KARAKTERISASI ZAT METABOLIT SEKUNDER DALAM EKSTRAK BUNGA KRISAN (Chrysanthemum cinerariaefolium) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BIOPESTISIDA TUGAS AKHIR II Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata I Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains Oleh : YUSUF ISKANDAR NIM : 4350402027 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2007 PERSETUJUAN PEMBIMBING Tugas Akhir ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Akhir Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Semarang, Februari 2007 Pembimbing I Pembimbing II Agung Tri Prasetya S.Si, M.Si NIP. 132084943 Dewi Selvia F. ST,MT NIP. 132238500 ii HALAMAN PENGESAHAN Tugas akhir dengan judul: KARAKTERISASI ZAT METABOLIT SEKUNDER DALAM EKSTRAK BUNGA KRISAN (Chrysanthemum cinerariaefolium) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BIOPESTISIDA, telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Tugas Akhir Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada : Hari : Tanggal : Panitia Ujian Ketua Sekretaris Drs. Kasmadi Imam S., M.S. NIP. 130781011 Drs. Sigit Priatmoko M. Si. NIP. 131965839 Anggota Penguji Penguji I Penguji II Agung Tri Prasetya S.Si, M.Si NIP. 132084943 Dra. Endang Susilaningsih, MS NIP. 132125658 Penguji III Dewi Selvia F. ST,MT NIP. 132238500 iii PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam Tugas Akhir II ini benarbenar karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orag lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan lain yang terdapat dalam Tugas Akhir II ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Semarang, Februari 2007 Yusuf Iskandar iv ABSTRAK Iskandar, Yusuf. 2007. “Karakteristik Zat Metabolit Sekunder dalam Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan Biopestisida”. Tugas Akhir II. Jurusan Kimia FMIPA UNNES. Tanaman krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) merupakan salah satu tanaman yang memiliki kandungan bahan biopestisida. Tanaman krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) mempunyai banyak manfat dalam kehidupan, namun penelitian mengenai senyawa metabolit sekunder dalam tanaman krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) masih relatif sedikit, maka perlu dikembangkan penelitian untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dalam bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui zat metabolit sekunder dan menentukan jenis pelarut yang cocok untuk karakterisasi zat metabolit sekunder yag terkandung dalam ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium). Uji pendahuluan dilakukan dengan cara mengekstrak serbuk bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) dengan menggunakan pelarut heksana, kloroform, metanol kemudian diuji dengan reagen dragendorf. Dalam uji pendahuluan didapat hasil positif pada pelarut metanol sehingga dilanjutkan dengan mengekstrak senyawa dalam bungan krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) dengan cara sokletasi menggunakan pelarut metanol. Pemisahan senyawa dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis yang disinari dengan sinar UV λ365 nm dan kromarografi kolom, sedangkan eluen yang digunakan dalam kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis adalah metanol : kloroform = 1:15. Analisis senyawa dan elusidasi strukturnya dilakukan dengan spectrometer IR dan GC-MS. Berdasarkan karakterisasi IR, hasil ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) diduga berupa terpenoid campuran yang memiliki gugus ester, gugus karbonil, gugus asam, gugus C-H siklik, gugus C=H alkena. Sedangkan analisis dengan kromatografi gas- spektrofotometer massa diketahui bahwa senaywa utama zat metabolit sekunder yang terkandung dalam bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) adalah asam trans krisantemik dengan berat molekul 167 dan kadar 4,59% , asam trans piretroid dengan berat molekul 212 dan kadar 9,63%, Piretrolon dengan berat molekul 178 dan kadar 12,66%, Jasmolon dengan berat molekul 180 dan kadar 4,03%, Cinerolon dengan berat molekul 166 dan kadar 4,43%. Kata kunci: Bunga krisan, ekstraksi, Piretroloe, Cinerolin, Jasmolon v MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO 1. “Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. Untuk menjadi pengajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat) Allah”. (Qaaf:7-8) 2. “Yang paling bahagia dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan…” (Gie). 3. “Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth” ( Walt Whitman) PERSEMBAHAN Kupersembahkan sekelumit karya ini teruntuk : 1. Ibu dan Bapakku tercinta yang selalu mendoakanku 2. Adik-adikku yang manis dan selalu ku sayangi Ruroh dan Rias 3. Sobat tercinta Yuli, Tuti, Sari, Wiwik, Hamid, Ryan, Indrianto, Kartika dan rekanrekan kimia angkatan ’02, thanks guys atas supportnya. 4. Adik-adik kelasku, thanks atas dukungan dan doanya. 5. Almamaterku 6. Temen-temenku di BJ Kost 7. Sepiku vi KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan petunjuk dan ridla-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat serta salam semoga tetap kepada beliau, Nabi Muhammad SAW, yang senantiasa kita tunggu syafa’atnya di hari akhir nanti. Amin. Dalam pelaksanaan penulisan Tugas Akhir II ini, banyak kendala dan kesulitan yang penulis hadapi. Tetapi, berkat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir II ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam penelitian maupun dalam penyusunan tugas akhir. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Drs. Kasmadi Imam S., M.S selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Sigit Priatmoko M. Si, selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang. 4. Drs. Kasmui, M. Si., selaku Kepala Laboratorium Jurusan Kimia yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian. 5. Agung Tri Prasetya S.Si, M.Si, selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tugas akhir ini. 6. Dewi Selvia F. ST, MT, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tugas akhir ini. vii 7. Dra. Endang Susilaningsih MS, selaku dosen penguji tugas akhir yang telah menguji dan memberikan saran yang membangun demi perbaikan tugas akhir ini. 8. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan dasar dan bekal ilmu pengetahuan. 9. Teknisi dan laboran Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang. 10. Teman-teman kimia 2002 serta teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan motivasi. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyusunan Tugas Akhir II ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir II ini masih banyak kekurangan. Karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir II ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Semarang, Penulis. viii Februari 2007 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii PERNYATAAN ................................................................................................... iv ABSTRAK .......................................................................................................... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR TABEL................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii BAB I : PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul .............................................................. 1 B. Permasalahan .............................................................................. 3 ix C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3 D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4 E. Sistematika Tugas Akhir ............................................................ 4 BAB II : LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Bunga Krisan ................................................ 6 B. Tinjauan Tentang Piretrum ......................................................... 11 C. Tinjauan Tentang Piretrin ........................................................... 12 D. Tinjauan Tentang Metode Ekstraksi ........................................... 19 E. Tinjauan Tentang Kinetika Kromatografi Laps Tipis ................ 20 F. Tinjauan Tentang Spektrofotometer Infra Merah (IR) .............. 21 G. Tinjauan tentang Gas Cromatography-Mass Spectrofotometer (GC-MS) .....................................................................................23 BAB III : METODE PENELITIAN A. Sampel dan Populasi Penelitian .................................................. 25 B. Variabel Penelitian ..................................................................... 25 x C. Alat dan Bahan ........................................................................... 