Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 TEKNIK PENGKAYAAN ISOLASI BAKTERIOFAG Salmonella sp. SEBAGAI AGEN KONTROL TERAPI INFEKSI BAKTERI Isolation Enrichment Technique of Bacteriophages Salmonella sp . as a therapeutic agent in Bacterial Infection Control Titin Yulinery dan Evi Triana Puslit Biologi LIPI Jl.Raya Jakarta Bogor km 46 Cibinong Email: [email protected] ABSTRAK Terapi bakteriofag adalah pendekatan antimikroba yang efektif dalam bidang kedokteran dan bioteknologi. Salmonella sp. merupakan bakteri Gram negatif berbentuk basil yang dapat menyebabkan penyakit infeksi. Penggunaan antibiotik jangka panjang dapat meningkatkan resistensi mikroorganisme tersebut. Bakteriofag dapat digunakan sebagai agen terapi untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme. Tujuan penelitian adalah untuk mengisolasi bakteriofag dari sampel air yang berada di area Kebun Raya Bogor dan mengkarakterisasi zona lisis yang timbul akibat respon bakteriofag terhadap bakteri. Sampel dari beberapa sumber mata air yang berada di area Kebun Raya Bogor diinkubasi dengan biakan murni Salmonella sp. pada suhu 37°C selama 3 hari dan diamati zona lisisnya. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sampel dari air kolam (5) memiliki jumlah titer bakteriofag tertinggi, yaitu 7,48 x 109 PFU/ml. Jumlah terendah terdapat pada sampel air sungai (1) yaitu 1,31 x 109 PFU/ml. Jumlah zona lisis pada sampel 2, 3, dan 4 secara berturut-turut adalah 3,22 x 109 PFU/ml, 6,24 x 109 PFU/ml, dan 2,32 x 109 PFU/ml. Karakter zona lisis akibat respon dari bakteriofag terhadap Salmonella sp. berbeda-beda diameternya dengan bentuk yang sama. Kesimpulan dari penelitian adalah bakteriofag dapat diisolasi dari berbagai sumber mata air dengan kelimpahan yang tinggi, mulai dari mata air menggenang hingga mengalir, mulai dari mata air jernih hingga keruh. Oleh karena itu bakteriofag sebagai antibiotik memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan. Kata Kunci: Bakteriofag, Isolasi, Salmonella sp., Zona lisis. ABSTRACT Bacteriophage therapy is an effective antimicrobial approach in medicine and biotechnology. Salmonella sp. is Gram-negative bacteria, shaped bacillus that can cause infections. The use of antibiotics in the long-term can increase the resistance of these microorganisms. Bacteriophages can be used as a therapeutic agent for treating diseases caused by microorganisms infectious. The purpose of this research is to isolate bacteriophages from water samples in Bogor Botanical Gardens area and to characterize lysis zone arising from a bacteriophage response to bacteria. Samples from several springs in the Bogor Botanical Gardens area were incubated with pure cultures of Salmonella sp. at 37 °C for 3 days and observed its lysis zone. Based on the observations it can be seen that a sample of pool water (5) has the highest number of titer bacteriophage, which is 7.48 x 109 PFU/ml. The lowest bacteriophage was in the river water samples (1) that is 1.31 x 1264 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 109 PFU / ml. Total lysis zone in samples 2, 3, and 4 were 3.22 x 109 PFU / ml, 6.24 x 109 PFU / ml, and 2.32 x 109 PFU / ml, respectively . The characters of lysis zone due to the bacteriophages response to Salmonella sp. vary in diameter with same shape. The conclusion of the study is bacteriophages can be isolated from various springs with a high abundance, starting from a spring welled up to flow, and from clear to cloudy spring. So, bacteriophage as an antibiotic has a high potential to be developed. Keywords: Bacteriophages, Isolation, Salmonella sp., Lysis zone. PENDAHULUAN Penyakit infeksi terus menjadi penyebab penting morbiditas dan mortalitas anakanak di negara berkembang. Secara global, parasit usus seperti spesies Shigella dan Salmonella tetap mempunyai kontributor utama untuk infeksi enterik akut (Beyene and Tasew. 