PANEN AIR HUJAN DAN PENYIMPANNYA DALAM TANAH

advertisement
1
TEKNOLOGI PANEN AIR HUJAN
DAN PENYIMPANNYA
diabstraksikan dan dirangkum oleh:
Prof Dr Ir Soemarno MS
(Bahan Kajian MK. Pengelolaan Sumberdaya Alam (PSDA)
PM PSLP PPSUB 2010)
1. PENDAHULUAN:
Mengapa memanen air hujan dan disimpan dalam tanah
Air merupakan salah satu kebutuhan utama untuk pertumbuhan
tanaman yang sehat. Akan tetapi di daerah iklim arid dan semi-arid,
kekurangan auir sering terjadi akibat kurangnya curah hujan. Di daerah
seperti ini, laju evapoprasi yang tinggi selama musim tanaman juga lazim
terjadi. Hujan di daerah-daerah iklim (semi-)arid, biasanya berupa hujan
lebat. Kondisi tanah yang ada tidak dapat menyerap semua air hujan yang
volumenya besar dalam waktu singkat. Akibatnya hujan di daerah-daerah
(semi-)arid ini biasanya dibarengi dengan volume air limpasan-permukaan
(runoff) yang besar.
Faktor-faktor klimatik di daerah arid dan semi-arid ini
memngisyaratkan bahwa kita harus dapat memanfaatkan jumlah curah hujan
yang terbatas seefisien mungkin. Salah satu cara untuk dapat melakukan hal
ini adalah memanfaatkan air limpasan permukaan (runoff) dengan jalan
“PEMANENAN AIR”. Cara lain adalah memperbesar infiltrasi dan
penyimpanan air hujan dalam tanah (penyimpanan dan konservasi lengas
tanah). Keuntungan dari teknik-teknik pemanenan air hujan dan
penyimpanannya dalam tanah di daerah arid dan semi arid dapat
diikhtisarkan berikut ini. Lebih banyak air tersedia bagi tanaman dapat
mewujudkan kepastian produksi dan tingkat hasil tanaman yang lebih tinggi.
Selain itu, dengan cara-cara ini dimuingkinkan suplai air bagi tanaman di
lahan kering, yang pada kondisi yang biasa tidak dapat berproduksi.
Kebanyakan
teknik
untuk
mengumnpulkan
air
biasanya
menggunakan sumber air yang besar seberti sungai dan groundwater (mis.
Sumur dan system irigasi), dan memerlukan investasi sekala besar. Tetapi di
banyak Negara dunia, beragam metode sekala kecil dan sederhana telah
dikembangkan untuk menangkap dan mengumpulkan air limpasan
permukaan (runoff) digunakan untuk beragam tujuan produktif. Kalau
limpasan permukaan ini dibiarkan saja akan dapat menyebabkan erosi tanah,
runoff ini dapat dipanen dan dimanfaatkan. Beragam teknik memanen air
dengan aneka ragam aplikasinya telah tersedia.
Pemanenan air hujan ini ditujukan untuk memanfaatkan runoff,
penyimpanan lengas tanah bertujuan untuk mencegah runoff dan
menyimpan air hujan di tempat dimana ia jatuh dari langit sebanyak mungkin.
Perbedaan di antara dua macam teknologi ini tidak terlalu jelas, terutama
kalau daerah-tangkapan hujan (penghasil runoff ) sekalanya sangat kecil.
Selain itu, teknologi penyimpanan lengas tanah dapat diaplikasikan di daerah
lahan budidaya pertanian.
2
2. TEKNOLOGI PANEN AIR HUJAN
2.1. Prinsip-prinsip Panen Air Hujan
Pemanenan-air-hujan dalam makna yang luas dapat didefinisikan
sebagai kegiatan pengumpulan runoff untuk penggunaan yang produktif.
Runoff dapat ditangkap dan dikulpulkan dari cucuran atap atau dari
permukaan lahan, atau dari sungai-sungai musiman. Sistem pemanenan air
yang memanen runoff dari atap-bangunan atau dari permukaan lahan
termasuk dalam kategori “pemanenan air hujan”, sedangkan semua system
yang mengumpulkan runoff dari sungai-sungai musiman dikelompokkan
dalam kategori “pemanenan air banjir”.
SIKLUS HIDROLOGI
Siklus hidrologi: Pentingnya hujan dalam siklus hidrologi (FAO. 1991)..
Sebagian tertentu dari lahan, daerah tangkapan-air, dibiarkan tidak
diolah. Air hujan yang jatuih di daerah-tangkapan ini dialirkan ke petakan
lahan yang diolah dan ditanami. Runoff dapat juga dikumpulkan di area
budidaya tanaman dengan menggunakan metode-metode konservasi lengas
tanah (bangunan-bangunan yang terbuat dari tanah atau batu), yang
memungkinkan air hujan ber-infiltrasi ke dalam tanah dan menjadi tersedia
bagi akar tanaman.
3
ZONE
TANGKAPAN AIR
ZONE
BUDIDAYA
Gambar 2. Prinsip panen air hujan untuk produksi tanaman (FAO. 1991)
Teknik-teknik pemanenan air hujan bersekala kecil dapat
menangkap air hujan dan runoff dari daerah-tangkapan yang kecil, meliputi
lereng-lereng yang pendek, panjang lereng kurang dari 30 m (daerahtangkapan mikro). Pemanenan air hujan pada lereng lebih dari (30m - 200m),
di luar lahan pertanian budidaya juga dapat dilakukan. Gambar 3 menyajikan
contoh sistem daerah tangkapan sekala mikro.
2.2. Kondisi yang dipersyaratkan panen air hujan
Iklim
Pemanenan air hujan sangat sesuai untuk daerah-daerah semi-arid
dengan rataan curah hujan tahunan (300-700 mm). Teknologi ini juga
dipraktekkan di beberapa daerah arid dengan rataan curah hujan tahunan
(100-300 mm). Di kebanyakan daerah tropis, periode utama curah hujan
terjadi selama periode panas ’summer’, pada saat alju evaporasi sangat
tinggi. Di daerah tropis yang lebih kering, risiko kegagalan panen tanaman
lebih besar. Biaya struktur pemanenan air hujan juga lebih tinggi karena
haruis dibuat dengan sekala lebih besar.
Kemiringan Lereng
Pemanenan air hujan tidak direkomendasikan pada lahan dengan
kemiringan lebih dari 5% karena distribusi runoff tidak merata, erosi tanah
intensif dan biaya pembuatan bangunan penangkap air hujan juga mahal.
4
Gambar 3. Daerah Tangkapan (catchment) Mikro (Critchley, 1991).
Tanah dan Pengelolaan Kesuburan Tanah
Tanah-tanah di zone budidaya harus cukup tebal sehingga
mempunyai kapasitas simpanan air yang cukup besar, dan tanahnya subur.
Tanah-tanah di daerah-tangkapan air harus mempunyai laju infiltrasi yang
rendah. Untuk kebanyakan sistem pemanenan air, kesuburan tanahnya
harus diperbaiki, atau dipertahankan, supaya tetap produktif dan lestari.
Peningkatan ketersediaan lengas tanah dan peningkatan produktivitas
tanaman yang dihasilkan dari kegiatan penangkapan air hujan akan
berdampak pada eksploitasi hara tanah yang lebih besar. Tanah-tanah
berpasir tidak terlalu banyak memberikan nilai-tambah dari kegiatan
pemanenan air hujan ini, kecuali kalau pada saat yang bersamaan juga
ditingkatkan kesuburan tanahnya.
Tanaman
Salah satu kriteria utama untuk memilih teknologi panen air hujan
adalah kesesuaiannya dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Akan
tetapi, jenis tanaman juga dapat disesuaikan dengan struktur bangunan
pemanen air hujan. Beberapa karakteristik umum dalam kaitannya dengan
kebutuhan air disajikan dalam bagian lain.
Perbedaan penting di antara tanaman tahunan (misalnya pohon)
dengan tanaman semusim adalah bahwa pohon memerlukan konsentrasi air
pada titik-titik tertentu, sedangkan tanaman semusim biasanya lebih
diuntungkan kalau distribusi air lebih merata ke seluruh areal pertanaman.
Distribusi air yang merata dapat dicapai dengan jalan meratakan tanah
garapan. Rerumputan lebih toleran dengan kondisi distribusi air yang tidak
merata dibandingkan dengan tanaman biji-bijian lainnya.
5
TAJUK
POHON
AKAR
PENYERAP AIR
DAN HARA
BATANG
POHON
Sistem perakaran pohon memainkan fungsi
sangat vital (sumber: snwa.com)
Kriteria Teknis
Untuk memilih suati teknik pemanenan air hujan yang palign sesuai,
ada perangkat criteria yang harus diperhatikan:
1. Teknik pemanenan air secara teknis harus dapat berfungsi
dengan baik.
2. Teknik ini harus sesuai dengan system prduksi tanaman yang
dilakukan oleh petani.
Kalau risiko kegagalan produksi akibat teknik-teknik baru dinilai
terlalu besar dibandingkan dengan teknik-teknik yang telah ada, atau
persyaratan skill tenaga kerjanya terlalu tinggi , maka adopsi teknologi baru
ini tidak akan diadopsi oleh para penggunanya.
2.3. Input untuk Panen Air hujan
Seperti halnya dengan praktek pertanian lainnya, harus ada
keseimbangan antara biaya dan manfaat dari sistem-sistem pemanenan air
hujan. Manfaat yang sangat nyata adalah peningkatan hasil tanaman bagi
petani. Dalam tahun-tahun dengan curah hujan rata-rata saja, pemanenan
air hujan dapat meningkatkan produksi pertanian 50 - 100%, tergantung pada
sistem yang digunakan, tipe tanah, pengelolaan lahan, dll. Disamping itu,
beberapa sistem panen air hujan ini memungkinkan untuk menanam
6
tanaman yang sebelumnya tidak mungkin ditanam. Dalam tahun-tahun
dengan curah hujan rendah, hasil tanaman biasanya lebih tinggi
dibandingkan dengan petakan kontrol; sedangkan pada tahun-tahun sangat
buruk biasanya dampaknya terhadap hasil pertanian bersifat netral.
The stormwater is held in the basin awhile and slowly released to
a nearby waterbody. In this way, stormwater detention basins
reduce how fast runoff enters our natural waterways.( SUMBER:
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalianbanjir/)
7
DIAGRAM ALIR MODEL NERACA LENGAS
TANAH
Bagan perhitungan neraca lengas tanah bulanan (sumber: fao.org)
Simbol dalam bagan alir:
Variabel
Parameter
S(m)
Surplus bulan, m
Smax Kapasitas maksimum simpanan
lengas tanah, mm
P(m)
Precipitasi bulan, m
Seav Air tanah mudah tersedia , mm
ETo(m)
Reference
evapotranspiration in mm
RP
Reduction point in mm (=Smax-Seav)
ETa(m)
Actual evapotranspiration in
mm
Prd
Period reduksi evapotranspirasi
Sav(m)
Air tanah tersedia pada
bulan , m
Kc
Koefisien tanaman
B(m)
Neraca air tanah bulan, m
Biaya, Tenagakerja dan Peralatan
Biaya utama bagi skema pemanenan air hujan adalah untuk
pekerjaan penggalian-penimbunan tanah dan penataan batu-batu. Jumlah
8
penggalian tanah untuk parit-parit, pengumpulan dan pengangkutan batubatu. Pemeliharaan struktur bangunannya dan lain-lainnya juga akan menjadi
biaya tambahan. Biasanya kebutuhan tenaga kerja cukuyp banyak. Biasanya
struktur bangunan pemanen air hujan dibuat pada musim kering. Akan tetapi
tidak benar bahwa petani bersedia menginvestasikan banyak tenaga kerja
secara sukarela untuk membuat bangunan-bangunan ini. Selama musim
kering biasanya petani melakukan kegiatan lain,
seperti memelihara
ternaknya atau bekerja pada sektor informal lainnya di perkebunan atau di
kota. Pada kondisi lingkungan yang khusus, seperti adanya tekanan lahan
yang sangat besar dan degradasi lingkungan, petani biasanya lebih
berkeinginan untuk investasi dalam pemanenan air hujan. Kebutuhan
tenagakerja tergantung pada jenis-jenis peralatan yang digunakan. Pemilihan
peralatan tergantung pada sumber energi yang tersedia. Pada sistem
dengan sekala kecil, penyelesaian pekerjaan dilakukan secara manual.
