POLA KOMUNIKASI ANTAR UMAT BERAGAMA (Studi Komunikasi Antarbudaya Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom. I) Oleh : SITI ASIYAH 108051000157 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Skripsi yang berjudulPOLA KOMUNIKASI ANTAR UMAT BERAGAMA (Studi Komunikasi AntarbudayaTionghoadenganMuslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang),telahdiujikan dalamsidangMunaqasyah FakultasIlmu Dakwah dan Ilmu KomunikasiUniversitasIslam Negeri (uIN) Syarif HidayatullahJakarta,29 Januari2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salahsatu syaratuntuk memperolehgelar SarjanaKomunikasiIslam (S.Kom.I) padaJurusanKomunikasidanPenyiaranIslam. Jakarta,0 1 Februari20I 3 SidangMunaqasyah Ketua MerangkapAnggota ,/iv Ve"* ,-1 / Sekeretari s MerangkapAnggota ,') Drs. Jumroni.M.Si NIP: 196351il9920031006 N I P :1 9 7 1 0 8 1 Anggota, 19601202199503 I 00I NIP: 197506062007101001 Pembimbing Dr. ArmawbtiArbi. M. Si NIP: 1965020719910322002 POLA KOMUNIKASI ANTAR UMAT BERAGAMA (Studi Komunikasi Antarbudaya Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar SarjanaKomunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Siti Asiyah 108051000157 DosentpS*' Dr. Arrnarvhti Arbi. M. Si, NIP : 1965020719910322002 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434H / 2013 r SURAT PERNYATAAN Denganini sayamenyatakan bahwa: Skripi ini adalah mumi hasil karya pribadi berdasarkan penelitian yang dilakukan semua kutipan yang ada dalam skripsi ini disertai dengan mencantumkan sumbernya. Skripsi ini mengacu pada pedoman penulisan karya ilmiah yang ditentukan oleh Univeitas Islm Negeri Hidayatulah Jakarta. Jika terbukti melakukan plagiat atau kecurangan lainnya, maka penulis bersedia diberi sanksi sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh universitas. Demikian surat pernyataanini dibuat dengansebenar-benarnya. Jakarta,29 Jarruari2013 NIM: 108051000 157 ABSTRAK Siti Asiyah Pola Komunikasi Antar Umat Beragama (Studi Komunikasi Antarbudaya Tionghoa dengan Muslim Pribumi) Warga Tionghoa yang tinggal di kelurahan Mekarsari Tangerang merupakan etnis yang sudah sejak lama hidup berdampingan dengan warga pribumi, meski dahulu mereka mengalami pendiskriminasian dari kelompok-kelompok tertentu, akan tetapi mereka masih tetap bertahan hingga saat ini meski hidupnya selalu berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lain dan mereka kini sudah berakulturasi dengan warga setempat sehingga tercipta hubungan yang harmonis, namun hal ini tidak terlepas dari hambatan-hambatan yang mengganggu jalannya proses komunikasi. Tujuan penelitian ini dilakukan karena untuk mengetahui proses komunikasi dalam akulturasi, asimilasi dan enkulturasi budaya yang terjadi pada warga Tionghoa dan Pribumi melalui beberapa variabel-variabel komunikasi dalam akulturasi, asimilasi dan enkulturasi. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis melakukan penelitian di Kelurahan Mekarsari Tangerang tepatnya di RW 04 Desa Sewan Lebak Wangi. Adapun pertanyaan yang dirumuskan adalah : Bagaimana pola komunikasi dalam proses akulturasi, yang terjadi antara Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang? Bagaimana pola komunikasi dalam proses asimilasi yang terjadi antara Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang? Bagaimana pola komunikasi dalam proses enkulturasi yang terjadi antara Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang? Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan kualitatif peneliti melakukan pengumpulan data melalui wawancara , Focus Group Discussion ke beberapa narasumber yang dianggap tepat dalam memberikan informasi dan juga dokumentasi, beberapa data yang bersifat teoritis berupa buku-buku, data-data dari dokumen yang berupa data-data formal, internet dan sebagainya yang bersangkutan dengan judul, peneliti juga melakukan observasi dengan mendatangi langsung lingkungan RW 04 Desa Sewan Lebak Wangi sebagai studi penelitian. Adapun pola komunikasi yang berlangsung antara etnis Tionghua dengan muslim pribumi yaitu: pola komunikasi antarpribadi yang yang terjadi dalam sebuah keluarga dalam hubungannya dengan masyarkat sekitar khususnya ketika mereka saling bertemu, atau sedang dalam proses jual beli, adapun pola komunikasi kelompok terjadi ketika kedua pihak tersebut berkumpul dalam musyawarah pembangunan dan sebagainya. Pada hambatan komuniaksi salah satunya karena adanya stereotyping yang berkembang dimasyarakat, merasa budayanya paling benar dan lain sebagainya. Serta untuk faktor pendukungnya ialah mengenali diri sendiri, menggunakan kode yang sama, jangan terburu-buru, meningkatkan keterampilan komunikasi dan mengebangkan empati. i KATA PENGANTAR Asslamu’alaikum Wr.Wb. Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah memerintahkan umat-Nya dengan nuun wal qolam, Sang Pencipta yang telah memberi kemampuan umat-Nya untuk selalu berfikir, bergerak dan mengahsilkan karya yang bermanfaat. Shalawat dan salam terlimpah curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang selalu memberikan petunjuk dan pencerahan bagi kehidupan, yang telah membawa umatnya minadzulumati ilannur, dan kesejahteraan semoga selalu tercurahkan kepada keluarga besar beliau, sahabatsahabat-Nya, tabi’in-tabi’utabiin, dan kita sebagai umatnya semoga mendapatkan syafaatnya kelak. Amin. Sungguh tak ada dzat yang Maha Dahsyat selain Illahi Rabbi, karena dengan izin-Nya lah skripsi ini dapat diselesaikan, meski harus diiringi dengan keringat dan airmata, tapi kekuatan dapat terkumpulkan, dan menjadi karya yang diharapkan bermanfaat bagi sesama. Hambatan dan rintangan yang ada selama proses penyusunan skripsi ini juga merupakan sebuah anugrah yang luar biasa dari-Nya, karena tanpa hambatan dan rintangan mustahil skripsi ini dapat menjadi skripsi yang layak untuk dipublikasikan. Tak ada alasan terbesar peneliti menyelesaikan karya ilmiah ini, kecuali untuk Mengungkapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga peneliti tercinta terutama kepada kedua orang tua ayahanda Nanang dan ibunda Maesaroh ii yang telah memberikan dukungannya baik moril maupun materil sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih emak dan abah atas segala peluh dan air mata dalam setiap doa yang kalian panjatkan. Dengan penuh kerendahan hati dan kesadaran diri, peneliti sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, sudah sepatutnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan demi terselesaikan penelitian skripsi ini. Maka peneliti berterima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Pembantu Dekan Bid. Akademik Drs. Wahidin Saputra, MA, Pembantu Dekan Bid. Adm. Umum Drs. Mahmud Jalal, M.A, Pembantu Dekan Bid. Kemahasiswaan Drs. Studi Rizal LK, M.A. 3. Drs. Jumroni, M.Si dan Umi Musyarofah, M.A selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang banyak membantu penulis. 4. Drs. Cecep Castrawijaya, M.A, Selaku Pembimbing Akademik yang telah bersedia meluangkan waktunya kepada penulis untuk berdiskusi dan memberikan saran mengenai judul skripsi. iii 5. Dr. Armawati Arbi. M.Si, dosen pembimbing yang selalu sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini, semoga ilmunya bermanfaat. 6. Para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mewariskan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis dan masyarakat serta menjadi amal sholeh yang akan terus mengalir bagi para dosen. 7. Bapak Cwe Fak Liem dan Ibu Tan Lie Yen (een) yang banyak membantu penulis dalam mencari informasi ditempat penelitian. 8. Para pegawai perpustakaan baik fakultas maupun Perpustakaan Utama yang bersedia melayani penulis meminjam buku dengan penuh senyuman dan keramahan. 9. Kakak-kakakku dan adikku, kak Uchi, kak Sukma, Kak Asep,Teh Oyenk,Teh Memey ,Teh Engkoy, dan De Nur terima kasih atas segala dukungan yang luar biasa yang kalian berikan kepada penulis, tetap semangat untuk membangun keluarga yang berpendidikan. 10. Keponakanku yang cantik-cantik dan tampan ka Nayya, de Halwa dan aa Fatih yang selalu memberikan keceriaan dan semangat kepada penulis jika sedang bosan dan hampir putus asa untuk mengerjakan skripsi ini. iv 11. Sevi Maulana yang selalu memberikan dukungan kepada penulis, terima kasih untuk buku-buku yang kau belikan dan laptop yang bersedia engkau pinjamkan selama penulis belum punya sehingga penulis tetap semangat dalam menyusun skripsi ini. 12. Kak Ali Akbar yang selalu memberikan pesan positif setiap harinya kepada penulis. 13. Teman-teman KPI E Multitalenta dan Angakatan 2008 yang telah menjadi teman seperjuangan selama masa perkuliahan, Anna, Billy, Deniza, Nia, Nadia, Farhah dan Rini ,Tetap semangat dan salam sukses. 14. Kawan-kawan KKN TIME kelompok 22 2011, Mario Haliandar ketua yang OK, Riris Agustya, Retno Suci Ningsih, Muhammad Ikhwan, Uwaisul Firdaus, Laily Qudsiyah, Hendrik Permana, Ilham Muttaqin, Agus, Syifa Fauziah, Mama Shika, dan Hananah, Rini, Farhah, Nia, dan Anna. Sukses untuk kita semua. 15. Sahabat-sahabatku satu kostan Assalam Dede, Fartiah, Ama, Indah dan Nana yang selalu menyemangati peneliti dan selalu bisa membuat penulis tersenyum dan tertawa meski dalam keadaan stress tingkat tinggi. 16. Last but not Least semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Jakarta, 29 Januari 2013 Siti Asiyah v DAFTAR ISI ABSTRAK .................................................................................................................. i KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii DAFTAR ISI............................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ...................................................................................................... viii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 6 D. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 7 E. Kerangka Konsep ........................................................................... 10 F. Metodologi Penelitian .................................................................... 11 G. SistematikaPenulisan ..................................................................... 16 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Dakwah Kultural ............................................................................ 18 B. Komunikasi Antarbudaya Sebagai Fenomena Sosial .................... 21 1. Dimensi-dimensi Komunikasi Antarbudaya ............................ 24 2. Unsur-unsur Budaya/Pola Budaya ........................................... 26 3. Akulturai, Asimilasi, dan Enkulturasi ...................................... 30 4. Derajat Perbedaan dan Derajat Kesamaan ............................... 35 5. Problem Potensial/Hambatan Komunikasi Antarbudaya......... 38 6. Faktor Pendukung Solusi dalam Pola Komunikasi Antarbudaya .................................................................................................. 42 C. Sejarah Singkat Etnis Tionghoa di Inonesia .................................. 44 D. Pola Komunikasi ............................................................................ 47 vi BAB III PROFIL MASYARAKAT KELURAHAN MEKARSARI TANGERANG A. Gambaran Umum Kelurahan Mekarsari Tangerang................................ 59 1. Kependudukan ............................................................................... 59 2. Agama dan Kepercayaan ............................................................... 53 3. Mata Pencaharian ........................................................................... 54 4. Pendidikan...................................................................................... 56 B. Sejarah Singkat Etnis Tionghua di Tangerang ....................................... 57 1. Etnis Tionghoa di Tangerang ............................................................ 57 2. Klenteng/ Vihara Tjong Tek Bio ....................................................... 59 BAB IV POLA KOMUNIKASI ETNIS TIONGHOA DENGAN MUSLIM PRIBUMI DI RW 04 KELURAHAN MEKARSARI TANGERANG A. Pola Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi, Asimilasi dan Enkulturasi ..................................................................................... 62 1. Pola Komunikasi dalam Proses Akulturasi .............................. 62 2. Pola Komunikasi dalam Proses Asimilasi ............................... 73 3. Pola Komunikasi dalam Proses Enkulturasi ............................ 74 B. Hambatan Komunikasi dalam Pola Komunikasi Antarbudaya ..... 75 C. Faktor Pendukung dalam Pola Komunikasi Antarbudaya ............. 79 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 88 B. Saran-saran ..................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 92 LAMPIRAN-LAMPIRAN vii DAFTAR TABEL Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin………………………….......50 Table 2 Jumlah Penduduk Menurut Usia Kelompok Pendidikan……...……......51 Table 3 Jumlah Penduduk Menurut Usia Kelompok Kerja………………...…...52 Tabel 4 Penganut Agama/ Kepercayaan Masyarakat Kelurahan Mekarsari.........53 Tabel 5 Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Mekarsari……………….......55 Tabel 6 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Mekarsari……………........57 Tabel 7 Dielek atau pengucapan bahasa sehari-hari…………………..……........68 Tabel 8 Rangkuman dari Hasil Proses Akulturasi, Asimilasi, dan Enkulturasi....85 viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah prilaku. Sehubungan dengan kenyataan bahwa komunikasi adalah suatu yang tidak bisa dipisahkan dari aktivitas seorang manusia. Dalam komunikasi dikenal dengan pola-pola tertentu sebagai manifestasi prilaku manusia dalam berkomunikasi. Ditinjau dari pola yang dilakukan ada beberapa jenis yang dikomunikasikan. Beberapa sarjana Amerika membagi pola komunikasi menjadi lima, yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi massa dan komunikasi publik. Istilah pola komunikasi biasa disebut sebagai model, yaitu sistem yang terdiri dari atas berbagai komponen yang berhubungan satu sama lainnya untuk mendapatkan tujuan secara bersama, Joseph A. Devito membagi pola komunikasi menjadi empat yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik, dan komunikasi massa.1 Budaya bangsa Indonesia merupakan Negara yang mempunyai keragaman budaya, hal tersebut tercermin dalam semboyan Negara yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Karenanya Indonesia adalah Negara kompleks karena memiliki perbedaan budaya dan di Indonesia golongan etnis meliputi etnis asli dan etnis keturunan. Etnis turunan tidak hanya dikenakan kepada orang peranakan melainkan juga orang asing yang 1 Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia, ( Jakarta, PT Grafindo Persada : 2007) Hal. 26-28. 1 2 sepenuhnya asing tanpa nenek moyang pribumi.2 Adapun golongan etnis keturunan ialah etnis yang sudah mengalami percampuran dengan nenek moyang pribumi yaitu dengan melakukan pernikahan dengan nenek moyang pribumi. Adapun etnis keturunan di Indonesia di antaranya keurunan Cina, Arab, India, Pakistan dan sebagainya. Manusia merupakan makhluk sosial akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, karena bagaimanapun manusia saling membutuhkan satu sama lain guna memenuhi kebutuhan hidup. Karenanya manusia tidak luput dari aktivitas komunikasi baik antarpribadi maupun kelompok dengan berbagai latar perbedaan budaya. Hubungan individu atau kelompok dari lingkungan kebudayaan yang berbeda akan mempengaruhi pola komunikasi, karena perbedaan budaya memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda.3 Sehingga kerap kali menemui hambatan-hambatan seperti bahasa, norma dan adat suatu kelompok masyarakat tertentu yang menjadikanya pedoman oleh mereka dalam bersikap dan berinteraksi, karenanya akan banyak perbedaan yang muncul, dan perbedaan tersebut jika tidak dipahami dengan baik akan menjadi kendala dalam proses komunikasi, dan juga dapat menimbulkan konflik yang mengarah pada perpecahan dan berpengaruh pada keutuhan Negara. Hal tersebut tentunya sangat tidak sesuai dengan landasan ideal Panca Sila yaitu sila 2 Bambang Prabowo, dkk. Stereotip Etnik, Asimilasi Integrasi Sosial, (Jakarta: PT Pustaka Grafika, 1988),h. 172 3 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005). H. vii 3 ke-3”Persatuan Indonesia”.4 Hal tersebut tentunya disebabkan oleh banyak faktor, tetapi salah satu faktornya adalah adanya perbedaan-perbedaan budaya. Dengan demikian, komunikasi dalam sebuah hubungan yang multi etnis perlu dilakukan, sebagai salah satu alternatif dalam menciptakan hubungan yang harmonis. Dalam masyarakat akan terwujud sebuah kesadaran sebagai satu komunitas yang berada dalam satu wilayah Negara Indonesia, serta dapat saling menerima dan menghormati perbedaan-perbedaan tersebut. Melihat peran komunikasi yang begitu penting dalam menciptakan hubungan harmonis yang multi etnis dan penuh perbedaan budaya, maka penulis tertarik untuk lebih jauh mengkajinya dalam ruang lingkup komunikasi antarbudaya. Untuk itu penulis akan meneliti sebuah pola komunikasi yang terjadi pada golongan etnis Tionghua dengan etnis asli Indonesia atau masyarakat pribumi. Adapun penelitian ini dilakukan pada etnis Tionghua di Kelurahan Mekarsari Kecamatan Neglasari Tangerang, kelurahan ini letaknya tidak jauh dari Bandara Soekarno-Hatta. Etnis Tionghua di Indonesia termasuk golongan yang minoritas, dimana mereka pada dasarnya memiliki pola kebudayaan yang berakar dari negeri Cina yang berbeda dengan pola kebudayaan masyarakat muslim pribumi, namun hampir semua etnis Tionghua di Indonesia saat ini sudah dilahirkan dan hidup berdampingan sejak lama di Indonesia sehingga secara langsung terjalin hubungan komunikasi antara Tionghoa dengan masyarakat pribumi. 4 2003), h.i Departemen Agama, Konflik Etno Religius Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Litbang, 4 Begitupun dengan keturunan Tionghua yang berada di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Kecamatan Neglasari Tangerang yang biasa disebut dengan Cina Benteng ini terlihat adanya hubungan komunikasi dengan masyarakat pribumi didaerah tersebut, keadaan tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya perkawinan, kepercayaan dan perdagangan yang dilakukan oleh kedua belah pihak tersebut yakni Tionghua dan Pribumi. Hubungan komunikasi yang akan timbul antara Tionghua yang mempunyai pola kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat Pribumi ialah hubungan komunikasi antarbudaya yaitu sebuah hubungan komunikasi yang dilatarbelakangi oleh perbedaan budaya di Tangerang, dimana orang yang terlibat dalam komunikasi memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Karenanya budaya mempunyai timbal balik dengan komunikasi, seperti dua sisi dari satu mata uang, yang mana budaya menjadi bagian dari prilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasipun turut menentukan, memelihara, mengembangkan, atau mewariskannya.5 Adanya hubungan komunikasi yang terjalin antara Tionghoa dengan masyarakat pribumi mendorong penulis untuk lebih jauh mengetahui gambaran secara jelas mengenai pola komunikasi, penggunaan bahasa, prasangka dan stereotip yang tumbuh dalam hubungan yang terjadi serta melihat berbagai bentuk kegiatan yang menunjang terbentuknya hubungan tersebut. Untuk itu penulis akan menyusun penelitian ini dalam bentuk skripsi dengan judul 5 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h. vi 5 “POLA KOMUNIKASI ANTAR UMAT BERAGAMA (Studi Komunikasi Antarbudaya Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang)” B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini penulis mengidentifikasi masalah yaitu ingin menggambarkan secara jelas mengenai pola komunikasi yang terjadi antara etnis Tionghoa dengan masyarakat muslim pribumi yang terjadi di lingkungan Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang atau biasa disebut dengan Cina Benteng, serta menghubungkannya dalam berbagai konteks kegiatan seperti ekonomi, perkawinan, dan keagamaan, penggunaan bahasa, prasangka dan stereotip. 