PERANAN TELOMERE PADA PROSES PENUAAN DAN KEGANASAN YANG DIPICU OLEH DISTRES Dr. dr. Indah Hidajati Yulianto SpKK (K) FINs DV., FAA DV. Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK. Universitas Sebelas Maret/ RSUD. Dr Moewardi – Surakarta Abstract Aging (senescence) has long been a difficult issue to be experimentally analyzed because of stochastic processes, which contrast with the programmed events during early development. However, we have recently started to learn the molecular mechanisms that control aging. Studies of the mutant mouse, klotho, showing premature aging, raise a possibility that mammals have an “anti-aging hormone.” A decrease of cell proliferation ability caused by the telomeres is also tightly linked to senescence. Frontier experimental studies of aging at the molecular level are leading to fascinating hypotheses that aging is the price we had to pay for the evolution of the sexual reproduction system that produces a variety of genetic information and complex body structures. [1] Despite rapidly advancing technology, we still have no way to defeat our own aging. Moreover, nobody can predict when and where senescence starts to be realized in the body. Thus, the aging process is stochastic, and it contrasts with the programmed processes undertaken during early development. On the other hand, the fact that no one in the history of the human being has ever lived beyond 130 years old suggests an absolute (or maximum) life span. It also tells us that there are extrinsic and intrinsic factors acting on senescence. Recent efforts made by researchers from diverse fields have merged into a line of frontier sciences to search for the “absolute” mechanisms of aging. In the session, Aging Mechanisms, two topics were discussed: first is aging at the organismal level, which is genetically determined, and the second focused on the mechanisms by which cells know when to stop their proliferation. A family lineage exhibiting progeria (premature aging) indicates that senescence is, at least to some extent, controlled genetically. Accordingly, model animals in which a disruption of a single gene leads to the premature phenotype are useful and indispensable for aging studies. In this session, a novel mouse mutant, designated klotho (the name of the Greek goddess who spins the thread of life), was presented to exhibit premature aging similar to that in humans . It is striking that aging seems to be controlled by humoral factors (see below). The second topic concerned the decrease of proliferative potential of cells in regard to senescence and longevity. The string-shaped chromosomes of eukaryotic cells, including mammalian cells, have a specialized structure, called the telomere, at both ends . Every time normal cells (not cancer cells) divide, the telomere shortens, and eventually cells with very short telomeres stop their proliferation. This event is thought to be deeply relevant to the decrease of proliferative ability of the cells in an aged human . In contrast, the germ cell that is transmitted to the next generation has a special device, telomerase, an enzyme that repairs shortened telomeres so that the fertilized egg can start its new life with longer telomeres. Why could a seemingly disadvantageous linear chromosome be evolved in eukaryotes? A conceptually new model was proposed in which animals evolved sexual proliferation by virtue of the