Pengaruh Aspek Spiritualitas terhadap Kepatuhan Penderita

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Tuberkulosis
2.1.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini
berbentuk basil (batang) lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Basil Tuberkulosis ini
tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37°C yang sesuai
dengan suhu tubuh manusia (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2002). Tuberkulosis juga dapat ditularkan ke
bagian
tubuh
lainnya,
termasuk
meninges
(selaput
membran yang terdapat di dalam serabut saraf), ginjal,
tulang dan nodus limfe (sistem imun) (Smeltzer & Bare,
2001:584).
Kuman Tuberkulosis mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut
pula
sebagai
Basil
Tahan
Asam
(BTA).
Kuman
Tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant (tidur) selama beberapa tahun (Kusnindar, 1990).
14
2.1.2 Cara Penularan Tuberkulosis
Tuberkulosis ditularkan dari penderita kepada orang
lain melalui
transmisi udara,
yaitu ketika penderita
berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi penderita
melepaskan
droplet
(percikan
dahak
atau
ludah).
Penularannya juga bisa melalui penggunaan alat makan
bersama. Orang lain dapat terinfeksi jika droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernapasan (Smeltzer & Bare,
2001:584).
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru
penderita Tuberkulosis. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut.
Kemungkinan seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan
oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2007:5).
2.1.3 Faktor Resiko Tuberkulosis
Individu yang beresiko tinggi untuk tertular tuberkulosis
adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang
mempunyai TB aktif.
15
b. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan
kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau
mereka yang terinfeksi dengan HIV).
c. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat
(tunawisma, tahanan, etnik dan ras minoritas, terutama
anak–anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda
antara yang berusia 15–44 tahun).
d. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada
sebelumnya (misalnya, diabetes, gagal ginjal kronis,
silikosis, penyimpangan gizi).
e. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia
Tenggara, Afrika, Amerika Latin, Karibia).
f. Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya fasilitas
perawatan jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara).
g. Individu yang tinggal di daerah perumahan kumuh.
h. Petugas kesehatan.
Resiko untuk tertular tuberkulosis juga tergantung pada
banyaknya organisme yang terdapat di udara (Smeltzer &
Bare, 2001:585).
16
2.1.4 Gejala Klinis Tuberkulosis
Gejala utama pasien Tuberkulosis adalah batuk
berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti
dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, rasa nyeri dada, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang
enak badan (malaise), berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari satu bulan
(Smeltzer & Bare, 2001:585).
2.1.5 Tipe Penderita Tuberkulosis
Menurut
Depkes
RI
(2007:19)
tipe
penderita
Tuberkulosis ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu:
a. Kasus
Baru,
adalah
pasien
yang
belum
pernah
mendapatkan pengobatan dengan OAT (Obat Anti
Tuberkulosis) atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan.
b. Kasus Kambuh (relaps), adalah pasien Tuberkulosis
yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan dan
telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (Bakteri Tahan
Asam) positif.
17
c. Kasus Lalai (pengobatan setelah default / drop out),
adalah penderita Tuberkulosis yang sudah berobat
paling kurang satu bulan, dan berhenti dua bulan atau
lebih, kemudian datang kembali berobat.
d. Kasus Gagal, yaitu penderita BTA positif yang masih
tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir
bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
lebih. Bisa juga penderita dengan hasil BTA negatif
Rotgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2
pengobatan.
e. Kasus Kronis, yaitu penderita dengan hasil pemeriksaan
BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang
kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
f.
Kasus
Pindahan
(transfer
in),
adalah
penderita
Tuberkulosis yang sedang mendapat pengobatan di
suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke
kabupaten lain. penderita harus membawa surat rujukan
/pindahan.
18
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2002)
Untuk menegakkan diagnosis Tuberkulosis yaitu dengan :
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien
dapat ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat
karena anemia, suhu demam di atas 370C, badan kurus
atau berat badan menurun.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan Rotgen dada, pada penderita Tuberkulosis
terdapat lesi pada lobus (bagian) atas paru.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Darah,
Pemeriksaan
Kultur
Sputum
(dahak), Tes Tuberkulin.
