Penyimpan Energi yang Terbuang dari Panas Setrika Listrik

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dibahas secara singkat mengenai teori dasar yang digunakan
dalam merealisasikan suatu alat yang memanfaatkan energi terbuang dari panas setrika
listrik untuk disimpan dalam suatu baterai.
2.1. Setrika Listrik
Setrika listrik merupakan alat elektronik yang berfungsi menghaluskan kerutan
pada pakaian. Bagian setrika yang menempel pada baju terbuat dari logam alumunium,
stainless steel, ataupun lapisan teflon. Setrika listrik bekerja dengan mengubah energi
listrik menjadi energi panas. Saat dihubungkan pada sumber tegangan, elemen pemanas
pada setrika mengalirkan arus listrik yang membangkitkan panas. Semakin besar arus yang
mengalir akan menyebabkan semakin tinggi panas yang dihasilkan.
Elemen pemanas yang telah teraliri oleh arus listrik akan mengalami pemanasan.
Termostat pada setrika berfungsi mengatur agar panas yang dihasilkan setrika stabil dan
tidak berlebih. Saat sudah mencapai suhu maksimal, termostat pada setrika akan
memutuskan aliran arus dari sumber tegangan dengan membuat salah satu logam pada
saklar mengalami pemuaian dan saklar akan terbuka sehingga lampu mati karena tidak ada
arus mengalir. Kemudian termostat akan mengalirkan arus kembali saat suhu sudah mulai
kurang optimal. Proses ini akan berulang secara otomatis atau disebut automatic on-off
system. Panas yang dihasilkan kemudian dialirkan menuju alas setrika yang bersentuhan
langsung dengan pakaian. Berikut adalah bagian- bagian setrika yang ditunjukkan oleh
Gambar 2.1.
6
Gambar 2.1. Bagian setrika listrik[4].
2.2. Thermoelectric Generator (TEG)
TEG merupakan modul yang akan mengubah energi panas dari gradien temperatur
menjadi energi listrik berdasar efek Seebeck yang ditemukan oleh Thomas J. Seebeck pada
tahun 1821. Ia melakukan pengamatan besar tegangan terhadap dua buah tembaga dan besi
dalam sebuah rangkaian yang di antaranya diletakkan jarum kompas. Saat sisi logam
dipanaskan, jarum kompas bergerak karena disebabkan oleh medan magnet yang timbul
akibat aliran listrik yang terjadi pada logam. Cara kerja TEG berdasar efek Seebeck
ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut.
7
Gambar 2.2. Cara kerja TEG berdasar efek Seebeck[5].
Gambar 2.3. Konstruksi elemen TEG [6]
Gambar 2.3 menunjukkan sebuah elemen TEG yang tersusun dari suatu elemen
tipe-n (material dengan kelebihan elektron) dan tipe-p (material dengan kekurangan
elektron). Aliran panas yang mengalir dari satu sisi dan dibuang ke sisi lain menghasilkan
tegangan pada sambungan thermoelectric yang besarnya tergantung pada gradien
temperatur dari kedua sisi. Besarnya koefisien Seebeck yang dihasilkan didefinisikan
dengan persamaan[7]:
8
βˆ†π‘‰
𝑆 = βˆ†π‘‡
Dimana :
(2.1)
S = Koefisien Seebeck (V/K)
βˆ†V= beda potensial (V)
βˆ†T= beda temperatur (K)
TEG dibuat dari bahan semikonduktor yang memiliki konduktivitas listrik tinggi
dan konduktivitas panas yang rendah. Material yang banyak digunakan saat ini adalah BiTe dengan figure of merit (Z) tertinggi.
Besarnya Z dapat dihitung dengan persamaan[7]:
𝑍=
Dimana :
𝑆2𝜎
πœ†
(2.2)
S = Koefisien Seebeck (V/K)
σ = Konduktivitas listrik bahan (V/Am)
λ = Konduktivitas panas bahan (W/mK)
Besarnya efisiensi maksimum pembangkit listrik thermoelectric generator ini dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut[7]:
πœ‚π‘šπ‘Žπ‘₯ =
Dimana :
π‘‡β„Ž −𝑇𝑐 √(1+𝑍 ∗ 𝑇̅ )−1
[
]
π‘‡β„Ž
√(1+𝑍 ∗ 𝑇̅ )+1
(2.3)
𝑇̅ = Temperatur rata-rata Th dan Tc
Th dan Tc = Temperatur sisi panas dan dingin
Z *= Nilai figure of merit optimum dari kopel tipe-n/tipe-p
2.3. Karakteristik Pendingin
TEG akan menghasilkan listrik jika terdapat gradien temperatur antara kedua sisi.
