PENGKONDISI SINYAL ANALOG

advertisement
PENGKONDISI SINYAL ANALOG
2.1
PENDAHULUAN
Bermacam-macam transduser yang diperlukan untuk mantransformasi
bermaca-macam variabel dinamik dalam sistem kontrol proses ke listrik analog
menghasilkan bermacam-macam karakteristik sinyal resultan. Pengkondisi sinyal
digunakan untuk mengkonversinya ke bentuk yang susuai dengan interface
dengan elemen-elemen yang lain dalam loop kontrol proses. Dalam bab ini
difokuskan pada konversi analog, dimana output dikondisikan pada sinyal analog.
2.2
PRINSIP-PRINSIP PENGKONDISI SINYAL ANALOG
Sebuah transduser mengukur suatu variabel dinamik dengan
mengkonversinya kedalam sinyal elektrik. Untuk mengembangkan transduser
seperti ini, banyak dipengaruhi oleh kondisi alam sehingga hanya ada beberapa
tipe yang dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang sesuai.
Efek pengkondisi sinyal sering dinyatakan dengan fungsi alihnya
(transfer function). Dengan istilah ini kita menghubungkan efek yang ditimbulkan
dengan sinyal input. Jadi, sebuah amplifier sederhana mempunyai fungsi alih dari
beberapa konstanta yang, ketika dikalikan dengan tegangan input, memberikan
tegangan output.
2.2.1
Perubahan Level Sinyal
Metode paling sederhana dari pengkondisi sinyal adalah pengubahan level
sinyal. Contoh yang paling umum adalah untuk penguatkan atau pelemahkan level
tegangan. Secara umum, aplikasi kontrol proses dihasilkan dalam variasi sinyal
frekuensi rendah secara lambat dimana amplifier respon d-c atau frekuensi rendah
bisa dipakai. Suatu faktor penting dalam pemilihan sebuah amplifier adalah
impedansi input yang amplifier tawarkan kepada transduser (atau elemen-elemen
lain yang menjadi input).
2.2.2
Linierisasi
Linierisasi bisa dihasilkan oleh sebuah amplifier yang gainnya sebuah
fungsi level tegangan untuk melinierkan semua variasi tegangan input ke tegangan
output. Sebuah contoh sering terjadi pada sebuah transduser dimana outputnya
adalah eksponensial berkenaan dengan variabel dinamik. Pada Gambar 2.1 dapat
dilihat sebuah contoh yang dimaksud dimana tegangan transduser diasumsikan
eksponensial terhadap intensitas cahaya I. Bisa dituliskan sebagai
VI = V0e-αt+
Dimana
VI
V0
α
= tegangan output pada intensitas I
= tegangan intensitas zero
= konstanta eksponensial
(2-1)
I
= intensitas cahaya
Untuk melinierkan sinyal ini digunakan
secara logaritma terhadap input
amplifier yang outputnya bervariasi
VA = K ln(VIN)
Dimana
VA
K
VIN
(2-2)
= tegangan output amplifier
= konstanta kalibrasi
= tegangan input amplifier = VI [dalam Pers. (2-1)]
Dengan substitusi Persamaan (2-1) ke Persamaan (2-2) dimana VIN = VI
diperoleh
VA = K ln(V0) – αKI
(2-3)
Gambar 2.1 Contoh sebuah output transduser nonlinier. Disini, intensitas cahaya diasumsikan
untuk menghasilkan tegangan output.
Gambar 2.2 Pengkondisi sinyal yang bagus menghasilkan tegangan output yang berubah secara
linier terhadap intensitas cahaya.
Output amplifier berubah secara linier dengan intensitas tetapi dengan
offset K ln V0 dan faktor skala dari αK seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2.
Untuk mengeliminasi offset dan menyediakan kalibrasi yang diinginkan dari
tegangan versus intensitas dapat digunakan pengkondisi sinyal.
2.2.3
Konversi
Sering kali, pengkondisi sinyal digunakan untuk mengkonversi suatu tipe
variasi elektrik kepada tipe lainnya. Sehingga, satu kelas besar dari transdusertransduser menyediakan perubahan tahanan dengan perubahan dalam variabe
dinamik. Dalam kasus ini, adalah perlu dibuat sebuah rangkaian untuk
mengkonversi perubahan tahanan ini baik kedalam sinyal tegangan maupun arus.
Secara umum ini dipenuhi oleh jembatan-jembatan bila perubahan sebagian
tahanan adalah kecil dan/atau dengan amplifier-amplifier yang gainnya berubah
terhadap tahanan.
2.2.4
Penapis dan Penyesuai Impedansi
Sering sinyal-sinyal gangguan dari daya yang besar muncul dalam
lingkungan industri, seperti sinyal-sinyal frekuensi saluran standar 60 Hz dan 400
Hz. Transien start motor juga dapat mengakibatkan pulsa-pulsa dan sinyal-sinyal
yang tidak diperlukan lainnya dalam loop kontrol proses. Dalam banyak kasus,
perlu digunakan high pass, low pass dan notch filter untuk mengurangi sinyalsinyal yang tidak diinginkan dari loop. Filter seperti ini dapat dipenuhi oleh filter
pasif yang hanya menggunakan resistor, kapasitor, induktor, atau filter aktif,
menggunakan gain dan feedback.
Penyesuai impednsi adalah sebuah elemen penting dari pengkondisi sinyal
ketika impedansi internal transduser atau impedansi saluran dapat mengakibatkan
error dalam pengukuran variabel dinamik. Baik jaringan aktif maupun pasif juga
dipakai untuk menghasilkan penyesuai seperti ini.
2.3
RANGKAIAN JEMBATAN DAN POTENSIOMETER
Rangkaian jembatan terutama digunakan sebagai sebuah alat pengukur
perubahan tahanan yang akurat. Rangkaian seperti ini terutama berguna bila
perubahan fraksional dalam impedansi sangat kecil. Rangkaian potensiometerik
digunakan untuk mengukur tegangan dengan akurasi yang baik dan impedansi
sangat tinggi.
2.3.1
Rangkaian Jembatan
Rangkaian jembatan adalah rangkaian pasif yang digunakan untuk
mengukur impedansi dengan teknik penyesuaian potensial. Dalam rangkaian ini,
seperangkat impedansi yang telah diketahui secara akurat diatur nilaianya dalam
hubungannya terhadap satu yang belum diketahui sampai suatu kondisi yang ada
dimana perbedaan potensial antara dua titik dalam rangkaian adalah nol, yaitu
setimbang. Kondisi ini menetapkan sebuah persamaan yang digunakan untuk
menemukan impedansi yang tidak diketahui berkenaan dengan nilai-nilai yang
diketahui.
JEMBATAN WHEATSTONE
Rangkaian jembatan yang paling sederhana dan paling umum adalah
jembatan d-c Wheatstone seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3. Rangkaian ini
digunakan dalam aplikasi pengkondisi sinyal dimana transduser mengubah
tahanan dengan perubahan variabel dinamik. Beberapa modifikasi dari jembatan
dasar ini juga dipakai untuk aplikasi spesifik lainnya. Pada Gambar 2.3 obyek
yang diberi label D adalah detektor setimbang yang digunakan untuk
membandingkan potensial titik a dan b dari rangkaian. Dalam aplikasi paling
modern detektor setimbang adalah amplifier diferensial impedansi input sangat
tinggi. Dalam beberapa kasus, Galvanometer yang sensitif dengan impedansi yang
relatif rendah bisa digunakan, khususnya untuk kalibrasi atau instrumeninstrumen pengukuran tunggal.
Untuk analisis awal kita, anggap impedansi detektor setimbang adalah tak
hingga, yaitu rangkaian terbuka.
Gambar 2-3 Jembatan d-c Wheatstone
Dalam kasus ini beda potensial, V antara titik a dan b, adalah
V = Va – Vb
Dimana
Va
Vb
(2-4)
= potensial titik a terhadap c
= potensial titik b terhadap c
Nilai Va dan Vb sekarang dapat dicari dengan memperhatikan bahwa Va adalah
hanya tegangan sumber, V, dibagi antara R1 dan R3
Va 
VR3
R1  R3
(2-5)
Dengan cara yang sama Vb adalah tegangan yang terbagi diberikan oleh
Vb 
Dimana
VR4
R2  R4
(2-6)
V
= tegangan sumber jembatan
R1,R2,R3,R4 = resistor-resistor jembatan seperti diberikan oleh Gambar 2.3.
Jika sekarang kita kombinasikan Persamaan (2-4), (2-5), (2-6), beda tegangan atau
offset tegangan, dapat ditulis
V 
VR3
VR4

