Kecemasan Terhadap Pelecehan Seksual di KRL Ekonomi Jurusan Bogor-Jakarta Pada Penumpang Wanita Oleh : Astri Widyanti Mursidah ABSTRAK Pelecehan seksual berasal dari kata ‘pelecehan’ dan ‘seksual’ menurut Kamus Besar Indonesia edisi ke-3 (Alwi dkk, 2003), kata dasar dari ‘leceh’ berarti hina, tidak berharga. Pelecehan dapat diartikan sebagai proses membuat sesuatu menjadi hina dan tidak berharga. Sedangkan seksual berarti hal-hal yang menyangkut seks.Pelecehan seksual biasanya terjadi pada penumpang wanita oleh penumpang lakilaki. Karena pelecehan seksual tersebut para korban yang mayoritas wanita merasakan kecemasan dan kecemasan tersebut intensitasnya semakin meningkat setelah mengalami pelecehan seksual. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui kecemasan terhadap pelecehan seksual di KRL ekonomi jurusan Bogor - Jakarta pada penumpang wanita. Juga ingin mengetahui bentuk-bentuk pelecehan seksual yang dialami oleh wanita, kecemasan terhadap pelecehan seksual tersebut dan mengapa korban memunculkan kecemasan sepeti itu. Dalam penelitian ini, menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengambilan data yang menggunakan metode wawancara dan observasi. Subjek yang pernah mengalami pelecehan seksual. Dalam penelitian ini wanita penumpang KRL ekonomi jurusan Bogor - Jakarta sebanyak dua orang yang masing-masing dengan satu Significant other Kata kunci: Kecemasan, Pelecehan seksual. PENDAHULUAN Di Indonesia, kereta listrik atau disingkat KRL adalah salah satu alat transportasi yang sangat murah jika dibandingkan dengan alat transportasi lainnya, seperti pesawat dan bus. KRL menjadi lebih padat dan sesak terutama pada jam-jam berangkat kerja seperti antara jam 06.0008.00 pagi dan jam-jam pulang kerja antara jam 16.30-21.00 petang. Karena pada di KRL juga terdapat banyak sekali kesempatan untuk melakukan tindak kriminal, misalnya seperti pencopetan, hipnotis, perampokan dan pelecehan seksual. Pelecehan seksual dilakukan oleh orang-orang yang tidak bermoral yang memanfaatkan kesempatan saat KRL sedang dipadati oleh penumpang lain dengan menggesek-gesekkan kemaluannya kepada orang lain terutama pria kepada wanita, mencolek, merangkul, melakukan siulan nakal, memandang bagian tubuh tertentu bahkan sampai meraba-raba. Perilakuperilaku tersebut dapat dikatakan sebagai pelecehan seksual (Kusmana, 2005). Korban pelecehan seksual tidak dapat pindah dari tempat tersebut ke tempat yang lain untuk menghindari pelaku pelecehan seksual karena KRL menjadi sangat padat dan sesak oleh penumpang yang lain yang menyebabkan korban tidak dapat bergerak terutama pada jamjam sibuk seperti pagi dan sore hari.. Ketika KRL semakin padat dan sesak otomatis membuat jarak antara pelaku pelecehan seksual dan korban menjadi sangat dekat bahkan berhimpitan. Hal tersebut menyebabkan perilaku pelecehan seksual yang dilakukan pelaku terkesan tidak sengaja dilakukan dan pelaku pelecehan seksual pun menjadi sangat leluasa dalam melakukan aksinya. Hal ini pula yang menyebabkan korban merasa ragu-ragu, takut dan cemas bila akan menggunakan KRL. Terlebih lagi jika penumpang yang menjadi korban pelecehan seksual tersebut tidak memiliki alternatif lain selain menggunakan KRL untuk sampai ditempat tujuan. Oleh karena itu biasanya mereka selalu berangkat kuliah atau bekerja dengan teman-temannya atau bergerombol untuk menghindari rasa cemas. Gangguan kecemasan adalah gangguan psikologis yang dicirikan dengan ketegangan motorik (gelisah, gemetar, dan ketidakmampuan untuk rileks), hiperaktivitas (pusing, jantung berdebar-debar, atau berkeringat), dan pikiran serta harapan yang mencemaskan (Santrock, 1995). Korban yang mengalami pelecehan seksual di KRL biasanya malu untuk memberitahukan dan menceritakan atau sekedar meminta bantuan atas perilaku pelecehan seksual yang dialaminya kepada penumpang lain atau penumpang yang berada di sebelahnya. Korban yang khususnya wanita yang pernah mengalami pelecehan seksual hanya bisa pasrah menerima perlakuan tersebut karena jika ia menceritakan kepada orang lain, korban takut dipermalukan, direndahkan harga dirinya, merasa kotor dan tidak suci, merasa hilang harga dirinya dan merasa terhina atas perlakuan tersebut. Biasanya korban menceritakan perilaku pelecehan seksual yang dialaminya hanya kepada orangorang terdekat, seperti teman, sahabat, dan orang tua (dalam Yayasan Harapan Kita, 2005). Terlebih lagi tindak pelecehan seksual di KRL tidak dapat dibuktikan. TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menurut Sullivan (dalam Supratiknya, 1993), kecemasan adalah penghayatan tegangan akibat adanya ancamanancaman nyata atau luar dibayangannya terhadap keamanan seseorang. Sebagai emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah seperti rasa takut yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda (Atkinson, 1994). Kecemasan dan ketakutan dapat diarahkan langsung pada objek yang spesifik atau dapat dengan mengenarisasikan perasaan sebagai dampak yang negatif. Kecemasan dapat juga menghalangi perkembangan kognitif, emosional dan sosial karena kecemasan tidak dapat dideteksi yang disebabkan oleh kecemasan dioperasikan pada level yang rendah dan berpengaruh pada area yang seharusnya berfungsi dengan baik (Mc Whirter, 2007). Sedangkan menurut Freud (dalam Corey, 2005) kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu. Kecemasan merupakan fungsi dorongan seperti lapar dan seks, hanya saja kecemasan tidak timbul dari kondisi-kondis jaringan di dalam tubuh, melainkan aslinya ditimbulkan oleh sebab-sebab dari luar. Fungsi kecemasan adalah memperingati adanya bahaya, yakni sinyal bagi ego yang terus meningkat jika tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi ancaman itu tidak diambil. Apabila tidak bisa mengendalikan kecemasan melalui caracara yang rasional dan langsung, maka ego akan mengandalkan cara-cara yang tidak realistis, yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego. Lazarus (dalam Safaria, 2005) mengemukakan ada dua macam bentuk kecemasan, yaitu State Anxiety dan Trait Anxiet. Sedangkan Menurut Freeman dan Di Tomasso (1994), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu faktor potensial penentu kecemasan dan Faktor pencetus kecemasan. Menurut Haggin (dalam kidman, 1990), ada beberapa hal yang dapat ditimbulkan dari kecemasan, yaitu Kecemasan dapat memecah belah perasaan, kerena itu emosi jadi tidak stabil dan kecemasan dapat juga memecah pengertian, kerena itu keyakinan-keyakinannya jadi dangkal dan berubah. Pelecehan Seksual Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran hingga menimbulkan reaksi negatif. Rasa malu, marah, tersinggung, dan sebagainya pada diri orang yang menjadi korban pelecehan. Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih daripada korban. Beberapa bentuk-bentuk perilaku pelecehan seksual (dalam Yayasan Harapan Kita, 2005), antara lain Sentuhan yang tidak diundang atau kedekatan fisik yang tidak diundang, atau mendorong alat kelamin (penis atau dada) pada korbannya dan Lelucon atau pernyataan yang menjurus, merendahkan jenis kelamin tertentu tidak pada tempatnya. Menurut Kusmana (2005), secara emosional reaksi perasaan para korban pelecehan seksual dapat berupa merasa malu, dipermalukan, tidak berdaya, dll. Mitos yang sering