STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH GAMBAS (Luffa acutangula Roxb.) Disusun oleh: Tristiyanto M.0304068 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 1 2 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I Pembimbing II Venty Suryanti, M. Phil. NIP. 19720817 199702 2001 Dr. Linar Zalinar Udin, MS. NIP. 19550120 198203 2001 Dipertahankan di depan TIM Penguji Skripsi pada : Hari : Kamis Tanggal : 11 Juni 2009 Anggota TIM Penguji : 1. Dr. rer. nat. Fajar R. Wibowo, M. Si. NIP. 19730605 200003 1001 1. ……………………………… 2. I. F. Nurcahyo, M. Si. NIP. 19780617 200501 1001 2. ……………………………… Disahkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta Ketua Jurusan Kimia, Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. NIP. 19560507 198601 1001 ii 3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul “Studi aktivitas antibakteri dan identifikasi golongan senyawa ekstrak aktif antibakteri buah gambas (Luffa acutangula Roxb.)" adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, 31 Agustus 2009 TRISTIYANTO iii 4 ABSTRAK Tristiyanto, 2009. STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH GAMBAS (Luffa acutangula Roxb.). Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Aktivitas antibakteri ekstrak buah gambas (Luffa acutangula Roxb.) telah diuji terhadap beberapa bakteri patogen. Simplisia buah gambas dimaserasi menggunakan metanol, selanjutnya ekstrak metanol diekstraksi berturut-turut menggunakan heksana, kloroform, etil asetat dan butanol. Aktivitas antibakteri dievaluasi dengan metode difusi lubang. Ekstrak dengan aktivitas antibakteri tertinggi diidentifikasi golongan senyawanya menggunakan metode penapisan fitokimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Aktivtas antibakteri dari ekstrak dengan aktivitas antibakteri tertinggi dibandingkan dengan ampisilin. Ekstrak metanol menghambat pertumbuhan P. aeruginosa, E. coli, B. subtilis dan S. aureus, tetapi tidak menghambat pertumbuhan E. aerogenes, S. dysentriae dan S. thypi. Ekstrak etil asetat menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi terhadap P. aeruginosa, E. coli, B. subtilis dan S. aureus, yang berturutturut diikuti ekstrak kloroform, butanol dan heksana. Ekstrak etil asetat mengandung fenolat, tanin terkondensasi, flavonoid, saponin dan terpenoid. Berdasarkan KHM dan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin, aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat buah gambas lebih lemah jika dibandingkan dengan ampisilin Kata kunci: buah gambas, Luffa acutangula Roxb., aktivitas antibakteri, difusi lubang, ekstrak etil asetat. iv 5 ABSTRACT Tristiyanto, 2009. STUDY OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY AND CLASS OF COMPOUNDS IDENTIFICATION OF ANTIBACTERIAL ACTIVE EXTRACT OF ANGLED LOOFAH FRUIT (Luffa acutangula Roxb.). Thesis. Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Sciences. Sebelas Maret University. Antibacterial activity of fruit extract of Angled Loofah (Luffa acutangula Roxb.) has been assayed against some pathogenic bacterial. Fruit powder of Angled Loofah was was macerated with methanol, and then methanol extract extracted sequentially with hexane, chloroform, ethyl acetate and buthanol. Antibacterial activity was evaluated by well diffusion method. Extract which had the highest antibacterial activity was identified regarding their class of compounds using phytochemical screening and Thin Layer Chromathograpy (TLC) method. The antibacterial activity of extract which had the highest antibacterial activity was compared with that of the ampicillin used. The methanol extract inhibited the growth of the P. aeruginosa, E. coli, B. subtilis and S. aureus, but did not inhibit the growth of the E. aerogenes, S. dysentriae and S. thypi. The ethyl acetate extract showed the highest antibacterial activity against P. aeruginosa, E. coli, B. subtilis and S. aureus, followed by chloroform, buthanol and hexane extract, respectively. The ethyl acetate extract possesed phenolics, condensed tannins, flavonoids, saponins dan terpenoids. Based on the MIC and the equivalent value of ethyl acetate extract compared with that of the ampisilin used, the antibacterial activity of ethyl acetate extract was lower than with that of the ampisilin used. Key words: Angled Loofah fruit, Luffa acutangula Roxb., antibacterial activity, well diffusion, ethyl acetate extract. v 6 MOTTO Kadang Allah yang mengetahui yang terbaik, akan memberi kesusahan untuk menguji kita Kadang Ia pun melukai hati, supaya hikmah-Nya bisa tertanam dalam. Jika kita kehilangan sesuatu, maka pasti ada alasan di baliknya. Alasan yang kadang sulit untuk dimengerti, namun kita tetap harus percaya bahwa ketika Ia mengambil sesuatu, Ia telah siap memberi yang lebih baik. u Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa lalu yang telah dilupakan. Kamu tidak dapat melangkah dengan baik dalam kehidupan kamu sampai kamu melupakan kegagalan kamu dan rasa sakit hati. u Ketika kamu lahir, kamu menangis dan semua orang di sekeliling kamu tersenyum. Hiduplah dengan hidupmu, jadi ketika kamu meninggal, kamu satu-satunya yang tersenyum dan semua orang di sekeliling kamu menangis. u May the PURE of LOVE always in our heart u vi 7 PERSEMBAHAN This Thesis I dedicated to …. Allah SWT, thanks for give me the life, I always try to justifies my life. My father, mother, grandma and both my big brother for given the prayer and spirit. My sweetgirl, hope that devotion always in our heart since we meet till the end. Natural chemist past, now and future. Friends, … vii 8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH GAMBAS (Luffa acutangula Roxb.)". Sholawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak, karena itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, PhD. selaku Dekan FMIPA UNS. 2. Bapak Drs. Sentot Budi Rahardjo, PhD. selaku Ketua Jurusan Kimia. 3. Ibu Venty Suryanti, M. Phil. selaku pembimbing pertama yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, saran dan masukan untuk terselesaikannya skripsi ini. 4. Ibu Dr. Linar Zalinar Udin, M. S. dari LIPI, Bandung selaku pembimbing kedua yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, saran dan masukan untuk terselesaikannya skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu yang berguna dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ibu Indah, Ibu Vina dan Seluruh staff dan karyawan Laboratorium Biokimia dan Kimia Organik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bandung. 7. Ibu Sholichatun, M.Si. selaku Ketua Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat FMIPA UNS, Bapak Susilo, Bapak Hartono, dan staff lainnya. 8. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si. selaku Pembimbing Akademis dan selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS beserta staffnya : Mbak Nanik dan Mas Anang. 9. Kepala Laboratorium Universitas Setya Budi Surakarta beserta teknisi. 10. Karyawan jurusan Kimia FMIPA UNS. viii 9 11. Teman-teman angkatan 2004. 12. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yaang telah diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amin. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kita semua. Amin. Surakarta, 31 Agustus 2009 TRISTIYANTO ix 10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN.............................................................. iii ABSTRAK ........................................................................................... iv ABSTRACT......................................................................................... v HALAMAN MOTTO.......................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................... vii KATA PENGANTAR ......................................................................... viii DAFTAR ISI ....................................................................................... x DAFTAR TABEL................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xv BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah.................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................. 2 1. Identifikasi Masalah ................................................... 2 2. Batasan masalah......................................................... 3 3. Rumusan Masalah...................................................... 4 C. Tujuan Penelitian . ............................................................ 4 D. Manfaat Penelitian. ........................................................... 5 BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................. 6 A. Tinjauan Pustaka .............................................................. 6 1. Suku Curcubitacae ..................................................... 6 2. Tanaman gambas (Luffa acutangula) ....................... 7 3. Bakteri dan Klasifikasi Bakteri Uji............................. 9 4. Pengertian Antibakteri ............................................... 14 x 11 5. Obat Antibakteri Ampisilin dan Senyawa-Senyawa Metabolit Sekunder yang Diduga Mempunyai Aktivitas Antibakteri ................................................. 16 6. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri..................... 24 7. Ekstraksi Maserasi dan Ekstraksi Bertingkat .............. 26 8. Penapisan Fitokimia .................................................. 27 9. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................... 31 10. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM), Konsentrasi Bakterisidal Minimum (KBM) dan Uji Banding......... 32 B. Kerangka Pemikiran.......................................................... 33 C. Hipotesis........................................................................... 35 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................... 36 A. Metode Penelitian ............................................................ 36 B. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................... 36 C. Alat dan Bahan ................................................................ 36 D. Bagan Alir Penelitian........................................................ 37 E. Prosedur Penelitian ........................................................... 37 F. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data............................. 44 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................... 45 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................. 63 A. Kesimpulan ....................................................................... 63 B. Saran ................................................................................ 63 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 64 LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................. 70 xi 12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Beberapa ciri bakteri gram positif dan gram negatif. ................ 10 Tabel 2. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah gambas 47 Tabel 3. Hasil Ekstraksi Bertingkat Ekstrak Metanol ............................. 50 Tabel 4. Hasil Pengujian Golongan Senyawa Antibakteri yang Terdapat pada Ekstrak Metanol, Heksana, Kloroform, Etil Asetat dan Butanol .................................................................................... 53 Tabel 5. Hasil Uji Golongan Senyawa yang Terdapat pada Ekstrak Etil Asetat dengan Panapisan Fitokimia (PF) dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .................................................................... 54 Tabel 6. Hasil Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-2)................ 58 Tabel 7. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin ................................ 60 Tabel 8. Hasil Penentapan Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat Terhadap Ampisilin ................................................................................. xii 62 13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tanaman gambas (Luffa acutangula)................................... 7 Gambar 2. Anatomi Umum dari Bakteri ............................................... 9 Gambar 3. Ikatan Kovalen antara Ampisilin dengan Enzim Transpeptidase (Soekardjo dan Siswandono, 2000) ............. Gambar 4 17 Senyawa-Senyawa Golongan Tanin (Shimamura et al., 2007)................................................................................... 18 Gambar 5. Senyawa-Senyawa Golongan Flavonoid (Achmad, 1986)... 19 Gambar 6. Senyawa Steroid-Sapogenin (Wagner, 1984) ....................... 21 Gambar 7. Senyawa-Senyawa Terpenoid yang Bersifat Antibakteri (Cowan, 1999; Daisy et al., 2008) ...................................... Gambar 8. Golongan Senyawa Alkaloid Berdasarkan Penyusun Asam Amino (Achmad, 1986) ....................................................... Gambar 9. 22 23 Senyawa-Senyawa Alkaloid yang Bersifat Antibakteri (Cowan, 1999)..................................................................... 23 Gambar 10. Senyawa-Senyawa Golongan Fenol (Cowan, 1999)............ 24 Gambar 11. Perkiraan Reaksi Uji Wagner (Marliana dkk., 2005)............ 28 Gambar 12. Perkiraan Reaksi Uji Tanin dengan FeCl3 (Syarifuddin, 1994)................................................................................... 29 Gambar 13. Reaksi Uji Flavonoid (Achmad, 1986) ...................................................... 29 Gambar 14. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air (Marliana dkk., 2005). 30 Gambar 15. Reaksi Uji Terpenoid dengan vanillin – H2SO4 (Jork et al., 1990)................................................................................... 30 Gambar 16. Reaksi Uji KLT Flavonoid dengan AlCl3 (Jork et al., 1990) 32 Gambar 17. Reaksi Uji saponin dengan SbCl3 (Jork et al., 1990)............ 32 Gambar 18. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Terhadap Bakteri S. aureus, P. aeruginosa, E. coli, B. subtilis dan S. thypi .................................................................................... xiii 48 14 Gambar 19. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat Terhadap Bakteri E. coli, B. subtilis, S. aureus dan P. aeruginosa dengan Berat Ekstrak 15mg/lubang ....................................................................... 51 Gambar 20. Hasil Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji Ke-1) .......... 57 xiv 15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ...................................................... 70 Lampiran 2. Hasil Determinasi buah gambas (Luffa acutangula Roxb.) 72 Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol, Konversi Konsentrasi Sampel dan Perhitungan Jumlah Bakteri Uji .. 73 Lampiran 4. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol............... 75 Lampiran 5. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Pada Masing-Masing Berat Sampel Ekstrak Metanol. ............... 79 Lampiran 6. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Berat Sampel Ekstrak Metanol Pada Masing-Masing Bakteri ..... 83 Lampiran 7. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat. ......................................................... 85 Lampiran 8. Analisa One Way-ANOVA Pengaruh Variasi Ekstrak pada Masing-Masing Bakteri pada Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat..... 88 Lampiran 9. Hasil Skrining Fitokimia terhadap Ekstrak Buah gambas... 92 Lampiran 10. Hasil KLT Ekstrak Etil Asetat ........................................... 93 Lampiran 11. Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat .................................. 97 Lampiran 12. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri pada Masing-Masing Konsentrasi ekstrak pada Penentuan KHM Ekstrak Etil Asetat.................................................. 100 Lampiran 13. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi ekstrak pada Masing-Masing Bakteri pada Penentuan KHM Ekstrak Etil Asetat.................................................. 103 Lampiran 14. Hasil Uji KHM dan Penentuan Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat terhadap Ampisilin ........................................... 107 Lampiran 15. Penentuan KHM Ampisilin ............................................... 110 Lampiran 16. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi Ampisilin pada Masing-Masing Bakteri pada Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin........................................................ xv 111 16 Lampiran 17. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Ampisilin pada Masing-Masing Konsentrasi pada Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin......................................... 117 Lampiran 18. Perhitungan Nilai Banding ............................................... 123 xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi pada manusia salah satunya disebabkan oleh infeksi bakteri patogen. Beberapa tahun terakhir ini, bakteri patogen yang resisten terhadap obat semakin banyak dikarenakan pemakaian obat antimikroba komersil yang tidak tepat pada pengobatan penyakit infeksi. Situasi tersebut ditambah dengan efek samping yang tidak diinginkan dari beberapa obat antibiotik dan kebutuhan yang mendesak untuk penyembuhan penyakit infeksi. Masalahmasalah di atas merupakan problem yang serius dalam dunia kesehatan, sehingga mendesak para ilmuwan untuk mencari obat antibakteri yang baru yang berasal dari tanaman (Merchese and Shito, 2001; Karaman et al., 2003 dalam Aliero et al., 2008). Metode pengujian secara in-vitro untuk memilih ekstrak kasar tanaman yang memiliki potensi antibakteri sangat berguna untuk penelitian lebih lanjut tentang struktur kimia dan efek farmakologi dari senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak kasar tanaman (Aliero et al., 2008). Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman yang mempunyai aktivitas antibakteri antara lain fenol dan persenyawaan fenolat (Soekardjo dan Siswandono, 2000; Cowan, 1999), saponin (Cheeke, 2000), beberapa senyawa dari golongan senyawa flavonoid, alkaloid (Cowan,1999), tanin (Shimamura et al., 2007), triterpenoid, terpenoid dan minyak atsiri (Cowan, 1999). Tanaman suku Curcubitaceae yang telah dilakukan pengujian aktivitas antibakteri antara lain spesies Luffa cylindrica (Belustru) dan Benincasa hispida (Beligo). Ekstrak metanol, kloroform dan etanol, daun dan biji buah belustru mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, S. thypi dan B. subtilis. Daun dan biji buah belustru mengandung senyawa antibakteri alkaloid dan saponin (Oyetayo et al., 2007). Ekstrak metanol buah beligo yang mengandung senyawa triterpenoid dan flavanoid mampu menghambat pertumbuhan bakteri P. acnes dan S. epidermidis (Kumar et al., 2006). 1 2 Tanaman gambas merupakan salah satu spesies suku Curcubitaceae dan buah gambas (Luffa acutangula Roxb.) selain digunakan masyarakat sebagai sayuran juga sebagai obat. Buah gambas mempunyai efek pembersih darah, mendinginkan perut, memperbanyak Air Susu Ibu (ASI), mengobati penyakit wasir (Rukmana, 2000), anthelmintik, stomakik dan antipiretik (Grewal, et al., 1943 dalam Tsuneatsu, et al., 1991). Biji buah gambas juga digunakkan sebagai ekspektoran (Grewal, et al., 1943 dalam Tsuneatsu, et al., 1991). Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada buah gambas adalah golongan flavonoid (Miean et al., 2008), golongan alkaloid, golongan terpenoid (saponin dan karotenoid), senyawa 3,5-Dihidroksi-6-metil-2,3-dihidropiran-4-one dan kolesterol (Astuti, 2005). Buah gambas juga mengandung protein chitotetrose spesifik lectin (Anantharam et al., 1985) dan biji buah gambas mengandung protein luffaculin (Min et al., 2006), curcubitacin B dan asam oleanolat saponin (Barua et al., 1958 dalam Tsuneatsu et al., 1991) Penelitian aktivitas antibakteri bagian tanaman spesies-spesies suku Curcubitaceae telah dilakukan. Buah gambas merupakan salah satu suku Curcubitaceae yang mengandung golongan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan saponin. Beberapa senyawa dari golongan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan saponin mempunyai aktivitas antibakteri (Cowan, 1999). Dalam rangka pencarian obat antibakteri baru yang berasal dari tanaman, pemanfaatan buah gambas sebagai antibakteri belum dilakukan penelitian secara ilmiah. Maka perlu dilakukan pengujian secara ilmiah aktivitas antibakteri ekstrak buah gambas. B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Penelitian studi aktivitas antibakteri dan identifikasi golongan senyawa ekstrak aktif antibakteri buah gambas terdapat masalah sebagai berikut : Isolasi senyawa buah gambas dapat dilakukan dengan ekstraksi maserasi, perkolasi, shoxletasi, ekstraksi cair-cair dan destilasi. Pelarut yang digunakan untuk isolasi perlu diperhatikan sebagai contoh senyawa yang kurang 3 polar dapat diisolasi dengan menggunakan pelarut heksana, petroleum eter, benzena dan toluen dan senyawa yang lebih polar dapat diperoleh dengan pelarut etil asetat, butanol, metanol dan air. Hasil isolasi dengan pelarut yang berbeda akan menghasilkan ekstrak dengan senyawa yang berbeda sehingga akan mempengaruhi aktivitas antibakteri dari ekstrak. Dari hal di atas perlu diperhatikan cara isolasi senyawa buah gambas dengan pelarut yang tepat. Aktivitas antibakteri buah gambas dapat diketahui dengan pengujian secara in-vitro dan in-vivo ekstrak buah gambas. Pengujian secara in-vitro dapat dilakukan dengan metode difusi (metode silinder, metode lubang dan metode cakram kertas) dan metode pengenceran (pengenceran tabung dan pengenceran agar). Dari hal di atas perlu diperhatikan cara pengujian aktivitas antibakteri secara in-vitro terhadap ekstrak hasil isolasi senyawa buah gambas terhadap bakteri uji untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak buah gambas. Aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri buah gambas tergantung dari golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Untuk mengetahuai golongan senyawa yang terdapat ekstrak, maka perlu dilakukan pengujian golongan senyawa dengan metode penapisan fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT). Aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi jika dibandingkan dengan ampisilin dapat diketahui dengan mencari dan membandingkan konsentrasi hambat minimum (KHM), konsentrasi bakterisidal minimum (KBM) dan nilai banding ekstrak terhadap ampisilin. Untuk mengetahui perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah gambas dengan ampisilin, perlu dilakukan uji ekstrak aktif antibakteri tertinggi dan ampisilin. 2.Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada : a. Isolasi senyawa pada buah gambas yang dibeli dari pasar Legi-Solo menggunakan metode maserasi dengan pelarut metanol dan dilanjutkan ekstraksi bertahap dengan pelarut heksana, kloroform, etil asetat dan butanol. 4 b. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak buah gambas dilakukan secara in-vitro dengan metode difusi lubang. c. Bakteri yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri adalah E. coli, B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa, E. aerogenes, S. dysentriae dan atau S. thypi. d. Golongan senyawa yang diuji adalah golongan alkaloid, saponin, tanin, fenolat, terpenoid dan flavonoid. e. Metode yang digunakan untuk mengetahui perbandingan aktivitas antibakteri dari ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah gambas dengan ampisilin adalah dengan mencari dan membandingkan KHM dan nilai banding ekstrak terhadap ampisilin. 3.Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Apakah ekstrak metanol buah gambas mempunyai aktivitas antibakteri ? b. Apakah ekstrak heksana, kloroform, etil asetat dan butanol buah gambas mempunyai aktivitas antibakteri? c. Apakah golongan senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolat, terpenoid dan atau flavonoid terdapat pada ekstrak aktif antibakteri buah gambas ? d. Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi jika dibandingkan dengan ampisilin? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah gambas. 2. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak heksana, kloroform, etil asetat dan butanol. 3. Mengetahui golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak aktif antibakteri buah gambas. 5 4. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah gambas jika dibandingkan dengan ampisilin. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Segi praktis, memberikan informasi ilmiah untuk bidang farmasi dan dunia kesehatan mengenai aktivitas antibakteri ekstrak buah gambas beserta golongan-golongan senyawanya. 2. Segi teoritis, bermanfaat bagi ilmu pengetahuan yaitu mengembangkan analisa kualitatif golongan-golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak buah gambas. BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Suku Curcubitaceae Salah satu tanaman yang terdapat di Indonesia adalah suku Curcubitaceae. Curcubitaceae merupakan suku tanaman yang kebanyakan berupa tanaman banyak air yang bersulur dan jarang yang bersemak belukar. Curcubitaceae dapat dikenali dengan batang yang bersudut 5 dan sulur-sulur yang bergulung. Daun biasanya berlekuk lima atau terbagi, tidak ada penopang, terdapat banyak hidatoda dan stomata terdapat pada satu permukaan atau dua permukaan. Bunga bersifat aktinomorf dan hampir semua berumah satu. Buahnya bertipe beri yang disebut labu (Watson, 1992). Spesies-spesies suku antibakterinya antara lain Curcubitaceae yang telah diuji aktivitas spesies Citrullus colocynthis L. Schrad, Luffa cylindrica (belustru), Lagenaria breviflora, Coccinia grandis L. dan Benincasa hispida (beligo). Ekstrak metanol, kloroform dan etanol, daun dan biji belustru masing-masing mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, S. thypi dan B. subtilis. Daun dan biji belustru mengandung senyawa antibakteri alkaloid dan saponin (Oyetayo et al., 2007). Ekstrak metanol beligo yang mengandung senyawa triterpenoid dan flavanoid mampu menghambat pertumbuhan bakteri P. acnes dan S. epidermidis (Kumar et al., 2006). Ekstrak daun C. colocynthis L. Schrad menghambat pertumbuhan yang kuat terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis dan P. vulgaris dan menghambat dengan lemah bakteri S. aureus, K. pneumoniae dan S. typhi (Peter Paul, 2008). Ekstrak etanol buah L. breviflora menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, B. subtilis, S. aureus dan P. aeruginosa. (Tomori et al., 2007). Ekstrak daun dan batang C. grandis L. menghambat pertumbuhan bakteri B. cereus, C. diptheriae, S. aureus, S. pyogenes, E. coli, K. pneumonia, P. mirabilis, P. aeruginosa, S. typhi dan S. boydii. Ekstrak air daun dan ekstrak etanol batang C. grandis L. menghambat pertumbuhan bakteri S. boydii. (Farrukh et al., 2008). 