Model pendekatan bio-psiko-sosial pada masa pensiun

advertisement
Universa Medicina
Vol.24 No.2
Model pendekatan bio-psiko-sosial pada masa pensiun
Nugroho Abikusno
InResAge, Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti, Jakarta
ABSTRAK
Dalam waktu dekat, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia akan berlipat ganda dalam 20
tahun mendatang dan akan menyamai atau bahkan melebihi jumlah penduduk balita dalam 10 tahun
mendatang. Pada saat ini, 8 di antara 23 propinsi di Indonesia mempunyai penduduk berstruktur tua.
Kajian ini membahas suatu model bio-psiko-sosial pada masa pensiun dengan menekankan pada konsep
kelanjutusiaan, perilaku hidup sehat, dan menu masyarakat segala usia. Kelanjutusiaan merupakan
suatu proses alamiah dan diawali dengan konsepsi seorang individu dalam rahim dan diakhiri oleh
peristiwa kematian, baik secara alamiah maupun karena proses penyakit. Derajad kelanjutusiaan ditandai
penampilan fisik seseorang (biological ageing) dan tidak perlu sesuai dengan usia kronologis orang
tersebut. Hasil studi menunjukkan bahwa aspek bio-psiko-sosial pada masa pensiun berhubungan dengan
perubahan psikososial, keuntungan dan kerugian, perbedaan gender, depresi, transisi, adaptasi, gejala
pasca kekuasaan, dan harga diri lanjut usia di masa mendatang.
Kata kunci: Model, bio-psiko-sosial, pensiun
Bio-psycho-social approach model in retirement
ABSTRACT
In the near future, the number of the older population in Indonesia will double in the next twenty
years and will be the same or slightly more than the number of under five years children population in
the next ten years. Presently, 8 of the 23 provinces in Indonesia have an aged structured population.
This article will discuss the bio-psycho-social model of retirement with emphasis on the concept of
ageing, healthy lifestyle behavior, concept of towards a society for ages, and bio-psycho-social model
of retirement. Ageing is a natural process and it begins since an individual’s conception in the womb
and ends at death, naturally or due to disease. The degree of ageing is physically shown by one’s
physical appearance (biological ageing) and it is not necessarily similar to the chronological age.
The bio-psycho-social aspects of retirement based on studies have been related to psychosocial changes,
advantage and disadvantages, gender differences, depression, transition, adaptation, post power
syndrome, and older person self esteem.
Keywords: Model, bio-psycho-social, retirement
103
Abikusno
PENDAHULUAN
Dalam waktu 15 tahun mendatang, jumlah
penduduk lanjut usia (60 tahun ke atas) menjadi
dua kali jumlah saat ini yakni dari 18 juta jiwa
tahun 2005 menjadi hampir 30 juta jiwa tahun
2020. Dan dalam waktu 10 tahun mendatang,
jumlah penduduk lanjut usia akan menyamai
atau bahkan kemungkinan besar melebihi
jumlah penduduk balita. Umur harapan hidup
manusia Indonesia akan meningkat dari 68
tahun (2004) menjadi 71 tahun (2020), di mana
perempuan lanjut usia akan berusia di atas ratarata dibandingkan lanjut usia laki-laki. (1) Pada
saat ini terdapat 8 propinsi di Indonesia dengan
penduduk berstruktur tua (aged structured)
dengan proporsi penduduk berusia 60 tahun
keatas lebih dari 7%. Kedelapan propinsi
tersebut adalah DI Yogyakarta (12,48%), Jawa
Timur (9,36%), Jawa Tengah (9,26%), Bali
(8,77%), Sumatera Barat (8,08%), Sulawesi
Utara (7,64%), Jawa Barat (7,09%), dan
Sulawesi Selatan (6,98%). (2)
Seperti permasalahan yang dijumpai pada
kelompok lanjut usia sebelumnya yang
mempunyai ciri khas sesuai taraf pertumbuhan
dan perkembangannya, masalah yang dialami
oleh usia menengah adalah berpusat pada
segala hal yang berhubungan dengan masa
pensiun. Dalam perjalanan karir seseorang,
masa pensiun tidak jarang berakibat buruk
bukan hanya kepada orang bersangkutan, tetapi
dapat juga berdampak terhadap keseimbangan
keluarga dan masyarakat sekitarnya. Oleh
karena itu, tindakan preventif harus dilakukan
pada masa tersebut terutama dalam menangani
gejala pasca kekuasaan (post power syndrome)
yang tidak jarang dialami individu-individu
tersebut. Pemahaman terhadap gejala tersebut
sebaiknya dilatarbelakangi oleh pemahaman
terhadap berbagai aspek bio-psiko-sosial
pensiun dalam siklus kehidupan seseorang.