25 D. Prosedur Penelitian .................................................................... 26 BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ........................................................................... 28 B. Pembahasan ................................................................................ 32 BAB V : PENUTUP A. Simpulan ..................................................................................... 53 B. Saran ........................................................................................... 54 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55 LAMPIRAN-LAMPIRAN xi DAFTAR TABEL Tabel Halam an 1. Data korelasi Spektra Inframerah ............................................................. 22 2. Hasil ekstraksi soklet ............................................................................... 29 3. Hasil perlakuan masing-masing ekstraktan dengan pereaksi dragendorf ................................................................................ 29 4. Hasil kromatografi kolom ........................................................................ 31 5. Hasil KLT dari ekstrak bunga krisan ....................................................... 31 6. Data interpretasi spectrum IR dari kromarografi kolom .......................... 34 7. Data waktu retensi kromatogram GC-MS dari ekstrak bunga krisan ...... 36 8. Hasil penelusuran data spektrofotometri massa dari kromatogram GC-MS ....................................................................... 37 xii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Jenis-jenis bunga krisan ........................................................................... 7 2. Enam senyawa yang bersifat insektisida yang terkandung dalam piretrum ......................................................................................... 13 3. Diagram spektrofotometer IR .................................................................. 23 4. Skema metoda spektrometri massa ......................................................... 24 5. Hasil KLT setelah disinari dengan sinar UV λ 365 nm ........................... 30 6. Kromatografi lapis tipis ekstrak bunga krisan menggunakan sinar UV λ 365 nm ................................................................................... 32 7. Spektrum IR dari kromatogram kolom .................................................... 34 8. Kromatogram GC-MS dari ekstrak bunga krisan .................................... 36 9. Spektra massa puncak nomer 3 dari kromatogram GC-MS ..................... 38 10. Fragmentasi senyawa metabolit sekunder berdasarkan puncak nomer 3 dari kromatogram GC-MS ............................................ 40 11. Spektra massa puncak nomer 8 dari kromatogram GC-MS ..................... 41 12. Fragmentasi senyawa metabolit sekunder berdasarkan puncak nomer 8 dari kromatogram GC-MS ............................................ 42 13. Spektra massa puncak nomer 29 dari kromatogram GC-MS ................... 43 14. Fragmentasi senyawa metabolit sekunder berdasarkan xiii puncak nomer 29 dari kromatogram GC-MS ........................................... 45 15. Spektra massa puncak nomer 37 dari kromatogram GC-MS ................... 46 16. Fragmentasi senyawa metabolit sekunder berdasarkan puncak nomer 37 dari kromatogram GC-MS ........................................... 47 17. Spektra massa puncak nomer 40 dari kromatogram GC-MS ................... 48 18. Fragmentasi senyawa metabolit sekunder berdasarkan puncak nomer 40 dari kromatogram GC-MS .......................................... 50 19. Spektra massa puncak nomer 43 dari kromatogram GC-MS ................... 51 20. Fragmentasi senyawa metabolit sekunder berdasarkan puncak nomer 43 dari kromatogram GC-MS ........................................... 52 DAFTAR LAMPIRAN xiv Lampiran: 1. Skema cara kerja ................................................................................... 58 2. Sertifikasi Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) ............. 59 3. Spektrum IR .......................................................................................... 60 4. Kromatogram GC-MS dari ekstrak bunga krisan ................................. 61 5. Spektra massa puncak nomer 3 dari kromatogram GC-MS ................. 63 6. Spektra massa puncak nomer 8 dari kromatogram GC-MS ................ 64 7. Spektra massa puncak nomer 29 dari kromatogram GC-MS .............. 65 8. Spektra massa puncak nomer 37 dari kromatogram GC-MS ............... 66 9. Spektra massa puncak nomer 40 dari kromatogram GC-MS ............... 67 10. Spektra massa puncak nomer 43 dari kromatogram GC-MS .............. 68 11. Foto hasil penelitian .............................................................................. 69 12. Ijin Penelitian ........................................................................................ 70 xv BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sejak krisis melanda bangsa Indonesia sekitar tahun 1997 harga berbagai kebutuhan pangan dan sandang semakin tinggi, termasuk sarana produksi pertanian yaitu pupuk dan pestisida sintetis. Tingginya kebutuhan sarana produksi menimbulkan masalah di kalangan petani diantaranya harga pupuk dan pestisida sintetis yang tinggi. Untuk memecahkan masalah pupuk dan pestisida sintetis, para petani, petugas dan ahli pertanian kembali menggunakan bahan alami. Pupuk kimiawi diganti menggunakan pupuk alami seperti seresah dan kotoran ternak, sedangkan untuk pestisida sintetis diganti menggunakan biopestisida. Negara kita terlambat dalam bidang pengembangan biopestisida di banding negara-negara ASEAN. Sampai sekarang Indonesia masih mengimpor pestisida sintetis dari negara-negara maju yang mencapai 20.000 ton per tahun, meliputi 594 merek dagang pestisida (Natawigena:1985). Dampak penggunaan pestisida sintetis secara terus menerus adalah pencemaran tanah, air, residu pestisida, dan ikut terbunuhnya predator alami sehingga muncul hama baru yang lebih resisten terhadap pestisida. Berbagai jenis pestisida akan terakumulasi di tanah dan air, sehingga akan berdampak buruk terhadap keseluruhan ekosistem dan efektivitas pestisida akan menurun. Prospek pengembangan biopestisida di 1 2 negara kita masih sangat terbuka lebar, karena keanekaragaman hayati yang ada sangat potensial untuk dimanfaatkan. Biopestisida cepat terurai oleh komponen alam seperti sinar matahari, kelembaban, suhu udara, sehingga tidak akan menyebabkan pencemaran tanah dan air. Daya racun pestisida bersifat selektif karena hanya mematikan organisme pengganggu tanaman tertentu dan relatif aman bagi predator alami, manusia, mamalia dan ikan. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman tanaman yang memiliki kandungan bahan biopestisida diantaranya bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium). Lebih dari 2400 jenis tanaman yang masuk dalam 235 familia telah diketahui mengandung pestisida (Budiyono:2001). Penelitian tanaman yang memiliki bahan biopestisida di Indonesia belum dilakukan secara maksimal, bahkan penggunaannya cenderung berdasarkan pengalaman secara turun temurun. Bahan alami yang terdapat dalam tanaman yang mengandung biopestisida dapat berperan sebagai insektisida, rodentisida, moluskisida, dan sifat lainnya. Bahan alami yang berperan sebagai pestisida antara lain: piretrin, jasmolin, dan cinerin (Novizan:2000). Ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) mengandung beberapa jenis zat aktif yang bersifat insektisida. Salah satu zat aktif yang kadarnya besar adalah piretrin. Kandungan piretrin mencapai 0,9-1,3% (Novizan,2000). Piretrin diperoleh dari ekstrak bunga krisan 3 merupakan racun kontak yang tidak meninggalkan residu dan aman bagi lingkungan (Novizan:2000) Dari uraian tersebut penulis ingin mengadakan penelitian untuk mengetahui karakterisasi zat metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bahan pembuatan biopestisida. B. Permasalahan Berdasarkan judul dan latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu : 1. Zat metabolit sekunder apa yang terkandung dalam ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) ? 2. Pelarut apa yang cocok digunakan untuk karakterisasi zat metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Karakterisasi zat metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium). 2. Menentukan jenis pelarut yang cocok untuk karakterisasi zat metabolit sekunder yang terkandung dalam (Chrysanthemum cinerariaefolium). ekstrak bunga krisan 4 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi tentang cara karakterisasi zat metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) dan Memberikan informasi tentang zat metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium). 