GAMBARAN PENERIMAAN DIRI ORANGTUA TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN PELECEHAN SEKSUAL Lathifa Hermayeni, Yolivia Irna Aviani Universitas Negeri Padang e-mail: [email protected] Abstract: Overview acceptance of parents to children who are victims of sexual abuse. This study aimed to obtain the picture of self-acceptance parents of children who were victims of sexual abuse. The method used qualitative method with phenomenological approach. This study used two subjects who was husband and wife with the criteria of having children 6-12 years old, caring, nurturing and guiding children at home. Data were obtained through semi-structured interviews and in depth interviews. The resulted of this study indicated that the picture self-acceptance parents of children who are victims of sexual abuse is determined by how the subjects through a process of self-acceptance. Keywords: Self-acceptance, parents, children, victims of sexual abuse. Abstrak: Gambaran penerimaan diri orangtua terhadap anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran penerimaan diri orangtua terhadap anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini menggunakan 2 orang subjek yang merupakan pasangan suami istri dengan kriteria memiliki anak berusia 6-12 tahun yang menjadi korban pelecehan seksual, merawat, mengasuh dan membimbing anak dirumah. Data diperoleh melalui wawancara secara semi terstruktur dan mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran penerimaan diri orangtua terhadap anak yang menjadi korban pelecehan seksual ditentukan oleh bagaimana subjek melewati proses penerimaan diri, yaitu: diri sebagai konten, diri sebagai proses dan diri sebagai konteks. Kata kunci: Penerimaan diri, orangtua, anak, korban pelecehan seksual. PENDAHULUAN Pelecehan seksual merupakan salah Bentuk pelecehan seksual sangat luas satu perilaku yang menyimpang dan sudah meliputi main mata, siulan nakal, komentar keluar dari norma yang ada di masyarakat. yang berkonotasi 44 seks, humor porno, Hermayeni & Aviani, Gambaran Penerimaan Diri Orangtua Terhadap.....| 45 cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di mengungkapkan bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau pelecehan seksual setidaknya selama lima isyarat bersifat seksual, ajakan berkencan tahun, sementara sekitar 25% dilaporkan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan tidak mengungkap-kan pelecehan sesksual melakukan sampai mereka menjadi orang dewasa. hubungan seksual sampai perkosaan (Wardhani & Lestari, 2007). pengalaman-pengalaman Pada penelitian ini pelecehan seksual yang yang terjadi pada anak sudah mencapai menjadi korban pelecehan seksual adalah menyentuh atau menyakiti bagian tubuh anak-anak. Undang-Undang zona erogen. Zona erogen terdiri dari genital Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 (alat kelamin), bokong, anus, perineum (area tentang Perlindungan Anak menjelaskan antara alat kelamin dan anus), payudara bahwa anak adalah seseorang yang belum (terutama puting, baik pria maupun wanita), berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk paha bagian dalam, ketiak, pusar, leher, anak kandungan. telinga (terutama daun telinga) dan mulut Menurut (Calhoun & Acocella, 1995) anak (bibir, lidah dan seluruh rongga mulut) yang rentan menjadi korban pelecehan (Fuadi, 2011). Pada penelitian Menurut yang masih ini dalam orang seksual adalah anak yang berusia 3-17 Pelecehan seksual yang terjadi pada tahun. Peneliti berfokus pada anak yang anak biasanya dilakukan oleh orang-orang berusia 7-12 tahun dimana mereka berada di terdekat tahap perkambangan konkret operasional. Acocella, 1995) pelaku pelecehan seksual Piaget (dalam Feldman, 2012) menyatakan pada anak adalah keluarga atau rekan