tugas sim atun - Pelayanan Kesehatan dan Keperawatan Online

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGGUNAAN BAR CODE DALAM PEMBERIAN OBAT
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
SIM Keperawatan
Oleh
SRI MARYATUN
0906574770
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN ILMU KEPERAWATAN JIWA
UNIVERSITAS INDONESIA
2010
1
ABSTRAK
Kesalahan dalam pemberian obat merupakan kesalahan terbesar didalam praktek
intervensi keperawatan dengan 4 tahapan proses pengobatan yaitu pemesanan, transkripsi,
pengeluaran dan administrasi. Kesalahan pemberian obat yang paling sering terjadi dalam dua
tahapan yaitu pemesanan (56%) dan administrasi (34%).Hal tersebut merupakan ancaman bagi
keselamatan nyawa pasien dan perawat bertanggung jawab terhadap 7.000 kematian yang
terjadi setiap tahunnya
Sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan terhadap kesalahan pengobatan tersebut
maka pada tahun 1999-2001, Departemen Urusan Veteran Medical center di Topeka Texas
mempromosikan sistem bar code .Hasilnya terjadi peningkatan keefektifan pemberian obat dari
6.723 menjadi 7.318 pada unit rumah sakit tersebut.Selain itu tercatat bahwa terjadi penurunan
41 %dalam kesalahan pemberian obat yang tidak sesuai dengan jadwal ,penurunan 27% dalam
kesalahan pemberian dosis dan 51 %pengurangan pada potensi kejadian buruk narkoba yang
terkait dengan jenis kesalahan. Besarnya keuntungan bar code digunakan di beberapa area
praktek rumah sakit seperti di icu , ruang bedah, rawat inap dan komunitas.
2
Penggunaan Bar Code Dalam Pemberian Obat
A. Latar Belakang
Di era teknologi informasi dan era keterbukaan ini, masyarakat mempunyai kebebasan
untuk mengemukakan pendapatnya, sehingga apabila masyarakat mendapatkan pelayanan
kesehatan yang tidak bermutu maka masyarakat berhak menuntut pada pemberi pelayanan
kesehatan. Namun kondisi keterbukaan pada masyarakat saat ini sepertinya belum didukung
dengan kesiapan pelayanan kesehatan, , khususnya rumah sakit. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini di Indonesia belum secara luas dimanfaatkan dengan
baik oleh perawat khususnya di pelayanan rumah sakit, terutama pelayanan keperawatan.
Tenaga perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan
kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, seorang perawat harus mampu
melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu dari mulai pengkajian sampai
dengan evaluasi Namun pada realitanya dilapangan, asuhan keperawatan yang dilakukan
masih bersifar manual dan konvensional, belum disertai dengan sistem /perangkat tekhonolgi
yang memadai sehingga perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya
kelalaian dalam praktek.Salah satu kelalaian yang sering terjadi adalah kesalahan dalam
intervensi pemberian obat yang merupakan kesalahan dengan frekuensi paling sering terjadi
dengan posisi ke 2 diantara kesalahan medis lainnya. (Leape, et al 1991.,). Sedangkan
menurut Institute of Medicine (IOM,1999) kesalahan pemberian obat adalah kesalahan
urutan ke delapan yang terjadi di Negara Amerika Serikat.Beberapa studi penelitian
menemukan hampir 41% setiap tahunnya terjadi kesalahan dalam pemberian obat (Ferner,
1995; Fuqua & Stevens, 1988; Keill & Johnson, 1993; Rajas, Kecskes, Thornton, Perry, &
Feldman, 1989). Stevens, 1988).
Kesalahan dalam pemberian obat terfokus pada tahapan proses pengobatan
(Bates,Cullen,et all 1995).Adapun empat tahapan proses pengobatan yaitu pemesanan,
transkripsi, pengeluaran dan administrasi. Kesalahan pemberian obat yang paling sering
terjadi dalam dua tahap: pemesanan (56%) dan administrasi (34%).Hal tersebut merupakan
3
ancaman yang fatal bagi keselamatan nyawa pasien .dan perawat bertanggung jawab atas
7.000 kematian yang terjadi setiap tahunnya (Phillips, Christenfeld, & Glynn, 1998).
