rerata tekanan arteri lebih dari 145 mmhg pada saat masuk rumah

advertisement
Damianus Journal
Medicine;
Rerata of
tekanan
arteri lebih dari 145 mmHg pada saat masuk rumah sakit sebagai prediktor prognosis kematian
Vol.10 No.1 Februari 2011: hlm. 1–7.
ARTIKEL PENELITIAN
RERATA TEKANAN ARTERI LEBIH DARI 145 MMHG PADA SAAT MASUK RUMAH
SAKIT SEBAGAI PREDIKTOR PROGNOSIS KEMATIAN
7 HARI PADA PASIEN STROKE HEMORAGIK
Shinta S. Nugrahanti*, Abdul Ghofir**, Yudiyanta**
*
ABSTRACT
Background: Hemorrhagic stroke is usually caused by high blood pressure.
Mean Arterial Pressure (MAP) >145 mmHg that exceed upper limit of autoregulation could increase cerebral blood flow leading to encephalopathy hypertension, rupture of blood vessel, and bleeding. This study is aim to know prognostic value of MAP value in hospital admission to 7 days mortality rate in hemorrhagic stroke patient.
Undergaraduate Student of Faculty
of Medicine, Gadjah Mada University, Yogyakarta.
**
Department of Neurology, Sardjito
Hospital, Yogyakarta.
Methods: This is a cohort retrospective study. One hundred eighty four medical
records were collected. All hemorrhagic stroke patient medical records were
included and all recurrent patient were excluded. Characteristics of patient
include age, sex, level of consciousness, blood pressure, mean arterial pressure, blood glucose, cholesterol, ECG, hematoma volume, perifocal oedem,
ventricular extension were noted and classified. Outcome after 7 days since
admission (die and not die) were also noted and then filled into form and all
data were analysed.
Results: Significant value of MAP >145 mmHg as prognosis predictor of 7 days
mortality in hemorrhagic stroke is 0,771 (p>0,05). P value of each level of
consciousness and ventricular extension are p=0,000 (p<0,05) and p=0,015
(p<0,05).
Conclusions: MAP >145 mmHg at hospital admission is not significant as
prognosis predictor of 7 days mortality in hemorrhagic stroke while level of
consciousness and ventricular extension is significant as prognosis predictor
of 7 days mortality in hemorrhagis stroke.
Key words: hemorrhagic stroke, mean arterial pressure, hospital admission,
prognosis, mortality
PENDAHULUAN
Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO), yang biasa disebut dengan stroke, tidak hanya merupakan
penyebab kematian tersering ketiga,1 tetapi juga merupakan penyebab utama kecacatan fisik dan mental
pada usia produktif dan usia lanjut.2,3 Stroke akut dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Di Yogyakarta, stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab kematian.4,5 Khusus di RSUP Dr. Sardjito dilaporkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian
nomor 5 pada tahun 1989, meningkat menjadi penyebab kematian nomor 3 pada tahun 1991.3,6,7 Angka mortalitas stroke di RSUP Dr. Sardjito pada 1994–1995
menduduki ranking ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan, stroke hemoragik sebanyak 51,58%,
stroke non-hemoragik sebanyak 47,37%, dan
perdarahan subarakhnoid 1,05%. Kematian akibat
stroke paling sering terjadi pada hari II-VII.8,9 Angka
kematian akibat stroke hemoragik lebih tinggi dibandingkan stroke non-hemoragik (58% vs 15%).10,11
Perdarahan otak biasanya terjadi karena tekanan darah
yang sangat tinggi atau oleh adanya mikroaneurisma
pada pembuluh darah otak (aneurisma CharcotBouchard). Oleh sebab itu perdarahan otak pada penderita stroke hemoragik lebih sering disertai hipertensi
dibandingkan pada stroke non-hemoragik.12 Tekanan
darah penderita stroke hemoragik juga lebih tinggi dari
penderita stroke non-hemoragik.13
Mean Arterial Pressure (MAP) adalah rerata tekanan