dekat, pada tahap ini anak dicirikan dengan hanya sekitar seperempat dari keseluruhan mengembangkan kemampuan untuk berpikir kasus dilakukan oleh orang asing dan secara logis dan mulai mengatasi beberapa biasanya pelaku berusia sekitar 20 tahun karakteristik egosentris. lebih tua dari usia anak yang menjadi Kasus pelecehan seksual pada anak jarang terungkap di lingkungan masyarakat. anak. Menurut (Calhoun & korban pelecehan seksual. Pelecehan seskual yang dialami anak 2010) dapat mempengaruhi proses perkembangan mengemukakan bahwa anak tidak mungkin anak. Menurut Briere & Elliott (1997) anak untuk mengakui kesalahan atau meng- yang mengalami pelecehan seksual akan ungkapkan korban mengalami stress pasca trauma, distorsi pelecehan seksusal. Smith dan rekan (dalam kognitif, rasa sakit emosional, menghindari, Tishelman, suatu gangguan harga diri, dan kesulitan Brown sekitar (dalam Tishelman, mereka 2010) 50% menjadi menemukan anak tertunda bahwa untuk interpersonal. 46 | Jurnal RAP UNP, Vol. 7, No. 1, Mei 2016, hlm. 44-54 Dampak terbesar pada anak yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain. mengalami pelecehan seksual yang akan Ellis terus menerus berlanjut hingga kehidupan penerimaan diri merupakan sebuah kondisi dewasanya yang menumbuhkan penyesuaian pribadi adalah ketakutan sehingga menghasilkan orang dewasa yang cemas, dkk, 2003) mengatakan dan kesejahteraan atau kebahagiaan. depresi, pemarah, tidak percaya pada orang lain (Kendall-Tacket, 1993). (Flett Hurlock (2006) juga berpendapat bahwa individu yang menerima dirinya, Effendi (2008) menyatakan Reaksi menyenangi dirinya dan puas akan dirinya yang pertama kali muncul ketika orang tua sehingga ia akan menganggap dirinya mengetahui memiliki anak dengan kelainan berharga, dapat menerima dirinya secara adalah timbulnya perasaan bingung dan akurat dan lebih realistis. Dari pernyataan di terpukul. Dari perasaan-perasaan inilah atas kemudian timbul reaksi yang beragam, penerimaan orangtua terhadap anak yang antara lain rasa bersalah, rasa kecawa, rasa menjadi korban pelecehan seksual di bawah malu, penolakan, dan rasa menerima apa umur. adanya (Efendi 2008). Reaksi orangtua METODE tersebut dapat mempengaruhi kondisi dan perilaku mereka terhadap anaknya. maka peneliti Penelitian tertarik meneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif fenomenologi untuk Penerimaan orangtua akan mempengaruhi menggali perilaku orangtua terhadap anaknya. Penelitian dengan metode fenomenologi Penerimaan orangtua anak yang dan mengeksplorasi data. dipandang sesuai untuk menggali dan menjadi korban pelecehan seksual dapat mengeksplorasi mempengaruhi penerimaan diri orangtua terhadap anak proses pemulihan dan perkembangan anak dalam mengahadapi kondisi hidupnya. Orangtua memiliki sikap data terkait gambaran yang menjadi korban pelecehan seksual. Kriteria pemilihan subjek dalam penerimaan diri yang baik secara langsung penelitian ini adalah subjek yang memiliki akan berdampak pada penerimaan orangtua anak yang berusia 6-12 tahun dan telah tersebut terhadap anaknya yang memiliki menjadi korban pelecehan seksual serta kondisi normal maupun tidak normal atau pelaku pelecehan seksual bukan orangtua cacat (Mardian, 2013). kandung dan berusia lebih tua 20 tahun dari Rogers mengatakan (dalam bahwa Lynn, 2010) pengembangan penerimaan diri dan penerimaan orang lain mengarah pada pandangan yang lebih lebih pada anak. Kriteria selanjutnya orangtua merawat, mengasuh anaknya di rumah. dan membimbing Hermayeni & Aviani, Gambaran Penerimaan Diri Orangtua Terhadap..... | 47 Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan wawancara wawancara oleh dua orang asisten peneliti. mendalam (in depth interview) dalam Untuk meningkatkan kredibilitas dalam bentuk semi