kita dengar adalah pelecehan seksual hanya dilakukan oleh dan terhadap lawan jenis, terutama dari yang berjenis kelamin lakilaki kepada yang berjenis kelamin perempuan. Hal tersebut jelas-jelas tidak benar, contohnya saja kaum homoseksual yang berlaku tidak sewajarnnya kepada orang yang berjenis kelamin laki-laki (berjenis kelamin sama). Tetapi dalam masyarakat muncul pandangan bahwa perempuan adalah objek seks yang fungsi utamanya di dunia, adalah untuk melayani laki-laki. Karena dicitrakan sebagai objek seks, persepsi bahwa perempuan harus tampil dan berprilaku sebagai objek seks adalah suatu keharusan. Perempuan harus tampil dengan menonjolkan daya tarik seksualnya, harus bersedia mengalami pelecehan seksual dan harus memaklumi perilaku seksual agresif laki-laki. Sehingga perempuan lebih sering mengalami pelecehan seksual karena semakin hari perempuan semakin di eksploitasi dan daya tarik perempuan semakin ditonjolkan. Hal ini dapat dilihat dalam media baik cetak (Koran, tabloid dan majalah), televisi (iklan dan sinetron) dan internet. Tubuh dan seksualitas perempuan dijadikan alat komoditi untuk mencapai tujuan komersil (dalam Marzuki, 2005). Kereta Listrik (KRL) Menurut UU No. 13/1992 (Dephub, 1992), kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yag akan ataupun sedang bergerak di jalan rel. Kereta api merupakan salah satu transportasi yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus tertutama dalam kemampuannya untuk mengangkut baik penumpang maupun barang secara masal atau dalam jumlah atau volume besar setiap satu kali perjalanannya, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, dan tingkat mencemaran atau polusi yang rendah serta lebih efisien dibandingkan dengan transportasi jalan raya. Menurut Departemen Perhubungan (dalam Hidayat, 2004), masyarakat yang menggunakan jasa kereta api (KA) sebagai sarana transportasi untuk berpergian yang dikelola oleh PT. Kereta Api sejauh ini berjumlah sekitar 180 juta penumpang per tahun, diantaranya penumpang non-komersial (kelas ekonomi) yang terdiri dari pekerja kantoran, mahasiswa dan anak sekolahan dan penumpang komersial (kelas eksekutif). METODE PENELITIAN Peneliti ini akan menggunakan metode kualitatif karena dengan menggunakan metode kualitatif peneliti akan mendapatkan data yang lebih mendalam tentang berbagai informasi yang terkait dengan kecemasan yang dialami oleh seorang wanita yang menjadi korban pelecehan seksual dalam KRL ekonomi. Subjek dalam penelitian ini adalah wanita yang pernah mengalami pelecehan seksual di KRL jurusan Bogor-Jakarta, yang berusia antara 2030 tahun karena wanita penumpang KRL lebih banyak pada rentang usia tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Untuk membantu proses pengumpulan data digunakan pedoman wawancara dan alat perekam audio sebagai alat bantu peneliti. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pembahasan ini peneliti akan membahas pertanyaan penelitian dengan teori yang dijelaskan pada tinjauan pustaka. Pada pertanyaan pertama peneliti akan membahas hasil penelitian yang telah didapat dengan teori mengenai pelecehan seksual yang dialami korban, sedangkan untuk pertanyaan penelitian kedua mengenai kecemasan terhadap pelecehan seksual yang dialami korban dan untuk pertanyaan ketiga mengenai mengapa korban memunculkan kecemasan seperti itu. bentuk pelecehan dialami korban seksual yang Subjek 1 mengalami pelecehan seksual di KRL ekonomi jurusan Bogor-Jakarta sebanyak 2 kali pada waktu yang berbeda, pada saat itu KRL ekonomi sedang pada jam-jam padat penumpang. Kejadian yang pertama pelaku penempelkan dan menggesek-gesekkan alat