Pragmatisme dalam Filsafat Kontemporer: Analisa atas pemikiran Charles S. Peirce Oleh : Mustaqim ABSTRAK Filsafat menurut bahasa berasal dari Griek (Yunani) berasal dari kata Pilos (cinta), Sophos (kebijaksanaan), ‚Mahabatul Hikmah‛ pecinta ilmu pengetahuan. Filsafat menurut term: ingin tahu dengan mendalam (cinta pada kebijaksanaan). Phytagoras mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai untuk manusia . tiap-tiap orang yang mengalami kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan meskipun menghabiskan seluruh umurnya, namun ia tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan adalah perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup keseluruhannya. Oleh karena itu, maka kita bukan ahli pengetahuan, melainkan pencari dan pencinta pengetahuan. Secara istilah, Penulis mengutip pendapat Muhtar yahya bahwa berfikir filsafat ialah ‚pemikiran yang sedalam-dalamnya yang bebas dan teliti bertujuan hanya mencari hakikat kebenaran tentang alam semesta, alam manusia dan dibalik alam‛. Pragmatisme dalam Filsafat Kontemporer: Dalam bidang filsafat ilmu, pemikiran Charles Sanders Peirce merupakan suatu hal yang mendasar bagi siapa saja yang berminat mengkaji Islam, karena akar pemikiran studi agama terdapat dalam struktur pemikiran Peirce. Dikenal sebagai perintis dan tokoh utama aliran filsafat pragmatisme. Pierce juga termasuk salah satu pioner dalam logika matematika abad ke-19. Secara profesional, ia adalah seorang ilmuwan praktisi ahli geodesi, astronomi, dan kimia. Epistemologi Peirce berlatar belakang prgamatis dan ahli logika, epistemologinya banyak disampaikan melalui logikanya, oleh karenanya epitemologi Peirce digolongkan sebagai epistemologi kontemporer. Peirce dengan filsafat pragmatisme (filsafat bertindak), memandang bahwa; suatu hipotesa dianggap benar apabila mendatangkan manfaat. Pragmatisme dikatagorikan dalam teori kebenaran. Peirce membagi kebenaran menjadi dua, yakni kebenaran transendental dan kebenaran kompleks. Kebenaran kompleks terdiri dari kebenaran etis (psikologis) yaitu keselarasan pernyataan dengan apa yang diyakini si pembicara, dan kebenaran logic (literal) yaitu keselarasan pernyataan dengan realitas yang didefinisikan. Dari kritiknya terhadap tiga filosof Eropah Rene Descartes, John Locke dan Darwin, Peirce menggagas teori baru The New Logic dan The Logic of Inquiry, ia menggagas lima konstruksi pemikiran, yaitu; belief, habit of mind, doubt, inquiry (research), and the new logic of theory. Sedangkan usaha mencari keyakinan yang benar dengan cara; a priori, trial and error, otoritas, serta melalui metode ilmiah dan investigasi. Charles Sanders Peirce lahir 10 September 1839 di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat (1139-1914) A. FILSAFAT MENURUT BAHASA Filsafat berasal dari Griek (Yunani) berasal dari kata Pilos (cinta), Sophos (kebijaksanaan), ‚Mahabatul Hikmah‛ pecinta ilmu pengetahuan1. Filsafat menurut term : ingin tahu dengan mendalam (cinta pada kebijaksanaan) Menurut Ciceros (106-43 SM), penulis Romawi orang yang pertama memakai kata-kata filsafat adalah Phytagoras (497-582 SM), sebagai reaksi terhadap cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya ‛Ahli pengetahuan‛, Phytagoras mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai untuk manusia . tiap-tiap orang yang mengalami kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan meskipun menghabiskan seluruh umurnya, namun ia tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan adalah perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup keseluruhannya. Oleh karena itu, maka kita bukan ahli pengetahuan, melainkan pencari dan pencinta pengetahuan 2 Menurut Prof, I.R. PUDJAWIJATNA menerangkan juga ‛Filo‛ artinya; cinta dalam arti seluas-luasnya yaitu ingin dan karena ingin itu selalu berusaha mencapai yang diinginkannya . ‛Sofia artinya; kebijaksanaan artinya pandai, mengerti dengan mendalam.3 Syekh Mustafa abdurraziq, setelah meneliti pemakaian kata-kata filsafat dikalangan muslim, maka berkesimpulan bahwa kata-kata hikmah dan hakim dalam bahasa arab dipakai dalam arti ‛filsafat dan filosof‛ dan sebaliknya, mereka mengatakan hukama-ul-islam atau Falasifatul-islam.4 Hikmah adalah perkara tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia dengan melalui alat-alat tertentu, yaitu akal dan metode-metode berfikirnya. Allah berfirman : QS Albaqorah (2) :269 : ‚Allah memberikan hikmah kepada orang yang dikehendaki-Nya dan siapa yang diberikan hikmah, Maka ia telah diberi kebaikan yang banyak‛. Datangnya hikmah bukan dari penglihatan saja, tetapi juga dari penglihatan dan hati, atau dengan kata-kata lain, dengan mata hati dan pikiran yang tertuju kepada alam yang ada disekeling kita, banyak orang yang melihat tetapi tidak memperhatikan, karena itu Allah mengajak kita untuk melihat dan berfikir: QS Adz Dzariyat (51) 20 21 Allah berfirman :‛ Pada bumi ada tanda-tanda (kebesaran Tuhan ) bagi orang yang yakin, apakah kamu tidak mengetahui ‚. B. PENGERTIAN FILSAFAT Orang yang berfilsafat dapat diumpamakan sebagai seseorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang , ia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kemestaan alam, Karakteristiknya berfikit filsafat yang pertama adalah menyeluruh, yang kedua mendasar.5 Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran/ rasio belaka. a. Menurut Harun Nasution filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tak terikat tradisi, dogma atau agama) dan dengan sedalamdalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan. b. Menurut Plato( 427-347 SM) filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada. c. Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan murid Plato menyatakan filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda. d. Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM) mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha untuk mencapainya. 1 . Zakaria Ibrahim, Dr. Falsafah wujudiyah, Darul Al Fikr, hal. 86. 2 . وهناك من، وما أنا إال فيلسوف) أى محبة للحكمة، فإن الحكمة التضاف لغير اآللهة،وقد نسب الى فيتاغورس قوله (لست حكيما المؤرخين من يذهب إلى أن أول من استعمل كلمة " يتفلسف" بالمعنى اإلصطالحى كان هيرودوت الذى يروى لنا أن كريزوس قال وهناك تبدو.