terstruktur, yaitu wawancara penelitian ini, peneliti melakukan triangulasi yang pertanyaannya ditetntukan terlebih yang mengacu pada upaya mengambil dahulu dan berbentuk open ended question sumber-sumber data yang berbeda untuk (Poerwandari, Pertanyaan- menjelaskan suatu hal. Triangulasi data lepas dari digunakan sebagai proses memantapkan pedoman wawancara yang disusun dengan derajat kepercayaan dan konsistensi data. tujuan gambaran Triangulasi mencari dengan cepat pengujian penerimaan diri orangtua terhadap anak data yang sudah ada dalam memperkuat yang menjadi korban pelecehan seksual tafsir dan meningkatkan kebijakan serta berdasarka program yang berbasis pada bukti yang telah pertanyaan metode antar subjek serta pengecekan verbatim 2009). tersebut untuk tidak mengungkap proses, faktor dan aspek penerimaan diri. ada (Gunawan, 2014). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik HASIL DAN PEMBAHASAN dengan melakukan koding terhadap hasil Hasil transkrip wawancara yang telah diverbatim. Subjek dalam penelitian ini adalah Koding adalah proses untuk membuat sepasang suami istri yang memiliki anak kategorisasi data kualitatif dan juga untuk berusia 8 tahun yang berinisial V dan telah menguraikan implikasi dan rincian dari menjadi korban pelecehan seksual. Istri kategori (Moleong, 2005). Analisis tematik yang berinisial RS berusia 34 tahun. Ia menurut Poerwandari (2009) adalah proses merupakan yang dapat digunakan di semua metode memiliki dua orang anak perempuan dan kulaitatif. satu orang Ibu anak Rumah Tangga laki-laki. yang Sedangkan pengecekan suaminya yang berinisial AF berusia 39 keabsahan data menggunakan kredibilitas. tahun dan ia seorang pedagang ikan di kota Untuk meningkatkan kredibilitas penelitian, B. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan triangulasi yang Peristiwa pelecehan seksual yang mengacu pada upaya mengambil sumber- dialami V terjadi di bulan puasa pada tahun sumber untuk 2015 ketika masyarakat di kampung sedang Triangulasi melaksanakan shalat tarawih. V mengalami dilakukan dengan cara memanfaatkan data pelecehan seksual di bagian tubuh zona wawancara dan membuat analisis banding erogennya seperti alat kelamin yang di data menjelaskan yang suatu berbeda hal. 48 | Jurnal RAP UNP, Vol. 7, No. 1, Mei 2016, hlm. 44-54 pegang dan diraba, payudara yang diraba, anaknya dan tidak berperilaku keras kepada pipi di cium dan kepala dibelai oleh pelaku. anaknya yang mengalami pelecehan seksual Pelaku pelecehan seksual adalah tetangga V seperti tidak memarahi anak. berusia 73 tahun yang jarak rumahnya sekitar 500 m² dari tempat tinggal V. Proses penerimaan diri sebagai proses RS yaitu ia merasa bersalah atas pelecehan Setelah V dilecehkan secara seksual seksual yang dialami anak keduanya. Ia oleh pelaku, ia mengalami ketakutan dan berharap anak keduanya tidak memiliki tidak mau keluar dari rumah. V hanya masalah di masa depan. Ia menerima bermain dengan kakaknya. V merasa takut kondisi anaknya yang menjadi korban untuk bertemu pelaku karena pelaku masih pelecehan seksual ketika pelaku sudah berada di sekitar tempat tinggalnya. mendapatkan hukuman atas perbuatannya. Reaksi awal RS dan AF ketika mengetahui korban yang baik untuk anak-anaknya. Ia terkejut pelecehan seksual adalah terkejut, marah dan tidak menyangka anaknya menjadi kepada pelaku dan tidak menyangka. Reaksi korban pelecehan seksual. Ia langsung ini yang membuat RS dan AF berusaha memperjuangkan untuk menaikkan kasus pelecehan seksual kepolisian untuk di tindak lanjuti agar pada pelaku V anaknya ke menjadi Sedangkan AF merasa belum menjadi bapak pengadilan agar pelaku mendapatkan hukuman. kasus tersebut mendapatkan hukuman ke atas perbuatannya. Penerimaan diri RS dan AF dapat di Proses penerimaan diri yang