Tenagakerja ternak, seperti sapi, kerbau atau kuda, dapat digunakan untuk
pekerjaan membuat bedengan, pematang atau tanggul-tanggul.
RANCANGAN SISTEM PANEN AIR HUJAN
1. Pendahuluan
Cadangan air di daerah budidaya pertanian didukung dengan air dari
daerah-tangkapan air hujan (Gambar 2). Pada saat merancang suatu system
pemanenan air, ukuran daerah-tangkapannya dihitung atau diestimasi secara
akurat untuk menjamin cukupnya runoff yang dapat dipanen untuk memenuhi
kebutuhan tanaman di lahan budidaya. Hubungan amntara kedua area lahan
ini dinyatakan sebagai rasio C:CA, yaitu rasio antara daerah-tangkapan (C)
dan daerah budidaya (CA). Untuk tanaman semusim biasanya nilai rasio
C:CA sebesar 3:1, daerah tangkapan-air C tiga kali dari luas lahan
budidayanya CA.
Modifikasi microcatchment untuk menyalurkan dan menampung runoff ke
lokasi yang ditentukan. Parit-parit atau pematang dibuat menurut garis kontur
untuk menyalurkan air runoff (FAO. 1991)...
9
Walaupun perhitungan rasio C:CA dapat menghasilkan system
pemanenan air yang akurat, namun biasanya tidak mudah menghitung rasio
C:CA secara akurat. Data yang diperlukan (curah hujan, runoff dan crop
water requirements) seringkali tidak tersedia dan kalau ada variasinya sangat
besar. Informasi dan data seperti ini dapat beragam antar lokasi, atau antar
tahun. Perhitungan dapat memberikan kesan tentang akurasi , tetapi hal ini
dapat keliru kalau perhitungannya didasarkan pada data yang ragamnya
sangat besar.
Karena alasan inilah maka biasanya sistem pemanenan air hujan
dirancang dengan menggunakan mekanisme pelatihan dan pendampingan
untuk rasio C:CA. Banyak sistem pemanenan air hujan yang berhasil
biasanya dimulai dengan sekala eksperimen kecil-kecilan dengan estimasi
rasio C:CA. Disain awal kemudian dapat dimodifikasi berdasarkan
pengalaman lapangan. Untuk dapat mengestimasi rasio C:CA dan menilai
secara kritis hasil-hasil eksperimen pertama dari suatu sistem panen air
hujan, diperlukan pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana
bekerjanya sistem pemanenan air hujan. Aspek-aspek apa saja yang
mempengaruhi berfungsinya sistem pemanenan air hujan?
Kolam penampung air hujan untuk mendukung diversifikasi pertanian.
Kolam seperti ini cocok untuk memanen air hujan di pedesaan,
menampung air hujan untuk berbagai keperluan seperti irigasi tanaman,
keperluan rumahtangga, ternak dan aquaculture (FAO. 1991)...
10
Microcatchment budidaya mengumpulkan air runoff dari area yang luas ke
petakan lahan yang sempit. Aneka jenis tanaman dapat dibudidayakan pada
petakan lahan yang sempit ini (FAO. 1991)...
Sistem Air – Tanah
Tujuan sistem pemanenan air hujan adalah memanen runoff.
Runoff ini dihasilkan dalam suatu system air – tanah , dimana berlangsung
interaksi antara curah hujan dengan tanah (Gambar 4).
Prinsip sistem ini adalah sbb:
Setiap jenis tanah mempunyai kapasitas tertentu untuk menyerap air
hujan. Air hujan yang tidak dapat diserap masuk ke dalam tanah akan
mengalir di permukaan tanah sebagai runoff. Jumlah runoff ini tergantung
pada kapasitas penyerapan tanah dan jumlah air hujan yang jatuh.
Jumlah air hujan yang jatuh selama peruiode tertentu pada sebidang
lahan disebut INTENSITAS HUJAN, dan dinyatakan sebagai kuantitas
kedalaman air hujan dalam satuan mm per jam (mm/jam). Kapasitas
penyerapan tanah disebut KAPASITAS INFILTRASI. Ukuran kapasitas ini,
laju infiltrasi dinyatakan sebagai kuantitas kedalaman air dengan satuan mm
per jam (mm/jam). Runoff dihasilkan kalau intensitas hujan lebih besar dari
laju infiltrasi tanah.
Infiltrasi dan Limpasan Permukaan (runoff)
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi dan runoff.
Tipe tanah dan tekstur tanah
Table 1 menyajikan nilai-nilai laju infiltrasi untuk beberapa tipe tanah.
Setiap tuipe tanah mempunyai laju infiltrasi yang berbeda dengan tipe
lainnya. Tipe tanah ini tergantung pada tekstur tanahnya: partikel-partikel
mineral penyusun tanah. Tiga tipe tanah utama dibedakan berdasarkan tiga
fraksi partikel mineral tanah: pasir, debu dan liat.
11
Infiltrasi
Runoff
Sistem Air - Tanah (Brouwer et al., 1986).
Tanah yang terdiri atas partikel pasir kasar (tanah bertekstur kasar)
disebut tipe tanah berpasir; tanah yang terdiri atas partikel debu yang
berukuran medium (tanah bertekstur medium) disebut tipe tanah
berlempung; tanah yang terdisi tas partikel liat berukuran halus (tanah
bertekstur halus) disebut tanah liat atau tanah berliat.
Table 1. Laju infiltrasi (Brouwer et al., 1986).
Tipe tanah
Pasir = sand less
Lempung Berpasir = sandy loam
Lempung = loam
Lempung Liat = clay loam
Liat = clay
Laju Infiltrasi (mm/jam)
Kurang dari 30
20 - 30
10 - 20
5 - 10
1-5
Ukuran partikel-partikel mineral dalam suatu tanah menentukan
ukuran rongga terbuka di antara partikel-partikel tersebut, yaitu PORI
TANAH. Proses infiltrasi air lebih mudah melalui pori yang ukurannya besar
pada tanah-tanah berpasir (kapasitas infiltrasi lebih tinggi) dibandingkan
dengan infiltrasi melalui pori halus pada tanah liat (kapasitas infiltrasi lebih
rendah).
Struktur Tanah
Struktur tanah juga mempengaruhi kapasitas infiltrasi. Struktur tanah
mencerminkan bagaimana tatanan partikel-partikel mineral saling bergabung
bersama membentuk agregat. Tanah-tanah berpasir biasanya mempunyai
struktur butir-lepas, karena individual partikel pasir tidak dapat saling melekat
bersama bergabung menjadi agregat ayang lebih besar. Beberapa tanah liat
membentuk retakan-retakan yang besar pada kondisi kering, dan aggregates
12
(bongkahan) besar dapat diambil (ditarik) dengan tangan. Tanah-tanah ini
mempunyai takstur halus dan struktur yang kasar (agregat besar-besar).
Ukuran dan distribusi retakan-retakan di antara agregat tanah dapat
mempengaruhi kapasitas infiltrasi tanah: tanah dengan retakan-retakan
besar akan mempunyai laju infiltrasi yang tinggi.
Daerah Tangkapan dan Daerah Pengolahan
Idealnya, tanah di zone penangkapan air hujan harus mampu
mengubah sebanyak mungkin air hujan menjadi runoff: tanah harus
mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Misalnya, kalau intensitas hujan 20
mm/jam jatuh pada tanah liat dengan laju infiltrasi 5 mm/jam, maka akan
terjadi runoff, tetapi kalau hujan yang sama jatuh pada tanah berpasir
dengan laju infiltrasi 30 mm/jam, maka tidak akan ada runoff. Karena alasan
inilah, maka tanah-tanah berpasir tidak sesuai untuk sistem pemanenan air
hujan, karena sebagian besar air hujan yang jatuh ke tanah adan meresap ke
dalam tanah dan hanya sedikit sekali runoff yang dapat ditampung dan
disalurkan ke zone pengolahan tanah.
Tanah pada zone-pengolahan tidak boleh mempuinyai laju infiltrasi
yang tinggi, tetapi harus mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan
air hujan dan menyediakannya bagi tanaman. Kondisi ideal adalah daerahtangkapan yang berbatu dan zone olahan dengan solum yang dalam, dan
subur. Dalam praktek, kondisi tanah di zone olahan dan zone tangkapan air
justru sebaliknya. Kalau hal seperti ini dijumpai, maka persyaratan bagi zonepengolahan harus diutamakan.
Kerak = Sealing
Kapasitas infiltrasi suatu tanah juga tergantung pada efek tetesan air
hujan pada permukaan tanah. Tetesan air hujan memukul tanah permukaan
dengan gaya yang cukup besar yang mampu menghancurkan agregat tanah
dan mendorong partikel halus tanah masuk ke dalam pori tanah lapisan atas.
Hal ini dapat mengakibatkan penyumbatan pori tanah dan pembentukan
lapisan tipis yang kompak dan padat di permukaan tanah, dan selanjutnya
akan sangat menghambat laju infiltrasi. Efek seperti ini lazim disebut dengan
istilah “capping, crusting atau sealing; menjelaskan mengapa di daerahdaerah dengan curah hujan tinggi dan frekuensi tinggi, biasanya diikuti oleh
runoff yang sangat besar.
Tanah-tanah dengan kandungan liat yang tinggi (tanah-tanah berliat)
sangat mudah membentuk kerak-permukaan (sealing). Tanah-tanah berpasir
biasanya tidak mudah membentuk kerak-permukaan. Adanya kerakpermukaan di lokasi zone tangkapan air sangat menguntungkan untuk
memanen air hujan, karena dapat menurunkan laju infiltrtasi. Akan tetapi di
lahan pengolahan, adanya kerak-permukaan ini dianggap merugikan. Petani
dapat meningkatkan laju infiltrasi di lahan pengolahan dengan jalan menjaga
kondisi permukaan tanah tetap kasar, dengan jalan membuat guludanguludan atau pembajakan tanah.
Vegetasi
Vegetasi mempunyai pengaruh sangat besar terhadap laju infiltrasi
suatu tanah. Vegetasi penutup muka lahan yang rapat dapat melindungi
tanah dari pukulan air hujan, mereduksi terbentuknya ”kerak” di permukaan
tanah, dan meningkatkan laju infiltrasi. Sistem perakaran dan bahan organic
13
tanah meningkatkan porositas tanah dan dengan demikian memperbaiki
kapasitas infiltrasi suatu tanah. Pada lahan-lahan yang agak miring, runoff
dapat diperlambat oleh adanya vegetasi, sehingga air hujan mempunyai
kesempatan lebih banyak untuk infiltrasi. Sarana konservasi tanah
memanfaatkan prinsip-prinsip seperti ini. Dalam system pemanenan air,
daerah-tangkapan-air (sekala mikro) idealnya dijaga tetap rata dan bebas
vegetasi.
Panjang Lereng
Biasanya lahan yang lebih miring menghasilkan lebih banyak runoff
dibandingkan dengan lahan yang lebih datar, dan dengan meningkatnya
panjang lereng ternyata volume runoff menurun. Dengan meningkatnya
panjang lereng, waktu yang diperlukan oleh setetes air hujan untuk mencapai
lahan budidaya semakin besar. Hal ini berarti tersedia waktu yang lebih lama
bagi tetes air hujan tersebut untuk mengalami infiltrasi dan evaporasi.
Evaporasi merupakan factor penting yang menentukan runoff di daerah iklim
kering (arid dan semi arid) , karena lembab nisbi udara yang rendah dan
seringkali suhu permukaan tanah dan suhu udaranya tinggi.
