TEORI KEPEMIMPINAN: SEBUAH TINJAUAN DARI PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU Hening Riyadiningsih [email protected] Universitas Wijaya Kusuma Abstract The purpose of this article is to describe the various positions of leadership theory from the perspective of Kierkegaard’s philosophy. Mode of existence of Kierkegaard’s philosophy consist of mode of existence of aesthetics, mode of existence of ethical, and mode of existence of religion. The development of these three modes of existence has been following the process of development Ironic -Reflective. Based on linkage between mode of existence with the position of leadership theory, then there are three positions of leadership theory is the instrumental position, the position of responsibility, and spiritual position. The Position of instrumental leadership theory is based on mode of existence of aesthetics, viewed from the standpoint of mechanical. The position of responsibility leadership theory is based on the mode of existence of ethicals, which leadership theory are viewed from the perspective of social responsibility, the environment, and officials, which is reflected in the activities that are based on the values and norms of society and ecological. The position of spiritual leadership theory is based on the mode of existence of religious, viewed from the standpoint of organic. There is interdependence of all the elements that exist in the organization, because the organization is considered as a system of interconnected organism. From the perspective of the philosophy of Kierkegaard, in spiritual position, intuition is introduced as source of knowlwdge.. Keyword: Ontology, Epistemology, Axiology, Mode of Existence of Kierkegaard Philosophy, Interpretation of Development Process Ironic-Reflective, Leadership Position of Instrumental, Leadership Position of Responsibility, and Leadership Position of Spiritual didasarkan PENDAHULUAN pada penalaran deduktif Perkembangan teori kepemimpinan (deductive reasoning) dimaksudkan untuk selama lima dekade terakhir sangat pesat. melihat bagaimana keefektifan suatu teori Banyak untuk kepemimpinan dalam aplikasinya. Artinya mengembangkan teori ini, baik penelitian pengembangan kepemimpinan berangkat dengan proses penalaran deduktif maupun dari kajian teori yang sudah ada. Sedang proses penalaran induktif. Studi yang studi yang didasarkan pada penalaran penelitian dilakukan Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis induktif (inductive reasioning) lebih dimaksudkan untuk menggali lebih mendalam sebuah teori kepemimpinan dari Great Man Theory, Traits Theory, terkait Situational dengan variabelnya. Hal pengayaan ini variabel- karena proses Theory, Behavior Theory, Contingency Theory, Path Goal Theory penalaran induktif berangkat dari kajian sampai fenomena yang terjadi di lingkungan Tranformational Theory, dan terakhir dari masyarakat. perkembangan Perkembangan teori kepemimpinan dengan adalah Transactional konsep dan kepemimpinan kepemimpinan spiritual. seperti halnya perkembangan teori-teori Keberagaman teori kepemimpinan tersebut lain tidak bisa terlepas dari filsafat ilmu dikarenakan sudut pandang dan paradigma yang mendasarinya. Seperti kita ketahui yang bersama bahwa semua ilmu pengetahuan teorinya. dilahirkan dari rahim filsafat, sehingga bisa kepemimpinan menjadi hal yang sangat dikatakan filsafat adalah induk dari semua menarik ketika ditinjau dari perspektif cabang ilmu pengetahuan. Pada awalnya filsafat ilmu, yaitu menyangkut obyek filsafat hanya melahirkan dua cabang ilmu material dan formal yang dilihat (ontologi), yaitu ilmu alam (natural science) dan ilmu bagaimana teori kepemimpinan tersebut social (social science). Namun dalam dikembangkan (epistemologi) dan pada perkembangan