Universa Medicina Vol.24 No.2 Model pendekatan bio-psiko-sosial pada masa pensiun Nugroho Abikusno InResAge, Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti, Jakarta ABSTRAK Dalam waktu dekat, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia akan berlipat ganda dalam 20 tahun mendatang dan akan menyamai atau bahkan melebihi jumlah penduduk balita dalam 10 tahun mendatang. Pada saat ini, 8 di antara 23 propinsi di Indonesia mempunyai penduduk berstruktur tua. Kajian ini membahas suatu model bio-psiko-sosial pada masa pensiun dengan menekankan pada konsep kelanjutusiaan, perilaku hidup sehat, dan menu masyarakat segala usia. Kelanjutusiaan merupakan suatu proses alamiah dan diawali dengan konsepsi seorang individu dalam rahim dan diakhiri oleh peristiwa kematian, baik secara alamiah maupun karena proses penyakit. Derajad kelanjutusiaan ditandai penampilan fisik seseorang (biological ageing) dan tidak perlu sesuai dengan usia kronologis orang tersebut. Hasil studi menunjukkan bahwa aspek bio-psiko-sosial pada masa pensiun berhubungan dengan perubahan psikososial, keuntungan dan kerugian, perbedaan gender, depresi, transisi, adaptasi, gejala pasca kekuasaan, dan harga diri lanjut usia di masa mendatang. Kata kunci: Model, bio-psiko-sosial, pensiun Bio-psycho-social approach model in retirement ABSTRACT In the near future, the number of the older population in Indonesia will double in the next twenty years and will be the same or slightly more than the number of under five years children population in the next ten years. Presently, 8 of the 23 provinces in Indonesia have an aged structured population. This article will discuss the bio-psycho-social model of retirement with emphasis on the concept of ageing, healthy lifestyle behavior, concept of towards a society for ages, and bio-psycho-social model of retirement. Ageing is a natural process and it begins since an individual’s conception in the womb and ends at death, naturally or due to disease. The degree of ageing is physically shown by one’s physical appearance (biological ageing) and it is not necessarily similar to the chronological age. The bio-psycho-social aspects of retirement based on studies have been related to psychosocial changes, advantage and disadvantages, gender differences, depression, transition, adaptation, post power syndrome, and older person self esteem. Keywords: Model, bio-psycho-social, retirement 103 Abikusno PENDAHULUAN Dalam waktu 15 tahun mendatang, jumlah penduduk lanjut usia (60 tahun ke atas) menjadi dua kali jumlah saat ini yakni dari 18 juta jiwa tahun 2005 menjadi hampir 30 juta jiwa tahun 2020. Dan dalam waktu 10 tahun mendatang, jumlah penduduk lanjut usia akan menyamai atau bahkan kemungkinan besar melebihi jumlah penduduk balita. Umur harapan hidup manusia Indonesia akan meningkat dari 68 tahun (2004) menjadi 71 tahun (2020), di mana perempuan lanjut usia akan berusia di atas ratarata dibandingkan lanjut usia laki-laki. (1) Pada saat ini terdapat 8 propinsi di Indonesia dengan penduduk berstruktur tua (aged structured) dengan proporsi penduduk berusia 60 tahun keatas lebih dari 7%. Kedelapan propinsi tersebut adalah DI Yogyakarta (12,48%), Jawa Timur (9,36%), Jawa Tengah (9,26%), Bali (8,77%), Sumatera Barat (8,08%), Sulawesi Utara (7,64%), Jawa Barat (7,09%), dan Sulawesi Selatan (6,98%). (2) Seperti permasalahan yang dijumpai pada kelompok lanjut usia sebelumnya yang mempunyai ciri khas sesuai taraf pertumbuhan