Sistem pakar untuk diagnosa penyakit pada ikan diskus dengan pendekatan fuzzy logic K. Sugiarto, Y. Ardy, R. Prathama, D. Suhartono Computer Science Department, Bina Nusantara University, Jakarta 11480, Indonesia INFO ARTIKEL ABSTRAK Kata Kunci: Diskus Sistem Pakar Fuzzy Logic Diagnosa Penyakit Ikan diskus merupakan ikan yang diminati karena keindahannya yang khas dan unik, mulai dari beragam corak, warna, dan bentuk. Ikan ini menjadi salah satu peluang bisnis yang menguntungkan bagi peternak terutama untuk ekspor ke luar negeri karena harganya yang tergolong mahal, namun ikan ini sulit untuk dipelihara karena rentan dengan berbagai macam penyakit. Maka dari itu perlu dibuatnya aplikasi sistem pakar berbasis fuzzy logic untuk mendiagnosa penyakit pada ikan diskus. Dengan adanya aplikasi ini diharapkan dapat membantu peternak pemula untuk mendiagnosa penyakit pada ikan diskus. Hasil yang dicapai adalah aplikasi berbasis dekstop yang dapat digunakan oleh pengguna untuk mendiagnosa, mencegah, dan mengobati ikan diskus dari penyakit. Simpulan yang dicapai dari penelitian ini adalah pengguna dapat melakukan proses diagnosa penyakit ikan diskus dengan hasil yang memuaskan. 1. Pendahuluan Ikan diskus (Symphysodon sp.) merupakan salah satu jenis ikan hias yang hidup di air tawar. Ikan tersebut merupakan ikan yang cukup terkenal, dijuluki “King of Aquarium Fishes” karena memiliki corak yang cerah dan berwarna warni. Pasar untuk ikan diskus sangat tergantung pada perkembangan jenisnya yang baru. Salah satu cara untuk meningkatkan penjualan dengan mengembangbiakkan jenis yang terkenal dan menjualnya ke umum. Ikan tersebut termasuk ke dalam 10 besar terbaik dari jenis ikan hias yang diperdagangkan. Beberapa jenis tertentu hanya dikembangbiakkan meliputi Malaysia, Thailand, Singapore dan Indonesia [1]. Di Indonesia, ikan diskus juga menjadi salah satu ikan hias yang paling banyak di kembangbiakan dan diekspor ke luar negeri, salah satu negara tujuannya adalah Singapura. Pada data statistik tahun 2007, Dinas perikanan Tangerang telah menjual ikan diskus sebesar 22,912,050,000 rupiah [2]. Walaupun ikan diskus banyak diminati dan cukup ramai di pasar ikan global, ikan diskus ini rentan akan penyakit dan perawatannya yang sulit sehingga mengakibatkan angka kematian yang tinggi terhadap peternak ikan yang belum berpengalaman. Salah satu contoh kerugian karena penyakit pada ikan diskus ini adalah infeksi dari parasit Cappilaria sp yang menyebabkan angka kematian yang tinggi pada peternakan ikan diskus [3]. Oleh karena itu perlu dibuat aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit pada ikan diskus. Sistem pakar tersebut diharapkan dapat membantu para peternak ikan untuk memperoleh informasi yang menyangkut penyakit ikan diskus serta memberikan solusi secara cepat, tepat, dan efisien untuk proses penanggulangannya. Cara diagnosa penyakit ikan didapat dari data yang diinput oleh pengguna, daftar pertanyaan yang berisi gejala penyakit dari ikan diskus yang dapat diamati oleh pengguna dan akan diberikan diagnosa yang benar maupun salah tergantung oleh observasi pengguna. Data dari pengguna tersebut diproses menggunakan aplikasi desktop dan kemudian dianalisis. Sistem pakar akan memberikan respon balik berupa hasil diagnosis penyakit ikan diskus. Diharapkan dengan adanya aplikasi ini dapat membantu peternak yang masih pemula dalam penanganan penyakit pada ikan diskus. 2. Studi Literatur Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan untuk menyimpan pengetahuan dari seorang pakar ahli ke dalam mesin yang biasa disebut sistem pakar. Sistem pakar banyak dikembangkan ke beberapa sektor, salah satunya adalah sektor perikanan untuk membantu para peternak ikan. Sistem pakar tersebut diperlukan karena kurangnya pengetahuan dari para peternak dan terbatasnya jumlah pakar yang ahli sehingga menyebabkan kematian terhadap komoditas peternakan dan mengakibatkan kerugian yang cukup parah. Di Malaysia, industri perikanan telah menjadi salah satu peranan penting. Pada tahun 2003, konsumsi ikan di Malaysia mencapai 103 juta. Karena banyak penyakit yang menyerang ikan mengakibatkan kehilangan nilai investasi, biaya pengobatan dan berkurangnya produktivitas peternakan, maka dibutuhkan manajemen yang baik di bidang perikanan dengan membuat aplikasi yang dapat memberikan pengetahuan dari pakar kepada peternak. Aplikasi yang