telomeres at the expense of the life limit, aging. [2,3] Key Words : Role of telomeres, aging and carcinogenesis ABSTRAK 1 Proses penuaan (aging) telah lama menjadi isu penelitian yang sulit untuk dianalisis, karena proses stokastik yang kontras, dengan perubahan yang telah diprogram sejak awal perkembangan manusia. Beberapa peneliti telah terus menerus, meneliti perubahan molekuler yang terjadi pada proses penuaan. Studi dari tikus yang dilakukan rekayasa biologi sebagai “mutant mice” (klotho : diambil dari nama dewi Yunani, yang mampu berumur panjang), membuktikan bahwa penuaan dini memberikan hasil bahwa mamalia diduga mempunyai hormon anti penuaan. Disamping itu penurunan kemampuan proliferasi dari sel somatik, juga membuktikan adanya hubungan antara proses penuaan dengan telomer. Dari hasil penelitian Frontier, mengajukan hipotesis bahwa penuaan merupakan harga yang harus dibayar oleh perubahan evolusi sistim reproduksi seksual, dengan menghasilkan berbagai macam informasi genetik dan struktur tubuh yang sangat kompleks. Dengan kemajuan tehno biologi yang pesat, manusia mempunyai upaya untuk mengatasi penuaan pada diri manusia, walaupun tidak ada satupun manusia yang dapat mempridiksi kapan proses penuaan itu terjadi dan kapan dilmulai didalam tubuh. Dengan demikian, proses penuaan adalah stikastik dan sangat berbeda dengan proses perkembangan sel yang telah diprogram sejak awal kejadian manusia.[1] Disisi lain, fakta membuktikan dari sejarah manusia yang kemudian, tidak ada seorangpun manusia yang pernah hidup lebih dari 130 tahun, hal ini menunjukkan suatu rentang waktu (maksimum) hidup mutlak. Faktor ekstrinsik dan intrinsik, sangat berperan pada proses penuaan. Pada beberapa laporan penelitian, para peneliti berupaya menentukan istilah kata “mutlak” pada mekanisme penuaan, yang pertama penuaan pada tingkat oganisme yang ditentukan secara genetik, dan kedua proses penuaan pada mekanisme sel, kapan mereka harus berhenti berproliferasi. Pada penelitian keluarga progeria (penuaan dini) menunjukkan bahwa penuaan sampai batas tertentu, dikendalikan secara genetik. Pada penelitian tikus mutan, kejadian penuaan dini mirip dengan kejadian pada manusia, dimana nampaknya penuaan dikendalikan oleh faktor humoral. Selain penurunan potensi kemampuan proliferasi sel pada proses penuaan dan umur panjang. Kromosom pada eukaryota, pada manusia, termasuk mamalia, mempunyai pelindung sering disebut sebagai “cap” (topi), terdiri dari beberapa urutan nukleotida khusus (TTAGGG), dengan untaian yang berulang mulai dari beberapa ratus kali sampai ribuan kali pada kedua ujung kromosom, disebut sebagai telomer. Pada keadaan proliferasi sel secara normal, selalu diikuti oleh pemendekan dari telomer, pemendekan ini bersifat akumulasi yang pada suatu saat tertentu proliferasi sel terhenti oleh karena batas pemendekan sudah mencapai maksimal (mutlak). Hal ini relevan dengan kemampuan proliferasi sel manusia yang terus menurun sesuai dengan bertambahnya usia baik secara pemeriksaan in vitro maupun in vivo. Disamping itu sel mempunyai kemampuan untuk melindungi kerusakan telomer dengan enzim telomerase. Telomerase adalah suatu ribonukleoprotein yang mensintesis urutan ulangan pada telomer untuk menggantikan susunan yang hilang pada saat replikasi DNA. Penelitian menunjukkan bahwa padam jaringan kulit dan sel hematopoetik terdapat aktivitas telomerase. Pengaturan telomerase dalam sel manusia bersifat multifaktorial, melibatkan ekspresi gen telomerase, interaksi protein pasca translasi, dan fosforilasi protein.