dalam arteri selama satu siklus denyut jantung.14 Tingginya nilai MAP mempengaruhi tingkat mortalitas penderita stroke hemoragik. Nilai MAP >145 mmHg pada
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011
1
DAMIANUS Journal of Medicine
saat masuk rumah sakit memiliki tingkat morbiditas
dan mortalitas sebesar 65%, sedangkan nilai MAP
<145 mmHg hanya memiliki tingkat morbiditas dan
mortalitas, yaitu sebesar 34%.15 Nilai MAP >145 mmHg
pada saat masuk rumah sakit disertai dengan penurunan kesadaran juga memperburuk prognosis stroke
dengan 28-days survival rate yang rendah.16
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan rancangan studi kohort
retrospektif. Data diperoleh secara konsekutif dari rekam
medis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama bulan
Januari 2004 hingga Desember 2006. Semua data
rekam medis pasien stroke hemoragik diinklusi (baik
laki-laki maupun perempuan) dan semua data rekam
medis pasien stroke hemoragik rekuren akan dieksklusi. Inklusi pasien pada penelitian yang didiagnosis dengan CT-Scan. Mengumpulkan data hasil pemeriksaan klinis, meliputi pemeriksaan kesadaran (Skala
Stroke Gadjah Mada), pemeriksaan tanda vital (tekanan
darah), pemeriksaan laboratorium (glukosa darah dan
kolesterol darah), pemeriksaan EKG (abnormalitas
jantung) dan pemeriksaan CT-Scan kepala (volume
hematoma, edema perifokal dan perluasan ke ventrikel)
kemudian mengklasifikasikan sesuai dengan batasanbatasan yang telah ditetapkan dalam definisi operasional dan dicatat ke dalam formulir. Outcome pasien
setelah 7 hari masuk rumah sakit, yaitu meninggal atau
tidak meninggal dicatat ke dalam formulir.
Analisis univariat sebagai tahapan pertama digunakan
untuk mengetahui karakteristik pasien stroke hemoragik seperti usia, jenis kelamin, derajat kesadaran,
MAP, tekanan darah, kadar glukosa darah, kadar kolesterol darah, penyakit jantung, volume hematoma, edema perifokal, serta perluasan ke ventrikel. Analisis
Bivariat untuk mengetahui variabel yang berpengaruh
terhadap prognosis stroke hemoragik secara satu persatu. Dalam analisis bivariat digunakan uji chi square.
Tingkat kemaknaan dinyatakan dengan nilai p (p value),
ketepatan pengukuran ditunjukkan dengan Confident
Interval (CI) 95% yang menggambarkan kemungkinan
untuk memperoleh hasil tersebut pada populasi, dan
Relative Risk (RR) untuk menunjukkan berapa kali risiko
untuk mengalami outcome pada kelompok dengan
MAP >145 mmHg dibandingkan dengan kelompok MAP
<145 mmHg. Perbedaan 2 proporsi dinyatakan bila CI
tidak melewati angka 1 dan rentang yang sempit, perbedaan rerata 2 variabel dinyatakan bermakna bila p
<0,05.
2
HASIL
Selama dilakukan penelitian di RSUP Dr. Sardjito
didapatkan pasien stroke hemoragik sebanyak 189
orang. Jumlah pasien ini didapat dari hasil pencatatan
rekam medis pasien, terhitung sejak bulan Januari 2004
hingga Desember 2006. Hasil penelitian ini terdiri dari
hasil analisis univariat masing-masing prediktor prognosis, hasil analisis bivariat prediktor prognosis terhadap outcome, serta analisis multivariate prediktor prognosis.
Analisis univariat berdasarkan hasil pencatatan diperoleh data deskriptif pasien saat masuk rumah sakit
adalah sebagai berikut: jumlah pasien meninggal yang
tercatat dalam rekam medis ada 38 orang (20,7%),
sedangkan jumlah pasien yang tidak meninggal tercatat
jauh lebih tinggi, yaitu sebanyak 146 orang (79,3%).
Dari hasil pancatatan juga didapatkan bahwa 50 orang
(27,2%) dari keseluruhan pasien stroke hemoragik
berusia 20-50 tahun, sedangkan selebihnya yaitu 134
orang pasien (72,8%) berusia >50-80 tahun. Sejumlah
109 orang pasien (59,2%) berjenis kelamin laki-laki dan
75 orang pasien (40,8%) berjenis kelamin wanita.