bernama SDIK yang dibuat mampu memberikan informasi dan pembelajaran kepada peternak mengenai penyakit ikan dan cara penanggulangannya. Aplikasi ini dibuat dengan metode Knowledge Engineering dengan menggunakan IF-THEN rules sebagai Rule Base serta forward dan backward chaining sebagai proses inferensinya [4]. Konsumsi ikan yang sangat tinggi dikalangan masyarakat menjadikan prospek yang baik untuk para pebisnis dalam bidang peternakan ikan. Namun para peternak ikan sering mengalami kerugian yang berarti karena penyakit ikan. Dalam survey terdapat 1500 ikan mengalami kematian pada peternakan ikan di Desa Baturetno Kec. Banguntapan Yogyakarta. Selain itu itu juga karena kurangnya pengetahuan mengenai cara mengatur kolam untuk ikan dan minimnya pakar ikan untuk berkonsultasi. Mengetahui fakta tersebut, maka dibuatlah aplikasi sistem pakar berbasis Web dengan metode Theorema Certainty Bayes. Metode ini untuk mencari nilai kepastian dari diagnosa yang dihasilkan. Dalam pengembangannya, aplikasi ini menggunakan modified waterfall dengan bahasa pemrograman PHP [5]. Di Indonesia, budidaya udang galah yang hidup di perairan air tawar memiliki prospek yang sangat menguntukan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi baik untuk komsumsi domestik maupun mancanegara. Selain itu juga budidaya udang galah terbilang cukup mudah dibanding jenis udang lainnya. Walaupun mudah, tetapi pembududayaannya sering mengalami banyak kendala yang membuat produksi udang galah berfluktuasi seperti kualitas tambak, pakan, dan penyakit. Penyakit salah satu hal yang membuat kerugian besar. Salah satu penyakitnya adalah Black Spot yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. Oleh karena itu, maka dibuatlah aplikasi sistem pakar untuk mengidentifikasi penyakit pada udang galah. Sistem pakar ini menggunakan metode Theorema Bayes untuk menghitung ketidakpastian dan forward chaining sebagai metode inferensi serta dikembangkan dengan bahasa pemrograman Visual Basic [6]. Beberapa penyakit pada ikan memiliki konpleksitas yang cukup tinggi dan dapat menyebabkan kematian apabila tidak ditangani oleh pakar yang handal. Kebanyakan penyakit pada ikan disebabkan oleh bakteri dan protozoa. Pada dasarnya, penyakit ikan karena bakteri dan protozoa sulit untuk didiagnosa karena memiliki tanda-tanda klinis yang hampir sama. Perbedaannya hanya muncul ketika penyakit tersebut sudah menjadi lebih akut. Oleh karena itu, dibuatlah sistem pakar menggunakan Artificial Neural Network dengan pendekatan back propagation feed-forward. Pada ANN ini menggunakan dua layer fungsi aktivasi sigmoid dan linear serta algoritma Levenberg-Marquardat. Sistem pakar ini menggunakan dua back propagation untuk dua penyebab berbeda yaitu bakteri dan protozoa. Untuk penyakit karena bakteri, ANN terdiri dari 43 input, 20 hidden layer dan 12 output. Sedangkan penyakit karena protozoa terdiri dari 28 input, 22 hidden layer dan 8 output [7]. Berdasarkan studi literatur diatas, semua sistem pakar yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan logika Boolean sebagai inputnya. Sistem pakar yang hanya menerima input 'ya' atau 'tidak' saja akan kurang manusiawi karena tidak dapat menerima input sesuai dengan pengamatan manusia. Oleh karena itu, perlu dibuat sebuah sistem pakar yang dapat menerima bahasa manusia sebagai inputnya sehingga sesuai dengan hasil observasi sesungguhnya. 2.1 Tentang Ikan Diskus Diskus adalah ikan dari jenis Symphysodon yang dimiliki oleh famili Cichlids. Ikan ini berasal dari perairan Brazil, tepatnya dari sungai Amazon. Diskus merupakan ikan yang mempunyai sifat paling dekat dengan famili Cichlids. Ikan ini hidup secara berkelompok (social fish) . Karena sifatnya yang tidak agresif, maka ikan ini tidak harus dipelihara di akuarium. Ikan diskus tidak mengigit karena mereka bukan termasuk predator, maka tidak akan menjadi masalah apabila ikan ini dipelihara bersama-sama dengan ikan kecil lainnya di satu akuarium. Seperti famili Cichlids dari jenis Pterophyllum, semua spesies dari Symphysodon mempunyai bentuk tubuh yang pipih. Tidak seperti spesies dari Pterophyllum yang mempunyai bentuk tubuh yang cenderung memanjang, spesies dari Symphysodon mempunyai bentuk yang lebih bulat. Karena bentuk tubuh inilah ikan ini dinamakan ikan diskus. Panjang dari tubuh ikan diskus yang sudah dewasa bisa mendapai 8–10 inci (20-25 cm) [8]. Menurut