R1  R3 R2  R4
(2-7)
Setelah beberapa aljabar, pembaca dapat memperlihatkan bahwa persamaan ini
berkurang menjadi
V  V
R2 R3  R1R4
( R1  R3 ).( R2  R4 )
(2-8)
Persamaan (2-8) memperlihatkan bagaimana beda potensial melalui detektor
adalah fungsi dari tegangan sumber dan nilai resistor. Karena tampilan yang
berbeda dalam numerator Persamaan (2-8), jelas bahwa kombinasi khusus dari
resistor dapat ditemukan yang akan menghasilkan perbedaan nol dan tegangan nol
melewati detektor, yaitu, setimbang. Jelas, kombinasi ini, dari pemeriksaan
Persamaan (2-8), adalah
R3R2 = R1R4
(2-9)
Persamaan (2-9) mengindikasikan bahwa kapan saja sebuah jembatan Wheatstone
dipasang dan resistor diatur untuk setimbang detektor, nilai-nilai resistor harus
memenuhi persamaan yang didindikasikan. Tidak masalah jika tegangan sumber
berubah, kondisi setimbang dipertahankan. Persamaan (2-8) dan (2-9)
menekankan aplikasi jembatan Wheatstone untuk aplikasi kontrol proses yang
menggunakan detektor impedansi input tinggi.
2.3.2
Rangkaian Potensiometer
Pengukuran tegangan dalam kontrol proses sering kali harus dibuat pada
impedansi sangat tinggi dan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Banyak rangkaian
modern yang menggunakan divais aktif telah dikembangkan pada akhir-akhir ini
untuk melakukan pengukuran-pengukuran seperti ini. Selama bertahu-tahun
metode yang dapat diandalkan untuk pengukuran-pengukuran seperti ini, yang
akurat dan impedansi tinggi, hanya potensiometer. Pada dasarnya, rangkaian ini
adalah sebuah pembagi tegangan yang mengukur tegangan yang tidak diketahui
dengan mengatur yang telah diketahui, yaitu tegangan yang terbagi sampai
sesuai/cocok dengan yang diketahui. Teknik ini dapat difahami dari satu
pemeriksaan Gambar 2.10. Pembagi tegangan dikonstruksi oleh R1, R2 dan R
secara seri yang dihubungkan ke tegangan sumber kerja., Vw. R2 adalah resistor
presisi dan tertentu, sedangkan R1 adalah resistor yang presisi dan variabel linier.
Resistor kalibrasi R adalah variabel (yang nilai sebenarnya belum pernah
digunakan dalam perhitungan apa pun), dan Vw adalah sumber yang mempunyai
tegangan yang memamadai (seperti yang akan ditetapkan nanti) dan stabil. Supply
VREF adalah sebuah standar kalibrasi yang mempunyai tegangan yang telah
diketahui secara akurat. Unit D1 dan D2 keduanya adalah detektor setimbang dan
bisa berupa galvanometer ataupun detektor tegangan impedansi tinggi. Vx adalah
tegangan yang tidak diketahui yang akan diukur.
Gambar 2.10 Sebuah rangkaian dasar potensiometer
Kalibrasi dari pembagi tegangan dipenuhi dengan menutup saklar S1 dan
mengatur R sampai detektor D1 mengindikasikan setimbang. Dalam kondisi ini
kita akan menetapkan/membuktikan bahwa Va = VREF sesuai akurasi dari detektor
kesetimbangan. Secara efektif ini mengkalibrasi rangkaian pembagi karena Va
dibagi antara resistor presisi R1 dan R2. Penyapu R1 menyapu tegangan antara
zero pada bagian bawah dan Vb pada bagian atas dari resistor variabel. Tegangan
Vb dicari dari
Vb =
R1Va
R1  R2
(2-23)
Karena Va = VREF, kita mempunyai identifikasi Vb secara langsung dalam
hubungan VREF. Sekarang jika penyapu R1 adalah bagian/pecahan α dari sisi
ground, tahanan diatas penyapu adalah (1-α)R. Jika sebuah tegangan yang tidak
diketahui diberikan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.10 dan penyapu
diatur sampai detektor D2 menunjukkan nol, tegangan penyapu dan tegangan yang
tidak diketahui adalah sama. Jadi, tegangan yang tidak diketahui diberikan oleh
Vx = αVb
Dimana
α
Vb
= bagian/pecahan R untuk terjadinya kondisi setimbang
= tegangan titik b yang diberikan oleh Persamaan (2-23)
Dalam beberapa kasus resitor variabel R1 diberi penskalaan dengan
pembagian, seperti pembagian yang dapat dibaca 1000. Dalam kasus ini, α adalah
hanya sejumlah pembagian yang menghasilkan keadaan setimbang dari detektor
D2. Perhatikan bahwa sekali pembagi dikalibrasi, tegangan acuan VREF dan
detktor D1 tidak diperlukan lebih lama.
CONTOH 2.9
Sebuah rangkaian potensiometer mempunyai R1 = 1 k dengan pembagian 1000,
R2 = 2500 , dan sebuah acuan VREF = 1,00329 V dengan kondisi setimbang
untuk α = 225 pembagian. Cari tegangn yang tidak diketahui.
PENYELESAIAN
Dari Gambar 2.10 kita cari Vb, dimana kalibrasi mengeset Va = 1,00329, hingga
R1Va
R1  R2
(1000)(1,00329)
 0,28665volt
Vb =
1000  2500
Vb =
(2-23)
dengan α = 225 pembagian, kita lihat bahwa Vx adalah
Vx =
225
(0,28665)  0,0645volt
1000
CONTOH 2.10
Rancanglah sebuah potensiometer yang akan mengukur 0-100 mV dengan resistor
variabel 1 k pembagian 1000. Gunakan sebuah batre kerja 6 volt dan sebuah sel
acuan 1,35629 volt.
PENYELESAIAN
Sasaran pertama kita adalah menentukan nilai R2 yang akan memberikan Vb = 100
mV. Ini bisa dicari dari Persamaan (2-23)