selanjutnya jumlah cabang akhirnya apa konsekuensi pemanfaatan dari ilmu pada dewasa ini lebih dari 650 cabang, teori kepemimpinan tersebut dalam aplikasi dimana akarnya adalah dua cabang ilmu di sebuah organisasi (aksiologi). berbeda dari setiap Perkembangan pengemuka teori-teori tersebut. Hal ini menurut Ibnu Khaldun Perkembangan teori kepemimpinan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan sebagai ilmu terapan dipengaruhi oleh sejalan dengan perkembangan kebudayaan ilmu-ilmu yang lain, seperti ilmu psikologi, dan peradaban manusia. ekonomi, Teori kepemimpinan (leadership manajemen, sosiologi, dan antropologi. Masing-masing ilmu tersebut theory) mulai berkembang pada abad ke 19. memberikan Perkembangan kepemimpinan pandang kepemimpinan dilihat dari content (leadership theory) secara evolutif mulai ilmu tersebut. Karena meskipun obyek teori kontribusi terhadap Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis cara materialnya sama mempengaruhi yaitu orang “bagaimana agar mereka mengembangkan ilmu pengetahuan yang benar, dan penggunaan ilmu pengetahuan mengikuti” tetapi obyek formalnya bisa (Yuliawati, berbeda pertanyaan-pertanyaan tergantung mendasarinya. pada Sehingga ilmu hal yang demikian 2013). Untuk menjawab yang berkaitan dengan hal di atas, ada 3 kajian dalam melahirkan konsep teori yang yang berbeda filsafat yang digunakan, yaitu kajian pula. Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. Tujuan artikel ini adalah mengkaji Ketika kita akan membahas atau teori-teori kepemimpinan dari tinjauan atau mengkaji sebuah ilmu dari perspektif dan / perspektif filsafat ilmu. Menelaah teori atau menggunakan alat analisisnya adalah kepemimpinan dari sisi asumsi, ontologi, filsafat ilmu, maka tidak bisa terlepas dari epistimologi, terminologi yang ada dalam filsafat, yaitu dan aksiologi. Tapi sebelumnya akan diuraikan terlebih dahulu asumsi, mengenai tiga piranti filsafat ilmu, filsafat aksiologi. Dalam perspektif filsafat ilmu, ilmu sebagai metode pendekatan analisis, dikatakan bahwa setiap ilmu dibangun kemudian dalam dengan ‘asumsi dasar’ sebagai landasan perspektif filsafat ilmu, dan terakhir adalah berpikir. Ontologi mengarahkan kita untuk kesimpulan. mengkaji sebuah ilmu dari sudut pandang teori kepemimpinan ontologi, epistemologi, dan obyek ilmu tersebut, yaitu apa obyek Tiga Piranti Filsafat Ilmu: Sebagai Pisau material Analisis Epistemologi membantu kita memahami Kajian filsafat obyek formalnya. berusaha metode atau teropong yang digunakan menjawab pertanyaan mengenai hakikat untuk mengembangkan ilmu tersebut, dan ilmu disebut filsafat ilmu. Filsafat ilmu aksiologi menyangkut dimensi pemanfaatan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan pengembangan mengenai: obyek telaah suatu ilmu, wujud kehidupan manusia dan / atau organisasi. hakiki obyek tersebut, hubungan antara Perbedaan mengenai obyek dan manusia yang membuahkan ilmu ontologi akan pengetahuan, mengakibatkan cara yang dan memperoleh dan ilmu tersebut pilihan dengan perbedaan bagi landasan sendirinya dalam Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis menentukan sarana yang akan kita pilih formal merujuk pada fakta bahwa suatu (epistemologi), ontologi haruslah bisa dibaca dan diakses kemanfaatan dan dari tentunya tinjauan nilai tersebut (aksiologi) tentunya berbeda pula. oleh mesin (machine-readable and accessible) (Gruber, 1993). Sebelum kita membahas lebih lanjut Ontologi menurut Smith B. (2005) kajian teori kepemimpinan dari perspektif adalah ilmu tentang definisi, jenis, dan filsafat ilmu, terlebih dahulu dibahas piranti struktur filsafat secara komprehensif, yaitu ontologi, kejadian-kejadian, proses-proses dan relasi- epistemologi, dan aksiologi. Ketiga piranti relasi tersebut kenyataan. merupakan pilar atau