Derajat kesadaran ditentukan dengan meng-gunakan
metode GCS (Glasgow Coma Scale) karena penilaian
dengan menggunakan skor SSGM sangat jarang
dilakukan di RSUP Dr. Sardjito. Dari penilaian tersebut
didapatkan sembilan puluh orang pasien (48,9%) datang
ke rumah sakit dengan kesadaran menurun, sedangkan 93 orang pasien (50,5%) datang dengan kesadaran normal. Sebagian besar pasien stroke
hemoragik menderita hipertensi pada saat masuk
rumah sakit, ditunjukkan dengan angka frekuensi
penderita yang tinggi, yakni sebanyak 156 orang
(84,8%), selebihnya 28 orang (15,2%) datang ke rumah
sakit dengan tekanan darah normal. Pada pengamatan
nilai MAP saat masuk rumah sakit, dapat diketahui
bahwa 31 orang pasien (16,8%) memiliki nilai MAP
>145 mmHg dan 153 orang pasien (83,2%) memiliki
nilai MAP <145 mmHg. Sebagian kecil pasien stroke
hemoragik menderita diabetes mellitus (DM) pada saat
masuk rumah sakit, ditunjukkan dengan angka frekuensi pasien DM yang rendah, yaitu 27 orang (14,7%),
sedangkan sebagian besar pasien stroke hemoragik
tidak menderita DM, yaitu sejumlah 151 orang (82,1%).
Be-gitu pula dengan kadar kolesterol, hanya sebagian
kecil pasien stroke hemoragik memiliki kadar kolesterol
di atas normal (hiperkolesterolemia) ketika masuk rumah sakit, yaitu sejumlah 31 orang (16,8%) sedangkan
sebagian besar pasien stroke hemoragik memiliki kadar
kolesterol normal (non hiperkolesterolemia), ditunjukkan dengan angka frekuensi yang tinggi, yaitu sebanyak
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011
Rerata tekanan arteri lebih dari 145 mmHg pada saat masuk rumah sakit sebagai prediktor prognosis kematian
126 orang (68,5%). Berdasarkan hasil pemeriksaan
EKG pada saat masuk rumah sakit dapat diketahui
bahwa 92 orang pasien stroke hemoragik (50%) menderita penyakit jantung ketika masuk rumah sakit, sedangkan 49 orang pasien (26,6%) tidak menderita
penyakit jantung. Berdasarkan hasil pemeriksaan CTScan kepala pada saat masuk rumah sakit dapat diketahui bahwa 6 orang pasien stroke hemoragik (3,3%)
memiliki volume hematoma >30 cm3 dan 17 orang (9%)
memiliki volume hematoma <30 cm3. Dari distribusi
frekuensi tersebut belum dapat diambil suatu kesimpulan mengingat banyaknya data yang tidak lengkap
(missing), yaitu sejumlah 161 data. Begitu pula pada
data edema perifokal juga tidak dapat diambil suatu
kesimpulan karena banyaknya data yang tidak lengkap
yaitu sejumlah 104 data. Akan tetapi dari hasil pencatatan dapat diperoleh data sebagai berikut: pada hasil
CT-Scan 70 orang pasien (38%) terdapat grafikan
edema perifokal, sedangkan pada hasil CT-Scan 10
orang pasien (5,4%) tidak ditemukan adanya edema
perifokal. Pada hasil CT-Scan 111 orang pasien (60,3%)
terdapat grafikan perluasan perdarahan ke ventrikel,
sedangkan 47 pasien (25,5%) tidak terdapat grafikan
perluasan perdarahan ke ventrikel pada hasil CT-Scan
kepala.
Untuk mengetahui faktor yang dapat menyebabkan kematian pada stroke hemoragik, dilakukan analisis bivariat masing-masing variabel (Chi Square) terhadap
outcome. Akan tetapi dalam bagian analisis ini hanya
akan disertakan tiga variabel yang memiliki arti penting
terhadap outcome.