Bahkan lebih jauh lagi (Pape,2001) mengemukakan bahwa setiap tahunnya ditemukan 2%
angka kematian iatrogenic akibat kesalahan pemberian obat di Amerika Serikat.Selain
menyebabkan kematian, kesalahan dalam pemberian obat juga berdampak pada meningkatnya
biaya/cost penggantian obat oleh pihak rumah sakit.Hal tersebut sangat merugikan pihak rumah
sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan.Seperti yang dilaporkan bahwa 2 orang dari 100
pasien yang mendapatkan kerugian akibat kesalahan pemberian obat akan berdampak pada
meningkatnya biaya pengobatan sebesar $5000 yang harus ditanggung pihak rumah sakit
tersebut(Bates,et All 1997).
Berdasarkan fenomena masalah tersebut maka sebagai bagian dari upaya untuk
meningkatkan keselamatan pasien atau warganya ,badan pengawas obat dan makanan Amerika
Serikat memutuskan pada tanggal 4 April 2004 untuk membuat bar code wajib pada label ribuan
manusia/pasien serta produk obat dan biologi . BCMA pada awalnya dilaksanakan oleh Veteran
Medical Center di Topeka Texas. Antara tahun 1999-2001, Departemen Urusan Veteran
mempromosikan sistem bar code untuk lebih dari 161 fasilitas pelayanan di rumah sakit
terutama di dalam perawatan akut dan perawatan jangka panjang pada 118 tempat tidur
pasien.Sistem perangkat lunak tersebut dirancang untuk meningkatkan akurasi pemberian obat
yang tepat dan untuk menghasilkan catatan dokumentasi yang benar secara online.
Penelitian banyak dilakukan untuk menguatkan manfaat bar code dalam pemberian pengobatan
seperti yang dilakukan di Brigham dan Women's Hospital di Boston dimana membandingkan
pemberian obat kepada sejumlah pasien sebelum dan sesudah pemakaian bar code.Hasilnya
terjadi peningkatan keefektifan pemberian obat dari 6.723 menjadi 7.318 pada unit rumah sakit
tersebut.Selain itu tercatat bahwa terjadi penurunan 41 persen dalam kesalahan pemberian obat
yang tidak sesuai dengan waktu/jadwal ,penurunan 27% dalam kesalahan pemberian dosis dan
51 persen pengurangan pada potensi kejadian buruk narkoba yang terkait dengan jenis kesalahan.
Oleh karena itu,maka penulis tertarik untuk mengenalkan system teknologi inovatif bar
code tersebut untuk bisa dikembangkan didalam negeri di pusat pelayanan kesehatan terutama
dirumah sakit – rumah sakit .Dengan demikian diharapkan dapat mencegah dan menurunkan
kesalahan perawat dalam pemberian obat kepada pasien.
4
B. Tinjauan Literatur
1. Pengertian Bar Code
Bar code berasal dari bahasa Inggris, bar berarti batang, sedangkan code berarti
sandi/kode. Jadi secara harfiah bar code berarti kode batang. Sedangkan menurut istilah, bar code
berarti “garis-garis hitam yang dibuat menurut kode tertentu, umumnya digunakan sebagai
identifikasi terhadap suatu objek atau barang”.Kode ini dicetak di atas stiker atau di kotak
bungkusan barang. Kode tersebut akan dibaca oleh alat pengimbas (Barcode reader) yang akan
menerjemahkan kode ini ke data/informasi yang mempunyai arti. Di supermarket, barcode reader
ini biasanya digunakan oleh kasir dalam pencatatan transaksi oleh customer. Bar code
merupakan suatu peralatan input yang didesain untuk tujuan yang spesifik dan direpresentasikan
sebagai data numerik yang dibentuk oleh serangkaian bar (garis). Garis-garis tersebut memiliki
panjang dan ketebalan yang bervariasi.