tiang dari yang obyek, ada properti-properti, dalam Menurutnya setiap untuk area sebuah penyangga pembahasan sebuah ilmu dari sistem informasi, ontologi dapat diartikan perspektif filsafat ilmu. sebagai suatu representasi dari beberapa keberadaan awal domain kenyataan, dimana ontologi tersebut mencerminkan Ontologi Ontologi menurut Gruber (1992) properti-properti yang dimiliki oleh obyek adalah suatu spesifikasi formal dan eksplisit dalam domain tertentu sehingga dihasilkan dari konseptualisasi yang dapat dibagi. suatu korelasi sistematik antara kenyataan Ontologi merupakan suatu deskripsi dari dengan representasi itu sendiri (Smith, konsep-konsep dan hubungan-hubungan 2005). yang mungkin ada bagi sebuah agent Ontologi mengarahkan pada kajian ataupun komunitas agent (Gruber, 1995). sudut pandang obyek suatu ilmu. Obyek Masih menurut Gruber (1993) bahwa yang ilmu tersebut meliputi obyek material dan dimaksud dengan konseptualisasi adalah obyek formal (Soeprapto, 2002a; Salam, suatu 1997 model abstrak dari fenomena- dalam Siswanto, 2010). Obyek fenomena yang ada pada dunia nyata. material meliput pada obyek benda yang Sedangkan kata eksplisit menunjukkan dipelajari. Sedangkan bahwa tipe dari konsep-konsep yang ada mencakup dimensi berikut tersebut yang dipelajari / dimensi ilmu relasinya didefinisikan secara obyek mana dari formal benda terbuka dan dengan tujuan tertentu. Kata Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis (Soeprapto, 2002a; Salam, 1997 dalam Bachtiar, 2007), Siswanto, 2010). epistemologi menjelaskan adalah “the bahwa theory of knowledge.” Dia juga menerangkan bahwa epistemologi merupakan “the branch of Epistemologi Piranti atau pilar kedua dari filsafat philosophy which concerned with the ilmu adalah epistemologi. Epistemologi nature and scope of knowledge, adalah segenap proses yang terlibat dalam presuppositions and basis, and the general usaha untuk memperoleh ilmu pengetahuan reliability of claims to knowledge.” (Soeprapto, 2002b dalam Siswanto, 2010). Epistemologi its dikaitkan atau Critica, yaitu Epistemologi adalah metode keilmuan yang disamakan digunakan pengetahuan sistematik mengenai kriteria dalam pengembangan penemuan ilmu dan pengetahuan (Siswanto, 2010). Secara dan dengan patokan untuk menentukan pengetahuan yang benar dan yang tidak etimologi, epistemologi benar (Bachtiar, 2007). Critica berasal dari berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu kata episteme 2004). mengadili, memutuskan, dan menetapkan. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan Mengadili pengetahuan yang benar dan logos adalah ilmu yang lazim dipakai untuk yang tidak benar hampir mirip dengan menunjukkan pengetahuan episteme sebagai suatu tindakan kognitif sistematik. Dengan demikian epistemologi intelektual untuk mendudukkan sesuatu dapat pada tempatnya. Dengan demikian dapat dan logos (Kattsoff, adanya diartikan sebagai pengetahuan Yunani, krimoni, yang sistematik mengenai pengetahuan (Kattsoff, disimpulkan 2004). Webster Third New International merupakan Dictionary 2007) pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mengartikan epistemologi sebagai “The mula pengetahuan, validitas pengetahuan, Study of method and ground of knowledge, dan especially with reference to its limits and 2007). validity”. (dalam Paul Encyclopedia Bachtiar, Edwards, of dalam Philosophy The (dalam bahwa artinya kajian kebenaran Masalah epistemologi tentang terjadinya pengetahuan (Bachtiar, epistemologi berkaitan dengan pertanyaan-partanyaan mengenai Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis pengetahuan. Jika telah diketahui batas- kepentingan batas perlu 2002a dalam Siswanto, 2010). Aksiologi mencoba untuk mengetahui hal-hal yang membahas secara spesifik kemanfaatan dari pada akhirnya tidak