3 Produk Bioteknologi: Rekayasa Genetik atau EpiGenetik? Abstrak. Bioteknologi berbasis rekayasa genetik telah terbukti manfaatnya di berbagai bidang kehidupan. Karena mengandung transgen, pemanfaatan produk teknologi ini masih menimbulkan kontroversi, meskipun tidak sebanding dengan manfaat besarnya. Ada alternatif pendekatan, yaitu bioteknologi berbasis epigenetik. Dalam pendekatan epigenetik, perubahan ‘stabil’ ekspresi gen endogenous dilakukan melalui aktivasi gengen dorman penentu sifat unggul. Bioteknologi modern yang berbasis rekombinasi DNA atau rekayasa genetik telah terbukti manfaatnya. Di tingkat global teknologi ini telah diterapkan secara luas pada berbagai bidang. Di bidang kedokteran ada terapi gen. Bi bidang industri atau farmasi dikenal dengan bioindustri, biosimilar atau molecular farming. Di Bidang pertanian telah beredar luas tanaman PRG (produk rekayasa genetik) atau tanaman transgenik. Di Indonesia, perkembangan dan penerapan rekayasa genetik masing terkendala oleh berbagai hal, diantaranya besarnya input yang diperlukan untuk pengembangannya, ketat dan lamanya proses pengkajian keamanan hayati maupun keamanan pangan PRG [1]. Alternatif teknologi rekayasa genetik yang saat ini mengemuka adalah epigenetik. Pemahaman molekuler yang semakin baik terhadap fenomena alami perubahan ekspresi gen pada perkembangan seluler, membuka peluang bioteknologi alternatif berbasis epigenetik. Epigenetik dapat diartikan sebagai perubahan ekspresi gen yang menurun (heritable) yang tidak disandikan oleh sekuen DNAnya. Ada tiga komponen perubahan epigenetik yang saling berinteraksi dalam keseimbangan yaitu metilasi DNA, silencing terkait RNA dan modifikasi histon. Gangguan terhadap keseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya kelainan epigenetik atau epigenetic diseases [2]. Contoh pertama dari perubahan keseimbangan metilasi DNA yang menyebabkan perubahan epigenetik adalah abnormalitas buah mantel dari tanaman kelapa sawit asal kultur jaringan [3]. Kedua, penyakit yang terjadi akibat kelainan epigenetik adalah kanker, kelainan mental dan beberapa penyakit degeneratif terkait dengan penuaan atau aging. Pemahaman yang medalam terhadap proses molekuler kelainan epigenetik memunculkan gagasan pengobatan atau terapi epigenetik. Diferensiasi. Salah satu tantangan dalam biologi molekuler adalah pemahaman bagaimana informasi genetik dapat dikaitkan langsung dengan pembentukan jaringan tertentu di dalam organisme multiseluler. Selama diferensiasi, perubahan struktur kromatin menentukan pola penurunan ekspresi gen dalam merespon signal. Ekspresi gen dari sel-sel yang sedang berdiferesiasi pada berbagai kondisi internal dan eksternal diilustrasikan pada Gb. 1. Beberapa sel, merespon suatu signal yang diterima selama diferensiasi (anak panah hitam). Dalam model A, 3 sel yang berbeda masing-masing dengan struktur kromatin permisif, dibedakan dengan ekspresi dari tiga faktor transcripsi yang berbeda. Hanya sel pertama mengandung kombinasi faktor yang benar untuk transkripsi yang mampu merespon signal. Dalam model B, ketiga tipe sel mengandung kombinasi faktor yang sama, tetapi yang kondisi kromatinnya permisif hanya sel pertama. Sementara kondisi pada dua lainnya, memiliki nukleosom yang padat ditunjukkan adanya segitiga atau oval merah [4]. www.ibriec.org | Maret 2014 | 2 (1), 3-5 Djoko Santoso – Peneliti BPBPI 4 Gb. 1. Model diferensiasi berbasis faktor transkripsi dan kromaton [4]. Aktivasi gen-gen dorman. Tidak seperti produk rekayasa genetik yang