0,1 volt =
(1,35629)(1k)
R2  1k
Penyelesaian untuk R2 kita dapatkan
R2 = 12,5629 K
Sekarang R dapat dicari dengan mengetahui bahwa 6 – 1,35629  4,64 harus
jatuh di R pada arus pembagi. Arus pembagi ini adalah
ID 
VREF
R1  R2
1,35629
1k  12,563k
I D  0,1mA
ID 
Kemudian kita cari
R  46,6 k
Kita pilih sebuah resistor variabel untuk menyediakan tahanan tersebut.
2.4
OPERASIONAL AMPLIFIER
Seperti dibahas dalam bagian 2.2, ada banyak macam syarat untuk
pengkondisi sinyal dalam kontrol proses. Dalam bagian 2.3 dianggap dua hal
umum, rangkaian pasif yang dapat memberikan operasi sinyal yang diperlukan,
jembatan dan potensiometer. Detektor yang digunakan dalam rangkaian jembatan
dan potensiometer yang digunakan dalam sistem kontrol proses terdiri dari tabung
dan rangkaian transistor. Dalam kasus lain dimana transformasi impedansi,
amplifikasi, dan operasi lain yang diperlukan, rangkaian dirancang bergantung
pada komponen elektronik diskrit. Dengan kemajuan yang luar biasa dalam
bidang elektronik dan integrated circuit (IC), syarat untuk mengimplementasikan
desain dari komponen-komponen diskrit telah memberikan cara menuju metode
yang lebih mudah dan lebih handal untuk pengkondisi sinyal. Banyak rangkaian
khusus dan amplifier untuk tujuan umum sekarang berada dalam paket
Intergrated Circuit (IC) menghasilkan solusi yang cepat untuk masalah-masalah
pengkondisi sinyal bersama dengan ukuran kecil, konsumsi daya rendah, dan
harganya murah.
Secara umum, aplikasi dari IC memerlukan pengetahuan tentang jalur
yang tersedia dari peralatan yang demikian, spesifikasi dan batasannya, sebelum
dapat diaplikasikan untuk masalah khusus. Terpisah dari IC-IC yang dikhususkan
ada juga tipe dari amplifier yang mendapatkan aplikasi yang luas seperti blok
pembentuk dari aplikasi pengkondisi sinyal. Peralatan ini, disebut operasi
amplifier (op amp), telah ada selama bertahun-tahun, awalnya dibuat dari tabung,
kemudian transistor diskrit, dan sekarang integrated circuit. Meski banyak jalur
dari op amp dengan bermacam spesifikasi khusus ada dari beberapa pabrik,
semuanya memiliki karakteristik umum dalam operasi yang dapat dipakai dalam
rancangan dasar berkaitan dengan op amp umum.
2.4.1
Karakteristik Op Amp
Dengan sendirinya, op amp adalah amplifier elektronik yang sangat
sederhana dan nampak tak berguna. Dalam Gambar 2.11a kita dapat lihat simbol
standar dari op amp dengan penandaan input (+) dan input (-), dan output. Input
(+) juga disebut input noniverting (tidak membalik) dan (-)input inverting
(membalik). Hubungan dari input op amp dan output sungguh sangat sederhana,
seperti yang terlihat dengan menganggap dari deskripsi idealnya.
OP AMP IDEAL
Untuk menjelaskan respon dari op amp ideal, kita menamai V1 tegangan pada
input (+), V2 tegangan pada terminal input (-), dan V0 tegangan output. Idealnya,
jika V1-V2 adalah positif (V1>V2), maka V0 saturasi positif. Jika V1-V2 adalah
negatif (V2>V1), maka V0 saturasi negatif seperti ditunjukkan dalam Gambar
2.11b. Input (-) disebut input inverting. Jika tegangan dalam input ini adalah lebih
positif dibandingkan pada input (+), output saturasi negatif. Amplifier ideal ini
mempunyai gain tak terbatas karena perbedaan yang sangat kecil antara V1 dan
V2 hasilnya adalah output saturasi.
Karakteristik lain dari op amp adalah (1) impedansi tak terhingga antar
input-inputnya dan (2) impedansi output zero. Pada dasarnya, op amp adalah
peralatan yang mempunyai hanya dua keadaan output, +Vsat dan –Vsat. Dalam
praakteknya, peralatan ini selalu digunakan dengan umpanbalik dari output ke
input. Umpanbalik seperti ini menghasilkan implementasi dari berbagai hubungan
khusus antara tegangan input dan output.
Vo
+VSAT
V1 - V2
-VSAT
(a)
(b)
Gambar 2.11 Op amp. (a) Simbol. (b) Karakteristik ideal dari sebuah op amp
AMPLIFIER INVERTING IDEAL
Untuk melihat bagaimana op amp digunakan, perhatikan rangkaian pada Gambar
2.12. Disini resistor R2 digunakan untuk umpan balik output ke input inverting
dari op amp dan R1 menghubungkan tegangan input Vin dengan titik yang sama
ini. Hubungan bersama disebut titik penjumlahan (summing point). Dapat dilihat
bahwa dengan tanpa umpanbalik dan (+) digroundkan, Vin>0 menjadikan output
saturasi negatif, sedangkan Vin<0 menjadikan output saturasi positif. Dengan
umpanbalik, output menyesuaikan dengan tegangan sedemikian hingga:
1. Tegangan summing point sama dengan level input (+) op amp, dalam
keadaan ini adalah nol/zero.
2. Tidak ada aliran arus melalui terminal-terminal input op amp karena
anggapan impedansi tak hingga.
Dalam keadaan ini, jumlah dari arus pada summing point harus nol.
I1 +I2 = 0
(2-24)
Karena tegangan pada summing point dianggap nol, kita mempunyai
Vin Vout

