah Allah. bertuhan kepada-Nya dalam arti mengagungkan, memuliakan, baik dengan perkataan maupun perbuatan karena keagungan, kebesaran nikmat dan kekuasaan Nya. Ibadah dalam arti luas bias kita maknakan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintahnya dan menjauhi segala laranganNya, serta mengamalkan segala yang diizinkan-Nya. Aspek ibadah menunjuk kepada tingkat kepatuhan seeorang dalam mengerjakan perintah oleh agama. Dalam Islam, ibadah memainkan peranan yang penting dalam pembentukan pribadi seseorang , sebab tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah Di dalam al-Qur’an, kata-kata ibadah disebutkan secara tegas antara lain di dalam Q.S.Al-kahfi /118/110. Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku: “bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu Tuhan 27 Ibid., th. 28 yang Esa”. Barang siapa mengharap perjumpaan degan TuhanNya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhanya. Ibadah merupakan hal yang penting dan wajib dilakukan oleh setiap manusia. Pokok-pokok ibadah yang diwajibkan mengandung nilai nilai yang agung dan memberi pengaruh positif bagi pelakunya maupun untuk orang lain. 4. Bentuk Perilaku Keagamaan. Fitrah keagamaan atau kecenderungan hidup beragama sebenarnya sudah ada sejak lahir, potensi beragama setiap individu harus dikembangkan oleh orang bersangkutan masing-masing, dengan melalui pendidikan dan latihan. perubahan perilaku individu terjadi seiring dengan bertambahnya usia, latihan, pembiasaan, pengalaman yang diperolehnya baik dari diri individu maupun lingkungan, sehingga individu terbentuk satu sikap kuat untuk mendalami ajaran agama dalam dirinya. bentuk ibadah yang sering dilakukan individu ini difokuskan pada pelaksanaan shalat, puasa, zakat, membaca Al-quran. Adapun bentuk dari Perilaku Keagamaan itu meliputi: a. Shalat. Secara harfiah apabila kita cermati kata Shalat berasal dari bahasa arab, yaitu kata kerja “shalla” yang artinya “berdo’a” sembahyang. Sedangkan Shalat menurut istilah adalah semua ucapan dan perbuatan yang bersifat khusus yang dimulai dengan takbir dan di tutup dengan salam, serta harus memenuhi beberapa syarat yang ditentukan. Shalat menurut syariat adalah segala ucapan dan gerakan-gerakan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam.28 29 Sedangkan menurut istilah, shalat berarti suatu “sistem ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam berdasar atas syarat dan rukun tertentu”29. Shalat merupakan ibadah yang dapat membawa manusia dekat dengan Allah. Dalam melaksanakan shalat seseorang memuja kemahasucian Allah, menyerahkan diri kepadanNya, memohon perlindungan dari godaan setan, memohon pengampunan dan dibersihkan dari dosa, memohon petunjuk kejalan yang benar dan dijauhkan dari segala kesesatan dan perbuatan yang tidak baik. Shalat juga dapat menjauhkan manusia dari perbuatan yang keji dan munkar, yang bila dibersihkan dari kedua sifat itu sejahtera dan utuhlah umat. Allah berfirman dalam Al-quran Q.S.Al- Ankabut /029/ 45 bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatanperbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. b. Puasa. Puasa adalah ibadah yang dapat menanamkan rasa kebersamaan dengan orang-orang fakir dalam menahan lapar dan kebutuhan pada makanan. Puasa 28 Ali Hasan, Hikmah Shalat Dan Hikmah Tuntunanya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.19. 29 Ibid,. h.21. 30 menyadarkan dorongan menolong orang, rasa simpati dan menguatkan keutamaan jiwa seperti taqwa, mencintai Allah, amanah, sabar dan tabah menghadapi kesulitan. Puasa bukan hanya menahan diri dari makan, minum, dan kebutuhan biologis lainya dalam waktu tertentu. Tetapi puasa merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengekang diri dari keinginan-keinginan yang haram dan perbuatan onar. Buah ibadah puasa baru dapat dicapai dengan membiasakan keutamaan dan meninggalkan perbuatan yang hina. c. Zakat. Zakat merupakan kewajiban harta yang berfungsi sebagai bantuan kemasyarakatan, hasilnya dibagi-bagikan kepada orang-orang fakir miskin yang hasil keringat mereka tidak dapat memberikan kehidupan yang layak bagi mereka.65 Dalam al-Quran Q.S.at-Taubah, telah memberikan hikmah zakat ini. Di dalam ibadah terdapat banyak pendidikan budi pekerti mulia. Zakat tidak hanya sekedar pengeluaran harta untuk menolong fakir miskin, tetapi didalamnya terkandung pendidikan jiwa yang luhur . Zakat dapat mensucikan jiwa seseorang dari sifat rakus pada harta, mementingkan diri sendiri dari materialis. Zakat juga menumbuhkan rasa persaudaraan, rasa kasih sayang dan suka meolong anggota msyarakat yang berada dalam kekurangan. d. Membaca Al-Qur’an. Menurut Henry Guntur Tarigan membaca adalah “suatu proses yang dilakukan serta serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan melalui bahasa tertulis”30 al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang 31 berfungsi sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW, yang dapat disaksikan oleh seluruh umat manusia. Mengajarkan membaca al-Quran adalah fardlu kifayah dan merupakan ibadah yang utam. Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap pendidik melatih anak didiknya untuk gemar membaca Al-qur’an dan mengenalkan serta mengajarkan huruf-huruf al-qur’an agar nantinya akan timbul rasa cinta kepada al-qur’an. Dan masih ada bentuklain sebagai perwujudan perilaku keagamaan yang dilakukan para siswa. 30 Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1987), h.7.