Dampak inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Indonesia Disusun oleh : Khairul amin 130231100103 Prodi ekonomi pembangunan fakultas ekonomi dan bisnis universitas trunojoyo Madura 2015 ABSTRAK paper ini menjelaskan sekilas tentang dampak inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Indonesia, seberapa berpengaruh dua variable tersebut terhadap kemiskinan serta korelasi atau hubungan dan peran terhadap kemiskinan di Indonesia, Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan urutan waktu (time series) tahun 2001 sampai tahun 2013 data yang digunakan adalah data kemiskinan, inflasi serta pertumbuhan ekonomi yang diperoleh dari BPS (badan pusat statistik) Indonesia. PENDAHULUAN A. Latar belakang pada sekarang ini karna dampak dari kenaikan BBM semanjak di umumkannya kenaikan BBM oleh presiden jokowi dapat di analisis bahwa akan terjadi inflasi. BBM sendiri merupakan salah satu faktor-faktor produksi yang dimana biaya produksi akan semakin mahal akibat dari kenaikan BBM. Dan pada gilirannya akan berdampak pada harga-harga di pasar secara umum. Melihat dari pengalaman semenjak naiknya BBM dari mulai pemerintahan ibu megawati sampai bapak susilo bambang yudoyono kenaikan harga BBM diikuti kenaikan harga bahan-bahan pokok di pasar-pasar. Kenaikan harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus merupakan inflasi yang telah terjadi di suatu Negara tersebut. Inflasi merupakan salah satu masalah-masalah yang banyak di hadapi oleh Negara berkembang, pada dasarnya masalah-masalah makro ekonomi yang dihadapi oleh Negara berkembang bukan hanya inflasi tapi masih banyak varibel-variabel lain yang menjadi permasalahan di Negara-negara, Akan tetapi inflasi merupakan variable bebas yang akan mempengaruhi varibel-varibel lain seperti pertumbuhan ekonomi serta kemiskinan di suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional, dalam memproduksi suatu barang membutuhkan biaya produksi, apabila terjadi inflasi maka akan naik pula biaya produksi dan pada nantinya akan mempengaruhi produk domistik bruto atau pendapatan nasional, apabila pendapatan nasional berubah maka akan dapat pula mempengaruhi kebijakan-kebijakan fiskal yang program-programnya di tunjukkan kepada peningkatan kualitas hidup orang miskin. Inflasi dan pertumbuhan ekonomi serta kemiskinan merupakan variabel makro ekonomi yang punya korelasi antar variabel tersebut. Inflasi menyatakan kenaikan harga-harga secara umum, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kesejahteraan suatu Negara yang dimana cara penghitungannya dengan pendekatan produksi atau bisa dengan pendekatan pendapatan dan dapat pula dengan pendekatan pengeluaran seluruh aktivitas ekonomi, sedangkan kemiskinan dapat dikatakan antara pengeluaran untuk kebutuhan jauh lebih besar dari pendapatan yang di peroleh. Hal inilah yang melatar belakangi pengambilan judul tugas paper yaitu terkait dampak inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan. B. Rumusan masalah 1. Belajar masalah-masalah yang terkait inflasi 2. Belajar tentang pertumbuhan ekonomi 3. Menganalisis masalah-masalah kemiskinan 4. Menganalisis dampak inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi serta kemiskinan C. Tujuan penulisan 1. Mempelajari dan memahami masalah inflasi 2. Memahami pertumbuhan ekonomi 3. Memahami masalah-masalah kemiskinan 4. Memahami dan mengetahui seberapa besar hubungan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi serta kemiskinan LANDASAN TEORI A. Inflasi Inflasi merupakan kenaikan didalam tingkat harga umum (Samuelson dan Nordhaus, 2004). Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga – harga secara umum dan terus – menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat di sebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya (www. Bi. Go. Id di akses pada tanggal 29 november, 18:45). Hubungan inflasi dengan petumbuhan ekonomi pada prinsipnya tidak semua berdampak negatif pada perekonomian. Terutama jika terjadi inflasi ringan yaitu inflasi dibawah sepuluh persen. Inflasi ringan justru dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini karna inflasi mampu memberi semangat pada para pengusaha untuk lebih meningkatkan produksinya, karna dengan kenaikan harga yang terjadi para pengusaha mendapat lebih banyak keuntungan. Selain itu, peningkatan produksi memberi dampak positif lain, yaitu tersedianya lapangan kerja baru. Inflasi akan berdampak negatif jika melebihi sepuluh persen. Pada dasarnya teori inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah negatif, apabila inflasi meningkat maka pertumbuhan ekonomi menurun, hal ini dapat dilihat ketika inflasi mengalami peningkatan maka akan menyebabkan turunnya tingkat investasi. Hal ini dikarenakan kenaikan inflasi akan mendorong naiknya tingkat suku bunga, kenaikan suku bunga tersebut pada gilirannya akan mendesak investasi sehingga menyebabkan investasi mengalami penurunan (Nopirin 2000). Turunnya investasi, berarti pula menurunnya kapasitas produksi. Ketika kapasitas produksi mengalami penurunan, hal tersebut selanjutnya berdampak pada menurunnya (melambatnya) penyerapan tenaga kerja. Menurunnya penyerapan tenaga kerja di satu pihak, sementara di pihak lain, terjadi penambahan tenaga kerja baru setiap tahunnya, akan berdampak pada meningkatnya tingkat pengangguran. Saat pengangguran meningkat maka pendapatan masyarakat menjadi berkurang, menurunnya pendapatan masyarakat selanjutnya berdampak pada berkurangnya konsumsi masyarakat. Menurunnya konsumsi masyarakat berarti pula menurunnya permintaan agregat (permintaan konsumsi). Ketika permintaan agregat menurun, hal tersebut kemudian menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan. Apabila laju pertumbuhan ekonomi menurun maka pendapatan negara ikut mengalami penurunan. Menurunnya pendapatan negara, selanjutnya akan menyebabkan dana anggaran belanjanya juga ikut menurun. Ketika pendanaan untuk anggaran belanja mengalami penurunan, namun di pihak lain pemerintah ingin mempertahankan anggaran belanja yang tinggi guna memacu pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah akan berusaha mencari pendanaan baru, dengan cara mencetak uang, sehingga berdampak pada meningkatnya jumlah uang beredar. Ketika jumlah uang beredar meningkat hal tersebut kemudian akan mendorong meningkatnya laju inflasi, sehingga siklus tersebut terus berlanjut. Sedangkan pengaruh inflasi terhadap kemiskinan bahwa tingkat inflasi akan mempengaruhi tingkat kemiskinan karena dengan adanya inflasi kebutuhan pokok dan hargaharga lainnya akan ikut naik juga. Hal ini di dasari teori yang dikemukakan oleh Mankiw dan Sadono Sukirno. Maka semakin tinggi tingkat inflasi maka semakin tinggi pula jumlah orang miskin( hubungannya positif). INFLASI HARGA PEREKONOMIAN indonesia KEMISKINAN Kebijakan PEMERINTAH B. Pertumbuhan ekonomi Robert Solow mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang disebut sebagai Model Pertumbuhan Solow. Model tersebut berangkat dari fungsi produksi agregat sebagai berikut (Dornbusch et al., 2004): Y = A.F(K,L) dimana Y adalah output nasional (kawasan), K adalah modal (kapital) fisik, L adalah tenaga kerja, dan A merupakan teknologi. Y akan meningkat ketika input (K atau L, atau keduanya) meningkat. Faktor penting yang mempengaruhi pengadaan modal fisik adalah investasi. Y juga akan meningkat jika terjadi perkembangan dalam kemajuan teknologi yang terindikasi dari kenaikan A. Oleh karena itu, pertumbuhan perekonomian nasional dapat berasal dari pertumbuhan input dan perkembangan kemajuan teknologi yang disebut juga sebagai pertumbuhan total faktor produktivitas. Dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan jika dilihat dari pengertian diatas dapat disimpulkan apabila pertumbuhan ekonomi naik maka akan mengurangi jumlah orang miskin (hubungan negative). Balisacan et al. (2002) melakukan studi mengenai pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan di Indonesia dan apa yang ditunjukkan oleh data subnasional. Studi tersebut menyatakan bahwa Indonesia memiliki catatan yang mengesankan