104
Bio-psiko-sosial masa pensiun
Tujuan dari artikel ini adalah untuk
membahas mengenai suatu model bio-psikososial pensiun dalam siklus kehidupan yang
ditinjau dari aspek-aspek kelanjutusiaan
(ageing), pola hidup sehat, konsep menuju
masyarakat segala usia, bio-psiko-sosial
pensiun, serta pengembangan kebijakan dan
strategi pensiun.
KELANJUTUSIAAN (AGEING)
Kelanjutusiaan adalah proses alamiah
yang dimulai sejak terjadi pembuahan pada
masa janin. Seseorang dilahirkan dan menjalani
siklus kehidupan manusia yakni sebagai bayi,
anak, remaja, dewasa muda, usia menengah,
masa lanjut usia sampai orang tersebut
meninggal secara normal atau pun karena suatu
penyakit. Pada usia dewasa seseorang akan
menikah dan untuk perempuan akan hamil,
menyusui, dan membesarkan anak.
Di tingkat genetik, telah menjadi jelas
bahwa terdapat empat proses fisiologis yang
berperan dalam kelanjutusiaan yakni i) kontrol
metabolik, ii) pengendalian stress, disregulasi
genetik dan iii) stabilitas genetik. Kedua fase
pertama yakni kontrol metabolik dan
pengendalian stress telah dibuktikan
berhubungan dengan kelanjutusiaan pada
jamur, cacing dan lalat buah, pengurangan
kalori yang menunda penuaan dan
meningkatkan masa hidup tikus. Berbagai
homolog pada manusia yang berhubungan
dengan gen kelanjutusiaan yang ditemukan
dalam model organisme tersebut telah berhasil
ditemukan. (3)
Derajat kelanjutusiaan seseorang
merupakan gambaran keadaan kesehatan, gizi,
psikososial individu tersebut (biological
age)(4,5) yang bukan hanya ditandai oleh usianya
semata-mata (chronological age), tetapi lebih
penting lagi penampilan dan kemampuan fisik
Universa Medicina
dan psikologis orang tersebut yang telah
dicapai melalui pola hidup sehat (healthy life
style behavior) sejak masa mudanya.
Vol.24 No.2
4.
POLA HIDUP SEHAT
Pola hidup sehat sebaiknya diterapkan
sejak usia dini tentunya disesuaikan dengan
taraf pertumbuhan dan perkembangan orang
tersebut. Untuk orang dewasa terutama usia
menengah, pola hidup sehat harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pandangan hidup yang selalu optimis
walaupun menghadapi berbagai cobaan
hidup seperti perceraian, ditinggal mati
oleh pasangan atau anak yang dicintai
(bereavement), pemutusan kerja, bisnis
yang gagal, dan lain-lain. Latihan dengan
menggunakan pernafasan dalam seperti
meditasi, tai chi (6) maupun orhiba dapat
membantu menenangkan pikiran (stress)
dan mempertahankan sikap positif
tersebut.
2. Makan makanan sehat dan seimbang
dengan mengurangi sumber karbohidrat,
gula pasir, dan lemak hewani, serta lebih
memperbanyak asupan zat gizi kaya
pembangun dan pengatur seperti tempe,
tahu, ikan, daging ayam, di samping
sayuran hijau daun dan buah-buahan
berkulit serta berdaging kuning kemerahan
sebanyak 4-5 kali sehari. Minum cukup
cairan terutama air sebanyak 5-7 gelas
sehari. (7)
3. Bergerak badan secara teratur setiap hari
seperti berjalan kaki dipagi hari selama
15-20 menit. Di samping itu mengangkat
beban ringan (seperti botol kosong) setiap
dua hari sekali untuk mengembangkan
massa otot. Kedua hal ini bermanfaat
meningkatkan kadar lemak yang baik
(HDL) dan mengefektifkan metabolisme
gula darah. (8-11)
5.