2.1.7 Prinsip Pengobatan
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2002),
pengobatan Tuberkulosis diberikan dalam dua tahap yaitu :
a. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal/ 2 bulan pertama), penderita
mendapat obat setiap hari untuk mencegah terjadinya
kekebalan
terhadap
Tuberkulosis).
19
semua
OAT
(Obat
Anti
b. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama (6-9
bulan). Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Menurut Depkes RI (2007:20), Panduan obat yang
digunakan terdiri dari panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
yang terdiri obat utama dan tambahan yaitu:
a. Jenis obat utama yaitu
1. Rifampisin, obat bersifat bakterisid dapat membunuh
kuman semi-dormant (kuman yang dapat tertidur
lama dalam jaringan tubuh).
2. Isoniazid (INH), obat ini bersifat bakterisid. Obat ini
sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan
metabolik
aktif
yaitu
kuman
yang
sedang
berkembang.
3. Pirazinamid (Z), obat ini bersifat bakterisid dapat
membunuh kuman yang berada dalam sel dalam
suasana asam.
4. Streptomisin (S), obat ini bersifat bakterisid.
5. Etambutol (E), obat ini bersifat bakteriostatis yaitu
sifat
sesuatu
obat
20
untuk
menghalangi
bakteri
berkembang biak, tetapi tidak membunuhnya (Ramali,
2000:32).
b. Jenis obat tambahan lain yaitu Kanamisin, Amikasin,
Kuinol ketiga obat ini juga bersifat bakterisid.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa Tuberkulosis adalah salah satu penyakit infeksi
saluran pernapasan yang menular dan berbahaya bagi
kesehatan masyarakat. Pada penderita yang telah terpapar
Tuberkulosis prinsip pengobatan yang benar sangat penting
untuk dapat mencapai kesembuhan yang maksimal. Pada
penderita Tuberkulosis prinsip pengobatan membutuhkan
waktu yang cukup lama (sekitar 6-9 bulan), untuk itu bukan
hanya aspek fisik saja yang perlu diperhatikan tetapi juga
biologis, psikologis, sosial dan spiritualitas dari penderita.
2.2 Konsep Spiritualitas
2.2.1 Definisi Spiritualitas
Spiritualitas berasal dari bahasa latin yaitu spiritus
yang berarti nafas atau udara, dan menjadi kebutuhan
dasar yang esensi dalam kehidupan manusia. Spiritualitas
menurut Reed (dalam Kozier dkk, 1995:995) yaitu mengacu
pada upaya manusia mencari makna kehidupan melalui
hubungan intrapersonal, interpersonal dan, transpersonal
21
serta
sejauh
mana spiritualitas
meresapi kehidupan
seseorang dan bagaimana seseorang terlibat dalam
kegiatan spiritual.
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya
dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Spiritual
juga dapat diartikan sebagai inti dari manusia yang
memasuki
dan
mempengaruhi
kehidupannya
dan
dimanifestasikan dalam pemikiran dan perilaku serta dalam
hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam dan
Tuhan (Dossey & Guzzeta dalam Dwidiyanti, 2008 61-63).
Menurut
Wilkinson
(2006:148),
spiritual
adalah
ekspresi seseorang tentang keterikatan dengan diri sendiri,
orang lain, kekuatan yang lebih tinggi, seluruh kehidupan,
alam dan semesta yang melebihi serta memberi kekuatan
diri. Kemudian Wiramihardjo (2009:145), dalam bukunya
yang berjudul Pengantar Psikologi Klinis mengungkapkan
bahwa
spiritualitas
adalah
kekuatan-kekuatan
yang
bersangkutan dan nilai (value) dan makna (meaning). Nilai
dari sesuatu dan makna yang terdapat dalam suatu situasi
itu merupakan dorongan utama yang melahirkan suatu
perilaku.
Spiritualitas
adalah
kepercayaan
akan
adanya
kekuatan nonfisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri,
22
suatu kesadaran yang menghubungkan manusia langsung
dengan Tuhan atau apapun yang dinamakan sebagai
keberadaan manusia. Spiritualitas adalah dasar bagi
tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki
(Doe
&
Walch,
1998
dalam
http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/pengertiankecerdasan-spritual/. Diakses pada tanggal 22 Oktober
2011).
