BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang perorang, antarkelompok manusia, serta antara orang peroarang dan kelompok manusia.1 Proses sosial pada hakikatnya adalah pengaruh timbal balik antara berbagai bidang kehidupan bersama. Lebih lanjut Menurut Soerjono Soekanto Hakikat hidup bermasyarakat itu sebenarnya adalah terdiri dari relasi-relasi yang mempertemukan mereka dalam usaha-usaha bersama dalam aksi dan tindakan yang berbalas-balasan. Sehingga orang saling menggapi tindakan mereka. Dengan demikian, dapat pula diartikan bahwa masyarakat merupakan jaringan relasi-relasi hidup yang timbal balik. Yang satu berbicara, yang lain mendengarkannya; yang satu bertanya, yang lainnya menjawab; yang satu memberi perintah, yang lainnya menaati; yang satu berbuat jahat, yang lain membalas dendam; dan yang satu mengundang, yang lainnya datang. Jadi selalu tampak bahwa orang saling mempengaruhi. Dan hasil interaksi inilah sangat ditentukan oleh nilai dan arti serta interpretasi yang diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi ini.2 1 2 Soerjono Soekanto. Sosiologi suatu pengantar. PT Rajawali Pers : Jakarta, 2012. Hlm. 55 Dewi Wualansari. Sosiologi (Konsep dan Teori). PT Refika Aditama : Bandung, 2009. Hlm. 35. 2.2 Syarat- syarat Terjadinya Interaksi Sosial Menurut Soerjono Soekanto, syarat-syarat terjadinya interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi 2.2.1 Kontak sosial Kontak sosial berasal dari bahasa Latin con atau cum (yang artinya bersama-sama) dan tango yang artinya menyentuh). Jadi artinya secara harfiah bersama-sama menyentuh. Secsra fisik, kontak sosial baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, sedangkan dalam gejala sosial tidak selalu berarti hubungan badaniah. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negative. Bersifat positif mengarah pada kerjasama, dan yang bersifat negative mengarah pada suatu pertentangan. Kontak sosial juga akan bersifat primer dan sekunder apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, Adapun kontak sekunder merupakan kontak yang memerlukan perantara. Apabila dengan perkembangan teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu dengan yang lainnya melalui telefon, telegraf, radio, termasuk TV dan tdak memerlukan suatu hubungan badaniah. 2.2.2 Komunikasi Komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), persaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan tersebut kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut, sikapsikap dan perasaan-persaan suatu kelompok manusia atau orang-perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. 3 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intraksi Sosial Menurut Soerjono Soekanto Interaksi sosial akan berlangsung apabila terjadi saling aksi dan reaksi antara kedua belah pihak. Interaksi sosial tidak akan terjadi jika manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya sebagai akibat hubungannya tersebut. Berlangsungnya suatu proses interaksi terutama antara individu dan kelompok didasari oleh beberapa faktor, antara lain factor : a. Imitasi Imitasi sangat kuat peranannya dalam interaksi sosial. Tampak jelas dalam dunia mode, adat istiadat, dunia usaha, perilaku kejahatan dan lain sebagainya. Faktor ini sangat berperan dalam pergaulan masyarakat. b. Sugesti Faktor sugesti yang dimaksudkan, sugesti secara psikologi dimana seorang individu menerima cara penglihatan atau pedoman tingkah laku dari orang lain tampak kritik. Sugesti ini merupakan proses pengoperan atau penerimaan sesuatu hal yang dilakukan seseorang atau masyarakat tampak kritik atau penelitian lebih cermat. c. Identifikasi Faktor identifikasi dimaksudnya adalah dorongan untuk yang berproses tidak saja lahiriah, tetapi juga meliputi batiniah. Pada tahap proses ini terjadi 3 Soerjono Soekanto. Sosiologi suatu pengantar. PT Rajawali Pers : Jakarta, 2012. Hlm. 58-61. berlangsung tidak sadar, irasional untuk melengkapi norma yang berlangsung mulai dari lingkungan terkecil sampai pada masyarakat umum yang saling mengambil norma-norma, sikap perilaku, nilai-nilai dan lain sebagainya dari sekelilingnya yang secara umum dapat merubah masyarakat. d. Simpati Faktor yang dimaksudkan adanya persaan yang terdapat didalam diri seseorang dimanapun ia berada yang merasa tertarik kepada orang lain. Prosesnya berdasarkan persaan semata-mata