vitalnya ke pinggang subjek, pada saat itu subjek sedang berdiri sehingga pelakupun dapat mendesah-desah di kuping subjek. Sedangkan kejadian yang kedua pelaku menggesek-gesekkan alat vitalnya ke tangan subjek dan pada saat itu subjek sedang duduk dan pelaku dalam keadaan berdiri. Pada subjek 2, subjek 2 pernah mengalami pelecehan seksual di KRL ekonomi pada saat padat pula. Pada saat itu pelaku merapat rapatkandan mendekatkan alat vitalnya ke belakang (pantat) dan ke paha subjek tetapi subjek sendiri tidak mengetahui apakah perbuatan pelaku adalah disengaja atau tidak disengaja. Pada waktu yang berbeda subjek 2 pernah mengalami pelecehan dan saat itu pelaku pendekatkan kepalanya ke kepala subjek padahal saat itu KRL dalam keadaan kosong. Pelecehan seksual adalah semua bentuk perilaku yang bertujuan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang ke orang lain yang tidak diharapkan (Swasti, Pasaribu & Gusman, 2006). Menurut Tangri, Burt dan Johnson (1992), tentang bentuk-bentuk pelecehan seksual berdasarkan tingkat keseriusannya maka pelecehan seksual yang dialami oleh subjek 1 dan subjek 2 adalah termasuk dalam bentuk Less serious form of harassment, yaitu pelecehan seksual yang bersifat tidak serius seperti memandangi korban atau penyentuh bagian tubuh dengan sengaja. Gruber (dalam O’Donohue, 1997), mengkategorikan pelecehan seksual ke dalam tiga kategori, yaitu: permintaan secara seksual, komentar verbal, dan tampilan non verbal. Adapun yang dialami subjek 1 dan subjek 2 adalah termasuk kategori tampilan non verbal di mana beberapa hal yang termasuk kategori ini adalah sentuhan-sentuhan yang menjurus pelecehan seksual dan pelanggaran terhadap ruang personal (personal space) atau mencoba melakukankontak personal. Sedangkan menurut Till (dalam O’Donohue, 1997) yang mengkategorikan pelecehan seksual, hal yang dialami oleh subjek 1 dan subjek 2 adalah perilaku seksual yang tidak pantas dan tidak sopan, namun tidak memiliki sanksi apapun. Meskipun perilaku tersebut tidak dikehendaki dan tidak sopan, namun wanita tersebut tidak dapat memberikan hukuman apapun kepada si pelaku. kecemasan terhadap pelecehan seksual yang dialami korban Pada subjek 1 gejala-gejala yang dimunculkan adalah tangan berkeringat, mata yang berputar-putar dan subjek 1 pun lebih suka menghindar sedangkan pada subjek 2 gejala-gejala kecemasan yang ditampilkan adalah jantung subjek berdebar kencang, mengeluarkan banyak keringat dan menghindari pelaku pelecehan seksual walaupun subjek sendiri memilih untuk melawan (menginjak kaki pelaku). Hal yang dikemukakan di atas sesuai dengan pendapat Santrock (1995), yang mengatakan bahwa kecemasan adalah gangguan psikologis yang dicirikan dengan ketegangan motorik (gelisah, gemetar, dan ketidakmampuan untuk rileks), hiperaktivitas (pusing, jantung berdebar-debar, atau berkeringat), dan pikiran serta harapan yang mencemaskan. Adapun menurut Sue (dalam Haber & Runyon, 1989), terdapat empat gejala individu yang mengalami kecemasan atau tidak, dan gejala yang ditampilkan pada subjek 1 seperti mata berputar-putar termasuk dalam kecemasan secara motorik dimana kecemasan dimanifestasikan ke dalam perilaku motorik. Seperti gerakan tidak beraturan, gerakan yang tidak terarah, yang bermula pada gemetaran secara halus kemudian meningkat intensitasnya. Misalnya, perilaku menggigit kuku atau bibir, mondar-mandir dan kaki bergoyang-goyang. Nevid, dkk (2005) mengungkapkan beberapa ciri kecemasan, antara lain: ciri-ciri Fisik, termasuk diantaranya kegelisahan, kegugupan, salah satu anggota tubuh yang gemetar, banyak berkeringat, sulit