BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi kesehatan ibu dan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi kesehatan ibu dan anak adalah sebagai penentu kualitas sumber daya
manusia, semakin jelas dengan adanya bukti bahwa status gizi dan kesehatan ibu
pada masa pra-hamil, saat kehamilan dan saat menyusui merupakan periode yang
sangat kritis. Salah satu program yang dicanangkan pemerintah dibidang gizi
adalah “1000 hari pertama kehidupan” yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730
hari pada kehidupan pertama bayi setelah dilahirkan. Masa 1000 hari pertama
kehidupan merupakan periode sensitif atau disebut "window of opportunity", jika
pada masa ini terjadi masalah gizi maka akibat yang akan ditimbulkan bersifat
permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut tidak hanya pada
pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasannya
(Bappenas, 2013).
Status gizi dan kesehatan ibu hamil masih menjadi masalah di Indonesia
khususnya kurang energi kronik (KEK) dan anemia gizi besi. Prevalensi KEK pada
wanita hamil secara nasional adalah 24,2 % (Riskesdas, 2013). Menurut data
Pemantauan Status Gizi (PSG) di Kabupaten Boyolali terjadi penurunan prevalensi
ibu hamil KEK yaitu 14,3% pada tahun 2014 menjadi 11,1% pada tahun 2015.
Secara global prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil di dunia adalah sebesar
41,8 %, dengan prevalensi tertinggi adalah Afrika, yaitu sebesar 57,1 %, dan Asia
sebesar 48,2 %, Amerika 24,1 %, Eropa 25,1 % (WHO, 2008). Prevalensi anemia
gizi besi di Indonesia pada tahun 2013 37,1% (Riskesdas, 2013). Menurut Surasih
(2005) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi KEK pada ibu hamil adalah asupan
makanan, usia ibu hamil, pekerjaan, penyakit infeksi serta pendapatan keluarga. Ibu
hamil dengan status gizi KEK akan berisiko 3 kali mengalami anemia gizi besi
daripada ibu hamil dengan status gizi baik (Marlapan et al., 2013).
Secara global malnutrisi merupakan masalah utama dan lebih sering terjadi di
negara berkembang, diperkirakan 101 juta atau 16% anak kurang dari lima tahun
mengalami gizi kurang (underweight) (UNICEF, WHO dan World Bank, 2012). Di
Indonesia prevalensi underweight cenderung meningkat, pada tahun 2007 sebesar
18,4%, tahun 2010 yaitu 17,9% dan tahun 2013 menjadi 19,6% (Riskesdas, 2013).
Pola yang sama juga terjadi di Kabupaten Boyolali prevalensi underweight pada
tahun 2014 yaitu 17,3 % dan tahun 2015 meningkat menjadi 18,7 % (Pemantauan
Status Gizi, 2014-2015).
Secara global sekitar 165 juta atau 26 % anak yang berusia kurang dari lima
tahun memiliki tubuh yang pendek (stunting) (UNICEF, WHO dan World Bank,
2012). Prevalensi stunting secara nasional mengalami peningkatan, pada tahun
2007 yaitu 36,8 %, tahun 2010 sebesar 35,6 % dan meningkat pada tahun 2013
menjadi 37,2 %. Menurut data PSG di Kabupaten Boyolali tahun 2014-2015,
prevalensi stunting menurun dari 31,6 % pada tahun 2014 menjadi 28 % pada tahun
2015.
Sekitar 52 juta atau 8 % anak yang berusia kurang dari lima tahun memiliki
status gizi kurus (wasting) di Dunia (UNICEF, WHO dan World Bank, 2012). Di
Indonesia prevalensi wasting pada tahun 2007 yaitu 12,2 % mengalami peningkatan
pada tahun 2010 menjadi 14% dan mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar
11,9% (Riskesdas, 2013). Prevalensi wasting di Boyolali pada tahun 2014 adalah
7,7 dan tahun 2015 sebesar 6,7% (Data PSG Kabupaten Boyolali, 2014-2015).
Status gizi pada bayi dipengaruhi oleh pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif,
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), penyakit infeksi, waktu erupsi
gigi, asupan ibu menyusui.
Diperkirakan 200 juta anak yang berusia kurang dari lima tahun di negara
berkembang berisiko gagal dalam mencapai potensi perkembangan kognitif,
motorik, dan kemampuan sosial-emosional, hal ini sebabkan karena malnutrisi
(Grantham-McGregor et al., 2007). Hasil studi kohort tumbuh kembang anak di
Indonesia menunjukkan, 40% anak mengalami keterlambatan perkembangan
kognitif, bahasa dan motorik dibawah usianya sejak umur kurang dari 6 bulan
(Badan Litbangkes, 2014). Perkembangan yang sangat terlihat pada tahun pertama
kehidupan bayi adalah perkembangan motorik (Kemenkes, 2012).
Menurut penelitian Soebanjo et al., (2013) ibu hamil yang mengalami gizi
kurang akan memiliki anak yang 7 kali lebih berisiko mengalami stunting, 11 kali
lebih berisiko mengalami underweight dan 12 kali lebih berisiko wasting
dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami gizi kurang saat kehamilan.
Anemia gizi besi gizi besi pada trimester 3 kehamilan berhubungan dengan
perkembangan mental anak, namun pemberian suplementasi dengan zat besi dapat
mencegah kegagalan perkembangan (Chang et al., 2013). Anemia gizi besi dan
gangguan mental pada saat kehamilan memiliki efek yang buruk pada
perkembangan kognitif anak (Tren et al., 2013). Hal ini terjadi karena, ibu hamil
yang menderita KEK dan anemia gizi besi akan berisiko terjadinya intrauterine
gowth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, sehingga akan
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) dan akan berisiko terjadi
masalah gizi kurang serta akan meningkatkan penurunan perkembangan fungsi
motorik dan mental serta mengurangi kapasitas fisik (ACC/SCN, 2000).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan riwayat kurang energi kronik dan anemia gizi besi gizi
besi pada ibu hamil dengan status gizi dan perkembangan motorik bayi usia 612 bulan di Kabupaten Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan riwayat kurang energi kronik dan anemia gizi besi
gizi besi pada ibu hamil dengan status gizi dan perkembangan motorik bayi usia
6-12 bulan di Kabupaten Boyolali.
2. Tujuan khusus
a. Menganalisis hubungan faktor internal ibu hamil (usia) dengan status gizi dan
perkembangan motorik bayi usia 6-12 bulan di Kabupaten Boyolali.
b. Menganalisis hubungan faktor eksternal ibu hamil (pendapatan keluarga)
dengan status gizi dan perkembangan motorik bayi usia 6-12 bulan di
Kabupaten Boyolali.
c. Menganalisis hubungan faktor internal bayi (berat lahir bayi, lama pemberian
ASI, praktik pemberian MP-ASI, dan waktu erupsi gigi) dengan status gizi
dan perkembangan motorik bayi usia 6-12 bulan di Kabupaten Boyolali.
d. Menganalisis hubungan faktor eksternal bayi (asupan zat gizi ibu menyusui)
dengan status gizi dan perkembangan motorik bayi usia 6-12 bulan di
Kabupaten Boyolali.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bukti empirik bahwa ibu hamil
yang memiliki riwayat kurang energi kronik dan anemia gizi besi akan
berpengaruh pada status gizi dan perkembangan motorik bayi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam
pengambilan kebijakan pentingnya perbaikan gizi ibu selama kehamilan pada
ibu hamil kurang energi kronik dan anemia gizi besi, guna mencegah status gizi
kurang serta penyimpangan perkembangan motorik bayi.
Download