terakhir ketahui ketika mereka melewati tiga tahapan adalah proses penerimaan diri. Dimana proses penerimaan RS sebagai konteks yaitu ia penerimaan diri yang pertama adalah diri marah dan tidak suka perbuatan pelaku yang sebagai proses. Proses penerimaan diri RS melecehkan anaknya secara seksual. RS sebagai berusaha mengurus berusaha konten yaitu anaknya ia hanya dengan membahagiakan ingin baik dan anak-anaknya. Setelah anak kedua RS menjadi korban diri sebagai memenuhi konteks. Proses kebutuhan dan keinginan anaknya. Ia terus berdoa agar anaknya dapat berhasil. Proses penerimaan AF sebagai pelecehan seksual, ia lebih berhati-hati konteks yaitu ia harus memenuhi kebutuhan dalam menjaga dan mengawasi anaknya. anaknya. Setelah ia mengetahui dampak apa Sedangkan proses penerimaan AF sebagai konten yaitu ia diri ingin yang akan terjadi pada anaknya yang mengalami pelecehan seksual, ia membahagiakan anak-anaknya dan berusaha memberikan perhatian lebih dan tidak memenuhi semua kebutuhan dan keinginan berperilaku keras kepada anaknya. Ia terus Hermayeni & Aviani, Gambaran Penerimaan Diri Orangtua Terhadap..... | 49 melihat perkembangan dan perubahan perilaku anaknya karena takut anaknya akan berdiskusi dengan istri untuk mencari solusi dari suatu masalah yang mereka miliki. memiliki masalah yang disebabkan oleh peristiwa pelecehan seksual tersebut. Ada beberapa faktor Dinamika terhadap penerimaan anak yang orangtua menjadi korban yang pelecehan seksual dapat dilihat dari proses, mempengaruhi proses penerimaan RS dan faktor dan aspek penerimaan diri individu. AF seperti adanya pemahaman tentang diri, Berdasarkan hasil penelitian diatas orangtua usaha untuk mempertahankan harapan, tidak dapat menerima kondisi anaknya yang ada tekanan yang berat dari lingkungan. menjadi korban pelecehan seksual ketika Faktor yang sangat mempengaruhi proses sudah melewati proses penerimaan diri yang penerimaan RS dan AF adalah dukungan terdiri dari diri sebagai proses di mana RS sosial dan bebas hambatan lingkungan. dan AF memahami dirinya sebagai orangtua Penerimaan diri orangtua terhadap sebelum dan sesudah peristiwa pelecehan pelecehan seksual. Proses penerimaan diri yang kedua seksual berdasarkan lima aspek yang yaitu adalah diri sebagai proses dimana RS dan penilaian positif terhadap diri sendiri dan AF mengetahui apa yang dirasakannya pada orang lain, respon atas penolakan dan masa lalu dan pada saat ini. Proses kritikan, keseimbangan antara “real self” penerimaan diri yang terakhir RS dan AF dan “ideal self”, lebih terbuka dan fleksibel mengakui apa yang mereka rasakan dari dalam menjalankan hidup, serta penerimaan berbagai perspektif dari dalam diri sehingga diri dan penerimaan orang lain. terbentuk konsep diri yang stabil untuk anak yang menjadi korban Berdasarkan lima aspek penerimaan menerima kondisi anak. diri, RS mengatakan dirinya adalah orang Pada penelitian ini, ada bebrrapa yang tertutup dan tidak mudah percaya faktor peenrimaan diri yang mempengaruhi dengan orang lain sehingga ia kesulitan penerimaan RS dan AF terhadap anak yang untuk mengontrol emosinya karena suka menjadi korban pelecehan seksual yaitu memendam dan menyelesaikan masalah adanya pemahaman diri, harapan yang pribadi sendirian tanpa bantuan orang lain. realistik, bebas dari hambatan lingkungan, Sedangkan AF adalah orang yang menerima sikap lingkungan seseorang, konsep diri kondisi dan keadaannya secara lapang dada. yang Ia tidak suka memikirkan suatu hal secara menengah berlebihan. sosial dan peran orangtua untuk menjadi Ia langsung menyelesaikan permasalahan yang di miliki. Ia juga suka stabil, orangtua kondisi kebawah, yang ekonomi adanya efektif yang dukungan bagi anak. 50 | Jurnal RAP UNP, Vol. 7, No. 1, Mei 2016, hlm. 44-54 Berdasarakan