2. Jenis Barcode
Bar code dibedakan menjadi 2 jenis :
1. barcode 1 dimensi, terdiri dari garis-garis yang berwarna putih dan hitam. warna putih untuk
5
nilai 0 dan warna hitam untuk nilai 1.
2. barcode 2 dimensi, sudah tidak berupa garis-garis
lagi, akan tetapi seperti gambar, jadi formasi yang
tersimpan di dalamnya akan lebih besar.Spesifikasi
untuk tipe barcode, ukuran, penempatan dan mutu
semuanya tergantung kepada di mana pembacaan
barcode tersebut akan dilakukan .
Bar kode teknologi telah digunakan untuk pengelolaan bahan dan penjualan selama lebih dari
empat puluh tahun (Simpson, 2001). Bar coding menggantikan dokumentasi manual dengan
elektronik melalui pemindahan kode unik yang ditransmisikan ke database (Grotting, Yang,
Kelly, Brown & Trohimovich, 2002).
Sistem ini terdiri dari seorang pembaca barcode, komputer portabel (dengan WiFi),
sebuah server komputer dan perangkat lunak.. Ketika pasien mendapatkan obat yang diresepkan,
pertama kali yang harus dilakukan perawat adalah melakukan scanning barcode pada gelang
pasien dan kemudian barcode pada obat. Laptop akan membiarkan perawat mengetahui bahwa
barcode tersebut cocok. Jika mereka tidak cocok, perawat akan melihat pesan kesalahan.
Barcode menampung semua informasi penting tentang pasien dan obat-Nya, informasi ini
disebut sebagai "Hak Lima./Lima Benar Obat” yaitu Benar pasien, Benar obat,Benar
Waktu,Benar Dosis dan Benar rute/pemberian
Bar-code Emar adalah kombinasi dari teknologi yang memastikan bahwa obat yang benar
diberikan dalam dosis yang tepat pada waktu yang tepat untuk pasien yang benar.Konsep dasar
untuk menguji kode bar dalam perawatan adalah bahwa informasi yang dikodekan dalam kode
adalah untuk perbandingan obat yang diberikan dengan apa yang diperintahkan untuk masingmasing pasien (Sakowski et al, 2005.).
6
3. Proses pelaksanaan pemberian obat dengan menggunakansistem Bar Code
Apkh pengobatan
terkait dgn byk
ps
Pencatatan order
obat di computer
rekam pasien
Tugas diselesaikan pada
YA
Pasien (ps) ini
Ya
Obat diverifikasi farmasi &
Perawat memberikan
Obat dikeluarkan
Obat ke ps
Perawat memasukkan
data di code bar
medication
Ya
Apakah semua
Obat diprtggjwbS
Ya
Tidak
Perintah tertulis
Apkh bar
code sesuai
muncul data obat lgkp
Ps dilayar monitor
Pilih obat y
& lakukan s
7
GAMBAR 1. Diagram Kode Bar
Administrasi/Pemberian Obat
(Southern Arizona Veterans
Administration Health
Care System (SAVAHCS) Training
Guide, 2000)
Proses ini dimulai dengan penyedia
order obat masuk ke dalam medis
pusat elektronik catatan kesehatan.
Berikutnya
seorang
apoteker
memverifikasi order dan pengobatan dikeluarkan ke unit keperawatan. Pada awal tiap shift,
semua laporan yang terkait dengan pemberian obat
ke pasien ,di cetak /diprint out oleh perawat yang saat itu sedang bertanggung jawab memberikan
obatLaporan tersebut menjadi informasi bagi perawat terhadap waktu/kapan jadwal pemberian
obat kepada pasien.Kemudian perawat melakukan registrasi/memasukkan data tersebut ke
sistem kode bar /BCMA ketika saatnya untuk memulai pemberian obat. Kemudian perawat
memindahkan kotak obat ke ruangan atau samping tempat tidur pasien yang akan diberikan obat.
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi secara lisan /verbal pasien dan melakukan scanning
atau menandai pengenal unik kode bar pada pasien .Tindakan ini mendapat sinyal dan
disampaikan kelayar laptop Virtual Due List (VDL) dan tidak berapa lama dalam jam
berikutnya muncul pemberian obat. Perawat mengambil unit dosis obat dari laci kotak obat
dan menandai kode bar. Layar VDL akan menunjukkan apakah ada ketidakcocokan antara
pengenal dan pengobatan pasien, dan jika ada maka akan muncul tanda atau pesan yang
membutuhkan tindakan. Jika pemberian obat yang berlebih diberikan pada pasien yang sama
dan pada waktu yang bersamaan,maka perawat tetap harus memilih dan menandai dosis unit obat
sampai semua obat telah dipilih. Setelah penandaan otomatis maka dilanjutkan dengan
dokumentasi terhadap obat yang diberikan (yang dapat secara manual diperbaiki jika dosis
ditolak atau diberikan). Jika pengobatan pasien dan kode bar obat tersebut kompatibel,dengan
demikian perawat bisa dan mampu mengelola obat dengan benar.Pada akhir kegiatan shift ,
laporan obat yang hilang dapat dicetak untuk menentukan apakah semua dosis telah diberikan ke
pasien dengan tepat.
8
4. Keuntungan
a. Mencegah dan menurunkan kesalahan pemberian obat.
Berdasarkan penelitian terhadap 27 rumah sakit di California selatan,kesalahan dicegah 1,1%
dari semua administrasi pengobatan yang telah dicobakan dengan penggunaan kode bar
pemberian obat (BCMA). Kesalahan terutama dicegah dalam dosis yang diberikan lebih awal
dari jadwal, diberikan tanpa catatan.Selain itu dilaporkan dari pusat kesehatan uiversitas
Pittburgh yaitu kesalahan pemberian obat adalah berkurang sebesar 55% dalam studi efek yang
memiliki kode bar untuk mencegah kesalahan pengobatan (Raczkiewicz, 2005).
b.Mencegah kesalahan pemberian tranfusi darah.
Menurut Badan Pengawas makanan dan obat Amerika serikat, bahwa kode bar pemberian obat
dapat mencegah terjadinya kesalahan 500.000 prosedur pemberian transfuse darah dalam 20
tahun, mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan(c) Menurunkan nyeri dan penderitaan pasien
akibat komplikasi kesalhan pemberian obat dan (d) menurunkan kehilangan waktu pekerjaan
untuk mengerjakan pekerjaan lainnya dengan menyelamatkan simpanan rata-rata 93 million
dolar pada periode sama.(www.fda.gov/bbs/topics/news/2004/hhs_022504.html)
c. Memberikan keselamatan bagi pasien
Dilaporkan dari rumah sakit veteran Harry S.Truman Amerika Serikat bahwa dengan penggunan
bar code pada 10 tempat tidur diruang bedah jantung dan ruang Intensive Care Unit memberikan
keselamatan pasien bedah jantung sebanyak 200orang/tahunnya
(www.ahrq.gov/downloads/pub/advances/vol3/wideman.pdf,)
d. Menurunkan nyeri dan penderitan pasien
9
Dilaporkan dari rumah sakit Hospital Information Management System Society (HIMSS) bahwa
terjadi peningkatan pemberian obat anti kanker dari 58% - 67% dengnanpenurunan derajat nyeri
berat-sedang sebanyak 30%(ynapse.koreamed.org/Synapse/Data/PDFData/.../jksmi-15-303.pdf)
e. Menurunkan biaya cost rumah sakit
C. Pembahasan
Perawat memegang peranan penting dalam pemebrian obat karena perawat memberi obat
beberapa kali per shift menurut studi intervensi keperawatan (Bulechek, McCloskey, Titler, &
Denehey, 1994). Sebagai intervensi, pemberian obat memiliki frekuensi terbesar kedua dari
semua intervensi, trailing hanya mendengarkan aktif. Karena pemberian obat adalah seperti
komponen integral dari praktek keperawatan, kesalahan pengobatan telah diidentifikasi sebagai
hasil yang sesuai indikator untuk praktek keperawatan (American Nurses Association [ANA],
1995). Keamanan pasien dan akurasi telah ditekankan dalam standar keperawatan untuk
obat administrasi (Taylor, Lillis, & Lemone, 2001). Perawat diajarkan untuk mengikuti
lima hak, juga dikenal sebagai 5 benar obat, "memberikan perawat 1) hak obat (ke (2) hak
pasien di 3) tepat dosis (melalui 4) rute yang tepat (di 5) tepat waktu ("(hal. 581).