data statistik Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada tahun 2011 tercatat bahwa Indonesia mengekspor ikan diskus sebanyak 578.371 ekor. Sementara itu Indonesia mengimpor ikan diskus hanya sebanyak 1.390 ekor atau hanya 8 kilogram [9]. Spesies ikan discus dibagi menjadi 4 yaitu: Symphsodon discus atau disebut discus heckel, Symphysodon aequifasciata aequifasciata atau disebut discus hijau, Symphysodon aequifasciata axelrodi atau disebut discus cokelat, Symphysodon aequifasciata haraldi atau disebut discus biru [10]. Menurut Pakar dari Asosiasi Budaya Ikan Laut Indonesia, ada beberapa penyakit yang biasa menyerang ikan diskus seperti: A. Whitespot Penyakit whitespot yang nampak seperti pada Gbr. 1 disebabkan oleh protozoa yang bernama Icthyopthirius multifilis. Ikan diskus yang terinfeksi akan terdapat bercak putih seperti garam atau gula di permukaan tubuh, sirip, dan insang. Ikan diskus juga akan menggesekkan tubuhnya terhadap benda - benda sekitar aquarium, berdiam di sudut akuarium, pada kasus yang cukup parah ikan diskus akan kehilangan nafsu makannya. Gambar 1. Whitespot B. Velvet Penyakit ini disebabkan karena parasit Piscinoodinium. Ikan diskus yang terinfeksi oleh parasit tersebut akan terdapat seperti debu berwarna emas di seluruh permukaan tubuhnya seperti pada Gbr.2. Ikan diskus yang terinfeksi akan sering menggesekkan tubuhnya terhadap benda - benda di sekitar akuarium. Gambar 2. Velvet C. Saprolegniasis Jamur Saprolegnia sp. dapat menginfeksi ikan diskus dan telur ikan diskus. Ikan diskus yang terinfeksi permukaan tubuhnya akan terdapat bercak seperti kapas pada kulit, sirip, insang, mata ikan, atau pada telur ikan akan berwarna putih abu - abu dan coklat seperti pada Gbr. 3. Pada sebagian kasus yang parah akan terdapat luka pada tubuh ikan diskus. E. Fins and Tail Rot Fins and Tail Rot adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Aeromonas, Pseudomonas, dan Flexibacter). Pada awalnya sirip akan terlihat berawan atau transparan, dan lama kelamaan mulai membusuk. Penyakit ini akan mengakibatkan kerusakan pada semua sirip : dorsal, pectoral, anal, dan caudal. Ikan diskus yang terserang penyakit ini akan tampak seperti pada Gbr. 5. Gambar 5. Fins and Tail Rot F. Flukes Ikan diskus yang terkena penyakit Flukes akan terdapat luka terbuka pada tubuhnya maupun pada insang seperti pada Gbr. 6. Flukes disebabkan oleh parasit Gyrodactylidea dan Dactylogyridea. Pada kasus Flukes yang menyerang insang akan terlihat seperti kesulitan bernapas dan berdiam disudut akuarium dalam waktu cukup lama. Gambar 3. Saprolegniasis D. Hole In The Head Hole In The Head atau yang biasa disingkat HITH adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh parasit Hexamita. Diskus yang terinfeksi tubuhnya akan terdapat luka dan beberapa potongan daging jatuh dari daerah dahi, sekitar mata,dan opercullum, juga garis lateral seperti pada Gbr. 4. Perilaku ikan diskus juga akan berubah, ikan diskus akan lebih sering berdiam di pojok akuarium. Gambar 6. Flukes G. Discus Plaque Diskus Plaque atau yang biasa disebut 'Penyakit Discus' disebabkan oleh virus. Diskus yang terinfeksi seluruh tubuhnya akan sangat menghitam dan berlendir seperti ditunjukkan pada Gbr.7. Ikan diskus akan bersembunyi di sudit akuarium dan sering mengepakan siripnya. Gambar 7. Discus Plaque Gambar 4. Hole In The Head H. Tuberculosis Penyakit kronis yang disebabkan oleh bakteri yang bernama Tuberculosis mycobacteria. Gejala yang biasanya tampak adalah tubuh yang menghitam, luka parah atau muncul seperti 'potongan' daging yang mengelupas, dan adanya pendarahan pada tubuh ikan diskus. Perilaku ikan diskus akan brubah menjadi berenang tak beraturan dan berdiam di sudut akuarium dalam waktu yang lama. Ikan diskus yang terinfeksi tuberculosis akan tampak seperti pada Gbr. 8. Gambar 8. Tuberculosis I. Costiosis Costiosis adalah infeksi parasit akut yang disebabkan oleh parasit Costia dan berbahaya untuk ikan yang masih muda atau telur ikan. Pada kasus kecil, tubuh ikan diskus akan seperti tampak berawan seperti pada Gbr. 9. Pada kasus yang parah, akan terdapat luka dan pendarahan pada tubuh ikan diskus. data yang mempunyai nilai kebenaran parsial, yaitu nilai kebenaran antara yang sepenuhnya benar dan sepenuhnya salah dapat dijelaskan. Sistem pakar yang menggunakan inferensi forward chaining maupun backward chaining akan menemukan