6.
7.
8.
9.
Cukup tidur selama 5-7 jam sehari
terutama malam hari secara terus-menerus
untuk memberikan tubuh waktu untuk
istirahat dan secara efektif mengeluarkan
zat sisa dari darah yang dikeluarkan
melalui tinja dan urin setiap pagi hari.
Berhenti merokok, mengurangi minuman
beralkohol, kopi, makanan kaleng
terutama yang mengandung non-nutrien
yang berfungsi sebagai pewarna dan
dan
obat-obatan
p e n g a w e t , (12)
(polifarmasi).
Introspeksi diri dengan meningkatkan
kualitas moral, spiritual dan keagamaan.
Mengasah otak dengan cara membaca,
menulis, menggambar, permainan serta
belajar pengetahuan dan ketrampilan baru.
Mengembangkan hobi dan kewirausahaan
yang
menjadi
landasan
untuk
mengembangkan karir kedua (second
career building) menjelang dan setelah
pensiun.
Secara rutin mengikuti pertemuan baik
formal atau informal dengan teman sebaya
di masa sekolah dan perguruan tinggi dulu,
berdialog dengan generasi muda tentang
falsafah hidup dan kearifan, dan
menurunkan pengetahuan dan ketrampilan
pada anak-cucu di lingkungan keluarga.
MENUJU MASYARAKAT SEGALA USIA
Menuju masyarakat segala usia (towards
a society for all ages) merupakan pandangan
hidup bahwa kelanjutusiaan merupakan proses
yang alamiah, dialami oleh setiap orang, dan
tidak perlu ditakuti tetapi harus disambut
dengan gembira dan disyukuri bahwa manusia
dapat mencapai umur harapan hidup secara
maksimal, manusia mempunyai potensi untuk
hidup selama 140 tahun. Namun apapun
usianya harus hidup dengan berkualitas, sehat,
aktif dan mandiri.
105
Abikusno
Bio-psiko-sosial masa pensiun
Konsep tersebut harus disosialisasikan
atau disebarluaskan sejak dini baik secara
formal maupun informal. Bagi lanjut usia,
konsep tersebut memungkinkan kemandirian
untuk setiap individu sesuai dengan keiinginan
dan kemampuannya. (13)
Diharapkan bahwa lanjut usia dapat
mengalami sisa kehidupannya di tempat
tinggalnya semula (ageing at place) dan
sedapat mungkin tidak dalam lingkungan panti,
serta dikelilingi oleh lingkungan yang santun
d a n r a m a h l a n j u t u s i a (e n a b l i n g
e n v i ro n m e n t ) . ( 1 4 ) L i n g k u n g a n t e r s e b u t
memberikan kemudahan bagi lanjut usia untuk
menerima pengasuhan di rumah, melakukan
sosialisasi terutama dengan teman sebayanya,
menggunakan transportasi umum yang ramah
lanjut usia, akses dan kemudahan pada sarana/
prasarana publik, akses ke pelayanan kesehatan
melalui klinik maupun rumah sakit geriatrik,
di samping rumah lanjut usia bila dibutuhkan
pengasuhan yang lebih intensif (palliative
care).
ASPEK BIO-PSIKO-SOSIAL PENSIUN
Penetapan usia pensiun sangat tergantung
kepada kebijakan masing-masing negara yang
berdasarkan umur harapan hidup. Pada usia
menengah ke atas dikenal pembagian kelompok
seperti pada Tabel 1. (15)
Tabel 1. Kelompok usia menengah ke atas
berikut rentang usianya
Kelompok
Usia (tahun)
Menengah
Pra lanjut usia
Lanjut usia muda
Lanjut usia tua
Lanjut usia sangat tua
Seabad (centenarian)
45 – 54
55 – 64
65 – 74
75 ke atas
85 ke atas
100 ke atas
106
Untuk Indonesia, usia pensiun menurut
undang-undang adalah 55 tahun dengan kisaran
antara 45-65 tahun tergantung pekerjaan
seseorang. Bila orang tersebut prajurit atau
pekerja lapangan lainnya, usia pensiunnya lebih
muda dibandingkan seorang dosen atau guru
besar yang usia pensiunnya lebih dari 65 tahun.