2014). Salmonella spp. adalah bakteri Gram negatif yang menyebabkan infeksi pada manusia maupun hewan (Borie et al. 2008). Penyebab penyakit tifoid, paratifod, dan penyakit foodborne. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfide (Mc Laughin 2006). Secara genetis terdapat keragaman antara strain Salmonella. Penggunaan antibiotik dapat meningkatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat kasus multiresisten terhadap antibiotik pada Salmonella sp., sehingga perlu adanya solusi lain untuk mengontrol jumlah Salmonella sp. pada lingkungan (Bitton, 2002). Bakteriofag merupakan parasit obligat intraseluler yang berkembangbiak dengan cara memanfaatkan tubuh host dan sebagai agen biokontrol bakteri. Bakteriofag bersifat spesifik terhadap host dan hanya menginfeksi sebagian spesies dalam suatu kelompok bakteri. Kespesifikasian host dari bakteriofag bergantung pada pengenalan bakteriofag seperti teori ―lock and key‖ pada enzim, yaitu reseptor dari bakteri host telah dikenali oleh protein pada bakteriofag (Tan et al. 2008). Terapi Fag untuk mengontrol jumlah Salmonella sp. pada lingkungan dapat menjadi solusi yang tepat (Gill and Hyman 2010). Efektivitas terapi fag terhadap penyakit infeksi bakteri banyak dilaporan untuk mengobati penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, seperti Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter baumannii, Klebsiella pneumoniae, Vibrio vulnificus, dan Salmonella spp. dan bakteri gram positif seperti Enterococcus faecium dan Staphylococcus aureus (Matsuzaki et al. 2005). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Salmonellaphage, yaitu bakteriofag yang menginfeksi spesifik pada kelompok bakteri Salmonella sp. dapat melisiskan bakteri Salmonella sp. yang ditandai dengan pembentukan zona lisis berupa plak atau bercak (Tan et al. 2008). Bakteriofag dengan jenis lytic phage lebih cenderung digunakan sebagai agen biokontrol, karena spesifik dan mampu melisiskan sel target (bakteri patogen), selain itu bakteriofag tidak memiliki materi genetik yang dapat terintegrasi ke dalam tubuh manusia, sehingga terapi menggunakan bakteriofag tidak bersifat virulensi pada manusia dan terapi menggunakan bakteriofag juga tidak berpengaruh terhadap resistensi bakteriofag terhadap antibiotik (May, 2013). 1265 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 Kelimpahan bakteriofag di lingkungan seperti tanah, laut dalam, dan air tawar dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, pH, suhu, ketersediaan ultraviolet, konsentrasi dan jenis ion, jumlah bakteri host, dan senyawa metabolit dari mikroorganisme lain. Bakteriofag di alam berperan penting untuk meregulasi keseimbangan dari bakteri pada suatu ekosistem yang dipengaruhi oleh spesifisitas dari host, kemampuan bertahan hidup yang lama, dan kemampuan reproduksi yang cepat pada host yang spesifik (May, 2013). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteriofag dari sampel air yang berada di area Kebun Raya Bogor, Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara isolasi bakteriofag dari sampel air sungai dan untuk mengetahui karakteristik bercak bakteriofag yang timbul sebagai respon terhadap keberadaan bakteri Salmonella sp. Diharapkan dari penelitian ini adalah pengaplikasian bakteriofag sebagai alternatif pengganti antibiotik untuk kasus penyakit yang diakibatkan oleh infeksi bakteri Salmonella sp. METODE KERJA Persiapan Kultur Salmonella sp. Persiapan kultur Salmonella sp. yang berasal dari Medan diremajakan dengan metode kuadran lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ˚C sehingga didapatkan koloni tunggal. Koloni tunggal yang terbentuk diambil dengan jarum ose untuk pewarnaan Gram. Bakteri yang telah murni ditanam dalam 50 ml LB broth 1X, dan diinkubasi overnight pada suhu 37 ˚C dalam waterbath shaker. Untuk penghitungan bakteriofag disiapkan kultur Salmonella sp. overnight. Kultur diukur Optical Density (OD) per jam sampai mencapai log phase. OD diukur secara spektrofotometri. Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel adalah area sekitar Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Sampel air diambil pada lima titik secara komposit. Lima titik tersebut adalah sungai bunga bangkai (1), kolam besar (2), sungai ciliwung (3), sungai lapangan (4), dan kolam dekat masjid (5) Isolasi Bakteriofag Amplifikasi bakteriofag dilakukan sebanyak dua kali. 5 ml LB broth 10X dimasukkan ke erlenmeyer kemudian ditambahkan sampel air sebanyak 40 ml dan 5 ml kultur yang telah ditanam sebelumnya (overnight culture), diinkubasi pada suhu 37˚C, selama 24 jam. Bakteriofag hasil amplifikasi I dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke tabung sentrifus, disentrifugasi pada kecepatan 2000 rpm, selama 5 menit. Supernatan difiltrasi dengan membran filter 0,22 µm. Pada wadah yang terpisah, sebanyak 50 ml LB broth 1X dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 1 ml kultur. Diinkubasi pada shaker, 37 ˚C, overnight. Teknik pengkayaan dilakukan dengan mengambil sebanyak 4 ml filtrat I lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambah dengan 1 ml kultur Salmonella sp. dan 5 ml LB broth 10X, diinkubasi pada suhu 37 ˚C, dishaker selama 24 jam. Larutan hasil amplifikasi II bakteriofag dipipet, dipindahkan ke tabung sentrifus. Sentrifugasi dilakukan pada kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil dan di filtrasi menggunakan membran filter 0,22 µm. Hasil filtrasi disimpan dalam tabung steril. 1266 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 Penghitungan jumlah bakteriofag Penghitungan bakteriofag dilakukan dengan memasukkan filtrat ke dalam tabung eppendorf sebanyak yang diperlukan. Larutan PBS steril dimasukkan ke dalam tabung eppendorf sebanyak 0,9 ml lalu filtrat diambil 0,1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf sebagai pengenceran 10-1. Demikian seterusnya sampai pengenceran 106 . Sebanyak 0,5 ml kultur log phase dimasukkan pada masing-masing tabung eppendorf. Ditambahkan 0,1 ml larutan dari seri dilusi. Kemudian diinkubasi pada inkubator 37 ˚C selama 10 menit. Masing-masing tabung eppendorf dicampurkan ke dalam LB agar semi solid saat hangat-hangat kuku, divortex, dan dituangkan pada media LB agar solid. Ditunggu hingga memadat lalu diinkubasi pada suhu 37 ˚C. Pembentukan plak diamati pada masing-masing sampel. Analisis dan Penyimpanan Bakteriofag Analisis isolat bakteriofag dilakukan dengan cara menghitung jumlah plak yang telah terbentuk dalam cawan petri dengan satuan Plaque Forming Unit (PFU). Bakteriofag yang ada di dalam cawanpetri discrubbing kemudiang dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah berisi larutan PBS sebanyak 1 ml dan disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan ditambahkan dengan kloroform sebanyak 1 tetes per 1 ml PBS. Tabung disimpan pada suhu 4 ˚C. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Optical Density (OD) Bakteri Salmonella sp. Kultur Salmonella sp. disiapkan untuk mendapatkan kultur murni yang menjadi host spesifik dari bakteriofag. Amplifikasi bakteriofag dilakukan sebanyak dua kali yakni filtrat I dan filtrat II. Filtat II dilakukan pengayaan, diharapkan pada pengayaan ini akan mendapat hasil plak yang banyak dalam waktu yang singkat. Mc Lauhlin et al. (2006) mengatakan bahwa fag yang diisolasi dengan protokol pengkayaan setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35oC menunjukkan jumlah titer fag meningkat dari 2.9 x 108 menjadi 2.1 x 109 PFU/ml. Pada tahap amplifikasi, sentrifugasi dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan antara sel bakteri dan debris demikian juga dengan filtrasi menggunakan membran filter yang berukuran 0,22 µm, hal ini bertujuan untuk memisahkan antara bakteriofag dengan sel bakteri (host) sehingga yang lolos hanya bakteriofagnya saja. Supernatan hasil dari tahapan amplifikasi kedua (setelah pengayaan)) dilakukan seri dilusi untuk mengencerkan bakteriofag sehingga pengamatan dan analisis menjadi lebih mudah. Seri dilusi dicampurkan dengan kultur murni bakteri host pada fase logaritmik. Optical density (OD) yang digunakan pada bakteri Salmonella ini adalah 0,177 Abs (Gambar 1.) dimana bakteri ini berada pada fase logaritmik. Pada fase ini reaksi yang dihasilkan lebih cepat sehingga jumlah bakteri host meningkat tajam. Di samping itu Brussow and Kutter (2004) menyatakan bahwa sebagian besar bakteriofag tidak bisa produktif menginfeksi bakteri pada fase stasioner. Gill and Hyman (2010) mengatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan terapi fag antara lain metode isolasi, analisis dan identifikasi spesies fag serta tingkat pemurnian untuk berbagai aplikasi dan penyiapan produk terapi fag. 1267 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 Larutan campuran antara bakteriofag dan sel host diinkubasi pada inkubator suhu 37˚C kemudian larutan campuran tersebut dituang di atas LB agar solid dengan menggunakan metode pour plate lalu dicampurkan filtrat dengan media LB agar semi solid dengan persentase agar 60 % padat. Hal ini bertujuan untuk mempercepat reaksi infeksi bakteriofag pada sel host kemudian diinkubasi terbalik pada suhu 37 ˚C hingga terbentuk plak. Bakteriofag disimpan dengan cara plak di scrubbing menggunakan jarum ose, dimasukkan kedalam tabung eppendorf yang telah berisi PBS yang bertujuan untuk menjaga kondisi fisiologis dari phage. Kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan ditambahkan kloroform sebanyak 1 tetes per ml PBS. Pemberian kloroform berfungsi untuk melisiskan sel bakteri host, sehingga yang tersimpan hanya bakteriofag. Penyimpanan jangka panjang dilakukan pada suhu 4 ˚C (Chess, 2015). Gambar 1. Pengukuran Optical Density (OD) Bakteri Salmonella sp. Isolasi dan Pemurnian Bakteriofag Lima lokasi pengambilan sampel yang berbeda pada area Kebun Raya Bogor menunjukkan bahwa pada kelima lokasi yang dituju semuanya terdapat bakteriofag untuk Salmonella sp. Adanya bakteriofag ditandai dengan pembentukan zona lisis pada sebaran bakteri host yang terlihat seperti plak atau bercak. Plak yang terlihat pada hasil penelitian memiliki karakteristik bulat dengan diameter ± 2 mm, bening, dan memiliki cincin yang menjadi pembatas antara zona lisis dan bakteri host. Plak Plak tersebut tersebar pada seluruh permukaan media. Bitton (2002) menyatakan bahwa infeksi oleh bakteriofag pada bakteri host mengakibatkan terbentuknya bercak (plak) dengan ukuran dan morfologi yang bervariasi bergantung pada jenis bakteriofag. Pada sejumlah penelitian, metode untuk mendeteksi keberadaan dari bakteriofag sangat sederhana dan membutuhkan waktu 4-18 jam untuk dapat melihat hasilnya secara keseluruhan. Pada gambar 2. di bawah ini terlihat zona lisis pada isolat bakteri Salmonella sp. pada masing masing sampel. 