Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 RINGKASAN EKSEKUTIF Oktokoral, merupakan biota penyusun terumbu karang kedua sesudah karang batu. Bambu laut (Isis hippuris) merupakan salah satu jenis oktokoral yang hidup diperairan tropis Indo - Pasifik. Jenis ini dikelompokan dalam kelompok gorgonian, yaitu kelompok oktokoral yang tumbuh dan muncul dari substrat dasar dan mempunyai kerangka dalam (aksial) yang kokoh. Di Indonesia jenis ini mendominasi perairan Indonesia bagian timur, terutama perairan Sulawesi, Maluku dan Papua. Bambu laut diketahui mengandung senyawa antivirus dan banyak dimanfaatkan secara umum oleh masyarakat sebagai bahan baku farmasi. Laporan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pangkep bambu laut juga dicari untuk bahan campuran pembuatan keramik porselin. Biota beruas-ruas seperti bambu ini banyak diperdagangkan dan diekspor ke Eropa, Amerika, dan sebagian Asia. Permintaan pasar terbesar adalah dari Cina dan memiliki harga yang tinggi. Tingginya permintaan pasar mengakibatkan bambu laut banyak diburu dan diperdagangkan oleh masyarakat. Eksploitasi bambu laut di beberapa tempat sudah berlebihan dan sudah membahayakan ekosistem. Disebut merusak karena metode pengambilannya mencungkil untuk mengambil koloninya sehingga merusak karang keras di bawahnya. Hasil kajian dan survey status populasi bambu laut yang dilakukan Peneliti UNHAS dan BPSPL Makassar menunjukan bahwa populasinya sudah jarang ditemukan di perairan Sulawesi. Mencegah terjadinya eksploitasi yang berlebihan dan meluasnya kerusakan ekosistem terumbu karang, serta dalam rangka mendukung kebijakan Blue Economy maka Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu segera melakukan perlindungan penuh atau penghentian sementara (moratorium) eksploitasi bambu laut, guna melakukan penataan/perbaikan manajemen pemanfaatan berkelanjutan bambu laut, meliputi : 1) Identifikasi kebutuhan dan jumlah bambu laut; 2) Pengkajian aspek biologi bambu laut; 3) Penyiapan dan penataan pelayanan perijinan pemanfaatan bambu laut, dan 4) Penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan. Ditjen KP3K - KKP |1 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 DAFTAR ISI Hal RINGKASAN EKSEKUTIF 1 DAFTAR ISI 2 I. PENDAHULUAN 3 1.1. Latar Belakang 3 1.2. Permasalahan 4 1.3. Tujuan 6 II. KAJIAN AWAL 2.1. 7 Keadaan Umum Populasi 7 2.1.1. Klasifikasi 7 2.1.2. Morfologi dan Anatomi 8 2.1.3. Reproduksi 10 2.1.4. Status Populasi 11 2.1.5. Pemanfaatan 14 2.2. Habitat Penyebaran 16 2.3. Tingkat Pengelolaan 17 2.4. Nilai Penting Perlindungan 18 2.5. Urgensi Perlindungan 20 III. PENUTUP 22 DAFTAR PUSTAKA 23 LAMPIRAN 24 Ditjen KP3K - KKP |2 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem khas perairan laut trofik, dan tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Keanekaragaman terumbu karang di Indonesia tergolong tinggi, dimana terdapat sekitar 450 species dan 70-80 genera karang. Ekosistem terumbu karang Indonesia dengan luas lebih dari 50.000 km tersebar hampir di duapertiga garis pantai Indonesia yang panjangnya lebih dari 80.000 km (Tomascik et al., 1997), merupakan potensi sumberdaya alam yang tak ternilai harganya. Terumbu karang mempunyai fungsi ekologis dan manfaat ekonomis. Fungsi ekologis terumbu karang diantaranya adalah: sebagai penyedia pangan melalui perikanan perairan karang, pelindung pantai sebagai pemecah ombak, tempat hidup dan berkembangbiak berbagai biota laut dan sebagai bahan baku obat-obatan. Manfaat ekonomi terumbu karang diantaranya adalah: sebagai sumber pendapatan masyarakat pesisir melalui perikanan karang, sebagai spot penyelaman wisata bahari, dan sebagai sumber karang hias untuk kebutuhan aquarium laut dalam dan luar negeri Ekosistem terumbu karang diperairan tropis sudah dikenal sebagai gudang keanekaragaman biota. Di dalam ekosistem ini, biota karang merupakan unsur utama pembentuk maupun penyusun terumbu. Bersama dengan berbagai biota lain termasuk tumbuhan, mereka membentuk satu kesatuan dan saling berinteraksi anatara satu dengan lainnya. Oktokoral, merupakan biota penyusun terumbu kedua sesudah karang batu. Oktokoral ditemukan mulai dari perairan tropis sampai ke kutub. Jenis-jenis oktokoral hidup pada habitat dari daerah pasang surut (intertidal), dari muara sungai berlumpur yang berair payau sampai ke 1perairan dalam (oceanic) dan daerah abisal (abyssal area). Jalur perairan dangkal antara pulau-pulau di Indonesia-Filipina-New Guinea telah dikenal sebagai tempat hidup dengan kelimpahan tertinggi di dunia bagi jenis-jenis oktokoral. Lokasi tersebut ditetapkan sebagai pusat keanekaragaman oktokoral (FABRICIUS & ALDERSLADE, 2001). Ditjen KP3K - KKP |3 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 Di jalur pulau-pulau tersebut sebaran jenis oktokoral