BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada penelitian ini, maka selanjutnya dapat disimpulkan bahwa: Penentuan harga pokok produksi tasdari 2 pengrajin Manding yang di hitung menggunakan sistem activity based costing dan sistem tradisional. Harga pokok produksi tas pada UKM Adi dengan sistem tradisionalsebesar Rp 7.789.853 sedangkan dengan perhitungan activity based costing harga pokok produksi adalah sebesar Rp 10.679.533,9 per 100 unit yang diproduksi, hal ini menimbulkan selisih harga Rp 2.889.680,9. Untuk harga pokok produksi tas pada UKM Roosman dengan sistem tradisional sebesar Rp 17.176.001,4 sedangkan dengan perhitungan activity based costingharga pokok produksi adalah sebesar Rp 12.888.898per 200 unit yang diproduksi, hal ini menimbulkan selisih harga Rp5.103.260,8. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa perhitungan harga pokok produksi sistem tradisional harga lebih kecil daripada perhitungan dengan sistem activity based costing (undervalue). Perbedaan yang terjadi antara harga pokok sistem tradisional dan activity based costing disebabkan karena pembebanan overhead pada activity based costing disesuaikan dengan aktivitas-aktivitas dalam pembuatan tas. Penentuan harga pokok produksi dompet dari 2 pengrajin Manding yang di hitung menggunakan sistem activity based costing dan sistem 68 69 tradisional. Harga pokok produksi dompet pada UKM Adi dengan sistem tradisional sebesar Rp 7.124.614 sedangkan dengan perhitungan activity based costing harga pokok produksi adalah sebesar Rp 9.004.695,1 per 200 unit yang diproduksi, hal ini menimbulkan selisih harga Rp1.880.081,1.Untuk harga pokok produksi tas pada UKM Roosman dengan sistem tradisional sebesar Rp 7.289.334 sedangkan dengan perhitungan activity based costing harga pokok produksi adalah sebesar Rp 9.623.255,92 per 200 unit yang diproduksi, hal ini menimbulkan selisih harga Rp 2.333.921,92. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa perhitungan harga pokok produksi sistem tradisional harga lebih kecil daripada perhitungan dengan sistem activity based costing (undervalue). Perbedaan yang terjadi antara harga pokok sistem tradisional dan activity based costing disebabkan karena pembebanan overhead pada activity based costing disesuaikan dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam pembuatan dompet. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penentuan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem tradisional lebih efisien karena dengan sistem tradisional harga pokok produksi diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan sistem activity based costing. Jadi, sistem activity based costingtidak cocok untuk diterapkan di UKM Kerajinan Kulit Manding. 70 B. Implikasi Pada sistem tradisional biaya overhead produk hanya dibebankan pada satu cost driver saja. Sedangkan pada sistem activity based costing, biaya overhead pada masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver sesuai aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam pembuatan tas dan dompet. Sehingga dalam sistem activity based costing mampu mengalokasikan biaya aktivitas ke setiap produk lebih akurat berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa hasil perhitungan harga pokok produksi dengan sistem activity based costing lebih mahal dibandingkan dengan sistem tradisional. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sistem activity based costing tidak efisien untuk di terapkan pada UKM kerajinan kulit. C. Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian hanya dilakukan di 1 RT pada dusun Manding. 2. Jangka waktu pada penelitian ini hanya 1 bulan pada tahun 2016, hal ini menyebabkan kurangnya penggambaran kinerja perusaahaan untuk jangka panjang. 71 D. Saran Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian di atas maka peneliti menyarankan sebagai berikut: 1. Bagi pemilik Usaha Kerajinan Kulit Manding Hasil penelitian penentuan harga pokok produksi berdasarkan sistem tersebut dapat dijadikan masukan bagi Usaha Kerajinan Kulit Manding dengan menggunakan formulasi biaya pada masing -masing produk (tas dan dompet). Formulasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan anggaran biaya produksi untuk kegiatan produksi selanjutnya dan menentukan harga pokok produksi yang lebih akurat terutama dalam menghadapi persaingan harga jual sehingga tidak terjadi lagi distorsi atau kesalahan perhitungan yang menyebabkan salahnya penentuan harga pokok produksi yang tentunya akan mempengaruhi laba yang sebenarnya. 2. Bagi Peneliti yang Akan Melakukan Penelitian Sejenis Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis diharapkan dapat menambahkan metode lain dalam perhitungan harga pokok produksi sehingga diperoleh lebih banyak alternatif mendapatkan harga pokok produksi yang terakurat dan efisien. untuk DAFTAR PUSTAKA Amijoyo, M.Ali Sastro. 2007. Penerapan Activity Based Costing Sebagai Alat Ukur Efektivitas dan Efisiensi Kinerja Produksi Pada PT. Industri Sandang Nusantara (Persero) Unit Patun Makateks. Skripsi-S1. Makassar.Universitas Hasanuddin. Armanto, Witjaksono.2006.Akuntansi Biaya.Cetakan Pertama.Yogyakarta: Graha Ilmu. Blocher, Edward J., Chen Kung H. Lin, Thomas W.2000. Manajemen Biaya. Dengan Tekanan strategik. Jakarta: Salemba Empat Budiawan, Rakhmat.2011. Activity Based Costing Sebagai Alat Pengendalian Manajemen Pada Hotel Taman Marannu Makassar. Skripsi-S1. Makassar. Universitas Hasanuddin. Garrison, Ray H, Noreen, Eric W, dan Brewer, Peter. 2006. Managerial Accounting; Akuntansi Manajerial, buku 1, edisi kesebelas, Salemba Empat. Hansen, Don R., Mowen, Maryanne M. 2006. Management Accounting.Akuntansi Manajemen, buku 1, edisi ketujuh, Salemba Empat. Haryadi ,Bambang.2002.Akuntansi Manajemen.Yogyakarta:BPFE Mulyadi.2007. Activity Based Costing System. UPP STIM YKPN Yogyakarta. ----------.2009. Akuntansi Manajerial. Yogyakarta.Aditya Medika Qona’ah, Intan. 