dan perkembangannya, masalah yang dialami oleh usia menengah adalah berpusat pada segala hal yang berhubungan dengan masa pensiun. Dalam perjalanan karir seseorang, masa pensiun tidak jarang berakibat buruk bukan hanya kepada orang bersangkutan, tetapi dapat juga berdampak terhadap keseimbangan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, tindakan preventif harus dilakukan pada masa tersebut terutama dalam menangani gejala pasca kekuasaan (post power syndrome) yang tidak jarang dialami individu-individu tersebut. Pemahaman terhadap gejala tersebut sebaiknya dilatarbelakangi oleh pemahaman terhadap berbagai aspek bio-psiko-sosial pensiun dalam siklus kehidupan seseorang. 104 Bio-psiko-sosial masa pensiun Tujuan dari artikel ini adalah untuk membahas mengenai suatu model bio-psikososial pensiun dalam siklus kehidupan yang ditinjau dari aspek-aspek kelanjutusiaan (ageing), pola hidup sehat, konsep menuju masyarakat segala usia, bio-psiko-sosial pensiun, serta pengembangan kebijakan dan strategi pensiun. KELANJUTUSIAAN (AGEING) Kelanjutusiaan adalah proses alamiah yang dimulai sejak terjadi pembuahan pada masa janin. Seseorang dilahirkan dan menjalani siklus kehidupan manusia yakni sebagai bayi, anak, remaja, dewasa muda, usia menengah, masa lanjut usia sampai orang tersebut meninggal secara normal atau pun karena suatu penyakit. Pada usia dewasa seseorang akan menikah dan untuk perempuan akan hamil, menyusui, dan membesarkan anak. Di tingkat genetik, telah menjadi jelas bahwa terdapat empat proses fisiologis yang berperan dalam kelanjutusiaan yakni i) kontrol metabolik, ii) pengendalian stress, disregulasi genetik dan iii) stabilitas genetik. Kedua fase pertama yakni kontrol metabolik dan pengendalian stress telah dibuktikan berhubungan dengan kelanjutusiaan pada jamur, cacing dan lalat buah, pengurangan kalori yang menunda penuaan dan meningkatkan masa hidup tikus. Berbagai homolog pada manusia yang berhubungan dengan gen kelanjutusiaan yang ditemukan dalam model organisme tersebut telah berhasil ditemukan. (3) Derajat kelanjutusiaan seseorang merupakan gambaran keadaan kesehatan, gizi, psikososial individu tersebut (biological age)(4,5) yang bukan hanya ditandai oleh usianya semata-mata (chronological age), tetapi lebih penting lagi penampilan dan kemampuan fisik Universa Medicina dan psikologis orang tersebut yang telah dicapai melalui pola hidup sehat (healthy life style behavior) sejak masa mudanya. Vol.24 No.2 4. POLA HIDUP SEHAT Pola hidup sehat sebaiknya diterapkan sejak usia dini tentunya disesuaikan dengan taraf pertumbuhan dan perkembangan orang tersebut. Untuk orang dewasa terutama usia menengah, pola hidup sehat harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pandangan hidup yang selalu optimis walaupun menghadapi berbagai cobaan hidup seperti perceraian, ditinggal mati oleh pasangan atau anak yang dicintai (bereavement), pemutusan kerja, bisnis yang gagal, dan lain-lain. Latihan dengan menggunakan pernafasan dalam seperti meditasi, tai chi (6) maupun orhiba dapat membantu menenangkan pikiran (stress) dan mempertahankan sikap positif tersebut. 