Kumpulan Abstrak Disertasi Semester Gasal 2009/2010 Psikologi Pendidikan (PSP) 298 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2009/2010 Program Studi S3 PSP 299 Peran Keluarga dan Budaya Sekolah Dalam Mendukung Peningkatan Prestasi Belajar Siswa (Studi Multi Situs di SD Islam Athirah dan SDN Sudirman III Makassar) Andi Bunyamin Andi Bunyamin, 2009. Peran Keluarga dan Budaya Sekolah Dalam Mendukung Peningkatan Prestasi Belajar Siswa (Studi Multi Situs di Sekolah Dasar Islam Athirah dan Sekolah Dasar Negeri Sudirman III Makassar). Disertasi. Universitas Negeri Malang, Program Pasca Sarjana, Spesialisasi dalam bidang Psikologi Pendidikan. Pembimbing: (1) Prof. Dr. T. Raka Joni, M.Sc., (II) Dr. Dany M. Handarini, MA., (III) Dr. Marthen Pali, M.Psi. Abstrak Keberhasilan pendidikan anak di sekolah dasar lazim diukur dalam bentuk prestasi belajar. Ekspektasi orangtua terhadap prestasi belajar yang tinggi lazim dilakukan melalui dukungan orangtua berupa perhatian kepada kelengkapan sarana belajar anak maupun dukungan psikologis yang berdampak pada peningkatkan harga diri (self-esteem), self efficacy, sehingga menumbuhkan motivasi belajar anak. Sedangkan di sekolah, ekspektasi yang serupa, dinamakan Budaya sekolah yang tercermin dalam tindak pembelajaran guru di kelas, juga menjadi prediktor keberhasilan pendidikan siswa di sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dampak dukungan orangtua dan budaya sekolah dalam bentuk tindak pembelajaran guru terhadap peningkatan prestasi belajar anak. Secara lebih spesifik, penelitian ini ditujukan untuk mengungkap dampak (1) pengasuhan dalam keluarga, dan, (2) Budaya sekolah dalam mendukung peningkatan prestasi belajar siswa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif-phenomenologis dalam rancangan penelitian multi situs. Ada dua unit analisis dalam penelitian ini, yaitu keterlibatan orangtua dalam mendukung pendidikan anak dan budaya sekolah dalam bentuk tindak pembelajaran guru di kelas. Prosedur pengumpulan data digunakan teknik wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi. Hasil penelitian yang berkaitan dengan fokus dukungan orangtua terhadap pendidikan anak menunjukkan bahwa (1) keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak didorong oleh rasa cinta-kasih sayang terhadap anak dalam rangka mengemban amanah dari Allah untuk mempersiapkan kehidupan anak yang lebih baik, (2) dalam kenyataannya, dukungan orangtua itu lebih banyak dilakukan oleh Ibu dibanding ayah, (3) orangtua menyatakan dukungan, ketika anak mengungkapkan suatu aspirasi tertentu dan mengajak anak untuk mencontoh orang yang telah berhasil (vicarious learning), sehingga dapat meningkatkan self-efficacy dan motivasi belajar anak, (4) menyiapkan buku cerita, mendampingi dan mengarahkan anak untuk belajar, dan mengikutsertakan dalam les membaca, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan membaca anak, (5) memberi kesempatan kepada anak untuk menyelesaikan tugas dan mengarahkan bila anak mengalami kesulitan untuk meningkatkan tanggungjawab anak dalam belajar, (6) memberi reinforcement ketika anak berhasil dan memberi semangat ketika anak mengalami kegagalan, (7) ketika menghadapi ujian, orangtua mengurangi aktivitas anak, menambah jam belajar, dan menyediakan buku soal latihan, dapat meningkatkan self-efficacy dan motivasi belajar anak, (8) mengusahakan les bagi anak, seperti les membaca, les matematika, dan les bahasa Inggeris, sehingga bermuara pada peningkatan self-efficacy dan motivasi belajar anak, (9) membuat jadwal dan mengontrol anak untuk belajar untuk meningkatkan kedisiplinan anak belajar, (10) sedangkan bentuk komunikasi orangtua dengan guru dilakukan melalui pertemuan berkala di sekolah, mendatangi atau menelepon guru, (11) anak merasa senang dan aman karena ketika belajar, ia didampingi oleh orang tuanya, (12) guru menyatakan bahwa anak yang didukung oleh orangtuanya, memiliki prestasi belajar yang tinggi. Sedangkan berkaitan dengan fokus tindak pembelajaran guru di kelas, haasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) tindak pembelajaran guru masih menggunakan paradigma penerusan informasi (content transmission), (2) interaksi guru dengan siswa di kelas berlangsung dalam suasana akrab sehingga dapat meningkatkan harga diri, self-efficacy, dan motivasi belajar siswa, (3), dalam pengelolaan kelas, sebelum belajar atau pada saat siswa kurang tertib, guru mengajak siswa menyanyi bersama, mengelilingi kelas sambil menyapa dan menjawab pertanyaan siswa, (4) sebelum belajar dan menjelang pulang, guru memberi pengharapan agar siswa tertib, tekun, dan rajin belajar, sehinga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, (5) guru memberi reward terhadap setiap perilaku positif siswa, dan tidak memberi punishment terhadap siswa yang tidak tertib, sehingga dapat meningkatkan harga diri dan self-efficacy dan motivasi belajar siswa, (6) meningkatkan keterampilan berbahasa siswa dengan meminta mereka untuk memperhatikan, mendengarkan, mengamati, menjawab pertanyaan, bercerita, mengingatkan tanda-tanda baca, memberi tugas, mengoreksi, membimbing, menegur, memberi penguatan, memotivasi, dan memberikan contoh, (7) guru memberi perhatian terhadap materi yang dianggap penting dengan melibatkan 299 300 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2009/2010 siswa dalam proses pembelajaran melalui tanya-jawab, memberi balikan, dan membahas jawaban bersama siswa, dapat meningkatkan harga diri, self-efficacy, dan motivasi belajar siswa. Berdasarkan temuan di atas, dikemukakan saran-saran: (1) sudah saatnya sekolah melakukan usaha pemberdayaan orangtua siswa dengan menambah pengetahuan dan keterampilan mereka dalam membantu pendidikan anak yang berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan anak, (2) diperlukan pelatihan dalam-jabatan untuk mengubah paradigma penerusan informasi (content transmission) menjadi pembelajaran yang mendidik yang dibingkai dengan wawasan kependidikan guru, sedangkan di hulu, diperlukan perubahan strategi pendidikan pra-jabatan yang dibingkai dengan paradigma pendidikan berbasis kompetensi (Competenscy-based Teacher Education). Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan revisi terhadap PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Penddikan yang mengacu pada four pillar learning UNESCO yang mengandung paradigma penerusan informasi dan revisi terhadap UU Guru dan Dosen yang mempersyaratkan kualifikasi akademik bagi pengajar dapat dipenuhi oleh lulusan sembarang program S1 atau lulusan sembarang program D-IV. Kata kunci: keluarga, budaya sekolah, prestasi belajar. The Roles of Family and School Culture in Supporting the Students’ Learning Prestige Development (A Multisite Study at Athirah Islamic Elementary School and State Elementary School, Sudirman III Makassar) Andi Bunyamin Andi Bunyamin, 2009. The Roles of Family and School Culture in Supporting the Students’ Learning Prestige Development (A Multisite Study at Athirah Islamic Elementary School and State Elementary School, Sudirman III Makassar). Doctoral Dissertation. Malang State University. Specialisation in Educational Psychology. Dissertation: Prof. Dr. T. Raka Joni, M.sc., Promoter., Dr. Dhany M. Handarin, M.A., Adviser I, Dr. Marthen Pali, M.Psi., Adviser II. Abstract The success of children’s education at the elementary schools was commonly measured in the form of the learning prestige. The parents’ expectation towards learning prestige being higher was usually done through either the parents’ support like the attention to the learning facilities of the children or psychological support that can increase the self-esteem and self-efficacy which produce the children’ motivation, self-esteem and self-efficacy. While at the school, the similar expectation is called “school culture” being seen in the teacher learning action in a classroom that becomes a predicator of the students’ educational successfulness at a school. In line with the above statements, this study was aimed at exploring the effect of the parents’ support and school culture in the form of the teacher learning action towards the children’s learning prestige development. More specifically, this study is for investigating the effects of: (1) care in the family, (2) school culture in supporting the students’ learning prestige development. This study was conducted by using phenomenological qualitative approach with multisite research design. There were two analytical units in the study, namely the parents’ involvement in supporting the children’s education and school culture in the form of the teacher learning action in the classroom. As data collection procedures, the techniques used were deep interviews, participant observation, and documentation. The research results related to the parents’ supporting focus indicated that (1) the parents’ involvement in the children’s education was pushed by loving with children for developing the mandate of Allah for providing the children’s better future life, (2) in fact, the parents’ support was done more by mother than father did, (3) parents bring their support when the children state a certain aspiration and invited them to be vicarious learning in order to increase the children’s self- efficacy and the children’s learning motivation, (4) preparing story books, taking care and directing the children to learn, and involving them in the private reading with the purpose of increasing the reading skill, (5) giving chance to the children finishing the tasks and directing them when undergoing problems for increasing the children’s responsibility in learning, (6) giving reinforcement when the children succeed, and giving spirit when they failed, (7) reducing activities, adding learning hours, and providing exercising books when having examination can increase children’s selfefficacy and motivation, (8) preparing private courses like: reading, mathematic and English that lead up the children’s self-efficacy development and learning motivation, (9) scheduling and controlling the children to learn for increasing learning discipline, (10) the communication form between parents and teachers was done Program Studi S3 PSP 301 periodically at the school, visiting or phoning teachers, (11) the child felt happy and safe because when s/he was learning, s/he was accompanied by his/her parents, and (12) teachers stated that children supported by their parents, in fact their prestige was good. With respect to the teacher learning action in the classroom, the results of this study indicated that (1) the teacher learning action still exerted content transmission paradigm, (2) the interaction between the teacher and students in the classroom ran friendly that could increase the students’ self-efficacy and learning motivation, (3) in the classroom management, before learning or students were less discipline, the teacher requested students to have choir, (4) before learning and just before going home, the