http://www.karyailmiah.polnes.ac.id PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KEMAMPUAN BERSAING PADA PERUSAHAAN TAMBANG BATU BARA DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Arfin K. (Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Samarinda) Abstrak ARIFIN K.: Faktor kualitas sumber daya manusia seperti pendidikan dan pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap kemajuan dan daya saing sebuah perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kemampuan bersaing pada perusahaan tambang batu bara di Provinsi Kalimantan Timur. Variabel pendidikan diukur dengan lamanya masa studi dalam tahun, variabel pengalaman kerja diukur tahun, dan kemampuan bersaing diukur dengan masa tungg memperoleh pekerjaan dalam bulan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan perusahaan batu bara yang berjumlah 67.529 orang. Jumlah sampel perusahaan sebanyak 14 perusahaan yang ditentukan berdasarkan ”Purposive Sampling Area ” dan jumlah sampel karyawan sebanyak 150 responden berdasarkan rumus Slovin dan informasi/data penelitian diambil secara ”Accidental Sampling”. Teknik pengumpulan data digunakan instrumen ”kuesioner terstruktur tertutup”. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan bantuan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial hanya variabel pendidikan yang berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kemampuan bersaing. Namun secara simultan variabel pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap kemampuan bersaing. Kesimpulan, tinggi rendahnya kemampuan bersaing dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman kerja karyawan. Kata kunci : Pendidikan, Pengalaman Kerja, Kemampuan Bersaing PENDAHULUAN Pengamatan sejarah perkembangan berbagai bangsa menunjukkan bahwa kejayaan suatu bangsa tidak ditentukan oleh besarnya jumlah penduduk, luasnya wilayah yang dikuasai, juga tidak oleh besarnya kekayaan sumber daya alam, tetapi oleh kualitas sumber daya manusia. Tingkat kesejahteraan suatu bangsa tampaknya sangat tergantung pada kemampuannya menguasai dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan hal ini ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Tiap organisasi perusahaan ingin memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dalam artian memenuhi persyaratan kompetensi untuk didayagunakan dalam usaha merealisasi visi dan misi guna mencapai tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka menengah (S. Ruky, 2003:16). Riset / 2153 Sehingga keterlibatan sumber daya manusia dalam suatu organisasi mempunyai dampak yang jauh dan kompleks dalam pemanfaatannya untuk mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dalam kaitannya dengan uraian di atas, Miner (1998:97) berpendapat, untuk memperoleh sumber daya manusia berkualitas yang mampu bersaing pada pasar tenaga kerja di perusahaanperusahaan, ada enam hal yang diperhatikan antara lain : (1) Menetapkan secara jelas kualitas dan kuantitas SDM yang dibutuhkan, (2) Mengumpulkan data dan informasi tentang SDM, (3) Mengkelompokkan data dan informasi serta menganalisisnya, (4) Menetapkan beberapa alternatif, (5) Memilih yang terbaik dari alaternatif yang ada, (6) Menginformasikan rencana organisasi kepada karyawan untuk realisasikan. Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa untuk menyiapkan dan membangun sumber JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 daya manusia berkualitas, enam langkah tersebut harus benar-benar dipenuhi, sehingga menghasilkan sumber daya manusia berkualitas sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu sekalipun Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menetapkan sumber daya manusia berkualitas yang dibutukan untuk membangun Kaltim dengan sumber daya manusia yang memiliki IPTEK dengan latar belakang engineering meliputi pertambangan, kimia, listrik, keteknikan, teknik industri, teknologi industri pertanian, teknologi kayu, teknik perminyakan dan gas, teknik sipil, teknik arsitektur, elektro , mesin dan lain-lain, belum tentu tepat dan dapat menjawab permasalahan yang berkaitan dengan kualitas SDM yang dibutuhkan oleh