dan tidak melalui penilaian berdasarkan rasio.4 2.4 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Menurut Soerjono Soekanto Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat menghasilkan proses sosial yang asosiatif dan disosiatif yaitu faktor yang dipengaruhi dari dalam dan diluar itu sendiri. Berikut ini adalah proses-proses interaksi yang terjadi antara lain:5 2.4.1 Proses-proses yang Asosiatif 1. Kerjasama (Cooperation) Beberapa sosiologi menganggap bahwa kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Kerjasama yang dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang-perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerjasama timbul karena orientasi orangperorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group-nya). 4 Dewi Wualansari. Sosiologi (Konsep dan Teori) PT Refika Aditama : Bandung, 2009. Hlm. 37-38. 5 Ibid., Hlm. 69. Charles H. Cooley menggambarkan bahwa betapa penting fungsi kerjasama yang timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna. 6 2. Akomodasi Istilah akomodasi digunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk pada suatu proses keadaan atau keseimbangan dalam interaksi orang-perorangan atau kelompok manusia yang kaitannya dengan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses dimana menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan demi mencapai kestabilan. Menurut Gillin dan Gillin akomodasi untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjukan pada suatu proses dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitar.7 3. Asimilasi (Assimilation) Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orangperorangan atau krlompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk memprtinggi kesatuan tindak, sikap dan proses mental dengan meperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Apabila 6 7 Soerjono Soekanto. Sosiologi suatu pengantar. PT Rajawali Pers : Jakarta, 2012. Hlm. 65-87 Ibid., Hlm. 69 orang-orang melakukan asimilasi kedalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang yang mengakibatkan bahwa mereka di anggap sebagai orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan. 2.4.2 Proses-proses yang Disosiatif 1. Persaingan (Competition) Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa terdapat tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. 2. Pertentangan atau Pertikaian Pribadi maupun kelompok menyadari bahwa adanya perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian (conflik). Perasaan memegang peranan penting dalam mempertajam perbedaan-perbedaan untuk saling menghancurkan. Perasaan tersebut biasanya berbentuk amarah dan rasa benci yang menyebabkan dorongan-dorongan untuk melukai atau menyerang pihak lain, atau untuk menekan dan menghancurkan individu atau kelompok yang menjadi lawan. Pertentangan atau pertikaian selanjutnya disebut sebagai pertentangan saja karena merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. 2.5 Definisi Masyarakat Majemuk Konsep masyarakat majemuk sebagaimana yang banyak dipergunakan oleh ahli-ahli ilmu kemasyarakatan dewasa ini merupakan perluasan dari konsep Furnivall yang merupakan suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain didalam suatu kesatuan politik.8 Sebagai masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia disebut sebagai suatu tipe masyarakat daerah tropis dimana mereka yang berkuasa dan mereka yang di kuasai memiliki perbedaan ras. Masyarakat indonesia pada masa Hindiia-Belanda merupakan suatu masyarakat yang tumbuh di atas dasar sistem kasta tanpa ikatan agama. Orang-orang belanda, Tionghoa, dan orangorang Indonesia Pribumi, melalui agama, kebudayaan, dan bahasa mereka masing-masing. 8 Nasikun. Sistem Sosial Indonesia. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2006. Hlm. 35. Menurut istilah Clifford Geertz masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang terbagi-bagi dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri, dimana masing-masing sub sistem terikat kedalam ikatan-ikatan yang bersifat primordial.9 Lebih lanjut dengan cara yang lebih singkat, Pierre L. Van den Berghe menyebutkan beberapa karakteristik berikut sebagai sifat-sifat dasar dari suatu masyarakat majemuk, yakni: (1) terjadinya segmentasi kedalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu sama lain; (2) memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer; (3) kurang mengembangkan konsensus diantara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar; (4) secara relatif seringkali mengalami konflik-konflik diantara kelompok yang satu dengan yang lain; (5) secara relatif integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan didalam bidang ekonomi; (6) adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.10 Oleh karena itu maka van den Berghe menganggap bahwa masyarakat majemuk tidak dapat di golongkan begitu saja kedalam salah satu di antara dua jenis masyarakat menurut model analisis Emile Durkheim. Suatu masyarakat majemuk tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki unit-unit kekerabatan yang bersifat segmenter, akan tetapi sekaligus juga tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki diferensiasi atau spesialisasi yang tinggi. Yang disebut pertama merupakan suatu masyarakat yang terbagi-bagi kedalam berbagai-bagai kelompok yang biasanya merupakan kelompok-kelompok 9 Ibid., Hlm. 40. Op. Cit. Hlm 40-41 10 berdasarkan garis keturunan tunggal, akan tetapi memiliki struktur kelembagaan yang bersifat homogenius, yang disebut kedua, merupakan suatu masyarakat dengan tingkat diferensiasi yang tinggi dengan banyak lembaga yang bersifat komplementer dan saling tergantung satu sama lain. 2.6 Identifikasi Etnis Rudolfh menyatakan bahwa yang di maksud dengan etnis atau etnsitas adalah etnik atau etnous dalam bahasa yunani mengacu pada suatu pengertian yang (identik) pada dasar geografis dalam suatu batas-batas wilayah dengan sistem politik tertentu.11 Menurut Rex, kata etnis menjadi suatu predikat terhadap identitas seseorang atau kelompok. Predikat tersebut menjadi suatu yang taken for granted sedari awal penciptaan (kelahiran). Etnisitas merupakan kategori-kategori yang diterapkan pada kelompok atau kumpulan orang yang dibentuk dan membentuk dirinya dalam kebersamaan atau kolektivtas. Hal ini lebih menunjuk pada kolektifitas daripada individual. Ikatan-ikatan etnis ini terwujud dalam kumpulan orang, kelengkapan-kelengkapan primordial seperti derajat, martabat, adat istiadat, dan atau kepercayaan dibebankan atas setiap anggota yang dilahirkan dalam kelompok tersebut dan menjadikannya serupa dengan anggota kelompok yang lain. Lebih lanjut Manger, menyatakan bahwa karakteristik yang melekat pada suatu kelompok etnis adalah tumbuhnya perasaan dalam satu komunitas (sense of comunity) diantara para anggotanya. Perasaan tersebut menimbulkan kesadaran 11 Ubed Abdilah, Politik Identitas Etnis (Pergulatan Tanda Tanpa Identitas). PT Yayasan Indonesia Siatera Anggota IKAPI : Magelang, 2002. Hlm 75. akan hubungan yang kuat. Selain itu, tumbuh pula perasaan “kekitaan” pada diri anggotanya maka terserenggaralah rasa kekerabatan.12 Kemudian Naroll mengasusikan bahwa batasan definisi kelompok etnis dalam kajian-kajian antropologis kelompok etnis sebagai suatu populasi yang 1) secara biologis mampu berkembang biak, 2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaanya dalam suatu bentuk budaya, 3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, 4) menetukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh masyarakat sebagai suatu unit yang lain. 2.7 Hubungan Sosial Max Weber mengemukakan bahwa pengertian hubungan sosial dipergunakan untuk menggambarkan suatu keadaan dalam mana orang atau lebih terlibat dalam suatu proses perilaku. Suatu hubungan sosial mempunyai derajat keteraturan yang berbeda-beda. Di lain pihak, hubungan sosial berisi tentang kemungkinan menyangkut pemenuhan suatu kebutuhan, pengelakan terhadap kewajiban, ketegasan agar mentaati perjanjian dan seterusnya. Menurut weber bahwa batasan hubungan sosial tidak berisikan informasi mengenai taraf solidaritas ( atau gejala yang merupakan lawannya). Secara obyektif dapatlah dikatakan bahwa suatu hubungan hanya ada kalau dalam pengharapan–pengharapan terhadap hubungan tersebut. Arti suatu hubungan sosial dapat disepakati atas dasar persetujuan mutual. Artinya para pihak yang terlibat dalam suatu hubungan membuat perjanjian mengenai perilaku di masa depan. 