persebaran pelaku daur ulang informal aki bekas kendaraan

advertisement
Jurnal Teknik Lingkungan Volume 15 Nomor 2, Oktober 2009 (Hal 63-70)
PERSEBARAN PELAKU DAUR ULANG INFORMAL
AKI BEKAS KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA BANDUNG
DISTRIBUTION OF INFORMAL RECYCLING PERFORMERS
IN VEHICLE’S USED LEAD ACID BATTERIES
IN BANDUNG CITY
1
Bambang Respati dan 2Enri Damanhuri
1,2
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha No. 10 Bandung 40132
1*
[email protected]
Abstrak: Aki digunakan sebagai sumber tenaga pada sepeda motor, mobil, truck, traktor, perahu dan
berbaga jenis kendaraan bermotor lainnya. Berbeda dengan baterai primer atau baterai alkaline yang
banyak digunakan dalam peralatan rumah tangga, aki merupakan baterai yang dapat diisi ulang setelah
energi yang terdapat dalam aki telah digunakan. Penggunaan kembali material aki bekas kendaraan
bermotor dengan cara mendaur ulang merupakan salah satu cara yang efektif untuk menghindari polusi
lingkungan dan mengurangi volume timbulan aki bekas kendaraan bermotor di Tempat Pembuangan
Akhir. Reduksi timbulan aki bekas kendaraan bermotor di Kota Bandung tidak terlepas dari peranan
para pelaku daur ulang sektor informal. Aliran material aki bekas kendaraan bermotor pada pelaku daur
ulang sektor informal di Kota Bandung secara garis besar adalah pemulung/tukang loak – lapak –
bandar kecil – bandar besar dan akhirnya menuju pabrik daur ulang. Dari hasil survei yang dilakukan di
Kota Bandung terdapat 159 pelaku daur ulang yang terdiri dari 48 orang pemulung, 59 orang tukang
loak, 28 buah lapak, 8 buah bandar kecil dan 16 buah bandar besar. Jumlah aki bekas pada pemulung
dan tukang loak, yaitu sebesar 19,5 ton/bulan pada pemulung dan 5,9 ton/bulan pada tukang loak, 1,2
ton/bulan pada lapak dan 1,6 ton/bulan pada bandar kecil. Sedangkan jumlah aki bekas kendaraan
bermotor pada bandar besar adalah 24,7 ton/bulan. Di Kota Bandung pada tahun 2009, harga beli aki
bekas kendaraan bermotor pada pelaku daur ulang berkisar antara Rp. 4.600/kg-Rp.5.900/kg, sedangkan
harga jualnya berkisar antara Rp.5.600/kg-Rp.7.400/kg.
Kata kunci: aki bekas kendaraan bermotor, daur ulang, sektor informal, aliran material
Abstract: Lead acid batteries are relatively simple electrochemical devices able to store electrical
energy, and deliver it to motors and other appliances when needed. Unlike common dry cell or alkaline
batteries used in torches and other household appliances, lead acid batteries may be recharged after the
stored energy has been used. As a result of these degradation processes batteries become unusable and
are then known as used lead acid batteries (ULABs), and are waste. The utilization of ULABs by
recycling is an effective method to avoid pollution of the environment and reduce the ULABs generation
in the final disposal. The reduction of ULABs in Bandung City is not leave apart from the role of the
recycle performers of informal sector. The material flow of ULABs in Bandung City by the informal
sector of recycle performers are by pemulung/tukang loak – lapak – bandar kecil – bandar besar – and
finally are going to recycling factory. Survey's result that is done at Bandung City exists 159 informal
recycling performers that consist with 48 pemulung, 59 tukang loak, 28 lapak, 8 bandar kecil, and 16
bandar besar outgrow. The utilization of ULABs by recycling is an effective method to avoid pollution of
the environment and reduce the lead generation in the final disposal site. The amount of vehicle’s ULABs
in the pemulung and tukang loak are 19.5 tons / month in pemulung and 5.9 ton / month on the tukang
loak, 1.2 ton / month on the lapak and 1.6 tons / month in the bandar kecil. Whereas the vehicle’s ULAB
is 24.7 ton / month in bandar besar. In Bandung City in 2009, the buying price of ULABs is between
Rp.4,600/kg- Rp.5,900/kg, whereas the selling price revolved between Rp.5,600/kg-Rp.7,400/kg.