2. Pembatasan Masalah Melihat luasnya pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan penulis teliti, agar lebih terfokus dan efektif dalam penelitian ini penulis membatasi beberapa masalah terkait dengan penelitian. Pertama terkait dengan masalah tempat penelitian penulis membatasi wilayah atau tempat yang menjadi objek penelitian yakni hanya terfokus pada lingkungan Rw 04 Kelurahan Mekarsari Kecamatan Neglasari Tangerang. Data yang penulis temukan memiliki jumlah penduduk etnis Tionghua yang paling banyak bermukim yaitu sekitar 350 kepala keluarga. Selain itu penulis juga membatasi siapa orang yang tepat untuk menjadi informan dalam penelitian ini yaitu kepala keluarga dari pasangan suami istri Tionghoa dan muslim Pribumi. Akan tetapi jika tidak ada maka bisa juga dilakukan kepada keluarga yang lain seperti ibu dan anak. 6 Kedua terkait dengan masalah bentuk pola komunikasi yang akan penulis teliti terbatas hanya dalam bentuk komunikasi antarpribadi dan kelompok secara langsung tanpa media massa sebagai sarana komunikasi. 3. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana pola komunikasi antarbudaya yang terjadi antara Tionghoa dengan Muslim Pribumi di RW 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang? Berdasarkan masalah diatas maka yang menjadi pertanyaan turunan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola komunikasi dalam proses akulturasi, yang terjadi antara Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang? 2. Bagaimana pola komunikasi dalam proses asimilasi yang terjadi antara Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang? 3. Bagaimana pola komunikasi dalam proses enkulturasi yang terjadi antara Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pola komunikasi dalam proses akulturasi yang terjadi antara masyarakat Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang. 7 b. Untuk mengetahui pola komunikasi dalam proses asimilasi antara masyarakat Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang. c. Untuk mengetahui pola komunikasi dalam proses enkulturasi antara masyarakat Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 kelurahan Mekarsari tangerang. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu dakwah dan ilmu komunikasi melalui konsep komunikasi antarbudaya dan metode penelitian kualitatif. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat dan akademisi ilmuan komunikasi dan penyiaran islam untuk dapat mencegah konflik, akibat kesalahpahaman cara pandang dalam memahami dan menafsirkan sebuah pesan yang digunakan oleh komunikator yang berbeda budaya. D. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti juga mengadakan tinjauan pustaka. Dengan mengadakan tinjauan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Peneliti melakukan tinjauan pustaka ini guna memastikan apakah ada judul atau tema yang sama dengan penelitian ini. 8 Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, peneliti menemukan beberapa skripsi yaitu: a. Ahmad Syukri menulis Komunikasi antarbudaya : Studi pada pola komunikasi masyarakat suku Betawi dengan Madura dikelurahn Condet Batu Ampar. Menemukan bahwa pola komunikasi yang terjadi antara kedua budaya tersebut lebih banyak menggunakan pola komunikasi antar pribadi dan kelompok, dalam kegiatan komunikasi sehari, sedangkan komunikasi kelompok digunakan jika ada acra-acara tertentu saja. Adapun perbedaan skripsi yang di tulis oleh Ahmad dan peneliti ialah tentu saja terletak pada objek penelitiannya yaitu objek penelitian yang peneliti tulis tentu saja etnis Tionghua dan masyaraat muslim pribumi di kelurahan Mekarsari Tangerang. Sedangkan persamaannya ialah terletak pada subjek serta metedologi penelitiannya yaitu subyeknya ialah pola komunikasi antarbudaya sedangkan metodologinya menggunakan pendekatan kualitatif.6 b. Ali Abdul Rodzik menulis Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghua :Studi Komunikasi Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah. Menemukan bahwa adanya akulturasi budaya betawi dengan tionghua dalam kesenian gamang kromong yang sudah tercipta sejak 6 Ahmad Syukri, Komunikasi Antarbudaya : Studi pada Pola Komunikasi Masyarakat Suku Betawi dengan Madura diKelurahan Condet Batu Ampar, KPI, UIN Jakarta, 2006. 9 dahulu,hingga saat ini dan menjadi budanyanya etnik betawi. Dalam proses akulturasi tersebut komunikasi pribadi terjadi pada saat orangorang tionghua mengadu nasib ke batavia dalam kurun waktu yang lama, mereka mempelajari pola-pola relasi, aturan,aturan dan sistemsistem komunikasi orang-orang betawi. hal ini membuktikan bahwa dua kebudayaan yang hidup berdampingan dalam satu wilayah tidak selamanya menimbulkan konflik yang berkepenjangan bahkan dua kebudayaan yang berbeda dapat disatupadukan menjadi kebudayaan yang baru. Perbedaan antara skripsi yang di tulis oleh Abdul Rodzik dengan skripsi yang peneliti tulis ialah sangat jelas yaitu terletak pada subjek serta objek penelitiannya, sedangkan persamaannya ialah terletak pada metodologi penelitiannya yaitu sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif.7 c. Pipit Pitriani menulis Akulturasi Budaya antara Tradisi Sunda Wiwitan dengan Islam dalam Bentuk Ritual Sesajen di Desa Narimbang, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, menemukan bahwa ada tiga bentuk wajah tradisi sesajen di desa Narimbang, pertama adanya bentuk peneguhan tradisi kedua adanya bentuk akulturasi dan ketiga adanya bentuk islamisasi, 7 Ali Abdul Rodzik, Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghua : Studi Komunikasi Antar budaya pada Kesenian Gambang Kromong diPerkmpungn Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah KPI UIN Jakarta,2008. 10 Dari hasil pengamatan pada skripsi yang ditulis oleh Pipit Pitriani ini tidak jauh bebeda dengan penelitian yang sebelumnya yaitu perbedaannya ialah terletak pada subjek dan objek penelitiannya sedangkan persamaannya adalah terletak peda metodologi penelitiannya.8 E. Kerangka Konsep Bagan-1 Pola Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghua dengan Muslim Pribumi diKelurahan Mekarsari Tangerang TIGA DIMENSI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA TINGKAT KOMUNIKATOR 1. Komunikasi Interpersonal 2. Komunikasi Antarpribadi 3. Komunikasi Komunitas 4. Komunikasi Organisasi 5. Komunikasi Massa 6. Komunikasi Politik 7. Komunikasi Internasional 8. Komuniakasi Antarbudaya Akulturasi, Asimilasi, dan Enkulturasi F. Metodologi Penelitian 8 KONTEKS 1. Pendidikan 2. Keagamaan 3. Ekonomi 4. Bahasa 5. Kesenian 6. Budaya 7. Politik SALURAN 1. Media 2. Nonmedia Problem potensial KAB + Solusi KAB (Penghambat) (Pendukung) Pipit Pitriani, Akulturasi Budaya antara Tradisi Sunda Wiwitan dengan Islam dalam Bentuk Ritual Sesajen di Desa Narimbang, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, KPI, UIN Jakarta, 2010. 11 F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban. Dengan ungkapan lain metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoritis yang kita gunakan untuk melakukan penelitian, sementara perspektif itu sendiri adalah suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain.9 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan format penelitian deskriptif analisis, dimana data-data yang telah diperoleh dideskripsikan terlebih dahulu dan kemudian dianalisis. Hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Metode deskriptif ialah menitik beratkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistis setting). Dengan suasana alamiah dimaksudkan bahwa peneliti terjun ke lapangan. Ia tidak berusaha untuk memanipulasi variabel.10 2. Subjek Penelitian Dalam riset ilmu sosial, hal yang penting adalah menentukan sesuatu yang berkaitan dengan apa atau siapa yang ditelaah.11 Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian ini ialah warga Thionghoa dan masyarakat muslim 9 Deddy Mulyana. Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya,(Bandung; Remaja Rosdakarya. 2006) cet, ke-5, hlm.145. 10 Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi di lengkapi Contoh Statistik, (Bandung, Remaja Rosda karya 2000), h.24-25. 11 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rajawali Pers, 2001) hl.66. 12 pribumi yang tinggal di Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari Kota Tangerang di Lingkungan RW 04. Adapun warganya ialah keluarga generasi tua ialah keluarga bapak Cuan Young (90/1947) dan keluarga bapak Suhadi (85/1949), generasi sedang ialah keluarga ibu Tan Lie Yen (46/1990), dan generasi muda atau generasi zaman modern yaitu keluarga ibu Vanline vanianto (20/2010). 3. Objek Penelitian Adapun yang menjadi objek penelitian ialah pola komunikasi yang terjadi pada etnis tionghoa dan masyarakat muslim pribumi dalam kajian komunikasi antarbudaya yang berdasarkan pada konteks-konteks tertentu. 4. Waktu dan Tempat Penelitian Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu mengadakan pratinjau sebelum penelitian. Peninjauan sebelum penelitian dilakukan pada Januari-Februari 2012, sepanjang itu penulis melihat dan mengenali lingkungan serta mengakrabkan diri dengan masyarakat setempat. Adapun proses penelitianya dilakukan pada 25 Maret – 30 Juni 2012 dan penelitian lanjutan dilakukan pada 06 November - 06 Desember 2012 dan 28 Desember 2012 – 10 Januari 2013. Adapun tempat yang dijadikan objek dalam penelitian ini ialah di Kelurahan Mekarsari Kabupaten Tangerang tepatnya dilingkungan Rw 04. a. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Observasi atau pengamatan langsung merupakan metode pertama yang digunakan dalam penelitian, dan merupakan alat pengumpulan data yang 13 dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara langsung gejala yang diselidiki.12 Obserrvasi ini dilakukan dengan mendatangi daerah tersebut untuk menentukan lokasi yang tepat untuk dijadikan tempat peneliatian, kemudian penulis melihat, mendengar dan merasakan gejala-gejala komunikasi yang terjadi dilingkungan Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang. 2. Wawancara Mendalam Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan melakukan proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan, yang dilakukan dua orang atau lebih dengan bertatap muka dan mendengarkan secara langsung informasiinformasi. Adapun wawancara mendalam dilakukan dengan beberapa warga Kelurahan Mekarsari tepatnya dilingkungan RW 04. 3. Dokumentasi Berkaitan dengan data dokumentasi yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah berupa buku gambaran demografi dan monografi serta catatan kependudukan masyarakat Kelurahan Mekarsari khususnya lingkungan Rw 04. 4. Focus Group Discussion (FGD) Focus Group Discussion (FGD) adalah sebuah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan suatu kelompok berdasarkan hasil 12 Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi (Teori Aplikasi), (Yogyakarta: Gintanyali, 2004),h,70. 14 diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.13 Irwanto menyebutkan bahwa FGD mempunyai tiga ciri utama yaitu diskusi, kelompok dan terfokus. 14 peserta FGD biasanya terdiri dari 6-12 orang peserta. Focus Group Discussion ini digunakan oleh peneliti untuk memperkuat data yang telah ditemukan sebelumnya baik melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam menentukan informan penulis menggunakan metode key person15 yaitu orang yang dianggap lebih mengetahui tentang objek penelitian yang akan diteliti, dalam hal ini yang dijadikan key person oleh peneliti ialah bapak RW 04 Kelurahan Mekasari Tangerang. Focus group discussion dilaksanankan di vihara Tjong Tek Bio setelah acara pembentukan panitia pada peryaan imlek yang jatuh pada bulan Februari mendatang, FGD ini berlangsung tertutup dengan diikuti oleh delapan orang peserta dengan empat orang warga keturunan tionghua yang beragama budha dan empat orang lagi warga pribumi, yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. FGD ini berlangsung dari pukul 14.00-16.00 dengan posisi duduk melingkar dengan menggunakan kursi yang telah disediakan tuan rumah. FGD ini dipandu oleh penulis sebagai modertor dan dibantu oleh seorang notulis. 13 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif,( Jakarta : Kencana, 2010). h, 223-224. Irwanto, Focused Group Discussion: Sebuah Pengantar Praktis (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 1. 15 Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta :Kencana, 2010), H. 77. 14 15 b. Prosedur Pengumpulan Data Bagan-2 Lingkaran Prosedur Pengumpulan Data (a data collection circle) 16 Sumber: Arikunto (Prosedur Penelitian: Suatu Pendetan Praktek, 2002, h. 133) Model lingkaran pengumpulan data dari Creswell tersebut diatas mengandung pemahaman bahwa pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan tidak bisa terpisah melakukan satu sama lain saling terhubung dan menjadi kesatuan utuh prosedur. Titik permulaan prosedur dalam pandangan Creswell adalah penentuan tempat atau individu. Penulisan skripsi ini berdasarkan pedoman Ceqda yang diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Hidayatulah Jakarta. 16 Suharsimi Arinto, Prosedur Penelitan: Suatu Pendektan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), cet-5,h. 133). 16 c. Analisis Data Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur uraian data. Mengorganisasikannya kedalam pola, kategori, dan satu uraian dasar.17 Data yang terkumpul dalam wawancara mendalam dan dokumendokumen diklasifikasikan kedalam kategori-kategori tertentu.18 Dalam analisis data yang telah terkumpul kemudian dianalisis, peneliti melakukan dengan analisis deskriptif interpretatif, yaitu dengan menganalisis setiap data atau fakta yang ditemukan lebih dekat, mendalam, mengakar, dan menyeluruh. G. Sistematika Penulisan Agar penelitian ini lebih sistematis sehingga tampak adanya gambaran yang terarah, logis dan saling berhubungan antara satu bab dengan bab berikutnya, maka penelitian ini disusun kedalam lima bagian yaitu: Bab I merupakan bab pendahuluan yang membahas latar belakang masalah, pembatasan dan Perumusan Masalah, Tinjauan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan. Dilanjutkan dengan bab II berisikan tentang pola komunikasi antarbudaya, komunikasi antarbudaya menjelaskan pengertian kebudayaan, dan komunikasi antarbudaya. Bab III bab ini berisi tentang gambaran umum masyarakat kelurahan mekarsari kecamatan Neglasari kota Tangerang, yaitu membahas gambaran 17 Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 18 Rachmat Kriyatono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2007), 1993),h 103. h. 193. 17 masyarakat yang dilihat dari beberapa keadaan yaitu: demografi penduduk dan monografi yang meliputi letak daerah, kegiatan ekonomi, pendidikan, mata pencaharian dan keagamaan. Bab IV bab ini akan memaparkan hasil penelitian variable, yaitu pola komunikasi antarpribadi dan antarkelompok etnis Tionghua dengan masyarakat muslim pribumi. Bab V bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran. BAB II LANDASAN TEORITIS A. Dakwah Kultural Dakwah kultural adalah aktifitas dakwah yang menekankan pendekatan Islam kultural. Islam kultural satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan doktrin yang formal antara islam politik atau islam dan negara.1 Islam kultural demikian pula dakwah kultural memiliki peran sangat penting bagi kontinuitas misi islam dimuka bumi, suatu peran yang tidak di warisi Islam Politik atau islam struktural yang hanya mengajar kekuasaan yang instan, karena selamanya islam kultural harus tetap eksis hingga akhir zaman.2 Menurut Kuntowijoyo, setidaknya ada lima program kultural, yaitu menggembalikan dan mengembangkan, pertama, tradisi rasional, kedua, tradisi egalitarian, ketiga, tradisi berbudaya, keempat, tradisi ilmiah,dan kelima, tradisi kosmopolitan.3 Dakwah memasukkan aktivitas penyiaran (tabligh), pendidikan dan pengembangan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai islam, baik untuk mad’u muslim maupun nonmuslim. Untuk muslim dakwah berfungsi sebagai proses peningkatan kualitas penerapan ajaran agama islam sedang untuk nonmuslim fungsi dakwah minimal adalah memperkenalkan dan mengajak mereka agar 1 Drs. Samsul Munir Amin, M.A. Ilmu Dakwah ,(Amzah, Jakarta, 2009), h. 161. Ibid.h. 162. 3 Ibid. h.163. 2 18 19 memeluk ajaran islam secara sukarela. Penerimaan sukarela bagi mad’u nonmuslim ini menjadi tekanan serius, seperti ditunjukkan oleh Rasulallah sendiri ketika membiarkan orang-orang kristen yang tidak menerima dakwah untuk tetap memeluk agamanya.4 Dalam pengertian pengembangan masyarakat muslim, dakwah antara lain berbentuk peningkatan kesejahteraan sosial. Bagi umat islam, ide pengembangan masyarakat sebagai bagian dari cakupan dakwah adalah bukan ide yang dimasukkan begitu saja dalam dakwah. Ia adalah pemunculan kembali apa yang sebenarnya ditunjukkan oleh istilah dakwah yang pernah tertutup oleh dominasi aktivisme dakwah struktural. Dakwah kultural memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi keatas dan fungsi kebawah. Fungsi dakwah kultural kelapisan atas antara lain adalah tindakan dakwah mengartikulasikan aspirasi rakyat (umat islam) terhadap kekuasaan. Fungsi ini dijalankan karena rakyat tidak mampu mengekspresikan aspirasi mereka sendiri dan karena ketidakmampuan parlemen untuk sepenuhnya mengaartikulasikan aspirasi rakyat. Akan tetapi dakwah kultural jenis ini tetap menekankan posisinya diluar kekuasaan yaitu tidak bermaksud mendirikan agama Islam dan tidak menekankan pada islamisasi negara dan birokrasi pemerintah. Selain itu fungsi - fungsi dakwah kultural ke lapisan atas ini adalah mempelajari berbagai kecenderungan masyarakat yang sedang berubah kearah modernindustrial sebagai langkah strategis dalam mengantisipasi perubahan sosial yang ada. 4 Ibid,h. 164. 