1 TEKNOLOGI PANEN AIR HUJAN DAN PENYIMPANNYA diabstraksikan dan dirangkum oleh: Prof Dr Ir Soemarno MS (Bahan Kajian MK. Pengelolaan Sumberdaya Alam (PSDA) PM PSLP PPSUB 2010) 1. PENDAHULUAN: Mengapa memanen air hujan dan disimpan dalam tanah Air merupakan salah satu kebutuhan utama untuk pertumbuhan tanaman yang sehat. Akan tetapi di daerah iklim arid dan semi-arid, kekurangan auir sering terjadi akibat kurangnya curah hujan. Di daerah seperti ini, laju evapoprasi yang tinggi selama musim tanaman juga lazim terjadi. Hujan di daerah-daerah iklim (semi-)arid, biasanya berupa hujan lebat. Kondisi tanah yang ada tidak dapat menyerap semua air hujan yang volumenya besar dalam waktu singkat. Akibatnya hujan di daerah-daerah (semi-)arid ini biasanya dibarengi dengan volume air limpasan-permukaan (runoff) yang besar. Faktor-faktor klimatik di daerah arid dan semi-arid ini memngisyaratkan bahwa kita harus dapat memanfaatkan jumlah curah hujan yang terbatas seefisien mungkin. Salah satu cara untuk dapat melakukan hal ini adalah memanfaatkan air limpasan permukaan (runoff) dengan jalan “PEMANENAN AIR”. Cara lain adalah memperbesar infiltrasi dan penyimpanan air hujan dalam tanah (penyimpanan dan konservasi lengas tanah). Keuntungan dari teknik-teknik pemanenan air hujan dan penyimpanannya dalam tanah di daerah arid dan semi arid dapat diikhtisarkan berikut ini. Lebih banyak air tersedia bagi tanaman dapat mewujudkan kepastian produksi dan tingkat hasil tanaman yang lebih tinggi. Selain itu, dengan cara-cara ini dimuingkinkan suplai air bagi tanaman di lahan kering, yang pada kondisi yang biasa tidak dapat berproduksi. Kebanyakan teknik untuk mengumnpulkan air biasanya menggunakan sumber air yang besar seberti sungai dan groundwater (mis. Sumur dan system irigasi), dan memerlukan investasi sekala besar. Tetapi di banyak Negara dunia, beragam metode sekala kecil dan sederhana telah dikembangkan untuk menangkap dan mengumpulkan air limpasan permukaan (runoff) digunakan untuk beragam tujuan produktif. Kalau limpasan permukaan ini dibiarkan saja akan dapat menyebabkan erosi tanah, runoff ini dapat dipanen dan dimanfaatkan. Beragam teknik memanen air dengan aneka ragam aplikasinya telah tersedia. Pemanenan air hujan ini ditujukan untuk memanfaatkan runoff, penyimpanan lengas tanah bertujuan untuk mencegah runoff dan menyimpan air hujan di tempat dimana ia jatuh dari langit sebanyak mungkin. Perbedaan di antara dua macam teknologi ini tidak terlalu jelas, terutama kalau daerah-tangkapan hujan (penghasil runoff ) sekalanya sangat kecil. Selain itu, teknologi penyimpanan lengas tanah dapat diaplikasikan di daerah lahan budidaya pertanian. 2 2. TEKNOLOGI PANEN AIR HUJAN 2.1. Prinsip-prinsip Panen Air Hujan Pemanenan-air-hujan dalam makna yang luas dapat didefinisikan sebagai kegiatan pengumpulan runoff untuk penggunaan yang produktif. Runoff dapat ditangkap dan dikulpulkan dari cucuran atap atau dari permukaan lahan, atau dari sungai-sungai musiman. Sistem pemanenan air yang memanen runoff dari atap-bangunan atau dari permukaan lahan termasuk dalam kategori “pemanenan air hujan”, sedangkan semua system yang mengumpulkan runoff dari sungai-sungai musiman dikelompokkan dalam kategori “pemanenan air banjir”. SIKLUS HIDROLOGI Siklus hidrologi: Pentingnya hujan dalam siklus hidrologi (FAO. 1991).. Sebagian tertentu dari lahan, daerah tangkapan-air, dibiarkan tidak diolah. Air hujan yang jatuih di daerah-tangkapan ini dialirkan ke petakan lahan yang diolah dan ditanami. Runoff dapat juga dikumpulkan di area budidaya tanaman dengan menggunakan metode-metode konservasi lengas tanah (bangunan-bangunan yang terbuat dari tanah atau batu), yang memungkinkan air hujan ber-infiltrasi ke dalam tanah dan menjadi tersedia bagi akar tanaman. 3 ZONE TANGKAPAN AIR ZONE BUDIDAYA Gambar 2. Prinsip panen air hujan untuk produksi tanaman (FAO. 1991) Teknik-teknik pemanenan air hujan bersekala kecil dapat menangkap air hujan dan runoff dari daerah-tangkapan yang kecil, meliputi lereng-lereng yang pendek, panjang lereng kurang dari 30 m (daerahtangkapan mikro). Pemanenan air hujan pada lereng lebih dari (30m - 200m), di luar lahan pertanian budidaya juga dapat dilakukan. Gambar 3 menyajikan contoh sistem daerah tangkapan sekala mikro. 2.2. Kondisi yang dipersyaratkan panen air hujan Iklim Pemanenan air hujan sangat sesuai untuk daerah-daerah semi-arid dengan rataan curah hujan tahunan (300-700 mm). Teknologi ini juga dipraktekkan di beberapa daerah arid dengan rataan curah hujan tahunan (100-300 mm). Di kebanyakan daerah tropis, periode utama curah hujan terjadi selama periode panas ’summer’, pada saat alju evaporasi sangat tinggi. Di daerah tropis yang lebih kering, risiko kegagalan panen tanaman lebih besar. Biaya struktur pemanenan air hujan juga lebih tinggi karena haruis dibuat dengan sekala lebih besar. Kemiringan Lereng Pemanenan air hujan tidak direkomendasikan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 5% karena distribusi runoff tidak merata, erosi tanah intensif dan biaya pembuatan bangunan penangkap air hujan juga mahal. 4 Gambar 3. Daerah Tangkapan (catchment) Mikro (Critchley, 1991). Tanah dan Pengelolaan Kesuburan Tanah Tanah-tanah di zone budidaya harus cukup tebal sehingga mempunyai kapasitas simpanan air yang cukup besar, dan tanahnya subur. Tanah-tanah di daerah-tangkapan air harus mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Untuk kebanyakan sistem pemanenan air, kesuburan tanahnya harus diperbaiki, atau dipertahankan, supaya tetap produktif dan lestari. Peningkatan ketersediaan lengas tanah dan peningkatan produktivitas tanaman yang dihasilkan dari kegiatan penangkapan air hujan akan berdampak pada eksploitasi hara tanah yang lebih besar. Tanah-tanah berpasir tidak terlalu banyak memberikan nilai-tambah dari kegiatan pemanenan air hujan ini, kecuali kalau pada saat yang bersamaan juga ditingkatkan kesuburan tanahnya. Tanaman Salah satu kriteria utama untuk memilih teknologi panen air hujan adalah kesesuaiannya dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Akan tetapi, jenis tanaman juga dapat disesuaikan dengan struktur bangunan pemanen air hujan. Beberapa karakteristik umum dalam kaitannya dengan kebutuhan air disajikan dalam bagian lain. Perbedaan penting di antara tanaman tahunan (misalnya pohon) dengan tanaman semusim adalah bahwa pohon memerlukan konsentrasi air pada titik-titik tertentu, sedangkan tanaman semusim biasanya lebih diuntungkan kalau distribusi air lebih merata ke seluruh areal pertanaman. Distribusi air yang merata dapat dicapai dengan jalan meratakan tanah garapan. Rerumputan lebih toleran dengan kondisi distribusi air yang tidak merata dibandingkan dengan tanaman biji-bijian lainnya. 5 TAJUK POHON AKAR PENYERAP AIR DAN HARA BATANG POHON Sistem perakaran pohon memainkan fungsi sangat vital (sumber: snwa.com) Kriteria Teknis Untuk memilih suati teknik pemanenan air hujan yang palign sesuai, ada perangkat criteria yang harus diperhatikan: 1. Teknik pemanenan air secara teknis harus dapat berfungsi dengan baik. 2. Teknik ini harus sesuai dengan system prduksi tanaman yang dilakukan oleh petani. Kalau risiko kegagalan produksi akibat teknik-teknik baru dinilai terlalu besar dibandingkan dengan teknik-teknik yang telah ada, atau persyaratan skill tenaga kerjanya terlalu tinggi , maka adopsi teknologi baru ini tidak akan diadopsi oleh para penggunanya. 2.3. Input untuk Panen Air hujan Seperti halnya dengan praktek pertanian lainnya, harus ada keseimbangan antara biaya dan manfaat dari sistem-sistem pemanenan air hujan. Manfaat yang sangat nyata adalah peningkatan hasil tanaman bagi petani. Dalam tahun-tahun dengan curah hujan rata-rata saja, pemanenan air hujan dapat meningkatkan produksi pertanian 50 - 100%, tergantung pada sistem yang digunakan, tipe tanah, pengelolaan lahan, dll. Disamping itu, beberapa sistem panen air hujan ini memungkinkan untuk menanam 6 tanaman yang sebelumnya tidak mungkin ditanam. Dalam tahun-tahun dengan curah hujan rendah, hasil tanaman biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan petakan kontrol; sedangkan pada tahun-tahun sangat buruk biasanya dampaknya terhadap hasil pertanian bersifat netral. The stormwater is held in the basin awhile and slowly released to a nearby waterbody. In this way, stormwater detention basins reduce how fast runoff enters our natural waterways.