P r o f e s i t e r a k h i r i n i t e rg a n t u n g k e p a d a
kesediaan dan kemampuan orang tersebut untuk
bekerja secara aktif tentunya dengan
penyesuaian di bidang penggajian maupun
fasilitas yang diperoleh sebelum pensiun.
Berbagai tinjauan ilmiah tentang aspek
bio-psiko-sosial pensiun berdasarkan penelitian
telah banyak dilakukan terutama di negara
maju yang umur harapan hidup rata-rata di atas
75 tahun. Namun jarang dilakukan di negara
berkembang karena masih rendahnya umur
harapan hidup yang dialami oleh sebagian
besar rakyat di negara-negara tersebut seperti
di negara-negara Afrika yang endemik HIV di
mana umur harapan hidup adalah di bawah 50
tahun. Namun masa pensiun dialami oleh
sebagian masyarakat di negara berkembang dan
pengalaman tersebut dapat digunakan sebagai
perbandingan dengan keadaan sistem pensiun
yang sudah berkembang.
Adapun faktor yang mempengaruhi
perubahan psikososial pada pensiun telah
diteliti melalui survei pada 764 karyawan suatu
perusahaan di AS. Faktor-faktor tersebut
terdiri dari kepuasan selama pensiun,
kekuatiran menghadapi pensiun, hubungan
dengan pasangan hidup dan bagaimana hasil
upaya persiapan pensiun yang dilakukan
seseorang. (16) Namun, pada survei tersebut
umumnya responden terlihat sehat dan dapat
menyesuaikan diri dalam menghadapi masa
pensiun di perusahaan tempat bekerja
sebelumnya. Pada studi lain, ( 1 7 ) terdapat
keuntungan dan kerugian pada keadaan pensiun
yang dikemukakan 329 responden. Keuntungan
Universa Medicina
pensiun adalah orang mempunyai lebih banyak
waktu luang, sedangkan kerugian pensiun
adalah menurunnya penghasilan dan status
sosial dalam masyarakat. Sedangkan rasa sehat
(wellbeing) seseorang secara keseluruhan tidak
terpengaruh pada waktu pensiun. Studi lain
menunjukkan adanya perbedaan gender pada
keadaan pensiun. (18) Laki-laki melaporkan
menurunnya partisipasi sosial, sedangkan
perempuan gejala psikologis negatif. Baik lakilaki dan perempuan (n=3630) melaporkan
kehilangan orientasi pekerjaan, dan
memerlukan penyesuaian lebih lama pada
waktu pensiun.
Studi depresi pada pensiun telah dilakukan
pada 952 perempuan usia 50-59 tahun melalui
data longitudinal yang diperoleh dari
wawancara hasil Studi Kesehatan dan Pensiun
tahun 1992 dan 2000. (19) Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya depresi pada
perempuan yang pensiun adalah i) status
sebagai janda (kehilangan suami), ii)
perubahan status sebagai pengasuh untuk orang
tua dalam keluarga dan iii) persepsi diri tentang
menurunnya status kesehatan yang secara
signifikan meningkatkan gejala depresi.