Curah Hujan dan Limpasan Permukaan
Hanya sebagian dari curah hujan pada daerah tangkapan yang
menjadi runoff. Proporsi curah hujan yang menjadi runoff ini tergantung pada
berbagai faktor. Kalau intensitas hujan pada suatu kejadian hujan lebih
rendah dari kapasitas infiltrasi tanah, maka tidak akan terjadi runoff.
Proporsi dari total curah hujan yang menjadi runoff disebut FAKTOR
RUNOFF. Misalnya, faktor runoff 0.20 berarti bahwa 20% dari curah hujan
selama musim pertumbuhan tanaman akan menjadi runoff. Setiap kejadian
hujan mempunyai faktor runoff sendiri-sendiri. Akan tetapi faktor runoff
musiman (atau tahunan), R, sangat penting untuk disain sistem pemanenan
air hujan. Faktor- R digunakan untuk menghitung rasio C:CA.
Efisiensi
Air runoff dari daerah tangkapan dikumpulkan di area pengolahan
dan meresap ke dalam tanah. Tidak semua air runoff yang terkumpul ini
dapat digunakan oleh tanaman, karena sebagian air ini hilang menguap dan
perkolasi-dalam. Penggunaan air yang dipanen ini oleh tanaman disebut
EFISIENSI SISTEM PEMANENAN AIR dan dinyatakan sebagai FAKTOR
EFISIENSI. Misalnya, faktor efisiensi 0.75 berarti bahwa 75% dari air yang
dipanen dapat dimanfaatkan oleh tanaman; dan sisanya 25% hilang.
Konsekwensi untuk disain suatu sistem pemanenan air ialah bahwa semakin
banyak air yang harus dipanen untuk memenuhi kebutuhan tanaman: maka
daerah tangkapannya harus dibuat semakin besar (luas).
Kapasitas Simpanan Lengas Tanah
Air hujan yang dipanen disimpan dalam tanah di daerah lahan
budidaya tanaman. Kapasitas tanah untuk menyimpan air dan membuat air
tersebut tersedia abagi tanaman disebut KAPASITAS SIMPANAN AIR
TERSEDIA. Kapasitas ini tergantung pada (i) jumlah dan ukuran pori tanah
(tekstur) dan (ii) kedalaman tanah. Kapasitas simpanan air tersedia
dinyatakan dalam mm air (air simpanan) per meter kedalaman tanah, mm/m.
14
Table 2. Kapasitas Simpanan Air Tersedia.
Tipe Tanah
Pasir = sand
Lempung Berpasir = sandy loam
Lempung Liat = clay loam
Liat = clay
Air Tersedia (mm/m)
55
120
150
135
Tabel 2 menyajikan nilai-nilai kapasitas penahanan air (WHC)
beberapa tipe tanah. Suatu tanah lempung dengan WHC air tersedia yang
cukup baik 120 mm per meter kedalaman tanah, akan kehilangan nilainya
kalau tanah menjadi dangkal. Misalnya, 40 cm tanah pada suatu batuan
induk hanya menyediakan 48 mm air tersedia bagi tanaman.
Kapasitas simpanan air tersedia dan kedalaman tanah mempunyai
implikasi penting bagi disain sistem pemanenan air tersedia. Pada tanah
yang solumnya dalam, misalnya, 2 m dengan kapasitas simpanan air yang
besar (150 mm/m) , maka kapasitas simpanan airnya sebesar 300 mm air
dan tidak akan terjadi genangan air runoff pada lahan pengolahan hingga
kedalaman lebih dari 300 mm (30 cm).
Pohon
Pada umumnya kebutuhan air untuk pohon lebih sukar ditentukan
dibandingkan dengan tanaman semusim. Fase kritis untuk
kebanyakan pohon adalah dua tahun pertama sejak penanaman
bibit. Kalau system perakaran pohon telah tumbuh berkembang
dengan baik, pohon mempunyai kemampuan yang besar untuk
menyerap air dari tanah dan mampu bertahan atas cekapan air.
Masih belum banyak informasi mengenai respon hasil pohon
terhadap deficit lengas tanah.
Satu unit micro-catchment
Zone budidaya
Lubang
infiltrasi
Lubang
infiltrasi
Sistem Microcatchment (Negarim microcatchment) untuk
menanam pohon (FAO. 1991)..(sumber: fao.org)
15
Model Micro-catchment
Setiap sistem pemanen air hujan terdiri atas zone tangkapan air
(pengumpul air) dan zone budidaya (penampung, konsentrasi). Hubungan
antara kedua zone ini, dalam hal ukuran luasnya, menentukan besarnya
faktor pengganda curah hujan. Untuk merancang suatu sistem dengan tepat,
disarankan untuk mennentukan rasio antara zone tangkapan air (C) dengan
zone budidaya (CA).
Harus diperhatikan bahwa perhitungan senantiasa melibatkan
berbagai parameter yang sangat beragam, terutama curah hujan dan runoff.
Oleh karena itu kadangkala perlu melakukan modifikasi disain awal dengan
mempertimbangkan penghalaman lapangan, dan seringkali sangat berguna
memasukkan sarana pengamanan, seperti “cut-off drain”, untuk menghindari
kerusakan akibat curah hujan melampaui nilai rancangannya.
Perhitungan rasio C:CA sangat berguna bagi sistem pemanenan air
hujan kalau ditujukan untuk budidaya tanaman.
Daerah
tangkapan air
Zone
Budidaya,
CA
Daerah
tangkapan air
Zone
Budidaya,
CA
Strip-strip
Zone
Budidaya
Prinsip dasar: Rasio antara zone budidaya (CA) dengan
zone tangkapan air (C) (FAO. 1991)..
16
4. MEMILIH TEKNIK PEMANENAN AIR HUJAN
Pemanenan air hujan adalah mengakumulasikan dan menyimpan
air hujan. Hal ini dapat digunakan untuk menyediakan air minum, air untuk
ternak, air untuk irrigasi atau untuk mengisi kembali cadangan air aquifers
dalam proses yang disebut groundwater recharge. Air hujan yang
dikumpulkan sdari cucuran atap bangunan rumah, dapat membantu untuk
pemenuhan kebutuhan air minum. Air yang dikumpulkan dari lahan,
kadangkala dari area-area yang disiapkan khusus untuk keperluan ini,
disebut PEMANENAN AIR HUJAN. Dalam banyak kasus, air hujan
merupakan satu-satunya sumber air yang tersedia dan layak ekonomis.
Sistem pemanenan air hujan dapat dibangun secara sederhana dari materialmaterial lokal yang murah. Air hujan dari cucuran atap bangunan dapat
berkualitas bagus, dan tidak memerlukan perlakuan khusus sebelum
dikonsumsi. Walaupun beberapa jenis material atap bangunan dapat
menghasilkan air hujan yang membahayakan kesehatan manusia, namun air
ini dapat dimanfaatkan untuk penggelontioran toilet, mencuci pakaian,
mengairi tanaman kebun/taman, dan mencuci kendaraan; penggunaan ini
saja akan banyak membantu kebutuhan air rumahtangga. Sistem panen air
hujan di rumah-tangga sangat sesuai untuk daerah-daerah dengan rataan
curah hujan lebih besar 200 mm (7.9 inch) per tahun, dan tidak mempunyai
sumber air lainnya yang dapat diakses.
Ada beberapa macam tipe sistem untuk panen air hujan, mulai dari
sistem yang sangat sederhana hingga sistem yang sangat kompleks.
Kecepatan pemanenan air hujan sangat tergantung pada luas area
perencanaan, efisiensi sistem, dan intensitas hujan (hujan tahunan (mm per
tahun) x meter persegi daerah tangkapan = hasil air liter per tahun).
DAERAH ALIRAN
SUNGAI
Daerah tangkapan atau watershed, catchment area, adalah
sebidang areal lahan dimana semua air (air permukaan)
17
mengalir menuju titik terendah, biasanya berupa danau, sungai,
atau saluran.
4.1. Sistem dan Kriterianya
Dalam memilih suatu sistem panen air hujan yang paling sesuai
untuk lokasi tertentu, harus mempertimbangkan beragam kondisi. Kondisikondisi ini meliputi iklim, kemiringan lahan, tanah dan kesuburan tanah,
tanaman dan aspek-aspek teknis. Bagan berikut menyajikan suatu overview
tentang seleksi awal teknik-teknik pemanenan air hujan. Sistem pemanenan
air dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: Sistem-sistem dimana
pematang (atau guludan atau tanggul) mengikuti garis kontur, sehingga
disebut SISTEM KONTUR. Sistem-sistem dimana pematang atau guludan
tidak mengikuti garis kontur, tetapi masih menjadi bagian dari lahan yang
miring, disebut freestanding systems.
Sistem pemanenan air untuk pohon biasanya mempunyai lubanginfiltrasi karena air yang dipanen harus terkonsentrasi di dekat pohon. Pada
lahan miring yang luas dan panjang, sistem dengan lubang infiltrasi tidak
disarankan, karena sistem ini akan memanen air hujan yang banyak,
sehingga terlalu banyak untuk dikumpulkan dalam suatu lubang infiltrasi.
Pada lahan miring yang luas dan panajang ini, air hujan dikumpulkan dalam
areal lahan yang cukup luas untuk digarap dan ditanami tanaman yang
sesuai.
Pengolahan tanah minimum menurut kontur (sumber: flickr.com)
Semua macam variasi dimungkinkan untuk dilakukan dalam sistem
panen air hujan. Tanggul atau pematang atau guludan tanah dapat dibuat
dengan beragam material: tanah, batu, dan material vegetatif yang masih
hidup atau seresahnya, (barier vegetatif atau tanggul seresah). Guludanguludan tanah juga dapat dilengkapi dengan parit untuk menyalurkan
18
kelebihan runoff air hujan. Untuk sistem-sisrtem yang “free standing’ juga
dimuingkinkan dilakukan variasi dalam penataan guludan-guludan tanah.
Guludan atau tanggul-tanggul ini dapat berbentuk semi-lingkaran, berbentuk
V atau tegak-lurus.
Daerah Semi-arid/Arid
Irigasi layak
Irigasi tidak
layak
Tanah sesuai
Tanah tidak
sesuai
Pemanenan air
hujan dapat
dilakukan
Pemanenan air
hujan tidak
dapat
dilakukan
Padang
rumput,
Hijauan Pakan
Pohon
Produksi
Tanaman
Tersedia
batu
Pemilihan Sistem Panen Air Hujan (Critchley, 1991).
Tidak teresdia
batu
19
Daerah tertutup dapat berukuran sangat kecil, seperti sistem lubang
tanam atau lubang infiltrasi; atau cukup besar, seperti dalam sistem tanggul
semi-lingkaran atau tanggul rapezoidal. Karena banyak variasi yang
muingkin dilakukan, maka dimungkinkan untuk mengadopsi suatu teknologi
untuk diterapkan secara lokal dengan mempertimbangkan pengalaman
lapangan.
2. Drainage
Walaupun disarankan bahwa kemiringan lahan untuk skema panen
air hujan tidak lebih dari 5%, konsentrasi runoff masih berpotensi untuk risiko
erosi tanah, terutama kalau intensitas hujannya tinggi, lerengnya panjang
dan curam. Kebanyakan teknik panen air hujan dilengkapi dengan parit-parit
untuk menyalurkan kelebihan air runoff secara terkendali.
Struktur pemanenan air hujan biasanya dibuat sepanjang kontur.
Dengan cara seperti ini diharapkan sistem panen ari hujan dapat
meminimumkan bahaya erosi tanah dan sekaligus dapat mengumpulkan air
hujan untuk didistribusikan secara merata ke seluruh area lahan garapan.
Struktur pemanen air hujan biasanya dibuat dari tanah dan batu.