( SUMBER: http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalianbanjir/) 7 DIAGRAM ALIR MODEL NERACA LENGAS TANAH Bagan perhitungan neraca lengas tanah bulanan (sumber: fao.org) Simbol dalam bagan alir: Variabel Parameter S(m) Surplus bulan, m Smax Kapasitas maksimum simpanan lengas tanah, mm P(m) Precipitasi bulan, m Seav Air tanah mudah tersedia , mm ETo(m) Reference evapotranspiration in mm RP Reduction point in mm (=Smax-Seav) ETa(m) Actual evapotranspiration in mm Prd Period reduksi evapotranspirasi Sav(m) Air tanah tersedia pada bulan , m Kc Koefisien tanaman B(m) Neraca air tanah bulan, m Biaya, Tenagakerja dan Peralatan Biaya utama bagi skema pemanenan air hujan adalah untuk pekerjaan penggalian-penimbunan tanah dan penataan batu-batu. Jumlah 8 penggalian tanah untuk parit-parit, pengumpulan dan pengangkutan batubatu. Pemeliharaan struktur bangunannya dan lain-lainnya juga akan menjadi biaya tambahan. Biasanya kebutuhan tenaga kerja cukuyp banyak. Biasanya struktur bangunan pemanen air hujan dibuat pada musim kering. Akan tetapi tidak benar bahwa petani bersedia menginvestasikan banyak tenaga kerja secara sukarela untuk membuat bangunan-bangunan ini. Selama musim kering biasanya petani melakukan kegiatan lain, seperti memelihara ternaknya atau bekerja pada sektor informal lainnya di perkebunan atau di kota. Pada kondisi lingkungan yang khusus, seperti adanya tekanan lahan yang sangat besar dan degradasi lingkungan, petani biasanya lebih berkeinginan untuk investasi dalam pemanenan air hujan. Kebutuhan tenagakerja tergantung pada jenis-jenis peralatan yang digunakan. Pemilihan peralatan tergantung pada sumber energi yang tersedia. Pada sistem dengan sekala kecil, penyelesaian pekerjaan dilakukan secara manual. Tenagakerja ternak, seperti sapi, kerbau atau kuda, dapat digunakan untuk pekerjaan membuat bedengan, pematang atau tanggul-tanggul. RANCANGAN SISTEM PANEN AIR HUJAN 1. Pendahuluan Cadangan air di daerah budidaya pertanian didukung dengan air dari daerah-tangkapan air hujan (Gambar 2). Pada saat merancang suatu system pemanenan air, ukuran daerah-tangkapannya dihitung atau diestimasi secara akurat untuk menjamin cukupnya runoff yang dapat dipanen untuk memenuhi kebutuhan tanaman di lahan budidaya. Hubungan amntara kedua area lahan ini dinyatakan sebagai rasio C:CA, yaitu rasio antara daerah-tangkapan (C) dan daerah budidaya (CA). Untuk tanaman semusim biasanya nilai rasio C:CA sebesar 3:1, daerah tangkapan-air C tiga kali dari luas lahan budidayanya CA. Modifikasi microcatchment untuk menyalurkan dan menampung runoff ke lokasi yang ditentukan. Parit-parit atau pematang dibuat menurut garis kontur untuk menyalurkan air runoff (FAO. 1991)... 9 Walaupun perhitungan rasio C:CA dapat menghasilkan system pemanenan air yang akurat, namun biasanya tidak mudah menghitung rasio C:CA secara akurat. Data yang diperlukan (curah hujan, runoff dan crop water requirements) seringkali tidak tersedia dan kalau ada variasinya sangat besar. Informasi dan data seperti ini dapat beragam antar lokasi, atau antar tahun. Perhitungan dapat memberikan kesan tentang akurasi , tetapi hal ini dapat keliru kalau perhitungannya didasarkan pada data yang ragamnya sangat besar. Karena alasan inilah maka biasanya sistem pemanenan air hujan dirancang dengan menggunakan mekanisme pelatihan dan pendampingan untuk rasio C:CA. Banyak sistem pemanenan air hujan yang berhasil biasanya dimulai dengan sekala eksperimen kecil-kecilan dengan estimasi rasio C:CA. Disain awal kemudian dapat dimodifikasi berdasarkan pengalaman lapangan. Untuk dapat mengestimasi rasio C:CA dan menilai secara kritis hasil-hasil eksperimen pertama dari suatu sistem panen air hujan, diperlukan pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana bekerjanya sistem pemanenan air hujan. Aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi berfungsinya sistem pemanenan air hujan? Kolam penampung air hujan untuk mendukung diversifikasi pertanian. Kolam seperti ini cocok untuk memanen air hujan di pedesaan, menampung air hujan untuk berbagai keperluan seperti irigasi tanaman, keperluan rumahtangga, ternak dan aquaculture (FAO. 1991)... 10 Microcatchment budidaya mengumpulkan air runoff dari area yang luas ke petakan lahan yang sempit. Aneka jenis tanaman dapat dibudidayakan pada petakan lahan yang sempit ini (FAO. 1991)... Sistem Air – Tanah Tujuan sistem pemanenan air hujan adalah memanen runoff. Runoff ini dihasilkan dalam suatu system air – tanah , dimana berlangsung interaksi antara curah hujan dengan tanah (Gambar 4). Prinsip sistem ini adalah sbb: Setiap jenis tanah mempunyai kapasitas tertentu untuk menyerap air hujan. Air hujan yang tidak dapat diserap masuk ke dalam tanah akan mengalir di permukaan tanah sebagai runoff. Jumlah runoff ini tergantung pada kapasitas penyerapan tanah dan jumlah air hujan yang jatuh. Jumlah air hujan yang jatuh selama peruiode tertentu pada sebidang lahan disebut INTENSITAS HUJAN, dan dinyatakan sebagai kuantitas kedalaman air hujan dalam satuan mm per jam (mm/jam). Kapasitas penyerapan tanah disebut KAPASITAS INFILTRASI. Ukuran kapasitas ini, laju infiltrasi dinyatakan sebagai kuantitas kedalaman air dengan satuan mm per jam (mm/jam). Runoff dihasilkan kalau intensitas hujan lebih besar dari laju infiltrasi tanah. Infiltrasi dan Limpasan Permukaan (runoff) Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi dan runoff. Tipe tanah dan tekstur tanah Table 1 menyajikan nilai-nilai laju infiltrasi untuk beberapa tipe tanah. Setiap tuipe tanah mempunyai laju infiltrasi yang berbeda dengan tipe lainnya. Tipe tanah ini tergantung pada tekstur tanahnya: partikel-partikel mineral penyusun tanah. Tiga tipe tanah utama dibedakan berdasarkan tiga fraksi partikel mineral tanah: pasir, debu dan liat. 11 Infiltrasi Runoff Sistem Air - Tanah (Brouwer et al., 1986). Tanah yang terdiri atas partikel pasir kasar (tanah bertekstur kasar) disebut tipe tanah berpasir; tanah yang terdiri atas partikel debu yang berukuran medium (tanah bertekstur medium) disebut tipe tanah berlempung; tanah yang terdisi tas partikel liat berukuran halus (tanah bertekstur halus) disebut tanah liat atau tanah berliat. Table 1. Laju infiltrasi (Brouwer et al., 1986). Tipe tanah Pasir = sand less Lempung Berpasir = sandy loam Lempung = loam Lempung Liat = clay loam Liat = clay Laju Infiltrasi (mm/jam) Kurang dari 30 20 - 30 10 - 20 5 - 10 1-5 Ukuran partikel-partikel mineral dalam suatu tanah menentukan ukuran rongga terbuka di antara partikel-partikel tersebut, yaitu PORI TANAH. Proses infiltrasi air lebih mudah melalui pori yang ukurannya besar pada tanah-tanah berpasir (kapasitas infiltrasi lebih tinggi) dibandingkan dengan infiltrasi melalui pori halus pada tanah liat (kapasitas infiltrasi lebih rendah). Struktur Tanah Struktur tanah juga mempengaruhi kapasitas infiltrasi. Struktur tanah mencerminkan bagaimana tatanan partikel-partikel mineral saling bergabung bersama membentuk agregat. Tanah-tanah berpasir biasanya mempunyai struktur butir-lepas, karena individual partikel pasir tidak dapat saling melekat bersama bergabung menjadi agregat ayang lebih besar. Beberapa tanah liat membentuk retakan-retakan yang besar pada kondisi kering, dan aggregates 12 (bongkahan) besar dapat diambil (ditarik) dengan tangan. Tanah-tanah ini mempunyai takstur halus dan struktur yang kasar (agregat besar-besar). Ukuran dan distribusi retakan-retakan di antara agregat tanah dapat mempengaruhi kapasitas infiltrasi tanah: tanah dengan retakan-retakan besar akan mempunyai laju infiltrasi yang tinggi. Daerah Tangkapan dan Daerah Pengolahan Idealnya, tanah di zone penangkapan air hujan harus mampu mengubah sebanyak mungkin air hujan menjadi runoff: tanah harus mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Misalnya, kalau intensitas hujan 20 mm/jam jatuh pada tanah liat dengan laju infiltrasi 5 mm/jam, maka akan terjadi runoff, tetapi kalau hujan yang sama jatuh pada tanah berpasir dengan laju infiltrasi 30 mm/jam, maka tidak akan ada runoff. Karena alasan inilah, maka tanah-tanah berpasir tidak sesuai untuk sistem pemanenan air hujan, karena sebagian besar air hujan yang jatuh ke tanah adan meresap ke dalam tanah dan hanya sedikit sekali runoff yang dapat ditampung dan disalurkan ke zone pengolahan tanah. Tanah pada zone-pengolahan tidak boleh mempuinyai laju infiltrasi yang tinggi, tetapi harus mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan air hujan dan menyediakannya bagi tanaman. Kondisi ideal adalah daerahtangkapan yang berbatu dan zone olahan dengan solum yang dalam, dan subur. Dalam praktek, kondisi tanah di zone olahan dan zone tangkapan air justru sebaliknya. Kalau hal seperti ini dijumpai, maka persyaratan bagi zonepengolahan harus diutamakan. Kerak = Sealing Kapasitas infiltrasi suatu tanah juga tergantung pada efek tetesan air hujan pada permukaan tanah. Tetesan air hujan memukul tanah permukaan dengan gaya yang cukup besar yang mampu menghancurkan agregat tanah dan mendorong partikel halus tanah masuk ke dalam pori tanah lapisan atas. Hal ini dapat mengakibatkan penyumbatan pori tanah dan pembentukan lapisan tipis yang kompak dan padat di permukaan tanah, dan selanjutnya akan sangat menghambat laju infiltrasi. Efek seperti ini lazim disebut dengan istilah “capping, crusting atau sealing; menjelaskan mengapa di daerahdaerah dengan curah hujan tinggi dan frekuensi tinggi, biasanya diikuti oleh runoff yang sangat besar. Tanah-tanah dengan kandungan liat yang tinggi (tanah-tanah berliat) sangat mudah membentuk kerak-permukaan (sealing). Tanah-tanah berpasir biasanya tidak mudah membentuk kerak-permukaan. Adanya kerakpermukaan di lokasi zone tangkapan air sangat menguntungkan untuk memanen air hujan, karena dapat menurunkan laju infiltrtasi. Akan tetapi di lahan pengolahan, adanya kerak-permukaan ini dianggap merugikan. Petani dapat meningkatkan laju infiltrasi di lahan pengolahan dengan jalan menjaga kondisi permukaan tanah tetap kasar, dengan jalan membuat guludanguludan atau pembajakan tanah. Vegetasi Vegetasi mempunyai pengaruh sangat besar terhadap laju infiltrasi suatu tanah. Vegetasi penutup muka lahan yang rapat dapat melindungi tanah dari pukulan air hujan, mereduksi terbentuknya ”kerak” di permukaan tanah, dan meningkatkan laju infiltrasi. Sistem perakaran dan bahan organic 13 tanah meningkatkan porositas tanah dan dengan demikian memperbaiki kapasitas infiltrasi suatu tanah. Pada lahan-lahan yang agak miring, runoff dapat diperlambat oleh adanya vegetasi, sehingga air hujan mempunyai kesempatan lebih banyak untuk infiltrasi. Sarana konservasi tanah memanfaatkan prinsip-prinsip seperti ini. Dalam system pemanenan air, daerah-tangkapan-air (sekala mikro) idealnya dijaga tetap rata dan bebas vegetasi. Panjang Lereng Biasanya lahan yang lebih miring menghasilkan lebih banyak runoff dibandingkan dengan lahan yang lebih datar, dan dengan meningkatnya panjang lereng ternyata volume runoff menurun. Dengan meningkatnya panjang lereng, waktu yang diperlukan oleh setetes air hujan untuk mencapai lahan budidaya semakin