beberapa aspek penelitian diketahui penerimaan diri pada menyembunyikan kondisi anak yang pernah dilecehkan secara seksual oleh seseorang. orangtua seperti RS dan AF mengetahui Sisca & Moningka (2009) mengatakan kelebihan dan menerima kekurangannya, bahwa pelecehan seksual yang terjadi pada dapat menerima kritikan dan saran dari masa orang lain, adanya keseimbangan antara real peristiwa krusial karena membawa dampak self dalam negatif pada kehidupan korban di masa menjalankan hidup dan menerima orang dewasanya. Anak yang menjadi korban lain. pelecehan seksual berhak mendapatkan Pembahasan kesejahteraan dalam menjalani hidupnya. dan ideal self, fleksibel kanak-kanak merupakan suatu Penerimaan diri adalah suatu tingkatan Tugas dan peran orangtua sangat penting kesadaran individu tentang karakteristik untuk memenuhi tugas dan hak anak dalam pribadinya dan mempunyai kemauan untuk memberikan kesejahteraan anak (Huraerah hidup dengan keadaan tersebut, hal ini 2006). memiliki Supratiknya (1995) mengatakan orang sehingga yang menerima diri biasanya lebih bisa menerima kelebihan dan kelemahannya menerima orang lain. Apabila orang tua (Hurlock, 2006). Menurut Davies (2008) memiliki sikap penerimaan diri yang baik penerimaan diri berarti menerima diri tanpa secara langsung akan berdampak pada syarat seseorang penerimaan orang tua tersebut terhadap kompeten atau berperilaku dengan benar anaknya yang memiliki kondisi normal dan maupun tidak normal atau cacat. Cartwright berarti individu pengetahuan tersebut tentang terlepas apakah dari dirinya apakah orang lain cenderung menyatakan persetujuan atau hormat pada (Calvin dirinya. penelitiannya Berdasarkan terlihat hasil gambaran penerimaan orangtua mempengaruhi kondisi anak pelecehan dan menerima yang menajdi diri penerimaan korban diri pada orang lain. RS diri menurut Maslow (Feist & Feist, 2009) anaknya yang mengatakan individu menerima diri pelecehan apa adanya tanpa bersikap defensif, berpura- sendiri bersalah dan menambahkan, mengakibatkan bertambahnya penerimaan pura, rumah dalam bertambahnya penerimaan diri sendiri akan seksual dengan mengasuh, mendidik anak di juga 1993) Berdasarkan pengertian penerimaan seksual. kondisi Gardner, menjadi yang korban AF penelitan, & tidak dan tidak yang mempunyai perasaan menghancurkan diri, mempunyai selera yang baik terhadap Hermayeni & Aviani, Gambaran Penerimaan Diri Orangtua Terhadap..... | 51 makanan, tidur dan seks, serta tidak diri terbebani oleh kecemasan dan rasa malu yang yang berlebihan. memanfaatkan RS menerima kondisi dirinya sebagai seorang ibu dan seorang istri yang tidak sendiri dengan kekangan-kekangan berlebih-lebihan atau sifat-sifat tidak yang luar biasa, dan menyatakan perasaannya dengan wajar. memiliki pekerjaan dan hanya mengurus Sedangkan AF memiliki kepercayaan anak dirumah. Ia mengharuskan anak untuk atas menyelesaikan bermain, menghadapi hidupnya, tidak menganggap menyuruh anak untuk bermain di sekitar dirinya sebagai orang hebat atau aneh dan rumah, tidak pergi keluar atau bermain tidak mengharapkan bahwa orang lain sendirian dan menemani anak jika anak mengucilkannya, tidak malu-malu atau serba dicela orang lain, tugas sebelum ingin bermain di tempat yang jauh dari rumah. takut untuk dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya, Sedangkan AF adalah orang yang menerima kondisi dirinya tanpa berpurapura menjadi orang lain dan tidak ada rasa bersalah yang menghancurkan diri. Ia menerima dirinya sebagai ayah yang mempunyai tiga orang anak dan ia merasa mengikuti standar pola hidupnya sendiri dan tidak ikut-ikutan, tidak menganiaya diri sendiri dengan kekangan-kekangan yang berlebih-lebihan, berkarir, ia masih berusaha meningkatkan karirnya dengan berencana membuka suatu usaha agar dapat