20 Fungsi dakwah kultural lapisan kebawah berarti penyelenggaraan dakwah dalam bentuk penerjemahan ide-ide intelektual tingkat atas bagi umat islam serta rakyat pada umumnya untuk membawakan transformasi sosial, dengan mentransformasikan ide-ide tersebut kedalam konsep operasional yang dapat dikerjakan oleh umat. Hal yang utama dalam fungsi ini adalah penerjemahan sumber-sumber agama (al-qur’an dan sunnah) sebagai way of life. Hal tersebut bukan hanya memformulasikan dalam istilah teologi islam, tetapi dalam konsepkonsep sosial yang lebih operasional juga. Fungsi dakwah kultural ini bernialai praktis dan mengambil bentuk utama dakwah bil hal, yaitu dakwah yang terutama ditekankan kepada perubahan dan perbaikan kehidupan masyarakat yang miskin. Dengan perbaikan tersebut, diharapkan prilaku yang cenderung kearah kekufuran dapat dicegah.5 Di Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki berbagai macam etnis, ras dan agama, untuk itu Indonesia memiliki semboyan kebanggaan yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda- beda tetapi tetap satu. Seperti yang telah ada dalam Al-Qur’an surat Al-Hujarat ayat 13 yang berbunyi: 5 Ibid, h. 165-166. 21 Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. AlMaidah : 13).6 Berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas bahwa agama islam sendiri mengakui adanya perbedaan tersebut, namun meski berbeda ras, etnik, budaya dan keyakinan haruslah saling tolong menolong dan menjunjung nilai toleransi yang tinggi. B. Komunikasi Antarbudaya Sebagai Fenomena Sosial Kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.7 Menurut Yanto Subianto: kebudayaan adalah hasil karya, rasa dan cipta manusia dalam masyarakat, karya adalah hasil usaha manusia dalam bentuk yang terwujud dan kongkret dengan cara penggunaan budaya seperti halnya teknologi yang termasuk kebudayaan kebendaan “Material Culture”. Rasa meliputi jiwa manusia mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-niai kemasyarakatan dalam arti yang luas, didalamnya terdapat agama, idiologi, kesenian, dan lain-lain. Adapun unsur-unsur tersebut merupakan ekspresi dari jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat, dan pembagian unsur rasa itu termasuk kedalam kebudayaan “Immaterial Culture”. Terakhir adalah unsur cipta merupakan 6 7 Al-Qur’anul Karim Surat Al-Hujarat ayat 13. Koetjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 181. 22 berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat dan salah satunya mengahsilkan filsafat serta ilmu pengetahuan baik yang bersifat murni maupun terapan yang nantinya diterapkan daam kehidupan bermasyarakat.8 Sedangkan definisi komunikasi antarbudaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu.9 Adapun unsur-unsur dari komunikasi antar budaya ialah terdiri dari sumber , pesan, media, penerima, efek, dan feedback. Hal tersebut sejalan dengan definisi komunikasi yang dirumuskan oleh Harold D.Lasswell yaitu Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect yang artinya siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dan apa pengaruhnya. Demikian pula dengan unsur komunikasi yang diformulasi oleh David K. Berlo dikenal dengan SMCR, yakni Source, Message, Channel, dan Receiver.10 Dalam proses komunikasi tidak lepas dari hambatan-hambatan yang dapat menghalangi terjadinya komunikasi secara efektif. Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi yang ditulis oleh Cangara, disebutkan tujuh macam hambatan komunikasi. Yaitu: Gangguan teknis, gangguan semantik, gangguan psikologis, rintangan fisik, status, kerangka berfikir dan budaya. 8 Yanto Subianto S, Soal-jawab sosiologi, (Bandung: Armico,1980),h.41. 9 Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 10 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007),h. h. 9. 23. 23 Pertama, gangguan teknis adalah gangguan yang terjadi pada saluran atau media komunikasi. Kedua, gangguan semantik merupakan gangguan yang disebabkan oleh penggunaan bahasa yang kurang tepat, perbedaan bahasa dan latar belakang budaya atau kalimat yang tidak sistematis sehingga dapat membingungkan lawan bicara dan sebagainya. Ketiga, gangguan psikologis ialah gangguan yang terjadi karena masalah dalam diri individu. Keempat, rintangan fisik bisa berupa perbedaan letak geografis antara komunikan dengan komunikator, ditambah lagi dengan sulitnya mendapatkan akses media komunikasi. Selain perbedaan letak geografis, rintangan fisik juga bisa diartikan adanya ketidaknormalan pada panca indera komunikan, seperti kurangnya daya pendengaran atau penglihatan. Kelima, rintangan status adalah rintangan yang terbentuk karena adanya perbedaan status antara komunikator dengan komunikan. Keenam, rintangan kerangka berfikir ini terjadi karena adanya perbedaan cara pandang diantara pelaku komunikasi. Perbedaan cara pandang atau persepsi terhadap sesuatu hal tak jarang mengambat proses komunikasi dan menimbulkan konflik. Ketujuh, rintangan budaya adalah rintangan berupa perbedaan sistem nilai, adat dan kebiasaan komunikator dengan komunikan.11 11 Ibid, h. 153-155 24 1.Dimensi-dimensi Komunikasi Antarbudaya Dalam mencari kejelasan dan mengintegrasi berbagai konsep kebudayaan dalam komunikasi antarbudaya, terdapat tiga dimensi yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Tingkat Masyarakat kelompok budaya dari para partisipan, dalam komunikasi antarbudaya merujuk pada bermacam tingkatan lingkup dan kompleksitas organisasi sosial. b. Konteks Sosial dimana terjadinya proses komunikasi antarbudaya, dalam komunikasi antarbudaya merujuk pada konteks sosial komunikasi antarbudaya yang meliputi organisasi, pendidikan, akulturasi imigran, difusi inovasi, dan lain sebagainya. c. Saluran komunikasi, Saluran tersebut dibagi atas saluran antarpribadi/perorangan dan media massa. Bersama dengan dua dimensi sebelumnya, dimensi ketiga ini mempengaruhi proses dari hasil keseluruhan proses komunikasi antarbudaya. Ketiga dimensi ini dapat digunakan secara terpisah maupun bersamaan. 25 Adapun model komunikasi antarbudaya adalah sebagai berikut: Peraga 1 MODEL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA12 Strategi komunikasi yang akomodatif Efektif C Kebudayaan Kepribadian Kebudayaan A percakapan B menerima Persepsi terhadap relasi antarpribadi Adaftif Kepribadian Persepsi terhadap relasi antarpribadi Perbedaan - Ketidakpastian - Kecemasan Gambar diatas menunjukkan A dan B merupakan dua orang yang berbeda latar belakang kebudayaan karena itu memiliki pula perbedaan kepribadian dan persepsi mereka terhadap antarpribadi. Ketika A dengan B beercakap-cakap itulah yang disebut komunikasi antarbudaya karena dua pihak “menerima” perbedaan diantara mereka sehingga bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan dapat menjadi motivasi bagi stategi komunikasi yang bersifat akomodatif. Strategi tersebut juga dihasilkan oleh karena terbentuknya sebuah kebudayaan baru (C) yang secara psikologis menyenangkan kedua orang itu. Hasilnya adalah komunikasi yang besifat adaftif 12 Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya . h. 32. 26 yakni A dan B saling menyesuaikan diri dan akibatnya menghasilkan komunikasi antarpribadi-antarbudaya yang efektif. 2. Unsur-unsur Budaya/Pola Budaya Dalam Iiya Sunarwinadi,Komunikasi Antarbudaya, Samovar et.al. (1981 :38-48) membagi berbagai aspek kebudayaan kedalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan tingkah laku komunikasi. Dalam komunkasi antarbudaya unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfungsi secara terpadu bersama-sama seperti komponenkomponen dari suatu sistem stereo, karena masing-masing saling berkaitan dan membutuhkan yang lainnya. Unsur-unsur sosial budaya tersebut adalah: a. Sistem keyakinan, Nilai dan Sikap 1. Keyakinan Keyakinan secara umum diartikan sebagai perkiraan secara subyektf bahwa sesuatu obyek atau pariwisata ada hubungannya dengan obyek atau pariwisata lain, atau dengan nilai, konsep, atribut tertentu, singkatnya suatu obyek atau pariwisata diyakini memiliki karakteristik-karakteristik tertentu, keyakinan ini mempunyai derajat kedalaman atau intensitas tertentu. Ada tiga macam keyakinan yaitu: a). Keyakinan berdasarkan pengalaman yaitu keyakinan dapat terbentuk melalui pengalaman langsung. Melalui indera peraba kita belajar untuk mengetahui dan kemudian meyakini bahwa obyek atau peristiwa tertentu memiliki karakteristik tertentu. Misalnya dengan 27 menyentuh kompor yang panas, seseorang belajar untuk meyakini bahwa benda tersebut mempunyai kemampuan membakar jari-jari tangan. b). Keyakinan berdasarkan informasi dibentuk melalui sumber-sumber luar seperti orang-orang lain, buku, majalah, televisi, film. Sumersumber ini biasanya dipilih berdasarkan keyakinan akan kebenarannya. Keyakinan semacam ini sangat dipengaruhi oleh berbagai ragam faktor kebudayaan. Misalnya, jika kita percaya bahwa surat kabar kompas merupakan sumber pemberitaan yang bersifat netral, maka kita yakin dan percaya akan kebenaran isi beritanya. Latar belakang dan pengalaman kebudayaan penting dalam pembentukan keyakinan berdasarkan informasi ini. Dalam komunikasi antarbudaya, tidak dapat dikatakan keyakinan mana yang salah atau benar. c). Keyakinan yang dibentuk berdasarkan pengambilan kesimpulan melibatkan penggunaan sistem logika intern. Pembentukan dimulai dengan pengamatan terhadap suatu tingkah laku atau peristiwa, kemudian perkiraan bahwa tingkah laku tersebut digerakkan atau disebabkan oleh suatu perasaan atau emosi tertentu. Misalnya jika kita melihat orang berteriak-teriak mengeluarkan kata tidak sopan, maka kita dapat mnegasumsikan atau meyakini bahwa ia sedang marah. Sistem logika intern berbeda antara satu individu dengan individu lain, 28 tetapi perbedaan biasanya lebih besar antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.13 2. Nilai Nilai-nilai merupakan aspek evaluatif dari sistem keyakinan, nilai dan sikap, dimensi-dimensi evaluatif menakup kualitas-kualitas seperti kegunaan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan dan pemberian kepuasan. Walaupun nilai-nlai bisa bersifat unik dan individual, tetapi ada pula yang cenderung untuk sudah merasuk dalam suatu kebudayaan, yakin yang disebut nilai-nilai kebudayaan.14 Nilai-nilai ini dipelajari dan tidak universal. Dalam arti berbeda antara kebudayaan yang satu dengan yang lain. Misalnya, nilai yang diberikan terhadap usia tua, di Korea orang-orang tua selalu diminta mengambil bagaian dalam pengambilan keputusan keluarga, bahkan pada usia diatas 60 tahun orang dianggap lahir kembali dan memulai tahap kehidupan yang lebih matang. Nilai-nilai budaya dapat dikategorisasikan kedalam tingkat-tingkat primer, skunder, tersier. Nilai-nilai juga dapat diklasifikasikan kedalam positif, negatif atau netral. Beberapa dimensi nilai yang sering diperhatikan dalam komunikasi antarbudaya ialah : orientasi individu, kelompok, umur, persamaan hak lali-laki dan perempuan, formalitas, rendah-tinggi hati. Dan lain-lain. 13 14 Dra. Ilya Sunarwnadi, MA. Komunikai Antar Budaya, h. 24-27. Ibid, h. 27-28 29 3. Sistem sikap Sistem Sikap Secara umum sikap diartikan sebagai kecenderungan yng dipelajari untuk memberikan respon secara konsisten terhadap objek orientasi tertentu. Sikap tertdiri dari tiga komponen yaitu: komponen kognitif atau keyakinan, komonen afektif atau evaluatif, dan komponen intensitas atau harapan. Kerja komponen sikap tersebut berinteraksi untuk menciptakan keadaan sikap secara psikologis untuk bereaksi terhadap obyek-obyek dan peristiwaperistiwa dalam lingkungan. Misalnya apabila kita percaya bahwa mnyiksa orang lain secara fisik adalah salah atau kita merasa takut dipukul, kemudian kita yakin bahwa bertinju sangat tinggi kemungkinannya untuk menyebabkan penyiksaan fisik maka kita akan mempunyai sikap negatf terhadap olah raga tinju.15 b.Pandangan Keduniaan Padangan hidup merupakan orientasi suatu kebudayaan terhadap hal-hal, seperti Tuhan, manusia, alam, alam semesta dan masalah-masalah filsafat lainnya yang berkaitan degan konsep keberadaan. Singkatnya, pandangan hidup membantu kita untuk menemukan tempat dan tingkat kita sendiri dalam alam semesta ini. Pandangan hidup merupakan landasan poko yang paling mendalam dari suatu kebudayaan. Efeknya seringkali sangat tersamar sehingga tidak dapat 15 Ibid, h.29 30 terlihat secara nyata, misalnya cara-cara berpakaian, gerak isyarat, dan perbendaharaan kata.16 c. Oranisasi Sosial Organisasi sosial merupakan cara suatu kebudayaan mengatur diri dan peranata-pranatanya. Ada dua macam bentuk pengaturan sosial yang berkaitan dengan komunuikasi antarbudaya: 1). Kebudayaan geografik, yakni negara, suku bangsa, kasta, sekte keagamaan dan lain sebagainya yang dirumuskan berdasarkan batasbatas geografik. 2). Kebudayaan-kebudayaan peranan, yaitu keanggotaan dalam posisiposisi sosial yang jelas batasannya dan lebih spesifik, sehingga menghasilkan prilaku komunikasi yang khusus pula. Pengorganisasian masyarakat atas dasar peranan ini melintasi organisasi masyarakat secara geografik dan mencakup seluruh organisasi mulai dari kelompokkelompok profesional ke organisasi-organisasi yang menekankan idiologi-idiologi tertentu. 3. Akulturasi, Asimilasi dan Enkulturasi a. Akulturasi Akulturasi dalam kamus ilmiah populer diartikan sebagai proses pencampuran dua kebudayaan atau lebih,17 atau dalam KBI akulturasi diartikan sebagai peleburan dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempenharuhi.Dalam Akulturasi atau acculturation atau culture contact diartikan 16 17 2006),h.21 Ibid, h. 28-29 Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, (Surabaya, Gitamedia Press, 31 oleh para sarjana antropologi mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsurunsur dari suatu kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya keprbadian kebudayaan itu sendiri.18 Merupakan suatu proses yang interaktif dan berkesinambungan yang berkembang dalam dan melalui komunikasi seorang imigran dengan lingkungan sosio-budaya yang baru.19 Potensi akulturasi seorang imigran sebelum berimigrasi dapat mempermudah akulturasi yang dialaminya dalam masyarakat pribumi. Potensi akulturasi ditentukan oleh faktor-faktor berikut:20 1). Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi 2). Usia pada saat berimigrasi 3). Latar belakang pendidikan 4). Beberapa karakteristik kepribadian seperti sukan bersahabat dan toleransi 5). Pengetahuan tentang budaya pribumi sebelum berimigrasi Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang di modifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain (misalnya, melalui media massa). Sebagai contoh, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Indonesia (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur nilai-nilai, cara berprilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah semakin menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. 18 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta, Asara Baru, 181), h. 247-248 Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 140 20 Ibid, h. 146 19 32 Pada waktu yang sama, tentu saja, kultur tuan rumah berubah juga. Tetapi, pada umumnya, kultur imigranlah yang lebih banyak berubah.21 Menurut Young Yun Kim, seperti yang dikutip Joseph A. Devito, penerimaan kultur baru bergantung pada sejumlah faktor. Imigran yang datang dari kultur yang mirip dengan kultur tuan rumah akan terakulturasi lebih mudah. Demikian pula,mereka yang lebih muda dan terdidik lebih cepat terakulturasi ketimbang mereka yang lebih tua dan kurang berpendidikan. Faktor kepribadian juga berpengaruh. Orang yang senang mengambil resiko dn berpikiran terbuka, mislanya lebih mudah terakulturasi. Akhirnya orang yang terbiasa dengan kultur tuan rumah sebelum berimigrasi, apakah melalui kontak antarpribadi ataupun melalui media massa, akan tetapi lebih mudah terakulturasi.22 b. Asimilasi Asimilasi atau assimilation adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang yang berbeda-beda, saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaankebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran,23 singkatnya asimilasi adalah peleburan sifat asli suatu kebudayaan yang diasimilasi dengan lingkungannya. Biasanya golongangolongan yang ada dalam proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. 21 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, (Jakarta, Profesional Books, 1997), h. 22 Ibid, h. 479 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta, Aksara Baru, 1981), h.225. 479. 23 33 Dalam hal ini golongan-golongan minoritas itulah yang mengubah sifat dari unsur-unsur kebudayaannya,24 dan menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun kehilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. 1. Akibat yang dihasilkan oleh asimilasi a). Kelompok minoritas kehilangan keunikannya dan menyerupai kelompok mayoritas. Dalam proses itu kelompok mayoritas tidak berubah. b). Kelompok etnik dan kelompok mayoritas bercampur secara hegemony. Masing-masing kelompok kehilangan keunikannya, lalu muncul suatu produk unik lainnya, suatu proses yang disebut Belanga Pencampuran. 2. Syarat asimilasi Asimiliasi dapat terbentuk apabila terjadi tiga persayaratan berikut: a). Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda b). Terjadi pergaulan antar individu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu yang relatif lama. c). Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri. 24 Ibid, h. 255. 34 c. Enkulturasi Enkulturasi adalah Proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seseorang individu dimulai dari institusi keluarga terutama tokoh ibu. Individu berkembang dengan ketertarikan terhadap objek lain selain dirinya. Dengan pemahaman situasi yang ditanamkan orang-orang dewasa disekitarnya menurut kebudayaanya tempat individu tersebut tumbuh dewasa dan berkembangnya orientasi yang lebih bersifat ruang, waktu dan normatif. Ruth Benedict berpendapat bahwa suatu kepribadian dianggap bersifat normal apabila sesuai dengan tipe kepribadian yang dominan, sedangkan tipe kepribadian yang sama jika sesuai dengan tipe kepribadian dominan akan dianggap 'abnormal'. Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur ditransmisikan dari generasi satu ke generasi selanjutnya. Kita mempelajari budaya, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan dengan gen. Orang tua, teman-teman, lembaga sekolah, dan pemerintahan adalah guru utama di bidang kultur. Dan enkulturasi terjadi melalui mereka. Sedangkan akulturasi mengacu pada proses dimana kultur diperbaiki dan dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur yang lain. Sebagai contoh, apabila ada sekelompok imigran yang kemudian menetap di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), maka kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur Tuan rumah ini. Lama kelamaan, nilai, dan cara berperilaku serta kepercayaan dari kultur tuan rumah ini akan menjadi bagian dari 35 kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah. Agar budaya terus berkembang, proses adaptasi perlu dilakukan. Paradigma yang berkembang adalah budaya itu dinamis dan merupakan hasil proses belajar. sehingga budaya suatu masyarakat tidak hadir dengan sendirinya. Proses belajar dan mempelajari budaya sendiri dalam masyarakat itu dinamakan Enkulturasi. Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu bergerak dinamis mengikuti perkembangan jaman. Sebaliknya sebuah masyarakat yang cenderung sulit menerima hal -hal baru dalam masyarakat sulit mempertahankan budaya lama yang sudah tidak relevan lagi untuk disebut sebagai akulturasi. Dalam hal ini yang menajadi kata kunci adalah pemrograman kolektif yang menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah ia dilahirkan ke dunia. Semua anggota dalam budaya memiliki asumsi yang serupa tentang bagaimana seseorang berpikir, berperilaku, dan berkomunikasi. 4. Derajat Perbedaan (heretoropily) dan Derajat Kesamaan (Homopily) Persamaan merupakan suatu aspek yang penting dalam proses pertukaran informasi. Sesuai dengan konsep mengenai “perhimpitan kepentingankepentingan” (overlapping of interest), maka persamaan merupakan semacam kerangka dalam mana komunikasi terjadi. Agar pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi dapat saling memahami karenanya berkomunikasi dapat menjadi efektif. Istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan keadaan yang sama antara pihak-pihak pelaku komunikasi ini ialah homofili. Homofili 36 ialah derajat persamaan dalam beberapa hal tertentu seperti keyakinan, nilai, pendidikan, status sosial dan lain sebagainya antara pasangan-pasangan individu yang berinterasksi. Perasaan-perasaan ini memungkinkan tercapainya persepsi dan makna yang sama pula terhadap sesuatu objek atau pariwisata antara pasanganpasangan individu yang berinteraksi. Perasaan-perasaan ini memungkinkan untuk tercapainya persepsi dan makna yang sama pula terhadap sesuatu objek atau peristiwa. Tetapi bagaimana halnya dengan komunikasi antar budaya yang justru bertolak dengan asumsi akan adanya perbedaan-perbedaan kebudayaan. Dilihat dari segi prinsip dasar komunikasi tadi, maka perbedaan-perbedaan ini tentu cenderung untuk mengurangi atau menghambat terjadinya komunikasi yang efektif. Karena jika pesan-pesan yang disampaikan melampau batas-batas kebudayaan, yang dapat terjadi adalah apa yang dimaksud oleh pengirim dalam suatu konteks tertentu akan diartikan dalam konteks yang lain lagi oleh penerima. Dalam situasi antar budaya demikian, dapat dikatakan hanya sedikit saja atau tidak sama sekali “ko - orientasi yang merupakan persyaratan bagi komunikasi umumnya”. Dengan ko-orientasi yang dimaksud ialah bahwa antara dua pihak yang berkomunikasi seharusnya terdapat persamaan dalam orientasi terhadap topik dari komunikasi mereka. Atau dapat juga dikatakan bahwa berdasarkan prinsip homofili, orang cenderung untuk berinteraksi dengan individu-individu lain yang serupa dalam hal karekteristik-karekteristik sosial dengannya. Dodd( 1982 : 168-17) membuat klasifikasi tentang dimensi-dimensi homofili kedalam: a. Homofili dalam penampilan b. Homofili dalam latar belakang 37 c. Homofili dalam sikap d. Homofili dalam kepribadian Namun, dipandang dari sudut kepentingan komunikasi antar budaya, adanya perbedaan-perbedaan tidak menutup kemungkinan terjadinya komunikasi antar individu-individu atau kelompok-kelompok budaya. Perbedaan-perbedaan bahkan dilihat sebagai kerangka atau matriks dimana komunikasi terjadi. Dalam kaitan ini kiranya teori yang dikemukakan oleh Grannovetter (1973) mengenai “kekuatan dan ikatan-ikatan lemah (The strengt of weak ties) yang menyarankan akan pentingnya hubungan-hubungan heterofili dalam pertukaran informasi. Dalam komunikasi manusia, agaknya diperlukan juga keseimbangan diantara kesamaan dan tidak kesamaan, antara yang sudah dianggap biasa dengan sesuatu yang baru. Ada suatu proposisi dasar yang menyatakan bahwa kekuatan pertukaran informasi pada komunikasi (antara dua orang) ada hubungannya dengan derajat heterofili antara mereka. Dengan kata lain, orang akan menerima hal-hal baru, yang informasional, justru melalui ikatan-ikatan yang lemah. Heterofili adalah derajat perbedaan dalam beberapa hal tertentu antara pasangan-pasangan individu yang berinteraksi. Dalam KAB, perbedaanperbedaan individual dapat diperbesar oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan. Persepsi tentang kebudayaan-kebudayaan ini adalah titik tolak dari asumsi yang paling dasar KAB, yaitu kebutuhaan untuk menyadari dan mengakui perbedaanperbedaan untuk menjembataninya melalui komunikasi. 25 25 Sunarwinadi, Komunikasi Antarbudaya, h, 54-55 38 5. Problem Potensial dalam Pola Komunikasi Antarbudaya Komunikator dan komunikan secara bergantian dan terus menerus dalam komunikasi, maka maslah terletak pada kedua belah pihak. Mencoba untuk mencari pihak mana yang bersalah dapat merupakan masalah komuniaksi tersendiri. Komunikator dan komunikan berupaya untuk mengurangi problem potensial yang dijelaskan oleh Samovar dan memahami solusi atau faktor pendukung yang ditawarkannya sebagai berikut: a. Keanekaragaman dari tujuan-tujuan komunikaksi Setiap individu memiliki alasan dan motivasi yang berbeda-beda dalam berkomunikasi. Perbedaan tujuan ini dapan menimbilkan maslah yang tidak dapat dianggap enteng begitu saja, karena kadang-kadang menyangkut harga diri suatu kebudayaan. Contoh dalam konteks politik individu atau kelompok dengan sengaja melakukan propaganda. b.Etnosntrisme Kebanyakan orang menganggap bahwa caranya melakukan persepsi terhadap hal-hal di sekelilingnya adalah satu-satunya yang paling tepat dan benar. Padahal harus disadari bahwa setiap orang memiliki sejarah masa lalunya masingmasing, sehingga apa yang dianggapnya baik belum tentu sesuai dengan persepsi orang lain. Etnosentrisme ialah kecenderungan untuk menafsirkan atau menilai kelompok-kelompok orang lain, keadaan lingkungannya dan komunikasinya, sesuai dengan kategori dan nilai kebudayaan sendiri kecenderungan yang dikatakan ada hampir pada semua kebudayaan ini, dapat merupakan hambatan 39 utama dalam pencapaian pengertian antar budaya. Masyarakat mempelajari etnosentrisme biasaya pada tingkat ketidaksadaran dan mereka menerapkannya pada tingkat kesadaran, sehingga sulit untuk melacak asal usulnya. Penilaian itu sering kali salah, semena-mena, dan tidak berdasar sama sekali. Seperti, seseorang melohat acara kematian agama tertentu dan menilai acara tersebut dengan kaca mata agamanya. c. Tidak adanya kepercayaan Komunikasi antarbudaya menrupakan sebuah peristiwa pertukaran informasi yang peka terhadap kemungkinan terdapatnya ketidak percayaan antara pihak-pihak yang terlibat. Orang umumnya segan untuk mengambil resiko berhubungan dengan orang asing. Dalam hal ini perbedaan-perbedaan biasanya dilihat secara berlebihan. Misalnya, ketidak percbayaan ini terdapat dalam situasi-situasi yang melibatkan orang-orang dri ras, status sosial, generasi, dan suku bangsa yang berbeda. Misalnya pengurus pengajian tidak akan menundang penceramah yang tidak dikenal dan mereka tidak mengetahui latar belakangnya. d.Penarikan diri Komunikasi tidak akan terjadi bila slah stau pihak secara psikologis menarik diri dari pertemuan yang seharusnya terjadi. Ada dugaan bahwa dengan macam-macam perkembangan saat ini, antara lain meningkatkan urbanisasi, perasaanperasaan orang untuk menarik diri, apatis dan aliensi semakin banyak pula. Banyak contoh, baik pada tingkat internasional maupun nasional, yang menunjukkan penarikan diri dari saling pertukaran antarbudaya. Sejarah penuh 40 dengan peristiwa-peristiwa tentang penarikan diri wakil-wakil suatu negara dari konferensi internasional, putusnya hubungan antar negara dan lain-lain. e. Tidak adanya empati Komunikasi antarbudaya sangat memerlukan empati yang tinggi , upayaupaya mengembangkan empati tidaklah mudah. Yang terpenting ada kemauan dari kedua belah pihak. Empati ialah kemampuan untuk merasakan seperti orang lain atau untuk menempatkan diri pada diri orang lain. Untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, kita harus mampu menciptakan gambaran-gambaran yang memungkinkan pendalaman tentang perasaan dan karakteristiknya. Dengan cara turut mengalami keadaan internalnya, kita dapat mengenalnya, meramalkan reaksinya dan mengantisipasi kebutuhannya. Menurut Sunarwinadi, 1994:118 ada beberapa hal yang menghambat pencapaian empati yaitu: 1. Fokus terhadap diri secara terus menerus 2. Kecenderungan untu memperhatikan hanya beberapa karakteristik dari orang lain dan mneyimpulkan sebagai karakteristik umum darinya. 3. Pandangan-pandangan stereotip mengenai ras dan kebudayaan. 4. Kurangnya pengetahuan tentang kelompok, kelas atau orang tertentu. 5. Tingkah laku yang mnejauhkan orang untuk mau mengungkapkan informasi tentang dirinya. 41 6. Tindakan atau ucapan yang memberi kesan seakan-akan mengenai orang lain, sehingga ia merasa defensif dan tidak mengehendaki dilanjutkannya komunikasi. 7. Tindakan komunikasi yang mengesankan keinginan untuk mengontrol orang lain, sehingga memancing sikap efendif darinya. 8. Sikap netral dan tidak tertarik yang dapat mengakibatkan orang tidak mau mengungkapkan dirinya. 9. Sikap superior yang juga menghasilkan tingkah laku defensif pada orang lain. 10. Sikap yang menunjukkan kepastian jika seseorang bersikap dan bertingkah laku seakan-akan serba tahu maka kemungkinan orang akan membutuhkan data yang akurat maka kita sering melaksanakan generalization stimulus atau bahasa awamnya adalah pukul rata ada disamakan saja terhadap individu atau kelompok. f. Stereotyping Melakukan streotip adalah seesuatu yang mudah karena tidak membutuhakn data yang akurat aka kita sering melakukan generalitation stimulus atau bahasa awamnaya pukul rata terhadap individu dan kelopmpok. g. Kekuasaan Ada dua prinsip yang melandasi pengertian kekuasaan, yaitu bahwa: 1. Dalam setiap hubungan komunikasi terhadap kekuasaan dalam derajat tertentu. 42 2. Yang merupakn sumber masalah komunikasi buanlah kekuasaan itu sendiri, melainkan penyalahgunaan dari keuasaan. Oleh sebab itu pemahaman komunikasi tentangkeuasaan merupakan dan dampaknya bagian penting dalam terhadap pemahaman komunikasi antarbudaya. 6. Faktor Pendukung atau Solusi Dalam Pola Komunikasi Antarbudaya Samovar (1989) memberikan solusi berupa strategi dalam meningkatkan komunikasi antarbudaya, yaitu: a. Mengenali diri sendiri Dalam berkomunikasi masing-individu hendaknya mengetahui atau mengenali dirinya sendri. Tindakan mengindentifikasi sikap, pendapat dan kecenderungan diri sendiri. Akibat-akibat ini dapat mentukan tidak saja apa yang kita katankan, tetapi juga apa yang kita dengar apa yang orang lain katakan. Untuk itu dalam teori pengembangan hubungan dengan pendekatan komunikasi antarpribadi kita menilai diri sendiri memakai Johari Window. Empat kuadran dibahas pada Johari Window,26 yaitu: 1. Data kita diketahui oleh diri sendiri dan diketahui oleh orang lain. 2. Data kita tidak diketahui oleh diri sendiri dan tida diketahui orang lain. 3. Data kita diketahui oleh diri sendiri dan tidak diketahui orang lain. 26 156-158. M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta, UT,1994),H 43 4. Data kita tidak diketahui oleh diri sendiri dan tidak diketaui oleh orang lain.27 b. Menggunakan kode yang sama Dalam meningkatkan komunikasi agar lebih efektif seseorang harus mengetahui kode khusus yang dignakan orang lain atau klompok tertentu, karena makna terletak pada orang lain dan bukan pada kata-kata. Seperti seorang komunikator berencana mengetahui bahasa, kata-kata yang disukai dan tidak disukai oleh komunikan. c. Jangan terburu-buru Dua hal yang harus dilakukan dalam berkomunikasi antarbudaya yaitu: Pertama, menunda penilaian. Manusia cenderung untuk cepat-cepat menarik kesimpulan sebelum orang lain mengungkapkan perasaan, pemikiran, atau gagasan, maka hal ini akan menimbukan sikap tidak saling pengertian antara komunikator dan komunikan. Kedua, memberi waktu yang cukup kepada orang lain untuk mencapai tujuannya. Perlu kita ketahui bahwa setiap orang atau kebudayaan memiliki gaya komunikasi yang unik, beberapa gaya komunikasi membutuhkan waktu sejenak agar maksud yang ingin disampaikan terlaksana, untuk itu kita harus bersabar menungg sampai orang lain selesai mengungkapkan maksudnya. d. Memperhitungkan lingkungan fisik dan manusia Dalam berkomunikasi sesorang hendaknya memilih waktu dan tempat yang tepat hal ini sangat penting demi tercapainya komunikasi yang efektif. 27 Ibid 44 e. Meningkat keterampilan berkomunikasi Keterampilan dasar komunikasi secara umum, antara lain: minat/menarik perhatian orang lain, keteraturan, teratur dan mudah diikuti, cara penyampaian dan penerimaan pesan. f. Mendorong Feedback Dalam berkomunikasi umnya seorang komunikator mengharapkan adanya feedback atau timbal balik dari komunikan, maka dengan adanya feedback komunikasi dapat dikatakan efektif. g. Mengembangkan Empati Dalam berkomunikasi kedua belah pihak yaitu komunikator dan komunikan hendaknya saling empati yaitu menjadi pendengar yang baik. h. Mencari persamaan-persamaan diantara kedua kebudayaan yang berbeda. Sumpah pemuda 1928 dapat tercapai antara lain pemuda Indonesia pada saat itu mengembangkan strategi peningkatan komunikasi antarbudaya seperti menyebarkan prinsip kesamaan walaupun mereka berbeda dengan Sumpah bahwa mereka Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. dan lain sebagainya.28 C. Sejarah Singkat Etnis Tionghua di Indonesia Suku Bangsa Tionghua di Indonesia adalah salah satu etnis penting dalam pencaturan sejarah indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Setelah negara Indonesia terbentuk, maka otomatis orang Tionghua yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan 28 Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, h. 203-205. 45 menjadi salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku-suku bangsa lainnya yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.29 Tionghua diIndonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelimbang sejak ribuan tahun lalu. Catatancatatan leluhur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok, faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia tiongkok kenusantara dan sebaliknya. 1. Asal kata Tionghua Tionghua adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan cina diindonesia berasal dari kata zhonghua dalam bahasa mandarin. Zhonghua dalam dialek hokkian dilafalkan sebagai Tionghua. Wacana Cung hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Tiongkok untuk terbebas dari kekuasaan dinasti dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini dampai terdengar oleh orang asal tiongkok yang bermukim di Hindia Belanda yang ketika itu dinamakan orang cina diduga panggilan ini berasal dari kosa kata “ching” yaitu nama dari dinasti ching yang 29 Artel diakses pada 20 Juni 2012 dari http//asal usul china benteng, cina benteng teluk naga, tragedi cina benteng/htm. 46 berkuasa. Orang asal Tiongkok ini yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda merasa perlu mempelajari kebudayaannya termasuk bahasanya, maka oleh sekelompok orang Tionghua di Hindia Belanda pada tahun 1900 mendirikan sekolah dibawah naungan suatu badan yang dinamakan “tiong hoa hwe kwan” (THHK). THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Tiongkok tetapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang tionghua di hindia belanda, seiring dengan perubahan istilah cina menjadi Tionghua di Hindia Belanda.. Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghua diIndonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun perkiraan kasar yang dipercaya sampai sekarang ini adalah bahwa jumlah suku Tionghua berada antara rata-rata 4%-5% dari seluruh jumlah populasi diIndonesia. Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika responden sensus ditanyakan mengenai asal suku mereka hanya 1 % dari jumlah keseluruhan populasi indonesia mengaku sebagai Tionghua. Orang-orang Tionghua diIndonesia berasal dari Tenggara Tiongkok. Mereka termasuk suku-suku: a. Hakka b. Hainan c. Hokkien d. Kantonis e. Hokchia f. Tiochiu 47 Daerah asal yang terkonsentrasi dipesisisr tenggara Tiongkok dapat dimengerti karena sejak zaman dinasti Tang, kota-kota pelabuhan dipesisir tenggara tiongkok memang telah menjadi bandarperdagangan yang ramai. Quanzhou malah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk didunia pada zaman tersebit. Ramainya interaksi perdagangan didaerah pesisir tenggara ini kemudian menyebabkan banyak sekali orang-orang Tionghua juga merasa perlu keluarberlayar untuk berdagang. Tujuan utama saat itu adalah Asia Tenggara dan oleh karena pelayaran sangat tergantung pada angin musim, maka setiap tahunnya para pedagang Tionghua akan bermukim diwilayah-wilayah asia tenggara yang disinggahi mereka demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat ada pula pedagang yang pulang ke tiongkok untuk terus berdagang, sebagian besardari orang-orang tionghua diindonesia menetap dipualau jawa. Daerah-daerah lain dimana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain didaerah perkotaan adalah: Sumatera Utara, Bangaka Belitung, sumatrea selatan, lampung, lombok, kalimantan barat.30 D. Pola Komunikasi Pola komunikasi merupakan gabungan dari dua kata, yakni pola dan komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pola berarti bentuk atau sistem.31 Dalam kajian ini merupakan suatu rangka atau bentuk yang digunakan 30 31 Ibid Departemen Penddidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 884-885. 48 untuk membuat sesuatu yang sama dalam rangka tersebut. Pola juga dapat diartikan sebagai proses atau sistem berjalannya seseuatu. Nurudin dalam buku Sistem Komunikasi Indonesia menjelaskan bahwa pada dasarnya komunikasi adalah sebuah pemprosesan ide, gagasan, dan lambang tersebut, sehigga terdapat pola-pola tertentu sebagai wujud prilaku manusia dalam berkomunikasi.32 Joseph A. Devito mengelompokkan pola komunikasi menjadi empat macam, yaitu meliputi komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik, dan komunikasi massa. Namun, menurut Nurudin pola komunikasi yang berkembang di Indonesia yaitu meliputi komunikasi dengan diri sendiri (interpersonal), komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa.33 32 33 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007), h. 26. Ibid, h. 26 BAB III PROFIL MASYARAKAT KELURAHAN MEKARSARI KOTA TANGERANG A. Gambaran Umum Masyarakat Kelurahan Mekarsari 1. Kependudukan Kelurahan Mekarsari merupakan salah satu kelurahan yang berada dikecamatan Neglasari Tangerang dengan luas wilayah 234.211 Ha, yang semua terbagi atas 91.09 ha digunakan untuk pemukiman, 10.000 ha digunakan untuk perkuburan, 2.213 ha digunakan untuk lahan inustri, 93. 