0
R1 R2
(2-25)
dari Persamaan (2-25), kita dapat menuliskan respon rangkaian sebagai
Vout = -
R2
Vin
R1
(2-26)
Jadi, rangkaian pada Gambar 2.12 adalah amplifier inverting dengan gain R2/R1
yang digeser 1800 dalam fase (terbalik) dari input. Alat ini juga merupakan
attenuator dengan menjadikan R2 < R1.
Gambar 2.12 Amplifier inverting
Pendekatan serupa dapat dipakai untuk analisis ideal dari banyak
rangkaian op amp yang lainnya dimana langkah (1) dan (2), yang diberikan diatas,
membawa kepada persamaan-persamaan seperti Persamaan (2-24) dan (2-25).
Akan tetapi, harus kita perhatikan bahwa amplifier inverting dari Gambar 2.12
mempunyai impedansi input R1 yang, secara umum, bisa tidak tinggi. Sehingga,
meskipun didukung dengan sifat dari gain variabel atau attenuasi, rangkaian ini
tidak mempunyai impedansi input yang tinggi.
EFEK-EFEK NONIDEAL
Analisis dari rangkaian op amp dengan respons nonideal dilakukan dengan
memperhatikan parameter-parameter berikut:
1. Gain open loop berhingga. Op amp yang sebenarnya mempunyai gain
tegangan seperti ditunjukkan oleh respons amplifier dalam Gambar 2.13a.
Gain tegangan dinyatakan sebagai perubahan dalam tegangan output, Vo,
dihasilkan dengan perubahan dalam tegangan input differensial [V1V2].
2. Impedansi input berhingga. Op amp yang sebenarnya mempunyai
impedansi input dan, sebagai konsekuensi, tegangan berhingga dan arus
melalui terminal input.
3. Impedansi output tidak nol. Op amp yang sebenarnya mempunyai
impedansi output tidak nol, meskipun impedansi output rendah ini
khsusunya hanya beberapa ohm.
a) Karakteristik nonideal op amp
b) Efek-efek nonideal
Gambar 2.13 Tipe-tipe efek nonideal dalam analisis op amp dan rangkaian
Dalam aplikasi modern efek nonideal ini dapat diabaikan dalam desian
rangkaian op amp. Contohnya, anggap rangkaian dari Gambar 2.13b dimana
impedansi berhingga dan gain dari op amp adalah sudah termasuk. Kita dapat
menggunakan analisis rangkaian standar umtuk menemukan hubungan antara
tegangan input dan output untuk rangkaian ini. Penjumlahan arus pada titik
penjumlan diberikan
I1 + I2 + Is = 0
Kemudian, masing-masing arus dapat diidentifikasi dalam kaitannya dengan
parameter-parameter rangkaian untuk memberikan
Vin  Vs Vo  Vs Vs