2. Makan makanan sehat dan seimbang dengan mengurangi sumber karbohidrat, gula pasir, dan lemak hewani, serta lebih memperbanyak asupan zat gizi kaya pembangun dan pengatur seperti tempe, tahu, ikan, daging ayam, di samping sayuran hijau daun dan buah-buahan berkulit serta berdaging kuning kemerahan sebanyak 4-5 kali sehari. Minum cukup cairan terutama air sebanyak 5-7 gelas sehari. (7) 3. Bergerak badan secara teratur setiap hari seperti berjalan kaki dipagi hari selama 15-20 menit. Di samping itu mengangkat beban ringan (seperti botol kosong) setiap dua hari sekali untuk mengembangkan massa otot. Kedua hal ini bermanfaat meningkatkan kadar lemak yang baik (HDL) dan mengefektifkan metabolisme gula darah. (8-11) 5. 6. 7. 8. 9. Cukup tidur selama 5-7 jam sehari terutama malam hari secara terus-menerus untuk memberikan tubuh waktu untuk istirahat dan secara efektif mengeluarkan zat sisa dari darah yang dikeluarkan melalui tinja dan urin setiap pagi hari. Berhenti merokok, mengurangi minuman beralkohol, kopi, makanan kaleng terutama yang mengandung non-nutrien yang berfungsi sebagai pewarna dan dan obat-obatan p e n g a w e t , (12) (polifarmasi). Introspeksi diri dengan meningkatkan kualitas moral, spiritual dan keagamaan. Mengasah otak dengan cara membaca, menulis, menggambar, permainan serta belajar pengetahuan dan ketrampilan baru. Mengembangkan hobi dan kewirausahaan yang menjadi landasan untuk mengembangkan karir kedua (second career building) menjelang dan setelah pensiun. Secara rutin mengikuti pertemuan baik formal atau informal dengan teman sebaya di masa sekolah dan perguruan tinggi dulu, berdialog dengan generasi muda tentang falsafah hidup dan kearifan, dan menurunkan pengetahuan dan ketrampilan pada anak-cucu di lingkungan keluarga. MENUJU MASYARAKAT SEGALA USIA Menuju masyarakat segala usia (towards a society for all ages) merupakan pandangan hidup bahwa kelanjutusiaan merupakan proses yang alamiah, dialami oleh setiap orang, dan tidak perlu ditakuti tetapi harus disambut dengan gembira dan disyukuri bahwa manusia dapat mencapai umur harapan hidup secara maksimal, manusia mempunyai potensi untuk hidup selama 140 tahun. Namun apapun usianya harus hidup dengan berkualitas, sehat, aktif dan mandiri. 105 Abikusno Bio-psiko-sosial masa pensiun Konsep tersebut harus disosialisasikan atau disebarluaskan sejak dini baik secara formal maupun informal. Bagi lanjut usia, konsep tersebut memungkinkan kemandirian untuk setiap individu sesuai dengan keiinginan dan kemampuannya. (13) Diharapkan bahwa lanjut usia dapat mengalami sisa kehidupannya di tempat tinggalnya semula (ageing at place) dan sedapat mungkin tidak dalam lingkungan panti, serta dikelilingi oleh lingkungan yang santun d a n r a m a h l a n j u t u s i a (e n a b l i n g e n v i ro n m e n t ) . ( 1 4 ) L i n g k u n g a n t e r s e b u t memberikan kemudahan bagi lanjut usia untuk menerima pengasuhan di rumah, melakukan sosialisasi terutama dengan teman sebayanya, menggunakan transportasi umum yang ramah lanjut usia, akses dan kemudahan pada sarana/ prasarana publik, akses ke pelayanan kesehatan melalui klinik maupun rumah sakit geriatrik, di samping rumah lanjut usia bila dibutuhkan pengasuhan yang lebih intensif (palliative care). ASPEK BIO-PSIKO-SOSIAL PENSIUN Penetapan usia pensiun sangat tergantung kepada kebijakan masing-masing negara yang berdasarkan umur harapan hidup. Pada usia menengah ke atas dikenal pembagian kelompok seperti pada Tabel 1. (15) Tabel 1. Kelompok usia menengah ke atas berikut rentang usianya Kelompok Usia (tahun) Menengah Pra lanjut usia Lanjut usia muda Lanjut usia tua Lanjut usia sangat tua Seabad (centenarian) 45 – 54 55 – 64 65 – 74 75 ke atas 85 ke atas 100 ke atas 106 Untuk Indonesia, usia pensiun menurut undang-undang adalah 55 tahun dengan kisaran