155 ha digunakan untuk perkantoran, 10.000 ha tanah wakaf da 117.191 ha digunakan untuk perladangan, di kelurahan ini terdiri dari 6 Rw dan 33 RT. Kelurahan ini berbatasan dengan : - Sebelah Utara : Kelurahan Kedaung Baru - Sebelah selatan : Kali Cisadane - Sebelah Barat : Sungai Cisadane/ Pintu air sepuluh - Sebelah Timur : Kel. Neglasari dan Karangsari Perkembangan penduduk di Kelurahan Mekarsari cukup pesat sampai saat ini Kelurahan Mekarsari di huni oleh 2.377 Kepala Keluarga . Hal ini di sebabkan selain karena suasana yang cukup menyenangkan karena dengan adanya keanekaragaman budaya , juga disebabkan karena lokasinya yang sangat 49 50 strategis dengan wilayah kota Tangerang itu hanya berjarak sekitar 2 Km saja. Selain itu lokasinya pula tidak jauh dengan letak Bandara Intersional SoekarnoHatta. Di sisi lain juga disebabkan oleh tersedianya fasilitas sarana umum yang cukup memadai, baik fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan dan lain-lain. Pada umumnya penduduk Kelurahan Mekarsari Tangerang adalah Betawi dan Sunda, sehingga adat istiadat yang mendominasi adalah adat Betawi dan Sunda meskipun sebagian dari mereka keturunan etnis Tionghua. Untuk lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini: Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki 4.034 Orang Perempuan 5.074 Orang Jumlah 9.108 Orang Adapun jumlah penduduk yang berada di RW 04 ialah sebanyak 350 KK atau sekitar 1680 jiwa. 51 Selanjutnya jumlah penduduk Kelurahan Mekarsari Tangerang berdmenurut usia berdasarkan kelompok pendidikan ialah untuk usia 00-05 tahun berjumlah 1. 634 orang, uasi 06-11 tahun berjumlah 977 dan uasi 12 tahun keatas mencapai 914 orang. Jadi, total seluruhnya ialah 3.525 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Usia Usia Kelompok Pendidikan Jumlah 00-05 tahun 1.634 Orang 06-11 tahun 977 Orang 12- keatas 914 Orang Jumlah 3.525 Orang Jumlah penduduk Kleurahan Mekarsari Tangerang menurut usia kelompok tenaga kerja ialah usia 10-14 tahun mencapai 885 orang, usia 15-19 tahun mencapai 914 orang, usia 20-21 tahun mencapai 767 orang, usia 27-40 mencapai 684 orang, usia 41-56 mencapai 317 orang dan pada usia 57 tahun keatas mencapai 267, jadi totalnya mencapai 3. 834. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut: 52 Tabel 3 Jumlah Penduduk Menurut Usia Usia Kelompok Tenaga Kerja Jumlah 10-14 tahun 885 Orang 15-19 tahun 914 Orang 20-26 tahun 767 Orang 27-40 tahun 684 Orang 41-56 tahun 317 Orang 57-keatas 267 Orang Jumlah 3.834 Orang Dari tabel diatas jumlah tenaga kerja dengan kisaran umur antara 1519 tahun usia ini terbilang usia remaja memilki jumlah yang paling banyak yaitu sekitar 914 orang hal ini dikarenakan banyak anak-anak atau remaja yang putus sekolah karena kebutuhan ekonomi yang menghimpit mereka. Mereka lebih memilih membantu orang tua mereka daripada membebani kedua orang tua mereka dengan biaya sekolah yang semakin melambung. Begitu pula dengan warga yang berada di RW 04 kebanyakan anak-anak remaja d RW 04, mereka lebih memilih bekerja daripada sekolah himpitan ekonomi yang dialami oleh keluarga mereka. 53 2. Agama dan Kepercayaan Mayoritas penduduk Kelurahan Mekarsari adalah beragama Budha, ini di sebabkan karena banyaknya etnis Tionghua yang bermukim diwilayah ini. Namun demikian kerukunan antar umat beragama sudah berjalan dengan baik sehingga kehidupan bermasyarakat antar pemeluk agama yang satu dengan yang lainnya dapat saling menghormati. Sarana peribadatan yang adapun didominasi dengan Gereja yaitu sebanyak 11 buah, Musholah 8 buah, Masjid 1 buah, Vihara 2 buah, dan Pura 2 buah. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut: Tabel 4 Penganut Agama/Kepercayaan Mayarakat Kelurahan Mekarsari Tangerang Agama Jumlah Islam 3.670 Orang Kristen 399 Orang Katholik 168 Orang Hindu 10 Orang Budha 4.915 Orang Agama atau kepercayaan masyarakat Rw 04 sendiri banyak didominasi oleh pemeluk agama Budha mengingat bahwa memang penduduk di RW 04 adalah warga keturnan, di bandingkan dengan penduduk-penduduk yang 54 ada di RW lain, yaitu dari 350 KK , 100 KK diantaranya adalah keluarga pribumi. 3. Mata Pencaharian Mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian pegawai swasta/Karyawan dan buruh tani. Hal ini disebabkan karena banyaknya lahan prindustrian dan lahan pertanian dan perkebuanan yang cukup luas. Pada umumnya hasil pertanian maupun hasil perkebunan diperuntukkan bagi hidup mereka sendiri. Walaupun begitu terkadang mereka langsung menjual kepada para konsumen yang membutuhkan dan bila hasil perkebunan serta pertanian mereka lebih dari cukup biasanya mereka menjualnya kepada para tengkulak. Selain dibidang pertanian, perkebunan dan perindustrian, mata pencaharian sebagaian masyarakat kelurahan tergantung pada hasil peternakan dengan populasi hewan terbanyak ayam ras sekitar 1000 ekor. Selain ayam ras ada juga yang ternak babi yaitu sekitar 120 ekor hal ini disebabkan karena mengingat jumlah penduduk yang memeluk agama Budha lebih banyak dari pada pemeluk agama Islam, ini selain dijual kepasar hewan tanpa pelantara tengkulak, dan biasanya hasil ternak mereka dikonsumsi oleh mereka sendiri atau dijual langsung ke konsumen, biasanya ayam yang mereka jual dalam bentuk olahan. Selain menjual hasil pertanian dan hasil ternak masyarakat keluraham Mekarsari juga menggantungkan hidupnya dari hasil berdagang kue 55 atau makanan ringan, didesa ini akan banyak dirtemui para ibu-ibu rumah tangga yang sedang asik duduk dengan membuat kue, biasanya hasil kue buatan masyarakat desa Mekarsari dijual kepasar dan daerah sekitar. Sisanya adalah petani, pegawai negeri, ABRI dan pensiunan. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut: Tabel 5 Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Mekarsari Mata Pencaharian/Profesi Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) 61 Orang ABRI 20 Orang Pegawai Swasta/Karyawan 2.524 Orang Pertukangan 148 Orang Buruh Tani 1.572 Orang Pensiunan 10 Orang Sebagian besar masyarakat keturuan di RW 04 bekerja sebagai pedagang, penjual kue, kuli angkut, sopir, petani, jasa dan pekerjaan kasar lainnya. Mereka harus berjuang berkompetisi dengan yang lainnya untuk mendapatkan sesuap nasi dan sedikit tabungan untuk pendidikan anak-anaknya. 56 4. Pendidikan Masyarakat kelurahan Mekarsari pada dasarnya merupakan masyarakat yang sadar akan pendidikan baik formal maupun non formal. Di kelurahan inipun sudah ada beberapa fasilitas pendidikan formal yaitu 3 buah Taman Kanak-kanak dan 3 buah Sekolah Dasar (SD). Sebagian besar masyarakat kelurahan Mekarsari yang apabila telah lulus sekolah Dasar (SD), biasanya tidak diteruskan ke tingkat selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekola Menengah Atas (SMA) apalagi ke tingkat Perguruan Tinggi, hal ini sebagaian besar dikarenaan faktor biaya dan faktor jarak. Faktor biaya ini dikarenakan sebagaian masyarakat kelurahan Mekarsari tergolong ke dalam keluarga sejahtera 3 dan keluarga sejahtera 3 plus. Yang mana golongan-golongan tersebut termasuk didalam keluarga yang penghasilannya dibawah rata-rata dan hanya cukup memenuhi kebutuhan seharihari. Dan biasanya, bila tidak dapat melanjukan ke tingkat yang lebih tinggi mereka akan bekerja atau bahkan menganggur. Sedangkan faktor jarak karena keberadaan Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas hanya ada dan terletak di daerah ibu kota kecamatan dengan jarak 7 Km, yang bila ditempuh dengan kendaran bermotor kurang lebih 15 menit, dan bila ditempuh dengan jalan kaki sekitar 3 jam. Untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Mekarsari Tangerang dapat dilihat pada tabel berikut: 57 Tabel 6 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Mekarsari Tingkat Pendidikan Jumlah Taman Kanak-kanak 608 Orang Sekolah Dasar (SD) 1.715 Orang Sekolah Menengah Pertama (SMP) 237 Orang Sekolah Menengah Atas (SMA) 70 Orang Akademi/ D1-D3 40 Orang Sarjana (S1-S3) 30 Orang Namun di samping itu semua, ada beberapa kemajuan dari tingkat pendidikan di kelurahan Mekarsari , seperti contohnya sudah ada beberapa orang yang mengenyam pendidikan tinggi baik sekolah menengah atas maupun di bangku perkuliahan. Sedangkan dalam pendidikan mayoritas kelurahan Mekarsari adalah sekolah dasar yaitu sekitar 1.715 orang.1 B. Sejarah Etnis Tionghua Di Tangerang 1. Etnis Tionghua di Tangerang Warga Tionghua banyak di temui di daerah pinggiran Tanggerang. Masyarakat Tangerang pada umumnya menyebut mereka Cina Benteng 1 Format Monografi kelurahan Mekarsari Kota Tangerang Tahun 2012 58 (Cinben). Komunitas Cina Benteng adalah warga asal Tionghua yang dahulu kala mencoba masuk Indonesia saat produk gula booming pada abad 18 ratusan pemuda asal negeri Tirai Bambu berlayar dari negaranya tujuan awalnya mereka sebenarnya adalah Batavia yang kini menjadi Kota Jakarta, namun mereka terdampar dipangkalan Teluknaga, yang kini menjadi bagian dari daerah Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Tangerang. Akhirnya ratusan pemuda itu di tangkap serdadu VOC. Mereka lalu diminta membuka wilayah Tangerang yang kala itu masih berupa hutan dan menjadi mandor perkebunan atau dikenal dengan nama Kapitan, pemuda yang tidak membawa pasangan dari negerinya menikah dengan warga pribumi yang menghasilkan keturunan hingga kini. Sejarah Cina Benteng memang sulit dipisahkan dari kawasan pasar lama di Jl Ki Samaun yang berada di tepi sungai dan merupakan permukiman pertama masyarakat Cina. Pada akhir 1800-an, sejumlah orang Cina dipindahkan ke kawasan Pasar Baru. Sejak itu menyebar kedaerah-daerah lainnya. Keturunan Tionghua di wilayah Tangerang umumnya berkulit hitam, bermata sipit, dan tidak berbahasa mandarin, mereka adalah generasi kelima Cina Benteng yang hidup di Kota Tangerang. Merekalah yang sebenarnya yang disebut Cina Benteng dan istilah itu dikenal hingga sekarang. Istilah Cina Benteng tidak lepas dari kehadiran Benteng , Benteng yang dibangun pada masa penjajahan kolonial Belanda di tepi Sungai Cisadane sekarang sudah rata dengan tanah. Kala ini banyak keturunan Cina Tangerang 59 yang kurang mampu bermukim diluar Benteng Makasar. Mereka terkonsentrasi di daerah sebelah utara Tangerang yaitu sewan dan Kampung Melayu. Dari sinilah istilah Cina Benteng karena bermukim di sekitar benteng, yang hingga kini mereka kemudian disebut Cina Benteng.2 2. Klenteng/ Vihara Tjong Tek Bio Kota Tangerang dikenal dengan istilah China Benteng. Mereka adalah warga Tionghoa yang merupakan keturunan imigran China Hokkian. Kedatangan mereka sendiri konon sudah sejak tahun 1600-an. Namun, Kelenteng Tjong Tek Bio didirikan pada tahun 1830. Kelenteng dibuat untuk meningkatkan spiritualitas warga imigran, terutama ketika mereka sedang membutuhkan pertolongan secara batin. Karena sudah lama berada di sekitar Sungai Cisadane, warga China Benteng pun tak lagi bisa berbahasa nenek moyangnya. "Yang kami pelihara tinggal nama yang kami pergunakan, dan berbagai seremoni, seperti Imlek, Cap Go Meh, dan tentunya ibadah yang kami lakukan di kelenteng," terang Lim Tjun Siong, salah satu warga China Benteng. Dirinya juga mengakui, tak hanya soal bahasa, secara fisik pun warga China Benteng berbeda 2 Artel diakses pada 20 Juni 2012 dari http//asal usul china benteng, cina benteng teluk naga, tragedi cina benteng/htm. 60 dengan etnis China yang sudah dikenal karena mereka memiliki warna kulit yang lebih gelap.3 China Benteng pun sudah membaur dengan baik dengan warga sekitar. Entah itu melalui perkawinan ataupun kegiatan-kegiatan bersama. Warga China Benteng pun sudah heterogen, tak hanya beragama Buddha, ada juga yang beragama Kristen dan Islam. Sehingga, ketika sentimen negatif terhadap etnis China merebak pada tahun 1998, warga China Benteng justru aman-aman saja. Kondisi harmonis ini pun masih berlangsung hingga sekarang. Meski demikian, kelenteng ini pun pernah menghadapi tekanan yang menyulitkan, terutama di masa Orde Baru. "Kelenteng Tjong Tek Bio sempat harus berganti nama menjadi Wisma Bodhi. Karena pada masa Orde Baru, semua yang berunsur China harus dikubur. Bahkan perayaan Imlek pun dilarang," ujar Sujadi, yang juga waga China Benteng.4 Sangat disayangkan, suasana harmonis dan nilai historis yang dimiliki oleh warga China Benteng harus dihadapkan pada penggusuran. Pemkot Tangerang akan menertibkan kawasan di pinggir Sungai Cisadane dengan dasar Perda No 18 Tahun 2000 tentang K3. Ratusan kepala keluarga dikirimi surat untuk segera mengosongkan rumah, tanpa diberikan kompensasi atau ganti rugi dari Pemkot. "Mereka beralasan tak punya dana," cetus Sujadi.5 Meski bebas dari Orde Baru, tampaknya tantangan warga China Benteng masih belum berakhir dengan adanya penggusuran di era Reformasi ini. 3 l wawancara dengan Lim Tju Siong 26 Desember 2012 Wawancara dengan Sujadi, 26 Desember 2012 5 Wawancara dengan Sujadi, 26 Desember 2012 4 61 Bahkan hingga saat ini sudah ada beberapa pemukiman Cina Benteng yang tinggal di bantaran sungai Cisadane yang menjadi korban penggusuran, yang sampai saat ini tidak ada yang tahu dimana mereka tinggal dan meninggalkan trauma pada korbannya. BAB IV POLA KOMUNIKASI ETNIS TIONGHOA DENGAN MUSLIM PRIBUMI DI RW 04 KELURAHAN MEKARSARI TANGERANG A. Pola Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi, Asimilasi, dan Enkulturasi. 1. Pola Komunikasi dalam Proses Akulturasi Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang dilakukan antara satu orang dengan orang lain yang terdiri dari dua orang atau lebih. Menurut data yang penulis temukan bahwa komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh Tionghoa dan masyarakat muslim pribumi biasanya terjadi ketika bertemu dijalan, atau ditempat-tempat tertentu seperti di warung, pasar dan lain sebagainya ,akan tetapi terkadang penulis menemukan interaksi berupa komunikasi yang kurang intensif baik dari kalangan masyarakat Tionghoa maupun masyarakat pribumi baik pada generasi muda maupun pada generasi tua mereka. Seperti yang telah dikatakan oleh Juwita siswa SDN 1 Mekarsari, bahwa terkadang dia sering diperlakukan tidak baik oleh temannya yang pribumi hanya karena mereka berbeda keyakinan, meskipun demikian komunikasi yang berjalan kurang intensif ini tidak menimbulkan konflik yang berarti.1 Dahulu sekitar tahun 1990-an antara Tionghoa dan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari, seolah ada jurang pemisah antara keduanya. Salah 1 Wawancara dengan Tan Juwita 30 Maret 2012. 62 63 satu contohnya ialah tragedi Mei dimana ada penjarahan besar-besaran terhadap toko-toko, dan pusat perbelanjaan lainnya yang dimiliki oleh keturunan Cina hal ini dikarenakan bahwa masyarakat pribumi tidak ingin dijadikan pembantu di wilayah mereka sendiri. Namun kini keadaan masyarakat keturunan Tionghoa dan Pribumi sudah jauh lebih baik, kendati kedua masyarakat ini sudah dikatakan dapat berbaur bersama, namun penulis dapat menemukan perbedaan yang mencolok biasanya dalam konteks keagamaan, dan status sosial. Contohnya dalam keagamaan masyarakat Tionghua sudah tentu kebanyakan beragama Budha, meski sudah menjadi Muslim mereka masih saja menjalankan ritual-ritual yang sudah diterapkan sejak sebelum mereka memeluk agama Islam, sedangkan warga pribumi yang mayoritas beragama Islam tidak pernah melakukan ritualriural tersebut meski mereka sudah berbaur bersama. Contoh dalam konteks sosial dapat dilhat secara kasat mata di RW 04 kelurahan Mekarsari ini masyarakat Tionghua dapat diktakan jauh dari sejahtera dibandingkan dengan warga Pribumi.untuk kebutuhan sehari-hari mereka sering mengandalkan uluran tangan dari para dermawan yang satu etnis dengan mereka tentunya dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Seperti dikatakan oleh bapak Cwe Fak Liem ketua RT 04 “ warga Tionghoa disini meski kita keturunan cina tapi ga ada yang kaya, semuanya serba kekurangan pendidikan anak-anak juga paling tinggi sampai SMA, kita juga sering dapet bantuan dari donatur yang segama sama kita, warga pribumi juga suka ngasih tapi sekedarnya saja apalagi setelah ada penggusuran dipinggiran kali cisadane”2 2 Wawancara dengan bapak Cwe Fak Liem, 20 maret 2012 64 Meskipun demikian, seperti apa yang sudah penulis katakan diatas, saat ini keadaan masyarakat Rw 04 di Kelurahan Mekarsari sudah jauh lebih baik, namun penulis masih menemukan beberapa orang dari generasi tua yang berasal baik dari etnis Tionghoa maupun Pribumi yang menjalin komunikasi hanya dari beberapa konteks tertentu , biasanya dari konteks ekonomi dan konteks sosial. Dalam proses komunikasi antarpribadi antara Tionghoa dan pribumi terbukti dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara perlahan-lahan melihat, mendengar dan merasakan lingkungannya. Hal ini terlihat dari orangorang Tionghoa yang sejak lama bermukim di daerah ini. Selama proses interaksi itu berjalan , banyak laki-laki Tionghoa totok yang kemudian menikahi perempuan pribumi dan membentuk keluarga, hasil perkawinan campur inilah yang kemudian membentuk komunitas Tionghoa peranakan (baba-nona). Komunikasi antarpribadi yang dilakukan orang-orang Tionghoa di Rw 04 ini terus dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama, dan telah menghasilkan beberapa akulturasi budaya. Pembauran yang dilakukan budaya Tionghoa dengan kebudayaan penduduk pribumi hingga kini dapat dilihat baik dalam kesenian seperti Gambang Kromong, Lenong, Cokek, makanan dan lain-lain. Proses akulturasi terjadi apabila kelompok-kelompok atau individuindividu yang memiliki kebudayaan yang berbeda saling berhubungan langsung secara intensif, dengan timbulnya perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari salah satu atau dua kebudayaan yang bersangkutan. Maka 65 diantara variabel-variabel yang banyak itu adalah tingkat perbedaan kebudayaan, keadaan, intensitas, frekuensi dan semangat persaudaraan dalam hubungannya siapa dan apakah datangnya pengaruh itu merupakan timbal balik atau tidak. Akulturasi dapat diartikan sebagai akibat dari kontak antar kebudayaan yang berangsung lama. Masyarakat Tionghoa di Rw 04 sudah berakulturasi dan berintegrasi dengan lingkungan juga kebudayaan masyarakat lokal (Betawi-Sunda), terlihat jelas pada warna kulitnya yang kecoklatan, tidak putih pada umumnya komunitas cina, mendengar mereka berbicara pun sudah sangat mirip dengan masyarakat lokal. Meski demikian, masyarakat Tionghoa masih melestarikan adat istiadat nenek moyang mereka yang sudah ratusan tahun, salah satunya adalah tampak pada keberadaan “meja abu” setiap rumah Tionghoa. Keberadaan meja abu merupakan ritual keagamaan orang cina, baik yang dilakukan didalam rumah maupun dikelenteng yang tidak bisa dipisahkan dengan hio dan hiolo (sebuah bejana berisi pasir tempat menancapkan batang hio). Hio bagi orang Tionghoa sama dengan bunga bagi