0
R1
R2
Zin
Akhirnya, dengan mengkombinasikan persamaan-persamaan di atas, kita cari
Vo = Dimana
R2  1 

Vin
R1  1   
(2-27)
 Zo 
R
R 
1 
1  2  2 
R2 
R1 Zin 
= 

Zo 
 A 

R2 

(2-28)
Jika kita anggap bahwa  sangat kecil bila dibandingkan dengan kesatuan, maka
Persamaan (2-27) terduksi ke keadaan ideal yang diberikan oleh Persamaan (226). Tentu, jika nilai khusus untuk IC op amp dipilih untuk satu keadaan dimana
R2/R1 = 100, kita dapat tunjukkan bahwa <<1. Contohnya, biasnya, IC op amp
untuk kegunaan umum menunjukkan
A = 200.000
Z0 = 75 
Zin = 2 M
Jika digunakan tahanan umpan balik R2 100k dan mensubstitusikan nilai
diatas kedalam Persamaan (2-28), didapatkan  = 0,0005 yang menunjukkan
bahwa gain untuk persamaan (2-27) berbeda dari yang ideal dengan hanya 0,05%.
Tentu saja, cara ini hanya satu contoh dari banyak rangkaian op amp yang
digunakan, tetapi sebetulnya dalam semua kasus analisis yang sama menunjukkan
bahwa karakteristik ideal dapat diasumsikan.
2.4.2
Spesifikasi-Spesifikasi Op Amp
Ada karakteristik-karakteristik lain dari op amp dibandingkan yang diberikan
dalam bagian sebelumnya yang masuk dalam aplikasi desain. Karakteristikkarakteristik ini diberikan dalam spesifikasi untuk op amp khusus bersama dengan
gain open loop dan impedansi input dan output yang dijelaskan sebelumnya.
Beberapa karakteristik tersebut adalah:
Tegangan offset input. Dalam banyak kasus, tegangan output op amp tidak
boleh nol ketika tegangan pada input adalah nol. Tegangan yang harus
diterapkan dalam terminal input untuk menggerakkan output ke nol adalah
tegangan offset input.
Arus offset input. Seperti tegangan offset bisa diperlukan melalui input
untuk men-zero-kan tegangan output, sehingga arus jala bisa diperlukan
melalui input untuk men-zero-kan tegangan output. Arus yang demikian
dijadikan acuan sebagai arus offset input. Ini diambil sebagai perbedaan
dua arus input.
Arus bias input. Ini adalah rata-rata dari dua arus input yang diperlukan
untuk menggerakkan tegangan output ke nol.
Slew rate. Jika tegangan diterapkan dengan cepat ke input dari op amp,
output akan saturasi ke maksimum. Untuk input step slew rate adalah
kecepatan dimana output berubah ke nilai saturasi. Ini khususnya
dinyatakan sebagai tegangan per mikrosecond (V/s).
Bandwith frekuensi gain satuan. Respons frekuensi dari op amp khusus
disefinisikan dengan bode plot dari gain tegangan open loop dengan
frekuensi. Plot seperti ini sangat penting untuk rancangan rangkaian yang
berhubungan dengan sinyal a-c. Adalah diluar jangkauan dari tulisan ini
untuk menjelaskan detail dari desain seperti ini yang memakai bode plot.
Malahan, kita catat bahwa tingkah laku frekuensi besar dapat dilihat
dengan penentuan frekuensi dimana gain open loop dari op amp menjadi
satuan, sehingga menetapkan bandwith frekuensi gain satuan.
2.5
RANGKAIAN OP AMP DALAM INSTRUMENTASI
Setelah op amp menjadi terkenal pada kerja individu dalam kontrol proses
dan teknologi instrumentasi, banyak macam rangkaian dikembangkan dengan
aplikasi langsung dalam bidang ini. Secara umum, lebih mudah untuk
mengembangkan sebuah rangkaian untuk pelayanan khusus menggunakan op amp
dibandingkan komponen-komponen diskrit; dengan pengembangan biaya rendah,
IC op amp, juga adalah suatu desain yang praktis. Mungkin salah satu kerugian
besar adalah diperlukannya sumber daya bipolar untuk op amp. Bagian ini
menghadirkan sejumlah rangkaian khusus dan karakteristik dasarnya bersama
dengan trurunan dari respons rangkaian dengan asumsi op amp ideal.
2.5.1
Pengikut Tegangan (Voltage Follower)
Pada Gambar 2.14 kita lihat sebuah rangkaian op amp yang mempunyai
gain satuan dan impedansi input sangat tinggi. Pada dasarnya impedansi input ini
adalah impedansi input dari op amp itu sendiri yang dapt lebih besar dari 100 M.
Output tegangan mengikuti input lebih dari range yang ditentukan dengan output
tegangan saturasi plus dan minus. Output arus dibatasi sampai arus hubung
singkat dari op amp, dan impedansi output khususnya kurang dari 100 . Dalam
banyak hal sebuah pabrik akan memasarkan sebuah pengikut tegangan op amp
yang umpan baliknya disediakan secara internal. Unit seperti ini biasanya secara
khusus didisain untuk impedansi input yang sangat tinggi. Pengikut tegangan
gain satuan pada dasarnya adalah sebuah transformer impedansi dalam indera
pengkonversi sebuah tegangan pada impedansi tinggi ke tegangan yang sama pada
impedansi rendah.
Gambar 2.14 Sebuah pengikut tegangan op amp. Rangkaian ini mempunyai impedansi input yang
sangat tinggi; sekitar 106-1011 , tergantung pada op amp tersebut. Rangkaian ini berguna sebagai
sebuah transformer impedansi.
2.5.2
Amplifier Membalik (Invertung Amplifier)
Inverting amplifier ini telah didiskusikan dalam hubungannya dengan
pembicaraan kita tentang karakteristik op amp. Persamaan (2-26) menunjukkan
bahwa rangkaian ini membalikkan sinyal input dan mungkin mempunyai
pelemahan ataupun penguatan tergantung pada perbandingan antara tahanan input
R1 dan tahanan umpan balik R2. Rangkaian untuk amplifier ditunjukkan dalam
Gambar 2.12. Penting untuk memoperhatikan bahwa impedansi input dari
rangkaian ini pada dasarnya sama dengan R1, yaitu tahanan input. Pada umumnya,
tahanan ini tidak besar, dan karena itu impedansi input tidak besar.
AMPLIFIER PENJUMLAH (SUMMING AMPLIFIER)
Modifikasi yang umum dari inverting amplifier adalah sebuah amplifier
yang menjumlahkan atau menambahkan dua atau lebih tegangan yang diterapkan.
Rangkaian ini ditunjukkan dalam Gambar 2.15 untuk kasus penjumlahan dua
tegangan input. Fungsi transfer amplifier ini diberikan oleh
R
R 
Vout = -  2 V1  2 V2 
R3 
 R1
(2-29)
Penjumlahan dapat diberi skala dengan pemilihan tahanan yang tepat. Contohnya,
jika kita membuat R1 = R2 = R3, maka outputnya adalah hanya jumlah (terbalik)
dari V1 dan V2. Rata-rata dapat dicari dengan menjadikan R1 = R3 dan R2 = R1/2.
Gambar 2.15 Summing amplifier
2.5.3
Amplifier Tidak Membalik (Noninverting Amplifier)
Sebuah amplifier noninverting dapat dikonstruksi dari sebuah op amp
seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.16. Gain rangkaian ini dicari dengan
menjumlahkan arus-arus pada summing point S, dan menggunakan kenyataan
bahwa tegangan summing point adalah Vin sehingga tidak ada beda tegangan yang
muncul melalui terminal-terminal input.
I1 + I2 = 0
Dimana
I1 = arus melalui R1
I2 = arus melalui R2
Tapi arus-arus ini dapat dicari dari hukum Ohm sedemikian sehingga persamaan
ini menjadi
 R 
Vout = 1  2 Vin
R1 

(2-30)
Persamaan (2-30) menunjukkan bahwa noninverting ampifier mempunyai
gain yang tergantung pada rasio resistor umpan balik R2 dan resistor ground R1,
tapi gain ini tidak pernah dapat digunakan untuk pelemahan tegangan. Kita catat
pula bahwa karena input diambil secara langsung ke input noninverting dari op
amp, impedansi input adalah sangat tinggi karena secara efektif sama dengan
impedansi input op amp.
Gambar 2.16 Noninverting amplifier
CONTOH 2.11
Rancangkah sebuah amplifier impedansi tinggi dengan gain tegangan 42.
PENYELASAIAN
Kita gunakan rangkaian noninverting Gambar 2.16 dengan resistor dipilih dari
 R 
Vout = 1  2 Vin
R1 

 R 
42 = 1  2 
R1 

(2-30)
R2 = 41R1
sehingga kita dapt memilih R1 = 1 k, yang memrlukan R2 = 41 k.
2.5.4
Amplifier Selisih
Sering kali, dalam instrumentasi yang dihubungkan dengan kontrol proses,
diperlukan amplifikasi tegangan diferensial, misalnya untuk rangkaian jembatan.
Sebuah ampifier diferensial dibuat dengan mengguanakan sebuah op amp seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2.17a. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa
tegangan output diberikan oleh
Vout 
R2
V2  V1 
R1
(2-31)
Rangkaian ini mempunyai gain atau atenuasi variabel yang diberikan oleh
rasio R2 dan R1 dan merespons diferensial dalam input tegangan sebagaimana
diperlukan. Adalah sangat penting bahwa resistor dalam Gambar 2.17a yang
diindikasikan mempunyai nilai yang sama secara hati-hati disesuaikan dengan
tolakan yang pasti (assure rejetion) dari tegangan bersama ke kedua input.
Kerugian yang signifikan dari rangkaian ini adalah bahwa impedansi input pada
masing-masing terminal input adalah tidak besar, menjadi R1 + R2 pada input V2
dan R1 pada input V1. Untuk memakai rangkaian ini saat diinginkan amplifikasi
diferensial impedansi input yang tinggi, pengikut tegangan bisa dipakai sebelum
masing-masing input seperti diperlihatkan pada Gambar 2.17b. Rangkaian ini
memberikan gain yang sebaguna, amplifier diferensial impedansi input yang
tinggi untuk penggunaan dalam sistem-sistem instrumentasi.
Gambar 2.17 Amplifier diferensial. (a) Amplifier Diferensial (b) Amplifier Instrumentasi.
2.5.5
Konverter Tegangan ke Arus
Karena sinyal-sinyal dalam kontrol proses paling sering ditransmisikan
sebagai arus, khususnya 4-20 mA, maka perlu untuk memakai sebuah konverter
linier tegangan ke arus. Rangkaian seperti ini harus mampu memasukkan arus ke
sejumlah beban yang berbeda tanpa mengubah karateristik-karateristik transfer
tegangan ke arus. Sebuah rangkaian op amp untuk memberikan fungsi ini
diperlihatkan pada Gambar 2.18. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa
hubungan antara arus dan tegangan diberikan oleh
I 
R2
Vin
R1R2
asalkan tahanan-tahanan yang dipilih sehingga
(2-32)
R1(R3 + R5) = R2R4
(2-33)
rangkaian dapat mengirimkan arus ke salah satu arah, sebagimana diperlukan oleh
sebuah aplikasi khusus.
Tahanan beban maksimum dan arus maksimum adalah berhubungan dan
ditentukan oleh kondisi bahwa output amplifier adalah saturasi dalam tegangan.
Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa saat tegangan output op amp
mencapai saturasi tahanan beban maksimum dan arus maksimum dihubungkan
oleh