besar. Hal ini berarti tersedia waktu yang lebih lama bagi tetes air hujan tersebut untuk mengalami infiltrasi dan evaporasi. Evaporasi merupakan factor penting yang menentukan runoff di daerah iklim kering (arid dan semi arid) , karena lembab nisbi udara yang rendah dan seringkali suhu permukaan tanah dan suhu udaranya tinggi. Curah Hujan dan Limpasan Permukaan Hanya sebagian dari curah hujan pada daerah tangkapan yang menjadi runoff. Proporsi curah hujan yang menjadi runoff ini tergantung pada berbagai faktor. Kalau intensitas hujan pada suatu kejadian hujan lebih rendah dari kapasitas infiltrasi tanah, maka tidak akan terjadi runoff. Proporsi dari total curah hujan yang menjadi runoff disebut FAKTOR RUNOFF. Misalnya, faktor runoff 0.20 berarti bahwa 20% dari curah hujan selama musim pertumbuhan tanaman akan menjadi runoff. Setiap kejadian hujan mempunyai faktor runoff sendiri-sendiri. Akan tetapi faktor runoff musiman (atau tahunan), R, sangat penting untuk disain sistem pemanenan air hujan. Faktor- R digunakan untuk menghitung rasio C:CA. Efisiensi Air runoff dari daerah tangkapan dikumpulkan di area pengolahan dan meresap ke dalam tanah. Tidak semua air runoff yang terkumpul ini dapat digunakan oleh tanaman, karena sebagian air ini hilang menguap dan perkolasi-dalam. Penggunaan air yang dipanen ini oleh tanaman disebut EFISIENSI SISTEM PEMANENAN AIR dan dinyatakan sebagai FAKTOR EFISIENSI. Misalnya, faktor efisiensi 0.75 berarti bahwa 75% dari air yang dipanen dapat dimanfaatkan oleh tanaman; dan sisanya 25% hilang. Konsekwensi untuk disain suatu sistem pemanenan air ialah bahwa semakin banyak air yang harus dipanen untuk memenuhi kebutuhan tanaman: maka daerah tangkapannya harus dibuat semakin besar (luas). Kapasitas Simpanan Lengas Tanah Air hujan yang dipanen disimpan dalam tanah di daerah lahan budidaya tanaman. Kapasitas tanah untuk menyimpan air dan membuat air tersebut tersedia abagi tanaman disebut KAPASITAS SIMPANAN AIR TERSEDIA. Kapasitas ini tergantung pada (i) jumlah dan ukuran pori tanah (tekstur) dan (ii) kedalaman tanah. Kapasitas simpanan air tersedia dinyatakan dalam mm air (air simpanan) per meter kedalaman tanah, mm/m. 14 Table 2. Kapasitas Simpanan Air Tersedia. Tipe Tanah Pasir = sand Lempung Berpasir = sandy loam Lempung Liat = clay loam Liat = clay Air Tersedia (mm/m) 55 120 150 135 Tabel 2 menyajikan nilai-nilai kapasitas penahanan air (WHC) beberapa tipe tanah. Suatu tanah lempung dengan WHC air tersedia yang cukup baik 120 mm per meter kedalaman tanah, akan kehilangan nilainya kalau tanah menjadi dangkal. Misalnya, 40 cm tanah pada suatu batuan induk hanya menyediakan 48 mm air tersedia bagi tanaman. Kapasitas simpanan air tersedia dan kedalaman tanah mempunyai implikasi penting bagi disain sistem pemanenan air tersedia. Pada tanah yang solumnya dalam, misalnya, 2 m dengan kapasitas simpanan air yang besar (150 mm/m) , maka kapasitas simpanan airnya sebesar 300 mm air dan tidak akan terjadi genangan air runoff pada lahan pengolahan hingga kedalaman lebih dari 300 mm (30 cm). Pohon Pada umumnya kebutuhan air untuk pohon lebih sukar ditentukan dibandingkan dengan tanaman semusim. Fase kritis untuk kebanyakan pohon adalah dua tahun pertama sejak penanaman bibit. Kalau system perakaran pohon telah tumbuh berkembang dengan baik, pohon mempunyai kemampuan yang besar untuk menyerap air dari tanah dan mampu bertahan atas cekapan air. Masih belum banyak informasi mengenai respon hasil pohon terhadap deficit lengas tanah. Satu unit micro-catchment Zone budidaya Lubang infiltrasi Lubang infiltrasi Sistem Microcatchment (Negarim microcatchment) untuk menanam pohon (FAO. 1991)..(sumber: fao.org) 15 Model Micro-catchment Setiap sistem pemanen air hujan terdiri atas zone tangkapan air (pengumpul air) dan zone budidaya (penampung, konsentrasi). Hubungan antara kedua zone ini, dalam hal ukuran luasnya, menentukan besarnya faktor pengganda curah hujan. Untuk merancang suatu sistem dengan tepat, disarankan untuk mennentukan rasio antara zone tangkapan air (C) dengan zone budidaya (CA). Harus diperhatikan bahwa perhitungan senantiasa melibatkan berbagai parameter yang sangat beragam, terutama curah hujan dan runoff. Oleh karena itu kadangkala perlu melakukan modifikasi disain awal dengan mempertimbangkan penghalaman lapangan, dan seringkali sangat berguna memasukkan sarana pengamanan, seperti “cut-off drain”, untuk menghindari kerusakan akibat curah hujan melampaui nilai rancangannya. Perhitungan rasio C:CA sangat berguna bagi sistem pemanenan air hujan kalau ditujukan untuk budidaya tanaman. Daerah tangkapan air Zone Budidaya, CA Daerah tangkapan air Zone Budidaya, CA Strip-strip Zone Budidaya Prinsip dasar: Rasio antara zone budidaya (CA) dengan zone tangkapan air (C) (FAO. 1991).. 16 4. MEMILIH TEKNIK PEMANENAN AIR HUJAN Pemanenan air hujan adalah mengakumulasikan dan menyimpan air hujan. Hal ini dapat digunakan untuk menyediakan air minum, air untuk ternak, air untuk irrigasi atau untuk mengisi kembali cadangan air aquifers dalam proses yang disebut groundwater recharge. Air hujan yang dikumpulkan sdari cucuran atap bangunan rumah, dapat membantu untuk pemenuhan kebutuhan air minum. Air yang dikumpulkan dari lahan, kadangkala dari area-area yang disiapkan khusus untuk keperluan ini, disebut PEMANENAN AIR HUJAN. Dalam banyak kasus, air hujan merupakan satu-satunya sumber air yang tersedia dan layak ekonomis. Sistem pemanenan air hujan dapat dibangun secara sederhana dari materialmaterial lokal yang murah. Air hujan dari cucuran atap bangunan dapat berkualitas bagus, dan tidak memerlukan perlakuan khusus sebelum dikonsumsi. Walaupun beberapa jenis material atap bangunan dapat menghasilkan air hujan yang membahayakan kesehatan manusia, namun air ini dapat dimanfaatkan untuk penggelontioran toilet, mencuci pakaian, mengairi tanaman kebun/taman, dan mencuci kendaraan; penggunaan ini saja akan banyak membantu kebutuhan air rumahtangga. Sistem panen air hujan di rumah-tangga sangat sesuai untuk daerah-daerah dengan rataan curah hujan lebih besar 200 mm (7.9 inch) per tahun, dan tidak mempunyai sumber air lainnya yang dapat diakses. Ada beberapa macam tipe sistem untuk panen air hujan, mulai dari sistem yang sangat sederhana hingga sistem yang sangat kompleks. Kecepatan pemanenan air hujan sangat tergantung pada luas area perencanaan, efisiensi sistem, dan intensitas hujan (hujan tahunan (mm per tahun) x meter persegi daerah tangkapan = hasil air liter per tahun). DAERAH ALIRAN SUNGAI Daerah tangkapan atau watershed, catchment area, adalah sebidang areal lahan dimana semua air (air permukaan) 17 mengalir menuju titik terendah, biasanya berupa danau, sungai, atau saluran. 4.1. Sistem dan Kriterianya Dalam memilih suatu sistem panen air hujan yang paling sesuai untuk lokasi tertentu, harus mempertimbangkan beragam kondisi. Kondisikondisi ini meliputi iklim, kemiringan lahan, tanah dan kesuburan tanah, tanaman dan aspek-aspek teknis. Bagan berikut menyajikan suatu overview tentang seleksi awal teknik-teknik pemanenan air hujan. Sistem pemanenan air dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: Sistem-sistem dimana pematang (atau guludan atau tanggul) mengikuti garis kontur, sehingga disebut SISTEM KONTUR. Sistem-sistem dimana pematang atau guludan tidak mengikuti garis kontur, tetapi masih menjadi bagian dari lahan yang miring, disebut freestanding systems. Sistem pemanenan air untuk pohon biasanya mempunyai lubanginfiltrasi karena air yang dipanen harus terkonsentrasi di dekat pohon. Pada lahan miring yang luas dan panjang, sistem dengan lubang infiltrasi tidak disarankan, karena sistem ini akan memanen air hujan yang banyak, sehingga terlalu banyak untuk dikumpulkan dalam suatu lubang infiltrasi. Pada lahan miring yang luas dan panajang ini, air hujan dikumpulkan dalam areal lahan yang cukup luas untuk digarap dan ditanami tanaman yang sesuai. Pengolahan tanah minimum menurut kontur (sumber: flickr.com) Semua macam variasi dimungkinkan untuk dilakukan dalam sistem panen air hujan. Tanggul atau pematang atau guludan tanah dapat dibuat dengan beragam material: tanah, batu, dan material vegetatif yang masih hidup atau seresahnya, (barier vegetatif atau tanggul seresah). Guludanguludan tanah juga dapat dilengkapi dengan parit untuk menyalurkan 18 kelebihan runoff air hujan. Untuk sistem-sisrtem yang “free standing’ juga dimuingkinkan dilakukan variasi dalam penataan guludan-guludan tanah. Guludan atau tanggul-tanggul ini dapat berbentuk semi-lingkaran, berbentuk V atau tegak-lurus. Daerah Semi-arid/Arid Irigasi layak Irigasi tidak layak Tanah sesuai Tanah tidak sesuai Pemanenan air hujan dapat dilakukan Pemanenan air hujan tidak dapat dilakukan Padang rumput, Hijauan Pakan Pohon Produksi Tanaman Tersedia batu Pemilihan Sistem Panen Air Hujan (Critchley, 1991). Tidak teresdia batu 19 Daerah tertutup dapat berukuran sangat kecil, seperti sistem lubang tanam atau lubang infiltrasi; atau cukup besar, seperti dalam sistem tanggul semi-lingkaran atau tanggul rapezoidal. Karena banyak variasi yang muingkin dilakukan, maka dimungkinkan untuk mengadopsi suatu teknologi untuk diterapkan secara lokal dengan mempertimbangkan pengalaman lapangan. 