Selama persiapan untuk pemberian obat, perawat bertanggung jawab untuk mengkonfirmasikan
pesanan, waktu pemberian, dan memilih obat yang benar dan dosis. Pemberian obat adalah
tanggung jawab perawat untuk mengidentifikasi yang benar terhadap pasien dan menggunakan
rute yang benar dalam pemberian obat. Secara tradisional atau manual, perawat biasanya
mengkonfirmasikan secara langsung terhadap obat yang akan diberikan sebelumnya kepasien
Hal tersebut tidaklah efektif apalagi jika beban kerja perawat overload diakibatkan banyaknya
jumlah pasien saat itu, serta tugas intevensi keperawatan lain nya yang juga harus
dikerjakan.Belum lagi jika ada kendala dalam penundaan waktu dan jarak tersedianya order obat
dari farmasi yang mennyebabkan terhambatnya waktu pemberian obat.Hal tersebut akan
mengakibatkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pemberian obat dan merugikan
keselamatan pasien.Kesalahan adalah masalah yang mempengaruhi kualitas penjagaan yang
diberikan kepada pasien. Kesalahan adalah sebuah isu yang berpotensi tragis dan mahal baik
secara manusia dan ekonomi, untuk pasien dan profesional sama (Cohen, 1999).
10
Perawat memainkan peran penting dalam menyediakan lingkungan yang aman dan aman untuk
pasien. Maka muncullah terobosan baru perkembangan teknologi inovatif pemberian obat oleh
badan federasi veteran kesehatan internasional (VHA)dengan mengambil konsep kode bar
teknologi yang dipolakan dari framework Roger 1995.
Kegiatan tahap yang terdiri dari 5 Tahapan.Tahap pertama adalah agenda pengaturan dan
pencocokan. Agenda Pengaturan ini didefinisikan sebagai proses dimana organisasi atau
instansi rumah sakit memprioritaskan "kebutuhan, permasalahan, dan masalah "(Rogers, hal
391). Tahap ini tercermin bagaimana mengidentifikasi VHA system dengan masalah yang
berhubungan pengobatan.
Tahap berikutnya, pencocokan, didefinisikan sebagai "panggung di mana masalah dari agenda
organisasi sesuai dengan suatu inovasi "(Rogers, 1995, hal 394). Dalam studi ini atching
menggambarkan proses dimana sebuah inovasi dipilih untuk mengatasi obat kesalahan dan
akuntabilitas.
Pemurnian / restrukturisasi didefinisikan sebagai penemuan kembali inovasi "untuk
mengakomodasi kebutuhan organisasi ,instansi dan struktur yang lebih erat, dan ketika
Perangkat organisasi dimodifikasi agar sesuai dengan inovasi "(Rogers, 1995, hal 394).
Tahap ini menjelaskan bagaimana kode bar pemberian obat (BCMA) telah dimodifikasi untuk
diadopsi di seluruh sistem VHA dari 172 pusat kesehatan. BCMA diciptakan dari pelatihan,
prototipe dan manual pendidikan ditulis, dan pelatihan rencana dan jadwal yang direncanakan,
semua pada VHA tingkat kantor pusat. Pelatihan perwakilan dari seluruh fasilitas dilakukan.
Perwkilan ini, pada gilirannya, bertanggung jawab untuk menyiapkan pusat-pusat medis sendiri
mereka untuk BCMA sebagai proses transisi ke tahap klarifikasi.