students are given expectation by the teacher in order to be discipline, zealous, and diligent to learn which can increase the students’ learning motivation, (5) giving reward to each student’s positive behavior without giving punishment, can increase student’s self-esteem and self-efficacy, (6) increasing the students’ speaking skills by requesting, paying attention, listening, observing, answering queries, telling stories, memorizing mechanics, giving tasks, correcting, guiding, warning, reinforcing, motivating and giving examples, (7) the teacher payed much attention to the specific materials, involving students in the teaching-learning process, answering-questioning, giving feedback, and discussing the answers with the students, can increase the students’ self-esteem, self-efficacy and learning motivation. Based on the above findings, the following suggestions are presented such as: (1) It was time already for the school to empower students’ parents’ knowledge and skills to help the children’s education that affected the children’s education quality, (2) Training in the position was needed to manipulate content transmission paradigm to be the educated learning that was supported with teacher education horizon, while formerly, required pre-job educational strategy changing supported Competency-based Teacher Education Paradigm. Consequently, the teacher professionalism policy needed to be reviewed according to the Rules numbered 14, the year 2005 (UU nomor 14 tahun 2005) about Teachers and Lecturers on the basis of academic qualifications which are fulfilled with having certifications from any S1 programs, or certifications from any graduations of D-IV. Key words: family, school culture, learning prestige. Transaksi Makna Antara Guru dan Siswa yang Berakibat Terjadinya Perilaku Underachiever pada Siswa Gifted (Studi Interaksi Simbolik) Abdul Muhid Abdul Muhid, 2009. Transaksi Makna Antara Guru dan Siswa yang Berakibat Terjadinya Perilaku Underachiever pada Siswa Gifted (Studi Interaksi Simbolik). Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang, Spesialisasi dalam Bidang Psikologi Pendidikan. Pembimbing: (I) Prof. Dr. T. Raka Joni, M.Sc., (II) Dr. Dany M. Handarini, MA., (III) Dr. Marthen Pali, M.Psi. Abstrak Permasalahan siswa gifted yang berprestasi di bawah kemampuan merupakan topik yang serius diperbincangkan dan menjadi diskursis dalam beberapa dekade oleh para orang tua, guru, konselor, dan peneliti di bidang pendidikan. Dalam penelitian disertasi ini, diungkap secara menyeluruh tentang perilaku underachiever pada siswa gifted melalui “jendela” keyakinan dan konstruksi guru terhadap siswa gifted, bagaimana guru mempersepsikan siswa gifted, dan bagaimana intervensi-intervensi pedagogis yang selama ini dilakukan oleh guru terhadap siswa gifted yang ternyata membuahkan self-fulfilling prophecy, yang berpengaruh terhadap prestasi belajar. Selain itu juga diperlukan penelitian yang mengungkap bagaimana siswa gifted itu sendiri mendeskripsikan tentang proses pembelajaran yang selama ini dialaminya di kelas. Secara umum penelitian ini ditujukan untuk mengungkap bagaimana proses transaksi makna antara guru dan siswa yang membuahkan underachievement pada siswa gifted. Ada tiga hal yang akan diungkap dalam penelitian ini yaitu: (1) bagaimana interaksi guru-siswa yang selama ini terjadi dalam proses pembelajaran di kelas yang mengakibatkan underachievement pada siswa gifted, (2) bagaimana pemaknaan guru terhadap siswa gifted yang menghasilkan underachievement pada siswa gifted, dan (3) bagaimana pemaknaan siswa gifted terhadap guru dan proses pembelajaran yang selama ini dialaminya di kelas yang menghasilkan underachievement pada siswa gifted. Dengan menggunakan studi interaksi simbolik yang biasa digunakan dalam penelitian sosiologi, penelitian ini akan mengungkap interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya di kelas yang mengasilkan 302 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2009/2010 makna-makna dan membentuk suatu perilaku yang terus menerus dan siklikal (continual and cyclically). Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada transaksi makna yang tergelar dalam pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gejala underachievement pada siswa gifted terjadi akibat transaksi makna dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut: (1) pada saat proses teacher structuring, siswa gifted merespon justru kurang tekun dalam belajar, rendah dalam self-direction, dan memperagakan keterampilan akademik yang rendah, sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan baik; (2) pada saat proses teacher soliciting, siswa gifted malahan menunjukkan perilaku yang kurang cerdas, mengalami kebingungan, kurang percaya diri, kurang berani mengungkapkan pendapat, menghindari kompetisi, lemah motivasi untuk berprestasi tinggi, rendah diri dalam bidang akademik, cenderung enggan melaksanakan tugas, kurang melibatkan diri dalam kerja kelompok, cenderung puas diri, cenderung bergantung pada kelompok, sehingga mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas kelompok; (3) pada saat proses teacher reacting, misalnya dengan memberikan balikan, ternyata siswa gifted cenderung membantah sehingga menggangu proses pembelajaran. Adapun pemaknaan guru terhadap siswa gifted juga berpengaruh dalam menghasilkan underachievement, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) guru memaknai siswa gifted sebagai siswa yang rendah prestasi