2. Drainage Walaupun disarankan bahwa kemiringan lahan untuk skema panen air hujan tidak lebih dari 5%, konsentrasi runoff masih berpotensi untuk risiko erosi tanah, terutama kalau intensitas hujannya tinggi, lerengnya panjang dan curam. Kebanyakan teknik panen air hujan dilengkapi dengan parit-parit untuk menyalurkan kelebihan air runoff secara terkendali. Struktur pemanenan air hujan biasanya dibuat sepanjang kontur. Dengan cara seperti ini diharapkan sistem panen ari hujan dapat meminimumkan bahaya erosi tanah dan sekaligus dapat mengumpulkan air hujan untuk didistribusikan secara merata ke seluruh area lahan garapan. Struktur pemanen air hujan biasanya dibuat dari tanah dan batu. Pematamng-pematang (tanggul, atau guludan) dari bahan tanah dan batu mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menghimpun air runoff yang ada di sisi sebelah atasnya. Guludan-guludan tanah lebih peka terhadap bahaya ”overtopping”, yaitu air mengalir di atas puncak guludan dan dapat menggerus (mengikis) guludan tanah. Guludan atau pematang batu biasanya kurang kompat (rapat) sehingga air runoff masih dapat menerobosnya. Sehingga risiko kerusakan guludan dan risiko genangan air lebih kecil pada guludan batu. Gambar 7 berikut menyajikan apa yang terjadi kalau terlalu banyak air yang terkumpul di belakang suatu guludan. Pematang (tanggul) kontur rusak karena “overtopping” (FAO. 1991)... 20 Overtopping Kalau suatu guludan telah terkikis puncaknya (overtopping), maka guludan kontur di sebelah bawahnya akan menahan lebih banyak air runoff. Akhirnya hal seperti inid dapat mengakibatkan kerusakan guludan. Air mengalir melalui celah-celah dan akan membentuk alur-alur. Hal yang sama juga akan terjadi kalau struktur pemanen air hujan tidak secara tepat mengikuti garis kontur. Air akan mengalir ke arah bawah menuju titik terendah di sepanjang garis kontur, yang kemudian akan mengikis dan memperlemah guludan dan dapat rusak. Risiko “overtopping” sangat besar kalau ada variasi jumlah hujan dan intensitas hujan, atau kalau kemiringan lahannya tidak beraturan. Dalam hal seperti ini perlu dibuat parit-parit pelimpas runoff mengiringi guludan tanah, atau dibuat saluran drainage khusus. Drainage yang baik diperlukan pada tanah-tanah berliat. Drainage Baik Drainage Moderat Drainage agak-jelek Drainage Jelek Kelas drainase tanah berdasarkan warna atanah dan kedalaman becakbecak (Anelli, 2005). Saluran Drainage Gambar 8 menunjukkan suatu sistem drainage untuk struktur kontur. Guludan-guludan dibuat dengan kemiringan 0.25% ke arah bawah mengikuti garis kontur. Dengan cara ini air runoff diarahkan untuk mengalir ke dalam parit drainage. Parit ini panjangnya tidak lebih dari 400 m, supaya volume airnya tidak terlalu banyak, kecepatan alirannya tidak lerlalu cepat, yang berpelunag membentuk alur-alur. Kecepatan aliran air dapat dikendalikan dengan menanam rerumputan di saluran drainage. 21 Struktur kontur Saluran drainage Garis kontur Arah aliran air Drainage Struktur Kontur (FAO. 1991)... Cut-off drain Suatu sistem pemanenan air hujan seringkali berlokasi di bagian bawah dari lereng. Dalam kondisi seperti ini harus diperhatikan secara khusus air runoff yang berasal dari lahan di sebelah atasnya, yang dapat memasuki sistem pemanenan air hujan dan menyebabkan kerusakan. Sebagai perlindungan pertama, dapat dibuat cut-off drain (atau parit diversi) yang berlokasi di sebelah atas dari skema sistem pamanen air hujan. Parit pembelok ini akan menyalurkan kelebihan air runoff memasuki saluran drainage utama (saluran alamiah atau saluran buatan). Dalam hal ini, harus diperhatikan disain saluran drainage utama. Parit pembelok ini dalamnya 0.50 m, lebarnya 1.0 - 1.5 m dan kemiringannya 0.25%. Material tanah galian ditempatkan di sebelah bawah dari parit. Solusi yang lebih lestari adalah melakukan pendugaan apakah dimungkinkan mereduksi jumlah air runoff yang berasal dari area lahan di sebelah atas, dengan jalan membuat bangunan pengendali erosi dan penghutanan. Cut-off drain pada sisi jalan raya (FAO. 1991).. 22 Cut-off drain pada lahan budidaya pertanian (FAO. 1991).. 5. TEKNIK PANEN AIR HUJAN DENGAN SISTEM KONTUR 5.1. Pematang Batu, Barier Vegetasi dan Gundukan Seresah Pematang batu sepanjang garis kontur (Gambar 9) merupakan sistem pemanen air yang sangat sederhana. Karena pematang batu ini sifatnya permeabel, mereka tidak akan membendung air runoff, tetapi memperlambat alirannya, menyaringnya, dan menyebarkan air tersebut ke seluruh areal lahan garapan, sehingga mampu mendorong infiltrasi air dan mereduksi erosi tanah. Material tanah terperangkap pada sisi sebelah atas adari barier ini dan membentuk teras-teras alamiah (Gambar 10). Pandangan dari atas Pematang batu Tanaman tumbuh di depan pematang batu Arah aliran runoff Pebedaan tinggi di antara pematang batu (meter) Jarak aktual di antara dua pematang Jarak horizontal di antara dua pematang Pematang batu (FAO. 1991)... Penampang melintang pematang batu 23 Pematang batu dapat ditimbun dengan tanah sehingga sifatnya semi-permeabel. Kalau tidak tersedia banyak batu, baris-baris batu dibuat membentuk kerangkanya saja. Rerumputan atau bahan vegetatif lain ditanam di sebelah atasnya barisan batu tersebut; sehingga pada suatu saat dapat menjadi barrier vegetatif. Residu seresah tanaman seperti jerami dan tunggul-tunggul batang sisa panen, rerumputan atau cabang-ranting pepohonan, juga dapat digunakan untuk memperkuat baris-barisan batu. Dalam hal seperti ini, bariier itu lazim disebut ”trash line”. Teknik-teknik seperti ini digunakan pada lahan yang landai (kemiringannya 0.5 - 3%). Karena bangunan ini bersifat permeabel, maka kesalahan kecil dalam penetapan kontur masih diperkenankan, dibandingkan dengan konstruksi yang harus kedap air. Akan tetapi, penetapan garis kontur yang tepat akan mengakibatkan teknik ini lebih efektif. Keuntungan dari sistem yang berbasis batu-batu ini ialah bahwa tidak diperlukan adanya saluran pelimpas untuk menyalurkan kelebihan runoff Pembuatan pematang atau barisan batu sederhana seperti ini banyak dilakukan di Afrika – barat. Cara ini ternyata sangat efektif memanen air hujan di lahan kering. a. Guludan seresah yang diperkuat dengan rerumputan, semak-belukar, batu dll. b. Parit digali di sebelah bawahnya Guludan seresah. Arah aliran runoff Arah pengolahan tanah Gundukan (guludan) Seresah: Lahan di antara guludan diratakan (FAO. 1991)... Material tanah diangkut oleh runoff (dan pengolahan tanah) dari sisibawah garis kontur di sebelah atas (Gambar 10 (b)) dan diendapkan di sisi atas dari garis kontur di sebelah bawahnya. Dengan cara ini (secara bertahap) dapat terbentuk teras-teras horizontal dan runoff dapat dikurangi. 24 Kalau teras-teras telah terbentuk, pematang pada garis kontur sebelah bawah dapat ditinggikan sehingga banyak air hujan ditahan dan disimpan dalam strip-strip lahan yang ditanami. Kndisi Persyaratan Curah hujan: 200 - 750 mm. Tanah: Semua atanah yang cocok untuk pertanian. Pematang batu dapat digunakan di lahan yang telah digarap, teruitama pada atanah-atanah berliat dan pada tanah-tanah yang pecah-pecah (cracking) atau tanah-tanah yang membentuk liang-liang. Cara ini dapat dikombinasikan dengan “lubangtanam” pada lahan-lahan yang terdegradasi (lahan kritis). Trash-lines lazim digunakan pada tanah-tanah yang berpasir. Kemiringan: 0.5 - 3%, sebaiknya kurang dari 2%. Topografi: tidak memerlukan perataan muka tanah. Kendala-kendala Batu-batu harus tersedia secara lokal. Pengumpulan pengangkutan bau-batu memerlukan biaya dan waktu yang banyak. dan Ukuran dan Layout Pematang-pematang batu mengikuti arah kontur. Jarak di antara pematang-pematang ini biasanya 10 - 30 m, tergantung pada kemiringan lahan dan ketersediaan batu dan tenagakerja. Kalau tujuannya untuk membangun teras-teras alami berjangka panjang, pematang-pematang batu ini seringkali mempunyai sayap-sayap dengan sudut kurang dari 45° ke arah garis kontur. Sayap-sayap ini panjangnya minimal 2 m. Sayap-sayap ini dapat mengarahkan runoff memasuki zone resapan dan melindungi pematang dari gerusan air yang berlebihan. Perbedaan tinggi antara dua pematang biasanya 25 cm. Berdasarkan pada kemiringan lahan (s) (Gambar 9A) dan jarak vertikal antara dua pematang (h), maka jarak (d) di antara pematang-pematang dapat diestimasi dengan rumus berikut: d = (h × 100)/s d = jarak antara dua pematang (meter) h = perbedaan tinggi di antara pematang batu (meter) s = kemiringan lahan (%) Biasanya jarak horisontal (L) dihitung, tetapi pada lahan-lahan yang landai d dianggap sama dengan L. Misalnya: kalau kemiringan lahan (s) adalah 2%, maka jarak (d) antara dua pematang: (0.25 × 100)/2 = 12,5 m. Untuk kemiringan kurang dari 1% jarak interval 20 m direkomendasikan; untuk kemiringan lahan 1 - 2%, jarak 15 m antara pematang-pematang sangat direkomendasikan. C:CA ratio Zone area garapan (tanah yang diolah) ditentukan dengan cara eksperimen. Dalam tahun pertama strip-kecil lahan di sebelah atas pematang dapat diolah, dan kalau memungkinkan, memperluas strip-strip lahan garapan ini ke arah atas pada tahun-tahun berikutnya. 25 Desain Pematang Rekomendasi yang lainnya ialah tinggi pematang minimum 25 cm (Gambar 9B) dengan lebar bagian dasarnya 30 - 40 cm. Batu-batu besar pertama-tama ditempatkan pada parit-parit dangkal agar supaya tidak tergerus oleh runoff.. Batu-batu ini disusun dan ditata dengan hati-hati, batubatu besar diletakkan di sebelah basah dan batu-batu kecil di sebelah atasnya. Batu-batu kecil pada bagian sebelah atas juga berfungsi juga sebagai filter. Kalau hanya digunakan batu-batu besar, air runoff tidak dapat dihadang, tetapi dapat menerobos pematang melalui sela-sela batu besar. Konstruksi 1. Rataan kemiringan lahan ditentukan, misalnya dengan menggunakan “water tube-level”, dan jarak di antara pematang dapat ditetapkan. Kalau ketersediaan tenaga kerja sangat terbatas, petani dapat mulai dengan satu pematang di bagian paling bawah dari lahannya, dan bekerja ke arah atas pada tahun-tahun berikutnya. 2. Garis-garis kontur dibuat di setiap lokasi calon pematang. Garis-garis kontur ini dikoreksi sehingga dapat membentuk satu garis yang bersambungan. 