1 KEDUDUKAN AHLI WARIS TRANSEKSUAL YANG TELAH MELAKUKAN OPERASI PENGGANTIAN KELAMIN (SEX REASSIGNMENT SURGERY) DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM Rezky Prismawarni Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum ABSTRAK Judul Skripsi : Kedudukan Ahli Waris Transeksual yang telah Melakukan Operasi Penggantian Kelamin dalam Hukum Kewarisan Islam Jenis kelamin ahli waris mempengaruhi besar bagian warisan yang didapat menurut Hukum Kewarisan Islam. Namun, dewasa ini terdapat orang yang berkeinginan mengubah jenis kelaminnya yang disebut sebagai transeksual. Transeksual merupakan bentuk gangguan identitas gender yang ditandai dengan keinginan transeksual untuk mengubah jenis kelaminnya melalui operasi penggantian kelamin. Saat ini operasi penggantian kelamin sudah dilegalkan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis tentang kedudukan ahli waris transeksual yang telah melakukan operasi penggantian kelamin dalam Hukum Kewarisan Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian didapat bahwa Hukum Islam mengharamkan operasi penggantian kelamin terhadap transeksual dan kedudukan ahli waris transeksual tersebut adalah ahli waris dengan jenis kelamin sebelum dilakukan operasi. Kata Kunci : Hukum Kewarisan Islam; jenis kelamin; gender; transeksual Pendahuluan Hukum Kewarisan yang berlaku di Indonesia ada tiga yaitu Hukum Kewarisan Perdata Barat, Hukum Kewarisan Adat, dan Hukum Kewarisan Islam. Hukum Kewarisan Perdata Barat berlaku bagi golongan penduduk yang tunduk pada Hukum Perdata Barat. Hukum Kewarisan Adat berlaku bagi masyarakat yang tunduk pada Hukum Adat sedangkan Hukum Kewarisan Islam berlaku bagi golongan penduduk yang beragama Islam.1 Hukum Kewarisan Islam berlaku untuk sebagian besar masyarakat di Indonesia, hal ini dibuktikan dari data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS) yang menyatakah pada tahun 2010 sekitar 207.176.162 jiwa atau 87,18 persen penduduk Indonesia beragama Islam. 2 1 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat (Pewarisan Menurut UndangUndang), ed. 1, cet. 3, (Jakarta: Kencana Renada Media Group, 2005), hlm. 2-3. 2 Badan Pusat Statistik, “Jumlah dan Distribusi Penduduk” http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/topik?kid=1&kategori=Jumlah-dan-Distribusi-Penduduk, diunduh 17 Januari 2013. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 2 Unsur-unsur yang harus ada pada Hukum Kewarisan Islam adalah pewaris, ahli waris dan harta warisan.3 Bagian yang akan diterima ahli waris ditentukan berdasarkan jenis kelamin (laki-laki atau perempuan). Hal ini telah diatur dalam Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad. Namun dewasa ini, terdapat orang-orang yang ingin mengubah jenis kelaminnya yang disebut sebagai transeksual. Transeksual merupakan bentuk gangguan identitas gender yang ditunjukkan dengan ketidaknyamanan individu terhadap keadaan anatomis tubuh dan memiliki keinginan untuk mengubah alat genitalnya melalui Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery).4 Transeksual terdiri dari dua macam yaitu male-to-female transsexual (laki-laki yang meyakini bahwa dirinya sesungguhnya adalah seorang perempuan) dan female-to-male transsexual (perempuan yang meyakini bahwa dirinya sesungguhnya adalah seorang lakilaki).5 Belum terdapat data pasti jumlah transeksual di Indonesia baik male-to-female transsexual (waria) maupun female-to-male transsexual. Menurut Forum Komunikasi Waria DKI Jakarta, jumlah male-to-female transsexual (waria) di DKI Jakarta pada tahun 2007 mencapai 3.500 (tiga ribu lima ratus) orang dan sampai tahun 2009 ada sekitar 7.000.000 (tujuh juta) orang yang tersebar di seluruh Propinsi di Indonesia (http://www.sinarharapan.co.id). Sedangkan, menurut Yayasan Srikandi Sejati di DKI Jakarta tercatat 2960 male-to-female transsexual (waria) hingga Nopember 2010.6 Walaupun belum terdapat data pasti mengenai jumlah transeksual ini. Namun, tidak menutup kemungkinan jumlah transeksual akan semakin meningkat. Apabila transeksual telah melakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery), maka transeksual tersebut dapat mengajukan permohonan pengubahan jenis kelamin melalui pengadilan negeri setempat.7 Berdasarkan paparan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, dikaitkan dengan Hukum Kewarisan Islam, maka permasalahan yang akan diangkat oleh Penulis adalah: (1) Bagaimanakah pengaturan Hukum Islam mengenai Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) yang dilakukan oleh 3 Neng Djubaedah dan Yati N. Soelistijono, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, cet. 2, (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008), hlm. 13-14. 4 Anita Wulandari, “Gambaran Proses Pengambilan Keputusan pada Transeksual Laki-Laki yang Menjalani dan Tidak Menjalani Operasi Pengubahan Kelamin” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006), hlm. 17. 5 Deana F. Morrow and Lori Messinger, ed., Sexual Orientation and Gender Expression in Social Work Practice: Working With Gay, Lesbian, Bisexual, and Transgender People, (New York: Columbia University Press, 2006), hlm. 106. 6 Mia Fatma Ekasari, “Studi Fenomenologi: Pengalaman Waria Remaja dalam Menjalani Masa Puber di Wilayah DKI Jakarta” (Tesis Magister Universitas Indonesia, Depok, 2011), hlm. 4. 7 Indonesia, Undang-Undang Administrasi Kependudukan, UU No. 23 Tahun 2006, LN No. 124 Tahun 2006, TLN No. 4674, Ps. 56 ayat (1). Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 3 transeksual?; dan (2) Bagaimanakah kedudukan ahli waris transeksual yang melakukan penggantian kelamin dalam Hukum Kewarisan Islam? Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai permasalahan yang diangkat dari sudut Hukum Islam. Selain itu, penelitian ini dimaksud untuk menjelaskan mengenai dasar-dasar Hukum Kewarisan Islam yang mengatur mengenai hak-hak transeksual yang melakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) sebagai ahli waris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Bentuk Penelitian yang digunakan berupa penelitian kepustakaan8 yang menggunakan studi dokumen dan wawancara. Tipe penelitian yang Penulis lakukan antara lain, dari sudut sifatnya termasuk penelitian deskriptif9 untuk menggambarkan secara tepat keadaan, kelompok transeksual dan menentukan frekuensi gejala mengenai kedudukan transeksual yang telah melakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dalam Hukum Kewarisan Islam. Selain itu, dilihat dari sudut sifatnya penelitian ini juga termasuk penelitian preskriptif10 yang menggambarkan keadaan dan memberikan jalan keluar atau saran terkait kedudukan transeksual yang telah melakukan operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery) dalam Hukum Kewarisan Islam. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu11: bahan hukum primer (primary sources) merupakan jenis bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat; bahan hukum sekunder (secondary sources) yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer dan implementasinya; dan bahan hukum tersier (tertierary sources) merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, berupa studi dokumen dan wawancara kepada narasumber. Studi dokumen dipergunakan untuk pencarian data sekunder, sedangkan wawancara kepada narasumber digunakan untuk mendapatkan data primer.12 Serta metode analisis data menggunakan pendekatan kualitatif yaitu analisa mengenai masalah yang akan dilakukan setelah seluruh data yang diperlukan terpenuhi. Metode pendekatan kualitatif ini akan menghasilkan data deskriptif analitis.13 8 Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 21. 9 Ibid, hlm. 4. 10 Ibid. 11 Ibid, hlm. 31. 12 Ibid, hlm. 6. 13 Ibid, hlm. 67. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 4 Pembahasan Tinjauan Teoritis Hukum Kewarisan Islam didefinisikan sebagai seperangkat peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah SWT dan Sunah Nabi tentang hal ihwal peralihan harta atau berwujud harta dari yang telah mati (Pewaris) kepada yang masih hidup (ahli waris), yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua yang beragama Islam.14 Unsur-unsur dari Hukum Kewarisan Islam ini ada tiga yaitu Pewaris, Ahli Waris dan Harta Warisan.15 Besar bagian Ahli Waris sudah ditentukan dalam Al-Quran, Hadits dan Ijtihad. Jenis Kelamin ahli waris ini akan menentukan besar bagian warisan yang akan mereka dapatkan. Perbedaan tersebut didasarkan pada berbedanya laki-laki dan perempuan baik dari segi aspek anatomis, aspek genetis, tujuan serta perannya di masyarakat. Laki-laki mempunyai aspek anatomis seperti penis (dzakar) dan testis kelenjar kelamin yang terletak di dalam kantong kelamin (scortum). Sedangkan perempuan memiliki aspek anatomis seperti alat kelamin luar yang dinamai vulva terdiri dari bibir besar, bibir kecil, klitoris, lubang kencing, kulit dara, dan lubang vagina, serta alat kelamin dalam yaitu saluran vagina, uterus, saluran telur dan indung telur (ovarium). Dari segi aspek genetis, laki-laki memiliki dua kromosom yang berbeda yaitu XY disebut dengan heterogametic sex sedangkan perempuan XX disebut sebagai homogametic sex.16 Sedangkan dari segi tujuan dan peran di masyarakat antara laki-laki dan perempuan juga berbeda. Hal ini dikemukakan oleh Fuad Mohd. Fachruddin yaitu: 1. Perempuan mempunyai perasaan yang lebih berperan dibandingkan akal pikirannya. Perasaan halus yang sesuai dengan tubuh, jiwa dan perilakunya. Oleh karena itu, timbullah pengorbanan perempuan dalam hal mengandung, menyusui serta mengasuh anak; 2. Aspek anatomi dan aspek genetis juga turut mempengaruhi perbedaan tujuan dan peran antara laki-laki dan perempuan. Jika perempuan mengalami kehamilan dan menyusui anak, maka laki-laki tidak demikian. Perbedaan fungsi tubuh inilah yang menimbulkan perbedaan tugas dan kewajiban dalam rumah tangga yang diatur sedemikian rupa dalam Islam. Persoalan ini diatur sedemikian rupa dalam Islam, sehingga tidak menimbulkan perselisihan bagi manusia yang mau menerima perintah Allah, dalam menjalankan kehidupan ini; 3. Perbedaan laki-laki tampak dalam tanggung jawabnya mengenai nafkah, mahar dan soal finansial lainnya, kecuali dalam keadaan yang mendesak. Misalnya, ketika seorang istri 14 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, ed.1, cet. 4, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), hlm. 6. Neng Djubaedah dan Yati N. Soelistijono, loc. cit. 16 Nasaruddin Umar M.A., Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran, cet. 2, (Jakarta: Paramadina, 2001), hlm. 40. 15 Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 5 yang ditinggal mati suaminya yang bertanggung jawab untuk membiayai kehidupan anak yang ditinggalkan adalah istri.17 Jenis Kelamin pada dasarnya ada dua yaitu laki-laki dan perempuan. Dewasa ini terdapat orang-orang yang ingin mengubah jenis kelaminnya yang disebut sebagai transeksual. Transeksual adalah bentuk gangguan identitas gender di mana seseorang merasa terjebak dalam tubuh yang salah, dikarakterisasi dengan ketidaknyamanan atas keadaan anatomis tubuh, memiliki keinginan untuk mengubah alat genitalnya dan hidup sebagai anggota lawan jenisnya.18 Transeksual ini merupakan kelainan seksualitas, di mana kelainan seksualitas atau masalah seksualitas diketahui berdasarkan sistem seks yang dimiliki oleh seorang manusia. Kelainan seksualitas tersebut dapat ditinjau dari sudut kelainan biologis dan psikologis.19 1. Kelainan Biologis, merupakan kelainan seksual yang disebabkan oleh gangguan biologis dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu20: 1) Kelainan seksual akibat kromosom a. Klinefelter’s Syndrome, adalah seseorang yang mempunyai paling sedikit satu kromosom X dan kromosom Y, sehingga yang terjadi adalah variasi kromosom XXY, XXYY, dan XXXY. Hal ini disebabkan karena tidak berpisahnya kromosom seks pada saat pembelahan sel pertama dan kedua. Tanda penderita klinefelter’s syndrome ini adalah testis kecil dan keras, azoospermia 21, dan genokemstia22.23 b. Turner Syndrome, adalah penderita yang kehilangan salah satu lengan kromosom X pada sebagian atau seluruh sel tubuhnya atau bisa juga bergenotip X0 (X nol). Tanda penderita turner syndrome ini adalah penderita bertubuh pendek, perkembangan seksnya terhambat karena alat kelaminnya membuat sel kelamin tidak berfungsi secara sempurna, lipatan epikantus24 jelas (sipit), letak telinga rendah, leher yang pendek dan berlipat. 17 Dewi Zainar Setiawaty, “Dasar Pemikiran Perbedaan Warisan Bagi Anak Laki-Laki dan Anak Perempuan Menurut Hukum Kewarisan Islam” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 1991), hlm. 44 mengutip dari Fuad Mohd. Fachruddin, Wanita dalam Warisan Islam, (Jakarta: Pantja Simpati, 1990), hlm. 25-29. 18 Anita Wulandari, loc. cit. 19 Diah Caturwati, “Aspek Perdata Penyesuaian Kelamin Bagi Transeksual dalam Hukum Kesehatan” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 1999), hlm. 43. 20 Ibid, hlm. 44-47. 21 Azoospermia adalah kelainan sperma yang berupa di dalam cairan semen tidak ada atau nyaris tidak ditemukan adanya sel sperma sama sekali. 22 Ginekomastia adalah pembengkakan pada jaringan payudara pada laki-laki atau perempuan, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon estrogen dan testosteron. 23 Fika Liyana Sari, “Analisa Dampak Operasi Penggantian Kelamin Terhadap Akta Kelahiran Ditinjau dari Sudut Hukum Islam dan Hukum Perdata” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006), hlm. 23. 24 Lipatan Epikantus adalah lipatan pada kulit di sudut mata sebelah dalam. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 6 c. Hermaprodit, adalah seorang manusia yang di luar mempunyai penis (dzakar) dan testis kelenjar kelamin yang terletak di dalam kantong kelamin (scortum) dan mempunyai alat kelamin perempuan luar yang dinamai vulva yang terdiri dari bibir besar, bibir kecil, klitoris lubang kencing, kulit dara, dan lubang vagina, sedangkan alat kelamin dalam adalah saluran vagina, uterus, saluran telur dan indung telur (ovarium). 2) Kelainan seksual akibat gangguan keseimbangan hormon. Berdasarkan pendapat dari Dr. Ali Akbar kelainan hormonal ini diakibatkan karena tidak adanya keseimbangan antara hormon-hormon pada penderita. Walaupun kelenjar laki-laki menghasilkan hormon laki-laki dan juga hormon perempuan, begitupun sebaliknya. 2. Kelainan Psikologis, merupakan kelainan yang ada pada penderita disebabkan oleh gangguan kejiwaan secara psikologis. Kelainan yang disebabkan oleh faktor biologis tidak termasuk dalam kategori kelainan psikologis. Walaupun kelainan biologis akan membawa pengaruh pada psikologis seseorang.25 Secara garis besar kelainan psikologis dibedakan menjadi dua bagian yaitu26: 1) Gangguan Identitas Gender. Seperti telah dijelaskan sebelumnya dari sudut ilmu kejiwaan seseorang bukan saja dilihat dari jenis kelamin yang ia miliki tetapi juga identitas gendernya. Seseorang yang memiliki alat kelamin fisik yang jelas belum tentu memiliki identitas gender sesuai dengan jenis kelamin fisiknya. Individu inilah yang disebut sebagai penderita gangguan identitas gender (gender dysphoria syndrome).27 2) Kelainan Parafilia. Parafilia adalah sekelompok gangguan yang melibatkan ketertarikan seksual terhadap obyek yang tidak biasa atau aktivitas seksual yang tidak biasa (objek bukan manusia, pasangan yang tidak tepat atau tanpa persetujuan, atau situasi yang menyakitkan atau merendahkan).28 Dalam taraf tertentu penderita ini akan terhambat kemampuannya untuk melakukan hubungan seksual secara timbal balik. Yang dapat digolongkan sebagai penderita kelainan ini adalah eksibisionisme29, voyeurisme30, 25 Diah Caturwati, op. cit., hlm. 47. Ibid, hlm. 47 -51. 27 Beta Anggini, “Aspek Hukum Perdata pada Penderita Transeksual Akibat Operasi Penyesuaian Kelamin Ditinjau dari Sudut Hukum Kesehatan” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2001), hlm. 50. 28 Fitri Fausiah dan Juliati Widury, Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2007), hlm. 61. 29 Eksibisionisme adalah parafilia di mana seseorang terangsang secara seksual dengan mempertunjukkan alat genitalnya pada orang lain yang tidak dikenal. 30 Voyeurisme adalah suatu jenis parafilia yang ditandai oleh adanya dorongan seksual berulang yang melibatkan menonton/memperhatikan orang lain yang sedang berada pada situasi seksual di mana mereka tidak menduganya. 