 R3 
 IM


R3  R4  R5
RML = tahanan beban maksimum
VSAT = tegangan saturasi op amp
IM
= arus maksimum
R4  R5 VSAT
RML
(2-34)
Perhatikan bahwa penyelidikan Persamaan (2-34) menunjukkan bahwa tahanan
beban maksimum adalah selalu kurang dari VSAT/IM. Tahanan beban minimum
adalah nol.
Gambar 2.18 Konverter teganan ke arus
2.5.6
Konverter Arus ke Tegangan
Pada ujung penerima dari sistem trasnsmisi sinyal kontrol proses kita sering perlu
untuk mengubah arus kembali ke tegangan. Ini paling mudah dilakukan dengan
rangkaian yang diperlihatkan pada Gambar 2.19. Rangkaian ini menyediakan
suatu tegangan output yang diberikan oleh
Vout = IR
(2-35)
asalkan tegangan saturasi op amp tidak tecapai. Resistor R pada terminal
noninverting dipakai untuk memberikan stabilitas temperatur pada konfigurasi.
Gambar 2.19 Konverter arus ke tegangan
2.5.7
Sample and Hold
Ketika pengukuran harus antarmuka dengan sebuah proses digital dalam
situasi kontrol atau pengukuran, seringkali perlu untuk menyediakan nilai tertentu
pada konverter analog ke digital (ADC). Jadi, jika suatu pengukuran dibuat pada
beberap waktu, bisa jadi selama prosedur konversi A/D nilai yang terukur
berubah. Variasi seperti ini dapat menyebabkan error dalam proses konversi.
Untuk mengurangi ini, sebuah op amp digunakan dalam konfigurasi sample-andhold. Rangkaian ini, diperlihatkan pada Gambar 2.20, dapat mengambil sampel
yang sangat cepat dari sinyal tegangan input dan kemudian menahan nilai ini,
meskipun sinyal input mungkin berubah, sampai sampel yang lain diperlukan.
Metode ini memanfaatkan kemampuan mengisi-menyimpan (charge-storing
ability) dari kapasitor dan impedansi tinggi dari op amp yang menjadi sifatnya.
Serperti diperlihatkan pada contoh rangkaian sederhana Gambar 2.20, saat saklar
1 ditutup, kapasitor dengan cepat berubah ke level tegangan input. Jika sekarang
saklar 1 dibuka, op amp tegangan pengikut mengijinkan ukuran tegangan
kapasitor diambil pada output tanpa megubah muatan kapasitor. Saat sample baru
harus diambil, pertama saklar 2 ditutup untuk mengosongkan kapasitor dan karena
itu merset rangkaian. Saklar-saklar yang digunakan biasanya saklar-saklar
elektronik yang diaktifkan oleh level logika digital.
Gambar 2.20 Rangkaian sample and hold. Tutup S1 untuk mengambil sampel dan buka untuk
menahan sampel. Tutup S2 untuk me-reset.
2.5.8
Integrator
Rangkaian op amp biasa yang terakhir yang menjadi pertimbangan adalah
integrator. Konfigurasi ini, diperlihatkan pada Gambar 2.21, terdiri dari sebuah
resistor input dan kapasitor umpan balik. Dengan menggunakan analisis ideal kita
dapat mejumlahkan arus pada summing point sebagai
Vin
dVout
C
0
R
dt
(2-36)
yang dapat diselesaikan dengan mengintegrasikan keduanya sehingga respons
rangkaian adalah
Vout  
1
Vindt
RC 
(2-37)
yang ini menunjukkan bahwa tegangan output berubah-ubah sebagai integral dari
tegangan input dengan faktor skala 1/RC. Rangkaian ini digunakan dalam banyak
kasus dimana dinginkan integrasi dari output transduser.
Fungsi-fungsi lain juga dapat diimplementasikan, seperti sebuah tegangan
ramp linier. Jika tegangan input adalah konstan, Vin = K, maka peersamaan (2-37)
menjadi
Vout  
K
t
RC
(2-38)
yang merupakan ramp linier, kemiringan negatif K/RC. Bebrapa mekanisme reset
melalui pengosongan kapasitor harus diberikan karena jika tidak Vout akat naik
sampai nilai saturasi output dan tetap pada keadaan itu.
Gambar 2.21 Rangkaian integrator. Sebuah saklar ditempatkan melewati kapasitor untuk merset
integrator.
CONTOH 2.12
Gunakan sebuah integrator untuk menghasilkan tegangan ramp linier yang naik 10
volt per ms seperti pada Gambar 2.21.
PENYELESAIAN
Rangkaian integrator menghasilkan ramp
Vout  
Vin
t
RC
(2-38)
saat tegangan input adalah konstan. Jika kita buat RC = 1 ms dan Vin = -10 V,
maka kita mempunyai
Vout = (10 – 10+3)t
yang merupakan ramp yang naik 10 volt/ms. Pemilihan R = 1 k dan C = 1 F
akan memberikan hasil RC yang diperlukan.
2.5.9
Linierisasi
Op amp memberikan peranan divais yang sangat efektif untuk linierisasi
peralatan. Secara umum, ini dicapai dengan menempatkan elemen nonlinier dalam
loop umpan balik dari op amp sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.22.
Penjumlahan arus memberikan bahwa
Vin
 F Vout   0
R
Dimana
Vin
R
= tegangan input
= tahanan input
(2-39)
F(Vout) = perubahan nonlinier arus dengan tegangan
F(Vout)
Gambar 2.22 Amplifier nonlinier dibuat dengan menempatkan elemen nonlinier dalam umpan
balik dari op amp.
Sekarang jika Persamaan (2-39) diselesaikan untuk Vout kita dapatkan
 Vin 
Vout  G 