permasalahan ketika pengguna ingin mendefinisikan sesuatu nilai yang rentang nilainya berada diantara ya dan tidak. Misalkan pengguna ingin memasukkan hasil pengamatan gejala berupa luka pada ikan yang banyak dan menyebar di bagian tertentu dari ikan. Sistem pakar tersebut tidak bisa mendefinisikan berapa banyaknya luka pada ikan tersebut, hanya dapat mendefinisikan apakah ada luka atau tidak berupa input jawaban ya dan tidak. Sedangkan, pada sistem pakar yang menggunakan inferensi fuzzy dapat mendefinisikan luka pada ikan, apakah luka itu banyak, sedikit, sangat sedikit, dan sangat banyak yang akan menentukan diagnosa pada penyakit ikan lebih akurat sesuai dengan pengamatan secara manusiawi dari pengguna. Sistem pakar yang menggunakan inferensi fuzzy untuk mendeteksi penyakit pada ikan diskus belum pernah dikembangkan. Namun ada masalah yang muncul dalam menentukan linguistic variable. Dalam penelitian ini, linguistic variable yang dimaksud adalah berupa intensitas gejala gejala atau symptom yang ada pada pengamatan ikan diskus. Untuk menghasilkan diagnosa yang akurat, diperlukan linguistic variable dengan jarak variabel yang paling sesuai dengan gejala yang muncul. Metode yang digunakan untuk membuat nilai fuzzy untuk input dalam sistem pakar adalah metode fuzzification yang merupakan sebuah proses untuk membuat nilai yang memiliki derajat kepastian. 4. Metodologi Gambar 9. Costiosis 3. Rumusan Masalah Di Indonesia, sistem pakar biasanya digunakan untuk memecahkan masalah masalah yang berkaitan dengan deteksi penyakit manusia, hewan, maupun tumbuhan. Umumnya aplikasi sistem pakar menggunakan metode inferensi forward chaining atau backward chaining dan dilengkapi dengan teorema Bayes untuk menentukan kepastian diagnosanya. Dengan menggunakan forward chaining dan backward chaining dapat diketahui diagnosa penyakit melalui input gejala berupa data yang di-input. Data yang digunakan dalam proses inferensi pada metode tersebut adalah data boolean atau disebut crisp data, jika input data adalah ya, maka akan bernilai 1, jika input data adalah tidak, maka akan bernilai 0. Berbeda jika menggunakan inferensi fuzzy yang input-nya menggunakan data yang memiliki derajat keanggotaan atau derajat kebenaran, dalam hal ini kita dapat menggunakan linguistic variable yang merupakan variabel yang digunakan dalam bahasa sehari-hari. Dengan menggunakan sistem fuzzy, Dalam penelitian ini, terdapat tiga langkah utama yang digunakan untuk membangun sistem pakar yang berbasis fuzzy untuk mendiagnosa penyakit pada ikan diskus. Dalam pembuatan sistem pakar diperlukan knowledge base, working memory, inference engine, dan user interface. Pada Gbr.9 dibawah ini merupakan struktur dasar sebuah sistem pakar. Gambar 9. Struktur Dasar dari Sistem Pakar [11] 4.1 Knowledge Engineering Knowledge engineering adalah proses yang paling penting dan mendasar dalam membuat sistem pakar. Knowledge engineering merupakan proses mengubah pengetahuan dari seorang pakar maupun dari literatur menjadi representasi pengetahuan atau knowledge base yang dapat dimengerti oleh sebuah sistem komputer. Knowledge base sangat menentukan tingkat akurasi dari sebuah sistem pakar. Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa metode untuk membuat knowledge base sistem pakar seperti wawancara langsung kepada pakar yang ahli dalam bidang penyakit ikan, observasi langsung pada ikan diskus, melakukan studi literatur tentang ikan diskus dan penyakitnya, dan melakukan analisis dengan memberi kuisoner terhadap para peternak ikan diskus. Di dalam knowledge base terdapat representasi pengetahuan dalam bentuk aturan IFTHEN [12]. Dalam penelitian ini gejala yang tampak pada ikan diskus akan ditelusuri dan dicocokkan dengan aturan - aturan IF-THEN yang bersesuaian dengan pendekatan forward chaining. Sebelum aturan-aturan pada sistem pakar dibuat, terdapat representasi pengetahuan yang merupakan kombinasi dari pengetahuan pakar dan studi literatur seperti pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Representasi Pengetahuan Diagnosa Penyakit Ikan Diskus. Tabel 3. Tabel Atribut Diagnosa Penyakit Ikan Diskus Nama Penyakit Saprolegniasis Discus Plaque Tuberculosis Hole In The Head Costiosis Fins and Tail Rot Whitespot Velvet Flukes (Gills and Skin) Tabel 1. merupakan representasi pengetahuan dalam bentuk tabel keputusan diagnosa berdasarkan gejala yang nampak