Berdasarkan hasil analisis Chi Square (Tabel 2) dapat
diketahui bahwa MAP >145 mmHg tidak signifikan
sebagai prediktor prognosis kematian dengan estimasi
RR = 1,114; 95%; CI = 0,540-2,298 dan p>0,05. Hasil
Tabel 1. Data deskriptif pasien stroke hemoragik
Variabel Frekuensi
Persentase (%)
Usia (n=184)
25 - 50 th
>50 th
50
134
27,2
72,9
Jenis kelamin (n=184)
Laki-laki
W anita
109
75
59,2
40,8
Derajat kesadaran (n=184)
Menurun
Normal
90
94
49,9
50,5
Status hipertensi (n=184)
Hipertensi
Non hipertensi
156
28
84,8
15,2
>145 mmHg
<145 mmHg
31
153
16,8
83,2
Status DM (n=178)
DM
Non DM
27
151
14,7
82,1
31
126
16,8
68,5
Penyakit jantung
Non penyakit jantung
92
49
50.0
26,6
Volume hematoma (n=23)
>30 cm3
<30 cm3
6
17
3,3
9,3
70
10
38,0
5,4
MAP (n=184)
Status hiperkolesterol (n=157)
Hiperkolesterol
Non hiperkolesterol
Status penyakit jantung (n=141)
Endema perifokal (n=80)
Endema
Non endema
Perluasan pendarahan ke ventrikel (n=158)
Ada perluasan pendarahan
Tidak da perluasan pendarahan
111
47
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011
60,3
25,5
3
DAMIANUS Journal of Medicine
Tabel 2. Hasil analisis bivariat pada Mean Arterial Pressure >145 mmHg
Variabel Meninggal Tidak Meninggal RR 95% CI
N=38 N=146 p MAP >145 mmHg <145 mmHg
7
31
24
122
1,114
0,540-2,298
0,771
RR Risiko Relatif
CI Confidence Interval
p value
15
penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh
Fogelholm bahwa MAP secara individual tidak signifikan sebagai prediktor prognosis kematian.16 Akan tetapi bila disertai dengan penurunan kesadaran, MAP
menjadi signifikan sebagai prediktor prognosis kematian 30 hari sesuai dengan yang dilaporkan oleh Carlberg
et al, Dandapani dan Fogelholm.15,16,24 Sedangkan peneliti lain mendapatkan bahwa MAP <140 mmHg pada
onset <24 jam terbukti berpengaruh terhadap defisit
neurologis hari ke 7 pada stroke infark.25
Berdasarkan hasil analisis Chi Square di atas dapat
diketahui bahwa derajat kesadaran signifikan sebagai
prediktor prognosis kematian dengan estimasi RR =
6,820; 95% CI = 2,787-16,688 dan p<0,05. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang ditemukan oleh Asmedi
(1993) dan Murgyanto (1996) bahwa tingkat kesadaran (GCS) saat masuk rumah sakit terbukti berpengaruh
terhadap prognosis kematian minggu pertama
(p<0,001). Bahkan dari hasil analisis multivariabel, tampak bahwa GCS awal memiliki pengaruh paling kuat
(p<0,01). Selain itu, dilaporkan ju ga bahwa pada stroke
perdarahan sering terjadi penurunan kesadaran yang
berpengaruh terhadap kecepatan tiba di rumah sakit
(Asmedi, 1993; Noor, 2002). Hal ini tampaknya dihubungkan dengan pendapat bahwa pada stroke akut,
terjadinya pemburukan dapat disebabkan oleh perkembangan thrombus, perdarahan ulang, sumbatan pada
aliran likuor yang dapat menimbulkan hidrosefalus terjadinya infark hemoragik dan perluasan perdarahan
edema.26,27 Derajat kesadaran pada prin-sipnya sejalan
dengan derajat defisit neurologis, oleh karena skor neurologis yang dipergunakan melibatkan kesadaran
sebagai salah satu nomor yang diperiksa.27,28 Penurunan
kesadaran dapat dipakai sebagai patokan perluasan
perdarahan edema otak atau mulai terjadinya herniasi.27,29 Pendapat ini diperkuat oleh Howard et.al dan
Broderick et.al juga melaporkan bahwa tingkat kesadaran awal berpengaruh terhadap prognosis kematian
4
Tabel 3. Hasil analisis Bivariatl pada derajat kesadaran
Variabel Meninggal Tidak Meninggal
RR
95% CI
N=38 N=145 p
Kesadaran
Menurun
Normal
33
5
57
88
RR (Risiko Relatif) 6,820
CI (Confidence Interval) 2,787-16,688
p value 0,000
dalam 30 hari pertama.30,31 Berbeda dengan Censori
dan kawan-kawan; Alamsyah yang menemukan bahwa
derajat kesadaran tidak terbukti sebagai faktor independent prognosis kematian.32,33
Pada stroke hemoragik, belum terdapat mekanisme
yang pasti tentang bagaimana Mean Arterial Pressure
dapat mempengaruhi terjadinya perdarahan. Akan