Studi longitudinal pada 458 pasangan
(usia 50-72 tahun) menunjukkan bahwa masa
transisi pada pensiun dipengaruhi oleh 1)
gender, 2) derajat rasa sehat sebelum pensiun,
3) keadaan pasangan hidup sebelum pensiun,
4) perubahan dalam pengendalian diri terhadap
berbagai masalah yang dihadapi, 5) kualitas
perkawinan sebelum pensiun, 6) rasa sehat
pada saat pensiun, dan 7) kecukupan
penghasilan terutama tabungan sebelum
p e n s i u n . (20) M e l a l u i w a w a n c a r a p r i b a d i ,
penyesuaian pensiun pada laki-laki (n=56)
dianggap sebagai 1) masa yang penuh
ketidaskpastian (krisis), 2) masa penuh harapan
untuk suatu perubahan, 3) suatu kelanjutan dari
siklus kehidupannya semata-mata, dan 4) suatu
Vol.24 No.2
masa transisi perkembangan karir seseorang.(15)
Atchley (1975) (21) menerangkan suatu model
penyesuaian diri dan dapat digunakan untuk
menerangkan gejala pasca kekuasaan (post
power syndrome) yang dialami seseorang,
yakni 1) peluang untuk mencapai pekerjaan
atau jabatan tertinggi, namun jabatan tersebut
tidak tercapai karena seseorang harus pensiun,
2) substitusi terhadap pekerjaan tersebut harus
dicari, namun upaya tersebut tidak berhasil, 3)
orang mencari berbagai kesibukan lain
sehingga terjadi konsolidasi terhadap dorongan
yang tak tercapai tersebut, 4) orang terbatas
pada kesibukan tertentu, maka peran alternatif
tersebut harus dijalani, 5) apabila peran
tersebut berhasil dijalani, pekerjaan baru
tersebut dianggap berhasil, tetapi 6) apabila
peran tersebut tak berhasil dijalani, orang
tersebut mengundurkan diri dari pekerjaan baru
tersebut.
Faktor yang mempengaruhi proses
penyesuaian pensiun pada laki-laki (n=117)
telah dinilai dari aspek waktu yakni jangka
pendek dan jangka panjang. Faktor jangka
pendek yang mempengaruhi penyesuaian
pensiun adalah 1) rasa sehat seseorang, 2)
kesehatan fisik seseorang, 3) penghasilan
menjelang pensiun, dan 4) kesukarelaan orang
tersebut untuk pensiun atas inisiatif sendiri,
sedangkan faktor jangka panjang yang
mempengaruhi penyesuaian pensiun adalah
pengendalian diri selama pensiun, dan
kepuasan beraktivitas selama pensiun. (22)
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
proses penyesuaian pensiun sekelompok
pekerja yang diikuti selama 2 tahun pertama
pensiun yang telah dibagi menjadi dua masa;
pre dan post pensiun. (23) Faktor pre pensiun
adalah harga diri, makna pertemanan dengan
sesama pekerja, dan pemenuhan persyaratan
pensiun. Hal-hal tersebut diperkuat oleh adanya
rencana untuk pensiun dan tindakan pensiun
107
Abikusno
dilakukan atas inisiatif sendiri. Faktor post
pensiun adalahderajat penurunan kesehatan
sejak pensiun, dan efek gender, namun hal
tersebut terbatas. Dalam penelitian lain, (24)
faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang
pada masa pensiun adalah 1) harga diri orang
tersebut tetap dapat dipertahankan pada waktu
menjalani pensiun, 2) peran pekerjaan yang
dilakukan sebelum pensiun, dan makna
perkerjaan tersebut bagi kehidupannya, 3)
komitmen orang tersebut terhadap pasangan
hidup pada waktu pensiun, dan 4) harga diri
orang tersebut sebelum pensiun.
M O D E L P E N D E K ATA N B I O - P S I K O SOSIAL MASA PENSIUN
Model pendekatan bio-psiko-sosial masa
pensiun yang diuraikan di atas dapat
digunakan untuk mengembangkan kebijakan
tentang pensiun dengan memperhatikan halhal sebagai berikut: i) landasan hukum yang
memungkinkan seseorang merencanakan masa
pensiun sesuai keinginan dan kemampuannya,
ii) setiap organisasi baik pemerintah maupun
swasta mempunyai kewajiban untuk
menyiapkan masa pensiun pegawainya berupa
pengembangan karir kedua setelah nanti
berhenti bekerja dalam organisasi tersebut,
dan iii) masa pensiun seseorang harus
didasarkan atas kehendak dan kemampuan
orang per orang dalam organisasi bersangkutan
karena semakin lama orang tersebut bekerja,
semakin lama orang itu menabung untuk masa
tuanya, dan ia tidak akan membebani organisasi
itu yang kelak harus membiayai pensiun
pegawainya sesuai peraturan yang berlaku.