26 Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 7 masokismeseksual31, fetishisme32, froterisme33, sadisme seksual34, transvestik fetishisme35, dan pedofilia36. Berdasarkan pengertian transeksual, maka dapat ditinjau transeksual dikaitkan dengan dua hal pokok yaitu jenis kelamin dan gender. Pada dasarnya jenis kelamin dan gender memiliki perbedaan. Jenis kelamin atau seks berakar dari biologis, aspek genetis dan aspek anatomis yang menentukan apakah mereka laki-laki atau perempuan.37 Aspek genetis dapat dilihat pada susunan kromosom yang membedakan laki-laki dan perempuan.38 Laki-laki mempunyai dua kromosom yang berbeda yaitu XY disebut dengan heterogametic sex.39 Sedangkan perempuan memiliki dua kromosom yang sama yaitu XX disebut homogametic sex.40 Aspek anatomis merupakan perbedaan fisik yang jelas antara laki-laki dan perempuan, salah satunya terlihat dari perbedaan anatomis kelamin yang dimiliki (Crooks dan Baun, 1999).41 Sedangkan gender Menurut Strong dan kawan-kawan merupakan hal yang berakar dari budaya, diartikan sebagai karakteristik sosial dan budaya, dihubungkan dengan jenis kelamin yang dimiliki oleh seseorang.42 Jadi, transeksual ini merupakan kelainan seksualitas dari segi psikologis jenis gangguan identitas gender, di mana jenis kelamin transeksual tersebut sudah jelas laki-laki dan perempuan, namun identitas gender yang ia miliki berbeda dengan jenis kelaminnya. Berdasarkan penjelasan sebelumnya kelainan seksualitas dapat ditinjau dari sudut biologis dan psikologis. Contoh kelainan biologis adalah hermaprodit atau Pseudohermaprodit sedangkan kelainan psikologis berupa transeksual. Masyarakat awam sering menyamakan antara penderita hermaprodit atau Pseudohermaprodit dengan transeksual. Padahal ketiga hal 31 Masokisme seksual adalah suatu bentuk parafilia yang memiliki karakteristik adanya dorongan seksual yang kuat dan berulang serta fantasi yang melibatkan menerima rasa direndahkan atau rasa sakit. 32 Fetishisme adalah parafilia di mana seseorang menggunakan suatu objek tidak hidup atau bagian tubuh sebagai fokus dari minat dan rangsangan seksual. 33 Froterisme adalah suatu bentuk parafilia yang memiliki karakteristik adanya dorongan seksual berulang yang melibatkan tindakan menabrakkan diri atau menggesek-gesekkan diri ke orang lain tanpa izin untuk mendapatkan kepuasan seksual. 34 Sadisme (sadism) adalah suatu bentuk parafilia yang ditandai oleh adanya dorongan seksual yang kuat dan berulang serta fantasi yang melibatkan pemberian rasa direndahkan atau rasa sakit. 35 Fetishisme Transvestik adalah parafilia pada pria heteroseksual yang ditandai oleh adanya dorongan seksual yang persisten dan kuat untuk mengenakan pakaian wanita. 36 Pedofilia adalah suatu bentuk parafilia yang ditandai oleh dorongan seksual yang persisten dan terkait dengan fantasi yang melibatkan aktivitas seksual dengan anak-anak yang belum puber. 37 Dina Adesa, “Gambaran Kebahagiaan Transeksual Serta Manifestasi Kekuatan dan Keutamaan dalam Kehidupannya” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006), hlm. 23. 38 Ibid. 39 Nasaruddin Umar M.A., loc. cit. 40 Ibid. 41 Dina Adesa, loc. cit. 42 Ibid. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 8 tersebut berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan antara Transeksual, Hermaprodit dan Pseudohermaprodit adalah sebagai berikut: Faktor Transeksual Hermaprodit atau Pseudohermaprodit Pembeda Jenis Kelainan Merupakan suatu bentuk Hermaprodit merupakan suatu bentuk Seksualitas kelainan psikologis berupa kelainan seksual akibat kromosom44. gangguan identitas gender43. Tidak disebutkan Pseudohermaprodit masuk dalam jenis kelainan seksual apa. Bentuk Jenis kelamin pada Yang bermasalah pada penderita gangguan transeksual tidak Hermaprodit/Pseudohermaprodit ini bermasalah, yang adalah jenis kelamin bukan identitas bermasalah adalah identitas gendernya. Jenis kelamin penderita ini gender transeksual tersebut. belum diketahui apakah laki-laki atau perempuan sebelum dilakukan tes secara medis dan psikologis. Dengan kata lain berada dalam kedaan “antara”. Tindakan Tindakan penanganan Tindakan penanganan penanganan transeksual ini adalah Hermaprodit/Pseudohermaprodit ini melalui terapi psikologis. adalah melalui Operasi Penyempurnaan Ada juga yang menyebutkan Kelamin. bahwa bisa dilakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery). Namun, sebenarnya Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) bukanlah tindakan penyembuhan karena tidak mengembalikan pasien ke keadaan semula (jenis kelamin sebenarnya). Faktor Penyebab Merupakan masalah psikologis gangguan identitas gender. Namun, hingga saat ini faktor penyebab dari gangguan identitas gender tersebut belum diketahui. Istilah dalam Termasuk dalam kategori hukum Islam khuntsa ghairu Merupakan ketidaksempurnaan baik dari segi aspek genetis maupun aspek anatomis. Termasuk dalam kategori khuntsa musykil, yaitu khuntsa yang sulit dikenal 43 Identitas Gender adalah proses pemahaman dan penerimaan seseorang mengenai gender yang ada di masyarakat, mengenai maskulinitas atau femininitas terkait jenis kelamin seorang individu, serta kesadaran individu tersebut apakah ia bergender laki-laki atau perempuan. 44 Kromosom merupakan struktur di dalam sel berupa deret panjang molekul yang terdiri dari satu molekul DNA dan berbagai protein terkait yang merupakan informasi genetik suatu organisme, seperti molekul kelima jenis histon dan faktor transkripsi yang terdapat pada beberapa deret, dan termasuk gen unsur regulator dan sekuens nukleotida. Kromosom yang berada di dalam nukleus sel eukariota, secara khusus disebut kromatin. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 9 musykil/waadhi, khuntsa jenis kelaminnya, karena sulit, samar dan yang alat kelaminnya dapat unik.46 dibedakan laki-laki atau perempuan.45 Tabel 1. Perbedaan Transeksual dan Hermaprodit atau Pseudohermaprodit Tahapan identifikasi gender pada transeksual ini mengalami gangguan. Identitas gender adalah proses pemahaman dan penerimaan seseorang mengenai gender yang ada di masyarakat, mengenai maskulinitas atau femininitas terkait jenis kelamin seorang individu, serta kesadaran individu tersebut apakah ia bergender laki-laki atau perempuan. Identitas gender menjadikan seorang individu berpikir dan merasakan keberadaannya sebagai laki-laki atau perempuan. Membuat individu tersebut menampilkan sikap, perilaku, hak dan tanggung jawabnya yang dipandang oleh masyarakat sesuai dengan jenis kelamin yang dimilikinya. Hal inilah yang disebut dengan peran gender. Peran gender dengan kata lain adalah perilaku eksternal yang merefleksikan perasaan dalam diri seseorang tentang identitas dirinya.47 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya untuk mendapatkan identitas gender, seorang individu melakukan proses identifikasi gender. Proses identifikasi gender dimulai sejak usia seseorang 3 (tiga) tahun. Ketika individu mengidentifikasi diri mereka sebagai laki-laki atau perempuan maka ia telah memiliki identitas gender.48 Identitas gender menetap ketika individu tersebut mencapai antara usia 18 (delapan belas) hingga 30 (tiga puluh) tahun.49 Tahapan dari proses identifikasi gender adalah (a) Tahap kelahiran/Conception, Gen pada kromosom jenis kelamin menentukan apakah bayi yang lahir memiliki jenis kelamin laki-laki atau perempuan; (b) Usia 2-4 tahun, Anak belajar mengenai kategori sosial tentang laki-laki dan perempuan. Mulai melabel dirinya sendiri sebagai laki-laki atau perempuan walaupun tidak mengerti arti sesungguhnya; (c) Usia 5-10 tahun/Late Childhood, Identitas jenis kelamin semakin jelas dan identitas gender berkembang sebagai bagian dari konsep diri. Anak juga belajar mengenai karakteristik tingkah laku yang dianggap pantas atau tidak pantas oleh budaya; (d) Remaja dan Dewasa, Identitas gender terbentuk dan stereotipi gender telah 45 Dja’far Abd. Muchit, “Problematika Hukum Waria (Khuntsa) dan Operasi Kelamin”, http://www.scribd.com/doc/107520669/Problematika-Hukum-Waria, diunduh 26 Februari 2013 46 Ibid. 47 Fitri Fausiah dan Juliati Widury, op. cit., hlm. 58. 48 Dina Adesa, op. cit., hlm. 24. 49 Mita Harmita Mulyati, “Perbedaan Dimensi Pengasuhan Orangtua pada Laki-laki Transeksual dan Lakilaki Heteroseksual Dewasa Muda” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2010), hlm. 11. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 10 dipahami dengan baik. Individu mungkin mengidentifikasi gender stereotipi sesuai dengan jenis kelaminnya, mungkin juga tidak.50 Gangguan identitas gender ini biasanya muncul sejak masa anak-anak ketika berusia 2-4 tahun, yang biasanya menyertai gangguan kecemasan untuk berpisah (separation anxiety)51.52 Kaplan, Sadock, dan Grebb menjelaskan bahwa prognosis untuk gangguan ini sangat bergantung pada usia dari onset53 dan intensitas simtom54. Anak laki-laki mulai menunjukkan gangguan ini sebelum usia 4 (empat) tahun dan konflik dengan teman sebaya mulai berkembang pada masa awal sekolah, sekitar usia tujuh sampai delapan tahun.55 Proses identifikasi gender dimulai sejak usia seseorang 3 (tiga) tahun. Ketika individu mengidentifikasi diri mereka sebagai laki-laki atau perempuan maka ia telah memiliki identitas gender.56 Proses pengidentifikasian (peniruan) baik identifikasi aspek seksual maupun gender ini terjadi di mana seorang anak laki-laki mengidentifikasikan diri seperti ayahnya sedangkan anak perempuan mengidentifikasi ibunya.57 Ayah menjadi objek identifikasi anak laki-laki sedangkan ibu menjadi objek identifikasi anak perempuan. Proses indentifikasi ini tidak semua berjalan mulus, terkadang objek identifikasi seorang anak berubah karena ketegangan-ketegangan emosional. Jika objek identifikasi yang berubah adalah aspek seksual maka anak akan menunjukkan segi-segi aspek seksual objek identifikasi tersebut. Seorang anak laki-laki akan memiliki segi-segi kewanitaan pada dirinya, begitupun sebaliknya anak perempuan akan memiliki segi kelaki-lakian pada dirinya. Transeksual bisa mengubah jenis kelaminnya melalui Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery). Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) adalah sebuah operasi yang dilaksanakan dengan tujuan mengubah alat kelamin pasien sehingga mirip dengan alat kelamin lawan jenisnya.58 Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dengan alasan untuk mengubah alat kelamin transeksual walaupun sebenarnya alat 50 Ibid, hlm. 12 mengutip dari R.A. Baron dan D. Byrne, Social Psychology, ed. 10, (Boston: Allyn and Bacon, 2003), hlm. 189. 51 Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) adalah bentuk kecemasan berlebihan yang dialami anak ketika berpisah dari orang-orang yang dekat dengannya (major attachment figure), misalnya ibu atau ketika seorang anak jauh dari rumah. Kecemasan berpisah dipertimbangkan sebagai gangguan jika berlangsung setidaknya sebulan dan menyebabkan gangguan yang sangat berarti atau merusak fungsi. Durasi pada gangguan tersebut menggambarkan keparahannya. 52 Fitri Fausiah dan Juliati Widury, loc. cit. 53 Onset adalah penampilan pertama dari tanda-tanda atau gejala suatu penyakit. 54 Simtom adalah manifestasi dari penyakit yang mungkin dialami secara internal atau dapat diobservasi secara eksternal. 55 Fitri Fausiah dan Juliati Widury, op. cit., hlm. 59. 56 Dina Adesa, loc. cit. 57 Beta Anggini, op. cit., hlm. 61. 58 Fitri Fausiah dan Juliati Widury, op. cit., hlm. 60. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 11 kelamin mereka normal secara anatomis.59 Dengan kata lain, untuk menyesuaikan jenis kelamin dengan identitas gender yang transeksual tersebut yakini atau sesuai dengan “panggilan jiwanya”. Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) yang dilakukan terhadap transeksual berbeda dengan Operasi Penyempurnaan Kelamin yang dilakukan terhadap penderita hermaprodit atau pseudohermaprodit. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut: Faktor Pembeda Dilakukan Terhadap Siapa Tujuan dilakukannya Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) Dilakukan kepada orang yang sejak lahir mempunyai jenis kelamin normal (transeksual). Namun, identitas gender orang tersebut tidak konsisten/bertentangan dengan jenis kelaminnya. Dilakukan dengan tujuan untuk menyesuaikan jenis kelamin dengan identitas gendernya atau “panggilan jiwanya”. Tahapan Operasi Tahapan operasi ini sifatnya lebih kompleks karena melakukan tindakan pembedahan total dari kelamin yang normal. Sifat Operasi Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) hanyalah pemecahan semu, karena individu transeksual sejatinya tidak menjadi laki- Operasi Penyempurnaan Kelamin Dilakukan kepada penderita hermaprodit atau pseudohermaprodit. Atau dengan kata lain memiliki ambiguitas pada alat kelamin. Bertujuan untuk memperjelas jenis kelamin yang ada pada penderita. Pada penderita hermaprodit dilakukan Operasi Penyempurnaan Kelamin pada pertumbuhan jenis kelamin yang lebih dominan. Sedangkan pada pseudohermaprodit dilakukan Operasi Penyempurnaan Kelamin pada kelamin yang tidak berkembang secara sempurna sehingga diharapkan dapat berfungsi dengan baik. Tahapan operasi tidak sekompleks Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) karena hanya memperbaiki bagian yang tidak berkembang secara normal. Pada kasus hermaprodit misalnya tidak dilakukan tindakan pembedahan kelamin secara total, melainkan lebih ke arah membuang salah satu alat kelamin yang tidak berkembang dan menyempurnakan alat kelamin yang berkembang lebih dominan. Operasi Penyempurnaan Kelamin bukan pemecahan semu karena tujuan dari operasi ini adalah untuk memperjelas jenis kelamin yang ada pada penderita yang mengalami 59 Anita Wulandari, op. cit., hlm. 21. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 12 laki atau perempuan secara jenis kelamin. Hanya beberapa bentuk lahiriyah yang dibuat menyerupai jenis kelamin lawannya. Keputusan Dijadikan jalan terakhir ketika dilakukan operasi semua tahapan pengobatan (pembedahan) secara non-operatif atau tidak dilakukan.60 Yang mungkin Operasi kelamin dari dan tidak perempuan menjadi laki-laki62: mungkin setelah 1. Ereksi yang memuaskan dilakukannya mungkin terjadi dengan bantuan inflatble operasi prostheses (alat tiup) atau pompa penis, yang memberi bentuk kaku pada penis; 2. Ejakulasi tidak mungkin terjadi. Karena tidak ada cairan spermatik pada pasien operasi penggantian kelamin. Testis, vesikula seminalis dan kelenjar prostat juga tidak ada; 3. Melakukan hubungan seks dengan wanita mungkin terjadi. Kepuasan ada di penis dan pikiran; 4. Pembuahan tidak mungkin karena tidak ada produksi sperma. Operasi kelamin dari laki-laki menjadi perempuan63: 1. Menstruasi tidak mungkin karena tidak ada rahim dan tidak ada ovarium; 2. Orgasme mungkin karena ada sensasi erotis dan ambiguitas kelamin. Dilakukan operasi penyempurnaan atau tidak tergantung kebutuhan dari pengobatan pada penderita hermaprodit atau pseudohermaprodit tersebut. Apakah kondisi alat kelamin membutuhkan operasi penyempurnaan kelamin atau cukup dengan terapi hormon saja.61 Operasi Penyempurnaan Kelamin sejatinya mengikuti pertumbuhan kelamin yang lebih dominan atau memperbaiki kelamin yang tidak berkembang secara normal. Tujuannya agar fungsi reproduksi dari penderita ini dapat berfungsi dengan baik. 60 Diah Caturwati, op. cit., hlm. 54. Ibid, hlm. 53. 62 Merry Wahyuningsih, “Yang Mungkin dan Tak Mungkin Dalam Operasi Ganti Kelamin” http://health.detik.com/read/2010/04/07/180613/1334114/763/yang-mungkin-dan-tak-mungkin-dalam-operasiganti-kelamin, diunduh 23 Maret 2013. 