Tahap mengklarifikasi didefinisikan sebagai bagaimana arti dari suatu inovasi "secara bertahap
menjadi lebih jelas untuk organisasi anggota "(Rogers, 1995, hal 399). Selama BMCA tahap
klarifikasi diperkenalkan pada setiap pusat kesehatan VHA. Inovasi berkembang dari makro ke
level mikro organisasi, menjadi "tertanam
Tahap akhir, routinizing, didefinisikan seperti ketika "proses inovasi dalam organisasi selesai
"(Rogers, 1995, hal 399) terjadi. Routinizing ketika BCMA tidak lagi dipandang sebagai baru
dan di luar organisasi lokal namun sebagai bagian rutin pemberian perawatan pasien.
11
Perkembangan pemanfaatan bar code pemberian obat di dunia keperawatan Indonesia
nampaknya masih sangat minim, berbeda dengan di luar negeri yang sudah berkembang pesat.
Kemungkinan faktor penghambatnya yaitu kurang terpaparnya perawat Indonesia dengan
teknologi informatika khususnya BCMA, masih bervariasinya tingkat pengetahuan dan
pendidikan perawat, dan belum terintegrasinya sistem infirmasi manajemen berbasis IT dalam
parktek keperawatan di klinik serta terhambatnya sosialisasi kelima tahapan diatas terkait dengan
dana,sarana fasilitas yang tidak tersedia serta kebijakan rumah sakit yang tentunya jika system
kelima tahapan tersebut dijalankan maka akan mempengaruhi struktur system organisasi
sebelumnya serta kebijakan –kebijakan pemberian pelayanan kesehatan Mungkin perlu ada
terobosan-terobosan dari organisasi profesi perawat bekerjasama dengan institusi pelyanan
kesehatan untuk lebih mengaplikaskan lagi sistem informasi manajemen berbasis IT dalam
memberikan pelayanan ke pasien.
Di sini, peran penting teknologi informasi tidak lepas dari potensinya untuk mencegah edication
error. Seperti kesalahan dalam prosedur pemberian obat. Seperti kita ketahui, ada dua pandangan
mengapa error dapat muncul di rumah sakit. Yang pertama, error terjadi karena kesalahan
individual tenaga kesehatan. (Reason, 1990, 1997). Yang kedua, kesalahan individual tidak akan
muncul jika manajemen memiliki mekanisme untukmencegah.
Teknologi informasi dapat berperan dalam mencegah kejadian medication error melalui tiga
mekanisme yaitu (1) pencegahan adverse event, (2) memberikan respon cepat segera setelah
terjadinya adverse event dan (3) melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse
event dengan rincian sebagai berikut:
a. Pencegahan adverse event
Hasil penelitian klinis memerlukan waktu lama (rata-rata 17 tahun) sampai diterapkan dalam
praktek sehari-hari. Penyediaan fasilitas teknologi informasi akan mendorong penyebarluasan
informasi dengan cepat.. Pencegahan adverse event juga dapat dilakukan melalui pengembangan
berbagai aplikasi yang memungkinkan pemberian obat serta dosis secara akurat. Penggunaan
barcode serta barcode reader untuk kemasan obat akan mencegah kesalahan pengambilan obat.
b. Memberikan respon cepat setelah terjadinya adverse event.
Selanjutnya, sistem informasi klinik yang baik akan mampu memberikan umpan balik secara
cepat jika terjadi kesalahan atau adverse event. Pada pemberian obat yang salah, maka sinyal dari
12
barcode akan menyala sebagai peringatan bahwa jenis obat yang akan dimasukkan tidak sesuai
dengan apa yang telah diresepkan selain itu tidak akan terbaca di layar computer dan biasanya
muncul tulisan “salah” di layar komputer
c. Melacak dan menyediakan umpan balik secara cepat
Teknologi database dan pemrograman saat ini memungkinkan pengolahan data pasien dalam
ukuran terra byte secara cepat. Metode datawarehouse dan datamining memungkinkan komputer
mendeteksi pola-pola tertentu dan mencurigakan dari data klinis pasien. Metode tersebut relatif
tidak memerlukan operator untuk melakukan analisis, tetapi komputer sendirilah yang akan
memberikan hasil analisis dan interpretasi tersebut. Ketika kesalahan terjadi dalam pemberian
obat yang ditandai oleh bunyi alarm di barcodenya maka computer akan langsung memberikan
respon cepat berupa perintah singkat dilayar untuk tindakan selanjutnya apakah perlu pergantian
jenis obat, dosis obat yang ditambahkan atau waktu pemberian yang seharusnya diberikan
beberapa jam kemudian dan lain sebagainya.