لصولون إنه قد سمع أنه ـ أى صولون ـ قد جاب كثير من األقطار " يتفلسف" وأن الذى دفعه إلى ذلك رغبته فى المعرفة در الكتب، مقدمة فى الفلسفة, محمود حمدى زقزوق. (د.عبارة " رغبته فى المعرفة" كأنها تعبير عن كلمة يتفلسف أو مرادف لها . 505 : ص1991 ، دار القباء المصرية، مراد وهبه، وانظرالمعجم الفلسفى, ) 11 : ص1991 :المصرية الطبعة 3 . H. Endang Saifuddin Anshari, M,A ,ilmu Filsaft dan Agama. Bina Ilmu tahun 1981 4 . Ahmad Hanafi, Pengantar filsafat islam, Bulan Bintang Jakarta 1990, hal 3 5 . Endang Saifuddin Anshari Ilmu, Filsafat dan Agama ,Bina ilmu Surabaya 1979 hal 79 e. Al Farabi (wafat 950 M) filsuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya. f. Immanuel kant (1724 – 1804) menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup didalamnya 4 persoalan : yaitu (1) apakah yang dapat kita ketahui (dijawab dengan Metafisika) ,(2) Apakah yang boleh kita kerjakan (dijawab dengan etika), (3) Sampai dimanakah pengharapan kita (dijawab dengan agama) (4) Apakah yang dinamakan manusia (dijawab dengan antropologi). g. Harold H.Titus mengemukakan 4 pengertian filsafat. adalah : (1) satu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta (Philosophy is an attitude toward life and the universe). (2) Filsafat adalah satu metode pemikiran reflektif dan penyelidikan Akliah(Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquired). (3) Filsafat adalah satu perangkat masalah ( philosophy is a group pf problems). (4) Fissafat ialah satu perangkat teori atau isi pikiran (philosophy is a group of system of thouhg.6 h. Al- Farabi mengatakan; bahwa filsafat adalah mengetahui semua yang wujud karena ia wujud.(al-ilm bil maujudat bimahiya maujudah). Tujuan terpenting mempelajari filsafat adalah mengetahui tuhan, bahwa ia esa dan tidak bergerak, bahwa ia memjadi sebab yang aktif bagi semua yang ada , bahwa ia mengatur alam ini dengan kemurahan, kebijaksanaan dan keadilan-Nya, Seorang filosof atau al hakim adalah orang yang mempunyai pengetahuan tentang zat yang ada dengan sendirinya (al-wajibli-dzatihi), Wujud selain Allah , yaitu mahluk adalah wujud yang tidak sempurna. i. Ikwanushafa bagi golongan ini, filsafat itu bertingkat-tingkat , pertama cinta kepada ilmu, kemudian mengetahui hakikat wujud-wujud, menurut kesanggupan manusia dan yang terakhir ialah berkata dan berbuat sesuai ilmu. Mengenai lapangan filsafat diketahui ada 4 yaitu matematika, logika, fisika dan ilmu ketuhanan. Sedang ilmu ketuhanan mempunyai bagian: 1. mengenal Tuhan, 2 ilmu kerohanian yaitu malaikat, 3. ilmu kejiwaan 4. Ilmu politik (politik kenabian, politij pemerintahan, politik umum, politik khusus) 5. ilmu akherat.7 j. IBNU SINA Pembagian filsafat bagi Ibnu sina pada pokoknya tidak berbeda dengan pembagian yang sebelumnya, filsafat teori dan filsafat amalan. Filsafat ketuhanan menurut Ibnu Sina adalah: 1. ilmu tentang turunnya wahyu dan mahluk-mahluk rohani yang membawa wahyu itu, dengan demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan, dati sesuatu yang bersifat rohani kepada sesuatu yang dapat dilihat dan didengar. 2. ilmu akherat (Ma’ad) antara lain memperkenalkan kepada kita bahwa manusia ini tidak dihidupkan lagi badannya, maka rohnya yang abadi itu akan mengalami siksa dan kesenangan.8 k. AL-Kindi ,diikalangan kaum muslimin , orang yang pertama memberikan pengertian filsafat dan lapangannya adalah Al-kindi, ia membagi filsafat 3 bagian :(1)Thibiyyat (ilmu fisika) sebagi sesuatu yang berbenda (2) al-ilm-urriyadli (matematika) terdiri dari ilmu hitung , tehnik, astronomi, dan musik, berhubungan dengan benda tapi punya wujud sendiri, dan yang tertinggi adalah (3) ilm ur-Rububiyyah (ilmu ketuhanan)/ tidak berhubungan dengan benda sama sekali. Setelah kita mengetahui filsafat secara bahasa seperti pada penjabaran tersebut diatas yang artinya kebijaksanaan maka secara ringkas filsafat disebut ‚cinta kebijaksanaan atau Mahabatul Hikmah‛. 6 . ibid Ahmad hanafi hal 8 8 Ibid hal 8 - 9 7 Secara istilah; Ramayulis mengutip pendapat Muhtar yahya bahwa berfikir filsafat ialah; ‚ pemikiran yang sedalam-dalamnya yang bebas dan teliti bertujuan hanya mencari hakikat kebenaran tentang alam semesta, alam manusia dan dibalik alam‛. Selanjutnya mengenai pragmatisme, didalam kamus ilmiah adalah paham yang menekankan pengalaman, penyelidikan, eksperimen, serta kebenaran yang mempunyai akibat-kibatnya yang memuaskan.sedang secara istilah luas, Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis .Di Amerika serikat pragmatisme mendapat tempatnya yang tersendiri didalam pemikiran filsafati. William James-lah orangnya yang memperkenalkan gagasan-gagasan pragmatisme itu kepada dunia . William james (18421910) ialah seorang psikolog , dilahirkan di New York, tentunya setelah beliau ilmu kedokteran di Universitas Havard ia belajar psikologi di Jerman dan nampaknya juga di Prancis. Kemudian dia memberi kuliah di tempat dia menuntut ilmunya itu, yaitu secara berturut-turut: anatomi, fisiologi, psikologi dan filsafat, hingga tahun 1907 . Selain William, tokoh pragmatisme lainnya adalah John Dawey (1859-1952) secara umum diakui sebagai filosof Amerika yang terkemuka. Ia adalah tokoh pragmatisme ketiga setelah Charles Sander Peirce (1139-1914) dan William James . Ferdinand Canning Scott Schiller (16 Agustus 1864 9 Agustus 1937) adalah seorang filsuf Jerman-Inggris. Lahir di Altona, Holstein (pada waktu anggota Konfederasi Jerman, tetapi di bawah administrasi Denmark), Schiller belajar di Universitas Oxford, dan kemudian adalah seorang profesor di sana, setelah diundang kembali setelah waktu yang singkat di Cornell University. Belakangan dalam hidupnya ia mengajar di University of Southern California. Dalam masa hidupnya ia dikenal sebagai filsuf; setelah kematiannya karyanya dilupakan A. PRAGMATISME DALAM FILSAFAT KONTEMPORER: GAMBARAN ATAS PEMIKIRAN CHARLES S. PEIRCE Pengertian Pragmatisme: Istilah Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani ‚ Pragma‛ yang berarti perbuatan ( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti; ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti; ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Definisi Pragmatisme: Menurut Kamus Ilmiah Populer; Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang mempunyai akibat – akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna. Selanjutnya, perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Tahap-tahap perkembangan itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai periodesasi sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer.9 Zaman klasik meliputi filsafat yunani dan romawi pada abad ke-6 SM dan berakhir pada 529 M. Zaman pertengahan meliputi pemikiran Boethius sampai Nicolaus pada abad ke-6 M dan berakhir pada abad ke-15 M. Zaman modern didahului oleh pemikiran tokoh – tokoh Renaissance, Pada filsafat Rene Descartes(1596-1650) dan berakhir pada pemikiran Friedrich Nietzsche (1844-1900), dan zaman kontemporer yang meliputi seluruh filsafat abad ke-20 hingga saat ini. 9 1. Milton K. Munitz,Contemporery Analitic Philosophy (New York; Macmillan Publishing Co.Inc. 1981), Para penulis merasa kesulitan ketika hendak menulis filsafat kontemporer, hal ini dikarenakan mereka harus mengambil jarak terhadap obyek zamannya sendiri sehingga mereka sangat berhati-hati ketika berbicara perkembangan filsafat.10 Makalah ini mencoba menguraikan filsafat pragmatisme Charles S Peirce tentang keyakinan, cara memperoleh keyakinan dan teori tentang arti. Namun sebelumnya akan diuraikan secara ringkas sejarah mata rantai pemikiran barat agar diperoleh gambaran komperhensif tentang posisi pragmatisme dalam kontelasi sejarah pemikiran barat. a. Pragmatisme Setelah melalui Abad Pertengahan (abad V-XV M) yang gelap dengan ajaran gereja yang dominan, Barat mulai menggeliat dan bangkit dengan Renaissance, yakni suatu gerakan yang berkisar antara tahun 1400-1600 M. untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani dan Romawi. Berbeda dengan tradisi Abad Pertengahan yang hanya mencurahkan perhatian pada masalah metafisik yang abstrak, seperti masalah Tuhan, manusia, kosmos, dan etika, Renaissance telah membuka jalan ke arah aliran Empirisme. William Ockham (12851249) dengan filsafat Gulielmus-nya yang mendasarkan pada pengenalan inderawi, telah mulai menggeser dominasi filsafat Thomisme, ajaran Thomas Aquinas yang menonjol di Abad Pertengahan, yang mendasarkan diri pada filsafat Aristoteles. Ide Ockham ini dianggap sebagai benih awal lahirnya Renaissance. Semangat Renaissance ini, sesungguhnya terletak pada upaya pembebasan akal dari kekangan dan belenggu gereja dan menjadikan fakta empirik sebagai sumber pengetahuan,tidak terletak pada filsafat Yunani itu sendiri. Dalam hal ini Barat hanya mengambil karakter utama pada filsafat dan seni Yunani, yakni keterlepasannya dari agama, atau dengan kata lain, adanya kebebasan kepada akal untuk berkreasi. Ini terbukti antara lain dari ide beberapa tokoh Renaissance, seperti Nicolaus Copernicus11 (1473-1543) dengan pandangan heliosentriknya, yang didukung oleh Johanes Keppler12 (1571-1630) dan Galileo Galilei13 (1564-1643). Juga Francis Bacon (1561-1626) dengan teknik berpikir induktifnya, yang berbeda dengan teknik deduktif Aristoteles (dengan logika silogismenya) yang diajarkan pada Abad Pertengahan. Jadi, Barat tidak mengambil filsafat Yunani apa adanya, sebab justru filsafat Yunani itulah yang menjadi dasar filsafat Kristen pada Abad Pertengahan, baik periode Patristik (400-1000 M) dengan filsafat Emanasi Neoplatonisme yang dikembangkan oleh Augustinus (354-430), maupun periode Scholastik (1000 - 1400 M) dengan filsafat Thomisme yang bersandar pada Aristoteles. Semua filsafat Yunani ini membahas metafisika, tidak membahas fakta empirik sebagaimana yang dituntut oleh Renaissance. Jadi, semangat Renaissance itu tidak bersumber pada filsafat Yunaninya itu sendiri. Renaissance juga diperkuat adanya Reformasi, sebuah upaya pemberontakan terhadap dominasi gereja Katholik yang dirintis oleh Marthin Luther di Jerman (1517). Gerakan ini bertolak dari korupsi umum dalam gereja—seperti penjualan Surat Tanda Pengampunan Dosa 10 Tholhatul Choir, Ahwan Fanani (ed), Islam dalam Berbagai Pembacaan Kontemporer (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2009 11 Nicolaus Copernicus adalah seorang tokoh gereja Ortodoks, ia menemukan bahwa matahari berada di pusat jagat raya, dan bumi memiliki dua macam gerak yaitu perputara sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari. Teori ini disebut dengan Heliosentris. Lihar Rijal Mustanshir dan Misnan Munir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Oustaka Pelajar, 2002), 70. 12 Johanes Keppler adalah pembantu Tycho dan seorang ahli matematika. Ia juga mengembangkan astrologi untuk memelihara perkembangan astronomi. 13 Galileo Galilei adalah salah seorang penemu lintas peluru, hukum pergerakan dan penemu tata bulan planet Jupiter. Penemuannya ini memperkokoh keyakinan Galileo bahwa tata bumi bersifat Heloisentris. Ia juga dianngap sebagai pelopor perkembangan ilmu dan penemu dasar ilmu modern yang hanya berpegang pada soal-soal yang obyektif saja. Lihat Slamet Imam Santoso, Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Sinar Hudaya, 1977) , 68. (Afllatbrieven)--, penindasannya yang telanjang, dan dominasinya terhadap negara-negara Eropa. Meskipun Reformasi tidak secara langsung ikut memperjuangkan apa yang disebut ‚pembebasan akal‛, tetapi gerakan ini secara tak sadar telah memperkuat Renasissance dengan mempelopori kebebasan beragama (Protestan) dan telah memperlemah posisi Gereja dengan memecah kekuatan Gereja menjadi dua aliran; Katholik dan Protestan. Kritik-kritik terhadap Injil di Jerman sekitar abad XVII juga dianggap implikasi tak langsung dari adanya Reformasi. Meskipun demikian, Gereja Katholik dan tokoh Reformasi memiliki sikap sama terhadap upaya Renaissance, yakni menentang ide-ide yang tidak sesuai dengan Injil. Calvin, seorang tokoh Reformasi di Jenewa (Swiss), mendukung pembakaran hidup-hidup terhadap Servetus dari Spanyol (1553), yang menentang Trinitas. Gereja Katholik dan Reformasi juga sama-sama menolak ide Copernicus (1543) tentang matahari sebagai pusat tatasurya, seraya mempertahankan doktrin Ptolemeus yang menganggap bumi sebagai pusat tata surya. Pada abad XVII, perkembangan Renaissance telah melahirkan dua aliran pemikiran yang berbeda: aliran Rasionalisme dengan tokoh-tokohnya seperti Rene Descartes14 (15961650), Baruch Spinoza (1632-1677), dan Pascal (1623-1662), dan aliran Empirisme dengan tokoh-tokohnya Thomas Hobbes (1558-1679), John Locke (1632- 1704). Rasionalisme memandang bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal), sedang Empirisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah empiri, atau pengalaman manusia dengan menggunakan panca inderanya. Kemudian datanglah Masa Pencerahan (Aufklarung) pada abad XVIII yang dirintis oleh Isaac Newton (1642-1727), sebagai perkembangan lebih jauh dari Rasionalisme dan Empirisme dari abad sebelumnya. Pada abad sebelumnya, fokus pembahasannya adalah pemberian interpretasi baru terhadap dunia, manusia, dan Tuhan. Sedang pada Masa Aufklarung, pembahasannya lebih meluas mencakup segala aspek kehidupan manusia, seperti aspek pemerintahan dan kenegaraan, agama, ekonomi, hukum, pendidikan dan sebagainya. Bertolak dari prinsip-prinsip Empirisme John Locke, George Berkeley (1685-1753) mengembangkan ‚immaterialisme‛, sebuah pandangan yang lebih ekstrim daripada pandangan John Locke. Jika Locke berpandangan bahwa kita dapat mengenal esensi sebenarnya (hakikat) dari fenomena material dan spiritual, Berkeley menganggap bahwa substansi-substansi material itu tidak ada, Yang ada adalah ciri-ciri yang diamati. Pandangan Locke dan Berkeley dikembangkan lebih lanjut oleh David Hume (1711-1776), dengan dua ide pokoknya; yakni tentang skeptisisme (keragu-raguan) ekstrim bahwa filsuf itu mampu menemukan kebenaran tentang apa saja, dan keyakinan bahwa ‚pengetahuan tentang manusia‛ akan dapat menjelaskan hakikat pengetahuan yang dimiliki manusia. Selain George Berkeley dan David Hume, Immanuel Kant (1724-1804) juga dianggap salah seorang tokoh Masa Pencerahan. Filsafat Kant disebut Kritisisme, yakni aliran yang mencoba mensintesiskan secara kritis Empirisme yang dikembangkan Locke yang bermuara pada Empirisme Hume, dengan Rasionalisme dari Descartes. Kant mulai menelaah batasbatas kemampuan rasio, berbeda dengan para pemikir Rasionalisme yang mempercayai kemampuan rasio bulat-bulat. Namun demikian, Kant juga mempercayai Empirisme. Walhasil dia berpandangan bahwa semua pengetahuan mulai dari pengalaman, namun tidak berarti semua dari pengalaman. Obyek luar ditangkap oleh indera, tetapi rasio mengorganisasikan bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman tersebut. 14 Rene Descartes, Baruch Spinoza dan Pascal, ketiganya adalah tokoh yang hidup pada tahap awal Masa Modern menyikapi cara kerja apriori dan aposteori filsafat dan pengetahuan secara umum. Descartes mengusung postulatnya yang masyhur ‚Cogito Ergo Sum‛ untuk menyanggah kaum skeptisme yang mengingkari realitas. Lihat C. Verhaak, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), 100. Sebenarnya Descartes bukanlah rasionali murni yang berfikir bahwa semua pengetahuan dapat diperoleh dengan apriori. Tetapi ia juga bukanlah seorang empirisme karena ia tidak mengakui bahwa pengetahuan dapat diperoleh dengan pengalaman. Lihat Theo A.F Knipers (ed.) General Phylosophy of Science. (Oxford, 2007) h. 102. Pada abad XIX, filsafat Kant tersebut dikembangkan lebih lanjut di Jerman oleh J. Fichte (1762-1814), F. Schelling (1775-1854) dan Hegel (1770-1831). Namun yang mereka kembangkan tidaklah filsafat Kant seutuhnya, tetapi lebih memprioritaskan ideide, yakni tidak memfokuskan pada pembahasan fakta empirik. Karenanya, aliran mereka disebut dengan Idealisme. Dari ketiganya, Hegel merupakan tokoh yang menonjol, karena banyak pemikir pada abad ke-19 dan ke-20 yang merupakan murid-muridnya, baik langsung maupun tidak. Mereka terbagi dalam dua pandangan, yaitu pengikut Hegel aliran kanan yang membela agama Kristen seperti John Dewey (1859-1952), salah seorang peletak dasar Pragmatisme yang menjadi budaya Amerika (baca : Kapitalisme) saat ini, dan pengikut Hegel aliran kiri yang memusuhi agama, seperti Feuerbach, Karl Marx, dan Engels dengan ide Materialisme yang merupakan dasar ideologi Komunisme di Rusia. Empirisme itu sendiri pada abad XIX dan XX berkembang lebih jauh menjadi beberapa aliran yang berbeda, yaitu Positivisme, Materialisme, dan Pragmatisme. Positivisme dirintis oleh August Comte (17981857), yang dianggap sebagai Bapak ilmu Sosiologi Barat. Positivisme sebagai perkembangan Empirisme yang ekstrim, adalah pandangan yang menganggap bahwa yang dapat diselidiki atau dipelajari hanyalah ‚data-data yang nyata/empirik‛, atau yang mereka namakan positif. Nilai-nilai politik dan sosial menurut Positivisme dapat digeneralisasikan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari penyelidikan terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai politik dan sosial juga dapat dijelaskan secara ilmiah, dengan mengemukakan perubahan historis atas dasar cara berpikir induktif. Jadi, nilai-nilai tersebut tumbuh dan berkembang dalam suatu proses kehidupan dari suatu masyarakat itu sendiri. Materialisme adalah aliran yang menganggap bahwa asal atau hakikat segala sesuatu adalah materi. Di antara tokohnya ialah Feuerbach (1804-1872), Karl Marx (1818- 1883) dan Fredericht Engels (1820-1895). Karl Marx menerima konsep Dialektika Hegel, tetapi tidak dalam bentuk aslinya (Dialektika Ide). Kemudian dengan mengambil Materialisme dari Feuerbach, Karl Marx lalu mengubah Dialektika Ide menjadi Dialektika Materialisme, sebuah proses kemajuan dari kontradiksi-kontradiksi tesis-antitesis-sintesis yang sudah diujudkan dalam dunia materi. Dialektika Materialisme lalu digunakan sebagai alat interpretasi terhadap sejarah manusia dan perkembangannya. Interpretasi inilah yang disebut sebagai Historis Materialisme, yang menjadi dasar ideologi Sosialisme-Komunisme (Marxisme). Pragmatisme dianggap juga salah satu aliran yang berpangkal pada Empirisme, kendatipun ada pula pengaruh Idealisme Jerman (Hegel) pada John Dewey, seorang tokoh Pragmatisme yang dianggap pemikir paling berpengaruh pada zamannya. Selain John Dewey, tokoh Pragmatisme lainnya adalah Charles S.Peirce dan William James. Ringkasnya titik penting yang membedakan empat periode di atas yaitu digantinya metode silogistik dan rasional pada filsafat kuno dengan metode empiris dan eksperimental pada filsafat modern. Sedangkan yang membedakan filsafat modern dengan filsafat kontemporer yaitu bergesernya dominasi