dibatasi oleh posisi geografi yang makin ke garis lintang yang lebih tinggi, jumlah jenis makin berkurang. Demikian pula makin keluar ke arah timur maupun ke arah barat dari perairan Indo-Pasifik, jumlah jenis makin berkurang. Disamping itu, hanya beberapa jenis oktokoral tertentu saja yang dapat hidup di perairan yang dingin atau perairan yang dalam. Bambu laut (Isis hippuris) merupakan salah satu jenis oktokoral yang hidup diperairan tropis Indo - Pasifik. Di Indonesia jenis ini mendominasi perairan Indonesia bagian timur, terutama perairan Maluku dan Papua. Jenis ini dikelompokan dalam kelompok gorgonian, yaitu kelompok oktokoral yang tumbuh dan muncul dari substrat dasar dan mempunyai kerangka dalam (aksial) yang kokoh. Kerangka (aksial) terdiri dari gorgoni yang keras dan padat, yang sama dengan zat tanduk yang mengandung subtansi kollagen dan senyawa protein. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, terutama di bidang kedokteran dan farmasi, telah dilakuan isolasi senyawa –senyawa aktif yang terkandung di dalam jaringan tubuh biota yang hidup di laut. Dalam hal ini oktoral jenis Isis hippuris diketahui mengandung senyawa antivirus dan banyak dimanfaatkan secara umum oleh masyarakat sebagai bahan baku farmasi. Laporan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pangkep bambu laut juga dicari untuk bahan campuran pembuatan keramik porselin. Biota beruas-ruas seperti bambu ini banyak diperdagangkan dan diekspor ke Eropa, Amerika, dan sebagian Asia. Permintaan pasar terbesar adalah dari Cina dan memiliki harga yang tinggi. 1.2 Permasalahan Oleh karena permintaan pasar tinggi, disinyalir bahwa bambu laut banyak diburu dan diperdagangkan oleh masyarakat. Eksploitasi bambu laut di beberapa tempat sudah berlebihan dan sudah membahayakan ekosistem. Disebut merusak karena metode pengambilannya; mencungkil untuk mengambil koloninya sehingga merusak karang keras di bawahnya. Di beberapa tempat, khususnya di Propinsi Sulawesi Tengah melalui Surat Edaran Gubernur Sulawesi Tengah Nomor S.23/596/DISKANLUT tanggal 27 Oktober 2009, bambu laut telah dilarang dieksploitasi untuk kepentingan apapun dan beberapa hasil telah disita dalam usaha Ditjen KP3K - KKP |4 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 pengapalannya. Sebaliknya di beberapa tempat, BKSDA telah mengeluarkan izin pemanfaatannya mengikuti aturan CITES dan Undang Undang Nomor 50 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati, padahal jenis ini belum termasuk jenis yang dilindungi dan masuk kedalam Appendiks CITES. Sehingga pengelolaannya harus berdasarkan Undang – Undang 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan. Didalam Pasal 7 UU 31 Tahun 2004 telah jelas disebutkan bahwa IKAN adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan (Pisces, Crustacea, Mollusca, Coeloenterata (bambu laut), Echinodermata, Amphibia, Reptilia, Mamalia dan Algae). Dan didalam Pasal 53 PP 60 Tahun 2007 juga telah disebutkan bahwa Otoritas Pengelola (Management Authority) Konsevervasi Sumberdaya Ikan adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sebelum terjadi kontroversial dalam perdagangan bambu laut yang pasti akan berujung pada keputusan CITES (Convention on International Trade in Endangared Species) dalam status appendix bambu laut, seperti kasus permata laut (Corallium), pemerintah perlu merespon hal ini lebih dini untuk menentukan perangkat regulasi atau code of conduct untuk esploitasi dan ukuran panen bambu laut. Lebih detail lagi kelompok gorgonian ini meskipun sudah dimanfaatkan secara umum oleh masyarakat namun belum diketahui status biologi dan/atau status populasinya. Mengantisipasi permasalahan ini, salah satu jalan yang ditempuh pemerintah adalah menyiapkan strategi perlindungan terhadap bambu laut. Hal ini dilakukan, selain untuk menjawab permasalahan keberlanjutan pengelolaan perikanan, juga mendukung perlindungan ikan secara global. Mencegah terjadinya eksploitasi yang berlebihan dan mencegah meluasnya kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh pemanfaatan yang berlebihan dan cara pengambilan bambu laut yang keliru maka Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulaupulau Kecil (KP3K) - KKP berencana melakukan perlindungan penuh atau penghentian sementara (moratorium) eksploitasi bambu laut, guna mengidentifikasi kebutuhan dan jumlah bambu laut. Ditjen KP3K - KKP |5 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 1.3 Tujuan Maksud dan Tujuan kajian awal ini adalah mengusulkan bambu laut (Isis hippuris) ditetapkan statusnya menjadi jenis ikan yang dilindungi, sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 03 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan. Ditjen KP3K - KKP |6 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 II. KAJIAN