3. Parit dangkal digali sepanjang garis kontur: dalamnya 5-10 cm, lebarnya sama dengan lebar dasar pematang 30-40 cm. Tanah galian diletakkan di sebelah atas. 4. Pematang yang dibuat dengan cara seperti di atas, lazim disebut "Ridge design". Pemeliharaan Batu-batu yang rusak harus digantuikan. Alur-alur kecil yang terbentuk oleh runoff menembus pematang harus disumbat dengan batubatu kecil atau kerikil. Setelah beberapa musim, biasanya batu-batu penyusun pematang mulai berserakan atau pematang-pematang batu tersumbat dengan tanah liat sehingga menjadi kedap air. Hal seperti ini dapat dicegah dengan jalan menanami strip-strip rumput di sebelah atasnya pematang, sehingga secara bertahap dapat menggantikan fungsi pematang batu. Kadangkala sayuran atau pohon ditanam di sepanjang pematang, sehingga perakarannya dapat memperkuat pematang batu. Tata-cara Penanaman Pematang-pematang batu sering digunakan untuk merehabilitasi lahan-lahan kritis yang telah tergredasai dan tidak subuir. Untuk mencapai tujuan ini, pematang-pematang tersebut dikombinasikan dengan lubanglubang tanam atau “Zaï”. Rabuk ditempatkan pada lubang-lubang tanam untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman dan hal ini akan dibantu oleh air hujan yang dipanen. Pengendalian gulma diperlukan untuk mencegah komopetisi air hujan oleh gulma. 26 Bibit ditanam di dasar lubang Bibit ditanam pada bidang terras Rabuk atau kompos ditempatkan di lubang tanam untuk memperbaiki kesuburan tanah dan kemampuan tanah menyimpan air. Kalau rerumputan dan semak dibiarkan tumbuh di daerah tangkapan airnya, runoff akan dapat dikurangi, dan hasil tamabahannya ialah hijauan pakan ternak. Pengendalian ghuylma secara reguler perlu dilakukan di sekitar lubang tanam (FAO. 1991)... 5.2. Penanaman pada Guludan Kontur (contour furrows) Guludan kontur (Contour ridges), disebut juga PARIT-KONTUR (contour furrows), adalah “tanggul-tanggul” kecil dari tanah, dengan parit kecil di sebelah atasnya untuk menampung runoff dari strip-strip lahan di antara guludan. Di daerah Amerika Utara, bangunan seperti ini disebut’desert strips’. Lengas tanah dapat ditingkatkan di zone sebelah bawahnya guludan dan parit, di sekitar zone perakaran tanaman (Gambar 11). Keuntungan dari cara ini ialah dapan memanen air runoff dari daerah tangkapan yang sempit. Kebutuhan tenagakerja relatif sedikit dan guludan kontur ini dapat dibuat secara manual, sehingga mudah dapat dikelola oleh para petani kecil. 27 Guludan dan Parit (furrow) menurut garis kontur (FAO. 1991)... Persyaratan Kondisional: Curah hujan: 350 - 700 mm Tanah: Hasil yang baik dapat diperoleh pada tanah-tanah lempung berdebu hingga lempung berliat. Pada tanah-tanah yang lebih berat dan berliat, teknologi ini kurang efektif karena laju infiltrasinya lambat. Tanahtanah liat dan kompak juga menjadi kendala dalam membuat bangunan ini secara manual. Kemiringan: 0% - 5%. Paling sesuai adalah Kemiringan 0.5-3%. Topografi: harus lahan yang rata. Daerah lahan dengan parit-parit dan cekungan-cekungan kecil biasanya kurang sesuai untuk teknologi ini, karena distribusi air tidak merata. Kendala-kendala Sistem guludan-kontur ini hanya cocok untuk daerah dengan curah hujan tinggi, karena ukuran daerah tangkapan airnya kecil , sehingga hanya dapat memanen air hujan dalam jumnlah sedikit. Ukuran dan Layout Jarak di antara dua guludan tergantung pada kemiringan lahan dan ukuran daerah-tangkapan airnya (C:CA ratio). Dalam Gambar 12 (Kemiringan 0.5%), guluidan dibuat dengan interval jarak 1.5 m. Sekat-sekat kecil di sepanjang parit dibuat dengan jarak reguler (5 m , Gambar 12) dan tegak lurus arah guludan, untuk mencegah agar runoff tidak mengalir sepanjang parit (dapat mengerosi parit) dan untuk menjamin simpanan runoff dapat merata. 28 a. Guludan /Pematang b. Parit / alur c. Sekat d. Cut-off drain Pandangan atas Penampang melintang A ke C Guludan Kontur dengan Parit yang disekat-sekat (FAO. 1991).. Rasio C:CA Kalau ada parit-paritnya, maka tidak mudah menetapkan zone lahan garapannya. Suatu strip lahan garapan biasanya selebar 0.5 m dengan parit ditengah-tengahnya. Kalau jarak di antara dua guludan 1.5 m, kama C:CA ratio sebesar 2:1 (strip zone tangkapan air lebarnya 1 m, strip lahan garapan lebarnya 0.5 m). Jarak 2 m di antara guludan menghasilkan nilai C:CA ratio sebesar 3:1. Untuk tanaman semusim di daerah semi-arid direkomendasikan jarak 1.5 - 2.0 m ( rasio C:CA antara 2:1 dan 3:1). Disain Guludan Guludan harus cukup tinggi untuk mencegah terjadinya “overtopping” pada saat hujan deras. Kalau jarak antar guludan kurang dari 2 m, tinggi guludan cukup 15-20 cm. Kalau jarak antar dua guludan lebih dari 2 m, maka tinggi guludan harus ditambah. Hal ini juga perlu dilakukan pada lahan-lahan yang lebih miring. Konstruksi 1. Garis-garis kontur diberi tanda pada setiap interval 10 - 15 m pada lahan yang miring. Garis-garis kontur ini disesuaikan untuk membentuk garis yang padu (smooth). 2. Guludan-guludan dibuat dengan tiang-tiang panjang pada interval yang telah ditetapkan. Pada lereng yang tidak rata, guludan-guludan kontur mungkin jaraknya lebih merapat ke arah satu titik. Kalau guludanguludan ini menjadi terlalu rapat jaraknya, maka harus berhenti; kalau jarak antar guludan menjadi terlalu berjauhan maka dapat dibuat guludan baru di sela-selanya. 29 3. Parit-parit digali dan tanah galiannya ditempatkan di sisi sebelah bawahnya sehingga membenrtuk guludan baru. 4. Sekat-sekat penguat dibuat dengan jalan menggali parit tegak-lurus arah parit-kontur dengan interval jarak 5 m. Sekat-sekat penguat ini tingginya 15-20 cm dan panjangnya 50-75 cm. 5. Kalau ada risiko kerusakan akibat runoff dari lereng di sebelah atasnya, maka perlu dibuat parit (saluran) diversi, di pinggir sebelah atas dari bidang lahan yang digarap dengan guludan kontur ini. Pemeliharaan Kalau terjadi kerusakan pada guludan harus segera diperbaiki. Pada akhir musim tanam, guludan-guludan harus diperbaiki menjadi seperti semula tingginya. Tergantung pada kesuburan tanah pada bidang lahan yang digarap, perlu menggeser sistem guludan ini ke arah bawah lereng setelah beberapa musim tanam, untuk mendapatkan kondisi tanah fertil yang baru untuk digarap. Tata-cara Penanaman Tanaman dapat ditanam pada kedua sisi parit. Tanaman biji-bijian (seperti jagung, sorghum, millet) biasanya ditanam pada guludan. Legume (kacang kapri, buncis, dll), memerlukan lebih banyak air, biasanya ditanam pada sisi atas dari parit (Gambar 11: tanaman d dan e). Zone tangkapan air dibiarkan tidak diolah dan bersih dari vegetasi untuk memaksimumkan runoff. Konfigurasi penanaman (FAO. 1991). Serealia Legume Bidang pembasahan 30 5.3. Penanaman Pohon Pematang Kontur Sistem guludan kontur untuk penanaman pohon ini serupa dengan sistem guludan-kontur untuk tanaman semusim. Perbedaannya ialah bahwa pada guludan untuk menanam pohon ini air yang dipanen dikumpulkan dalam suatu lubang infiltrasi , seperti Gambar 13. Efisiensi guludan-kontur untuk menanam pohon ini cukup tinggi karena panjang lereng untuk daerah tangkapannya relatif pendek. Pembuatannya dapat dilakukan dengan cara mekanisasi, sehingga sesuai untuk lahan-lahan yang luas. Kondisi Curah hujan: 200 - 750 mm. Sistem ini cocok daeerah-daerah dengan curah hujan terbatas, karena runoff dapat dikumpulkan dalam lubang-lubang infiltrasi. Tanah: Kedalaman tanah 1.5 m, sebaiknya 2 m, untuk menjamin perkembangahn perakaran tanaman pohon tumbuh baik dan kappasitas simpanan air tanahnya mencukupi. Kemiringan: datar hingga kemiringan 5 %. Topografi: Rata, tidak ada alur-alur atau cekungan yang dapat menghambat distribusi air runoff. Kendala-kendala Guludan kontur ini tidak cocok untuk lahan-lahan yang permukaannya tidak rata dan lahan kritis tererosi, karena air runoff akan mengumpul di titik-titik paling rendah, yang dapat mengakibatkan kerusakan guludan. Guludan kontur untuk menanam pohon (FAO. 1991).. Ukuran dan Layout Layout untuk sistem ini hampir sama dengan Guludan-Kontur untuk tanaman semusim (Gambar 12A). Guludan dibuat sepanjang garis kontur 31 dengan sekat-sekat melintang membagi strip menjadi zone-zone tangkapan air . Sebagai pengganti parit, lubang-lubang infiltrasi dibuat pada titik persambungan antara penyekat dan guludan. Ukuran lubang infiltrasi ini 80 cm × 80 cm dan kedalamannya 40 cm. Jarak antara guludan (pematang) biasanya lebih lebar dibandingkan dnegan guludan untuk tanaman semusim, biasanya antara 5 dan 10 m. Karena jaraknya yang lebih lebar ini, maka guyludan juga harus bibuat lebih tinggi, biasanya tingginya 20-40 cm. Jarak interval 10 m direkomendasikan untuk lahan dengan kemiringans 0.5% dan jarak interval 5 m untuk Kemiringan yang lebih curam (hingga 5%). Panjangnya sekat-sekat minimum 2 m dan berjarak 2 - 10 m. Tingginya sekat-sekat itu sama dengan tingginya guludan yaitu 20-40 cm. Kalau ukuran daerah tangkapan airnya 25 m², maka pematang (guludan) dapat berjarak 10 m dengan sekat-sekatnya setiap jarak 2.5 m. Pilihan lainnya ialah jarak antar guludan 5 m dengan sekat-sekat setiap jarak 5 m. Rasio C:CA Luasan micro-catchment yang lazim adalah 10 - 50 m² untuk setiap pohon. Keuntungan sistem ini (kalau dibandingkan dengan sistem “freestanding” pohon) adalah bahwa kita dapat dengan mudah mengubahubah ukuran luas daerah tangkapan air dengan jalan menambah atau mengurangi sekat-sekat tanpa mengubah jarak antar guludan. Sistem ini sangat fleksibel. Disain Guludan (Pematang) Lihat pada uraian tentang Ukuran dan Layout. Konstruksi 1. Garis-garis kontur ditetapkan pada jarak setiap 40 - 50 m pada bidang lahan, kemudian garis-garis kontur ini dirapikan membentuk lengkungan yang bagus. 2. Guludan-guludan dipancangkan dengan menggunakan patok-patok pada jarak yang telah ditetapkan. 3. Guludan dibuat dnegan jalan menggali tanah pada kedua sisi guludan, terutama pada sisi sebelah atas guludan. Pemadatan guludan dapat dilakukan dengan cara manual. 