1. AIR “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” (Kejadian 1:1,2) Apabila di lihat dari angkasa luar, bumi terlihat menyerupai bola berwarna biru yang melayang di tengah-tengah kegelapan alam semesta. Warna biru disebabkan oleh air yang menyelubungi sebagian besar permukaan bumi memantulkan gelombang warna biru cahaya matahari. Bumi adalah planet air. Tujuh puluh satu persen permukaan bumi tertutup oleh air. Begitupun makhluk hidup yang menghuninya, sebagian besar komposisi tubuhnya tersusun oleh air. Air merupakan sebuah senyawa yang sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Kitab Suci mengawali kisahnya yang abadi dengan air. Pada awalnya dikatakan, bahwa Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air (Kej. 1:2). Lantas Allah menciptakan cakrawala untuk memisahkan air dari air (Kej 1:6) dan mengumpulkan air yang ada di bawah langit di dalam satu tempat yang dinamai-Nya laut (Kej 1:10). Ada kisah-kisah terkenal di dalam Kitab Suci yang berkaitan dengan air, seperti kisah Nuh (Kej. 7-8), contohnya. Allah menurunkan hujan 40 hari 40 malam, dan air terus naik selama 110 hari. Dengan demikian sejak hujan turun hingga permukaan air meninggi, bumi telah diliputi air 150 hari lamanya. Bumi baru benar-benar kering pada hari ke-374 sesudah hujan turun. Jauh sebelum bangsa Israel mengisahkan tentang Nuh, orang Sumeria percaya bahwa seluruh kehidupan berasal dari air seperti digambarkan dalam Kisah Penciptaan mereka, Enûma Eliš (Gambar 1-1). Dari air diciptakanlah Apsû, Dewa Langit yang baik, dan Tiamat, Dewi Bumi yang jahat. Apsû adalah bapak laut dan tumbuh-tumbuhan. Tiamat adalah ibu tanah liat dan segala makhluk jahat. Pasangan dewa-dewi tersebut melahirkan tiga anak, yaitu Anum, Ea, dan Enlil. Dewa Anum 2 adalah penguasa laut dan pencipta manusia dari tanah liat. Dewa Ea adalah dewa penguasa dunia bawah yang murah hati dan mengetahui segala rahasia. Sedangkan Dewa Enlil adalah dewa penguasa dan penentu nasib manusia. Dewa Enlil inilah yang mendatangkan air bah dengan tujuan memusnahkan semua orang di dunia. Rencana pemusnahan manusia tak sepenuhnya berjalan mulus karena ternyata masih ada manusia tersisa. Dewa Ea telah membuka rahasia Dewa Enlil untuk membinasakan manusia kepada Ziusudra, yang lantas membuat bahtera raksasa untuk menyelamatkan diri. Selepas banjir besar, Ziusudra kemudian mempersembahkan kurban berupa lembu dan domba sebagai tanda ucapan syukur. Sedikit banyak, terdapat kemiripan antara kisah Nuh di dalam kitab Kejadian dengan Enûma Eliš atau kisah penciptaan dunia yang dikenal bangsa Sumeria. Kisah termasyhur lainnya yang berkaitan dengan air terdapat di dalam Kitab Suci yaitu kisah Nabi Musa. Nabi besar bangsa Israel ini diberi nama Musa yang berarti ‘diangkat dari air’ (Gambar 1-2). Bayi Musa yang diincar oleh Firaun untuk 3 dibunuh, diselamatkan oleh keluarganya dengan cara menghanyutkan Musa ke sungai Nil dan kemudian ditemukan oleh putrid Firaun (Kel 2:1-10). Musa inilah yang dipilih Allah untuk mengantar bangsa Israel keluar dari Mesir melewati air (bc. Laut Teberau), menuju Tanah Perjanjian (Kel 14:21, 22; Keb 10:18). Musa membawa bangsanya menuju pada kemerdekaan. Mesir melambangkan kuasa dosa, sedangkan Tanah Perjanjian melambangkan hidup baru yang merdeka. Perjalanan bangsa Israel dari Mesir menuju Tanah Perjanjian yang melewati Laut Teberau di dalam Kekristenan adalah gambaran tentang pertobatan dari cara hidup lama─yakni hidup dalam kuasa dosa menuju hidup baru─yakni hidup sesuai dengan kehendak Allah. Pertobatan itu ditandai dengan air pembaptisan. Untuk membebaskan bangsa Israel dari Mesir, Allah menurunkan sepuluh tulah. Tiga di antara kesepuluh tulah tersebut berkaitan dengan air, yaitu tulah pertama, tulah kedua, dan tulah ketujuh. Tulah pertama: air menjadi darah. Musa diperintahkan Allah untuk memberitahukan tulah pertama ini 4 kepada Firaun (Kej 7:15-18). Karena Firaun tidak mau mendengarkan peringatan Allah, maka dengan perantaraan Musa, Harun diperintahkan oleh Allah untuk mengulurkan tangan dan memukulkan tongkatnya ke atas sungai Nil dan ke atas seluruh sumber air di Mesir (Kej 7:19-21). Air sungai Nil yang menjadi urat nadi kehidupan Mesir berubah menjadi darah dan semua ikan di sungai Nil mati. Praktis orang-orang Mesir tidak dapat meminum air tersebut dan mereka sangat menderita. Tulah kedua: katak. Allah memerintahkan Musa untuk memberitahukan tulah kedua kepada Firaun (Kej 8:1-4). Lagilagi Firaun mengeraskan hatinya. Melalui Musa, Allah kembali memerintahkan Harun untuk mengulurkan tangan dan tongkatnya di atas sungai Nil dan sumber-sumber air di Mesir. Dari seluruh sumber air di negeri tersebut muncullah katak dalam jumlah yang sangat banyak yang menutupi seluruh tanah Mesir (Kej 8:5,6). Tulah ketujuh: hujan es. Allah memerintahkan Musa untuk mengulurkan tangan dan tongkatnya ke langit agar hujan es turun di seluruh tanah Mesir (Kej 9:22-25). Maka tercurahlah 5 es dari langit yang menimpa orang Mesir, ladang, dan hewan ternak mereka. Hujan es tersebut disertai dengan badai kilat yang menyebabkan kerusakan besar di Mesir. Di dalam perjalanan menuju Tanah Perjanjian Musa mengubah air pahit menjadi manis di Mara (Kel 15:25). Lalu di perjalanan bangsa Israel singgah di Rafidim. Di tempat tersebut Musa memukul Gunung Horeb sehingga air keluar dari bukit batu tersebut (Kel 17:6, Bil 20:11). Musa melakukan hal itu karena bangsa Israel bersungut-sungut dan merindukan hidup lama di Mesir, lantaran kesulitan mendapatkan air dalam perjalanan menuju Tanah Perjanjian. Apa yang dilakukan oleh bangsa yang baru dibebaskan Allah dari kekuasaan Mesir itu menyebabkan Musa jengkel. Ia memukul Gunung Horeb. Tempat munculnya mataair tersebut dinamai Masa dan Meriba, yang berarti tempat bangsa Israel bersungut-sungut dan mencobai Allah. Akan tetapi di tempat itu pulalah, Musa diberi tahu oleh Allah, bahwa dia tidak akan memimpin bangsa Israel hingga masuk ke Tanah Perjanjian (Bil 20:12). 6