PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS (Bagian 1) Mika Isac Kriyasa – Senior Associate Dengan diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.29/POJK.05/2014 (“OJK Per 29”) tanggal 19 November 2014, terdapat beberapa ketentuan yang dinyatakan berubah untuk perusahaan. Salah satu ketentuan tersebut adalah pendefinisian pengendali. Pada Pasal 1 ayat 21 OJK Per 29 dinyatakan bahwa pengendali: (i) bagi badan hukum perseroan adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha, yang: (a) memiliki saham sebesar 25% atau lebih dari saham yang dikeluarkan dan memiliki hak suara, atau (b) memiliki saham kurang dari 25% dari saham yang dikeluarkan dan memiliki hak suara, namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahan baik secara langsung ataupun tidak langsung, serta (ii) bagi badan usaha lainnya adalah pihak yang secara langsung maupun tidak langsung mempunyai kemampuan untuk menentukan pengurus, pengawas atau yang setara dan/atau mempengaruhi tindakan pengurus, pengawas atau yang setara. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.28/POJK.05/2014 (“OJK Per 28”) yang berlaku 19 November 2014, pada pasal 1 ayat 7, menyebutkan hal yang serupa dalam mendefinisikan Pemegang Saham Pengendali atau PSP. Bahkan lebih lanjut OJK Per 28 pada pasal 1 ayat 18 menjelaskan pendefinisian pengambilalihan yang serupa dengan yang dijelaskan di Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 (“UUPT”). Pendefinisian pengendali ini erat kaitannya dengan pengambilalihan sebagaimana dijelaskan dalam UUPT, yang pada pasal 1 ayat 11 menyebutkan bahwa pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Sehingga pada umumnya, disebut pengambilalihan apabila terjadi peralihan sebagian besar saham dalam perseroan terbatas. Misalkan pada perseroan terbatas terdapat dua pemegang saham, artinya pengendali adalah pemegang 51% saham yang sah dan memiliki hak suara. Namun demikian, apabila kita melihat kepada OJK Per 29 serta OJK Per 28 sebagaimana dijelaskan di atas, dapat dianggap bahwa apabila sebuah perseroan terbatas memiliki usaha di bidang perusahaan pembiayaan, maka batas dianggap sebagai pengambilalihan bukan lagi mayoritas saham yang beralih, tapi cukup melakukan pengalihan saham paling sedikit sebesar 25% saham dalam perusahaan pembiayaan atau memiliki pengendalian sebagaimana dijelaskan di atas. Akibatnya adalah apabila terjadi pengambilalihan paling sedikit 25% saham dalam perusahaan pembiayaan atau memiliki pengendalian sebagaimana disebutkan di atas, maka terdapat kewajiban bagi perusahaan target yang berupa perusahaan pembiayaan tersebut untuk melakukan kewajibankewajiban dalam hal terjadi pengambilalihan, yang mana antara lain pengumuman koran pra pengambilalihan, pemanggilan rapat, penyelenggaraan rapat umum pemegang saham, pengumuman koran pasca akuisisi dan kewajiban lainnya sebagaimana diatur oleh UUPT serta peraturan pelaksana lainnya yang berlaku di Indonesia yang relevan dalam hal terjadinya pengambilalihan. Bahkan implikasinya, bisa tidak sah pengambilalihan tersebut, apabila hal-hal yang diwajibkan dalam peraturan yang berlaku di Indonesia ini tidak dilakukan. Sebagai tambahan saja, berdasarkan Pasal 10 OJK Per 28 kepemilikan asing pada perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas baik secara langsung ataupun tidak langsung adalah paling tinggi 85% dari modal disetor. Lebih lanjut pasal 11 nya menyebutkan bahwa, dari modal disetor, hanya 85% yang dapat diperdagangkan di bursa efek, sehingga paling rendah sejumlah 15%, tetap harus dimiliki baik langsung ataupun tidak langsung oleh warga negara Indonesia, pemerintah daerah dan/atau pemerintah pusat. Masih banyak lagi hal-hal menarik dan implikasi hukumnya yang akan penulis bahas dalam bagian selanjutnya. Bilamana dibutuhkan informasi lebih lanjut terkait hal di atas, harap menghubungi Partners yang bertanggungjawab pada Divisi Jasa Keuangan di firma kami.