perusahaanperusahaan, karena sampai saat ini belum terukur sejauhmana pendidikan dan pengalaman kerja karyawan yang dibutuhkan oleh perusahaanperusahaan kepada setiap calon tenaga kerja/karyawan. Berkaitan dengan itulah hasil pembangunan SDM berkualitas yang menjadi prioritas utama pembangunan di Kaltim, apakah sudah nampak kemampuannya dalam bersaing dan mengisi pasar kerja yang tersedia pada perusahaan-perusahaan besar dan sedang yang ada di Kaltim, terutama perusahaan tambang batu bara. Di sisi lain yang harus mendapat perhatian dalam menyiapkan dan membangun sumber daya manusia berkualitas yang mampu bersaing di pasar kerja dan dapat menyesuaikan dengan persayaratan pekerjaan yang ada, adalah memenuhi kemampuan ilmu pengetahuan, kemampuan profesional dan kualitas sikap mental. Oleh karena itu perlu dikaji faktor-faktor kualitas sumber daya manusia seperti pendidikan dan pengalaman kerja, dan kemampuan brrsaing bagi lulusan pendidikan Kaltim yang bekerja pada Perusahaan Tambang Batubara. Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh informasi tentang pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kemampuan bersaing di Kalimantan Timur. KERANGKA TEORITIS Teori Kualitas SDM SDM adalah kemampuan daya pikir (kecerdasan) dan daya fisik yang dimiliki individu seta kecakapan yang diperoleh dari belajar dan pelatihan. Daya fisik adalah kekuatan dan ketahanan seseorang utk melakukan pekerjaan yang berat, bekerja lama dan tahan menghadapi serangan penyakit. (S.P Hasibuan, 2000:241). Selanjutnya Hasibuan (2000:243) menyatakan bahwa SDM bisa mewujudkan prestasi kerja yang tinggi, profesional, dan berkualitas yang ditentukan oleh daya pikir, daya fisik, perilaku dan keinginan berprestasi. Ada 2 pendekatan dalam SDM : (1) JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 Pendekatan mikro, yang dianalisis adalah hubungan dan peranan tenaga kerja dalam perusahaan, SDM dipelajari dari sudut kepentingan perusahaan dan karyawan, dari sudut produktivitas dan kesejahteraan karyawan serta dari sudut peraturan perburuhan, (2) Pendekatan makro yang dianalisis adalah kualitas dan kuantitas SDM, perbandingan SDM dengan lapangan kerja yang tersedia, umur dan tingkat pendidikan dan kesehatan SDM, pertambahan penduduk dan penyebarannya, tingkat produktivitas, disiplin dan loyalitas SDM, (Hasibuan, 2000:244). Mathis dan Jackson (2001:45) menyatakan bahwa SDM merupakan kompetensi inti yang diperoleh dengan menarik dan mempertahankan tenaga kerja yg memiliki profesionalisme dan kemampuan khusus melalui pelatihan agar dapat terus bersaing dengan organisasi lainnya. Intinya diperlukan perencanaan SDM agar memberikan kompetensi inti bagi organisasi yang memiliki nilai keunikan. SDM adalah SDM yang memiliki tingkat pengetahuan, pendidikan, pengalaman, keterampilan, kesehatan dan etos kerja yg optimal, sehingga dapat dijadikan kekuatan menggerakkan perusahaan yang mampu bersaing (E. Porter, 1999:187). Sementara Anthony et.al (1996:287) menyatakan jika perusahaan membeikan motivasi tinggi kepada karyawan, maka secara kualitas dan kuantitas akan meningkat dan keuntungan yang diperoleh juga meningkat. Sementara Daulay et.al (1991:80) menyatakan bahwa SDM berkualitas adalah SDM yang mempunyai krestivitas, inovasi dan penerapan teknologi yang unggul, sedangkan Krause menyatakan faktor utama penyebab meningkatnya kualitas SDM menjadi SDM profesional adalah melalui kegiatan pelatihan. Menurut Krause terdapat 5 mitos pelatihan, yaitu : (1) Seorang manajer jangan beranggapan semua pekerja sudah memiliki pengalaman yg memadai, (2) Jangan beranggapan bahwa pelatihan tidak memiliki hasil positif bagi kemajuan perusahaan, (3) Jangan beranggapan organisasi yg dipimpinnya terlalu kecil untuk diadakan pelatihan, (4) Jangan beranggapan bahwa pelatihan biayanya sangat mahal, (5) Jangan beranggapan bahwa pelatihan memakan waktu dan pemborosan. Terkait dengan kegiatan pelatihan Schuller (2000:11) mengelompokkan pelatihan ke dalam 4 kategori, yaitu : (1) Keahlian dasar, (2) Dasar keahlian kerja, (3) Keahlian antar personal, (4) Keahlian konseptual. Berdasarkan keahlian tsb, maka format pelatihan dpat