dalam pengamatan meliputi gejala fisik dan gejala perilaku. Representasi pengetahuan tersebut akan digunakan dalam pembuatan aturan dalam sistem pakar yang menggunakan inferensi fuzzy dalam pengambilan keputusan diagnosanya. Tabel 2. merupakan tabel yang menunjukan gejala fisik yang diberi alias P (physical) dan alias B untuk gejala kelakuan (behavior). Sedangkan Tabel 3. merupakan tabel untuk menunjukan nama penyakit yang menyerang ikan diskus. Setelah representasi pengetahuan dalam bentuk tabel telah dibuat, langkah selanjutnya adalah mendesain algoritma sebuah sistem pakar berbasis fuzzy seperti pada Gbr. 10 dibawah ini. Tanda Fisik Tanda Perilaku Menggesekkan Luka Bercak Berdiam Tubuh Tubuh ke pada pada di Pojok Menghitam Objek Tubuh Tubuh Akuarium Akuarium Diagnosa Penyakit Saprolegniasis Discus Plaque Tuberculosis Hole In The Head Costiosis Fins and Tail Rot Whitespot Velvet Flukes x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Tabel 2. Tabel Atribut Gejala Penyakit Ikan Diskus. Alias Nama Gejala Lengkap P1 P2 P3 B1 Permukaan tubuh menghitam Bagian tubuh mengelupas Terdapat bercak di tubuh Menggesekan badan ke objek sekitar akuarium Berdiam di pojok akuarium B2 Gambar 10. Skema Fuzzy Rule-Based System Gambar 10 merupakan skema fuzzy rule-based system dimana sebuah sistem diberikan input berupa gejala penyakit. Selanjutnya input tersebut akan diolah dengan fungsi keanggotaan menjadi nilai fuzzy dengan proses fuzzification. Kemudian nilai tersebut diolah di dalam Inference Engine berdasarkan Rule Base yang sesuai. Setelah mendapatkan nilai fuzzy dari proses inferensi, nilai fuzzy diubah menjadi output yang merupakan nilai crisp yang menunjukkan hasil diagnosa penyakit dengan proses defuzzification. 4.2 Fuzzy Logic Fuzzy logic merupakan logika penalaran untuk mendefinisikan suatu data yang memiliki derajat kebenaran atau rentang kebenaran antara 0 dan 1 [13]. Fuzzy logic digunakan untuk mendefinisikan input dari pengguna, seperti pada penelitian ini menggunakan linguistic variable yang tampak pada intensitas gejala penyakit di Tabel 4. Linguistic variable akan digunakan untuk membuat fungsi keanggotaan tiap intensitas gejala penyakit. Tabel 4. Tabel Parameter Fungsi Keanggotaan Gejala Penyakit Intensitas Gejala Rentang Nilai Gejala Pengukuran Penyakit Input bagian sirip dan Slight (Sedikit) 0 - 20 keseluruhan badan agak hitam bagian sirip, P1 kepala, dan Some (Lumayan) 18 - 50 keseluruhan badan hitam bagian sirip, kepala, dan Most (Seluruhnya) 48 - 80 keseluruhan badan hitam Slight (Sedikit) 0 - 16 bagian sirip bagian kepala Some (Lumayan) 15 - 40 dan insang P2 seluruh badan Severe (Parah) 35 - 60 dan pendarahan 5-20% dari seluruh tubuh Grained (Berbintik) 5 - 20 dan terdapat bercak putih 18-40% dari seluruh tubuh Wool-like 18 - 40 dan terdapat P3 (Seperti kapas) lapisan seperti kapas 35-80% dari seluruh tubuh Cloudy (Berlendir 35 - 80 dan terdapat seperti awan) lapisan putih seperti awan 0-3 kali dalam Rarely (Jarang) 0-3 1 menit 2-4 kali dalam B1 Frequently(Sering) 2-4 1 menit Very Frequently 4-6 kali dalam 4-6 (Sangat Sering) 1 menit B2 Short (Sebentar) 8 - 20 8-20 menit Moderate (Sering) 20 - 40 20-40 menit Long (Lama) 38 - 60 diatas 40 menit Tabel 4 menunjukan rentang nilai untuk dibuat menjadi himpunan fuzzy yang direpresentasikan dalam fungsi keanggotaan triangular. 4.3 Himpunan Fuzzy Himpunan fuzzy adalah sebuah himpunan dari setiap elemen atau objek yang memiliki rentang derajat keanggotaan yang didefiniskan dengan fungsi keanggotaan [14]. Dalam sistem pakar ini himpunan fuzzy dibedakan menjadi kriteria dan parameter. Kriteria merupakan gejala gejala yang tampak dalam pengamatan. Masing - masing kriteria memiliki tiga parameter intensitas gejala dari yang rendah hingga tinggi yang masing masing memiliki rentang nilai. Kriteria tersebut ditentukan berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh pengamat. 