6 7 2. Tanaman gambas (Luffa acutangula) Tanaman gambas yang dikenal dengan nama latin Luffa acutangula banyak dibudidayakan sebagai tanaman sela perkarangan, pematang sawah dan di sawah setelah tanaman padi. Pemanfaatan buah gambas dapat dipakai sebagai sayuran untuk dibuat masakan dan daun tanaman gambas dipakai sebagai sayuran lalapan (Sutarya dkk., 1995). Nama lain dari tanaman ini adalah angled loofah (Inggris), ketola sagi (Malaysia) dan sze kwa (Cina) (Rukmana, R, 2000). Buah gambas di Indonesia dikenal dalam berbagai nama antara lain timput (Palembang), emes/kimput (Sunda), kacur/oyong (Jawa) (Hyne, 1987). Daerahdaerah di Indonesia yang membudidayakan tanaman gambas antara lain Kabupaten Tanjung Barat, Provinsi Jambi (Maslian) dan Kabupaten Sumbawa Barat, NTB (Anonim, 2006). Tanaman gambas dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Tanaman gambas (Luffa acutangula) . a. Klasifikasi tanaman Kedudukan tanaman gambas dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut kingdom Plantae (dunia tumbuhan), sub-kingdom Tracheobionta (tanaman vaskuler), devisi Spermatophyta (tanaman berbiji), subdevisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida/Dicotyledonae, subkelas Dilleniidae, ordo/bangsa Violales, famili/suku Curcubitaceae (keluarga mentimun), genus/ 8 marga Luffa dan spesies Luffa acutangula Roxb. (Rukmana, 2000; Anonim, 2008). b. Deskripsi tanaman Tanaman gambas termasuk tumbuhan tahunan yang bersifat merambat dan menjalar. Tanaman gambas berbatang lunak dengan bentuk segi lima, serta bersulur sebagai alat untuk merambat. Sulur dahan muncul dari sisi tangkai daun yang berbentuk spiral dan berbulu lebih panjang dari bulu-bulu batang. Daun berbentuk lonjong (silindris) dengan pangkal mirip bentuk jantung, ujung daun runcing dan berwarna hijau tua. Daun berukuran panjang 10–25 cm, lebar 10–25 cm dan bertangkai sepanjang 5–10 cm (Rukmana, 2000). Bunga tanaman gambas termasuk bunga berumah satu (monococus), yaitu bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman. Bunga berwarna kuning, umumnya mekar pada sore hari, serta dapat menyerbuk sendiri dan menyerbuk silang. Buah gambas berbentuk bulat panjang dengan bagian pangkal kecil. Buah berukuran panjang 15–60 cm, lebar 5–12 cm dengan diameter 5–8 cm, bergeligir 10 mm dan tiap buah berbiji banyak. Biji yang tua berwarna hitam dan berukuran 11–13 mm atau 7–9 mm dengan struktur kulit agak keras (Rukmana, 2000). c. Kandungan senyawa kimia buah gambas Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada buah gambas adalah golongan flavonoid (Miean et al., 2008), golongan alkaloid, golongan terpenoid (saponin dan karotenoid) dan senyawa 3,5-Dihidroksi-6-metil-2,3dihidro-piran-4-one dan kolesterol (Astuti, 2005). Buah gambas juga mengandung protein chitotetrose spesifik lectin (Anantharam et al., 1985) dan biji buah gambas mengandung protein luffaculin (Min. et al., 2006), curcubitacin B dan asam oleanolat saponin (Barua et al., 1958 dalam Tsuneatsu et al., 1991). d. Manfaat tanaman Nutrisi dalam buah gambas sangat berguna bagi kesehatan tubuh, antara lain berfungsi untuk membersihkan darah, mendinginkan perut dan memperbanyak Air Susu Ibu (ASI) (Rukmana, 2000), anthelmintik, stomakik 9 dan antipiretik (Grewal et al., 1943 dalam Tsuneatsu et al., 1991). Biji buah gambas juga digunakkan sebagai ekspektoran (Grewal et al., 1943 dalam Tsuneatsu et al., 1991). Daun dan buah muda digunakan sebagai bahan sayur dan lalapan, juga berkhasiat sebagai obat penyakit wasir (Rukmana, 2000). 3. Bakteri dan Klasifikasi Bakteri Uji Bakteri termasuk golongan prokariota dan tidak memiliki nukleus, mitokondria dan plastid. Golongan prokariota hanya memiliki satu kromosom dan tidak memiliki histon yang bergabung dengan kromosom tersebut. Prokariota tidak mempunyai mikrotubula (mungkin ada satu perkecualian) dan kerena itu tidak terdapat sentriol, gelendong dan badan basal. Beberapa prokariota mempunyai flagela, tetapi strukturnya tidak dibangun dari mikrotubula sebagaimana flagela dan silia pada eukariota. Ribosom pada prokariota berbeda dari ribosom pada eukariota dalam strukturnya (Kimbal, 1990). Anatomi umum dari bakteri dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Anatomi Umum dari Bakteri. Dikutip dari : Microsoft Encarta Reference Library Premium, 2005. Bakteri dibagi menjadi dua golongan, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif yang perbedaannya ditunjukkan pada Tabel 1. Perbedaan golongan bakteri ini dapat ditentukan dengan pewarnaan bakteri. Bakteri diwarnai dengan zat warna violet dan yodium, dibilas dengan alkohol, kemudian diwarnai lagi dengan zat warna merah. Struktur dinding sel akan menentukan respon pewarnaan. Bakteri gram positif yang sebagian besar dinding selnya terdiri dari 10 peptidoglikan akan menjerat warna violet. Bakteri gram negatif memiliki lebih sedikit peptidoglikan, yang terletak di suatu gel periplasmik antara membran plasma dan suatu membran bagian luar. Zat warna violet yang digunakan dalam pewarnaan gram sangat mudah dibilas oleh alkohol pada bakteri gram negatif, tetapi selnya tetap menahan zat warna merah (Campbell et al., 2003). Tabel 1. Beberapa ciri bakteri gram positif dan gram negatif. Ciri Struktur dinding sel Komposisi dinding sel Kerentanan terhadap penisilin Penghambatan pertumbuhan oleh zat-zat warna dasar, misalnya ungu kristal Persyaratan nutrisi Resistensi terhadap gangguan fisik (Pelczar et al., 1986) Perbedaan Relatif Gram positif Gram negatif - Tebal (15 - 80 nm). - Tipis (10 - 15 nm). - Berlapis tunggal (mono). - Berlapis tiga (multi). - Kandungan lipid tinggi - Kandungan lipid rendah (11 - 22%). (1- 4%). - Peptidoglikan terdapat di - Peptidoglikan sebagai dalam lapisan kaku lapisan tunggal, merupakan sebelah dalam, komponen utama bakteri jumlahnya sedikit dan jumlahnya lebih dari sekitar 10 % berat 50 % berat kering sel kering. bakteri. - Tidak memiliki asam - Memiliki asam tekoat. tekoat. Lebih rentan. Kurang rentan. Pertumbuhan dihambat dengan nyata. Pertumbuhan tidak begitu dihambat. Relatif rumit Lebih resisten Relatif sederhana. Kurang resisten Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bacillus subtilis Kasifikasi: Termasuk kedalam divisi Protophyta, kelas Schizophyta, ordo Eubacteriales, famili Bacillaceae dan genus Bacillus (Salle, 1961). 11 Morfologi : Genus bacillus termasuk batang besar, gram positif, aerob dan membentuk rantai. Umumnya bergerak, membentuk spora yang terletak di tengah basil yang tidak bergerak dan tahan panas. Diameter sel 0,7-0,8 μm dengan panjang 2-3 μm, sedangkan sporanya berdiameter 0,6-0,9 μm dengan panjang 1-1,5 μm (Salle, 1961). Kebanyakan anggota genus ini adalah organisme saprofit yang lazim terdapat dalam tanah, air, udara dan tumbuhtumbuhan. Beberapa diantaranya patogen bagi insekta, yaitu dapat menyebabkan infeksi saluran usus dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keracunan makanan (Jawetz et al., 1980). ‘ b. Escherichia coli Klasifikasi : Termasuk kedalam divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, famili Enterobacteriaceae dan genus Escherichia (Salle, 1961). Morfologi: Merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang lurus dan pendek dan bergerak dengan flagel peritik atau tidak dapat bergerak. Ukuran sel umumnya berdiameter 0,5 μm dan panjang 1-3 μm (Salle, 1961). E. coli merupakan flora normal yang terdapat dalam usus (Jawetz et al., 2005). E. coli adalah penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama wanita muda. Selain itu, dapat menyebabkan infeksi saluran empedu, hati, cystitis, meningitis dan penyakit infeksi lainnya (Jawetz et al., 1980). c. Staphylococcus aureus Klasifikasi: Termasuk kedalam divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, Famili Micrococcaceae dan genus Staphylococcus (Salle, 1961). Morfologi: S. aureus adalah bakteri gram positif yang berbentuk bola dengan diameter 1 μm tersusun dalam kelompok–kelompok yang tidak teratur. Pada 12 media cair terlihat tunggal, berpasangan, tetrad dan membentuk rantai. S. aureus biasanya membentuk koloni abu–abu hingga kuning emas. Bakteri ini tumbuh dengan cepat pada temperatur 37°C. Sebagian besar galur S. aureus mempunyai koagulase atau faktor penggumpalan dinding sel dan ikatan koagulase secara non enzimatik pada fibrinogen (Jawetz et al., 2005). S. aureus bersifat invasif, penyebab hemolisis, membentuk enterotoksin yang bisa menyebabkan keracunan makanan (Syahrurachman dkk., 1994). S. aureus sering menghuni kulit, saluran pernapasan dan saluran pencernakan, kecuali jerawat yang menjengkelkan dan sesekali muncul bintil kecil meradang, kita dapat hidup harmonis dengan organisme ini. Akan tetapi, jika mereka masuk kebawah kulit karena luka, terbakar dan lain-lainnya dapat menyebabkan bisul bernanah (Kimball, 1990). d. Pseudomonas aeruginosa Klasifikasi: Termasuk kedalam devisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, famili Pseudomonaceae dan genus Pseudomonas (Salle, 1961). Morfologi: P. aeruginosa bergerak, berbentuk batang dan berukuran sekitar 0,6 x 2 μm. Bakteri ini gram negatif, terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek. P. aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-42°C, pertumbuhannya pada suhu 42°C membantu membedakan spesies ini dari spesies Pseudomonas yang lain. Bakteri ini oksidase positif dan tidak meragikan karbohidrat, tetapi banyak strain mengoksidasi glukosa. Pengenalan biasanya berdasarkan morfologi, sifat oksidase positif, adanya pigmen yang khas dan pertumbuhan pada suhu 42°C (Jawetz et al., 1980). P. aeruginosa merupakan penyebab penyakit pada orang tertentu yang resisten terhadap antibiotik. Bakteri ini menginfeksi darah, kulit, telinga, mata, saluran kemih dan pada luka bakar akan menyerang darah sehingga menghasilkan nanah. Penyakit yang serius yang ditimbulkan adalah komplikasi cystic fibrosis merupakan infeksi saluran pernapasan. Kanker dan 13 luka bakar pada pasien sering di infeksi dengan serius oleh bakteri ini (Anonim, 2008). e. Salmonella thypi. Klasifikasi: Termasuk kedalam devisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, famili Enterobacteriaceae dan genus Salmonellae (Salle, 1961). Morfologi: S. thypi merupakan bakteri gram negatif, berflagel, tidak berspora dan sangat panjang. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut. Penyakit yang disebabkan oleh S. typhi adalah demam tifoid, Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari dan gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Jawetz et al., 1980). f. Shigella dysentriae Klasifikasi: S. dysentriae termasuk kedalam devisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, famili Enterobacteriaceae dan genus Shigella (Salle, 1961). Morfologi : Shigella merupakan bakteri gram negatif, aerob, batang ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri S. dysentriae adalah Shigellosis disebut juga desentri basiler. Habitat alamiah kuman disentri adalah usus besar manusia, dimana kuman tersebut dapat menyebabkan disentri basiler. Disentri sendiri artinya gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon yang disertai nyeri perut dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lendir. Infeksi Shigella praktis selalu terbatas pada saluran pencernaan dan invasi dalam darah sangat jarang (Jawetz et al., 1980). 14 g. Entrobacter aerogenes Klasifikasi: Termasuk kedalam divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, famili Enterobacteriaceae dan genus Entrobacter (Salle, 1961). Morfologi : E. aerogenes biasanya motil, memperlihatkan pertumbuhan mukoid yang sedikit, mempunyai kapsul kecil, terdapat pada lingkungan luar dan saluran pencernakan. E. aerogenes terdapat dalam usus, tetapi jika diluar saluran pencernaan akan menyebabkan penyakit infeksi saluran kemih (Jawetz et al., 1980). 4. Pengertian Antibakteri Antibiotika adalah senyawa kimia yang khas yang dihasilkan oleh mikroorganisme hidup termasuk turunan senyawa dan struktur analognya yang dibuat secara sintetik dan dalam kadar yang rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan suatu mikroorganisme. Pada awalnya antibiotik diisolasi dari mikrooorganisme, tetapi sekarang beberapa antiboitik didapatkan dari tumbuhan tingkat tinggi dan binatang (Soekardjo dan Siswandono, 2000). Salah satu contoh antiboitik adalah obat antibakteri. Antibakteri adalah zat yang membunuh atau menekan pertumbuhan atau reproduksi bakteri. Suatu zat antibakteri yang ideal harus memiliki sifat toksisitas selektif, artinya bahwa suatu obat berbahaya terhadap parasit tetapi tidak membahayakan tuan rumah (hopses). Zat antibakteri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan antibakteri yang dapat membunuh bakteri (bakteriosid) (Talaro, 2008). Berdasarkan daya menghambat atau membunuhnya, antibakteri dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit (narrow spectrum) dan berspektrum luas (broad spectrum). Antibakteri yang berspektrum sempit yaitu antibakteri yang hanya dapat bekerja terhadap bakteri tertentu saja, misalnya hanya terhadap bakteri gram positif saja atau gram negatif saja. Antibakteri yang berspektrum luas dapat bekerja baik pada bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif (Talaro, 2008). 15 Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dapat dibagi menjadi empat cara, yaitu : a. Penghambatan terhadap sintesis dinding sel. Bakteri mempunyai lapisan luar yang kaku yaitu dinding sel yang mengelilingi secara lengkap sitoplasma membran sel. Dinding sel berisi polimer mucopeptida kompleks (peptidoglikan) yang secara kimia berisi polisakarida dan campuran rantai polipeptida yang tinggi, polisakarida ini berisi gula amino N-acetylglucosamine dan asam acetylmuramic (hanya ditemui pada bakteri) (Jawetz et al., 2005). Dinding ini mempertahankan bentuk mikroorganisme dan pelindung sel bakteri dari perbedaan tekanan osmotik di dalam dan di luar sel yang tinggi. Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan dan komponen yang lain. Sel yang aktif secara kontiyu mensintesis peptidoglikan yang baru dan menempatkannya pada posisi yang tepat pada amplop sel. Antibakteri bereaksi dengan satu atau banyak enzim yang dibutuhkan pada proses sintesis, sehingga menyebabkan pembentukan dinding sel yang lemah dan menyebabkan pemecahan osmotik (Talaro, 2008). b. Penghambatan terhadap fungsi membran sel. Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma, yang berperan sebagai barrier permeabilitas selektif, memiliki fungsi transport aktif, dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas dari membran sitoplasma dirusak akan menyebabkan keluarnya makromolekul dan ion dari sel, kemudian sel rusak atau terjadi kematian (Jawetz et al., 2005). Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai barrier permeabilitas selektif dan mengontrol komposisi internal sel. Antibakteri (polymyxins) berikatan dengan membran fospolipid yang menyebabkan pemecahan protein dan basa nitrogen sehingga membran bakteri pecah yang menyebabkan kematian bakteri (Talaro, 2008). c. Penghambatan terhadap sintesis protein (penghambatan translasi dan transkripsi material genetik). 16 DNA, RNA dan protein memegang peranan sangat penting di dalam proses kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pelczar et al., 1986). Kebanyakan obat menghambat translasi atau sintesis protein, bereaksi dengan ribosommRNA. Mekanisme kerjanya antara lain dengan menghalangi terikatnya RNA pada tempat spesifik ribosom, selama pemanjangan rantai peptida (Pelczar et al., 1986). Ribosom eukariotik berbeda dalam ukuran dan struktur dari prokariotik, sehingga menyebabkan aksi yang selektif terhadap bakteri. Bakteri mempunyai 70S ribosom, sedangkan sel mamalia mempunyai 80S ribosom. Subunit masing-masing tipe ribosom, komposisi kimia dan spesifikasi fungsinya berbeda. Perbedaan tersebut dapat untuk menerangkan mengapa antibakteri dapat menghambat sintesis protein dalam ribosom bakteri tanpa berpengaruh pada ribosom mamalia (Talaro, 2008; Jawetz et al., 2005). d. Penghambatan terhadap sintesis asam nukleat. Pembentukan DNA dan RNA bakteri merupakan perjalanan yang panjang dan membutuhkan enzim di beberapa proses. Pembentukan DNA dan RNA sangat penting dan berefek dalam metabolisme protein. Antibakteri menginteferensi sintesis asam nukleat dengan menghambat sintesis nukleitida, menghambat replikasi, atau menghentikan transkripsi. Obat berikatan sangat kuat pada enzim DNA Dependent RNA Polymerase bakteri, sehingga menghambat sintesis RNA bakteri. Resistensi pada obat-obat ini terjadi akibat perubahan pada RNA polymerase akibat mutasi kromosom yang sangat sering terjadi (Talaro, 2008; Jawetz et al., 2005) 5. Obat Antibakteri Ampisilin dan Senyawa-Senyawa Metabolit Sekunder yang Diduga Mempunyai Aktivitas Antibakteri a. Obat Antibakteri Ampisilin Ampisilin adalah antiboitik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran napas dan saluran seni, gonorhu, gastroenteritis, meningitis dan infeksi karena salmonella sp. seperti demam 17 tipoid. Ampisilin adalah turunan penisilin yang tahan terhadap asam tetapi tidak tahan terhadap enzim penisilinase. Absorpsi obat dalam saluran cerna kurang baik (±30-40%) dan obat terikat oleh protein plasma ± 20 % (Soekardjo dan Siswandono, 2000). Ampisilin dapat menghambat kerja enzim transpeptidase dengan cara mengikat enzim melalui ikatan kovalen sehingga mencegah pembentukan dinding sel bakteri. Pada tingkat molekul, mekanisme kerjanya ditunjukkan oleh serangan nukleofil dari gugus hidroksil serin enzim transpeptidase pada karbonil karbon cincin β-laktam yang bermuatan positif, sehingga terjadi hambatan biosintesis peptidoglikan. Ikatan kovalen antara ampisilin dengan enzim transpeptidase ditunjukkan pada Gambar 3. Akibatnya dinding sel menjadi lemah dan karena adanya tekanan turgor dari dalam, dinding sel pecah atau lisis sehingga bakteri mati. Ampisiln dapat diinaktivasi dengan adanya enzim β- laktamase/penisilinase yang dihasilkan oleh bakteri (Soekardjo dan Siswandono, 2000). H C H C NH2 S CH3 NH2 S CH3 CONH CONH CH3 C N O COOH CH3 O C O HN COOH O transpeptidase transpeptidase Gambar 3. Ikatan Kovalen antara Ampisilin dengan Enzim Transpeptidase (Soekardjo dan Siswandono, 2000) b. Senyawa-senyawa dari Golongan Senyawa Metabolit Sekunder yang diduga Mempunyai Aktivitas Antibakteri. Golongan senyawa metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas antibakteri dari tumbuhan antara lain persenyawaan fenolik (fenolat, tanin dan flavonoid), alkaloid, saponin dan terpenoid. 18 1. Tanin. Tanin merupakan penggambaran secara umum untuk golongan polimer fenolik (Cowan, 1999). Tanin merupakan bahan yang dapat merubah kulit mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silangkan protein (Harborne, 1996) dan mengendapkan gelatin dalam larutan (Cowan, 1999). Berat molekulnya antara 500 sampai 28000 dan ditemukan pada bagian tanaman kuncup, batang, daun, buah dan akar (Cowan, 1999). Tanin dibagi menjadi 2 yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisa. Tanin terkondensasi contohnya epigallocatechin (EGC), epicatechin (EC) dan catechin. Tanin terhidrolisa contohnya (-)-epigallocatechin gallate (EGCg) dan (-)-epicatechin gallate (EGg) (Harborne, 1996; Shimamura et al., 2007; Cowan, 1999). Contoh senyawa tanin dapat dilihat pada Gambar 4. OH OH OH OH HO HO O O OH OH O OH OH OH C OH O OH (-) epigallocatechin (EGC) (-) epicathechin gallate(ECg) OH OH OH HO O OH HO O OH OH (-) epicatechin (EC) OH O OH OH C OH O OH (-) epigallocatechin gallate (EGCg) Gambar 4 Senyawa-Senyawa Golongan Tanin (Shimamura et al., 2007) Tanin mempunyai aktivitas antibakteri melalui aksi molekulernya yaitu membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik (Cowan, 1999). Tanin dari daun teh (Camellia sinesis), (-)epigallocatechin gallate dan (-)-epicatechin gallate mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Multidrug-Resistent Stapylococcus aureus (MRSA), karena senyawa tersebut berikatan dengan peptidoglikan dinding sel bakteri 19 dan jika salah satu dari senyawa tersebut digabung dengan antibiotik β -Laktam (pinisilin, ampisilin, metisilin) mempunyai efek sinergik yaitu bersama-sama berikatan dengan peptidogikan yang menyebabkan bakteri mati dan senyawa EGCg atau EGg menghambat aktivitas enzim penisilinase yang merupakan enzim perusak antibiotik β –Laktam, sehingga melindungi antibiotik tersebut dalam bekerja (Shimamura et al., 2007). 2. Flavonoid Salah satu kelas yang banyak tersebar dari senyawa fenolat adalah flavonoid. Golongan senyawa ini memberikan warna pada buah dan bunga. Flavonoid telah banyak dikarakterisasi dan digolongkan berdasarkan struktur kimianya (Bylka and Pilewski, 2004). Flavonoid adalah senyawa fenolat terhidroksilasi (Cowan, 1999) dan merupakan senyawa C6-C3-C6 dimana C6 diganti dengan cincin benzen dan C3 adalah rantai alifatik yang terdiri dari cincin piran. Flavonoid dibagi menjadi 7 tipe yaitu flavon, flavonol, flavonon, khalkon, xanton, isoflavon dan biflavon (Bylka and Pilewski, 2004). Contoh golongan senyawa flavonoid dapat dilihat pada Gambar 5. O O OH O flavon O O O flavonol khalkon O O OH O flavanon O flavanonol O Isoflavon Gambar 5. Senyawa-Senyawa Golongan Flavonoid (Achmad, 1986) Banyak tanaman obat yang mengandung komponen flavonoid yang digunakan untuk terapi penyakit sirkulasi, mengurangi tekanan darah dan anti-alergi. Efek farmakologi dari flavonoid yang berhubungan dengan 20 kemampuan flavonoid untuk bekerja sebagai antioksidan yang kuat dan penangkap radikal bebas, membentuk khelat dengan logam dan berinteraksi dengan enzim (Bylka, M. and Pilewski, 2004). Flavonoid disintesis oleh tanaman sebagai respon terhadap infeksi mikroba, jadi secara in vitro flavonoid efektif sebagai substansi antimikroba yang membunuh banyak mikroorganisme. Kemungkinan aktivitasnya dikarenakan kemampuan flavonoid membentuk ikatan dengan protein terlarut (Cowan, 1999). Flavonoid yang diisolasi dari Artemisia, yaitu 6-methoxylapigenin atau methoxy-6 trihydroxy-5,7,4’ flavone (6MAPI) dan 6-methoxyluteolin atau methoxy-6 tetrahydroxy-5,7,3’,4’ flavone (6MLU) dapat berinteraksi dengan enzim dihydrofolate reductase (DHFR) pada E. coli. Enzim DHFR berperan dalam mensintesis basa nitrogen inti sel bakteri. Hal ini menyebabkan inti sel bakteri tidak terbentuk sehingga bakteri akan mati (Bensegueni et al.). 3. Saponin Pembentukan busa yang lama pada waktu ekstraksi atau ekstrak tanaman yang pekat menunjukkan adanya saponin (Poither, 2000). Saponin mempunyai bagian utama berupa turunan triterpen dengan sedikit steroid. Residu gula dihubungkan oleh satu gugus –OH biasanya C3-OH dari aglikon (monodesmoside saponin) dan jarang dengan dua gugus OH atau satu gugus OH dan gugus karboksil (bis-desmiside saponin) (Wagner, 1984). Contoh senyawa steroid sapogenin dapat dilihat pada Gambar 6. Saponin mempunyai efek membranolitik yaitu membentuk komplek dengan kolesterol di membran sel protozoa (Cheeke, 2000). Saponin mempunyai efek antibakteri dan antijamur yang bagus. Efek antijamur dan antibakteri terganggu dengan adanya gugus monosakarida dan turunannya (Cheeke, 2000). Saponin dapat berfungsi seperti detergen. Detergen memiliki struktur yang dapat berikatan dengan molekul hidrofilik dan molekul-molekul organik non polar (lipofilik) sehingga mampu merusak membran sitoplasma dan membunuh bakteri (Robber dkk., 1996 dalam Indrayudha dkk., 2005). 21 CH2OH O O Nautigenin HO Gambar 6. Senyawa Steroid-Sapogenin (Wagner, 1984) 4. Terpenoid Terpenoid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen, atau karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatis. Terpenoid merupakan senyawa-senyawa yang mudah menguap terdiri 10 atom C dan penyusun minyak atsiri (Achmad, 1986). Terpenoid dengan titik didih yang lebih tinggi disusun oleh diterpen (C20), triterpen (C30), dan tetraterpen (C40) dengan penambahan atom oksigen (Achmad, 1986; Cowan, 1999). Mekanisme dari terpenoid sebagai antibakteri tidak begitu jelas kemungkinan berhubungan dengan perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik (Cowan, 1999). Senyawa terpenoid yang terdapat pada cabai, Capsaicin mempunyai banyak aktivitas biologi pada manusia yaitu bekerja pada saraf, kardiovaskuler, saluran pencernakan dan digunakan sebagai analgesik. Capsaisin menghambat pertumbuhan beberapa bakteri yang tidak diinginkan (Cowan, 1999). Terpenoid dari Elephantopus scaber menunjukkan penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dengan menghambat enzim autolisin, enzim yang terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri. Autolisin merupakan enzim yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan sel, peremajaan dinding sel, waktu masak peptidoglikan, pembelahan sel, pemisahan, motilitas, kemotaksis, kemampuan genetik dan protein. Terpenoid dapat menghambat aktivitas pengeluaran enzim autolisin dengan membentuk interaksi yang kuat dengan sisi aktif dari residu enzim autolisin 22 (Daisy et al., 2008). Contoh senyawa terpenoid yang mempunyai aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Gambar 7. 24 O H3CO HO 27 CH3 N H 21 CH3 19 capsaicin 11 3 10 9 8 26 O 20 17 18 1 22 O 16 24 5 6-[1-(10,13-dymethyl-4, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 dodecahydro-1H-cyclopenta [alpha] phenan thren-17-yl) ethyl]-3-methyl-3,6-dihidro-2H-2-pyranone. dari tanaman Elephantopus scaber Gambar 7. Senyawa-Senyawa Terpenoid yang Bersifat Antibakteri (Cowan, 1999 and Daisy et al., 2008) 5. Alkaloid Alkaloid dari tanaman kebanyakan amina tersier dan yang lainnya terdiri dari nitrogen primer, sekunder, dan quarterner (Poither, 2000). Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan cincin aromatis (Achmad, 1986). Berdasarkan penyusun asam aminonya alkaloid dibedakan menjadi alkaloid asiklis yang berasal dari asam amino ornitin dan lisin. Alkaloid aromatis jenis fenilalanin berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4dihidroksifenilalanin. Alkalod jenis indol yang berasal dari triptofan (Achmad., 1986). Contoh senyawa alkaloid berdasarkan penyusun asam aminonya dapat dilihat pada Gambar 8. Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri berhubungan dengan tingginya senyawa aromatik quartener dari alkaloid seperti barberine dan harmane yang mempunyai kontribusi untuk membentuk interkhelat dengan DNA. Alkaloid diterpenoid yang biasa diisolasi dari tanaman Ranunculaceae telah dibuktikan sebagai antibakteri (Cowan, 1999). Contoh senyawa alkaloid yang mempunyai aktivias antibakteri dapat dilihat pada Gambar 9. 23 Alkaloid Alisiklis Alkaloid fenilalanin H3CO N O N CH 3 CH 3 H3CO CH 3 Higrin Alkaloid Indol OCH 3 Mezkalin OPO3H2 N N H CH 3 CH 3 Philosobin Gambar 8. Golongan Senyawa Alkaloid Berdasarkan Penyusun Asam Aminonya (Achmad, 1986) O O H N CH3 N + N H3CO OCH3 harmane Barberine Gambar 9. Senyawa-Senyawa Alkaloid yang Bersifat Antibakteri (Cowan, 1999) 6. Senyawa fenolat Senyawa tumbuhan yang aktif terdiri dari sebuah cincin fenol tersubstitusi. Asam sinnamat dan asam kaffeat biasanya mewakili kelompok besar dari turunan senyawa fenilpropan yang mempunyai tingkat oksidasi tinggi. Tumbuhan Terragon dan Thyme keduanya mengandung asam kaffeat yang efektif membunuh virus, bakteri dan jamur (Cowan, 1999). Catechol dan pyrogallol keduanya merupakan fenol teroksidasi menunjukkan racun terhadap mikroorganisme. Catechol mempunyai 2 gugus fungsi –OH dan pyragallol mempunyai 3 gugus fungsi –OH. 24 Tingkatan dan banyaknya gugus fungsi hidroksil pada golongan fenol berhubungan dengan toksisitas pada mikroorganisme dengan bukti bahwa bertambahnya hidroksilasi menghasilkan penambahan toksisitas (Cowan, 1999). Semakin tinggi fenol teroksidasi semakin kuat menghambat pertumbuhan organisme. Mekanisme yang berhubungan dengan toksisitas fenol terhadap mikroorganisme adalah penghambatan enzim oleh senyawa teroksidasi kemungkinan lewat reaksi dengan gugus sulfihidril atau dengan interaksi yang tidak spesifik oleh protein (Cowan, 1999). Contoh senyawa fenol dapat dilihat pada Gambar 10. Senyawa fenol dapat menyebabkan denaturasi protein melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, terbentuk kompleks protein-fenol dengan ikatan lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi, fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis, mengubah permeabilitas membran bakteri (Soekardjo dan Siswandono, 2000). HO H C CH COOH HO HO H asam kaffeat OH Catechol OH OCH 3 CH 2 eugenol Gambar 10. Senyawa-Senyawa Golongan Fenol (Cowan, 1999) 6. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri Prinsip umum untuk menentukan aktivitas antibakteri adalah dengan melihat adanya hambatan pertumbuhan bakteri. Zat antibakteri dapat diperoleh 25 dari hasil fermentasi, sintetik dan dapat diperoleh dari hasil isolasi dari tanaman (Kristanti dkk., 2008). Pengujian aktivitas antibakteri suatu zat antibakteri yang biasanya dilakukan dengan metode sebagai berikut : a. Metode Penyebaran (Diffusion Method) 1. Metode silinder atau cairan dalam cincin (ring diffusion method) Penelitian Sabir (2005) menggunakan metode silinder dengan proses sebagai berikut, medium agar dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan dibuat menjadi 2 lapisan dengan ketebalan yang hampir sama (± 0,5 cm). Lapisan pertama dibiarkan memadat, setelah itu dibuat lapisan kedua yang telah dicampurkan dengan biakan bakteri sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam cawan petri. Sebelum lapisan kedua memadat, ditempatkan silinder stainless steel (diameter luar 8 mm dan diameter dalam 6 mm) pada cawan petri. Pada silinder tersebut kemudian diisi dengan larutan sampel. Pengukuran diameter dari setiap zone inhibisi pertumbuhan bakteri setelah masa inkubasi 24 jam. Zone inhibisi adalah jarak terdekat (mm) dari tepi luar selinder hingga mulai terjadinya pertumbuhan bakteri. 2. Metode lubang (well diffusion method) Penelitian Yuliani (2001); Pambayun dkk. (2007); Yuharmen dkk. (2002) mengunakkan metode lubang dengan cara kerja sebagai berikut : Bakteri uji yang umurnya 18-24 jam disuspensikan ke dalam media agar pada suhu sekitar 45°C. Media agar yang telah tersuspensi bakteri dituangkan ke dalam cawan petri steril. Setelah agar memadat, dibuat lubang-lubang dengan diameter 6-8 mm. Lubang tersebut dimasukkan larutan zat yang diuji aktivitasnya, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dari daerah bening yang mengelilingi lubang. 3. Metode cakram kertas (disk diffusion method) Zat yang diuji diserapkan ke dalam cakram kertas dengan cara meneteskan pada cakram kertas kosong larutan antibakteri sejumlah volume tertentu dengan kadar tertentu pula. Cakram kertas diletakan diatas 26 permukaan agar padat yang telah diolesi bakteri, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37°C. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dari diameter hambat disekeliling cakram kertas. Metode cakram kertas telah dilakukan dalam penelitian Ayo and Amupitan (2004); El-Rahiem et al. (2005). b. Metode Pengenceran (Dilution Method) 1. Metode pengenceran tabung (tube dilution method) Antibakteri disuspensikan dalam agar kemudian dilakukan pengenceran dengan menggunakan beberapa tabung reaksi. Selanjutnya dilakukan inokulasi bakteri uji, setelah diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-29 jam. Tabung yang keruh menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri, sedangkan tabung yang jernih menunjukkan zat antibakteri yang bekerja. Metode pengenceran tabung telah dilakukan pada penelitian Shanab et al. (2006). 2. Metode pengenceran agar (agar dilution method) Zat antibakteri dicampur sampai homogen pada agar steril yang masih cair dengan suhu serendah mungkin (± 45°C) dengan menggunakan berbagai konsentrasi zat aktif. Larutan tersebut dituangkan kedalam cawan petri steril, kemudian setelah memadat dioleskan bakteri uji pada permukaannya. Penentuan penghambatan dilihat dengan tidak adanya bakteri yang tumbuh pada permukaan (Collins, 1976 dalam Yuliani, 2001). 7. Ekstraksi Maserasi dan Ekstraksi Cair-Cair Bertahap Penapisan awal untuk tanaman yang mempunyai aktivitas antimikroba didahului ekstraksi menggunakan air atau alkohol dan dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan berbagai pelarut organik (Cowan, 1999). Ekstraksi maserasi adalah metode ekstraksi padat-cair yang dilakukan dengan jalan membiarkan padatan/simplisia terendam dalam suatu pelarut (Kristanti dkk., 2008). Prinsip ekstraksi maserasi yaitu mengekstrak zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai pada temperatur kamar terlindung dari cahaya (Kristanti dkk., 2008). Pelarut yang digunakan biasa digunakan untuk mendapatkan ekstrak kasar dari tanaman adalah 27 pelarut polar yang mudah menguap seperti metanol dan etanol. Penelitian Pambayun dkk. (2007) menunjukkan bahwa dalam mengekstrak Gambir (Uncaria gambir Roxb) hasil menunjukkan makin polar pelarut, berat bahan terekstrak yang dihasilkan tidak berbeda antara ekstraksi menggunakan cara maserasi dengan shoxletasi. Setelah diperoleh larutan hasil ekstraksi, untuk memperoleh ekstrak biasanya dilakukan pengupan dengan penguap vakum putar. Ekstraksi dapat dilanjutkan dengan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut yang semakin meningkat kepolarannya seperti heksana, kloroform, etil asetat dan butanol untuk memisahkan senyawa yang terdapat pada ekstrak kasar berdasarkan perbedaan kepolarannya dan larutan hasil ekstraksi diuapkan lagi untuk mendapatkan ekstrak hasil ekstraksi bertahap. Metode pemisahan senyawa dari ekstrak kasar melalui ekstraksi bertahap telah dilakukan pada penelitian Swantara (2005); Yuliani (2001); Ćetković et al. (2007). 8. Penapisan Fitokimia Fitokimia atau kimia tumbuhan merupakan disiplin ilmu mempelajari aneka ragam senyawa organik pada tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis, metabolisme, penyebaran secara ilmiah dan fungsi biologinya. Pendekatan secara penapisan fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji) terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif seperti alkaloid, antrakinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tanin, polifenol dan minyak atsiri. Adapun tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis tumbuhan untuk mengetahui kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan (Pedrosa, et al., 1978). Metode yang digunakan untuk melakukan penapisan fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain sederhana, cepat, dapat dilakukan dengan peralatan minimal, selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari, semikualitatif dan dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari (Pedrosa, et al., 1978). 28 Uji penapisan fitokimia biasanya menggunakan reagen-reagen pendeteksi antara lain untuk mengetahui senyawa alkaloid menggunakan reagen Wagner, tanin menggunakan larutan gelatin dan FeCl3, flavonoid dengan penambahan HCl, saponin dengan penambahan air dan terpenoid menggunakan vanillin-H2SO4. Hasil positif uji alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan. Endapan tersebut diperkirakan adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Wagner, iodine bereaksi dengan I- dari kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji Wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kaliumalkaloid yang mengendap (Marliana dkk., 2005). Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji Wagner ditunjukkan pada Gambar 11. I2 + I- I3coklat + KI + I2 + I3- N N K quinoline Kalium - Alkaloid endapan Perkiraan reaksi uji wagner Gambar 11. Perkiraan Reaksi Uji Wagner (Marliana dkk., 2005) Perubahan warna yang terjadi pada penambahan FeCl3 karena terbentuknya kompleks Fe3+-tanin dan Fe3+-polifenol. Atom oksigen pada tanin dan polifenol mempunyai pasangan elektron yang mampu mendonorkan elektronnya pada Fe3+ yang mempunyai orbital d kosong membentuk ikatan kovalen koordinat sehingga menjadi suatu kompleks (Syarifuddin, 1994). Perkiraan reaksi uji tanin dengan FeCl3 dapat dilihat pada Gambar 12. Uji flavonoid dengan penambahan digunakan untuk mendeteksi senyawa yang mempunyai inti benzopiranon. Warna merah atau ungu yang terbentuk merupakan garam benzopirilium, yang disebut juga garam flavilium (Achmad, 1986). Reaksi yang terjadi pada uji flavonoid ditunjukkan pada Gambar 13. 29 Uji saponin timbulnya busa menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air. Senyawa glikosida terhidrolisis menjadi glukosa dan aglikon (Rusdi, 1990 dalam Marliana dkk., 2005). Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji saponin ditunjukkan pada Gambar 14. OH HO O CH OH FeCl3 + CHOH C H2 Fe3+ OH O O O CH O CHOH C H2 OH Gambar 12. Perkiraan Reaksi Uji Tanin dengan FeCl3 (Syarifuddin, 1994) OH OH HO O HO OH O HCl OH OH Garam Flavilium Kuersetin OH O OH OH OH HO HO O OH OH OH Cl OH OH OH O H HO OH O OH OH OH OH OH OH OH OH Gambar 13. Reaksi Uji Flavonoid (Achmad, 1986) Uji terpenoid menggunakan reagen vanillin-H2SO4 menghasilkan warna ungu, biru, biru-ungu, orange ke merah ungu dan atau merah cokelat (Wagner, 1984). Reaksi uji terpenoid ditunjukkan pada Gambar 15. 30 H2O CH2OH CO CO O OH O CH2OH OH OH + OH O OH OH OH Aglikon Arabinopiriosil-3β-asetil oleanolat OH glukosa Gambar 14. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air (Marliana dkk., 2005) H OH O CH3 C OH C CH OCH3 OH HO Suatu Terpenoid Vanilin H+ OH CH3 OH OH C CH HO H H3CO HO H+ H2O OH CH3 OH C CH O H3CO HO Gambar 15. Reaksi Uji Terpenoid dengan vanillin – H2SO4 (Jork et al., 1990) 31 9. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen). Komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia yang berbeda sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan (Rohman, 2007). Fase diam yang digunakan dalam KLT berupa zat padat silika atau alumina yang mempunyai kemampuan mengabsorbsi bahan-bahan yang akan dipisahkan (sebagai absorben) (Kristanti dkk., 2008). Fase gerak yang dipakai adalah pelarut tunggal atau campuran pelarut dengan perbandingan tertentu. Pemisahan yang bagus dapat dicari dengan mencoba-coba mengelusi dengan berbagai perbandingan campuran pelarut. Penelitian Hayani (2007) menggunakan berbagai perbandingan campuran pelarut untuk memisahkan komponen yang terdapat pada rimpang Temu Kunci dan didapatkan perbandingan campuran pelarut heksana : etil asetat 8,5 : 1,5 memberikan pemisahan yang bagus ditandai banyaknya noda yang dipisahkan. Pendeteksian senyawa dapat dilakukan dengan pengamatan langsung, dibawah sinar UV dan disemprot dengan reagen spesifik. Reagen spesifik yang dipakai antara lain pada uji flavonoid menggunakan penyemprot AlCl3 1%, uji fenolat dan tanin menggunakan penyemprot FeCl3 1%, saponin menggunakan penyemprot SbCl3 20 % dalam kloroform dan uji terpenoid menggunakan penyemprot vanillin-H2SO4. Uji KLT fenolat dan tanin menggunakan penyemprot FeCl3 1%. Fenolat dan tanin akan berwarna warna hijau, merah ungu, biru dan atau hitam (Harborne, 1996). Uji KLT flavonoid menggunakan penyemprot AlCl3 1% berwarna coklat muda pada sinar tampak dan biru pada UV 365 nm (Wagner, 1984). Flavonoid setelah disemprot dengan AlCl3 dapat memberikan warna kuning berflourensi pada sinar UV 254 nm (Harborne, 1996; Kristanti dkk., 2008) dan kuning pada sinar tampak (Wagner, 1984). Reaksi uji flavonoid dengan AlCl3 ditunjukkan pada Gambar 16. 32 O O + Al3+ OH -H+ O O O Al Gambar 16. Reaksi Uji KLT Flavonoid dengan AlCl3 (Jork et al., 1990) Reagen penyemprot pendeteksi saponin, SbCl3 20% dalam kloroform akan memberikan noda berwarna merah violet dibawah sinar tampak dan merah violet, biru dan hijau berflourensi dibawah sinar UV 365 nm (Wagner, 1984). SbCl3 membentuk kompleks-π yang berwarna dengan ikatan rangkap dua (Jork et al., 1990). Reaksi uji KLT saponin dapat dilihat pada Gambar 17. Cl Cl Cl C C Sb C Sb Cl Cl C C Cl Sb C Cl Senyawa Ikatan Rangkap Cl Kompleks phi Gambar 17. Reaksi Uji saponin dengan SbCl3 (Jork et al., 1990) 10. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM), Konsentrasi Bakterisidal Minimum (KBM) dan Uji Banding Konsentrasi hambat minimum (KHM) adalah konsentrasi terkecil (pengenceran terbesar) suatu obat yang masih menghambat pertumbuhan bakteri. KHM sangat penting untuk menentukan dosis efektif terkecil dari obat dan memberikan indek perbandingan dengan obat yang lain (Talaro, 2008). Konsentrasi Bakterisidal Minimum (KBM) adalah konsentrasi terkecil suatu obat dimana obat masih dapat membunuh bakteri. Penelitian Shanab et al. (2006) menunjukkan bahwa dengan metode dilusi yang membedakan antara KBM dan KHM adalah cara kerjanya yaitu KBM ditentukan dengan cara mengambil Cl 33 suspensi dengan menggunakan ose dari tabung-tabung yang digunakan untuk menentukan nilai KHM dan menyebarkannya pada cawan agar yang bebas dari zat antibakteri lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Konsentrasi terendah yang tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri adalah nilai KBM. Uji banding suatu sampel (zat antibakteri) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan atau daya aktivitas antibakteri sampel tersebut bila dibandingkan terhadap suatu zat pembanding. Metode yang digunakan adalah dengan cara membandingkan respon yang dihasilkan oleh zat antibakteri yang diperiksa terhadap respon suatu zat antibakteri pembanding. Respon tersebut berupa hambatan terhadap pertumbuhan bakteri uji (Yuliani, 2001). Uji banding suatu sampel dapat dilakukan dengan cara membuat suatu grafik atau kurva standart dari zat pembanding, dimana logaritma konsentrasi diplotkan terhadap sumbu-x dan diameter hambatan diplotkan terhadap sumbu-y. Berdasarkan kurva tersebut dapat diperoleh konsentrasi sampel pada diameter hambatan yang dihasilkan dan nilai diameter hambatan sampel pada konsentrasi yang ditetapkan, sehingga dapat ditetapkan nilai uji banding sampel terhadap zat pembanding, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Nilai uji banding = Konsentras i sampel dari kurva x 100 % Konsentras i sampel sebenarnya (Yuliani, 2001) B. Kerangka Pemikiran Bagian tanaman suku curcubitaceae telah banyak diuji aktivitas antibakterinya. Buah gambas merupakan salah satu suku curcubitaceae yang mengandung golongan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan saponin. Beberapa senyawa dari golongan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan saponin dapat menghambat pertumbuhan bakteri antara lain dengan membentuk ikatan antara senyawa dengan peptidoglikan dinding sel bakteri dan menghambat aktivitas enzim yang terdapat pada bakteri. Buah gambas dalam pemanfaatan 34 sebagai tanaman obat antibakteri belum dilakukan penelitian secara ilmiah aktivitas antibakterinya, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian secara ilmiah aktivitas antibakteri ekstrak buah gambas. Senyawa-senyawa antibakteri yang terdapat pada buah gambas dapat diisolasi dengan ekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstraksi bertahap terhadap ekstrak metanol berturut-turut dengan pelarut heksana, kloroform, etil asetat dan butanol merupakan ekstraksi pemisahan senyawasenyawa yang terdapat pada buah gambas berdasarkan perbedaan kepolaran. Metode pengujian aktivitas antibakteri difusi lubang dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak buah gambas dengan menghitung panjang diameter hambat yang terbentuk disekitar lubang, oleh karena itu perlu pengujian aktivtas antibakteri ekstrak buah gambas untuk mengetahui aktivitas antibakteri buah gambas. Ekstraksi bertahap dengan kepolaran pelarut yang meningkat akan memisahkan golongan senyawa/senyawa yang terdapat pada ekstrak metanol berdasarkan perbedaan kepolaran antara lain golongan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan atau saponin. Pengujian golongan senyawa dengan metode penapisan fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk mengetahui adanya golongan senyawa yang terdapat pada masing-masing ekstrak. Ekstraksi bertahap menyebabkan senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak metanol terpisah ke dalam masing-masing ekstrak hasil ekstraksi bertahap yang mempengaruhi aktivitas antibakteri masing-masing ekstrak. Golongan senyawa/senyawa yang terkandung dalam ekstrak-ekstrak buah gambas berbedabeda dengan kadar yang berbeda pula, sehingga panjang diameter hambat yang terbentuk berbeda-beda. Penentuan aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah gambas dapat dilakukan dengan membandingkan panjang diameter hambat yang terbentuk. Ekstrak buah gambas yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi masih merupakan ekstrak kasar, sehingga senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak belum murni, konsentrasinya rendah dan mekanisme penghambatan 35 pertumbuhan bakteri oleh senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak belum diketahui dengan pasti. Ampisilin merupakan senyawa tunggal dan antibakteri yang berspektrum luas. Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh ampisilin sudah diketahui yaitu dengan menghambat enzim transpeptidase yang terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri, sehingga aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi lebih lemah jika dibandingkan dengan ampisilin. Aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi jika dibandingkan dengan ampisilin dapat diketahui dengan mencari dan membandingkan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan nilai banding ekstrak terhadap ampisilin. C. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Ekstrak metanol mempunyai aktivitas antibakteri 2. Ekstrak hasil ekstraksi bertahap ekstrak metanol yaitu ekstrak heksana, kloroform, etil asetat dan butanol mempunyai aktivitas antibakteri. 3. Golongan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan atau saponin terdapat pada ekstrak aktif antibakteri buah gambas. 4. Aktivitas antibakteri ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah gambas lebih lemah jika dibandingkan dengan ampisilin. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dalam laboratorium. Isolasi senyawa serbuk buah gambas dilakukan dengan metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang didapatkan dilakukan pengujian aktivitas antibakteri. Ekstrak metanol diekstraksi bertahap berturutturut menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya meningkat, yaitu heksana, kloroform, etil asetat dan butanol. Ekstrak hasil ekstraksi bertahap kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri. Terhadap ekstrak antibakteri kemudian dilakukan penapisan fitokimia dan ekstrak antibakteri tertinggi dilakukan uji penegasan golongan senyawa dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan penentuan KHM ekstrak serta nilai banding ekstrak terhadap ampisilin. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan Biokimia, Pusat penelitian Kimia LIPI, Bandung, Sub Lab Biologi Laboratorium Pusat Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta dari bulan Januari 2008-Januari 2009. C. Alat dan Bahan 1.Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven (Memmert Modell 500), mesin penggiling, neraca timbang (Denver TL603D dan Scout Pro/ohaus), statif dan klem, pelubang dengan diameter 6 mm, penguap vakum putar (Bibby RE 200B), corong pisah, bejana KLT, hotplate-stirer (RCT Basic Labortechnik), pendeteksi UV (PUV/BDH), penangas air, autoklaf (Presoclave 75 P-Selecta), botol semprot, handmixer (Vortec mixer VM 300), pembakar spirtus, mikropipet 10-100 μL,100-1000 μL (Micropipette), jarum ose, cawan petri, 36 37 laminar air flow (Minihelik II, dwyer), inkubator (Hotcold M P-Selecta), spatula logam, lemari asam, lemari pendingin dan peralatan gelas lainnya yang biasa digunakan di laboratorium. 2.Bahan a. Bahan yang Diteliti Bahan yang diteliti adalah buah gambas yang dibeli dari pasar Legi, Solo. b. Bahan yang Digunakan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain metanol (Bratachem), heksana (Bratachem), etil asetat (Bratachem), butanol (E. Merck), kloroform (E. Merck), aseton (Bratachem) dan aquadest. Dimetil Sulfoksida (DMSO), alkohol 70%, etanol absolut (Pro-Analisis) serbuk vanillin (pro-Analisis), Nutrient Agar (NA) (E. Merck), ampisilin (yang diperoleh dari Universitas Setia Budi, Solo), serbuk NaCl dan plat KLT silika gel 60 GF254 (E. Merck), HCl pekat, serbuk FeCl3, H2SO4 pekat, serbuk KI, serbuk AlCl3, serbuk NaCl, serbuk SbCl3, iodine dan gelatin. c. Bakteri Uji Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah E. coli FNCC 0091, B. subtilis FNCC 0059, S. aureus FNCC 0047, P. aeruginosa FNCC 0063 dan S. thypi FNCC 0050 yang diperoleh dari PAU-UGM, Yogyakarta dan bakteri E. aerogenes dan S. dysentriae dari LIPI, Bandung. D. Bagan Alir Penelitian (bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.). E. Prosedur Penelitian a. Determinasi dan Preparasi Sampel Buah gambas diideterminasi di Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Buah gambas dikupas, dicuci, diiris tipis-tipis, diangin- anginkan selama 12 jam dan dikeringkan dalam oven selama 3 hari dengan suhu oven 55°C. Bahan kering (simplisia) disimpan dalam wadah tertutup. 38 b. Maserasi Simplisia. Simplisia yang telah kering digiling dengan penggiling manual. Serbuk yang didapatkan diekstraksi dengan metode maserasi (perendaman bahan) menggunakan metanol selama 1 x 24 jam dan 3 x 30 jam dengan perincian metanol yang digunakan 2,5 L, 850 mL, 990 mL dan 600 mL. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan secara vakum menggunakan penguap vakum putar dengan suhu 40°C sehingga dihasilkan ekstrak metanol pekat. c. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Ekstrak metanol dibuat konsentrasi tertentu dengan pelarut dimetil sulfoksida (DMSO). Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan Metode difusi lubang dengan tahap kerja sebagai berikut : a. Steril Alat yang Digunakan untuk Pengujian Antibakteri Semua alat seperti cawan petri, pelubang, spatula logam, jarum ose, tempat sampel dan peralatan gelas yang lainya yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit. b. Pembuatan Media Media yang digunakkan adalah Nutrient Agar (NA) (E. Merck) dengan kandungan bahan per Liter adalah pepton 5 g, ekstrak daging 3 g dan agar 12 g. NA ditimbang sebanyak 20 g kemudian dilarutan dalam 1 L aquadest, dipanaskan di atas hotplate-stirer sampai mendidih dan terbentuk larutan agar yang berwarna bening. Larutan agar tersebut dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL untuk agar miring dan ke dalam botol kaca tertutup sebanyak 15 mL untuk pengujian antibakteri. Tabung dan botol yang berisi agar disterilkan memakai autoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit. c. Penyediaan Bakteri Uji Bakteri uji ditanam pada agar miring dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 20 jam, lalu disuspensikan ke dalam 3 mL aquadest steril. 39 d. Perhitungan Bakteri Uji Perhitungan bakteri uji dilakukan dengan metode total plate count (TPC) yaitu dengan mengencerkan 1 mL suspensi yang telah dibuat diencerkan ke dalam 9 mL aquadest steril, sehingga didapatkan suspensi 10 mL dan didapatkan perbandingan hasil pengenceran 1:10. Suspensi 10 mL diambil 1 mL kemudian diencerkan lagi ke dalam 9 ml aquadest steril dengan perbandingan pengenceran 1:100. Perlakuan diulang sampai suspensi tidak begitu keruh. Seri suspensi yang didapat masing-masing diambil 100 μL kemudian dimasukkan ke permukaan agar pada masing-masing cawan petri dan diratakan. Cawan petri di inkubasi selama 20 jam. Kemudian dilakukan perhitungan dengan total plate count (TPC) dan jumlah yang boleh digunakan adalah yang masuk ke dalam range : 30-300 koloni bakteri (Tortora et al., 2007). e. Pengujian Aktivitas Antibakteri Suspensi bakteri sebanyak 100 μL dimasukkan ke dalam cawan petri steril kemudian ditambahkan 15 mL NA steril dalam keadaan hangat, digoyang supaya bakteri dan agar tercampur secara homogen kemudian didiamkan sampai agar memadat. Agar padat tersebut dibuat lubang-lubang menggunakan pelubang dengan diameter 6 mm dengan jarak antar lubang yang sama, lalu dimasukkan larutan ekstrak dengan konsentrasi tertentu (b/v) dan larutan kontrol negatif (DMSO) ke dalam tiap-tiap lubang sebanyak 20 μL dengan menggunakan mikropipet. Cawan kemudian diinkubasi di dalam inkubator bersuhu 37°C selama 20 jam, setelah lewat masa inkubasi dengan menggunakan jangka sorong diukur diameter hambat yang terbentuk berupa daerah bening sekeliling lubang sebagai parameter untuk menentukan besarnya aktivitas antibakteri dari ekstrak yang diuji. f. Penyediaan Standart Pembanding Ampisilin Sebanyak 100 mg ampisilin dilarutkan dalam 10 mL DMSO. Larutan ini merupakan larutan ampisilin 0,01 mg/μL. Larutan tersebut diambil menggunakan mikropipet dan dengan metode pengenceran dibuat berbagai variasi konsentrasi standart ampisilin yang diinginkan. 