Keywords: motor vehicle’s ULABS, recycling, informal sector, material flow
63
PENDAHULUAN
Kota Bandung merupakan kota yang memiliki jumlah kendaraan bermotor berupa
sarana angkutan umum dan pribadi, seperti sepeda motor, mobil, bus, dan lain-lain yang
mencapai tujuh ratus ribu unit (Badan Pusat Statistik, 2007), dimana setiap kendaraan bermotor
tersebut menggunakan aki sebagai sumber tenaga. Aki merupakan sebuah produk kompleks
yang terbuat dari beberapa material. Aki terbuat dari lembaran-lembaran timah yang terbenam
oleh larutan asam sulfat (Battery Council International, 2008). Biasanya keseluruhan
komponen-komponen tersebut disatukan kedalam rangka kotak plastik sebagai “rumah” aki
yang terbuat dari polypropylene atau polyethylene (Jolly R., 1994 diambil dari Dongjie, 2000),
dengan komposisi rata-rata pada sebuah aki adalah ~80% Timbal (Pb), ~8% plastik (boks dan
bagian lain yang berbahan plastik), dan ~12% H2SO4 (Salamone et al, 2005).
Di dalam Peraturan Pemerintah 18/1999 juncto PP 85 /1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada lampiran 1 Tabel 2 disebutkan bahwa
buangan baterai sel basah, dalam hal ini aki, termasuk ke dalam limbah bahan berbahaya dan
beracun dari sumber yang spesifik. Limbah B3 dapat ditimbulkan jika sebuah aki tidak
dibutuhkan atau tidak dapat digunakan atau tidak dapat didaur ulang kembali atau dalam kata
lain telah menjadi aki bekas yang berupa limbah padat, yang terdiri dari PbO2 dan Pb. Kedua
senyawa (komponen) tersebut digunakan sebagai pelat positif dan pelat negatif dari aki, sedang
rangka kotak plastik digunakan sebagai ”rumah” aki, serta limbah cair, yang terdiri dari asam
sulfat, digunakan sebagai larutan elektrolit pada sebuah aki (Salamone et al, 2005).
Tanpa adanya pengelolaan dan pengolahan yang tepat, maka pembuangan aki bekas
kendaraan bermotor dapat mengakibatkan pencemaran pada lingkungan berupa pencemaran
tanah dan air tanah yang disebabkan oleh larutan elektrolit dan logam berat yang terdapat di
dalam aki seperti Pb yang dapat membahayakan kesehatan pada manusia dan mahluk hidup
lainnya (Yen, 2002).
Penggunaan kembali material aki bekas kendaraan bermotor dengan cara mendaur
ulang merupakan salah satu cara yang efektif untuk menghindari polusi lingkungan dan
mengurangi volume timbulan aki bekas kendaraan bermotor di Tempat Pembuangan Akhir
(Wilson et al., 2009). Reduksi timbulan aki bekas kendaraan bermotor di Kota Bandung tidak
terlepas dari peranan para pelaku daur ulang sektor informal. Di mana pelaku daur ulang sektor
informal umumnya berskala kecil, tidak memiliki hak izin usaha, berskala kecil, dan masih
menggunakan teknologi yang masih sederhana (Wilson et al., 2006).
Dengan adanya potensi berbahaya bagi lingkungan dari aki bekas, maka pemahaman
yang ditimbulkan dari sebuah aki bekas terhadap lingkungan, aliran bahan dan system
pengelolaan aki bekas akan menjadi isu penting pada masa depan, dalam upaya pengelolaan
limbah berbahaya dan beracun di Kota Bandung yang lebih baik.
METODOLOGI
Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan observasi
langsung di lapangan, wawancara, serta penyebaran kuesioner pada pelaku daur ulang informal
aki bekas kendaraan bermotor. Survei lapangan dilakukan langsung pada para pelaku daur ulang
informal aki bekas kendaraan bermotor di Kota Bandung tersebut khususnya dilakukan pada
pemulung, tukang loak, lapak, bandar kecil, hingga pada bandar besar aki bekas kendaraan
bermotor. Jumlah sampel pelaku daur ulang informal adalah sebanyak 159 responden. Sampel
pelaku daur ulang informal yang disurvei dapat dilihat pada Tabel 1. Tempat melakukan survei
adalah di beberapa kecamatan di Kota Bandung dan waktu survey dilakukan antara pertengahan
Mei 2009 sampai Juli 2009. Musim yang terjadi saat survey dilakukan yaitu pada musim
kemarau.