2. Memberikan informasi tentang jenis pelarut yang cocok untuk karakterisasi zat metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium). E. Sistematika Tugas Akhir II Untuk memberikan gambaran isi dari penelitian ini, maka garis besar sistematika tugas akhir II ini adalah sebagai berikut : A. Bagian pendahuluan Bagian ini terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, sari, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran. B. Bagian isi Bagian ini terdiri dari lima bab, yaitu : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan, dan manfaat penelitian, serta sistematika tugas akhir. 5 BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori berisi landasan teori yang digunakan dalam penelitian, yaitu tinjauan tentang bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium), tinjauan tentang piretrum, tinjauan tentang piretrin, tinjauan tentang metode ekstraksi, tinjauan tentang kromatografi lapis tipis (KLT), tinjauan tentang Spektrofotometer Infra Merah (IR), tinjauan tentang Gas Cromatography-Mass Spectrofotometer (GC-MS) BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian berisi tentang sampel penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data dan metode analasis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di laboratorium Kimia FMIPA UNNES. BAB V PENUTUP Penutup berisi simpulan dan saran-saran. C. Bagian Akhir Bagian ini terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran. BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu dengan sebutan lain Seruni atau Bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari dataran Cina. Krisan yang berasal dari dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum (kuning), Chrysanthenum morifolium (ungu dan merah muda) dan Chrysanthenum daisy (bulat, ponpon). Pada tahun 797 bunga krisan dijadikan sebagai simbol kekaisaran Jepang dengan sebutan Queen of The East (Reginawanti:1999). Tanaman krisan yang berasal dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan Perancis pada tahun 1795. Sejak tahun 1940, bunga krisan dikembangkan secara komersial di seluruh dunia. Daerah sentra produsen bunga krisan di Indonesia antara lain: Cipanas, Cisarua, Sukabumi, Lembang (Jawa Barat), Bandungan (Jawa Tengah), Brastagi (Sumatera Utara). (Reginawanti:1999). Klasifikasi botani tanaman hias krisan adalah sebagai berikut: Divisi : Spermathophyta Sub Divisi : Angiospermae Famili : Asteraceae Genus : Chrysanthemum Species : C. morifolium Ramat, C. indicum, C. daisy dll 6 7 a b c d Gambar a) Chrysanthemum morifolium, b) Krisan aster c) Krisan pompon, d) Chrysanthemum cinerariaefolium Sumber : Reginawanti,1999 8 Bentuk daun krisan khusus pada bagian tepi tampak bercelah dan bergerigi. Daun tersebut tersusun berselang-seling pada cabang atau batang. Sedangkan batangnya tumbuh tegak, berstruktur lunak, dan berwarna hijau. Namun demikian, bila batang dibiarkan terus tumbuh, maka batang pun akan menjadi keras berkayu dan warnanya menjadi hijau kecoklat-coklatan. Bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam tangkai berukuran pendek sampai panjang. Bentuk bunganya beraneka ragam dan bisa dikelompokkan menjadi 5 golongan sebagai berikut: 1. Tunggal Pada setiap tangkai hanya memiliki satu kuntum bunga. Piringan dasar bunga sempit dan susunan mahkota hanya satu lapis. 2. Anemon Sekilas mirip dengan bunga tunggal, tapi piringan dasar bunganya lebih tebal dan lebar. 3. Besar Di setiap tangkai hanya terdapat satu kuntum, tetapi ukurannya besar (bisa mencapai 10 cm). 4. Pompon Karakteristik bentuk bunga pompon adalah bulat mirip bola, mahkota bunga menyebar ke segala penjuru, dan piringan dasar bunganya tidak tampak. 5. Dekoratif Sesuai namanya, penampilannya memang sangat dekoratif, mempunyai 9 mahkota bunga bertumpuk-tumpuk rapat, di bagian tengah pendek dan bagian tepinya memanjang. Kuntum bunga krisan juga memiliki karakter masing-masing, antara lain (Anonim:2005) : a. Standar Setiap tangkai memiliki satu buah kuntum bunga, biasanya berukuran besar. Contohnya: krisan Shamrock, dark red pompon, regal mist, Borholm, dan sebagainya. b. Spray Setiap tangkai memiliki sekitar 10-20 buah kuntum bunga, namun diameternya hanya sekitar 2-3 cm. Contohnya krisan Puma, Salmon, Granada, Klondike, dan sebagainya. Kegunaan Bunga Krisan 1. Bunga krisan sering digunakan sebagai bunga potong dalam berbagai kegiatan. Uniknya, warna bunga krisan bisa dikaitkan dengan 'makna' kegiatan itu sendiri. Misalnya pada upacara kematian digunakan krisan berbunga putih dan ungu, di hari Valentine digunakan krisan merah dan pink, upacara pernikahan digunakan krisan putih, kuning, ungu, atau merah. Dan pada kegiatan imlek banyak digunakan krisan merah dan putih. 2. Sebagai bunga potong, krisan juga sebagai bahan dekorasi ruangan, jambangan bunga, rangkaian aneka macam variasi bunga, dan sebagainya. 10 Beberapa krisan yang digunakan sebagai bunga potong antara lain (Anonim:2005) : a. Puma, berbunga putih, bentuk bunga anemon, diameter bunga dan mata bunga 45 mm/25 mm. b. Salmon, bentuk bunga tunggal, berwarna merah muda, diameter bunga dan mata bunga 70 mm/15 mm. c. Gold van Langen, bentuk bunga tunggal, berwarna kuning emas, diameter bunga dan mata bunga 65 mm/18 mm. 3. Selain sebagai bunga potong, krisan juga digunakan sebagai tanaman hias yang ditanam dalam pot. Contohnya beberapa krisan asal Amerika yang telah dikembangkan di Indonesia dan diberi nama-nama tokoh wayang. Misalnya Krisan Shinta yang berbunga kuning, tipe tunggal, dan ukuran bunga cukup besar, krisan Kunti yang berbunga putih bersih, tipe anemone, dan krisan Srikandi dengan bunga merah tua dengan bagian tengah kuning, tipe dekoratif. Syarat pertumbuhan bunga krisan menurut Reginawanti(1999) adalah sebagai berikut : 1. Tanaman krisan membutuhkan air yang memadai, tetapi tidak tahan terhadap terpaan air hujan. Oleh karena itu untuk daerah yang curah hujannya tinggi, penanaman dilakukan di dalam bangunan rumah plastik. 2. Untuk menghasilkan bunga membutuhkan cahaya yang lebih lama selain dengan sinar matahari yaitu dengan bantuan cahaya dari lampu 11 pijar. Penyinaran yang paling baik adalah pada waktu tengah malam antara jam 22.30–01.00 dengan lampu 150 watt untuk areal 9 m2 dan lampu dipasang setinggi 1,5 m dari permukaan tanah. 3. Suhu udara terbaik untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah antara 200-260C. Toleran suhu udara untuk tetap tumbuh adalah 170-300C. 4. Tanaman krisan membutuhkan kelembaban yang tinggi antara 90-95% untuk pembentukan akar bibit, sedangkan untuk tanaman muda sampai dewasa kelembaban yang dibutuhkan antara 70-80% dan diimbangi dengan sirkulasi udara yang memadai. 5. Kadar CO2 yang ideal untuk memacu fotosintesa tanaman krisan antara 600-900 ppm. Pada pembudidayaan tanaman krisan dalam bangunan tertutup, seperti rumah plastik, greenhouse, dapat ditambahkan CO2, hingga mencapai kadar yang dianjurkan sebesar 600-900 ppm. 6. Tanah yang ideal untuk tanaman krisan adalah bertekstur liat berpasir, subur, gembur dan drainasenya baik serta tidak mengandung hama dan penyakit. Derajat keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sekitar 5,5-6,7. B. Tinjauan Tentang Piretrum Bahan piretrum bersumber dari bunga krisan yang telah dikeringkan. Tanaman Chrysanthemum cinerariaefolium ini memang bukan tanaman asli Indonesia. 12 Menurut catatan Djisbar dkk (1999) dalam Novizan (2000), tanaman ini pernah dikembangkan secara besar-besaran oleh pemerintah Indonesia di Dieng Barat pada tahun 1950-an. C. Tinjauan Tentang Piretrin Bahan mentah dari bunga krisan kering disebut sebagai piretrum, sedangkan piretrin merupakan istilah untuk 6 senyawa yang bersifat insektisida yang dikandung dalam piretrum. Piretrum umumnya mengandung 0,9-1,3% piretrin (Novizan:2000). Piretrin merupakan hasil ekstraksi dari bubuk mentah piretrum sebagai resin yang dapat dipakai untuk insektisida komersial. Satu koma enam liter piretrin dapat diperoleh dengan melarutkan satu kilogram bubuk piretrum ke dalam 5,4 liter etanol (Tempo:Desember 1993). Senyawa piretrin memiliki densitas ~0,859 g/mL pada suhu 200C, indek bias 1,45; titik didih 750C dan penyimpanannya pada suhu 2-80C. Senyawa piretrin bekerja dengan cara mengganggu jaringan syaraf serangga. Piretrin dapat bekerja dengan cepat dan dapat langsung membuat serangga pingsan. Piretrum memiliki daya racun yang rendah pada manusia dan mamalia. Kucing adalah salah satu contoh mamalia yang sangat peka terhadap piretrin. Piretrin lebih beracun bagi mamalia jika tercium (inhalasi) karena inhalasi menyediakan lebih banyak jalur bagi piretrin mencapai aliran darah yang menuju ke otak. Jika termakan, daya racun piretrin sangat rendah, karena tidak segera terserap oleh saluran pencernaan dan cepat dinetralisir oleh asam lambung. 