PERBEDAAN HASIL PEWARNAAN SEDIAAN DARAH TIPIS MALARIA DENGAN GIEMSA MENGGUNAKAN PENGENCER BUFFER FOSFAT DAN AIR AC (AIR CONDITIONER) Hikmah Berti Nur Aini1, Anik Nuryati2, Sujono,Sujiyatini3 1,2,3 Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Email : [email protected] ABSTRACT The diagnosis of malaria is discovered like any other disease diagnosis based on symptoms, physical examination and laboratory tests. Certain examination of malaria should be tested by microscopic examination of blood clots or rapid diagnosis. Staining malaria blood clots using Giemsa stock paint must be diluted first before being used to color the blood cells. The gold standard of Giemsa staining is using phosphate buffer diluent. The buffer of phosphate contained distilled water, which has water distillation process such as water from air conditioner. To identify the differences of staining results on chromatin, cytoplasm, and maurer in malaria thin blood preparation using Giemsa staining with phosphate buffer and water from air conditioner diluents. The study was cross sectional survey. The research sample was positive malaria-infected blood. Then it was made thin blood preparations and stained with Giemsa using phosphate buffer and water from air conditioner diluents. The data were presented in tabular and analyzed with Crosstab statistical form test of SPSS 16.0 for Windows with significant level 5% (0,05). The results of staining using Giemsa with water from AC diluent could not resemble 100% as Giemsa staining using phosphate buffer diluent. The Crosstab statistical tests with SPSS 16 for Windows used to distinguish the chromatin, cytoplasm, and maurer with Giemsa staining using phosphate buffer and water conditioning diluent. Staining results showed no difference in chromatin, cytoplasm, and maurer on Giemsa staining using phosphate buffer and water from AC diluents. It can be concluded that water from AC can not be used as a diluent in Giemsa staining. There are differences in staining results on chromatin, cytoplasm, and maurer of malaria thin blood preparation using Giemsa staining with phosphate buffer and water from AC diluents. Keywords : Giemsa, air conditioner, malaria thin blood preparation ABSTRAK Diagnosis malaria pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik (Gold Standart) atau rapid diagnosis. Pewarnaan sediaan darah malaria menggunakan cat Giemsa stock yang diencerkan lebih dulu dengan buffer fosfat sebelum dipakai mewarnai sel darah. Buffer fosfat terdiri dari Na2HPO4 , Na2HPO4 dan air dengan pH 5,7-8. Di Papua pengenceran Giemsa digunakan aquades/air. Air AC (Air Conditioner) merupakan hasil pengembangan teknologi mesin pendingin. Proses AC menghasilkan air pengembunan / kondensasi udara dari lingkungan sekitar, yang mengandung sedikit mineral dan suhu netral (pH 7). Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan hasil pewarnaan pada kromatin, sitoplasma, dan titik maurer sediaan darah tipis malaria menggunakan pewarnaan giemsa dengan pengencer buffer fosfat dan air AC. Penelitian yang digunakan adalah dengan Survey cross sectional. Sampel penelitian yaitu darah yang positif terinfeksi malaria. Kemudian dibuat sediaan darah tipis lalu diwarnai dengan pewarnaan Giemsa menggunakan pengencer buffer fosfat dan air AC. Data yang didapat disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisa dengan uji statistik Crosstab dengan SPSS 16.0 for Windows taraf signifikan 5 % (0,05). Hasil pewarnaan giemsa menggunakan pengencer air AC tidak dapat menyerupai 100% pewarnaan giemsa menggunakan pengencer buffer fosfat. Uji statistik crosstab dengan SPSS 16 for Windows dilakukan untuk membedakan kromatin, sitoplasma, dan titik maurer dengan pewarnaan giemsa menggunakan pengencer buffer fosfat dan air AC menunjukan ada perbedaan hasil pewarnaan kromatin, sitoplasma, dan titik maurer pada pewarnaan giemsa menggunakan pengencer buffer fosfat dan air AC. Sehingga dapat disimpulkan bahwa air AC tidak dapat dimanfaatkan sebagai pengencer dalam pewarnaan giemsa. Ada perbedaan hasil pewarnaan pada kromatin, sitoplasma, dan titik maurer sediaan darah tipis malaria menggunakan pewarnaan giemsa pengencer buffer fosfat dan air AC. Kata kunci : Giemsa, air AC, sediaan darah tipis malaria. Hikmah Berti Nur Aini, Dkk, Perbedaan Hasil Pewarnaan Sediaan Darah Tipis Malaria... 