orang barat. Hal diatas membuktikan bahwa masyarakat Tionghoa selain mereka berakulturasi dan beradaptasi dengan budaya masyarakat pribumi namun mereka masih tetap mempertahankan tradisi dan adat istiadat kepercayaan leluhur mereka yang sudah ratusan tahun. Akulturasi Tionghoa di Mekarsari dengan kebudayaan masyarakat Muslim Pribumi dapat terlihat pada busana pakaian pengantin merupakan campuran atau akulturasi budaya Tionghua dan Betawi karena terjadi 66 kawin campur (Integrasi), selain terjadinya kawin campur juga adanya akultrasi dalam bahasa, dan kesenian. a. Kawin Campur Perkawinanan merupakan masa penutupan bagi seseorang yaitu dari masa lajang dan masa hidup tanpa beban keluarga menjadi hidup berumah tangga yaitu menikah. Perkawinan campur yang terjadi di lingkungan RW 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang yaitu perkawinan antara Tionghua yang beragama Budha dengan Muslim Pribumi, biasanya hanya dilakukakan pernikahan saja tidak berikut resepsinya, sebelumnya pengantin Tionghua yang beragama Budha akan masuk Islam terlebih dahulu sebelum menikah dengan muslim pribumi.3 Berbagai akulturasi antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat pribumi tidak hanya diperkawinan campur, tetapi juga akulturasi terjadi pada bahasa yang digunakan sehari-hari. b. Bahasa Bahasa adalah sistem untuk mengkomunikasikan dalam bentuk lambang dari segala macam informasi. Setiap bahasa manusia, baik inggris maupun cina adalah sarana untuk menyampaikan informasi dan pengalaman, baik yang bersifat kultural maupun individual dengan orang lain. Bahasa pun 3 Wawancara penulis dengan Cwe Fak Liem ketua RW 04 31 Maret 2012 67 mencerminkan realita kebudayaan dan kalau kebudayaan berubah bahasapun akan berubah. Bahasa adalah alat untuk perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baiklewat tulisan, lisan, maupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain, melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mdah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Bentuk-bentuk bahasa yang berbeda tetapi cukup besar persamaannya, sehingga dapat saling dipahami, dikenal dengan nama dialek. Secara teknis, semua dialek adalah bahasa. Masyarakat Tionghoa yang merupakan Cina peranakan, sebagian besar mereka sudah tidak dapat lagi menggunakan bahasa cina. Keunikan dari komunitas Tionghoa ini yaitu mereka telah berakulturasi dan beradaptasi dengan lingkungan dan kebudayaan Pribumi. Dalam percakapan sehari-hari, mereka sudah tidak dapat lagi berbahasa cina. Logat mereka bahkan sudah sangat kental dengan Sunda Pinggiran bercampur dengan bahasa Betawi. Logat Etnis Tionghua di RW 04 ini memang khas, contohnya : ketika mengucapkan kalimat “ mau kemana”, kata “na” diucapkan lebih panjang sehingga terdengar “ mau kemanaaaa”. Hal ini dikarenakan komunikasi Tionghua ini sangat membuka peluang masuknya kebiasaan dan tata bahasa masyarakat lokal yang sebagian besar menggunakan logat Betawi. 68 Akulturasi bahasa antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat Pribumi dapat dilihat dalam pengucapan kata sehari-hari, bisa dilihat dalam tabel dibawah ini : Tabel 7 Dialek/ pengucapan Arti Kata Siam si Alat untuk menggoreng Ranjang Tempat tidur Nyapnyap Ngomong seenaknya Jojong Santai Ngambek Cemberut Eretan Menyebrangi sungai mengguanakan perahu b). Kesenian Kesenian mengacu pada keindahan yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata atau telinga, sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks. Kesenian masyarakat Tionghoa telah berakulturasi dengan masyarakat Pribumi salah satunya adalah tari cokek. Tari cokek yaitu tarian khas Tangerang , yang diwarnai budaya etnik Cina. Cokek sendiri merupakan tradisi lokal 69 masyarakat betawi dan Cina Benteng, yaitu kelompok etnis Cina yang nyaris dipinggirkan yang kini banyak bermukim di Tangerang. Tarian ini diiringi orkes Gambang Kromong ala Betawi dengan penari mengenakan kebaya yang disebut cokek. Pembauran yang dilakukan budaya Tionghoa dengan kebudayaan penduduk pribumi hingga kini dapat dilihat baik dalam kesenian seperti Gambang Kromong, Lenong, Cokek dan lain-lain. Dalam perekembangannya, orang-orang Tionghoa sangat merespon sekali keadaan sosio-budaya Indonesia, mereka layaknya orang pribumi, telah bercampur baur dengan masyarakat pribumi, mereka saling bergotong royong dalam hubungan kemasyarakatan. Proses komunikasi ini secara potensial memudahkan aspek-aspek akulturasi. Kerumitan seorang imigran dapat dimudahkan dengan kemampuan mempersepsikan lingkungan pribumi sehingga mengetahuai budaya pribumi lebih jauh4. Pada fase-fase awal akulturasi, orang-orang Tionghoa di Rw 04 mengamati lingkungan sekitarnya secara sederhana, sehingga mereka masih belum beradaptasi dengan lingkungan asing tersebut dengan baik. Pada awal mula datang ke Batavia mereka masih menutup diri terhadap lingkungan disekitar mereka, para imigran Tionghoa ini hanya melihat dan mendengar tanpa merespon secara mendalam lingkungan sekitarnya dikarenakan persepsi mereka saat itu 4 .Deddy Mulyana dan Jalaludin, komunikasi antarbudaya h, 141 70 masih awam dan belum banyak mengetahui pola-pola maupun aturan sistem komunikasi pribumi.5. Pada mulanya orang-orang Tionghoa hanya mengadu nasib di Batavia dengan mencoba mencari untung melalui perdagangan dengan orang-orang Belanda. Setelah berimigrasi dan menetap di batavia, mereka kemudian terlibat dalam sistem komunikasi masyarakat setempat. Pengetahuan yang telah didapat oleh orang-orang Tionghoa kemudian sangat membantu mereka meningkatkan partisipasinya dalam jaringan-jaringan komunikasi pribadi dan komunikasi massa yang terdapat pada masyarakat pribumi.6 Artinya partisifasi yang dimaksud tidak terbatas pada masyraka betawi saja , melainkan juga pada bebagai etnis. Banyaknya pengetahuan yang didapat oleh orang-orang Tionghoa di RW 04 tentang berbagai hal yang berkaitan dengan orang-orang pribumi, membuat persepsi mereka menjadi lebih halus dan kompleks. Ini memungkinkan mereka menemukan banyak variasi dalam lingkungan pribumi. Bukti nyata yang sangat berpengaruh ini adalah pengetahuan tentang bahasa pribumi. Bahasa merupakan hal yang sangat mendasar, dan harus dimiliki oleh setiap orang atau kelompok yang ingin berkomunikasi dengan komunitas lain. Seperti disinyalir oleh Lusiana Andriani Lubis dari Edward Sapiur dan Benyamin Whorf,bahwa bahasa tidak saja berperan sebagai suatu mekanisme untuk berlangsungnya komunikasi, tetapi juga 5 Ibid, 141 clokener brousson, Batavia awal abad 20 Gedenkschriften van eed oud-kolonial,( Jakarta komunitas bambu 2004, h. 75). 6 71 sebagai pedoman kearah kenyataan sosial7, dengan kata lain bahasa tidak saja menggambarkan persepsi, pemikiran dan pengalaman, tetapi juga dapat menentukan dan membentuknya. Proses komunikasi sosial yang lebih umum dilakukan orang-orang Tionghoa dengan berinteraksi kepada masyarakat Betawi dalam lingkungan sosiobudayanya, tidak hanya dalam hubungan-hubungan antarpersonal.8 Melalui komunikasi sosial, orang Tionghoa mengetahui lebih jauh lagi tentang berbagai unsur dalam sistem sosio-budaya Betawi. Fungsi komunikasi sosial dalam akuturasi sagat penting pada fase awal proses akulturasi kaum imigran, yaitu pada saat orang-orang Tionghoa baru memulai mengembangkan suatu kecakapan yang memadai untuk membina hubungan-hubungan antarpersonal yang memuaskan anggota-anggota masyarakat Betawi.9 Hasil dari interaksi orang-orang Tionghoa dengan masyarakat Betawi yang cukup lama, tidak saja mempengaruhi budaya keduanya tapi juga melahirkan kebudayaan baru yang terjadi pada kedua etnis tersebut bukan hanya pada kesenian saja, tapi juga ada hal-hal lain diantaranya, arsitektur, sastra, bahasa, kesenian, olahraga, dan adat istiadat lainnya. Komunikasi personal dan komunikasi sosial imgran dan fungsi komunikasi-komunikasi tersebut tidak sepenuhnya dapat dipahami tanpa 7 Lusiana Andriani Lubis, Penerapan Komunikasi Lintas Buadaya Diantara Perbedaan Kebudayaan, (Sumatra Utara: FISIP )h.11. 8 Deddy dan Jalaludin, Komunikasi Antarbudaya. h. I42 9 Ibid, h. 143 72 dihubungkan dengan lingkungan komunikasi masyarakat Pribumi. Apakah imigran tinggal didesa atau dikota metropolitan, tinggal didaerah miskin atau kaya, bekerja sebagai buruh pabrik atau eksekutif. Semua itu adalah kondisi lingkungan yang diduga mempengaruhi. Secara signifikan perkembangan sosiobudaya yang akan dicapai imigran. Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan akulturasi Tionghoa adalah adanya komunitas etniknya di daerah setempat. Artinya dari derajat kelengkapan kelembagaan Tionghoa tersebut dapat memudahkannya dalam mengatasi tekanan-tekanan dalam komunikasi antarbudaya. Ini memudahkan akulturasi. Namun lain halnya apabila orang-orang Tionghoa terlalu luas dalam komunitas etniknya dan tanpa komunikasi yang memadai dengan anggota masyarakat Betawi. Faktor ini dapat memperlambat akulturasi komunitas Tionghoa ke dalam sistem sosial orang pribumi. Lingkungan komunikasi pada saat terjadinya akulturasi adalah ketika orang-orang Tionghoa mulai berinteraksi melalui perdagangan di Batavia pada masa Dinasti Sung (907-1127) dilaporkan banyak pedagang-pedagang Cina yang datang ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Mereka berdagang dengan orang Indonesa dengan membawa barang dagangan berupa teh, barang porselin Cina yang indah, kain sutra yang halus serta obat-obatan. Sedangkan mereka membeli dan membawa pulang hasil bumi Indonesia. Dalam sejarah Cina Kuno, dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai merantau ke Indonesia pada masa akhir pemerintahan Dinasti Tang. Daerah pertama yang didatangi adalah palembang, yang pada waktunya itu merupakan pusat perdagangan kerajaan 73 Sriwijaya. Kemudian mereka datang kepulau Jawa untuk mencari rempahrempah. Banyak di antara mereka kemudian menetap di daerah pelabuhan pantai utara jawa seperti daerah Tuban, Surabaya, Gresik, Banten (Tangerang) dan Jakarta. Orang Cina datang Indonesia dengan membawa serta kebudayaannya, termasuk unsur agamanya. Dengan demikian, perpaduan kebudayaan Cina dalam kebudayaan Indonesia tak terelakkan. Proses komunikasi dalam akulturasi pada kesenian Gambang Kromong, hanya dimungkinkan oleh proses interaktif yang saling melengkapi antara orang Tionghoa dan pribumi di RW 04. komunikasi pribadi, komunikasi sosial dan lingkungan komunikasi sangat menunjang sekali keberhasilan proses akulturasi tersebut. Seperti dikutip oleh Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmat dari Mendelson, “ Komunikasi dapat menggabungkan kelompok-kelompok minoritas ke dalam suatu organisasi sosial yang memiliki gagasan-gagasan dan nilai-nilai bersama.”10 Kesamaan-kesamaan itulah yang menjembatani perbauran dua komunitas tadi dalam berbagai aspek kehidupan sosial budaya, sebagaimana tercermin dalam kesenian Gambang Kromong. 2. Pola Komunikasi dalam Proses Asimilasi Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan- golongan manusia dengan latar belakang yang berbeda-beda, saling bergaul langsung intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan-kebudayaan 10 Deddy dan Jalaludin, Komunikasi Antarbudaya, h. 148. 74 golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas dan juga unsurunsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi kebuayaan campuran.11 Sama halnya dengan proses komunikasi dalam akulturasi pola komunikasi dalam proses asimilasipun lebih kepada pola komunikasi antarpribadi baik terjadi dalam keluarga maupun dalam hubungan dengan masyarakat. Adapun asimilasi yang terjadi pada masyarakat Tionghua di RW 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang ialah terjadinya perkawinan silang dan pergantian nama, seperti Liem Tjun Siong menjadi Sujadi pergantian nama tersebut terjadi ketika dia menikah dengan warga Pribumi dan memeluk agama islam, makanan, cara berpakaian, 3. Pola Komunikasi dalam Proses Enklturasi Pada dasarnya enkulturasi merupakan pola budaya yang sama meski berbeda etnis atau agama, enkulturasi yang terjadi pada masyarakat RW 04 ialah mengalami kesamaan bahasa dalam berkomunikasi yaitu mneggunakan bahasa Betawi dan Sunda, kesamaan tempat Tinggal yaitu di lingkungan RW 04 dan kesamaan dari Tujuan-tujuan hidup yaitu ingin merasakan kehidupan yang damai sentosa tanpa ada konflik yang berarti. Dalam hal ini kemuniasi yang terjadi lebih kepada komunikasi antarpribadi dan kelompok. 11 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta, Aksara Baru, 1981), h. 225. 75 B. Hambatan Komunikasi dalam Pola Komunikasi Antarbudaya 1. Keanekaragaman dari tujuan-tujuan komunikasi Setiap individu memiliki alasan sendiri ketika memilih untuk bergabung pada komunitas tertentu, salah seorang keturunan Tionghua di Rw 04 yang lebih memilih memeluk agama islam memilki latar belakang dan motif tertentu mengenai keputusannya untuk memeluk agama islam, karena: a. Ajakan teman sebayanya b. Tertarik akan ajaran dalam beribadah c. Tertarik ingin memakai jilbab d. Ingin menikah dengan Muslim Pribumi e. Telah mendapatkan hidayah Selain itu motif utama mengapa masyarakat Tionghoa lebih memilih tinggal di Desa sewan Lebak atau di RW 04 ini dari pada di Mauk ataupun Karawaci karena menurut cerita dari nenek moyang mereka di tempat inilah mereka lebih aman dibandingkan dari tempat lain. 2. Etnosentrisme Etnosentrisme merupakan paham diamana para penganut suatu kebudayaan atau suatu kelompok suku bangsa selalu merasa lebih superior daripada kelompok lain diluar mereka. 76 Berdasarkan penelitian, penulis menemukan bahwa masing-masing kelompok yaitu kelompok Tionghoa dan kelompok pribumi sama-sama merasa kelompok merekalah yang paling unggul ini terlihat ketika spenulis melakukan wawancara dengan bapak Cwe Fak Liem yang mengutarakan kekecewaannya terhadap pribumi yang beragama muslim ketika salah satu anak laki-lakinya inikahkan dengan wanita muslim pribumi, di mengatakan " keluarga saya ada yang beragama muslim itupun karena menikah dengan wanita pribumi yang beragama muslim,saya pikir ketika masuk islam anak saya menjadi orang yang lebih baik, tapi sebaliknya pernikahan mereka tidak bertahan lama karena wanita itu tidak bisa membimbingnya, seharusnya dia bisa membimbing anak saya dalam hal mempelajari agama islam dan ajaranajarannya kalau seperti itu apa benar orang muslim seperti itu?kalau diagama saya tidak seperti itu ibadahnya juga ga repot ga seperti orang muslim yang sehari lima kali, bahkan ada yang dinamakan sholat sunnah"12 3. Tidak adanya kepercayaan Melihat perbedaan yang dianggap berlebihan diantara kedua belah pihak yaitu antara masyarakat Tionghua dengan Muslim Pribumi, hal ini menimbulkan sedikit ketidakpercayaan antara pihak-pihak yang terlibat dalam berkomunikasi. Masyarakat pribumi yang sebagian besar menduduki kursi pemerintahan daerah merasa takut jika mereka mengabil atau meminta masyarakat Tionghoa untuk menjadi staff desa terutama untuk ditempatkan dikantor desa hal ini dikarenakan pendidikan masyarakat Tionghoa rata-rata hanya sampai bangku Sekolah Dasar. Dan jika di undang acara ada beberapa warga muslim pribumi yang takut makanannya di campuri babi. 12 Wawacara dengan bapak Cwe Fak Liem ditempat kediamannya di Desa Sewan Lebak 20 Juni 2012 77 Sedangkan hambatan utama bagi etnis Tionghua dalam berkomunikasi ialah selalu khawatir dan takut, khwatir tidak diahargai dilingkungan tempat tinggal mereka dan takut dibohongi dan takut tidak diterima dilkingkuangannya. 4. Penarikan diri Umumnya masyarakat pribumi tidak melakukan penarikan diri terhadap siapapun di lingkungannya. Namun sebagian warga pribumi selalu tertutup jika ada acara seserahan (tunangan) dalam keluarga mereka. Masyarakat etnis Tionghoa selalu memandang sinis terhadap siapa saja yang datang, seperti ketika penulis datang ketempat mereka untuk melakukan wawancara apalagi jika ditanya tentang data pribadi. Seperti yang telah diketahui bahwa warga Cina Benteng atau masyarakat Tionghoa yang Tinggal di Tanggerang lebih terbuka dengan siapapun, tetapi pada saat itu penulis merasa mereka sedang melakukan penarikan diri terhadap orang asing, setelah di telusuri ternyata mereka masih mengalami trauma akibat penggusuran yang terjadi di bantaran kali Cisadane Tangerang pada April lalu. 5. Tidak adanya empati Sebagian kelompok kurang memahami kebudayaan kelompok lain seperti masyarakat Mulim Pribumi kurang memahami kebudayaan masyarakat Tionghua begitu pula sebaliknya, hal ini lah yang menyebabkan munculnya sikap kurang empati meski masing-masing kelompok sudah berusaha mempelajari kebudayaan kelompok lain, seperti ketika ada salah satu warga Tioghoa yang 78 meninggal, warga muslim pribumi tidak ada yang datang untuk berta'jiah dengan alasan kedatangannya mungkin tidak diperlukan. 6. Stereotyping Kecenderungan seseorang dalam melakukan streotyping atau Generalitation atau dalam bahasa awamnya adalah pukul rata baik terjadi secara sengaja ataupun tidak sengaja, baik terjadi pada orang awam atau yang berpendidikan selakupun hal ini akan menimbulkan citra negatif dikalangan masyarakat. Contohnya, orang Cina dikenal sebagai orang kaya, pelit, licik, dan pintar dalam berbisnis akan tetapi fakta yang penulis temukan dalam lingkungan penelitian seperti tidak sesuai banyak orang cina yang tinggal di RW 04 yang hidupnya jauh dari sejahtera, tak jarang mereka sering menggantungkan hidup mereka kepada donatur yang memberi bantuan kepada mereka, berpendidikan rendah dan dermawan bagi yang berkecukupan. 7. Kekuasaan Pola komunikasi masyarakat Tionghoa dan Pribumi dibetuk dan dirusak oleh penguasa yang memilki power. Kekuasaan Belanda merusak struktur komunikasi masyarakat Tionghoa dengan Pribumi. Penguasa selalu membuat jurang pemisah antara Pribumi dan masyarakat Tionghoa. Semoga sejarah baru indonesia mengurangi jurang pemisah tersebut. Pada tanun 1961 para peranakan Tionghoa mengeluarkan deklarasi yang dinamakan Piagam Asimilasi. Mereka bertekad menjadi orang Indonesia yang 79 murni dan patriotik seperti disebut pada sumpah pemuda tahun 1928 untuk mewujudkan satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa. C. Faktor Pendukung dalam Pola Komunikasi Antarbudaya 1. Mengenali diri sendiri Dalam berkomunikasi seorang komunikator harus mengetahui siapa dirinya dan siapa komunikannya, karena hal ini dapat menentukan apa yang dibicarakan dan apa yang didengar dari orang lain. Sikap generalitation atau pukul rata terhadap segala sesuatu yang terjadi disekitar lingkungan komunikasi amatlah kurang bijak, karena alangkah lebih baiknya jika kita mengkaji ulang segala hal atau kasus yang terjadi disekitar kita, oleh sebab itu beberapa kasus tidak dapat diambil kesimpulan untuk mengadakan bahwa semua masyarakat Tionghoa pelit, licik dan kaya, dan semua warga muslim Pribumi tertutup dan menutup diri. 2. Menggunakan kode yang sama Seorang komunikator harus dapat memahami cara berfikir komunikan, karena makna terletak pada orang lain bukan pada kata-kata, maka untuk dapat memperoleh komunikasi yang efektif, komunikator harus mengetahui kode khusus yang dugunakan orang lain atau komunikan. Dalam hal ini komunikator akan berusaha untuk mengetahui bahasa dan kata-kata yang digunakan dan disukai oleh komunikan. 