Survei dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang meliputi umur operasional dan
waktu operasional, sumber penerimaan aki bekas kendaraan bermotor, proses yang dilakukan,
tujuan penjualan aki bekas kendaraan bermotor, besar berat perdagangan aki bekas kendaraan
bermotor, serta harga jual dan harga beli dalam kegiatan jual-beli aki bekas kendaraan bermotor
pada pelaku daur ulang informal. Pada lapak dan bandar dilakukan pengukuran berat aki bekas
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 15 No. 2  Bambang Respati dan Enri Damanhuri
64
kendaraan bermotor untuk mengetahui berat dan komposisi material-material yang terdapat
pada aki bekas tersebut pada pelaku daur ulang informal.
Tabel 1
Jumlah sampel pelaku daur ulang
Pelaku Daur
Ulang
Pemulung
Tukang Loak
Lapak
Bandar Kecil
Bandar Besar
Total
Bandung
Selatan
7
12
9
2
5
Wilayah
Bandung
Bandung
Barat
Utara
9
18
18
14
8
5
1
2
2
2
Bandung
Timur
14
18
6
4
8
Total
48
59
28
8
16
159
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data jumlah TPS di
Bandung (didapat dari PD Kebersihan Kota Banduung), data jumlah pemulung di Kota
Bandung, serta data lokasi lapak dan bandar limbah padat daur ulang di Kota Bandung (didapat
dari beberapa laporan Tugas Akhir Program Studi Teknik Lingkungan ITB) Data – data yang
diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya diolah dengan menggunakan metode statistika
deskriptif. Pengolahan data yang dilakukan meliputi aliran material dan potensi daur ulang aki
bekas kendaraan bermotor di Kota Bandung. Dari pengolahan data tersebut diperoleh gambaran
aliran material aki bekas kendaraan bermotor di Kota Bandung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aki umumnya digunakan sebagai komponen pencatu daya pada kendaraan bermotor.
Hingga saat ini komponen utama pada aki masih terbuat dari logam timbale (Pb) dan belum
terdapat alternatif yang dapat menggantikannya. Daur ulang aki bekas ditujukan untuk
mengambil logam timbal (Pb) atau disebut juga ingot serta plastik boks untuk dimanfaatkan
kembali menjadi bahan baku industri aki itu sendiri atau industri lain. Penggunaan material aki
bekas dengan cara daur ulang merupakan salah satu cara efektif untuk menghindari pencemaran
terhadap lingkungan. Aki bekas terutama aki bekas kendaraan bermotor merupakan jenis limbah
padat anorganik yang memiliki potensi dalam kegiatan daur ulang di Kota Bandung. Pihakpihak yang terkait dalam kegiatan daur ulang aki bekas kendaraan bermotor di Kota Bandung
oleh pelaku daur ulang informal terdiri dari pemulung/tukang loak lapak, bandar kecil, serta
bandar besar dan persebarannya seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Aliran material aki bekas kendaraan bermotor secara garis besar pada pelaku daurulang
informal adalah pemulung/tukang loak – lapak – bandar. Tujuan akhirnya adalah pabrik daur
ulang dimana timah dilelehkan dan dijadikan timah batangan sebagai bahan baku dalam
pembuatan aki baru. Hasil dari survei yang dilakukan belum 100% akurat, diperkirakan baru
sekitar 65%-75% pelaku daur ulang informal aki bekas kendaraan bermotor yang tersurvei.
65
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 15 No. 2  Bambang Respati dan Enri Damanhuri
(a)
(b)
(b)
Gambar 1 Peta lokasi pelaku daur ulang informal aki bekas kendaraan bermotor di Kota
Bandung (a) dan Garis besar perjalanan aki bekas kendaraan bermotor di Kota Bandung (b)
Untuk mengetahui bagaimana kegiatan daur ulang pada sektor informal yang berjalan di
Kota Bandung, maka diperlukan data mengenai pelaku daur ulang informal yang terlibat dan
terkait dalam rantai daur ulang aki bekas kendaraan bermotor diperlihatkan pada Gambar 2.
Jumlah bandar yang lebih sedikit dibandingkan lapak menunjukkan bahwa orang lebih memilih
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 15 No. 2  Bambang Respati dan Enri Damanhuri
66
untuk membuka usaha pada tingkat lapak dikarenakan modal yang dibutuhkan cenderung
lebih sedikit dibanding modal yang dibutuhkan untuk menjadi bandar. Pada Bandar
diperlukan modal yang relatif lebih banyak karena bandar cenderung memerlukan tempat
yang lebih luas untuk menyimpan dan/atau melakukan proses pemisahan
komponenkomponen pada aki bekas yang akan diangkut ke pabrik.