Pematamng-pematang (tanggul, atau guludan) dari bahan tanah dan batu
mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menghimpun air runoff yang
ada di sisi sebelah atasnya. Guludan-guludan tanah lebih peka terhadap
bahaya ”overtopping”, yaitu air mengalir di atas puncak guludan dan dapat
menggerus (mengikis) guludan tanah. Guludan atau pematang batu biasanya
kurang kompat (rapat) sehingga air runoff masih dapat menerobosnya.
Sehingga risiko kerusakan guludan dan risiko genangan air lebih kecil pada
guludan batu.
Gambar 7 berikut menyajikan apa yang terjadi kalau terlalu banyak
air yang terkumpul di belakang suatu guludan.
Pematang (tanggul) kontur rusak karena “overtopping” (FAO. 1991)...
20
Overtopping
Kalau suatu guludan telah terkikis puncaknya (overtopping), maka
guludan kontur di sebelah bawahnya akan menahan lebih banyak air runoff.
Akhirnya hal seperti inid dapat mengakibatkan kerusakan guludan. Air
mengalir melalui celah-celah dan akan membentuk alur-alur. Hal yang sama
juga akan terjadi kalau struktur pemanen air hujan tidak secara tepat
mengikuti garis kontur. Air akan mengalir ke arah bawah menuju titik
terendah di sepanjang garis kontur, yang kemudian akan mengikis dan
memperlemah guludan dan dapat rusak.
Risiko “overtopping” sangat besar kalau ada variasi jumlah hujan dan
intensitas hujan, atau kalau kemiringan lahannya tidak beraturan. Dalam hal
seperti ini perlu dibuat parit-parit pelimpas runoff mengiringi guludan tanah,
atau dibuat saluran drainage khusus. Drainage yang baik diperlukan pada
tanah-tanah berliat.
Drainage
Baik
Drainage
Moderat
Drainage
agak-jelek
Drainage
Jelek
Kelas drainase tanah berdasarkan warna atanah dan kedalaman becakbecak (Anelli, 2005).
Saluran Drainage
Gambar 8 menunjukkan suatu sistem drainage untuk struktur kontur.
Guludan-guludan dibuat dengan kemiringan 0.25% ke arah bawah mengikuti
garis kontur. Dengan cara ini air runoff diarahkan untuk mengalir ke dalam
parit drainage. Parit ini panjangnya tidak lebih dari 400 m, supaya volume
airnya tidak terlalu banyak, kecepatan alirannya tidak lerlalu cepat, yang
berpelunag membentuk alur-alur. Kecepatan aliran air dapat dikendalikan
dengan menanam rerumputan di saluran drainage.
21
Struktur kontur
Saluran drainage
Garis kontur
Arah aliran air
Drainage Struktur Kontur (FAO. 1991)...
Cut-off drain
Suatu sistem pemanenan air hujan seringkali berlokasi di bagian
bawah dari lereng. Dalam kondisi seperti ini harus diperhatikan secara
khusus air runoff yang berasal dari lahan di sebelah atasnya, yang dapat
memasuki sistem pemanenan air hujan dan menyebabkan kerusakan.
Sebagai perlindungan pertama, dapat dibuat cut-off drain (atau parit diversi)
yang berlokasi di sebelah atas dari skema sistem pamanen air hujan. Parit
pembelok ini akan menyalurkan kelebihan air runoff memasuki saluran
drainage utama (saluran alamiah atau saluran buatan). Dalam hal ini, harus
diperhatikan disain saluran drainage utama. Parit pembelok ini dalamnya
0.50 m, lebarnya 1.0 - 1.5 m dan kemiringannya 0.25%.
Material tanah galian ditempatkan di sebelah bawah dari parit. Solusi
yang lebih lestari adalah melakukan pendugaan apakah dimungkinkan
mereduksi jumlah air runoff yang berasal dari area lahan di sebelah atas,
dengan jalan membuat bangunan pengendali erosi dan penghutanan.
Cut-off drain pada sisi jalan raya (FAO. 1991)..
22
Cut-off drain pada lahan budidaya pertanian (FAO. 1991)..
5. TEKNIK PANEN AIR HUJAN DENGAN SISTEM KONTUR
5.1. Pematang Batu, Barier Vegetasi dan Gundukan Seresah
Pematang batu sepanjang garis kontur (Gambar 9) merupakan
sistem pemanen air yang sangat sederhana. Karena pematang batu ini
sifatnya permeabel, mereka tidak akan membendung air runoff, tetapi
memperlambat alirannya, menyaringnya, dan menyebarkan air tersebut ke
seluruh areal lahan garapan, sehingga mampu mendorong infiltrasi air dan
mereduksi erosi tanah. Material tanah terperangkap pada sisi sebelah atas
adari barier ini dan membentuk teras-teras alamiah (Gambar 10).
Pandangan dari atas
Pematang batu
Tanaman tumbuh di depan pematang batu
Arah aliran runoff
Pebedaan tinggi di antara pematang batu (meter)
Jarak aktual di antara dua pematang
Jarak horizontal di antara dua pematang
Pematang batu (FAO. 1991)...
Penampang melintang pematang batu
23
Pematang batu dapat ditimbun dengan tanah sehingga sifatnya
semi-permeabel.
Kalau tidak tersedia banyak batu, baris-baris batu dibuat membentuk
kerangkanya saja. Rerumputan atau bahan vegetatif lain ditanam di sebelah
atasnya barisan batu tersebut; sehingga pada suatu saat dapat menjadi
barrier vegetatif. Residu seresah tanaman seperti jerami dan tunggul-tunggul
batang sisa panen, rerumputan atau cabang-ranting pepohonan, juga dapat
digunakan untuk memperkuat baris-barisan batu. Dalam hal seperti ini,
bariier itu lazim disebut ”trash line”.
Teknik-teknik seperti ini digunakan pada lahan yang landai
(kemiringannya 0.5 - 3%). Karena bangunan ini bersifat permeabel, maka
kesalahan kecil dalam penetapan kontur masih diperkenankan, dibandingkan
dengan konstruksi yang harus kedap air. Akan tetapi, penetapan garis
kontur yang tepat akan mengakibatkan teknik ini lebih efektif. Keuntungan
dari sistem yang berbasis batu-batu ini ialah bahwa tidak diperlukan adanya
saluran pelimpas untuk menyalurkan kelebihan runoff
Pembuatan
pematang atau barisan batu sederhana seperti ini banyak dilakukan di Afrika
– barat. Cara ini ternyata sangat efektif memanen air hujan di lahan kering.
a.
Guludan seresah yang
diperkuat dengan
rerumputan, semak-belukar,
batu dll.
b.
Parit digali di sebelah
bawahnya Guludan
seresah.
Arah aliran runoff
Arah pengolahan
tanah
Gundukan (guludan) Seresah: Lahan di antara guludan diratakan (FAO. 1991)...
Material tanah diangkut oleh runoff (dan pengolahan tanah) dari sisibawah garis kontur di sebelah atas (Gambar 10 (b)) dan diendapkan di sisi
atas dari garis kontur di sebelah bawahnya. Dengan cara ini (secara
bertahap) dapat terbentuk teras-teras horizontal dan runoff dapat dikurangi.
24
Kalau teras-teras telah terbentuk, pematang pada garis kontur sebelah
bawah dapat ditinggikan sehingga banyak air hujan ditahan dan disimpan
dalam strip-strip lahan yang ditanami.
Kndisi Persyaratan
Curah hujan: 200 - 750 mm.
Tanah: Semua atanah yang cocok untuk pertanian. Pematang batu
dapat digunakan di lahan yang telah digarap, teruitama pada atanah-atanah
berliat dan pada tanah-tanah yang pecah-pecah (cracking) atau tanah-tanah
yang membentuk liang-liang. Cara ini dapat dikombinasikan dengan “lubangtanam” pada lahan-lahan yang terdegradasi (lahan kritis).
Trash-lines lazim digunakan pada tanah-tanah yang berpasir.
Kemiringan: 0.5 - 3%, sebaiknya kurang dari 2%.
Topografi: tidak memerlukan perataan muka tanah.
Kendala-kendala
Batu-batu harus tersedia secara lokal. Pengumpulan
pengangkutan bau-batu memerlukan biaya dan waktu yang banyak.
dan
Ukuran dan Layout
Pematang-pematang batu mengikuti arah kontur. Jarak di antara
pematang-pematang ini biasanya 10 - 30 m, tergantung pada kemiringan
lahan dan ketersediaan batu dan tenagakerja. Kalau tujuannya untuk
membangun teras-teras alami berjangka panjang, pematang-pematang batu
ini seringkali mempunyai sayap-sayap dengan sudut kurang dari 45° ke arah
garis kontur. Sayap-sayap ini panjangnya minimal 2 m. Sayap-sayap ini
dapat mengarahkan runoff memasuki zone resapan dan melindungi
pematang dari gerusan air yang berlebihan.
Perbedaan tinggi antara dua pematang biasanya 25 cm.
Berdasarkan pada kemiringan lahan (s) (Gambar 9A) dan jarak vertikal
antara dua pematang (h), maka jarak (d) di antara pematang-pematang
dapat diestimasi dengan rumus berikut:
d = (h × 100)/s
d = jarak antara dua pematang (meter)
h = perbedaan tinggi di antara pematang batu (meter)
s = kemiringan lahan (%)
Biasanya jarak horisontal (L) dihitung, tetapi pada lahan-lahan yang
landai d dianggap sama dengan L.
Misalnya: kalau kemiringan lahan (s) adalah 2%, maka jarak (d)
antara dua pematang: (0.25 × 100)/2 = 12,5 m. Untuk kemiringan kurang dari
1% jarak interval 20 m direkomendasikan; untuk kemiringan lahan 1 - 2%,
jarak 15 m antara pematang-pematang sangat direkomendasikan.
C:CA ratio
Zone area garapan (tanah yang diolah) ditentukan dengan cara
eksperimen. Dalam tahun pertama strip-kecil lahan di sebelah atas pematang
dapat diolah, dan kalau memungkinkan, memperluas strip-strip lahan
garapan ini ke arah atas pada tahun-tahun berikutnya.
25
Desain Pematang
Rekomendasi yang lainnya ialah tinggi pematang minimum 25 cm
(Gambar 9B) dengan lebar bagian dasarnya 30 - 40 cm. Batu-batu besar
pertama-tama ditempatkan pada parit-parit dangkal agar supaya tidak
tergerus oleh runoff.. Batu-batu ini disusun dan ditata dengan hati-hati, batubatu besar diletakkan di sebelah basah dan batu-batu kecil di sebelah
atasnya. Batu-batu kecil pada bagian sebelah atas juga berfungsi juga
sebagai filter. Kalau hanya digunakan batu-batu besar, air runoff tidak dapat
dihadang, tetapi dapat menerobos pematang melalui sela-sela batu besar.
Konstruksi
1. Rataan kemiringan lahan ditentukan, misalnya dengan menggunakan
“water tube-level”, dan jarak di antara pematang dapat ditetapkan. Kalau
ketersediaan tenaga kerja sangat terbatas, petani dapat mulai dengan
satu pematang di bagian paling bawah dari lahannya, dan bekerja ke
arah atas pada tahun-tahun berikutnya.
2. Garis-garis kontur dibuat di setiap lokasi calon pematang. Garis-garis
kontur ini dikoreksi sehingga dapat membentuk satu garis yang
bersambungan.
3. Parit dangkal digali sepanjang garis kontur: dalamnya 5-10 cm, lebarnya
sama dengan lebar dasar pematang 30-40 cm. Tanah galian diletakkan
di sebelah atas.
4. Pematang yang dibuat dengan cara seperti di atas, lazim disebut "Ridge
design".
Pemeliharaan
Batu-batu yang rusak harus digantuikan. Alur-alur kecil yang
terbentuk oleh runoff menembus pematang harus disumbat dengan batubatu kecil atau kerikil. Setelah beberapa musim, biasanya batu-batu
penyusun pematang mulai berserakan atau pematang-pematang batu
tersumbat dengan tanah liat sehingga menjadi kedap air. Hal seperti ini dapat
dicegah dengan jalan menanami strip-strip rumput di sebelah atasnya
pematang, sehingga secara bertahap dapat menggantikan fungsi pematang
batu.