antara 45-65 tahun tergantung pekerjaan seseorang. Bila orang tersebut prajurit atau pekerja lapangan lainnya, usia pensiunnya lebih muda dibandingkan seorang dosen atau guru besar yang usia pensiunnya lebih dari 65 tahun. P r o f e s i t e r a k h i r i n i t e rg a n t u n g k e p a d a kesediaan dan kemampuan orang tersebut untuk bekerja secara aktif tentunya dengan penyesuaian di bidang penggajian maupun fasilitas yang diperoleh sebelum pensiun. Berbagai tinjauan ilmiah tentang aspek bio-psiko-sosial pensiun berdasarkan penelitian telah banyak dilakukan terutama di negara maju yang umur harapan hidup rata-rata di atas 75 tahun. Namun jarang dilakukan di negara berkembang karena masih rendahnya umur harapan hidup yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara-negara tersebut seperti di negara-negara Afrika yang endemik HIV di mana umur harapan hidup adalah di bawah 50 tahun. Namun masa pensiun dialami oleh sebagian masyarakat di negara berkembang dan pengalaman tersebut dapat digunakan sebagai perbandingan dengan keadaan sistem pensiun yang sudah berkembang. Adapun faktor yang mempengaruhi perubahan psikososial pada pensiun telah diteliti melalui survei pada 764 karyawan suatu perusahaan di AS. Faktor-faktor tersebut terdiri dari kepuasan selama pensiun, kekuatiran menghadapi pensiun, hubungan dengan pasangan hidup dan bagaimana hasil upaya persiapan pensiun yang dilakukan seseorang. (16) Namun, pada survei tersebut umumnya responden terlihat sehat dan dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi masa pensiun di perusahaan tempat bekerja sebelumnya. Pada studi lain, ( 1 7 ) terdapat keuntungan dan kerugian pada keadaan pensiun yang dikemukakan 329 responden. Keuntungan Universa Medicina pensiun adalah orang mempunyai lebih banyak waktu luang, sedangkan kerugian pensiun adalah menurunnya penghasilan dan status sosial dalam masyarakat. Sedangkan rasa sehat (wellbeing) seseorang secara keseluruhan tidak terpengaruh pada waktu pensiun. Studi lain menunjukkan adanya perbedaan gender pada keadaan pensiun. (18) Laki-laki melaporkan menurunnya partisipasi sosial, sedangkan perempuan gejala psikologis negatif. Baik lakilaki dan perempuan (n=3630) melaporkan kehilangan orientasi pekerjaan, dan memerlukan penyesuaian lebih lama pada waktu pensiun. Studi depresi pada pensiun telah dilakukan pada 952 perempuan usia 50-59 tahun melalui data longitudinal yang diperoleh dari wawancara hasil Studi Kesehatan dan Pensiun tahun 1992 dan 2000. (19) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi pada perempuan yang pensiun adalah i) status sebagai janda (kehilangan suami), ii) perubahan status sebagai pengasuh untuk orang tua dalam keluarga dan iii) persepsi diri tentang menurunnya status kesehatan yang secara signifikan meningkatkan gejala depresi. Studi longitudinal pada 458 pasangan (usia 50-72 tahun) menunjukkan bahwa masa transisi pada pensiun dipengaruhi oleh 1) gender, 2) derajat rasa sehat sebelum pensiun, 3) keadaan pasangan hidup sebelum pensiun, 4) perubahan dalam pengendalian diri terhadap berbagai masalah yang dihadapi, 5) kualitas perkawinan sebelum pensiun, 6) rasa sehat pada saat pensiun, dan 7) kecukupan penghasilan terutama tabungan sebelum p e n s i u n . (20) M e l a l u i w a w a n c a r a p r i b a d i , penyesuaian pensiun pada laki-laki (n=56) dianggap sebagai 1) masa yang penuh ketidaskpastian (krisis), 2) masa penuh harapan untuk suatu perubahan, 3) suatu kelanjutan dari siklus kehidupannya semata-mata, dan 4) suatu Vol.24 No.2 masa transisi perkembangan karir seseorang.