dapat di ketahui. pengembangan keilmuannya. Penggunaan Pengetahuan pendekatan pengetahuan, maka lahir tidak setelah meneliti pertanyaan-pertanyaan epistemologinya. Setiap teropong menggunakan ilmu metoda umat manusia dalam epistemologi yang akan menyebabkan keilmuan aksiologinya. (Suprapto, ontologi dan berbeda tentunya perbedaan pada tataran (epistemologi) sesuai dengan teropong yang dipakainya (Siswanto, 2010). Misalkan, Filsafat Ilmu Sebagai Metode Pendekatan teropong ilmu politik melihat organisasi Analisis Teori Kepemimpinan sebagai entitas perebutan kepentingan, Ilmu, dalam perspektif filsafat ilmu, maka tugas pemimpin diinterpretasikan dibangun dengan asumsi dasar sebagai sebagai menanamkan pengaruh kepada landasan semua guna sebagai sebuah teori dibangun dengan mengeksekusi tujuan dan kepentingannya. asumsi dasar “terdapat cara-cara tertentu Melalui dalam aktor yang keberagaman terlibat teropong inilah berpikirnya. mempengaruhi orang mencapai konsep tertentu. asumsi tersebut maka obyek yang harus dalam bersama.” untuk melahirkan berbagai teori dalam suatu dipelajari tujuan Kepemimpinan teori Berdasar tersebut dapat dikembangkan. Seperti telah disebutkan di Aksiologi Aksiologi berasal dari bahasa atas dalam filsafat ilmu, obyek ilmu Yunani, terdiri dari dari dua kata yaitu meliputi obyek material (obyek benda yang aksio dan logos. Aksio berarti sesuai atau dipelajari) dan obyek formal (dimensi yang wajar, sedang logos mempunyai arti ilmu. mana dari benda tersebut yang dipelajari / Hal ini menunjukkan bahwa dimensi ilmu) (Soeprapto, 2002a; Salam, aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi adalah pembahasan pengetahuan yang terhadap didapat 1997 dalam Siswanto, 2010). ilmu Obyek material teori kepemimpinan untuk adalah “pengaruh seseorang terhadap orang Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis lain” mungkin dua orang atau lebih dalam berbeda terhadap obyek material yang pola interaksi tertentu. Selanjutnya masing- sama, yakni pengaruh seseorang terhadap masing pengemuka teori kepemimpinan orang lain. mengkaji teori tersebut dari obyek formal Selain hal tersebut di atas terdapat yang berbeda-beda terhadap obyek material sudut pandang terhadap perkembangan yang sama yaitu “pengaruh seseorang teori kepemimpinan dari mode eksistensi terhadap orang lain.” Dengan demikian Kierkegaard berkembang ragam teori kepemimpinan 2014). sesuai dengan cara pandang masing-masing eksistensi ilmu penopang. Terdapat banyak teori eksistensi estetika, mode etika, dan religi kepemimpinan yaitu mulai dari great man (Kierkegaard, 1989 dalam Storsletten & theory, traits theory, behavior theory, Jakobsen, 2014). Berdasar mode eksistensi situational theory, contingency theory, path tersebut, ragam teori kepemimpinan yang goal dan ada dikelompokkan dalam tiga posisi yaitu transactional theory, yang bila merujuk instrumental, responsibilitas, dan spiritual. pada pendapat Mustopadidjaja bahwa aliran Secara teori kepemimpinan itu hanya ada tiga yaitu instrumental aliran genetis, aliran sosial, dan aliran pandang mekanikal, semua bagian dalam ekologis. organisasi theory, transformational Aliran (Storsletten Kierkegaard menjadi ontologi, Jakobsen, membagi tiga posisi didasarkan mode yaitu mode kepemimpinan pada melihat sudut pandang berhubungan dan bersifat deterministik. genetika, aliran sosial mengelompokan Posisi kepemimpinan responsibilitas secara teori kepemimpinan dari sudut pandang ontologi, didasarkan pada sudut pandang situasional, budaya. dari sedang aliran ekologis Artinya, eksternal sudut sosial kepemimpinan secara & setiap orang saling dalam merupakan aliran teori kepemimpinan dari organisasi mempunyai keyakinan, nilai, sudut pandang gabungan genetika atau norma, sikap dan keahlian tertentu. Dalam personal