13 Piretrin adalah racun kontak yang tidak meninggalkan residu, sehingga pestisida ini sering disebut sebagai pestisida yang paling aman bagi lingkungan. Piretrin cepat terurai oleh sinar matahari dan kelembaban udara. Penguraian yang lebih cepat terjadi pada kondisi asam dan basa. H3 C CH3 H O H3 C H H3 C CH2 O H CH 3 PYRETHRIN Piretrin I I O O H3 C O CH3 H H3 C O H H3 C Piretrin II II PYRETHRIN CH2 O H CH3 O H3 C H3 C CH3 H H3 C O H H3 C CH3 Cinerin I CINERIN I O H CH3 O O H3 C O CH3 H H3 C O H H3 C CH3 O H CH3 H3 C CINERIN II O C H3 H O H3 C H H3 C Cinerin II C H3 O H C H3 Jasmolin I JASMOLIN I O O H3 C O H3 C CH3 H O H H3 C O H CH3 CH3 Jasmolin II JASMOLIN II O Gambar 2. Enam senyawa yang bersifat insektisida yang terkandung dalam piretrum (Buchel:1986) 14 piretrin I IUPAC: (Z)-(S)-2-metil-4-okso-3-(penta-2,4-dienil)siklopentana-2-enil (1R,3R)-2,2-dimetil-3-(2-metilpropana-1enil)siklopropanakarboksilat atau (Z)-(S)-2- metil -4-okso-3-(penta-2,4-dienil)siklopentana-2enil (1R)-trans-2,2-dimetil-3-(2- metilpropana-1-enil) siklopropanakarboksilat atau (Z)-(S)-2- metil -4-okso-3-(penta-2,4-dienil)siklopentana-2enil (+)-trans-krisantemat CAS: (1S)-2-metil-4-okso-3-(2Z)-2,4-pentadienilsiklopentena-1-il (1R,3R)-2,2-dimetil-3-(2-metil-1-propenil) siklopropanakarboksilat Molekul: C21H28O3 H3 C CH3 H Struktur: H3 C O H H3 C O H CH3 CH2 Piretrin I I PYRETHRIN O piretrin II IUPAC: (Z)-(S)-2-metil-4-okso-3-(penta-2,4-dienil)siklopentana-2-enil (E)-(1R,3R)-3-(2-metoksikarbonilpropana-1-enil)-2,2-dimetil siklopropanakarboksilat atau 15 (Z)-(S)-2-metil-4-okso-3-(penta-2,4-dienil)siklopentana-2-enil (E)-(1R)-trans-3-(2- metoksikarbonilpropana -1-enyl)-2,2dimetil siklopropanakarboksilat atau (Z)-(S)-2-metil-4-okso-3-(penta-2,4-dienil)siklopentana-2-enil piretrat CAS: (1S)-2-metil-4-okso-3-(2Z)-2,4-pentadienil-2-siklopentena-1-il (1R,3R)-3-[(1E)-3-metoksi-2-metil-3-okso-1-propenil]-2,2dimetil siklopropanakarboksilat Molekul: C22H28O5 O H3 C Struktur: O H3 C CH3 H O H H3 C O H CH3 CH2 PYRETHRIN Piretrin IIII O Jasmolin I IUPAC: (Z)-(S)-2-metil-4-okso-3-(pent-2-enil)siklopentana-2-enil (1R,3R)-2,2-dimetil-3-(2-metilpropana-1-enil) siklopropanakarboksilat atau (Z)-(S)-2-metil-4-okso-3-(pent-2-enil)siklopentana-2-enil (1R)-trans-2,2-dimetil-3-(2-metilpropana-1-enil) siklopropanakarboksilat atau (Z)-(S)-2-metil-4-okso-3-(pent-2-enil)siklopentana-2-enil (+)trans-krisantemat 16 CAS: (1S)-2-metil-4-okso-3-(2Z)-2-pentenil-2-siklopentena-1-il (1R,3R)-2,2-dimetil-3-(2-metil-1-propenil) siklopropanakarboksilat Molekul: C21H30O3 H3 C CH3 H Struktur: H3 C O H H3 C O H CH3 CH3 JASMOLIN I O Jasmolin II IUPAC: (Z)-(S)-2-metil-4-okso-3-(pent-2-enil)siklopentana-2-enil (E)(1R,3R)-3-(2- metoksikarbonilpropana -1-enil)-2,2-dimetil siklopropanakarboksilat atau (Z)-(S)-2-metil-4-okso-3-(pent-2-enil)siklopentana-2-enil (E)(1R)-trans-3-(2- metoksikarbonilpropana -1-enil)-2,2-dimetil siklopropanakarboksilat atau (Z)-(S)-2-metil-4-okso-3-(pent-2-enil)siklopentana-2-enil piretrat CAS: (1S)-2-metil-4-okso-3-(2Z)-2-pentenil-2-siklopentena-1-il (1R,3R)-3-[(1E)-3-metoksi-2-metil-3-okso-1-propenil]-2,2dimetil siklopropanakarboksilat 17 Molekul: C22H30O5 O H3 C Struktur: O H3 C CH3 H O H H3 C O H CH3 CH3 JASMOLIN II O Cinerin I IUPAC: (Z)-(S)-3-(but-2-enil)-2-metil-4-oksosiklopentana-2-enil (1R,3R)-2,2-dimetil-3-(2-metilpropana-1-enil) siklopropanakarboksilat atau (Z)-(S)-3-(but-2-enil)-2-metil-4-oksosiklopentana-2-enil (1R)trans-2,2-dimetil-3-(2-metilpropana-1-enil) siklopropanakarboksilat atau (Z)-(S)-3-(but-2-enil)-2-metil-4-oksosiklopentana-2-enil (+)trans-krisantemat CAS: (1S)-3-(2Z)-2-butenil-2-metil-4-okso-2-siklopentens-1-il (1R,3R)-2,2-dimetil-3-(2-metil-1-propenil) siklopropanakarboksilat Molekul: C20H28O3 18 H3 C Struktur: H3 C CH3 H H3 C O H H3 C O H CH3 CH3 CINERIN I O Cinerin II IUPAC: Z)-(S)-3-(but-2-enil)-2-metil-4-oksosiklopentana-2-enil (E)- (1R,3R)-3-(2- metoksikarbonilpropana -1-enil)-2,2-dimetil siklopropanakarboksilat atau (Z)-(S)-3-(but-2-enil)-2-metil-4-oksosiklopenta-2-enil (E)(1R)-trans-3-(2- metoksikarbonilpropana -1-enil)-2,2-dimetil siklopropanakarboksilat atau (Z)-(S)-3-(but-2-enil)-2-metil-4-oksosiklopenta-2-enilpiretrat CAS: (1S)-3-(2Z)-2-butenil-2-metil-4-okso-2-siklopentena-1-il (1R,3R)-3-[(1E)-3-metoksi-2-metil-3-okso-1-propenil]-2,2dimetil siklopropanakarboksilat Molekul: C21H28O5 O H3 C Struktur: O H3 C CH3 H O H H3 C O H CH3 CH3 CINERIN II O 19 D. Tinjauan Tentang Metode Ekstraksi Ekstraksi adalah proses atau pemisahan atau isolasi dua atau lebih komponen dengan menambahkan suatu pelarut yang hanya dapat melarutkan salah satu komponennya saja. Cara ini berguna untuk memisahkan penyusun yang dimulai dari suatu campuran lewat pelarutan selektif (Arsyad:2001). Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat campur. Pelarut yang umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti kloroform, eter atau pentana. Perbandingan aktivitas zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur dinyatakan dengan koefisien distribusi (KD). [A]1 KDA=--------[A]2 (Tim Dosen:2003) KDA = Koefisien distribusi zat terlarut A [A]1 = Aktivitas zat terlarut A pada pelarut 1 [A]2 = Aktivitas zat terlarut A pada pelarut 2 Dalam prosedur ekstraksi, zat-zat terlarut akan terdistribusi diantara lapisan air dan lapisan organik sesuai dengan perbedaan kelarutannya Pada ekstraksi senyawa-senyawa organik dari larutan berair, selain air atau eter, biasanya digunakan pula etil asetat, benzena, kloroform, dan sebagainya. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulangkali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada bila jumlah pelarutnya banyak tapi ekstraksinya hanya sekali. Pelarut yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metanol, kloroform, dan heksana. Metanol atau metil alkohol (CH3OH) bersifat polar 20 dan larut dalam air, memiliki titik didih 64,70C dan titik beku –980C. Kloroform atau triklormetana (CHCl3) memiliki titik didih 61,30C dan titik beku –63,50C. Kloroform merupakan cairan tak warna, bersifat toksik yaitu dapat merusak hati dan tidak larut dalam air karena bersifat non polar. Heksana termasuk golongan alkana CnH2n+2. Heksana merupakan cairan yang tidak berwarna, memiliki titik didih 690C dan titik beku –94,30C, tidak larut dalam air (non polar) dan memiliki rumus struktur C6H14. Pada umumnya heksana dimanfaatkan sebagai pelarut karena sifatnya yang inert, tidak bereaksi dengan komponen yang akan disintesis. E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa geraknya berupa campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT Alumina berbeda dengan silika gel yang bersifat sedikit asam dan sering dipakai untuk pemisahan basa. Kiselgur dan selulosa merupakan bahan 21 penyangga lapisan zat cair yang dipakai dalam sistem kromatografi cair-cair. Kromatografi jenis ini selalu dipakai untuk pemisahan senyawa polar seperti asam amino, karbohidrat, nukleotida dan berbagai senyawa alam lainnya. Lapisan silika gel atau alumina yang akan dipakai sebagai penyerap diusahakan tidak mengandung banyak air, karena jika tidak maka air akan menempati semua titik penyerapan sehingga tidak akan ada pelarut yang melekat. Menurut Gritter (1991), penampakan bercak pada KLT menggunakan larutan ninhidrin dan senyawa yang terpisah dapat diidentifikasi dengan menghitung harga Rf (Retardation Factor) yaitu : Rf = Jarak yang ditempuh komponen Jarak yang ditempuh eluen Harga Rf komponen murni dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa standar, karena pada kondisi tertentu suatu senyawa akan memiliki harga Rf yang sama. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf antara lain: tebal lapisan penyerap, kadar air, jenis eluen, suhu, tingkat kejenuhan bejana oleh uap eluen dan ukuran partikel (Tim dosen:1993). F. Spektrofotometer Infra Merah (IR) Spektroskopi infra merah adalah suatu metoda analisis yang didasarkan pada penyerapan sinar infra merah. Fungsi utama dari spektroskopi infra merah adalah untuk mengenal struktur molekul (gugus fungsional). Spektroskopi infra merah adalah grafik dari persentasi transmitansi dengan panjang gelombang atau penurunan frekuensi. Tiap lekukan yang disebut 22 gelombang atau puncak menunjukkan adsorbsi dari radiasi inframerah oleh cuplikan pada frekuensi tersebut (Fessenden&Fessenden:1981). Tabel 1. Data Korelasi Spektra Inframerah Tipe vibrasi Frekuensi (cm-1) 2850 – 3000 C-H Alkana (rentangan) 1400 dan 1375 -CH3 (bengkokan) 1465 -CH2- (bengkokan) 3000 – 3100 Alkena (rentangan) (Serapan keluar 650 – 1000 3050 – 3159 bidang) 690 – 900 Aromatik (rentangan) (Serapan keluar ±330 2800 – 2900 bidang) 2700 – 2800 Alkuna (rentangan) 1600 – 1680 Aldehid 1475 – 1600 2100 – 2250 C O Alkena 1720 – 1740 Aromatik 1700 – 1725 C ═ C Alkuna 1730 – 1750 C O Aldehid 1640 – 1670 Keton 1760 dan 1810 Asam Karboksilat 1000 – 1300 Ester 1800 Amida 1000 – 1300 Anhidrida Asam Klorida 3600 – 1650 C O Alkohol, ester, eter, 1500 - 3200 Asam karboksilat, Anhidrida Panjang gelombang 3,33 – 3,51 6,90 dan 7,27 6,83 3,23 – 3,33 10,0 – 15,3 3,17 – 3,28 11,1 – 14,5 +3,03 3,45 – 3,57 3,57 – 3,70 5,95 – 6,25 6,25 dan 6,78 4,44 – 4,75 5,75 – 5,81 5,80 – 5,87 5,80 – 5,88 5,71 – 5,78 6,00 – 6,10 5,25 dan 5,68 5,56 7,69 – 10,0 2,74 – 2,78 2,85 – 3,13 O H Alkohol, Fenol Ikatan –H (Widodo, Nanik: 2002) Bagian dari spektrofotometer IR adalah : 1. Sumber sinar Sumber sinar IR pada umumnya berupa zat inert yang dipanaskan dengan listrik. 23 2. Monokromator Monokromator IR terdiri dari sistem celah masuk dan celah keluar, alatalat pendispersi (kisi difraksi, prisma) dan beberapa cermin untuk memantulkan kembali dan memfokuskan berkas sinar. 3. Detektor Jenis detektor yang digunakan untuk mendeteksi sinar IR adalah detektor kalor atau detektor yang didasarkan pada hantaran foton. 4. Rekorder Rekorder merupakan alat pembacaan atau perekam spektrum. Sumber sinar monokromator rekorder Wadah sampel detektor Gambar 3. Diagram Spektrofotometer IR G. Gas Cromatography-Mass Spectrofotometer (GC-MS) GC-MS merupakan gabungan antara kromatografi gas dengan spektrometer massa. Sampel yang dianalisis menggunakan GC-MS akan menunjukkan berat molekul senyawa yang dianalisis. Kromatografi gas adalah suatu metoda pemisahan campuran menjadi komponen-komponen penyusunnya. Campuran yang dipisahkan dengan metoda ini harus mudah menguap. 24 Kromatografi gas dapat digunakan untuk analisis kuantitatif secara organik. Cuplikan dalam bentuk uap dapat dibawa oleh aliran gas ke dalam kolom pemisahan, hasil pemisahan dapat dianalisis dengan kromatografi ini. Jumlah puncak menunjukkan senyawa yang terdapat dalam cuplikan sedangkan luas permukaan menunjukkan konsentrasi senyawa. Spektrometer massa merupakan alat untuk menentukan massa (berat) molekul. Hasil-hasil yang dibentuk, ion-ion tidak bermuatan, yang massamassa limpahan relatifnya ditunjukkan dalam spektrum massa (Sastrohamidjojo,2001). Sistem masukan sampel pembacaan Sumber ion Penganalisis massa Detektor sinyal Gambar 4. Skema Metoda Spektrofotometri Massa (Hendayana dkk:1994) BAB III METODE PENELITIAN A. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Suharsimi:1993). Sampel dalam penelitian ini adalah cuplikan bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang diperoleh disentra budidaya bunga krisan Bandungan-Jawa Tengah. B. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Bebas Variabel bebas yaitu variabel yang diselidiki pengaruhnya terhadap variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pelarut untuk karakterisasi senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium). 2. Variabel Terikat Variabel terikat yaitu variabel yang menjadi titik pusat penelitian. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah zat metabolit sekunder hasil karakterisasi ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium). C. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Oven (Mammert 854 Schwabach) b. Gelas ukur (100 mL) 25 26 c. Erlenmeyer (Pyrex 250 mL) d. Evaporator (Eyela SB 651) e. Plat silika gel f. Soklet volume 500 mL g. Kromatografi kolom h. Spektrofotometer IR (Shimadshu FTIR 8201 PC) i. GC-MS (Shimadshu QP-2010S) Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) b. Metanol (Merck) (Kadar 99,9% ρ=0,790) c. Heksana (Merck) d. Pereaksi Dragendorf e. Kloroform (Merck) (Kadar 99-99,4% ρ=1,47) f. Silika Gel G (Tipe 60) D. Prosedur penelitian 1. Penyiapan sampel Bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) segar yang telah dipilih, dilayukan, dan dipotong kecil-kecil. Dimasukkan kedalam oven dengan suhu 400-500C. Tujuan dikeringkan adalah agar kadar air yang ada pada bunga berkurang sehingga memudahkan pada saat ekstraksi. Pengeringan dengan oven membantu daun menjaga penguapan yang berlebihan karena suhu bisa diatur dan menghindari dari pengotor (bakteri, serangga) yang tidak diinginkan. 27 2. Uji pendahuluan Bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang telah kering diekstrak dengan heksana (pelarut 1) sehingga diperoleh filtrat I dan residu I. Filtrat I diuji dengan reagen dragendorf (+) berwarna oranye. Residu I diekstrak dengan kloroform (pelarut 2) sehingga didapat filtrat II dan residu II. Filtrat II diuji dengan reagen dragendorf (+) berwarna oranye. Residu II diekstrak dengan metanol (pelarut 3) sehingga didapat filtrat III dan residu III. Filtrat III diuji dengan reagen dragendorf (+) berwarna oranye. Sampel dengan uji dragendorf memberikan hasil (+) kemudian dilakukan tahap karakterisasi. 3. Karakterisasi zat metabolit sekunder pada bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium). Karakterisasi zat metabolit sekunder pada bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) menggunakan pelarut metanol dengan metode sokhlet. Ekstrak metanol dipekatkan menggunakan evaporator pada suhu 300C. Uji KLT terhadap ekstrak pekat menggunakan eluen metanol:kloroform (1:15). Ekstrak kloroform difraksinasi dengan kromatografi kolom menggunakan eluen yang sama dengan kromatografi lapis tipis dengan fasa diam silika gel. Hasil pemisahan dengan kromatografi kolom selanjutnya diidentifikasi dengan IR, dan GC-MS. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cuplikan bunga krisan (Crysanthemum cinerariaefolium) yang diperoleh disentra budidaya bunga krisan Bandungan-Jawa Tengah. Bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) segar yang telah dipilih, dilayukan, dan dipotong kecil-kecil. Dimasukkan kedalam oven dengan suhu 400-500C. Pengeringan dengan oven membantu daun menjaga penguapan yang berlebihan karena suhu bisa diatur dan menghindari dari pengotor (bakteri, serangga) yang tidak diinginkan. Penghalusan dilakukan dengan cara diblender, setelah terbentuk serbuk diayak dengan menggunakan ayakan 50 mesh agar serbuknya menjadi homogen. Hasil perhitungan kadar airnya Berat sebelum dioven = 580,3 gram Berat sampel setelah dioven = 206,42 gram Perhitungan kadar air sampel : Kadar air yang hilang = Berat sebelum dioven - Berat setelah dioven × 100 0 0 Berat sebelum dioven 28 29 = 580.3 − 206,42 × 100 0 0 = 64,42 % 580.3 Kadar air dalam sampel = 100% - 64,42% = 35,57% 2. Hasil Ekstraksi Soklet Tabel 2. Hasil Ekstraksi Soklet Sampel Serbuk bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) kering Perlakuan Pengamatan Ekstraksi soklet Ekstrak dengan heksana berwarna kekuningan Keterangan Melarutkan komponen non polar Ampas Kering Ekstraksi soklet dengan Ekstrak kloroform berwarna kuning kecoklatan Melarutkan komponen yang kepolarannya sedang Ampas Kering Ekstraksi soklet dengan metanol Ekstrak berwarna coklat tua Melarutkan komponen polar Selanjutnya hasil ekstraksi dipekatkan dengan evaporator dan kemudian diuji dengan pereaksi Dragendorf. Tabel 3. Hasil Perlakuan Masing-masing Ekstraktan Sampel Ekstrak bunga krisan dalam heksana Perlakuan Pereaksi Dragendorf Pengamatan Ekstrak berwarna kuning Ekstrak bunga krisan dalam kloroform Pereaksi Dragendorf Ekstrak berwarna coklat bening Ekstrak bunga krisan dalam Pereaksi Dragendorf Ekstrak Keterangan Ekstrak heksana (-) terhadap uji terpenoid campuran Ekstrak kloroform (-) terhadap uji terpenoid campuran Ekstrak metanol (+) terhadap uji 30 metanol berwarna coklat dan terdapat endapan merah bata terpenoid campuran 3. Identifikasi Senyawa Ekstrak Bunga Krisan. Identifikasi pertama yang dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. Hasil pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis dapat dilihat pada gambar 5. 31 A B C D E F G H I J K L Gambar 5. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Setelah Disinari dengan Sinar UV Menggunakan λ 365 nm. Keterangan : A. Larutan pengembang metanol : heksana = 1:29 B. Larutan pengembang metanol : heksana = 1:10 C. Larutan pengembang metanol : heksana = 1:1 D. Larutan pengembang metanol : heksana = 2:1 E. Larutan pengembang metanol : heksana = 10:1 F. Larutan pengembang metanol : kloroform = 1:1 G. Larutan pengembang metanol : kloroform = 1:14 H. Larutan pengembang metanol : kloroform = 1:29 I. Larutan pengembang metanol : kloroform = 1:15 J. Larutan Pengembang metanol : kloroform = 1:10 K. Larutan pengembang kloroform murni L. Larutan pengembang heksana murni Berdasarkan hasil Kromatografi Lapis Tipis diperoleh pemisahan paling baik dengan menggunakan larutan pengembang metanol:kloroform (1:15). Larutan pengembang metanol:kloroform (1:15) ini selanjutnya digunakan sebagai eluen untuk kromatografi kolom. Berdasarkan tabel 3, ekstrak bunga krisan dalam metanol menunjukkan uji positif terhadap pereaksi dragendorf, selanjutnya ekstrak dipisahkan dengan kromatografi kolom. Tabel 4. Hasil Kromatografi Kolom Sampel Ekstrak bunga krisan dalam pelarut metanol No. botol Pengamatan 1 – 16 17 – 23 24 – 45 46 – 54 55 – 63 Jernih Coklat Coklat jernih Kuning jernih Bening 32 Kemudian fraksi hasil kromatografi kolom dilakukan pengelompokan fraksi dengan menggunakan uji kromatografi lapis tipis dengan menggunakan larutan pengembang metanol:kloroform (1:15). Tabel 5. Hasil KLT dari Ekstrak Bunga Krisan No. 1 2 3 4 5 6 7 Fraksi Fraksi 1 Fraksi 2 Fraksi 3 Fraksi 4 Fraksi 5 Fraksi 6 Fraksi 7 No. Botol 1 – 16 17 18 – 19 20 – 23 24 – 45 46 – 54 55 – 63 Bercak Tidak ada 3 noda 5 noda 6 noda 5 noda 3 noda Tidak ada Rf 0,775; 0,875; 0,95 0,3; 0,55; 0,65; 0,8; 0,925 0,05; 0,225; 0,48; 0,6; 0,73; 0,86 0,09; 0,2; 0,29; 0,53; 0,78 0,3; 0,4; 0,53 - Hasil pemisahan dengan kromatografi lapis tipis dapat dilihat pada gambar 5. 33 Gambar 6. Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Metanol Bunga Krisan Menggunakan Sinar UV dengan λ 365 nm. Dari hasil KLT didapat harga Rf yang sama dikelompokkan menjadi satu fraksi, selanjutnya dikarakterisasi dengan IR dan GC-MS. B. Pembahasan Serbuk bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) dibungkus dengan kertas saring dan diekstraksi dengan alat soklet menggunakan tiga macam pelarut. Pelarut yang pertama menggunakan heksana dengan tujuan melarutkan komponen non polar. Ampas hasil ekstraksi dengan heksana dikeringkan dengan cara diangin-anginkan sampai kering. Pelarut yang kedua yaitu kloroform dengan tujuan melarutkan komponen-komponen yang mempunyai kepolaran sedang. Ampas hasil ekstraksi kloroform dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Pelarut yang ketiga yaitu metanol dengan tujuan untuk melarutkan komponen-komponen yang polar. Selanjutnya masing-masing hasil ekstraksi dipekatkan dengan evaporator pada suhu 300C dan diuji dengan Dragendorf. Berdasarkan tabel 3 ekstrak yang menunjukkan 34 uji positif dengan pereaksi dragendorf dipisahkan dengan menggunakan kromatografi kolom, pertama-tama yang harus dilakukan adalah mengaktifkan silika dengan mengoven silika sebanyak 10 gram pada suhu 110oC selama 4 jam. Kemudian silika gel dibuat bubur dengan menambahkan pelarut n-heksana sebanyak 35 mL, diaduk sampai rata dan dimasukkan kedalam kolom kromarografi dengan hati-hati, selanjutnya kolom diisi dengan n-heksana dan ditutup rapat-rapat agar kolom tidak kering. Kolom didiamkan selama satu malam dengan tujuan agar kolom kromatografi jenuh, homogen dan tidak ada gelembung udara sehingga dapat memisahkan sampel dengan baik. Larutan n-heksana yang berada diatas bubur diambil dengan cara membuka kran pada bagian bawah kolom sampai tersisa ±0,5cm. Langkah selanjutnya adalah memasukkan sampel ke kolom kromatografi, sampel dibiarkan terjebak dalam fase diam dan diikuti eluennya. Hasil kromatografi ditampung dalam botol setiap 1ml. Pemilihan eluen digunakan dengan cara coba-coba, yaitu membuat komposisi perbandingan antara pelarut metanol, kloroform dan heksana yang bertujuan untuk mendapatkan hasil perbandingan yang baik sehingga dapat digunakan sebagai eluen pada kromatografi kolom yang ditunjukkan pada gambar 5. Berdasarkan hasil kromatografi lapis tipis pada gambar 5, diperoleh pemisahan paling baik dengan menggunakan larutan pengembang metanol:kloroform (1:15). Larutan pengembang metanol:kloroform(1:15) ini digunakan sebagai eluen untuk kromatografi kolom. Hasil kromatografi kolom 35 ekstrak bunga krisan dalam metanol menghasilkan 63 botol (tabel 4). Untuk botol 1–16 didapat larutan hasil pemisahan berwarna jernih. Botol 17–23 larutan berwarna coklat. Botol 24–45 larutan berwarna coklat jernih. Botol 46–54 larutan berwarna kuning jernih. Botol 55-63 larutan berwarna bening. Kemudian botol hasil pemisahan kromatografi kolom diuji dengan KLT menggunakan eluen metanol:kloroform(1:15) untuk mengelompokkan fraksifraksi menurut nilai Rf yang sama (tabel 5) dan gambar pemisahannya ditunjukkan pada gambar 6. Berdasarkan tabel 5, botol 1-16 merupakan fraksi ke-1 yang tidak memiliki nilai Rf. Botol 17 merupakan fraksi ke-2 memiliki 3 noda dengan nilai Rf 0,775; 0,875; 0,95. Botol 18-19 merupakan fraksi ke-3 memiliki 5 noda dengan nilai Rf 0,3; 0,55; 0,65; 0,8; 0,95. Botol 20-23 merupakan fraksi ke-4 memiliki 6 noda dengan nilai Rf 0,05; 0,225; 0,48; 0,6; 0,73; 0,86. Botol 24-45 merupakan fraksi ke-5 memiliki 5 noda dengan nilai Rf 0,09; 0,2; 0,29; 0,53; 0,78. Botol 46-54 merupakan fraksi ke-6 memiliki 3 noda dengan nilai Rf 0,3; 0,4; 0,53. Botol 55-63 merupakan fraksi ke-7 yang tidak memiliki noda. Kemudian dilanjutkan dengan karakterisasi menggunakan IR dan GC-MS. b. Hasil karakterisasi spektrofotometer inframerah (IR) ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Spektrum hasil IR dari kromatogram kolom disajikan pada gambar 7 36 Gambar 7. Spektrum IR dari Kromatogram Kolom Hasil Percobaan Data interpretasi spektrum IR dari kromatogram kolom disajikan pada tabel 6 Tabel 6. Data Interpretasi Spektrum IR dari Kromatografi Kolom. No. 1 2 3 4 5 6 Puncak serapan (cm-1) 1026,1 ; 2129,3 1172,6 ; 1249,8 1365,5 ; 1442,7 ; 1504,4 1651,0 2846,7 ; 2947,0 3394,5 Jenis vibrasi C=C alkena CO2R ester CH2/CH3 lekukan/bending C=O karbonil C-H siklik/ alkana -OH gugus asam Berdasarkan tabel diatas dapat diperkirakan gugus-gugus fungsi dari senyawa penyusun zat metabolit sekunder dalam ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) adalah sebagai berikut : Pita lebar dan kuat pada 3394,5cm-1 adalah petunjuk adanya guguus -OH. Pita pada 37 2846,7 cm-1 dan 2947,0 cm-1 merupakan serapan gugus C-H alkana yang diperkuat dengan pita pada 1365,5; 1442,7 ; 1504,4 cm-1 yang menunjukkan –CH3/-CH2 bending/lekukan. Pita 1172,6 cm-1 dan 1249,8 cm-1 merupakan serapan gugus ester yang diperkuat oleh pita pada 1651,0 cm-1 yang menunjukkan adanya C=O karbonil dan pita 3394,5 cm-1 yang menunjukkan gugus –OH. Pita pada 1026,1 cm-1dan 2129,3 cm-1 menunjukkan adanya serapan gugus C=C alkena. c. Karakterisasi GC-MS ekstrak bunga krisan Pada tahapan ini ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang diperoleh setelah diuji dengan IR kemudian diidentifikasi dengan menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS) SHIMADZU QP-2010S yang dilakukan dilaboratorium kimia UGM yogyakarta. Kondisi operasi kromatografi gas–spektrometri massa SHIMADZU QP2010S adalah : Jenis pengion : EI (Electron Impact) Jenis Kolom : Rtx-5MS panjang 30 meter dan diameter 0,25 mm Suhu kolom : 70oC (5 menit) – 280oC (10 menit) Laju kolom : 0,5 mL/min Gas pembawa : helium 13,7 kPa Suhu detektor : 300oC Suhu injektor : 280oC Injektor mode : split suhu 70oC – 280oC Kromatogram GC-MS dari ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) disajikan pada gambar 8. 38 Gambar 8. Kromatogram GC-MS dari Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Data waktu retensi kromatogram GC-MS dari ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Data Waktu Retensi Kromatogram GC-MS dari Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium). No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Waktu retensi (menit) 3.947 4.087 5.119 7.126 11.206 12.319 12.674 12.898 14.047 14.345 14.447 15.585 16.232 17.272 17.785 Kadar (%) 0.51 0.71 4.16 0.46 0.44 0.34 0.39 5.47 0.57 0.39 0.55 0.88 14.22 1.14 2.58 No. 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Waktu retensi (menit) 17.858 17.968 18.337 19.102 19.162 19.374 19.807 20.066 20.162 20.302 20.454 20.729 20.892 21.068 21.268 Kadar (%) 0.73 0.76 2.49 0.48 0.57 0.66 1.44 2.51 2.52 2.13 1.25 0.77 0.47 4.59 1.15 No. 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Waktu retensi (menit) 21.441 21.508 22.525 22.626 22.915 23.052 23.210 23.291 23.628 24.212 24.706 24.783 28.282 29.585 32.891 Kadar (%) 1.31 0.79 1.77 2.98 3.01 1.54 12.66 2.06 2.56 4.03 2.66 1.95 4.43 1.30 1.62 Kromatogram GC-MS dari ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) terdiri dari 45 puncak dominan, dari 45 puncak dominan 39 tersebut kemudian dilakukan penelusuan data spektrometri massa sebanyak 7 puncak yang memiliki %area diatas 4,00 % yaitu puncak nomor 3, 8, 13, 29, 37, 40 dan 43. Puncak nomor 3 dengan waktu retensi (tR) 5,119 menit memiliki kadar 4,16%. Puncak nomor 8 dengan waktu retensi (tR) 12,898 menit memiliki kadar 5,47%. Puncak nomor 13 dengan waktu retensi (tR) 16,232 menit memiliki kadar 14,22%. Puncak nomor 29 dengan waktu retensi (tR) 21,068 menit memiliki kadar 4,59%. Puncak nomor 37 dengan waktu retensi (tR) 23,210 menit memiliki kadar 12.66%. Puncak nomor 40 dengan waktu retensi (tR) 24,212 menit memiliki kadar 4,03%. Puncak nomor 43 dengan waktu retensi (tR) 25,282 menit memiliki kadar 4,43%. Penelusuran data spektrometri massa dengan bantuan komputer NIST 62 LIB terhadap 7 puncak dengan kadar diatas 4,00% menghasilkan struktur senyawa yang disajikan pada tabel 8. Tabel 8. Hasil Penelusuran Data Spektrometri Massa dari Kromatogram GC-MS. No. 1. Rumus molekul C10H15O2 Berat molekul 167 Nama Asam transkrisantemik Struktur H 3C H CH H 3C H COOH H 3C 2. C11H16O4 212 Asam transpiretroid CH3 O H 3C O C CH H H 3C H H 3C COOH CH3 40 3. C11H14O2 178 Piretrolon CH3 HO CH2 H O 4. C11H16O2 180 Jasmolon CH3 HO CH3 H O 5. C10H14O2 166 Cinerolon CH3 HO CH3 H O Puncak nomor 3 dengan waktu retensi (tR) 5,119 menit memiliki kadar 4,16%. Spektra massa puncak nomor 3 dari kromatogram GC-MS disajikan pada gambar 9. Gambar 9. Spektra Massa Puncak Nomor 3 dari Kromatogram GC-MS Dengan spektra massa puncak nomor 3, dapat diasumsikan bahwa senyawa metabolit sekunder pada puncak nomor 3 mengalami fragmentasi sebagai berikut: ion molekul pada m/e113 mengalami 2 pemecahan, pemecahan pertama melepaskan •C (m/e 12) membentuk pecahan dengan 41 puncak m/e 101. Pemecahan yang kedua melepaskan •C2H6 (m/e 30) membentuk pecahan dengan puncak m/e 83. ion molekul pada m/e 83 mengalami 2 pemecahan, pemecahan pertama melepaskan •C2H2O (m/e 42) membentuk pecahan dengan puncak m/e 41. Pemecahan kedua melepaskan •C2H2 (m/e 28) membentuk pecahan dengan puncak m/e 59, kemudian puncak m/e 59 melepaskan •O (m/e 16) membentuk pecahan dengan puncak m/e 43. Fragmen-fragmennya diduga seperti pada gambar 10. H C HC H2 C OH C C -C C O CH 3 H 3C CH 3 H 3C m/e =113 OH C O m/e =101 -2CH 3 H C HC OH C C O m/e =83 -C 2 H 2 O HC C O m/e =41 -C 2 H 2 H 2C OH C m/e =59 O -O H 2C C OH m/e =43 Gambar 10. Fragmentasi Senyawa Metabolit Sekunder 42 Berdasarkan Puncak Nomer 3. Berdasarkan fragmentasi spektra massa puncak nomer 3 menghasilkan bahwa senyawa puncak nomer 3 adalah asam trans piretroid dengan berat molekul 212 dan kadarnya 4,16%. Puncak nomor 8 dengan waktu retensi (tR) 12,898 menit memiliki kadar 5,47%. Spektra massa puncak nomor 8 dari kromatogram GC-MS disajikan pada gambar 11. Gambar 11. Spektra Massa Puncak Nomer 8 dari Kromatogram GC-MS Dengan spektra massa puncak nomor 8, dapat diasumsikan bahwa senyawa metabolit sekunder pada puncak nomor 8 mengalami fragmentasi sebagai berikut: ion molekul pada m/e 113 mengalami 4 pemecahan, pemecahan pertama melepaskan •C2H5 (m/e 29) membentuk pecahan dengan puncak m/e 84. Pemecahan kedua melepaskan ion molekul +C4H7 (m/e 55) membentuk radikal bebas dengan puncak m/e 60. Pemecahan ketiga melepaskan •C2H8 (m/e 32) membentuk pecahan dengan puncak m/e 83, kemudian ion molekul pada m/e 83 melepaskan •C2H2O (m/e 42) 43 membentuk pecahan dengan puncak m/e 41. Pemecahan keempat melepaskan •C2H4O2 (m/e 60) membentuk pecahan dengan puncak m/e 55. Fragmen-fragmennya diduga seperti pada gambar 12. H3C OH C O H C HC -C4H7 H3C -C2H5 C C m/e =60 OH H C HC O C H CH3 m/e =113 OH C O m/e =84 H3C C OH -C2H8 O CH H C HC C H3C m/e =55 C C CH3 OH O m/e =83 -C2H2O HC C O m/e =41 Gambar 12. Fragmentasi Senyawa Metabolit Sekunder Berdasarkan Puncak Nomer 8. Berdasarkan fragmentasi spektra massa puncak nomer 8 menghasilkan bahwa senyawa puncak nomer 8 adalah asam trans piretroid dengan berat molekul 212 dan kadarnya 5,47%. 44 Puncak nomor 29 dengan waktu retensi (tR) 21,068 menit memiliki kadar 4,59%. Spektra massa puncak nomor 29 dari kromatogram GC-MS disajikan pada gambar 13. Gambar 13. Spektra Massa Puncak Nomer 29 dari Kromatogram GC-MS Dengan spektra massa puncak nomor 29, dapat diasumsikan bahwa senyawa metabolit sekunder pada puncak nomor 29 mengalami fragmentasi sebagai berikut: molekul pada m/e 372 mengalami 3 pemecahan, pemecahan pertama melepaskan •C10H15O2 (m/e 167) membentuk pecahan dengan puncak m/e 205. Pemecahan kedua melepaskan •C9H12O2 (m/e 152) membentuk molekul dengan puncak m/e 220, kemudian puncak m/e 220 melepaskan •C2H6 (m/e 30) membentuk pecahan dengan puncak m/e 189, kemudian puncak m/e 189 melepaskan •H2 (m/e 2) membentuk pecahan dengan puncak m/e 187, kemudian puncak m/e 187 melepaskan •CH2 (m/e 14) membentuk pecahan dengan puncak m/e 173. Pemecahan ketiga melepaskan •C11H15O4 (m/e 211) membentuk pecahan dengan puncak m/e 161, kemudian puncak m/e 161 melepaskan •H2 (m/e 2) membentuk pecahan dengan puncak m/e 159. Ion molekul pada puncak dengan m/e 159 45 mengalami 2 pemecahan, pemecahan pertama melepaskan •C3HO (m/e 53) membentuk pecahan dengan puncak m/e 105, kemudian puncak m/e 105 melepaskan •C2H2 (m/e 26) membentuk pecahan dengan puncak m/e 79. Pemecahan kedua melepaskan •H2 (m/e 2) membentuk pecahan dengan puncak m/e 145, kemudian puncak m/e 145 melepaskan •C (m/e 12) membentuk pecahan dengan puncak m/e 133, kemudian puncak m/e 133 melepaskan •CH2 (m/e 14) membentuk pecahan dengan puncak m/e 119, kemudian puncak m/e 119 melepaskan •C2H4 (m/e 28) membentuk pecahan dengan puncak m/e 93, kemudian puncak m/e 93 melepaskan •C2H2 (m/e 26) membentuk pecahan dengan puncak m/e 67, kemudian puncak m/e 67 melepaskan •C (m/e 12) membentuk pecahan dengan puncak m/e 55, kemudian puncak m/e 55 melepaskan •CH2 (m/e 14) membentuk pecahan dengan puncak m/e 41. Fragmen-fragmennya diduga seperti pada gambar 14. Berdasarkan fragmentasi spektra massa puncak nomer 29 menghasilkan bahwa senyawa puncak nomer 29 adalah asam trans krisantemik dengan berat molekul 167 dan kadarnya 4,59%. 46 O H3C C O H C C H3C CH3 H CH C CH3 H3C CH C C C CH3 C O O H2C C O CH2 HC HC CH H2C C C CH O H3C C O H2C C C C C C C C O C CH2 HC HC C HC CH H2C C CH2 C CH HC HC CH CH2 m/e = 105 HC C CH2 HC HC C HC CH CH2 CH HC HC CH CH2 m/e = 145 O -C CH2 O C -C2H2 C H2C C CH2 HC C HC CH O C CH2 -C3HO m/e = 159 O H2C C CH3 H C H C m/e = 173 m/e = 161 C O O -CH2 CH2 -H2 C m/e = 187 C C CH -H2 C H2C O HC HC C CH O CH2 C O CH2 C C CH2 -H2 C O C CH C CH2 CH m/e = 205 CH3 CH2 C m/e = 189 H2C O O H C HC HC CH2 C -2CH3 HC HC C CH3 m/e = 220 C CH2 O C H2C CH O H2C CH3 C O C m/e = 372 CH2 H C C O CH2 CH2 m/e = 133 -CH2 H2C C CH2 HC C HC CH CH2 m/e = 119 O -2CH2 HC CH2 CH HC C m/e = 93 C O -C2H2 HC -CH2 C CH2 C O m/e = 67 HC CH2 -CH2 C O m/e = 55 CH C O m/e = 41 Gambar 14. Fragmentasi Senyawa Metabolit Sekunder Berdasarkan Puncak Nomer 29. m/e = 79 47 Puncak nomor 37 dengan waktu retensi (tR) 23,210 menit memiliki kadar 12.66%. Spektra massa puncak nomor 37 dari kromatogram GC-MS disajikan pada gambar 15. Gambar 15. Spektra Massa Puncak Nomer 37 dari Kromatogram GC-MS Dengan spektra massa puncak nomor 37, dapat diasumsikan bahwa senyawa metabolit sekunder pada puncak nomor 37 mengalami fragmentasi sebagai berikut: ion molekul pada m/e 161 mengalami 2 pemecahan, pemecahan pertama melepaskan •C4H6 (m/e 54) membentuk pecahan dengan puncak m/e 109. Pemecahan kedua melepaskan •CH2 (m/e 14) membentuk pecahan dengan puncak m/e 147. ion molekul pada puncak dengan m/e 147 mengalami 3 pemecahan. Pemecahan pertama melepaskan •C2H2 (m/e 26) membentuk pecahan dengan puncak m/e 121. Pemecahan kedua melepaskan •C4H5 (m/e 53) membentuk pecahan dengan puncak m/e 95, kemudian puncak m/e 95 melepaskan •CH2 (m/e 14) membentuk pecahan dengan puncak m/e 81. Pemecahan ketiga melepaskan •C3H2 (m/e 38) membentuk pecahan dengan puncak m/e 41 dan membentuk molekul dengan puncak m/e 68. 48 Fragmen-fragmennya diduga seperti pada gambar 16. H3C H3C CH2 H CH3 CH2 O O m/e =161 m/e =109 -CH2 CH2 C H2C C C HC m/e =147 O C CH2 -C2H2 C H CH C CH3 HC m/e =41 O m/e =95 H C H3C HC O C H2C + H C CH C O -C4H5 C H3C -C3H2 CH2 C H C CH2 CH2 C H m/e =121 CH2 C H m/e =68 -CH2 CH2 C C CH3 m/e =81 C O Gambar 16. Fragmentasi Senyawa Metabolit Sekunder Berdasarkan Puncak Nomer 37. Berdasarkan fragmentasi spektra massa puncak nomer 37 menghasilkan bahwa senyawa puncak nomer 37 adalah piretrolon dengan berat molekul 178 dan kadarnya 12,66%. Puncak nomor 40 dengan waktu retensi (tR) 24,212 menit memiliki kadar 4,03%. Spektra massa puncak nomor 40 dari kromatogram GC-MS disajikan pada gambar 17. 49 Gambar 17. Spektra Massa Puncak Nomer 40 dari Kromatogram GC-MS Dengan spektra massa puncak nomor 40, dapat diasumsikan bahwa senyawa metabolit sekunder pada puncak nomor 40 mengalami fragmentasi sebagai berikut: molekul pada m/e 180 mengalami 2 pemecahan, pemecahan pertama melepaskan •C4H7 (m/e 55) membentuk pecahan dengan puncak m/e 125. pemecahan kedua melepaskan •C2H3 (m/e 27) membentuk pecahan dengan puncak m/e 153. ion molekul pada m/e 153 mengalami 2 pemecahan, pemecahan pertama melepaskan +C3H4O2 (m/e 72) membentuk molekul dengan puncak m/e 82. Pemecahan kedua melepaskan H2O (m/e 18) membentuk pecahan dengan puncak m/e 135, kemudian puncak m/e 135 melepaskan •C2H2 (m/e 26) membentuk pecahan dengan puncak m/e 109. Ion molekul pada m/e 109 mengalami 3 pemecahan, pemecahan pertama melepaskan H2O (m/e 18) membentuk pecahan dengan puncak m/e 91. pemecahan kedua melepaskan ion molekul +C4H3O (m/e 67) membentuk radikal dengan puncak m/e 43. pemecahan ketiga melepaskan •C3H6 (m/e 42) membentuk pecahan dengan puncak m/e 50 67, kemudian puncak m/e 67 melepaskan •C2H2 (m/e 26) membentuk pecahan dengan puncak m/e 41. Fragmen-fragmennya diduga seperti pada gambar 18. CH3 CH3 HO HO H2 C H2 C H C H CH3 C H m/e =180 -C4H7 CH2 H O -C2H3 CH4 m/e =125 O HO H2 C H C HC H C H C H H2 C H C C H C O C H2 C H C H2C C H m/e =82 CH3 C H H C -C2H2 H2 C m/e =91 C H C H O H C C H2 C H C C m/e =135 C CH3 C H -H2O H C C H -C3H4O2 m/e =153 O HC CH3 -H2O CH3 -C4H3O H C C H H C C m/e =43 m/e =109 -C3H6 CH3 H2C CH3 O C CH2 m/e =67 -C2H2 C O Gambar 18. Fragmentasi Senyawa Metabolit Sekunder Berdasarkan Puncak Nomer 40. CH m/e =41 51 Berdasarkan fragmentasi spektra massa puncak nomer 40 menghasilkan bahwa senyawa puncak nomer 40 adalah jasmolon dengan berat molekul 180 dan kadarnya 4,03%. Puncak nomor 43 dengan waktu retensi (tR) 25,282 menit memiliki kadar 4,43%. Spektra massa puncak nomor 43 dari kromatogram GC-MS disajikan pada gambar 19. Gambar 9. Spektra Massa Puncak Nomer 43 dari Kromatogram GC-MS Dengan spektra massa puncak nomor 43, dapat diasumsikan bahwa senyawa metabolit sekunder pada puncak nomor 43 mengalami fragmentasi sebagai berikut: molekul pada m/e 166 mengalami 2 pemecahan, pemecahan pertama melepaskan •C3H4 (m/e 40) membentuk pecahan dengan puncak m/e 126. Pemecahan kedua melepaskan •C3H5 (m/e 41) membentuk pecahan dengan puncak m/e 125, kemudian puncak m/e 125 mengalami 2 pemecahan, pemecahan pertama melepaskan H2O (m/e 18) membentuk pecahan dengan puncak m/e 107. Pemecahan kedua melepaskan •CH2O (m/e 30) membentuk pecahan dengan puncak m/e 95, kemudian puncak m/e 95 melepaskan •CH2 (m/e 14) membentuk pecahan dengan puncak m/e 81, kemudian puncak m/e 81 melepaskan •CH2 (m/e 52 14) membentuk pecahan dengan puncak m/e 67, kemudian pecahan m/e 67 melepaskan •C≡C (m/e 24) membentuk pecahan dengan puncak m/e 43, kemudian pecahan m/e 43 melepaskan •H2 (m/e 2) membentuk pecahan dengan puncak m/e 41. Fragmen-fragmennya diduga seperti pada gambar 20. OH OH CH3 H CH3 H -C3H4 CH3 CH3 m/e =166 O m/e =126 O -C3H5 OH CH3 H -CH2O CH2 C C C C CH2 -CH2 C C CH2 m/e =125 CH2 H3C O m/e =95 -H2O CH3 O m/e =67 C H3C C H3C C -CH2 O O -C C m/e =81 C H3C O m/e =43 m/e =107 CH2 O C HC O m/e =41 Gambar 20. Fragmentasi Senyawa Metabolit Sekunder Berdasarkan Puncak Nomer 43. 53 Berdasarkan fragmentasi spektra massa puncak nomer 43 menghasilkan bahwa senyawa puncak nomer 43 adalah cinerolon dengan berat molekul 166 dan kadarnya 4,43%. BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakterisasi zat metabolit sekunder pada bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) dalam penelitian ini menggunakan metode ekstraksi. Dari hasil analisis spektrometer inframerah (IR) dan kromatografi gasspektrometer massa (GC-MS) terhadap ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) diketahui bahwa senyawa utama zat metabolit sekunder yang terkandung dalam bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) adalah asam trans krisantemik dengan berat molekul 167 dan kadar 4,59% , asam trans piretroid dengan berat molekul 212 dan kadar 9,63%, Piretrolon dengan berat molekul 178 dan kadar 12,66%, Jasmolon dengan berat molekul 180 dan kadar 4,03%, Cinerolon dengan berat molekul 166 dan kadar 4,43%. 2. Jenis pelarut yang cocok untuk karakterisasi zat metabolit sekunder pada bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) adalah metanol (pelarut polar). B. SARAN 1. Sebelum menggunakan kromatografi kolom sebaiknya diuji terlebih dahulu dengan kromatografi lapis tipis untuk mengetahui eluen terbaik 54 55 yang akan digunakan dalam kromatografi kolom sehingga diperoleh hasil yang lebih murni. 2. Perlu dilakukan penelitian terhadap aplikasi pemakaian zat metabolit sekunder sebagai bahan aktif pembuatan biopestisida dalam kehidupan sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA Achmad, Syamsul Arifin. 2004. Hutan Tropikal Indonesia dan Penelitian Kimia Bahan Alam Dalam Penemuan Obat. Kelompok Kimia Organik Bahan Alam Hayati Jurusan Kimia FMIPA Universitas Andalas. Padang: Universitas Negeri Andalas. Anonim. 1985. Pyretrin. Http://www.Bugpage.com Anonim. Waspada Lebih 2001. Http://www.tabliodnova.com Baik Daripada Keracunan. Anonim. 2005. Krisan, Si Ratu Pengusir Nyamuk. Http:// gunungkidul.net Antonia Glynne, Jones. 2001. Pyrethrum. UK: The Journal Royal Society of Chemstry. Arsyad, M Natsir. 2001. Kamus Kimia: Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Budiyono, Suharto. 2001. Bahan Alam Pengendalian Hama. Yogyakarta: Bidang Bina PTPh D.I Yogyakarta Burright, Donald. 1988. Pyrethrum-Organic Methods Evaluation Branch OSHA Analytical Laboratory. Utah: Salt Lake City. Daintith, John. 1999. Kamus Lengkap Kimia: Alih Bahasa Suminar Achmadi. Jakarta: Erlangga. Fessenden, R.J and J.S Fessenden. 1981. Organic Chemistry. Diterjemahkan Oleh A.H Pudjatmaka.1992. Kimia Organik Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Gritter, Roy. J. 1991. Pengantar Kromatografi edisi Kedua; Alih Bahasa oleh Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB Hammond, Stephen. 1999. Pyretrin (Pyrenone) Chemical Profile. New York:Cornell University Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung: ITB 56 57 Kardinan, A., 2000, Pestisida Nabati, Tamuan dan Aplikasi, Jakarta. Penebar Swadaya Matsjeh, Sabiri. 2002. Kimia Hasil Alam Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan Flavonoid, Terpenoid dan Alkaloid. Jurusan Kimia FMIPA UGM. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Masykuroh, Anik. 2005. Identifikasi Senyawa dalam Ekstrak Biji Buah Mahkota Dewa dengan Pelarut Metanol. Tugas Akhir II. Jurusan Kimia FMIPA UNNES. Semarang: UNNES. Natawigena, Hidayat. 1985. Pestisida dan Kegunaannya. Bandung: Universitas Padjajaran. Novizan, 2002, Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan, Jakarta, PT. Agromedia Pustaka. Ong, De. 2003. Chemistry And Uses of pesticides 2nd edition-Modern Asia Edition Reinhold. New York: Publishing Corporation. Reginawanti. 1999. Krisan. Http:// www.deptan.go.id / ditlinhorti /makalah / bd krisan. html Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB. Rukmana, Rahmat. 1997. Krisan. Yogyakarta: Kanisius Press. Silverstein,R.M., G.C.Basseler And T.C. Moril. 1991. Spectrometric Identifikation of Organic Compounds 4th Edition. New York:John Wiley and sons Inc. Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta: Ghalia Indonesia Suharsimi, Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta: Bina Aksara. Tim Dosen. 2003. Diktat kuliah Dasar Pemisahan Analitik. Semarang:Jurusan Kimia FMIPA UNNES Tim Dosen Kimia. 2003. Hand Out Pelatihan Instrumentasi GC-MS, NMR, FTIR, UV-Vis, dan X-Ray. Yogyakarta:Jurusan Kimia FMIPA UGM. Widodo, A T ; Nanik wijayati. 2002. Penentuan Struktur Molekul. Jurusan Kimia FMIPA UNNES. Semarang: UNNES. 58 Lampiran 1 Skema Cara Kerja Karakterisasi Zat Metabolik Sekunder Pada Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Bunga Oven 400-500C Bunga kering sokhlet Residu Methanol (a) Heksana (b) Kloroform (c) Ekstrak Uji KLT Ekstrak Kromatografi kolom Fasa diam silika gel Komponen (fraksi) Pengelompokan fraksi-fraksi IR GC-MS 59 Lampiran 1 Sertifikasi Bunga Krisan 60 Lampiran 2. Spektrum IR 61 Lampiran 3 Kromatogram GC-MS dari ekstrak bunga krisan 62 63 Lampiran 4 Spektra massa puncak nomer 3 dari kromatogram GC-MS 64 Lampiran 5 Spektra massa puncak nomer 8 dari kromatogram GC-MS 65 Lampiran 6 Spektra massa puncak nomer 29 dari kromatogram GC-MS 66 Lampiran 7 Spektra massa puncak nomer 37 dari kromatogram GC-MS 67 Lampiran 8 Spektra massa puncak nomer 40 dari kromatogram GC-MS 68 Lampiran 9 Spektra massa puncak nomer 43 dari kromatogram GC-MS 69 Lampiran 10 Foto Penelitian Alat-alat yang digunakan Alat dan hasil yang diperoleh Eluen Hasil ekstraksi dengan pelarut metanol, kloroform, heksana Ekstrak pekat dalam metanol Hasil pemisahan kromatografi kolom 70 Lampiran 11 Ijin Penelitian 71