Gambar 2. Persentase pelaku daur ulang informal yang disurvei
Usaha daur ulang sektor informal ini di Kota Bandung sudah berlangsung sejak lebih
dari 20 tahun yang lalu. Berdasarkan hasil observasi pada pelaku daur ulang informal mengenai
masa operasi lapak dan bandar dapat dilihat pada Gambar 3 didapatkan bahwa usia operasional
0 – 5 tahun pada lapak lebih banyak dibandingkan bandar kecil maupun Bandar besar.
Sedangkan untuk umur operasi lebih dari 20 tahun, jumlah bandar besar lebih banyak
dibandingkan lapak maupun bandar kecil. Hal ini dikarenakan untuk membangun usaha daur
ulang, makin tinggi tingkatan usahanya, makin besar pula networking yang diperlukan.
Kemampuan untuk membaca medan persaingan dan permintaan pasar bukanlah hal yang dapat
dipelajari dalam waktu singkat, di lain pihak seiring dengan penambahan umur operasi
kebanyakan bandar besar akan menjadi pelanggan tetap pabrik daur ulang aki bekas kendaraan
bermotor yang berlokasi di daerah luar Kota Bandung.
Jumlah aki bekas kendaraan bermotor pada pelaku daur ulang dapat dilihat pada
Gambar 4 berikut. Dari Gambar 4 terlihat bahwa jumlah aki bekas pada pemulung dan tukang
loak cukup besar, yaitu sebesar 19,5 ton/bulan pada pemulung dan 5,9 ton/bulan pada tukang
loak akan tetapi jumlah aki bekas tersebut pada lapak dan bandar kecil mengalami penurunan
yang cukup tajam, yaitu 1,2 ton/bulan pada lapak dan 1,6 ton/bulan pada bandar kecil.
Sedangkan jumlah aki bekas kendaraan bermotor pada bandar besar adalah 24,7 ton/bulan. Hal
ini dapat disebabkan oleh harga beli pada bandar besar yang lebih tinggi dibandingkan pada
lapak dan bandar kecil. Sehingga banyak pemulung dan tukang loak yang langsung menjual aki
bekas tersebut ke bandar besar untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, selain itu aki
67
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 15 No. 2  Bambang Respati dan Enri Damanhuri
bekas kendaraan bermotor yang dibeli oleh bandar besar juga berasal dari lapak atau bandar
kecil yang berada dari luar Kota Bandung.
Gambar 3. Lama Operasi pelaku daur ulang aki bekas kendaraan bermotor
di Kota Bandung pada tahun 2009
(a)
(b)
Gambar 4 Jumlah aki bekas kendaraan bermotor pada tiap pelaku daur ulang informal di Kota
Bandung (a) Komposisi material yang terdapat pada aki bekas kendaraan bermotor (b)
Harga jual-beli aki bekas kendaraan bermotor pada pelaku daur ulang informal
memiliki tingkatan harga yang pembelian dan penjualan yang berbeda-beda. Tingkatan harga ini
jika dimulai dengan harga terendah sampai harga tertinggi yaitu pemulung, tukang loak, lapak,
bandar kecil, dan bandar besar. Harga beli, jual dan keuntungan yang didapat pada setiap pelaku
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 15 No. 2  Bambang Respati dan Enri Damanhuri
68
daur ulang informal disajikan pada Tabel 1. Pada pemulung, tidak terdapat harga beli karena
pemulung hanya mengambil aki bekas tersebut dan jarang membelinya. Sedangkan tukang loak
tidak mengambil aki bekas tersebut, melainkan membelinya dari perumahan, bengkel, toko, dan
sebagainya. Agar lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 5 yang menunjukkan harga jual-beli
serta keuntungan rata-rata pada tiap tingkatan pelaku daur ulang informal.