topik-topik epistimologi oleh topik-topik logika linguistic. b. Biografi Charles Sanders Peirce Charles Sanders Peirce dilahirkan pada 10 September 1839 di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat. Dia menulis dari tahun 1857 sampai menjelang wafat, kira selama 57 tahun. Publikasinya mencapai 12.000 halaman dan manuskrip yang tidak dipublikasikan mencapai 80.000 halaman catatan tangan. Topik yang dibahas dalam karyakarya Peirce sangat luas, dari matematika dan ilmu fisika, ekonomi dan ilmu sosial, serta masalah lainnya.15 Benjamin Peirce, ayah Charles Sanders Peirce adalah professor matematika di Universitas Harvard dan salah seorang pendiri ‚U.S. Coast and Geodetic Survey‛. Peran 15 Milton K. Munitz. Contemporery Analitic Philosophy,7. Benjamin sangat besar dalam membangun Departemen Matematika di Harvard. Dari ayahnya, Charles Sanders Peirce memperoleh pendidikan awal yang mendorong dan menstimulus kiprah intelektualnya. Benjamin mengajar dengan melalui pendekatan kasus/problem yang meminta jawaban dari sang anak. Hal ini membekas dalam pemikiran filosofis dan masalah ilmu yang dihadapi Peirce di kemudian hari. Peirce lulus dari Harvard pada tahun 1859 dan menerima gelar Bachelor of Science dalam bidang Kimia pada tahun 1863. Dari tahun 1859 sampai 1891 dia bekerja di U. S. Coast and Geodetic Survey, terutama menyurvei dan investigasi geodesi. Dari tahun sampai 1884, dia juga mengajar Logika di Departemen Matematika Universitas Johns Hopkins. Pada masa itu Departemen Matematika dipimpin oleh matematikawan terkenal, J. J. Sylvester. Peirce meninggal pada 19 April 1914 di Milford, Pennsylvania Amerika Serikat. Diantara karya-karnya adalah Collected Papers of Charles Sanders Peirce, 8 vols. Edited by Charles Hartshorne, Paul Weiss, and Arthur Burks (Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 1931-1958); Pragmatism as a Principle and Method of Right Thinking: the 1903 Harvard Lectures on Pragmatism by Charles Sanders Peirce. Edited by Patricia Ann Turrisi (State University of New York Press, Albany, New York, 1997); Reasoning and the Logic of Things: the Cambridge Conferences Lectures of 1898. Edited by Kenneth Laine Ketner (Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 1992).Writings of Charles S. Peirce: a Chronological Edition, Volume I 1857-1866, Volume II 1867-1871, Volume III 1872-1878, Volume IV 1879-1884, Volume V 1884- 1886. Edited by the Peirce Edition Project (Indiana University Press, Bloomington, Indiana, 1982, 1984, 1986, 1989, 1993).16 c. Filsafat Kontemporer dan Pragmatisme Dalam filsafat kontemporer, terdapat banyak aliran dan mazhab yang berbeda-beda, tetapi bahasa telah menjadi fokus penelitian filosofis. Wittgensteins (filsuf bahasa‛terbesar‛ abad ke 20) mengatakan: Alle Philosopie ist sprachkritik (setiap filsafat adalah kritik atau bahasa), (tractatus,4.0031). kalau dalam filsafat pada abad ke-19 yang mencolok adalah tematema epistemology, maka abad ke-20 di alihkan ke metodologi bahasa dimana kita berbicara tentang knowledge dan belief.17 karena kita dapat menemukan upaya sungguh-sungguh terhadap persoalan yang terkait dengan logika penelitian (logic inquiry) atau metodologi dan sekaligus dengan memperjelas makna atu arti bahasa (language) yang kita gunakan untuk mengonsepsi pengetahuan dan kepercayaan. jadi bukan pada pertanyaan apakah mungkin kita memperoleh pengetahuan, tetapi pada bagaimana menunjukkan cara-cara pengetahuan tersebut di peroleh, yakni syarat-syarat (condition) dan cara-cara (procedures) untuk memperoleh pengetahuan tersebut.18 Adanya perhatian terhadap bahasa ini meniscahayakan lahirnya kembali logika yang kemudian terkenal sebagai logika modern. Pada abad ke-19, ada sejumlah untuk memutakhirkan logika oleh filsuf-filsuf seperti George Boyle, Ernst Schroder, Gotlob Frege, Bertrand Russell dan A. N. Whitehead dan tentunya Charles S. Peirce. Logika modern di dasarkan pada hubungan logis di antara seluruh kalimat. Pusat perhatiannya bukan lagi silogisme tetapi argumen-argumen yang hipotetikal dan disjungtif. Logika yang semula dari istilah Greek logos, bisa berarti macam-macam, sesuai kompleksitas penggunanya: logika bisa bersangkut paut dengan kemampuan yang khas dimiliki manusia, yakni 16 Gunawan (ed.) http://grelovejogja.wordpress.com/2008/12/18/kajian-epistemologi-charles-sanderspierce- 1839-1914. dipublikasi pertama kali pada tanggal 18 Desember 2008. 17 Milton K Munizt, Contemporary Analitic Philosophy, 7 18 Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integrative Interkonektif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006), 29. kemampuan untuk berbicara (power of speech), kemampuan mengambil kesimpulan (inference), kemampuan menyusun pemikiran konseptual (conceptual thought), dan lebihlebih kemampuan melakukan penilitian rasional (rational inquiry). Pada pokoknya, pengertian logika yang baru adalah ingin mencari jawaban bagaimana disiplin logika yang telah diperbaharui dan telah di kembangkan secara teliti tersebut dapat membimbing dan mengarahkan penggunaan akal pemikiran dalam bidang ilmu pengetahuan secara umum. Salah satu tradisi filsafat kontemporer yang mempunyai minat besar terhadap science of linguistic ini adalah pragmatisme. Pragmatisme pada dasarnya merupakan gerakan filsafat Amerika yang sangat dominan selama satu abad terakhir dan mencerminkan sifat-sifat kehidupan Amerika. Demikian dekatnya pragmatisme dengan Amerika sehingga Popkin dan Stroll menyatakan bahwa pragmatisme merupakan gerakan yang berasal dari Amerika yang memiliki pengaruh mendalam bagi kehidupan intelektual di Amerika. Pertanyaan tentang kebenaran, asal dan tujuan, hakikat serta hal-hal metafisis bagi mayoritas orang Amerika menjadi pokok pembahasan dalam filsafat Barat hanya bersifat teoretis. Pada umumnya mereka membutuhkan hasil yang konkret, sesuatu yang penting dapat dilihat kegunaannya. Oleh karena itu, pertanyaan what is dieliminer dengan what for dalam filsafat praktis.19 Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah ‚faedah‛ atau ‚manfaat‛. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works). Dengan demikian Pragmatisme dapat dikategorikan ke dalam pembahasan mengenai teori kebenaran (theory of truth), sebagaimana yang nampak menonjol dalam pandangan William James (1842-1910),terutama dalam bukunya The Meaning of The Truth (1909).20 Menurut filsafat tersebut, Istilah pragmatisme ini kemudian di angkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Peirce (1839-1914) sebagai doktrin pragmatisme.21 Doktrin itu selanjutnya di umumkan pada tahun 1978 paham tersebut menetapkan aspek-aspek praktis sebagai parameter benar salahnya suatu pemikiran atau konsep. Doktrin ini diangkat dalam sebuah makalah yang dimunculkan pada tahun 1878 dengan tema How to Make Our Ideas Clear yang kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat Amerika diantaranya John Dewey (1859 – 1952).22 Chambers everyday dictionary merumuskan pragmatisme sebagai a philosophy or philosophycal method thats makes practical consequences the test of truth, yaitu suatu filsafat atau metode filsafat yang menetapkan hasil-hasil praktis sebagai standar kebenaran. Membicarakan pragmatisme sebagai sebuah paham dalam filsafat, memang tidak dapat dilepaskan dari nama-nama seperti Charles S. Peirce, William James, dan John Dewey di atas. Meskipun ketiga tokoh tersebut dimasukkan dalam kelompok pragmatisme, namun di antara ketiganya memiliki fokus pembahasan yang berbeda. Charles S. Peirce lebih dekat di sebut 19 Lihat Tholhatul Choir, Ahwan Fanani (ed), Islam Dalam Berbagai Pembacaan Kontemporer, 14. Kebenaran menurut William James adalah sesuatu yang terjadi pada ide yang sifatnya tidak pasti. Kebenaran bukan suatu yang statis, tetapi selalu berubah sejalan dengan perkembangan pengalaman.James mengartikan keberan itu mengandung tiga aspek, pertama; kebenaran merupakan suatu postulat, kedua;kebenaran merupakan suatu pernyataan fakta dan ketiga; kebenaran merupakan kesimpulan yang telah digeneralisasi dari pernyataan fakta.Dengan demikian James sebagai penganjur empirisme dengan cara berpikir induktif. 21 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), 56 22 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajawali, 2010), 119. 20 filsuf ilmu23, sedangkan William James disebut filsuf agama24, dan John Dewey dikelompokkan pada filsuf sosial.25 d. Kebenaran menurut Charles S. Peirce Pierce membagi kebenaran menjadi dua, pertama; Kebenaran Transendental (Trancendental Truth), yaitu kebenaran yang menetap pada benda itu sendiri.kedua; kebenaran kompleks (Complex Truth), yaitu kebenaran dalam pernyataan. Kebenaran kompleks dibagi menjadi kebenaran etis atau psikologis yaitu keselarasan pernyataan dengan apa ya ng diimani pembicara, dan kebenaran logis atau literal, yaitu keselarasan pernyataan dengan realitas yang didefinisikan. Semua kebenaran pernyataan ini harus diuji dengan konsekuensi praktis melalui pengalaman. Langkah awal yang harus dilakukan dalam memahami pandangan besar pierce tentang kebenaran adalah memahami adanya tiga sifat dasar yang ada keyakinan; pertama adanya proposi, kedua adanya penilaian, dan yang ketiga adanya kebiasaan dalam pikiran. Untuk mencapai sebuah keyakinan akan suatu, minimal harus ada tiga sifat dasar di atas. Pada gilirannya, keyakinan akan menghasilkan kebiasaan dalam pikiran (habit of mind). Berbagai kepercayaan dapat dibedakan dengan membandingkan kebiasaan dalam pikiran yang dihasilkan. Dari situ, peirce kemudian membedakan antara keraguan dan keyakinan. Orang yang yakin pasti berbeda dengan orang ragu minimal dari dua hal: feeling and behavior. Orang yang ragu selalu merasa tidak nyaman dan akan berupaya untuk menghilangkan keraguan itu untuk menemukan keyakinan yang benar. Gagasan Peirce tentang keyakinan dan pencarian keyakinan yang benar, ia mengemukakan dua tipologi, yakni; fixation of belief, usaha untuk meneguhkan keyakinan yang telah dimiliki,agar bisa survive, dan Clarification of idea yang mencakup metafisika, etika dan logika. Pierce mengembangkan dalam bidang logika yang digagasnya dalam teori baru The New Logic (cara berfikir baru) dan The Logic of Inquiry (logika penelitian). Bagi Pierce, logic tidak statis tapi bersifat dinamis, sehingga dengan perkembangan ilmu pengetahuan, apa yang nampak sebagai fenomena dibaca dan dicerna dengan pembacaan yang kritis dan produktif. Selanjutnya Peirce mengajukan lima konstruksi pemikiran yaitu; Pertama; belief, berupa tatanan sosial yang dipegangi dan moral, Kedua; habit of mind, kebiasaan dalam pikiran yakni adat istiadat yang turun temurun dan mengkristal, Ketiga; doubt, keragu- raguan akan apa yang selama ini dianggap mapan karena adanya benturan antara turath (warisan keilmuan Islam) dengan al-hadathah (modernitas). Untuk memperoleh keyakinan, menurut Pierce seorang peneliti perlu menggunakan empat, yakni; tenasitas, otoritas, apriori, dan investigasi, Keempat; Inquiry (penelitian), yang dicari adalah meaning (nilai) bukan truth (kebenaran)dan Kelima; the logic of theory. Peirce menegaskan bahwa kebenaran teks adalah sebagian kebenaran yang tertutup dalam kebenaran absolut. Dari sini, Peirce menewarkan perlunya Commonity of Research sehingga masing-masing kebenaran relatif tersebut masih dapat diapresiasi dan dikritik. 26 23 Peirce lebih menekankan penerapan pragmatism ke dalam bahasa yaitu menerangkan arti-arti kalimat sehingga diperoleh kejelasan konsep dan pembedaannya dengan konsep lain.Pierce menggunakan pendekatan matemetik dan logika symbol (bahasa). 24 James menggunakan pendekatan psikologi untuk memecahkan masalah individual. 25 Dewey mengembangkan teori problem solving, yaitu mengarahkan kegiatan intelektual untuk mengatasi masalah sosial. Dewey menggunakan pendekatan biologis dan psikologis. 