Menurut Farran (dalam Potter & Perry, 2005:564),
setiap individu memiliki pemahaman tersendiri mengenai
spiritualitas karena masing-masing memiliki cara pandang
yang berbeda mengenai hal tersebur. Perbedaan definisi
dan
konsep
spiritualitas
perkembangan,
dipengaruhi
pengalaman
hidup
oleh
budaya,
seseorang,
serta
persepsi mereka tentang hidup dan kehidupan. Pengaruh
tersebut nantinya dapat mengubah pandangan seseorang
mengenai konsep spiritulitas dalam dirinya sesuai dengan
pemahaman yang ia miliki dan keyakinan yang ia pegang
teguh.
Goldberg (1998), melakukan penelitian dengan tema
spiritual, hasil dari penelitiannya menunjukkan fenomena
primer dalam spiritual seseorang. Spiritual adalah makna ,
keberadaan,
empati,
harapan,
23
cinta,
agama
dan
kesembuhan. Kemudian Kurniawan dkk (2008), meneliti
tentang pengalaman spiritual pada pasien kanker payudara
stadium lanjut di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.
Hasil penelitian ini, diperoleh beberapa tema yang muncul
yang berkaitan dengan pengalaman spiritual yang terbagai
menjadi 5 dimensi, yaitu keyakinan terhadap sumber
spiritual, cara memenuhi kebutuhan spiritual, makna sakit
dan penderitaan, dukungan sosial, dan memberi serta
menerima cinta.
Yulianti
(2010),
melakukan
penelitian
mengenai
tingkat spiritualitas pada pasien gagal ginjal kronik dengan
Hemodialysis di unit Hemodialysis Rumah Sakit PKU
Muhammadiah
Yogyakarta.
menunjukkan
bahwa
Hasil
sebagian
dari
penelitian
besar
ini
pasien
mengalami penolakan terhadap penyakit yang dialami,
mengisolasi
diri,
marah,
tawar
menawar
dan
depresi. Spiritualitas memberikan peranan yang penting
dalam
berfikir dan bertingkah laku seseorang
yang
menjalani hemodialisis. Manfaat spiritualitas yaitu sebagai
sumber dukungan, penuntun hidup, mempengaruhi tingkat
kesehatan, sumber kekuatan dan penyembuhan. Tingkat
spiritualitas pada pasien gagal ginjal kronik dengan
24
hemodialisis di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta adalah cukup.
Berdasarkan
beberapa
definisi
dan
penelitian
mengenai spiritualitas di atas, maka peneliti berkesimpulan
bahwa spiritualitas adalah kesadaran manusia akan
hubungannya
dengan
dirinya
sendiri
(intrapersonal),
dengan orang lain (interpersonal), dan dengan Tuhan yang
merupakan
kekuatan
dipersepsikan
tertinggi
sebagai
sosok
atau
sesuatu
transenden
yang
dalam
kehidupannya (transpersonal). Spiritualitas juga menjadi
sumber kekuatan dan penyembuhan bagi individu.
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas
Menurut Taylor & Craven (dalam Dwidiyanti 2008
:69-70),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
spiritual
seseorang adalah :
a. Tahap perkembangan seseorang
Berdasarkan
mempunyai
hasil
penelitian
persepsi tentang
terhadap
Tuhan
anak-anak
dan bentuk
sembayang yang berbeda menurut usia, seks, agama,
dan kepribadian anak.
25
b. Keluarga
Peran
orang
tua
sangat
menentukan
dalam
perkembangan spiritual anak.
c. Latar Belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar
belakang etnik dan budaya. Pada umumnya seseorang
akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga.
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif
dapat mempengaruhi spiritual seseorang. Pengalaman
hidup
yang
menyenangkan
menimbulkan
syukur
kepada Tuhan sedangkan peristiwa buruk dianggap
cobaan yang diberikan Tuhan.
e. Krisis dan Perubahan
Krisis dan perubahan dapat mempengaruhi seseorang.
Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi
penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan,
dan bahkan kematian.
f.
Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali
membuat individu terpisah atau kehilangan kebebasan
pribadi dan sistem dukungan sosial.