(15) Atchley (1975) (21) menerangkan suatu model penyesuaian diri dan dapat digunakan untuk menerangkan gejala pasca kekuasaan (post power syndrome) yang dialami seseorang, yakni 1) peluang untuk mencapai pekerjaan atau jabatan tertinggi, namun jabatan tersebut tidak tercapai karena seseorang harus pensiun, 2) substitusi terhadap pekerjaan tersebut harus dicari, namun upaya tersebut tidak berhasil, 3) orang mencari berbagai kesibukan lain sehingga terjadi konsolidasi terhadap dorongan yang tak tercapai tersebut, 4) orang terbatas pada kesibukan tertentu, maka peran alternatif tersebut harus dijalani, 5) apabila peran tersebut berhasil dijalani, pekerjaan baru tersebut dianggap berhasil, tetapi 6) apabila peran tersebut tak berhasil dijalani, orang tersebut mengundurkan diri dari pekerjaan baru tersebut. Faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian pensiun pada laki-laki (n=117) telah dinilai dari aspek waktu yakni jangka pendek dan jangka panjang. Faktor jangka pendek yang mempengaruhi penyesuaian pensiun adalah 1) rasa sehat seseorang, 2) kesehatan fisik seseorang, 3) penghasilan menjelang pensiun, dan 4) kesukarelaan orang tersebut untuk pensiun atas inisiatif sendiri, sedangkan faktor jangka panjang yang mempengaruhi penyesuaian pensiun adalah pengendalian diri selama pensiun, dan kepuasan beraktivitas selama pensiun. (22) Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian pensiun sekelompok pekerja yang diikuti selama 2 tahun pertama pensiun yang telah dibagi menjadi dua masa; pre dan post pensiun. (23) Faktor pre pensiun adalah harga diri, makna pertemanan dengan sesama pekerja, dan pemenuhan persyaratan pensiun. Hal-hal tersebut diperkuat oleh adanya rencana untuk pensiun dan tindakan pensiun 107 Abikusno dilakukan atas inisiatif sendiri. Faktor post pensiun adalahderajat penurunan kesehatan sejak pensiun, dan efek gender, namun hal tersebut terbatas. Dalam penelitian lain, (24) faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang pada masa pensiun adalah 1) harga diri orang tersebut tetap dapat dipertahankan pada waktu menjalani pensiun, 2) peran pekerjaan yang dilakukan sebelum pensiun, dan makna perkerjaan tersebut bagi kehidupannya, 3) komitmen orang tersebut terhadap pasangan hidup pada waktu pensiun, dan 4) harga diri orang tersebut sebelum pensiun. M O D E L P E N D E K ATA N B I O - P S I K O SOSIAL MASA PENSIUN Model pendekatan bio-psiko-sosial masa pensiun yang diuraikan di atas dapat digunakan untuk mengembangkan kebijakan tentang pensiun dengan memperhatikan halhal sebagai berikut: i) landasan hukum yang memungkinkan seseorang merencanakan masa pensiun sesuai keinginan dan kemampuannya, ii) setiap organisasi baik pemerintah maupun swasta mempunyai kewajiban untuk menyiapkan masa pensiun pegawainya berupa pengembangan karir kedua setelah nanti berhenti bekerja dalam organisasi tersebut, dan iii) masa pensiun seseorang harus didasarkan atas kehendak dan kemampuan orang per orang dalam organisasi bersangkutan karena semakin lama orang tersebut bekerja, semakin lama orang itu menabung untuk masa tuanya, dan ia tidak akan membebani organisasi itu yang kelak harus membiayai pensiun pegawainya sesuai peraturan yang berlaku. Sejak lebih dari 20 tahun yang lalu terutama di negara maju dengan sistem pensiun yang telah berkembang dilakukan berbagai studi tentang efektivitas biaya