tetapi bila dilihat dari hubungan-hubungan antara Mean
Arterial Pressure, aliran darah otak (CBF) dan tekanan
perfusi otak (CPP) dapat diambil sebuah dugaan sementara yang dapat menjelaskan tentang mekanisme
MAP dalam mempengaruhi terjadinya perdarahan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada
stroke hemoragik dapat terjadi peningkatan tekanan
darah yang persisten.15 Jika tekanan darah melebihi
batas teratas rentang autoregulasi normal (150-200
mmHg), aliran darah otak akan meningkat dan menyebabkan terjadinya hipertensif ensefalopati.17 Pada dasarnya, saat terjadi peningkatan tekanan darah akan
meningkatkan pula tonus pembuluh arteri (Efek
Bayliss). Sehingga, tekanan darah yang meningkat tidak akan segera disusul aliran darah otak yang meningkat pula, tetapi aliran darah otak kira-kira akan tetap
seperti semula.18 Akan tetapi tekanan darah yang naik
mendadak dan sangat tinggi dapat menyebabkan
Tabel 4. Hasil analisis Bivariat pada perluasan perdarahan
ke ventrikel.
Variabel Meninggal Tidak Meninggal
RR
95% CI
N=28 N=130 p
Perluasan perdarahan ke Ventrikel
Ada Perluasan
Tidak ada Perluasan
25
3
86
44
OR (Odds Ratio) 3,529
CI (Confidence Interval) 1,120-11,121
p value 0,015
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011
Rerata tekanan arteri lebih dari 145 mmHg pada saat masuk rumah sakit sebagai prediktor prognosis kematian
dilatasi paksa (forced dilatation). Tekanan yang tinggi
menerobos respon vasokonstriktor dan menyebabkan
disrupsi dari sawar darah otak dengan pembentukan
edema. Pada keadaan ini autoregulasi tidak bekerja
lagi dan ADO mengikuti secara pasif tekanan perfusi.
Sirkulasi darah ke otak tergantung pada tekanan perfusi
dan resistensi pembuluh darah setempat. Dalam keadaan normal, jumlah aliran darah otak adalah sekitar
50-60 ml/100 gram otak/menit.19,20 Tekanan perfusi otak
berhubungan dengan selisih antara Mean Arterial Blood
Pressure (tekanan darah arteri rata-rata) dan intracranial pressure (tekanan intrakranial). Normalnya, tekanan
perfusi otak berada di antara range 70-95 mmHg.
Tekanan perfusi otak yang melebihi 140 mmHg dapat
menyebabkan rusaknya barier darah-otak, edema otak
atau bahkan perdarahan.21 Nilai MAP yang digunakan
sebagai cutoff dalam penelitian ini tidak berdasarkan
penghitungan, akan tetapi berdasar pada cutoff MAP
yang dipakai dalam jurnal di Finlandia, yaitu MAP >145
mmHg. Dalam jurnal tersebut dikatakan bahwa MAP
>145 mmHg disertai dengan penurunan kesadaran terbukti berpengaruh terhadap tingkat ketahanan hidup
penderita stroke selama 28 hari pasca masuk rumah
sakit.16 Dandapani et al juga menganjurkan penurunan
tekanan darah sedini mungkin pada perdarahan intraserebral dengan tekanan darah arterial rerata (Mean
Arterial Pressure) >145 mmHg untuk mencegah
perdarahan ulang, pengurangan tekanan intrakranial
dan edema otak serta mencegah kerusakan organ akhir
(end organ).15 Berbeda dengan acuan dalam Guideline
Stroke 2004 bahwa pemberian terapi dilakukan bila
tekanan darah arterial rata-rata (Mean Arterial Pressure) 130 mmHg. Oleh karena itu, sebagai bahan
perbandingan, akan disertakan pula analisis univariat
MAP >130 mmHg. Belum terdapat mekanisme yang
jelas bagaimana MAP >145 mmHg berhubungan
dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Namun diduga dengan adanya MAP >145 mmHg yang
telah melebihi batas teratas autoregulasi akan
menyebabkan peningkatan aliran darah otak dan
selanjutnya berakibat pada terjadinya hipertensif
ensefalopati. Pada hipertensi terjadi perubahan
degenerasi pembuluh darah, yaitu degenerasi hialin,
degenerasi fibrinoid dan degenerasi atipik sehingga
menyebabkan pembuluh darah lemah dan cenderung
pecah.11,21,22 Ketika terjadi perdarahan, maka fungsi
otak akan berubah melalui berbagai mekanisme,
diantaranya yaitu melalui perusakan atau kompresi
jaringan otak serta struktur vaskular, yang nantinya
dapat menyebabkan iskemi sekunder dan edema.