26
g. Isu moral terkait dengan terapi
Prosedur medis seringkali dapat dipengaruhi oleh
ajaran agama seperti sirkumsisi, tranplantasi organ,
sterilisasi dan sebagainya sehingga menimbulkan
konflik jenis terapi dengan keyakinan agama.
2.2.3 Pengaruh Spiritualitas Dalam Kehidupan
Menurut Koening & Pritchett (dalam Dwidiyanti,
2008:68) pengaruh spiritualitas dalam kehidupan dapat
dilihat melalui bagaimana cara seseorang berhubungan
dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dengan Yang Maha
Kuasa, serta bagaimana sekelompok orang berhubungan
dengan anggota kelompok tersebut. Menurut Potter dan
Perry
(2005:566)
spiritualitas
membantu
kehidupan
manusia untuk bisa lebih menyadari tentang makna, tujuan,
dan nilai kehidupan. Berdasarkan hasil penelitian Muin dan
Permatasari
(2008)
pengaruh
spiritualitas
dapat
memberikan ketenangan, kenyamanan, kesabaran, mampu
menikmati hidup, menerima diri sendiri, meningkatkan
semangat, dan mengurangi kesepian.
27
2.2.4 Aspek-aspek Spiritualitas
Menurut
Burkhardt
(dalam
Dwidiyanti,
2008:61),
spiritualitas meliputi aspek-aspek :
a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau
ketidakpastian dalam kehidupan.
b. Menemukan arti dan tujuan hidup.
c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber
dan kekuatan dalam diri sendiri.
d. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan
dengan Yang Maha Kuasa.
Martsolf & Mickley
(dalam Kozier dkk, 1995:995)
mengungkapkan spiritualitas meliputi aspek-aspek :
a. Makna (memiliki tujuan dan kehidupan).
b. Nilai (memiliki keyakinan yang kuat).
c. Transendensi (menghargai dimensi yang berada diluar
diri).
d. Menghubungkan (berhubungan dengan orang lain, alam
dan kekuatan tertinggi).
e. Menjadi
(melibatkan
refleksi
dalam
kehidupan,
membiarkan kehidupan terbuka dan saling menghargai).
28
2.3 Konsep Kepatuhan
2.3.1 Definisi Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti suka
menurut
perintah,
taat
pada
aturan
atau
perintah.
Kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin
(Retnoningsih
dan
Suroso
dalam
Kamus
Bahasa
Indonesia, 2007:388). Kemudian Wilkinson (2006:210),
mengungkapkan
bahwa
perilaku
kepatuhan
adalah
tindakan membuka diri untuk meningkatkan kesehjateraan,
penyembuhan dan rehabilitasi.
Menurut DeGreest dkk (dalam Capernito, 2009:703)
kepatuhan adalah perilaku positif yang diperlihatkan klien
saat mengarah ke tujuan terapeutik yang ditentukan
bersama.
Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada
perintah
atau
aturan.
Sedangkan kepatuhan
adalah
perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan
patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang
telah
ditentukan
sesuai
dengan
jadwal
yang
telah
ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan
oleh
petugas
(Lukman
Ali
dkk
dalam
Suparyanto
http://drsuparyanto.blogspot.com/2010/10/konsepkepatuha
n-1.html. Diakses pada 31 Nopember 2011).
29
Menurut
Niven
(dalam
Syakira
http://syakira-
blog.blogspot.com/2009/01/konsepkepatuhan.html.Diakses pada tanggal 31 Nopember 2011)
kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien
sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional
kesehatan. Kemudian Palestin (2005) mengungkapkan
Kepatuhan
adalah
tingkat
perilaku
penderita
dalam
mengambil suatu tindakan untuk pengobatan seperti diet,
kebiasaan hidup sehat, dan ketepatan berobat (dalam
http://morningcamp.com/?p=129. Diakses pada tanggal 22
Oktober 2011).
Pada penderita Tuberkulosis, penderita yang patuh
berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara
teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan
sampai dengan 9 bulan (Depkes RI, 2007). Kepatuhan
sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu motivasi
orang, persepsi terhadap kerentangan, dan keyakinan
tentang pengendalian atau pencegahan penyakit, variabel
lingkungan, kualitas instruksi kesehatan, dan kemampuan
untuk mengakses sumber-sumber (Capernito, 1998:634).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai kepatuhan
di atas, maka peneliti berkesimpulan kepatuhan adalah
perilaku yang taat dan sesuai dengan aturan. Kepatuhan
30
dalam dunia kesehatan adalah perilaku yang taat untuk
hidup sehat atau teratur dalam berobat ke petugas
kesehatan, layanan kesehatan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan.