[2,3] Kata Kunci : Peranan telomere pada proses penuaan dan krsinogenesis. 2 1. Struktur dan Fungsi Telomer 1.a. Struktur telomer Telomer tersusun dari urutan basa-basa nukleotida dengan motif tertentu, tidak mengandung gen, sebaliknya DNA-nya teridir dari banyak pengulangan dari satu urutan nukleotida pendek. Pada manusia, motif telomer yang berulang adalah TTAGGG. Jumlah pengulangan pada telomer bervariasi kurang lebih antara 100 dan 1000. DNA telometrik melindungi gen organisme dari erosi melalui replikasi DNA yang berurutan. Selain itu DNA telometrik dan protein khusus yang terkait dengan DNA ini entah bagaimana ternyata mampu mencegah ujung-ujung tersebut mengaktifkan sistim sel untuk memonitor kerusakan DNA. Sintesis telomer dikatalisis oleh enzim telomerase, reverse transcriptase, yang beraktivitas rendah atau tidak ada pada sel manusia normal, tetapi meningkat pada sebagian besar sel tumor dan sel galur [3]. Selain nukleotida yang menyusun untai DNA telomer, terdapat pula berbagai protein yang bersama-sama menjalankan fungsi telomer. 1.b. Fungsi telomer Fungsi telomer adalah sebagai penutup, yang penting untuk pemeliharaan stabilitas kromosom dengan melindungi ujung kromosom dari rekombinasi, fusi dan degradasi. Oleh karena itu kehilangan fungsi telomer kemungkinan mempunyai efek yang besar dalam pemeliharaan dan integritas kromosom.[2,3] Sebelum membelah diri, sel akan menjalani beberapa fase. Salah satunya adalah fase S (fase sintesis) yang memungkinkan penggandaan seluruh untai DNA yang menyusun genom (kumpulan semua gen yang ada pada setiap sel, suatu organisme). Penggandaan DNA pada umumnya dilakukan oleh enzim DNA-polimerase. Namun demikian, sintesis DNA yang dianut oleh DNA polimerase tidak memungkinkan penggandaan pada bagian ujung DNA liniar. Dengan adanya struktur telomer yang khas dan enzim telomerase penggandaan untai DNA dapat dilakukan secara menyeluruh.Bila suatu.sel tidak memiliki enzim telomerase, sel tersebut tidak mampu menggandakan bagian paling akhir dari untai DNA-nya, walaupun tetap dapat membelah diri. Hal tersebut menyebabkan untai DNA pada sel anakan menjadi lebih pendek dari sel awal. Bila keadaan ini berlanjut terus-menerus seiring dengan pembelahan sel, untai DNA menjadi terlalu pendek dan kestabilan genom terganggu. Keadaan ini mengancam kelanjutan hidup sel, dan dapat mengaktifkan program bunuh diri sel (apoptosis), atau sel berhenti membelah dan memasuki tahap "jompo" (senescence) [4,5]. 2. Telomerase 3 Telomerase adalah suatu ribonukleoprotein yang mensintesis urutan ulangan pada telomer untuk menggantikan susunan yang hilang pada saat replikasi DNA.[6] Penelitian menunjukkan bahwa pada kulit dan sel hematopoetik terdapat aktivitas telomerase.[1,2,3,6] Pengaturan telomerase dalam sel manusia bersifat multifaktorial, melibatkan ekspresi gen telomerase, interaksi protein pasca translasi, dan fosforilasi protein. Sejumlah proto-oncogenes dan gen tumor suppresor terlibat dalam pengaturan aktivitas telomerase. Beberapa faktor fisiologis, misalnya Epidermal Growth Factor (EGF) dan faktor-faktor pertumbuhan yang lain juga dapat mempengaruhi telomerase. Telomer mengandung bahan DNA rapat dan memberikan kestabilan pada kromosom. Enzim ini tergolong transkriptase balik (reverse transcriptase) yang