Kadangkala sayuran atau pohon ditanam di sepanjang pematang,
sehingga perakarannya dapat memperkuat pematang batu.
Tata-cara Penanaman
Pematang-pematang batu sering digunakan untuk merehabilitasi
lahan-lahan kritis yang telah tergredasai dan tidak subuir. Untuk mencapai
tujuan ini, pematang-pematang tersebut dikombinasikan dengan lubanglubang tanam atau “Zaï”. Rabuk ditempatkan pada lubang-lubang tanam
untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman dan hal ini akan dibantu oleh air
hujan yang dipanen. Pengendalian gulma diperlukan untuk mencegah
komopetisi air hujan oleh gulma.
26
Bibit ditanam
di dasar
lubang
Bibit ditanam
pada bidang
terras
Rabuk atau kompos ditempatkan di lubang tanam untuk
memperbaiki kesuburan tanah dan kemampuan tanah menyimpan
air. Kalau rerumputan dan semak dibiarkan tumbuh di daerah
tangkapan airnya, runoff akan dapat dikurangi, dan hasil
tamabahannya ialah hijauan pakan ternak. Pengendalian ghuylma
secara reguler perlu dilakukan di sekitar lubang tanam (FAO. 1991)...
5.2. Penanaman pada Guludan Kontur (contour furrows)
Guludan kontur (Contour ridges), disebut juga PARIT-KONTUR
(contour furrows), adalah “tanggul-tanggul” kecil dari tanah, dengan
parit kecil di sebelah atasnya untuk menampung runoff dari strip-strip
lahan di antara guludan. Di daerah Amerika Utara, bangunan seperti
ini disebut’desert strips’. Lengas tanah dapat ditingkatkan di zone
sebelah bawahnya guludan dan parit, di sekitar zone perakaran
tanaman (Gambar 11). Keuntungan dari cara ini ialah dapan
memanen air runoff dari daerah tangkapan yang sempit. Kebutuhan
tenagakerja relatif sedikit dan guludan kontur ini dapat dibuat secara
manual, sehingga mudah dapat dikelola oleh para petani kecil.
27
Guludan dan Parit (furrow) menurut garis kontur (FAO. 1991)...
Persyaratan Kondisional:
Curah hujan: 350 - 700 mm
Tanah: Hasil yang baik dapat diperoleh pada tanah-tanah lempung
berdebu hingga lempung berliat. Pada tanah-tanah yang lebih berat dan
berliat, teknologi ini kurang efektif karena laju infiltrasinya lambat. Tanahtanah liat dan kompak juga menjadi kendala dalam membuat bangunan ini
secara manual.
Kemiringan: 0% - 5%. Paling sesuai adalah Kemiringan 0.5-3%.
Topografi: harus lahan yang rata. Daerah lahan dengan parit-parit
dan cekungan-cekungan kecil biasanya kurang sesuai untuk teknologi ini,
karena distribusi air tidak merata.
Kendala-kendala
Sistem guludan-kontur ini hanya cocok untuk daerah dengan curah
hujan tinggi, karena ukuran daerah tangkapan airnya kecil , sehingga hanya
dapat memanen air hujan dalam jumnlah sedikit.
Ukuran dan Layout
Jarak di antara dua guludan tergantung pada kemiringan lahan dan
ukuran daerah-tangkapan airnya (C:CA ratio). Dalam Gambar 12
(Kemiringan 0.5%), guluidan dibuat dengan interval jarak 1.5 m. Sekat-sekat
kecil di sepanjang parit dibuat dengan jarak reguler (5 m , Gambar 12) dan
tegak lurus arah guludan, untuk mencegah agar runoff tidak mengalir
sepanjang parit (dapat mengerosi parit) dan untuk menjamin simpanan runoff
dapat merata.
28
a. Guludan
/Pematang
b. Parit / alur
c. Sekat
d. Cut-off drain
Pandangan atas
Penampang melintang A ke C
Guludan Kontur dengan Parit yang disekat-sekat (FAO. 1991)..
Rasio C:CA
Kalau ada parit-paritnya, maka tidak mudah menetapkan zone lahan
garapannya. Suatu strip lahan garapan biasanya selebar 0.5 m dengan parit
ditengah-tengahnya. Kalau jarak di antara dua guludan 1.5 m, kama C:CA
ratio sebesar 2:1 (strip zone tangkapan air lebarnya 1 m, strip lahan garapan
lebarnya 0.5 m). Jarak 2 m di antara guludan menghasilkan nilai C:CA ratio
sebesar 3:1.
Untuk tanaman semusim di daerah semi-arid direkomendasikan
jarak 1.5 - 2.0 m ( rasio C:CA antara 2:1 dan 3:1).
Disain Guludan
Guludan harus cukup tinggi untuk mencegah terjadinya “overtopping”
pada saat hujan deras. Kalau jarak antar guludan kurang dari 2 m, tinggi
guludan cukup 15-20 cm. Kalau jarak antar dua guludan lebih dari 2 m, maka
tinggi guludan harus ditambah. Hal ini juga perlu dilakukan pada lahan-lahan
yang lebih miring.
Konstruksi
1. Garis-garis kontur diberi tanda pada setiap interval 10 - 15 m pada lahan
yang miring. Garis-garis kontur ini disesuaikan untuk membentuk garis
yang padu (smooth).
2. Guludan-guludan dibuat dengan tiang-tiang panjang pada interval yang
telah ditetapkan. Pada lereng yang tidak rata, guludan-guludan kontur
mungkin jaraknya lebih merapat ke arah satu titik. Kalau guludanguludan ini menjadi terlalu rapat jaraknya, maka harus berhenti; kalau
jarak antar guludan menjadi terlalu berjauhan maka dapat dibuat guludan
baru di sela-selanya.
29
3. Parit-parit digali dan tanah galiannya ditempatkan di sisi sebelah
bawahnya sehingga membenrtuk guludan baru.
4. Sekat-sekat penguat dibuat dengan jalan menggali parit tegak-lurus arah
parit-kontur dengan interval jarak 5 m. Sekat-sekat penguat ini tingginya
15-20 cm dan panjangnya 50-75 cm.
5. Kalau ada risiko kerusakan akibat runoff dari lereng di sebelah atasnya,
maka perlu dibuat parit (saluran) diversi, di pinggir sebelah atas dari
bidang lahan yang digarap dengan guludan kontur ini.
Pemeliharaan
Kalau terjadi kerusakan pada guludan harus segera diperbaiki. Pada
akhir musim tanam, guludan-guludan harus diperbaiki menjadi seperti
semula tingginya. Tergantung pada kesuburan tanah pada bidang lahan
yang digarap, perlu menggeser sistem guludan ini ke arah bawah lereng
setelah beberapa musim tanam, untuk mendapatkan kondisi tanah fertil yang
baru untuk digarap.
Tata-cara Penanaman
Tanaman dapat ditanam pada kedua sisi parit. Tanaman biji-bijian
(seperti jagung, sorghum, millet) biasanya ditanam pada guludan. Legume
(kacang kapri, buncis, dll), memerlukan lebih banyak air, biasanya ditanam
pada sisi atas dari parit (Gambar 11: tanaman d dan e). Zone tangkapan air
dibiarkan tidak diolah dan bersih dari vegetasi untuk memaksimumkan runoff.
Konfigurasi penanaman (FAO. 1991).
Serealia
Legume
Bidang
pembasahan
30
5.3. Penanaman Pohon Pematang Kontur
Sistem guludan kontur untuk penanaman pohon ini serupa dengan
sistem guludan-kontur untuk tanaman semusim. Perbedaannya ialah bahwa
pada guludan untuk menanam pohon ini air yang dipanen dikumpulkan
dalam suatu lubang infiltrasi , seperti Gambar 13.
Efisiensi guludan-kontur untuk menanam pohon ini cukup tinggi
karena panjang lereng untuk daerah tangkapannya relatif pendek.
Pembuatannya dapat dilakukan dengan cara mekanisasi, sehingga
sesuai untuk lahan-lahan yang luas.
Kondisi
Curah hujan: 200 - 750 mm. Sistem ini cocok daeerah-daerah
dengan curah hujan terbatas, karena runoff dapat dikumpulkan dalam
lubang-lubang infiltrasi.
Tanah: Kedalaman tanah 1.5 m, sebaiknya 2 m, untuk menjamin
perkembangahn perakaran tanaman pohon tumbuh baik dan kappasitas
simpanan air tanahnya mencukupi.
Kemiringan: datar hingga kemiringan 5 %.
Topografi: Rata, tidak ada alur-alur atau cekungan yang dapat
menghambat distribusi air runoff.
Kendala-kendala
Guludan kontur ini tidak cocok untuk lahan-lahan yang
permukaannya tidak rata dan lahan kritis tererosi, karena air runoff akan
mengumpul di titik-titik paling rendah, yang dapat mengakibatkan kerusakan
guludan.
Guludan kontur untuk menanam pohon (FAO. 1991)..
Ukuran dan Layout
Layout untuk sistem ini hampir sama dengan Guludan-Kontur untuk
tanaman semusim (Gambar 12A). Guludan dibuat sepanjang garis kontur
31
dengan sekat-sekat melintang membagi strip menjadi zone-zone tangkapan
air . Sebagai pengganti parit, lubang-lubang infiltrasi dibuat pada titik
persambungan antara penyekat dan guludan. Ukuran lubang infiltrasi ini 80
cm × 80 cm dan kedalamannya 40 cm.
Jarak antara guludan (pematang) biasanya lebih lebar dibandingkan
dnegan guludan untuk tanaman semusim, biasanya antara 5 dan 10 m.
Karena jaraknya yang lebih lebar ini, maka guyludan juga harus bibuat lebih
tinggi, biasanya tingginya 20-40 cm. Jarak interval 10 m direkomendasikan
untuk lahan dengan kemiringans 0.5% dan jarak interval 5 m untuk
Kemiringan yang lebih curam (hingga 5%). Panjangnya sekat-sekat minimum
2 m dan berjarak 2 - 10 m. Tingginya sekat-sekat itu sama dengan tingginya
guludan yaitu 20-40 cm. Kalau ukuran daerah tangkapan airnya 25 m², maka
pematang (guludan) dapat berjarak 10 m dengan sekat-sekatnya setiap jarak
2.5 m. Pilihan lainnya ialah jarak antar guludan 5 m dengan sekat-sekat
setiap jarak 5 m.
Rasio C:CA
Luasan micro-catchment yang lazim adalah 10 - 50 m² untuk setiap
pohon. Keuntungan sistem ini (kalau dibandingkan dengan sistem
“freestanding” pohon) adalah bahwa kita dapat dengan mudah mengubahubah ukuran luas daerah tangkapan air dengan jalan menambah atau
mengurangi sekat-sekat tanpa mengubah jarak antar guludan. Sistem ini
sangat fleksibel.
Disain Guludan (Pematang)
Lihat pada uraian tentang Ukuran dan Layout.
Konstruksi
1. Garis-garis kontur ditetapkan pada jarak setiap 40 - 50 m pada bidang
lahan, kemudian garis-garis kontur ini dirapikan membentuk lengkungan
yang bagus.
2. Guludan-guludan dipancangkan dengan menggunakan patok-patok pada
jarak yang telah ditetapkan.
3. Guludan dibuat dnegan jalan menggali tanah pada kedua sisi guludan,
terutama pada sisi sebelah atas guludan. Pemadatan guludan dapat
dilakukan dengan cara manual.
4. Lubang infiltrasi digali pada parit di sebelah atasnya guludan.
5. Sekat-sekat penguat dibuat tegak lurus arah guludan, dengan
menggunakan tanah galian lubang infiltrasi. Sekat-sekat ini juga dapat
dipadatkan seperti guyludan. Jarak antara sekat-penguat dengan lubang
tanam minimal 30 cm. Bibit tanaman akan ditanam di lokasi ini (Gambar
14).