 R 
(2-40)
Dimana
Vout
=
V 
G in  =
 R 
tegangan output
fungsi nonlinier tegangan input, sebenarnya fungsi invers
dari F(Vout).
Jadi, sebagai sebuah contoh, jika sebuah dioda diletakkan dalam umpan balik
seperti diperlihatkan pada Gambar 2.23, maka fungsi F(Vout) adalah eksponensial
F(Vout) = Fo exp (Vout)
(2-41)
Dimana
F0 = konstanta amplitudo
Α = konstanta eksponensial
Invers dari fungsi ini adalah logaritma dan Persamaan (2-40) demikian menjadi
Vout 
1

nVin  
1

nFoR 
(2-42)
yang merupakan sebuah amplifier (linier) logaritmik.
Divais umpan balik yeng berbeda dapat menghasilkan amplifier yang
hanya meratakan variasi linier atau menyediakan operasi-operasi yang ditentukan
seperti amplifier logaritmik.
Gambar 2.23 Saat sebuah dioda ditempatkan di kaki umpan balik sebuah op amp, sebuah amplifier
nonlinier dibentuk yang outputnya adalah proporsional ke logaritma natural dari input.
2.5.10 Rangkaian-Rangkaian yang Terintegrasi Khusus (IC)
Merek rangkaian terintegrasi (IC) yang sangat banyak adalah tesedia dari berbagi
pabrik dan berguna untuk perancang instrumentasi kontrol proses. Divais untuk
tujuan khusus seperti ini termasuk:
1. Amplifier instrumentasi diferensial gain tinggi.
2. Konverter arus ke tegangan.
3. Modulator/demodulator.
4. Jembatan dan detektor kesetimbangan.
5. Detektor phase sensitive.
Dalam bab berikutnya kita sering memerlukan pengkondisi sinyal yang akan
diimplementasikan melalui penggunaan IC-IC khusus ini. Secara umum, kita akan
menunjukkan perincian rancangan pengkondisi sinyal, tetapi pembaca seharusnya
selalu sadar bahwa IC-IC untuk kegunaan khusus ini bisa membuat seperti tidak
diperlukannya desain yeng teperinci.
CONTOH 2.13
Rancang sebuah konverter arus ke tegangan untuk memberikan arus 0-10 mA
untuk input 0-1 volt. Tentukan tahanan muatan maksimum. Op amp saturasi pada
outputput 10 volt.
PENYELESAIAN
Jika kita membuat R1 = R2, maka Persamaan (2-31) menjadi
I 
1
Vin
R3
(2-32)
dimana sekarang Persamaan (2-33) menentukan R3 + R2 = R4. Sehingga kita pilih
R1 = R2 = 1 k dan kemudian, dari Persamaan (2-32),
R3 
1V
 10
10mA
(2-32)
Jika sekarang kita buat R5 = 0, yang dibolehkan, maka R4 = 100  juga. Resistor
muatan maksimum sekarang dicari dari Persamaan (2-34)
RML 
100
1000  100
200
(2-34)
yang memberikan
RML = 450 Ω
2.6
ELKTRONIKA INDUSTRI
Pengkondisi sinyal yang telah didiskusikan hingga kini dalam bab ini sebagian
besar mengacu kepada modifikasi sinyal pengukuran. Sering juga perlu
menggunakan tipe pengkondisi sinyal pada output kontroler untuk mengaktifkan
elemen kontrol akhir. Contoh, output kontroler 4 sampai 20 mA muingkin
diperlukan untuk mengatur input panas menjadi lebih besar, kerja berat oven
untuk membakar kue kering. Panas seperti ini bisa disediakan oleh pemanas listrik
2-kW. Jelaslah, bebrapa jenis pengkondisi diperlukan untuk memberikan sistem
tenaga tinggi dikendalikan oleh sinyal arus tenaga rendah. Pada sisi ini, kita
menyajikan dua divais yang secara umum digunakan dalam kontrol proses untuk
memberikan suatu mekanisme yang dengannya koversi energi seperti itu dapat
terjadi. Maksud di sini bukan untuk memberi anda semua informasi yang
diperlukan untuk membuat rangkaian praktis untuk menggunakan divais ini, tapi
untuk menjadikan anda akrab dengannya dan spesifikasinya.
2.6.1
Silikon Controlled Rectifier (SCR)
SCR telah menjadi bagian yang sangat penting dari pengkondisi sinyal dan
kontrol listrik daya tinggi. Dalam beberapa hal, ini merupakan penggantian
keadaan yang tetap untuk rele, walaupun terdapat beberapa masalah jika analogi
tersebut diambil terlalu jauh. Dioda standar, dalam pengertian yang ideal, adalah
divais yang akan menghantarkan arus hanya dalam satu arah. SCR, juga dalam
pengertian ideal, adalah sejenis dioda yang yang tidak menghantarkan arus dalam
salah satu arah sampai SCR tersebut nyala atau "tersulut". Pada Gambar 2.24 kita
akan melihat simbol skematik dari SCR. Perhatikan kesamaannya dengan dioda
tetapi dengan tambahan terminal, yang disebut gerbang/gate. Jika SCR didibias
maju, yaitu, tegangan positif pada anoda berkenaan dengan katoda, SCR tidak
akan menghantarkan arus. Sekarang anggap suatu tegangan ditempatkan pada
gerbang berkenaan dengan katoda. Akan ada nilai positif dari tegangan ini—
tegangan pemicu—yang mana SCR akan mulai menghantarkan arus dan berjalan
seperti dioda normal. Walaupun tegangan gerbang dilepas, SCR akan terus
menghantarkan arus seperti dioda; artinya, sekali dinyalakan SCR akan terus
nyala tanpa memperhatikan gerbang. Cara untuk mematikan kembali SCR
hanyalah kondisi bias maju dihentikan. Ini artinya tegangan harus turun dibawah
jatuh tegangan maju dari SCR sehingga arus jatuh di bawah nilai minimum, yang
disebut arus penahan atau holding current, atau polaritas dari anoda ke katoda
harus benar-benar membalik. Fakta bahwa SCR tidak dapat dengan mudah
dimatikan membatasi penggunaannya dalam aplikasi-aplikasi dc sampai pada
kasus-kasus ketika dapat disediakan beberapa metoda pengurangan arus maju
sampai dibawah nilai holding. Dalam rangkaian-rangkaian ac, SCR akan secara
otomatis mati setiap setengah siklus saat tegangan ac diterapkan pada polaritas
kebalikan SCR.
Gambar 2.24 Simbol untuk sebuah SCR.
1.
2.
3.
4.
5.