4.4 Fungsi Keanggotaan Setelah ditentukan parameter langkah selanjutnya adalah membuat fungsi keanggotaan triangular. Membuat fungsi keanggotaan adalah langkah awal dalam logika fuzzy karena keseluruhan nilai himpunan fuzzy ditentukan oleh fungsi keanggotaannya. Fungsi keanggotaan digambarkan sebagai grafik dengan fungsi kontinyu [15]. Dalam sistem pakar ini menggunakan fungsi keanggotaan triangular yang dibuat berdasarkan rentang nilai yang ada di setiap parameter gejala penyakit. Representasi himpunan fuzzy digambarkan dengan fungsi keanggotaan seperti pada Gbr. 11, Gbr. 12, Gbr. 13, Gbr. 14 dan Gbr. 15. Gambar 11. Fungsi Keanggotaan Triangular untuk Parameter Gejala P1 Pada Gambar 11 merupakan fungsi keanggotaan triangular untuk parameter gejala P1 yang terdiri dari slight, some, dan most; dengan nilai parameter triangular slight (0,0; 15,1; 20,0), some (18,0; 40,1; 50,0), dan most (48,0; 70,1; 80,0). Gambar 12. Fungsi Keanggotaan Triangular untuk Parameter Gejala P2 Pada Gambar 12 merupakan fungsi keanggotaan triangular untuk parameter gejala P2 yang terdiri dari slight, some, dan severe; dengan nilai parameter triangular slight (0,0; 13,1; 16,0), some (15,0; 25,1; 40,0), dan severe (35,0; 50,1; 60,0). 4.5 Fuzzification Setelah selesai menentukan fungsi keanggotaan, selanjutnya adalah menentukan metode fuzzification. Fuzzification adalah proses mengubah dari nilai crisp menjadi nilai fuzzy [16]. Metode fuzzification yang digunakan dalam sistem ini sesuai dengan fungsi keanggotaan triangular seperti dalam Fungsi Persamaan 1 dibawah ini. Gambar 13. Fungsi Keanggotaan Triangular untuk Parameter Gejala P3 Gambar 13 merupakan fungsi keanggotaan triangular untuk parameter gejala P3 yang terdiri dari grained, wool like, dan cloudy; dengan nilai parameter triangular grained (5,0; 15,1; 20,0), wool-like (18,0; 25,1; 40,0), dan cloudy (35,0) (65,1) (80,0). Fungsi Persamaan 1. Fungsi Keanggotaan Triangular Berikut ini adalah contoh perhitungan fuzzy ketika pengguna memasukan input seperti dalam Tabel 5. Gambar 14. Fungsi Keanggotaan Triangular untuk Parameter Gejala B1 Gambar 14 merupakan fungsi keanggotaan triangular untuk parameter gejala P3 yang terdiri dari rarely, frequently, dan very frequently; dengan nilai parameter triangular rarely (0,0; 2,1; 3,0), frequently (2,0; 3,1; 4,0), dan very frequently (4,0; 5,1; 6,0). Tabel 5. Contoh Kasus Perhitungan Dalam Fuzzy Parameter Nilai Input Gejala Penyakit (Crisp Value) P1 11 P2 20 P3 45 B1 1 B2 15 Pada Tabel 5. yang merupakan contoh kasus pada proses fuzzification ini, input nilai asli diubah menjadi nilai fuzzy berdasarkan dengan fungsi keanggotaan-nya sesuai dengan bentuk notasi berikut: µA :(x) [0, 1], x X Gambar 15. Fungsi Keanggotaan Triangular untuk Parameter Gejala B2 Pada Gambar 15 merupakan fungsi keanggotaan triangular untuk parameter gejala B2 yang terdiri dari short, moderate, dan long; dengan nilai parameter triangular short (8,0; 15,1; 20,0), moderate (20,0; 35,1; 40,0), dan long (38,0; 40,1; 60,0). Jika input gejala penyakit P1 adalah 11, maka fuzzification-nya adalah: µslight (11) = (11 - 0) / (15-0) = 0.73 Jika input gejala penyakit P2 adalah 20, maka fuzzification-nya adalah: µsome (20) = (20 - 15) / (25-15) = 0.5 Jika input gejala penyakit P3 adalah 45, maka fuzzification -nya adalah: µcloudy (45) = (45 - 35) / (65-35) = 0.33 Jika input gejala penyakit B1 adalah 1 kali, maka fuzzification-nya adalah: µrarely (1) = (1-0) / (2-0) = 0.5 Jika input gejala penyakit B2 adalah 15 menit, maka fuzzification-nya adalah: µshort (15) = 1 hasil hasil hasil hasil hasil Rarely AND B2 is Short 4.6 Sistem Inferensi Fuzzy Proses inferensi adalah proses yang dilalui setelah proses fuzzificatioin. Inferensi ini menggunakan inference engine untuk mencocokan pola dan penentuan antara rules (aturan) dengan fakta (data) yang di input [17]. Sistem pakar dalam penelitian ini menggunakan teknik inferensi Mamdani dengan bentuk Persamaan 2 dibawah ini [18]. Persamaan 2. Bentuk Persamaan Inferensi Mamdani 4.7 Aturan Fuzzy yang Digunakan untuk Diagnosa Penyakit Pada Ikan Diskus Teknik inferensi Mamdani diterapkan dalam pembuatan aturan aturan yang akan disimpan di dalam sistem pakar sebagai knowledge base. Berikut ini adalah beberapa contoh dari 243 aturan yang digunakan dalam sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit ikan diskus seperti dalam Tabel 6. Tabel 6. Aturan Fuzzy yang Digunakan untuk Diagnosa Penyakit Nama Gejala Diagnosa Aturan IF P1 is Slight AND P2 is Slight Rule 1 AND P3 is Grained AND B1 is THEN WhiteSpot Rarely AND B2 is Short IF P1 is Slight AND P2 is Slight THEN Rule 10 AND P3 is Wool_Like AND B1 Saprolegniasis is Rarely AND B2 is Short IF P1 is Slight AND P2 is Slight THEN Rule 19 AND P3 is Cloudy AND B1 is Fins and Tail Rot Rarely AND B2 is Short IF P1 is Slight AND P2 is Some AND P3 is Grained AND