6. Parit (saluran) diversi dapat dibuat di pinggir atas petakan lahan, kalau
diperkirakan ada ancaman keruskaan akibat runoff dari bidang lahan di
sebelah atasnya.
32
Titik penanaman
Lubang infiltrasi
Sekat tanah
Pematang (Guludan) Kontur untuk Pohon: Lokasi pohon (FAO. 1991)..
Pemeliharaan
Kalau terjadi kerusakan guludan harus segera diperbaiki. Daerah
tangkapan air harus dijaga tetap bersih tanpa vegetasi untuk
memaksimumkan runoff. Pada setiap akhir musim tanam, guludan-guludan
harus diperbaiki menjadi seperti bentuknya semula, terutama tingginya
guludan. Rerumputan dibiarkan tumbuh pada guludan. Akar-akar rerumputan
ini dapat membantu menjaga keutuhan guludan.
Prosedur Penanaman
Bibit tanaman pohon setinggi 30 cm segera ditanam setelah air
runoff yang pertama dipanen. Bibit tanaman ditanam pada ruangan di antara
sekat-sekat penguat dan lubang infiltrasi. Bibit ke dua dapat ditanam pada
lubang infiltrasi dalam hal kekurangan curah hujan. Kalau sistem guludankontur ini digunakan di daerah dengan curah hujan tinggi, dimungkinkan
lahan di antara guludan ditanami tanaman produktif sebelum pohon tumbuh
besar. Hal ini memang dapat mengurangi jumlah air runoff.
5.4. Guludan (Pematang) tanah dgan saluran pelimpas berbatu
Sistem ini terdiri atas beberapa guludan-tanah dengan saluran
pelimpas berbatu. Ini merupakan modifikasi dari sistem tradisional pemanen
air hujan yang disebut ’meskat’ di Tunisia (Gambar 15). Sistem ini
merupakan kombinasi dari guluidan-guludan kontur untuk menanam
tanaman dan pematang kontur menurut kontur. Guluidan-guludan tanah akan
membendung air runoff, saluran pelimpas berbatu akan mencegah kelebihan
runoff agar tidak melimpas di atas guludan dan merusak guludan. Guludanguludan tanah ditata secara tegak-lurus dengan lereng paling curam dan
sejajar satu sama lain. Berdampingan dengan guludan tanah ini dibuat
saluran pelimpas berbatu, berselang-seling sebelah kiri dan kanannya. Aliran
air secara lateral dihalangi oleh guludan-guludan tanah. Sehingga air runoff
dari sebelah atas didorong untuk mengalir ke bawah sepanajang guludan
hingga mencapai saluran pelimpas. Air ini kemudian mengikuti pola alur zigzag mengalir ke titik terendah dari bidang lahan.
33
a: Pematang diversi
b: Guludan tanah
c: Saluran pelimbas
berbatu
d. Saluran untuk
menyalurkan runoff
Sistem Pematang (Guludan) Tanah dengan saluran pelimpas berbatu (FAO. 1991)..
Kondisi / Persyaratan
Sistem ini digunakan di Tunisia untuk tanaman pohon olive, dengan
kondisi-kondisi sbb:
Curah hujan: 200-400 mm. Sistem dengan saluran pelimpas berbatu
ini cocok untuk daerah-daerah dengan intensitas hujan tinggi dan tidak dapat
diprediksi.
Tanah: tekstur berlempung dan solumnya dalam.
Kemiringan: Kemiringan maksimum 6%.
Topografi: Rata, tidak ada alur-alur alami atau cekungan di daerah
tangkapannya.
Kendala-kendala
Di daerah-daerah dengan curah hujan tinggi, lebih aman
membangun pematang-diversi (a pada Gambar 15) atau parit pemotong
pada bagian atas dari bidang-lahan. Bangunan ini untuk mencegah
sejumnlah besar air dari bagian atas lereng untuk masuk ke bidang lahan
garapan. Di daerah-daerah dengan curah hujan rendah, sarana-sarana
bangunan pengaman seperti ini tidak diperlukan.
Ukuran dan Layout
Jarak di antara dua guludan tanah tergantung pada kemiringan
lahan. Bagian puncak dari suatu guludan harus sama tinggi dengan bagian
dasar dari guludan di sebelah atasnya (Gambar 16). Pada lahan yang lebih
miring, jarak di antara dua guludan harus lebih rapat (dekat). Setiap guludan
mempunyai satu atau lebih saluran pelimpas, pada interval jarak 20 m
sepanjang guluidan.
34
Rasio C:CA
Bisanya JARAK ANTARA GULUDAN dihitung berdasarkan
kemiringan lahan, sedangkan bagian lahan yang diolah ditentukan secara
eksperimen.
Jarak antara dua guludan sedemikian rupa sehingga puncak dari satu
guludan (b) sama tinggi dengan dasar guludan di sebelah atasnya (a).
Material tanah diendapkan di sebelah atas dari setiap guludan (c)
Menentukan jarak di antara Guludan (FAO. 1991)..
Disain Guludan (Pematang)
Guludan biasanya mempunyai ukuran lebar dasar dua kali lebih
besar dari tinggi guludan. Suatu contoh pada Gambar 17, guludan
mempunyai tinggi 30 cm dan lebar dasarnya 60 cm. Untuk bidang lahan
seluas 0.1 ha dengan kemiringan 1%, guludan-guludan tanah tingginya 40
cm dan lebar dasarnya 0.5 - 1 m. Pematang (guludan) diversi dibuat agak
lebih besar dibandingkan dengan guludan-guludan lainnya, dibuat dari tanah
dan permukaannya diperkuat dengan batu.
a: Batu-batu melindungi guludan dari bahaya erosi
b: parit tempat penggalian tanah untuk membuat guludan
-- Air runoff mengalir di sepanjang guludan
Penampang melintang Guludan (Pematang) Tanah (FAO. 1991)..
Saluran pelimpas air diperkuat dengan batu, dan biasanya lebar
dasarnya 80 cm dan tingginya 10-15 cm (Gambar 18). Panjang saluran
35
pelimpas air ini beragam 1 - 2.5 m. Biasanya total panjang (meter) saluran
pelimpas untuk satu guludan tanah sama dengan separuh dari luas (ha)
daerah tangkapan di sebelah atasnya. Sehingga suatu guludan dengan luas
daeerah tangkapan 8 ha memerlukan saluran pelimpas air sepanjang 5 m,
dapat berupa dua saluran pelimpas masing-masing sepanjang 2 m atau tiga
saluran pelimpas masing-masing sepanjang 1.35 m. Dengan demikian
semakin ke arah bawah dari bidang lahan, saluran pelimpasnya semakin
lebar. Hal yang sangat penting ialah bahwa selapis batu atau kerikil
ditempatkan pada saluran pelimpas di sebelah bawah untuk mencegah
penggerusan.
a: batu melindungi parit pelimpas dari bahaya erosi
b: buludan tanah
Pandangan depan saluran pelimpas yang berbatu (FAO. 1991)..
Konstruksi
1. Rata-rata kemiringan lahan ditentukan dengan menggunakan alat “water
level-tube” , dan jarak antara guludan ditetapkan dengan perhitungan.
2. Garis-garis kontur ditetapkan pada setiap lokasi dimana akan dibuat
guludan. Garis-garis kontur disesuaikan posisinya sehingga dapat
membentuk suatu garis yang terintegrasi (smooth line).
3. Lebar dan lokasui saluran epelimpas air dihitung dan ditetapkan
lokasinya.
4. Guludan-guludan dibuat dengan tanah-tanah galian dari sebelah
bawahnya, dan menutup dengan lapisan batu di sisi bagian atasnya
untuk melindungi dari erosi. Erosidapat dicegah dengan menanami
rerumputan, tanaman tahaunan atau semak-semak di sebelah atas
(depannya) guludan.
5. Saluran pelimpas berbatu dibuat dengan cara yang sama seperti
membuat “contour stone bunds”.
Pemeliharaan
Pemeliharaan sistem ini dilakukan dengan cara yang sama seperti
memelihara sistem pematang-kontur untuk menanam tanaman dan
pematang batunya.
36
Kontur barier dari batu (FAO. 1991).
Penanaman bedengan kontur (FAO. 1991).
6. TEKNIK PANEN AIR HUJAN: “Freestanding Systems”
6.1. Lubang Penanaman (Planting Pits)
Lubang-lubang tanam atau Zaï merupakan bentuk paling sederhana
untuk panen air hujan. Di beberapa negara, seperti Burkina Faso dan Mali,
lubang-lubang tanam ini secara tradisional digunakan untuk rehabilitasi
tanah-tanah kritis. Teknik lubang tanam ini terdiri atas galian lubang-lubang
37
kecil sedalam 10 - 15 cm , dimana sejumlah rabuk ditempatkan bersama
dengan benih tanaman (Gambar 19).
Petak lahan dengan banyak lubang tanam
a: Lubang penanaman
b: Pematang/Guludan
tanah
c: Rabuk dalam lubang
d: Liangnya termite
e: Profil lengas tanah
Pandangan satu lubang tanam
Lubang-lubang Tanam atau Zaï (FAO. 1991)..
Selama hujan turun, lubang-lubang tanam ini menangkap air hujan
dan runoff, serta mengumpulkannya di sekitar tanaman yang sedang
tumbuh. Hasil tanaman dapat diperbaiki dalam musim tanam pertama
setelah lahan diolah, dan pada tahun-tahun kering ternuyata teknik ini dapat
ikut mengamankan hasil tanaman.
Kondisi persyaratan
Curah hujan: 200 - 750 mm.
Tanah: Teknik lubang tanam ini cocok untuk rehabilitasi tanah-tanah
bero, tanah-tanah berkerak, tanah liat yang miring, dimana infiltrasinya
terbatas dan pengolahan tanah sulit dilakukan. Tanah-tanah ini berbatuan
keras dan biasanya menghasilkan banyak runoff.
Solum tanah tidak perlu yang dalam.
Kemiringan: kurang 2%.
Topografi: tidak harus rata. Teknik ini cocok untuk rehabilitasi
bentang lahan yang tidak rata , dan terrainnya telah rusak.
38
Kendala-kendala
Pembuatan lubang-lubang tanam memang memerlukan banyak
tenagakerja. Hal ini tidak dapat dilakukan secara mekanisasi atau
menggunakan bajak pada lahan yang telah ada lubang-lubang tanamnya.
Kalau tanahnya dangkal (tipis), maka akan menjadi semakin tipis ketika
lubang tanam digali. Dalam hal seperti ini, petani tidak boleh menanam bibit
pada lubang tanam, tetaopi di bagian atas gundukan tanah galian guna
memaksimumkan kedalaman perakaran tanaman.
Ukuran dan layout
Ukuran lubang-lubang tanam beragam sesuai dengan tipa tanah
yang digalui. Biasanya dalamnya lubang tanam 5 - 15 cm, dan diameternya
10 - 30 cm (Gambar 19B). Jarak antara dua lubang tanam 0.5 - 1 m.
Banyaknya lubang tanam per ha lahan biasanya 10,000 - 25,000. Lubanglubang tanam dapat digali pada satu garis, atau beberapa baris menurut
garis kontur (Gambar 19A).
C:CA ratio
Biasanya ratio C:CA dapat diestimasi. Umumnya rasio ini berkisar
antara 1:1 hingga 1:3. Semakin besar lubang-tanam dan semakin lebar
jaraknya, maka semakin banyak air yang dapat dipanen dari area lahan yang
tidak diolah di antara luibang-lubang tanam.
Disain Pematang
Pembuatan pematang sekeliling lubang datam mudah dilakukan,
yaitu dengan jalan menempatkan tanah galian di sebelah bawahnya lubang
tanam.