D. Kesimpulan
Bar code merupakan terobosan tehnologi inovatif didunia kesehatan yang menggunakan
perangkat lunak dan system computer dan telah terbukti bermanfaat untuk mencapai status
safety/keamanan bagi pasien , meminimalkan kesalahan akibat proses pemberian obat,
mengurangi pengeluaran biaya cost ,meningkatkan efektifitas kerja dan kepuasan perawat serta
menurunkan lama hari rawat pasien..Manfaat yang luar biasa ini, seyogyanya bisa diterapkan di
Indonesia. Rumah sakit di Indonesia seharusnya menerjemahkan patient safety ke dalam rencana
strategis pengembangan sistem informasi rumah sakit dengan kesiapan infrasturuktur yang
matang dan terorganisasi jelas ,didakannya pelatihan serta sosialisasi tehnologi kesehatan
tersebut bagi pendidikan keperawatan di Indonesia.
13
REFERENSI
Bar-coded medication administration (BCMA)systems. Future promise, present Challenges.
Health Devices. 2003;32(10):373–81
Bates, D.W., Boyle, D.L., Vander Vliet, M.B., Schneider, J. & Leape, L. (1995).Relationship
between medication errors and adverse drug events. Journal of General Internal
Medicine, 10, 199-205.
Food and Drug Administration: FDA issues barcode regulation; fact sheet. Washington, DC:
2004.Available
at:
http://www.fda.gov/oc/initiatives/barcode-sadr/fs-barcode.html.
Accessed April 11,2004.
Leape, L.L., Bates, D.W., Cullen, D.J., Cooper, J., Demonaco, H.J., Gallivan, T., et al.
(1995). Systems analysis of adverse drug events. Journal of the American
Medical Association, 284(1), 95-97
Patterson, E.S., Cook, R.I. & Render, M.L. (2002). Improving patient safety by dentifying side
effects from introducing bar coding in medication administration. Journal of the
American Medical Informatics Association, 9(5),540-553.
Phillips, D. P., Christenfeld, N., & Glynn, L. M. (1998). Increase in US medication-error
deaths between 1983 and 1993. The Lancet, 351, 643-644
Perry AG, Potter PA. Preparing for medication administration. In: Clinical nursing skills &
techniques, 5th ed. St. Louis, MO: Mosby, Inc.;2004:435–52.
R a c z k i ewicz, F. ( 2005).Bar codes are helpingp r event medication errors at UPMC.
Retrieved on
February 5, 2009
from
http://
www.
upmc.
MediaRelations/NewsReleases/ 2005/ Pages/ UPMCBar coding. Aspx
com/
S a kowski, J., Leonard, T., Colburn, S. ,Michaelsen, B., Schiro, T., Schneider, J., et al. ( 2005).
Using a bard-coded medication administration system to prevent medication errors. A m e
rican Journal of Health-System Pharm a c y, 62, 2619-2625.
Simpson, N.J. (2001). Advocacy White Paper: Bar Coding for Patient Safety. Healthcare
14
Information and Management Systems Society. Retrieved 11/10/02 at
http://www.himss.org/content/files/Bar_Coding_White_Paper.pdf
Southern Arizona Veterans Administration Health Care System. (2000). Bar Code
Medication Administration SAVAHCS - Training Guide. Tucson, AZ: SAVAHCS
BCMA Implementation Team.Southern Arizona Veterans Administration
Veterans Health Administration National Center for Patient Safety (NCPS), homepage. Ann
Arbor, MI:Department of Veterans Affairs; 2003. Available at:http://vaww.ncps.med.va.gov
(note: this is an intranet
15
Download