ditentukan, apakah berorientasi pada pengetahuan dasar seperti keahlian dasar atau pengembangan keahlian atau berprientasi pada keahlian operasional antar personal dan keahlian konseptual. Sedangkan Stoner, Freeman dan Gilbert (1990:93) menyatakan dalam model 4C mengevaluasi bahwa Riset / 2154 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id SDM itu memiliki : (1) Kompetensi, seberapa tinggi kompetensi yg dimiliki?, perlukah pelatihan tambahan?, bakat apa saja yg dimiliki?, sampai sejauhmana manajemen mempertahankan dan mengembangkan karyawan dg keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan sekarang dan di masa yang akan datang, (2) Komitmen, seberapa tinggi komitmen pada pekerjaan dan organisasi?, (3) Konsekuensi, apakah ada keserasian antara filosofi dasar dan sasaran perusahaan dan karyawan?, (4) Biaya efektif, apakah kebijakan manajemen SDM hemat biaya dalam arti upah, tunjangan, jumlah karyawan yang keluar tidak masuk kerja. SDM berkualitas mempunyai kemampuan fisik dan non fisik dalam hal kemampuan bekerja, berfikir dan mempunyai keterampilan. Kemampuan non fisik (kecerdasan dan mental) dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Sedangkan Stoner, Freeman dan Gilbert (1990:93) menyatakan dalam model 4C mengevaluasi bahwa SDM itu memiliki : (1) Kompetensi, seberapa tinggi kompetensi yang dimiliki?, perlukah pelatihan tambahan?, bakat apa saja yg dimiliki?, sampai sejauhmana manajemen mempertahankan dan mengembangkan karyawan dg keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan sekarang dan di masa yang akan datang, (2) Komitmen, seberapa tinggi komitmen pada pekerjaan dan organisasi?, (3) Konsekuensi, apakah ada keserasian antara filosofi dasar dan sasaran perusahaan dan karyawan?, (4) Biaya efektif, apakah kebijakan manajemen SDM hemat biaya dalam arti upah, tunjangan, jumlah karyawan yang keluar tdk masuk kerja. SDM berkualitas mempunyai kemampuan fisik dan non fisik dalam hal kemampuan bekerja, berfikir dan mempunyai keterampilan. Kemampuan non fisik (kecerdasan dan mental) dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Teori Human Capital Samuelson (1992) mengatakan upah pekerja di AS 5,5 kali lebih tinggi dari Korea dan 25 kali lebih tinggi dari India, hal ini disebabkan adanya kekuatan sosial. Kekuatan sosial yg dimaksud adalah tingginya tingkat pendidikan dan keterampilan tenaga kerja, besarnya modal pertenaga kerja dan tingkat teknologi. Kualitas sumber daya manusia mengacu pada pendidikan, pelatihan dan keahlian tenaga kerja. Akumlasi modal manusia seperti ini memberikan dorongan besar bagi produktivitas tenaga kerja (Anderson, 1983 dan Becker, 1993). Akan tetapi menurut Bach (1987) produktivitas marginal seorang tenaga kerja akan berbeda dengan tenaga kerja lainnya, meskipun mempunyai tingkat pendidikan dan pengalaman kerja yang sama, hal disebabkan perbedaan kinerja individu dan manajemen organisasi yang lebih baik. Riset / 2155 Kembali Samuelson (1992) mengatakan perbedaan upah secara individu dipengaruhi oleh investasi modal manusia serta perbedaan kualitas mental, ketahanan fisik, tingkat pendidikan dan pelatihan, serta pengalaman kerja. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan dan latihan, namun investasi ini tidak terlepas dari kendala biaya dan dana yang terbatas (Boskin, 1992). Oleh karena itu Herrin (1989) menyatakan bahwa jika pendidikan itu sebuah komoditas, maka hukum permintaan berlaku bahwa permintaan pendidikan dipengaruhi oleh budaya pendidikan, biaya training, pendapatan, selera dan jumlah anggota keluaga. Todaro (2000) mengatakan ciri utama negara sedang berkembang adalah rendahnya tingkat pendapatan nasional, pendapatan perkapita dan distribusi pendapatan yang timpang mengakibatkan mayoritas penduduk hidup di bawah garis kemiskinan absolut, sehingga fasilitas-fasilitas pendidikan kurang memadai dan tingginya tingkat kegagalan menyelesaikan pendidikan. Anderson (1983), Ehrenberg (1983), Bach (1987) dan McConnel (1999) secara teoritis telah menjelaskan pengaruh pendidikan (lama sekolah) dan umur (proksi dari pengalaman kerja) terhadap pendapatan tahunan. Mereka menjelaskan