40 4. Ekstraksi Bertahap Ekstrak Metanol Ekstrak metanol sebanyak 152,55 g ditambah 200 mL pelarut metanolair dengan perbandingan 4:1 yaitu dengan melarutkan ekstrak ke dalam 150 mL metanol dan 50 mL aquadest, kemudian larutan diekstraksi dengan 300 mL heksana dalam corong pisah, lapisan atas (heksana) dipekatkan dengan penguap vakum putar dengan suhu 40°C sehingga dihasilkan ekstrak heksana. Lapisan bawah kemudian diekstraksi dengan kloroform sebanyak 300 mL, lapisan bawah (kloroform) diuapkan dengan penguap vakum putar dengan suhu 40°C sehingga diperoleh ekstrak kloroform. Lapisan atas diekstraksi dengan etil asetat sebanyak 300 mL, lapisan atas (etil asetat) diuapkan dan diperoleh ekstrak etil asetat. Lapisan bawah diekstraksi kembali dengan butanol sebanyak 150 mL, lapisan atas (butanol) diuapkan sehingga dihasilkan ekstrak butanol, sedangkan lapisan bawah (air) dipekatkan dan didapatkan ekstrak air. Setiap ekstraksi dibagi menjadi beberapa corong pisah dengan volume total 100 mL untuk setiap corong pisah. 5. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak hasil ekstraksi bertahap sama seperti pengujian yang dilakukan pada ekstrak metanol. 6. Pengujian Golongan Senyawa yang Bersifat Antibakteri Pengujian kualitatif golongan senyawa dilakukan dengan penapisan fitokimia dan uji penegasan golongan senyawa dengan KLT. Penapisan fitokimia dilakukan untuk ekstrak antibakteri yaitu pengujian terhadap golongan senyawa alkaloid, saponin, tanin dan polifenol, flavonoid, terpenoid dan fenolat. Uji penegasan golongan senyawa dilakukan terhadap ekstrak antibakteri tertinggi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Metode penapisan fitokimia yang digunakan berdasarkan Pedrosa et al. (1978); Farnsworth (1966); Harborne. (1996). A. Pembuatan reagen 1. FeCl3 1% : FeCl3 sebanyak 1 g dilarutkan dalam 100 ml aquadest. 41 2. Larutan gelatin : Gelatin sebanyak 1 g dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest panas sambil diaduk. 3. NaCl 10% : NaCl sebanyak 10 g dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest. 4. AlCl3 1% : AlCl3 sebanyak 0,1 g dilarutkan ke dalam 10 ml etanol absolut. 5. Penyemprot Vanillin–H2SO4 : (i) 5% H2SO4 dalam etanol, (ii) 1% vanilin dalam etanol. Plat disemprot larutan (i) kemudian larutan (ii). 6. Pereaksi Wagner : KI sebanyak 2 g dan iodine sebanyak 1,27 g dilarutkan ke dalam aquadest sampai volumenya 100 ml, kemudian disimpan dalam botol gelap. 7. SbCl3 20% dalam kloroform : 2 g serbuk SbCl3 dilarutkan dalam 10 mL kloroform. 8. HCl 2 M : 16,5 ml HCl pekat dilarutkan ke dalam aquadest sampai volume 100 mL B. Pengujian golongan senyawa 1. Pengujian alkaloid Ekstrak diambil sedikit, ditambah dengan HCl 2M dan dipanaskan diatas tangas air sambil diaduk, kemudian didinginkan hingga suhu ruang. NaCl serbuk ditambahkan, diaduk dan disaring, kemudian filtrat ditambah HCl 2M hingga volume tertentu. Filtrat dibagi ke dalam 2 tabung reaksi, tabung 1 ditambah dengan reagen Wagner dan tabung 2 sebagai blangko. Tabung 1 diamati terbentuknya endapan dan dibandingkan dengan larutan blangko pada tabung 2. Jika tidak terbentuk endapan, bahan tidak mengandung alkaloid dan jika terbentuk endapan, bahan mengandung alkaloid (Pedrosa et al., 1978). 2. Pengujian saponin Diambil 1 mg ekstrak dan dimasukan dalam tabung reaksi. Ekstrak ditambah aquadest dengan perbandingan 1 mg ekstrak : 1 μL aquadest, kemudian dikocok dan didiamkan. Jika terbentuk buih yang tidak 42 menghilang selama 30 menit, maka ekstrak tersebut mengandung saponin (Pedrosa et al., 1978). 3. Pengujian flavonoid Ekstrak ditambah heksana dan diaduk, kemudian fase heksana dihilangkan. Perlakuan diulang sampai larutan heksana tidak berwarna. Residu dilarutkan dengan etanol absolut dibagi menjadi 2 tabung, tabung 1 sebagai blangko dan tabung 2 untuk uji. Tabung 2 ditambah dengan 2 tetes HCl pekat, diamati warna yang terjadi dan dibandingkan dengan blangko. Tabung 2 dihangatkan di atas penangas air selama 15 menit, kemudian diamati perubahan warna yang terjadi. Terbentuknya warna merah kuat atau violet, menunjukkan adanya senyawa flavonoid (Pedrosa et al., 1978). 4. Pengujian Tanin dan Polifenol Ekstrak ditambah aquadest panas, kemudian diaduk dan didinginkan. Setelah itu lima tetes NaCl 10% ditambahkan kemudian diisaring. Filtrat dibagi 3 bagian, bagian A, B dan C. Filtrat A digunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3 dan ke dalam filtrat C ditambah larutan gelatin, kemudian diamati perubahan yang terjadi. Jika terbentuk endapan pada filtrat C maka terdapat tanin. Jika terbentuk warna hijau kehitaman pada fitrat B menunjukkan adanya tanin terhidrolisa, jika terbentuk warna hijau kecoklatan pada fitrat B menunjukkan adanya senyawa tanin terkondensasi dan terbentuk warna selain warna di atas menunjukkan adanya senyawa polifenol (Pedrosa et al., 1978). 5. Terpenoid Ekstrak ditambah dengan vanilin dan H2SO4 pekat. Terpenoid positif jika terjadi perubahan warna ungu (Farnsworth, 1966 dalam Yuliani, 2001). 6. Fenolat Ekstrak ditambah dengan larutan besi (III) klorida 1%. Fenolat positif jika terjadi perubahan warna hijau, merah ungu, biru/hitam (Harborne, 1996). 43 Ekstrak antibakteri tertinggi dilakukan uji penegasan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Plat yang digunakan adalah silika gel 60 GF254 dengan ukuran plat 7,5 Ñ… 1,25 cm dengan jarak tepi bawah dan tepi atas 1 cm. Ekstrak ditotolkan pada plat dan dielusi dengan pengembang campuran kloroform : etil asetat dengan perbandingan masing-masing 3:7, 1:1 dan 7:3. Hasil pemisahan dideteksi bercaknya dengan sinar tampak, sinar UV 365 nm dan 254 nm dan dicari pengembang yang dapat memisahkan dengan baik. Setelah mendapatkan pengembang dengan pemisahan yang baik, selanjutnya dilakukan uji kualitatif golongan senyawa dengan penyemprotkan reagen spesifik dan pengamatan bercak pada sinar tampak, UV 254 nm dan 365 nm. Reagen penyemprot yang dipakai adalah AlCl3 untuk senyawa flavonoid, SbCl3 20% dalam klorofrom untuk senyawa saponin, Vanilin-H2SO4 untuk senyawa terpenoid dan FeCl3 untuk senyawa tanin dan fenolat. 7. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Terhadap Ekstrak Antibakteri Tertinggi Penetapan KHM ekstrak mempunyai tujuan untuk mengetahui kadar minimum ekstrak yang masih menimbulkan hambatan terhadap pertumbuhan bakteri. Metode yang digunakan sama seperti metode yang dipakai dalam pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol yang membedakan adalah dalam uji KHM menggunakan berbagai konsentrasi sampel dengan variasi konsentrasi mulai dari 0 mg/μL. 8. Penentuan KHM ampisilin dan Penentuan Nilai Banding Ekstrak Antibakteri Tertinggi dengan Standart Ampisilin Penentuan KHM dan uji banding ampisilin dilakukan dengan membandingkan standart ampisilin konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL, 7,6.10-6 mg/μL, 3,8.10-6 mg/μL, 1,9.10-6 mg/μL, 10-6 mg/μL, 5.10-7 mg/μL, 2,5.10-7 mg/μL, 1,25.10-7 mg/μL dan 0 mg/μL dengan ekstrak antibakteri tertinggi dengan konsentrasi tertinggi pada penentuan KHM ekstrak dan pengujian dilakukan bersamaan. Metode pengujian yang digunakan sama seperti metode yang dipakai 44 dalam pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol. Nilai banding sampel terhadap ampisilin ditentukan dengan cara membuat kurva standart ampisilin, yaitu kurva plot antara logaritma konsentrasi (sumbu x) dengan diameter hambat (sumbu y). Berdasarkan persamaan kurva dapat ditentukan nilai banding ekstrak antibakteri terhadap ampisilin dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan pada Bab II. F. Tehnik Pengumpulan dan Analisa Data Penelitian ini menghasilkan berbagai data. Uji aktivitas antibakteri pada ekstrak dan ampisilin didapatkan data diameter hambat pada konsentrasi tertentu. Penapisan fitokimia didapatkan data golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Analisa senyawa dengan metode KLT didapatkan penampakan sejumlah noda, harga Rf dan data golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Uji penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) didapatkan data KHM. Uji banding aktivitas terhadap ampisilin didapatkan data nilai banding. Pengaruh variasi bakteri, variasi konsentrasi dan atau pengaruh variasi ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji dianalisa dengan One-Way ANOVA dan uji lanjut dengan LSD dengan nilai p > 0,05 dianggap signifikan. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Sampel Determinasi buah gambas dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hasil determinasi menunjukkan bahwa buah yang diteliti merupakan jenis Luffa acutangula Roxb. Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 2. B. Preparasi Sampel Sampel basah buah gambas 20,6 Kg dikeringkan dalam oven 55°C. Pengeringan dilakukan dengan suhu rendah 55°C, karena pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktif (Anonim, 1985). Pengeringan dalam oven bertujuan untuk mempercepat penghilangan air dan mendapatkan bahan dengan kadar air yang rendah, sehingga bahan tidak menjadi busuk dalam penyimpanan. Bahan kering (simplisia) yang didapatkan sebanyak 1256,4 g. Bahan kering digiling sehingga didapatkan serbuk buah gambas sebanyak 1000,4 g. Penggilingan bahan menjadi serbuk bertujuan untuk memperluas permukaan, sehingga dalam proses ekstraksi kontak antara bahan dengan pelarut semakin banyak yang diharapkan semua senyawa dapat terekstrak ke dalam pelarut. Serbuk buah gambas untuk selanjutnya dilakukan ekstraksi maserasi untuk mendapatkan senyawa-senyawa kimia buah gambas. C. Maserasi Simplisia Serbuk buah gambas sebanyak 1000,4 g diekstraksi dengan metode maserasi (perendaman bahan) menggunakan pelarut metanol untuk mendapatkan senyawa-senyawa menggunakan kimia buah gambas. Ekstraksi dalam metode maserasi dengan alasan bahan yang penelitian ini diekstrak cukup banyak dan mengurangi pemanasan yang berlebih terhadap simplisia, supaya senyawa yang terekstrak tidak banyak yang rusak. 45 46 Tujuan penggunaan metanol sebagai pelarut, karena semua senyawa dari tanaman yang diduga sebagai senyawa antimikroorganisme adalah senyawa yang terlarut pada pelarut organik, sehingga senyawa-senyawa tersebut bisa didapatkan melalui ekstraksi dengan pelarut metanol (Cowan, 1999). Hal ini disebabkan karena metanol dapat mengekstrak hampir semua senyawa, antara lain senyawa antosianin, terpenoid, saponin, lakton, tanin, flavon dan polifenol (Cowan, 1999). Penelitian Durmaz et al. (2006) menunjukkan bahwa ekstraksi dengan metanol merupakan metode yang bagus untuk mengekstrak senyawa antibakteri dari tanaman Allium vineale, Chaerophyllum macropodum dan Prangos ferulacea. Perendaman dilakukan berkali-kali dengan metanol bertujuan untuk mengoptimalkan ekstraksi senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia. Pada proses ekstraksi maserasi, pelarut menembus dinding sel dan masuk ke rongga sel yang mengandung senyawa aktif yang melarutkan senyawa tesebut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara senyawa aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan terpekat didesak ke luar sel (Anonim, 1986). Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan sehingga dihasilkan ekstrak metanol pekat berwarna hijau kecoklatan sebanyak 261,6 g dengan redemen 26,14 % (b/b). Perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 3. Ekstrak metanol untuk selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antibakteri. D. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Ekstrak metanol yang didapatkan dari ekstraksi maserasi, kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol dilakukan terhadap bakteri gram positif B. subtilis dan S. aureus dan bakteri gram negatif P. aeruginosa, E. coli, E. aerogenes, S. dysentriae dan S. thypi. Tujuan menggunakan 7 bakteri uji adalah untuk mengetahui selektivitas antibakteri ekstrak metanol terhadap bakteri uji. Untuk uji antibakteri ekstrak metanol dibuat konsentrasi masing-masing sebesar 0,5 mg/μL atau berat sampel 10 mg/lubang, 0,75 mg/μL atau berat sampel 15 mg/lubang dan 1 mg/μL atau berat sampel 20 mg/lubang dengan 47 pelarut dimetil sulfoksida (DMSO) dan menggunakan kontrol negatif DMSO (0 mg/μL). Jumlah bakteri yang digunakan untuk uji adalah 3,32.106 bakteri/mL. Perhitungan konversi konsentrasi sampel dan perhitungan jumlah bakteri untuk uji dapat dilihat pada Lampiran 3. DMSO digunakan sebagai pelarut dan kontrol negatif, karena DMSO merupakan pelarut polar aprotik tidak berwarna yang dapat melarutkan senyawa polar dan non polar dengan range yang sangat luas seperti halnya air (Kennedy, R.). Yuliani (2001) telah membuktikan bahwa DMSO tidak aktif sebagai antibakteri. Hasil pengujian aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Tabel 2. Ekstrak metanol menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, P. aeruginosa dan B. subtilis. Ekstrak metanol tidak menghambat pertumbuhan bakteri E. aerogenes dan S. dysentriae, sedangkan terhadap bakteri S. thypi hasil uji menunjukkan diameter hambat yang didapat tidak begitu bening dan meragukan. Tabel 2. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah gambas Hasil Uji No Bakteri Uji 1 2 3 4 5 6 7 S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis E. aerogenes S. dysentriae S. thypi Berat Sampel 20 mg/lubang * + + + * Berat Sampel 15 mg/lubang + + + * * Berat Sampel 10 mg/lubang + + + + * Keterangan (+) = Positif antibakteri, (-) = Negatif antibakteri dan (*) = Diameter hambat tidak begitu bening (meragukan). Selanjutnya terhadap ekstrak metanol dilakukan uji antibakteri kembali menggunakan bakteri E. coli, S. aureus, P. aeruginosa dan B. subtilis untuk mengetahui kekuatan ekstrak metanol dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Terhadap bakteri S. thypi dilakukan uji ulang untuk mengetahui apakah ekstrak metanol benar-benar menghambat pertumbuhan bakteri S. thypi atau tidak. Aktivitas antibakteri dievaluasi dalam dua konsentrasi yang berbeda yaitu konsentrasi 0,50 mg/μL atau berat atau berat sampel 10 mg/lubang dan 0,75 mg/μL sampel 15 mg/lubang. Hasil pengujian aktivitas antibakteri dapat 48 dilihat pada Gambar 18. Hasil uji menunjukkan ekstrak metanol buah gambas menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, P. aeruginosa dan B. subtilis, tetapi tidak menghambat pertumbuhan bakteri S. thypi. Penelitian Kandhasamy et al. (2008) menunjukkan bahwa ekstrak metanol rimpang Drynaria quercifolia mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan ekstrak metanol buah gambas yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa dan E. coli. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah gambas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. 13,5 Rata-rata Diameter Hambat (mm) 12,5 11,5 10,5 9,5 8,5 7,5 6,5 5,5 10mg/lubang S. aureus P. aeruginosa 15 mg/lubang E. coli B. subtilis S. thypi Gambar 18. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Terhadap Bakteri S. aureus, P. aeruginosa, E. coli, B. subtilis dan S. thypi . Pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel dan pengaruh bertambahnya berat sampel terhadap masing-masing bakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji dapat diketahui dengan analisa data One Way-ANOVA. Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi bakteri pada berat ekstrak metanol 15 mg/lubang terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri uji secara umum menunjukkan adanya pengaruh variasi bakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri, analisa lebih lanjut dengan LSD dilakukan untuk mengetahui pengaruh antar bakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil analisa LSD menunjukkan bahwa antar semua bakteri menunjukkan pengaruh yang beda, kecuali antara bakteri P. aeruginosa dengan S. aureus mempunyai pengaruh yang 49 sama. Pengaruh variasi bakteri uji pada berat sampel 10 mg/lubang secara umum menunjukkan adanya pengaruh variasi bakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan dengan analisa LSD secara umum menunjukkan pengaruh yang beda antar semua bakteri uji, kecuali antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa, B. subtilis dengan S. aureus dan P. aeruginosa dengan B. subtilis memberikan pengaruh yang sama dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil analisa ANOVA pengaruh bertambahnya berat sampel terhadap masing-masing bakteri menunjukkan bertambahnya berat sampel ekstrak metanol dari 10 mg/lubang ke 15 mg/lubang tidak berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, E. coli dan B. subtilis, tetapi berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa yang ditandai dengan beda nyata signifikan antara berat sampel 10 mg/lubang dengan berat sampel 15 mg/lubang. Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi berat sampel pada masingmasing bakteri dapat dilihat pada Lampiran 6. Penelitian Tomori et al. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah L. breviflora (suku Curcubitaceae) menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, B. subtilis, S. aureus dan P. aeruginosa. Ekstrak metanol buah gambas jika dibandingkan dengan ekstrak etanol buah L. breviflora menghambat pertumbuhan bakteri yang sama yaitu bakteri gram positif seperti B. subtilis dan S. aureus dan gram negatif seperti P. aeruginosa dan E. coli. Bakteri gram negatif seperti E. aerogenes, S. dysentriae dan S. thypi tidak dihambat oleh ekstrak metanol buah gambas. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak metanol tidak menghambat semua bakteri gram negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah gambas tergantung pada masing-masing spesies bakteri uji. Durmaz et al. (2006) menyatakan bahwa aktif tidaknya suatu antibakteri yang ditandai perbedaan diameter hambat yang terjadi tergantung pada tipe dari ekstrak, spesies tanaman dan spesies dari bakteri itu sendiri. 50 Ekstrak metanol menghambat pertumbuhan bakteri gram positif (B. subtilis dan S. aureus) dan bakteri gram negatif (P. aeruginosa dan E. coli), walaupun ekstrak metanol tidak menghambat semua bakteri gram negatif bisa dikatakan ekstrak metanol mewakili aktivitas antibakteri yang berspektrum luas. Setelah ekstrak metanol mempunyai aktivitas antibakteri, ekstrak metanol kemudian diekstraksi bertahap menggunakan pelarut dengan kepolaran yang meningkat untuk memisahkan senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak metanol berdasarkan perbedaan kepolaran. E. Ekstraksi Bertahap Ekstrak Metanol Ekstrak metanol selanjutnya diekstraksi bertahap menggunakan pelarut yang meningkat kepolarannya. Ekstrak metanol gambas sebanyak 152,55 g diencerkan dengan campuran metanol : air (4:1). Pengenceran ekstrak bertujuan untuk mendapatkan larutan yang tidak terlalu pekat sehingga memudahkan dalam proses ekstraksi. Larutan hasil pengenceran yang didapat sebanyak 300 mL. Larutan diekstraksi berturut-turut dengan pelarut heksana, kloroform, etil asetat dan butanol. Semua larutan hasil ekstraksi dipekatkan kembali untuk mendapatkan ekstrak pekat. Hasil ekstraksi bertahap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Ekstraksi Bertahap Ekstrak Metanol No Pelarut yang digunakan 1 2 3 4 5 Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Hasil ekstraksi Berat ekstrak Warna (g) 6,27 Hijau kehitaman 3,63 Hijau tua 3,25 Coklat tua 3,39 Coklat muda 100,32 Coklat tua Ekstrak-ekstrak hasil ekstraksi bertahap untuk selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli, S. aureus, P. aeruginosa dan B. subtilis yang bertujuan untuk mengetahui ekstrak aktif antibakteri buah gambas.. 51 F. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap Ekstrak yang diperoleh dari ekstraksi bertahap dilakukan pengujian aktivitas antibakteri untuk mengetahui ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri. Ekstrak dibuat konsentrasi 0,75 mg/μL atau berat sampel 15 mg/lubang dengan pelarut DMSO. Pemilihan konsentrasi 0,75 mg/μL atau berat sampel 15 mg/lubang karena dengan konsentrasi yang besar secara jelas dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan dapat mencerminkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil dari uji antibakteri ekstrak dari ekstraksi bertahap dapat dilihat pada Gambar 19 dan hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak hasil ekstraksi bertahap dapat dilihat pada Lampiran 7. Rata-Rata Diameter Hambat 13,5 12,5 11,5 10,5 9,5 8,5 7,5 6,5 5,5 E. coli Heksana B. subtilis Kloroform S. aureus Etil asetat P. aeruginosa Butanol Air Gambar 19. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap Terhadap Bakteri E. coli, B. subtilis, S. aureus dan P. aeruginosa dengan Berat Ekstrak 15 mg/lubang Ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri yaitu ekstrak heksana, kloroform, etil asetat dan butanol. Ekstrak aktif antibakteri tertinggi terhadap semua bakteri uji adalah ekstrak etil asetat diikuti ekstrak kloroform, butanol dan heksana. Ekstrak air tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap semua bakteri uji ditandai dengan tidak adanya diameter hambat disekitar lubang. 52 Ekstrak etil asetat ditentukan sebagai ekstrak antibakteri tertinggi, karena ekstrak etil asetat mempunyai rata-rata diameter hambat tertinggi untuk semua bakteri uji dan didukung dengan analisa data One-way ANOVA dan LSD. Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi ekstrak pada masing-masing bakteri dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisa ANOVA menunjukkan bahwa adanya variasi ekstrak menunjukkan adanya pengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Analisa lanjut dengan LSD menunjukkan bakteri S. aureus, P. aeruginosa dan E. coli terhadap ekstrak etil asetat mempunyai pengaruh yang berbeda dan signifikan jika dibandingkan dengan ekstrak-ekstrak yang lain. Pada bakteri B. subtilis, ekstrak etil asetat mempunyai pengaruh yang sedikit sama terhadap ekstrak kloroform dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak hasil ekstraksi bertahap mengindikasikan bahwa senyawa-senyawa yang diduga sebagai antibakteri terdapat pada ekstrak heksana, kloroform, etil asetat dan butanol dan tidak terdapat pada ekstrak air. Terhadap ekstrak aktif antibakteri selanjutnya dilakukan pengujian golongan senyawa untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak aktif antibakteri. Sedangkan terhadap ekstrak etil asetat yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dilakukan uji penegasan golongan senyawa dengan metode KLT. G. Pengujian Golongan Senyawa Ekstrak Aktif Antibakteri Ekstrak metanol, heksana, kloroform, etil asetat dan butanol yang mempunyai aktivitas antibakteri dilakukan pengujian golongan senyawa untuk mengetahui golongan-golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Pengujian dilakukan dengan penapisan fitokimia terhadap golongan senyawa yang diduga sebagai golongan senyawa aktif antibakteri seperti golongan senyawa alkaloid, fenolat, terpenoid, tanin/polifenol, saponin dan flavonoid. Hasil pengujian senyawa antibakteri dapat dilihat pada Tabel 4 dan hasil lengkap pengujian penapisan fitokimia dapat dilihat pada Lampiran 9. Ekstrak metanol memperlihatkan adanya semua golongan senyawa yang diuji yaitu alkaloid, fenolat, saponin, tanin terkondensasi, flavonoid dan 53 terpenoid. Ekstrak heksana hanya mengandung golongan senyawa terpenoid. Ekstrak kloroform mengandung golongan senyawa alkaloid, fenolat, tanin terkondensasi, terpenoid dan flavonoid, tetapi tidak mengandung golongan senyawa saponin. Ekstrak etil asetat mengandung golongan senyawa fenolat, tanin terkondensasi, terpenoid, saponin dan flavonoid, tetapi tidak mengandung golongan senyawa alkaloid. Ekstrak butanol mengandung senyawa alkaloid, fenolat, flavonoid dan tanin terkondensasi, tetapi tidak mengandung golongan senyawa saponin dan terpenoid. Tabel 4. Hasil Pengujian Golongan Senyawa Antibakteri yang Terdapat pada Ekstrak Metanol, Heksana, Kloroform, Etil Asetat dan Butanol N o. 1 2 3 4 5 6 Golongan senyawa yang diuji Alkaloid Fenolat Saponin Tanin * Flavonoid Terpenoid Ekstrak metanol + + + + + + Hasil pengujian Ekstrak Ekstrak Ekstrak heksana Kloroform etil asetat + + + + + + + + + + + Ekstrak butanol + + + + - * tanin terkondensasi , (+) = Positif uji senyawa, (-) = Negatif uji senyawa Ekstrak metanol yang mengandung semua golongan senyawa uji, jika dibandingkan dengan ekstrak etil asetat mempunyai panjang diameter hambat lebih kecil pada semua bakteri uji. Hal tersebut dikarenakan ekstrak metanol masih merupakan ekstrak kasar ditandai dengan besarnya berat ekstrak air yang tidak mempunyai aktivitas antibakteri sehingga konsentrasi golongan senyawasenyawa antibakteri yang terdapat pada ekstrak metanol rendah. Ekstrak heksana yang hanya mengandung golongan senyawa terpenoid mempunyai aktivitas antibakteri terkecil terhadap semua bakteri uji jika dibandingkan dengan ekstrak yang lainnya. Hal tersebut dapat disimpulkan golongan senyawa terpenoid dalam ekstrak heksana mempunyai kontribusi dalam menghambat pertumbuhan E. coli, B. subtilis, S. aureus dan P. aeruginosa tetapi dengan kekuatan yang kecil. Ekstrak etil asetat yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dilakukan uji penegasan golongan senyawa dengan metode KLT yang bertujuan 54 untuk mempertegas golongan-golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak etil asetat. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat buah gambas mengandung golongan senyawa flavonoid, tanin terkondensasi, fenolat, terpenoid dan saponin. Oleh karena itu, uji penegasan dengan metode KLT dilakukan hanya lima golongan senyawa tersebut. Pengembang (fase gerak) dengan komposisi kloroform : etil asetat (1:1) menghasilkan banyak noda dengan pemisahan yang baik daripada pengembang dengan komposisi kloroform : etil asetat (3:7 dan 7:3). Pengembang (fase gerak) yang digunakan yaitu kloroform : etil asetat dengan perbandingan 1:1, karena mempunyai pemisahan yang baik yaitu pada sinar tampak menghasilkan 2 noda, sinar UV 254 nm menghasilkan 4 noda dan sinar UV 365 nm menghasilkan 3 noda. Plat KLT yang telah dielusi kemudian disemprot dengan reagen spesifik dan diamati nodanya dibawah sinar tampak, sinar UV 254 nm dan 365 nm. Hasil uji golongan senyawa ekstrak etil asetat dapat dilihat pada Tabel 5 dan hasil lengkap uji golongan senyawa ekstrak etil asetat dengan metode KLT dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel 5. Hasil Uji Golongan Senyawa yang Terdapat pada Ekstrak Etil Asetat dengan Panapisan Fitokimia (PF) dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Golongan Senyawa yang Diuji Flavonoid Hasil PF Rf + 0,09 Tampak. Warna Ket. Kuning coklat Hasil Pengamatan Plat KLT UV 254 nm UV 365 nm Rf warna Ket. Rf Warna Ket. + 0,08 Tanin dan Fenolat + 0,18 Hitam abu-abu + Terpenoid Saponin + + 0,41 Ungu + 0,18 Hitamabu + 0,39 0,18 0,25 0,55 Hijau kuning Kuning hijau Hitam abuabu + Biru hijau Biru + Keterangan : (+) positif senyawa uji, PF = Penapisan Fitokimia dan KLT= Kromatografi Lapis Tipis. + + + 55 Reagen AlCl3 1% sebagai pedeteksi senyawa flavonoid. Plat setelah disemprot reagen AlCl3 1% menimbulkan noda pada Rf 0,08 berwarna hijau kuning dan Rf 0,39 berwarna kuning hijau dibawah sinar UV 365 nm dan kuning pada Rf 0,09 dibawah sinar tampak menunjukkan adanya senyawa flavonoid dalam ekstrak etil asetat, karena flavonoid setelah disemprot dengan AlCl3 dapat memberikan warna kuning berflourensi pada sinar UV 365 nm (Harborne, 1996; Kristanti dkk., 2008) dan kuning pada sinar tampak (Wagner, 1984). Penelitian Yuliasari (2007) menggunakan reagen AlCl3 1% sebagai penyemprot pendeteksi flavonoid. Plat KLT setelah disemprot dengan FeCl3 menunjukkan bahwa pada Rf 0,18 terbentuk noda berwarna warna hitam abu-abu dibawah sinar tampak, UV 254 nm, dan UV 365 nm. Persenyawaan fenol (Tanin dan fenolat) berwarna hijau dan merah ungu hingga biru/kehitaman setelah disemprot larutan FeCl3 (Harborne, 1996), sehingga pada ekstrak etil asetat mengandung senyawa tanin dan fenolat. Penyemprot untuk mendeteksi senyawa terpenoid adalah reagen vanilinH2SO4, senyawa terpenoid memberikan warna ungu setelah disemprot reagen vanilin-H2SO4 (Wagner, 1984). Plat setelah disemprot dengan vanilin-H2SO4 kirakira pada Rf 0,41 memberikan noda berwarna ungu setelah dikeringkan warna ungu hilang. Hal tersebut menunjukkan pada ekstrak etil asetat terdapat senyawa terpenoid tetapi dalam konsentrasi rendah sehingga terdeteksi tidak begitu jelas. Reagen penyemprot pendeteksi saponin, SbCl3 20% dalam kloroform memberikan noda berwarna merah violet dibawah sinar tampak dan merah violet, biru dan hijau berflourensi dibawah sinar UV 365 nm (Wagner, 1984). Hasil uji saponin menunjukkan pada Rf 0,25 dan 0,55 dibawah sinar UV 365 nm memperlihatkan warna biru-hijau dan biru. Hasil tersebut memperlihatkan ekstrak etil asetat mengandung saponin. Uji dengan metode KLT memperlihatkan bahwa ekstrak etil asetat mengandung senyawa saponin, tanin dan fenolat, flavonoid dan terpenoid yang mempertegas uji penapisan fitokimia. Alkaloid mempunyai aktivitas antibakteri berhubungan dengan tingginya senyawa aromatik quartener dari alkaloid yang mempunyai kontribusi untuk membentuk interkhelat dengan DNA bakteri (Cowan, 1999). Flavonoid 56 mempunyai aktivitas farmakologi berhubungan dengan kemampuannya untuk bekerja sebagai antioksidan yang kuat, penangkap radikal bebas, membentuk kelat dengan logam dan berinteraksi dengan enzim (Bylka. and Pilewski, 2004). Flavonoid dapat membentuk ikatan dengan protein (Cowan, 1999). Tanin mempunyai aktivitas antibakteri melalui aksi molekulernya yaitu dengan membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik (Cowan, 1999), berikatan dengan peptidoglikan dinding sel bakteri dan menghambat aktivitas enzim β-Laktamase yang merupakan enzim perusak antibiotik β–Laktam (Shimamura et al., 2007). Saponin dapat berfungsi seperti detergen. Detergen memiliki struktur yang dapat berikatan dengan molekul hidrofilik dan molekul-molekul organik non polar (lipofilik) sehingga mampu merusak membran sitoplasma dan membunuh bakteri (Robber dkk, 1996 dalam Indrayudha dkk., 2005). Terpenoid mempunyai aktivitas antibakteri berhubungan dengan perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik (Cowan, 1999). Senyawa fenol dapat menyebabkan denaturasi protein melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen (Soekardjo dan Siswandono, 2000). Perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dengan ampisilin dapat diketahui dengan membandingkan KHM ekstrak etil asetat dengan KHM ampisilin dan mencari nilai banding ekstrak dengan ampisilin. Pengujian selanjutnya terhadap ekstrak etil asetat adalah mencari KHM ekstrak etil asetat dan membandingkan dengan ampisilin dan nilai banding terhadap ampisilin. H. Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Buah Gambas dengan Ampisilin Perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dengan ampisilin dapat diketahui dengan membandingkan KHM ekstrak etil asetat dengan KHM ampisilin dan mencari nilai banding ekstrak dengan ampisilin. KHM adalah konsentrasi terendah antibakteri yang masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Untuk mengetahui KHM ekstrak etil asetat dan ampisilin, maka dilakukan uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak etil asetat dan ampisilin. 57 Pengujian KHM ekstrak etil asetat menggunakan konsentrasi 0,028 mg/μL atau berat sampel 0,57 mg/lubang, 0,10 mg/μL atau berat sampel 2,0 mg/lubang, 0,30 mg/μL atau berat sampel 6,0 mg/lubang dan 0,75 mg/μL atau berat sampel 15 mg/lubang. Hasil pengujian KHM ekstrak etil asetat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11 dan hasil pengujian KHM ekstrak etil asetat (uji ke-1) dapat dilihat pada Gambar 20. 15 Rata-rata Diameter Hambat (mm) 14 13 12 11 10 9 8 7 6 E. coli 0,75 mg/mikro L B. subtilis 0,30 mg/mikro L S. aureus 0,10 mg/mikro L P. aeruginosa 0,028 mg/mikro L Gambar 20. Hasil Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji Ke-1) Ekstrak etil asetat dengan konsentrasi terkecil yaitu konsentrasi 0,028 mg/μL masih dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri uji dan belum ditemukannya konsentrasi yang sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri, maka uji diulang untuk ekstrak etil asetat yaitu dengan konsentrasi ekstrak antara konsentrasi 0,10 mg/μL atau berat sampel 2,0 mg/lubang sampai dengan 0,010 mg/μL atau berat sampel 0,20 mg/lubang. Hasil pengujian KHM ekstrak etil asetat (uji ke-2) dapat dilihat pada Tabel 6. Penelitian Yuliani (2001) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat rimpang temu putri (Curcuma petiolata Roxb.) dengan konsentrasi 0,10 mg/μL atau berat sampel 2,0 mg/lubang tidak menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa, B. subtilis, S. aureus dan menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Ekstrak etil asetat gambas mempunyai aktivitas antibakteri lebih kuat jika 58 dibandingkan dengan ekstrak etil asetat temu putri dalam menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa, B. subtilis, S. aureus karena dengan konsentrasi yang sama (0,10 mg/μL atau berat sampel 2,0 mg/lubang) dapat menghambat bakteri P. aeruginosa, B. subtilis, S. aureus dengan rata-rata diameter hambat masing-masing 12,87 mm, 9,78 mm, 10,03 mm. Tabel 6. Hasil Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-2) Konsentrasi mg/μL 0,10 0,050 0,030 0,020 0,010 E. coli Diameter hambat (mm) B. subtilis S. aureus P. aeruginosa 10,10 ± 0,33 8,50 ± 0,31 9,78 ± 0,52 8,19 ± 0,31 10,03± 0,47 8,43 ± 0,20 12,87 ±0,34 9,76 ± 0,31 7,58 ± 0,53 6,89 ± 0,29 6,00 ± 0,00 7,96 ± 0,35 7,25 ± 0,16 6,00 ± 0,00 7,88 ± 0,06 7,34 ± 0,15 6,00 ± 0,00 8,32 ± 0,35 7,69 ± 0,06 6,00 ± 0,00 Keterangan : Diameter hambat kontrol negatif 6 mm Analisa data One-way ANOVA pada penentuan KHM etil asetat bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi bakteri pada masing-masing konsentrasi dan pengaruh variasi konsentrasi terhadap masing-masing bakteri uji dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing konsentrasi ekstrak etil asetat dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji menunjukkan bahwa konsentrasi 0,10 mg/μL dan 0,050 mg/μL menunjukkan dengan adanya variasi bakteri berpengaruh dalam penghambatan pertumbuhan bakteri, analisa lanjut dengan LSD menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,10 mg/μL dan 0,050 mg/μL secara umum dengan adanya variasi bakteri, antar bakteri mempunyai pengaruh yang berbeda, kecuali pada bakteri S. aureus dengan E. coli, S. aureus dengan B. subtilis dan E. coli dengan B. subtilis mempunyai pengaruh yang sama. Hasil analisa ANOVA pada konsentrasi 0,030 mg/μL dan 0,020 mg/μL dengan adanya variasi bakteri uji tidak berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji, analisa lanjut dengan LSD menunjukkan bahwa secara umum pada konsentrasi 0,030 mg/μL dan 0,020 mg/μL dengan adanya variasi bakteri uji, antar bakteri mempunyai pengaruh yang sama, kecuali pada konsentrasi 0,020 mg/μL antara bakteri P. aeruginosa 59 dengan E. coli mempunyai pengaruh yang berbeda. Analisa ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing konsentrasi ekstrak etil asetat dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi konsentrasi ekstrak etil asetat pada masing-masing bakteri uji menunjukkan bahwa pada keempat bakteri uji dengan adanya variasi konsentrasi ekstrak etil asetat berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji, analisa lanjut dengan LSD menunjukkan bahwa adanya variasi konsentrasi ekstrak etil asetat pada keempat bakteri uji menunjukkan pengaruh yang berbeda, kecuali pada bakteri S. aureus dan B. subtilis antara konsentrasi 0,030 mg/μL dengan 0,050 mg/μL dan antara konsentrasi 0,030 mg/μL dengan 0,020 mg/μL dan pada bakteri P. aeruginosa dan E. coli antara konsentrasi 0,030 mg/μL dengan 0,020 mg/μL mempunyai pengaruh yang sama. Analisa ANOVA variasi konsentrasi ekstrak etil asetat pada masing-masing bakteri uji dapat dilihat pada Lampiran 13. KHM ekstrak etil asetat untuk bakteri S. aureus, P. aeruginosa, B. subtilis dan E. coli adalah 0,020 mg/μL atau berat sampel 0,40 mg/lubang, karena pada konsentrasi ekstrak 0,010 mg/μL atau berat sampel 0,20 mg/lubang, ekstrak etil asetat sudah tidak menghambat pertumbuhan semua bakteri uji ditandai dengan tidak adanya zona bening disekitar lubang. Semakin kecil konsentrasi hambat minimum ekstrak menandakan semakin berpotensi sebagai kandidat antibakteri, karena dengan konsentrasi minimum ekstrak sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pengujian KHM ampisilin menggunakan konsentrasi 1,2. 10-7 mg/μL atau berat sampel 0,0024 μg/lubang sampai dengan konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL atau berat sampel 0,30 μg/lubang. Hasil pengujian KHM ampisilin dapat dilihat pada Tabel 7 dan Hasil uji KHM dan nilai banding ampisilin secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 14 dan penentuan KHM ampisilin dapat dilihat pada Lampiran 15. Pengaruh variasi konsentrasi ampisilin pada masing-masing bakteri uji pada uji aktivitas antibakteri ampisilin secara umum dengan analisa ANOVA menunjukkan bahwa pada keempat bakteri uji dengan adanya variasi konsentrasi 60 mempunyai pengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji, analisa lanjut dengan LSD menunjukkan bahwa pada keempat bakteri uji dengan adanya variasi konsentrasi secara umum mempunyai pengaruh yang beda, kecuali pada bakteri B. subtilis antara konsentrasi 2,5.10-7 mg/μL dengan 1,2.10-7 mg/μL, bakteri E. coli antara konsentrasi 1,9.10-6 mg/μL dengan 1,0.10-6 mg/μL dan 2,5.10-7 mg/μL dengan 1,2.10-7 mg/μL mempunyai pengaruh yang sama. Analisa ANOVA variasi konsentrasi ampisilin pada masing-masing bakteri uji secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 16. Tabel 7. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin Konsentrasi mg/μL 1,5 .10-5 7,6.10-6 3,8.10-6 1,9.10-6 1,0.10-6 5,0.10-7 2,5.10-7 1,2.10-7 Diameter hambat (mm) E. coli 13,15 ± 0,20 10,58 ± 0,47 9,90 ± 0,06 8,23 ± 0,21 7,76 ± 0,11 7,24 ± 0,09 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00 B. subtilis 12,24 ± 0,30 10,35 ± 0,27 9,96 ± 0,10 8,82 ± 0,10 7,93 ± 0,20 7,23 ± 0,06 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00 S. aureus 13,2 ± 0,14 10,12 ± 0,26 8,84 ± 0,28 8,05 ± 0,148 7,24 ± 0,09 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00 P. aeruginosa 13,26 ± 0,32 10,12 ± 0,14 9,30 ± 0,26 7,34 ± 0,25 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00 6.00 ± 0,00 Keterangan : Diameter hambat kontrol negatif 6 mm Hasil analisa ANOVA pengaruh variasi bakteri uji pada masing-masing konsentrasi secara umum menunjukkan konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL, 3,8.10-6 mg/μL, 1,9.10-6 mg/μL, 10-6 mg/μL dan 5,0.10-7 mg/μL dengan adanya variasi bakteri mempunyai pengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji dan pada konsentrasi 7,6.10-6 mg/μL adanya variasi bakteri menunjukkan tidak berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Analisa lebih lanjut dengan LSD menunjukkan pada konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa, S. aureus dengan E. coli, dan E. coli dengan P. aeruginosa dan pada konsentrasi 3,8.10-6 mg/μL antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa dan bakteri B. subtilis dengan E. coli menunjukkan pengaruh yang sama. Analisa ANOVA variasi bakteri uji pada masing-masing konsentrasi ampisilin secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17. 61 Hasil uji menunjukkan bahwa pada bakteri B. subtilis dan E. coli pada konsentrasi dibawah 2,5.10-7 mg/μL, bakteri S. aureus pada konsentrasi dibawah 5,0.10-7 mg/μL pertumbuhan bakteri tidak dihambat lagi oleh ampisilin, bakteri P. aeruginosa pada konsentrasi dibawah 1,0. 10-6 mg/μL pertumbuhan bakteri sudah tidak dihambat, sehingga KHM ampisilin adalah 5,0.10-7 mg/μL atau berat sampel 0,010 μg/lubang untuk bakteri B. subtilis dan E. coli, 1,0. 10-6 mg/μL atau berat sampel 0,020 μg/lubang untuk bakteri S. aureus dan 1,9.10-6 mg/μL atau berat sampel 0,038 μg/lubang untuk bakteri P. aeruginosa. Bakteri P. aeruginosa sulit dihambat oleh ampisilin ditandai KHM-nya paling besar jika dibandingkan dengan bakteri uji yang lain. KHM ektrak etil asetat lebih besar daripada KHM ampisilin, sehingga aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat lebih lemah jika dibandingkan dengan aktivitas antibakteri ampisilin. Pengujian selanjutnya terhadap ekstrak etil asetat adalah menentukan nilai banding terhadap ampisilin Penentuan nilai banding ekstrak etil asetat menggunakan pembanding ampisilin, karena ampisilin mempunyai aktivitas antibakteri yang berspektrum yang luas (Soekardjo dan Siswandono, 2000) sehingga dapat digunakan untuk menghambat semua bakteri uji. Pengujian ampisilin aktivitas antibakteri terhadap dilakukan dengan variasi konsentrasi ampisilin -7 konsentrasi 1,2. 10 menggunakan mg/μL atau berat sampel 0,0024 μg/lubang sampai dengan konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL atau berat sampel 0,30 μg/lubang dan uji dilakukan bersamaan dengan ekstrak etil asetat dengan konsentrasi 0,10 mg/μL atau berat sampel 2,0 mg/lubang. Nilai banding ekstrak etil asetat dengan standart ampisilin tertinggi dimiliki oleh bakteri S. aureus, diikuti oleh bakteri P. aeruginosa, E. coli dan terendah dimiliki bakteri B. subtilis. Semakin besar nilai banding terhadap ampisilin semakin potensial ekstrak untuk menjadi kandidat obat antibakteri. Hasil uji menunjukkan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin untuk semua bakteri uji kecil, sehingga aktivitas ekstrak etil asetat lebih lemah jika di bandingkan dengan ampisilin. Perhitungan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 18 dan hasil uji 62 penentuan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Penetapan Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat Terhadap Ampisilin Bakteri Konsentrasi ekstrak etil asetat yang sebenarnya E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa 0,10 mg/μL 0,10 mg/μL 0,10 mg/μL 0,10 mg/μL Konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan ampisilin 3,2.10-6 mg/μL 2,5.10-6 mg/μL 7,9.10-6 mg/μL 6,3.10-6 mg/μL Nilai banding terhadap ampisilin 0,0032 % 0,0025 % 0,0079 % 0,0063 % Ekstrak etil asetat masih merupakan ekstrak kasar, sehingga senyawasenyawa yang terdapat pada ekstrak etil asetat belum murni dengan konsentrasi yang rendah dan mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh senyawasenyawa yang terkandung dalam ekstrak etil asetat belum diketahui dengan pasti. Ampisilin merupakan senyawa tunggal dan antibakteri yang berspektrum luas. Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh ampisilin sudah diketahui yaitu dengan menghambat enzim transpeptidase yang terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri, sehingga aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dilihat dari KHM dan nilai banding lebih lemah jika dibandingkan dengan aktivitas antibakteri ampisilin. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Ekstrak metanol buah gambas menghambat pertumbuhan B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa dan E. coli, tetapi tidak menghambat pertumbuhan E. aerogenes, S. dysentriae dan S. thypi. 2. Ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa dan E. coli adalah ekstrak etil asetat, yang diikuti ekstrak kloroform, butanol dan heksana. 3. Secara umum ekstrak aktif antibakteri buah gambas mempunyai golongan senyawa alkaloid, fenolat, terpenoid, tanin/polifenol, saponin dan flavonoid, kecuali ekstrak etil asetat tidak mengandung golongan senyawa alkaloid, ekstrak kloroform tidak mengandung golongan senyawa saponin, ekstrak butanol tidak mengandung golongan senyawa saponin dan terpenoid dan ekstrak heksana hanya mengandung golongan senyawa terpenoid. 4. Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat buah gambas lebih lemah jika dibandingkan dengan ampisilin karena ekstrak etil asetat mempunyai KHM lebih besar dari KHM ampisilin dan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin yang kecil yaitu untuk E. coli adalah 0,0032 %, B. subtilis 0,0025 %, S. aureus 0,0079 % dan P. aeruginosa 0,0063 %. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian penulis memberikan saran : Pemisahan senyawa-senyawa dan pengujian aktivitas antibakteri senyawa-senyawa yang terdapat pada buah gambas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. 63 DAFTAR PUSTAKA Achmad, S. A., 1986, Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam, Universitas Terbuka, Depdikbud, Jakarta. Aliero, A., Aliero, B. L. and Buhari, U., 2008, Preliminary phytochemical and antibacterial screening of Scadoxus multiflorus, Int. Jor. P. App. Scs., 2(4):13-17. Anantharam, V., Patanjali, S. R. and Surolia, A., 1985, A chitotetrose specific lectin from Luffa acutangula: Physicochemical properties and the assignment of orientation of sugars in the lectin binding site, Proc. Int. Symp. Biomol. Struct. Interactions, Suppl. J. Biosci., Vol. 8, Nos 1 & 2, August 1985, pp. 403–411. Anonim,1985, Cara Pembuatan Simplisia, Dirjen POM, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. ______, 1986, Sedian Galenik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. ______, 2006, Kajian Pemanfaatan Lahan Sempit untuk Meningkatan Pendapatan Keluarga, Laporan Tahunan Balai Pengkajian Tehnologi Pertanian (BPTP), NTB. ______, 2008, Pseudomonas Genome Database V2 Improving Disease Treatment Through Genome Research, http://www.pseudomonas.com/p_aerug.jsp. Tanggal akses 10 Januari 2008. ______, 2008, Plants Profile for Luffa acutangula (sinkwa towelsponge), http://plants.usda.gov/index.html. Tanggal akses 18 Januari 2008. Astuti, I. Y., 2005, Skripsi: Isolasi Komponen Kimia Buah gambas (Luffa acutangula (L.) Roxb.) Dengan Metode Ekstraksi dan Identifikasinya, Jurusan Kimia FMIPA-UNS, Surakarta. Ayo, R. G. and Amupitan, J. O., 2004, Antimicrobial activity screening of crude extract from leaves of Cassia nigricans Vahl, Chem Class Journal, 2004 (24-26). Bensegueni, A., abdelouahad, C. and Mustapa, B., Article: Theoritical Study of The Antibacterial Activity of Flavonoids, Algeria, Laboratory of Materials Chemistry, Faculty of Science, Mentaouri University, Constantine.www.eyesopen.com/about/events/cup8/bensegueni/cup8_po ster_bensegueni.pdf. Tanggal akses 6 Mei 2009. 64 65 Bylka, M. and Pilewski, 2004, Review Article: Natural Flavonoid as Antimicrobial Agent, JANA, Vol. 7, No.2, 2004 Campbell, N. A., Jane, B. R. and Lawrence, G. M., 2003, Biologi, Jilid II, Edisi Kelima, Jakarta, Erlangga. Ćetković. G. S., ÄŒanadanović-Brunet, J. M., Djilas, S. M., Tumbas, V. T., Markov, S. L. and Cvetković D. D., 2007, Antioxidant Potential, Lipid Peroxidation Inhibition and Antimicrobial Activities of Satureja montana L. subsp. Kitaibelii Extracts, Int. J. Mol. Sci. 2007, 8, 10131027. Cheeke, P. R., 2000, Actual and Potential Applications of Yucca schidigera and Quillaja saponaria Saponins in Human and Animal Nutrition, Proc. of the American Society of Animal Science Cowan, 1999, Plant Product as Antimicrobial Agents, Clinical Microbiology Reviews, October, p. 564-582, Vol. 12, No. 4. . Daisy, P., Mathew, S., Suveena, S., Rayan, N. A., 2008. A Novel Terpenoid from Elephantopus Scaber – Antibacterial Activity on Staphylococcus aureus: A Substantiate Computational Approach, Int. J. Biomed. Sci., September 2008, Vol. 4. No. 3. Durmaz, H., Sagun, E., Tarakci, Z. and Ozgokce, F., 2006, Antibacterial Activities of Allium vineale, Chaerophyllum macropodum and Prangos ferulacea, African Journal of Biotechnology Vol. 5 (19), pp. 1795-1798. El-Rahiem, A., Ashour, A. and Zakaria, Y. E. A., 2005, Antimicrobial Activity of Some Palestinian Medical Plant Extracts: Effect of Crude Extracts and Some of Their Subfraction, Pak. J. Biol. Sci. 8 (11): 1592-1598, 2005. Farrukh, U., Shareef, H. and Mahmud, S., 2008, Antibacterial Activities of Coccinia grandis L., Pak. J. Bot., 40(3): 1259-1262, 2008. Harborne, J. B., 1996, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan oleh J. B. Harborne, terbitan ke-2, terjemahan dari Phytochemical Method oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB, Bandung. Hayani, E., 2007, Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci Secara Kromatografi Kolom, Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. 66 Indrayudha, P. , Hariyani, J. dan Iravati, S., 2005, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Dewandaru (Eugenia Uniflora (Linn)) Terhadap Pseudomonas aeruginosa dan pseudomonas sp (Non Aeruginosa) Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya, Pharmacom, Vol. 6, No. 2, Desember 2005, 57-62. Jawetz, E., Melnick, J. L. and Adelberg E. A., 1980, Review of Medical Microbiology 14 th edition, Lange Medical Publication, New York. Jawetz, E., Melnick, J. L. and Adelberg E. A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, terjemahan dari Medical Microbiology oleh Mudihardi, Kuntaman, Warsito, Mertaniasih, Harsono, dan Alimsardjono, Salemba Medika, Surabaya. Jork, H., Funk, W. and Fisher, W., 1990, Thin-Layer Cromathography: Reagen And Detection, Verlagsgese ll’schaft mbH, Weinhein. Kandhasamy, M., Arunachalam, K. D. and Thatheyus, A. J., 2008, Drynaria quercifolia (L.) J. Sm: A potential resource for antibacterial activity, African Journal of Microbiology Research Vol.(2) pp. 202-205. Kennedy, R., DMSO Medical Library and Physician's Directory, Health Information - DMSO (a.k.a. dimethylsulfoxide), www.medical library.net, Tanggal akses 20 Januari 2009. Kimball, J. W., 1990, Biologi: Edisi Ke-5, terjemahan dari Biology, fifth edition oleh Tjitrosomo, S. S. dan Sugiri, N, Penerbit Erlangga, Jakarta. Kristanti, A. N., Aminah, N. S., Tanjung, M. dan Kurniadi, B., 2008, Buku Ajar Fitokimia, Airlangga University Press, Surabaya. Kumar, G. S., Swamy, V., B. M., Sanjay, P and Kumar, A., 2008, Abstract: Antimicrobial Effect Of Benincasa hispida Against Acne Inducing bacteria, College of Pharmacy, Karnataka. www.udct.org/info/ar0708.pdf. Tanggal akses 6 Mei 2009. Marliana, S. D., Suryanti, V., dan Suyono, 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz) dalam Ekstrak Etanol, Biofarmasi 3(1) : 26-31. Maslian, 2008, Bertanam Sayuran di Tanah Gambut, Yayasan Pinang Sebatang, Jambi. www.cifor.cgiar.org/fire/pdf/pdf39.pdf. Tanggal akses 6 Mei 2009 Miean, K. H. and Mohamed, S., 2008, Journal: Flavonoid (Myricetin, Quercetin, Kaempferol, Luteolin, and Apigenin) Content of Edible Tropical Plants, 67 Putra Malaysia University, Serdang Selangor. http://www.aseanbiodiversity.info/scripts/count_article.asp?Article_code =53004731. Tanggal akses 13 Januari 2009 Min, H. X., Huang, C. M. and Ming, X .J., 2006, Crystallization and Preliminary Crystallographic Studies of Luffaculin 1, a Ribosome-inactivating Protein from the Seeds of Luffa Acutangula, Chinese J. Struct. Chem.Vol. 25, No. 9 2006, pp. 1035-1038. Oyetayo, F. L., Oyetayo, V. O., Ajewole, V., 2007, Phytochemical Profile and Antibacterial Propeties of the Seed and Leaf of the Luffa Plant (Luffa cylindrical), J. Pharmacol. Toxicol. 2 (6): 586-589, 2007 Pambayun, R. , Gardjito, M., Sudarmadji, S., Kuswanto, K. R., 2007, Kandungan Fenol dan Sifat Antibakteri dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir (Uncaria gambir Roxb.), Majalah Farmasi Indonesia 18(3), 141-146. Poither, J., 2000, Natural Product/Thin Layer (Planar) Chromathography, University of Tours, Academic Press, Tours. Pedrosa. C. et al., 1978, Acta Manilana Phytochemical, Microbiological and Pharmacological screening of Medical Plants, diterjemahkan oleh Kusuma Dewi, A. P., Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan, RI. Pelczar, M. J., Chan, E. C. S. and Pelczar, M. F.,1986, Dasar-dasar Mikrobiologi, Penerjemah: Hadioetomo, R. S. dkk, Jilid I, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Peter Paul, J. J., 2008, Studies on Antimicrobial Efficiency of Citrullus colocynthis (L.) Schrad: A Medicinal Plant, Ethnobotanical Leaflets 12: 944-47. Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Rukmana, R., 2000, Budidaya Tanaman Oyong dan Blustru, Kanisius, Yogyakarta. Sabir, A., 2005, Aktivitas antibakteri flavonoid propolis Trigona sp terhadap bakteri Streptococcus mutans (in vitro), Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 3 Juli–September 2005: 135–14. Salle, A. J., 1961, Fundamental Principles of Bacteriology, Fitth Edition, Mc. Graw-Hill Book Company Inc., New York. 68 Shanab B. A., Adwan, G., Jarrar, N., Hiljleh, A. A., Adwan, K., 2006, Antibacterial Activity of Four Plant Extracts Used in Palestine in Folkloric Medicine against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus, Turk J Biol 30 (2006) 195-198. Shimamura, T.; Zhao, W. H. and Hu, Z. Q., 2007, Mechanism of Action and Potential for Use of Tea Catechin as Anti-infective Agent, Anti-Infective Agent In Medicinal Chemistry, 2007, 6, 57-62, Bentham Science Publishers Ltd. Soekardjo, B. dan Siswandono, 2000, Kimia Medisinal, Edisi ke-2, Airlangga University Press, Surabaya. Sutarya, R, Grubben, G. dan Sutarno, H., 1995, Pedoman Bertanam Sayuran dataran Rendah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Swantara, I. M. D. , 2005, Identifikasi Senyawa Aktif Antibakteri dalam Tumbuhan Kentut-kentut (Paederia fooetida Auct.), J. Alchemy, Vol. 4, No. 2 (September 2005), 54-65. Syahrurachman, dkk., 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kdokteran, Binarupa Aksara, Jakarta. Syarifuddin, 1994, Ikatan Kimia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Talaro, K. P., 2008, Foundation in Microbiology: Basic Principles, Sixth Edition, Mc Graw Hill, New York. Tomori, O.A., Saba, A. B. and Dada-Adegbola, H. O., 2007, Antibacterial Activity of Ethanolic Extract Of Whole Fruits of Lagenaria breviflora Robert, J. Anim. Vet. Adv. 6(5): 752-757, 2007. Tortora, G. J., Funke, B. R., and Case, C. L., Microbiology Am Introduction, Pearson Education, Inc, Publishingas Benyamin Cummings, San Fransisco. Tsuneatsu, N., Ryuichiro, T., Yukiko, I. and Hirosi, N., 1991, Studies on the Constituents of Luffa acutangula Roxb. I. Structures of Acutosides A-G, Oleanane-Type Triterpene Saponins Isolated from the Herb, Chem. Pharm. Bull. Vol.39, No.3 (19910325) pp. 599-606. Watson, L., and Dallwitz, M. J., 1992. The families of flowering plants: descriptions, illustrations, identification, and information retrieval. Version: 25th November 2008. http://delta-intkey.com/, Tanggal akses 23 Februari 2009. 69 Wagner, H., 1984, Plant Drug Analysis, Springer-Verlag, Berlin. Yuharmen, Eryanti, Y. dan Nurbalatif, 2002, Laporan Penelitian : Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga), Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Riau. www.scribd.com/doc/2559001/Prosiding-Seminar-Nasional-HKI-2006. Tanggal akses 6 Mei 2009 Yuliani, Y., 2001, Skripsi: Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Rimpang Temu Putri (Curcuma Petiolata Roxb.), Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Padjadjaran. Yuliasari, N. , 2007, Skripsi: Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia dalam Ekstrak Umbi Teki (Cyperus rotundus L.), Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Sebelas Maret. 70 Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian Daging buah Gambas 1. Diiris tipis-tipis 2. Dikeringkan dalam oven suhu 55°C selama 3 hari 3. digiling dengan penggiling Simplisia serbuk Pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli, B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa, E. aerogenes, S. dysentriae dan S. thypi. 1. Ekstraksi maserasi dengan metanol 1 Ñ… 24 jam, 3 Ñ… 30 jam dengan metanol berturut-turut 2,5 L, 850 mL, 990 mLdan 600 mL. 2. Evaporasi pelarut dengan penguap vakum putar suhu 40°C. Ekstrak metanol Ditambah 200 mL akuades : metanol dengan perbandingan 1:4 yaitu 50 mL air dengan 150 mL metanol Larutan metanolakuades 1. Ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut berturutturut heksana, kloroform, etil asetat dan butanol. 2. Evaporasi pelarut dengan penguap vakum putar suhu 40°C. Ekstrak heksana Ekstrak kloroform m Ekstrak etil asetat Ekstrak butanol Pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri yang dapat dihambat oleh ekstrak metanol Ekstrak residu/air 71 Ekstrak heksana Ekstrak kloroform m Ekstrak etil asetat Ekstrak butanol Ekstrak residu/air Pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri yang dapat dihambat oleh ekstrak metanol Penapisan fitokimia: saponin, fenolat, tanin/polifenol, flavonoid, terpenoid dan alkaloid Penentuan KHM dan nilai banding terhadap ampisilin Ekstrak antibakteri Ekstrak antibakteri tertinggi Penentuan ekstrak antibakteri tertinggi dengan membandingkan diameter hambat yang terbentuk Uji penegasan golongan senyawa dengan KLT 72 Lampiran 2. Hasil Determinasi buah Gambas (Luffa acutangula Roxb.) . 73 Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol, Konversi Konsentrasi Sampel dan Perhitungan Jumlah Bakteri Uji. Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol Berat serbuk Gambas yang diekstraksi = 1000,4 g Berat ekstrak metanol yang didapatkan = 261,6 g Re ndemen = Berat Ekstrak 261,6 g × 100 % = × 100 % = 26,14 % Berat Ekstrak 1000,4 g Perhitungan Konversi Konsentrasi Sampel Uji Aktivitas Antibakteri Konversi satuan a. Contoh konversi konsentrasi 100% 100% = 0,10 g 100 mg 1,0 mg = = µL 100 µL 100 µL Dari konsentrasi 1,0 mg/μL diambil 20 μL untuk dimasukkan ke dalam lubang, jadi berat sampel per lubang adalah BeratSampelperLubang = 1,0 mg 20 µL × = 20 mg Lubang µL Lubang Tabel 1. Konversi Satuan Konsentrasi Konsentrasi (%) 100 75 50 30 10 5 3 2 1 Konsentrasi (mg/μL) 1,0 0,75 0,50 0,30 0,10 0,050 0,030 0,020 0,010 Berat sampel per lubang (mg/lubang) 20 15 10 6,0 2,0 1,0 0,60 0,40 0,20 b. Contoh konversi konsentrasi 1,5.10-5 mg/μL Dari konsentrasi 1,5.10-5 mg/μL diambil 20 μL untuk dimasukkan ke dalam lubang, jadi berat sampel per lubang adalah 74 1,5.10 −5 mg 20 µL 1,5.10 −2 mg 20 µL × = × Lubang Lubang µL µL = 0,30 µL Lubang Berat Sampel per Lubang = Tabel 2. Konversi Satuan Konsentrasi Konsentrasi (mg/μL) 1,5.10-5 7,6.10-6 3,8.10-6 1,9.10-6 1,0.10-6 5,0.10-7 2,5.10-7 1,2.10-7 Berat sampel per lubang (μg/lubang) 0,30 0,15 0,076 0,038 0,020 0,010 0,0050 0,0024 Perhitungan Jumlah Bakteri Uji. Pengenceran 1:10000 didapatkan jumlah koloni dengan metode TPC sebesar 332 koloni sehingga jumlah bakteri yang di gunakan untuk uji : Jumlah Bakteri Uji = Jumlah Bakteri × Faktor Pengenceran = 332 Bakteri × 10000 mL 6 = 3,32.10 Bakteri mL 75 Lampiran 4. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol terhadap bakteri S. aureus, P. aeruginosa, B. subtilis, E. coli, S. dysenteriae, E. aerogenes dan S. thypi. Uji dilakukan dengan berat sampel per lubang 20 mg/lubang, 15 mg/lubang dan 10 mg/lubang. Hasil uji sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dengan Berat Sampel per Lubang 20 mg/lubang, 15 mg/lubang dan 10 mg/lubang (Uji Ke-1) Diameter Hambat (mm) Bakteri Keterangan Berat Berat Berat Sampel 20 Sampel 15 Sampel 10 mg/lubang mg/lubang mg/lubang * 10,49 15,96 10,50 6,00 6,00 * 12,51 11,80 * 11,87 6,00 6,00 * 9,21 11,29 13,75 10,30 6,00 6,00 * S. aureus P. aeruginosa B. subtilis E. coli S. dysenteriae E. aerogenes S. thypi Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 1 2 3 4 5 6 7 Keterangan (+) = Positif antibakteri, (-) = Negatif antibakteri dan (*) = Diameter hambat tidak begitu bening (meragukan). Gambar Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol (Uji Ke-1) Gambar 1 Gambar 2 76 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Keterangan Gambar : 1. Pada gambar tertera konsentrasi 50% yang sama dengan 0,50 mg/μL atau 10 mg/lubang dan berlaku untuk semua konsentrasi. 2. Konsentrasi sampel yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam) adalah 100 %, 50 %, 75 % dan 0 % (DMSO) yang setara dengan berat sampel 20 mg/lubang, 10 mg/lubang, 15 mg/lubang dan 0 mg/lubang. Gambar 7 77 Karena hasil uji terhadap bakteri S. thypi meragukan dan untuk mengetahui kekuatan ekstrak metanol dalam menghambat bakteri S. aureus, P. aeruginosa, B. subtilis, E. coli. Uji diulang terhadap bakteri S. aureus, P. aeruginosa, B. subtilis, E. coli dan S. thypi. Uji dilakukan dengan berat sampel 10mg/lubang dan 15 mg/lubang dan hasil uji sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol (Uji Ke-2) Bakteri S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. thypi Diameter Hambat (mm) Berat sampel 10 mg/lubang χ1 χ2 Berat sampel 15 mg/lubang χ1 χ2 8,99 8,83 8,91±0,11 8,60 8,78 8,69±0,12 12,06 12,64 12,35±0,41 9,71 9,41 9,56±0,21 6,00 6,00 6,00±0,00 10,45 9,61 10,03±0,59 10,37 10,69 10,53±0,22 12,92 13,15 13,04±0,16 11,78 10,62 11,20±0,82 6,00 6,00 6,00±0,00 Keterangan Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol (Uji Ke-2) Gambar 8 Gambar 9 78 Gambar 10 Gambar 11 Keterangan Gambar : 1. Pada gambar tertera konsentrasi 50 % yang sama dengan 10mg/lubang dan 0,50 mg/μL atau berlaku untuk semua konsentrasi. 2. Konsentrasi sampel yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam) adalah 75 %, 50 % dan 0 % (DMSO) yang setara dengan berat sampel 15 mg/lubang, 10 Gambar 12 mg/lubang dan 0 mg/lubang. 79 Lampiran 5. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Pada MasingMasing Berat Sampel Ekstrak Metanol. Analisa One Way ANOVA untuk membandingkan kesamaan dalam beberapa perlakuan. Analisa menggunakkan program aplikasi komputer SPSS. Contoh langkah analisa data untuk uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol data Tabel 2 Lampiran 4. IN PUT DATA 1. Mendefinisikan variabel sebagai berikut. Variable View No Name 1. Bakteri Type Label variabel Numeric 8.2 2. DH 10 Numeric 8.2 3. DH 15 Numeric 8.2 DH ekstrak methanol 10 mg/lubang DH ekstrak methanol 15 mg/lubang Label value 1,00 = “ S. aureus” 2,00 = “ P. aeruginosa” 3,00 = “ E. coli” 4,00 = “ B. subtilis” 5,00 = “ S. thypi” None None Keterangan = DH 10 (diameter Hambat 10 mg/lubang),DH 15 (Diameter Hambat 15 mg/lubang). 2. Data dari Tabel 2 Lampiran 4 dimasukan seperti dibawah ini Data View Bakteri DH 10 DH15 1,00 8,99 10,45 1,00 8,83 9,61 2,00 8,60 10,37 2,00 8,78 10,69 3,00 12,06 12,92 3,00 12,64 13,15 4,00 9,71 11,78 4,00 9,41 10,62 5,00 6,00 6,00 5,00 6,00 6,00 3. Klik analyse, compare means, one way anova 4. Masukkan data ke dependent list dan faktor ke faktor. 5. Klik posthoc beritanda pada LSD lalu klik continue 6. Klik option beri tanda pada descriptives 80 7. Klik OK sehingga akan menghasilkan OUT PUT sebagai berikut : OUT PUT ANALISA 1. Out Put descriptives menunjukkan gambaran secara umum data yang dimasukkan dimana N (jumlah data), Mean (nilai rata-rata), Std deviation (standart deviasi) dan minimum dan maximum merupakan nilai terendah dan tertinggi data yang dimasukan Descriptives N DH ekstrak metanol 10mg/lubang DH ekstrak metanol 15 mg/lubang S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. thypii Total S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. thypii Total 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 Mean 8,9100 8,6900 12,3500 9,5600 6,0000 9,1020 10,0300 10,5300 13,0350 11,2000 6,0000 10,1590 95% Confidence Interval for Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound ,11314 ,08000 7,8935 9,9265 ,12728 ,09000 7,5464 9,8336 ,41012 ,29000 8,6652 16,0348 ,21213 ,15000 7,6541 11,4659 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 2,14525 ,67839 7,5674 10,6366 ,59397 ,42000 4,6934 15,3666 ,22627 ,16000 8,4970 12,5630 ,16263 ,11500 11,5738 14,4962 ,82024 ,58000 3,8304 18,5696 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 2,46569 ,77972 8,3952 11,9228 Minimum 8,83 8,60 12,06 9,41 6,00 6,00 9,61 10,37 12,92 10,62 6,00 6,00 Contoh pada DH ekstrak metanol 10 mg/lubang bakteri S. aureus data yang dimasukkan sebanyak 2 dengan rata-rata 8,91, standart deviasi 0,11314 dan nilai tertinggi 8,99 dan nilai terendah 8,83. 2. Out Put ANOVA menunjukkan analisa secara keseluruhan pengaruh variasi bakteri (faktor) pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Dependent List). ANOVA DH ekstrak metanol 10mg/lubang DH ekstrak metanol 15 mg/lubang Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 41,177 ,242 41,419 53,613 1,103 54,716 df 4 5 9 4 5 9 Mean Square 10,294 ,048 F 212,513 Sig. ,000 13,403 ,221 60,745 ,000 Contoh pengujian ANOVA DH ekstrak metanol 10 mg/lubang (Dependent List) Nilai F = 212,513 dengan sig = 0,000 a. Ho : μ1 = μ2 = μ3 = μ4 = μ5 (tidak ada pengaruh variasi bakteri terhadap penghambatan bakteri uji pada berat sampel 10 mg/lubang) Maximum 8,99 8,78 12,64 9,71 6,00 12,64 10,45 10,69 13,15 11,78 6,00 13,15 81 H1 : μi ≠ μj (ada pengaruh variasi bakteri terhadap penghambatan bakteri uji pada berat sampel 10 mg/lubang) b. α = 0,05 c. daerah kritis Ho ditolak jika p< 0,05 d. statistik uji p = 0,000 e. kesimpulan Karena p < 0,05 maka Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh variasi bakteri terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri uji pada berat sampel 10 mg/lubang. 3. Out Put Multiple Comparisons: LSD menunjukkan analisa antar bakteri (faktor) untuk mengetahui antar bakteri mempunyai pengaruh yang sama atau beda. Multiple Comparisons Dependent Variable: DH ekstrak metanol 10mg/lubang LSD (I) Bakteri S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. thypii (J) Bakteri P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. thypii S. aureus E. coli B. subtilis S. thypii S. aureus P. aeruginosa B. subtilis S. thypii S. aureus P. aeruginosa E. coli S. thypii S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis Mean Difference (I-J) ,22000 -3,44000* -,65000* 2,91000* -,22000 -3,66000* -,87000* 2,69000* 3,44000* 3,66000* 2,79000* 6,35000* ,65000* ,87000* -2,79000* 3,56000* -2,91000* -2,69000* -6,35000* -3,56000* *. The mean difference is significant at the .05 level. Std. Error ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 ,22009 Sig. ,363 ,000 ,032 ,000 ,363 ,000 ,011 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,032 ,011 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,3458 ,7858 -4,0058 -2,8742 -1,2158 -,0842 2,3442 3,4758 -,7858 ,3458 -4,2258 -3,0942 -1,4358 -,3042 2,1242 3,2558 2,8742 4,0058 3,0942 4,2258 2,2242 3,3558 5,7842 6,9158 ,0842 1,2158 ,3042 1,4358 -3,3558 -2,2242 2,9942 4,1258 -3,4758 -2,3442 -3,2558 -2,1242 -6,9158 -5,7842 -4,1258 -2,9942 82 Contoh pengujian LSD ekstrak metanol berat sampel 10mg/lubang Antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa mempunyai sig 0,363 > 0,05, dapat disimpulkan antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa mempunyai pengaruh yang sama. Antara bakteri S. aureus dengan B. subtilis mempunyai sig 0,032 < 0,05 dan dapat disimpulkan antara bakteri S. aureus dengan B. subtilis mempunyai pengaruh yang beda Kesimpulan hasil uji LSD ekstrak metanol berat sampel 10 mg/lubang. No. Bakteri (I) Bakteri (J) Kesimpulan 1 S. aureus P. aeruginosa mempunyai pengaruh yang sama E. coli mempunyai pengaruh yang beda B. subtilis mempunyai pengaruh yang beda S. thypi mempunyai pengaruh yang beda ......dst...... ................dst................................ ......dst...... Dan OUT PUT Multiple Comparisons: LSD berat sampel 15 mg/lubang adalah : Multiple Comparisons Dependent Variable: DH ekstrak metanol 15 mg/lubang LSD (I) Bakteri S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. thypii (J) Bakteri P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. thypii S. aureus E. coli B. subtilis S. thypii S. aureus P. aeruginosa B. subtilis S. thypii S. aureus P. aeruginosa E. coli S. thypii S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis Mean Difference (I-J) -,50000 -3,00500* -1,17000 4,03000* ,50000 -2,50500* -,67000 4,53000* 3,00500* 2,50500* 1,83500* 7,03500* 1,17000 ,67000 -1,83500* 5,20000* -4,03000* -4,53000* -7,03500* -5,20000* *. The mean difference is significant at the .05 level. Std. Error ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 ,46973 Sig. ,336 ,001 ,055 ,000 ,336 ,003 ,213 ,000 ,001 ,003 ,011 ,000 ,055 ,213 ,011 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1,7075 ,7075 -4,2125 -1,7975 -2,3775 ,0375 2,8225 5,2375 -,7075 1,7075 -3,7125 -1,2975 -1,8775 ,5375 3,3225 5,7375 1,7975 4,2125 1,2975 3,7125 ,6275 3,0425 5,8275 8,2425 -,0375 2,3775 -,5375 1,8775 -3,0425 -,6275 3,9925 6,4075 -5,2375 -2,8225 -5,7375 -3,3225 -8,2425 -5,8275 -6,4075 -3,9925 83 Lampiran 6. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Berat Sampel Ekstrak Metanol Pada Masing-Masing Bakteri. Langkah-langkah analisa sama seperti pada analisa One Way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5), tetapi dengan in put data Tabel 2 Lampiran 4 sebagai berikut : IN PUT DATA Variable View No Name 1. Saur 2. konstr Type Label variabel Numeric 8.2 Diameter hambat bakteri S. aureus Numeric 8.2 3. paru Numeric 8.2 4. ecoli 5. bsubt 6. sthypii Diameter hambat bakteri P. aeruginosa Numeric 8.2 Diameter hambat bakteri E. coli Numeric 8.2 Diameter hambat bakteri B. subtilis Numeric 8.2 Diameter hambat bakteri S. thypi Data View No. 1. 2. 3. 4. Saur 8,99 8,33 10,45 9,61 konstr 1,00 1,00 2,00 2,00 paru 8,60 8,78 10,37 10,69 ecoli 12,06 12,64 12,92 15,15 bsubt 9,41 9,71 11,78 10,62 sthypii 6,00 6,00 6,00 6,00 Label value None 1,00 = “ Berat sampel 10mg/lubang” 2,00 = “Berat sampel 15 mg/lubang” None None None None 84 Dari hasil analisa diperoleh OUT PUT sebagai berikut : Descriptives N Diameter hambat bakteri S. aureus Berat sampel 10mg/lubang Berat sampel 15 mg/sampel Total Diameter hambat Berat sampel bakteri P. aeruginosa 10mg/lubang Berat sampel 15 mg/sampel Total Diameter Hambat Berat sampel bakteri B. subtilis 10mg/lubang Berat sampel 15 mg/sampel Total Diameter Hambat bakteri S.thypii Diameter Hambat bakteri E. coli Berat sampel 10mg/lubang Berat sampel 15 mg/sampel Total Berat sampel 10mg/lubang Berat sampel 15 mg/sampel Total Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum 2 8,6600 ,46669 ,33000 4,4670 12,8530 8,33 8,99 2 10,0300 ,59397 ,42000 4,6934 15,3666 9,61 10,45 4 9,3450 ,90323 ,45162 7,9078 10,7822 8,33 10,45 2 8,6900 ,12728 ,09000 7,5464 9,8336 8,60 8,78 2 10,5300 ,22627 ,16000 8,4970 12,5630 10,37 10,69 4 9,6100 1,07285 ,53642 7,9029 11,3171 8,60 10,69 2 9,5600 ,21213 ,15000 7,6541 11,4659 9,41 9,71 2 11,2000 ,82024 ,58000 3,8304 18,5696 10,62 11,78 4 10,3800 1,06574 ,53287 8,6842 12,0758 9,41 11,78 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00 2 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00 4 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 6,0000 6,00 6,00 2 12,3500 ,41012 ,29000 8,6652 16,0348 12,06 12,64 2 14,0350 1,57685 1,11500 -,1324 28,2024 12,92 15,15 4 13,1925 1,35325 ,67663 11,0392 15,3458 12,06 15,15 ANOVA Diameter hambat bakteri S. aureus Diameter hambat bakteri P. aeruginosa Diameter Hambat bakteri B. subtilis Diameter Hambat bakteri S.thypii Diameter Hambat bakteri E. coli Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 1,877 ,571 2,447 3,386 ,067 3,453 2,690 ,718 df 1 2 3 1 2 3 1 2 3,407 3 ,000 ,000 ,000 2,839 2,655 5,494 1 2 3 1 2 3 Mean Square 1,877 ,285 F 6,579 Sig. ,124 3,386 ,034 100,463 ,010 2,690 ,359 7,494 ,112 ,000 ,000 . . 2,839 1,327 2,139 ,281 Pada analisa pengaruh variasi berat sampel pada masing-masing bakteri tidak dapat dilakukan analisa LSD karena variasi berat sampel hanya 2 variasi. 85 Lampiran 7. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat. Tabel 1. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat dengan Berat Sampel ekstrak 15 mg/lubang. Nama ekstrak Diameter hambat (mm) B. subtilis S. aureus χ1 χ2 χ1 χ2 Heksana 8,76 9,32 7,87 8,42 8,99±0,46 8,14±0,39 Kloroform 12,59 11,77 11,03 11,16 12,18±0,58 11,09±0,09 Etil asetat 12,31 13,21 13,07 12,41 12,67±0,76 12,74±0,47 Butanol 11,09 10,59 10,31 11,11 10,84±0,35 10,71±0,57 Air 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00 Keterangan Gambar 1 dan Gambar 3 dan gambar 2 gambar 4 Keterangan : diameter lubang = 6 mm E. coli P. aeruginosa χ1 χ2 9,24 8,42 8,83±0,58 10,28 11,71 10,99±1,01 12,55 13,21 12,88±0,47 10,17 10,83 10,50±0,47 6,00 6,00 6,00 ± 0,00 Gambar 5 dan gambar 6 χ1 χ2 8,14 9,33 8,73±0,84 10,17 10,34 10,25±0,12 11,85 11,34 11,59±0,36 10,1 10,07 10,08±0,02 6,00 6,00 6,00 ± 0,00 Gambar 7 dan gambar 8 Gambar Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat. a. Bakteri B. subtilis Gambar 1 Gambar 2 86 Ekstrak heksana, kloroform, butanol dan etil asetat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan ekstrak air tidak menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis b. Bakteri S. aureus Gambar 4 Gambar 5 Ekstrak heksana, kloroform, butanol dan etil asetat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan ekstrak air tidak menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus c. Bakteri E. coli Gambar 5 Gambar 6 87 Ekstrak heksana, kloroform, butanol dan etil asetat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan ekstrak air tidak menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. d. Bakteri P. aeruginosa Gambar 7 Gambar 8 Ekstrak heksana, kloroform, butanol dan etil asetat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan ekstrak air tidak menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. Keterangan Gambar : 3. Pada gambar tertera konsentrasi 75 % yang sama dengan 0,75 mg/μL atau 15 mg/lubang. 4. Ekstrak yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam) adalah DMSO, butanol, kloroform dan heksana (gambar kiri) dan air, etil asetat dan DMSO (gambar kanan). 88 Lampiran 8. Analisa One Way-ANOVA Pengaruh Variasi Ekstrak pada MasingMasing Bakteri pada Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5) dan data dari Tabel 1 Lampiran 7 dimasukan sebagai berikut IN PUT DATA Variable View No Name 1. DhSaureus 2. 3. 4. 5. Type Numeric 8.2 DhPaerugin Numeric 8.2 DhEcoli Numeric 8.2 DhBsubtilis Numeric 8.2 ekstrak Numeric 8.2 Label variabel Diameter Hambat Bakteri S.aureus Diameter Hambat Bakteri P.aeruginosa Diameter Hambat Bakteri E.coli Diameter Hambat Bakteri B.subtilis Ekstrak Label value None None None None 1,00 = “ Heksana ” 2,00 = “ Kloroform” 3,00 = “ Etil asetat” 4,00 = “ Butanol” 5,00 = “ Air” Data View DhSaureus DhPaerugin DhEcoli 7,87 8,14 9,24 8,42 9,33 8,42 11,03 10,17 10,28 11,16 10,34 11,71 13,07 11,85 12,55 12,41 11,34 13,21 10,31 10,10 10,17 11,11 10,07 10,83 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 DhBsubtilis 8,76 9,32 12,59 11,77 12,31 13,21 11,09 10,59 6,00 6,00 ekstrak 1,00 1,00 2,00 2,00 3,00 3,00 4,00 4,00 5,00 5,00 89 OUT PUT DATA Descriptives N Diameter Hambat Bakteri S.aureus Diameter Hambat Bakteri P.aeruginosa Diameter Hambat Bakteri E.coli Diameter Hambat Bakteri B.subtilis Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Total Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Total Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Total Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Total 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 Mean 8,1450 11,0950 12,7400 10,7100 6,0000 9,7380 8,7350 10,2550 11,5950 10,0850 6,0000 9,3340 8,8300 10,9950 12,8800 10,5000 6,0000 9,8410 9,0400 12,1800 12,7600 10,8400 6,0000 10,1640 Std. Deviation ,38891 ,09192 ,46669 ,56569 ,00000 2,52355 ,84146 ,12021 ,36062 ,02121 ,00000 2,02349 ,57983 1,01116 ,46669 ,46669 ,00000 2,47988 ,39598 ,57983 ,63640 ,35355 ,00000 2,59804 Std. Error ,27500 ,06500 ,33000 ,40000 ,00000 ,79802 ,59500 ,08500 ,25500 ,01500 ,00000 ,63988 ,41000 ,71500 ,33000 ,33000 ,00000 ,78421 ,28000 ,41000 ,45000 ,25000 ,00000 ,82157 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 4,6508 11,6392 10,2691 11,9209 8,5470 16,9330 5,6275 15,7925 6,0000 6,0000 7,9328 11,5432 1,1748 16,2952 9,1750 11,3350 8,3549 14,8351 9,8944 10,2756 6,0000 6,0000 7,8865 10,7815 3,6205 14,0395 1,9101 20,0799 8,6870 17,0730 6,3070 14,6930 6,0000 6,0000 8,0670 11,6150 5,4823 12,5977 6,9705 17,3895 7,0422 18,4778 7,6634 14,0166 6,0000 6,0000 8,3055 12,0225 Minimum 7,87 11,03 12,41 10,31 6,00 6,00 8,14 10,17 11,34 10,07 6,00 6,00 8,42 10,28 12,55 10,17 6,00 6,00 8,76 11,77 12,31 10,59 6,00 6,00 Maximum 8,42 11,16 13,07 11,11 6,00 13,07 9,33 10,34 11,85 10,10 6,00 11,85 9,24 11,71 13,21 10,83 6,00 13,21 9,32 12,59 13,21 11,09 6,00 13,21 ANOVA Diameter Hambat Bakteri S.aureus Diameter Hambat Bakteri P.aeruginosa Diameter Hambat Bakteri E.coli Diameter Hambat Bakteri B.subtilis Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 56,617 ,697 57,315 35,997 ,853 36,850 53,554 1,794 df 4 5 9 4 5 9 4 5 55,348 9 59,725 1,023 60,748 4 5 9 Mean Square 14,154 ,139 F 101,464 Sig. ,000 8,999 ,171 52,751 ,000 13,388 ,359 37,309 ,001 14,931 ,205 72,978 ,000 90 Multiple Comparisons LSD Dependent Variable Diameter Hambat Bakteri S.aureus (I) Ekstrak Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Diameter Hambat Bakteri P.aeruginosa Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air (J) Ekstrak Kloroform Etil asetat Butanol Air Heksana Etil asetat Butanol Air Heksana Kloroform Butanol Air Heksana Kloroform Etil asetat Air Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Kloroform Etil asetat Butanol Air Heksana Etil asetat Butanol Air Heksana Kloroform Butanol Air Heksana Kloroform Etil asetat Air Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Mean Difference (I-J) Std. Error -2,95000* ,37350 -4,59500* ,37350 -2,56500* ,37350 2,14500* ,37350 2,95000* ,37350 -1,64500* ,37350 ,38500 ,37350 5,09500* ,37350 4,59500* ,37350 1,64500* ,37350 2,03000* ,37350 6,74000* ,37350 2,56500* ,37350 -,38500 ,37350 -2,03000* ,37350 4,71000* ,37350 -2,14500* ,37350 -5,09500* ,37350 -6,74000* ,37350 -4,71000* ,37350 -1,52000* ,41304 -2,86000* ,41304 -1,35000* ,41304 2,73500* ,41304 1,52000* ,41304 -1,34000* ,41304 ,17000 ,41304 4,25500* ,41304 2,86000* ,41304 1,34000* ,41304 1,51000* ,41304 5,59500* ,41304 1,35000* ,41304 -,17000 ,41304 -1,51000* ,41304 4,08500* ,41304 -2,73500* ,41304 -4,25500* ,41304 -5,59500* ,41304 -4,08500* ,41304 *. The mean difference is significant at the .05 level. Sig. ,001 ,000 ,001 ,002 ,001 ,007 ,350 ,000 ,000 ,007 ,003 ,000 ,001 ,350 ,003 ,000 ,002 ,000 ,000 ,000 ,014 ,001 ,022 ,001 ,014 ,023 ,698 ,000 ,001 ,023 ,015 ,000 ,022 ,698 ,015 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -3,9101 -1,9899 -5,5551 -3,6349 -3,5251 -1,6049 1,1849 3,1051 1,9899 3,9101 -2,6051 -,6849 -,5751 1,3451 4,1349 6,0551 3,6349 5,5551 ,6849 2,6051 1,0699 2,9901 5,7799 7,7001 1,6049 3,5251 -1,3451 ,5751 -2,9901 -1,0699 3,7499 5,6701 -3,1051 -1,1849 -6,0551 -4,1349 -7,7001 -5,7799 -5,6701 -3,7499 -2,5817 -,4583 -3,9217 -1,7983 -2,4117 -,2883 1,6733 3,7967 ,4583 2,5817 -2,4017 -,2783 -,8917 1,2317 3,1933 5,3167 1,7983 3,9217 ,2783 2,4017 ,4483 2,5717 4,5333 6,6567 ,2883 2,4117 -1,2317 ,8917 -2,5717 -,4483 3,0233 5,1467 -3,7967 -1,6733 -5,3167 -3,1933 -6,6567 -4,5333 -5,1467 -3,0233 91 Multiple Comparisons LSD Mean Difference (I-J) Dependent Variable (I) Ekstrak (J) Ekstrak Std. Error Diameter Hambat Heksana Kloroform -2,16500* ,59904 Bakteri E.coli Etil asetat -4,05000* ,59904 Butanol -1,67000* ,59904 Air 2,83000* ,59904 Kloroform Heksana 2,16500* ,59904 Etil asetat -1,88500* ,59904 Butanol ,49500 ,59904 Air 4,99500* ,59904 Etil asetat Heksana 4,05000* ,59904 Kloroform 1,88500* ,59904 Butanol 2,38000* ,59904 Air 6,88000* ,59904 