AWAL 2.1. Keadaan Umum Populasi 2.1.1. Klasifikasi Bentuk pertumbuhan oktokoral pada umumnya seperti pohon, muncul dari dasar substrat atau melekat di dasar perairan yang keras. Fauna ini termasuk kelompok gorgonia, tekstur tubuh kokoh, karena disangga oleh kerangka yang keras. Isis hippuris, dikelompokkan ke dalam kelompok gorgonia karena tumbuh dan muncul dari substrat dan memiliki kerangka internal yang kokoh yang terdiri dari zat gorgonin yang dibalut oleh lapisan koenensim sebagai tempat tumbuhnya polip (istilah untuk satu individu hewan karang). Penggolongan atau urutan sistematika hewan ini menurut LINNAEUS 1758, adalah sebagai berikut: Filum : Coelenterata Kelas : Anthozoa Anak-Kelas : Octocorallia Bangsa : Scleraxonia Anak-Bangsa : Calcaxonia Suku : Isididae Marga : Isis Jenis : Isis hippuris Secara sepintas di dalam air, koloni Isis hippuris kelihatan mirip dengan koloni kelompok akar bahar Rhumpella sp., terutama pertumbuhan yang seperti semak dan permukaan koloni yang halus. Perbedaan yang khas adalah, Isis hippuris memiliki percabangan yang cenderung ke arah kanan, dan ujung atas koloni yang melengkung seperti busur. Demikian pula ukuran dan bentuk cabang-cabang, Rhumpella sp. memiliki cabang yang agak panjang, sedangkan Isis hippuris lebih pendek dengan ujung cabang lebih bulat. (GRASSHOF & BARGIBANH, 2001). Tekstur tubuh dan koloni Rhumpella sp. lebih lentur dan melambai – lambai bila datang arus atau ombak, sedangkan Isis hippuris agak kaku dan hanya sedikit bergoyang bila kena ombak. Ditjen KP3K - KKP |7 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 2.1.2. Morfologi dan Anatomi Bentuk koloni seperti pohon, bercabang dengan percabangan vertikal, lebih menyerupai bidang datar seperti kipas, namun kadang kadang pola percabangan juga bervariasi, dapat bercabang tak beraturan seperti semak. Koloni dengan bentuk pertumbuhan Seperti semak umumnya pendek-pendek, sedangkan yang pertumbuhannya membentuk satu bidang datar lebih tinggi dan dapat lebih dari satumeter. Percabangan cenderung lebih rimbun dan condong ke arah kanan. Walaupun demikian, pertumbuhannya tetap tegak lurus. Kadang - kadang koloni tampak melengkung seperti busur atau tempat lilin. Tekstur cabang agak licin, berbentuk silinder dengan ujung yang membulat, tampak agak kasar bila polip berkontraksi. Polip tumbuh di lapisan luar yaitu lapisan koenensim. Lapisan koenensim ini membalut "axis" (kerangka dalam zat tanduk) yang mempunyai ciri khas yaitu bersegmen dan berwarna coklat kehitaman dan putih dan di bagian ini tidak ada spikula . Gambar 1. Morfologi Bambu Laut (Isis hippuris) Pada beberapa jenis dari kelompok gorgonia, kadang-kadang lapisan koenensim disusun oleh senyawa kapur dalam bentuk spikula yaitu partikel kapur dengan bentuk seperti jarum yang bentuknya berbeda antara masing-masing jenis. Bentuk kharakteristik dari spikula ini dipakai sebagai salah satu panduan dalam proses identifikasi sampai ke tingkat jenis. Pada umumnya, jenis Isis hippuris, bangsa Scleraxonia, anak bangsa Calcaxonia, memiliki bentuk koloni seperti pohon, muncul dari dalam substrat, tumbuh tegak dengan medula yang identik dengan batang pada tumbuhan. Medula sangat kokoh dan kemudian membentuk cabang-cabang. Di bagian dalam batang maupun cabang ditemukan axis yang mengandung zat gorgonin yang keras. Axis dibalut oleh lapisan koenensim yang agak lunak dan merupakan tempat hidup polip. Ditjen KP3K - KKP |8 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 Polip yang tumbuh di lapisan koenensim bersifat monomorfik yaitu hanya mempunyai satu tipe polip yang disebut autosoid. Polip autosoid merupakan polip yang berkembang baik, memiliki tentakel, berfungsi dan bertanggung jawab dalam kegiatan menangkap makanan maupun proses reproduksi. Polip tersusun melingkari cabang dan dapat ditarik masuk ke dalam koenensim sehingga permukaan cabang tampak licin dan halus. "Sklerit" merupakan nama umum untuk kerangka dalam oktokoral yang berupa butiran kalsium karbonat yang terdapat di dalam jaringan endodermis. Istilah "spikula" biasanya dipakai untuk bentuk sklerit yang ujungujungnya runcing. Pada anggota oktokoral, peranan spikula sangat penting sebagai kerangka dalam untuk menyangga jaringan tubuh sehingga dapat tumbuh tegak. Pada Isis hippuris, spikula hanya terdapat pada lapisan koenensim. Lapisan koenensim mengandung spikula dengan kepadatan dan bentuk yang bervariasi. Spikula ini dipakai sebagai kunci identifikasi. Spikula atau sklerit diambil dari bagian permukaan dan bagian dalam dari koenensim. Di bagian permukaan, bentuk sklerit seperti gada kecil (club), ujung bawah meruncing, dengan tiga tonjolan karangan duri yang agak besar mengelilingi ujung bagian atas atau bagian kepala (terminal wart). Ukuran spikula di bagian dalam koenensim