ada perbedaan pendapatan masing-masing berdasarkan lama pendidikan formal dan pengalaman kerja seta keduanya mempunyai hubungan positif, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tingggi pendapatannya. Becker (1993) mendefinisikan bahwa human capital dari pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang akan mendorong produktivitas kerja yang selanjutnya akan menerima balas jasa upah. Balas jasa upah ini akan menciptakan kepuasan kerja. Kemudian Williams (2000) menjelaskan pengalaman kerja akan mendorong upah yang ideal dan meningkatkan kepuasan kerja bagi karyawan. Tipe investasi human capital antara lakilaki dengan perempuan nampak berbeda. Perempuan lebih memilih aktivitas dengan jam kerja rendah, sementara laki-laki jam kerja tinggi dengan upah relatif tinggi (Filer, 1985 dan Van Dyke, 1995) Sebenarnya, penghasilan seseorang dapat saja dilatar belakangi oleh faktor jenis kelamin, namun ternyata ekspektasi perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Newell (1996), Clark (1997) dan Meng (1998) akhirnya menemukan bahwa perbedaan gender tidak terjadi pada pekerja muda yang professional dan berpendidikan tinggi, meskipun berada pada tingkat kerja yang didominasi oleh laki-laki. Oleh karena itu, perbedaan penghasilan seseorang dapat saja dilatarbelakangi oleh berbagai faktor antara lain tingkat pendidikan, pengalaman kerja, posisi JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 ekonomi, posisi kekuasaan dan posisi lainnya seperti prestasi kerja atau kinerja (Hanoch, 1980; Addison, 1989; Walsh, 1999 dan lain-lain) Teori Kemampuan Bersaing Kemampuan bersaing adalah bersaing yg diukur oleh biaya produksi. Semakin rendah biaya produksi per unit suatu produk, semakin tinggi daya saing produk tersebut. (Pakpahan dalam Daulay, Hotmatua dan Mulyanto, 2001:80). Sedangkan Djojodiharjo dalam penulis yang sama (2005), menyatakan kemampuan bersaing memiliki kualitas, harga, waktu produksi, jasa, industri dan penguasaan Iptek. Sementara B.J Habibie yang dikutip oleh Daulay et.al (2000:206) menyatakan bahwa untuk mewujudkan kemampuan bersaing, maka harus diperhatikan (1) Peningkatan daya saing teknologi, (2) SDM yg berkualitas, (3) Berpartisipatif aktif dalam kegiatan riset, (4) Mengembangkan produk unggulan ygang berwawasan nasional maupun global. Berdasarkan uraian kerangka konseptual yang dijelaskan diatas, maka model kajian dapat digambarkan sebagai berikut : Jumlah sampel yang dianalisis dalam penelitian ini sebesar 150 orang responden yang ditentukan berdasarkan rumus ”Slovin ” n N , (1 Ne 2 ) dimana e = 0,10. Penentuan sampel karyawan ditentukan dengan cara ”Accidental Sampling” Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data pendidikan karyawan yang diukur dalam satuan tahun lamanya studi. Kemudian data pengalaman kerja karyawan yang diukur tahun. Terakhir adalah data kemampuan bersaing adalah masa tunggu yang diperlukan karyawan sampai memperoleh pekerjaan yang diukur dalam bulan. Data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan instrumen ”kuesioner yang terstruktur”. Pengumpulan informasi/data memanfaatkan para alumni, keluarga, dan kerabat yang bekerja di perusahaan batubara. Analisis Data Analisis data menggunakan peralatan analisa regresi linear berganda yang merupakan salah satu alat analisis kuantitatif untuk menjelaskan hubungan atau pengaruh antar variabel. Adapun model persamaan estimasinya adalah sebagai berikut : Y 0 1 X 1 2 X 2 ei Gambar 1. Model Kajian Dimana : X1 = Pendidikan X2 = Pengalaman kerja Y = Kemampuan bersaing BAHAN dan METODE Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Kaltim, khususnya di Kota Samarinda, Kota Bontang, Kab. Kukar, Kab. Kutim, Kab. Bulungan, Kab. Pasir. Pemilihan kota/Kabupaten tersebut tidak terlepas dari banyaknya perusahaan tambang batu bara dan banyaknya tenaga kerja yang terserap di perusahaan tersebut. Pemilihan lokasi, ditentukan dengan metode ”Purposive Sampling Area” Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah para lulusan pendidikan dari Kaltim, yang bekerja pada perusahaan tambang batu bara yang tersebar pada 14 perusahaan. Jumlah sampel