belajarnya, akibat tidak mengikuti pelajaran karena masih suka bermain-main seperti anak kecil; (2) siswa gifted menunjukkan prestasi belajar yang di bawah rata-rata kelas, sehingga belum memenuhi ketuntasan kompetensi dasar (KD), harus mengikuti ujian remedial pada mata pelajaran tertentu supaya memenuhi standar kompetensi minimal (SKM), mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah, tidak dapat memahami penjelasan guru, sering tidak dapat menyelesaikan dengan baik tugas-tugas yang diberikan guru, dan kurang termotivasi untuk berprestasi. Sedangkan siswa gifted memahami perilaku guru di kelas yang menyebabkan munculnya perilaku underachiever yaitu: (1) siswa gifted memaknai guru dan proses pembelajaran di kelas sebagai sesuatu yang membosankan, penuh dengan kegiatan menyelesaikan soal-soal yang berat dan sulit, suasana kelas yang ramai dan tidak menyenangkan, guru pendiam, guru membingungkan, guru pelan, guru terlalu tegas, guru sibuk dengan urusan sendiri, guru tidak seru, dan memaknai dirinya sendiri sebagai siswa yang tidak aktif di kelas; (2) siswa gifted tidak suka tugas yang diulang-ulang, malas mengikuti proses pembelajaran, merasa tidak enjoy mengikuti proses pembelajaran di kelas, kurang terpacu untuk mengerahkan kemampuannya dalam belajar, mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran, tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang membutuhkan konsentrasi berfikir, menghindari kompetisi, tidak patuh terhadap instruksi guru, tidak maksimal dalam menyelesaikan tugas-tugas, bersikap negatif terhadap guru dan mata pelajaran, dan kurang terlibat dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diangkat proposisi sebagai berikut: (1) munculnya perilaku underachiever pada siswa gifted merupakan hasil transaksi makna antara guru dan siswa gifted yang terjadi selama proses interaksi di kelas; (2) pemaknaan guru terhadap siswa gifted itu mempengaruhi prestasi belajar siswa gifted; (3) pemaknaan siswa gifted terhadap guru dan proses pembelajaran yang selama ini dialaminya di kelas mempengaruhi prestasi belajar siswa gifted. (4) pemaknaan guru terhadap siswa gifted mempengaruhi intervensi pedagogis yang selama ini dilakukan oleh guru; (4) pemaknaan guru terhadap siswa gifted dipengaruhi oleh pemahaman guru yang awam tentang giftedness. Kata kunci: transaksi makna dengan Joe-Harry Window, guru, siswa gifted, perilaku underachiever. Transaction of Meaning Between The Teacher and the Student has Made the Gifted Student to Become an Underachiever (Symbolic Interaction Study) Abdul Muhid Abdul Muhid, 2009. Transaction of Meaning Between The Teacher and the Student has Made the Gifted Student to Become an Underachiever (Symbolic Interaction Study). Doctoral Dissertation. Malang State University. Specialisation in Educational Psychology. Dissertation Committee: Prof. Dr. T. Raka Joni, M.Sc. (Promoter), Dr. Dany M. Handarini, MA., (Adviser II), Dr. Marthen Pali, M.Psi., (Adviser III). Abstract The problem of gifted student that has become underachiever, constitute a serious topic of discussion for decades among parents, teachers, counselors and education researchers. Therefore, this investigation was aimed to uncover the impact of symbolic interaction between the teacher dan the gifted Program Studi S3 PSP 303 student, which was being looked at from the window of the teacher, that was being reciprocally being looked at from the window of the gifted student, that has in general resulted in a self-fulfilling prophecy. More speciffically, this investigation was aimed at uncovering how the process of meaning transactions between the teacher and the gifted student consequently has made him an underachiever. There are three research questions that ere to be dealt with in this research, and these were: (1) how do the teacher and the gifted student interact during the process of instruction has nurtured an underachieving attitude in the gifted student; (2) how was the meaning of the performace of the gifted student being held by the teacher was transmitted to the gifted student which consequently fostered an underachieving attitude to the gifted student, and; (3) how was the gifted student viewed the teacher and instructional transaction in the classroom, which eventually brought about an under achievement, and thus constituted a self-fulfillng prophecy. In other word, by employing a symbolic interaction study which characterise the sociological investigation, this research was to uncover the impact of the cyclical transactions of meanings being held by the teacher and the gifted student in the classroom. The findings of this investigation indicated that: (1) with respect to teacher structuring, the gifted student responded in lower study habit, lack of diligent behavior, low self-direction, lack of academic skill, that was indicated by poor academic performance; (2) with respect to teacher soliciting, the gifted student responded in poor attitude, looked disorganized thinking, low selfconfidence, less assertive, avoid competition, low in academic achievement motivation, poor in academic achievement, tended to withdraw, and less involved in active instructional transactions, tended to be complacent, tended to depend on group, and poor in group works; (3) with respect to teacher reacting, the gifted student tended to be verbally negative and therefore being read by the teacher as being distracted. Consequently, the teacher concluded that the gifted student was: (1) an