lebih besar, bentuk seperti kumparan (spindle), agak lonjong dengan 6-8 tonjolan karangan duri yang mengelilingi kumparan. Variasi bentuk dan ukuran spikula juga tergantung pada letak geografi dan lingkungan, dimana jenis ini berada. Pada lokasi yang sama, tetapi kedalaman yang berbeda, bentuk maupun ukuran spikula dapat berbeda. Bentuk spikula pada Isis hippuris dapat dilihat dalam Gambar 2. Gambar 2. Bentuk Spikula Bambu Laut Ditjen KP3K - KKP |9 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 Jika bagian lapisan koenensim dibuka maka terlihat kerangka medulla (axis) yang berwarna putih, diselingi warna coklat kehitaman. Bagian yang putih disebut internodus, sedangkan bagian yang berwarna coklat kehitaman yang kelihatan seperti sendi, disebut nodus (Gambar 3). Bagian nodus ini merupakan titik tumbuh "cabang-cabang" yang baru. Gambar 3. Bagian Axial dari Bambu Laut Warrna koloni, kuning cerah, kuning kehijauan atau coklat muda. Warna koloni ini dipengaruhi oleh kandungan pigmen dari alga uniseluler (zooxanthellae) yang hidup bersimbiosis di dalam jaringan koenensimnya baru. 2.1.3. Reproduksi Karang melakukan reproduksi aseksual secara fragmentasi. Fragmentasi terjadi terutama pada karang bercabang, karena cabang mudah sekali patah oleh faktor fisik (seperti ombak atau badai) atau faktor biologi (predasi oleh ikan). Patahan (koloni) karang yang lepas dari koloni induk, dapat saja menempel kembali di dasar perairan dan membentuk tunas serta koloni baru. Hal itu dapat terjadi jika patahan karang masih memiliki jaringan yang hidup. Reproduksi seksual karang dimulai dengan pembentukan calon gamet sampai terbentuknya gamet matang. Proses ini disebut dengan gametogenesis. Gamet yang matang dilepaskan dalam bentuk telur atau planula. Masing-masing jenis karang mempunyai variasi dalam melepaskan telur atau planulanya. Karang tertentu melepaskan telur yang telah dibuahi dan pertumbuhan terjadi di luar (broadcaster). Sebaliknya, pada karang yang lain pembuahan terjadi di dalam induknya. Telur D i t j e n K P 3 K - K K P | 10 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) dierami untuk beberapa saat dan dilepaskan 2013 sudah dalam bentuk planula (broader). Planula yang telah dilepaskan akan berenang bebas. Bila mendapatkan tempat yang cocok, planula akan menetap di dasar perairan dan berkembang menjadi koloni baru (Mannuputy, 2002). Karang lunak Alcyoniidae dan beberapa Gorgonia mengeluarkan sperma dan telur dalam jumlah yang besar ke dalam kolom air yang selanjutnya terjadi fertilisasi. Pemijahan biasanya berhubungan dengan temperatur air. Perkembangan individu dari telur yang fertil hingga menjadi larva membutuhkan waktu beberapa hari sampai minggu, hingga mereka tinggal menetap dan berubah bentuk (metamorfosis) menjadi polip/koloni baru. Larva karang lunak bisa tersebar sepuluh sampai ratusan kilometer dari koloni induknya. 2.1.4. Status Populasi Status populasi bambu laut belum dilakukan secara menyeluruh, namun dari beberapa hasil survey yang telah dilakukan namun kepadatan alaminya tidak pernah merata pada tiap-tiap daerah. Kelimpahan jumlah koloni didasarkan pada kriteria Haris, dkk. (2010) dengan membaginya kedalam lima kategori sebagaimana disajikan pada Tabel 01. Tabel 1. Kriteria kelimpahan bambu laut berdasarkan jumlah koloni (Haris, dkk. 2010) No KELIMPAHAN (Jumlah Koloni) KATEGORI 1. 2. 3. 4. 5. 3 - 44 45 – 84 85 – 126 127 – 167 168 - 209 jarang sedikit sedang banyak melimpah Berdasarkan hasil penelitian Haris, Abdul Jompa dkk (2010, pada perairan Spermonde Kota Makassar, Sulawesi Selatan, berdasarkan jumlah koloni yang ditemukan hanya terdapat tiga dari lima kategori kelimpahan, yaitu jarang, sedikit dan melimpah seperti pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Kelimpahan Bambu Laut di Perairan Spermonde, Kota Makassar D i t j e n K P 3 K - K K P | 11 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) No Lokasi Jumlah Koloni 1 P. Samalona 11 - 26 Jarang 2 P. Kodingarenglompo 7 – 17 Jarang 3 P. Kodingarengkeke 3 – 32 Jarang 4 P. Bonetambung 15 – 209 Melimpah 5 Gs. Bonebattang 42 – 44 Jarang 6 P. Barranglompo 26 – 45 Sedikit 2013 Kategori Pada Tabel 2 terlihat bahwa bambu laut melimpah hanya pada perairan di P. Bonetambung yaitu 209 koloni/500 m2 karena pada lokasi tersebut merupakan daerah yang agak terlindung (Leeward). Dan lokasi ini masih memiliki kondisi terumbu karang yang masih baik dan telah dijadikan Daerah Perlindungan Laut (DPL) oleh masyarakat setempat sehingga kondisi terumbu karangnya terjaga. Sedangkan pada perairan lainnya koloninya sangat jarang kecuali pada P. Barrang lompo yang kelimpahannya kategori sedikit. Berdasarkan penelitian Haris, Abdul dkk (2010) juga disebutkan bahwa ukuran koloni yang paling banyak ditemukan berukuran sedang (30 – 60 cm) dengan persentase 75, 47 %, sedangkan persentase ukuran koloni kecil dan besar masing – masing 12, 79 % dan 11, 74 %. BPSPL Makassar juga telah mengadakan survey mengenai bambu laut pada Tahun 2012 di beberapa daerah Sulawesi, yaitu Perairan Gorontalo, Selayar, Konawe dan Parigi Moutong. Hasil survey BPSPL Makassar di Kabupaten Parigi Moutong menunjukan status populasi dari biota bambu laut (Isis hippuris) pada stasiun pertama memiliki kepadatan populasi sebesar 852 koloni / 500 m, sedangkan pada stasiun kedua memiliki populasi 514 koloni / 500 m. Sedangkan sebaran koloni Isis hippuris ditemukan hidup lebih besar berada pada kedalaman 5 meter dengan persentase 38,14% dan rata-rata ukuran yang dominan hidup adalah ukuran 30-50 cm dengan persentase 44,66%. Adapun sebaran kelimpahan bambu laut di Perairan Kabupaten Goronatlo Utara berdasarkan jumlah koloni bambu laut di area survei terlihat pada Tabel 3. D i t j e n K P 3 K - K K P | 12 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 Dari data tersebut, dapat diketahui rata-rata sebaran kelimpahan adalah 73,5 koloni dengan ukuran kelimpahan yang didominasi oleh kelompok dengan jumlah koloni yang kecil (1 – 10) . Menurut Haris, dkk.(2010), kelimpahan koloni bambu laut ini termasuk kategori sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa bambu laut di perairan pulau Saronde ini tingkat pertumbuhannya masih rendah, meskipun merupakan daerah yang agak terlindung (atol). Di samping itu Perairan di Kabupaten Gorontalo Utara khususnya perairan Pulau Saronde belum ada kegiatan pengambilan bambu laut sehingga dapat dikatakan bahwa ukuran komposisi dan kelimpahan bambu laut yang ada ini masih merupakan ukuran alamiah yang belum dimanfaatkan oleh nelayan. Tabel 3. Sebaran Kelimpahan Bambu Laut Di Perairan P. Sraonde, Gorontalo Utara No Ukuran Koloni (individu) Jumlah Stasiun I Stasiun II Total 1. 1 - 10 91 37 128 2. 11 - 20 6 6 12 3. 21 - 30 2 2 4 4. 31 – 40 - 1 1 5. 41 - 50 - 2 2 99 48 147 TOTAL RATA-RATA 73,5 (SEDIKIT) Sumber : Hasil olahan data primer Survey BPSPL Makassar (2012) Berdasarkan hasil survey BPSPL Makassar di Kabupaten Konawe, Kelimpahan koloni bambu laut di perairan Kabupaten Konawe termasuk kategori sedikit sampai kategori melimpah (berdasarkan kategori Haris, dkk., 2010), tetapi penyebarannya tidak merata dan ukuran individu didominasi dengan yang kecil (0 – 30 cm). Populasi dan sebaran bambu laut sudah sangat terbatas akibat eksploitasi berlebihan yang dilakukan di perairan Konawe. D i t j e n K P 3 K - K K P | 13 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 Tabel 4. Hasil Pengamatan Kelimpahan Isis hipuris di Kabupaten Konawe STASIUN DESA I Soropia II III IV KEDALAMAN ISIS (Koloni) PERSENTASE Reef Flat 0 0 Reef Slope 0 0 Reef Flat 70 25,83 Reef Slope 20 7,38 Reef Flat 85 31,37 Reef Slope 96 35,42 Reef Flat 0 0 Reef Slope 0 0 Waworaha Wawobungi 1 Wawobungi 2 2.1.4 Pemanfaatan Beberapa senyawa bioaktif dari organisme laut terutama dari anggota kelompok oktokoral yang dikumpulkan dari perairan Okinawa Jepang, telah diketahui khasiatnya sebagai anti-bakteri, anti-virus, bahkan antikanker. Dari jenis oktokoral Isis hippuris yang banyak ditemukan di perairan Okinawa, telah diisolasi senyawa bioaktifnya. Jaringan tubuh gorgonian ini dimasukkan ke dalam larutan methanol, dihancurkan, kemudian diisolasi kandungan steroidnya dan diperoleh senyawa yang dinamakan Hippuristanol. Hippuristanol sifatnya sitotoksik, yaitu mempengaruhi sel dalam suatu jaringan dengan kandungan racunnya. Peranan Hippuristanol dalam dunia kedokteran sangat membantu, terutama dapat memperlambat dan mencegah perkembangbiakan virus, demikian juga dapat memperlambat dan menghambat penyebaran sel kanker, dimana secara ironis diketahui bahwa obat-obatan antibiotic dan obat-obat modern lainnya belum dapat mematikan virus. D i t j e n K P 3 K - K K P | 14 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 Gambar 4. Bentuk Basah dan Kering Bambu Laut Selain potensi tersebut diatas, bambu laut juga banyak menjadi perhatian banyak orang, khususnya di beberapa kawasan di Sulawesi karena banyak dieksploitasi oleh masyarakat untuk tujuan ekspor. Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bone, pada tahun 2005 sudah tercatat 2000 ton bambu laut diekspor ke luar negeri. Data – data di media lain juga menunjukan banyknya pengantarpulauan komoditas ini yang menjadi sitaan petugas karena tidak memiliki dokumen yang sah. Rada Toli – toil (8 September 2009) menggabarkan bahwa tim gabungan pengawasan telah menyita sebuah container berisi 18 ton bambu laut yang siap dikirim dari pelabuhan Dede Toli-toli ke Lamongan, Jawa Timur. Dari data hasil laporan bulanan kegiatan operasional tindakan karantina Tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Stasiun Karantina Ikan Kelas I Wolter Monginsidi, bahwa sepanjang tahun 2011 telah terjadi pengiriman bambu laut sebanyak 230.000 kg, dengan tujuan utama Makassar dan Surabaya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengambilan bambu laut maka akan semakin tinggi pula ancaman terhadap terumbu karang disebabkan cara pengambilan atau pemanenan yang tidak ramah lingkungan Biota beruas-ruas seperti bambu ini banyak diperdagangkan dan diekspor ke Eropa, Amerika, dan sebagian Asia. Permintaan pasar terbesar adalah dari Cina dan memiliki harga yang tinggi D i t j e n K P 3 K - K K P | 15 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 Dari hasil wawancara yang diperoleh, sistem pemasaran Isis hippuris yang dilakukan di Kecamatan Moutong yakni pedagang pengumpul mendatangi masyarakat kemudian dilakukan transaksi dengan harga jual Rp.1.500,- perkilogram dalam bentuk bambu laut yang telah dikelupas. Sedangkan di Kabupaten Konawe, harga bambu laut di tingkat nelayan sangat murah yaitu rata-rata Rp 500,per kilogram bambu laut kering, sedangkan harga ditingkat eksportir Rp 5.000 perkilogram. Untuk harga jual bambu laut di Kabupaten Gorontalo Utara selama ini berkisar antara Rp2.000,00/kg – Rp3.000,00/kg. Nelayan pengambil bambu laut tidak mengetahui secara jelas jalur pemasaran di tingkat pedagang pengumpul hingga ke konsumen. Gambar 5. Jalur Distribusi dan Pemasaran Bambu Laut Di Moutong 2.2. Habitat Penyebaran Layaknya terumbu karang , Bambu Laut hidup dengan suhu berkisar antara 23-30 oC dan Salinitas 30 ‰ - 35 ‰. Gorgonia terbatas pada daerah yang terbuka dari arus. Komunitas Isididae di daerah dangkal, yaitu daerah reef flat, dibatasi oleh adanya energi gelombang yang besar terutama ada daerah menghadap angin (wind ward), sehingga menyebabkan rendahnya kelimpahan serta jumlah spesies dari karang ini. Isididae banyak terdapat pada daerah yang terlindung dari gelombang yaitu di sekitar daerah belakang terumbu atau daerah reef slope (Fabricius dan Alderslade, 2001) D i t j e n K P 3 K - K K P | 16 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 Penyebaran yang tidak merata, merupakan salah satu kelebihan dari Isis, sehingga menunjukkan komposisi jenis dan kelimpahan yang berbeda-beda pada tiap-tiap daerah (Benayahu, 1995). . Bambu laut merupakan jenis karang yang mudah hidup dan berkembang pada daerah dengan kondisi perairan arus yang kencang dan terlindung dari hempasan gelombang dan ombak, sehingga dominan ditemukan pada daerah reef slope. Umumnya tersebar luas di perairan dangkal yang jernih. Di Great Barrier Reef, karang jenis ini biasanya terdapat pada bagian mid-shelf terumbu karang, ditemukan di perairan dangkal yang aman dari aksi gelombang (Fabricius dan Alderslade, 2006). Selain itu Isis hippuris tersebar di sekitar Lautan Fasifik dan daerah tropik, dan umumnya di perairan yang dangkal. Pada perairan dangkal dan jernih serta jauh dari pengaruh ombak, jenis ini biasanya melimpah di bagian tengah barrier reef, dan keberadaannya hampir tidak ada pada perairan yang keruh (Fabricius dan Alderslade, 2001). Isis hipuris tersebar di perairan Andaman, Filipina, Papua Nugini, Indonesia, Taiwan, Palau, dan Ryukyu Islands. Untuk sebaran di indonesia menyebar wilayah perairan karang Mentawai, Natuna, Sulawesi, NTT, NTB, Maluku, dan Papua. . 2.3. Tingkat Pengelolaan Bambu laut bukan termasuk jenis yang dilindungi dan masuk kedalam Appendiks CITES. Sehingga pengelolaannya harus berdasarkan Undang – Undang 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan. Didalam Pasal 7 UU 31 Tahun 2004 telah jelas disebutkan bahwa IKAN adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan (Pisces, Crustacea, Mollusca, Coeloenterata (bambu laut), Echinodermata, Amphibia, Reptilia, Mamalia dan Algae). Sehingga bambu laut (Isis hippuris) yang termasuk kedalam phylum Coelenterata termasuk dalam definisi ikan menurut UU 31 Tahun 2004. Dan didalam Pasal 53 PP 60 Tahun 2007 juga telah disebutkan bahwa Otoritas Pengelola (Management Authority) Konsevervasi Sumberdaya Ikan adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan. D i t j e n K P 3 K - K K P | 17 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 Terkait Pengelolaan, pemerintah Indonesia telah mencanangkan program penyelamatan terumbu karang atau yang lebih dikenal dengan “Coral Reef Rehabilitation and Management Program” (COREMAP). Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II/Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II (COREMAP II). Program ini merupakan komitmen jangka panjang untuk mengelola secara berkelanjutan sumberdaya terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya. Coremap tahap II merupakan fase Akselerasi untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal di daerah-daerah prioritas, yang merupakan kelanjutan dari COREMAP tahap I (Inisiasi), dan akan dilanjutkan pada tahap akhir, yaitu COREMAP III (Institusionalisasi) bersinergi dengan program inisiatif segitiga karang (CTI). Dalam pelaksanaannya program ini di wujudkan dalam 5 komponen kegiatan: Pengembangan Kelembagaan (Capacity Building), Pusat Informasi dan pelatihan terumbu karang (CRITIC), Pemantauan Pengawasan dan Penegakan Hukum (MCS), Penyadaran Masyarakat (Public Awareness), dan Pengelolaan Berbasis Masyarakat (CBM). Terkait kebijakan nasional, kebijakan umum pengelolaan terumbu karang di Indonesia yang terdapat dalam Naskah Kebijakan Nasional Pengelolaan Terumbu Karang Indonesia adalah “Mengelola ekosistem terumbu karang berdasarkan kesimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian yang dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis oleh pemerintah dan pemerintah daerah, masyarakat, swasta, perguruan tinggi, serta organisasi non pemerintah (Coremap, 2001) 2.3. Nilai Penting Perlindungan Keberadaan bambu laut mempunyai korelasi yang kuat dengan kondisi terumbu karang, dan berdasarkan data tutupan terumbu karang yang dipublikasikan LIPI, terumbu karang di Indonesia yang berada dalam kondisi baik hanya tinggal 30,62% yang kondisinya baik sampai sangat baik, sehingga kondisi keberadaan bambu laut sebagai penyusun terumbu karang kedua setelah karang batu sangatlah penting. D i t j e n K P 3 K - K K P | 18 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 Ekosistem terumbu karang merupakan gudang persediaan makanan dan bahan obat-obatan bagi manusia di masa kini maupun di masa mendatang. Selain itu keindahannya juga menjadi daya tarik yang bisa menjadi sumber devisa bagi negara melalui kegiatan pariwisata. Wisata bahari Indonesia tengah berkembang pesat dan ekosistem terumbu karang merupakan salah aset utamanya. Ekosistem terumbu karang adalah tempat tinggal bagi ribuan binatang dan tumbuhan yang banyak diantaranya memiliki nilai ekonomi tinggi. Berbagai jenis binatang mencari makan dan berlindung di ekosistem ini. Berjuta penduduk Indonesia bergantung sepenuhnya pada ekosistem terumbu karang sebagai sumber pencaharian. Jumlah produksi ikan, kerang dan kepiting dari ekosistem terumbu karang secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12% dari jumlah tangkapan perikanan dunia. Sumber perikanan yang ditopang oleh ekosistem terumbu karang memiliki arti penting bagi masyarakat setempat yang pada umumnya masih memakai alat tangkap tradisional. Ekosistem terumbu karang memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia, baik sebagai sumberdaya perikanan maupun sebagai salah satu tumpuan pariwisata bahari Selain nilai ekonominya, ekosistem terumbu karang juga merupakan laboratorium alam yang sangat unik untuk berbagai kegiatan penelitian yang dapat mengungkapkan penemuan yang berguna bagi kehidupan manusia. Beberapa jenis spongs, misalnya, merupakan binatang yang antara lain terdapat di ekosistem terumbu karang yang berpotensi mengandung bahan bioakif yang dapat dijadikan bahan obat-obatan antara lain untuk penyembuhan penyakit kanker. Selain itu binatang karang tertentu yang mengandung kalsium karbonat telah dipergunakan untuk pengobatan tulang rapuh. Fungsi lain dari ekosistem terumbu karang yang hidup di dekat pantai ialah memberikan perlindungan bagi berbagai properti yang ada di kawasan pesisir dari ancaman pengikisan oleh ombak dan arus. Penetapan status perlindungan jenis bambu laut bertujuan untuk menjaga dan menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan jenis bambu laut dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman D i t j e n K P 3 K - K K P | 19 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 sumberdaya ikan karang dan lingkungan secara berkelanjutan. Sehingga ancaman kepunahan bambu laut dan kerusakan ekosistem terumbu karang di masa depan dapat dihindari. Penetapan status perlindungan bambu laut juga penting bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan selaku otoritas pengelola melakukan penataan/perbaikan manajemen pemanfaatan berkelanjutan bambu laut, meliputi : 1) Identifikasi kebutuhan dan jumlah bambu laut; 2) Pengkajian aspek biologi bambu laut; 3) Penyiapan dan penataan pelayanan perijinan pemanfaatan bambu laut, dan 4) Penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan. . 