membawa molekul RNA-nya (ribonuceic acid) sendiri, yang selanjutnya digunakan sebagai cetakan sewaktu mengulur telomer, yang memendek setiap siklus replikasi. Telomerase ditemukan oleh Carol W. Greider dan Elizabeth Blackburn pada 1985 pada siliata Tetrahymena [6]. Bersama dengan Jack W. Szostak, Greider dan Blackburn dianugerahi Penghargaan Nobel 2009 dalam Fisiologi atau Kedokteran untuk temuan mereka ini [6,7]. Ada beberapa indikasi bahwa telomerase berasal dari retrovirus [7]. Dalam penelitian terbaru, ilmuwan menemukan hubungan yang jelas antara manusia berumur 100 tahun dengan enzim hiperaktif yang bisa memperbaiki sel-sel. Peneliti mengatakan penemuan ini dapat digunakan untuk anti penuaan.Manusia yang berumur 100 tahun atau lebih secara efektif memiliki mekanika tubuh yang terus menerus melakukan perbaikan fungsi tubuh agar bisa tetap bekerja. Dibandingkan dengan manusia normal yang sel-sel tubuhnya memiliki pusat kendali yang terkait dengan waktu. Peneliti dari Albert Einstein College of Medicine di AS mempelajari sekelompok orang Yahudi Ashkenazi dan menemukan mereka yang hidup lama karena variasi mutan dari enzim telomerase. Enzim ini bekerja untuk membangun kembali telomeres yang menutup setiap ujung sel kromosom yang bisa menghentikan terurainya enzim [8]. Manusia yang panjang umur mampu mempertahankan panjang telomere yang lebih baik," kata Youin Suh dari Yeshiva University seperti dilansir dari dailymail, Selasa (17/11/2009) [6,8]. Semakin panjang telomer, sel akan semakin terlindungi dan proses penuaan berjalan lebih lambat.Dalam laporan di Proceedings of the National Academy of Sciences, peneliti mengatakan mereka mempelajari komunitas Yahudi Ashkenazi karena berkelompok sangat erat sehingga memudahkan untuk mengidentifikasi penyakit yang disebabkan perbedaan genetik.Mereka terlihat sangat tua tetapi sangat sehat dengan rata-rata usia 97 tahun. Para manusia usia 100 tahun dan keturunannya memiliki gen mutan yang mempertahankan panjang telomer dimana sel mereka membelah dari waktu ke waktu. Ini berarti sebagian besar mereka terhindari dari penyakit yang berkaitan dengan usia seperti penyakit kardiovaskular (pembuluh darah) dan diabetes [9]. 3. Mekanisme Pemendekan Telomer Penuaan sel dikaitkan pula dengan pemendekan telomer pada setiap kali membelah yang berperan sebagai penyebab penuaan sel dan merupakan komponen pada jam mitosis (mitotic clocks).[9] Mekanisme jam (clock mechanism) pada telomer disebabkan oleh ketidak-mampuan DNA polimerase untuk menyelesaikan replikasi pada ujung 4 kromosom linier yang mengakibatkan kromosom kehilangan sebagian dari ulangan telomer (telomere repeats) yaitu (TTAGGG). Pada akhirnya telomer akan memendek secara bertahap pada setiap pembelahan sel (dengan penuaan) yang mengakibatkan kromosom tidak stabil.[10] Penelitian menunjukkan bahwa telomerase tidak diekspresikan pada sebagian besar sel somatik postnatal dan terdapat hubungan terbalik antara jumlah replikasi dan panjangtelomer.[11,] Jumlah replikasi tidak dapat diukur secara langsung in vivo, maka umur donor secara tidak langsung dipakai sebagai parameter untuk riwayat replikasi, sedangkan di sisi lain dengan bertambah umur donor didapatkan telomer yang memendek pada berbagai jaringan.[12,13] Memendeknya telomer selama penuaan in vivo tampak pada sel kulit, leukosit darah tepi dan epitel kolon. Sebaliknya, telomer sperma secara independen akan mempertahankan panjangnya terhadap efek dari bertambahnya umur.