dan situasional. Berbagai cara posisi ini, pemimpin dituntut untuk bisa pandang menunjukkan memahami budaya orang-orang yang ada keberagaman obyek formal investigasi dalam suatu organisasi (Storsletten & ilmuwan, dengan sudut pandang yang Jakobsen, tersebut 2014). Dalam posisi Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis teori kepemimpinan spiritual didasarkan pada 2010). Misalkan teropong ilmu politik sudut pandang organic, dimana semua menganggap organisasi sebagai entitas bagian saling perebutan berhubungan, saling membutuhkan satu pemimpin dengan yang lain membentuk suatu pola menanamkan pengaruh kepada semua aktor tertentu yang utuh (Storsletten & Jakobsen, yang terlibat guna mencapai tujuan dan 2014). kepentingannya. dalam organisasi Epistemologi adalah metode kepentingan, diinterpretasikan Untuk mosaik dan kepemimpinan efektif. ilmu pengetahuan (Siswanto, 2010). Pengembangan posisi teori kepemimpinan instrumental dengan pemikiran dasar perilaku dilakukan bahwa digerakkan atas dasar pola insting tugas sebagai itu, melalui keberagaman teropong akan melahirkan keilmuan yang digunakan dalam penemuan pengembangan maka (puzzle) Aksiologi kemanfaatan dalam adalah ilmu konsep pembahasan pengetahuan yang didapat untuk kepentingan umat manusia (Suprapto, 2002a). Keberagaman teori yang distimuli oleh kondisi eksternal kepemimpinan yang disebabkan karena manusia (Storsletten & Jakobsen, 2014). keberagaman obyek formal yang dipelajari Posisi teori kepemimpinan responsibilitas mempunyai konsekuensi terhadap teknik muncul penggunaannya atas intelegensi dasar penelitian mencerminkan bahwa dalam mempengaruhi kemampuan, sekelompok orang. Melalui cara pandang yang menurut Sternberg (2005) intelegensi politik, misalnya, apa yang harus dilakukan dibagi menjadi tiga, yaitu analitika, kreatif, oleh dan teori mengumpulkan sumber kekuasaan (power) kepemimpinan spiritual didasarkan pada agar kekuasaannya melebihi terhadap aktor intuisi pengetahuan lainnya, sehingga ia mempunyai kekuatan (Storsletten & Jakobsen, 2014). Sehingga pengaruh agar aktor lain (sub-ordinate dan tak dapat dipungkiri bahwa masing-masing stakeholder teropong ilmu akan menggunakan metoda kehendaknya (Siswanto, 2010). Aksiologi keilmuan (epistemologi) sesuai dengan ini tentunya akan berbeda apabila kita teropong menggunakan praktikal. sebagai yang Sedangkan sumber dipakainya possi (Siswanto, manajer atau pemimpin terlibat) pendekatan adalah mengikuti manajemen Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis budaya. Dengan manajemen budaya maka ofisial. Dalam individu dengan mode fokusnya adalah bagaimana melembagakan estetika, keinginan kepemilikan, power, dan afeksi terhadap manajer (diterjemahkan atau menjadi pemimpin kebijakan dan aturan) menjadi norma dan nilai bersama. faktor eksternal seperti individu lain sangat penting, walaupun fektor internal seperti kesehatan dan kecantikan fisik juga penting. Individu Kepemimpinan dengan mode estetika tergantung pada berdasar Perspektif Filsafat Kierkegaard faktor kondisi dan stimulasi eksternal !. Mode Eksistensi Kierkegaard (Storsletten & Jakobsen, 2104). Perkembangan Teori Palazo, et.al (2012) dan Storsletten Mode eksistensi etika lebih & Jakobsen (2104) mengatakan bahwa mengedepankan moral, norma, dan nilai. perbedaan dapat Orang dengan mode ini menganggap tugas, atau kewajiban dan tanggung jawab adalah hal dan yang mode eksistensi dikarakteristikan sebagai struktur yang menjadi mental petunjuk frame sederhana dalam sangat penting. Terdapat memahami pertanggungjawaban baik secara moral dan kompleksitas kenyataan. Mode eksistensi sosial dari setiap tugas dan kewajiban yang dalam perspektif filsafat Kierkegaard ada dilakukan (Storsletten & Jakobsen, 2104). tiga yaitu mode estetika, mode etika, dan