2.3.2 Aspek-aspek / Karakteristik Kepatuhan
Menurut Wilkinson (2006:211), karakteristik kepatuhan
yaitu :
a. Mencari informasi yang berhubungan dengan
kesehatan dari berbagai sumber.
b. Menjelaskan strategi untuk mengurangi perilaku tidak
sehat.
c. Melaporkan penggunaan strategi untuk memaksimalkan
kesehatan.
d. Melakukan pemeriksaan diri dan pemantauan diri.
e. Menggunakan layanan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan.
2.4 Hubungan Antara Spiritualitas Dengan Kepatuhan
Pada periode sakit atau penyakit, bukan hanya masalah
fisik saja yang terganggu tetapi lebih luas dari itu yaitu
menyangkut biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual. Aspek
31
spiritualitas berperan penting dalam kehidupan manusia karena
merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu.
Spiritualitas menurut Reed (dalam Kozier dkk, 1995:995),
merupakan hubungan antara intrapersonal (hubungan dengan
diri sendiri), interpersonal (hubungan dengan orang lain), dan
transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu
hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan
tertinggi).
Dwidiyanti (2008), mengungkapkan bahwa spiritualitas
dapat
menjadi
sumber
kekuatan
dan
penyembuhan.
Pemenuhan spiritualitas pada individu dapat menjadi sumber
kekuatan dan pembangkit semangat individu yang sedang sakit
yang dapat turut mempercepat proses kesembuhan.
Pada
pengobatan
penderita
merupakan
Tuberkulosis,
faktor
primer
kepatuhan
untuk
dalam
mencapai
keberhasilan kesembuhan yang maksimal. Menurut DeGreest
dkk (dalam Capernito, 2009:703) kepatuhan adalah perilaku
positif yang diperlihatkan klien saat mengarah ke tujuan
terapeutik yang ditentukan bersama. Penderita Tuberkulosis,
yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan
secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6
bulan sampai dengan 9 bulan (Depkes RI, 2007).
32
Berdasarkan kajian pustaka yang telah diuraikan di atas,
maka
peneliti
menyimpulkan
bahwa
aspek
spiritualitas
mempunyai pengaruh dan hubungan yang penting terhadap
kepatuhan berobat penderita Tuberkulosis. Spiritualitas dapat
memberi
motivasi
bagi
penderita
dalam
menjalankan
pengobatan dalam hal ini kepatuhan penderita untuk berobat.
2.5 Kerangka Konseptual
Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, maka
kerangka konsep penelitian ini adalah :
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
Aspek
Kepatuhan
penderita
Tuberkulosis
Spiritualitas
Definisi Konsep :
1. Aspek
Spiritualitas
menjalankan
penderita
pengobatan.
Aspek
Tuberkulosis
spiritualitas
dalam
penderita
adalah mencakup hubungan intrapersonal, interpersonal, dan
transpersonal dari penderita yang dimanifestasikan dalam
kehidupannya sehari-hari.
33
2. Kepatuhan
penderita
Tuberkulosis
dalam
menjalankan
pengobatan, yaitu ketaatan penderita Tuberkulosis dalam
berobat (penderita mengunjungi pelayanan kesehatan sesuai
dengan waktu yang ditentukan, minum obat sampai habis
dan tepat waktu) di Instalasi Rawat Jalan, Rumah Sakit Paru
dr. Ario Wirawan Salatiga.
2.6 Hipotesis
Ha : Ada pengaruh aspek spiritualitas terhadap kepatuhan
penderita Tuberkulosis dalam menjalankan pengobatan di
Instalasi Rawat Jalan, Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan
Salatiga.
H0 : Tidak ada pengaruh aspek spiritualitas terhadap kepatuhan
penderita Tuberkulosis dalam menjalankan pengobatan di
Instalasi Rawat Jalan, Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan
Salatiga.
34
Download