2012. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Sistem Activity based Costing Pada Pabrik Krupuk “Langgeng” Gunung Pati. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang Setyaningrum, Ayu Diah.2013.Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Batik Blora Berdasarkan Sistem Activity Based Costing.Skripsi-S1.Semarang. Simamora, Henry. 1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. Slamet, Achmad. 2007. Penganggaran, Perencanaan dan Pengendalian Usaha. Semarang: UNNES PRESS. Sumarsan, Thomas. 2010. Sistem Pengendalian Manajemen. Jakarta. Indeks. 72 73 Supriyadi. 2009. Penerapan Activity-Based Costing System untuk Menentukan Harga Pokok Produk (Studi Kasus pada CV. Berkat Abadi Yogyakarta). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. UU No. 20 tahun 2008. UU No. 9 tahun 1999. 74 Kepada Yth. Pemilik Kerajinan Kulit di Manding Dengan Hormat, Sehubungan dengan kegiatan penelitian yang saya lakukan di UKM Kerajinan bambu di Dusun Manding, Kelurahan Sabdodadi, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, maka saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : M. Irene Zepri Sisteria NPM : 12133100041 PTS : Universitas PGRI Yogyakarta Judul : Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Menggunakan Activity Based Costing System Dengan ini saya mengharapkan kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Atas segala perhatian dan kerja samanya saya ucapkan banyak terima kasih. Hormat Saya, M. Irene Zepri Sisteria 75 DAFTAR PERTANYAAN Petunjuk Pengisian Bapak/ Ibu dapat mengisi titik-titik yang telah disediakan. A. Pertanyaan umum 1. Nama Usaha : ...................................... 2. Nama Pemilik : ...................................... 3. Jumlah Karyawan : ...................................... 4. Jenis Kerajinan : ...................................... 5. Jam Kerja : ...................................... B. Pertanyaan khusus Daftar pertanyaan wawancara kepada pemilik kerajinan kulit : 1. 2. 3. 4. Berapa besar total biaya bahan baku yang dikeluarkan perusahaan setiap bulannya? .......................................................................................................................... .......... .......................................................................................................................... .......... Berapa besar biaya pembelian bahan penolong yang dikeluarkan setiap bulannya? .......................................................................................................................... .......... .......................................................................................................................... .......... Berapa besar biaya transportasi bahan penolong yang dikeluarkan setiap bulannya? .......................................................................................................................... .......... .......................................................................................................................... .......... Berapa besar biaya tenaga kerja (BTK) yang dikeluarkan kerajinan kulit setiap bulannya sesuai dengan bagiannya masing-masing? .......................................................................................................................... .......... .......................................................................................................................... .......... 76 5. Berapa besar upah untuk membayar tenaga kerja dalam pembuatan kerajinan kulit? .......................................................................................................................... .......... .......................................................................................................................... .......... 6. Berapa jumlah orang yang diperkerjakan dalam membuat produk ? .......................................................................................................................... .......... .......................................................................................................................... .......... 7. Berapa besar biaya operasional untuk aktivitas pembuatan pola ? .......................................................................................................................... .......... .......................................................................................................................... .......... 8. Berapa besar biaya operasional untuk aktivitas memotong ? .......................................................................................................................... .......... .......................................................................................................................... .......... 9. Berapa besar biaya operasional untuk aktivitas menjahit ? .......................................................................................................................... .......... .......................................................................................................................... .......... 10. Berapa besar biaya operasional untuk aktivitas finishing ? .......................................................................................................................... .......... .......................................................................................................................... .......... 11. Berapa besar biaya operasional untuk aktivitas pengemasan ? .......................................................................................................................... .......... .......................................................................................................................... .......... 77 78 79 80 81