Menurut Gardiner (2002) dalam Storsletten mode religi. & Jakobsen (2104) bahwa individu dengan Individu yang mempunyai mode mode etika memiliki kesadaran bahwa tidak eksistensi estetika lebih menyandarkan ada manusia yang sempurna, setiap orang pada perasaan dan gerak hati, hidup tidak secara sadar memiliki kelemahan. harus terlalu serius, mengalir mengikuti Mode eksistensi religi menganggap arus. Dengan demikian individu dengan bahwa individu memiliki keyakinan atau mode ini cenderung kurang pengawasan keimanan baik terhadap diri sendiri maupun situasi menentukan hidup manusia. Kierkegaard yang melingkupinya, cenderung berpikir (2004) untuk menghindari bukanlah outcome dari penalaran obyektif. komitmen baik personal, sosial maupun Artinya bahwa keimanan berhubungan hidup saat ini, bahwa menekankan Tuhanlah bahwa yang keimanan Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis langsung dengan Tuhan yang secara absolut (Kierkegaard, 2012). Hal ini mengandung memiliki segala sesuatu dan tidak dapat arti bahwa terjadi pertentangan batin antara diukur dengan standar manusia (Storsletten kesenangan (estetika) dengan kewajiban & Jakobsen, 2104). moral (etika) maka religi yang merupakan faktor keimanan akan menjadi kekuatan 2. Interpretasi Proses Perkembangan: The untuk emnghantarkan pada suatu yang Ironic – Reflective seharusnya. Interpretasi proses perkembangan Ironic – reflective dicirikan dengan adanya pengayaan atau peningkatan 3. Posisi Teori Kepemimpinan konteks Posisi teori kesadaran diri (Storsletten & Jakobsen, dibedakan 2104). Dalam interpretasi ini, pertama instrumental, responsibilitas, dan spiritual muncul mode estetika sebagai salah satu (Storsletten & Jakobsen, 2104). Posisi teori pertahanan terhadap inner distance, dimana kepemimpinan dilihat dari cara pandang hidup pada saat itu tidak memiliki etika instrumental (baca: merupakan driver bagi subordinatnya dan tanggung jawab). Pada tahap menjadi kepemimpinan yaitu posisi, bahwa struktur yaitu pemimpin perkembangan berikutnya, adalah muncul ada kesadaran akan tanggung jawab baik hirerkikal personal, sosial, maupun lingkungan dari hierarchical organizational structure). Dasar apa yang menjadi pilihan hidup kita yang pemikiran teori kepemimpinan dari sudut melingkup pada pelaksanaan tugas dan pandang instrumental ini adalah teori kewajiban (Skirbekk & Gilje, 2001 dalam manajemen Storsletten & Jakobsen, 2104). Pada tahap manajemen hubungan manusia. Secara ini, moral, norma dan nilai (value) menjadi ringkas dari kedua teroi disimpulkan bahwa sesuatu yang sangat penting. dibutuhkan struktur yang memungkinkan Tahap perkembangan berikutnya kebutuhan tiga organisasional wewenang bawahan ilmiah untuk (authoritarian Taylor dan mematuhi manajer adalah mode religi. Mode religi ini menjadi seniornya. Pemberian motivasi, power yang mengantarkan estetika keluar kompensasi, ketika ada konflik antara estetika dan etika mampu dan partisipasi meningkatkan teori sistem dianggap efisiensi Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis dan profitabilitas (Storsletten & Jakobsen, 2104). posisi instrumental didasarkan pada sudut pandang mekanikal. Ketika semua enerji Jika dikaitkan dengan eksistensi Kierkegaard, instrumental sudut berhubungan mode dikonsentrasikan pada peningkatan profit pandang menjawab tantangan social dan lingkungan erat dengan hanya jika (deterministik) mereka mode eksistensi estetika. Hal ini menurut memberikan kontribusi pada maksimisasi Storsletten & Jakobsen (2104) bahwa baik profit perusahaan (Storsletten & Jakobsen, teori manajemen ilmiah dan hubungan 2104). Menurut penulis jika dikaitkan manusia input dengan teori kepemimpinan yang ada maka penting untuk peningkatan efisiensi di traits theory, behavior theory, situational banyak perusahaan dengan