membantu perekonomian Berdasarkan Berdasarkan hasil penelitian, RS dan AF memiliki beberapa ciri-ciri yang dikemukakan oleh Sheerer (dalam Sutadipura, 1984). RS menyadari atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya, tidak menganggap dirinya sebagai hebat mengharapkan mengucilkannya, aspek atau aneh bahwa dan tidak orang lain mempertanggung jawabkan perbuatannya, tidak menganiaya menyatakan proses, penerimaan diri faktor di atas dan dapat di ketahui penerimaan setiap individu itu berbeda-beda. RS dan AF sudah bisa menerima keluarganya. dan perasaannya dengan wajar. puas telah menjadi orangtua. Tetapi dalam orang kemampuannya mengalami kondisi anak pelecehan mereka seksual yang karena anaknya V tidak mengalami perubahan perilaku dan tidak ada dampak yang berbahaya dari peristiwa pelecehan seksual tersebut. Akan tetapi AF masih mengalami ketakutan akan masa depan anaknya pelecehan karena ia seksual khawatir dampak muncul setelah anak tersebut dewasa atau memahami peristiwa tersebut. 52 | Jurnal RAP UNP, Vol. 7, No. 1, Mei 2016, hlm. 44-54 SIMPULAN DAN SARAN pelecehan sesksual tersebut. RS dan AF Simpulan memeberikan perhatian lebih dan lebih Kesimpulan yang didapat dari penelitian adalah sebagai berikut: berhati-hati dalam mengawasi anak seperti mengantar dan menjemput anak sekolah, menemani anak bermain, dan 1. Reaksi awal orangtua V ketika memberikan aktivitas rutin kepada anak. mengetahui peristiwa pelecehan seksual 4. Dukungan sosial dan bantuan yang yang dialami V adalah bingung, terkejut diberikan adik AF dan T (pihak dan tidak menyangka dengan perbuatan yayasan) untuk menyeleaikan kasus pelaku yang terjadi di bulan ramadhan. pelecehan sekual anaknya di pengadilan 2. Proeses penerimaan RS dan AF sebagai dapat mempengaruhi proes penerimaan orangtua V yang menegetahui V menjadi dan korban pelecehan sekual adalah merasa kondisi anaknya. T juga memberikan marah dan tidak suka dengan perbuatan penyuluhan pelaku. Orangtau beruaha menaikkan seksual kaus pelecehan seksual ke pengadilan rumah RS dan AF agar tidak ada agar pelaku mendapatkan hukuman. masyarakat yang mengucilkan atau Orangtua V mencari informai mengenai mengungkit masalah pelecehan seksual dampak pelecehan seksual bagi anak dan tersebut. memberikan perhatian lebih kepada V dan lebih mewaspadai penerimana orangtua terhadap mengenai kepada pelecehan masyarakat sekitar 5. RS dan AF sudah bisa menerima lingkungan kondisi anak mereka yang mengalami bermain V. RS dan AF siap bertanggung pelecehan seksual karena anaknya V jawab dengan segala kondisi yang tidak mengalami perubahan perilaku dialami V setelah peristiwa pelecehan dan tidak ada dampak yang berbahaya seksual terebut. dari 3. Penerimaan orangtua anak yang menjadi korban pelecehan seksual peristiwa tersebut. Akan pelecehan tetapi AF seksual masih dapat mengalami ketakutan akan masa depan mempengaruhi proses pemulihan dan anaknya karena ia khawatir dampak perkembangan anak dalam mengahadapi pelecehan seksual muncul setelah anak kondisi hidupnya. RS dan AF sudah tersebut menerima kondisi V yang menjadi peristiwa tersebut. korban pelecehan seksual karena kondisi V yang tidak memiliki masalah dan tidak ingin mengingat peristiwa dewasa atau memahami Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka disampaikan beberapa saran sebagai berikut: Hermayeni & Aviani, Gambaran Penerimaan Diri Orangtua Terhadap..... | 53 yang Proses penerimaan diri, faktor-faktor memberikan perhatian lebih kepada mempengaruhi anak, dan aspek yang mengasuh, menjaga menunjang kepercayan diri dapat menjadi membimbing anak acuan dirumah serta mengawasi perilaku anak setiap orang untuk menerima dirinya secara utuh. Dukungan dan bantuan orang lain untuk menyelesaikan kasus secara dan langsung setelah mengalami pelecehan seksual. 