Prognosis yang buruk berhubungan dengan luasnya
kerusakan jaringan otak. Massa perdarahan menyebabkan destruksi dan kompresi langsung terhadap jaringan otak sekitarnya. Volume perdarahan yang besar
menyebabkan tekanan dalam otak menjadi tinggi dan
mempunyai efek terhadap perfusi jaringan otak serta
drainase pembuluh darah. Perubahan pembuluh darah
ini lebih nyata/berat pada daerah perdarahan karena
efek mekanik langsung, menyebabkan iskemik dan
perfusi menjadi berkurang sehingga terjadi kerusakan
sel-sel otak.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
nilai prognostik dari Mean Arterial Pressure (MAP) pada
saat masuk rumah sakit terhadap tingkat mortalitas 7
hari pada pasien stroke hemoragik.
Berdasarkan hasil analisis Chi Square di atas, dapat
diketahui bahwa perluasan perdarahan ke ventrikel pada
hasil pemeriksaan CT-Scan kepala signifikan sebagai
prediktor prognosis kematian, dengan estimasi RR =
3,529 ; 95% CI = 1,120-11,121 dan p<0,05.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh
Murgyanto; Daverat et.al bahwa perluasan perdarahan
perdarahan ke dalam ventrikel terbukti berpengaruh terhadap prognosis kematian dalam minggu pertama.34,35
Berdasarkan hasil analisis bivariat di atas, dapat diketahui bahwa MAP >145 mmHg tidak signifikan sebagai prediktor prognosis kematian stroke hemoragik
(p>0,05), sedangkan derajat kesadaran dan perluasan
ke ventrikel merupakan variabel yang signifikan sebagai
prediktor prognosis kematian stroke hemoragik
(p<0,05). Sehingga untuk selanjutnya tidak dilakukan
analisis multivariabel karena dalam analisis bivariat telah
jelas bahwa derajat kesadaran dan perluasan ke
ventrikel yang signifikan sebagai prediktor prognosis
kematian, sedangkan MAP >145 tidak signifikan sebagai prediktor prognosis kematian. Hal ini sesuai dengan etika metodologi yang menyebutkan bahwa jika
pada analisis bivariat variebel yang diteliti tidak signifikan, maka analisis data tidak dilanjutkan ke analisis
multivariat.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa Mean Arterial Pressure (MAP) >145
mmHg pada saat masuk rumah sakit tidak terbukti
signifikan sebagai prediktor prognosis kematian 7 hari
pada pasien stroke hemoragik di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Pada analisis bivariat, derajat kesadaran
dan perluasan perdarahan ke ventrikel pada saat masuk
rumah sakit berpengaruh secara signifikan terhadap
prognosis kematian. Berdasarkan analisis dan pem-
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011
5
DAMIANUS Journal of Medicine
bahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
derajat kesadaran dan perluasan perdarahan ke
ventrikel signifikan sebagai prediktor prognosis kematian
7 hari pada pasien stroke hemoragik di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta pada analisis bivariat. Sedangkan
prediktor prognosis yang lain seperti : usia, jenis kelamin, hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, penyakit jantung, volume hematoma, serta
edema perifokal tidak terbukti signifikan sebagai prediktor prognosis kematian 7 hari pada pasien stroke
hemoragik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa derajat kesadaran dan perluasan perdarahan ke ventrikel berpengaruh secara signifikan terhadap prognosis
kematian 7 hari pada pasien stroke hemoragik. Oleh