Tabel 1
Harga jual dan beli serta keuntungan yang didapat dari aktivitas jual beli aki bekas kendaraan
bermotor pada setiap pelaku daur ulang informal
Pelaku Daur Ulang
Pemulung
Tukang Loak
Lapak
Bandar Kecil
Bandar Besar
Harga Beli Rata-Rata
(Rp/kg)
3400
4600
4800
5900
Harga Jual Rata-Rata
(Rp/kg)
3900
5500
5600
5700
7400
Keuntungan RataRata (%)
100
38
18
16
20
Gambar 5 Harga jual-beli serta persen keuntungan pada tiap pelaku daur ulang informal
padatahun 2009 di Kota Bandung
Berdasarkan Gambar 5 di atas, terlihat bahwa harga beli dan harga jual aki bekas
kendaraan bermotor umumnya meningkat dari pemulung – tukang loak – lapak – bandar kecil –
bandar besar. Harga beli aki bekas tersebut berkisar antara Rp 4.600/kg – Rp 5.800/kg,
sedangkan harga jualnya berkisar antara Rp 5.600/kg – Rp 7.400/kg. Dan pada Gambar 5 juga
terlihat bahwa keuntungan pada tiap pelaku daur ulang informal berbeda-beda. Keuntungan
menurun tajam pada lapak dan bandar kecil, sedangkan keuntungan yang diperoleh pada bandar
besar pun masih jauh dibawah keuntungan yang diperoleh pemulung. Hal ini dapat disebabkan
para pemulung ataupun tukang loak langsung menjual aki bekasnya kepada bandar kecil atau
bandar besar, sehingga jumlah aki bekas kendaraan bermotor pada lapak menjadi lebih sedikit
dan menyebabkan keuntungan yang diperoleh lapak maupun bandar kecil relatif rendah. Selain
itu, hal ini juga dikarenakan pemulung yang tidak memerlukan modal awal untuk membeli aki
bekas tersebut, sehingga diperoleh keuntungan yang cukup besar.
69
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 15 No. 2  Bambang Respati dan Enri Damanhuri
KESIMPULAN
Aliran material aki bekas kendaraan bermotor di Kota Bandung pada pelaku daur ulang
informal adalah pemulung/tukang loak – lapak – bandar kecil – bandar besar, tetapi aliran ini
tidaklah mutlak dalam arti pemulung/tukang loak tidak harus selalu menjual aki bekas nya ke
lapak akan tetapi pemulung/tukang loak dapat langsung menjualnya ke Bandar kecil atau bandar
besar.
Dari hasil survei umur operasi lapak masih lebih muda dibandingkan umur opersional
pada bandar kecil atau bandar besar. Maka dapat diperkirakan lapak mulai marak pada beberapa
tahun belakangan, sedangkan bandar kecil dan bandar besar yang sudah lama beroperasi.
Jumlah aki bekas kendaraan bermotor pada pelaku daur ulang informal di Kota
Bandung adalah 19,5 ton/bulan pada pemulung, 5,9 ton/bulan pada tukang loak, 1,2 ton/bulan
pada lapak, 1,6 ton/bulan pada bandar kecil dan 24,7 ton/bulan pada bandar besar Harga beli
aki bekas tersebut berada pada rentang Rp 4.600/kg – Rp 5.800/kg, sedangkan harga jualnya
berada pada rentang Rp 5.600/kg – Rp 7.400/kg.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dilaksnakan dengan kontribusi bantuan dana oleh Program Hibah
Kompetisi berbasis Institusi – Program Studi Teknik Lingkungan-ITB
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kota Bandung. 2007. Bandung Dalam Angka 2007/2008. Bandung
Battery Council Internasional, 2008, How a Battery is made, http://www.batterycouncil.org/
LeadAcidBatteries/ HowaBatteryisMade/ (diakses 10 Agustus 2009)
Dongjie, Niu, 2000, Recycling of lead-acid battery waste both from mining and other industry,
Third Asia-Pacific Regional Workshop on Hazardous Waste Management in Mining
Industry, pages 108-114
Salomone, Roberta., Mondello, Fabio., Lanuzza, Francesco., Micali, Giuseppe., 2005, An Ecobalance of a Recycling Plant for Spent Lead–Acid Batteries. Environmental
Management Vol. 35, No. 2, pp. 206–219
Wilson, David C., Araba, Adebisi O., Chinwah, Kaine, Cheeseman, Christopher R., 2009,
Building recycling rates through the informal sector., Waste Management Vol. 29, pp.
629–635
Wilson, David C., Velis, C., Cheeseman, C., 2006. Role of Informal Sector Recycling in Waste
Management in Developing Countries. Habitat International 30, 797–808
Yen, Ivan Chang., 2002, Basel Caribbean Sub-Regional Centre/Cariri-Uwi Project On Used
Lead-Acid Batteries., Final Report, St. Agustine: Ministry of the Environment of
Trinidad and Tobago
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 15 No. 2  Bambang Respati dan Enri Damanhuri
70
Download