63 Ibid. 61 Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 13 komponen mental juga utuh; 3. Menyusui umumnya tidak mungkin. Tabel 1. Perbedaan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dan Operasi Penyempurnaan Kelamin Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dari segi Hukum Islam dan Kedudukan Ahli Waris Transeksual yang telah Melakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dalam Hukum Kewarisan Islam Mengenai hukum Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) ditinjau dari tiga dasar yaitu berdasarkan Al-Quran dan Hadits, Pendapat para ahli, dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Al-Quran dan Hadits tidak secara spesifik mengatur mengenai hukum dari Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery). Namun terdapat satu ayat dan dua hadits yang dapat dijadikan pedoman untuk mengetahui hukum dari Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery), yaitu: 1. Q.S. an-Nisa (4) ayat 119 yang berbunyi: “Dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka, dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu benar-benar mereka mengubahnya). Barang siapa yang menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh, dia menderita kerugian yang nyata.”64 2. Hadits riwayat Al-Bukhari, Abu Dawud, Al-Turmuzi serta Ibn Majah yang berbunyi “dari Abdillah ibn ‘Abbas ra. Ia berkata: “Rasulullah SAW melaknat kaum laki-laki yang menyerupai diri dengan perempuan, juga kaum perempuan yang menyerupai diri dengan laki-laki”.”65; dan 3. Hadits riwayat Al-Bukhari yang berbunyi “dari Abdullah ibn Mas’ud ra. Ia berkata: “Allah SWT melaknat orang-orang perempuan yang membuat tato dan yang meminta membuat tato, memendekkan rambut, serta yang berupaya merenggangkan gigi supaya kelihatan bagus, yang mengubah ciptaan Allah”.”66 Berdasarkan Q.S. an-Nisa (4) ayat 119, Hadits riwayat Al-Bukhari, Abu Dawud, AlTurmuzi serta Ibn Majah, serta Hadits riwayat Al-Bukhari tentang mengubah ciptaan Allah terdapat dua pendapat ulama tafsir, yaitu: 64 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran dan Terjemahannya, (Bandung: CV Diponegoro, 2000). 65 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 03/MUNAS-VIII/MUI/2010 tentang Pengubahan dan Penyempurnaan Jenis Kelamin. 66 Ibid. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 14 (1) Maksud “mengubah ciptaan Allah” adalah mengubah agama-Nya. Mengubah agama Allah maksudnya adalah menggantikan perkara halal menjadi haram dan menggantikan perkara haram menjadi halal; atau ada juga yang berpendapat (2) Maksud “mengubah ciptaan Allah” adalah mengubah semua keadaan, baik yang bersifat kasat mata, seperti anak laki-laki yang bertingkah laku seperti anak perempuan, membuat tato, wanita yang menggabungkan rambutnya dengan rambut lain, seseorang mengikir gigi-giginya demi kecantikan, mencabut alis untuk menebalkannya, dan sebagainya.67 Kesepakatan para ahli hukum Islam (fuqaha) yang dimaksud dengan mengubah ciptaan Allah yang diharamkan adalah mengubah sesuatu yang normal dan sehat.68 Berdasarkan pendapat para ahli, dikarenakan Al-Quran dan Hadits tidak secara spesifik mengatur mengenai Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery). Oleh karena itu, Islam membolehkan para ahli mengembangkan pendapatnya. Secara umum, pendapat para ahli mengenai hukum Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Para ahli yang berpendapat bahwa hukum Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) adalah boleh antara lain Zaini Ahmad Noeh dan Hamka. Zaini Ahmad Noeh mengatakan bahwa: Sesuai dengan kaidah Fiqih yang berlaku, maka tentang Operasi Penggantian Kelamin, ilmu fiqih bersikap obyektif rasional, selama tidak ada perintah atau larangan yang jelas dalam Al-Quran dan Hadits, maka semua masalah dan perbuatan memperoleh ketentuan hukum “mubah atau jaiz” yaitu boleh-boleh saja. Fiqih akan mengatakan operasi penggantian kelamin itu dalam hukum “wajib, sunnah, makruh atau haram” tergantung pada kondisi, tujuan serta kemungkinan akibat yang akan dialami oleh orang yang mau menjalankan operasi itu sendiri.69 Sedangkan, pendapat dari Hamka pada intinya menyatakan bahwa para ahli fiqih belum pernah membicarakan bagaimana jika khuntsa dioperasi sehingga jelas jadi laki-laki atau 67 Utang Ranuwijaya et al, ed., Pustaka Pengetahuan Al-Quran 1 Akidah, (Jakarta: PT. Rehal Publika, 2007), hlm. 195-196. 68 Dinni Amalyati, “Operasi Penggantian Kelamin Ditinjau dari Sudut Hukum Islam” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 1994), hlm. 42 mengutip dari Achmad Buchori Masruri, “Operasi Pengubahan Kelamin ditinjau dari Hukum Islam,” (makalah disampaikan pada Simposium Pergantian Kelamin SEMA FH UNDARIS, Ungaran, 16 September 1989). 69 R.A. Shanti Dewi M, “Penentuan Status Hukum Seseorang Akibat Penggantian Kelamin dalam Proses Beracara di Pengadilan” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 1998), hlm. 135 mengutip dari Zaini Ahmad Noeh, “Operasi Penggantian Kelamin Ditinjau dari Segi Agama Islam,” (makalah disampaikan pada Seminar Operasi Penggantian Kelamin Departemen Kesehatan, Jakarta 27-29 Maret 1978). Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 15 jadi perempuan. Yang jelas sangat terlarang dalam Islam bila laki-laki meniru-niru lagak perempuan atau perempuan meniru-niru lagak laki-laki.70 Dalam kasus Vivian71, Hamka berpendapat bahwa bertitik tolak pada ijtihad, karena jika dicari hukum mengenai Operasi Penggantian Kelamin dalam Al-Quran atau Fiqih juga jelas tidak ada. Sedangkan, persoalan dan problema masyarakat selalu bertambah. Oleh karena itu, Islam memberikan kelapangan untuk mengembangkan pendapat. Pada intinya jika seorang merasa dirinya dengan mengubah kelamin menjadi lebih efektif maka hal itu dibolehkan.72 2. Para ahli yang berpendapat bahwa hukum Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) adalah haram antara lain Ali Akbar, Ibrahim Husen, Para Ulama Nahdlatul Ulama (NU), Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Syekh Yusuf Al-Qardhawi. Pendapat dari para ahli tersebut adalah sebagai berikut: a. Ali Akbar mengatakan bahwa penggantian alat kelamin laki-laki menjadi perempuan dan sebaliknya adalah suatu peniruan yang lebih berat, maka menurut beliau Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) adalah haram.73 Pengubahan kelamin pada transeksual tetap dianggap seperti jenis kelamin asalnya, jika kelamin asalnya adalah laki-laki, maka ia adalah laki-laki begitupun sebaliknya. Hal ini dikarenakan pengubahan kelamin tidak bisa mengubah kromosom seseorang. Namun, Ali Akbar berpendapat jika dalam keadaan darurat maka Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dibolehkan. “Hukum melarang sesuatu dapat menjadi hukum membolehkan dalam keadaan darurat, yaitu bila mengenai hidup nyawa seseorang transeksual artinya transeksual akan melakukan bunuh diri kalau tidak dilakukan pengubahan kelamin, maka operasi penggantian kelamin jenis transeksual dapat dibolehkan.”74 70 Ibid, hlm. 138 mengutip dari Hamka, “Pendapat Tentang Pertukaran Kelamin” (makalah disampaikan pada Seminar Operasi Penggantian Kelamin, Departemen Kesehatan, Jakarta 27-29 Maret 1978). 71 Kasus Vivian merupakan kasus permohonan penggantian kelamin pertama yang masuk ranah pengadilan. Permohonan Vivian dikabulkan pada tanggal 14 November 1973 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat-Selatan. Hingga tahun 2006 penetapan penggadilan ini masih merupakan suatu constante jurisprudentie. Robby yang berubah status menjadi perempuan mengubah namanya menjadi Vivian Rubianti Iskandar. Namun, setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan penetapan mengenai Vivian ini tidak lagi menjadi suatu constante jurisprudentie. 72 R.A. Shanti Dewi M, op. cit., hlm. 139 mengutip dari Hamka, “Pendapat Tentang Pertukaran Kelamin” (makalah disampaikan pada Seminar Operasi Penggantian Kelamin, Departemen Kesehatan, Jakarta 27-29 Maret 1978). 73 Dinni Amalyati, op. cit., hlm. 43. 74 R.A Shanti Dewi M, op. cit., hlm. 138 mengutip dari Ali Akbar, “Pembahasan Kertas Kerja yang diajukan oleh H. Zaini Ahmad, Staf Ahli Menteri Agama, dengan judul ‘Operasi Penggantian Kelamin Ditinjau dari Segi Agama Islam’,” (makalah disampaikan pada Seminar Operasi Penggantian Kelamin, Departemen Kesehatan, Jakarta 27-29 Maret 1978), hlm. 3. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 16 b. Ibrahim Husen mengatakan bahwa pengubahan adalah sebagaimana mengebiri, membuang alat kelamin luar dan alat kelamin dalam tetap seperti semula, hal ini haram hukumnya. Hal ini dikarenakan pengubahan kelamin dari laki-laki menjadi perempuan tidak mungkin mempunyai anak. Karena laki-laki tidak mungkin mempunyai indung telur dan juga rahim. Sebaliknya, jika pengubahan kelamin dari perempuan menjadi laki-laki tidak mungkin bisa seperti laki-laki normal.75 c. Para Ulama Nahdlatul Ulama (NU) dalam Muktamar di Semarang, Jawa Tengah juga telah memutuskan bahwa hukum mengganti kelamin adalah haram. Hal ini dikarenakan termasuk dalam kategori mengubah ciptaan Allah dan mengecoh orang lain.76 d. Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan bahwa melakukan operasi pergantian dan pengubahan kelamin adalah haram. Alasannya adalah alat kelamin yang dilakukan Operasi Pergantian Kelamin berada dalam keadaan normal, tidak terdapat cacat apapun.77 e. Syekh Yusuf Al-Qardhawi pun menegaskan bahwa melakukan pengubahan jenis kelamin merupakan perbuatan yang dilarang oleh syariat. Karena, mengubah alat kelamin manusia dari laki-laki menjadi wanita dan dari wanita menjadi laki-laki dilarang kecuali pada kondisi darurat atau terpaksa. Pada hakikatnya yang benar adalah mengembalikan sesuatu pada asalnya dan meletakkan sesuatu pada tempatnya bukan mengubah ciptaan Allah.78 Walaupun terjadi perbedaan pendapat dari para ahli mengenai hukum dari Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery). Namun, semua para ahli sepakat bahwa transeksual yang telah melakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery), status jenis kelaminnya adalah sama dengan jenis kelamin sebelum dilakukannya operasi. Jika transeksual tersebut sebelumnya adalah ahli waris anak laki-laki maka ia tetap berkedudukan sebagai ahli waris anak laki-laki. Sedangkan, jika transeksual tersebut sebelumnya adalah ahli waris anak perempuan maka ia tetap berkedudukan sebagai ahli waris anak perempuan. Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) haram untuk dilakukan. Terdapat dua fatwa yang mengatur mengenai Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) ini, yaitu: 75 Dinni Amalyati, loc. cit. Heri Ruslan (a), “Hukum Mengubah Jenis Kelamin 1” http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/fatwa/12/10/10/mbnyj1-hukum-mengubah-jenis-kelamin-1, diunduh 16 April 2013. 77 Heri Ruslan (b), “Hukum Mengubah Jenis Kelamin (2-habis)” http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/fatwa/12/10/10/mbnym9-hukum-mengubah-jenis-kelamin-2habis, diunduh 16 April 2013. 78 Ibid. 76 Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 17 1. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Operasi Perubahan/Penyempurnaan Kelamin (Musyawarah Nasional II nomor 05/Kep./Munas II/MUI/1980 tanggal 1 Juni tahun 1980), menyatakan: a. Mengubah jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya hukumnya haram, karena bertentangan dengan Al-Quran surat an-Nisa ayat 19 dan bertentangan dengan jiwa syara; b. Orang yang kelaminnya diganti kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah; dan 2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 03/MUNASVIII/MUI/2010 tentang Pengubahan dan Penyempurnaan Jenis Kelamin, menyatakan: a. Mengubah alat kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya yang dilakukan dengan sengaja, misalnya dengan operasi ganti kelamin, hukumnya haram; b. Membantu melakukan ganti kelamin sebagaimana poin 1 (satu) hukumnya haram; c. Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi penggantian alat kelamin sebagaimana poin 1 (satu) tidak dibolehkan dan tidak memiliki implikasi hukum syar’i terkait penggantian tersebut; d. Kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi ganti kelamin sebagaimana poin 1 (satu) adalah sama dengan jenis kelamin semula seperti sebelum dilakukan operasi ganti kelamin, meski telah memperoleh penetapan pengadilan. Penulis sepakat dengan para ahli golongan kedua dan fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) adalah haram dilakukan. Hal ini dikarenakan (a) bahwa sudah jelas manusia diciptakan laki-laki dan perempuan dengan sempurna kejadian dan tidak sempurna kejadiannya79. Sesuai dengan Q.S. an-Najm (53) ayat 45 dan 46, Q.S. an-Nisa (4) ayat 119, dan Q.S. al-Hajj (22) ayat 5. Selain itu, Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) merupakan bentuk peniruan dan mengubah ciptaan Allah SWT. Sesuai dengan hadits riwayat Al-Bukhari, Abu Dawud, Al-Turmuzi serta Ibn Majah dan Hadits riwayat Al-Bukhari. Walaupun Al-Quran dan Hadits tidak secara spesifik menyebutkan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) haram. Namun, beberapa ayat Al-Quran dan Hadits yang telah disebutkan sebelumnya cukup menjelaskan secara umum hukum mengenai Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment 79 Ketidaksempurnaan ini terjadi pada penderita hermaprodit dan pseudohermaprodit (khuntsa musykil). Pada penderita hermaprodit dan pseudohermaprodit (khuntsa musykil) dikategorikan sebagai jenis kelamin laki-laki atau perempuan setelah dilakukan Operasi Penyempurnaan Kelamin. Berbeda dengan transeksual yang dilakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery), karena transeksual pada faktanya sudah memiliki kejelasan jenis kelamin yaitu jenis kelamin sebelum Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dilakukan –sebagai laki-laki atau perempuan-. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 18 Surgery);dan (b) Penulis sepakat dengan para ahli golongan kedua yang menyatakan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) adalah haram. Karena pendapat dari golongan kedua tidak hanya didasarkan pada aspek Hukum Islam namun juga dari segi aspek medis dan aspek psikologis secara terperinci. Sedangkan pendapat ahli dari golongan pertama hanya meninjau dari segi Hukum Islam saja tanpa meninjau dari segi medis maupun psikologis secara terperinci. Dapat ditinjau, misalnya pendapat dari Hamka yang tidak menyebutkan dan membedakan antara Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) pada transeksual dengan Operasi Penyempurnaan Kelamin pada khuntsa musykil (hermaprodit dan pseudohermaprodit). Hamka hanya mengambil secara keseluruhan dan tidak meninjau akibat dan sebab secara terperinci seperti halnya pendapat dari Ali Akbar. Analisa Kasus Penetapan Perkara Nomor 19/Pdt.P/2009/PN.Btg Pengadilan Negeri Batang 1. Kasus Posisi AW merupakan anak dari pasangan Bambang Sugianto dan Witem yang lahir pada tanggal 14 Agustus 1979 dinyatakan berjenis kelamin laki-laki. AW adalah anak bungsu dari 4 (empat) bersaudara. Sekitar tahun 2000 AW memutuskan untuk melakukan operasi kelamin di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya atas rujukan dari Rumah Sakit Umum Pusat Kariyadi Semarang. Operasi kelamin tersebut selesai dilakukan pada tanggal 20 Januari 2005, namun secara hukum status AW masih berjenis kelamin laki-laki. Kemudian untuk mendapatkan status hukum yang jelas, pada tanggal 1 Desember 2009 AW mengajukan permohonan penggantian kelamin menjadi perempuan kepada Pengadilan Negeri Batang. Pada tanggal 22 Desember 2009 Pengadilan Negeri Batang akhirnya mengabulkan permohonan AW dengan memberikan penetapan sebagai berikut: 1) Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 2) Menyatakan Pemohon sebagai perempuan dengan segala hak dan kewajiban hukumnya; 3) Menyatakan Pemohon yang semula bernama AW menjadi NIA; 4) Memerintahkan kepada Kepala Desa Bandar dan Camat Kecamatan Bandar Kabupaten Batang untuk mencatat pengubahan jenis kelamin dan nama pemohon pada buku desa yang diperuntukkan untuk itu; 5) Menolak permohonan untuk selebihnya; 6) Membebankan biaya perkara pada Pemohon sebesar Rp 101.000,- (seratus satu ribu rupiah). 2. Analisis dari Segi Jenis Kelainan Seksualitas Jenis kelainan seksualitas pada dasarnya ada dua, yaitu ditinjau dari sudut kelainan biologis dan psikologis. Kelainan seksualitas akibat gangguan biologis dikelompokkan Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 19 menjadi dua bagian yaitu (a) Kelainan seksual akibat kromoson yaitu Klinefelter’s Syndrome, Turner Syndrome dan Hermaprodit; dan (b) Kelainan seksual akibat gangguan keseimbangan hormon. Kelainan seksualitas lainnya juga ditinjau dari segi psikologis yang secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu gangguan identitas gender dan kelainan parafilia.80 Apabila dikaitkan dengan kasus ini maka ditinjau dari segi jenis kelainan seksualitas, AW adalah seorang transeksual. Transeksual termasuk ke dalam jenis kelainan seksualitas dari sudut kelainan psikologis berupa gangguan identitas gender. Hingga saat ini faktor penyebab dari transeksual tersebut belum diketahui, banyak teori yang berkembang menyebutkan faktor penyebab dari transeksual. Namun, dari semua spekulasi tentang penyebab dari ganguan identitas gender masih sulit dibuktikan. Tanda-tanda transeksual yang bisa dilacak melalui DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder), antara lain: perasaan tidak senang dan tidak sesuai terhadap anatomi seksnya; berkeinginan untuk menghilangkan alat kelaminnya dan hidup sebagai lawan jenisnya; gangguan ini terjadi terus-menerus (tidak terbatas pada periode stress), selama paling tidak dua tahun; tidak ada keadaan interseks biologik (fisik) atau abnormalitas genetik; dan tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lainnya seperti skizofrenia81.82 Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa AW sejak kecil mengalami gangguan identitas gender. Bukti-bukti tersebut adalah sebagai berikut: a. Secara jenis kelamin AW adalah seorang laki-laki yang berkeinginan untuk mengubah jenis kelamin yang ada pada dirinya atau transeksual. Hal ini dapat buktikan dari tandatanda transeksual yang bisa dilacak melalui DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder), antara lain: 1) Perasaan tidak senang dan tidak sesuai terhadap anatomi seksnya semisal tidak tumbuhnya payudara seperti halnya perempuan normal. Hal ini dialami oleh AW ketika pada tahun 2001 melakukan operasi pembesaran payudara; 80 Diah Caturwati, op. cit., hlm. 43. Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif, emosional dan tingkah laku. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). 82 Dadang Hawari, Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), hlm. 386 dan Peggy T, “The DSM Diagnostic Criteria for Gender Identity Disorder in Adolescents and Adults” http://www.cpath.ca/wp-content/uploads/2009/08/COHEN-KETTENIS.DSM_.pdf, di unduh 20 Mei 2013. 81 Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 20 2) Berkeinginan untuk menghilangkan alat kelaminnya dan hidup sebagai lawan jenisnya. AW telah melakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) pada tanggal 20 Januari 2005 berdasarkan Surat Keterangan Nomor 03/TOUK/III/2009 dari Tim Operasi Ubah Kelamin tertanggal 24 Maret 2009 yang ditandatangani oleh Prof. Dr. Djohansjah Marzoeki, dr, Sp.BP (K); 3) Gangguan ini terjadi terus-menerus (tidak terbatas pada periode stress), selama paling tidak dua tahun. Tindakan untuk hidup sebagai lawan jenisnya dilakukan oleh AW sejak memasuki usia pubertas (ketika AW berada di bangku SMA) yaitu salah satunya menggunakan pakaian perempuan. Kemudian berkeinginan untuk menghilangkan alat kelaminnya dilakukan dengan tindakan operasi untuk membesarkan payudara pada tahun 2001. Artinya di sini AW telah mengalami gangguan sebagai transeksual lebih dari 2 tahun yaitu dimulai ketika AW berada pada usia pubertas (diperkirakan sekitar tahun 1996)83 hingga akhirnya melakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) yang selesai pada tahun 2005; 4) Tidak ada keadaan interseks biologik (fisik) atau abnormalitas genetik. Dalam persidangan ditemukan bukti bahwa AW mengalami pertumbuhan alat kelamin yang tidak normal berukuran lebih kecil, tidak dapat ereksi dengan sempurna walaupun dapat melakukan ejakulasi, dan tidak mengalami pertumbuhan jakun. Selain itu, AW mempunyai organ kelamin seperti perempuan dengan 2 (dua) lubang terpisah antara lubang kencing dengan seperti lubang vagina namun tidak disertai bibir labirin. Pada kasus ini AW berarti mempunyai keadaan interseks biologik (fisik) yang tidak sempurna, yang seharusnya dilakukan Operasi Penyempurnaan Kelamin untuk memperjelas status AW sebagai laki-laki. Namun ternyata di sini terhadap AW dilakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery); dan 5) Tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lainnya seperti skizofrenia. Dalam persidangan tidak ditemukan bukti bahwa AW mengalami gangguan jiwa lainnya. Berdasarkan kriteria diagnostik (DSM) transeksual yang telah dipaparkan di atas ditemukan bukti bahwa AW memenuhi kriteria 1, 2, 3 dan 5. Sedangkan pada kriteria ke 4 ditemukan bukti bahwa AW mengalami keadaan interseks biologik (fisik) tidak sempurna yang berarti AW tidak memenuhi kriteria ke 4. Namun, bukan berarti AW bukan transeksual. Hal ini karena terhadap AW ternyata dilakukan Operasi Penggantian 83 Hal ini didapat berdasarkan bukti fotokopi Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta Tjendekia Puruhita Nomor 03Mk267003585 tertanggal 23 Mei 1998 atas nama AW. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 21 Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dari laki-laki menjadi perempuan. AW secara kodrati adalah laki-laki, namun mengalami ketidaksempurnaan alat kelamin yang seharusnya dilakukan Operasi Penyempurnaan Kelamin bukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery). b. Berdasarkan keterangan dari saksi Witem binti Nurisam dan Bambang Sugiyanto bin Suharto, yang merupakan orangtua AW, menyatakan sejak balita AW berperilaku menyimpang dan bertingkah laku sebagai perempuan. Artinya di sini tahapan dari proses identifikasi gender yang dilakukan oleh AW mengalami gangguan. Tahapan identifikasi gender terdiri dari tahap kelahiran, usia 2-4 tahun, usia 5-10 tahun (Late Childhood), serta usia remaja dan dewasa.84 Pada tahap usia 2-4 tahun ketika anak belajar mengenai kategori sosial tentang laki-laki dan perempuan. Anak di sini mulai melabel dirinya sendiri sebagai anak laki-laki atau perempuan walaupun tidak mengerti arti sesungguhnya. Hal ini terjadi pada AW yang sejak balita85 telah mengalami penyimpangan dalam berperilaku. AW melabel dirinya sebagai perempuan walaupun tidak sesuai dengan jenis kelamin yang ada padanya. Di sini objek idenfitikasi yang AW lakukan berubah dimulai usia 2-4 tahun. Objek identifikasi gender yang seharusnya dilakukan terhadap ayah sebagai seorang laki-laki, telah berubah kepada ibu yang seorang perempuan. Objek identifikasi yang berubah salah satunya adalah aspek seksual. Hal ini ditunjukkan melalui tingkah AW yang lebih suka bermain mainan perempuan dan dari segi pergaulan ketika SMP dan hendak dikhitan86 yang kebanyakan datang adalah teman perempuan. Ketika masa remaja dan dewasa, identitas gender telah terbentuk dan stereotipi gender telah dipahami dengan baik. Individu mungkin mengidentifikasi gender stereotipi sesuai dengan jenis kelaminnya, mungkin juga tidak. AW di sini tidak mengindentifikasi gender stereotipi sesuai dengan jenis kelaminnya. Ditunjukkan ketika AW berada pada bangku SMA mulai menggunakan pakaian seperti seorang perempuan. AW telah melakukan penetapan identitas gender sebagai perempuan, dibuktikan dengan tindakan melakukan operasi pembesaran payudara ketika tahun 2001. 84 Mita Harmita Mulyati, loc. cit. Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai Balita merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah. 86 Khitan/Sunat/Sirkumsisi (circumcision) adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis. Frenulum dari penis dapat juga dipotong secara bersamaan dalam prosedur yang dinamakan frenektomi. 85 Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 22 Perlu diperhatikan di sini walaupun AW telah melakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery), tetapi tidak mungkin AW mengalami kehamilan maupun menstruasi. Hal ini karena, sejatinya organ kelamin dalam AW bukan organ kelamin selayaknya perempuan. AW tidak mungkin memiliki rahim maupun ovarium. 3. Analisis dari Segi Akibat Hukum dari Tindakan Operasi Kelamin yang Dilakukan Operasi kelamin berdasarkan alasan dilakukannya dibagi menjadi dua yaitu Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dan Operasi Penyempurnaan Kelamin. Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dilakukan terhadap transeksual, yang dalam hal ini contohnya adalah AW. Mengenai Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) telah dijelaskan sebelumnya baik dari segi Al-Quran, Hadits, pendapat para ahli, dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia adalah haram untuk dilakukan kecuali dalam keadaan mendesak. Maksudnya adalah apabila tidak dilakukan operasi kelamin akan mengancam jiwa pasien misalnya melakukan bunuh diri. Namun, walaupun Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) telah dilakukan hampir semua para ahli berpendapat (termasuk Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Penggantian Kelamin) status jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi tersebut adalah tetap sebagai jenis kelamin sebelum dilakukan operasi. Jadi, terhadap AW ini walaupun ia telah melakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery), secara status jenis kelamin ia masih dianggap sebagai laki-laki. Karena fitrahnya memang sebagai laki-laki. Walaupun sudah ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa ia adalah perempuan, namun secara syar’i ia tetap dianggap sebagai laki-laki. Jika dikaitkan dengan Hukum Kewarisan Islam, ketika AW menjadi ahli waris maka kedudukannya adalah sebagai laki-laki. Misalnya di sini ayahnya sebagai pewaris maka AW adalah ahli waris anak laki-laki tidak menjadi ahli waris anak perempuan. Bagan kewarisannya adalah sebagai berikut: Gambar 1. Bagan Kewarisan I Penetapan Pengadilan Negeri Batang Nomor 19/Pdt.P/2009/PN.Btg Keterangan: P = Pewaris (ayah AW yaitu Bambang Sugiyanto) W = Istri pewaris (Witem, ibu AW) A = Anak pertama laki-laki (saudara AW) B = Anak kedua laki-laki (saudara AW) C = Anak ketiga perempuan (saudara AW) D = Anak laki-laki (AW) Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 23 Tidak mungkin bagannya menjadi seperti ini : Keterangan: P = Pewaris (ayah AW yaitu Bambang Sugiyanto) W = Istri pewaris (Witem, ibu AW) A = Anak pertama laki-laki (saudara AW) B = Anak kedua laki-laki (saudara AW) C = Anak ketiga perempuan (saudara AW) D = Anak perempuan (AW) Gambar 2. Bagan Kewarisan II Penetapan Pengadilan Negeri Batang Nomor 19/Pdt.P/2009/PN.Btg Dari gambar 187 di atas dapat disimpulkan bahwa AW akan mendapatkan 2 (dua) kali bagian dari anak perempuan. Hal ini sesuai dengan Q.S Al-Nisa ayat 7a jo Q.S Al-Nisa ayat 11a dan Pasal 176 KHI. Penutup Kesimpulan 1. Hukum Islam memandang Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) haram untuk dilakukan berdasarkan Al-Quran, Hadits, Ijtihad para ahli, Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) dapat dilakukan apabila dalam keadaan memaksa, yang mengancam jiwa transeksual tersebut. 2. Status jenis kelamin transeksual yang telah melakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) adalah tetap sebagai jenis kelamin sebelum dilakukan operasi atau jenis kelamin yang sejak lahir ia miliki. Dalam masalah kewarisan, jika sebelumnya ia berkedudukan sebagai ahli waris anak laki-laki, maka ia akan tetap sebagai ahli waris anak laki-laki tidak mungkin menjadi ahli waris anak perempuan. Saran 1. Ketika seorang hakim memutus perkara mengenai permohonan pengubahan jenis kelamin transeksual, ada baiknya hakim tersebut juga meninjau hukum dari agama seorang transeksual tidak hanya pendapat dari ahli Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) saja. Hal ini dengan alasan untuk menghindari operasi yang berlatar belakang pengingkaran terhadap kodrat manusia. 87 Berdasarkan Putusan Nomor 19/Pdt.p/20013/PN.Batang diperoleh bukti bahwa AW anak laki-laki dari 4 (empat) bersaudara. Tidak didapat keterangan jenis kelamin saudara-saudara dari AW karena bukti Kartu Keluarga pada kasus tersebut bukan Kartu Keluarga atas kepala keluarga Bambang Sugiyanto melainkan Kartu Keluarga atas nama kepala keluarga Muh. Nur Irfani, SH dengan Nomor 3325021612090008 Propinsi Jateng Kabupaten Batang. Dikarenakan AW hidup secara terpisah dengan orangtuanya yang berada di Surabaya. M. Nur Irfani, S.H. adalah sebagai wali AW yang berada di Batang. Jadi, di sini penulis berasumsi bahwa saudara pertama dan kedua adalah laki-laki sedangkan saudara ketiga adalah perempuan. Hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan besar bagian warisan antara anak laki-laki dan perempuan. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 24 2. Peraturan mengenai Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) belum diatur secara khusus sehingga terjadi kekosongan hukum. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar pengaturan tentang Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) secara rinci dapat dibuat, dimulai dari proses sebelum dilakukan Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery) hingga setelah dilakukan operasi. Aturan tersebut mencakup baik dari segi psikologis, kesehatan (kedokteran), hukum hingga persoalan yang berhubungan dengan aturan dari agama seorang pasien Daftar Pustaka Adesa, Dina. “Gambaran Kebahagiaan Transeksual Serta Manifestasi Kekuatan dan Keutamaan dalam Kehidupannya.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 2006. Amalyati, Dinni. “Operasi Penggantian Kelamin Ditinjau dari Sudut Hukum Islam.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 1994. Anggini, Beta. “Aspek Hukum Perdata pada Penderita Transeksual Akibat Operasi Penyesuaian Kelamin Ditinjau dari Sudut Hukum Kesehatan.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 2001. Badan Pusat Statistik. “Jumlah dan Distribusi Penduduk” http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/topik?kid=1&kategori=Jumlah-dan-DistribusiPenduduk. Diunduh 17 Januari 2013. Caturwati, Diah. “Aspek Perdata Penyesuaian Kelamin Bagi Transeksual dalam Hukum Kesehatan.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 1999. Departemen Agama Republik Indonesia. Al Quran dan Terjemahannya. Bandung: CV Diponegoro, 2000. Dewi M, R.A. Shanti. “Penentuan Status Hukum Seseorang Akibat Penggantian Kelamin dalam Proses Beracara di Pengadilan.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 1998. Djubaedah, Neng dan Yati N. Soelistijono. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Cet. 2. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008. Ekasari, Mia Fatma. “Studi Fenomenologi: Pengalaman Waria Remaja dalam Menjalani Masa Puber di Wilayah DKI Jakarta.” Tesis Magister Universitas Indonesia. Depok, 2011. Fausiah, Fitri dan Juliati Widury. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2007. Hawari, Dadang. Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996. Indonesia. Undang-Undang Administrasi Kependudukan. UU No. 23 Tahun 2006. LN No. 124 Tahun 2006. TLN No. 4674. Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia 25 Morrow, Deana F. and Lori Messinger. Ed. Sexual Orientation and Gender Expression in Social Work Practice - Working With Gay, Lesbian, Bisexual, and Transgender People. New York: Columbia University Press, 2006. Muchit, Dja’far Abd. “Problematika Hukum Waria (Khuntsa) dan Operasi Kelamin.” http://www.scribd.com/doc/107520669/Problematika-Hukum-Waria. Diunduh 26 Februari 2013.Merry Wahyuningsih. “Yang Mungkin dan Tak Mungkin Dalam Operasi Ganti Kelamin.” http://health.detik.com/read/2010/04/07/180613/1334114/763/yang-mungkindan-tak-mungkin-dalam-operasi-ganti-kelamin. Diunduh 23 Maret 2013. Mulyati, Mita Harmita. “Perbedaan Dimensi Pengasuhan Orangtua pada Laki-laki Transeksual dan Laki-laki Heteroseksual Dewasa Muda.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 2010. Peggy T. “The DSM Diagnostic Criteria for Gender Identity Disorder in Adolescents and Adults” http://www.cpath.ca/wp-content/uploads/2009/08/COHENKETTENIS.DSM_.pdf. Di unduh 20 Mei 2013 Ranuwijaya, Utang. Et al. Ed. Pustaka Pengetahuan Al-Quran 1 Akidah. Jakarta: PT. Rehal Publika, 2007. Ruslan, Heri. “Hukum Mengubah Jenis Kelamin 1” http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/fatwa/12/10/10/mbnyj1-hukum-mengubah-jenis-kelamin-1. Diunduh 16 April 2013. _____. “Hukum Mengubah Jenis Kelamin (2-habis)” http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/fatwa/12/10/10/mbnym9-hukum-mengubah-jenis-kelamin-2habis. Diunduh 16 April 2013. Sari, Fika Liyana. “Analisa Dampak Operasi Penggantian Kelamin Terhadap Akta Kelahiran Ditinjau dari Sudut Hukum Islam dan Hukum Perdata.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 2006. Setiawaty,Dewi Zainar. “Dasar Pemikiran Perbedaan Warisan Bagi Anak Laki-Laki dan Anak Perempuan Menurut Hukum Kewarisan Islam.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 1991. Sjarif, Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan Perdata Barat (Pewarisan Menurut Undang-Undang). Ed. 1. Cet. 3. Jakarta : Kencana Renada Media Group, 2005. Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam. Ed.1. Cet. 4. Jakarta: Prenada Media Group, 2012. Umar M.A, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran. Cet. 2. Jakarta: Paramadina, 2001. Wulandari, Anita. “Gambaran Proses Pengambilan Keputusan pada Transeksual Laki-Laki yang Menjalani dan Tidak Menjalani Operasi Pengubahan Kelamin.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 2006. Kedudukan ahli…, Rezky Prismawarni, FH UI, 2013 Universitas Indonesia