berdasar pada theory, dan path goal theory dipandang dari utilisasi sumber daya manusia secara lebih posisi instrumental. kedaunya memberikan efektif. Fokusnya pada pemberian gaji dan Teori kepemimpinan berdasar value perbaikan kondisi kerja sebagai instrument dan partisipatif memberikan input penting untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini terhadap pemahaman bahwa organisasi menunjukkan bahwa keadaan karyawan berkaitan dengan budaya dan kondisi dalam melaksanakan tugas tergantung pada ekologikal. faktor di luar dirinya (gaji dan kondisi fisik seharusnya tempat kerja). Sehingga hal ini sejalan mengembangkan dirinya, pengalamannya, dengan mode eksistensi estetika. Mereka dan juga tanggung jawab sosial dan hidup dalam dan untuk saat ini. Jika gaji lingkungan. Pada mode eksistensi etika, dan kondisi kerja saat ini baik maka mereka seseorang menerima tugas dan kewajiban bekerja yang mencirikan institusi sosial budaya dengan baik, dan demikian sebaliknya. Konsekuensinya adalah segala sesuatu ada sebab yang pasti dan sempurna tanpa ada spontanitas, peluang untuk perbaikan kreatifitas, diri, Nilai kolektif membantu organisasi karyawan lokal. Asumsi posisi kepemimpinan responsibilitas adalah mereka memberikan dan prioritas utama pada tanggungjawab sosial keterbarukan (semua seperti mesin yang dan lingkungan tercermin pada aktivitas- sifatnya statis dan pasti). Oleh karena itu aktivitas yang berdasar pada nilai-nilai dan Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis norma dalam masyarakat. Perusahaan akan kepemimpinan mengalami kerugian ketika dimasa depan memiliki potensi merubah secara radikal mereka frame gagal mengarahkan pada isu spiritual, referensi, pemimpin membuat perubahan lingkungan walaupun dengan menggunakan fundamental dalam tanggungjawab sosial dan dan atau investasi modal untuk meningkatkan teknologi dan perbaikan lingkungan alam (Storsletten & Jakobsen, 2104). tempat kerja. Posisi kepemimpinan responsibilitas dilekatkan dengan sudut pandang budaya, Kesimpulan Seperti ilmu-ilmu yang lain, dimana memandang bahwa orang-orang pengembangan teori kepemimpinan juga dalam organisasi memiliki keyakinan, sikap dilandasi oleh filsafat ilmu dengan tiga dan keahlian tertentu. Dalam konteks teori pirantinya yaitu asumsi dan ontologi, kepemimpinan epistemologi, budaya didefinisikan dan aksiologi. Asumsi sebagai pola perilaku, keyakinan, nilai yang adalah menjadi dasar pijakan berpikir disebarkan dan disosialisasikan kepada dalam pengembangan ilmu pengetahuan, orang-orang Posisi ontology menyangkut obyek material dan tercermin obyek formal ilmu pengetahuan. Sedang kepemimpinan dalam organisasi. responsibilitas dalam kepemimpinan transformasiional. Kepemimpinan membutuhkan perubahan epistemology menyangkut metode yang spiritual digunakan untu mengembangkan mindset, pengetahuan. Aksiologi berkenaan dengan mengarahkan pada solusi mekanis yang pemanfaatan dipersepsikan dan dipahami dari sudut tersebut bagi kemaslahan manusia dan atau pandang organik. Karena dianalogikan organisasi. dengan sistem organisme, maka semua Dasar dari ilmu ilmu pengetahuan pengembangan dari unsur yang ada dalam organisasi sebagai kepemimpinan satu kesatuan yang saling berhubungan dan Kierkegaard pemimpin adalah otak yang menggerakkan aestetika, etika dan religi. Berdasar tiga organisasi sebagai sekelompok orang untuk mode eksistensi tersebut dikembangkan mencapai tujuan organisasi. Dalam posisi tiga posisi teori kepemimpinan yaitu posisi adalah perspektif teori mode filosofi eksistensi Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis teori kepemimpinan instrumental, posisi responsibilitas, dilihat dari aksiologinya teori kepemimpinan responsibilitas, dan adalah posisi teori kepemimpinan spiritual. Teori kinerja