1268 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 1.1 Gambar 2. Zona lisis pada isolat bakteri Salmonella sp. menggunakan metode Plaque Assay. Bakteriofag merupakan virus yang menginfeksi bakteri. Pada penelitian ini bakteri Salmonella sp. berasal dari Medan. Anonim (2009) Bakteriofag memiliki rentang sempit host yang sempit, umumnya terbatas, baik jumlah spesies dalam genus atau untuk jumlah strain bakteri dalam suatu spesies. Infeksi bakteriofag mengakibatkan lisis pada bakteri yang dapat dilihat sebagai plak atau bercak. Bakteriofag bereproduksi secara intraseluler melalui siklus litik maupun 1269 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 lisogenik. Waseh et al. 2010 mengatakan bahwa pemberian bakteriofag litik Podoviridae P22 terapi oral pada ayam terhadap infeksi bakteri menunjukkan penurunan koloni Salmonella yang signifikan dalam usus dan penetrasi lebih jauh ke dalam organ internal. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Spricigo (2013) Biokontrol pathogen makanan dalam industry makanan menunjukkan efektifitas bakteriofag sebagai agen biokontrol Salmonella dibeberapa matrik makanan di bawah kondisi yang sama dengan yang digunakan dalam produksi mereka. Lisis pada bakteri host diakibatkan melalui dua mekanisme, yaitu lisis dari dalam dan lisis dari luar. Mekanisme lisis dari dalam pada umumnya melalui replikasi virus didalam tubuh host. Virion pada bakteriofag mengadsorbsi permukaan dari sel host dan menginsersikan materi genetik ke dalam sel host dengan cara melubangi dinding sel host yang kemudian digunakan untuk replikasi virus. Virus-virus hasil replikasi kemudian keluar dari tubuh host dengan cara membuat lubang pada dinding sel host yang dibantu oleh enzim holin. Hal inilah yang menyebabkan lisisnya sel pada bakteri host dari bakteriofag. Mekanisme lisis dari luar terjadi bukan karena proses replikasi dari bakteriofag. Hal ini terjadi akibat perubahan potensial listrik pada membran dan aktivitas dari enzim pendegradasi dinding sel bakteri host akibat banyaknya virus yang menginfeksi bakteri (Anonim 2009). Selanjutnya Ahn et al. (2013) mengungkapkan bahwa aktivitas litik dari bakteriofag P22 terhadap Salmonella typhimurium dalam berbagai infeksi dan juga terhadap Listeria monocytogenes dan E.coli berpotensi mengeliminasi planktonik dengan meningkatkan MOI, hal ini berguna untuk terapi penggunaaan bakteriofag dalam sistem makanan. Reproduksi bakteriofag pada siklus lisogenik tidak menyebabkan lisis pada bakteri host. Hal ini dikarenakan bakteriofag mampu memproduksi protein represor yang dapat menghentikan sintesis dari enzim dan protein yang diperlukan pada siklus lisis (Todar 2012). Jumlah Plaque Forming Unit (PFU) Jumlah zona lisis pada isolat bakteri Salmonella sp. yang terdapat pada kelima sampel setelah inkubasi selama 72 jam pada suhu 37 ˚C berbeda pada setiap lokasi pengambilan sampel. Sampel 5 memiliki jumlah zona lisis tertinggi, yaitu 7,48 x 109 PFU/ml. Jumlah zona lisis terendah terdapat pada sampel 1, yaitu 1,31 x 109 PFU/ml. Jumlah zona lisis pada sampel 2, 3, dan 4 secara berturut-turut adalah 3,22 x 109 PFU/ml, 6,24 x 109 PFU/ml, dan 2,32 x 109 PFU/ml. Lokasi pengambilan sampel secara berturutturut adalah sungai bunga bangkai, kolam besar, sungai ciliwung, sungai lapangan, dan kolam dekat masjid. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ukuran zona lisis pada bakteri host ± 2 mm. Ukuran tersebut mengindikasikan bahwa jumlah virus baru yang dihasilkan adalah konstan pada satu jenis virus. Ukuran tersebut diakibatkan oleh proses replikasi dari bakteriofag yang menghasilkan virus-virus baru dengan jumlah yang berbeda. Semakin banyak virus baru yang dihasilkan, maka semakin besar ukuran dari plak yang terbentuk, begitu juga sebaliknya, semakin sedikit virus baru yang dihasilkan maka semakin kecil plak yang terbentuk (May 2013). Jumlah plak juga berbeda-beda pada setiap lokasi pengambilan sampel, hal ini menunjukkan banyaknya jumlah bakteriofag yang ada pada lokasi tersebut. 1270 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 Berdasarkan hasil penelitian, air yang diambil dari kolam dekat masjid mempunyai jumlah bakteriofag yang lebih banyak. Hal ini dimungkinkan oleh adanya kontaminasi dari aktivitas manusia yang ada pada lokasi pengambilan sampel. Kebun Raya Bogor merupakan salah satu tempat wisata edukasi yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun asing. Lokasi dekat Masjid sebagai tempat ibadah merupakan salah satu tempat yang sering dikunjungi wisatawan. Lokasi kolam yang berada tepat didepan masjid sangat dekat dengan aktivitas manusia, selain itu kondisi kolam yang menggenang dan kotor juga menjadi faktor banyaknya phage yang ditemukan. Lokasi pengambilan sampel yang banyak pula terdapat bakteriofag adalah sungai ciliwung yang merupakan sungai yang banyak digunakan oleh masyarakat wilayah Jabodetabek untuk melakukan berbagai aktivitas, baik itu membuang sampah, mencuci, mandi, BAB, dan kegiatan lainnya. Adanya kontaminasi dari aktivitas manusia menjadi salah satu faktor melimpahnya jumlah phage yang ditemukan. Salmonella sp. termasuk kedalam kelompok bakteri koliform, dimana bakteri koliform merupakan bakteri yang banyak terdapat pada saluran pencernaan. Bakteri koliform sering disebut sebagai bakteri fekal, karena dari saluran pencernaan, bakteri tersebut dapat terbawa dan mengkontaminasi feses. Contoh bakteri koliform adalah Escherichia coli, Salmonella sp., Citrobacter, dll (Treyens 2009; Pracoyo 2006.) Sehingga banyaknya aktivitas manusia akan meningkatkan jumlah bakteri koliform, sedangkan bakteri yang ada pada suatu lingkungan, terdapat pula bakteriofag di dalamnya yang berperan sebagai agen biokontrol (Rahaman et al. 2014). Jumlah kontaminasi yang semakin banyak akan mengakibatkan jumlah bakteriofag yang semakin banyak pula. Lokasi pengambilan sampel berikutnya adalah kolam besar, dimana kolam besar ini mempunyai warna air yang keruh kehijauan menandakan bahwa banyak mikroorganisme yang hidup dilokasi tersebut. Dua lokasi pengambilan sampel yang mempunyai jumlah bakteriofag terendah adalah sungai lapangan dan sungai bunga bangkai, pada kedua sungai ini mempunyai air yang jernih dan mengalir (lotik), selain itu pada sungai ini tidak terdapat aktivitas warga seperti halnya sungai ciliwung. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa bakteriofag dapat ditemukan pada berbagai jenis air, baik lotik (mengalir) maupun lentik (lentik). bakteriofag mampu mengontrol jumlah bakteri host dengan cara melisiskan sel bakteri yang ditandai dengan pembentukan zona lisis berbentuk bulat, bening, diameter kurang lebih 2 mm, dan terdapat cincin yang terlihat memisahkan antara area dengan kondisi sel bakteri yang telah lisis dan sel bakteri yang masih hidup. Jumlah koloni bakteriofag yang dihitung dengan satuan PFU/ml dari yang tertinggi hingga yang terendah berturut-turut adalah pada lokasi kolam dekat masjid, sungai ciliwung, kolam besar, sungai lapangan, dan sungai bunga bangkai. Saran Penelitian lanjutan masih diperlukan untuk melihat sub tipe baik Levivirus maupun Allolevirus dengan teknik qPCR. 1271 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 DAFTAR PUSTAKA Ahn, J., Kim, S., Jung, L.