berbicara, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, suara yang bergetar, snggota tubuh yang menjadi dingin, panas dingin, sering buang air kecil, wajah memerah, mulut terasa kering, kerongkongan terasa kering, anggota tubuh terasa kaku, dahi berkerut. Ciri-ciri behavior, antara lain perilaku menghindar, tergantung pada orang lain. mudah terkejut. Ciri-ciri Kognitif, antara lain sering merasa khawatir, sering merasa takut, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi, selalu waspada, sulit untuk mengontrol diri, tidak dapat mengambil keputusan, merasa tidak mampu untuk mengendalikan situasi, tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran negatif, sulit berkonsentrasi. Maka gejala-gejala kecemasan yang ditampilkan oleh subjek 1 dan subjek 2 termasuk dalam ciri-ciri fisik dan ciri-ciri behavior. Mengapa korban kecemasan seperti itu memunculkan Pada subjek 1, subjek tidak memiliki riwayat kecemasan dalam keluarganya. Namun subjek sendiri adalah seorang pencemas, dan kecemasan itu intensitasnya semakin tinggi setelah mengalami pelecehan seksual, hal tersebut sudah berlangsung semenjak subjek menggunakan KRL ekonomi sekitar 4 tahunan. Subjek mempunyai penyakit fisik yaitu sakit perut dan menurut subjek sakit perut yang dialami oleh subjek dapat membuat subjek cemas dan hal tersebut sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari subjek. .Pelecehan seksual yang dialami dan orang terdekat subjek pernah mengalami hipnotis adalah pengalaman yang tidak menyenangkan bagi subjek dan karena pengalaman tersebut subjek lebih waspada pada kehadiran orang lain terutama seorang laki-laki. Menurut Sullivan (dalam Supratiknya, 1993), kecemasan adalah penghayatan tegangan akibat adanya ancaman-ancaman nyata atau luar dibayangannya terhadap keamanan seseorang. Yang dialami pada subjek 1 dan subjek 2 adalah kecemasan realistic, seperti yang di ungkapkan oleh Freud (dalam Corey, 2005), yaitu ketakutan terhadap bahaya-bahaya nyata dari dunia eksternal dan taraf kecemasan sesuai dengan derajat ancaman yang ada. Menurut Lazarus (dalam, Safaria, 2005), mengungkapkan ada 2 macam bentuk kecemasan yaitu, State Anxiety dan Trait Anxiety. Pada subjek 1 kecemasan yang dialami temasuk dalam Trait Anxiety yaitu, kecemasan yang menetap pada diri seseorang. Kecemasan model ini merupakan kecemasan berupa disposisi atau sifat dari individu itu sendiri yang pencemas sehingga kadang-kadang pada situasi yang sebenarnya tergolong biasa. Sedangkan pada subjek 2 bentuk kecemasan yang dialami adalah State Anxiety yaitu, kecemasan sebagai suatu reaksi terhadap situasi tertentu. Jika situasi itu tidak ada maka kecemasan pun hilang. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bentuk pelecehan yang dialami pada subjek 1 adalah pelaku pelecehan tersebut menempelkan dan menggesekgesekkan alat vitalnya ke pinggang dan tangan subjek, mendesah-desah ditelinga subjek. Pada subjek 2, pelaku merapatkan dan mendekatkan alat vitalnya ke belakang (pantat) dan paha subjek, juga pelaku mendekatkan kepalanya ke kepala subjek. Gejalagejala kecemasan yang dimunculkan pada subjek 1 adalah mata berputar-putar dan menghindar, sedangkan pada subjek 2 gejala-gejala kecemasan yang dimunculkan adalah jantung berdebardebar kencang, mengeluarkan banyak keringat dan menghindar. Subjek 1 adalah seorang pencemas dan kecemasan itu intensitasnya semakin tinggi setelah mengalami pelecehan seksual, sedangkan subjek 2 bukan seorang pencemas. Subjek 1 mempunyai penyakit fisik yaitu sakit perut dan subjek 2 tidak memiliki penyakit fisik. Masalah fisik pada subjek 1 adalah bila subjek terlalu banyak memikirkan sesuatu maka dapat membuat