4. Lubang infiltrasi digali pada parit di sebelah atasnya guludan. 5. Sekat-sekat penguat dibuat tegak lurus arah guludan, dengan menggunakan tanah galian lubang infiltrasi. Sekat-sekat ini juga dapat dipadatkan seperti guyludan. Jarak antara sekat-penguat dengan lubang tanam minimal 30 cm. Bibit tanaman akan ditanam di lokasi ini (Gambar 14). 6. Parit (saluran) diversi dapat dibuat di pinggir atas petakan lahan, kalau diperkirakan ada ancaman keruskaan akibat runoff dari bidang lahan di sebelah atasnya. 32 Titik penanaman Lubang infiltrasi Sekat tanah Pematang (Guludan) Kontur untuk Pohon: Lokasi pohon (FAO. 1991).. Pemeliharaan Kalau terjadi kerusakan guludan harus segera diperbaiki. Daerah tangkapan air harus dijaga tetap bersih tanpa vegetasi untuk memaksimumkan runoff. Pada setiap akhir musim tanam, guludan-guludan harus diperbaiki menjadi seperti bentuknya semula, terutama tingginya guludan. Rerumputan dibiarkan tumbuh pada guludan. Akar-akar rerumputan ini dapat membantu menjaga keutuhan guludan. Prosedur Penanaman Bibit tanaman pohon setinggi 30 cm segera ditanam setelah air runoff yang pertama dipanen. Bibit tanaman ditanam pada ruangan di antara sekat-sekat penguat dan lubang infiltrasi. Bibit ke dua dapat ditanam pada lubang infiltrasi dalam hal kekurangan curah hujan. Kalau sistem guludankontur ini digunakan di daerah dengan curah hujan tinggi, dimungkinkan lahan di antara guludan ditanami tanaman produktif sebelum pohon tumbuh besar. Hal ini memang dapat mengurangi jumlah air runoff. 5.4. Guludan (Pematang) tanah dgan saluran pelimpas berbatu Sistem ini terdiri atas beberapa guludan-tanah dengan saluran pelimpas berbatu. Ini merupakan modifikasi dari sistem tradisional pemanen air hujan yang disebut ’meskat’ di Tunisia (Gambar 15). Sistem ini merupakan kombinasi dari guluidan-guludan kontur untuk menanam tanaman dan pematang kontur menurut kontur. Guluidan-guludan tanah akan membendung air runoff, saluran pelimpas berbatu akan mencegah kelebihan runoff agar tidak melimpas di atas guludan dan merusak guludan. Guludanguludan tanah ditata secara tegak-lurus dengan lereng paling curam dan sejajar satu sama lain. Berdampingan dengan guludan tanah ini dibuat saluran pelimpas berbatu, berselang-seling sebelah kiri dan kanannya. Aliran air secara lateral dihalangi oleh guludan-guludan tanah. Sehingga air runoff dari sebelah atas didorong untuk mengalir ke bawah sepanajang guludan hingga mencapai saluran pelimpas. Air ini kemudian mengikuti pola alur zigzag mengalir ke titik terendah dari bidang lahan. 33 a: Pematang diversi b: Guludan tanah c: Saluran pelimbas berbatu d. Saluran untuk menyalurkan runoff Sistem Pematang (Guludan) Tanah dengan saluran pelimpas berbatu (FAO. 1991).. Kondisi / Persyaratan Sistem ini digunakan di Tunisia untuk tanaman pohon olive, dengan kondisi-kondisi sbb: Curah hujan: 200-400 mm. Sistem dengan saluran pelimpas berbatu ini cocok untuk daerah-daerah dengan intensitas hujan tinggi dan tidak dapat diprediksi. Tanah: tekstur berlempung dan solumnya dalam. Kemiringan: Kemiringan maksimum 6%. Topografi: Rata, tidak ada alur-alur alami atau cekungan di daerah tangkapannya. Kendala-kendala Di daerah-daerah dengan curah hujan tinggi, lebih aman membangun pematang-diversi (a pada Gambar 15) atau parit pemotong pada bagian atas dari bidang-lahan. Bangunan ini untuk mencegah sejumnlah besar air dari bagian atas lereng untuk masuk ke bidang lahan garapan. Di daerah-daerah dengan curah hujan rendah, sarana-sarana bangunan pengaman seperti ini tidak diperlukan. Ukuran dan Layout Jarak di antara dua guludan tanah tergantung pada kemiringan lahan. Bagian puncak dari suatu guludan harus sama tinggi dengan bagian dasar dari guludan di sebelah atasnya (Gambar 16). Pada lahan yang lebih miring, jarak di antara dua guludan harus lebih rapat (dekat). Setiap guludan mempunyai satu atau lebih saluran pelimpas, pada interval jarak 20 m sepanjang guluidan. 34 Rasio C:CA Bisanya JARAK ANTARA GULUDAN dihitung berdasarkan kemiringan lahan, sedangkan bagian lahan yang diolah ditentukan secara eksperimen. Jarak antara dua guludan sedemikian rupa sehingga puncak dari satu guludan (b) sama tinggi dengan dasar guludan di sebelah atasnya (a). Material tanah diendapkan di sebelah atas dari setiap guludan (c) Menentukan jarak di antara Guludan (FAO. 1991).. Disain Guludan (Pematang) Guludan biasanya mempunyai ukuran lebar dasar dua kali lebih besar dari tinggi guludan. Suatu contoh pada Gambar 17, guludan mempunyai tinggi 30 cm dan lebar dasarnya 60 cm. Untuk bidang lahan seluas 0.1 ha dengan kemiringan 1%, guludan-guludan tanah tingginya 40 cm dan lebar dasarnya 0.5 - 1 m. Pematang (guludan) diversi dibuat agak lebih besar dibandingkan dengan guludan-guludan lainnya, dibuat dari tanah dan permukaannya diperkuat dengan batu. a: Batu-batu melindungi guludan dari bahaya erosi b: parit tempat penggalian tanah untuk membuat guludan -- Air runoff mengalir di sepanjang guludan Penampang melintang Guludan (Pematang) Tanah (FAO. 1991).. Saluran pelimpas air diperkuat dengan batu, dan biasanya lebar dasarnya 80 cm dan tingginya 10-15 cm (Gambar 18). Panjang saluran 35 pelimpas air ini beragam 1 - 2.5 m. Biasanya total panjang (meter) saluran pelimpas untuk satu guludan tanah sama dengan separuh dari luas (ha) daerah tangkapan di sebelah atasnya. Sehingga suatu guludan dengan luas daeerah tangkapan 8 ha memerlukan saluran pelimpas air sepanjang 5 m, dapat berupa dua saluran pelimpas masing-masing sepanjang 2 m atau tiga saluran pelimpas masing-masing sepanjang 1.35 m. Dengan demikian semakin ke arah bawah dari bidang lahan, saluran pelimpasnya semakin lebar. Hal yang sangat penting ialah bahwa selapis batu atau kerikil ditempatkan pada saluran pelimpas di sebelah bawah untuk mencegah penggerusan. a: batu melindungi parit pelimpas dari bahaya erosi b: buludan tanah Pandangan depan saluran pelimpas yang berbatu (FAO. 1991).. Konstruksi 1. Rata-rata kemiringan lahan ditentukan dengan menggunakan alat “water level-tube” , dan jarak antara guludan ditetapkan dengan perhitungan. 2. Garis-garis kontur ditetapkan pada setiap lokasi dimana akan dibuat guludan. Garis-garis kontur disesuaikan posisinya sehingga dapat membentuk suatu garis yang terintegrasi (smooth line). 3. Lebar dan lokasui saluran epelimpas air dihitung dan ditetapkan lokasinya. 4. Guludan-guludan dibuat dengan tanah-tanah galian dari sebelah bawahnya, dan menutup dengan lapisan batu di sisi bagian atasnya untuk melindungi dari erosi. Erosidapat dicegah dengan menanami rerumputan, tanaman tahaunan atau semak-semak di sebelah atas (depannya) guludan. 5. Saluran pelimpas berbatu dibuat dengan cara yang sama seperti membuat “contour stone bunds”. Pemeliharaan Pemeliharaan sistem ini dilakukan dengan cara yang sama seperti memelihara sistem pematang-kontur untuk menanam tanaman dan pematang batunya. 36 Kontur barier dari batu (FAO. 1991). Penanaman bedengan kontur (FAO. 1991). 6. TEKNIK PANEN AIR HUJAN: “Freestanding Systems” 6.1. Lubang Penanaman (Planting Pits) Lubang-lubang tanam atau Zaï merupakan bentuk paling sederhana untuk panen air hujan. Di beberapa negara, seperti Burkina Faso dan Mali, lubang-lubang tanam ini secara tradisional digunakan untuk rehabilitasi tanah-tanah kritis. Teknik lubang tanam ini terdiri atas galian lubang-lubang 37 kecil sedalam 10 - 15 cm , dimana sejumlah rabuk ditempatkan bersama dengan benih tanaman (Gambar 19). Petak lahan dengan banyak lubang tanam a: Lubang penanaman b: Pematang/Guludan tanah c: Rabuk dalam lubang d: Liangnya termite e: Profil lengas tanah Pandangan satu lubang tanam Lubang-lubang Tanam atau Zaï (FAO. 1991).. Selama hujan turun, lubang-lubang tanam ini menangkap air hujan dan runoff, serta mengumpulkannya di sekitar tanaman yang sedang tumbuh. Hasil tanaman dapat diperbaiki dalam musim tanam pertama setelah lahan diolah, dan pada tahun-tahun kering ternuyata teknik ini dapat ikut mengamankan hasil tanaman. Kondisi persyaratan Curah hujan: 200 - 750 mm. Tanah: Teknik lubang tanam ini cocok untuk rehabilitasi tanah-tanah bero, tanah-tanah berkerak, tanah liat yang miring, dimana infiltrasinya terbatas dan pengolahan tanah sulit dilakukan. Tanah-tanah ini berbatuan keras dan biasanya menghasilkan banyak runoff. Solum tanah tidak perlu yang dalam. Kemiringan: kurang 2%. Topografi: tidak harus rata. Teknik ini cocok untuk rehabilitasi bentang lahan yang tidak rata , dan terrainnya telah rusak. 38 Kendala-kendala Pembuatan lubang-lubang tanam memang memerlukan banyak tenagakerja. Hal ini tidak dapat dilakukan secara mekanisasi atau menggunakan bajak pada lahan yang telah ada lubang-lubang tanamnya. Kalau tanahnya dangkal (tipis), maka akan menjadi semakin tipis ketika lubang tanam digali. Dalam hal seperti ini, petani tidak boleh menanam bibit pada lubang tanam, tetaopi di bagian atas gundukan tanah galian guna memaksimumkan kedalaman perakaran tanaman. Ukuran dan layout Ukuran lubang-lubang tanam beragam sesuai dengan tipa tanah yang digalui. Biasanya dalamnya lubang tanam 5 - 15 cm, dan diameternya 10 - 30 cm (Gambar 19B). Jarak antara dua lubang tanam 0.5 - 1 m. Banyaknya lubang tanam per ha lahan biasanya 10,000 - 25,000. Lubanglubang tanam dapat digali pada satu garis, atau beberapa baris menurut garis kontur (Gambar 19A). C:CA ratio Biasanya ratio C:CA dapat diestimasi. Umumnya rasio ini berkisar antara 1:1 hingga 1:3. Semakin besar lubang-tanam dan semakin lebar jaraknya, maka semakin banyak air yang dapat dipanen dari area lahan yang tidak diolah di antara luibang-lubang tanam. Disain Pematang Pembuatan pematang sekeliling lubang datam mudah dilakukan, yaitu dengan jalan menempatkan tanah galian di sebelah bawahnya lubang tanam. Pemeliharaan Pada tahun ke dua, petani dapat menanam tabnamannya pada lubang-lubang tanam yang telah ada, atau kalau lubang-lubang tanam ini terlalu jarang, mereka dapat membuat lubang-lubang tanam baru di antara lubang tanam yang telah ada. Kalau tujuannya untuk memulihkan kesuburan tanah di seluruh bidang lahan maka disarankan membuat lubang-lubang tanam yang baru. Tata-cara Penanaman Lubang-lubang tanam digali selama musim kering. Pada musim kering, lubang-lubang tanam ini akan menangkap seresah dan pasir halus yang ditiup angin. Lubang-lubang tanam seringkali juga diisi dengan rabuk (kompos atau pupuk kandang) dicampur dengan tanah. Bahan-bahan ini akan menarik ”termites”, yang akan menggali liang-liangnya ke dalam tanah, mengangkut hara dari tanah lapisan bawah ke permukaan dan memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah. Setelah hujan pertama, serealia (jagung, sorghum, millet) ditanam pada lubang-lubang tanam. Kadangkala dilakukan penanaman benih dengan sistem kering. Penyiangan guyla tidak perlu dilakukan di antara lubang-lubang tanam, karena biasanya populasi gulma tidak banyak. 