karena itu, disarankan bagi masyarakat untuk
mewaspadai jika menemukan anggota keluarga atau
orang terdekat yang mengalami penurunan kesadaran
saat terjadi stroke, sehingga dengan cepat dibawa ke
rumah sakit untuk mendapat penanganan yang cepat
dan sebaik-baiknya. Disarankan juga bagi para tenaga
medis untuk segera cepat menangani pasien stroke
perdarahan yang datang ke rumah sakit dengan kesadaran yang menurun maupun pasien yang memiliki
gambaran perluasan perdarahan ke ventrikel pada hasil
pemeriksaan CT-Scan kepala, sehingga hasil pengobatan dan perawatan menjadi lebih baik. Pada penelitian
ini masih terdapat kekurangan, salah satunya dalam
hal durasi waktu pengambilan sampel dan penghitungan
MAP. Sehingga disarankan pada penelitian selanjutnya
untuk memperpanjang waktu pengamatan dan lebih
teliti dalam penghitungan MAP, yaitu dalam hal pembulatan nilai tekanan darah, baik pada saat pengukuran,
penghitungan, maupun pada saat analisis. Di samping
itu disarankan pada penelitian selanjutnya untuk membagi variabel hipertensi ke dalam derajat berat, sedang,
ringan dan prehipertensi untuk mengetahui prognosis
kematian stroke hemoragik pada masing-masing ketiga
derajat hipertensi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Harsono. Kapita selekta neurologi. edisi kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press;2005.
2.
Lamsudin R. Profil stroke di Yogyakarta. Morbiditas,
mortalitas dan faktor risiko stroke. Dalam :
Manajemen stroke mutakhir. Suplemen BKM XIV (1);
9-14.
3.
6
Antono EP. Suhu tubuh waktu masuk rumah sakit
sebagai prediktor prognosis stroke di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr. Sardjito.
Yogyakarta. 2001.
4.
Basuki S, Lamsudin R. Mortality of stroke in
Yogyakarta, Indonesia, January 1,1991 through December 31,1991.Presented on first Asean-Ocenian
symposium in neuroepidemiology and second W u
Ho-Su Memorial lecture.Taipe. 1994.
5.
Fadilla M. Hipokolesterolemia sebagai faktor risiko
stroke perdarahan intraserebral. Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr.
Sardjito.Yogyakarta. 2002.
6.
Permanawati S, Lamsudin R. Mortalitas stroke di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 1986-1989. Lab/UPF
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UGM/RSUP
Dr. Sardjito. Yogyakarta. 1990.
7.
Sutantoro B, Lamsudin R. Mortalitas stroke di
Yogyakarta tahun 1991. Dibacakan pada KONAS II
IDASI. Juli. Bandung. 1993.
8.
Sinta M, Sutarni S. Mortalitas stroke di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Januari 1994-Desember 1995.
Dalam : Sinta M. Jumlah polimorfonuklear sebagai
prediktor prognosis stroke infark akut. Fakultas
Kedokteran UGM. Yogyakarta. 1997.
9.
Nurwahyudi A. Hiperglikemia sebagai prediktor prognosis stroke infark akut di RSUP Dr. Sardj ito
Yogyakarta. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran UGM/RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta.
2001.
10. Silver FL, Norris JW, Lewis JA, Hachinski VC. Early
mortality following stroke: a prospective review.
Stroke. 1984;15(3):492-6.
11. Sutantoro B, Lamsudin R. Studi mortalitas stroke di
Yogyakarta 1986-1990. Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr. Sardjito.
Yogyakarta.1990.
12. Nurimaba N. Hubungan tekanan darah pada waktu
masuk rumah sakit dengan gambaran klinis dari
stroke. Bagian Saraf FKUP/RSHS. Bandung. 1994.
