8 rendemen biomassa sel berkurang menjadi 123.278 g/L. Gambar 4 Rendemen biomassa Aspergillus niger. Waktu Inkubasi Produksi Optimum Enzim Glukosa Oksidase Waktu inkubasi optimum produksi enzim glukosa oksidase bergantung pada karakter khas masing-masing isolat, media produksi, nutrisi, dan kondisi fisiologis produksi (Sabir et al. 2007). Penentuan waktu inkubasi optimum produksi enzim glukosa oksidase dari isolat Aspergillus niger (IPBCC.08.610) dilihat berdasarkan nilai aktivitas enzim yang paling tinggi diantara semua fraksi. Oleh karena itu pada tahap selanjutnya dilakukan isolasi enzim glukosa oksidase intraseluler dan ekstraseluler dari biomassa A. niger (IPBCC.08.610). Ekstrak kasar enzim glukosa oksidase ekstraseluler diperoleh dari hasil penyaringan biomassa sel A. niger. Ekstrak kasar enzim glukosa oksidase intraseluler sementara itu dapat diperoleh dengan cara pemecahan sel A. niger. Sel A. niger dilisis dengan cara merusak dinding sel menggunakan glassbead. Proses pemecahan sel dilakukan pada suhu 4 oC untuk mencegah kerusakan enzim. Sel yang telah dipecah tersebut kemudian ditambahkan dengan bufer fosfat 0.1 M pH 6.0 dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 15 menit. Prinsip dasar sentrifugasi adalah pemisahan dua partikel dalam suspensi yang memiliki massa dan densitas berbeda dengan bantuan gaya sentrifugal. Substansi yang lebih berat akan membentuk endapan di dasar tabung (pellet), sedangkan substansi yang lebih ringan akan larut sebagai supernatan (Koolman & Roehm 2005). Setelah proses sentrifugasi sebanyak dua kali, dinding sel yang telah pecah akan terendapkan, sementara glukosa oksidase intraseluler yang memiliki bobot lebih ringan akan terlarut di dalam bufer fosfat. Ekstrak kasar glukosa oksidase ekstraseluler dan intraseluler hasil isolasi selanjutnya diukur aktivitasnya untuk mengetahui waktu inkubasi produksi yang optimum. Pengukuran aktivitas glukosa oksidase untuk masing-masing fraksi dilakukan dengan menentukan laju awal reaksi enzim terlebih dahulu. Laju awal (vo) reaksi katalisis enzim glukosa oksidase setara dengan konsentrasi enzim tersebut dan berperan penting untuk mengetahui aktivitas enzim (Murray et al. 2009). Penentuan laju awal (vo) untuk enzim glukosa oksidase dilakukan dengan menggunakan ekstrak kasar glukosa oksidase 72 jam. Laju awal (vo) ditentukan berdasarkan laju linear maksimum pada kurva yang menghubungkan antara waktu dan absorbansi assay enzim. Prinsip assay enzim glukosa oksidase ialah oksidasi o-dianisidin oleh peroksida yang dihasilkan dari katalisis glukosa oksidase (Gambar 5) (Bergmeyer et al. 1974). Substrat yang digunakan dalam assay enzim ialah larutan β-D-glukosa yang didiamkan terlebih dahulu selama 1 jam untuk membiarkan terjadinya mutarotasi. Substrat yang digunakan ialah β-D-glukosa karena substrat ini menunjukkan turnover number paling tinggi terhadap glukosa oksidase. Bufer yang digunakan ialah bufer fosfat sitrat yang berperan mengurangi pengaruh enzim katalase. Enzim katalase diketahui dihasilkan oleh A. niger bersamaan dengan glukosa oksidase dan merupakan pengganggu dalam pengukuran aktivitas glukosa oksidase (Simpson 2005). Oksidasi o-dianisidin akan menghasilkan warna kuning yang kemudian dibaca pada panjang gelombang 460 nm. Laju awal reaksi enzim glukosa oksidase diperoleh sebesar 0.04 /menit dengan nilai absorbansi setimbang, yaitu 0.371 (Lampiran 5). Setelah laju awal reaksi enzim diketahui, aktivitas masing-masing sampel diukur menggunakan assay enzim dengan waktu pengukuran 2.5 menit, yang menunjukkan waktu terjadinya laju linear tertinggi pada reaksi enzim (vo). Inkubasi dilakukan pada suhu 30 oC. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa aktivitas glukosa oksidase intraseluler lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas glukosa oksidase ekstraseluler (Lampiran 6). Pada waktu inkubasi 48 jam, aktivitas glukosa oksidase intraseluler sebesar 743.9 g/mL. Aktivitas enzim glukosa oksidase semakin meningkat seiring penambahan waktu inkubasi. Pada glukosa oksidase intraseluler, peningkatan nilai aktivitas setara dengan peningkatan nilai rendemen biomassa A. niger (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa glukosa oksidase merupakan metabolit primer dari Aspergillus niger. 9 HO OH OH HO G lu k o s a O k s id a s e O HO OH NH + H 2O 2 2 H id ro g e n P e ro k sid a C H 2O O H 2C P e ro k sid a se H 2O + O OH OH A s a m G lu k o n a t C H 2O H 2N OH C G lu k o sa O H 2C OH HO NH HN + H 2O K u n in g (4 6 0 n m ) O - d ia n is id in ( te r e d u k s i) H id ro g e n P e ro k sid a O - d ia n is id in ( te r o k s id a s i) Gambar 5 Reaksi assay enzim glukosa oksidase (sumber: Bergmeyer et al. 1974) Glukosa oksidase hasil inkubasi 72 jam dan 96 jam memiliki aktivitas paling tinggi, yaitu masing-masing sebesar 2219 g/mL dan 2490.6 g/mL. Tingginya nilai aktivitas glukosa oksidase hasil inkubasi 72 jam dan 96 jam menunjukkan bahwa glukosa oksidase banyak diproduksi oleh isolat A. niger (IPBCC.08.610) pada waktu inkubasi tersebut. Hal ini disebabkan pada waktu inkubasi 72 jam dan 96 jam A. niger mulai memanfaatkan sukrosa sebagai sumber karbonnya. Menurut Bankar et al. (2009) sukrosa merupakan substrat yang dapat memproduksi glukosa oksidase secara optimum. Waktu inkubasi optimum produksi enzim glukosa oksidase dari isolat A. niger (IPBCC.08.610) sama dengan waktu inkubasi produksi optimum yang dibutuhkan oleh isolat Aspergillus niger NCM 545 untuk menghasilkan glukosa oksidase (Bankar et al. 2009). Enzim glukosa oksidase yang masuk ke dalam tahap pemurnian pada penelitian ini ialah enzim glukosa oksidase hasil inkubasi 72 jam, bukan enzim glukosa oksidase hasil inkubasi 96 jam. Hal ini dilakukan karena waktu produksi enzim glukosa oksidase yang dibutuhkan lebih singkat. Selain itu, hal ini dilakukan untuk menghindari penurunan aktivitas yang mungkin saja terjadi pada inkubasi 96 jam akibat berkurangnya jumlah nutrisi dan terjadinya akumulasi autotoksik di dalam media (Bodade et al. 2010). Aktivitas enzim berhubungan dengan jumlah protein di dalam fraksi tersebut (GAC 2003). Jumlah unit enzim dibagi dengan miligram protein ialah nilai aktivitas spesifik enzim. Penentuan aktivitas spesifik enzim glukosa oksidase perlu dilakukan sebelum proses pemurnian dilakukan, sebab nilai aktivitas spesifik enzim glukosa oksidase dapat menunjukkan kemurnian enzim tersebut (Lehninger et al. 2004). Gambar 6 Hubungan antara aktivitas glukosa oksidase dengan biomassa sel A. niger. Glukosa Oksidase Intraseluler dan Ekstraseluler Glukosa oksidase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger dapat berupa enzim ekstraseluler maupun enzim intraseluler (Simpson 2005). Enzim intraseluler bekerja di dalam sel, sementara enzim ekstraseluler ialah enzim yang disekresikan ke luar sel dan berdifusi di dalam media (Teal & Wymer 2001). Pengetahuan mengenai aktivitas spesifik enzim glukosa oksidase dapat menunjukkan apakah enzim tersebut banyak diproduksi sebagai enzim ekstraseluler atau intraseluler. Penentuan aktivitas spesifik suatu enzim, dilakukan berdasarkan nilai aktivitas serta kadar protein enzim tersebut. Kadar protein glukosa oksidase ditentukan menggunakan metode Lowry et al. (1951) yaitu dengan mengukur nilai absorpsi cahaya kompleks tembaga protein pada panjang gelombang 700 nm. Reagen Lowry mengandung NaOH yang berfungsi menetralkan kelebihan asam fosfat, serta Na2CO3 yang berperan menyangga pH campuran, sehingga dapat menghasilkan kompleks warna. Bovine Serum Albumin (BSA) digunakan sebagai standar dalam penentuan kadar protein enzim glukosa oksidase. BSA dipilih karena umum digunakan, murni, stabil, konsisten, dan mudah digunakan. Kurva standar BSA dibuat 10 dengan mengalurkan nilai absorbansi (A) terhadap konsentrasi larutan BSA (Lampiran 3). Kadar protein