12 Ibid., Hlm. 77. Selanjutnya, Soekanto mengemukakan bahwa hubungan sosial mengandung faktor-faktor komunalisasi dan agregasi. Komunalisasi hubunganhubungan sosial terjadi, apabila proses sosial itu didasarkan pada rasa solidaritas yang merupakan hasil keterikatan secara emosional atau tradisonal. Proses agregasi hubungan-hubungan sosial merupakan hasil rekonsiliasi dan keseimbangan kepentingan-kepentingan yang dimotivikasi oleh penilain secara rasional atau kebiasaan. Kebiasaan dalam suatu masyarakat menurut pandangan ini adalah hasil dari rekonsiliasi dan keseimbangan atas kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat tersebut. Dalam hal ini, maka perilaku agregatif berorientasi pada nilai, atau pada tujuannya masing-masing dilandaskan pada kepercayaan terhadap keterikatan yang harus dipatuhi, serta harapan bahwa pihak lain akan menyesuiakan diri. Komunikasi yang terjadi dalam hubungan sosial didasarkan pada setiap bentuk hubungan emosional, efektif maupun tradisional. Tipe hubungan ini lazimnya dijumpai pada hubungan kekeluargaan atau kekerabatan. Kebanyakan hubungan-hubungan sosial mengandung faktor-faktor komunal maupun agregatif. Bentuk-bentuk hubungan agregatif yang paling murni menurut Soekanto dapat ditemukan pada : 1. Kompromi antara kepentingan-kepentingan yang bertentangan namun bersifat komplementer . 2. Perserikatan suka rela yang murni yang didasarkan pada kepentingan diri yang tujuannya adalah meningkatkan kepentingan material tertentu. 3. Perserikatan sukarela yang didasarkan pada nilai-nilai idiologis yang mutlak. Komuniti bahasa misalnya, timbul sebagai akibat persamaan tradisi melalui keluarga dan lingkunagan sosial, mempermudah pemahaman mutual dan mendorong kearah terjadinya derajat paling tinggi dari hubungan sosial. Bahasa sendiri tidak cukup untuk menimbulkan komunalisasi. Fungsinya agar mempermudah komunikasi sehingga menimbulkan peningkatan taraf agregatif. Hal ini terjadi dengan adanya kontak antar individu, bukan karena mempergunakan bahasa yang sama, tetapi oleh karena terjadinya penyerasian antara kepentingan-kepentingan yang berbeda. Hubungan sosial adalah identik dengan interaksi sosial. Sebagaimana dikemukakan oleh Syani bahwa interaksi sosial adalah identik dengan hubungan sosial, karena dengan adanya hubungan tersebut berarti ia sudah sekaligus sudah merupakan interaksi sosial. Syarat terjadinya hubungan sosial yang baik adalah apabila komponen-komponen dalam suatu masyarakat tersebut dapat berinteraksi dengan baik, dan interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitasaktivitas sosial. Oleh karena ia merupakan hubungan-hubungan dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok. Interaksi sosial dapat juga disebut sebagai bentuk umun dari proses sosial. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktifitas sosial karena merupakan proses dinamis yang menyangkut hubungan individu dengan individu maupun individu dengan kelompok. Interaksi sosial dapat juga disebut sebagai bentuk dari proses-proses sosial. Sehubungan dengan hal itu, Syani mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang perorang, antar kelompok, dan antara orang dengan kelompok. Dalam interaksi sosial tersebut terdapat berbagai tantangan dimana orangorang dapat menguji kemampuan dalam memenuhi berbagai kepentingan, baik kepentingan kelompok maupun kepentingan perorangan. Manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupan sehari-hari terlibat langsung dengan berbagai kegiatan interaksi. Mereka melakukan interaksi sosial antara individu dengan individu lain, maupun antara individu dengankelompok dalam upaya menciptakan hubungan yang baik diantara mereka. Hubungan sosial dipergunakan untuk menggambarkan suatu keadaan dalam mana dua orang atau lebih terlibat dalam suatu perilaku. Proses perilaku tersebut terjadi berdasarkan tingkah laku para pihak yang masing-masing memperhitungkan perilaku pihak lain, dengan cara yang mengandung arti bagi masing-masing. George Herbert Mead mengatakan bahwa orang tak hanya menyadari orang lain tetapi juaga mampu menyadari dirinya sendiri, akan tetapi secara simbolis dia juga berinteraksi dengan dirinya sendiri. Selanjutnya Blumer mengemukakan bahwa interaksionisme-simbolis mengandung sejumlah ide-ide dasar yang diringkas oleh Paloma sebagai berikut : 1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial. 2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi nonsimbolis mencakup stimulus respon yang sederhana. Interaksi simbolis mencakup “penafsiran tindakan”. 3. Obyek-obyek tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lebih merupakan produk interaksi simbolis. 