2. Orangtua harus terus mengawasi dan pelecehan seksual sangat mempengaruhi mewaspadai lingkungan sekolah dan penerimaan orangtua terhadap kondisi anak bermain yang menjadi korban pelecehan seksual. pelecehan seksual yang dilakuakn oleh 1. orang terdekat maupun orang asing. Bagi orangtua yang memiliki anak korban pelecehan seksual agar terhindar dari harus DAFTAR RUJUKAN Briere, J., & Elliott, D. M. (1997). Psychological assessment of interpersonal victimization effects in adults and children. Psychotherapy: Theory, Research & Practice, 34, 353364. Calhoun J.F & Acocella J.R. (1995). Psikologi tentang penyesuaian dan hubungan kemanusiaan. Edisi ketiga. Terjemahan oleh Prof Dr.NY.R.S Satmoko. Semarang: IKIP Semarang Press. Calvin, S. H, & Gardner, L. (1993). Psikologi kepribadian 2 teori-teori holistik. Yogyakarta: Konisious. Davies, M. F. (2008). Irrational beliefs and unconditional self-acceptance, the relative importance of different types of irrational belief. Journal of RationalEmotive & Cognitive-Behavior Therapy, 26 (2). Effendi, M. (2008). psikopedagogik anak Jakarta: Bumi Aksara. anak Pengantar berkelainan. Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Teori kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika. Feldman, R.S. (2012). Pengantar psikologi understanding psychology. Jakarta: Salemba Humanika. Flett, G. L, et al. (2003). Dimensions of perfectionism, unconditional selfacceptance, and depression. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy. 21 (2), 119-138. Fuadi, M. A. (2011). Dinamika psikologis kekerasan seksual studi fenomenologi psikoislamika, Jurnal Psikologi Islam (JPI), 8 (2). Gunawan, I. (2014). Metode penelitian kualitatif teori & praktik. Jakarta: Bumi Aksara. Hurlock, E. B. (2006). Personality development. New Delhi: Tata mcgrow Hill Publishing Company, Ltd. Huraerah, A. (2006). Kekerasan terhadap anak. Bandung: Penerbit Nuansa. Kerig, 3. Patricia K & Wenar, Charles. (2006). Develpmental psychopathology from infacy through adolescence. Maidenhead, UK: Mc Graw Hill. 54 | Jurnal RAP UNP, Vol. 7, No. 1, Mei 2016, hlm. 44-54 Kendall-Tacket, K. A., Williams, L. M., & Finkelhor, D. (1993). Impact of sexual abuse on children: areview and synthesis of recent empirical studies. Psychological Bulletin, 113, 164-180. 4. Lynn, S. J. (2010). Healthcare system, long beach.state university of new york at binghamton. Imagination, cognition and personality. Journal of Acceptance: An Historical And Conceptual, 30 (1). Gambaran Mardian, Debi. (2013). penerimaan diri orang tua yang memiliki anak cerebral palsy. Program Studi Psikologi Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang Moleong, L. J. (2005). Metodologi peneltian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. O'Kelly, M. (2013). Self-acceptance in women. In m. E. Bernard, the strength o self acceptance. New York: Springer Heidelberg Dordrecht London. Poerwandari, K. (2009). Pendekatan untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: LPSP3 UI. Sisca, H., & Moningka, C. (2009). Resiliensi perempuan dewasa muda yang pernah mengalami kekerasan seksual di masa kanak-kanak. Jurnal Proceedin PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil),3. Sutadipura, B. (1984). Kompetensi guru dan kesehatan mental. Bandung: Angkasa. Supraktiknya, A. (1995) Komunikasi antar pribadi. Yogyakarta: Kanisius. Tishelman, A.C. (2010). The clinical– forensic dichotomy in sexual abuse evaluations: moving toward an integrative model. Journal Of Child Sexual Abuse, 19, 590–608. Wardhani, Y.F & Lestari, W. (2007). Gangguan stres pasca trauma pada korban pelecehan seksual dan perkosaan. Surabaya: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistim dan Kebijakan Kesehatan.