Sejak lebih dari 20 tahun yang lalu
terutama di negara maju dengan sistem pensiun
yang telah berkembang dilakukan berbagai
studi tentang efektivitas biaya pensiun. Salah
satu studi pada waktu itu telah dilakukan
108
Bio-psiko-sosial masa pensiun
tentang biaya yang menjadi beban populasi
pekerja dalam mempertahankan pertumbuhan
populasi yang pensiun. (25) Studi tersebut
dilakukan pada rumah tangga di Perancis yang
menemukan bahwa 34,4% dari sumber
pemasukan (income) diperoleh melalui transfer
pembayaran tahun 1980, meningkat 25,1%
sejak tahun 1970 (kenaikan sebesar 137,05%
dalam 10 tahun). Sejak 1979, pertumbuhan
income rumah tangga diperoleh melalui
transfer pembayaran dan bukan melalui gaji,
di antaranya 42% transfer pembayaran tersebut
adalah pensiun. Namun hanya 10%
peningkatan
tersebut
disebabkan
kelanjutusiaan penduduk; di mana 2 sebab
utama adalah penyempurnaan sistem pensiun,
dan penurunan jumlah pekerja yang pensiun.
Di antara tahun 1968-1979, jumlah pekerja
yang pensiun menurun dari 63,9% menjadi
43,7% untuk laki-laki, dan dari 35,3% menjadi
23,9% untuk perempuan.
Dengan demikian, strategi tentang pensiun
perlu memperhatikan beberapa hal yakni: 1)
menyebarluaskan konsep menuju masyarakat
segala usia termasuk persiapan pensiun pekerja
melalui berbagai instansi dan lembaga terkait;
2) melembagakan konsep tersebut melalui
perundangan baik secara nasional maupun
lokal terutama bagi propinsi, kabupaten dan
kota dengan struktur penduduk tua melalui
pendidikan formal maupun informal seperti
pengenalan konsep kelanjutusiaan terutama
pada usia balita, anak sekolah, dan remaja; 3)
menetapkan suatu lembaga misalnya Komisi
Nasional atau Komisi Daerah (Komnas/
Komda) Lanjut Usia untuk mengawasi agar
program persiapan pensiun dilaksanakan oleh
semua organisasi baik pemerintah maupun
swasta di semua tingkatan; dan 4) materi untuk
persiapan pensiun yang diberikan oleh instansi
dan lembaga. Materi tersebut mencakup halhal seperti kelanjutusiaan dan konsep menuju
Universa Medicina
Vol.24 No.2
masyarakat segala usia, aspek bio-psikososial pensiun dalam siklus kehidupan
manusia, pengembangan karir kedua, dan
kewirausahaan. Sedangkan matriks pre dan
pasca faktor yang berpengaruh terhadap masa
pensiun berdasarkan pembahasan penelitian
terdahulu terlihat dalam Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada masa
pre pensiun perhatian harus diberikan kepada
i) derajad rasa sehat, ii) keadaan pasangan
hidup, dan iii) penyesuaian khusus untuk lakilaki. Pada masa pensiun, perhatian harus
ditujukan pada i) gejala pasca kekuasaan, ii)
partisipasi sosial di pihak laki-laki, dan iii)
faktor yang dapat mempengaruhi depresi pada
p e r e m p u a n . Te r a k h i r, p a d a m a s a p a s c a
pensiun keadaan kesehatan kedua gender
sangat penting untuk dapat hidup sehat,
produktif dan mandiri.
KESIMPULAN
Telah dibahas mengenai suatu model biopsiko-sosial masa pensiun dalam siklus
kehidupan yang ditinjau dari aspek-aspek
kelanjutusiaan (ageing), pola hidup sehat,
konsep menuju masyarakat segala usia,
pengembangan kebijakan dan strategi pensiun.
Suatu lembaga seperti Komisi Nasional atau
Komisi Daerah (Komnas/Komda) Lanjut Usia
dapat mengawasi agar program persiapan
pensiun dilaksanakan oleh semua organisasi
baik pemerintah maupun swasta di semua
tingkatan. Materi untuk persiapan pensiun
mencakup hal-hal seperti kelanjutusiaan dan
konsep menuju masyarakat segala usia, aspek
bio-psiko-sosial pensiun dalam siklus
kehidupan manusia, pengembangan karir
kedua, dan kewirausahaan.