B1 is THEN Rule 32 Frequently AND B2 is WhiteSpot Moderate IF P1 is Slight AND P2 is Some THEN Rule 37 AND P3 is Wool_Like AND B1 Saprolegniasis is Rarely AND B2 is Short IF P1 is Slight AND P2 is Some Rule 46 AND P3 is Cloudy AND B1 is THEN Flukes Rarely AND B2 is Short IF P1 is Slight AND P2 is Severe AND P3 is Grained THEN Rule 55 AND B1 is Rarely AND B2 is Tuberculosis Short IF P1 is Slight AND P2 is Severe AND P3 is Wool_Like THEN Rule 65 AND B1 is Rarely AND B2 is Saprolegniasis Moderate IF P1 is Slight AND P2 is THEN Rule 75 Severe AND P3 is Cloudy AND Costiosis B1 is Rarely AND B2 is Long IF P1 is Some AND P2 is Slight THEN Hole in The Rule 82 AND P3 is Grained AND B1 is Head Pada tahap ini setelah semua rule selesai dibuat proses selanjutnya adalah fuzzy matching yaitu mecocokan antara input dengan rule yang sesuai kemudian diimplikasikan dengan fungsi Min sesuai dengan persamaan dibawah ini: µA B(x) = min (µA[x], µB[x], µC[x], µD[x], µE[x]) Berdasarkan contoh perhitungan pada Tabel V. Proses inferensi akan menjadi seperti berikut: IF Slight(0.73) AND Some(0.5) AND Cloudy(0.33) AND Rarely(0.5) AND Short(1) THEN Flukes [min(0.73 ; 0.5 ; 0.33 ; 0.5 ; 1)] Sehingga akan menghasilkan output µFlukes = 0.33 4.8 Defuzzification Sesuai dengan skema fuzzy rule based system pada Gambar 10, proses selanjutnya adalah deffuzification. Defuzzification merupakan proses pengubahan dari nilai fuzzy menjadi nilai atau angka yang pasti menggunakan fungsi keanggotaan yang sesuai dengan proses fuzzification [19]. Dalam sistem pakar ini menggunakan metode defuzzification center of gravity versi diskrit sesuai dengan persamaan berikut: Dimana ∑melambangkan penjumlahan aljabar dan z adalah titik tengah dari fungsi keanggotaanya dan µA(X) merupakan nilai output fuzzy yang dihasilkan dari proses aggregasi aturan - aturannya. Sesuai dengan contoh perhitungan pada Tabel V, hasil ouput himpunan fuzzy setelah proses inferensi adalah: µFlukes = 0.33 COG = (0.33*60)/(0.33) = 60 Jadi hasil defuzzification-nya adalah 60. 4.9 Hasil Output Hasil diagnosa berupa nilai yang didapat dari proses defuzzification diperoleh dengan cara membuat fungsi keanggotaan dari rentang 0 sampai dengan 100. Nilai tersebut berhubungan dengan tingkat keparahan yang dihasilkan masing - masing penyakit. Nilai output dibagi menjadi 9 seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Tabel Hasil Output Output Ikan anda terkena penyakit WhiteSpot. Ikan anda terkena penyakit Velvet. Ikan anda terkena penyakit Saprolegniasis. Ikan anda terkena penyakit HITH. Ikan anda terkena penyakit Rot. Ikan anda terkena penyakit Flukes. Rentang Nilai 0 < x ≤ 10 10 < x ≤ 20 20 < x ≤ 30 30 < x ≤ 40 40 < x ≤ 50 50 < x ≤ 60 Ikan anda terkena penyakit Discus Plaque. Ikan anda terkena penyakit Costiosis. Ikan anda terkena penyakit Tuberculosis. 60 < x ≤ 70 70 < x ≤ 80 80 < x ≤ 90 Blue Diamond Discus Discus Plaque Discus Plaque 5. Hasil Pengujian Sistem Pakar Pengujian sistem pakar dimaksudkan untuk mengetahui akurasi atau ketepatan dalam mendiagnosa penyakit ikan diskus dengan beberapa kasus yang diberikan. Data pengujian berupa gambar ikan diskus yang terkena penyakit sebanyak 31 buah sampel. Pengujian aplikasi sistem pakar ini dilakukan oleh seorang pakar. Sampel pengujian diambil secara acak dari beberapa spesies ikan diskus seperti pada Tabel 8. (Red Melon, Blue Diamond, Heckel Discus, Brown Discus, Leopard Snake Skin Discus, Blue Turquoise, Red Turquoise Discus, Blue Scorpion Discus, Red Marlboro Discus, dan Green Discus). 1) Sistem pakar dapat mendeteksi penyakit dengan tepat 28 dari 31 kasus. 2) Dari 31 kasus terdapat 3 kasus yang salah dideteksi oleh sistem pakar. 3) Sistem pakar dapat menguji penyakit sebagai berikut: Flukes, Discus Plaque, HITH, Rot, Tuberculosis, White Spot, Costiosis, dan Saprolegniasis. 