[5] Sel kulit memiliki kemampuan replikasi yang terbatas dan tampak selama penuaan.[2,12,14] 4. Konsep Penuaan (Aging) Penuaan merupakan penurunan keadaan homeostasis secara progresif setelah fase reproduktif kehidupan tercapai sehingga menimbulkan risiko peningkatan penyakit atau kematian. Penuaan secara biologis dikaitkan dengan usia secara kronologis, namun penuaan secara dini dapat terjadi diawal kehidupan sebagai kegagalan dalam merawat serta memperbaiki sel dan organ karena kerusakan DNA (deoxyribose nucleic acid). Penuaan dapat terjadi secara tidak terprogram akibat stres oksidatif atau terprogram karena pemendekan telomer setiap kali sel membelah. Teori penuaan yang diajukan oleh Kirkwood melibatkan peran genetik, lingkungan, dan faktor peluang intrinsik dalam proses penuaan [16,17] . 5 ! (Dikutip dari Kirkwood TBL. Cell.2005) [17] Penuaan merupakan proses akumulasi defek selular akibat kerusakan meolekular yang disebabkan secara acak oleh stres, pajanan lingkungan (termasuk dalam hal ini stress psikis) dan nutrisi yang buruk. Mekanisme genetik dalam merawat serta memperbaiki sel dan organ, mempengaruhi tingkat penuaan dan tingkat hidup organisme. Gaya hidup sehat dan nutrisi sehat dapat mengurangi defek seluler yang terjadi, selanjutnya akumulasi defek seluler berakibat pada kejadian inflamasi [17,18] . Proses inflamasi yang terjadi ini merupakan respons terhadap defek yang tidak dapat diperbaiki, dan bukan sebagai respons lini pertama terhadap stres lingkungan [21] . Akumulasi defek seluler pada akhirnya mengakibatkan organisme menjadi renta, cacat dan sakit (Gambar 1). Perlindungan pada kerusakan dilambangkan dengan warna hijau, sedang kerusakan dilambangkan dengan warna merah, tanda panah merupakan proseskerusakan yang terjadi akibat intrinsik biokimiawi.[17] 5. Sel Senescence (Jompo) Sel terus menerus mengalami stres dan kerusakan dari sumber eksogen dan endogen. Respons yang terjadi, sel bisa membaik secara penuh, membelah, sel berhenti membelah atau sel mengalami apoptosis. Pada keadaan normal sel akan terus menerus membelah sampai mencapai batas untuk kemampuan membelah. Pada tahun 1965, Hayflick mengemukakan bahwa sel fibroblas manusia normal dapat membelah hingga 50 – 70 kali pada kondisi kultur jaringan dan kemudian akan berhenti membelah. Hilangnya kemampuan replikasi secara keseluruhan dan ireversibel yang terjadi pada sel somatik didefinisikan sebagai senescence selular (sel yang jompo). [21] Sel yang mengalami senescence mempunyai bentuk sel yang ireguler, volume sel yang lebih besar, jumlah lisosom yang lebih banyak, mitokondria yang abnormal serta abrasi inti sel yang multipel. (Gambar 2), menampilkan sel fibroblas muda yang aktif membelah, 6 bentuk nya tajam pada kedua ujung serta melingkar (a) dan sel fibroblas yang mengalami senescence, datar inti lebih kecil dan terbelah (b) pada kondisi kultur. ! Gambar 2 : Sel fibroblast yang muda membelah (a) dan sel fibroblas yang mengalami senescence, datar dan inti yang terbelah (b) (Dikutip dari : Dimri JP, et al. Proc Natl Acad Sci. 1995 )[17] Dimana (a) pada passage kultur ke 35, dan (b) pada passage kultur yang ke 68, nampak inti mulai mengecil dan beberapa telah mengalami inti ganda (dalam lingkaran merah). [18] Terdapat 2 hipotesis yang menjelaskan mengapa sel mengalami senescence. Hipotesis pertama yakni senescence selular merupakan