glukosa oksidase paling rendah ditunjukkan oleh glukosa oksidase intraseluler 48 jam, yaitu hanya sebesar 0.730 mg/mL. Hal ini disebabkan jumlah enzim yang diproduksi pada waktu fermentasi 48 jam masih sangat sedikit. Pada waktu inkubasi yang sama, yaitu 48 jam, enzim glukosa oksidase ekstraseluler menunjukkan kadar protein yang lebih tinggi, yaitu sebesar 1.004 mg/mL. Penambahan waktu inkubasi menyebabkan kadar protein ekstrak kasar glukosa oksidase intraseluler mengalami peningkatan, sementara kadar protein ekstrak kasar ekstraseluler mengalami penurunan. Glukosa oksidase intraseluler yang diinkubasi selama 96 jam memiliki kadar protein paling tinggi, yaitu sebesar 2.010 mg/mL. Nilai tersebut kemudian menurun setelah 120 jam menjadi sebesar 1.535 mg/mL. Glukosa oksidase ekstraseluler sementara itu menunjukkan kadar protein paling tinggi pada waktu inkubasi 72 jam, yaitu sebesar 1.416 mg/mL (Lampiran 4). Setelah kadar protein masing-masing fraksi enzim glukosa oksidase diketahui, maka aktivitas spesifik glukosa oksidase dapat dihitung. Berdasarkan hasil pengamatan, ekstrak kasar enzim glukosa oksidase intraseluler menunjukkan aktivitas spesifik yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar enzim glukosa oksidase ekstraseluler (Gambar 7). Pada waktu inkubasi yang sama, misalnya 72 jam, enzim glukosa oksidase intraseluler memiliki aktivitas spesifik sebesar 1568.30 unit/mg, sementara ekstrak kasar glukosa oksidase ektraseluler hanya memiliki aktivitas spesifik sebesar 21.70 unit/mg. Ekstrak kasar enzim glukosa oksidase ekstraseluler memiliki aktivitas spesifik tertinggi pada enzim hasil inkubasi 144 jam, yaitu sebesar 39.14 unit/mg. Hasil ini berada jauh di bawah aktivitas spesifik glukosa oksidase intraseluler yang memiliki nilai aktivitas spesifik sedikitnya mencapai 1019.05 unit/mg, yaitu enzim hasil inkubasi 48 jam. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa glukosa oksidase pada isolat A. niger (IPBCC.08.610) lebih banyak diproduksi sebagai enzim intraseluler. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sabir et al. (2007) bahwa glukosa oksidase pada Aspergillus sp. merupakan enzim intraseluler, berbeda dengan glukosa oksidase pada Penicillium sp. yang banyak ditemukan dalam bentuk enzim ektraseluler. Gambar 7 Aktivitas spesifik enzim glukosa oksidase Fraksi Amonium Sulfat Enzim Glukosa Oksidase Ekstrak kasar glukosa oksidase hasil inkubasi 72 jam yang memiliki aktivitas tinggi selanjutnya masuk ke dalam tahap pemurnian amonium sulfat. Tahap ini merupakan metode awal pemurnian enzim yang berfungsi meningkatkan konsentrasi protein enzim, mereduksi volume larutan enzim, dan memisahkan protein target dari sebagian kontaminan yang tidak dikehendaki (Yuningtyas 2008). Amonium sulfat ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk agar konsentrasi amonium sulfat dapat merata saat berinteraksi dengan enzim. Penambahan garam amonium sulfat tersebut mempengaruhi molekul-molekul air yang mengelilingi protein di dalam enzim glukosa oksidase, sehingga mengubah gaya elektrostatis yang bertanggungjawab terhadap kelarutan protein (Berg et al. 2002). Masing-masing protein membutuhkan konsentrasi garam yang berbeda agar dapat mengendap (Berg et al. 2002). Amonium sulfat yang digunakan untuk pemurnian enzim glukosa oksidase memiliki tingkat kejenuhan 80%, karena menurut Sherbeny et al. (2005) amonium sulfat dengan tingkat kejenuhan 80% efektif dalam meningkatkan kemurnian glukosa oksidase. Konsentrasi yang dibutuhkan untuk mengendapkan glukosa oksidase secara optimum sangat tinggi karena enzim ini banyak mengandung asam amino serin dan glisin. Keberadaan serin dan glisin menyebabkan protein di dalam enzim glukosa oksidase bersifat hidrofilik (Lehninger et al. 2004). Konsentrasi amonium sulfat yang dibutuhkan untuk mengendapkan protein yang memiliki lebih banyak gugus hidrofilik lebih tinggi dibandingkan dengan