intensitas kecemasannya meningkat dan masalah fisik tersebut mempunyai pengaruh dalam kehidupan sehari-hari subjek yaitu subjek selalu merasa curiga, sedangkan subjek 2 tidak memiliki masalah fisik. Subjek 1 memiliki stressor yang menunjang kecemasannya yaitu berhubungan dengan nilai-nilai ujian atau yang berhubungan dengan kuliah dan hal tersebut mempunyai pengaruh dalam kehidupan sehari-hari subjek 1, sedangkan subjek 2 tidak memiliki stressor penunjang kecemasan. Adapun pengalaman yang tidak menyenagkan yang dialami oleh subjek 1 adalah pengalaman pelecehan seksual iti sendiri dan orang terdekat subjek 1 pernah mengalami hipnotis dan pada subjek 2 adalah pengalaman saat berada di KRL ekonomi yang padat. Stressor yang berlangsung terus menerus pada subjek 1 adalah subjek salalu takut barang-barang berharganya hilang, sedangkan subjek 2 tidak memiliki Stressor yang berlangsung terus menerus. Sutini. (2002). Kamus besar bahasa indonesia edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Saran 1. Kepada subjek, peneliti menyarankan agar lebih berhatihati dan waspada juga peka atas tindakan pelecehan seksual yang dialami. Dan diharapkan para korban pelecehan seksual dapat lebih berani untuk meminta bantuan kepada orang lain atau melaporkan tindakan pelecehan seksual kepada pihak yang berwenang agar para pelaku pelecehan seksual dapat jera untuk tidak mengulangi perbuatannya. 2. Kepada masyarakat, peneliti menyarankan agar lebih peka dengan kejadian disekitar dan jika menemukan atau melihat tindakan pelecehan seksual sangat diharapkan bantuannya. 3. Kepada pihak keamanan kereta, peneliti menyarankan agar dapat menindak pelaku pelecehan seksual yang masih berkeliaran ditengah-tengah masyarakat dengan pasal-pasal yang berlaku. 4. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya dapat menggali lebih dalam permasalahan yang dialami oleh subjek melalui SO dan memperbaiki metode serta variable penelitian agar lebih dapat mengungkapkan lebih dalam permasalahan subjek dan pelakunya (froterisme) Atkinson, R. L. & Atkinson, R. C. (1994). Pengantar psikologi Jilid 2. ( Edisi ke-8). Jakarta: Erlangga. Corey, G. (2005). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama. Freeman, A & DiTomaso, RA. (1994). The cognitive theory of anxiety. New York: John Willey & Sons Inc. Hidayat, T. (2004). Perkeretaapian indonesia di persimpangan Jalan. Jakarta: Yayasan Lembaga Indonesia (YLKI). Kusmana. (2005). Pelecehan seksual. http://www.yakita.or.id/remaj a/htm. Marzuki, S.,Prasetyo, E.& Elmina, M. A. (1995). Pelecehan seksual. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. McWhirter. (2007). At-risk youth: A comprehensive response for counselors, teacher, psychologists and human nd service professionals (4 . ed). New York: Thomson. DAFTAR PUSTAKA Alwi., Lapoliwa, H., Sugono, D., Kridalaksana, H., Adiwimarta, S., Suratman, S., Nainggolan, D., Sutiman., Murniah, D., Patoni, A., Burhabudin, E., Gaffar, A., Hanid, A., Haryanto & Nevid, S. Jeffrey., Rathus, S. A.(2003). Psikologi abnormal. Jakarta: Erlangga. O’Donohue, W. (1997). harassment: Sexsual Theory, research, and treatment. Boston: Allyn & Bacon. Safaria, T. (2005). Autisme pemahaman baru untuk hidup bermakna bagi orang Tua. Jakarta: Penerbit Graha Ilmu. Santrock, John W. (2002). Life span development : perkembangan masa hidup; Alih Bahasa Juda Damatik, Ahmad Chusairi; Editor, Wisnu Chandra, Kristiaji, Yati Sumiharti. Jakarta: Erlangga. Supratiknya. (1993). psikodinamik. Kanasius. Teori-teori Yogyakarta: Undang-undang RI Nomor 13 tahun 1992 tentang perkeretaapian. Departemen Perhubungan perusahaan Umun Kereta Api.