mengenai pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan selama dua dekade. Pertumbuhan dan kemiskinan menunjukkan hubungan kuat untuk tingkat agregat. Panel data yang dibangun dari 285 Kota/Kabupaten menyatakan perbedaan yang besar pada perubahan dalam kemiskinan, pertumbuhan ekonomi subnasional, dan parameter-parameter spesifik lokal. Hasil dari analisis ekonometrika menunjukkan bahwa selain pertumbuhan ekonomi, ada faktor lain yang juga secara langsung mempengaruhi kesejahteraan masyarakat miskin terpisah dari dampaknya terhadap pertumbuhan itu sendiri. Di antaranya adalah infrastruktur, sumberdaya manusia, insentif harga pertanian, dan akses terhadap teknologi. Upaya memacu pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang penting dilakukan, namun selain itu juga diperlukan strategi pengentasan kemiskinan yang lebih lengkap terkait dengan faktor-faktor yang relevan di atas. Studi tentang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di Indonesia juga dilakukan oleh Suryahadi et al. (2006). Studi ini menekankan pada dampak lokasi dan komponen sektoral dari pertumbuhan. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan diperdalam dengan membedakan pertumbuhan dan kemiskinan ke dalam komposisi sektoral dan lokasi. Hasil studi menunjukkan bahwa pertumbuhan pada sektor jasa di perdesaan menurunkan kemiskinan di semua sektor dan lokasi. Namun pertumbuhan jasa di perkotaan memberikan nilai elastisitas kemiskinan yang tinggi dari semua sektor kecuali pertanian perkotaan. Selain itu pertumbuhan pertanian di perdesaan memberikan dampak yang besar terhadap penurunan kemiskinan di sektor pertanian perdesaan, yang merupakan kontributor terbesar kemiskinan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mempercepat pengurangan kemiskinan adalah dengan menekankan pada pertanian di perdesaan dan jasa di perkotaan. Namun dalam jangka panjang fokus penekanan harus diarahkan pada pencapaian pertumbuhan menyeluruh yang kuat dalam sektor jasa. Suryadarma dan Suryahadi (2007) melakukan studi mengenai pengaruh pertumbuhan pada sektor swasta terhadap penurunan kemiskinan di Indonesia untuk melihat dampak pertumbuhan di sektor publik dan swasta terhadap kemiskinan. Pertumbuhan belanja modal swasta digunakan sebagai proksi dari sektor swasta dan pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah sebagai indikator sektor publik. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan di kedua sektor tersebut secara signifikan mengurangi kemiskinan, selain itu juga menghasilkan elastisitas yang relatif sama. Oleh karena itu, pertumbuhan pengeluaran baik di sektor publik maupun swasta akan mengurangi kemiskinan dua kali lebih cepat dari pada hanya berharap dari pengeluaran publik saja. Implikasinya, sangat penting bagi pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha dalam negeri sehingga sektor swasta dapat berkembang dan pada akhirnya mempercepat pengurangan kemiskinan. C. Kemiskinan Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab (Spicker, 2002), yaitu: Pertama, Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud seperti malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja. Kedua, Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah telah membawa dia kedalam kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya, sehingga anaknya juga akan jatuh pada kemiskinan. Demikian secara terus menerus dan turun temurun. Ketiga, Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat karakteristik perilaku lingkungan. Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah kaum perempuan, kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan menerima apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormat meski tidak diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justeru tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan memang kulturnya yang membuat demikian. Keempat, Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturan lain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah dan haknya terbatas. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Syaratnya adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut menyebar disetiap golongan masyarakat, termasuk di golongan penduduk miskin. (Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2007). Hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat keharusan bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya ialah bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar disetiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin. Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja yaitu sektor pertanian atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal. Dari hasil penelitian berarti pertumbuhan ekonomi telah menyebar di setiap golongan masyarakat termasuk masyarakat miskin sehingga efektif dalam menurunkan tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan, maka hipotesis penelitian dapat diterima. Salah satu faktor penentu kemiskinan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan perkapita penduduk Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita tidak akan terlalu berdampak apabila tidak disertai dengan perbaikan dalam hal distribusi pendapatan. Perubahan pendapatan per kapita mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kemiskinan. Peningkatan pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh Indonesia hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk. Sementara sebagian besar penduduk yang saat ini hidup dalam kemiskinan tidak menikmati capai tersebut. Dengan kata lain meskipun ekonomi tumbuh dengan baik, tetapi mereka tetap berada dalam kemiskinan. Peningkatan kontra prestasi (gaji, honor, upah, dan bentuk lain) yang selama ini terjadi di Indonesia hanya dinikmati oleh sebagian orang. Peningkatan kontra prestasi tersebut tidak sampai menyentuh pada kelompok yang berada pada garis kemiskinan. 2. Rasio Ketergantungan Penduduk Kemiskinan juga dipengaruhi oleh rasio ketergantungan penduduk. Besarnya penduduk yang beraktifitas sebagai ibu rumah tangga, menganggur, dan sedang sekolah akan semakin memperbesar rasio ketergantungan penduduk. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengurangan faktor penyebab kemiskinan. Artinya jikalau nantinya penduduk yang saat ini sedang sekolah (SMP/SMA/Diploma/Sarjana) telah lulus, maka kehadira mereka tidak akan membantu mengurangi faktor penyebab kemiskinan. Tetapi kehadiran mereka justru akan menambah besar nilai rasio ketergantungan. Dengan kata lain kemungkinan mereka untuk menjadi pengangguran lebih besar karena sistem pendidikan yang tidak memiliki link and match dan miskin praktek/ keterampilan. Meningkatnya rasio ketergantungan akan meningkatkan proporsi populasi yang hidup dalam kemiskinan. Angka kelahiran yang tinggi berimplikasi pada tingginya rasio ketergantungan. Negara-negara berkembang di Asia yang sukses mengurangi angka kelahiran, maka rasio ketergantungannya relatif rendah. Kemiskinan akan meningkat seiring dengan meningkatnya rasio ketergantungan. Faktor penyebab munculnya rasio ketergantungan adalah adanya tingkat kelahiran yang tinggi. Penyebab kemiskinan adalah adanya ledakan penduduk yang tidak terkendali karena ledakan penduduk akan menimbulkan pola hidup yang serba pas-pasan. Masyarakat miskin tidak akan pernah berhasil mencapai taraf hidup yang lebih tinggi dari tingkat subsiten, kecuali apabila mereka mengadakan pemeriksaan pengendalian preventif terhadap pertumbuhan populasi mereka, atau dengan menerapkan pengendalian kelahiran. Apabila setiap keluarga memiliki tiga orang anak yang berarti dalam satu keluarga akan terdiri dari lima jiwa. Semakin besar jumlah anak maka semakin besar jumlah tanggungan yang harus di tanggung oleh kepala keluarga. Selanjutnya semakin besar jumlah penduduk yang berusia tidak produktif makan semakin besar tanggungan yang harus di tanggung oleh penduduk usia produktif. 3. Pertumbuhan Ekonomi Tidak ada korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mampu mengurangi munculnya kemiskinan. Karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi justru hanya memicu munculnya kesenjangan pendapatan dan in-equality. Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap upaya menaikkan pendapatan penduduk miskin serta pertumbuhan ekonomi tidak bisa mengurangi ketimpangan pendapatan antara orang kaya dan orang miskin. Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita tidak akan terlalu berdampak apabila tidak disertai dengan perbaikan dalam hal distribusi pendapatan. Perubahan pendapatan per kapita mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kemiskinan dan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan (gini ratio) maka semakin besar tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang selama ini dicapai oleh Indonesia ternyata tidak mampu mengurangi faktor penyebab kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi tersebut hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil orang di Indonesia. Efeknya akan memunculkan kemiskinan struktural dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil orang kaya, sementara bagian terbesar masyarakat yang tetap miskin. Pengurangan kemiskinan di suatu negara dan di waktu tertentu ditentukan secara penuh oleh tingkat pertumbuhan ekonomi dan perubahan distribusi pendapatan. Hubungan ini sesuai dengan teori “tricle down effect” dimana bila ekonomi tumbuh, maka secara otomatis akan terjadi pemerataan hasil-hasil pembangunan atau perembesan ke bawah sehingga hasil-hasil pembangungan dapat dinikmati oleh kelompok miskin. Dengan demikian kaum miskin dapat keluar dari kemiskinannya. 4. Persentase Tenaga Kerja Di sektor Pertanian Kemiskinan di pedesaan di Indonesia dapat berkurang dengan meningkatkan nilai tambah hasil pertanian. Sehingga pembangunan pedesaan dan pertanian, dimana ada kenaikan produktivitas per hektar atau pada rumah tangga, seharusnya diprioritaskan untuk bagian pulau di luar Jawa dan Bali dimana tingkat kemiskinannya yang tinggi. Persentase tenaga kerja di sektor pertanian tidak mampu mengurangi faktor penyebab kemiskinan karena sektor pertanian dan mempunyai tingkat pendidikan SD kebawah. Oleh karena itu program pengentasan kemiskinan di sektor pertanian perlu diprioritaskan. Pembangunan sektor pertanian melalui perbaikan lahan pertanian, perikanan, dan kehutanan serta pembangunan masyarakat pedesaan perlu menjadi pijakan untuk membawa masyarakat Indonesia keluar dari permasalahan kemiskinan. 5. Pengaruh Penghasilan Terhadap Kemiskinan Menurut Sumardi (1983 : 65), penghasilan adalah uang yang diterima dan diberikan kepada subyek ekonomi berdasarkan prestasinya yang diserahkan yaitu berupa pendapatan dari pekerjaan yang telah dilakukannya, pendapatan dari profesi yang dilakukan sendiri atau usaha perorangan dan pendapatan dari kekayaan serta dari sektor subsistem. Menurut Djojohadikusumo (1989 : 20), pendapatan per kapita menunjukan tingkat hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, maka kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah tersebut juga akan meningkat. Oleh karena itu pendapatan per kapita suatu wilayah sering kali menjadi tolak ukur dari ketidak berhasilan suatu daerah untuk menciptakan pembangunan yang pesat. METODELOGI PENELITIAN A. Penyajian data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan urutan waktu (time series) tahun 2001 sampai tahun 2013 data yang digunakan adalah data kemiskinan, inflasi serta pertumbuhan ekonomi yang diperoleh dari BPS (badan pusat statistik) Indonesia. TAHUN Pertumbuhan ekonomi Inflasi kemiskinan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 12.55 10.03 5.06 6.4 17.11 6.6 6.59 11.06 2.78 6.96 3.79 4.3 8.38 3.64 4.5 4.78 5.03 5.69 5.5 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.26 5.78 18.41 18.2 17.42 16.66 15.97 17.75 16.58 15.42 14.15 13.33 12.49 11.96 11.37 Data pertumbuhan ekonomi, inflasi serta kemiskinan dalam bentuk (persen) . B. Identifikasi Variabel Penelitian ini terdiri dari satu variabel tergantung dan dua variabel bebas. Variabelvariabel yang akan di gunakan untuk analisis dalam penelitian ini dibedakan dalam dua golongan, yaitu : 1. Variabel tergantung (Dependent variable) Varibel tergantung dalam penelitian ini adalah kemiskinan di Indonesia pada tahun 20012013 2. Varibel bebas (Independent variable) Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 2001-2013. C. Teknik analisis dan pengolahan data 1. Analisis regresi linear berganda Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,….Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio. Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y’ = a + b1X1+ b2X2+…..+ bnXn Keterangan: Y’ = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan) X1 dan X2 = Variabel independen a = Konstanta (nilai Y’ apabila X1, X2…..Xn = 0) b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan) 2. Uji T Uji T dikenal dengan uji persial, yaitu untuk menguji bagaimana pengaruh masingmasing variabel bebasnya secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikatnya, uji ini dapat dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t table. 3. Uji heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas. 4. Uji autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. 5. Uji zero mean of error disturbance Nilai Y hasil prediksi dengan model regresi tentunya mempunyai kesalahan atau tidak tepat sama dengan nilai Y pada data. Selisihnya sering disebut dengan disturbance dan sering disimbolkan dengan u. Nilai ini harus mempunyai rata-rata sama dengan 0 (eksak). Ketika kita telah mendaptkan garis lurus pada model, maka nilai Y yang sebenarnya bisa berada di atas atau di bawah garis lurus tersebut, akan tetapi jumlahnya akan seimbang sehingg rataratanya sama dengan 0. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 1. Analisis regresi Dependent Variable: KEMISKINAN Method: Least Squares Date: 12/07/14 Time: 14:18 Sample: 2001 2013 Included observations: 13 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INFLASI GDP C -1.652714 0.152980 23.17769 0.664484 0.144740 4.051381 -2.487215 1.056927 5.720937 0.0321 0.3154 0.0002 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.467657 0.361189 1.960214 38.42441 -25.49053 4.392446 0.042752 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 15.36231 2.452547 4.383159 4.513532 4.356362 0.819033 Sesuai dengan analisis regresi dapat disimpulkan bahwa ketika inflasi naik satu persen maka tingkat kemiskinan menurun 1,65 persen. Sedangkan apabila pertumbuhan ekonomi naik satu persen maka kemiskinan akan naik 0.15 persen. Dan ini tidak sesuai dengan teori. 2. Uji T Angka probabilitas inflasi menunjukkan 0.0321 dibawah 0.1 berarti segnifikan di tingkat 10 persen. Sedangkan probabilitas GDP menunjukkan 0.3154 diatas 0.1 maka tidak segnifikan. 3. Uji multikolinearitas Dependent Variable: KEMISKINAN Method: Least Squares Date: 12/07/14 Time: 14:18 Sample: 2001 2013 Included observations: 13 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INFLASI GDP C -1.652714 0.152980 23.17769 0.664484 0.144740 4.051381 -2.487215 1.056927 5.720937 0.0321 0.3154 0.0002 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.467657 0.361189 1.960214 38.42441 -25.49053 4.392446 0.042752 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 15.36231 2.452547 4.383159 4.513532 4.356362 0.819033 Untuk melihat teridentifikasinya multikolinearitas salah satunya melihat probabilitas hasil regresi. Jika probabilitas diatas 0.05 maka tidak segnifikan atau teridentifikasi multikol. Yang teridentifikasi multikolinearitas pada probabilitas GDP, akan tetapi R-squared masih rendah dan dapat disimpulkan bahwa regresi masih memenuhi syarat asumsi. 