26 Milton K. Munitz, Contemporary Analytic Philosophy, 34. Peirce mengakui bahwa dalam sejarah manusia, usaha-usaha untuk mencari keyakinan yang benar itu setidaknya dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: 1. A priori, yang berasal dari bahasa latin: a (dari) dan prior (yang mendahului). A priori digunakan, kontras dengan a posteriori, untuk mengacu pada kesimpulan-kesimpulan kepada apa yangt sudah di tentukan, bukan dari pengalaman. Oleh karena itu, a priori mengacu kepada apa yang dapat kita asalkan dari definisi dan apa yang tersirat dalam makna ide yang sudah diterima. A priori berarti tidak bergantung pada pengalaman indrawi. Barangkali ilustrasi yang tepat untuk a priori tersebut faedah kasus penemuan obat malaria yang terjadi secara kebetulan. Seorang indian yang sakit minum air dikolam dan ahirnya mendapatkan kesembuhan. Hal ini terjadi berulang kali pada beberapa orang. Akhirnya, diketahui bahwa di sekitar kolam tersebut tumbuh sejenis pohon yang kulitnya bisa digunakan sebagai obat malaria yang kemudian berjatuhan di kolam tersebut. Penemuan pohon yang kelak di kemudian hari dikenal sebagai pohon kina tersebut adalah terjadi secara kebetulan saja. 2. Trial and Error, artinya coba-coba. Metode ini bersifat untung-untungan. Salah satu contoh ialah model percobaab problem box Thorndike. Percobaan tersebut adalah seperti berikut: seekor kucing yang kelaparan dimasukkan ke dalam problem box, suatu ruangan yang hanya dapat di buka apabila kucing berhasil menarik ujung tali dengan membuka pintu. Karena rasa lapar dan melihat makanan di luar maka kucing berusaha keluar dari kotak tersebut dengan berbagai cara. Akhirnya dengan tidak sengaja si kucing berhasil menyentuh simpul tali yang membuat pintu jadi terbuka dan dia pun berhasil keluar. Percobaan tersebut berdasarkan pada hal yang belum pasti, yaitu kemampuan kucing tersebut untuk membuka pintu kotak masalah. 3. Melalui otoritas. Kebenaran bisa didapati melalui otoritas seseorang yang memegang kekuasaan, seperti seorang raja atau pejabat pemerintah yang setiap keputusan dan kebijaksanaan dianggap benar oleh bawahannya. Dalam filsafat jawa dikenal dengan istilah sabda pandita ratu, ucapan pendeta atau ratu selalu benar dan tidak boleh di banta lagi. 4. Melalui metode ilmiah dan investigasi. Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan pengetahuan yang ada. Selanjutnya dalam sebuah makalah yang terbit pada 1878, yang berjudul How I Make Our Ideas Clear, Peirce menyatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan di ukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Suatu pernyataan adalah benar apabila pernyataan dari konsekuensi dari pernyataan itu dipercaya mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Kepercayaan atau keyakinan yang membawa pada hasil yang terbaik adalah yang menjadi justifikasi dari segala tindakan. Keyakinan yang meningkatkan suatu kesuksesan adalah kebenaran. Pragmatisme sebagai suatu interpretasi baru terhadap teori kebenaran oleh peirce memang digagas sebagai teori arti. Dalam kaitan dengan ini: menurut teori pragmatis tentang kebenaran, suatu proposisi dapat disebut benar sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan, berlaku dan memuaskannya itu diuraikan dengan berbagai ragam oleh para pengamat teori tersebut. Sementara itu, James menominalisasikan pragmatisme sebagai teori cash value. James kemudian menyatakan: ide-ide yang benar menurut James, adalah ide-ide yang dapat kita serasikan, kita umumkan berlakunya, kita kuatkan, dan kita periksa. Sebaliknya ide yang salah adalah ide yang tidak demikian). Untuk membedakan dengan dua pendahulunya tersebut, Dewey menamakan pragmatisme, sebagai instrumentalisme. Instrumentalisme sebenarnya sebutan lain dari filsafat pragmatisme, selain eksperimentalisme. Dewey merumuskan instrumentalisme pragmatis sebagai to conceive of both knowledge and practice as means of making good excellencies of all kind secure in experienced existence. Demikianlah, dewey pragmatisme dengan instrumentalism, operationalism, functionalism, dan experimentalisme. Menurut aliran tersebut, ide gagasan, pikiran dan intelegent merupakan alat atau instrumen untuk mengatasi kesulitan atau persoalan yang dihadapi manusia. Peirce memaksudkan pragmatisme untuk membuat pikiran bisa menjadi ilmiah, tetapi James memandangnya sebagai sebuah filsafat yang dapat memecahkan masalah-masalah metafisik dan agama. Lebih jauh, James menganggapnya sebagai theory of meaning dan theory of truth. Pragmatisme yang diserukan oleh James ini yang juga disebut practicalisme sebenarnya merupakan perkembangan dan olahan lebih jauh dari pragmatisme peirce. Hanya saja, peirce lebih menakankan pragmatisme ke dalam bahasa, yaitu untuk menerangkan arti-arti kalimat sehingga diperoleh kejelasan konsep dan perbedaannya dengan konsep lain. Dia menggunakan pendekatan matematik dan logika simbol yang pada gilirannya mengangkat namanya sebagai bapak semiotika modern, berbeda dengan James yang menggunakan pendekatan psikologi. Dengan semangat logika positivistik inilah, menurut beberapa tulisan, kemudian muncul sikap skeptis peirce terhadap kemungkinan pengetahuan metafisik. Semangat logika positivistik menganggap semua pernyataan yang tidak terkait dengan benda-benda fisikmisalnya pernyataan etika dan metafisika- sebagai meaningless, tak bermakna atau omong kosong. John Passmore, misalnya, mengatakan bahwa kaum positivis menolak metafisika transendental atasdasar bahwa pernyataan-pernyataan itu tidak bermakna sama sekali. Namun demikian, kajian metafisika ini tetap diyakini pierce dapat didiskusikan dan diselesaikan melalui filsafat. Salah satu masukan yang disumbangkan oleh telaah dan kajian pragmatisme, juga filsafat analitik adalah analisisnya yang tajam tentang corak pemikiran metafisik yang terkait dengan world view (pandangan dunia) adalah monistic and pluralistic. D. ANALISIS KRITIS ATAS KEKUATAN DAN KELEMAHAN PRAGMATISME 1) Kekuatan Pragmatisme; a. Kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemanjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun teknologi. Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhankebutuhan dunia, bukan nnati di akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari. b. Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan eksperimeneksperimen sehingga munculllah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan ekonomi. c. Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada ‚kepercayaan yang mapan‛. Suatu kepercyaan yang diterim apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya sesuatu yang sakral dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompok pragmatisme merupakan pendukung terciptanya demokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern. 2). Kelemahan Pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga tataran pemikiran : a. Kritik dari segi landasan ideologi Pragmatisme Pragmatisme dilandaskan pada pemikiran dasar (Aqidah) pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Hal ini nampak dari perkembangan historis kemunculan pragmatisme, yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari empirisme. Dengan demikian, dalam konteks ideologis, Pragmatisme berarti menolak agama sebagai sumber ilmu pengetahuan. Jadi, pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan jalan tengah di antara dua sisi pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja terwujud di antara dua pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai asas yang sama). Namun penyelesaian seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang kontradiktif. Sebab dalam hal ini hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, ialah mengakui keberadaan Al Khaliq yang menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dan dari sinilah dibahas, apakah Al Khaliq telah menentukan suatu peraturan tertentu lalu manusia diwajibkan untuk melaksanakannya dalam kehidupan, dan apakah Al Khaliq akan menghisab manusia setelah mati mengenai keterikatannya terhadap peraturan Al Khaliq ini. Sedang yang kedua, ialah mengingkari keberadaan Al Khaliq. Dan dari sinilah dapat dicapai suatu kesimpulan, bahwa agama tidak perlu lagi dipisahkan dari kehidupan, tapi bahkan harus dibuang dari kehidupan. b. Kritik dari segi metode pemikiran Pragmatisme yang tercabang dari Empirisme nampak jelas menggunakan Metode Ilmiyah, yang dijadikan sebagai asas berpikir untuk segala bidang pemikiran, baik yang berkenaan dengan sains dan teknologi maupun ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan. Ini adalah suatu kelemahan. c. Kritik terhadap Pragmatisme itu sendiri Pragmatisme adalah aliran yang mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ide ini keliru dari tiga sisi; Pertama; Pragmatisme mencampur adukkan kriteria kebenaran ide dengan kegunaan praktisnya. Kebenaran suatu ide adalah satu hal, sedang kegunaan praktis ide itu adalah hal lain. Kebenaran sebuah ide diukur dengan kesesuaian ide itu dengan realitas, atau dengan standar-standar yang dibangun di atas ide dasar yang sudah diketahui kesesuaiannya dengan realitas. Sedang kegunaan praktis suatu ide untuk memenuhi hajat manusia, tidak diukur dari keberhasilan penerapan ide itu sendiri, tetapi dari kebenaran ide yang diterapkan. Maka, kegunaan praktis ide tidak mengandung implikasi kebenaran ide, tetapi hanya menunjukkan fakta terpuaskannya kebutuhan manusia . Kedua; pragmatisme menafikan peran akal manusia. Menetapkan kebenaran sebuah ide adalah aktivitas intelektual dengan menggunakan standar-standar tertentu. Sedang penetapan kepuasan manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah identifikasi instinktif. Memang identifikasi instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya, tapi tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, pragmatisme berarti telah menafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi instinktif. Atau dengan kata lain, pragmatisme telah menundukkan keputusan akal kepada kesimpulan yang dihasilkan dari identifikasi instinktif . Ketiga; pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan perubahan subjek penilai ide –baik individu, kelompok, dan masyarakat– dan perubahan konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain, kebenaran hakiki Pragmatisme baru dapat dibuktikan –menurut Pragmatisme itu sendiri– setelah melalui pengujian kepada seluruh manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak akan pernah terjadi. Maka, pragmatisme berarti telah menjelaskan inkonsistensi internal yang dikandungnya dan menafikan dirinya sendiri. E. SIMPULAN Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatise merupakan filsafat bertindak dalam menghadapi berbagai persoalan, baik yang bersifat psikologis, epistemologis, metafisis, maupun religious. Pragmatisme selalu mempertanyakan bagaimana konsekuensi praktisnya, selalu dikaitkan dengan kegunaannya dalam hidup manusia. Konsekuensi praktis yang berguna dan memuaskan manusia itulah yang membenarkan tindakan tadi. Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah Charles S. Peirce (18931942), yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952). Merekalah yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang, karena di Amerika Serikat pragmatisme mendapat tempat tersendiri dengan melekatnya nama Charles S. Peirce, William James sebagai tokohnya, disamping John Dewey. Seperti dengan aliran-aliran filsafat pada umumnya, pragmatisme juga memiliki kelemahan sehingga menimbulkan kritik-kritik terhadap aliran filsafat ini. Kelemahan pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga tataran pemikiran: (1) kritik dari segi landasan ideologi pragmatisme, (2) kritik dari segi metode pemikiran, dan (3) kritik terhadap pragmatisme itu sendiri. Daftar Pustaka: Abdullah, Amin; Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integrative Interkonektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006. A. F. Chaimers; What is this called Science, University Queensland Press, 1976. Milton K. Munitz; Contemporary Analytic Philosofhy, Macmillan Publishing Co. Inc New York, 1981. Murat Wahbah; Al Mu’jam Al Falsafi, Darul Quba’ Al Misriyah, 1991 Dr. Misbah Al ‘amili; Ibnu Kholdun, Tafawuqul fikri al Arabi ‘ala al Fikri al Yunani biktisyafi hakaikilfalsafa, Darul Jamahiriyah Al Misriyah, 1988. Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali, 2010. Choir, Tholhatul dan Fanani, Ahwan (ed.). Islam dalam berbagai pembacaan kontemporer. Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2009. Gunawan(ed.)http://grelovejogja.wordpress.com/2008/12/18/kajian-epistemologicharles-sanderspierce-1839-1914. dipublikasi pertama kali pada tanggal 18 Desember 2008. Knipers, Theo A.F (ed.) General Phylosophy of Science. Oxford, 2007. Munitz, Milton K.. Contemporery Analitic Philosophy. New York; Macmillan Publishing Co.Inc. 1981. Mustanshir, Rijal dan Munir, Misnan. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Santoso, Slamet Imam, Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Sinar Hudaya, 1977. Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000. Verhaak, C. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.