pensiun. Salah satu studi pada waktu itu telah dilakukan 108 Bio-psiko-sosial masa pensiun tentang biaya yang menjadi beban populasi pekerja dalam mempertahankan pertumbuhan populasi yang pensiun. (25) Studi tersebut dilakukan pada rumah tangga di Perancis yang menemukan bahwa 34,4% dari sumber pemasukan (income) diperoleh melalui transfer pembayaran tahun 1980, meningkat 25,1% sejak tahun 1970 (kenaikan sebesar 137,05% dalam 10 tahun). Sejak 1979, pertumbuhan income rumah tangga diperoleh melalui transfer pembayaran dan bukan melalui gaji, di antaranya 42% transfer pembayaran tersebut adalah pensiun. Namun hanya 10% peningkatan tersebut disebabkan kelanjutusiaan penduduk; di mana 2 sebab utama adalah penyempurnaan sistem pensiun, dan penurunan jumlah pekerja yang pensiun. Di antara tahun 1968-1979, jumlah pekerja yang pensiun menurun dari 63,9% menjadi 43,7% untuk laki-laki, dan dari 35,3% menjadi 23,9% untuk perempuan. Dengan demikian, strategi tentang pensiun perlu memperhatikan beberapa hal yakni: 1) menyebarluaskan konsep menuju masyarakat segala usia termasuk persiapan pensiun pekerja melalui berbagai instansi dan lembaga terkait; 2) melembagakan konsep tersebut melalui perundangan baik secara nasional maupun lokal terutama bagi propinsi, kabupaten dan kota dengan struktur penduduk tua melalui pendidikan formal maupun informal seperti pengenalan konsep kelanjutusiaan terutama pada usia balita, anak sekolah, dan remaja; 3) menetapkan suatu lembaga misalnya Komisi Nasional atau Komisi Daerah (Komnas/ Komda) Lanjut Usia untuk mengawasi agar program persiapan pensiun dilaksanakan oleh semua organisasi baik pemerintah maupun swasta di semua tingkatan; dan 4) materi untuk persiapan pensiun yang diberikan oleh instansi dan lembaga. Materi tersebut mencakup halhal seperti kelanjutusiaan dan konsep menuju Universa Medicina Vol.24 No.2 masyarakat segala usia, aspek bio-psikososial pensiun dalam siklus kehidupan manusia, pengembangan karir kedua, dan kewirausahaan. Sedangkan matriks pre dan pasca faktor yang berpengaruh terhadap masa pensiun berdasarkan pembahasan penelitian terdahulu terlihat dalam Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa pada masa pre pensiun perhatian harus diberikan kepada i) derajad rasa sehat, ii) keadaan pasangan hidup, dan iii) penyesuaian khusus untuk lakilaki. Pada masa pensiun, perhatian harus ditujukan pada i) gejala pasca kekuasaan, ii) partisipasi sosial di pihak laki-laki, dan iii) faktor yang dapat mempengaruhi depresi pada p e r e m p u a n . Te r a k h i r, p a d a m a s a p a s c a pensiun keadaan kesehatan kedua gender sangat penting untuk dapat hidup sehat, produktif dan mandiri. KESIMPULAN Telah dibahas mengenai suatu model biopsiko-sosial masa pensiun dalam siklus kehidupan yang ditinjau dari aspek-aspek kelanjutusiaan (ageing), pola hidup sehat, konsep menuju masyarakat segala usia, pengembangan kebijakan dan strategi pensiun. Suatu lembaga seperti Komisi Nasional atau Komisi Daerah (Komnas/Komda) Lanjut Usia dapat mengawasi agar program persiapan pensiun dilaksanakan oleh semua organisasi baik pemerintah maupun swasta di semua tingkatan. Materi untuk persiapan pensiun mencakup hal-hal seperti kelanjutusiaan dan konsep menuju masyarakat segala usia, aspek bio-psiko-sosial pensiun dalam siklus kehidupan manusia, pengembangan karir kedua, dan kewirausahaan. Tabel 2. Faktor bio-psiko-sosial pada masa pensiun 109 Abikusno Referensi 1. Abikusno N. (Ed. English version). National plan of action for older person welfare. Jakarta: RI State Ministry of Population/ National Family Planning Coordinating Board in cooperation with UNFPA; 2000. 