4. Uji heterokedasticity Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 0.371410 2.725697 1.301529 Prob. F(5,7) Prob. Chi-Square(5) Prob. Chi-Square(5) 0.8535 0.7422 0.9348 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 12/08/14 Time: 11:02 Sample: 2001 2013 Included observations: 13 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C INFLASI INFLASI^2 INFLASI*GDP GDP GDP^2 -35.31771 12.62797 -1.139810 0.017697 1.111362 -0.070214 137.3072 46.85809 3.856642 0.897106 4.453293 0.080808 -0.257217 0.269494 -0.295545 0.019727 0.249560 -0.868893 0.8044 0.7953 0.7762 0.9848 0.8101 0.4137 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.209669 -0.354853 4.549225 144.8681 -34.11688 0.371410 0.853456 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 2.955724 3.908330 6.171828 6.432574 6.118233 1.752769 Dinyatkan teridentifikasi heterokedasticity apabila prob. obs*R-squared dibawah 0.1 maka teridentifikasi heterokedasticity. Dan hasil uji hetero, obs*R-squared 0.7422 masih diatas 0.1 maka tidak teridentifikasi hetero. 5. Uji autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 2.042881 4.394833 Prob. F(2,8) Prob. Chi-Square(2) 0.1920 0.1111 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 12/08/14 Time: 11:10 Sample: 2001 2013 Included observations: 13 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INFLASI GDP C RESID(-1) RESID(-2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) -0.163443 -0.023573 0.999142 0.797851 -0.361347 0.338064 0.007096 1.783063 25.43450 -22.80872 1.021440 0.451594 0.619054 0.135085 3.754408 0.394736 0.437986 -0.264020 -0.174504 0.266125 2.021225 -0.825020 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.7984 0.8658 0.7969 0.0779 0.4333 -3.76E-16 1.789423 4.278265 4.495553 4.233602 1.531304 Jika probabilitas obs*R-squared dibawah 0.1 maka teridentifikasi autokorelasi, akan tetapi angka dari obs*R-squared masih 0.1111 maka tidak teridentifikasi autokorelasi. 6. Uji zero mean of error disturbance Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -3.76E-16 -0.421243 2.888898 -3.536983 1.789423 -0.116164 2.613960 Jarque-Bera Probability 0.109960 0.946504 Sum Sum Sq. Dev. -3.55E-15 38.42441 Observations 13 Apabila rata-rata Ц = 0 atau mendekati 0 maka memenuhi asumsi. Dan dapat dilihat pada table diatas bahwa rata-rata Ц mendekati 0, maka memenuhi asumsi. KESIMPULAN 1. Hubungan inflasi dengan kemiskinan Pada dasarnya hubungan inflasi dengan kemiskinan adalah positif , apabila inflasi naik maka kemiskinan akan naik pula. Akan tetapi hasil regresi mulai dari tahun 2001-2013 menunjukkan ketidaksamaan dengan teori yang berdasarkar hasil regresi inflasi naik satu persen, tingkat kemiskinan menurun 1,65 persen. Dan hasil regresi sudah sesuai dengan asumsi klasik, karena hasil regresi tidak menunjukkan teridentifikasinya penyimpangan uji asumsi klasik, seperti halnya uji heterokedasticiy, multikolinearitas dan lain-lain sebagainya. 2. Hubungan pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan Berdasarkan hasil regresi yang dilakukan, hubungan pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan juga tidak sesuai dengan teori. Karena hasil dari regresi menunjukkan pertumbuhan ekonomi naik satu persen, kemiskinan naik pula 0.15 persen.seharusnya apabila pertumbuhan naik maka tingkat kemiskinan menurun. Dan tidak ada penyimpangan asumsi klasik yang dilakukan. 3. Kemisknan Dapat disimpulkan bahwa bukan hanya inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di indonesia mulai tahun 2001-2013, karena berdasarkan hasil regresi yang tidak sesuai dengan teori antara hubungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan mengasumsikan banyaknya variabel-variabel lain juga mempengaruhi tingkat kemiskinan, seperti halnya tersedianya lapangan pekerjaan, faktor sosial dan lain-lain sebagainya. Refrensi Todaro.2006.Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga Setyawati, Yunita. 2006. “Analisis Kausalitas Antara Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi (kasus perekonomian Indonesia tahun 1994.1-2003.4) Dengan Motode ECM”. Yogjakarta: Fakultas ekonomi UII. Ray, D .1995 ,” Paradigma New Growth : Teori dan Implikasinya terhadap Kebijakan”, Prisma (Vol 3), pp. 63-76. Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif. Yogyakarta: (UPP) STIM YKPN. Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada. www.bps.go.id Situs Resmi Badan Pusat Statistik. Zakaria, Junaiddin. 2009. Pengantar Teori Ekonomi Makro. Jakarta. Gunung Persada