mekanisme untuk menekan pertumbu8han tumor. Hipotesis ini berdasarkan fakta sel kanker terus menerus membelah tanpa batas pada kondisi kultur. Dalam konteks ini, respons senescence yang terjadi menguntungkan organisme oleh karena melindungi organisme terhadap kanker. Hipotesis kedua menyatakan, senescence selular yang terjadi sebagai rekapitulasi proses penuaan. Hipotesis ini berdasarkan fakta, proses perbaikan dan perawatan sel dan organ berkurang, seiring dengan bertambahnya usia. Dalam konteks ini, senescence selular dianggap merugikan karena mengganggu fungsi dan regenerasi jaringan [19] . 7 Mekanisme molekular yang berkaitan dengan senescence selular yaitu akumulasi kerusakan DNA, gangguan perbaikan DNA, modifikasi epigenetik DNA, peningkatan produksi radikal bebas dan peningkatan kerusakan protein dan pemendekan telomer. Senescence selular tidak hanya terjadi setelah batas pembelahan terlampaui (senescence replikatif), namun dapat ditimbulkan juga oleh stres eksternal seperti stres oksidatif (senescence prematur).[20] (Gambar 3) menampilkan sumber penyebab kerusakan DNA dan akibat yang ditimbulkannya. Kerusakan DNA dapat ditimbulkan dari sumber eksogen seperti sinar ultra violet (UV) dan sumber endogen seperti hasil metabolisme berupa SOR, hidrolisis dan alkilasi. Kerusakan DNA yang terjadi menimbulkan dua akibat. Bila terjadi misreplikasi atau segregasi kromosom aberans maka akan menimbulkan perubahan permanen berupa mutasi atau kromosom aberans dengan resiko kanker. Bila terjadi gangguan transkripsi atau replikasi maka akan menimbulkan siklus sel tertunda atau berhenti serta apoptosis sel yang akan berperan dalam proses penuaan. [20,21] ! Gambar 3: Sumber penyebab kerusakan DNA dan akibat yang ditimbulkan (Dikutip dari : Hoeijmakers JHJ.: N Eng J.Med. 2009;36(15): 1475 – 1485 [20]. 8 Telomer berada diujung cromosom terdiri dari urutan heksamer TTAGGG pada leading strand dan CCCTAA pada lagging strand. Protein- protein yang melindungi telomer dinamakan Shelterin terdiri dari protein TRF1, TRF2, TIN2, POT1, TPP1 dan RAP1. Ujung rantai 3ˊ dari leading strand menggantung bebas sebagai rantai tunggal yang melipat dan kemudian menduduki kembali susunan rantai ganda telomer membentuk lingkaran yang dinamai T loop. Saat lahir panjang telomer sekitar 11 kb dan pada saat usia 90 tahun berkurang menjadi sekitar 6 kb. [24] 6. Telomerase dan Karsinogenesis Saat ini tumbuhnya suatu kanker tidak lagi merupakan suatu misteri, karena para peneliti telah berhasil mengidentifikasi proses paling dasar pada tumbuhnya kanker yaitu pada tingkatan molekuler. Kanker adalah suatu proses yang multistep meliputi inisiasi (perubahan genetik yang irreversibel) dan promosi (populasi klonal sel). Akumulasi mutasi gen inilah yang menjadi kunci dalam proses terjadinya kanker pada manusia. Akibat adanya mutasi genetis yang multipel, akan menyebabkan terlepasnya kontrol normal replikasi. Sel yang mengalami mutasi tersebut beserta turunannya akan bermultiplikasi secara tidak terkontrol sehingga dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya, bahkan sekelompok sel tumor dapat bermetastasis ke organ yang lain. [22,23] Enzim telomerase berperan dalam setiap replikasi sel yaitu dapat dapat mempertahankan panjang telomer kepada sel keturunannya, sehingga apabila sel kanker tidak mempunyai enzim telomerase yang cukup maka pertumbuhan sel-sel kanker tersebut akan terhenti dengan