80 Masarakat Tionghua di RW 04 umumnya menggunakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat muslim Pribumi dalam berkomunikasi yaitu bahasa Betawi bahkan tidak jarang masyarakat Tionghua tidak bisa berbahasa Mandarin. 3. Jangan terburu-buru Menunda penilaian atau memberi waktu yang cukup untuk menghindari kesalahpahaman sehingga kedua belah pihak lebih terbuka kesempatan untuk mencapai saling pengertian. Proses akulturasi masyarakat Tionghoa dengan Muslim Pribumi di RW 04 dengan keluarga dan lingkunagnnya, kedua belah pihak membutuhkan waktu agar mereka dapat saling memahami. Keberhasilan akulturasi ini tergantung pada kedua belah pihak, agar saling membuka diri dalam berkomunikasi. Masyarakat Tionghoa jangan terburu-buru menilai warga Muslim Pribumi negatif. Begitu juga sebaliknya Muslim Pribumi jangan terburu-buru menilai Tionghoa negatif. Seperti jangan mencurigai pribumi tertutup, tidak empati,melakukan pendekatan karena ada kepentingan pribadi dan pribumi jangan mencurigai etnis Tionghua pelit, terlalu memaksakan kehendak. 4. Memprhitungkan lingkungan fisik dan manusia Dalam berkomunikasi seseorang harus memperhitungkan waktu tempat dan lawab bicara agar komunikasi berjalan dengan efektif. Dalam berkomunukasi masyarakat Tionghoa dan Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang selalu memperhitungkan tempat dan waktu yang 81 tepat dalam membicarakan sesuatu agar pesan yang disampaikan dapat dipahami dan di mengerti serta tidak terjadi kesalahan makna. 5. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi Seseorang jika ingin sukses dalam menjalin hubungan pertemanan berupaya meningkatkan pemahamannya terhadap temannya, mencari informasi tentang teman mengenai data kultural, data sosiologis, dan data psikologis individu teman. Memperoleh data tersebut merupakan bahan untuk memprediksi apa yang seharusnya dan bagaimana seharusnya mengahdapi individu tersebut. Ketepatan strategi tergantung pada informasi yang diperoleh. Masyarakat Tionghoa menghadapi warga Muslim Pribumi maka ia bersiap dan melatih diri bagaimana cara yang terbaik dan mereka menjadi paham dengan ajaran Islam. Apalagi menghadapi individu atau kelompok dengan sengaja menguji keimanannya maka mereka mempertahankan diri dengan penuh percaya diri. Masyarakat Tionghoa dan Muslim Pribumi di RW 04 memiliki rasa persatuan maka mereka akan merubah penampilan dan cara berkomunikasinya sehingga masing-masing kelompok dapat saling memahami. 6. Mendorong feedback Dalam mewujudkan dan membina persahabatan masyarakat Tionghoa dan Muslim Pribumi menemui sedikit rintangan dikarenakan Muslim Pribumi lebih mendorong feedback dalam berkomunikasi dibandingkan dengan 82 masyarakat Tionghoa . feedback secara langsung terjadi apabila kedua belah pihak membuka diri. 7. Mengembangkan empati Faktor pendukung meningkatnya keberhasilan komunikasi Antarbudaya, salah satunya adalah empati. Kedua belah pihak harus menyadari dan menghargai perbedaan. Melatih seolah-olah diri berada ditempat lain atau menjadi seseorang kedua belah pihak akan lebih memahami apabila posisi itu seolah-olah ia yang mengalami. Masyarakat Tionghua melihat Muslim Pribumi di RW 04 yang tertimpa musibah atau ditinggalkan keluaraga tercinta ia akan berpikir bagaimana jika ia yang ada diposisi tersebut. Dan Muslim Pribumi melihat masyarakat Tionghua di RW 04 yang menjadi korban penggusuran di pinggir sungai Cisadane Tangerang, merasa sedih atas perlakuan tersebut. 8. Mencari persmaan-persamaan diantar kebudayaan-kebudayaan yang berbeda Persamaan-persamaan memungkinkan kedua belah pihak menjalin hubungan, akan tetapi tidak semata-mata persamaan. Banyak faktor yang mempengaruhi berhasilnya hubungan, salah satunya adalah Persamaan itu berupa teman sedaerah, seagama dan setempat kerja. persamaan. 83 Masyarakat Tionghua dan Muslim Pribumi memperoleh kemudahan dalam berkomunikasi hal ini disebabkan karenanya ada persamaan diantara mereka, yaitu persamaan dalam berbahasa dan tempat tinggal. Komunikasi antarbudaya akan berjalan lancar bila kita mencari persamaan, minimal sama-sama manusia, sama tempat tinggal, sama makanan yang dimakan sehari-hari, sama ingin hidup tenang sehingga kedua belah pihak yang berkomunikasi tidak mempertajam perbedaan. Ada beberapa karakteristik masyarakat kelurahan Mekarsari Tangerang tepatnya di RW 04 yang menjadi faktor pendukung dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya: a. Sikap kekeluargaan Sudah menjadi karakteristik khas bagi masyarakat RW 04 bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah mendarah daging dalam sanubari mereka. Hal ini pun terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat RW 04 yang memperliharkan sikap kekeluargaan, seperti contohnya apabila salah satu warga tertimpa musibah atau mengadakan suatu hajat seperti akan menikahkan anaknya biasanya para tetangga dilingkungan sekitar warga yang memiliki acara tersebut dan segera datang untuk memberi bantuan tanpa diminta terlebih dahulu oleh si pemilik acara tersebut seolah mereka merasa seperti saudara sendiri. 84 b. Menjunjung tinggi sikap sopan santun Hal ini sangat terlihat sekali pada nasyarakat RW 04 dalam kehidupan sehari-hari dimana mereka bisa menempatkan sikap mereka, misalnya seperti, mereka membedakan logat bahasa yang digunakan saat mereka berbicara dengan yang lebih tua, biasanya orang yang lebih mudalah yang menegur terlebih dahulu meski mereka berbeda agama. c. Sikap saling mengahargai orang lain Sesuai dengan sikap masyarakat Rw 04 umumnya, masyarakat ini sangat menghargai orang lain, mereka benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanaya sebagai patokan untuk membalas kebaikan orang tersebut di kemudian hari. d. Sikap gotong royong Dalam konteks ini penulis melihat sikap gotong royong masyarakat RW 04 dalam kehidupan sehari-hari, contohnya mereka saling bergotong royong dan bekerja sama apabila tetangganya ada yang terkena musibah, seperti halnya sikap kekeluargaan mereka akan dengan sendirinya bersama-sama meringankan beban tetangganya yang memang sedang membutuhkan bantuan. e. Sikap demokratis Sejalan dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam kehidupan sehari-hari 85 apabila masyarakat Tionghoa dan Muslim Pribumi berselisih paham akan suatu masalah maka cara yang ditempuh adalah dengan cara musyawarah untuk mufakat, hal ini sangat efektif dalam menyelesaikan masalah antara kedua orang atau kelompok yang berselisih, biasanya mereka memanggil tokoh masyarakat sebagai penengah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 8 a. Kat Akulturasi Asimilasi Enkulturasi 1 Perkawinan campur Perubahan nama Satu bahasa= Betawi dan Sunda 2 Bahasa Perkawinan campur Pengakuan sebagai warga negara Indonesia yang keturunan Cina 3 Kesenian Gaya berpakaian Satu wilayah tinggal 4 Upacara keagamaan ( Kesenian kematian, kelahiran dan perkawinan) 5 Keyakinan Warna kulit tempat Satu pola tujuan hidup, yaitu keamanan 86 b. Kategori Problem Potensial Keanekaragaman tujuan Masuk islam karena ajakan teman sebaya, tertarik akan ajaran dalam beribadah, tertrik ingin memakai jilbab. Contoh : Warga Tionghua Masuk Islam karena menikah dengan warga Muslim Pribumi. Enosentrisme Etnis Tionghua merasa budayanya yang paling unggul begitu pula sebaliknya. Tidak adanya kepercayaan Pribumi= takut dibohongi, takut digantikan posisinya dalam pemerintahan, takut di curangi. Tionghua = takut tidak diterima di lingkungannya, takut terjadi pendiskriminasian. Penarikan diri Pribumi= tertutup jika ada acara seserahan (tunangan) Tionghua = mengalami trauma akibat penggusuran beberapa waktu lalu Tidak adanya empati Kurangnya pemahaman antara budaya masing-masing. Streotyping Thionghua = pelit, licik, dan pintar dalam berbisnis, fanatik terhadap agama dan budaya. Kekuasaan Keduanya sama-sama ingin merasa berkuasa diwilayahnya masingmasing. Dalam keluarga yang punya kuasa ialah seorang kepala keluarga atau suami. 87 c. Kategorisasi Faktor pendukung Mengenali diri sendiri Mengenali kualitas diri masingmasing antar etnis agar komunikasi berjalan dengan lancer. Menggunakan kode yang sama Menggunakan bahasa yang sama dalam berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal yaitu bahasa Betawi dan Sunda. Jangan terburu-buru Tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan dalam menilai kelompok etnis tertentu Meningkatkan keterampilan komunikasi Mencari informasi data kultural, sosiologi dan psikologis individu teman bicara. Mendorong Feedback Pribumi lebih mendorong feedback dalam berkomunikasi daripada etnis tionghua Mengembangkan empati Memahami perbedaan yang terjadi dan saling menghormati satu sama lain Contoh : pribumi = mengunjungi acara kematian salah satu warga yang ditimpa musibah kematian Tionghua = mengucapkan selamat jika warga pribumi mengalami kebahagiaan. Mencari persamaan-persamaan diantara kebudayaan-kebudayaan yang berbeda Persamaan bahasa, makanan, tempat tinggal dan budaya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pola komunikasi antara etnis Tionghua dengan muslim pribumi umumnya terdiri dari pola komuniaksi antarpribadi dan kelompok, pola komunikasi antarpribadi dialami oleh setiap individu tanpa terkecuali, baik dalam lingkungan keluarga maupun bermasyarakat terutama ketika mereka saling bertemu di jalan, atau sedang terlibat proses jual beli dari proses komunikasi antarpribadi tersebut lahirnya hubungan yang harmonis diantara kedua belah pihak, mereka dalam memahami satu sama lain, meski terkadang ada saja kesalahpahaman yang timbul dalam proses komunikasi hal ini disebabkan kurangnya tingkat pengetahuan dan kesadaran dari masyarakat tentang bagaimana menyampaikan pesan dengan baik agar tujuan komunikasi dapat tercapai. Komunikasi kelompok terjadi ketika ada musyawarah atau rapat kelurahan, bagi ibu-ibu komunikasi kelompok biasa terjadi di tempat arisan Dalam kedua pola komunikasi tersebut tidak terlepas dari proses akulturasi yaitu pembauran dari satu budaya dengan budaya lain yang kemudian membentuk kebudayaan baru dalam hal ini penulis mencontohkan kesenian Gambang Kromong , cokek, bahasa, dan upacara keagamaan merupakan hasil dari akulturasi kedua budaya tersebut, 2. Asimilasi merupakan peleburan sifat asli dari satu budaya yang diasimilasi oleh lingkungannya, biasanya hasil dari asimilasi ialah hilangnya budaya 88 89 asli dari satu budaya imigran. Proses asimilasi terjadi pada Pola komunikasi antarpribadi maupun kelompok yang terjadi pada masyarakat Tionghoa dan Muslim Pribumi. Adapun bukti dari proses asimilasi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang ialah adanya perubahan nama dari Warga Tionghoa dengan alasan untuk memudahkan mencari pekerjaan dan karena menikah dengan warga Muslim Pribumi, terjadinya kawin campur, asimilasi warna kulit, makanan sehari-hari. 3. Pola komunikasi yang terjadi dalam proses Enkulturasi juga tidak lepas dari komunikasi antarpribadi dan kelompok yang terjadi dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat Rw 04. Enkulturasi merupakan proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu dengan yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seorang individu. Bukti dari enkulturasi dapat dilihat dari kesamaan penggunaan bahasa bahasa yaitu penggunaan bahasa Betawi dan Sunda dalam komunikasi sehari-hari, kesamaan tempat tinggal yaitu sama-sama tinggal di lingkungan Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang, serta kesamaan tujuan untuk mencapai kedamaian dalam hidup bertetangga. 4. Dalam pola komunikasi antarbudaya tidak terlepas dari hambatan-hambatan dalam proses komunikasi, hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses komunikasi yang yang dialami etnis tionghua dan muslim pribumi terdiri dari , keanekaragaman dari tujuan-tujuan komunikasi, etnosentrisme, tidak adanya kepercayaan, penarikan diri, tidak adanya empati , stereotyping, dan kekuasaan. 90 5. Untuk mencapai komunikasi yang efektif antara dua kebudayaan yang berbeda dibutuhkan faktor pendukung atau solusi untuk menciptakan hubungan komunikasi yang harmonis. Adapun faktor pendukung komunikasi antarbudaya menurut Samovar ialah mengenali diri sendiri, menggunakan kode yang sama, jangan terburu-buru dalam mengambil kesimpulan, meningkatkan keterampilan dalam berkomunikasi, mendorong feedback, mengembangkan empati yaitu saling memahami kondisi atau keadaan masing-masing, dan mencari persaman-persamaan diantara kebudayaan-kebudayaan yang berbeda agar tidak terjadinya salah persepsi. B. Saran Berdasarkan temuan dilapangan serta analisis yang dilakukan terhadap etnis Tionghoa dan muslim pribumi , penulis menyatakan beberapa saran yang ditujukan kepada kedua pihak tersebut dan juga pihak-pihak lain demi terciptanya komunikasi yang lebih baik. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Para individu maupun kelompok baik Tionghua maupun muslim pribumi hendaknya bisa membuka diri dan tidak melakukan pukul rata terhadap salah satu kelompok yang berbeda budaya, status sosial, agama dan sudut pandang, hendaknya menanamkan sikap saling percaya dan pertahankanlah sikap kekeluargaan serta toleransi yang tinggi yang sudah berkembang sejak lama agar hubungan diantara kedua belah pihak tersebut tetap harmonis dan saling menghormati satu sama lain. 91 2. Para staf desa atau pemerintahan hendaknya memupukan atau meningkatkan pengetahuan terhadap masyarakat agar mereka tidak salah dalam menafsirkan informasi yang datangnya dari kelompok yang berbeda. 3. Untuk Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi hendaknya lebih meningkat studi Komunikasi Antarbudaya mengingat di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini banyak memiliki mahasiswa yang berbeda kebudayaan baik nasional maupun internasional. DAFTAR PUSTAKA BUKU Al-Qur’anul Karim Surat Al-Hujarat Ayat 13. Andriani Lubis, Lusiana. Penerapan Komunikasi Lintas Budaya Diantara Perkembangan Kebudayaan, (Sumatra Utara: FISIP). Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : PT Rieneka Cipta, 2002), cet-5. Arbi, Armawati. Dakwah dan Komunikasi, (Ciputat: UIN Jakarta Press). Birowo, Antonious. Metode Penelitian (Yogyakarta: Gintanyali, 2004). Budyatna dan Mutmainah. Terbuka, 1994). Komunikasi (Teori Aplikasi), Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta, Universitas Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif, (jakarta: Rajawali Pers, 2001). -------------------- Penelitian Kulaitatif, (Jakarta: Kencana, 2010). Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). Departemen Agama. Konflik Etno Religius Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Litbang, 2003) Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005). Format Monografi Kelurahan Mekarsari Kota Tangerang 2012. Irwanto. Focused Group Discussion. Sebuah Pengantar Praktis (Jakarta: Yayayasan Obor Indonesia, 2006. Joseph A, Devito. Komunikasi Antarmanusia, (Jakarta Profesional Books, 1997. Kriyatono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta Kencana, 2007). Munir Amin, Samsul. Ilmu Dakwah, (Amzah, Jakarta, 2009). 92 93 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2002). --------------------- Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta, Aksara Baru, 1981). Liliweri, Alo. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003). Moleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993). Mulyana, Deddy. Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Soaial Lainnya, (Bandung: PT Rosdakarya, 2005). Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006). Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2007). Prabowo, Bambang, dkk. Stereotip Etnik, Asimilai Integrasi Sosial, (Jakarta: PT Pustaka Grafika, 1988). Rahmat, Jalaluddin. Metode Penenlitian Komunikasi di Lengkapi Contoh Statistik, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000). Saidi, Ridwan. Profil Orang Betawi, Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadat, ( Jakarta: PT. Gunara Kata. 2004). SubiantoS, Yanto. Soal-Jawab Sosiologi, ( Bandung: Armico, 1980). Sunarwinadi, Ilya. Komunikasi Antarbudaya, (Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial Universitas Indonesia). Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap , ( Surabaya, Gitamedia Press, 2006). 94 KAJIAN PUSTAKA Ahmad Syukri menulis Komunikasi antarbudaya : Studi pada pola komunikasi masyarakat suku Betawi dengan Madura dikelurahn Condet Batu Ampar. Menemukan bahwa pola komunikasi yang terjadi antara kedua budaya tersebut lebih banyak menggunakan pola komunikasi antar pribadi dan kelompok, dalam kegiatan komunikasi sehari, sedangkan komunikasi kelompok digunakan jika ada acra-acara tertentu saja. Adapun perbedaan skripsi yang di tulis oleh Ahmad dan peneliti ialah tentu saja terletak pada objek penelitiannya yaitu objek penelitian yang peneliti tulis tentu saja etnis Tionghua dan masyaraat muslim pribumi di kelurahan Mekarsari Tangerang. Sedangkan persamaannya ialah terletak pada subjek serta metedologi penelitiannya yaitu subyeknya ialah pola komunikasi antarbudaya sedangkan metodologinya menggunakan pendekatan kualitatif Ali Abdul Rodzik menulis Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghua :Studi Komunikasi Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah. Menemukan bahwa adanya akulturasi budaya betawi dengan tionghua dalam kesenian gamang kromong yang sudah tercipta sejak dahulu,hingga saat ini dan menjadi budanyanya etnik betawi. Dalam proses akulturasi tersebut komunikasi pribadi terjadi pada saat orangorang tionghua mengadu nasib ke batavia dalam kurun waktu yang lama, mereka mempelajari pola-pola relasi, aturan,aturan dan sistem-sistem komunikasi orang-orang betawi. hal ini membuktikan bahwa dua kebudayaan yang hidup berdampingan dalam satu wilayah tidak selamanya menimbulkan konflik yang berkepenjangan bahkan dua kebudayaan yang berbeda dapat disatupadukan menjadi kebudayaan yang baru. Perbedaan antara skripsi yang di tulis oleh Abdul Rodzik dengan skripsi yang peneliti tulis ialah sangat jelas yaitu terletak pada subjek serta objek penelitiannya, sedangkan persamaannya ialah terletak pada metodologi penelitiannya yaitu sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif. Pipit Pitriani menulis Akulturasi Budaya antara Tradisi Sunda Wiwitan dengan Islam dalam Bentuk Ritual Sesajen di Desa Narimbang, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, menemukan bahwa ada tiga bentuk wajah tradisi sesajen di desa Narimbang, pertama adanya bentuk peneguhan tradisi kedua adanya bentuk akulturasi dan ketiga adanya bentuk islamisasi, Dari hasil pengamatan pada skripsi yang ditulis oleh Pipit Pitriani ini tidak jauh bebeda dengan penelitian yang sebelumnya yaitu perbedaannya 95 ialah terletak pada subjek dan objek penelitiannya sedangkan persamaannya adalah terletak peda metodologi penelitiannya. INTERNET - Asal Usul Cina Benteng, Artikel di akses pada 20 Juni dari http// asal usul china benteng , cina benteng teluk naga, tragedi cina benteng/htm. LAMPIRAN-LAMPIRAN I W Vt&Wz^ wrffiW% W KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITASISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH IAKARTA FAI(ULTAS ILN,IU DAKWAH DAN ILMU I(OMUNIKASI Telepon/Fax : p21) 7132728/ 7 4703580 Jl.Ir. H. JuandaNo. 