13. Sutantoro B. Perubahan tekanan darah pada 102
penderita stroke akut yang datang ke rumah sakit
dalam waktu 24 jam atau kurang setelah serangan
yang diikuti selama 5 hari. Pertemuan dwi warsa
PERDOSSI Surakarta 12-14 Desember 1994.
14. Dorland WAN, Hartanto H,editor. Kamus kedokteran
Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC; 2000.
15. Dandapani BK, Suzuki S, Kelley RE, Iglesias YR,
Duncan RC. Relation between blood pressure and
outcome in intracerebral hemorrhage. Stroke. 1995;
26 : 21-4.
16. Fogelholm R, Avikainen S, Murros K. Prognostic value
and determinants of first-day mean arterial pressure
in spontaneous supratentorial intracerebral hemorrhage. Stroke, a Journal of Cerebral Circulation. 1997;
28(7):1396-400.
17. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. a LANGE medical book clinical neurology. 3rd ed. United States of
America: Appleton & Lange;1996.
18. Ngoerah I Gst Ng Gd. Dasar-dasar ilmu penyakit
saraf. Surabaya: Airlangga University;1991.
19. Gilroy J. Medical neurology. 3rd ed. New York: Mc.
Millan Publ Co;1979.
20. Budiarto G. Kumpulan makalah dan abstrak
pertemuan nasional neurogeriatri pertama 5-7 April
2002. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2002.
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011
Rerata tekanan arteri lebih dari 145 mmHg pada saat masuk rumah sakit sebagai prediktor prognosis kematian
21. Toole JF. Cerebrovascular disorder's. 3rd ed. New
York: Raven Press Books; 1984.
22. Japardi I. Perdarahan dalam otak. Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2003.
23. Setiawan I. EEG awal terapi sebagai prediktor
kekambuhan pada penderita epilepsi yang
mendapat terapi obat antiepilepsi. Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr.
Sardjito. Yogyakarta. 2006.
24. Calberg B, Asplund K, Hagg E, The prognostic value
of admission blood pressure in patients with acute
stroke. Stroke. 1993; 22 : 1372 - 5.
25. Noor F. C-reactive protein (CRP) sebagai prediktor
prognosis stroke infark akut di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran UGM/RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta.
2002.
26. Hachinski V, Norris JW. The acute stroke. Philadelphia: F. A. Davis Company; 1985.
27. Asmedi A. Pengaruh interval onset dengan waktu
datang ke Rumah Sakit pada prognosis awal stroke
di RSUP Dr. Sardjito. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr. Sardjito.
Yogyakarta. 1993.
28. Larson O, Marinovich N, Barber K. Double blind trial
of glycerol therapy in early stroke. Lancet. 1976; 1 :
832.
29. Kenneth W L, Bone I, Callander R. Neurology and
neurosurgery illustrated. Churchill Livingstone.
Edinburg,London, Melbourne, New York. 1985.
30. Howard G, Waller MD, Becker C, Coull C, Feibel S,
Leroy MK, et al. Community based stroke programs
: North Caroline, Oregon and New York. Factor influencing survival after stroke : proportional hazard analysis of 4219 patients. Stroke. 1986;17 : 294 -9
31. Broderick J, Adams HP, Barsan W,Feinberg W,
Feldmann E, Grotta J,et al. Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage
: a statement for healthcare professionals from a
special writing group of the stroke council, American
Heart Association. Stroke. 1999; 30 : 905-15.
32. Censori B, Carmelingo M, Casto L, Feraro B,
Gazaniga GC, Cesana B, et al. Prognostic factor in
first ever stroke in the carotid artery teritory seen within
6 hours after onset. Stroke. 1993;24 : 532-5.
33. Alamsyah. Fibrilasi atrium sebagai faktor prognosis
awal stroke iskemik akut. Bagian/SMF Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr. Sardjito.
Yogyakarta.2003.
34. Murgyanto.
Pengaruh
volume hematoma
intraserebral terhadap prognosis kematian pada
perdarahan intraserebral supratentorial di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf FK
UGM/RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta. 1996.
35. Daverat P, Castel JP, Dartiques JF, Orgogozo JM.
Death and functional outcome after spontaneous intracerebral hemorrhage. A prospective study of 166
cases using multivariate analysis. Stroke. 1991;22:16.
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011
7
Download