39 Variasi – Modifikasi Teknik lubang-tanam ini seringkali dikombinasikan dengan pematang batu di sepanjang garis konturnya. Aliran runoff dihambat oleh pematangpematang batu, disalurkan secara merata ke seluruh lahan dan kemudian masuk ke dalam lubang-lubang tanam. Kadangkala guludan-guludan tanah atau strip rumput dikombinasikan dengan teknik lubang-tanam untuk mengendalikan runoff. Lubang-lubang tanam yang telah ditumbuhi tanaman muda (FAO. 1991). 6.2. Daerah Tangkapan Air : Ukuran Mikro Sistem Tertutup Daerah tangkapan mikro ini berbentuk persegi atau diamond yang dikelilingi oleh pematang tanah. Pematang tanah ini akan menjaga air hujan dan runoff tetap berada di dalam daerah tangkapannya. Air hujan disalurkan ke bagian terendah dan disimpan dalam lubang-lubang infiltrasi. Bangunan seperti ini mudah dibuat secara manual. Gambar 20 dan 21 merupakan contoh “closed micro-catchments” pada lahan miring (Gambar 20) dan pada lahan datar (Gambar 21). ”Microcatchment” ini digunakan terutama untuk menanam pohon atau perdu. Teksnik ini sesuai untuk penanaman pohon sekala kecil di suatu daerah yang mengalami defisit lengas tanah. Teknik juga dapat mengkonservasi tanah. 40 Penampang melintang a: Pematang tanah b: Zone tangkapan air, dipadatkan dan bebas gulma c: Petak penanaman di bagian bawah, dibajak dan dicangkul - runoff Daerah-tangkapan sistem tertutup pada lahan miring (FAO. 1991).. Pandangan atas Penampang melintang a: Pematang tanah b: Daerah tangkapan air, dipadatkan dan bebas gulma c: petak penanaman pada bagian terendah, dicangkul dan dimulsa - runoff Daerah-tangkapan sistem tertutup pada lahan datar (FAO. 1991).. Persyaratan : Curah hujan: 150 mm per tahun atau lebih. Tanah: kedalaman minimal 1.5 m, sebaiknya 2 m untuk menjamin kedalaman perakaran dan kapasitas simpanan lengas tanah yang mencukupi. Kemiringan: dari lahan datar hingga miring 5% , tetapi “small microcatchments” dapat dibuat pada lahan yang lebih curam kemiringannya. 41 Topografi: tidak perlu diratakan. “Micro-catchment” ini membagi lahan yang tidak merata menjadi petakan-petakan kecil yang lebih merata. Kendala-kendala Teknik ini mudah dilakukan dengan cara manual, mekanisasi sulit dilakukan. Ukuran dan Layout Ukuran micro-catchment biasanya berkisar antara 10 m² dan 100 m². Ukuran yang lebih besar dimungkinkan terutama kalau akan ditanam lebih dari satu pohon di dalam satu micro-catchment. Pada lahan yang datar, ukuran micro-catchments lebih besar, biasanya mini-basin seluas 250 m² dan petak penanaman di dalamnya berukuran 3.5 m × 3.5 m. Guludan tingginya 15 - 20 cm. Petak penanaman biasanya sedalam 40 cm hingga 1.5 m, tergantung pada kedalaman tanah. Kalau ada ancaman risiko akibat runoff dari areal lahan di sebelah atasnya, maka perlu dibuat parit pembelok (cutoff drain). C:CA ratio Rasio C:CA tidak selalu dihitung secara akurat dalam sistem ini. Ukuran microcatchment ini biasanya ditentukan dengan memperhatikan rataan curah hujan, dan estimasi kebutuhan air tanaman pohon yang ditanam. Disain Pematang Tingginya guludan tanah tergantung pada kemiringan lahan dan ukuran micro-catchment. Table 8. Tinggi Guludan (cm) untuk daerah-tangkapan mikro. Basin size (m) 2% 3×3 25 4×4 25 5×5 25 6×6 25 8×8 25 10 × 10 30 12 × 12 35 15 × 15 45 n.r. = not recommended Kemiringan gradient 3% 25 25 25 25 35 45 50 n.r. 4% 25 25 30 35 45 55 n.r. n.r. 5% 625 30 35 45 55 n.r. n.r. n.r. Tabel 8 menyajikan nilai-nilai yang direkomendasikan. Bagian puncak guludan minimal selebar 25 cm dengan kemiringan tebingnya minimal 1:1, yang menghasilkan guludan setinggi 25 cm dan lebar dasarnya 75 cm. Kalau dimungkinkan, rerumputan dapat ditanam pada sisi-sisi guludan; hal ini untuk melindungi guludan dari bahaya erosi. 42 Lubang infiltrasi sedalam 40 cm . Tanah galian dipakai untuk membuat dua guludan di sebelah bawahnya. Lubang infiltrasi berbentuk persegi dan ukurannya tergantung pada berapa banyak bahan tanah yang diperlukan untuk membuat dua guludan di sebelah bawahnya. Misalnya, untuk daerah tangkapan mikro 3 × 3 m, diperlukan ukuran lubang infiltrasi 1.4 × 1.4 m (sedalam 40 cm ); untuk daerah tangkapan 10 × 10 m, diperlukan lubang infiltrasi 2.5 × 2.5 m (sedalam 40 cm). Di sudut pojok sebelah bawah dari lubang infiltrasi disisakan bidang penanaman (Gambar 22), untuk menanam bibit tanaman. Pemeliharaan Pemeliharaan sistem ini sama seperti pemeliharaan guludan dan pematang tanah. Kerusakan yang terjadi harus segera diperbaiki dan area micro-catchment harus tetap bersih dari vegetasi. Rumput dapat ditanam pada pematang untuk lebih memperkuatnya. Tata-cara Penanaman Bibit pohon yang tingginya sekitar 30 cm ditanam pada lubang tanam segera setalh air runoff terkumpul dalam lubang infiltrasi. Bibit ke dua disarankan ditanam di bagian dasar dari lubang infiltrasi, terutama pada saat tahun sangat kering. Rabuyk kandang atau kompos dapat diberikan dan ditempatkan pada lubang infiltrasi untuk memperbaiki kesuburan tanah dan kapasitas simpanan lengas tanah. Variasi Variasi yang lazim dijumpai dalam membuat micro-catchments adalah struktur yang freestanding, ujung terbuka dengan bentuk ’V’, atau bentuk setengah lingkaran. Keuntungan dari struktur guludan dengan ujung terbuka ialah bahawa kelebihan air runoff dapat mengalir di sekitar puncakpuncak guludan. Akan tetapi kapasitas simpanan airnya lebih kecil dibandingkan dnegan sistem yang tertutup. Sistem dengan ujung terbuka, free-standing sangat bermanfaat pada lahan yang miringnya tidak teratur dan jumlash pohon yang tidak terlalu banyak di pekarangan rumah. 43 Infiltration, proses meresapnya air memasuki permukaan tanah, merupakan bagian dari peredaran air di alam. Air meresap ke dalam tanah karena adanya gaya-gaya absorptif (kapiler) dan gravitasi, yang mana kedua gaya-gaya ini sangat dipengaruhi oelh tekstur dan struktir tanah. Kalau terjadi infiltrasi, pembasahan profil tanah dapat dibagi menjadi beberapa zone: zone jenuh mulai dari permukaan hingga kedalaman mungkin 1 cm, zone transisi yang kadar airnya berubah dengan cepat, zone transisi dengan perubahan kadar air yang lambat, zone pembasahan yang kadar airnya berubah dengan cepat, dan bidang pembasahan dengan gradien hidrauliknya sangat tajam. Laju infiltrasi beragam dengan waktu. Untuk tanah yang homogen, laju infiltrasinya tergantung pada kadar air awal, laju pemberian (masukan) air, kedalaman profil tanah, dan kondisi permukaan tanah. Kalau laju masukan air lebih rendah daripada konduktivitas hidrauliknya, maka semua air akan meresap masuk ke tanah melalui proses infiltrasi. Kalau laju masukan airnya lebih besar, pertama-tama lapisan permukaan tanah menjadi ejenuh air, kemudian kelebihan air akan mengumpul di permukaan tanah. Kalau lahan miring maka kelebihan air akan melimpas sebagai runoff. 44 Laju infiltrasi dan laju masukan air hujan merupakan fungsi waktu Pasir Laju Infiltrasi Lempung Liat waktu Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap laju infiltrasi 45 Ada tiga hal yang mempengaruhi proses infiltrasi air hujan: 1). Ciri-ciri tanah: Tekstur, struktur, aktivitas biologis, vegetasi penutup, kondisi permukaan tanah (pemadatan), dan kation; semua ini mempengaruhi banyaknya, durability, dan kontinyuitas pori makro tanah. Pori makro ini menyediakan jalan bagi aior untuk bergerak masuk ke dalam tanah. Kondisi lengas tanah mempengaruhi laju infiltrasi karena air mengisi pori makro, mengurangi masuknya tambahan air. Suhu tanah juga mempengaruhi laju resapan air karena tanah yang beku mempunyai laju infiltrasi sangat rendah. 2). Tanaman penutup tanah: akumulasi sereah bahan organik di permukaan tanah dapat membantu perkembangan lapisan tanah permukaan yang permeabel. Selanjutnya, air hujan ditangkap oleh vegetasi dan mengalir menuruni tajuk, meniongkatkan infiltrasi dan mereduksi dampak percikan air hujan. Oleh karena itu, tanah-tanah dengan penutupan vegetasi yang bagus mempunyai kapasitas besar untuk meresapkan air hujan. 3). Aktivitas manusia: Manipulasi lahann oleh manusia akan mengakibatkan perubahan ciri-ciri tanah dan tutupan tanaman. Misalnya perumputan oleh ternak: hilangnya vegetasi akan meredukai perlindungan tanah. Kalau binatang merumput, tekanan oleh injakan kakinya dapat memadatkan permukaan tanah (terutama kalau tanah basah). Pemadatan tanah ini akan mengubah pori makro menjadi pori mikro, yang berdampak pada hambatan pergerakan air , karena pergerakan air yang cepat memerlukan pori yang besar. 