Pemeliharaan
Pada tahun ke dua, petani dapat menanam tabnamannya pada
lubang-lubang tanam yang telah ada, atau kalau lubang-lubang tanam ini
terlalu jarang, mereka dapat membuat lubang-lubang tanam baru di antara
lubang tanam yang telah ada. Kalau tujuannya untuk memulihkan kesuburan
tanah di seluruh bidang lahan maka disarankan membuat lubang-lubang
tanam yang baru.
Tata-cara Penanaman
Lubang-lubang tanam digali selama musim kering. Pada musim
kering, lubang-lubang tanam ini akan menangkap seresah dan pasir halus
yang ditiup angin. Lubang-lubang tanam seringkali juga diisi dengan rabuk
(kompos atau pupuk kandang) dicampur dengan tanah. Bahan-bahan ini
akan menarik ”termites”, yang akan menggali liang-liangnya ke dalam tanah,
mengangkut hara dari tanah lapisan bawah ke permukaan dan memperbaiki
kapasitas infiltrasi tanah. Setelah hujan pertama, serealia (jagung, sorghum,
millet) ditanam pada lubang-lubang tanam. Kadangkala dilakukan
penanaman benih dengan sistem kering. Penyiangan guyla tidak perlu
dilakukan di antara lubang-lubang tanam, karena biasanya populasi gulma
tidak banyak.
39
Variasi – Modifikasi
Teknik lubang-tanam ini seringkali dikombinasikan dengan pematang
batu di sepanjang garis konturnya. Aliran runoff dihambat oleh pematangpematang batu, disalurkan secara merata ke seluruh lahan dan kemudian
masuk ke dalam lubang-lubang tanam. Kadangkala guludan-guludan tanah
atau strip rumput dikombinasikan dengan teknik lubang-tanam untuk
mengendalikan runoff.
Lubang-lubang tanam yang telah ditumbuhi tanaman muda (FAO. 1991).
6.2. Daerah Tangkapan Air : Ukuran Mikro Sistem Tertutup
Daerah tangkapan mikro ini berbentuk persegi atau diamond yang
dikelilingi oleh pematang tanah. Pematang tanah ini akan menjaga air hujan
dan runoff tetap berada di dalam daerah tangkapannya. Air hujan disalurkan
ke bagian terendah dan disimpan dalam lubang-lubang infiltrasi. Bangunan
seperti ini mudah dibuat secara manual.
Gambar 20 dan 21 merupakan contoh “closed micro-catchments”
pada lahan miring (Gambar 20) dan pada lahan datar (Gambar 21).
”Microcatchment” ini digunakan terutama untuk menanam pohon atau perdu.
Teksnik ini sesuai untuk penanaman pohon sekala kecil di suatu daerah yang
mengalami defisit lengas tanah. Teknik juga dapat mengkonservasi tanah.
40
Penampang melintang
a: Pematang tanah
b: Zone tangkapan air, dipadatkan dan
bebas gulma
c: Petak penanaman di bagian bawah,
dibajak dan dicangkul
- runoff
Daerah-tangkapan sistem tertutup pada lahan miring (FAO. 1991)..
Pandangan atas
Penampang melintang
a: Pematang tanah
b: Daerah tangkapan air, dipadatkan dan bebas gulma
c: petak penanaman pada bagian terendah, dicangkul dan dimulsa
- runoff
Daerah-tangkapan sistem tertutup pada lahan datar (FAO. 1991)..
Persyaratan :
Curah hujan: 150 mm per tahun atau lebih.
Tanah: kedalaman minimal 1.5 m, sebaiknya 2 m untuk menjamin
kedalaman perakaran dan kapasitas simpanan lengas tanah yang
mencukupi.
Kemiringan: dari lahan datar hingga miring 5% , tetapi “small microcatchments” dapat dibuat pada lahan yang lebih curam kemiringannya.
41
Topografi: tidak perlu diratakan. “Micro-catchment” ini membagi
lahan yang tidak merata menjadi petakan-petakan kecil yang lebih merata.
Kendala-kendala
Teknik ini mudah dilakukan dengan cara manual, mekanisasi sulit
dilakukan.
Ukuran dan Layout
Ukuran micro-catchment biasanya berkisar antara 10 m² dan 100 m².
Ukuran yang lebih besar dimungkinkan terutama kalau akan ditanam lebih
dari satu pohon di dalam satu micro-catchment. Pada lahan yang datar,
ukuran micro-catchments lebih besar, biasanya mini-basin seluas 250 m² dan
petak penanaman di dalamnya berukuran 3.5 m × 3.5 m. Guludan tingginya
15 - 20 cm. Petak penanaman biasanya sedalam 40 cm hingga 1.5 m,
tergantung pada kedalaman tanah. Kalau ada ancaman risiko akibat runoff
dari areal lahan di sebelah atasnya, maka perlu dibuat parit pembelok (cutoff
drain).
C:CA ratio
Rasio C:CA tidak selalu dihitung secara akurat dalam sistem ini.
Ukuran microcatchment ini biasanya ditentukan dengan memperhatikan
rataan curah hujan, dan estimasi kebutuhan air tanaman pohon yang
ditanam.
Disain Pematang
Tingginya guludan tanah tergantung pada kemiringan lahan dan
ukuran micro-catchment.
Table 8. Tinggi Guludan (cm) untuk daerah-tangkapan mikro.
Basin size (m)
2%
3×3
25
4×4
25
5×5
25
6×6
25
8×8
25
10 × 10
30
12 × 12
35
15 × 15
45
n.r. = not recommended
Kemiringan gradient
3%
25
25
25
25
35
45
50
n.r.
4%
25
25
30
35
45
55
n.r.
n.r.
5%
625
30
35
45
55
n.r.
n.r.
n.r.
Tabel 8 menyajikan nilai-nilai yang direkomendasikan. Bagian
puncak guludan minimal selebar 25 cm dengan kemiringan tebingnya
minimal 1:1, yang menghasilkan guludan setinggi 25 cm dan lebar dasarnya
75 cm. Kalau dimungkinkan, rerumputan dapat ditanam pada sisi-sisi
guludan; hal ini untuk melindungi guludan dari bahaya erosi.
42
Lubang infiltrasi sedalam 40 cm . Tanah galian dipakai untuk
membuat dua guludan di sebelah bawahnya. Lubang infiltrasi berbentuk
persegi dan ukurannya tergantung pada berapa banyak bahan tanah yang
diperlukan untuk membuat dua guludan di sebelah bawahnya. Misalnya,
untuk daerah tangkapan mikro 3 × 3 m, diperlukan ukuran lubang infiltrasi 1.4
× 1.4 m (sedalam 40 cm ); untuk daerah tangkapan 10 × 10 m, diperlukan
lubang infiltrasi 2.5 × 2.5 m (sedalam 40 cm). Di sudut pojok sebelah bawah
dari lubang infiltrasi disisakan bidang penanaman (Gambar 22), untuk
menanam bibit tanaman.
Pemeliharaan
Pemeliharaan sistem ini sama seperti pemeliharaan guludan dan
pematang tanah. Kerusakan yang terjadi harus segera diperbaiki dan area
micro-catchment harus tetap bersih dari vegetasi. Rumput dapat ditanam
pada pematang untuk lebih memperkuatnya.
Tata-cara Penanaman
Bibit pohon yang tingginya sekitar 30 cm ditanam pada lubang tanam
segera setalh air runoff terkumpul dalam lubang infiltrasi. Bibit ke dua
disarankan ditanam di bagian dasar dari lubang infiltrasi, terutama pada saat
tahun sangat kering. Rabuyk kandang atau kompos dapat diberikan dan
ditempatkan pada lubang infiltrasi untuk memperbaiki kesuburan tanah dan
kapasitas simpanan lengas tanah.
Variasi
Variasi yang lazim dijumpai dalam membuat micro-catchments
adalah struktur yang freestanding, ujung terbuka dengan bentuk ’V’, atau
bentuk setengah lingkaran. Keuntungan dari struktur guludan dengan ujung
terbuka ialah bahawa kelebihan air runoff dapat mengalir di sekitar puncakpuncak guludan. Akan tetapi kapasitas simpanan airnya lebih kecil
dibandingkan dnegan sistem yang tertutup. Sistem dengan ujung terbuka,
free-standing sangat bermanfaat pada lahan yang miringnya tidak teratur dan
jumlash pohon yang tidak terlalu banyak di pekarangan rumah.
43
Infiltration, proses meresapnya air memasuki permukaan tanah,
merupakan bagian dari peredaran air di alam. Air meresap ke dalam tanah
karena adanya gaya-gaya absorptif (kapiler) dan gravitasi, yang mana kedua
gaya-gaya ini sangat dipengaruhi oelh tekstur dan struktir tanah. Kalau
terjadi infiltrasi, pembasahan profil tanah dapat dibagi menjadi beberapa
zone: zone jenuh mulai dari permukaan hingga kedalaman mungkin 1 cm,
zone transisi yang kadar airnya berubah dengan cepat, zone transisi dengan
perubahan kadar air yang lambat, zone pembasahan yang kadar airnya
berubah dengan cepat, dan bidang pembasahan dengan gradien
hidrauliknya sangat tajam.
Laju infiltrasi beragam dengan waktu. Untuk tanah yang homogen, laju
infiltrasinya tergantung pada kadar air awal, laju pemberian (masukan) air,
kedalaman profil tanah, dan kondisi permukaan tanah. Kalau laju masukan
air lebih rendah daripada konduktivitas hidrauliknya, maka semua air akan
meresap masuk ke tanah melalui proses infiltrasi. Kalau laju masukan airnya
lebih besar, pertama-tama lapisan permukaan tanah menjadi ejenuh air,
kemudian kelebihan air akan mengumpul di permukaan tanah. Kalau lahan
miring maka kelebihan air akan melimpas sebagai runoff.
44
Laju infiltrasi dan laju masukan air hujan merupakan fungsi waktu
Pasir
Laju Infiltrasi
Lempung
Liat
waktu
Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap laju infiltrasi
45
Ada tiga hal yang mempengaruhi proses infiltrasi air hujan:
1). Ciri-ciri tanah: Tekstur, struktur, aktivitas biologis, vegetasi penutup,
kondisi permukaan tanah (pemadatan), dan kation; semua ini
mempengaruhi banyaknya, durability, dan kontinyuitas pori makro tanah.
Pori makro ini menyediakan jalan bagi aior untuk bergerak masuk ke
dalam tanah. Kondisi lengas tanah mempengaruhi laju infiltrasi karena air
mengisi pori makro, mengurangi masuknya tambahan air. Suhu tanah
juga mempengaruhi laju resapan air karena tanah yang beku mempunyai
laju infiltrasi sangat rendah.
2). Tanaman penutup tanah: akumulasi sereah bahan organik di permukaan
tanah dapat membantu perkembangan lapisan tanah permukaan yang
permeabel. Selanjutnya, air hujan ditangkap oleh vegetasi dan mengalir
menuruni tajuk, meniongkatkan infiltrasi dan mereduksi dampak percikan
air hujan. Oleh karena itu, tanah-tanah dengan penutupan vegetasi yang
bagus mempunyai kapasitas besar untuk meresapkan air hujan.
3). Aktivitas manusia: Manipulasi lahann oleh manusia akan mengakibatkan
perubahan ciri-ciri tanah dan tutupan tanaman. Misalnya perumputan
oleh ternak: hilangnya vegetasi akan meredukai perlindungan tanah.
Kalau binatang merumput,
tekanan oleh injakan kakinya dapat
memadatkan permukaan tanah (terutama kalau tanah basah).
Pemadatan tanah ini akan mengubah pori makro menjadi pori mikro,
yang berdampak pada hambatan pergerakan air , karena pergerakan air
yang cepat memerlukan pori yang besar.
6.3. Guludan Setengah-lingkaran (Semi-circular bunds)
Guludan setengah-lingkaran (PEMATANG LENGKUNG) adalah
guludan tanah berbentuk setengah lingkaran dengan puncak-puncak guludan
diposisikan pada garis kontur. Dimensinya beragam, mulai dari struktur yang
kecil dengan radius 2 m hingga struktur yang besar dengan radius 30 m.