sendirinya yaitu pada saat enzim tersebut tidak dapat lagi mempertahankan panjang telomer yang terus menerus akibat adanya kontrol proliferasi sel yang abnormal. Secara teoritis tidak adanya enzim telomerase dapat mengerem tumbuhnya tumor dengan cara meneruskan pembelahan sel sehingga telomer makin oendek dan mati sebelum membuat kerusakan lebih lanjut. Pada tahun 1989, Gregg B Morin dari Yale University menemukan untuk pertama kalinya enzim telomerase pada sel kanker manusia, yaitu pada media kultur sel kanker [24]. Para ahli menduga bahwa enzim telomerase sangat berperan dalam mempertahankan proliferasi sel-sel kanker, namun demikian bukti yang mendukung hipotesis tersebut baru dibuktikan pada tahun 1994 oleh Christopher M Counter, Silvia Bachetti, Harley dan kawan-kawan. Yang membuktikan bahwa enzim telomerase dari sel tumor tidak hany aktif secara in vitro tetapi juga in vivo, selanjutnya Harlery dan kawan-kawan mendeteksi aktivitas telomerase sel tumor pada 90 dari 101 sampel tumor yang diambil dari 12 jenis tumor dan tidak satupun dari 50 sampel jaringan somatik normal (yang terdiri dari 4 macam jaringan) yang 9 menunjukkan adanya aktivitas enzim telomerase. W Shay mendeteksi pada 906 dari 1056 sampel jaringan tumor (86%), pada 15 jenis tumor dan tidak pada sel somatik yang terletak jauh dari tumor tersebut. Kecuali pada sel gamet testis, sel ovarium dan stem sel. Kadang didapatkan aktivitas enzim telomerase pada jaringan somatik sebanyak 6% (21/361) pada jaringan yang berdekatan dengan sel tumor diduga adanya mikrometastasis. [2,3,4,25,26] Pada hasil penelitian tersebut diatas menunjukkan adanya peningkatan aktivitas enzim telomerase, mengindikasikan adanya prognosis klinik yang buruk [26,27]. KESIMPULAN 1. Telomer adalah segmen terminal DNA kromosom eukaryota, yang berfungsi menjaga kestabilan kromosom. 2. Pemendekan telomer pada setiap siklus replikasi berhubungan dengan proses penuaan sel. 3. Penuaan merupakan interaksi antara peran genetik, lingkungan dan faktor peluang intrinsik yang mengakibatkan akumulasi defek selular dan pada akhirnya menyebabkan organisme menjadi renta, cacat atau sakit. 4. Panjang telomer juga dikaitkan dengan perkembangan sel kanker yang diperlihatkan dengan meningkanya aktivitas enzim telomerase pada sel kanker. 5. Aktivitas telomerase pada suatu jaringan dapat digunakan sebagai alat diagnosis pada beberapa tipe neoplasma, dan juga dapat membantu dalam menentukan prognosis atau mendeteksi adanya metsastasis dan remsisi spontan pada neoplasm 10 KEPUSTAKAAN 1. Yoshiko Takahashu, Makoto Kuro, and Fuyuki Ishikawa. Aging Mechanisms. PNAS. November 2000;Vol 97 no 23:12407-408 2. Blasco MA, Lee HW, Hande MP, Samper E, Lansdorp PM, DePinho RA, Greider CW. Telomere shortening and tumor formation by mouse cells lacking telomerase RNA. Cell. 1997;91:25–34. [PubMed] 3. Dickson MA, Hahn WC, Ino Y, Ronfard V, Wu JY, Weinberg RA, Louis DN, Li FP, Rheinwald JG. Human keratinocytes that express hTERT and also bypass a p16(INK4a)enforced mechanism that limits life span become immortal yet retain normal growth and differentiation characteristics. Mol Cell Biol. 2000;20:1436–1447. [PMC free article] [PubMed] 4. Theimer CA, Feigon J. Structure and function of telomerase RNA. Curr Opin Struct Biol.2006; 16: 307–318. 5. Neidle S, Parkinson GN. The structure of telomeric DNA. Curr Opin Struct Biol. 2003; 13: 275–283. 