Tabel 2. Faktor bio-psiko-sosial pada masa pensiun
109
Abikusno
Referensi
1.
Abikusno N. (Ed. English version). National
plan of action for older person welfare. Jakarta:
RI State Ministry of Population/ National
Family Planning Coordinating Board in
cooperation with UNFPA; 2000.
2. Pedoman Rencana Aksi Nasional untuk
Kesejahteraan Lanjut Usia. Jakarta: DEPSOS
RI – YEL – UNFPA – HelpAge International;
2003.
3. Jazwinski SM. Aging and longevity genes.Acta
Biochim Pol. 2000; 47: 269-79.
4. Hayflick L. How and why we age. Exp Gerontol.
1998; 33: 639-53.
5. Hayflick L. The cell biology of aging. Clin
Geriatr Med. 1985; 1: 15-27.
6. Fontana JA. The energy costs of a modified
form of Tai Chi exercise. Nursing Research
2000; 49: 91-6.
7. Sheehy CM, Perry PA, Cromwell SL.
Dehydration: biological considerations, agerelated changes, and risk factors in older adults.
Biol Res Nurs 1999; 1: 30-7.
8. Sunami Y, Motoyama M, Kinoshita F, Mizooka
Y, Sueta K, Matsunaga A, et al. Effects of lowintensity aerobic training on the high-density
lipoprotein cholesterol concentration in healthy
elderly subjects. Metabolism 1999; 48: 984-8.
9. King AC, Haskell WL, Young DR, Oka RK,
Stefanick ML. Long-term effects of varying
intensities and formats of physical activity on
participation rates, fitness, and lipoprotein in
men and women aged 50 to 65 years.
Circulation 1995; 91: 2596-604.
10. Ryan AS. Insulin resistance with aging: effects
of diet and exercise. Sports Med. 2000; 30: 32746.
11. Hunter GR, McCarthy JP, Bamman MM.
Effects of resistance training on older adults.
Sports Med. 2004; 34: 329-48.
12. Safety evaluation of certain food additives and
contaminants. WHO food additive series: 52.
Geneva: World Health Organization; 2004.
110
Bio-psiko-sosial masa pensiun
13. Political declaration and international plan of
action on ageing. Second world assembly on
ageing. Madrid, Spain, April 8-12th 2002.
14. Shanghai implementation strategy. Asia-Pacific
Seminar on Regional Follow-up to the Second
World Assembly on Ageing. Shanghai, China,
September 23-26th 2002.
15. Nuttman-Shwartz O. Like a high wave:
adjustment to retirement. Gerontologist 2004;
44: 229-36.
16. Rosenkoetter MM, Garris JM. Psychosocial
changes following retirement. J Adv Nurs 1998;
27: 966.
17. Mayring P. Retirement as crisis or good
fortune? Results of quantitative- qualitative
study. Z Gerontol Geriatr 2000; 33: 124-33.
18. Atchley RC. Selected social and psychological
differences between men and women in late life.
J Gerontol 1976; 31: 204-11.
19. Turner MJ, Killian TS, Cain R. Life course
transitions and depressive symptoms among
women in mid life. Int J Aging Hum Dev 2004;
58: 241-65.
20. Kim JE, Moen P. Retirement transitions,
gender, and psychological well-being: a life
course, ecological model. J Gerontol B Psychol
Sci Soc Sci 2002; 57: P212-22.
21. Atchley RC. Adjustment to loss of job at
retirement. Int J Aging Hum Dev 1975; 6: 1727.
22. Gall TL, Evans DR, Howard J. The retirement
adjustment process: changes in the well-being
of male retirees across time. J Gerontol B
Psychol Sci Soc Sci 1997; 52: P110-7.
23. Reitzes DC, Mutran EJ. The transition to
retirement stages and factors that influence
retirement adjustment. Int J Aging Hum Dev
2004; 59: 63-84.
24. Reitzes DC, Mutran EJ, Fernandes ME.
Preretirement influence in post retirement self
esteem. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci 1996;
51: S240-9.
25. Picot J. Retirement and the obligations of the
future. [Article in French] J Soc Stat Paris.
1982; 123: 231-7.
Download