protein yang memiliki gugus hidrofilik sedikit (UCL 2006). Total aktivitas dan total protein glukosa oksidase hasil pemurnian ditunjukkan oleh tabel 2. Total aktivitas ialah jumlah unit enzim 11 Tabel 2 Hasil pemurnian enzim glukosa oksidase dengan amonium sulfat 80% Total Total Aktivitas Spesifik Rendemen Tahapan Protein Aktivitas (unit/mg protein) (%) (mg) (unit) Ekstrak kasar 1.4150 2219 1568.20 100 Fraksi 0.0415 515 12409.64 23.21 amonium sulfat yang terdapat di dalam satu mililiter enzim, sementara total protein ialah jumlah miligram protein di dalam satu milliliter enzim Total aktivitas dan total protein enzim menurun seiring tahap pemurnian. Aktivitas enzim menurun karena terdapat beberapa substansi penting diluar gugus prostetik enzim yang hilang akibat pemurnian (Holme & Peck 1998). Total protein menurun karena beberapa protein yang tidak diinginkan atau non spesifik berhasil dihilangkan. Aktivitas spesifik glukosa oksidase hasil pengendapan amonium sulfat meningkat menjadi 12409.64 unit/mg. Hal ini menunjukkan proses pemurnian berjalan dengan baik karena jumlah kehilangan protein non spesifik tersebut lebih besar daripada penurunan aktivitas enzim (Lampiran 8).. Rendemen glukosa oksidase pada tahap pemurnian amonium sulfat sebesar 23.21%. Nilai rendemen tersebut sangat rendah dibandingkan rendemen glukosa oksidase hasil penelitian Bhatti & Saleem (2009), yang mencapai 88%. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang homogennya penambahan amonium sulfat saat pemurnian. Tingkat kemurnian sementara itu meningkat menjadi 8 kali, lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Bhatti & Saleem (2009) yang hanya mencapai 2 kali. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Glukosa oksidase lebih banyak diproduksi dalam bentuk enzim intraseluler pada isolat Aspergillus niger (IPBCC.08.610). Produksi optimum enzim glukosa oksidase dari isolat lokal A. niger terjadi pada waktu inkubasi 72 jam hingga 96 jam, yang ditunjukkan oleh aktivitas tertinggi yaitu masing-masing sebesar 2219 unit/mL dan 2490 unit/mL. Ekstrak kasar glukosa oksidase hasil inkubasi 72 jam yang digunakan dalam tahap pemurnian memiliki aktivitas spesifik 1568.20 unit/mg dan meningkat menjadi 12409.64 unit/mg setelah dimunikan dengan amonium sulfat. Fraksi hasil pemurnian ini 8 kali lebih murni dibandingkan ekstrak kasar, dengan nilai rendemen 23.21%. Kemurnian 1 8 Saran Pengukuran rendemen biomassa sebaiknya dilakukan berdasarkan bobot kering, untuk mengurangi kesalahan positif akibat pengaruh kadar air biomassa. Tahap pemurnian selanjutnya, yaitu dialisis serta kromatografi filtrasi gel perlu dilakukan terhadap enzim glukosa oksidase hasil pemurnian amonium sulfat. Hal ini penting untuk mendapatkan enzim murni yang memiliki aktivitas spesifik lebih tinggi. Selain itu juga perlu dilakukan karakterisasi terhadap enzim glukosa oksidase. DAFTAR PUSTAKA Ahmad A, Syaiful A, Firman AP, Patong AR. 2007. Imobilisasi enzim glukosa oksidase dari Penicillium sp-3 galur lokal. Indo. J. Chem. 7: 97 - 104. Anwar YAS. 2006. Produksi dan karakterisasi enzim tanin asil hidrolase dari Aspergillus niger. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB. Baker SE. 2006. Aspergillus niger genomics: Past, present and into the future. Medical Mycology 44: 17 - 21. Bankar SB, Bule MV, Singhal RS, Ananthanarayan L. 2009. Optimization of Aspergillus niger fermentation for the production of glucose oxidase. Food Bioprocess Technol 2: 344 - 352. Berg JM, Tymoczko JL, Sttyrer L. 2002. Biochemistry 5th Ed. USA: WH. Freeman & Company. Bergmeyer HU, Gawehn K, Grassl M. 1974. Methods of Enzymatic Analysis. New York: Academic Press Inc. Bhatti HN, Saleem N. 2009. Characterization of glucose oxidase from Penicillium notatum. Food Technol. Biotechnol 47: 331 - 335. Bodade RG, Chandarahas N, Khobragade, Arfeen S. 2010. Optimization of culture conditions for glucose oxidase