6. Greider CW, Blackburn EH. Identification of a specific telomere terminal transferase activity in Tetrahymena extracts. Cell. 1985;43:405–413. [PubMed] 7. Harley CB. Telomere loss: Mitotic clock or genetic time bomb? Mutant Res. 1991;256:271– 282. [PubMed] 8. Huffman KE, Levene SD, Tesmer VM, Shay JW, Wright WE. Telomere shortening is proportional to the size of the G-rich telomeric 11 3′-overhang. J Biol Chem. 2000;275:19719– 19722. [PubMed] 9. Jones CJ, Kipling D, Morris M, Hepburn P, Skinner J, Bounacer A, Wyllie FS, Ivan M, Bartek J, Wynford-Thomas D, et al. Evidence for a telomere-independent “clock” limiting RAS oncogene-driven proliferation of human thyroid epithelial cells. Mol Cell Biol. 2000;20:5690– 5699. [PMC free article] [PubMed] 10. Opresko PL, von Kobbe C, Laine JP, Harrigan J, Hickson ID, Bohr VA. Telomerebinding protein TRF2 binds to and stimulates the Werner and Bloom syndrome helicases. J Biol Chem. 2002; 277: 41110–41119. 11. Sharma G, Goodwin J. Effect of aging on respiratory system physiology and immunology. Clin Interv Aging.2006;1(3):253-60. 12. Mc Nee W. Accelerated lung aging:a novel pathogenic mechanism of COPD. 2009;135:173-80. 13. Smogorzewska A, de Lange T. Regulation of telomerase by telomeric proteins. Annu Rev Biochem.2004; 73: 177–208. 14. Campisi J, Fagagna F. Cellular senescence: when bad things happen to good cells. Nat Rev Mol Cell Biol. 2007;8:729-40. 15. Kirkwood TBL. Understanding the odd science of aging. Cell, 2005;120: 437-47 16. Norwood TH, pendergrass WR. The cultured diploid fibroblast as a model for the study of cellular aging. Crit Rev Oral Biol M. 1992;3(4): 353-70 17. Dimri GP, Lee X, Basile G, Acosta M, Scott G, Roskelley C, Medrano EE, Linskens M, 12 Rubelj I, Pereira-Smith O, et al. A biomarker that identifies senescent human cells in culture and in aging skin in vivo. Proc Natl Acad Sci. 1995;92:9363–9367. [PMC free article] [PubMed] Collado M, Serrano M. Senescence in tumors: Evidence from mice and humans. Nat rev Cancer. 2010;10:51-7 18. Lombard DB, Chua KF, Mostoslavsky R, Franco S, Gostissa M, Alt FW. DNA repair, genome stability and aging. Cell 2005;120:497-512. 19. Hoeijmakers JHJ. DNA damage, aging and cancer. N Eng J Med. 2009;36(15):1475-85. 20. Gilley D, Tanaka H, Herbert BS. Telomere dysfunction in aging and cancer. Int J Biochem Cell Biol. 2005;37:1000-13. 21. Feldser, D.M. & Greider, C.W. Short telomeres limit tumor progression in vivo by inducing senescence. Cancer Cell 2007; 11:461-9. 22. Savale L, Chaouat A, Bastuji-Garin S, Marcos E, Boyer L, Maitre,et al. Shoetened telomeres in circulating leucocytes of Patients with COPD. Am J Respir Crit Care Med.2009;179:566-71. 23. Tuder RM, Yoshida T, Arap W Pasqualini R, Petrache I. Cellular and molecular mechanisms of alveolar destructio in emphysema. Proc Am Thorac Soc. 2006;3:503-11 24. 13 Savage SA, Stewart BJ, Weksler BB, Baerlocher GM, Lansdorp PM, Chanock SJ, Alter BP. Mutations in the reverse transcriptase component of telomerase (TERT) in patients with bone marrow failure. Blood Cells Mol Dis 37: 134–136, 2006. 25. Stewart SA, Weinberg RA. Telomeres: cancer to human aging. Annu Rev Cell Dev Biol 2006. 26. 27. Xin ZT, Beauchamp AD, Calado RT, Bradford JW, Regal JA, Shenoy A, Liang Y, Lansdorp P M , Yo u n g N S , L y H . F u n c t i o n a l characterization of natural telomerase mutations found in patients with hematologic disorders. Blood. 2007; 109: 524–532. 14