perusahaan diambil berdasarkan metode ”Purposive Sampling” yang mewakili masing-masing daerah penelitian. JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 Dimana X1 adalah pendidikan, X2 adalah pengalaman kerja dan Y adalah kemampuan bersaing. Sedangkan 0 , 1 , 2 adalah parameter yang akan ditaksir, sedang ei adalah error term. Untuk menguji signifikansi pengaruh variabel pendidikan (X1) dan pengalaman kerja (X2) terhadap kemampuan bersaing (Y) baik secara parsial, maupun simultan akan dianalsis dengan menggunakan ”Student t-test” atau ”Nilai Probability (Sig)” dan ” uji F”. HASIL PENELITIAN Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja karyawan terhadap kemampuan bersaing pada perusahaan tambang batubara di Provinsi Kalimantan Timur. Hasil analisis berdasarkan data primer dari 150 responden, dapat digambarkan secara deskriptif, informasi yang terkumpul dalam deskripsi variabel penelitian, sebagai berikut: 1. Tenaga Kerja Perusahaan Tambang Batu Bara Riset / 2156 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id Tabel 1: Jumlah Tenaga Kerja Pada Perusahaan Tambang Batu Bara di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011 Tabel 1 di atas memperlihatkan bahwa jumlah tenaga kerja lokal pada tahun 2010 sebanyak 67.243 orang; pada tahun 2009 sebanyak 50.597 orang dan pada tahun 2008 sebanyak 44.464 orang. Sementara, jumlah tenaga kerja asing pada tahun 2010 tercatat sebanyak 286 orang. Jumlah tenaga kerja lokal banyak terserap pada tiga perusahaan besar, yaitu PT. Kaltim Prima Coal sebanyak 19.184 orang dengan tenaga kerja asing berjumlah 59 orang, disusul oleh PT. Kideco Jaya Agung sebanyak 10.177 orang dengan jumlah tenaga kerja asing sebanyak 50 orang dan terakhir PT. Indominco Mandiri sebanyak 8.216 orang dengan jumlah tenaga kerja asing sebanyak 88 orang. 2. Profil Responden a. Umur Responden dalam penelitian ini adalah karyawan perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Provinsi Kalimantan Timur. Untuk selanjutnya, unit analisisnya adalah karyawan perusahaan tambang secara individu yang berjumlah 150 orang. Berdasarkan data survei, perusahaan yang dikaji tersebar pada daerahdaerah Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Bulungan, Kota Bontang, Kabupaten Pasir, dan Kabupaten Kutai Timur. Jumlah responden sebanyak 150 orang karyawan, sebanyak 147 karyawan berjenis kelamin laki-laki atau 98 persen dan dan sisanya sebanyak 3 orang Riset / 2157 karyawan atau perempuan. 2 persen berjenis kelamin Selanjutnya di sajikan komposisi umur karyawan perusahaan tambang di Provinsi Kalimantan Timur. Data ini penting karena bagi perusahaan dapat mengetahui komposisi umur karyawannya, sehingga kemudian dapat mengantisipasi program yang sesuai dengan komposisi umur tersebut. Data umur karyawan juga dapat dijadikan landasan analisis pengalaman kerja, jumlah pelatihan dan kebugaran fisiknya, sehingga pada akhirnya perusahaan dapat merancang produktifitas seperti apa yang ingin dicapai. Komposisi umur karyawan disajikan pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 : Frekuensi Umur Karyawan Perusahaan Tambang Batu Bara di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011 Sumber : Hasil Survei Data Diolah JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dijelaskan bahwa pada umumnya umur karyawan yang paling banyak adalah sekitar antara 30 – 34 tahun, yakni berjumlah 35 atau 23 persen dari 150 orang karyawan. Kemudian disusul antara umur 20 – 24 tahun yakni sebanyak 31 orang karyawan atau 21 persen. Setelah itu umur antara 25 - 29 tahun yang berjumlah 28 orang atau 19 persen. Karyawan yang berumur di atas 45 tahun berjumlah hanya 12 orang atau 8 persen saja. Kesimpulannya karyawan yang berumur antara 20 – 34 tahun berjumlah 94 orang karyawan atau 63 persen lebih dari setengahnya. b. Pendidikan Pada bagian ini akan dijelaskan tingkat pendidikan karyawan perusahaan tambang batu bara di Provinsi Kalimantan Timur yang ditamatkan. Tingkat pendidikan distratakan berdasarkan lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), Diploma 1, Diploma 2, Diploma 3/Akademi, Diploma 4, S1, S2 dan S3. Untuk lebih