meningkat maka ada konsekuensi kepemimpinan logis instrumental berkaitan ketika organisasi peningkatan etika menghendaki tugas yang dengan mode estetika, teori kepemimpinan memperhatikan tanggung jawab sosial dan responsibilitas dilandasi oleh mode etika, ekologi. Sedang posisi teori kepemimpinan sedang posisi teori spiritual didasarkan spiritual, lebih diarahkan pada peningkatan pada mode religi. Proses pengembangan etika moralitas anggota organisasi. teroi ini dengan menggunakan interpretasi Daftar Pustaka proses pengembangan Ironic-Reflective. Dilihat dari piranti filsafat ilmu, secara ontology posisi teori kepemimpinan instrumental padang dikembangkan mekanik. kepemimpinan dari Posisi sudut teori responsibilitas di kembangkan dari sudut pandang budaya. Sedang posisi kepemimpinan spiritual dilihat dari sudut pandang organic. Secara Gardiner, P. 2002. A Very Short Introduction to Kierkegaard. Oxford: Oxford University Press Gruber, T. R., 1993. A Translation Approach to Portable Ontology Specifications. Knowledge Acquisition, 5(2):199-220 Gruber, T. R., 1992. What is an Ontology? http://www-ksl.stanford.edu/kst/whatis-an-ontology.html epistemology pengemabnagn posisi teori kepemimpinan instrumental adalah insting, posisi teroi kepemimpinan responsibilitas adalah intelegensi, dan posisi teori kepemimpinan sipirual adalah ituisi. Secara aksiologi, pemanfaatan teori kepemimpinan instrumental adalah etika konsekuensi dalam arti bahwa untuk meningkatkan kinerja karyawan konsekuensinya adalah Gruber, T. R., 1995. Toward principles for the design of ontologies used for knowledge sharing. International Journal of Human-Computer Studies, Vol. 43, Issues 4-5, November 1995, pp. 907-928. Kattsoff O.Louis .2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana Kierkegaard, S. 1989. The sickness unto death. New York: Penguin Books meningkatkan motivasi eksternalnya yaitu misalnya gaji. Posisi teori kepemimpinan Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis Kierkegaard, S. 2004. Either/Or: A Fragment of Life. New York: Penguin Books Kierkegaard, S. 2012. Fear and Trembling. New York: Merchant Books https://liliekgibranis.wordpress.com/2013/0 8/04/ontologi-ilmu-manajemen/ Mustopadidjaja. Beberapa Dimensi dan Dinamika Kepemimpinan Abad 21.http://www.scribd.com/doc/114911 15/Dimensi-Dinamika-KEPIM-ABAD21. Pdf file. Palazzo, G., Krings, F., & Hoffrage, U. 2012. Ethical Blindness. Journal of Business Ethics, 109: 323 – 338 Politik, Volume 21 Nomor 2: 193 – 202 Skirbekk, G. & Gilje, N. 2001. A History of Western Thought: From Ancient Greece to Twentieth Century. London: Routledge Soeprapto, S. 2002a. Metode Ilmiah dalam Filsafat Ilmu sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta, Liberty Soeprapto, S. 2002b. Landasan Penelaahan Ilmu dalam Filsafat Ilmu sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta, Liberty Prof. Dr. Bakhtiar,Amsal, M.A. 2007. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA Stornletten, Vivi.M.L, & Jacobsen, Ove. D. 2014. Development of Leadership Theory in The Perspective of Kierkegaard’s Philosophy. Journal of Business Ethics Salam, B. 1997. Logika Material, Filasafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta, Rineka Cipta Sternberg, R. J., 2005. The Nature of Creativity. Creativity Research Journal. 18(1): 87 – 98 Siswanto. 2010. Ilmu Manajemen Preskriptif Vs Deskriptif, Suatu Tinjauan dari Perspektif Filsafat Ilmu, Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Yuliawati,Liliek..2013.OntologiIlmuManaj emen. https://liliekgibranis.wordpress.com/2013/0 8/04/ontologi-ilmu-manajemen/ Hening Riyadiningsih : Teori Kepemimpinan: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Ilmu Volume 12, No.1 Januari 2016 – SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis