BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kanker merupakan penyakit dengan jumlah kematian tertinggi kedua setelah penyakit jantung di dunia (Kementrian kesehatan Republik Indonesia, 2014). Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 7,6 juta jiwa atau 13% penduduk dunia pada tahun 2008 meninggal dunia akibat penyakit ini (World health organization, 2015). Salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia adalah kanker payudara. Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, kanker payudara menempati urutan pertama dengan frekuensi relative sebesar 18, 6%. Angka kejadian kanker payudara di Indonesia diperkirakan mencapai 12/100.000 wanita. Dimana, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium lanjut (Komite nasional penanggulangan kanker, 2015). Menurut Park (2013), setiap orang yang didiagnosis menderita kanker payudara disebut sebagai survivor kanker payudara. Dimana, seseorang dinyatakan sebagai survivor kanker payudara ketika orang itu didagnosis menderita kanker, dan tetap dinyatakan sebagai survivor kanker payudara selama Ia menjalani pengobatan dan selama sisa hidupnya. Penyakit kanker payudara merupakan salah satu jenis penyakit kronis yang dapat mengancam nyawa penderitanya. Pengalaman individu dalam mengalami kejadian yang mengancam nyawa tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke-5, sebagai salah satu kejadian yang berpotensi menimbulkan trauma (American Psychiatric Association, 2013). Kejadian traumatik dapat menyebabkan tekanan psikologis dan biasanya juga akan memunculkan efek negatif pada seseorang. Namun, kejadiaan traumatik tidak selalu hanya memberikan efek negatif pada seseorang. Penelitian-penelitian terkini menunjukan bahwa kanker 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ payudara sebagai kejadian traumatis berpotensi memicu perubahan positif pada individu yang disebut sebagai posttraumatic growth atau pertumbuhan psikologis pasca trauma. Beberapa penelitian melaporkan bahwa sebesar 50% - 90% survivor kanker payudara, terbukti mengalami posttraumatic growth (Joseph & Linley, 2008). Posttraumatic growth adalah perubahan positif yang terjadi sebagai hasil dari perjuangan seseorang dalam menghadapi tantangan krisis kehidupan yang tinggi. Posttraumatic growth tidak hanya berarti kembali pada keadaan semula (normal), tetapi juga merupakan sebuah perbaikan kehidupan yang pada beberapa orang terjadi dengan sangat luar biasa (Tedeschi & Calhoun, 2004). Di Indonesia, penelitian mengenai fenomena posttraumatic growth pada survivor kanker payudara belum banyak diteliti. Beberapa penelitian di Indonesia mengenai posttraumatic growth yang disebabkan oleh kejadian kanker payudara, diantaranya adalah penelitian mengenai posttraumatic growth pada pasien kanker payudara (Rahmah & Widuri, 2011); posttraumatic Growth pada Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi Usia Dewasa Madya (Mahleda & Hartini, 2012); studi mengenai posttraumatic growth pada wanita yang baru terdiagnosis menderita kanker payudara di rsud dr. Achmad mochtar bukit tinggi (Ningsih, 2014) ; dan studi deskriptif mengenai gambaran posttraumatic growth pada wanita penderita kanker payudara pasca masektomi di Bandung cancer society (Rachmawati & Halimah, 2015). Proses terjadinya fenomena posttraumatic growth pada survivor kanker payudara digambarkan terjadi melalui beberapa tahapan. Penelitian Mahleda & Hartini (2012) menggambarkan bahwa pada tahap awal survivor kanker payudara akan mengalami shock, perubahan psikologis dan masalah fisik setelah mengalami mastektomi. Pada tahap berikutnya mereka melakukan perenungan atas peristiwa masektomi yang dijalani, kemudian mereka memberikan penilaian terhadap peristiwa mastektomi dan menentukan apa yang harus dilakukan. Pada tahap selanjutnya, mereka akan mencari dukungan social dengan mengungkapkan apa yang Ia pikirkan dan mendengarkan apa yang dipikirkan orang lain. Melalui proses ini, mereka 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/ akan mendapat penguat dari pihak lain atas hasil perenungannya sebelumnya. Hasil perenungan tersebut akan membawa Individu menuju ke posttraumatic growth. Berdasarkan penelitiaan tersebut, perenungan diketahui memiliki peranan yang penting dalam proses posttraumatic growth. Hal ini selaras dengan pandangan Calhoun & Tedeschi (2006) yang menyatakan bahwa hubungan antara rumination dengan posttraumatic growth merupakan area yang lebih menjanjikan untuk diteliti secara lebih mendalam dibandingkan dengan 4 elemen utama posttraumatic growth yang lain yaitu, karakteristik individu, karakteristik kejadian traumatis, manajemen distress, pengaruh sosiokultural, perkembangan life narrative , dan kebijaksanaan. Perenungan didefinisikan Calhoun dan Tedeschi (2006) sebagai keterlibatan proses kognitif atau proses kognitif dalam memahami trauma dan akibatnya. Perenungan dapat berbeda dalam empat dimensi, yaitu : (a) bentuk perenungan, (b) Valensi perenungan, (c) Periode waktu serta Frekuensi perenugan, dan (d) konten atau isi perenungan. Berdasarkan hasil penelusuran, peneliti berhasil menemukan beberapa penelitian mengenai hubungan antara tiga dimensi perenungan (Bentuk, valensi, serta periode dan frekuensi) dengan posttraumatic growth. Penelitian mengenai hubungan antara bentuk perenungan dengan posttraumatic growth dilakukan oleh Morris & Shakespeare Finch (2010) terhadap 313 pasien kanker. Penelitian ini membuktikan bahwa perenungan secara deliberate tentang manfaat terdiagnosis penyakit kanker dan dukungan social yang didapatkan oleh subyek berkorelasi positif dengan PTG sementara itu perenungan mengenai tujuan hidup dan perenungan secara intrusive berkorelasi positif dengan distress. Selaras dengan penelitian tersebut, Penelitian lain terhadap 185 pasien kanker payudara yang melibatkan konsep serupa membuktikan bahwa perenungan berbentuk brooding bekorelasi positif dengan depresi, kecemasan dan stress, sementara itu perenungan berbentuk reflective berkorelasi positif dengan posttraumatic growth (Soo & Sherman, 2015). 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Penelitian mengenai hubungan antara valensi perenungan dengan posttraumatic growth telah diteliti oleh terhadap 170 pasien kanker payudara. Hasil penelitian membuktikan bahwa kebiasaan subyek dalam memusatkan pikiran terhadap aspek negatif dari suatu informasi (negatif attentional bias) dan perenungan mengenai aspek negatif seputar pengalaman subyek dalam menderita kanker (negatif cancer-related rumination) berhubungan secara positif dengan PTSD. Sedangkan kebiasaan subyek dalam memusatkan pikiran terhadap aspek positif dari suatu informasi (positive attentional bias) dan perenungan mengenai aspek positif seputar pengalaman subyek dalam menderita kanker (positive cancer-related rumination) berhubungan secara positif dengan PTG (Chan, Ho, Tedeschi, & Leung, 2011). Penelitian mengenai periode waktu dilakukannya perenungan membuktikan bahwa intrusive rumination yang dilakukan pada periode waktu dilaksanakannya penelitian berhubungan secara positif dengan distress. Sedangkan, deliberate rumination yang dilakukan segera setelah individu mengalami trauma berhubungan positif dengan posttraumatic growth (Taku, Calhoun, & Cann, 2008). Sementara itu, berdasarkan Penelitian longitudinal yang dilakukan selama 3 bulan terhadap 5 pasien kanker usus besar yang telah 13 bulan terdiagnosis kanker diketahui bahwa frekuensi dilakukannya intrusive rumination mengenai kanker tidak dapat memprediksi tingkat posttraumatic growth yang dialami oleh subyek penelitian (Salsman, Segerstrom, Brechting, Carlson, & Androwski, 2009). Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa bentuk perenungan, valensi perenungan, periode waktu perenungan, dan frekuensi perenungan memiliki pengaruh terhadap posttraumatic growth. Akan tetapi, hingga saat ini peneliti belum menemukan penelitian yang membahas mengenai hubungan antara isi perenungan dengan posttraumatic growth. Berdasarkan hasil penelusuran, peneliti berhasil menemukan dua penelitian yang meneliti mengenai isi perenungan. Penelitian pertama dilakukan oleh ZhangLei (2012) dengan menggunakan pendekatan kualitatif terhadap 21 pasien kanker . Hasil penelitian ini 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ menunjukan bahwa perenungan yang dilakukan oleh subjek penelitian secara sengaja atau deliberate memuat tema-tema mengenai bagaimana menghadapi penyakit yang mereka derita, menerima penyakit tersebut dan mengapresiasi penyakit tersebut, proses yang mereka alami dalam