jelasnya akan disajikan Tabel tingkat pendidikan seperti di bawah ini. Sebanyak 150 orang karyawan yang disurvei, 57 orang karyawan atau 38 persen menyatakan ini merupakan pekerjaan pertama setelah mereka lulus sekolah dan sisanya 93 orang karyawan atau 62 persen menyatakan bukan pekerjaan pertama setelah mereka lulus sekolah. Kesimpulannya, dari 150 orang karyawan, kebanyakan dari mereka menyatakan bahwa pekerjaan sekarang merupakan pekerjaan lanjutan. Untuk lebih jelasnya, berikut akan disajikan data pengalaman kerja karyawan seperti di bawah ini. Tabel 4: Frekuensi Pengalaman Kerja Karyawan Perusahaan Batu Bara Di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011 Tabel 3: Tingkat Pendidikan Karyawan Perusahaan Batu Bara Yang Ditamatkan di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011 Sumber : Hasil Survei Data di olah Sumber : Hasil Survei Data Diolah. Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan karyawan yng disurvei adalah lulusan Sekolah Menengah Atas sederajat, yakni sebanyak 93 orang karyawan atau 62 persen. Kemudian disusul lulusan diploma 3 sebanyak 32 orag atau 21 persen dan lulusan sarjana sebanyak 17 orang atau 11 persen. Karyawan lulusan diploma 2, diploma 4 dan S2 masing-masing sebanyak 1 orng karyawan atau 0,7 persen dari 50 orang karyawan yang di survei. Sedangkan karyawan lulusan diploma 1 hanya 5 orang karyawan atau 3 persen. c. Pengalaman Kerja Data berikutnya adalah data mengenai pengalaman kerja karyawan, baik pengalaman kerja pada pekerjaan pertama setelah lulus sekolah atau pengalaman kerja pada pekerjan lainnya. Pengalaman kerja yang dimaksud disini adalah pengalaman kerja yang diukur dalam tahun, berapa lama seorang karyawan bekerja pada perusahaan tertentu. JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa paling banyak karyawan yang mempunyai pengalaman kerja antara 1-8 tahun yaitu sebanyak 74 orang atau 49,4 persen. Sementara karyawan berpengalaman kerja antara 9-12 tahun sebanyak 26 orang atau 17,3 persen. Sedangkan yang mempunyai pengalaman kerja 25-32 tahun hanya 7 orang karyawan atau 4,6 persen. Demikian juga pengalaman kerja antara 17-20 tahun cukup banyak yakni 17 orang atau 11,3 persen. d. Kemampuan Bersaing Pada bagian ini akan dijelaskan variabel dependen (Y1) yaitu kemampuan bersaing yang dimiliki oleh 150 orang karyawan perusahaan tambang batu bara yang disurvei. Kemampuan bersaing di sini adalah menjelaskan masa tunggu bagi seorang karyawan atau calon karyawan yang baru lulus dari salah satu jenjang pendidikan sampai dia memperoleh pekerjaan yang pertama atau pekerjaan lanjutan bagi karyawan yang mempunyai pengalaman sebelumnya. Kemampuan bersaing, mengukur sampai sejauhmana seorang calon karyawan atau karyawan lain, karena keterampilan atau pengetahuan yang dimilikinya mampu memperpendek masa tunggunya dalam persaingan pada pasar kerja yang ada, khususnya pada perusahaan-perusahaan tambang yang beroperasi di Provinsi Kalimantan Timur. Untuk menjelaskan persoalan ini, maka disajikan data guna menggambarkan kemampuan bersaing bagi Riset / 2158 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id 150 orang karyawan perusahaan tambang yang disurvei pada Tabel 5.14 di bawah ini. Tabel 5: Masa Tunggu Lulusan Pendidikan Kalimantan Timur Sampai Memperoleh Pekerjaan Pertama atau Lanjutan Pada Tahun 2011 Sumber : Data Survei 2011 Berdasarkan Tabel 6 di atas menghasilkan nilai koefisien regresi pendidikan -0,546 dengan standardized coefficients beta -0,202 dan nilai t sebesar -2,212 dan signifikansi 0,029. Ini menjelaskan bahwa variabel pendidikan karyawan memiliki pengaruh linear dan negatif terhadap kemampuan bersaing pada perusahaan tambang batu bara. Artinya, semakin tinggi pendidikan karyawan, semakin pendek masa tunggu memperoleh pekerjaan, demikian juga sebaliknya. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah penting bagi perusahaan untuk selalu mendorong karyawannya untuk meningkatkan jenjang pendidikan. Tambah tinggi pendidikan seseorang, semakin produktif dalam bekerja, karena penguasaan Ipteknya. Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa hampir 59,3 persen atau 89 orang karyawan mempunyai masa tunggu antara 1 sampai dengan 3 bulan untuk memperoleh pekerjaan yang sekarang. 26,7 persennya atau masing-masing 40 orang harus menunggu antara 4 bulan hingga 12 bulan untuk diterima bekerja pada perusahaan sekarang. Selanjutnya hanya 3 orang karyawan atau 2 persen saja yang harus menunggu antara 19 bulan sampai 21 bulan sehingga diterima bekerja pada perusahaan yang sekarang. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya lulusan pendidikan yang berasal dari Provinsi Kalimantan Timur memiliki daya saing yang cukup baik, ini terbukti dengan jumlah sebanyak 89 orang karyawan atau calon karyawan atau 59,3 persen dari 150 karyawan yang disurvei hanya memerlukan masa tunggu tidak lebih dari 3 bulan sampai memperoleh pekerjaan sekarang. f. e. Pengaruh Pendidikan Kemampuan Bersaing Untuk menguji signifikansi pengaruh variabel pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kemampuan bersaing secara simultan, dilakukan uji – Fisher (uji-F) yang disajikan pada Tabel 7 sebagai berikut. Terhadap Untuk menguji signifikansi pengaruh variabel Pendidikan dan Pengalaman Kerja secara parsial terhadap Kemampuan Bersaing pada perusahaan tambang batu bara di Provinsi Kaltim, dilakukan uji t-test. Hasil analisis sebagaimana disajikan dalam Tabel 6 di bawah ini : Pengaruh Pengalaman Kemampuan Bersaing Kerja Terhadap Berdasarkan Tabel 6 di atas menghasilkan nilai koefisien regresi sebesar 0,084 dengan standardized coefficients beta 0,123 dengan nilai t sebesar 1,345 dan signifikansi 0,181. Ini menjelaskan bahwa variabel pengalaman kerja karyawan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan bersaing pada perusahaan tambang batu bara. Artinya, semakin berpengalaman karyawan tidak mempengaruhi masa tunggu memperoleh pekerjaan. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah penting bagi perusahaan untuk selalu memberikan pengalaman kerja bagi karyawan melalui rotasi pekerjaan atau pelatihan, sehingga produktivitas kerjanya dapat meningkat. g. Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Kerja Terhadap Kemampuan Bersaing Tabel 7: Hasil analisis varians pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja Terhadap kemampuan bersaing Tabel 6: Hasil analisis pendidikan terhadap kemampuan bersaing pada perusahaan tambang batu bara di Provinsi Kaltim Hasil analisis sebagaimana dalam Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa nilai F hitung = 3,563 dengan signifikansi sebesar 0,032. Ini berarti bahwa variable pendidikan dan pengalaman kerja karyawan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kemampuan bersaing pada perusahaan Riset / 2159 JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 tambang batu bara di Provinsi Kalimantan Timur. Dengan demikian, disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan secara parsial maupun simultan antara pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kemampuan bersaing pada perusahaan tambang batu bara di Prov. Kalimantan Timur dapat diterima. Implikasi dari hasil penelitian ini memberikan ari penting bagi perusahaan tambang batu bara, bahwa pendidikan dan pengalaman kerja seorang karyawan mempengaruhi daya saing baik secara individu, maupun bagi perusahaan. Dengan daya saing tinggi diharapkan produktivitas kerja meningkat dan memperkuat daya saing perusahaan. SIMPULAN dan SARAN Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pendidikan dan pengalaman kerja karyawan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kemampuan bersaing pada perusahaan tambang batu bara di Provinsi Kalimantan Timur, baik secara parsial untuk variabel pendidikan maupun simultan. Variabel pengalaman kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan bersaing. Baker, Michael, Dwayne Banjamin and Shuchita Stanger, 1999. The Hings and Lows of the Minimum Wage Effect: A Time Series Cross-Section Study of the Canadian Law; Journal Labor Economics, Vol. 17 (318350), The University of Chicago Press, Chicago. Boskin, Michael J. Lawrence J. Lau, 1992. Capital, Technology and Economic Growth, Calipornia : Stanford University Press. Daulay, Hotmatua & Mulyanto, SDM dan Kapabilitas Solusi Untuk Bangkit Memasuki Dinamika ISTECS, Jakarta. 