57 PENDAHULUAN Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik 1 atau rapid diagnosis . Diagnosis mikroskopis dengan memeriksa sediaan apusan darah tebal dan tipis yang diwarnai dengan Giemsa masih merupakan “gold standard”. Metode standar diagnosis malaria berdasarkan pada hasil pembacaan sediaan darah tipis dan sediaan darah tebal menggunakan mikroskop setelah sediaan darah diwarnai menggunakan larutan Giemsa 2 dengan menggunakan konsentrasi 10% . Kualitas dari hasil pewarnaan giemsa berpengaruh terhadap pemeriksaan mikroskopis malaria. Hasil pewarnaan dikatakan baik apabila lapisan darah cukup tipis sehingga eritrosit dan leukosit jelas terpisah satu dengan yang lainnya. Leukosit tidak boleh menggerombol pada bagian terakhir dari hapusan, hapusan tidak boleh mengandung endapan cat, bersih dari partikel zat warna giemsa, sel leukositnya tidak berlubang-lubang dan sel 3 leukositnya tidak pecah . Prinsip dari pewarnaan giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam metanol. Pewarnaan giemsa digunakan untuk membedakan inti sel dan morfologi sitoplasma dari sel darah merah, sel darah putih, 4 trombosit dan parasit yang ada di dalam darah . Buffer fosfat digunakan untuk menyangga pH larutan Giemsa. Buffer ini kisaran pH asam lemah 5,7-8.0,Kandungan Buffer fosfat terdiri dari NaH2P04 konsentrasi 0,2M, Na2HPO4 0,1M dan air4. Air AC merupakan modifikasi pengembangan teknologi mesin pendingin yang dimanfaatkan untuk berbagai tujuan terutama daerah subtropics. Proses AC menghasilkan air yang merupakan hasil kondensasi / pengembunan udara dari lingkungan sekitar, sehingga mengandung sedikit mineral dan suhu rendah. Air AC tidak mengandung logamlogam berat dan anion, pH netral 5. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain penelitian Survey cross sectional merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dinamika kolerasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach)6. Analisis dan pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel yang menunjukkan hasil pewarnaan giemsa pada sediaan tipis malaria menggunakan pengencer buffer fosfat dan air AC untuk dianalisis secara deskriftif. Analisis statistik yang digunakan adalah crosstab dengan taraf signifikan 5% (0,05). Penelitian ini menggunakan sampel berupa darah yang terinfeksi malaria di Kulon Progr. Air AC didapatkan dengan cara menampung air tetesan AC pada tempat penampungan. Darah positif malaria dibuat sediaan tipis malaria, kemudian difiksasi dengan metanol selama 2-3 detik. Larutan giemsa diencerkan dengan buffer fosfat dan yang satu lagi diencerkan dengan air AC. Masing sediaan tipis malaria dicat dengan giemsa yang diencerkan dengan buffer fosfat kemudian dikeringkan, dan sediaan tipis malaria lainnya juga dicat dengan giemsa yang diencerkan dengan air AC lalu dikeringan. Diamati hasil pewarnaan sediaan tipis malaria terhadap kromatin, sitoplasma, dan titik maurer. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis deskriptif dari hasil pengamatan hasil pewarnaan sediaan tipis malaria terhadap kromati, sitoplasma, dan titik maurer yang disajikan dalam tabel dibawah ini: Tabel 1. Hasil Persentase Penilaian Kromatin Pewarnaan Sediaan Darah Tipis Malaria Dengan Pengencer Buffer Fosfat Dan Air AC Pengencer Warna Kromatin Air AC Buffer fosfat Kromatin merah 45 (93,75%) 49 (100%) Kromatin tidak merah 4 (6,25%) 0 Jumlah 49 (100%) 49 (100%) Berdasarkan pada tabel 1 menunjukkan persentase hasil bahwa kromatin berwarna merah pada sediaan tipis malaria dengan pengencer air AC hampir sama dengan hasil dengan pengencer buffer fosfat. Tabel 2. Hasil Persentase Penilaian Sitoplasma Pewarnaan Sediaan Darah Tipis Malaria Dg Pengencer Buffer Fosfat Dan Air AC Pengencer Warna Sitoplasma Air AC Buffer fosfat Sitoplasma biru 34 (70,83%) 49 (100%) Sitoplasma tidak biru 15 (29,17%) 0 Jumlah 49 (100%) 49 (100%) 58 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 12, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 56-59 Berdasarkan data 2 menunjukkan sediaan tipis malaria dengan pengencer air AC memberikan hasil 70,83% sitoplasma berwarna biru, hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan buffer fosfat memberikan hasil 100% sitoplasma berwarna biru. Tabel 3. Hasil Persentase Penilaian Titik Maurer Pewarnaan Sediaan Darah Tipis Malaria Dg Pengencer Buffer Fosfat Dan Air AC Pengencer Warna Titik maurer Air AC Buffer fosfat Titik maurer merah 41 (83,67%) 49 (100%) Titik maurer tidak merah 8 (16,33%) 0 Jumlah 49 (100%) 49 (100%) Berdasarkan tabel 3 menunjukkan pewarnaan sediaan tipis malaria dengan pengencer air AC memberikan hasil 83,67% titik maurer berwarna merah hampir mendekati dengan hasil 100% kromatin buffer fosfat yang berwarna merah. Data diolah secara statistik dilakukan untuk mengetahui perbedaan hasil pewarnaan pada kromatin, sitoplasma, dan titik maurer sediaan tipis malaria dengan pewarnaan giemsa menggunakan pengencer buffer fosfat dan air AC, maka dilakukan analisis statistik non parametrik yaitu crosstab dengan SPSS 16,0 for windows, dengan taraf 5%. Hasil uji statistik dapat dilihat pada tabel : Tabel 4. Analisis Data Penelitian Dengan Crosstab No Kriteria Penilaian Asymp. Sig 1 Kromatin merah 0,041 2 Sitoplasma biru 0,000 3 Titik maurer merah 0,003 Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai asymp sig untuk kromatin merah yaitu 0,041. Nilai Asymp sig untuk sitoplasma biru yaitu 0,000 dan nilai Asymp sig Person Chi Square untuk titik maurer merah adalah 0,003. Ketentuan uji ini apabila nilai signifikan ≥ 0,05, maka H0 diterima dan jika nilai signifikan < 0,05 maka H0 ditolak. Semua hasil Asymp sig pada tabel diatas menunjukkan nilai signifikan < 0,05 yang artinya ada perbedaan hasil pewarnaan pada hasil kromatin, sitoplasma, dan titik maurer sediaan tipis malaria dengan pengecatan giemsa menggunakan buffer fosfat dan pengencer air AC. Sehingga kesimpulan dari hasil uji statistik ini adalah air AC tidak dapat digunakan sebagai pengencer untuk giemsa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan hasil pewarnaan pada kromatin, sitoplasma, dan titik maurer sediaan tipis malaria dengan pewarnaan giemsa menggunakan pengencer buffer fosfat dan air AC. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode standar diagnosis malaria berdasarkan pada hasil pembacaan sediaan darah tipis menggunakan mikroskop setelah sediaan darah diwarnai menggunakan larutan Giemsa dengan menggunakan konsentrasi 10%. pH air AC mengalami perubahan sangat dipengaruhi oleh keadaan di sekitarnya. Air AC yang digunakan dalam penelitian ini adalah air AC dengan pH 6,4. Perubahan pH pada air AC akan mempengaruhi hasil dari pewarnaan sediaan darah. Adapun kromatin yang berwarna coklat dikarenakan warna merah eosin tidak menyerap ke sediaan, sitoplasma yang berwarna keabu-abuan disebabkan warna biru pada metilen blue tidak bisa menempel pada sediaan, dan titik maurer yang berwarna coklat dikarenakan eosin dan metilen azur tidak meresap. pH air AC penyebab itu semua. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh 6 Febriana (2012) dengan judul “Pemanfaatan Air Kran dan Air Akuades sebagai Pengencer Cat Giemsa pada Sediaan Darah tipis Malaria” menunjukkan gambaran mikroskopis pada sediaan hapus darah dengan jenis pengencer air kran memberikan hasil sebanyak 90% sediaan dengan kualitas baik dan pada sediaan hapus darah dengan jenis pengencer air akuades memberikan hasil sebanyak 70% sediaan dengan kualitas baik. Hasil semua analisa statistik deskriptif menggunakan uji Independent sample t test didapatkan nilai signifikan kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak yaitu ada perbedaan hasil pewarnaan pada kromatin, sitoplasma, dan titik maurer sediaan tipis malaria dengan pewarnaan giemsa menggunakan pengencer buffer fosfat dan air AC. Derajat keasaman (pH) air AC yang berbeda jauh dengan pH standar buffer fosfat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan hasil pewarnaan tidak baik. Meskipun masih ada kriteria pewarnaan yang terpenuhi, namun pada penggunaan air AC sebagian kriteria pewarnaan sediaan darah malaria sudah memenuhi syarat seperti kromatin berwarna merah dan ada beberapa yang berwarna coklat, sitoplasma berwarna biru dan ada beberapa yang berwarna abu-abu, namun parasit mampu menyerap warna Giemsa sehingga dapat diamati pada sel darah merah yang terinfeksi. Kendala yang ditemukan pada penelitian ini adalah kesulitan peneliti dalam memperoleh sampel darah malaria. Hal ini dikarenakan pada Hikmah Berti Nur Aini, Dkk, Perbedaan Hasil Pewarnaan Sediaan Darah Tipis Malaria... 59 saat penelitian di wilayah kokap sudah tidak terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa). KLB malaria terjadi pada bulan Desember 2012 – Januari 2013. Sedangkan penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2013. Sampel darah positif malaria diperoleh pada akhir bulan Maret 2013. Hasil pemeriksaan dari sampel darah menunjukkan jumlah parasit yang sedikit sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk menemukan parasit di dalam darah. Kendala yang ditemukan pada penelitian ini adalah peneliti tidak menyaring stock cat giemsa dalam membuat pengenceran cat, sehingga banyak preparat yang terdapat endapan cat. KESIMPULAN DAN SARAN Ada perbedaan hasil pewarnaan pada kromatin, sitoplasma, dan titik maurer sediaan tipis malaria dengan pewarnaan giemsa menggunakan pengencer buffer fosfat dan air AC. Berdasarkan hasil dalam penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan kepada : petugas kesehatan utamanya yang bertugas memeriksa sampel darah untuk pemeriksan Plasmodium sp untuk memenuhi prosedur pewarnaan Giemsa jangan menggunakan Air AC yang pH nya kurang dari 7 sebagai pengencer larutan giemsa. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia , 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.Jakarta: Dirjen PPM & PL 2. Arum I., Purwanto A.P., Arfi S., Tetrawindu H., Octora M., Mulyanto, Surayah K., Amanukarti, 2006. Uji Diagnostik Plasmodium Malaria Menggunakan Metode Imunokromatografi Diperbandingkan dengan Pemeriksaan Mikroskopis, Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 12(3) 3. Prasetyaningrum, F., 2009. Pengaruh Lama Penyimpanan Cat Giemsa Enceran Terhadap Hasil Pewarnaan Sediaan Apus Darah. Skripsi . Universitas Muhamadiyah Semarang 4. Dinas Kulon Progo. Diagnosis Malaria pada Sediaan Darah Tebal dan Tipis.Yogyakarta : Pelatihan Diagnosis Mikroskopi Malaria. 2012 5. Acilstemba, 2011. Pemanfaatan Air AC sebagai pengganti Aquadest,unduh Mei 2016, dari https://acilstember.wordpress.com/2011 6. Notoatmojo, Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT Rineka Cipta 7. Febriana, N., 2012. Pemanfaatan air kran dan akuades sebagai pengencer cat giemsa pada sediaan tipis malaria. KTI. Yogyakarta : Poltekkes kemenkes