Karakteristik dan spesifikasi SCR diberikan di bawah ini:
Arus maju maksimum. Ada arus maksimum yang dapat dihantarkan oleh
SCR dengan arah maju tanpa terjadi kerusakan. Besarnya bervariasi dari
beberapa miliampere samai lebih dari seribu ampere untuk tipe industri
besar.
Tegangan mundur puncak. Seperti dioda ada tegangan bias mundur yang
dapat diterapkan pada SCR tanpa merjadi kerusakan. Besarnya bervariasi
dari beberapa volt sampai beberapa ribu vollt.
Tegangan pemicu. Tegangan gerbang minimum untuk mengaktifkan SCR
supaya menghantarkan arus bervariasi antara tipe-tipe dan ukuran-ukuran
dari beberapa volt sampai 40 volt.
Arus pemicu. Terdapat arus minimum yang harus mampu diberikan oleh
sumber tegangan pemicu sebelum SCR menyala. Ini bervariasi dari
beberapa miliampere sampai ratusan miliampere.
Arus penahan/holding current. Ini mengacu kepada arus anoda minimum
ke katoda yang diperlukan untuk menjaga SCR tetap menghantar dalam
keadaan menghantar maju. Besarnya bervriasi dari 20 sampai 100 mA.
Gambar 2.25 Operasi SCR setengah gelombang. Aplikasi perubahan waktu dari VT mengubah
tegangan dc rms yang diterapkan pada muatan, VL.
OPERASI AC
Gambar 2.25 mengilustrasikan operasi sebuah SCR dalam variasi
tegangan dc rms dalam operasi setengah gelombang. Tegangan pemicu
dibangkitkan oleh beberapa rangkaian yang menghasilkan pulsa pada fase yang
dipilih tertentu dari sinyal ac yang diterapkan. Jadi, SCR menyala pada mode
berulang sebagaimana ditunjukkan. SCR kembali mati, tentu, pada setiap setengah
gelombang saat polaritas membalik. Pehatikan bahwa dengan perubahan bagian
setengah gelombang positif saat pemicu diterapkan, nilai efektif (rms) dari
tegangan yang diterapkan pada beban dapat dinaikkan. Tentu, dengan rangkaian
ini tegangan dc rms maksimum yang mungkin adalah yang dihasilkan oleh
penyearah setengah gelombang. Jika diperlukan daya yang lebih, SCR dapat
digunakan dalam tipe rangkaian jembatan setengah gelombang. Gambar 2.26
menunjukkan tipe rangkaian ini dan grafik tegangan versus waktu yang
dihasilkan. Tegangan pemicu sekarang harus dibangkitkan pada setiap setengah
siklus dan diterapkan pada terminal pemicu (gerbang) SCR yang sesuai. Dalam
aplikasi kontrol proses, sinyal keluaran kontroler digunakan untuk mengaktifkan
sebuah rangkaian yang berubah pada waktu pulsa-pulsa diterapkan pada gerbang
dan sehingga mengubah daya yang diterapkan pada beban. Perhatikan bahwa
tegangan yang diterapkan pada beban adalah dc berdenyut. Konfigurasi ini tidak
dapat digunakan dengan sebuah beban yang diperlukan tegangan ac untuk operasi.
Gambar 2.26 Rangkaian SCR gelombang penuh. Tegangan dc efektif rms ysng diterspksn pada
beban naik karena digunakan kedua siklus ac.
2.6.2
TRIAC
Perluasan dari SCR yang didiskusikan pada bagian sebelumnya adalah divais
yang dapat dipicu untuk menghantar dalam salah satu arah. TRIAC dapt dianggap
sebagai dua SCR yang dihubungkan dalam paralel dan diputarbalikkan tetapi
dengan gerbang-gerbang yang terhubung. Pemicu positif akan menyebabkannya
menghantar dalam satu arah, dan pemicu negatif akan menyebabkannya
menghantar dalam arah lain. Dengan demikian TRIAC dapat digunakan dalam
aplikasi ac murni. Gambar 2.27 menunjukkan simbol TRIAC dan sebuah
rangkaian untuk aplikasi khusus. Perhatikan bahwa tegangan melalui beban masih
berupa ac. Nilai rms ac efektif dari tegangan yang diterapkan dapat diubah dengan
perubahan waktu dalam fase siklus saat gerbang TRIAC diberi pulsa. Tegangan
pemicu yang dibangkitkan harus bipolar, satu pulsa dalam satu polaritas dan
berikutnya dari polaritas sebaliknya.
Spesifikasi dari TRIAC sama dengan spesifikasi SCR; arus rms
maksimum, tegangan mundur pucak, tegangan pemicu, dan arus pemicu.
Gambar 2.27 TRIAC dapat menghantar dalam dua arahsehingga tegangan beban tetap ac, tetapi
nilai rms ditentukan dengan waktu saat tegangan pemicu ditrepkan
RINGKASAN
Pengkondisi sinyal yang didiskusikan dalam bab ini berhubungan dengan teknik
standar yang dipakai untuk menghasilkan kompatibilitas sinyal dan pengukuran
dalam sistem analog. Pembaca telah dikenalkan kepada konsep-konsep dasar yang
membentuk dasar-dasar dari pengkondisi analog seperti itu.
Untuk menyajikan gambaran lengkap pengkondisi sinyal analog, poinpoin bertikut ini patut dipertimbangkan:
1. Keperluan untuk pengkondisi sinyal analog ditinjau dan ditetapkan
menjadi syarat-syarat dari pengubahan level sinyal, linierisasi, konversi
sinyal, dan penyaringan dan penyesuaian impedansi.
2. Rangkaian-rankaian jembatan adalah contoh umum proses konversi
dimana perubahan resistansi diukur baik menurut sinyal arus maupun
tegangan.
3. Rangkaian potensiometer merupakan standar pengukuran tegangan
impedansi tinggi yang akurat selama bertahun-tahun.
4. Operational amplifier (op amp) adalah sebuah pengkondisi sinyal yang
sangat istimewa yang membentuk blok sekitarnya dimana bebrapa
rangkaian dengan fungsi khusus dapat dikembangkan. Divais ini
diperagakan pada aplikasi-aplikasi yang melibatkan amplifier, konverter,
rangkaian linierisasi, integrator, dan bebrapa fungsi lainnya.
5. Silicon controlled rectifier (SCR) dan TRIAC merupakan divais
semikonduktor, mirip dengan dioda, yang dapat mengontrol sinyal ac atau
dc energi besar yang menggunakan input-input level rendah.
Download