46
Guludan setengah lingkaran digunakan untuk rehabilitasi lahan gembalaan
dan produksi hijauan pakan; guludan yang lebih kecil untuk menanam pohon,
perdu dan tanaman semusim.
Keuntungan struktur ini adalah (i) mudah dibuat, (ii) efisien tenaga
kerja karena maksimum area pengolahan dapat diperoleh dengan volume
guludan yang minimum, dan (iii) cocok untuk lahan miring yang tidak teratur,
karena struktur ini bersifat ”free-standing”. Kalau digunakan untuk menanam
pohon, maka air runoff dikumpulkan dalam lubang infiltrasi.
a: Guludan / Pematang
b: Zone budidaya
c: Zone tangkapan air
d: Jarak antara dua
struktur
e: Panjang zone
tangkapan
f: Garis kontur
Layout Guludan setengah melingkar (FAO. 1991).
Kondisi Persyaratan
Curah hujan: 200 - 750 mm.
Tanah: semua tipe tanah yang cocok untuk produksi pertanian.
Solum tanah yang dalam (1.5 m dan lebih dalam lagi) diperlukan
oleh pohon supaya akarnya dapat tumbuh berkembang dengan baik.
Kemiringan: Sebaiknya kurang dari 2%, tetapi dengan menambah
tingginya guludan maka sistem ini dapat diyrapkan pada kemiringan lahan
hingga 5% . Topografi: Untuk guludan setengah lingkaran yang “staggered
layout” memerl;ukan lahan yang merata, tetapi guludan individual dapat
dibuat pada lahan yang tidak merata.
Kendala-kendala
Konstruksi secara mekanis tidak mudah dilakukan, karena bentuknya
semi-melingkar.
Ukuran dan Layout
Guludan-guludan diposisikan dalam barisan yang teratur, dengan
posisi puncak-puncak guludan pada garis kontur. Ada sedikit ruang pemisah
di antara dua unit struktur yang berdekatan, sehingga air runoff dapat
47
mengalir turun menuju unit struktur berikutnya. Dalam struktur yang lebih
besar dapat dibuat saluran pelimpas diperkuat dengan batu untuk
menyalurkan kelebihan runoff. Kalau diperkirakan terjadi volume runoff yang
sangat banyak maka harus dibuat saluran pembelok di sisi sebelah atas dari
sistem ini.
a: Pematang batu
b: Profil lengas tanah
c. Material endapan
d: Air yang dipanen
Penampang dan Pandangan-atas Pematang-setengah-melingkar (FAO. 1991).
C:CA ratio
Untuk budidaya tanaman semusim, rasio C:CA dapat diohitung
dengan menggunakan rumus. Ukuran area pengolahabn, yaitu area yang
dikelilingi oleh guludan semi-lingkaran adalah sama dengan: 0.5 × pi ×
radius² (pi=3,14).
Ukuran daerah tangkapan air, yaitu jarak [e] dalam Gambar 24
dikalikan dengan jarak antara puncak-puncak guludan. Untuk budidaya
pohon, air runoff dikumpulkan dalam suatu lubang infiltrasi. Total ukuran
suatu micro-catchment diperkirakan berdasarkan kebutuhan air pohon.
Untuk lahan gembalaan dan hijauan pakan ternak biasanya rasio
C:CA sebesar 3:1 telah dianghgap mencukupi. Untuk disain suatu sistem:
1. Menghitung rasio C:CA atau mengestimasi nya, misalnya 3:1.
2. Menetapkan luas area pengolahan, misalnya 10 m². Daerah
tangkapan air harus seluas 30 m² untuk mencapai rasio C:CA
sebesar 3:1.
Dimensi berikut ini digunakan untuk membudidayakan tanaman
semusim di Nigeria: lebarnya 2 m dan diposisikan dengan interval
jarak 4 m. Barisan berjarak 4 m, menghasilkan kepadatan sebesar
313 unit struktur per ha dan ratio C:CA sebesar 4:1.
48
POHON
PENANGKAL
ANGIN
Jalan
Pematang
distribusi
Pematang melingkar dibuat dengan jalan menimbun tanah galian dari bagian
tengah lingkaran (FAO. 1991).
Pematang lengkung setenga lingkaran dibuat dengan
menggulud tanah, cocok untuk menangkan dan menampung air
runoff ke titik terendah. Sistem pemanen air hujan ini terdiri
atas micro-catchment yang berjajar mengikuti garis kontur
untuk meminimumkan bahaya erosi. (FAO. 1991).
49
a: pelimpas berbatu
b: Guludan/
pematang
c: Garis kontur
d: kumpulan air
 runoff
Layout struktur yang besar
Penampang melintang pematang besar (di bagian tengah)
Layout Struktur setengah melingkar dan penampang melintang pematang: Bentuk
Trapezoidal merupakan variasi dari bentuk setengah-melingkar.
Disain Guludan (Pematang)
Untuk guludan semi-lingkaran yang ukurannya lebih kecil (hingga
radius sekitar 6 m) tingginya guludan minimum 25 cm dan kemiringan
tebingnya 1:1 sehingga menghasilkan lebar dasar guludan 75 cm. Untuk
guludan dengan radius lebih dari 6 m, guludan dimulai dengan yang rendah
dan secara bertahap menjadi guludan yang tinggi di bagian’bottom’ dari
sistem ini. Misalnya untuk guludan semi-lingkaran dengan radius 20 m,
guludan di bagian atas hanya setinggi 10 cm, dan secara bertahap
meningkat hingga 50 cm pada guludan di sebelah bawah ’bottom’. Untuk
guludan yang lebih besar direkomendasikan sisi guludan lebih landai,
misalnya 3:1. Hal ini akan menghasilkan guludan setinggi 10 cm dengan
lebar dasar guludan 70 cm; tinggi guludan 50 cm dengan lebar dasar
guludan 3.10 m.
Konstruksi
1. Pekerjaan dimulai dengan menandai posisi garis kontur untuk membuat
guludan. Jarak antara garis-garis kontur tergantung pada ukuran sistem
yang akan dibuat. Karena sistem ini bersifat “free standing”, maka garisgaris kontur tidak boleh dibuat “smooth”.
2. Mengukur jarak antara puncak-puncak guludan pada garis kontur paling
atas. Mengukur dan menandai jarak dari satu puncak guludan ke
guludan berikutnya pdi sepanjang garis kontur yang sama, dan
mengukur jarak antara guludan dalam satu sistem. Dengan cara ini
ditandai semua guludan dari semua sistem pada garis kontur pertama.
50
Guludan-guludan pada garis kontur ke dua ditandai dengan cara yang
sama seperti pada garis kontur pertama.
3. Posisi guludan dari setiap sistem ditandai dengan menggunakan seutas
tali.
Tali ini panjangnya sama dengan radius sistem. Tititk pusat dari sistem
ditandai lebih dulu (titik di pertengahan guludan-guludan dari satu sistem,
pada garis kontur). Kemudian tancapkan salah satu ujung tali pada titik
ini, kemudian buatlah garis setengah lingkaran dengan menggunakan
ujung lain dari tali tersebut.
4. Menggali tanah untuk membuat guludan dari sisi sebelah dalam dari area
lingkaran. Penggalian dimulai dengan parit kecil, diikuti dengan
penggalian yang merata di seluruh area supaya air runoff yang terkumpul
dapat tersebar secara merata. Hal yang perlu diperhatikan bahwa
guludan dibuat dalam bentuk lapisan-lapisan 10-15 cm, memadatkan
setiap lapisan sebelum ditimbuni dengan lapisan di atasnya.
5. Untuk sistem yang lebih besar (radius lebih dari 6 m) puncak guludan
dilindungi dengan batu. Rumput ditanam pada guludan-guludan untuk
meningkatkan stabilitas guludan.
Pemeliharaan
Periode kritis adalah selama kejadian hujan pertama (awal hujan)
setelah pembangunannya. Kerusakan yang terjadi harus segera diperbaiki.
Kalau kerusakan dibiarkan meluas, harus dibuat saluran pembelok di
sebelah atas dari keseluruhan sistem. Kalau erosi terjadi mengikis puncakpuncak guludan, maka guludan dapat dilindungi dengan batu-batu.
Bangunan ini harus digali kembali setelah lima tahun. Material endapan
tanah harus disingkirkan dari sekitar pohon. Daerah tangkapan air harus
tetap bersih dari vegetasi.
Tata-cara penanaman
Seluruh area yang tertutup harus ditanami. Kalau digunakan untuk
rehabilitasi lahan gembalaan atau tanaman pakan ternak, pohon atau perdu
dapat ditanam pada titik terendah dari area lahan yang diolah. Hal ini dapat
dilakukan dalam praktek.
Variations
Variasi dimungkinkan, bukan hanya memvariasi area lahan yang
diolah (radius guludan atau bedengan bidang olah) dan lokasi individu
bangunannya, tetapi dapat juga memvariasi bentuk guludan atau bedengan.
Guludan bentuk ’V’ sudah banyak dibahas.
51
Sistem guludan menurut garis kontur (Sumber: forest.mtu.edu)
BAHAN BACAAN
Ahenkora, Y., dan E.E.Owusu-Bennoah. 1993. Sustaining tanah productivity
in intensive african agriculture. CTA. 124 pp. ISBN: 92- 9081-138-2
Bell, J. P. dan J.S.G.McCulloch. 1969. Soil moisture estimation by the
neutron method in Britain - a further report. /. Hydrol. 7, 415-433.
Biswas, Ak., M, Jellali. dan G. Stout. 1993. Water for sustainable
development in the 21th century. Oxford University Press, UK. 273 pp.
ISBN: 01195633024
Clarke, R. T. dan M.D. Newson. 1978. Some detailed water balance studies
of research catchments. Proc. Roy. Soc. Lond. A363, 21-42.
Clarke, R. T., Leese, M. dan A.J. Newson. 1973. Analysis of data from the
Plynlimon raingauge networks, 1971-1973. Report no. 27, Inst.
Hydrology, Wallingford, Oxfordshire, UK.
Critchley W.R.S. dan C.D, Turner. 1992. Tanah and water conservation in
sub- saharan Africa. IFAD, Amsterdam, The Netherlands. 110 pp.
FAO. 1991. A manual for the Design and Construction of Water harvesting
Schemes for Plant Production. FAO, Rome, Italy.
FAO. 2000. Land-Water linkages in rural watersheds. Proceedings of the
electronic workshop organized by FAO Land and water Development
Division. 18 Septenber-27 October 2000. FAO, Rome, Italy. ISBN: 925-104765-0
Gould, J.E. 1992. Rainwater Catchment Systems for Household Water
Supply, Environmental Sanitation Reviews, No. 32, ENSIC, Asian
Institute of Technology, Bangkok.
Gould,J. dan P.E.Nissen. 1999. Rainwater catchment systems for
domestic supply: Design construction, and implementation. ITP
Biddles Ltd., UK. 335 pp. ISBN: 1853394564
Hartung H. 2000. The rain water harvesting. CTA, FAKT, NEDA. ISBN: 38236-1384-7. Remark: Document in CD-ROM
52
Hassane, A., P. Martin dan C.H.R. Reij. 2000. Water-harvesting, land
rehabilitation and house hold food. IFAD, Rome, Italy. Further reading
93.
Newson, A. J. dan R.T. Clarke. 1976. Comparison of catch of ground-level
and canopylevel raingauges in the Upper Severn experimental
catchment. Met. Mag. 105, 2-7.
Nissen-Petersen, E. 1982. Rain Catchment and Water Supply in Rural Africa:
A Manual. Hodder and Stoughton, Ltd., London.
Pacey, A. and A. Cullis 1989. Rainwater Harvesting: The Collection of
Rainfall and Runoff in Rural Areas, WBC Print Ltd., London.
Download