95 Ciputatl5ll2lndonesia lVebsite: rc*v.fdkuinjakarta.ac.id, e$g n0r2 N o m o r : Un,01/F5/KN4,01.3/ Lamp : 1 ( satu)bundel Hal : Bimbingan Skripsi E-mail : [email protected] Jakarta, (* Maret}}l2 KepadaYth. Dr. Armawati Arbi, N{.Si. DosenFakultasIlmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Assalamu'alaikum Wr. W. Bersamaini kami sampaikan sebuahout line skripsiyangdiajukanolehmahasiswa FakultasIlmu Dakwahdan Ilmu KomunikasiUIN Syarif Hidayatullah Jakartasebagai berikut. Nama NomorPokok Jurusan/Semester JudulSkripsi Siti Asiyah 108051000157 KomunikasidanPenyiaranIslam (KPD / VII Pola Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghua dengan Muslim Pribumidi KelurahanMekarsariTangerang. Kami mohon kesediaannya untuk membimbing mahasiswa tersebut dalam pen)rusunandan penyelesaianskripsinyapadawaktu yang tidak terlalu lama. Atas perhatiandan kesediaannyakami sampaikanterima kasih. Wassalamu'alaikumWr. W. Dekan Bidang Akademik Saputra, 199603 1 001 Tembusan: 1.Dekan 2. KetuaJurusanKomunikasidanPenyiaranIslam(KPD FakultasIlmu DakwahdanIlmu Komunikasi ,Affi,:; I(EMENTERIAN AGAh4A UNIVERSITASISI,AM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH IAKARTA ",wv&wwtFAKULTAS ILMU Yi, wwqrffi^ " '**-"-*.---^_,8*" DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI Jl. Ir. I{. JuandaNo. 95 Ciputatl!4l,Zlndonesia Telepon/Fax : (021) 7432728/ 7 4703580 Website:wra'w.fdkuinjakarta.ac.id, E-mail: [email protected] t20t2 Hal I akarta,lS P ebruai 20I Z : Permohonan Penelitian/Wawancara Kepada Yth. KepalaKantor Kesbangdan Linmas Kota Tangerang Assalamu'alailrum Wr. Wb. i Dengan hormat kami sampaikanbahwa mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakartadi bawah ini : Nama : Siti Asiyah NIM : 1 08051000157 Jurusan/Semester : KomunikasidanPenyiaranIslam (KpD / Vm bermaksud melaksanakan penelitian/wawarLcarabeq'udul Pola Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Kelurahan Mekarsari Tangerang.Penelitian/wawancaratersebut dalamrangkapersiapanpenulisanskripsi. Sehubungan denganitu kami memohonkepadaBapak/Ibu/Sdr.kiranyaberkenan menerimamahasiswakami tersebutdalampenelitian/wawancaxa dimaksud. Atas perhatiandanperkenannya kami mengucapkan terimakasih. Was salamu'alaikumWr. W. Dekan, n, MAf Tembusan: 1. PembantuDekanBidangAkademik 2. KetuaJurusanKomunikasi danPenyiaranIslam (KpI) FakultasIlmu DakwahdanIlmu Komunikasi 1101993031 004 ii I(EMENTERIAN AGAMA UNIVERSITASISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH IAKARTA FAKULTAS ILMU DAI(WAH DAN ILMU KOMUNIKASI Jl. Ir. H. ]uanda No. 95 Ciputat 15412Indonesia Nomor:Un.01/F5/KM.01 3178L Telepon/Fax : (021,)7 432728/ 74703580 : m.fdkuinjakarta.ac.id, E-mail: dakt'[email protected] Website D012 Jakarta,ff Pebruari2012 Lamp. : Hal : PerrnohonanPenelitian/Wawancara Kepada Yth. Camat KecamatanNeglasari Tangerang Assalarnu'alailcttm Wr. W. t Denganhormat kami sampaikanbahwamahasiswaFakultasIlmu Dalcwahdan Ilmu KomunikasiUIN SyarifHidayatullahJakartadi bawahini : : Siti Asiyah Nama :1 08051000157 N IM : Jurusan/Semester KomunikasidanPenyiaranIslam (KPD / VIII bermaksud melaksanakan penelitian/wawancaraberjudul Pola Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Kelurahan Mekarsari tersebutdalamrangkapersiapanpenulisanskripsi. Tangerang.Penelitian/wawancara denganitu kami memohonkepadaBapak/Ibu/Sdr.kiranyaberkenan Sehubungan dimaksud. menerimamahasiswakami tersebutdalampenelitian/wawancara terimakasih. kami mengucapkan Atasperhatiandanperkenannya Wassalamu'alaikum Wr. W. Dekan, ubhan,MAt 1 0 04 110199303 Tembusan: 1. PembantuDekanBidangAkademik 2. KetuaJurusanKomunikasidanPenyiaranIslam(KPI) FakultasIlmu DakwahdanIlmu Komunikasi i.r ": -l I ':' ';"Y'' . ;+, . ; ; . - . ' t j ,;:aw7!M;"4.ia i 'ffi F*ffiffiffi ' I I a I(EMENTERIAI{ AGAMA U}.IIVERSITASISLAM NEGERI (UIN) SYARIF F{IDAYATULLAH IAKAIT'I'A FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOI\{UNIKASI Telepon/Fax : (021)7432728/ 7 4703580 Jl. Ir. H. ]uanda No. 95 Ciputat 15412Indonesia Nomor: Un.01/F5/KM.01 3t 78) Lamp. : Hal Website : www.fdkuinjakarta.ac.id, D0I2 E-mail : [email protected] Iakartadr.b*u. i2012 : Permohonan Penelitian/Wawancara Kepada Yth. KepalaDesa KelurahanMekarsari Tangerang Assalamu'alaikum Wn W. Dengan*hormat kami sampaikan bahwa mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Iakarta di bawah ini : Nama : Siti Asiyah NIM :108051000157 Jurusan/Semester ' : Komunikasi dan PenyiaranIslam (KPI) / VIII bermaksud melaksanakan penelitian/wawancara berjudul Pola Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Kelurahan Mekarsari Tang erang. Penelitian/wawancara tersebutdalam rungka persiapan p enulisan skripsi. Sehubungan dengan itu kami memohon kepada Bapak/Ibu/Sdr. kiranya berkenan menerimamahasiswakami tersebutdalam penelitian/wawancaradimaksud. Atas perhatiandan perkenannyakami mengucapkanterima kasih. W'ass alamu' alailrum lltr. Wb. Dekan- ' han,MAS 110199303 1 0 04 Tembusan: 1. PembantuDekanBidangAkademik 2.Ketua JurusanKomunikasidanPenyiaranIslam(KPf) FakultasIlmu DakwahdanIlmu Komunikasi ,'1 PEMERINTAI{ KOTA TANGERANG I(ECffiNNEGLASARI Jl. lskandar Muda No. 54 Telp. (o21) 55790735 TANG ERANG ;1l,l Tarrgerang,zzMar et 20 12 ii i'l',lii; Nor4or .:; : 070/lS0-Sekret. l'eft,l1a l : lzin PeneliliaU I(epadaYth. Direktur UniversitasIslam Neger:iSyarif Hidayatr"rll ah .Takar:ta di- Laltllll ralt I empat. Dipermakh"rmkandenga' hormat, 'renunjuk surat Direktur u'ive'sitas Islarn Negeri Syarif Hiclayatullali Jakarta- N;;;;, - --- ' ljn.0l/Fs/l(M.01.3178212012 . perihal: Izi'pe'elitia'/wawancara. Bersa'ra ini kami sampaika' barrwa pada pr.i'sipnya kami mernbelihan izin kepada mahasiswa Fakr-rltasIlmu Dakwa-h clan llmu I(orrrurrikasiUINSyarifHidayatullah.Iakarta.AAr.Sclr; I I Nama : Siti Asiyah NIM, : 1ogo5looo157 Seurester : VIII 1 delapan) .Turusan : KomunikasiclanpenyiaranIslam (Kpl) l De'rikia'ya'g . terirnakasih. dapatkarni sampaika' atasperhatiaryadiucapkan (* * l l KNt r h.*h< AD SAFEI S.IP. 201986031 012 PEDOMAN WAWANCARA Nama Rohyati Umur 40 Tahun Kedudukandimasyarakat Warga Tingkat pendidikan Sekolah MenengahPertama(SMP) Agama Islam (Pribumi) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Waktu wawancara 1. Sejakkapanandatinggal di kelurahanMekarsari? Jawab: sejaklahir 2. Sepengetahuan anda sejak kapan etnis keturunanTionghua tinggal di kelurahan MekarsariTangerang? Jawab: sejaktahunanlalu 3. Sepengetahuan anda dari mana asal-muasaletnis Tionghua yang ada dikelurahan MekarsariTangerang? Jawab: persisnyasayakurang tahu, tapi ibu dan nenek sayamerekapidahandari tempatlain istilahyahijrah 4. Apa pekerjaanyangdilakukanolehwargaketurunan? Jawaban: kebanyakinsih pedagang 5. ApakahmasihadamakanankhasetnisTionghuadi kelurahanMekarsariTangerang? Jawaban: kalaumakanankayanyasemuanya samasaja, 6. ApakahmasihadakeseniankhasTionghuadikelurahanMekarsariTangerang? Jawaban: Baronssai i I 7. Apakah ada hubungan komunikasi yang terjadi arfiara etnis keturunan dengan masyarakatpribumi , jika ada dalam bentuk apa? Jawab ; kalau ibu-ibu biasany suka gossip gitu, terus paling kalu belanja atauketemu pas ada acara dilingkungan tempat tinggal, bentuk komunikasinya ya antar pribadi saja. 8. Bahasa apa yarrg digunakan dalam bentuk hubungan komunikasi antara warga keturunandan pribumi? Jawab: betawi 9. Faktor apa saja yang menghambat hubungan komunikasi antara etnis keturunan denganwarga pribumi? Jawab : terkadang suka beda pendapatsaja, kalau sudah seperti itu akan timbul rasa tidak enak dalam berkomunikasi. 10. Apakah anda menghormati etnis Tionghua? Jawab : iya, kita sama-samasaling mengjormati ll.Kegiatan apa saja yang secarabersama-samadengan warga pribumi di lingkungan tempat tinggal? Jawab : arisan,kondangan,dan masih banyak lagi 12. Apakah anda membatasipergaulandenganetnis Tionghua? Jawab : tidak, hanya terkadangmenjagapppembicaraansaja 13.Apakah ada keluargaandayangmenikahdenganetnis Tionghua? Jawab : ada sepupu saya yang wanita menikah dengan pria keturunan dan suaminya ikut masuk islam 14. Bagaimanapenilaian andatentangprilaku etnis Tionghua? Jawab : orangnyabaik-baik .{ 15. Apakah anda membatasipergaulandenganwarga pribumi? Jawab : tidak ada batasan 16. Apakah ada keluarga andayang menikah denganwarga pribumi? Jawab : ada, kakak saya menikah denganperempuan muslim pribumi, tapi dia tetap melestarikanbudayanenekmoyangnya. 17. Bagaimanapenilaian anda tentangprilaku warga pribumi? Jawab : biasasaja,tapi terkadangagaktertutup 18. Apakah pernah terjadi konflik, antaraenis keturunan denganmasyarakatpribumi? jawab : tidak ada,hanya konflik antar tetanggasaja. t,; I PEDOMAN WAWANCARA Nama Tan Lie Yen Umur 46 Tahun Kedudukandimasyarakat Warga Tingkat pendidikan Sekolah MenengahAtas (SMA) Agama Buddha Waktu wawancara 1. Sejak kapan anda tinggal di kelurahanMekarsari? Jawab : Sayapindah kesini sejak umur 15 tahun 2. Sepengetahuananda sejak kapan etnis keturunan Tionghua tinggal di kelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab : Sudahdari nenek moyang saya 3. Sepengetahuananda dari mana asal-muasal etnis Tionghua yang ada dikelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab : dulunya kita tuh dari Tiongkok terus pergi kesini dan daerah-daerahlainnya, dulu juga saya sempat tinggal di karawaci tapi pada zaman itu ada pendiskriminasian terhadapwarga keturunan, setelahitu kami tinggal dan menetapdisini sampai 4. Apa pekerj aanyang dilakukan oleh warga keturunan? Jawab : pedagang,buruh kasar, adajuga karyawan 5. Apakah masih ada makanankhas etnis Tionghua di kelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab : kita disini makannya sama aja seperti pribumi tapi kue keranjang masih kita lestarikanjika ada acarabesar. 6. Apakah masih ada keseniankhas Tionghua dikelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab : adac paling Cuma barongsaiaja 7. Apakah ada hubungan komunikasi yang terjadi antara etnis keturunan dengan masyarakatpribumi , jika ada dalam bentuk apa? Jawab : ada, setiap hari kita berkomunikasi biasa saja, komunikasi yang terjadi biasanyaantar pribadi, seperti dalah hal jual beli dan lain-lain. 8. Bahasa apa yang digunakan dalam bentuk hubungan komunikasi antara warga keturunandan pribumi? Jawab : meski kita disini keturunan Tionghua tapi kita tidak bisa berbahasamandarin, jadi bahasanyasama saja seperti bahasayang di pakai denganwarga pribumi. 9. Apakah anda menunda penilain terhadapseseorangatau kelompok sebelummendapat informasi dari sumber yang dapatdipercaya? Jawab : iya, karena sebelum berpendapat kita kan harus cari tahu dulu yang sebenarnyaterjadi. 10. Faktor apa saja yang menghambat hubungan komunikasi antara etnis keturunan denganwarga pribumi? Jawab : tidak ada hambatan,komunikasinya lancar. 11. Apakah perbedaanetnis merupakanfactor penghambatdalam berkomunikasi Jawab : tidak sama sekali 12. Apakah anda merasa sebagaiorang Tionghua yang tinggal di Indonesia atau sebagai warga negaraIndonesiayang keturunanTionghua? Jawab : sebagaiwarga Negara IndonesiaketurunanTionghua. 13. Apakah anda menghormati masyarakatpribumi? Jawab : kita disini sama-samasaling menghormati, meski kita berbeda agama dan budaya. 14. Kegiatan apa saja yang secara bersama-samadengan warga pribumi di lingkungan tempat tinggal? Jawab : gotong royong dalam kerja bakti mingguan. 15. Apakah pemah terjadi konflik, arrtaraenis keturunan denganmasyarakatpribumi? Jawab: Tidak pernah Informqn Penelili PEDOMAN WAWANCARA Nama Dadang Suryadi Umur 43 Tahun Kedudukandimasyarakat ketua RW 04 Tingkat pendidikan SekolahMenengahAtas (SMA) Waktu wawancara 1. Sejak kapan anda tinggal di kelurahanMekarsari? Jawab : sejak sayalahir 2. Sepengetahuananda sejak kapan etnis keturunan Tionghua tinggal di kelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab : setahusayac sudahlatna, tapi persisnya sayakurang paham 3. Sepengetahuananda dari mana asal-muasal etnis Tionghua yang ada dikelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab:kayanya sih merekahijrah kesini, 4. Apa pekerj aanyang dilakukan oleh warga keturunan? Jawab : pedagang,buruh, karyawan. 5. Apakah masih ada makanankhas etnis Tionghua di kelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab : masih, biasanyasih kue keranjang 6. Apakah masih ada keseniankhas Tionghua dikelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab : ada, seperti gambang kromong yang bias diamainkan saat ada acaxa pernikahan,dan barongasibiasanyakalau adacara-acarabesarcina. 7. Apakah ada hubungan komunikasi yang terjadi antaru etnis keturunan dengan masyarakatpribumi , jika ada dalam bentuk apa? I Jawab : ada, setiap bertemu kita selalu berkomunikasi, baik dalam hal perdagangan maupun Cuma ngobrol biasa. Bentu komunikasinya yang dominan komunikasi antarpribadi. 8. Bahasa apa yang digunakan dalam bentuk hubungan komunikasi antara warga keturunan dan pribumi? Jawab:betawi 9. Apakah anda menilai budaya anda lebih baik? Jawab : tidak, semuasamasaja, 10. Faktor apa sala yang menghambat hubungan komunikasi antara etnis keturunan denganwarga pribumi? Jawab:tidak ada hambatan 11. Apakah perbedaan etnis,agamadan status sosial menjadi factor penghambat dalam berkomunikasi? Jawab : kadang-kadang, tapi itu semua bukan masalah yang besar, setiap warga memilki hak daan kepercayaanmasing-masingjadi kita saling menghormati saja. 12. Apakah anda melakukan pendiskrimanasianterhadapkelompok yang berbeda? Jawab : samasekali tidak. 13. Apakah menghargaiperasaandan penampilan seseorang? Jawab:iya 14. Apakah anda menghormati masyarakatketurunan Tionghua? Jawab : sudahpasti, bagaimanapunmerekatetap warga saya 15. Kegiatan apa saja yang secara bersama-samadengan warga pribumi di lingkungan tempat tinggal? Jawab:kita disni selalu gotong royong dalam melakukan hal apapun 16.Apakah anda membatasipergaulandengan wargaTionghua? Jawab : ada,tapi hanya dalam urusanpribadi saja 17. Apakah ada keluarga andayang menikah denganwarga Tionghua: Jawab : tidak ada 18. Bagaimanapenilaianandatentangprilaku warga Tionghua? Jawab: baik-baik saja,tapi terkadangagakpelit. 19. Apakah pernah terjadi konflik, antaraenis keturunan denganmasyarakatpribumi? : kalau konflik besarsih tidak acla,tapi seringnyabergaduargumentsaja. Jar,.,,ab if PEDOMAN WAWANCARA Nama Cwe Fak Liem Umur 60 Tahun Kedudukandimasyarakat Ketua RT 01/04 Tingkat pendidikan SekolahMenengahAtas (SMA) Agama Buddha Waktu wawancara 1. Sejakkapan anda tinggal di kelurahanMekarsari? Jawab : kalau ibu saya sejak lahir, kalau saya kurang lebih sudah 40 tahun yang lalu, sebelumnyasayatinggal di Mauk. 2. Sepengetahuananda sejak kapan etnis keturunan Tionghua tinggal di kelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab : Sejak nenek moyang kurang lebih 100 tahun lalu. 3. Sepengetahuananda dari mana asal-muasal etnis Tionghua yang ada dikelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab : setahu saya sih karena mereka pada hijrah ketempat tujuan mereka masingmasing 4. Apa pekerjaanyang dilakukan oleh warga keturunan? Jawab : pedagang, karyawan, saya juga sehari-harinya berdagang ayan ras, yang dijual ke kota (Jakata). 5. Tingkat pendidikan warga etnis Tionghua ? Jawab : adayang sampai SD, SMP, SMA, bahkanyang putus sekolahjugaada. 6. Apakah masih ada makanankhas etnis Tionghua di kelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab : makanan kita disini sudah membaur, ada sambal godok dan lin-lain, kalau kue keranjang biasanya kalau ada acaratertentu saja seperti imlek, Cap Go Meh, dan acara-acaralainnya. 7. Apakah masih ada keseniankhas Tionghua dikelurahan Mekarsari Tangerang? Jawab : barongsai, itupun anggotanya campuran antara pemuda Tionghua dan Pribumi. 8. Apakah ada hubungan komunikasi yang terjadi antara etnis keturunan dengan masyarakatpribumi jika ada dalam bentuk apa? Jawab,t ada, setiap hari juga kita kalau bertemu selalu berkomunikasi, yang lebih dominan komunikasi antarpribadi,kalau kelompok biasanyakalau usyawarahdan ada acara-acararapat kelurahan. 9. Bahasa apa yang digunakan dalam bentuk hubungan komunikasi antarc warga keturunandan pribumi? Jawab : bahasabetawi, kalau bahasamandarin atau bahasacina kita ga bisa, 10. Faktor apa saja yang menghambat hubungan komunikasi antara etnis keturunan denganwarga pribumi? Jawaban: tidak ada hambatan 11. Apakah perbedaanetnis menjadi factor pengahambatdalamberkomunikasi? Jawaban: tidak, kita disini suda seperti saudara 12. Apakahperbedaanagamamenjadi factor penghambatdalam berkomunikasi? Jawaban: kita disini ssalingmenghormati agarnadan keyakinan masing-masing 13. Apakah anda merasa sebagaiorang Tionghua yang tinggal di Indonesia atau sebagai warga negaraIndonesia yang keturunan Tionghua? Jawaban: sebagaiWarga Negara Indonesiayang keturunan Tionghua 14. Apakah anda menghormati masyarakatpribumi? Jawab : sangatmenghormati 15. Kegiatan apa saja yang secara bersama-samadengan warga pribumi di lingkungan tempat tinggal? Jawaban : rapat desa, kalau adahajatan kita juga sama-samasaling membantu, kerja bakti mingguan. 16. Apakah anda membatasipergaulandenganwarga pribumi? Jawaban: tidak, hanya saja kita harus saling menghargaihak masing-masing 17. Apakah ada keluargaanda yang menikah dengan wargapribumi? Jawaban: ada, anak saya yang laki-laki menikah denganwanita muslim pribumi, tapi usia pernikahannyatidak bertahanlama karena istrinya tidak dapat membimbingnya. 18. Bagaimanapenilaian anda tentangprilaku warga pribumi? Jawaban:baik, rarrah, 19.Apakah pernah terjadi konflik, arfiaraenis keturunan denganmasyarakatpribumi? Jawab : tidak ada. 20. Apakah andamendapatkanperlakuan yang tidak menyenangkandalam masyarakat? Jawab : kalau dilingkungan tempat tinggal sayabaik-baik saja,tapi terkadang perlakuan stafdesa terkadagkurang menyenangkanseperti ada rasa kurang percaya kepada wargaketurunan yang menjadi staf desa. Kegiatan jual beli di depan vihara Tjong Tek Bio Joli Kirab 12 tahunan Desember 2012 Vihara Tjong Tek Bio di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang Perayaan tahun baru 01 Januari 2013 di lingkungan Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang Penulis bersama ibu Tan Lie Yen setelah wawancara