Butanol Heksana 1,67000* ,59904 Kloroform -,49500 ,59904 Etil asetat -2,38000* ,59904 Air 4,50000* ,59904 Air Heksana -2,83000* ,59904 Kloroform -4,99500* ,59904 Etil asetat -6,88000* ,59904 Butanol -4,50000* ,59904 Diameter Hambat Heksana Kloroform -3,14000* ,45233 Bakteri B.subtilis Etil asetat -3,72000* ,45233 Butanol -1,80000* ,45233 Air 3,04000* ,45233 Kloroform Heksana 3,14000* ,45233 Etil asetat -,58000 ,45233 Butanol 1,34000* ,45233 Air 6,18000* ,45233 Etil asetat Heksana 3,72000* ,45233 Kloroform ,58000 ,45233 Butanol 1,92000* ,45233 Air 6,76000* ,45233 Butanol Heksana 1,80000* ,45233 Kloroform -1,34000* ,45233 Etil asetat -1,92000* ,45233 Air 4,84000* ,45233 Air Heksana -3,04000* ,45233 Kloroform -6,18000* ,45233 Etil asetat -6,76000* ,45233 Butanol -4,84000* ,45233 *. The mean difference is significant at the .05 level. Sig. ,015 ,001 ,039 ,005 ,015 ,025 ,446 ,000 ,001 ,025 ,011 ,000 ,039 ,446 ,011 ,001 ,005 ,000 ,000 ,001 ,001 ,000 ,011 ,001 ,001 ,256 ,031 ,000 ,000 ,256 ,008 ,000 ,011 ,031 ,008 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -3,7049 -,6251 -5,5899 -2,5101 -3,2099 -,1301 1,2901 4,3699 ,6251 3,7049 -3,4249 -,3451 -1,0449 2,0349 3,4551 6,5349 2,5101 5,5899 ,3451 3,4249 ,8401 3,9199 5,3401 8,4199 ,1301 3,2099 -2,0349 1,0449 -3,9199 -,8401 2,9601 6,0399 -4,3699 -1,2901 -6,5349 -3,4551 -8,4199 -5,3401 -6,0399 -2,9601 -4,3027 -1,9773 -4,8827 -2,5573 -2,9627 -,6373 1,8773 4,2027 1,9773 4,3027 -1,7427 ,5827 ,1773 2,5027 5,0173 7,3427 2,5573 4,8827 -,5827 1,7427 ,7573 3,0827 5,5973 7,9227 ,6373 2,9627 -2,5027 -,1773 -3,0827 -,7573 3,6773 6,0027 -4,2027 -1,8773 -7,3427 -5,0173 -7,9227 -5,5973 -6,0027 -3,6773 92 Lampiran 9. Hasil Skrining Fitokimia terhadap Ekstrak Buah Gambas Pengujian Golongan Senyawa 1. Alkaloid Test yang Dilakukan 2. Fenolat Test Wagner Test FeCl3 3. Saponin Test busa 6.Terpenoid Ekstrak Metanol Endapan (+) Perubahan yang Terjadi pada Waktu Pengujian Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak Butanol Heksana Kloroform Etil asetat (-) Endapan (+) (-) Endapan (+) Terjadi perubahan warna menjadi Hijau merah ungu, biru/hitam. kecoklatan (+) Terbentuk busa yang stabil selama Terbentuk ± 30 menit. busa stabil (+) (-) Hijau (+) (-) (-) (-) Hijau (+) Test Gelatin Terjadi perubahan warna menjadi Hijau biru kehitaman (tanin terhidrolisa), kecoklatan (+) hijau kecoklatan (tanin terkondensasi), selain warna tersebut (polifenol). Terbentuk endapan. Terbentuk endapan (+) (-) Terbentuk endapan (+) Terbentuk endapan (+) Terbentuk endapan (+) Test HCl dan dipanaskan Perubahan warna menjadi merah kuat/violet/ungu. (-) Ungu tua (+) Merah hati (+) Merah Coklat (+) ungu (+) ungu (+) (-) 4.Tanin dan Test FeCl3 polifenol 5.Flavonoid Perubahan Berdasarkan Teori (jika ekstrak terdapat golongan senyawa uji). Terjadi Endapan . Ungu (+) Test Terjadi perubahan warna ungu. ungu (+) ungu (+) VanilinH2SO4 Keterangan : (-) = tidak ada perubahan, (+) terjadi perubahan atau positif senyawa uji Hijau tua (+) Terbentuk busa stabil (+) Hijau (+) Coklat kehijauan (+) (-) Hijau kecoklatan (+) 92 93 Lampiran 10. Hasil KLT Ekstrak Etil Asetat. Dari hasil pengujian plat KLT setelah penyemprotan reagen spesifik didapatkan sejumlah noda dengan nilai Rf dan warna tertentu yang diamati dibawah sinar tampak, UV 254 nm dan UV 365 nm. Penampakkan sejumlah noda dicocokkan warnanya dengan dasar teori dan hasil pengamatan plat KLT sebagai berikut : 1. Tabel Hasil pengamatan plat KLT Reagen Yang Disemprotkan dan Senyawa yang Diuji Sinar Tampak Rf Warna Ke t. Tanpa Reagen 0,13 0,33 AlCl3 (flavonoid) 0,090 0,39 FeCl3 (Tanin dan Fenolat) 0,18 Vanilin-H2SO4 (Terpenoid) 0,090 SbCl3 20% dalam kloroform (Saponin) 0,41 - Coklat pudar Coklat pudar - Kuning coklat Kuning coklat + Hitam abuabu Hitam abuabu Ungu - + - - - Hasil Pengamatan Plat KLT Sinar UV 254 nm Sinar UV 365 nm Rf Warna K Rf Warna Ket. et . Coklat Kuning 0,15 pudar 0,090 hijau Coklat Biru 0,34 0,38 hijau Coklat Biru 0,51 0,82 terang Coklat Hijau + 0,090 merah 0,080 kuning Coklat Biru 0,41 merah 0,20 terang Coklat Kuning + 0,60 merah 0,39 hijau Coklat Biru merah terang 0,95 0,84 0,18 Hitam + 0,18 Hitam + abu-abu abuabu 0,090 Hitam - 0,090 Hitam abu-abu abuabu + 0,080 0,25 Coklat merah Coklat merah 0,090 0,25 Hijau kuning Biru hijau Biru 0,55 Keterangan : Rf = Retardation factor, Ket = Keterangan : (-) = negatif senyawa uji, (+) = positif senyawa uji. + + 94 2. Gambar Hasil Pengamatan Uji KLT Ekstrak Etil Asetat. a. Gambar plat KLT dengan Pengembang kloroform : etil asetat (1:1) sebelum disemprot. Rf = 0,82 Rf = 0,62 Rf = 0,51 Rf = 0,33 Rf = 0,34 Rf = 0,15 Rf = 0,13 Sinar Tampak Rf = 0,38 Rf = 0,090 Sinar UV 254 nm Sinar UV 365 nm b. Gambar hasil uji KLT senyawa flavonoid (Plat setelah disemprot AlCl3) Rf = 0,95 Rf = 0,84 Rf = 0,60 Rf = 0,39 Rf = 0,41 Rf = 0,39 Rf = 0,20 Rf = 0,090 Sinar Tampak Rf = 0,090 Sinar UV 254 nm Rf = 0,080 Sinar UV 365 nm 95 c. Gambar hasil uji KLT senyawa Tanin dan Fenolat (Plat setelah disemprot FeCl3) Rf = 0,18 Sinar Tampak Rf = 0,18 Sinar UV 254 nm Rf = 0,18 Sinar UV 365 nm d. Gambar hasil uji KLT senyawa Terpenoid (Plat setelah disemprot VanilinH2SO4 ) Rf = 0,41 Rf = 0,090 Sinar Tampak Rf = 0,090 Sinar UV 254 nm Rf = 0,090 Sinar UV 365 nm 96 e. Gambar hasil uji KLT senyawa Saponin (Plat setelah disemprot SbCl3 20% dalam kloroform) Rf = 0,55 Rf = 0,25 Rf = 0,080 Sinar Tampak Sinar UV 254 nm Rf = 0,25 Rf = 0,090 Sinar UV 365 nm 97 Lampiran 11. Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat Tabel 1. Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-1) Konsentrasi mg/μL 0,75 0,30 0,10 0,029 Keterangan Diameter hambat (mm) E. coli χ1 χ2 13,42 13,33 13,38 ± 0,07 10,77 11,44 10,47 ± 1,11 9,85 9,36 9,61 ± 0,35 7,95 7,9 7,93 ± 0,04 Gambar 1 B. subtilis χ1 χ2 14,12 13,97 14,05 ± 0,11 11,71 12,29 12,00 ± 0,41 8,3 8,74 8,52 ± 0,31 7,17 7,41 7,29 ± 0,17 Gambar 2 S. aureus χ1 χ2 13,63 13,82 13,73 ± 0,134 11,43 11,12 11,28 ± 0,219 9,22 9,14 9,18 ± 0,06 7,36 7,69 7,53 ± 0,23 Gambar 3 P. aeruginosa χ1 χ2 13,49 13,16 13,33 ± 0,23 11,09 10,88 10,99 ± 0,15 9,93 9,68 9,81 ± 0,18 7,64 7,35 7,50 ± 0,20 Gambar 4 Keterangan : diameter lubang = 6 mm Gambar Uji KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-1) Gambar 1 Gambar 2 Keterangan Gambar : 5. Konsentrasi sampel yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam) adalah 75%, 25%, 50% dan 10% yang setara dengan berat sampel 0,75 mg/lubang, 0,30 mg/lubang, 0,10 mg/lubang dan 0,029 mg/lubang dan lubang berada di tengah diisi dengan DMSO 98 Gambar 3 Gambar 4 Karena pada uji pertama konsentrasi terkecil ekstrak etil asetat 0,0286 mg/μL masih menghambat pertumbuhan semua bakteri uji dan belum diketahui konsentrasi yang sudah tidak menghambat lagi maka dilakukan uji lagi dengan hasil uji ke-2 sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-2) Konsentrasi mg/μL Diameter hambat (mm) E. coli B. subtilis χ1 χ2 χ1 χ2 0,10 9,90 10,37 9,42 10,15 0,050 8,72 8,28 7,97 8,41 0,030 7,20 7,95 8,21 7,71 0,020 6,68 7,09 7,36 7,14 0,010 6,00 6,00 6,00 6,00 Keterangan Gambar 5 Gambar 6 Keterangan : diameter lubang = 6 mm S. aureus χ1 χ2 9,70 10,36 8,28 8,57 7,84 7,92 7,23 7,44 6,00 6,00 Gambar 7 P. aeruginosa χ1 χ2 13,11 12,63 9,54 9,98 8,57 8,07 7,73 7,65 6,00 6,00 Gambar 8 Dari tabel 2. dapat disimpulkan bahwa KHM ekstrak etil asetat adalah 0,020 mg/μL atau berat sampel 0,40 mg/lubang untuk keempat bakteri uji, karena pada konsentrasi 0,010 mg/μL ekstrak sudah tidak menghambat pertumbuhan pada semua bakteri. 99 Gambar Uji KHM Ekstrak Etil Asetat (Uji ke-2) (pada gambar tertera konsentrasi 10% yang sama dengan 0,10 mg/μL dan berlaku untuk semua konsentrasi) Gambar 5 Gambar 6 Keterangan Gambar : Konsentrasi sampel yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam) adalah 10%, 1%, 5%, 3% dan 2% yang setara dengan berat sampel 2,0 mg/lubang, 0,20 mg/lubang, 1,0 mg/lubang, 0,60 mg/lubang dan 0,40 mg/lubang dan lubang yang berada di tengah diisi dengan DMSO Gambar 7 Gambar 8 100 Lampiran 12. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri pada MasingMasing Konsentrasi ekstrak pada Penentuan KHM Ekstrak Etil Asetat. Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5) dan data dari tabel 2 Lampiran 11 dimasukan sebagai berikut : IN PUT DATA Variable View No Name 1. EA 0,10 Type Numeric 8.2 2. EA 0,050 Numeric 8.2 3. EA 0,030 Numeric 8.2 4. EA 0,020 Numeric 8.2 5. EA 0,010 Numeric 8.2 Bakteri Numeric 8.2 Data View EA EA 0,10 0,05 9,90 8,72 10,37 8,28 9,42 7,97 10,15 8,41 9,70 8,28 10,36 8,57 13,11 9,54 12,63 9,98 EA 0,03 7,20 7,95 8,21 7,71 7,84 7,92 8,57 8,07 Label variabel Diameter hambat etil asetat 0,10 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,05 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,03 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,02 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,01 mg/mikro L Bakteri EA 0,02 6,68 7,09 7,36 7,14 7,23 7,44 7,73 7,65 EA 0,01 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Bakteri 3,00 3,00 4,00 4,00 1,00 1,00 2,00 2,00 Label value None None None None None 1,00 = “ S. aureus” 2,00 = “ P. aeruginosa” 3,00 = “ E. coli” 4,00 = “ B. subtilis” 101 OUT PUT DATA Descriptives N Diameter hambat etil asetat 0,10 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,050 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,030 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,020 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,010 mg/mikro L S. aures P.aeruginosa E. coli B.subtilis Total S. aures P.aeruginosa E. coli B.subtilis Total S. aures P.aeruginosa E. coli B.subtilis Total S. aures P.aeruginosa E. coli B.subtilis Total S. aures P.aeruginosa E. coli B.subtilis Total 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 Mean 10,0300 12,8700 10,1350 9,7850 10,7050 8,4250 9,7600 8,5000 8,1900 8,7188 7,8800 8,3200 7,5750 7,9600 7,9338 7,3350 7,6900 6,8850 7,2500 7,2900 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 Std. Deviation ,46669 ,33941 ,33234 ,51619 1,38038 ,20506 ,31113 ,31113 ,31113 ,68954 ,05657 ,35355 ,53033 ,35355 ,39594 ,14849 ,05657 ,28991 ,15556 ,33569 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 Std. Error ,33000 ,24000 ,23500 ,36500 ,48804 ,14500 ,22000 ,22000 ,22000 ,24379 ,04000 ,25000 ,37500 ,25000 ,13999 ,10500 ,04000 ,20500 ,11000 ,11868 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 8 6,0000 ,00000 ,00000 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 5,8370 14,2230 9,8205 15,9195 7,1490 13,1210 5,1472 14,4228 9,5510 11,8590 6,5826 10,2674 6,9646 12,5554 5,7046 11,2954 5,3946 10,9854 8,1423 9,2952 7,3718 8,3882 5,1434 11,4966 2,8102 12,3398 4,7834 11,1366 7,6027 8,2648 6,0008 8,6692 7,1818 8,1982 4,2802 9,4898 5,8523 8,6477 7,0094 7,5706 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 Minimum 9,70 12,63 9,90 9,42 9,42 8,28 9,54 8,28 7,97 7,97 7,84 8,07 7,20 7,71 7,20 7,23 7,65 6,68 7,14 6,68 6,00 6,00 6,00 6,00 Maximum 10,36 13,11 10,37 10,15 13,11 8,57 9,98 8,72 8,41 9,98 7,92 8,57 7,95 8,21 8,57 7,44 7,73 7,09 7,36 7,73 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 ANOVA Diameter hambat etil asetat 0,10 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,050 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,030 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,020 mg/mikro L Diameter hambat etil asetat 0,010 mg/mikro L Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 12,628 ,710 13,338 2,996 ,332 3,328 ,563 ,534 df 3 4 7 3 4 7 3 4 1,097 7 ,655 ,134 ,789 ,000 ,000 ,000 3 4 7 3 4 7 Mean Square 4,209 ,177 F 23,718 Sig. ,005 ,999 ,083 12,015 ,018 ,188 ,134 1,404 ,364 ,218 ,033 6,545 ,051 ,000 ,000 . . 102 Multiple Comparisons LSD Dependent Variable Diameter hambat etil asetat 0,10 mg/mikro L (I) Bakteri S. aures P.aeruginosa E. coli B.subtilis Diameter hambat etil asetat 0,050 mg/mikro L S. aures P.aeruginosa E. coli B.subtilis Diameter hambat etil asetat 0,030 mg/mikro L S. aures P.aeruginosa E. coli B.subtilis Diameter hambat etil asetat 0,020 mg/mikro L S. aures P.aeruginosa E. coli B.subtilis (J) Bakteri P.aeruginosa E. coli B.subtilis S. aures E. coli B.subtilis S. aures P.aeruginosa B.subtilis S. aures P.aeruginosa E. coli P.aeruginosa E. coli B.subtilis S. aures E. coli B.subtilis S. aures P.aeruginosa B.subtilis S. aures P.aeruginosa E. coli P.aeruginosa E. coli B.subtilis S. aures E. coli B.subtilis S. aures P.aeruginosa B.subtilis S. aures P.aeruginosa E. coli P.aeruginosa E. coli B.subtilis S. aures E. coli B.subtilis S. aures P.aeruginosa B.subtilis S. aures P.aeruginosa E. coli *. The mean difference is significant at the .05 level. Mean Difference (I-J) -2,84000* -,10500 ,24500 2,84000* 2,73500* 3,08500* ,10500 -2,73500* ,35000 -,24500 -3,08500* -,35000 -1,33500* -,07500 ,23500 1,33500* 1,26000* 1,57000* ,07500 -1,26000* ,31000 -,23500 -1,57000* -,31000 -,44000 ,30500 -,08000 ,44000 ,74500 ,36000 -,30500 -,74500 -,38500 ,08000 -,36000 ,38500 -,35500 ,45000 ,08500 ,35500 ,80500* ,44000 -,45000 -,80500* -,36500 -,08500 -,44000 ,36500 Std. Error ,42128 ,42128 ,42128 ,42128 ,42128 ,42128 ,42128 ,42128 ,42128 ,42128 ,42128 ,42128 ,28829 ,28829 ,28829 ,28829 ,28829 ,28829 ,28829 ,28829 ,28829 ,28829 ,28829 ,28829 ,36553 ,36553 ,36553 ,36553 ,36553 ,36553 ,36553 ,36553 ,36553 ,36553 ,36553 ,36553 ,18269 ,18269 ,18269 ,18269 ,18269 ,18269 ,18269 ,18269 ,18269 ,18269 ,18269 ,18269 Sig. ,003 ,815 ,592 ,003 ,003 ,002 ,815 ,003 ,453 ,592 ,002 ,453 ,010 ,808 ,461 ,010 ,012 ,006 ,808 ,012 ,343 ,461 ,006 ,343 ,295 ,451 ,837 ,295 ,111 ,380 ,451 ,111 ,352 ,837 ,380 ,352 ,124 ,069 ,666 ,124 ,012 ,074 ,069 ,012 ,116 ,666 ,074 ,116 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -4,0097 -1,6703 -1,2747 1,0647 -,9247 1,4147 1,6703 4,0097 1,5653 3,9047 1,9153 4,2547 -1,0647 1,2747 -3,9047 -1,5653 -,8197 1,5197 -1,4147 ,9247 -4,2547 -1,9153 -1,5197 ,8197 -2,1354 -,5346 -,8754 ,7254 -,5654 1,0354 ,5346 2,1354 ,4596 2,0604 ,7696 2,3704 -,7254 ,8754 -2,0604 -,4596 -,4904 1,1104 -1,0354 ,5654 -2,3704 -,7696 -1,1104 ,4904 -1,4549 ,5749 -,7099 1,3199 -1,0949 ,9349 -,5749 1,4549 -,2699 1,7599 -,6549 1,3749 -1,3199 ,7099 -1,7599 ,2699 -1,3999 ,6299 -,9349 1,0949 -1,3749 ,6549 -,6299 1,3999 -,8622 ,1522 -,0572 ,9572 -,4222 ,5922 -,1522 ,8622 ,2978 1,3122 -,0672 ,9472 -,9572 ,0572 -1,3122 -,2978 -,8722 ,1422 -,5922 ,4222 -,9472 ,0672 -,1422 ,8722 103 Lampiran 13. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi ekstrak pada Masing-Masing Bakteri pada Penentuan KHM Ekstrak Etil Asetat. Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5) dan data dari Tabel 2 Lampiran 11 dimasukan sebagai berikut : IN PUT DATA Variable View N o 1. 2. 3. 4. 5. Name Type Label variabel Label value Dhsaur Dhpaeru Dhecoli Dhbsubtil Konsent Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 DH S.aureus DH P.aeruginosa DH E.coli DH B.subtilis Konsentrasi None None None None 1,00 = 2,00 = 3,00 = 4,00 = 5,00 = Data View Dhsaur Dhpaeru 9,70 13,11 10,36 12,63 8,28 9,54 8,57 9,98 7,84 8,57 7,92 8,07 7,23 7,73 7,44 7,65 6,00 6,00 6,00 6,00 Dhecoli 9,90 10,37 8,72 8,28 7,20 7,95 6,68 7,09 6,00 6,00 Dhbsubtil 9,42 10,15 7,97 8,41 8,21 7,71 7,36 7,14 6,00 6,00 Konsent 1,00 1,00 2,00 2,00 3,00 3,00 4,00 4,00 5,00 5,00 “EA 0,10 mg/mikro L” “EA 0,050 mg/mikro L ” “EA 0,030 mg/mikro L ” “EA 0,020 mg/mikro L” “EA 0,010 mg/mikro L ” 104 OUT PUT DATA Descriptives N DH S.aureus DH P.aeruginosa DH E.coli DH B.subtilis EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L EA 0,030 mg/mikro L EA 0,020 mg/mikro L EA 0,010 mg/mikro L Total EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L EA 0,030 mg/mikro L EA 0,020 mg/mikro L EA 0,010 mg/mikro L Total EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L EA 0,030 mg/mikro L EA 0,020 mg/mikro L EA 0,010 mg/mikro L Total EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L EA 0,030 mg/mikro L EA 0,020 mg/mikro L EA 0,010 mg/mikro L Total 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 Mean 10,0300 8,4250 7,8800 7,3350 6,0000 7,9340 12,8700 9,7600 8,3200 7,6900 6,0000 8,9280 10,1350 8,5000 7,5750 6,8850 6,0000 7,8190 9,7850 8,1900 7,9600 7,2500 6,0000 7,8370 Std. Deviation ,46669 ,20506 ,05657 ,14849 ,00000 1,40467 ,33941 ,31113 ,35355 ,05657 ,00000 2,44391 ,33234 ,31113 ,53033 ,28991 ,00000 1,51691 ,51619 ,31113 ,35355 ,15556 ,00000 1,32580 Std. Error ,33000 ,14500 ,04000 ,10500 ,00000 ,44420 ,24000 ,22000 ,25000 ,04000 ,00000 ,77283 ,23500 ,22000 ,37500 ,20500 ,00000 ,47969 ,36500 ,22000 ,25000 ,11000 ,00000 ,41925 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 5,8370 14,2230 6,5826 10,2674 7,3718 8,3882 6,0008 8,6692 6,0000 6,0000 6,9292 8,9388 9,8205 15,9195 6,9646 12,5554 5,1434 11,4966 7,1818 8,1982 6,0000 6,0000 7,1797 10,6763 7,1490 13,1210 5,7046 11,2954 2,8102 12,3398 4,2802 9,4898 6,0000 6,0000 6,7339 8,9041 5,1472 14,4228 5,3946 10,9854 4,7834 11,1366 5,8523 8,6477 6,0000 6,0000 6,8886 8,7854 Minimum 9,70 8,28 7,84 7,23 6,00 6,00 12,63 9,54 8,07 7,65 6,00 6,00 9,90 8,28 7,20 6,68 6,00 6,00 9,42 7,97 7,71 7,14 6,00 6,00 ANOVA DH E.coli DH S.aureus DH P.aeruginosa DH B.subtilis Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 20,137 ,573 20,709 17,473 ,285 17,758 53,414 ,340 53,754 15,307 ,512 15,820 df 4 5 9 4 5 9 4 5 9 4 5 9 Mean Square 5,034 ,115 F 43,962 Sig. ,000 4,368 ,057 76,608 ,000 13,354 ,068 196,260 ,000 3,827 ,102 37,338 ,001 Maximum 10,36 8,57 7,92 7,44 6,00 10,36 13,11 9,98 8,57 7,73 6,00 13,11 10,37 8,72 7,95 7,09 6,00 10,37 10,15 8,41 8,21 7,36 6,00 10,15 105 Multiple Comparisons LSD (I) Konsentrasi Dependent Variable (mg/mikro L) DH S.aureus EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L EA 0,030 mg/mikro L EA 0,020 mg/mikro L EA 0,010 mg/mikro L DH P.aeruginosa EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L EA 0,030 mg/mikro L EA 0,020 mg/mikro L EA 0,010 mg/mikro L Mean (J) Konsentrasi Difference (mg/mikro L) (I-J) Std. Error EA 0,050 mg/mikro L 1,60500* ,23879 EA 0,030 mg/mikro L 2,15000* ,23879 EA 0,020 mg/mikro L 2,69500* ,23879 EA 0,010 mg/mikro L 4,03000* ,23879 EA 0,10 mg/mikro L -1,60500* ,23879 EA 0,030 mg/mikro L ,54500 ,23879 EA 0,020 mg/mikro L 1,09000* ,23879 EA 0,010 mg/mikro L 2,42500* ,23879 EA 0,10 mg/mikro L -2,15000* ,23879 EA 0,050 mg/mikro L -,54500 ,23879 EA 0,020 mg/mikro L ,54500 ,23879 EA 0,010 mg/mikro L 1,88000* ,23879 EA 0,10 mg/mikro L -2,69500* ,23879 EA 0,050 mg/mikro L -1,09000* ,23879 EA 0,030 mg/mikro L -,54500 ,23879 EA 0,010 mg/mikro L 1,33500* ,23879 EA 0,10 mg/mikro L -4,03000* ,23879 EA 0,050 mg/mikro L -2,42500* ,23879 EA 0,030 mg/mikro L -1,88000* ,23879 EA 0,020 mg/mikro L -1,33500* ,23879 EA 0,050 mg/mikro L 3,11000* ,26084 EA 0,030 mg/mikro L 4,55000* ,26084 EA 0,020 mg/mikro L 5,18000* ,26084 EA 0,010 mg/mikro L 6,87000* ,26084 EA 0,10 mg/mikro L -3,11000* ,26084 EA 0,030 mg/mikro L 1,44000* ,26084 EA 0,020 mg/mikro L 2,07000* ,26084 EA 0,010 mg/mikro L 3,76000* ,26084 EA 0,10 mg/mikro L -4,55000* ,26084 EA 0,050 mg/mikro L -1,44000* ,26084 EA 0,020 mg/mikro L ,63000 ,26084 EA 0,010 mg/mikro L 2,32000* ,26084 EA 0,10 mg/mikro L -5,18000* ,26084 EA 0,050 mg/mikro L -2,07000* ,26084 EA 0,030 mg/mikro L -,63000 ,26084 EA 0,010 mg/mikro L 1,69000* ,26084 EA 0,10 mg/mikro L -6,87000* ,26084 EA 0,050 mg/mikro L -3,76000* ,26084 EA 0,030 mg/mikro L -2,32000* ,26084 EA 0,020 mg/mikro L -1,69000* ,26084 *. The mean difference is significant at the .05 level. Sig. ,001 ,000 ,000 ,000 ,001 ,071 ,006 ,000 ,000 ,071 ,071 ,001 ,000 ,006 ,071 ,003 ,000 ,000 ,001 ,003 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,003 ,001 ,000 ,000 ,003 ,060 ,000 ,000 ,001 ,060 ,001 ,000 ,000 ,000 ,001 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound ,9912 2,2188 1,5362 2,7638 2,0812 3,3088 3,4162 4,6438 -2,2188 -,9912 -,0688 1,1588 ,4762 1,7038 1,8112 3,0388 -2,7638 -1,5362 -1,1588 ,0688 -,0688 1,1588 1,2662 2,4938 -3,3088 -2,0812 -1,7038 -,4762 -1,1588 ,0688 ,7212 1,9488 -4,6438 -3,4162 -3,0388 -1,8112 -2,4938 -1,2662 -1,9488 -,7212 2,4395 3,7805 3,8795 5,2205 4,5095 5,8505 6,1995 7,5405 -3,7805 -2,4395 ,7695 2,1105 1,3995 2,7405 3,0895 4,4305 -5,2205 -3,8795 -2,1105 -,7695 -,0405 1,3005 1,6495 2,9905 -5,8505 -4,5095 -2,7405 -1,3995 -1,3005 ,0405 1,0195 2,3605 -7,5405 -6,1995 -4,4305 -3,0895 -2,9905 -1,6495 -2,3605 -1,0195 106 Multiple Comparisons LSD (I) Konsentrasi Dependent Variable (mg/mikro L) DH E.coli EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L EA 0,030 mg/mikro L EA 0,020 mg/mikro L EA 0,010 mg/mikro L DH B.subtilis EA 0,10 mg/mikro L EA 0,050 mg/mikro L EA 0,030 mg/mikro L EA 0,020 mg/mikro L EA 0,010 mg/mikro L Mean Difference (J) Konsentrasi (I-J) (mg/mikro L) Std. Error EA 0,050 mg/mikro L 1,63500* ,33839 EA 0,030 mg/mikro L 2,56000* ,33839 EA 0,020 mg/mikro L 3,25000* ,33839 EA 0,010 mg/mikro L 4,13500* ,33839 EA 0,10 mg/mikro L -1,63500* ,33839 EA 0,030 mg/mikro L ,92500* ,33839 EA 0,020 mg/mikro L 1,61500* ,33839 EA 0,010 mg/mikro L 2,50000* ,33839 EA 0,10 mg/mikro L -2,56000* ,33839 EA 0,050 mg/mikro L -,92500* ,33839 EA 0,020 mg/mikro L ,69000 ,33839 EA 0,010 mg/mikro L 1,57500* ,33839 EA 0,10 mg/mikro L -3,25000* ,33839 EA 0,050 mg/mikro L -1,61500* ,33839 EA 0,030 mg/mikro L -,69000 ,33839 EA 0,010 mg/mikro L ,88500* ,33839 EA 0,10 mg/mikro L -4,13500* ,33839 EA 0,050 mg/mikro L -2,50000* ,33839 EA 0,030 mg/mikro L -1,57500* ,33839 EA 0,020 mg/mikro L -,88500* ,33839 EA 0,050 mg/mikro L 1,59500* ,32014 EA 0,030 mg/mikro L 1,82500* ,32014 EA 0,020 mg/mikro L 2,53500* ,32014 EA 0,010 mg/mikro L 3,78500* ,32014 EA 0,10 mg/mikro L -1,59500* ,32014 EA 0,030 mg/mikro L ,23000 ,32014 EA 0,020 mg/mikro L ,94000* ,32014 EA 0,010 mg/mikro L 2,19000* ,32014 EA 0,10 mg/mikro L -1,82500* ,32014 EA 0,050 mg/mikro L -,23000 ,32014 EA 0,020 mg/mikro L ,71000 ,32014 EA 0,010 mg/mikro L 1,96000* ,32014 EA 0,10 mg/mikro L -2,53500* ,32014 EA 0,050 mg/mikro L -,94000* ,32014 EA 0,030 mg/mikro L -,71000 ,32014 EA 0,010 mg/mikro L 1,25000* ,32014 EA 0,10 mg/mikro L -3,78500* ,32014 EA 0,050 mg/mikro L -2,19000* ,32014 EA 0,030 mg/mikro L -1,96000* ,32014 EA 0,020 mg/mikro L -1,25000* ,32014 *. The mean difference is significant at the .05 level. Sig. ,005 ,001 ,000 ,000 ,005 ,041 ,005 ,001 ,001 ,041 ,097 ,006 ,000 ,005 ,097 ,047 ,000 ,001 ,006 ,047 ,004 ,002 ,001 ,000 ,004 ,505 ,032 ,001 ,002 ,505 ,077 ,002 ,001 ,032 ,077 ,011 ,000 ,001 ,002 ,011 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound ,7651 2,5049 1,6901 3,4299 2,3801 4,1199 3,2651 5,0049 -2,5049 -,7651 ,0551 1,7949 ,7451 2,4849 1,6301 3,3699 -3,4299 -1,6901 -1,7949 -,0551 -,1799 1,5599 ,7051 2,4449 -4,1199 -2,3801 -2,4849 -,7451 -1,5599 ,1799 ,0151 1,7549 -5,0049 -3,2651 -3,3699 -1,6301 -2,4449 -,7051 -1,7549 -,0151 ,7721 2,4179 1,0021 2,6479 1,7121 3,3579 2,9621 4,6079 -2,4179 -,7721 -,5929 1,0529 ,1171 1,7629 1,3671 3,0129 -2,6479 -1,0021 -1,0529 ,5929 -,1129 1,5329 1,1371 2,7829 -3,3579 -1,7121 -1,7629 -,1171 -1,5329 ,1129 ,4271 2,0729 -4,6079 -2,9621 -3,0129 -1,3671 -2,7829 -1,1371 -2,0729 -,4271 107 Lampiran 14. Hasil Uji KHM dan Penentuan Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat terhadap Ampisilin Untuk menentukan KHM Ampisilin dan nilai banding maka dilakukan uji antibakteri ampisilin dengan berbagai konsentrasi dan hasil uji sebagai berikut Tabel 1. Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin Konsentrasi mg/μL 1,5 .10-5 7,6.10-6 3,8.10-6 1,9.10-6 1,0.10-6 5,0.10-7 2,5.10-7 1,2.10-7 Keterangan Diameter hambat (mm) E. coli B. subtilis 13,01 13,29 12,03 12,46 10,92 10,25 10,16 10,54 9,94 9,86 9,89 10,03 8,08 8,38 8,89 8,75 7,68 7,84 7,79 8,07 7,17 7,30 7,18 7,27 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Gambar 1 Gambar 3 dan gambar 2 dan gambar 4 S. aureus P. aeruginosa 13,30 13,10 10,30 9,94 8,64 9,03 7,94 8,15 7,17 7,30 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Gambar 5 dan gambar 6 13,49 13,03 10,22 10,02 9,11 9,48 7,51 7,16 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Gambar 7 dan gambar 8 Gambar Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin (pada gambar tertera konsentrasi 15 ppm yang sama dengan 1,5 .10-5 mg/μL dan berlaku untuk semua konsentrasi) a. Bakteri E. coli. Gambar 1 Gambar 2 108 b. Bakteri B. subtilis. Gambar 3 Gambar 4 Keterangan Gambar : 6. Pada gambar tertera konsentrasi 0,125 ppm yang sama dengan 1,2.10-7 mg/μL dan berlaku untuk semua konsentrasi. 7. konsentrasi yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam) adalah (gambar kiri) 0,125 ppm, 3,8 ppm, 0,25 ppm, 15 ppm dan tengah diisi DMSO dan (gambar kanan) 1 ppm, 1,9 ppm, 0,5 ppm,7,6 ppm dan ditengah diisi DMSO. c. Bakteri S. auerus. Gambar 5 Gambar 6 109 d. Bakteri P. aeruginosa. Gambar 7 Gambar 8 Uji penentuan nilai banding dilakukan bersamaan dengan ekstrak etil asetat dengan konsentrasi 0,1 mg/μL. Hasil pengujian sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Konsentrasi Ekstrak etil asetat 0,10 mg/μL E. coli 10,39 9,93 10,16±0,23 Diameter hambat (mm) B. subtilis S. aureus 9,81 9,68 9,74±0,06 10,88 11,13 11,01±0,12 P. aeruginosa 11,68 11,96 11,32±0,38 110 Lampiran 15. Penentuan KHM Ampisilin Dari Tabel 1 Lampiran 14 didapatkan data sebagai berikut Tabel 1. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin Konsentrasi mg/μL 1,5 .10-5 7,6.10-6 3,8.10-6 1,9.10-6 1,0.10-6 5,0.10-7 2,5.10-7 1,2.10-7 Diameter hambat (mm) E. coli B. subtilis 13,01 13,29 12,03 12,46 10,92 10,25 10,16 10,54 9,94 9,86 9,89 10,03 8,08 8,38 8,89 8,75 7,68 7,84 7,79 8,07 7,17 7,30 7,18 7,27 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 S. aureus 13,30 10,30 8,64 7,94 7,17 6,00 6,00 6,00 13,10 9,94 9,03 8,15 7,30 6,00 6,00 6,00 P. aeruginosa 13,49 10,22 9,11 7,51 6,00 6,00 6,00 6,00 13,03 10,02 9,48 7,16 6,00 6,00 6,00 6,00 KHM ditentukan dengan memilih konsentrasi terkecil ekstrak yang masih menghambat pertumbuhan bakteri uji, contoh pada bakteri B. subtilis konsentrasi 5.10-7 mg/μL merupakan konsentrasi terkecil ampisilin yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri ditandai pada konsentrasi dibawahnya yaitu konsentrasi 2,5.10-7 mg/μL dan 1,25.10-7 mg/μL ampisilin sudah tidak menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis lagi. KHM ampisilin untuk bakteri B. subtilis adalah 5.10-7 mg/μL dan KHM ampisilin untuk semua bakteri uji adalah sebagai berikut sebagai berikut : E.coli 5,0.10-7 mg/μL, B.subtilis 5,0.107 mg/μL, S.aureus 1,0.10-6mg/μL, P.aeruginosa 1,9.10-6mg/μL 111 Lampiran 16. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi Ampisilin pada Masing-Masing Bakteri pada Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin. Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5) dan data dari tabel 1 Lampiran 14 dimasukan sebagai berikut : IN PUT DATA Variable View No 1. 2. 3. 4. 5. Name DHSaur DHpaeru DHecol DHBsubtil Konsentrasi Type Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Label variabel DH (S.aureus) DH (P.aeruginosa) DH (E.coli) DH (B.subtilis) Konsentrasi Label value 1,00 = “1,5.10^ -5” 2,00 = “7,6.10^ -6” 3,00 = “3,8.10^ -6” 4,00 = “1,9.10^ -6” 5,00 = “1,0.10^ -6” 6,00 = “5,0.10^ -7” 7,00 = “2,5.10^ -7” 8,00 = “1,2.10^ -7” Data View DHSaur 13,30 13,10 10,30 9,94 8,64 9,03 7,94 8,15 7,17 7,30 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 DHpaeru 13,49 13,03 10,22 10,03 9,11 9,48 7,16 7,51 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 DHecol 13,01 13,29 10,92 10,25 9,94 9,86 8,08 8,38 7,68 7,84 7,17 7,30 6,00 6,00 6,00 6,00 DHBsubtil Konsentrasi 12,03 1,00 12,46 1,00 10,16 2,00 10,54 2,00 9,89 3,00 10,03 3,00 8,89 4,00 8,75 4,00 7,79 5,00 8,07 5,00 7,18 6,00 7,27 6,00 6,00 7,00 6,00 7,00 6,00 8,00 6,00 8,00 112 OUT PUT DATA Descriptives N DH (S.aureus) DH (P.aeruginosa) DH (E.coli) DH (B.subtilis) 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 Total 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 Total 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 Total 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 Total 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2 2 2 2 2 2 2 2 16 Mean 13,2000 10,1200 8,8350 8,0450 7,2350 6,0000 6,0000 6,0000 8,1794 13,2600 10,1250 9,2950 7,3350 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 8,0019 13,1500 10,5850 9,9000 8,2300 7,7600 7,2350 6,0000 6,0000 8,6075 12,2450 10,3500 9,9600 8,8200 7,9300 7,2250 6,0000 6,0000 8,5663 Std. Deviation ,14142 ,25456 ,27577 ,14849 ,09192 ,00000 ,00000 ,00000 2,44014 ,32527 ,13435 ,26163 ,24749 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 2,59305 ,19799 ,47376 ,05657 ,21213 ,11314 ,09192 ,00000 ,00000 2,38676 ,30406 ,26870 ,09899 ,09899 ,19799 ,06364 ,00000 ,00000 2,13575 Std. Error ,10000 ,18000 ,19500 ,10500 ,06500 ,00000 ,00000 ,00000 ,61004 ,23000 ,09500 ,18500 ,17500 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,64826 ,14000 ,33500 ,04000 ,15000 ,08000 ,06500 ,00000 ,00000 ,59669 ,21500 ,19000 ,07000 ,07000 ,14000 ,04500 ,00000 ,00000 ,53394 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 11,9294 14,4706 7,8329 12,4071 6,3573 11,3127 6,7108 9,3792 6,4091 8,0609 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,8791 9,4796 10,3376 16,1824 8,9179 11,3321 6,9444 11,6456 5,1114 9,5586 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,6201 9,3836 11,3711 14,9289 6,3284 14,8416 9,3918 10,4082 6,3241 10,1359 6,7435 8,7765 6,4091 8,0609 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 7,3357 9,8793 9,5132 14,9768 7,9358 12,7642 9,0706 10,8494 7,9306 9,7094 6,1511 9,7089 6,6532 7,7968 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 7,4282 9,7043 Minimum 13,10 9,94 8,64 7,94 7,17 6,00 6,00 6,00 6,00 13,03 10,03 9,11 7,16 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 13,01 10,25 9,86 8,08 7,68 7,17 6,00 6,00 6,00 12,03 10,16 9,89 8,75 7,79 7,18 6,00 6,00 6,00 Maximum 13,30 10,30 9,03 8,15 7,30 6,00 6,00 6,00 13,30 13,49 10,22 9,48 7,51 6,00 6,00 6,00 6,00 13,49 13,29 10,92 9,94 8,38 7,84 7,30 6,00 6,00 13,29 12,46 10,54 10,03 8,89 8,07 7,27 6,00 6,00 12,46 ANOVA DH (S.aureus) DH (P.aeruginosa) DH (E.coli) DH (B.subtilis) Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 89,123 ,191 89,314 100,605 ,254 100,858 85,116 ,333 85,449 68,194 ,228 68,421 df 7 8 15 7 8 15 7 8 15 7 8 15 Mean Square 12,732 ,024 F 532,296 Sig. ,000 14,372 ,032 453,469 ,000 12,159 ,042 292,031 ,000 9,742 ,028 342,575 ,000 113 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH (S.aureus) LSD (I) Konsentrasi 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 (J) Konsentrasi 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 Mean Difference (I-J) 3,08000* 4,36500* 5,15500* 5,96500* 7,20000* 7,20000* 7,20000* -3,08000* 1,28500* 2,07500* 2,88500* 4,12000* 4,12000* 4,12000* -4,36500* -1,28500* ,79000* 1,60000* 2,83500* 2,83500* 2,83500* -5,15500* -2,07500* -,79000* ,81000* 2,04500* 2,04500* 2,04500* -5,96500* -2,88500* -1,60000* -,81000* 1,23500* 1,23500* 1,23500* -7,20000* -4,12000* -2,83500* -2,04500* -1,23500* ,00000 ,00000 -7,20000* -4,12000* -2,83500* -2,04500* -1,23500* ,00000 ,00000 -7,20000* -4,12000* -2,83500* -2,04500* -1,23500* ,00000 ,00000 *. The mean difference is significant at the .05 level. Std. Error ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2,7234 3,4366 4,0084 4,7216 4,7984 5,5116 5,6084 6,3216 6,8434 7,5566 6,8434 7,5566 6,8434 7,5566 -3,4366 -2,7234 ,9284 1,6416 1,7184 2,4316 2,5284 3,2416 3,7634 4,4766 3,7634 4,4766 3,7634 4,4766 -4,7216 -4,0084 -1,6416 -,9284 ,4334 1,1466 1,2434 1,9566 2,4784 3,1916 2,4784 3,1916 2,4784 3,1916 -5,5116 -4,7984 -2,4316 -1,7184 -1,1466 -,4334 ,4534 1,1666 1,6884 2,4016 1,6884 2,4016 1,6884 2,4016 -6,3216 -5,6084 -3,2416 -2,5284 -1,9566 -1,2434 -1,1666 -,4534 ,8784 1,5916 ,8784 1,5916 ,8784 1,5916 -7,5566 -6,8434 -4,4766 -3,7634 -3,1916 -2,4784 -2,4016 -1,6884 -1,5916 -,8784 -,3566 ,3566 -,3566 ,3566 -7,5566 -6,8434 -4,4766 -3,7634 -3,1916 -2,4784 -2,4016 -1,6884 -1,5916 -,8784 -,3566 ,3566 -,3566 ,3566 -7,5566 -6,8434 -4,4766 -3,7634 -3,1916 -2,4784 -2,4016 -1,6884 -1,5916 -,8784 -,3566 ,3566 -,3566 ,3566 114 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH (P.aeruginosa) LSD (I) Konsentrasi 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 (J) Konsentrasi 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 Mean Difference (I-J) 3,13500* 3,96500* 5,92500* 7,26000* 7,26000* 7,26000* 7,26000* -3,13500* ,83000* 2,79000* 4,12500* 4,12500* 4,12500* 4,12500* -3,96500* -,83000* 1,96000* 3,29500* 3,29500* 3,29500* 3,29500* -5,92500* -2,79000* -1,96000* 1,33500* 1,33500* 1,33500* 1,33500* -7,26000* -4,12500* -3,29500* -1,33500* ,00000 ,00000 ,00000 -7,26000* -4,12500* -3,29500* -1,33500* ,00000 ,00000 ,00000 -7,26000* -4,12500* -3,29500* -1,33500* ,00000 ,00000 ,00000 -7,26000* -4,12500* -3,29500* -1,33500* ,00000 ,00000 ,00000 *. The mean difference is significant at the .05 level. Std. Error ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,002 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,002 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 1,000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2,7245 3,5455 3,5545 4,3755 5,5145 6,3355 6,8495 7,6705 6,8495 7,6705 6,8495 7,6705 6,8495 7,6705 -3,5455 -2,7245 ,4195 1,2405 2,3795 3,2005 3,7145 4,5355 3,7145 4,5355 3,7145 4,5355 3,7145 4,5355 -4,3755 -3,5545 -1,2405 -,4195 1,5495 2,3705 2,8845 3,7055 2,8845 3,7055 2,8845 3,7055 2,8845 3,7055 -6,3355 -5,5145 -3,2005 -2,3795 -2,3705 -1,5495 ,9245 1,7455 ,9245 1,7455 ,9245 1,7455 ,9245 1,7455 -7,6705 -6,8495 -4,5355 -3,7145 -3,7055 -2,8845 -1,7455 -,9245 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -7,6705 -6,8495 -4,5355 -3,7145 -3,7055 -2,8845 -1,7455 -,9245 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -7,6705 -6,8495 -4,5355 -3,7145 -3,7055 -2,8845 -1,7455 -,9245 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -7,6705 -6,8495 -4,5355 -3,7145 -3,7055 -2,8845 -1,7455 -,9245 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 115 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH (B.subtilis) LSD (I) Konsentrasi 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 (J) Konsentrasi 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 5,0.10^-7 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 2,5.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 1,2.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 1,0.10^-6 5,0.10^-7 2,5.10^-7 Mean Difference (I-J) 1,89500* 2,28500* 3,42500* 4,31500* 5,02000* 6,24500* 6,24500* -1,89500* ,39000* 1,53000* 2,42000* 3,12500* 4,35000* 4,35000* -2,28500* -,39000* 1,14000* 2,03000* 2,73500* 3,96000* 3,96000* -3,42500* -1,53000* -1,14000* ,89000* 1,59500* 2,82000* 2,82000* -4,31500* -2,42000* -2,03000* -,89000* ,70500* 1,93000* 1,93000* -5,02000* -3,12500* -2,73500* -1,59500* -,70500* 1,22500* 1,22500* -6,24500* -4,35000* -3,96000* -2,82000* -1,93000* -1,22500* ,00000 -6,24500* -4,35000* -3,96000* -2,82000* -1,93000* -1,22500* ,00000 *. The mean difference is significant at the .05 level. Std. Error ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,049 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,049 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,003 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,003 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 1,5061 2,2839 1,8961 2,6739 3,0361 3,8139 3,9261 4,7039 4,6311 5,4089 5,8561 6,6339 5,8561 6,6339 -2,2839 -1,5061 ,0011 ,7789 1,1411 1,9189 2,0311 2,8089 2,7361 3,5139 3,9611 4,7389 3,9611 4,7389 -2,6739 -1,8961 -,7789 -,0011 ,7511 1,5289 1,6411 2,4189 2,3461 3,1239 3,5711 4,3489 3,5711 4,3489 -3,8139 -3,0361 -1,9189 -1,1411 -1,5289 -,7511 ,5011 1,2789 1,2061 1,9839 2,4311 3,2089 2,4311 3,2089 -4,7039 -3,9261 -2,8089 -2,0311 -2,4189 -1,6411 -1,2789 -,5011 ,3161 1,0939 1,5411 2,3189 1,5411 2,3189 -5,4089 -4,6311 -3,5139 -2,7361 -3,1239 -2,3461 -1,9839 -1,2061 -1,0939 -,3161 ,8361 1,6139 ,8361 1,6139 -6,6339 -5,8561 -4,7389 -3,9611 -4,3489 -3,5711 -3,2089 -2,4311 -2,3189 -1,5411 -1,6139 -,8361 -,3889 ,3889 -6,6339 -5,8561 -4,7389 -3,9611 -4,3489 -3,5711 -3,2089 -2,4311 -2,3189 -1,5411 -1,6139 -,8361 -,3889 ,3889 116 Kesimpulan Secara umum dengan analisa ANOVA menunjukkan bahwa pada keempat bakteri uji dengan adanya variasi konsentrasi mempunyai pengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji, analisa lanjut dengan LSD menunjukkan bahwa pada keempat bakteri uji dengan adanya variasi konsentrasi secara umum mempunyai pengaruh yang beda, kecuali pada : 1. Bakteri S. aureus antara konsentrasi 5.10 -7 mg/μL dengan 2,5.10-7 mg/μL, 5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL dan 2,5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL, 2. Bakteri P. aeruginosa antara konsentrasi 10-6 mg/μL dengan 5.10-7 mg/μL, 106 mg/μL dengan 2,5.10-7mg/μL, 10-6 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL, 5.10-7 mg/μL dengan 2,5.10-7 mg/μL, 5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL dan 2,5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL, 3. Bakteri E. coli antara konsentrasi 1,9.10-6 mg/μL dengan 10-6 mg/μL dan 2,5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL, 4. Bakteri B. subtilis antara konsentrasi 2,5.10-7 mg/μL dengan 1,25.10-7 mg/μL, dengan analisa LSD menunjukkan pengaruh yang sama. 117 Lampiran 17. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Ampisilin pada Masing-Masing Konsentrasi pada Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin. Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5.) dan data dari tabel 1. Lampiran 14 dimasukan sebagai berikut : IN PUT DATA Variable View No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 Name ampls15 ampls7.6 ampls3.8 ampls1.9 ampls1 ampls0.5 ampls0.25 Bakteri Type Label variabel Numeric 8.2 DH amp 1,5.10^ -5 Numeric 8.2 DH amp 7,6.10^ -6 Numeric 8.2 DH amp 3,8.10^ -6 Numeric 8.2 DH amp 1,9.10^ -6 Numeric 8.2 DH amp 1,0.10^ -6 Numeric 8.2 DH amp 5,0.10^ -7 Numeric 8.2 DH amp 2,5.10^ -7 Numeric 8.2 Bakteri .9. ampls0.125 Numeric 8.2 Label value None None None None None None None 1,00 = “ S. aureus” 2,00 = “ P. aeruginosa” 3,00 = “ E. coli” 4,00 = “ B. subtilis” 5,00 = “ S. thypi” DH amp 1,2.10^ -7 Data View ampls 15 13,01 13,29 12,03 12,46 13,30 13,10 13,49 13,03 ampls 7.6 10,92 10,25 10,16 10,54 10,30 9,94 10,22 10,02 ampls 3.8 9,94 9,86 9,89 10,03 8,64 9,03 9,11 9,48 ampls 1.9 8,08 8,38 8,89 8,75 7,94 8,15 7,51 7,16 ampls 1 8,08 8,38 7,79 8,07 7,17 7,30 6,00 6,00 ampls 0.5 7,17 7,30 7,18 7,27 6,00 6,00 6,00 6,00 ampls 0.25 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Bakteri Ampls 0.125 3,00 6,00 3,00 6,00 4,00 6,00 4,00 6,00 1,00 6,00 1,00 6,00 2,00 6,00 2,00 6,00 118 OUT PUT DATA Descriptives N DH amp 1,5.10^ -5 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 7,6.10^ -6 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 3,8.10^ -6 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 1,9.10^ -6 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 1,0.10^ -6S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 5,0.10^ -7 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 2,5.10^ -7 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 1,2.10^ -7 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 Mean Std. Deviation Std. Error 13,2000 ,14142 ,10000 13,2600 ,32527 ,23000 13,1500 ,19799 ,14000 12,2450 ,30406 ,21500 12,9638 ,48509 ,17151 10,1200 ,25456 ,18000 10,1200 ,14142 ,10000 10,5850 ,47376 ,33500 10,3500 ,26870 ,19000 10,2938 ,31126 ,11005 8,8350 ,27577 ,19500 9,2950 ,26163 ,18500 9,9000 ,05657 ,04000 9,9600 ,09899 ,07000 9,4975 ,51674 ,18270 8,0450 ,14849 ,10500 7,3350 ,24749 ,17500 8,2300 ,21213 ,15000 8,8200 ,09899 ,07000 8,1075 ,58368 ,20636 7,2350 ,09192 ,06500 6,0000 ,00000 ,00000 8,2300 ,21213 ,15000 7,9300 ,19799 ,14000 7,3488 ,92472 ,32694 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 ,00000 ,00000 7,2350 ,09192 ,06500 7,2250 ,06364 ,04500 6,6150 ,65883 ,23293 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 ,00000 ,00000 6,0000 ,00000 ,00000 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum 11,9294 14,4706 13,10 13,30 10,3376 16,1824 13,03 13,49 11,3711 14,9289 13,01 13,29 9,5132 14,9768 12,03 12,46 12,5582 13,3693 12,03 13,49 7,8329 12,4071 9,94 10,30 8,8494 11,3906 10,02 10,22 6,3284 14,8416 10,25 10,92 7,9358 12,7642 10,16 10,54 10,0335 10,5540 9,94 10,92 6,3573 11,3127 8,64 9,03 6,9444 11,6456 9,11 9,48 9,3918 10,4082 9,86 9,94 9,0706 10,8494 9,89 10,03 9,0655 9,9295 8,64 10,03 6,7108 9,3792 7,94 8,15 5,1114 9,5586 7,16 7,51 6,3241 10,1359 8,08 8,38 7,9306 9,7094 8,75 8,89 7,6195 8,5955 7,16 8,89 6,4091 8,0609 7,17 7,30 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,3241 10,1359 8,08 8,38 6,1511 9,7089 7,79 8,07 6,5757 8,1218 6,00 8,38 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,4091 8,0609 7,17 7,30 6,6532 7,7968 7,18 7,27 6,0642 7,1658 6,00 7,30 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,0000 6,0000 6,00 6,00 6,0000 6,0000 6,00 6,00 119 ANOVA DH amp 1,5.10^ -5 DH amp 7,6.10^ -6 DH amp 3,8.10^ -6 DH amp 1,9.10^ -6 DH amp 1,0.10^ -6 DH amp 5,0.10^ -7 DH amp 2,5.10^ -7 DH amp 1,2.10^ -7 Sum of Squares 1,390 ,257 1,647 ,297 ,381 ,678 1,712 ,157 1,869 2,247 ,138 2,385 5,893 ,093 5,986 3,026 ,012 3,038 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total df 3 4 7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 Mean Square ,463 ,064 F 7,197 Sig. ,043 ,099 ,095 1,037 ,466 ,571 ,039 14,490 ,013 ,749 ,035 21,691 ,006 1,964 ,023 84,807 ,000 1,009 ,003 322,763 ,000 ,000 ,000 . . ,000 ,000 . . Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 1,5.10^ -5 LSD (I) Bakteri S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis (J) Bakteri P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.aureus E.coli B.subtilis S.aureus P.aeruginosa B.subtilis S.aureus P.aeruginosa E.coli Mean Difference (I-J) -,06000 ,05000 ,95500* ,06000 ,11000 1,01500* -,05000 -,11000 ,90500* -,95500* -1,01500* -,90500* Std. Error ,25370 ,25370 ,25370 ,25370 ,25370 ,25370 ,25370 ,25370 ,25370 ,25370 ,25370 ,25370 *. The mean difference is significant at the .05 level. Sig. ,825 ,853 ,020 ,825 ,687 ,016 ,853 ,687 ,023 ,020 ,016 ,023 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,7644 ,6444 -,6544 ,7544 ,2506 1,6594 -,6444 ,7644 -,5944 ,8144 ,3106 1,7194 -,7544 ,6544 -,8144 ,5944 ,2006 1,6094 -1,6594 -,2506 -1,7194 -,3106 -1,6094 -,2006 120 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 7,6.10^ -6 LSD (I) Bakteri S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis (J) Bakteri P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.aureus E.coli B.subtilis S.aureus P.aeruginosa B.subtilis S.aureus P.aeruginosa E.coli Mean Difference (I-J) ,00000 -,46500 -,23000 ,00000 -,46500 -,23000 ,46500 ,46500 ,23500 ,23000 ,23000 -,23500 Std. Error ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 Sig. 1,000 ,207 ,498 1,000 ,207 ,498 ,207 ,207 ,489 ,498 ,498 ,489 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,8574 ,8574 -1,3224 ,3924 -1,0874 ,6274 -,8574 ,8574 -1,3224 ,3924 -1,0874 ,6274 -,3924 1,3224 -,3924 1,3224 -,6224 1,0924 -,6274 1,0874 -,6274 1,0874 -1,0924 ,6224 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 3,8.10^ -6 LSD Mean Difference (I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error S.aureus P.aeruginosa -,46000 ,19843 E.coli -1,06500* ,19843 B.subtilis -1,12500* ,19843 P.aeruginosa S.aureus ,46000 ,19843 E.coli -,60500* ,19843 B.subtilis -,66500* ,19843 E.coli S.aureus 1,06500* ,19843 P.aeruginosa ,60500* ,19843 B.subtilis -,06000 ,19843 B.subtilis S.aureus 1,12500* ,19843 P.aeruginosa ,66500* ,19843 E.coli ,06000 ,19843 *. The mean difference is significant at the .05 level. Sig. ,081 ,006 ,005 ,081 ,038 ,029 ,006 ,038 ,777 ,005 ,029 ,777 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1,0109 ,0909 -1,6159 -,5141 -1,6759 -,5741 -,0909 1,0109 -1,1559 -,0541 -1,2159 -,1141 ,5141 1,6159 ,0541 1,1559 -,6109 ,4909 ,5741 1,6759 ,1141 1,2159 -,4909 ,6109 121 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 1,9.10^ -6 LSD Mean Difference (I-J) (I) Bakteri (J) Bakteri Std. Error S.aureus P.aeruginosa ,71000* ,18581 E.coli -,18500 ,18581 B.subtilis -,77500* ,18581 P.aeruginosa S.aureus -,71000* ,18581 E.coli -,89500* ,18581 B.subtilis -1,48500* ,18581 E.coli S.aureus ,18500 ,18581 P.aeruginosa ,89500* ,18581 B.subtilis -,59000* ,18581 B.subtilis S.aureus ,77500* ,18581 P.aeruginosa 1,48500* ,18581 E.coli ,59000* ,18581 95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound ,019 ,1941 1,2259 ,376 -,7009 ,3309 ,014 -1,2909 -,2591 ,019 -1,2259 -,1941 ,009 -1,4109 -,3791 ,001 -2,0009 -,9691 ,376 -,3309 ,7009 ,009 ,3791 1,4109 ,034 -1,1059 -,0741 ,014 ,2591 1,2909 ,001 ,9691 2,0009 ,034 ,0741 1,1059 *. The mean difference is significant at the .05 level. Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 1,0.10^ -6 LSD (I) Bakteri S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis (J) Bakteri P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.aureus E.coli B.subtilis S.aureus P.aeruginosa B.subtilis S.aureus P.aeruginosa E.coli Mean Difference Std. Error (I-J) 1,23500* ,15219 -,99500* ,15219 -,69500* ,15219 -1,23500* ,15219 -2,23000* ,15219 -1,93000* ,15219 ,99500* ,15219 2,23000* ,15219 ,30000 ,15219 ,69500* ,15219 1,93000* ,15219 -,30000 ,15219 *. The mean difference is significant at the .05 level. Sig. ,001 ,003 ,010 ,001 ,000 ,000 ,003 ,000 ,120 ,010 ,000 ,120 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound ,8124 1,6576 -1,4176 -,5724 -1,1176 -,2724 -1,6576 -,8124 -2,6526 -1,8074 -2,3526 -1,5074 ,5724 1,4176 1,8074 2,6526 -,1226 ,7226 ,2724 1,1176 1,5074 2,3526 -,7226 ,1226 122 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 5,0.10^ -7 LSD Mean Difference (I-J) (I) Bakteri (J) Bakteri Std. Error S.aureus P.aeruginosa ,00000 ,05590 E.coli -1,23500* ,05590 B.subtilis -1,22500* ,05590 P.aeruginosa S.aureus ,00000 ,05590 E.coli -1,23500* ,05590 B.subtilis -1,22500* ,05590 E.coli S.aureus 1,23500* ,05590 P.aeruginosa 1,23500* ,05590 B.subtilis ,01000 ,05590 B.subtilis S.aureus 1,22500* ,05590 P.aeruginosa 1,22500* ,05590 E.coli -,01000 ,05590 95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound 1,000 -,1552 ,1552 ,000 -1,3902 -1,0798 ,000 -1,3802 -1,0698 1,000 -,1552 ,1552 ,000 -1,3902 -1,0798 ,000 -1,3802 -1,0698 ,000 1,0798 1,3902 ,000 1,0798 1,3902 ,867 -,1452 ,1652 ,000 1,0698 1,3802 ,000 1,0698 1,3802 ,867 -,1652 ,1452 *. The mean difference is significant at the .05 level. Kesimpulan Hasil Analisa ANOVA secara umum menunjukkan konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL, 3,8.10-6 mg/μL, 1,9.10-6 mg/μL, 10-6 mg/μL dan 5.10-7 mg/μL dengan adanya variasi bakteri mempunyai pengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji dan pada konsentrasi 7,6.10-6 mg/μL adanya variasi bakteri menunjukkan tidak berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Analisa lebih lanjut dengan LSD menunjukkan pada : 1. konsentrasi 1,5 10-5 mg/μL antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa, S. aureus dengan E. coli, dan E. coli dengan P. aeruginosa, 2. konsentrasi 3,8.10-6 mg/μL antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa dan bakteri B. subtilis dengan E. coli, 3. Konsentrasi 1,9.10-6 mg/μL antara bakteri S. aureus dengan E. coli, 4. konsentrasi 10-6mg/μL antara bakteri E. coli dengan B. subtilis, dan 5. konsentrasi 5.10-7 mg/μL antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa dan bakteri B. subtilis dengan E. coli dengan adanya variasi bakteri menunjukkan pengaruh yang sama 123 Lampiran 18. Perhitungan Nilai Banding Untuk menghitung nilai banding ekstrak terlebih dahulu dilakukan perhitungan rata-rata diameter hambat dan logaritma konsentrasi sampel dari pengujian aktivitas antibakteri ampisilin (data dari Tabel 1. Lampiran 14.). Hasil perhitungan diperoleh data sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Perhitungan Rata-Rata Diameter Hambat dan Logaritma Konsentrasi Sampel Bakteri E. coli Logaritma Rata-Rata Diameter Konsentrasi (mg/μL) Hambat (mm) -4,8 13,20 -5,1 10,60 -5,4 9,91 -5,7 8,23 -6,0 7,76 -6,3 7,24 -6,6 6,00 B. subtilis -4,8 12,20 -5,1 10,40 -5,4 9,96 -5,7 8,82 -6,0 7,93 -6,3 7,23 -6,6 6,00 S. aureus -4,8 13,20 -5,1 10,10 -5,4 8,84 -5,7 8,05 -6,0 7,24 -6,3 6,00 P. aeruginosa -4,8 13,30 -5,1 10,10 -5,4 9,30 -5,7 7,34 -6,0 6,00 Keterangan: Data yang diambil dari tabel 1 Lampiran 14 adalah data sampai ratarata diameter hambat 6 mm yang pertama pada masing-masing bakteri uji. 124 Dari tabel 1 dibuat grafik standart konsentrasi ampisilin dengan ratarata diameter hambat untuk masing-masing bakteri dengan cara memplotkan sumbu-X dengan logaritma konsentrasi Ampisilin dan sumbu-Y dengan rata-rata diameter hambat, didapatkan grafik standart dan persamaan garis sebagai berikut : Grafik 1. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/μL) dengan Rata-Rata Diameter Hambat (mm) untuk Bakteri E. coli Rata-Rata Diameter Hambat (mm) 40 35 y = 3,66x + 29,90 2 R = 0,94 30 25 20 15 10 5 0 -8 -6 -4 -2 0 Log konsentrasi (mg/mikro L) Grafik 2. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/μL) dengan Rata-Rata Diameter Hambat (mm) untuk Bakteri B. subtilis Rata-Rata Diameter Hambat (mm) 35 30 25 y = 3,26x + 27,58 2 R = 0,98 20 15 10 5 0 -8 -6 -4 -2 0 Log Konse ntrasi (mg/mikro L) ] 125 Grafik 3. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/μL) dengan Rata-Rata Diameter Hambat (mm) untuk Bakteri S. aureus Rata-Rata Diameter Hambat (mm) 40 35 30 y = 4,40x + 33,41 R2 = 0,93 25 20 15 10 5 0 -8 -6 -4 -2 0 2 Log Konsentrasi (mg/mikro L) Grafik 4. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/μL) dengan Rata-Rata Diameter Hambat (mm) untuk Bakteri P. aeruginosa Rata-Rata Diameter Hambat (mm) 45 40 35 y = 5,86x + 40,94 2 R = 0,96 30 25 20 15 10 5 0 -8 -6 -4 -2 0 Log Konsentrasi (mg/mikro L) 2 126 Persamaan garis linear yang didapatkan dari grafik standart untuk selanjutnya digunakan untuk menghitung konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan konsentrasi ampisilin. Perhitungan dengan memplotkan rata-rata diameter hambat ekstrak etil asetat konsentrasi 0,1 mg/μL ke persamaan garis untuk masing-masing bakteri. Persamaan garis linear yang didapat dan rata-rata diameter hambat ekstrak etil asetat didapatkan dari data uji banding ekstrak etil asetat (data dari Tabel 2 Lampiran 14) nilainya sebagai berikut : Tabel 2. Persamaan Garis dan Rata-rata Diameter Hambat Ekstrak Etil Asetat Konsentrasi 0,10 mg/μL untuk Masing-masing Bakteri Bakteri Persamaan Garis Rata-rata diameter hambat ekstrak etil asetat konsentrasi 0,10 mg/μL E. coli y = 3,6x + 29,9 10,16±0,23 B. subtilis y = 3,2x + 27,6 9,74±0,06 S. aureus y = 4,4x + 33,4 11,01±0,12 P. aeruginosa y = 5,7x + 40,9 11,32±0,38 Perhitungan konsentrasi etil asetat yang setara dengan ampisilin untuk masing-masing bakteri sebagai berikut : Persamaam garis pada masing-masing bakteri secara umum adalah y = Bx + A Keterangan x: Logaritma konsentrasi ampisilin y: Rata-rata diameter hambat Untuk menghitung konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan ampisilin yaitu dengan menganti nilai y dengan rata-rata diameter hambat ekstrak etil asetat dan nilai x dicari antilognya untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak yang setara dengan ampisilin. 127 Contoh perhitungan untuk bakteri E. coli : Persamaan garis untuk bakteri E. coli. : y = 3,6 x + 29,9 Rata-rata diameter hambat ekstrak etil asetat untuk bakteri E. coli : 10,16 mm Sehingga perhitungannya sebagai berikut : y = 3,6 x + 29,9 y − 29,9 x= 3,6 10,16 − 29,9 x= 3,6 x = −5,5 anti log x = 3,2.10 −6 Konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan ampisilin3,2 .10-6 mg/μL. Setelah didapatkan konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan ampisilin maka dilakukan perhitungan nilai banding dengan rumus : Nilai Banding = Konsentras i ekstrak etil asetat yang setara dengan ampisilin × 100 % konsentrasi ekstrak etil asetat yang sebenarnya Contoh perhitungan nilai banding untuk bakteri E. coli : Konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan ampisilin = 4,046.10-6 mg/μL Konsentrasi ekstrak yang sebenarnya = 0,10 mg/μL Perhitungan : Nilai Banding = 3,2.10 − 6 mg 0,10 mg µL × 100 % = 0,0032 % µL Dan Nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin untuk bakteri E. coli adalah 0,0032 %. Hasil perhitungan konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan ampisilin dan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin untuk masingmasing bakteri sebagai berikut : 128 Tabel 4. Konsentrasi Ekstrak Etil Asetat yang Setara dengan Ampisilin dan Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat terhadap Ampisilin Bakteri E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa Konsentrasi ekstrak etil asetat yang sebenarnya 0,10 mg/μL 0,10 mg/μL 0,10 mg/μL 0,10 mg/μL Konsentrasi ekstrak etil asetat yang setara dengan ampisilin 3,2.10-6 mg/μL 2,5.10-6 mg/μL 7,9.10-6 mg/μL 6,3.10-6 mg/μL Nilai banding terhadap ampisilin 0,0032 % 0,0025 % 0,0079 % 0,0063 %