4) Sistem pakar salah mendeteksi pada 3 kasus diatas karena adanya gejala sekunder pada kasus tersebut. Dari hasil pengujian, persentase akuasi dari sistem pakar dapat dihitung dengan metode ratio penyakit yang dapat terdeteksi sistem pakar dari seluruh sampel yang diambil secara acak. (28/31)*100% = 90.32% Tabel 8. Hasil Pengujian Sistem Pakar Brown Discus (Symphysodon Aequifasciatus Axelrodi) HITH Blue Diamond Discus Discus Plaque Discus Plaque Blue Diamond Discus Saprolegniasis Blue Turquoise Discus Discus Plaque Red Turquoise Discus Costiosis Pengujian I (Sistem Pakar) Pengujian II (Pakar Sebenarnya) Blue Diamond Discus White Spot White Spot Blue Diamond Discus Discus Plaque Blue Scorpion Discus Flukes Flukes Green Discus (Symphysodon Aequifasciatus) Discus Plaque Green Discus (Symphysodon Aequifasciatus) Rot Varietas Red Marlboro Discus Sampel pada Gambar Hole In The Hole In The Head Head Flukes Saprolegniasis Discus Plaque Costiosis Discus Plaque Discus Plaque Rot Red Mellon Discus Brown Discus (Symphysodon Aequifasciatus Axelrodi) Heckel Discus (Symphysodon Discus) Leopard Snake Skin Blue Turquoise Red Melon Blue Diamond Red Melon Red Turquoise Discus Rot White Spot Tuberculosis Rot Discus Plaque Flukes Costiosis Whitespot Flukes Rot White Spot Blue Discus (Symphysodon Aequifasciatus Haraldi) HITH Green Discus (Symphysodon Aequifasciatus ) Saprolegniasis Red Turquoise Discus Velvet Green Discus (Symphysodon Aequifasciatus) Costiosis Leopard Skin Discus Saprolegniasis Green Discus (Symphysodon Aequifasciatus) Flukes Heckel Discus (Symphysodon Discus) Discus Plaque Blue Diamond Discus Costiosis Blue Turquoise Discus Discus Plaque HITH Flukes Velvet Tuberculosis Costiosis Rot Saprolegniasis Discus Plaque Flukes HITH Costiosis Whitespot Flukes Discus Plaque Costiosis Discus Plaque Blue Turquoise Discus Discus Plaque Discus Plaque 6. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dari hasil analisa dan evaluasi dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Hasil pengujian sistem pakar ini mencapai 90.32% dalam artian algoritma yang digunakan sudah cukup baik dan layak untuk dikembangkan lagi untuk pengembangan selanjutnya. 2) Sistem pakar ini memberikan kemudahan bagi pengguna, karena bisa mendapatkan informasi tentang penyakit ikan diskus, cara pengobatan dan pencegahannya sehingga tidak membutuhkan bantuan dari pakar. Referensi [1] UNEP. (2013). Green Economy and Trade-Trends, Challenges and Opportunities [Online]. Available: http://www.unep.org/greeneconomy/Portals/88/GETReport/pdf /Chapitre%203%20Fisheries.pdf [2] Dinas Informasi dan Komunikasi Pemerintah Kota Tangerang. 2008. Tingkat Produksi atau Ketersediaan Ikan. Retrieved October 3, 2013, from Dinas Informasi dan Komunikasi Pemerintah Kota Tangerang [Online]. Availabe: http://www.tangerangkota.go.id/mobile/detailprofilkota/1/24/83 [3] Rahmati-holasso. H. et al. (2010). Journal of Aglicultural Science. Capillariosis In Breeder Discus (Symphysodon Aequifasciatus) In Iran. 55(3):253-259 [4] Airbaiy. N., Wen. C. C., and Suradi. Z. (2007). Freshwater Fish Disease Diagnosis System Development [Online], Retrieved 25 October, 2013 from Intermational Conference on IT Research and Application 2007 (CITRA). Available: http://www.academia.edu/2518075/Freshwater_Fish_Diagnosis _System_Using_Expert_System [5] Elfani., and Pujiyanta. A. (2013). Jurnal Sarjana Teknik Informatika e-ISSN:2338-5297. Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Pada Ikan Konsumsi Air Tawar Berbasis Website. 1 (1):42-50 [6] Wahyudi. M. J., Fadlil. A. (2013). (2013). Jurnal Sarjana teknik Informatika e-ISSN:2338-5197. Sistem Pakar Untuk Mengidentifikasi Penyakit Udang Galah Dengan Metode Theorema Bayes. 1. (1):11-20 [7] Lopes. J. N. S., Goncalves. A. N. A., Fujimoto. R.Y., and Carvalho. J. C. C. (2011). IJCSI International Journal of Computer Science Issues, Issue 6. Diagnosis of Fish Diseases Using Artificial Neural Networks. 8 (3): 68-74 [8] Giovanetti. T. A. (1992). Discus Fish. A Complete Pet Owner's Manual, 5 [9] BKIPM. Grafik Ekspor Produk Perikanan (Ekor) [Online]. Available: http://www.bkipm.kkp.go.id/statistik/g_ppe.php [10] Giovanetti. T. A. (1992). Discus Fish. A Complete Pet Owner's Manual, 5-7 [11] Hemmer. M. C. (2008). Expert System in Chemistry Research, 36 [12] Hemmer. M. C. (2008). Expert System in Chemistry Research, 12-13 [13] Hemmer. M. C. (2008). Expert System in Chemistry Research, 25-26 [14] Jang. J. R., Sun. C., & Mizutani. E. (1997). Neuro-Fuzzy and Soft Computing: A Computational Approach to Learning and Machine Intelligence, 14 [15] T. J. Ross, Fuzzy Logic with Engineering Applications, 3(2010), 90-91 [16] T. J. Ross, Fuzzy Logic with Engineering Applications, 3(2010), 94-95 [17] M.C. Hemmer, Expert Systems in Chemistry Research, (2008), 25-26 [18] T. J. Ross, Fuzzy Logic with Engineering Applications, 3(2010), 148-149 [19] Hemmer. M. C. (2008). Expert System in Chemistry Research, 26