ordinary student that was not exceptionaly smart, as indicated by the low academic achievement, was poor in group works, looked childish, playful in the classroom; (2) the gifted student showed a unsatisfactory academic achievement, low in average academic achievement, could not reach the requirements of the minimum basic competence in the subject areas, so that he was being forced to take the remedial test in certain subject matters in order to fulfill the minimum standard of competence (Standar Kompetensi Minimal). Based on the findings of this investigation, it was understood that underachieving attitude being held by the gifted student was the fruition of meaning transactions that took place in the classroom between the teacher and the gifted student. Key words: transaction of meaning, teacher, gifted student, underachiever. Penerapan Cara Pembelajaran yang Memuat Harapan Positif Guru Lena Nessyana Panjaitan Panjaitan, Lena Nessyana. 2009. Penerapan Cara Pembelajaran yang Memuat Harapan Positif Guru. Disertasi, Program Studi Psikologi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr. T. Raka Joni, M.A., (II) Dr. Danny M. Handarini, M.A., (III) Prof. Laurens Kaluge, PhD Abstrak Dalam proses pembelajaran di kelas, cara guru memandu transaksi pembelajaran bertumpu pada faktor yang memicu tumbuhnya rasa keberhasilan dalam belajar (success experience). Pengalaman keberhasilan yang berulang-ulang cenderung memicu tumbuhnya rasa percaya diri (self efficacy). Ini berarti bahwa dalam memandu proses berpikir siswa sepanjang rentang transaksi pembelajaran, guru perlu menyediakan tuntunan secukupnya – tidak berlebihan, dan juga tidak kurang dari yang dibutuhkan oleh siswa (scaffolding, Vygotsky, 1990). Tuntunan yang seperti inilah yang berpeluang menumbuhkan rasa keberhasilan siswa dalam belajar. Dalam studi pendahuluan yang dilakukan, dilibatkan 494 siswa kelas IV dan V serta 11 orang guru dari 4 SD negeri di kodya Surabaya, teramati bahwa guru cenderung merespon secara lebih bersahabat terhadap siswa yang mereka nilai sebagai ‘high achiever’. Sikap bersahabat tersebut ditunjukkan dengan memberikan pertanyaan yang lebih menantang, memberi cukup waktu untuk menjawab, serta menunjukkan penghargaan terhadap jawaban siswa, menjalin relasi yang lebih hangat, serta lebih toleran jika siswa yang bersangkutan itu berperilaku negatif. Namun kepada siswa yang dinilai ‘kurang’, guru cenderung kurang bersahabat. 304 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2009/2010 Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk memicu guru dalam menakar tuntunan agar semakin sesuai dengan kebutuhan belajar siswa untuk tiap mata pelajaran di SD, sehingga berpeluang menumbuhkan rasa keberhasilan dalam mata pelajaran yang bersangkutan. Penelitian ini menggunakan kerangka pikir TESA (Teacher Expectation and Student Achievement), dengan memanfaatkan small groups - collaborative action research, yang melibatkan peneliti dan 5 guru serta 33 siswa berprestasi kurang dari dua sekolah dasar negeri di Kodya Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa relasi guru dengan siswa memang menjadi lebih baik sebagaimana ditunjukkan dalam bentuk peningkatan perhatian kepada siswa sehingga, pada gilirannya, siswa “membaca” bahwa gurunya lebih ramah dan bersahabat. Guru juga lebih memberi kesempatan berpikir sebelum menjawab, serta memberi pujian untuk jawaban yang tepat. Tindakan guru yang semacam ini, ternyata memicu siswa untuk berani bertanya dan mengajukan pendapat sepanjang rentang transaksi pembelajaran. Sebaliknya, pemberian ancaman ketika siswa mengganggu proses pembelajaran, yang diikuti komentar yang negatif, ternyata membuat para siswa menarik diri dan takut pada guru. Pemberian tuntunan yang semakin tertakar sehingga menjadi semakin sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, cenderung bermuara kepada penumbuhan rasa keberhasilan siswa dalam tiap mata pelajaran, ternyata tidak cukup didukung oleh data hasil penelitian. Ini berarti bahwa jajaran guru SD yang diteliti, masih memerlukan peningkatan dalam kemampuan mengajar. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penelitian tindakan, khususnya dalam bentuk kolaborasi, dapat memberdayakan guru untuk lebih meningkatkan penyampaian harapan positif terhadap siswa. Walaupun dari hasil yang diperoleh teramati perubahan yang terjadi lebih ke arah meningkatnya relasi guru – siswa dan iklim kelas, dan belum menunjukkan hasil memuaskan dalam peningkatan pemahaman serta keterampilan berpikir siswa, namun penerapan program ini dalam jangka panjang dan pemberian feedback yang lebih intensif (secara individual guru maupun kelompok) dapat membawa hasil yang lebih baik. Kendala utama yang ada adalah bagaimana mengubah keyakinan guru akan kemampuan siswa, menggantikan cara pembelajaran yang searah dan belum melibatkan siswa secara aktif, menghentikan diskriminasi perlakuan terhadap siswa yang berprestasi dan kurang berprestasi, meningkatkan keterampilan menyampaikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, serta meningkatkan self-efficacy guru untuk menfasilitasi proses dialog dengan dan antar siswa yang meningkatkan kemampuan berpikir. Kata kunci: cara pembelajaran, proses mengajar, harapan positif The Implementation of Teaching Practice Consisting of Positive Expectations from Teachers Lena Nessyana Panjaitan Panjaitan, Lena Nessyana. 