berubah secara bertahap dari menentang penyakit menjadi tidak, serta tema mengenai bagaimana mereka mengarah pada keseimbangan dan harmoni tubuh maupun jiwa. Penelitian kedua dilakukan oleh Edward, dkk (2015) dengan menggunakan pendekatan kualitatif terhadap 20 pasien penyakit kronis. Hasil penelitian menunjukan isi perenungan subjek memuat tematema seputar rasa sakit akibat penyakit yang diderita, pekerjaan (sebanyak 60 %), keluarga (sebanyak 60 %), hubungan dengan orang lain (sebanyak 40 %), keuangan (sebanyak 50 %), dan kesehatan secara keseluruhan (sebanyak 30 %). Fakta bahwa penelitian mengenai hubungan antara isi perenungan dengan posttraumatic growth hingga saat ini belum ditemukan membuka peluang untuk dilakukan penelitian lebih jauh. Hal ini selaras dengan pandangan Calhoun & Tedeschi (2006) yang berpendapat bahwa isi perenungan juga merupakan area yang sesuai untuk diteliti lebih lanjut. Park (2013) menyatakan bahwa isi perenungan survivor kanker secara umum dapat berbeda pada tiga fase yang survivor tersebut lalui, yaitu hidup dengan kanker, hidup melalui kanker, dan hidup di luar kanker. Sementara itu, Tedeschi & Calhoun (2006) menyatakan bahwa isi perenungan individu yang mengalami trauma biasanya mencakup elemen yang tidak menyenangkan terkait dengan kejadian traumatis dan konten pikirannya mungkin sebagian besar berhubungan dengan kejadian traumatis. Namun, pemikiran yang memuat konten lain mungkin juga terjadi berulang kali setelah kejadian traumatis dan penelitian lebih lanjut akan mencakup beragam konten. Lebih jauh Calhoun, Cann, & Tedeschi (2010) juga menyatakan bahwa isi perenungan pada Individu yang mengalami trauma dapat dipengaruhi oleh faktor budaya. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam budaya. Beberapa budaya yang sering dikaitkan dengan Indonesia adalah budaya 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ timur, budaya kolektivitis, dan budaya yang berasal dari berbagai suku di Indonesia. Diantara berbagai suku yang terdapat di Indonesia, suku jawa merupakan kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 40, 22% dari total populasi atau sekitar 95.217.022 jiwa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa budaya Jawa merupakan budaya yang banyak dijumpai pada masyarakat Indonesia (Rahayu, 2015). Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai gambaran isi perenungan survivor kanker payudara yang mengalami posttraumatic growth pada fase hidup dengan kanker, hidup melalui kanker dan hidup di luar kanker di budaya Jawa. Sedangkan, alasan peneliti meneliti isi perenungan pada survivor kanker payudara yang mengalami posttraumatic growth dan bukan hubungan antara isi perenungan dengan posttraumatic growth adalah karena menurut peneliti penting untuk menyelidiki seluruh konten atau tema-tema pada isi perenungan survivor kanker payudara terlebih dahulu sebelum meneliti hubungan antara konten-konten tersebut dengan posttraumatic growth. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana gambaran isi perenungan survivor kanker payudara yang mengalami posttraumatic growth pada fase hidup dengan kanker, hidup melalui kanker dan hidup di luar kanker ?” 1.3 Tujuan Penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran dari isi perenungan survivor kanker payudara yang mengalami posttraumatic growth. Penelitian ini diharapkan dapat menjabarkan gambaran isi perenungan pasien kanker payudara yang mengalami posttraumatic growth selama fase hidup dengan kanker, hidup melalui kanker dan hidup di luar kanker. 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 1.4 Manfaat Penelitian. Manfaat penelitian ini secara teoritis yakni, memperkaya keilmuan psikologi, khususnya psikologi kesehatan dan psikologi positif mengenai fenomena perenungan dan posttraumatic growth. Manfaat penelitian ini secara aplikatif yakni, memberi sumbangan informasi bagi pembaca mengenai isi perenungan survivor kanker payudara yang mengalami posttraumatic growth pada fase hidup dengan kanker, hidup melewati kanker, dan hidup di luar kanker. Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi Tim medis dan caregiver pasien untuk membantu pasien selama pasien mengalami proses perenungan dan posttraumatic growth. 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/