Semakin optimal gradien suhu yang terjadi, semakin besar arus listrik yang dihasilkan.
Dibandingkan dengan pendingin udara, pendingin cair lebih banyak digunakan dalam
menjaga kestabilan suhu.
Hampir semua zat cair dapat digunakan sebagai pendingin. Saat air biasa mencapai
titik didihnya yaitu 100°C, unsur oksigen pada air akan bereaksi dan mengeluarkan
gelembung udara yang justru akan menempel pada besi atau alumunium dan menyebabkan
korosi apabila berkepanjangan. Terlebih apabila air yang digunakan berasal dari sumur
yang memiliki kandungan zat besi yang lebih mempercepat proses korosi. Oleh karena itu
9
lebih baik jika menggunakan pendingin yang tidak korosif misalnya berupa oli yang
memiliki titik didih lebih tinggi yaitu Λƒ300˚C[8].
2.4. Perpindahan Kalor
Panas mengalir dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah. Terdapat tiga
cara dalam perpindahan kalor, namun dalam TEG terjadi dua proses. Perpindahan kalor
yang pertama yaitu konduksi yang terjadi pada alas alumunium sisi panas dan yang kedua
adalah konveksi oleh cairan pendingin pada sirip heat sink.
2.4.1. Konduksi
Konduksi yaitu proses perpindahan kalor antar zat tanpa melibatkan
perpindahan molekul zat tersebut. Kita dapat menghitung persamaan perpindahan
kalor induksi atau yang dikenal dengan hukum fourier sebagai berikut[7]:
π‘ž = −π‘˜π΄
𝑇₀−𝑇₁
π›₯π‘₯
(2.4)
Dimana: q= energi kalor (W)
k= konduktivitas thermal (W/m.K) dimana tanda (-) menunjukkan arah aliran
kalor
A= luas permukaan (m²)
π›₯π‘₯= tebal penampang permukaan(m)
𝑇₀= temperatur yang lebih tinggi (K)
𝑇1 = temperatur yang lebih rendah (K)
2.4.2. Konveksi
Konveksi adalah perpindahan kalor yang terjadi dengan disertai dengan
pergerakan molekul benda tersebut. Konveksi panas terjadi akibat perpindahan
partikel zat bertemperatur tinggi dengan mengalir secara sendirinya sehingga terjadi
perpindahan panas melalui perpindahan massa. Konveksi yang terjadi pada bagian
heat sink TEG ini merupakan konveksi secara alami, dikarenakan bagian heat sink
diberi cairan pendingin yaitu oli akan tetapi zat cair tersebut tidak mengalir.
Persamaan dalam perpindahan konveksi atau dikenal hukum pendinginan Newton
sebagai berikut[7]:
10
π‘ž = β„Ž × π΄ × π›₯𝑇
(2.5)
Dimana: q=energi kalor(W)
h=koefisien perpindahan kalor konveksi(W/m².K)
A= luas area permukaan(m²)
π›₯𝑇= gradien temperatur (K)
2.5. Regulator Switching
Regulator switching merupakan rangkaian yang bertugas untuk menghasilkan
keluaran yang stabil, yaitu mengubah VIN menjadi VOUT yang diinginkan. Transistor daya
bekerja sebagai saklar, baik saat on ataupun off. Energi yang dihasilkan akan disimpan
dalam induktor (L) dan kapasitor (C). Dalam pembuatan skripsi ini digunakan regulator
switching tipe buck- boost converter. Gambar 2.4 berikut ini adalah skema dari buck-boost
converter.
Gambar 2.4. Skema Buck-boost converter[9].
2.5.1. IC (Integrated Circuit) LM2577-Adj
IC LM2577-Adj[10] merupakan salah satu IC regulator penaik tegangan.
Dalam aplikasinya, IC ini hanya membutuhkan sedikit rangkaian luar. Susunan pin
dan diagram blok dari IC ini tampak pada Gambar 2.5 berikut:
Gambar 2.5. Susunan pin IC LM2577-Adj[10].
11
Gambar 2.6. Blok diagram IC LM2577-Adj[10] sebagai boost converter.