2009. The Implementation of Teaching Practice Consisting of Positive Expectations from Teachers. Dissertation, Department of Educational Psychology, Malang State University. Promotors: (I) Prof. Dr. T. Raka Joni, M.Sc., (II) Dr. Danny M. Handarini, M.A., (III) Prof. Laurens Kaluge, PhD Abstract In the learning process at the classroom, the teachers’ teaching practice contributes significantly to the students’ academic achievement. One of the aspects of teaching practice, teachers’ positive expectation towards students, has been proved to play important roles in improving students’ academic performance. However, in fact, many students believed that they were not treated accordingly. The initial survey of this study found out that teachers inclined to give more favorable treatment towards students who were believed as “high achiever”, such as: giving more challenging questions, allowing more time to think before answering questions, praising more, spending more time and effort to maintain good relationships, and more tolerance towards negative behaviors showed by those high achieving students. In the same time, as the initial survey also revealed of, less supportive treatment was showed to low achieving students. Based on the problems revealed from the initial survey, this study was conducted with the following purposes: (1) to improve the teachers’ positive expectations towards their students, especially to those of low academic achieving students, and (2) to prosper the positive perception of low achieving students regarding their relationships with their teachers, classroom climate, and their academic ability. The theoretical framework of this study was based on the TESA (Teacher Expectation and Student Achievement) principle, which assumes that improving the teaching practice of the teachers will results in three beneficial Program Studi S3 PSP 305 improvements in the students (perception of better relationships with teahers, better classroom climate, and more confidence in their academic ability). This study was designed as an action research, by employing a small group – collaborative type of action research, in which the researcher and some teachers worked in a close collaboration. The initial survey was conducted involving 494 students from four state elementary schools in the Municipality of Surabaya, especially to assess the extent of the problem of low achieving students who were expected accordingly by the teachers. Two schools (A and B) were selected for implementing the program of positive expectation improvement in the teaching practice, and the other two schools (C and D) were treated as a comparison in order to evaluate the effectiveness of the program. Five fourth- and fifth-grade teachers voluntary participated in this study. The program implementation was divided into two phases. The main objectives of the phase one were to improve teacher-student interaction which in turn will improve the classroom climate. On the teachers level, the results showed that the teachers almost solely only giving opportunities for students to answer questions. They are lacking the skills for exercising building a close relationships with students. However, they were still using threatening or scolding remarks in handling negative behaviors of the students which were not as they expected. At this point, the researcher decided to play as a role model to show how to manage classes in a genuine, expressive, and pleasant manners as natural as possible, not in mechanistic ways. The nonverbal behaviors must be in-line and supporting the verbal teaching behaviors when asking questions, giving opportunities to answer, commenting the students’ answer, etc. The improvement achieved in the phase one were that they more aware about the importance of giving positive feedback, and they were starting inward-looking by accepting the facts that some factors inside themselves played some roles in the difficulties of giving positive expectations. They were not only blaming the external factors, such as socioeconomic-cultural factors of their students’ family background. Classroom observation revealed that the change of the teachers attitude and behaviors (spending more time in approaching students, pay attention to their students personal/non-academic life, giving more opportunites for student to give their opinion, praising more correct answers, etc.) results in a more ease relationships with teachers, more frequents conversations with teachers, more courage to ask questions and to give answers. In phase two of the program, the objectives were to improve the students thinking ability and their understanding of learning materials. The main obstacle was the ability of the teachers to formulate open questions that could stimulate students analytical and critical thinking and to guide the dialectical discussion afterwards. The other obstacle was the belief of the teachers that the time was too late for improving students’ basic academic skills (especially reading and calculating) at the fourth- and fifth-grade. Therefore, the objectives could not be fulfilled meaningfully to improve the students’ thinking skills and understanding of learning materials, yet the new approach of teaching practice conveyed by the teachers had continuing effects on facilitating students engagement in classroom activities. This study revealed that action research, especially a small group - collaborative type, could be a prospective and powerful approach to empower teachers to give positive expectations in their teaching practice. Although the results could only be observed in improving the classroom climate (as supported by student and teacher evaluation of better climate), and not yet on the understanding learning materials and improving thinking skills, but implementation of the program on a longer-term and more intensive feedback session (individually or in group) could bring more valuable results regarding teaching effectiveness. The main barriers was how to change the teachers’ belief about the students’ lack of academic ability due to their disadvantaged social-economic and other family background, to break the old habit of employing a one-way and direct-instructive teaching practice, to stop differential treatment to low and high achieving students, to exercise their ability to formulate correct questions that stimulate higher-order thinking, and to improve their self-efficacy to facilitate stimulating discussion with and among students. Keywords: teaching practice, learning process, positive expectations 306 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2009/2010 Keefektifan Teknik Konjugasi bahasa arab dalam Peningkatan Retensi Morfem pada Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri Bangil Atim S. Atim S., 2009. Keefektifan Teknik Konjugasi bahasa arab dalam Peningkatan Retensi Morfem pada Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri Bangil.Disertasi, Program Studi Psikologi Pendidikan, Program Pascasarjana (S-3), Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Prof. Dr. T. Raka Joni, MSc., (2) Dr. Dany Munindyah Handarini, M.A., dan (3) Dr. Nurul Murtadho, M.Pd. Abstrak Di Madrasah Aliyah, Bahasa Arab adalah salah satu mata pelajaran yang mempunyai kedudukan penting diantara mata-mata pelajaran agama yang lainnya (Al Quran/Hadis, Fiqh, Akidah/Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam). Namun, dalam kenyataan, kemampuan siswa, yang berasal dari SMP, dalam mata pelajaran tersebut relatif rendah. Ini terbukti dari Nilai Ujian Akhir Madrasah Aliyah Negeri Bangil pada tahun ajaran 2006/2007 (rata-rata 4,63). Diasumsikan bahwa prestasi siswa di madrasah-madrasah setingkat tidal jauh berbeda (kecuali yang berada di pondok pesantren). Salah satu upaya untuk mengatasi rendahnya prestasi itu ialah penguasaan konjugasi, yang memegang peranan penting dalam derivasi dan infleksi kata. Karena perubahan itu memilliki pola yang bersifat tetap, sehingga penguasaannya akan lebih mudah apabila menggunakan memori episodic. Itulah sebabnya penelitian ini mencoba menerapkan teknik konjugasi morfem kata kerja dengan menggunakan fungsi retensi dalam bentuk memori episodik. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur (1) besarnya keefektifan penerapan teknik konjugasi bahasa Arab dalam rangka meningkatkan retensi morfemik siswa pada siswa kelas X MAN Bangil; (2) besarnya perbedaan prestasi retensi morfemik bahasa Arab pada kelompok siswa yang pembelajaran bahasa Arabnya berdampingan dengan penerapan teknik konjugasi pada paroh Pertama semester gasal dengan siswa yang pembelajaran bahasa Arabnya berdampingan dengan penerapan teknik konjugasi pada paroh Kedua semester gasal. Penelitian kualitatif ini berbentuk eksperimen melalui perlakuan counter balanced dengan data Pretest dan Post test berupa nilai hasil uji prestasi kemampuan retensi morfemik yang diperoleh dari kelompik eksperimen dan kelompok control yang dipilih secara random dengan kategori kesetalaan awal (dalam hal jumlah subyek, nilai pretest, dan latar belakang sosioedukatif). Pengumpulan data dilakukan melalui metode documenter dengan daftar isian dan tes sebagai instrument. Penerapan teknik konjugasi menggunakan buku pedoman (untuk guru) dan buku materi konjugasi (untuk siswa). Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik statistic uji – t dan ANOVA dengan probabilitas 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) umumnya siswa SMP yang masuk MAN Bangil hanya mengenal baca-tulis huruf Arab tetapi belum cukup mampu merangkaikannya dalam bentuk kata secara benar, memiliki rerata nilai hasil pre-test 3,60 (pada kelompok Eksperimen) dan 3,58 (pada kelompok Kontrol); (2) siswa yang pembelajaran bahasa Arabnya didampingi dengan pe nerapan teknik konjugasi morfem memiliki kemampuan retensi morfemik lebih tinggi (rerata nilai kelompok pada Post-test I sebesar 7,21) jika dibandingkan dengan siswa yang pembelajaran bahasa Arabnya tidak didampingi dengan penerapan teknik konjugasi (rerata nilai kelompok pada post-test I sebesar 6,37), dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000; (3) siswa yang pembelajaran bahasa Arabnya didampingi dengan penerapan teknik konjugasi pada paroh Pertama semester gasal dan tambahan muhadatsah pada paroh Kedua, memiliki kemampuan retensi morfemik yang lebih tinggi (rarata nilai kelompok pada Post-test II sebesar 7,57) jika dibandingkan dengan siswa yang pembelajaran bahasa Arabnya didampingi dengan penerapan teknik konjugasi pada paroh Kedua semester yang sama dan tambahan muhadatsah pada paroh Pertamanya (rerata nilai kelompok pada Post-test II aebesar 6,93) dengan tingkat signifikansi 0,000. Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa “penerapan teknik konjugasi cukup efektif dalam meningkatkan retensi morfemik siswa” sehingga dapat difungsikan sebagai modal dasar bagi mereka dalam menangkap dan mengungkapkan gagasan dengan pilihan morfem secara tepat. Oleh karena itu, penerapan teknik konjugasi perlu dikembangkan dan dilakukan di MAN Bangil (dan madrasah-madrasah lain yang setingkat) terutama pada siswa yang berasal dari SMP. Ada beberapa sisi lain yang belum secara khusus tersentuh dalam penelitian ini, seperti konjugasi huruf Arab dengan memanfaatkan kemampuan MS Power-point, untuk menunjukkan perubahan bentuk huruf Arab. analisis morfem dari segi perangkaian huruf, dan alokasi waktu yang digunakan dalam penerapan teknik konjugasi morfem, begitu juga dari segi variasi model pembelaran. Oleh karena itu, diperlukan penelitian-penelitian termasuk yang dilakukan oleh peneliti lain yang dapat memperluas dan memperdalam kajian aspek-aspek perubahan bentuk huruf Arab. Kata kunci: konjugasi morfem, memori episodik, retensi Program Studi S3 PSP 307 Effectiveness of Arabic Conjugation Technique in Increasing Morpheme Retention at Student of Tenth-Class of State Madrasah Aliyah Bangil Atim S. Atim S., 2009. Effectiveness of Arabic Conjugation Technique in Increasing Morpheme Retention at Student of Tenth-Class of State Madrasah Aliyah Bangil. Dissertation. Psychology Education Program, Post Graduate Program (S-3), State University of Malang. Advisers: (1) Prof. Dr. T. Raka Joni, M.Sc., (2) Dr. Dany Munindyah Handarini, M.A., (3) Dr. Nurul Murtadho, M.Pd. Abstract The Arabic language constitutes the most important subject for the Madrasah Aliyah, compared to other religious subjects (Al Quran/Hadis, Fiqh, Akidah/Akhlak, and the Islamic cultural history). A clear evidence indicated that Madrasah Aliyah students in Bangil that were recruited from Public Junior High Schools (SMP) have performed poorly as shown by the average grade of 4.63 during the 2006/2007 academic year. A significant exception was observed among the Madrasah Aliyah students that were recruited from the Pondok Pesantrens. Therefore, this investigation was conceived in order to ameliorate the problem that was caused by the changes of the graphical forms of the Arabic letters that were associated to conjugation. The promising aspect of this endeavor was the fact that the changing forms of the individual letter seem to follow fairly certain patterns in word inflection and derivation, so that by capitalizing upon the episodic memory, it would not be impossible to master it. This investigation was aimed at assessing (1) the efficacy of the exercises of Arabic morphemic conjugation in raising retention of grade X students at MAN Bangil, and; (2) the difference in the retention of Arabic morphemic conjugation in the group of students for whom Arabic instruction was coupled with morphemic conjugation during the first halve of the odd semester, compared to students who received Arabic instruction during the second halve of the same odd semester. Therefore, in order to test this hypothesis, this investigation employed a counter-balanced design with pre-test and post-test on morphemic retention. The two groups were randomly assigned as experimental and control groups that were equalized on the basis of the number of subjects, pre-test scores and social and educative background. The data were obtained through documentary sources, inventory and test. While instruction in conjugation, was facilitated by teacher’s guide book and students’ work book. The data was analyzed through t-test and ANOVA with level of significance set at 0.05. The findings showed that (1) Generally, SMP graduates that entered MAN Bangil ere sufficiently proficient in reading and writing Arabic letters, however, they were not adequately proficient in linking them into correct sentences. Managed to earn the average grade of 3.60 for the experimental group, and 3.58 for the control group. (2). Students who received Arabic instruction that was coupled with instruction on morphemic conjugation, had greater retention on morphemic retention (the average grade of 7.21 on the first post test), compared to students who received Arabic instruction without morphemic conjugation (average grade of 6.37 for the same time), at the level of significance of 0.00. (3) Students who received Arabic instruction that was coupled with morphemic conjugation in the first halve of the odd semester, plus an enrichment in muhadatsah for the second halve, had managed to retain a greater amount of morphemic conjugation material (the average grade of 7.57 on the second post test), compared to students who received Arabic instruction that was coupled by morphemic conjugation for the second halve of the same semester, and an enrichment in muhadatsah for the first halve (the average grade of 6.93 on the second post test), at the level of significance of 0.00. These findings suggested the efficacy of this novel Arabic instruction in raising student retention of morphemic conjugation, has nurtured student ability to comprehend and express ideas and thoughts through appropriate morphemic choices. Therefore, morphemic conjugation should be further elaborated and applied in MAN Bangil, as well as in other similar Madrasahs, especially for students who are SMP graduates. Additionally, there other important related issues that were not touched in this investigation, such as the possibility in capitalizing upon the MS PowerPoint capability in displaying animated morphemic conjugation on the screen. For this purpose, the participation of a wide array of stakeholders were called upon, from Linguists, Instructional experts, telecommunication specialists, media producers, as well as fundbackers. Keywords: morphemic conjugation, episodic memory, retention