2000, Membangun Teknologi Umat, Dari Krisis Dan Milenium Ketiga, Ehrenberg, Ronald G. and Rober S. Smith. 1988. Modern Labor Economics Theory and Public Policy, 3rd Edition, USA Filer, R.K., 1985. Male-Female Wage Difference : The Importance of Compensation Diffencials. Idustrial and Labor Relations Review, Vol. 3. Oleh karena itu, dalam upaya mendorong karyawan untuk menggali ilmu pengetahuan dan keterampilannya, maka disarankan kepada pihak manajemen perusahaan untuk memberi kesempatan bagi semua karyawannya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta memberikan peluang untuk rotasi pekerjaan, sehingga mereka tidak hanya menguasai satu bidang pekerjaan, tetapi memahami dan mampu melaksanakan pekerjaan lainnya. Hanoch, Giora, 1980a. Hours and Weeks in the Theory of Labor Supply, in Famela Labor Supply : Theory and Estimation, Editor James P Smith, Prenceton, New Jersey. DAFTAR PUSTAKA Hasibuan, S.P. Malayu, H., 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta. Addison, John T and Pedro Portugal, 1989. Job Displacement, Relative Wage Changes and Duration of Unemployment: Journal Labor Economics, Vol.7 (281-302), The University of Chicago Press, Chicago Anderson, W.H. Locke, etc., 1983. Economics. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N.J., USA. Anthony, Williap P, Pamela L and K. Michele Kalmar, 1996, Strategic Human Resource Management, 2nd Edition, The Dryden Press. Herrin, Alejaudron, 1989. Population, Poperty and Public Policy in the Philippines dalam Framworks for Population and Development Integration ESCAP, Bangkok, Thailand. Hasibuan, N., 1993, EKonomi Industri, LP3ES, Jakarta Mathis L. Robert & Jackson H. John, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Diterjemahkan oleh Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira Hic), Salemba Empat, Jakarta. McConnell, Campbell R. and Stanley L. Brue. 1999. Contemporary Labor Economics, First Edition, Mc Graw-Hill International Editions, Singapore. Anthony, Robert N., Dearden Jhon, Bedford M. Norton, 1992, Sistem Pengendalian Managemen (Alih Bahasa oleh Ir Agus Maulana MSM), 6th Edition, Binarupa Aksara, Jakarta. Meng, X., 1988. Male-Female Wage Determination and Gender Wage Discrimination in China’s Rural Industrial Sector. Journal Labor Economics, Vol. 5 : 1 (67-89). Bach, George Leland, etc., 1987. Economics : Analysis, Decision Making, and Policy. 11th Edition, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N.J., USA. Newell, A., and Rally B., 1996. The Gender Wagr Gap in Rusia : Some Emperical Evidence. Journal Labor Economics, Vol. 3 : 3 (337356). JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 Riset / 2160 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id Porter E. Michael, 1997, Strategi Bersaing, Teknik Menganalisis Industri (Alih bahasa oleh Tim Penerjemah Binarupa Aksara), Erlangga, Jakarta. Samuelson, Paul A. and William D. Nordhaus, 1989. Economics, 13th Edition, McGrawHill, Singapore. Schuller, S. Randall, Jackson E. Susan, 2000, Manajemen Sumber Daya manusia Menghadapi Abad-21, (Alih bahasa oleh Abdul Rasyid, S.S dan Peter Remy Yosly Pasla, M.B.A) Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta. Stoner, A.F. James, Freeman, Edward. R., JR. Gilbert R. Daniel, Manajemen (Alih Bahasa oleh Drs. Alexander Sindoro), Prenhallindo, Jakarta. Tovey D. Michael, 1997, Training In Australia, Design, Deliveru, Evaluation & anagement, Sydney, Prentice Hall Australia. Van Dyke, J., 1999. Does it Pay to be A Man ? A Study of Pay Differencial Between College Graduates . Research Honor Project. Illinois, Wesleyan University. Walsh, Frank, 1999. A Multisector Model of Efficiency Wages: Journal Labor Economics, Vol. 17 (351-376), The University of Chicago Press, Chicago. Williams D.R., 2000. Consecuences of Selfemployment for Women and Men in the United States. Labor Economic Vol. 7, (665-687). Todaro, Michael, P. 2000. Economic Development in The Third World, Published by Longman Group Limited, London, UK. Riset / 2161 JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181