4. Manusia tidak hanya mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai obyek. Pandangan terhadap diri sendiri ini, sebagaimana dengan semua obyek, lahir di saat proses interaksi simbolis. 5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Blumer menulis, pada dasarnya tindakan manusia terdiri dari pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu mencakup berbagai masalah seperti keinginan dan kemauan, tujuan dan saran yang tersedia untuk mencapainya, serta tindakan yang diharapkan dari orang lain. 6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok”hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai, organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berbagai manusia”. Olehnya interaksi sosial antara kelompok-kelompok orang bisa juga terjadi pada kehidupan dalam masyarakat pada umumnya, yang sekaligus di dalamnya terkandung berbagai tantangan, dimana orang-orang tersebut dapat menguji kemampuannya dalam memenuhi berbagai kepentingan-kepentingan, baik kepentingan kelompok ataupun kepentingan bagi perorangan. Dalam akvitas- aktivitas yang dilakukan dapat menimbulkan keseimbangan-keseimbangan sosial dan dapat pula menimbulkan goncangan-goncangan sosial. Dikatakan goncangan sosial, apabila dalam aktivitas-aktivitas interaksinya dalam upaya pemenuhan kepentingannya dirasakan tidak sesuai dengan norma-norma, nilai-nilai dan aturan-aturan kemasyarakatan yang berlaku. Dikatakan keseimbangan sosial, jika dalan aktivitas-aktivitas interaksinya dalam upaya memenuhi kepentingankepentingannya mengalami kesesuaian dengan norma-norma, nilai-nilai dan aturan-aturan kemasyarakatan yang berlaku. 2.8 Stratifikasi Sosial Di indonesia pada masa kerajaan, relasi budaya feodalistik nampaknya menampilkan sistem stratifikasi sosial yang ketat. Masyarakat indonesia dengan demikian mengenal sistem stratifikasi sosial itu lewat jalur birokrasi kerajaan yang kemudian tetap berkembang sebagai sistem birokrasi pegawai dizaman kemerdekaan. Stratifikasi sosial yang berlangsung di lingkungan masyarakat tampaknya terpelihara akibat oleh sistem aspirasi masyarakat, sehingga melahirkan diskriminasi hak-hak masyarakat pada umumnya. Agus Salim Mengemukakan Komunitas manusia tidak dirancang sesuai dengan rencana, namun mereka tetap terorganisir dan terlepas dari perbedaan yang ada, manusia mampu bekerja sama dalam berbagai transaksi dan mampu melaksanakannya secara tepat karena mereka memiliki pemahaman yang sama terhadap sesuatu yang semestinya harus dikerjakan dengan kondisi lingkungan tertentu.13 Lebih lanjut ia juga mengemukakan bahwa ketika berbicara stratifikasi merujuk pada ranking kategori masyarakat, bukan ranking individu karena kategori sosiologi merupakan hasil perbandingan individu dalam masyarakatnya. Di sebagian masyarakat, manusia dapat diklasifikasikan berdasarkan pekerjaan yang mereka lakukan sementara dalam masyarakat lain mereka diklasifikasikan berdasarkan sejarah keluarga mereka dan berdasarkan kepercayaan yang mereka anut. Dalam setiap sistem stratifikasi sosial orang dengan strata tinggi, dengan saling berinteraksi sesama mereka serta mengembangkan “characreistic style of life”. Mereka biasanya mendiami kawasan ideal dalam masyarakat baik secara tradisi atau karena mempunyai kekuatan ekonomi sehingga mampu mmembeli tanah tersebut. Dalam sisitem stratifikasi ini pula sekelompok masyarakat yang sudah mapan anggota minoritasnya mengakui superioritas orang dengan status lebih tinggi dan mereka berpartisipasi dalam menegakkan norma-norma yang menurut pengamatan dari luar di pandang tidak bebas. Salah satu implikasi mengatakan bahwa apa yang disebut hubungan ras bukan semata-mata komunitas terdapat pemahaman yang konfensional tentang divisi manusia, dan ada prosedur yang mengatur interaksi sosial mereka. Dan yang penting adalah bahwa dengan kondisi tertentu orangorang yang diklasifikasikan sama akan menyadari bahwa mereka adalah makhluk sejenis, dan identifikasi mutual ini menempatkan mereka pada kewajibankewajiban khusus satu dengan lainnya. Apa pengajaran yang mereka sadari terdiri 13 Agus Salim. Startifikasi Etnik (Kajian Mikro Sosiologi interaksi Etnis Jawa dan Cina). PT Tiara Wacana : Yogyakarta, 2006. Hlm. 48 dari pola interaksi antara manusia yang percaya bahwa mereka secara fundamental berbeda disebabkan karena faktor keturunan.