-S., & Biswas, D. (2013). In vitro assessment of the susceptibility of planktonic and attached cells of foodborne pathogens to bacteriophage p22mediated salmonella lysates. Journal of Food Protection, 76(12), 2057–62. Anonim. 2009. European Food Safety Authority (EFSA). The use and mode of action of bacteriophages in food production. EFSA Journal. (1076): 1 – 26. Beyene, G., & Tasew, H. (2014). Prevalence of intestin Ahn, J., Kim, S., Jung, L.-S., & Biswas, D. (2013). In vitro assessment of the susceptibility of planktonic and attached cells of foodborne pathogens to bacteriophage p22-mediated salmonella lysates. Journal of Food Protection, 76(12), 2057–62. Bitton, G. 2002. Encyclopedia of environmetntal Microbiology. John Wiley & Sons, Inc. New York. Borie, C., Albala, I., Sánchez, P., Sánchez, M. L., Ramírez, S., Navarro, C., … Robeson, J. (2008). Bacteriophage treatment reduces Salmonella colonization of infected chickens. Avian Diseases, 52(1), 64–67. Brussow, H. and Kutter, E. 2004. Bacteri ophage ecology. Florida, USA, CRC-Press. Chess, B. 2015. Laboratory Applications in Microbiology: A Case Study Approach, 3th Edition. The McGraw-Hill. New York. Gill J J & Hyman P (2010). Phage choice, isolation, and preparation for phage therapy. Current Pharmaceutical Biotechnology, 11(1), 2–14. http://doi.org/10.2174/138920110790725311 May SZ. 2013. Isolation and Characterisation of Bacteriophages Against Shigella Flexneri. A Project Report for degree of Bachelor of Science. Jurusan Biomedis fakultas Ilmu pengetahuan Alam. Universiti Tunku Abdul Rahman. Matsuzaki, S., Rashel, M., Uchiyama, J., Sakurai, S., Ujihara, T., Kuroda, M., … Imai, S. 2005. Bacteriophage therapy: A revitalized therapy against bacterial infectious diseases. Journal of Infection and Chemotherapy, 11(5), 211–219. http://doi.org/10.1007/s10156-005-0408-9 McLaughlin M R(2006). Factors affecting iron sulfide-enhanced bacteriophage plaque assays in Salmonella. Journal of Microbiological Methods, 67(3), 611–615. http://doi.org/10.1016/j.mimet.2006.05.015 Pracoyo NE. 2006. Penelitian bakteriologik air minum isi ulang di daerah Jabotabek. Cermin Dunia Kedokteran 152:37-40. Rahaman MT, M Rahman, MB Rahman, MFR. Khan, ML Hossen MS, Parvej dan S Ahmed. 2014. Poultry Salmonella Spesific Bacteriophage Isolation and Characterization. Bangl.J.Vet.Med. 12 (2): 107-114. Spricigo DA, Bardina C, Cortés P and Llagostera M. (2013). Use of a bacteriophage cocktail to control Salmonella in food and the food industry. International Journal of Food Microbiology, 165(2), 169–174. http://doi.org/10.1016/j. ijfoodmicro.2013.05.009 Tan GH, MS Nordin dan AB Napsiah. 2008. Isolation and Characterization of lytic Bacteriophages from sewage Water. J. Trop. Agric. And Fd. Sc. 36(2): 000-000. 1272 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 Todar K. 2012. Bacteriophage [Online]. Available at : http://textbookofbacteriology. net/phage_2.html. Diakses pada tanggal 11 februari 2015. Treyens C. 2009. Bacteria and Private Wells: Information Every Well Owner Should Know. www.nesc.wvu.edu. Diakses pada tanggal 12 Februari 2016. Waseh S, Hanifi-Moghaddam P, Coleman R, Masotti M, Ryan S, Foss M,Tanha J (2010). Orally administered P22 phage tailspike protein reduces Salmonella colonization in chickens: Prospects of a novel therapy against bacterial infections. PLoS ONE, 5(11). http://doi.org/10.1371/journal.pone.0013904 1273