2. Pedoman Rencana Aksi Nasional untuk Kesejahteraan Lanjut Usia. Jakarta: DEPSOS RI – YEL – UNFPA – HelpAge International; 2003. 3. Jazwinski SM. Aging and longevity genes.Acta Biochim Pol. 2000; 47: 269-79. 4. Hayflick L. How and why we age. Exp Gerontol. 1998; 33: 639-53. 5. Hayflick L. The cell biology of aging. Clin Geriatr Med. 1985; 1: 15-27. 6. Fontana JA. The energy costs of a modified form of Tai Chi exercise. Nursing Research 2000; 49: 91-6. 7. Sheehy CM, Perry PA, Cromwell SL. Dehydration: biological considerations, agerelated changes, and risk factors in older adults. Biol Res Nurs 1999; 1: 30-7. 8. Sunami Y, Motoyama M, Kinoshita F, Mizooka Y, Sueta K, Matsunaga A, et al. Effects of lowintensity aerobic training on the high-density lipoprotein cholesterol concentration in healthy elderly subjects. Metabolism 1999; 48: 984-8. 9. King AC, Haskell WL, Young DR, Oka RK, Stefanick ML. Long-term effects of varying intensities and formats of physical activity on participation rates, fitness, and lipoprotein in men and women aged 50 to 65 years. Circulation 1995; 91: 2596-604. 10. Ryan AS. Insulin resistance with aging: effects of diet and exercise. Sports Med. 2000; 30: 32746. 11. Hunter GR, McCarthy JP, Bamman MM. Effects of resistance training on older adults. Sports Med. 2004; 34: 329-48. 12. Safety evaluation of certain food additives and contaminants. WHO food additive series: 52. Geneva: World Health Organization; 2004. 110 Bio-psiko-sosial masa pensiun 13. Political declaration and international plan of action on ageing. Second world assembly on ageing. Madrid, Spain, April 8-12th 2002. 14. Shanghai implementation strategy. Asia-Pacific Seminar on Regional Follow-up to the Second World Assembly on Ageing. Shanghai, China, September 23-26th 2002. 15. Nuttman-Shwartz O. Like a high wave: adjustment to retirement. Gerontologist 2004; 44: 229-36. 16. Rosenkoetter MM, Garris JM. Psychosocial changes following retirement. J Adv Nurs 1998; 27: 966. 17. Mayring P. Retirement as crisis or good fortune? Results of quantitative- qualitative study. Z Gerontol Geriatr 2000; 33: 124-33. 18. Atchley RC. Selected social and psychological differences between men and women in late life. J Gerontol 1976; 31: 204-11. 19. Turner MJ, Killian TS, Cain R. Life course transitions and depressive symptoms among women in mid life. Int J Aging Hum Dev 2004; 58: 241-65. 20. Kim JE, Moen P. Retirement transitions, gender, and psychological well-being: a life course, ecological model. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci 2002; 57: P212-22. 21. Atchley RC. Adjustment to loss of job at retirement. Int J Aging Hum Dev 1975; 6: 1727. 22. Gall TL, Evans DR, Howard J. The retirement adjustment process: changes in the well-being of male retirees across time. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci 1997; 52: P110-7. 23. Reitzes DC, Mutran EJ. The transition to retirement stages and factors that influence retirement adjustment. Int J Aging Hum Dev 2004; 59: 63-84. 24. Reitzes DC, Mutran EJ, Fernandes ME. Preretirement influence in post retirement self esteem. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci 1996; 51: S240-9. 25. Picot J. Retirement and the obligations of the future. [Article in French] J Soc Stat Paris. 1982; 123: 231-7.