mengandung transgen, produk dari hasil bioteknologi aktivasi gen-gen endogenous dorman, pengendali sifat-sifat unggul tanaman secara epigenetik, diperkirakan lebih dapat diterima oleh konsumen. Contoh produk epigenetik yang telah ada, anggur tanpa biji yang bisa dibuat menggunakan suatu homon tanaman. Dengan cara yang mirip, tanaman tahan terhadap cekaman kekeringan atau salinitas dapat dibuat dengan cara mengkulturkannya pada media yang mengandung senyawa kimia tertentu. Para peneliti dari sebuah lembaga riset di Jepang aktif meneliti penggunaan obat (senyawa-senyawa kecil bioaktif) untuk induksi ekspresi gen-gen endogenous dorman melalui pemahaman epigenetik sehingga tercipta mikroba maupun tanaman unggul [5]. Chemical Epigenetics. Meskipun dalam prakteknya telah lama dilakukan, dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang epigenetikan, bidang kimia genetika saat ini sedang menarik perhatian banyak pihak di dunia. Chemicals epigenetics berupa senyawasenyawa kimia ukuran kecil yang dapat berinteraksi dengan enzim-enzim atau molekul terkait dengan epigenetic seperti HAC (histone acetylase) atau HDAC (histone deacetylase). Senyawa tersebut bisa bersifat alami ataupun sintetis. Salah satu temuan yang diperkirakan membawa dampak besar dalam bidang kesehatan manusia dan yang banyak disitasi oleh publikasi ilmiah terkait adalah ditemukannya Sirtuin atau Sir2, adalah suatu kelas protein yang memiliki aktivitas monoribosyltransferase atau deacylase termasuk deacetylase, desuccinylase, demalonylase, demyristoylase dan depalmitoylase. Nama Sir2 berasal dari gen yeast ‘silent mating-type information regulation 2’. Sirtuin berpengaruh terhadap berbagai proses seluler seperti penuaan, transkripsi, apoptosis, inflamasi, ketahanan stess, kewaspadaan terhadap keadaan efisiensi energi dan kekurangan kalori serta biogenesis mitokondria. Beberapa www.ibriec.org | Maret 2014 | 2 (1), 3-5 Djoko Santoso – Peneliti BPBPI 5 STAC (sirtuin-activating compound) yang bersifat alami telah ditemukan. Senyawa tersebut masuk dalam kelompok senyawa polifenolik, diantaranya adalah turunan dari trans-Stilbene seperti Piceatannol dan Resveratrol, derivat Chalcone seperti Butein dan Isoliquiritigenin , serta turunan Flavone seperti Luteolin dan Quercetin. STAC mengaktivasi Sirtuin secara allosterik yang kemudian diikuti proses deasetilasi protein histon pada kromatin oleh Sirtuin aktif tersebut [6]. Referensi [1] Santoso, D. & D.H. Goenadi. 2014. Rekayasa Genetik: Potensi dan Status penerapannya pada Tanaman Perkebunan. Menara Perkebunan (submitted) [2] Egger, G., G. Liang, A. Aparicio & P.A. Jones. 2004. Epigenetics in human disease and prospects for epigenetic therapy. Nature 429: 457-463. [3] Morcillo, F., C. Gagneur, H. Adam, F. Richaud, R. Singh, S-C. Cheah, A. Rival, Y. Duval & J.W. Tregear. 2006. Somaclonal variation in micropropagated oil palm. Characterization of two novel genes with enhanced expression in epigenetically abnormal cell lines and in response to auxin. Tree Physiology 26, 585–594 [4] Arney, K.L. & A.G. Fisher. 2004. Epigenetic aspects of differentiation. Journal of Cell Science 117, 4355-4363 [5] Yoshida, M. 2014. Tuning epigenetics to treat disease. Chemical Genomics Research Group, RIKEN Center for Sustainable Resource Science. http://www.rikenresearch.riken.jp/eng/frontline/7709.html. [6] Kugel, S. & R. Mostoslavsky. 2013. SIRT1 Activators: The Evidence STACks up. AGING, 5(3): 142-143. www.ibriec.org | Maret 2014 | 2 (1), 3-5 Djoko Santoso – Peneliti BPBPI