IC LM2577-Adj ini bekerja dengan mengubah keluaran saklar on dan off
pada frekuensi 52kHz dan akan menghasilkan energi pada induktor (L). Ketika saklar
transistor NPN dalam keadaan on, arus induktor akan melakukan pengisian dengan
nilai sebesar VIN/L, kemudian arus akan disimpan dalam induktor (L). Sebaliknya saat
saklar transistor dalam keadaan off, induktor (L) akan melakukan pengosongan arus
melalui dioda (D) menuju kapasitor keluaran (COUT) dengan nilai sebesar (VOUTVIN)/L. Dengan demikian, energi yang tersimpan dalam induktor selama saklar on akan
dipindahkan ke output saat saklar off. VOUT ditentukan oleh jumlah energi yang
dipindahkan yang mana ditentukan juga dengan cara memodulasi arus induktor
puncak (IIND(PK)) yaitu dengan memberikan umpan balik sebagian VOUT pada error
amp, yang memberikan penguatan pada selisih Vfeedback dan Vref sebesar 1,230V. VOUT
pada error amp dibandingkan dengan V yang sebanding dengan arus switch ISW (arus
konduktor selama periode switch on). Komparator akan menghentikan switch ketika
dua tegangan sama besar, dengan demikian menentukan ISW(PK) sehingga akan
menghasilkan VOUT yang konstan[10].
12
Persamaan yang digunakan untuk mengetahui besar arus maksimum
ILOAD(MAX) keluaran IC yaitu sebagai berikut:
ILOAD(max) ≤
2,1 𝐴 × π‘‰πΌπ‘(π‘šπ‘–π‘›)
(2.6)
π‘‰π‘‚π‘ˆπ‘‡
dimana VIN(min) = tegangan masukan minimum (V)
VOUT = tegangan keluaran yang teregulasi (V)
ILOAD(max) = arus maksimum pada beban (A)
Persamaan yang digunakan untuk menghitung maksimum duty cycle, D(max) ,
adalah sebagai berikut:
D(max) =
π‘‰π‘‚π‘ˆπ‘‡ + 𝑉𝐹 − 𝑉𝐼𝑁(π‘šπ‘–π‘›)
(2.7)
π‘‰π‘‚π‘ˆπ‘‡ + 𝑉𝐹 − 0,6 V
dimana VF = 0,5V untuk dioda Schottky dan 0,8V untuk dioda fast recovery.
Jika diperoleh nilai D ≤ 0,85 perhitungan untuk mencari LMIN menggunakan
Persamaan 2.9 dan 2.10. Persamaan 2.8 digunakan untuk menghitung nilai minimum
induktor (LMIN) jika diperoleh nilai D ≥ 0,85
LMIN =
6,4(𝑉𝐼𝑁(π‘šπ‘–π‘›) − 0,6 V)(2D(max) − 1)
1 − D(max)
Eβˆ™T=
𝐷(max) (𝑉𝐼𝑁(min) −0,6𝑉)106
52.000 𝐻𝑧
𝐼𝐼𝑁𝐷,𝐷𝐢 =
1,05 × πΌπΏπ‘‚π΄π·(max)
1− 𝐷(max)
µH
(2.8)
(2.9)
(2.10)
Kemudian dari persamaan di atas, nilai induktor minimum yang digunakan dapat
dilihat pada grafik yang ditunjukkan Gambar 2.7 berikut
13
Gambar 2.7. Grafik Pemilihan Nilai Induktor Pada LM2577-Adj[10].
Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai RC dan CC yang terhubung
dengan pin 1 sebagai berikut
RC ≤
750 × ILOAD(max) × π‘‰π‘‚π‘ˆπ‘‡ 2
𝑉𝐼𝑁(π‘šπ‘–π‘›) 2
CC ≥
58,5 × π‘‰π‘‚π‘ˆπ‘‡ 2 × πΆπ‘‚π‘ˆπ‘‡
𝑅𝐢 2 × π‘‰πΌπ‘(π‘šπ‘–π‘›)
(2.11)
(2.12)
Nilai COUT berdasarkan dua persamaan berikut
COUT ≥
0,19 × πΏ ×𝑅𝐢 × ILOAD(max)
𝑉𝐼𝑁(π‘šπ‘–π‘›) × π‘‰π‘‚π‘ˆπ‘‡
(2.13)
Dan
COUT ≥
𝑉𝐼𝑁(π‘šπ‘–π‘›) × π‘…πΆ × (𝑉𝐼𝑁(π‘šπ‘–π‘›) + (3,74 × 105 × πΏ))
487.800 × π‘‰π‘‚π‘ˆπ‘‡ 3
(2.14)
Tegangan keluaran VOUT dari IC ini dapat dihitung dengan persamaan
VOUT = 1,23𝑉(1 + 𝑅1 /𝑅2 )
14
(2.15)
Dari Persamaan 2.15, rangkaian yang menggunakan LM2577-Adj ini dapat
berfungsi sebagai regulator buck karena VOUT(min) = 1,23V yaitu ketika R1=0. Jadi
dengan mengatur nilai R1,
VOUT bisa lebih besar atau lebih kecil dari VIN yang
diberikan.
15
Download