6.3. Guludan Setengah-lingkaran (Semi-circular bunds) Guludan setengah-lingkaran (PEMATANG LENGKUNG) adalah guludan tanah berbentuk setengah lingkaran dengan puncak-puncak guludan diposisikan pada garis kontur. Dimensinya beragam, mulai dari struktur yang kecil dengan radius 2 m hingga struktur yang besar dengan radius 30 m. 46 Guludan setengah lingkaran digunakan untuk rehabilitasi lahan gembalaan dan produksi hijauan pakan; guludan yang lebih kecil untuk menanam pohon, perdu dan tanaman semusim. Keuntungan struktur ini adalah (i) mudah dibuat, (ii) efisien tenaga kerja karena maksimum area pengolahan dapat diperoleh dengan volume guludan yang minimum, dan (iii) cocok untuk lahan miring yang tidak teratur, karena struktur ini bersifat ”free-standing”. Kalau digunakan untuk menanam pohon, maka air runoff dikumpulkan dalam lubang infiltrasi. a: Guludan / Pematang b: Zone budidaya c: Zone tangkapan air d: Jarak antara dua struktur e: Panjang zone tangkapan f: Garis kontur Layout Guludan setengah melingkar (FAO. 1991). Kondisi Persyaratan Curah hujan: 200 - 750 mm. Tanah: semua tipe tanah yang cocok untuk produksi pertanian. Solum tanah yang dalam (1.5 m dan lebih dalam lagi) diperlukan oleh pohon supaya akarnya dapat tumbuh berkembang dengan baik. Kemiringan: Sebaiknya kurang dari 2%, tetapi dengan menambah tingginya guludan maka sistem ini dapat diyrapkan pada kemiringan lahan hingga 5% . Topografi: Untuk guludan setengah lingkaran yang “staggered layout” memerl;ukan lahan yang merata, tetapi guludan individual dapat dibuat pada lahan yang tidak merata. Kendala-kendala Konstruksi secara mekanis tidak mudah dilakukan, karena bentuknya semi-melingkar. Ukuran dan Layout Guludan-guludan diposisikan dalam barisan yang teratur, dengan posisi puncak-puncak guludan pada garis kontur. Ada sedikit ruang pemisah di antara dua unit struktur yang berdekatan, sehingga air runoff dapat 47 mengalir turun menuju unit struktur berikutnya. Dalam struktur yang lebih besar dapat dibuat saluran pelimpas diperkuat dengan batu untuk menyalurkan kelebihan runoff. Kalau diperkirakan terjadi volume runoff yang sangat banyak maka harus dibuat saluran pembelok di sisi sebelah atas dari sistem ini. a: Pematang batu b: Profil lengas tanah c. Material endapan d: Air yang dipanen Penampang dan Pandangan-atas Pematang-setengah-melingkar (FAO. 1991). C:CA ratio Untuk budidaya tanaman semusim, rasio C:CA dapat diohitung dengan menggunakan rumus. Ukuran area pengolahabn, yaitu area yang dikelilingi oleh guludan semi-lingkaran adalah sama dengan: 0.5 × pi × radius² (pi=3,14). Ukuran daerah tangkapan air, yaitu jarak [e] dalam Gambar 24 dikalikan dengan jarak antara puncak-puncak guludan. Untuk budidaya pohon, air runoff dikumpulkan dalam suatu lubang infiltrasi. Total ukuran suatu micro-catchment diperkirakan berdasarkan kebutuhan air pohon. Untuk lahan gembalaan dan hijauan pakan ternak biasanya rasio C:CA sebesar 3:1 telah dianghgap mencukupi. Untuk disain suatu sistem: 1. Menghitung rasio C:CA atau mengestimasi nya, misalnya 3:1. 2. Menetapkan luas area pengolahan, misalnya 10 m². Daerah tangkapan air harus seluas 30 m² untuk mencapai rasio C:CA sebesar 3:1. Dimensi berikut ini digunakan untuk membudidayakan tanaman semusim di Nigeria: lebarnya 2 m dan diposisikan dengan interval jarak 4 m. Barisan berjarak 4 m, menghasilkan kepadatan sebesar 313 unit struktur per ha dan ratio C:CA sebesar 4:1. 48 POHON PENANGKAL ANGIN Jalan Pematang distribusi Pematang melingkar dibuat dengan jalan menimbun tanah galian dari bagian tengah lingkaran (FAO. 1991). Pematang lengkung setenga lingkaran dibuat dengan menggulud tanah, cocok untuk menangkan dan menampung air runoff ke titik terendah. Sistem pemanen air hujan ini terdiri atas micro-catchment yang berjajar mengikuti garis kontur untuk meminimumkan bahaya erosi. (FAO. 1991). 49 a: pelimpas berbatu b: Guludan/ pematang c: Garis kontur d: kumpulan air runoff Layout struktur yang besar Penampang melintang pematang besar (di bagian tengah) Layout Struktur setengah melingkar dan penampang melintang pematang: Bentuk Trapezoidal merupakan variasi dari bentuk setengah-melingkar. Disain Guludan (Pematang) Untuk guludan semi-lingkaran yang ukurannya lebih kecil (hingga radius sekitar 6 m) tingginya guludan minimum 25 cm dan kemiringan tebingnya 1:1 sehingga menghasilkan lebar dasar guludan 75 cm. Untuk guludan dengan radius lebih dari 6 m, guludan dimulai dengan yang rendah dan secara bertahap menjadi guludan yang tinggi di bagian’bottom’ dari sistem ini. Misalnya untuk guludan semi-lingkaran dengan radius 20 m, guludan di bagian atas hanya setinggi 10 cm, dan secara bertahap meningkat hingga 50 cm pada guludan di sebelah bawah ’bottom’. Untuk guludan yang lebih besar direkomendasikan sisi guludan lebih landai, misalnya 3:1. Hal ini akan menghasilkan guludan setinggi 10 cm dengan lebar dasar guludan 70 cm; tinggi guludan 50 cm dengan lebar dasar guludan 3.10 m. Konstruksi 1. Pekerjaan dimulai dengan menandai posisi garis kontur untuk membuat guludan. Jarak antara garis-garis kontur tergantung pada ukuran sistem yang akan dibuat. Karena sistem ini bersifat “free standing”, maka garisgaris kontur tidak boleh dibuat “smooth”. 2. Mengukur jarak antara puncak-puncak guludan pada garis kontur paling atas. Mengukur dan menandai jarak dari satu puncak guludan ke guludan berikutnya pdi sepanjang garis kontur yang sama, dan mengukur jarak antara guludan dalam satu sistem. Dengan cara ini ditandai semua guludan dari semua sistem pada garis kontur pertama. 50 Guludan-guludan pada garis kontur ke dua ditandai dengan cara yang sama seperti pada garis kontur pertama. 3. Posisi guludan dari setiap sistem ditandai dengan menggunakan seutas tali. Tali ini panjangnya sama dengan radius sistem. Tititk pusat dari sistem ditandai lebih dulu (titik di pertengahan guludan-guludan dari satu sistem, pada garis kontur). Kemudian tancapkan salah satu ujung tali pada titik ini, kemudian buatlah garis setengah lingkaran dengan menggunakan ujung lain dari tali tersebut. 4. Menggali tanah untuk membuat guludan dari sisi sebelah dalam dari area lingkaran. Penggalian dimulai dengan parit kecil, diikuti dengan penggalian yang merata di seluruh area supaya air runoff yang terkumpul dapat tersebar secara merata. Hal yang perlu diperhatikan bahwa guludan dibuat dalam bentuk lapisan-lapisan 10-15 cm, memadatkan setiap lapisan sebelum ditimbuni dengan lapisan di atasnya. 5. Untuk sistem yang lebih besar (radius lebih dari 6 m) puncak guludan dilindungi dengan batu. Rumput ditanam pada guludan-guludan untuk meningkatkan stabilitas guludan. Pemeliharaan Periode kritis adalah selama kejadian hujan pertama (awal hujan) setelah pembangunannya. Kerusakan yang terjadi harus segera diperbaiki. Kalau kerusakan dibiarkan meluas, harus dibuat saluran pembelok di sebelah atas dari keseluruhan sistem. Kalau erosi terjadi mengikis puncakpuncak guludan, maka guludan dapat dilindungi dengan batu-batu. Bangunan ini harus digali kembali setelah lima tahun. Material endapan tanah harus disingkirkan dari sekitar pohon. Daerah tangkapan air harus tetap bersih dari vegetasi. Tata-cara penanaman Seluruh area yang tertutup harus ditanami. Kalau digunakan untuk rehabilitasi lahan gembalaan atau tanaman pakan ternak, pohon atau perdu dapat ditanam pada titik terendah dari area lahan yang diolah. Hal ini dapat dilakukan dalam praktek. Variations Variasi dimungkinkan, bukan hanya memvariasi area lahan yang diolah (radius guludan atau bedengan bidang olah) dan lokasi individu bangunannya, tetapi dapat juga memvariasi bentuk guludan atau bedengan. Guludan bentuk ’V’ sudah banyak dibahas. 51 Sistem guludan menurut garis kontur (Sumber: forest.mtu.edu) BAHAN BACAAN Ahenkora, Y., dan E.E.Owusu-Bennoah. 1993. Sustaining tanah productivity in intensive african agriculture. CTA. 124 pp. ISBN: 92- 9081-138-2 Bell, J. P. dan J.S.G.McCulloch. 1969. Soil moisture estimation by the neutron method in Britain - a further report. /. Hydrol. 7, 415-433. Biswas, Ak., M, Jellali. dan G. Stout. 1993. Water for sustainable development in the 21th century. Oxford University Press, UK. 273 pp. ISBN: 01195633024 Clarke, R. T. dan M.D. Newson. 1978. Some detailed water balance studies of research catchments. Proc. Roy. Soc. Lond. A363, 21-42. Clarke, R. T., Leese, M. dan A.J. Newson. 1973. Analysis of data from the Plynlimon raingauge networks, 1971-1973. Report no. 27, Inst. Hydrology, Wallingford, Oxfordshire, UK. Critchley W.R.S. dan C.D, Turner. 1992. Tanah and water conservation in sub- saharan Africa. IFAD, Amsterdam, The Netherlands. 110 pp. FAO. 1991. A manual for the Design and Construction of Water harvesting Schemes for Plant Production. FAO, Rome, Italy. FAO. 2000. Land-Water linkages in rural watersheds. Proceedings of the electronic workshop organized by FAO Land and water Development Division. 18 Septenber-27 October 2000. FAO, Rome, Italy. ISBN: 925-104765-0 Gould, J.E. 1992. Rainwater Catchment Systems for Household Water Supply, Environmental Sanitation Reviews, No. 32, ENSIC, Asian Institute of Technology, Bangkok. Gould,J. dan P.E.Nissen. 1999. Rainwater catchment systems for domestic supply: Design construction, and implementation. ITP Biddles Ltd., UK. 335 pp. ISBN: 1853394564 Hartung H. 2000. The rain water harvesting. CTA, FAKT, NEDA. ISBN: 38236-1384-7. Remark: Document in CD-ROM 52 Hassane, A., P. Martin dan C.H.R. Reij. 2000. Water-harvesting, land rehabilitation and house hold food. IFAD, Rome, Italy. Further reading 93. Newson, A. J. dan R.T. Clarke. 1976. Comparison of catch of ground-level and canopylevel raingauges in the Upper Severn experimental catchment. Met. Mag. 105, 2-7. Nissen-Petersen, E. 1982. Rain Catchment and Water Supply in Rural Africa: A Manual. Hodder and Stoughton, Ltd., London. Pacey, A. and A. Cullis 1989. Rainwater Harvesting: The Collection of Rainfall and Runoff in Rural Areas, WBC Print Ltd., London.