2.5. Urgensi Perlindungan Indonesia memiliki luas total terumbu karang sekitar 51.000 Km 2 yang menyumbang 18% luas total terumbu karang dunia dan 65% luas total di coral triangle. Saat ini, kepulauan Raja Ampat di Papua Barat merupakan kepulauan dengan jumlah jenis terumbu karang tertinggi di dunia. Berdasarkan sebuah kajian ekologi yang dipimpin oleh The Nature Conservancy (TNC) dengan melibatkan para ahli terumbu karang dan ikan dunia pada tahun 2002, ditemukan sekitar 537 jenis karang dan 1074 jenis ikan di kepulauan Raja Ampat. Namun demikian, kerusakan terumbu karang laut di Indonesia hingga saat ini mencapai 30% dari total luasnya (Prof. Asikin Jamali,2009) kerusakan lebih diakibatkan oleh penggunaan racun potasium, penangkapan ikan dengan bahan peledak serta pengambilan karang untuk bahan bangunan. Eksploitasi bambu laut di beberapa tempat sudah berlebihan dan sudah membahayakan ekosistem. Disebut merusak karena metode pengambilannya; mencungkil untuk mengambil koloninya sehingga merusak karang keras di bawahnya. Hasil kajian dan survey di perairan Sulawesi menunjukan bambu laut sudah jarang ditemukan, lebih detail lagi kelompok gorgonian ini meskipun sudah dimanfaatkan secara umum oleh masyarakat namun belum diketahui status biologi dan/atau status populasinya. Universitas Hasanuddin telah mengajukan Nota Moratorium Eksploitasi bambu Laut kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan setelah melakukan beberapa riset, sementara beberapa kabupaten pesisir juga telah mengeluarkan regulasi meskipun hanya pada tingkat daerah (PERDA). D i t j e n K P 3 K - K K P | 20 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 Sebelum terjadi kontroversial dalam perdagangan bambu laut yang pasti akan berujung pada keputusan CITES (Convention on International Trade in Endangared Species) dalam status appendix bambu laut, seperti kasus permata laut (Corallium), pemerintah perlu merespon hal ini lebih dini untuk menentukan perangkat regulasi atau code of conduct untuk esploitasi dan ukuran panen bambu laut. Mengantisipasi permasalahan ini, salah satu jalan yang ditempuh pemerintah adalah menyiapkan strategi perlindungan terhadap bambu laut. Hal ini dilakukan, selain untuk menjawab permasalahan keberlanjutan pengelolaan perikanan, juga mendukung perlindungan ikan secara global. Mencegah terjadinya eksploitasi yang berlebihan dan mencegah meluasnya kerusakan terumbu karang, serta dalam rangka mendukung kebijakan Blue Economy maka Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu segera melakukan perlindungan penuh atau penghentian sementara (moratorium) eksploitasi bambu laut, guna melakukan penataan/perbaikan manajemen pemanfaatan berkelanjutan bambu laut. D i t j e n K P 3 K - K K P | 21 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 III. PENUTUP Bambu laut sebagai penyusun terumbu karang kedua setelah karang batu telah dieksploitasi secara berlebihan dan sudah membahayakan ekosistem terumbu karang karena metode pengambilannya mencungkil untuk mengambil koloninya sehingga merusak karang keras di bawahnya. Hasil kajian dan survey status populasi bambu laut yang dilakukan UNHAS dan BPSPL Makassar menunjukan bahwa populasinya sudah jarang ditemukan di perairan Sulawesi. Mencegah terjadinya eksploitasi yang berlebihan dan mencegah meluasnya kerusakan terumbu karang, serta dalam rangka mendukung kebijakan Blue Economy maka Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu segera melakukan perlindungan penuh atau penghentian sementara (moratorium) eksploitasi bambu laut, guna melakukan penataan/perbaikan pemanfaatan berkelanjutan bambu laut. D i t j e n K P 3 K - K K P | 22 manajemen Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2013 DAFTAR PUSTAKA BPSPL Makassar, 2012. Laporan Survey Status Populasi dan pemanfaatan Biota Bambu Laut Di Wilayah Perairan Konawe, Sulawesi Tenggara. BPSPL Makassar, 2012. Laporan Survey Status Populasi dan pemanfaatan Biota Bambu Laut Di Wilayah Perairan Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. BPSPL Makassar, 2012. Laporan Survey Status Populasi dan pemanfaatan Biota Bambu Laut Di Wilayah Perairan Gorontalo Utara, Gorontalo. Fabricius, K. And P. Alderslade. 2001. Soft Coral and Sea Fan. Australia Institude of Marine Science. Queensland. Australia Haris, A., A. Tuwo dan A. Annas. 2010. Kelimpahan dan Distribusi Isis hippuris di Perairan Spermonde, Kota Makassar. Jurnal Torani Volume 20(1) Mannuputy, A.E.W., 2002. Karang Lunak (Soft Coral) Perairan Indonesia. Pusat Penelitian Oceanografi LIPI, Jakarta. Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji, M.K. Moosa. 1997. The Ecology of The Indonesian Sea. Part One. Copyright by Dalhousie University. Australia. D i t j e n K P 3 K - K K P | 23 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Kajian Di Kabupaten Parigi Mutong D i t j e n K P 3 K - K K P | 24 2013 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 2. Peta Lokasi Kajian Di Kabupaten Gorontalo Utara, Gorontalo D i t j e n K P 3 K - K K P | 25 2013 Usulan Inisiatif Status Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris) 3. Peta Lokasi Kajian Di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara D i t j e n K P 3 K - K K P | 26 2013